12
STUDI STRUKTUR KOMUNITAS GASTROPODA DI LINGKUNGAN PERAIRAN KAWASAN MANGROVE KELURAHAN LAPPA DAN DESA TONGKE-TONGKE, KABUPATEN SINJAI STUDY ON GASTROPODA COMMUNITY STRUCTURE IN THE MANGROVE AREA WATERS ENVIRONMENT OF LAPPA ADMINISTRATIVE VILLAGE AND TONGKE-TONGKE VILLAGE, SINJAI REGENCY Restu Sirante ABSTRAK Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 12 spesies Gastropoda yang termasuk ke dalam 7 famili. Cerithidea cingulata merupakan jenis yang memiliki kepadatan tertinggi pada ekosistem mangrove. Jenis vegetasi mangrove yang ditemukan selama pengamatan adalah Avicennia alba, Ceriops decandra, Rhizophora mucronata, dan Rhizopora stylosa. Struktur komunitas Gastropoda di ekosistem mangrove yang ditemukan dalam keadaan stabil dengan keanekaragaman spesies dan persebaran jumlah individu setiap jenis yang merata, komunitas yang seragam serta tidak ditemukan adanya spesies yang mendominasi. Hasil analisis regresi berganda memperlihatkan bahwa suhu, salinitas, DO, dan pH tidak memberikan pengaruh yang signifikan (nyata) terhadap kepadatan Gastropoda, sebaliknya kerapatan mangrove memberikan pengaruh yang signifikan. Kata kunci: Gastropoda, Mangrove ABSTRACT The result of the research shows that 12 species of Gastropoda belonging to the seven families. Cerithidea cingulata are spesies that have the highest density of Gastropoda on the mangrove ecosystem. Mangrove vegetation types found during the observation of Avicennia alba, Ceriops decandra, Rhizopora mucronata and Rhizopora stylosa. The Gastropoda community structure in mangrove ecosytem that in stable condition with spesies diversity and distribution of the number individuals of each spesies is evenly distributed, homogenous community and it is not found the existence of the dominating species. The results of multiple regression analysis showed temperature, salinity, DO, and pH not have significant influence (real) towards the density of Gastropoda, but mangrove density Gastropoda a significant influence. Key words : Gastropoda, Mangrove

3ad9b56a848b4f8d5efabdddb852d446

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal molusca

Citation preview

  • STUDI STRUKTUR KOMUNITAS GASTROPODA

    DI LINGKUNGAN PERAIRAN KAWASAN MANGROVE KELURAHAN LAPPA DAN DESA TONGKE-TONGKE, KABUPATEN SINJAI

    STUDY ON GASTROPODA COMMUNITY STRUCTURE IN THE MANGROVE AREA WATERS ENVIRONMENT OF LAPPA ADMINISTRATIVE VILLAGE AND

    TONGKE-TONGKE VILLAGE, SINJAI REGENCY

    Restu Sirante

    ABSTRAK

    Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 12 spesies Gastropoda yang termasuk ke dalam 7 famili. Cerithidea cingulata merupakan jenis yang memiliki kepadatan tertinggi pada ekosistem mangrove. Jenis vegetasi mangrove yang ditemukan selama pengamatan adalah Avicennia alba, Ceriops decandra, Rhizophora mucronata, dan Rhizopora stylosa. Struktur komunitas Gastropoda di ekosistem mangrove yang ditemukan dalam keadaan stabil dengan keanekaragaman spesies dan persebaran jumlah individu setiap jenis yang merata, komunitas yang seragam serta tidak ditemukan adanya spesies yang mendominasi. Hasil analisis regresi berganda memperlihatkan bahwa suhu, salinitas, DO, dan pH tidak memberikan pengaruh yang signifikan (nyata) terhadap kepadatan Gastropoda, sebaliknya kerapatan mangrove memberikan pengaruh yang signifikan.

    Kata kunci: Gastropoda, Mangrove

    ABSTRACT

    The result of the research shows that 12 species of Gastropoda belonging to the seven families. Cerithidea cingulata are spesies that have the highest density of Gastropoda on the mangrove ecosystem. Mangrove vegetation types found during the observation of Avicennia alba, Ceriops decandra, Rhizopora mucronata and Rhizopora stylosa. The Gastropoda community structure in mangrove ecosytem that in stable condition with spesies diversity and distribution of the number individuals of each spesies is evenly distributed, homogenous community and it is not found the existence of the dominating species. The results of multiple regression analysis showed temperature, salinity, DO, and pH not have significant influence (real) towards the density of Gastropoda, but mangrove density Gastropoda a significant influence.

    Key words : Gastropoda, Mangrove

  • 2

    A. PENDAHULUAN

    Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem alamiah yang unik

    dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Fungsi ekologis

    ekosistem mangrove antara lain: pelindung pantai dari serangan angin,

    arus dan ombak dari laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan

    (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), dan

    tempat pemijahan (spawning ground) bagi biota perairan. Fungsi

    ekonomis ekosistem mangrove adalah: penghasil keperluan rumah

    tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit (Dahuri dkk.,

    2001).

    Salah satu kelompok fauna avertebrata yang hidup di ekosistem

    mangrove adalah Moluska, yang didominasi oleh kelas Gastropoda dan

    Bivalvia. Gastropoda merupakan salah satu sumberdaya hayati non-ikan

    yang mempunyai keanekaragaman tinggi. Gastropoda dapat hidup di

    darat, perairan tawar, sampai perairan bahari. Gastropoda berasosiasi

    dengan ekosistem mangrove sebagai habitat tempat hidup, berlindung,

    memijah dan juga sebagai daerah suplai makanan yang menunjang

    pertumbuhan mereka (Nontji, 2007).

    Hutan mangrove memberikan kontribusi besar terhadap detritus

    organik yang sangat penting sebagai sumber makanan bagi biota

    yang hidup di perairan sekitarnya. Gastropoda pada hutan mangrove

    berperan penting dalam proses dekomposisi serasah dan mineralisasi

    materi organik terutama yang bersifat herbivor dan detrivor. Dengan kata lain

    Gastropoda berkedudukan sebagai dekomposer awal yang bekerja

    dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil

    kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil yaitu

    mikroorganisme (Arief, 2003).

    Komunitas makrozoobenthos termasuk Gastropoda dapat

    digunakan juga sebagai indikator pulihnya fungsi vegetasi mangrove, yaitu

    dengan mempelajari struktur komunitas Gastropoda yang terdapat dalam

    berbagai tingkatan vegetasi mangrove. Kondisi habitat vegetasi mangrove

    yang meliputi komposisi dan kerapatan jenisnya akan menentukan

  • 3

    karakteristik fisika, kimia dan biologi perairan yang selanjutnya akan

    menentukan struktur komunitas organisme yang berasosiasi dengan

    mangrove termasuk komunitas Gastropoda (Arifin, 2002).

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan

    masalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana struktur komunitas Gastropoda di kawasan mangrove

    di Kelurahan Lappa dan Desa Tongke-tongke?

    2. Faktor-faktor lingkungan apakah yang berpengaruh terhadap

    kepadatan Gastropoda di kawasan mangrove?

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

    1. Untuk mengetahui struktur komunitas Gastropoda di kawasan

    mangrove di Kelurahan Lappa dan Desa Tongke-tongke.

    2. Untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh

    terhadap kepadatan Gastropoda di kawasan mangrove.

    D. Kegunaan Penelitian

    Kegunaan dari penelitian ini adalah :

    1. Sebagai bahan informasi mengenai keberadaan populasi

    Gastropoda dan keterkaitannya dengan ekosistem mangrove,

    sehingga informasi ini dapat berkontribusi dalam pengelolaan

    mangrove di kawasan tersebut.

    2. Sebagai bahan informasi dan bahan pembanding untuk penelitian lebih

    lanjut.

    METODE PENELITIAN

    A. Waktu dan Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2011. Kegiatan

    penelitian terdiri atas: survei pendahuluan, pengambilan data primer dan

    sekunder yang dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data. Lokasi

    penelitian terletak di Kelurahan Lappa dan Desa Tongke-tongke, Kabupaten

    Sinjai.

  • 4

    B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: GPS (Global

    Posisioning System) untuk menentukan posisi/titik stasiun penelitian; alat

    tulis menulis untuk pencatatan data; kamera digital untuk mengambil

    gambar Gastropoda; senter untuk membantu dalam pencahayaan;

    timbangan digital untuk mengetahui komposisi dan berat subtrat;

    botol/kantong sampel dan cool box untuk wadah penyimpan sampel;

    meteran untuk mengukur jarak transek; transek 1 x 1 m untuk

    pengambilan sampel Gastropoda; refractometer untuk mengukur salinitas;

    pH-meter untuk mengukur kadar pH air; water quality cheker (WQC) 22 A

    untuk mengukur suhu perairan, kandungan oksigen terlarut, dan

    kekeruhan; cawan porselen, oven, tanur, dan desikator untuk mengukur

    BOT pada sampel sedimen; dan buku identifikasi untuk mengidentifikasi

    biota.

    Bahan yang digunakan yaitu alkohol 70% untuk pengawet sampel;

    aquades untuk mensterilkan alat di laboratorium; sampel air laut sebagai

    bahan untuk pegukuran salinitas dan pH perairan; sedimen untuk

    penentuan jenis substrat; dan kertas label untuk informasi sampel.

    C. Metode Penelitian

    Pengambilan sampel Gastropoda dan pengamatan mangrove

    dilakukan dengan menggunakan metode transek garis. Pada setiap

    stasiun, transek garis ditarik mulai dari arah laut ke darat. Pada setiap

    transek dibuat plot berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 x 10 m

    untuk pengamatan vegetasi mangrove. Setiap transek terdiri dari tiga plot

    berukuran 10 x 10 m dengan jarak antara satu plot dengan plot berikutnya

    adalah 30 meter. Plot berukuran 1 x 1 m (Pringle, 1984) diletakkan

    didalam plot 10 x 10 m sebanyak lima buah sub plot, yaitu dua buah sub

    plot pada ujung/sudut masing-masing plot dan satu buah sub plot pada

    bagian tengah plot. Pengambilan sampel di setiap stasiun dilakukan

    sebanyak empat kali, masing-masing dua kali sebulan.

  • 5

    Sampel yang diperoleh, selanjutnya diawetkan dengan

    menggunakan alkohol 70%, kemudian disimpan didalam cool box untuk di

    identifikasi dengan menggunakan buku-buku Dharma (1988 dan 1992),

    Roberts et al. (1982), Dance (1977 dan 1992), dan Abbott, (1991).

    Pengambilan sampel Gastropoda di lakukan pada saat surut.

    Sampel Gastropoda yang berada di atas substrat dan yang menempel

    pada akar mangrove yang berada di dalam sub plot diambil seluruhnya.

    HASIL dan PEMBAHASAN

    A. Komposisi Jenis dan Kepadatan Gastropoda

    Gastropoda yang hidup di ekosistem mangrove di Kelurahan Lappa

    dan Desa Tongke-tongke, umumnya hidup pada permukaan substrat dan

    menempel di akar-akar pohon mangrove. Hal ini sesuai dengan

    pernyataan Berry (1972 dalam Dewiyanti, 2004) bahwa klasifikasi fauna di

    dalam ekosistem mangrove berdasarkan habitat adalah epifauna, infauna

    dan fauna pohon.

    Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan 12 spesies Gastropoda

    yang termasuk ke dalam tujuh famili (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Ada

    sembilan spesies yang selalu ditemukan di kedua stasiun, tiga

    diantaranya merupakan spesies yang paling banyak ditemukan yaitu C.

    cingulata, L. scabra, dan N. planospira (Lampiran 3). Hal ini disebabkan

    karena spesies tersebut hidup menempel pada akar dan berada disekitar

    akar mangrove yang memiliki substrat lumpur. Selain itu juga spesies

    tersebut merupakan spesies yang umum ditemukan di ekosistem

    mangrove. Menurut Wahono (1991), spesies C. cingulata banyak

    ditemukan di ekosistem mangrove Rhizopora spp. Hal ini disebabkan

    karena Rhizopora spp dapat menyediakan substrat lumpur, yang

    merupakan habitat dari C. cingulata. Dimana pada saat kondisi lingkungan

    kurang baik spesies ini berlindung dengan cara membenamkan diri ke

    lumpur dan menutup rapat operculumnya.

  • 6

    Tabel 1. Kepadatan Gastropoda (ind/m2) yang ditemukan pada ekosistem mangrove di Stasiun I (Kelurahan Lappa) dan Stasiun II (Desa Tongke-tongke), Kabupaten Sinjai

    No. Spesies Stasiun I Stasiun II 1 Cerithidea cingulata 11,3667 14,2833 2 Chicoreus capucinus 2,2833 2,5167 3 Clithon oulaniensis 0,5833 0,7000 4 Clypeomorus moniliferus 3,8500 4,6000 5 Littorina scabra 4,7833 5,4000 6 Morula margariticola 0,3000 0,6167 7 Nerita planospira 4,5833 4,9333 8 Telescopium telescopium 2,3000 3,0333 9 Terebralia palustris 3,0167 3,6000

    10 Terebralia sulcata 2,6833 3,3000 11 Thiara scabra 0,6000 0,5000 12 Vasum ceramicum 0,3833 0,1500

    Kepadatan spesies di Stasiun I berkisar 0,0300 11,3667 ind/m2

    dan di Stasiun II berkisar antara 0,1500 14,2833 ind/m2. Kepadatan

    tertinggi ditemukan pada spesies C. cingulata, baik di Stasiun I maupun

    Stasiun II, sedangkan yang terendah pada spesies M. margariticola di

    Stasiun I dan V. ceramicum di Stasiun II.

    Spesies C. cingulata merupakan jenis Gastropoda dari famili

    Potamididae yang paling mendominasi di lokasi penelitian. Hal ini

    disebabkan karena kondisi substrat yang ada di lokasi penelitian banyak

    mengandung lumpur yang sangat cocok untuk kehidupan C. cingulata. Hal

    ini sesuai pendapat Kusrini (1998) bahwa C. cingulata merupakan

    penghuni asli ekosistem mangrove dan merajai komunitas tersebut.

    Sebagian besar dari jenis ini hidup merayap di permukaan lumpur dan

    merupakan epifauna.

  • 7

    B. Indeks Keanekaragaman (H), Indeks Keseragaman (J), dan Indeks Dominansi (D)

    Tabel 4. Nilai indeks keanekaragaman (H), indeks keseragaman (J) dan

    indeks dominansi (D) pada ekosistem mangrove di Stasiun I (Kelurahan Lappa) dan Stasiun II (Desa Tongke-tongke), Kabupaten Sinjai

    Stasiun Keanekaragaman (H) Keseragaman (J) Dominansi (D)

    I 3,0108 0,8399 0,1594 II 2,9661 0,8274 0,1673

    a. Indeks Keanekaragaman

    Hasil perhitungan indeks keanekaragaman di kedua stasiun

    penelitian berkisar antara 2,9661 3,0108. Nilai indeks keanekaragaman

    yang tertinggi terdapat di Stasiun I. Secara keseluruhan, nilai indeks

    keanekaragaman jenis pada masing-masing stasiun termasuk tinggi

    karena lebih besar dari dua. Tingginya keanekaragaman yang ditemukan

    pada kedua stasiun penelitian disebabkan karena kestabilan komunitas

    dan persebaran jumlah Gastropoda yang ada di stasiun tersebut relatif

    merata. Hal ini terjadi karena pada kedua stasiun tersebut berada dalam

    lokasi yang banyak ditumbuhi oleh mangrove, dimana ekosistem ini

    merupakan tempat atau habitat yang cocok bagi kehidupan Gastropoda.

    Gastropoda dapat dijumpai mulai dari akar sampai permukaan daun dari

    vegetasi mangrove.

    b. Indeks Keseragaman

    Nilai indeks keseragaman pada kedua stasiun penelitian berkisar

    antara 0,8399 0,8274 (Tabel 4). Nilai indeks keseragaman tertinggi

    didapatkan pada Stasiun I. Secara keseluruhan nilai indeks keseragaman

    yang diperoleh selama penelitian adalah tinggi.

    Hasil pengukuran indeks keseragaman yang diperoleh pada

    masing-masing stasiun adalah mendekati satu. Hal ini mengindikasikan

    bahwa jenis Gastropoda yang ada di lokasi penelitian menunjukkan

    komunitas yang seragam yang berarti persebaran jumlah individu merata

  • 8

    atau tidak didominasi oleh genus tertentu. Menurut Odum (1998), apabila

    indeks keseragaman mendekati satu, maka organisme pada komunitas

    tersebut menunjukkan keseragaman, sebaliknya bila indeks keseragaman

    mendekati nol, maka organisme pada komunitas tersebut tidak seragam.

    c. Indeks Dominansi

    Hasil perhitungan indeks dominansi pada kedua stasiun penelitian

    berkisar antara 0,1594 0,1673 (Tabel 4). Nilai indeks dominansi yang

    tertinggi ditemukan pada Stasiun II. Secara keseluruhan hasil penelitian

    menunjukkan bahwa indeks dominansi di stasiun pengamatan sangat

    rendah (mendekati nol) yang berarti komunitas Gastropoda di Kelurahan

    Lappa dan Desa Tongke-tongke tidak sedang mengalami tekanan

    ekologis yang sangat berat. Hal ini menunjukkan struktur komunitas

    Gastropoda di kawasan mangrove di Kelurahan Lappa dan Desa Tongke-

    tongke dalam keadaan stabil, kondisi lingkungan cukup prima, dan tidak

    terjadi tekanan ekologis terhadap biota Gastropoda di habitat tersebut.

    C. Kerapatan Tegakan Mangrove

    Hutan mangrove merupakan tipe ekosistem pesisir yang tingkat

    kesuburannya lebih tinggi dibandingkan estuari dan memegang penting

    dalam mendukung kelangsungan hidup berbagai biota laut. Jenis

    vegetasi mangrove yang ditemukan selama pengamatan di Stasiun I yaitu

    jenis Avicennia alba, Ceriops decandra, Rhizophora mucronata, dan

    Rhizopora stylosa. Sementara di Stasiun II hanya terdapat jenis R.

    mucronata.

    Hasil perhitungan kerapatan mangrove di Stasiun I selama

    pengamatan diperoleh jenis A. alba berkisar antara 0,03 0,05 ind/m2, C.

    decandra berkisar antara 0,02 0,04 ind/m2, R. mucronata berkisar

    antara 0,24 0,32 ind/m2 dan R. stylosa berkisar antara 0,11 0,15

    ind/m2. Sementara di Stasiun II diperoleh kerapatan mangrove jenis R.

    mucronata berkisar antara 0,55 0,74 ind/m2.

  • 9

    D. Faktor Fisika-Kimia Perairan Hasil pengukuran dan analisis parameter fisika-kimia air pada

    masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

    Tabel 5. Parameter fisika kimia perairan pada ekosistem mangrove di

    Stasiun I (Kelurahan Lappa) dan Stasiun II (Desa Tongke-

    tongke), Kabupaten Sinjai

    No. Parameter Stasiun I Stasiun II Fisika/Kimia

    1 Substrat Lumpur Lumpur 2 Suhu (C) 27,75 27,00 3 Salinitas (ppm) 27,17 27,25 4 DO (mg/l) 5,17 5,21 5 pH 7,76 7,58 6 BOT (%) 15,74 17,81

    Jenis sedimen yang terdapat di Stasiun I dan Stasiun II yaitu

    lumpur. Secara umum jenis sedimen sangat mempengaruhi kehidupan

    Gastropoda. Kartawinata dkk., (1997) menyatakan bahwa distribusi dan

    kelimpahan jenis Moluska dipengaruhi oleh diameter rata-rata butiran

    sedimen. Jenis-jenis Gastropoda dapat tumbuh dan berkembang pada

    sedimen halus, karena memiliki fisiologi khusus untuk dapat beradaptasi

    pada lingkungan perairan yang memiliki tipe substrat berlumpur.

    Hasil pengukuran pada semua stasiun pengamatan menunjukkan

    bahwa nilai suhu berkisar antara 27,0 - 27,50C (Tabel 5). Nilai rata-rata

    suhu terendah diperoleh pada Stasiun II dan tertinggi diperoleh pada

    Stasiun I.

    Nilai salinitas setiap stasiun pengamatan berkisar antara 27,17 27,

    25 ppm (Tabel 5). Nilai rata-rata salinitas tertinggi didapatkan pada Stasiun

    II (27,25 ppm) dan nilai terendah didapatkan di Stasiun I (27,17 ppm).

    Kisaran salinitas antar stasiun tidak memiliki perbedaan yang besar.

    Nilai yang terukur pada setiap stasiun pengamatan selama

    penelitian berkisar antara 5,17 5,21 mg/l (Tabel 5). Nilai rata-rata DO

    tertinggi didapatkan pada Stasiun II (5,21 mg/l) dan nilai terendah

  • 10

    didapatkan di Stasiun I (5,17 mg/l). Kisaran nilai DO yang diperoleh di

    masing-masing stasiun selama penelitian merupakan kisaran DO yang

    sangat baik untuk mendukung kehidupan organisme di laut.

    Nilai pH yang terukur pada setiap stasiun pengamatan selama

    penelitian berkisar antara 7,58 7,76 (Tabel 5). Nilai rata-rata pH

    tertinggi didapatkan pada Stasiun I (7,76) dan terendah di Stasiun II

    (7,58). Nilai pH tertinggi pada Stasiun I, hal ini disebabkan letaknya

    yang di pinggir pantai sehingga banyak dipengaruhi oleh air laut dan jauh

    dari pengaruh aliran sungai.

    Hasil pengukuran BOT sedimen pada lokasi penelitian berkisar

    antara 15,74 17,81% (Tabel 5). Nilai BOT tertinggi diperoleh pada

    Stasiun II dan terendah pada Stasiun I. Menurut Baslim (2001) bahwa

    kandungan BOT di dalam sedimen diatas 15% tergolong subur.

    Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kisaran nilai

    BOT yang diperoleh di masing-masing stasiun selama penelitian

    merupakan kisaran BOT yang sangat baik untuk mendukung kehidupan

    Gastropoda.

    E. Hubungan Antara Kepadatan Gastropoda dan Faktor Lingkungan

    Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diperoleh model

    persamaan regresi untuk Stasiun I (Kelurahan Lappa) yaitu: Y = -

    170,353 + 1,338 X1 + 0,668 X2 + 1,040 X3 + 14,071 X4 + 81,047 X5 (R =

    0,896). Model persamaan regresi untuk stasiun II (Desa Tongke-tongke)

    yaitu: Y = 11,697 + 3,736 X1 + 4,676 X2 + 0,911 X3 + 2,497 X4 + 28,150

    X5 (R = 0,837). Bila dilihat dari nilai signifikan untuk variabel suhu (X1),

    salinitas (X2), DO (X3), dan pH (X4) untuk kedua stasiun diperoleh nilai

    signifikan untuk setiap variabel tersebut lebih besar dari nilai (0,05. Hal

    ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata yang

    berarti bahwa suhu, salinitas, DO, dan pH, tidak memberikan pengaruh

    yang signifikan (nyata) terhadap kepadatan Gastropoda. Sebaliknya nilai

    signifikan untuk variabel kerapatan mangrove (X5) untuk kedua stasiun

    diperoleh nilai signifikan yaitu variabel tersebut lebih kecil dari nilai

  • 11

    (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh berbeda nyata

    yang berarti bahwa kerapatan mangrove memberikan pengaruh yang

    signifikan (nyata) terhadap kepadatan Gastropoda.

    Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil beberapa

    kesimpulan yaitu:

    1. Spesies Cerithidea cingulata merupakan jenis Gastropoda yang

    memiliki kepadatan tertinggi pada ekosistem mangrove yang ada di

    Stasiun I (Kelurahan Lappa) dan Stasiun II (Desa Tongke-tongke),

    Kab. Sinjai.

    2. Berdasarkan nilai indeks ekologi, yaitu indeks keanekaragaman (H),

    Keseragaman (J), dan dominansi (D) menunjukkan bahwa struktur

    komunitas Gastropoda di ekosistem mangrove yang ada di Kelurahan

    Lappa dan Desa Tongke-tongke dalam keadaan stabil dengan

    keanekaragaman spesies dan persebaran jumlah individu setiap jenis

    yang merata, komunitas yang seragam serta tidak ditemukan adanya

    spesies yang mendominasi.

    3. Hasil analisis regresi berganda memperlihatkan bahwa keterkaitan

    antara suhu, salinitas, DO, dan pH tidak berbeda nyata, yang berarti

    tidak memberikan pengaruh yang signifikan (nyata) terhadap

    kepadatan Gastropoda. Hasil analisis lebih lanjut memperlihatkan

    bahwa keterkaitan antara kepadatan Gastropoda dan kerapatan

    mangrove berbeda nyata, yang berarti memberikan pengaruh yang

    signifikan (nyata) terhadap kepadatan Gastropoda.

    Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka ada

    beberapa saran yang diajukan antara lain :

    Pada penelitian ini dilakukan pada lokasi dengan kondisi

    komunitas mangrove didominasi oleh jenis Rhizophora mucronata. Untuk

    selanjutnya disarankan untuk memilih lokasi yang memiliki komunitas

    mangrove yang didominasi oleh jenis mangrove lainnya, dengan

    demikian diharapkan akan diketahui keterkaitan lebih jauh antara

  • 12

    Gastropoda dengan struktur mangrove yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA

    Abbott, R. T. 1991. Seashells of Southeast Asia. Tynron Press, Scotland. Arief, A. M. P. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit

    Kanisius. Yogyakarta. Arifin. 2002. Struktur Komunitas Pasca Larva Udang Hubungannya

    dengan Karakteristik Habitat pada Ekosistem Mangrove dan Estuaria Teluk Cempi NTB. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Baslim. 2001 Hubungan Beberapa Parameter Oseanografi dengan Kelimpahan Makrozoobentos di Perairan Muara Sungai Tallo Kecamatan Ujung Tanah. Skripsi. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan. Universitas Hasnuddin. Makassar.

    Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting dan M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

    Dance, S. P. 1977. The Encyclopedia of Shells. Blandford Press, Poole, Dorset. 288 p.

    Dance, S. P. 1992. Eyewitness Handbooks of Shells. Dobling Kindersley, London. 256 p

    Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia I. PT. Sarana Graha, Jakarta

    Dewiyanti. 2004. Struktur Komunitas Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) serta Asosiasinya pada Ekosistem Mangrove Di Kawasan Pantai Ulee-Lheue, Banda Aceh, NAD. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. FPIK - IPB. Bogor

    Kartawinata K, Adisoemarno S, Soedihardjo S, Tantar IGM. 1997. Status pengetahuan hutan bakau di indonesia. Di dalam: Soemodihardjo S (eds). Prosiding Seminar Ekosistem

    Kusrini, D. M. 1998. Komposisi dan Struktur Komunitas Keong Potamididae di Hutan Mangrove Teluk Hurun Kecamatan Padang Cermin, nupaten Lampung Selatan. Skripsi. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Mangrove; Jakarta. Hlm 1 2

    Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. Odum, E, P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada. University Press,

    Washington D.C. Pringle, J. D. 1984. Efficiency estimates for various quadrat sizes used in

    benthic sampling. Can. J. Fish. Aquat. Sci. 41:1485-1489 Roberts, D., S. Soemodihardjo, dan W. Kastoro. 1982. Shallow Water

    Marine Molluscs of North-West Java. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

    Wahono, M. 1991. Aktivitas Harian Dua Jenis Keong Potamididae di Hutan Mangrove Teluk Hurun, Lampung Selatan. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.