52
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN I. Kasus(masalah utama) Perilaku Kekerasan II. Proses terjadinya masalah 1. Definisi Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. Perilaku kekerasan adalah perilakuindividu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, danatau seksualitas (Nanda, 2005). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis(Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1996). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif (Gambar 1).

4. PK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jsjsks

Citation preview

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

LAPORAN PENDAHULUANPERILAKU KEKERASAN

I. Kasus(masalah utama)Perilaku KekerasanII. Proses terjadinya masalah1. DefinisiPerilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. Perilaku kekerasan adalah perilakuindividu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, danatau seksualitas (Nanda, 2005). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentukperilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis(Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000).Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1996).Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif (Gambar 1).

Respon AdaptifRespon MaladaptifasertiffrustasipasifagresifkekerasanGambar 1. Rentang Respon MarahKegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif-kekerasan perilaku yang menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:1. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega.2. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis.3. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialami.4. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.5. Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman-ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai atau merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.2. Etiologi a. Faktor PredisposisiFaktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:i. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.ii. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.iii. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).iv. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.b. Faktor PresipitasiFaktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti ke lemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflikdapat pula memicu perilaku kekerasan.Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.i. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.ii. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.iii. Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.

3. Manifestasi Klinis Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :a. Fisik :i. Muka merah dan tegangii. Mata melotot/ pandangan tajamiii. Tangan mengepaliv. Rahang mengatupv. Postur tubuh kakuvi. Jalan mondar mandirb. Verbali. Bicara kasarii. Suara tinggi, membentak, atau berteriakiii. Mengancam secara verbal atau fisikiv. Suara kerasv. Ketusvi. Mengumpat dengan kata kata kotorc. Perilakui. Melempar atau memukul benda /orang lainii. Menyerang diri sendiri/ orang lainiii. Merusak lingkunganiv. Amuk/ agresifd. Emosii. Tidak adekuatii. Tidak aman dan nyamaniii. Rasa tergangguiv. Dendam dan jengkelv. Tidak berdayavi. Bermusuhan vii. Mengamukviii. Ingin berkelahiix. Menyalahkan dan menuntute. Intelektuali. Mendominasiii. Cerewetiii. Kasariv. Berdebatv. Meremehkanvi. Sarkasmef. Spirituali. Merasa diri berkuasaii. Merasa paling benariii. Mengkritik pendapat orang lainiv. Menyinggung perasaan orang lainv. Tidak perduli dan kasarg. Sosiali. Menarik diri ii. Pengasinganiii. Penolakaniv. Kekerasanv. Ejekan vi. Sindiranh. Perhatiani. Bolosii. Mencuriiii. Melarikan diriiv. Penyimpangan seksualVidebeck, Sheila L. 2008 Buku Ajar Keperawatan Jiwa Jakarta : EGCGambaran klinis penganiayaan dan kekerasan1. Penganiayaan pasanganDapat berupa penganiayaan emosional, psikologis, fisik, seksual, atau kombinasi semua tipe tersebut (Singer et al, 1995).a. Penganiayaan emosional atau psikologis :i. Mengejekii. Meremehkaniii. Berteriak dan memekikiv. Merusak barangv. Mengancamvi. Menolak berbicara dengan korban atau berpura pura tidak melihat korbanb. Penganiayaan fisik :i. Mendorong dan mendesakii. Pemukulan dan mencekik yang mengakibatkan ekstremitas dan tulang iga patah, perdarahan internal, kerusakan otak, dan bahkan pembunuhanc. Penganiayaan seksual :Serangan fisik selama hubunga seksual misalnya menggigit puting, menjambak rambut, menampar dan memukul, serta memperkosa2. Penganiayaan anaka. Penganiayaan fisik. Sering kali terjadi akibat hukuman fisik yang berat dan tidak masuk akal, atau hukuman yang tidak dapat dibenarkan. Tanda tanda peringatan pada anak yang mengalami penganiayaan/ pengabaian :i. Cedera serius seperti fraktur, luka bakar, dan laserasi tanpa ada lapran riwayat trauma.ii. Menunda mencari terapi untuk cedera berat.iii. Anak atau orang tua menjelaskan riwayat cedera yang tidak sesuai dengan tingkat keparahan cedera, misalnya : bayi yang mengalami cedera contre coup pada otak yang dinyatakan orang tua terjadi karena bayi jatuh dari sofa.iv. Riwayat anak yang dijelaskan selama evaluasi tidak konsisten atau berubah ubah oleh anak itu sendiri ataupun orang tuanya.v. Cedera yang tidak lazim untuk usia dan tingkat perkembangan anak, misalnya fraktur femur pada anak usia dua bulan atau dislokasi bahu pada anak usia dua tahun.vi. Insiden infeksi saluran kemih tinggi, denital memar, merah atau bengkak, rektum atau vagina robek atau memar.vii. Terdapat bekas luka yang tidak dilaporkan, misalnya jaringa parut, fraktur yang tidak diobati, banyak memar yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat oleh orang tua /pengasuh.3. Penganiayaan lansiaMenurut Boyd & Nihart (1998) :1. Data obyektif :a. Pandangan tajamb. Muka merahc. Otot tegangd. Nada suara meninggie. Berdebatf. Sering pula tampak memaksakan kehendakg. Merampas, memukul jika tidak senang2. Data subyektifa. Mengeluhkan perasaan terancamb. Mengungkapkan perasaan tidak bergunac. Mengungkapkan perasaan jengkeld. Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar debar, merasa tercekik, dada sesak, bingung.

4. Proses Terjadinya Penyakit / Pathwaysa. Proses Terjadinya Masalah Perilaku KekerasanPerilaku kekerasan atau amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.Perilaku kekerasan juga dapat diartikan sebagai agresi berkaitan dengan trauma pada masa anak saat lapar, kedinginan, basah, atau merasa tidak nyaman. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi secara terus menerus, maka ia menampakan reaksi berupa menangis, kejang, atau kontraksi otot, perubahan ekspresi warna kulit, bahkan mencoba menahan nafasnya (Barry, 1998). Setelah anak bertambah dewasa, maka ia akan menampakkan reaksi yang lebih keras pada saat kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi, seperti melempar barang, menjerit, menahan nafas, mencakar, merusak atau bersikap agresif terhadap barang mainannya. Bila reward dan punishment tidak dijalankan, maka ia cenderung mengganggap perbuatan tersebut benar.Kontrol lingkungan seputar anak yang tidak berfungsi dengan baik, menimbulkan reaksi agresi pada anak yang akan bertambah kuat sampai dewasa. Sehingga bila ia merasa benci dan frustasi dalam mencapai tujuannya ia akan bertindak angesif. Hal ini akan bertambah apabila ia merasa kehilangan orang-orang yang ia cintai atau orang yang berarti. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau kepanikan (takut). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal disuatu sisi dan kekerasan disisi yang lain.

b. PatofisiologiStres, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stres dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.Perilaku yg berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :1. Menyerang atau Menghindar (fight or fight)a. Pada keadaan ini respons psikologi timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takhikardi, wajah merah,b. Pupil melebar,mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urin dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatup,tangan dikepal,tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)a. Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif.b. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis.c. Disamping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.3. Memberontak (acting out)Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku memberontak untuk menarik perhatian orang lain.4. Perilaku kekerasan Tindakan kekerasan atau amuk yg ditujukan kepada diri sendiri,orang lain maupun lingkungan.c. Dampak Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain, maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah, dan lain-lain. Sehingga klien dengan perilaku kekerasan berisiko untuk mencederai diri, orang lain dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri rendah sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak terhadap resiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungan. Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik untuk menghadapi keadaan pasien mempengaruhi perkembangan pasien (koping keluarga tidak efektif), hal ini tentunya menyebabkan pasien akan sering keluar masuk rumah sakit dan timbulnya kekambuhan pasien karena dukungan keluarga tidak maksimal (Fitria, 2009).

5. Pemeriksaan Diagnostika. Pemeriksaan Laboratorium Meskipun pemeriksaan laboratorik adalah pemeriksaan penunjang, tetapi perannya penting dalam menjelaskan dan mengkuantifikasi disfungsi neurofisiologis, memilih pengobatan dan memonitor respon klinis. Karenanya, dokter atau psikiater perlu mengerti pemilihan pemeriksaan laboratorik untuk pasien tertentu. Dalam hal ini harus dipertimbangkan kondisi ekonomi, ketidaknyamanan, dan resiko efek yang merugikan; interpretasi data laboratorik dalam pengertian spesifitas, sensivitas dan nilai prediktif. Hasil pemeriksaan laboratorik harus dapat diintegrasikan dengan data riwayat penyakit, wawancara dan pemeriksaan psikiatrik untuk memperoleh gambaran komprehensif tentang diagnosis dan pengobatan yang diperlukan oleh pasien (Maramis, 2009).Untuk pasien rawat jalan, melakukan serangkaian tes penyaring secara membabi buta hanya mempunyai kegunaan klinis yang terbatas dan merupakan pemborosan. Lebih baik dilakukan tes laboratorik tertentu berdasarkan penilaian yang cermat dan integrasi antara riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Pada pasien rawat inap, dianjurkan agar dilakukan tes dasar pada waktu masuk rumah sakit untuk mengevaluasi kondisi medis umum (Maramis, 2009).Sampai saat ini belum ada konsensus mengenai tes apa saja yang digunakan sebagai penyaring, tetapi beberapa tes berikut patut untuk dipertimbangkan pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum, glukosa darah, tes fungsi hepar, tes fungsi ginjal, kalsium serum, tiroksin (T4), pemeriksaan penyaring untuk sifilis (VDRL dan TPHA), dan tes urine untuk obat terlarang (Maramis, 2009).b. Pencitraan CT (computerized tomography, sering disebut Ctscan) dan MRI (magnetic resonance imaging) adalah pencitraan diagnostik yang paling sering digunakan dalam evaluasi pasien dengan gejala psikiatrik. CT adalah pemeriksaan non-invasif yang dapat melihat anatomi kepala menurut irisan dengan berbagai ketebalan (Maramis, 2009).Indikasi spesifik CT adalah episode pertama psikologis di atas umur 40 tahun, episode pertama gangguan afektif setelah umur 50 tahun, episode pertama gangguan kepribadian di atas usia 40 tahun, gerakan involunter abnormal, delirium atau demensia yang tak diketahui penyebabnya, katatonia persisten, dan anoreksia nervosa (Maramis, 2009).MRI mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan CT, yaitu: tidak melibatkan radiasi radioaktif, irisan dapat dilakukan pada berbagai bidang, dapat lebih baik mengdiferensiasi masa putih (white mass) dan abu-abu (grey mass) otak sehingga lebih sensitif untuk anatomik otak, dan lebih baik untuk melihat kelainan di fosa posterior dan batang otak (Maramis, 2009).Beberapa kondisi yang merupakan kontraindikasi untuk MRI adalah pasien dengan alat pacu jantung, klip aneurisma, wanita hamil, dan pasien dengan benda asing yang berpotensi magnetik. Selain itu, karna harga pemeriksaan ini yang mahal, serta menuntut kerja sama pasien untuk diam berbaring dalam waktu yang cukup lama, maka penggunaan CT lebih populer (Maramis, 2009).c. Pemeriksaan NeurologisElektroensefalografi (EEG)mengukur aktivitas elektrik di permukaan otak dan bukanlah alat yang memisahkan normal dari abnormal, karena hasil EEG yang normal tidak meniadakan kemungkinan adanya gangguan organik atau epilepsi (Maramis, 2009).Indikasi umum untuk pemeriksaan EEG adalah pasien muda (terutama di bawah 25 tahun) dengan episode pertama psikosis dan pasien dengan riwayat kemungkina n cedera otak atau gangguan neurologis (misalnya kecelakaan, tidak sadar, infeksi, kompilkasi perinatal, kejang) (Maramis, 2009).Beberapa ciri yang memperbesar kemungkinan ditemukannya abnormalitas pada EEG, CT atau MRI adalah: adanya defisit neurologis fokal, perubahan status mental yang drastis dan baru, riwayat penyalahgunaan zat, trauma kepala atau patologi SSP lain, pasien usia lanjut, dan gejala-gejala tidak khas dengan riwayat psikiatrik yang meragukan (Maramis, 2009).Modifikasi pemeriksaan EEG yang lebih baru adalah dengan pemetaan topografis terkomputerisasi atau lazim disebut Computerized EEG atau brain mapping. Aktivitas elektrik permukaan otak direkam dengan frekuensi tertentu dan dipetakan secara grafis dua dimensi yang berwarna. Metode ini digunakan lebih banyak dalam riset psikofarmakologis dan statistik (Maramis, 2009).d. Pemeriksaan Status Mental Mini atau mini-mental state examination Digunakan bilamana dicurigai adanya dimensia. Tes ini dibuat berdasarkan wawancara pemeriksaan status mental standar dan terdiri atas pemeriksaan terhadap orientasi, memori untuk registrasi dan recall (segera dan ingatan tunda 3 objek), atensi (pengurangan seri tujuh), memberi nama objek yang umum (verbal skills), mengikuti perintah lisan dan tertulis, ketrampilan menulis, dan menggambar figur sederhana (praxis skills). Tes ini untuk menilai secara global fungsi kognitif. Sering dipakai untuk menilai pasien ddemensia. Betul pada semua item akan menghasilkan skor 30. Skor dibawah 24 biasanya mengindikasikan rendahnya kognitif (Maramis, 2009). PengantarSaya akan memberikan pertanyaan-pertanyaan pada anda yang biasa digunakan pada setiap orang. Beberapa pertanyaan sangat mudah dan beberapa sangat sukar, tetapi anda tidak perlu khawatir atau terganggu. Saya sangat berterimakasih bila anda mencoba menjawab semua pertanyaan yang akan saya berikan (Maramis, 2009).Orientasi( ) Sekarang ini (tahun) (tanggal) (hari) dan (musim) apa? skor 5( ) Sekarang kita berada dimana (negara) (provinsi) (kota) (rumah sakit) (kamar)? slor 5Registrasi( ) Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda/objek, 1 detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah mengulangi ke-3 nama benda tersebut. Berikan angka 1 untuk tiap jawaban yang benar. Bila masih salah, ulanglah penyebutan ke-3 nama benda tersebut hingga dapat mengulangnya dengan benar. Hitunglah jumlah percobaannya dan catatlah. Jumlah percobaan___kaliAtensi dan kalkulasi( ) Hitunglah 100 dikurangi 7 dan hasil dikurangi 7, terus demikian. Berilah angka 1 untuk tiap jawaban yang benar. Berhentilah setelah 5 pengurangan (hasil: 93-86-79-72-65). Pilihan lain adalah :Ejalah kata dunia dari akhir ke awal (a-i-n-u-d). skor 5Mengingat kembali( )Tanyalah kembali nama ke-3 benda yang telah disebutkan di atas. Berilah angka 1 untuk tiap jawaban yang benar. skor 3Bahasa( ) Tunjukkan suatu objek/benda dan penderita diminta untuk menyebut namanya: pensil-jam/arloji. skor 2( ) Pasien diminta mengulang kata :namun, tanpa, bila atau jika tidak, atau, tapi. skor 1( ) Laksanakan 3 buah perintah ini: peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada pertengahan dan letakkanlah di lantai atau ambil kertas itu dengan tangan kanan anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai. skor 3( ) Bacalah tulisan ini dan lakukan apa yang tertulis: pejamkan mata anda. skor 1( ) Tulislah sebuah kalimat (penilaian: harus mempunyai subjek dan kata kerja yang mempunyai arti)...................... skor 1( ) Tirulah gambar ini (penilaian: beri 1 poin bila semua sisi dan sudut baik dan perpotongan sisi berbentuk segi empat) skor 1(Maramis, 2009)Cara Mengukur Tingkat Depresi, Ansietas, dan StresCara mengukur tingkat depresi, ansietas, dan stres dapat dilakukan dengan menggunakan tes DASS yang contoh kuesionernya dapat dilihat pada tabel Depression Anxiety and Stress Scales (DASS) di bawah ini (Psychology Foundation of Australia, 2011).

Depression Anxiety and Stress Scale (DASS) DASS Name: Date:

Please read each statement and circle a number 0, 1, 2 or 3 which indicates how much the statement applied to you over the past week. There are no right or wrong answers. Do not spend too much time on any statement.

The rating scale is as follows:0 Did not apply to me at all1 Applied to me to some degree, or some of the time2 Applied to me to a considerable degree, or a good part of time3 Applied to me very much, or most of the time

1.I found myself getting upset by quite trivial things0123

2.I was aware of dryness of my mouth0123

3.I couldn't seem to experience any positive feeling at all0123

4.I experienced breathing difficulty (eg, excessively rapidbreathing, breathlessness in the absence of physicalexertion) 0123

5.I just couldn't seem to get going0123

6.I tended to over-react to situations0123

7.I had a feeling of shakiness (eg, legs going to give way)0123

8.I found it difficult to relax0123

9.I found myself in situations that made me so anxious I was most relieved when they ended0123

10.I felt that I had nothing to look forward to0123

11.I found myself getting upset rather easily0123

12.I felt that I was using a lot of nervous energy0123

13.I felt sad and depressed0123

14.I found myself getting impatient when I was delayed in any way (eg, lifts, traffic lights, being kept waiting)0123

15.I had a feeling of faintness0123

16.I felt that I had lost interest in just about everything0123

17.I felt I wasn't worth much as a person0123

18.I felt that I was rather touchy0123

19.I perspired noticeably (eg, hands sweaty) in the absence of high temperatures or physical exertion0123

20.I felt scared without any good reason0123

21.I felt that life wasn't worthwhile0123

22.I found it hard to wind down0123

23.I had difficulty in swallowing0123

24.I couldn't seem to get any enjoyment out of the things I did0123

25.I was aware of the action of my heart in the absence of physical exertion (eg, sense of heart rate increase, heartmissing a beat)0123

26.I felt down-hearted and blue0123

Reminder of rating scale:0 Did not apply to me at all1 Applied to me to some degree, or some of the time2 Applied to me to a considerable degree, or a good part of time3 Applied to me very much, or most of the time

27.I found that I was very irritable0123

28.I felt I was close to panic0123

29.I found it hard to calm down after something upset me0123

30.I feared that I would be "thrown" by some trivial but unfamiliar task0123

31.I was unable to become enthusiastic about anything0123

32.I found it difficult to tolerate interruptions to what I was doing0123

33.I was in a state of nervous tension0123

34.I felt I was pretty worthless0123

35.I was intolerant of anything that kept me from getting on with what I was doing0123

36.I felt terrified0123

37.I could see nothing in the future to be hopeful about0123

38.I felt that life was meaningless0123

39.I found myself getting agitated0123

40.I was worried about situations in which I might panic andMake a fool of myself0123

41.I experienced trembling (eg, in the hands)0123

42.I found it difficult to work up the initiative to do things0123

(Psychology Foundation of Australia, 2011)Scoring:Scores of Depression, Anxiety and Stress are calculated by summing the scores for the relevant items. The depression scale items are 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21, 24, 26, 31, 34, 37, 38, 42. The anxiety scale items are 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20, 23, 25, 28, 30, 36, 40, 41. The stress scale items are 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, 39. The score for each of the respondents over each of the sub-scales, are then evaluated as per the severity-rating index below (Psychology Foundation of Australia, 2011).DepressionAnxietyStress

Normal0 90 70 14

Mild10 138 915 18

Moderate14 2010 1419 25

Severe21 2715 1926 33

Extremely Severe28+20+34+

6. Penatalaksanaan Medisa. Akut i. Pertama putuskan bahwa pasien kehilangan kendali secara akut. Apabila demikian, tangani segera dengan pengekangan fisik dan medikasi bukan dengan percakapan. Segera temui, jangan biarkan pasien menunggu.ii. Dekati pasien yang kurang bersahabat dengan hati-hati dan berada pada posisi yang aman (tersedia bantuan setiap saat, pintu dalam keadaan terbuka). Waspadai tanda-tanda peringatan (misal : gelisah, sikap menuntut). Apabila bercakap-cakap tampak bermanfaat, coba lakukan, tetapi berilah batas yang jelas selama wawancara. Gunakan control fisik bila pasien tidak dapat mempertahankan kendali tetapi tetap tekankan bantuan yang dapat dilakukan oleh pasien sendiri. Apabila pasien datang dengan keadaan dikekang, jangan dilepas sebelum terjadi rapport dan beberpa hasil evaluasi diperoleh, meskipun demikian banyak pasien dapat bersikap lebih baik tanpa pengekangan. Pengekangan dapat meningkatkan agitasi dan menyebabkan hipertermia. Apabila diperlukan kekuatan untuk meredakannya, gunakan kekuatan penuh-satu orang memegang masing-masing anggota tubuh pasien. Jangan mengambil resiko.iii. Medikasi terhadap pasien dengan agitasi akut: lorazepam 1-2 mg IM (diabsorpsi dengan baik melalui intramuscular) setiap 2-4 jam, maksimal 3 dosis; haloperidol 5 mg IM/jam untuk 3-4 dosis; atau droperidol (5 mg IM/jam 2-3 dosis-tidak direkomendasikan oleh FDA untuk keperluan tersebut). Apakah pasien menggunakan obat-obatan yang menekan SSP, apakah dalam kondisi delirium, atau adakah suatu kondisi medis yang bertanggung jawab atas perilakunya? Kalau demikian, berikan medikasi dan observasi. ECT dapat mengendalikan kekerasan psikotik.iv. Jika pasien mengancam dan agitasi tetapi tidak ganas, perlakukan dengan penuh penghormatan-manusiawi, langsung, pasti, tenang, menetramkan. Jangan menantang, memprovokasi atau secara terang-terangan tidak setuju dengan pasien. Kesampingkan birokrasi. Selalu terangkan apa yang akan dilakukan dan mengapa. Pasien dengan perilaku kekerasan sering ketakutan-telusuri mengapa dan apa penyebabnya.v. Tentukan etiologi kekerasan. Apakah ada penyakit mental? Cedera otak? Penggunaan obat-obatan (lakukan tes urine)? Apakah ada pencetus lingkungan yang dapat dikenali? Lakukan intervensi secara langsung pada pasien psikotik.vi. Kebanyak pasien dapat ditenangkan dengan dukungan, pengertian (dan medikasi); meskipun demikian, apabila perlu paksa untuk masuk rumah sakit. Apabila ini benar-benar masalah criminal, dan haruskan melibatkan polisi? (Tomb, 2003)Pengekangan fisik :Ada 2 macam, pengekangan fisik secara mekanik (menggunkan manset, sprei pengekang) atau isolasi (menempatkan pasien pada suatu ruangan di mana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri).Jenis pengekangan mekanik :i. Camisoles (jaket pengekang)ii. Manset untuk pergelangan tangan iii. Manset untuk pergelangan kakiiv. Menggunakan spreiIndikasi pengekangan ;i. Perilaku amuk yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lainii. Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobataniii. Ancaman terhadap integritas fisik yang berhubungan dengan penolakan klien untuk beristirahat, makan dan minumiv. Permintaan klien untuk pengendalian perilaku eksternal. Pastikan tindakan ini dikaji dan berindikasi terapeutik.Pengekangan dengan sprei basah atau dinginKlien dapat dimobilasasi dengan membalutnya seperti mummi dalam lapisan sprei dan selimut. Lapisan paling dalam terdiri atas sprei yang telah direndam dalam air es. Walaupun mula-mula terasa dingin, balutan segera menjadi hangat dan menenangkan. Hal ini dilakukan pada perilaku amuk atau agitasi yang tidak dapat dikendalikan obat.Intervensi keperawatan :i. Baringkan klien dengan pakaian rumah sakit di atas tempat tidur yang tahan airii. Balutan sprei pada tubuh klien dengan rapi dan pastikan bahwa permukaan kulit tidak saling bersentuhaniii. Tutupi sprei basah dengan selapis selimutiv. Amati klien dengan konstanv. Pantau suhu, nadi, dan pernapasan. Jika tampak sesuatu yang bermakna buka pengekanganvi. Berikan cairan sesering mungkinvii. Pertahankan suasana lingkungan yang tenangviii. Kontak verbal dengan suara yang menyenangkanix. Lepaskan balutan setelah lebih kurang 2 jamx. Lakukan perawatan kulit sebelum membantu kline berpakaianRestrains Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrain mekanik atau restrain manual terhadap pergerakan klien. Dapatkan dokter jika diharuskan karena kebijakan institusi.Isolasi Adalah menempatkan klien dalam ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri. Tingkatan pengisolasian dapat berkisar dari penempatan dalam ruangan yang tertutup tetapi tidak terkunci sampai pada penempatan dalam ruangan terkunci dengan kasur tanpa sprei di lantai, kesempatan berkomunikasi dibatasi dan klien memakai pakaian RS atau kain terpal yang berat.Indikasi pengunaan : Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan klien atau orang lain dan tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan intervensi pengendalian yang longgar, sperti kontak interpersonal atau pengobatan. Reduksi stimulus lingkungan jika diminta oleh klienKontraindikasi : Kebutuhan untuk pengamatan masalah medic Resiko tinggi untuk bunuh diri Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori. (Yosep, 2010)b. Kronis a. Pasien dengan kekerasan kronis perlu uji coba medikasi. Obat psikosis dengan antipsikotik dan kejang dengan obat antikonvulsan. Untuk perilaku agresi yang berlanjut pertimbangkan: i. Klozapin atau risperidon (lebih dipilih untuk pasien skizofrenia yang disertai hostilitas)ii. SSRI [misal fluoksetin (12)] untuk kondisi berbeda-beda dan buspiron (cedera kepala, retardasi mental)iii. Propanol (200-800 mg/hari, dosis terbagi), nadolol (sampai 120 mg/hari) atau pindolol; efektif setelah 4-6 minggu.iv. Karbamazepin (600-1200 mg/hari, dosis terbagi), asam valproat dan litium (kadar di dalam darah 0,6-1,2 mEq/L) mungkin berguna untuk pasien dengan kekerasan disertai dengan gangguan bipolar, skizofrenia, retardasi mental, gangguan eksplosif intermiten dan obat-obatan stimulant lainnya untuk pasien dewasa yang hiperaktif.Benzodiazepan dapat bermanfaat selama masa-masa stress, tetapi kemarahan yang paradoks dapat muncul pada beberapa pasien.b. Ajarkan pasien untuk mengenali secara dini tanda-tanda meningkatnya kemarahan dan belajar untuk menghilangkan tekanan-tekanan. Kerusakan otak yang berat mungkin memerlukan lingkungan yang terstruktur dan teknik-teknik perilaku.c. Bantu pasien mengembangkan suatu system dukungan dan belajar untuk mengendalikan stress lingkungan. Pelihara saluran komunikasi dengan pasien yang berpotensi kekerasan-siap sedialah melalui telepon. (Tomb, 2003)c. Managemen krisis :Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil maka diperlukan intervensi yang lebih aktif. Prosedur penanganan kedaruratan psikiatrik ;1. Identifikasi pemimpin tim krisis. Sebaiknya dari perawat karena yang bertanggung jawab selama 24 jam2. Bentuk tim krisis. Meliputi dokter, perawat dan konselor3. Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa saja yang menjadi tugasnya selama penanganan klien4. Jauhkan klien lain dari lingkungan 5. Lakukan pengekangan jika memungkinkan6. Pikirkan suatu rencana penanganan krisis dan beritahu tim.7. Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh klien8. Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepada klien dan upayakan untuk kerjasama9. Pengekangan klien jika diminta oleh ketua tim krisis. Ketua tim harus segera mengkaji situasi lingkungan sekitar untuk tetap melindungi keselamatan klien dan timnya.10. Berikan obat jika diinstruksikan11. Pertahankan pendekatan yang tenang dan konsisten terhadap klien12. Tinjau kembali intervensi penanganan krisis dengan tim krisis13. Proses kejadian dengan klien lain dan staf harus tepat14. Secara bertahap mengintegrasikan kembali klien dengan lingkungan. (Yosep, 2010)III. A. Pohon masalah

b. Data yang perlu dikajii. Aspek biologisRespons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.ii. Aspek emosional Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.iii. Aspek intelektual Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.iv. Aspek sosialMeliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.v. Aspek spiritual Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.IV. Diagnosa Keperawatana. Resiko mencederai diri sendirib. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lainc. Ketidakefektifan koping b.d. ketidakmampuan untuk mengubah energi yang adaptifV. Rencana tindakan keperawatanRencana Keperawatan

Diagnosa KeperawatanTujuan dan Kriteria HasilIntervensi dan Rasional

Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain.

a. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 bulan klien tidak melakukan perilaku kekerasan terhadap orang lain.

b. Kriteria hasil : Tujuan khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Kriteria hasil : Klien mau membalas salam Klien mau menjabat tangan Klien mau menyebutkan nama Klien mau tersenyum Klien mau kontak mata Klien mau mengetahui nama perawat Klien menyediakan waktu untuk kontak Klien bersedia menceritakan perasaana. Tujuan khusus 1 : Beri salam setiap berinteraksi. Perkenalkan nama, panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien. Tunjukan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali pertemuan. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien. Lakukan kontak singkat tapi sering.Rasional : hubungan saling percaya merupakan landasan utama hubungan selanjutnya.

Tujuan khusus 2 : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Kriteria hasil : Klien dapat mengungkapkan perasaannya Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal pada orang lain dan lingkungan.

b. Tujuan khusus 2 : Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab kekesalah/marah.Rasional: memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat mengurangi stress dan penyebab kekesalan/marah dapat diketahui.

Tujuan khusus 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda - tanda perilaku kekerasan.Kriteria hasil : Klien dapat mengungkapkan perasaan marah atau jengkel. Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami.c. Tujuan khusus 3 : Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat marah atau jengkel.(Rasional : mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat jengkel atau marah) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien. (Rasional : mengetahui tanda tanda klien jengkel atau kesal) Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel atau kesal yang dialamin klien.(Rasional : menarik kesimpulan bersama klien supaya klien mengetahui secara garis besar tanda tanda marah atau kesal)

Tujuan khusus 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.Kriteria hasil : Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Klien dapat mengetahui perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dapat menyelesaikan masalah atau tidak.d. Tujuan khusus 4 : Tanyakan kebiasaan perilaku kekerasan yang dilakukan pasien.(Rasional: mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku kekerasan yang biasa dilakukan) Beri kesempatan pada klien untuk bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.(Rasional: mengetahui perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstrukstif dan destruktif) Bicarakan dengan klien apakah perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi klien. (Rasional : membantu klien menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah)

Tujuan khusus 5 : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.Kriteria hasil : Klien dapat menjelaskan akibat perilaku kekerasan yang biasa dilakukan oleh klien.e. Tujuan khusus 5 : Bicarakan akibat/kerugian dari perilaku kekerasan yang dilakukan.(Rasional: membantu klien untuk menilai perilaku kekerasan yang dilakukan) Bersama klien simpulkan akibat/kerugian dari perilaku kekerasan yang dilakukan klien. (Rasional : dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien dapat merubah perilaku destruktif yang dilakukan menjadi perilaku konstruktif) Diskusikan dengan klien : Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat. Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan yang diketahui klien.

Tujuan khusus 6 : Klien mengetahui cara mengontrol perilaku kekerasan.Kriteria hasil : Klien dapat melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.f. Tujuan khusus 6 : Tanyakan pada klien apakah klien ingin mempelajari cara baru mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang lain mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif. Diskusikan dengan klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif : Secara fisik : tari nafas dalam jika klien sedang kesal/marah, memukul bantal/kasur, olah raga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah/kesal/tersinggung/ jengkel. Secara social : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan menejemen perilaku kekerasan perilaku kekerasan. Secara spiritual : anjurkan klien untuk sembahyang, berdoa/ibadah lain: meminta kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

Tujuan khusus 7 : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik I (nafas dalam).Kriteria hasil : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol marah dengan cara menarik nafas dalam.g. Tujuan khusus 7 : Berikan reinforcement positif atas keberhasilan dan usaha klien dalam mencoba melakukan cara mengontrol marah dengan menarik nafas dalam.(Rasional: memotivasi klien secara positif serta dapat meningkatkan harga diri klien) Motivasi klien untuk melakukan tarik nafas dalam sebanyak 5x atau lebih.

Tujuan khusus 8 : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik II (memukul bantal).Kriteria hasil : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol marah dengan cara memukul bantal/kasur/benda lunak lainnya.h. Tujuan khusus 8 : Motivasi klien untuk melakukan cara mengontrol marah dengan memukul bantal atau kasur atau benda lunak lainnya. Anjurkan klien untuk mengikuti lalu mempraktikan cara mengontrol marah (memukul bantal). Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien.(Rasional : memotivasi klien secara positif serta dapat meningkatkan harga diri klien)

Tujuan khusus 9 : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal.Kriteria hasil : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol marah dengan cara verbal.i. Tujuan khusus 9 : Motivasi klien untuk melakukan cara mengontrol marah dengan cara verbal. Berikan contoh cara mengontrol perilaku kekerasan dengan menolak, mengungkapkan marah secara verbal. saya marah sama kamu. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien.(Rasional : memotivasi klien secara positif serta dapat meningkatkan harga diri klien)

Tujuan khusus 10 : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual (berdoa,sholat,wudhu).Kriteria hasil : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol marah dengan cara spiritual (berdoa,sholat,wudhu).j. Tujuan khusus 10 : Motivasi klien untuk melakukan cara mengontrol marah dengan cara spiritual. Anjurkan klien untuk berdoa,sholat,wudhu jika merasa kesal/marah. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien. (Rasional : memotivasi klien secara positif serta dapat meningkatkan harga diri klien)

Tujuan khusus 11 : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan cara meminum obat.Kriteria hasil : Klien dapat menyebutkan obat obat yang diminum dan kegunaannya (jenis, waktu, dosis, efek). Klien dapat minum obat sesuai program pengobatan.k. Tujuan khusus 11 : Jelaskan jenis jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.(Rasional : klien dan keluarga dapat mengetahui nama nama obat yang diminum oleh klien) Anjurkan klien melaporkan pada perawat atau dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.(Rasional : mengetahui efek samping sedini mungkin sehinga tindakan dapat dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi) Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.(Rasional: memotivasi klien secara positif serta dapat meningkatkan harga diri klien)

Tujuan khusus 12 : Klien memasukkan kegiatan yang telah dipejarari ke dalam jadwal kegiatan harian.Kriteria hasil : Klien bersedia memasukan kegiatan yang telah dipelajari ke dalam jadwal kegiatan harian.l. Tujuan khusus 12 : Memotivasi klien untuk menyebutkan kembali latihan mengontrol perilaku kekerasan yang telah diajarkan. Diskusikan bersama klien tentang latihan yang telah diajarkan sebelumnya. Bersama klien buat daftar efektif yang dapat dilanjutkan pelaksanaannya. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadwal kegiatan harian. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien.(Rasional: memotivasi klien secara positif serta dapat meningkatkan harga diri klien)

Tujuan khusus 13 : Membangun kerjasama keluarga dalam perawatan klien dengan perilaku kekerasan.Kriteria hasil : Keluarga dapat menjelaskan perasaannya. Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien dengan perilaku kekerasan. Keluarga dapat mendemonstrasikan cara merawat klien dengan perilaku kekerasan. Keluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan klien dengan perilaku kekerasan. Keluarga mengerti dan menyebutkan kembali pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya perilaku kekerasan.m. Tujuan khusus 13 : Bina hubungan saling percaya dengan keluarga. Salam perkenalan. Jelaskan tujuan. Buat kontrk. Eksplorasi perasaan keluarga klien. Motivasi keluarga klien untuk menyetujui dan mengikuti kontrak. Diskusikan dengan anggota keluarga : Perilaku kekerasan. Penyebab perilaku kekerasan. Akibat yang akan terjadi jika perilaku kekerasan tidak di tangani. Cara keluarga menghadapi perilaku kekerasan klien. Dorong anggota keluarga untuk mengikuti cara merawat klien perilaku kekerasan. Beri reinforcment positif pada keluarga.(Rasional: memotivasi keluarga secara positif)

Tujuan khusus 14 : Membantu keluarga klien menentukan jadwal aktivitas klien dan follow up.Kriteria hasil : Keluarga mampu membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat secara mandiri. Keluarga mematuhi jadwal yang telah dibuat untuk kesembuhan klien. Keluarga mengerti/memahami follow up yang telah diarahkan pada klien.n. Tujuan khusus 14 : Diskusikan bersama keluarga dalam membuat jadwal aktivitas di rumah untuk klien. Motivasi keluarga untuk membuat dan memenuhi jadwal aktivitas yang dibuat. Motivasi keluarga untuk menerima klien. Diskusikan follow up untuk keluarga. Beri reinforcment positif pada keluarga.(Rasional : memotivasi keluarga secara positif)

Resiko mencederai diri sendiria. Tujuan Umum:Setelah diberikan asuhan keperawatan dalam 2 x pertemuan pada masing-masing tujuan khusus, Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.b. Khusus:1. Klien dapat membina hubungan saling percaya 2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan 3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan4. Klien dapat mengidentifikasi PK yang biasa dilakukan 5. Klien mengidentifikasi akibat PK 6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah PK 7. Klien dapat mendemontrasikan cara sosial untuk mencegah PK 8. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk masalah PK 9. Klien dapat mendemonstrasikan spritual untuk mencegah PK 10. Klien dapat mengikuti TAK c. Kriteria hasil:1. klien dapat mengungkapkan perasaan dan keadaannya saat ini secara verbal 2. klien dapat mengenali perasaan marahnya 3. klien mampu menilai efek perilaku agresif 4. klien mampu menyebutkan cara menyalurkan apa yang biasa dilakukan 5. klien dapat memilih cara yang sehat untuk melakukan energi

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Beri salam / panggil nama Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan Jelas maksud hubungan interaksi Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat Beri rasa aman dan sikap empati Lakukan kontak singkat tetapi seringRasional: Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dengan klien.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal.Rasional: Sebagai upaya memperkenalkan klien terhadap penyebab munculnya perilaku kekerasan dan mengidentifikasi penyebab perasaan jengkel/kesal.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakannya saat jengkel / marah. Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien. Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel / kesal yang dialami klien.Rasional: Dengan diketahuinya tanda dan gejala perilaku kekerasan, klien cepat menyadari tanda dan gejala tersebut. Sehingga perilaku kekerasan tidak jadi terjadi.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasanya dilakukan klien / verbal pada orang lain, pada lingkungan dan pada diri sendiri. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.Rasional: Dengan dapat mengidentifikasi PK yang biasa dilakukan, klien akan cepat menyadari jika ia akan melakukan perilaku kekerasan seperti yang biasa dilakukannya.

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan klien. Bersama klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.Rasional: Dengan dapat mengidentifikasi PK yang biasa dilakukan, klien ingin mempelajari cara yang sehat untuk mengatasi masalahnya.

6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan a. Diskusikan atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien. Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk mencegah perilaku kekerasan, yaitu tarik nafas dalam dan pukul kasur serta bantal.b. Diskusikan cara melakukan tarik nafas dalam dengan klien Beri contoh kepada klien tentang cara menarik nafas dalam Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5 kali Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara menarik nafas dalam. Tanyakan perasaan klien setelah selesai. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah / jengkel. Lakukan hal yang sama dengan cara melakukan tarik nafas dalam dengan klien sampai anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah untuk cara fisik dan lain di pertemuan yang lain. c. Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang akan dilakukan sendiri oleh klien. Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari.d. Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation). Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan Berikan pujian atas keberhasilan klien Tanyakan kepada klien : apakah kegiatan cara pencegahan perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah.Rasional: a. Dapat mencegah klien untuk melakukan perilaku kekerasan.b. Teknik nafas dalam membantu mengurangi rasa marah / jengkel yang akan membawa klien untuk melakukan perilaku kekerasan. c. Agar tindakan klien yang agresif dapat berkurang dengan adanya latihan fisik. d. Dengan mengevaluasi, kita dapat mengetahui seberapa jauh klien dapat mencegah dirinya melakukan perilaku kekerasan.

7. Klien dapat mendemontrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan a. Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien Beri contoh cara bicara yang baik Meminta dengan baik Menolak dengan baik Mengungkapkan perasaan dengan baik b. Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik Meminta dengan baik saya minta uang untuk beli makanan Menolak dengan baik maaf, saya tidak dapat melakukannya karena ada kegiatan yang lain Mengungkapkan perasaan dengan baik saya kesal karena permintaan saya tidak dikabulkan disertai nada suara yang rendah. Minta klien mengulang sendiri Beri pujian atas keberhasilan klien

c. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilatih diruangan, misalnya : meminta obat, baju, dll, menolak ajakan merokok, tidur tidak pada waktunya, menceritakan kekesalan kepada perawat. Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari.

d. Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik dengan mengisi jadwal kegiatan (self evaluation). Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan. Berikan pujian atas keberhasilan klien. Tanyakan kepada klien : Bagaimana perasaan budi setelah latihan bicara yang baik ? Apakah keinginan marah berkurang ?

Rasional:a. Dengan terlatihnya klien berbicara dengan baik dalam mengungkapkan perasaannya, maka akan mencegah klien untuk marah-marah yang nantinya menjadi perilaku kekerasan. b. Memberikan pengetahuan kepada klien tentang cara bicara yang baikc. Jadwal kegiatan yang tersusun dengan baik, tidak menimbulkan kebosanan pada klien. d. Dengan mengevaluasi kita dapat mengetahui sejauh mana kemampuan klien untuk menghindarinya melakukan perilaku kekerasan. 8. Klien dapat mendemontrasikan cara spritual untuk mencegah perilaku kekerasan a. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan.b. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan diruangan rawat. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih. Beri pujian atas keberhasilan klienc. Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan ibadah Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah.d. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation) Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan. Berikan pujian atas keberhasilan klienTanyakan kepada klien Bagaimana perasaan budi setelah teratur melakukan ibadah ? Apakah keinginan marah berkurang?Rasional:a. Dapat mengetahui kegiatan ibadah yang pernah dilakukan klien dan jika memungkinkan, memasukkan kegiatan tersebut ke dalam aktivitas harian klien.b. Jika klien dapat menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukannya di ruang rawat, dapat memungkinkan klien untuk segera melakukan kegiatan ibadah tersebut.c. Agar pelaksanaan kegiatan ibadah dapat dilaksanakan tepat waktu.d. Dengan mengevaluasi kita dapat mengetahui seberapa jauh kegiatan ibadah tersebut mempengaruhi klien

9. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan a. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminumnya, nama, warna, besarnya, waktu minum obat (jika 3 x : pukul 07.00, 13.00, 19.00), cara minum obat. Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur. Beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah minum obat. Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter. Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak teratur, misalnya penyakitnya kambuh. b. Diskusikan tentang proses minum obat Klien meminta obat kepada perawat (jika di rumah sakit), kepada keluarga (jika rumah). Klien memeriksa obat sesuai dosisnya Klien meminum obat pada waktu yang tepat Susun jadwal minum obat bersama klien.c. Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi jadwal kegiatan harian. Validasi pelaksanaan minum obat klien Beri pujian atas keberhasilan klien Tanyakan kepada klien Bagaimana perasaan budi dengan minum obat secara teratur ? Apakah keinginan untuk marah berkurang?Rasional: a. Agar klien patuh minum obat sesuai dengan order dokter.b. Agar pelaksanaan farmokoterapi berjalan dengan baikc. Dengan mengevaluasi, kita dapat mengetahui bagaimana perasaan klien saat minum obat.

10. Klien dapat mengikuti TAK : Stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan a. Anjurkan klien untuk ikut TAK : Stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan. Klien mengikuti TAK : Stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan (kegiatan tersendiri) Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK Fasilitas klien untuk mempraktekkan hasil kegiatan TAK dan beri pujian atas keberhasilannya.

b. Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK Masukkan jadwal TAK ke dalam jadwal kegiatan harian klien.

c. Klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation) Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK Tanyakan kepada klien : Bagaimana perasaan budi setelah ikut TAK?Rasional:a. TAK salah satu cara yang sehat untuk menyalurkan perilaku agresif klien.b. TAK yang sesuai dengan jadwal dapat mengurangi klien melakukan perilaku kekerasan.

Ketidakefektifan koping.a. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x30 hari, keefektifan koping pasien dapat ditingkatkan..b. Kriteria hasil: Pasien menunjukkan koping yang efektif dengan menggunakan perilaku untuk mengurangi stres. Pasien melaporkan penurunan perasaan negatif.

1. Identifikasi penyebab koping yang tidak efektif.R: Kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan, keterampilan menyelesaikan masalah yang tidak efektif bisa menjadi penyebab dari koping yang tidak efektif.2. Pantau perilaku agresif.R: Perilaku agresif cenderung menuju ke perilaku kekerasan yang dapat merugikan diri pasien sendiri maupun orang lain yang berada dalam lingkungan pasien.3. Evaluasi kemampuan pasien dalam membuat keputusan.R: Ketika pasien terlena dalam masalahnya untuk membuat keputusan dan tidak mampu berpikir jernih saat melakukannya, membuat keputusan dapat menjadi stresor tersendiri bagi pasien.4. Tentukan kemungkinan terjadinya risiko menyakiti diri sendiri.R: Ketika koping pasien tidak efektif, maka pasien cenderung berisiko untuk mencederai diri sendiri maupun orang lain yang berada di dekatnya.5. Ajarkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, jika perlu.R: Teknik relaksasi seperti nafas dalam dapat membantu menenangkan pikiran yang tegang sehingga pasien akan mampu berpikir dengan jernih lagi.6. Bantu pasien dalam mengembangkan rencana untuk menerima atau mengubah situasi.R: Dengan melibatkan pasien untuk perencanaan tindakan, pasien akan lebih memahami apa yang harus dilakukannya ketika dirinya mulai merasa kesulitan saat menghadapi suatu situasi yang menyulitkan.7. Dukung pengungkapan secara verbal tentang perasaan, persepsi, dan ketakutan.R: Komunikasi yang baik di antara pasien dan orang-orang di sekitarnya dapat membantu pasien untuk menurunkan stresor yang ada dan dapat membantu pasien untuk memperbaiki kopingnya.8. Dukung pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas untuk menyalurkan kemarahannya tanpa melukai siapapun.R: Aktivitas yang dapat membantu pasien untuk menurunkan rasa marah karena koping yang tidak efektif dapat didiskusikan dengan pasien untuk digunakan ketika pasien mulai merasa tidak nyaman dengan lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKATownsend, M.C. (1998). Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri : Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta : EGCStuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles And Practice Of Psychiatric Nursing. (5th ed). St louis: Mosby Year BookNanda International. 2013. Nursing Diagnoses : Definitions And Classification 2012-2014. Jakarta : EGCPrice, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGCMC, closky J dan Bulaceck. 2000. Nursing Intervension Classification (NIC). Mosby : PhiladelphiaStuart, Gail Wiscarz. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Sandra J. Sundeen:alih bahasa, Achir Yani S. Hamid : editor dalam bahasa Indonesia. Ed.3. Jakarta: EGCKusmawati, Farida dan Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika