Upload
indrie-dwiraanda
View
217
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jurnal molusca
Citation preview
STUDI STRUKTUR KOMUNITAS GASTROPODA
DI LINGKUNGAN PERAIRAN KAWASAN MANGROVE KELURAHAN LAPPA DAN DESA TONGKE-TONGKE, KABUPATEN SINJAI
STUDY ON GASTROPODA COMMUNITY STRUCTURE IN THE MANGROVE AREA WATERS ENVIRONMENT OF LAPPA ADMINISTRATIVE VILLAGE AND
TONGKE-TONGKE VILLAGE, SINJAI REGENCY
Restu Sirante
ABSTRAK
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 12 spesies Gastropoda yang termasuk ke dalam 7 famili. Cerithidea cingulata merupakan jenis yang memiliki kepadatan tertinggi pada ekosistem mangrove. Jenis vegetasi mangrove yang ditemukan selama pengamatan adalah Avicennia alba, Ceriops decandra, Rhizophora mucronata, dan Rhizopora stylosa. Struktur komunitas Gastropoda di ekosistem mangrove yang ditemukan dalam keadaan stabil dengan keanekaragaman spesies dan persebaran jumlah individu setiap jenis yang merata, komunitas yang seragam serta tidak ditemukan adanya spesies yang mendominasi. Hasil analisis regresi berganda memperlihatkan bahwa suhu, salinitas, DO, dan pH tidak memberikan pengaruh yang signifikan (nyata) terhadap kepadatan Gastropoda, sebaliknya kerapatan mangrove memberikan pengaruh yang signifikan.
Kata kunci: Gastropoda, Mangrove
ABSTRACT
The result of the research shows that 12 species of Gastropoda belonging to the seven families. Cerithidea cingulata are spesies that have the highest density of Gastropoda on the mangrove ecosystem. Mangrove vegetation types found during the observation of Avicennia alba, Ceriops decandra, Rhizopora mucronata and Rhizopora stylosa. The Gastropoda community structure in mangrove ecosytem that in stable condition with spesies diversity and distribution of the number individuals of each spesies is evenly distributed, homogenous community and it is not found the existence of the dominating species. The results of multiple regression analysis showed temperature, salinity, DO, and pH not have significant influence (real) towards the density of Gastropoda, but mangrove density Gastropoda a significant influence.
Key words : Gastropoda, Mangrove
2
A. PENDAHULUAN
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem alamiah yang unik
dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Fungsi ekologis
ekosistem mangrove antara lain: pelindung pantai dari serangan angin,
arus dan ombak dari laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan
(feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), dan
tempat pemijahan (spawning ground) bagi biota perairan. Fungsi
ekonomis ekosistem mangrove adalah: penghasil keperluan rumah
tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit (Dahuri dkk.,
2001).
Salah satu kelompok fauna avertebrata yang hidup di ekosistem
mangrove adalah Moluska, yang didominasi oleh kelas Gastropoda dan
Bivalvia. Gastropoda merupakan salah satu sumberdaya hayati non-ikan
yang mempunyai keanekaragaman tinggi. Gastropoda dapat hidup di
darat, perairan tawar, sampai perairan bahari. Gastropoda berasosiasi
dengan ekosistem mangrove sebagai habitat tempat hidup, berlindung,
memijah dan juga sebagai daerah suplai makanan yang menunjang
pertumbuhan mereka (Nontji, 2007).
Hutan mangrove memberikan kontribusi besar terhadap detritus
organik yang sangat penting sebagai sumber makanan bagi biota
yang hidup di perairan sekitarnya. Gastropoda pada hutan mangrove
berperan penting dalam proses dekomposisi serasah dan mineralisasi
materi organik terutama yang bersifat herbivor dan detrivor. Dengan kata lain
Gastropoda berkedudukan sebagai dekomposer awal yang bekerja
dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil
kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil yaitu
mikroorganisme (Arief, 2003).
Komunitas makrozoobenthos termasuk Gastropoda dapat
digunakan juga sebagai indikator pulihnya fungsi vegetasi mangrove, yaitu
dengan mempelajari struktur komunitas Gastropoda yang terdapat dalam
berbagai tingkatan vegetasi mangrove. Kondisi habitat vegetasi mangrove
yang meliputi komposisi dan kerapatan jenisnya akan menentukan
3
karakteristik fisika, kimia dan biologi perairan yang selanjutnya akan
menentukan struktur komunitas organisme yang berasosiasi dengan
mangrove termasuk komunitas Gastropoda (Arifin, 2002).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur komunitas Gastropoda di kawasan mangrove
di Kelurahan Lappa dan Desa Tongke-tongke?
2. Faktor-faktor lingkungan apakah yang berpengaruh terhadap
kepadatan Gastropoda di kawasan mangrove?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui struktur komunitas Gastropoda di kawasan
mangrove di Kelurahan Lappa dan Desa Tongke-tongke.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap kepadatan Gastropoda di kawasan mangrove.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi mengenai keberadaan populasi
Gastropoda dan keterkaitannya dengan ekosistem mangrove,
sehingga informasi ini dapat berkontribusi dalam pengelolaan
mangrove di kawasan tersebut.
2. Sebagai bahan informasi dan bahan pembanding untuk penelitian lebih
lanjut.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2011. Kegiatan
penelitian terdiri atas: survei pendahuluan, pengambilan data primer dan
sekunder yang dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data. Lokasi
penelitian terletak di Kelurahan Lappa dan Desa Tongke-tongke, Kabupaten
Sinjai.
4
B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: GPS (Global
Posisioning System) untuk menentukan posisi/titik stasiun penelitian; alat
tulis menulis untuk pencatatan data; kamera digital untuk mengambil
gambar Gastropoda; senter untuk membantu dalam pencahayaan;
timbangan digital untuk mengetahui komposisi dan berat subtrat;
botol/kantong sampel dan cool box untuk wadah penyimpan sampel;
meteran untuk mengukur jarak transek; transek 1 x 1 m untuk
pengambilan sampel Gastropoda; refractometer untuk mengukur salinitas;
pH-meter untuk mengukur kadar pH air; water quality cheker (WQC) 22 A
untuk mengukur suhu perairan, kandungan oksigen terlarut, dan
kekeruhan; cawan porselen, oven, tanur, dan desikator untuk mengukur
BOT pada sampel sedimen; dan buku identifikasi untuk mengidentifikasi
biota.
Bahan yang digunakan yaitu alkohol 70% untuk pengawet sampel;
aquades untuk mensterilkan alat di laboratorium; sampel air laut sebagai
bahan untuk pegukuran salinitas dan pH perairan; sedimen untuk
penentuan jenis substrat; dan kertas label untuk informasi sampel.
C. Metode Penelitian
Pengambilan sampel Gastropoda dan pengamatan mangrove
dilakukan dengan menggunakan metode transek garis. Pada setiap
stasiun, transek garis ditarik mulai dari arah laut ke darat. Pada setiap
transek dibuat plot berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 x 10 m
untuk pengamatan vegetasi mangrove. Setiap transek terdiri dari tiga plot
berukuran 10 x 10 m dengan jarak antara satu plot dengan plot berikutnya
adalah 30 meter. Plot berukuran 1 x 1 m (Pringle, 1984) diletakkan
didalam plot 10 x 10 m sebanyak lima buah sub plot, yaitu dua buah sub
plot pada ujung/sudut masing-masing plot dan satu buah sub plot pada
bagian tengah plot. Pengambilan sampel di setiap stasiun dilakukan
sebanyak empat kali, masing-masing dua kali sebulan.
5
Sampel yang diperoleh, selanjutnya diawetkan dengan
menggunakan alkohol 70%, kemudian disimpan didalam cool box untuk di
identifikasi dengan menggunakan buku-buku Dharma (1988 dan 1992),
Roberts et al. (1982), Dance (1977 dan 1992), dan Abbott, (1991).
Pengambilan sampel Gastropoda di lakukan pada saat surut.
Sampel Gastropoda yang berada di atas substrat dan yang menempel
pada akar mangrove yang berada di dalam sub plot diambil seluruhnya.
HASIL dan PEMBAHASAN
A. Komposisi Jenis dan Kepadatan Gastropoda
Gastropoda yang hidup di ekosistem mangrove di Kelurahan Lappa
dan Desa Tongke-tongke, umumnya hidup pada permukaan substrat dan
menempel di akar-akar pohon mangrove. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Berry (1972 dalam Dewiyanti, 2004) bahwa klasifikasi fauna di
dalam ekosistem mangrove berdasarkan habitat adalah epifauna, infauna
dan fauna pohon.
Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan 12 spesies Gastropoda
yang termasuk ke dalam tujuh famili (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Ada
sembilan spesies yang selalu ditemukan di kedua stasiun, tiga
diantaranya merupakan spesies yang paling banyak ditemukan yaitu C.
cingulata, L. scabra, dan N. planospira (Lampiran 3). Hal ini disebabkan
karena spesies tersebut hidup menempel pada akar dan berada disekitar
akar mangrove yang memiliki substrat lumpur. Selain itu juga spesies
tersebut merupakan spesies yang umum ditemukan di ekosistem
mangrove. Menurut Wahono (1991), spesies C. cingulata banyak
ditemukan di ekosistem mangrove Rhizopora spp. Hal ini disebabkan
karena Rhizopora spp dapat menyediakan substrat lumpur, yang
merupakan habitat dari C. cingulata. Dimana pada saat kondisi lingkungan
kurang baik spesies ini berlindung dengan cara membenamkan diri ke
lumpur dan menutup rapat operculumnya.
6
Tabel 1. Kepadatan Gastropoda (ind/m2) yang ditemukan pada ekosistem mangrove di Stasiun I (Kelurahan Lappa) dan Stasiun II (Desa Tongke-tongke), Kabupaten Sinjai
No. Spesies Stasiun I Stasiun II 1 Cerithidea cingulata 11,3667 14,2833 2 Chicoreus capucinus 2,2833 2,5167 3 Clithon oulaniensis 0,5833 0,7000 4 Clypeomorus moniliferus 3,8500 4,6000 5 Littorina scabra 4,7833 5,4000 6 Morula margariticola 0,3000 0,6167 7 Nerita planospira 4,5833 4,9333 8 Telescopium telescopium 2,3000 3,0333 9 Terebralia palustris 3,0167 3,6000
10 Terebralia sulcata 2,6833 3,3000 11 Thiara scabra 0,6000 0,5000 12 Vasum ceramicum 0,3833 0,1500
Kepadatan spesies di Stasiun I berkisar 0,0300 11,3667 ind/m2
dan di Stasiun II berkisar antara 0,1500 14,2833 ind/m2. Kepadatan
tertinggi ditemukan pada spesies C. cingulata, baik di Stasiun I maupun
Stasiun II, sedangkan yang terendah pada spesies M. margariticola di
Stasiun I dan V. ceramicum di Stasiun II.
Spesies C. cingulata merupakan jenis Gastropoda dari famili
Potamididae yang paling mendominasi di lokasi penelitian. Hal ini
disebabkan karena kondisi substrat yang ada di lokasi penelitian banyak
mengandung lumpur yang sangat cocok untuk kehidupan C. cingulata. Hal
ini sesuai pendapat Kusrini (1998) bahwa C. cingulata merupakan
penghuni asli ekosistem mangrove dan merajai komunitas tersebut.
Sebagian besar dari jenis ini hidup merayap di permukaan lumpur dan
merupakan epifauna.
7
B. Indeks Keanekaragaman (H), Indeks Keseragaman (J), dan Indeks Dominansi (D)
Tabel 4. Nilai indeks keanekaragaman (H), indeks keseragaman (J) dan
indeks dominansi (D) pada ekosistem mangrove di Stasiun I (Kelurahan Lappa) dan Stasiun II (Desa Tongke-tongke), Kabupaten Sinjai
Stasiun Keanekaragaman (H) Keseragaman (J) Dominansi (D)
I 3,0108 0,8399 0,1594 II 2,9661 0,8274 0,1673
a. Indeks Keanekaragaman
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman di kedua stasiun
penelitian berkisar antara 2,9661 3,0108. Nilai indeks keanekaragaman
yang tertinggi terdapat di Stasiun I. Secara keseluruhan, nilai indeks
keanekaragaman jenis pada masing-masing stasiun termasuk tinggi
karena lebih besar dari dua. Tingginya keanekaragaman yang ditemukan
pada kedua stasiun penelitian disebabkan karena kestabilan komunitas
dan persebaran jumlah Gastropoda yang ada di stasiun tersebut relatif
merata. Hal ini terjadi karena pada kedua stasiun tersebut berada dalam
lokasi yang banyak ditumbuhi oleh mangrove, dimana ekosistem ini
merupakan tempat atau habitat yang cocok bagi kehidupan Gastropoda.
Gastropoda dapat dijumpai mulai dari akar sampai permukaan daun dari
vegetasi mangrove.
b. Indeks Keseragaman
Nilai indeks keseragaman pada kedua stasiun penelitian berkisar
antara 0,8399 0,8274 (Tabel 4). Nilai indeks keseragaman tertinggi
didapatkan pada Stasiun I. Secara keseluruhan nilai indeks keseragaman
yang diperoleh selama penelitian adalah tinggi.
Hasil pengukuran indeks keseragaman yang diperoleh pada
masing-masing stasiun adalah mendekati satu. Hal ini mengindikasikan
bahwa jenis Gastropoda yang ada di lokasi penelitian menunjukkan
komunitas yang seragam yang berarti persebaran jumlah individu merata
8
atau tidak didominasi oleh genus tertentu. Menurut Odum (1998), apabila
indeks keseragaman mendekati satu, maka organisme pada komunitas
tersebut menunjukkan keseragaman, sebaliknya bila indeks keseragaman
mendekati nol, maka organisme pada komunitas tersebut tidak seragam.
c. Indeks Dominansi
Hasil perhitungan indeks dominansi pada kedua stasiun penelitian
berkisar antara 0,1594 0,1673 (Tabel 4). Nilai indeks dominansi yang
tertinggi ditemukan pada Stasiun II. Secara keseluruhan hasil penelitian
menunjukkan bahwa indeks dominansi di stasiun pengamatan sangat
rendah (mendekati nol) yang berarti komunitas Gastropoda di Kelurahan
Lappa dan Desa Tongke-tongke tidak sedang mengalami tekanan
ekologis yang sangat berat. Hal ini menunjukkan struktur komunitas
Gastropoda di kawasan mangrove di Kelurahan Lappa dan Desa Tongke-
tongke dalam keadaan stabil, kondisi lingkungan cukup prima, dan tidak
terjadi tekanan ekologis terhadap biota Gastropoda di habitat tersebut.
C. Kerapatan Tegakan Mangrove
Hutan mangrove merupakan tipe ekosistem pesisir yang tingkat
kesuburannya lebih tinggi dibandingkan estuari dan memegang penting
dalam mendukung kelangsungan hidup berbagai biota laut. Jenis
vegetasi mangrove yang ditemukan selama pengamatan di Stasiun I yaitu
jenis Avicennia alba, Ceriops decandra, Rhizophora mucronata, dan
Rhizopora stylosa. Sementara di Stasiun II hanya terdapat jenis R.
mucronata.
Hasil perhitungan kerapatan mangrove di Stasiun I selama
pengamatan diperoleh jenis A. alba berkisar antara 0,03 0,05 ind/m2, C.
decandra berkisar antara 0,02 0,04 ind/m2, R. mucronata berkisar
antara 0,24 0,32 ind/m2 dan R. stylosa berkisar antara 0,11 0,15
ind/m2. Sementara di Stasiun II diperoleh kerapatan mangrove jenis R.
mucronata berkisar antara 0,55 0,74 ind/m2.
9
D. Faktor Fisika-Kimia Perairan Hasil pengukuran dan analisis parameter fisika-kimia air pada
masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Parameter fisika kimia perairan pada ekosistem mangrove di
Stasiun I (Kelurahan Lappa) dan Stasiun II (Desa Tongke-
tongke), Kabupaten Sinjai
No. Parameter Stasiun I Stasiun II Fisika/Kimia
1 Substrat Lumpur Lumpur 2 Suhu (C) 27,75 27,00 3 Salinitas (ppm) 27,17 27,25 4 DO (mg/l) 5,17 5,21 5 pH 7,76 7,58 6 BOT (%) 15,74 17,81
Jenis sedimen yang terdapat di Stasiun I dan Stasiun II yaitu
lumpur. Secara umum jenis sedimen sangat mempengaruhi kehidupan
Gastropoda. Kartawinata dkk., (1997) menyatakan bahwa distribusi dan
kelimpahan jenis Moluska dipengaruhi oleh diameter rata-rata butiran
sedimen. Jenis-jenis Gastropoda dapat tumbuh dan berkembang pada
sedimen halus, karena memiliki fisiologi khusus untuk dapat beradaptasi
pada lingkungan perairan yang memiliki tipe substrat berlumpur.
Hasil pengukuran pada semua stasiun pengamatan menunjukkan
bahwa nilai suhu berkisar antara 27,0 - 27,50C (Tabel 5). Nilai rata-rata
suhu terendah diperoleh pada Stasiun II dan tertinggi diperoleh pada
Stasiun I.
Nilai salinitas setiap stasiun pengamatan berkisar antara 27,17 27,
25 ppm (Tabel 5). Nilai rata-rata salinitas tertinggi didapatkan pada Stasiun
II (27,25 ppm) dan nilai terendah didapatkan di Stasiun I (27,17 ppm).
Kisaran salinitas antar stasiun tidak memiliki perbedaan yang besar.
Nilai yang terukur pada setiap stasiun pengamatan selama
penelitian berkisar antara 5,17 5,21 mg/l (Tabel 5). Nilai rata-rata DO
tertinggi didapatkan pada Stasiun II (5,21 mg/l) dan nilai terendah
10
didapatkan di Stasiun I (5,17 mg/l). Kisaran nilai DO yang diperoleh di
masing-masing stasiun selama penelitian merupakan kisaran DO yang
sangat baik untuk mendukung kehidupan organisme di laut.
Nilai pH yang terukur pada setiap stasiun pengamatan selama
penelitian berkisar antara 7,58 7,76 (Tabel 5). Nilai rata-rata pH
tertinggi didapatkan pada Stasiun I (7,76) dan terendah di Stasiun II
(7,58). Nilai pH tertinggi pada Stasiun I, hal ini disebabkan letaknya
yang di pinggir pantai sehingga banyak dipengaruhi oleh air laut dan jauh
dari pengaruh aliran sungai.
Hasil pengukuran BOT sedimen pada lokasi penelitian berkisar
antara 15,74 17,81% (Tabel 5). Nilai BOT tertinggi diperoleh pada
Stasiun II dan terendah pada Stasiun I. Menurut Baslim (2001) bahwa
kandungan BOT di dalam sedimen diatas 15% tergolong subur.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kisaran nilai
BOT yang diperoleh di masing-masing stasiun selama penelitian
merupakan kisaran BOT yang sangat baik untuk mendukung kehidupan
Gastropoda.
E. Hubungan Antara Kepadatan Gastropoda dan Faktor Lingkungan
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diperoleh model
persamaan regresi untuk Stasiun I (Kelurahan Lappa) yaitu: Y = -
170,353 + 1,338 X1 + 0,668 X2 + 1,040 X3 + 14,071 X4 + 81,047 X5 (R =
0,896). Model persamaan regresi untuk stasiun II (Desa Tongke-tongke)
yaitu: Y = 11,697 + 3,736 X1 + 4,676 X2 + 0,911 X3 + 2,497 X4 + 28,150
X5 (R = 0,837). Bila dilihat dari nilai signifikan untuk variabel suhu (X1),
salinitas (X2), DO (X3), dan pH (X4) untuk kedua stasiun diperoleh nilai
signifikan untuk setiap variabel tersebut lebih besar dari nilai (0,05. Hal
ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata yang
berarti bahwa suhu, salinitas, DO, dan pH, tidak memberikan pengaruh
yang signifikan (nyata) terhadap kepadatan Gastropoda. Sebaliknya nilai
signifikan untuk variabel kerapatan mangrove (X5) untuk kedua stasiun
diperoleh nilai signifikan yaitu variabel tersebut lebih kecil dari nilai
11
(0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh berbeda nyata
yang berarti bahwa kerapatan mangrove memberikan pengaruh yang
signifikan (nyata) terhadap kepadatan Gastropoda.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan yaitu:
1. Spesies Cerithidea cingulata merupakan jenis Gastropoda yang
memiliki kepadatan tertinggi pada ekosistem mangrove yang ada di
Stasiun I (Kelurahan Lappa) dan Stasiun II (Desa Tongke-tongke),
Kab. Sinjai.
2. Berdasarkan nilai indeks ekologi, yaitu indeks keanekaragaman (H),
Keseragaman (J), dan dominansi (D) menunjukkan bahwa struktur
komunitas Gastropoda di ekosistem mangrove yang ada di Kelurahan
Lappa dan Desa Tongke-tongke dalam keadaan stabil dengan
keanekaragaman spesies dan persebaran jumlah individu setiap jenis
yang merata, komunitas yang seragam serta tidak ditemukan adanya
spesies yang mendominasi.
3. Hasil analisis regresi berganda memperlihatkan bahwa keterkaitan
antara suhu, salinitas, DO, dan pH tidak berbeda nyata, yang berarti
tidak memberikan pengaruh yang signifikan (nyata) terhadap
kepadatan Gastropoda. Hasil analisis lebih lanjut memperlihatkan
bahwa keterkaitan antara kepadatan Gastropoda dan kerapatan
mangrove berbeda nyata, yang berarti memberikan pengaruh yang
signifikan (nyata) terhadap kepadatan Gastropoda.
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka ada
beberapa saran yang diajukan antara lain :
Pada penelitian ini dilakukan pada lokasi dengan kondisi
komunitas mangrove didominasi oleh jenis Rhizophora mucronata. Untuk
selanjutnya disarankan untuk memilih lokasi yang memiliki komunitas
mangrove yang didominasi oleh jenis mangrove lainnya, dengan
demikian diharapkan akan diketahui keterkaitan lebih jauh antara
12
Gastropoda dengan struktur mangrove yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA
Abbott, R. T. 1991. Seashells of Southeast Asia. Tynron Press, Scotland. Arief, A. M. P. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta. Arifin. 2002. Struktur Komunitas Pasca Larva Udang Hubungannya
dengan Karakteristik Habitat pada Ekosistem Mangrove dan Estuaria Teluk Cempi NTB. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Baslim. 2001 Hubungan Beberapa Parameter Oseanografi dengan Kelimpahan Makrozoobentos di Perairan Muara Sungai Tallo Kecamatan Ujung Tanah. Skripsi. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan. Universitas Hasnuddin. Makassar.
Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting dan M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Dance, S. P. 1977. The Encyclopedia of Shells. Blandford Press, Poole, Dorset. 288 p.
Dance, S. P. 1992. Eyewitness Handbooks of Shells. Dobling Kindersley, London. 256 p
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia I. PT. Sarana Graha, Jakarta
Dewiyanti. 2004. Struktur Komunitas Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) serta Asosiasinya pada Ekosistem Mangrove Di Kawasan Pantai Ulee-Lheue, Banda Aceh, NAD. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. FPIK - IPB. Bogor
Kartawinata K, Adisoemarno S, Soedihardjo S, Tantar IGM. 1997. Status pengetahuan hutan bakau di indonesia. Di dalam: Soemodihardjo S (eds). Prosiding Seminar Ekosistem
Kusrini, D. M. 1998. Komposisi dan Struktur Komunitas Keong Potamididae di Hutan Mangrove Teluk Hurun Kecamatan Padang Cermin, nupaten Lampung Selatan. Skripsi. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Mangrove; Jakarta. Hlm 1 2
Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. Odum, E, P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada. University Press,
Washington D.C. Pringle, J. D. 1984. Efficiency estimates for various quadrat sizes used in
benthic sampling. Can. J. Fish. Aquat. Sci. 41:1485-1489 Roberts, D., S. Soemodihardjo, dan W. Kastoro. 1982. Shallow Water
Marine Molluscs of North-West Java. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Wahono, M. 1991. Aktivitas Harian Dua Jenis Keong Potamididae di Hutan Mangrove Teluk Hurun, Lampung Selatan. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.