26
DEVELOPMENT OF INDONESIA NEW BATIK DESIGN BY EXPLORATION AND EXPLOITATION OF RECENT CONTEXT Baroto Tavip Indrojarwo Jurusan Desain Produk Industri, FTSP, ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 ABSTRACT Development of Indonesian batik design is a strategic step to strengthening identity and advantage of Indonesia creative industry besides to preserving cultural heritage. Development of batik design is very huge opportunities because big part of existing batik designs just derived from legendary ancient design that are developed by combining, mixing and or modifying to be thousands design variations in many colorschemes and scales and proportions. According to that, this research aims to search new batik design. In concept, Indonesia batik designs are influenced by environment, era and process. In style, Indonesia batik designs categorized as literal (dull) design and symbolical design. The group of literal design is directly figured from the environmental objects, such as plants, flowers, animal, human body and other objects. The group of symbolical design is symbolically figured from norms or values that embraced community at the time, so that the design containing full of philosophy of life. Symbolical design generally applied to batik Kraton, such as Parang, Kawung and Nitik, that to be inspiration of batik design. Critics and appreciation of existing batik design that indentified in this paper that are Indonesian batik design are generally: 1) feminine style; 2) complex and colorful composition; 3) not contextual to the recent issues and 4) not fit to taste of specific consumer. This paper offers inspiration that Indonesia batik design has a big opportunity to expolore and exploite through concept refers to recent issues and consumer taste or targeted maket. This research result can be deployed by designer, businessman, researcher and other appreciator of batik Indonesia. Keyword: batik design, literate design, symbolic design, pattern ABSTRAK Upaya pengembangan desain batik merupakan langkah strategis dalam rangka memperkuat identitas dan keunggulan industri kreatif Indonesia sekaligus upaya melestarikan batik sebagai warisan budaya. Pengembangan desain batik masih sangat besar peluangnya, karena sebagian besar desain batik yang ada saat ini masih berupa derivasi dari desain batik kuno yang diolah, digabungkan dan dikembangkan menjadi puluhan ribu desain dalam berbagai warna, skala dan proporsi. Oleh karena itu riset ini bertujuan mencari kemungkinan-kemungkinan desain batik baru. Secara konsep, perkembangan desain batik Indonesia dipengaruhi oleh lingkungan, jaman dan proses. Secara gaya desain, batik Indonesia dapat dikategorikan menjadi kelompok desain harafiah dan simbolik. Kelompok desain harafiah, adalah desain yang berasal dari stilasi langsung dari lingkungan sekitar misalnya tumbuh-tumbuhan (floral), binatang, lingkungan alam (laut, gunung, hutan), tokoh manusia, wayang atau benda-benda lainnya. Sedangkan desain simbolik, merupakan desain yang berasal dari simbolisasi suatu nilai

3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

DEVELOPMENT OF INDONESIA NEW BATIK DESIGN BY

EXPLORATION AND EXPLOITATION OF RECENT CONTEXT Baroto Tavip Indrojarwo Jurusan Desain Produk Industri, FTSP, ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111

ABSTRACT Development of Indonesian batik design is a strategic step to strengthening identity and advantage of Indonesia creative industry besides to preserving cultural heritage. Development of batik design is very huge opportunities because big part of existing batik designs just derived from legendary ancient design that are developed by combining, mixing and or modifying to be thousands design variations in many colorschemes and scales and proportions. According to that, this research aims to search new batik design. In concept, Indonesia batik designs are influenced by environment, era and process. In style, Indonesia batik designs categorized as literal (dull) design and symbolical design. The group of literal design is directly figured from the environmental objects, such as plants, flowers, animal, human body and other objects. The group of symbolical design is symbolically figured from norms or values that embraced community at the time, so that the design containing full of philosophy of life. Symbolical design generally applied to batik Kraton, such as Parang, Kawung and Nitik, that to be inspiration of batik design. Critics and appreciation of existing batik design that indentified in this paper that are Indonesian batik design are generally: 1) feminine style; 2) complex and colorful composition; 3) not contextual to the recent issues and 4) not fit to taste of specific consumer. This paper offers inspiration that Indonesia batik design has a big opportunity to expolore and exploite through concept refers to recent issues and consumer taste or targeted maket. This research result can be deployed by designer, businessman, researcher and other appreciator of batik Indonesia. Keyword: batik design, literate design, symbolic design, pattern

ABSTRAK Upaya pengembangan desain batik merupakan langkah strategis dalam rangka memperkuat identitas dan keunggulan industri kreatif Indonesia sekaligus upaya melestarikan batik sebagai warisan budaya. Pengembangan desain batik masih sangat besar peluangnya, karena sebagian besar desain batik yang ada saat ini masih berupa derivasi dari desain batik kuno yang diolah, digabungkan dan dikembangkan menjadi puluhan ribu desain dalam berbagai warna, skala dan proporsi. Oleh karena itu riset ini bertujuan mencari kemungkinan-kemungkinan desain batik baru. Secara konsep, perkembangan desain batik Indonesia dipengaruhi oleh lingkungan, jaman dan proses. Secara gaya desain, batik Indonesia dapat dikategorikan menjadi kelompok desain harafiah dan simbolik. Kelompok desain harafiah, adalah desain yang berasal dari stilasi langsung dari lingkungan sekitar misalnya tumbuh-tumbuhan (floral), binatang, lingkungan alam (laut, gunung, hutan), tokoh manusia, wayang atau benda-benda lainnya. Sedangkan desain simbolik, merupakan desain yang berasal dari simbolisasi suatu nilai

Page 2: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

atau teladan. Desain simbolik banyak diaplikasikan pada desain batik Kraton, misalnya Parang, Kawung dan Nitik, yang banyak menjadi inspirasi desain. Kritik dan apresiasi terhadap desain batik yang ada sampai saat ini yang da[at diidentifikasi dari tulsan ini, yaitu bahwa desain batik pada umumnya: 1) bergaya feminine, 2) berkomposisi gambar rumit dan ramai, 3) belum banyak menyentuh konteks kekinian; dan 4) kurang sesuai untuk selera dan segmentasi tertentu. Hasil riset ini dapat dikembangkan oleh para desainer, pengusaha, periset dan apresiator batik Indonesia. Tulisan ini mencoba memberi inspirasi bahwa sesungguhnya desain batik masih punya peluang besar yang dapat digali dan dikembangkan sesuai tema-tema kekinian dan selera konsumen atau pasar yang akan ditarget. Kata kunci: desain batik, desain harafiah, desain simbolik, patra

1. PENDAHULUAN: SEJARAH SINGKAT, DEFINISI DAN FOKUS RISET Batik adalah salah satu bentuk industri kreatif unggulan Indonesia yang telah eksis sejak jaman Majapahit hingga sekarang. Batik merupakan budaya khas Indonesia yang diakui oleh UNESCO sebagai “Warisan Budaya Dunia Tak Berbentuk (Intangible World Heritage)” pada Oktober 2009, selain keris dan wayang. Perkembangan batik meliputi aspek seni dan teknologi yang merupakan warisan budaya yang bermula dari dalam Kraton kemudian menembus keluar dari lingkungan Kraton saat penggunaan batik merambah masyarakat luar lingkungan Kraton, hingga akhirnya berbentuk usaha industri yang berbasis budaya. Industri batik merupakan industri kreatif tingkat tinggi, sehingga berkembang mengikuti perubahan jaman dan lingkungan. Perkembangan batik terus berjalan seperti air mengalir tanpa putus yang terus digali dan dikembangkan dari generasi ke generasi berikutnya.

Seni tekstil dan desain batik telah menyebar ke seluruh dunia, tetapi Indonesia adalah pusat dan jantung batik. Metode melukis dan mewarnai kain ini telah mencapai tahap ekselensi tinggi di kota-kota Jawa seperti Solo, Jogja, Pekalongan dan Cirebon. Kain batik diekspor dari Jawa ke berbagai pulau di Nusantara dan semenanjung Melayu. Dikarenakan lokasi Indonesia berada pada rute perdagangan antara Utara dan Selatan, pantai Utara Jawa sering dikunjungi kapal dagang asing. Hal ini menghasilkan pertukaran berbagai macam barang termasuk keramik dan sutera dari China dan cinde atau sutera dengan motif patola dari India.Seni dan budaya asing telah berbaur dengan seni-budaya Jawa yang menghasilkan seni baru dengan keindahan yang unik.

Desain batik yang dimaksud dalam tulisan ini menyangkut pola atau patra, motif, corak, ragam, warna, skala dan komposisi. Batik, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional), berarti kain yang digambar secara khusus dengan cara menuliskan malam pada kain dan pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Menurut Doelah (2007) batik adalah produk tekstil yang dibuat dengan teknik celup rintang dalam penerapan desainnya, dengan mempergunakan bahan perintang lilin batik dan menampilkan ragam–ragam hias khas batik ataupun ragam hias etnis Indonesia. Kata “batik” adalah asli Indonesia, walaupun konsepnya dipengaruhi oleh bahasa Mesir dan India. Batik dikenal selama lebih dari satu millennium dari beberapa bukti kain yang didekorasi dengan teknik yang sama pada abad-abad awal Masehi di beberapa daerah Afrika Barat, Timur Tengah dan Asia.

Kata batik dalam bahasa Jawa berarti titik, yang diturunkan dari kata 'ambatik' yang berarti “kain dengan titik-titik kecil”. Akhiran 'tik' berarti titik-titik kecil. Batik juga berasal dari kata dalam Bahasa Jawa 'tritik' yang mendeskripsikan sebuah proses pewarnaan kain dengan teknik celupan-rintang lilin. Frase bahasa Jawa lain yang berkaitan

Page 3: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

dengan batik adalah sesatu untuk menggambarkan pengalaman mistis dalam membuat batik yaitu “mbatik manah” yang berarti “menggambar dengan hati.”

Definisi tentang batik dan desain batik juga dilakukan oleh Asikin (2001) tentang Batik Semarang, yang mendefinisikan batik khas Semarang melalui penggambaran landmark dan ikon arsitektur dan bangunan yang ada di kota tersebut.

Situngkir dan Dahlan (2005) mendefinisikan desain batik dalam “Batik Fisika” Bandung Fe Institute, yang memakai pendekatan sains untuk mendesain batik melalui teknik fractal, yaitu teknik pembuatan patra atau pengulangan secara generative (tidak sama persis) seperti proses tumbuhnya ranting dan daun pada sebuah pohon.

Hasanudin (2001), dalam “Batik Pesisiran; Melacak Pengaruh Etos Dagang Santri pada Ragam Hias Batik” membahas ciri khas sentra batik di Pulau Jawa dan model pengelolaan bisnis batik, seluk-beluk peralatan membatik, dari cara pemakaian dan pemeliharaan hingga sentra produsen perlengkapan membatik tersebut..

Walaupun memiliki keseragaman materi dan cara pembuatan seperti lembaran kain sebagai dasar, penggunaan malam, canting dan teknik pewarnaan tertentu, batik selalu saja memiliki tema atau karakter desain yang berbeda antar daerah. Oleh karena itu muncul bermacam-macam desain batik yang diberi nama sesuai daerahnya, seperti batik Jogja, batik Solo, batik Pekalongan, batik Lasem, batik Cirebon, dll. Perkembangan desain batik dapat dikelompokkan menjadi:

a. Desain batik menurut jenis patra b. Desain batik menurut proses produksi c. Desain batik menurut lokasi d. Desain batik menurut era

Fokus riset yang diangkat dalam tulisan ini berangkat dari hipotesis tentang desain batik Indonesia yang ada dan berkembang hingga saat ini sebagian besar:

a. bergaya feminine, karena obyek gambarnya sebagian besar berupa obyek organis, seperti tanaman (daun, buah, bunga).

b. berkomposisi gambar rumit dan ramai. c. belum banyak menyentuh konteks kekinian . d. kurang sesuai untuk selera dan segmentasi tertentu, misalnya remaja, anak-

anak dan bayi serta desain minimalis untuk pasar ekspor negara maju.

Riset ini dilakukan dengan metode “Pengalaman Pribadi” yang dialami oleh penulis pada saat melakukan studi pustaka, catatan pribadi, observasi, wawancara dan eksperimen selama mengerjakan beberapa proyek desain batik.

2. DESAIN BATIK MENURUT JENIS PATRA Menurut jenis patra, desain batik terbagi dalam tiga kelompok utama, yaitu patra geometis, patra non-geometris dan patra khusus.Sebuah penelitian memperkirakan bahwa sampai saat ini terdapat sekitas tiga ribu jenis desain patra batik. Dari tiga kelompok tersebut, pada dasarnya desain batik dibuat dengan cara stilasi dari bentuk-bentuk unsur yang berada di alam sekitar sesuai dengan konteks jaman pada waktu pembuatan desain.Unsur desain dapat berasal dari flora, fauna, sosok manusia dan dongeng/legenda serta bentuk-bentuk geometris dasar seperti kotak, lingkaran dan segitiga yang diperkaya secara asosiatif simbolis dan variatif.

Unsur flora yang sering dijadikan obyek desain, misalnya: bunga, tumbuhan bersulur dan menjalar, daun dan buah. Unsur fauna yang sering dijadikan obyek desain adalah: burung, kupu-kupu, ikan, serangga, ular, naga, singa. Unsur-unsur lain yang

Page 4: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

kd

2

Da

bc

d

2

Dabcd

Sblm

kadang-kadadogeng/legen

2.1. Patra Ge

Dalam keloma. Ceplok

Sidoluhurmerupakahorizontaornamen

b. Nitik, yaic. Parang a

satu desadan Lere

d. Tumpal,

Gambar 1. De

Gambar 2.

kel

2.2. Patra No

Dalam keloma. Semen, mb. Lunglungc. Buketand. Golongan

Satria Manabusurnya, dilamarannya pmengenakan

ng dijadikannda, awan, ba

eometris

pok patra geoatau Ceplokr.Salah satu an desain lig

al dan vertikalain seperti gtu desain yanatau Garis Main Garis Mirng,misalnya: yaitu desain

esain kelompo(Jo

Desain kelompuarga Lereng,

on-Geometris

pok patra nonmisalnya : Segan, misalnya, misalnya: ban Pinggiran

ah melambaimana anak pasti diterimabatik Semen

n obyek deangunan bahk

ometris, terdakan, yaitu ddesain ceplogkaran repetil. Di dalam s

garis-garis dang berkarakte

Miring, yaitu ding yang terkUdan Liris. yang berkara

k patra geometogja), Kawung

pok patra geomNitik Sekar Ta

s

n-geometris temen Rante, Sa: Bondhet atik-batik den

ngkan seorapanahnya

. Keluarga men Rante.

esain, antarkan pesawat

apat beberapaesain yang

okan tertua daitif terdiri daretiap elips mn titik-titik

er bergelombadesain yang bkenal adalah

akter segitiga.

tris dari keluargPicus dan Kaw

metris, dari kiri:anjung dan Nitik

erdapat empaStaria Manah

gan pengaru

ang satria kharus tepat empelai pere

ra lain: tokterbang.

a desain utamberkarakter

an terpoluer ri baris-baris uncul silang-

ang. berkarakter diParang, misa

ga Ceplokan, dwung Semar

Parang Rusakk Brendi dari ke

at desain utam

h budaya Bel

ketika membpada sasa

mpuan mene

koh wayang

ma, diantaranrepetitive, m

adalah Kawuelips sejaja

silang dan or

iagonal sejajaalnya: Parang

dari kiri: Kawun

k Barong (Jogjaeluarga Nitik

ma, yaitu:

anda dan Cin

bidikkan panaran, yang derima lamaran

g, tokoh

ya: misalnya: ung yang r secara rnament-

ar. Salah g Barong

ng Prabu

a) dari

na

nah dan diartikan: n dengan

Page 5: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

Gambar 3. Desain kelomok patra non geometris dari keluarga Semen, dari kiri: Satrio Manah dan Semen Rante

Gambar 4. Desain kelompok patra non geometris dari keluarga Buketan Pekalongan

Gambar 5. Desain kelompok patra non geometris dari keluarga Lunglungan

Page 6: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

2.3. Patra Khusus Desain batik patra khusus adalah patra-patra yang hanya dimiliki oleh batik-batik dari daerah Cirebon, yang konfigurasi patra-patranya berbeda dengan patra-patra batik yang lain, misalnya patra Mega Mendung. Gambar 6. Desain kelompok patra non geometris dari keluarga khusus: Mega Mendung

3. DESAIN BATIK MENURUT PROSES Desain batik dapat ditengarai juga dari proses pembuatan, meliputi proses pembatikan dan produksinya. Apresiasi terhadap desain batik juga terletak pada apresiasi terhadap kesabaran, ketelitian, ketelatenan dan kreativitas perempuan serta pemrosesan kain (mencelup, melorotkan lilin sampai proses finishing) oleh laki-laki. Batik dibuat dengan cara yang sama dengan tenun, yaitu pembuatan desain dan pewarnaan yang menggunakan metode “celup rintang”, tetapi terdapat beberapa perbedaan yaitu :

a. Bahan perintang Bahan perintang pada pembuatan batik adalah lilin batik, sedangkan untuk produk tenun menggunakan benang dengan cara “pengikatan“, baik tenun tunggal (tenun pakan atau lusi) maupun tenun ganda (tenun pakan dan lusi), seperti yang saat ini masih dikerjakan didaerah Tenganan, Karangasem – Bali.

b. Teknik pencelupan Teknik pencelupan batik hanya dapat dilakukan dengan pewarna (alam maupun kimia buatan) pada suhu air sekitar 25° C.Teknik pencelupan untuk produk tenun dapat menggunakan lebih banyak jenis bahan pencelup dalam berbagai suhu larutan pencelup yang sesuai dengan serat tekstil yang digunakan.

c. Desain Desain batik sangat beragam, seperti telah dibahas pada bagian terdahulu, sedangkan desain produk tenun pada umumnya tersusun dari ragam-ragam hias etnik dan sesuai dengan struktur serat kain yang digunakan.

3.1. Batik Tulis

Batik tulis didesain secara detail dan halus dengan teknik gambar tangan (freehand drawing) menggunakan pensil pada kain yang kemudian diaplikasikan dengan lilin panas cair.Pengaplikasian lilin dilakukan secara seksama pada patra-patra sketsa menggunakan canthing, yaitu sebuah pena (stylus) tembaga dari yang mempunyai container di bagian atasnya.

Page 7: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

Adp

3

Ud(yt

Kaldm

Area-area yadirendam ke panas, dikero

3.2. Batik Ca

Untuk menjawdiperkenalkan(copper stamyang lebih betembaga yan

Kadangkala, atas dan bawlainnya menjdesain batiknmudah diope

ang tidak diisdalam bak a

ok dari bagia

p

wab permintan dan dikemb

mp). Invensi inesar dan lebing dibuat ber

cap dilas anwah. Blok teadi identik. Cnya. Rata-ratrasikan.

Scpmsaupd

Gys

si untuk diwatau wadah pan-bagian yan

aan produksibangkan teknni memungkinh cepat dari rdasarkan un

tara dua gridersebut dipotCap bervariasa ukuran dia

Selama memcanthing untupada kondisi ymengalir.Padaseni, membaadalah alat ukuran ketebapada derajat dikehendaki.

Gambar 7. Prosang sudah adaeksama oleh k

arnai, akan pencelup. Lilinng bermateria

semi-massaik cap. Cap ankan pembuapada teknik b

nit desain (mlembaran tedibentuk seyang lebih untuk membdesain sudatangan temharus dibuapatra yang t Gambar 9. Bl

d lembaran teong setengasi dalam uku

ameter cap ti

mbatik, pembuk meyakinkayang cukup ca dasarnya, satik adalah menggambar

alan garisnyaketipisan g

ses aplikasi lilina pada kain yankaum perempua

diisi dengan n kemudian dal kering, lalu

areadengdiulatahapewataukeseefek Gamstyluberb

al, pada perteadalah stempatan batik dabatik tulis. Se

modul). Cap dembaga pipih esuai patra dkecil dibuat buat desain tah lengkap,

mbaga pada at sangat preerbentuk aka

ok cap/stempe

embaga yangahnya, sehinguran tergantuidak lebih da

batik meniuan bahwa licair dan mudasebagai sebu

melukis. Cr batik utam

a beragam tergaris atau tit

n pada sketsa dng dilakukan sean

lilin, kain kdigelontor deu dicelup. Bea-area lain gan lilin. Tindang selamaap pada warnaan (emu lebih) eluruhan pak warnanya te

mbar 8. Canthins tembaga) daagai ukuran

engahan abapel berbahan talam volume etiap cap berdibuat dari le

setebal 1.5 esain. Bagiadari kawat, btitik-titik.Jika sdibuatkan ppatra terseb

esisi, sehinggan konsisten.

el patra batik

g akan menjagga setengahung dari bentari 24 cm, ag

p ujung lin tetap ah untuk ah karya Canthing

ma yang rgantung tik yang

desain ecara

kemudian engan air erikutnya,

ditutup dakan ini a setiap

proses pat kali

sampai tra dan

ercapai.

g (pena alam

d ke 19, tembaga produksi

rupa blok embaran-cm yang n-bagian biasanya satu unit egangan

but. Cap ga patra-

adi dasar h bagian tuk patra gar lebih

Page 8: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

Pengrajin laki-laki biasanya yang melakukan aplikasi lilin mengunakan teknik cap ini. Selembar kain yang berdesain rumit membutuhkan kira-kira 10 set cap. Penggunaan cap, kebalikan dari canting, untuk mengaplikasikan lilin sudah direduksi selama pebmuatan kain batik. Dewasa ini kualitas batik didefinisikan secara teknik tulis atau cap ataupun kombinasi antara tulis dan cap.

3.3. Batik Cetak Mesin (Batik Printing)

Batik dengan teknik printing pada dasarnya bertujuan untuk menjawab permintaan produksi missal. Batik printing adalah desain motif batik yang diaplikasikan dengan teknik produksi menggunakan mesin-mesin cetak kain, seperti produksi tekstil pada umumnya. Batik printing biasanya dipilih untuk memenuhi kebutuhan seragam dinas sebuah organisasi atau untuk memenuhi permintaan pasar retail.Teknik pembuatan desain dan pewarnaan batik printing sudah tidak lagi mempergunakan lilin dan pencelupan, melainkan memakai mesin pewarna otomatis.

4. DESAIN BATIK MENURUT LOKASI Meskipun Jawa Tengah adalah pusat Batik Jawa, tetapi desain-desainnya berevolusi dengan daerah-daerah pembuatnya.Pada abad ke 17, Sultan Mataram menetapkan batik sebagai pakaian resmi pada acara-acara seremonial penting.Sultan Agung telah mengenakan pakaian katun berdekorasi yang berwarna biru indigo, sedangkan para penarinya mengenakan kain kembangan berwarna merah celup organis.Selama dua sampai tiga abad terakhir, batik menjadi salah satu makna utama untuk mengekspresikan nilai-nilai spiritual dan kultural di Asia Tenggara.

4.1. Batik Jogjakarta

Jogjakarta sebagai ibukota dan kerajaan di Jawa, dikenal sebagai jantung seni batik. Desain batik Jogja sangat unik yaitu mengembangkan kombinasi beberapa motif geometris.Contoh desain Batik Jogja adalah: Grompol dan Nitik.

Grompol biasa digunakan untuk acara pernikahan. Grompol berarti datang bersama, menyimbolkan kehadiran bersama semua hal yang baik, seperti; nasib baik, kebahagiaan, anak dan perkawinan yang harmonis. Nitik merupakan motif yang banyak ditemui di Jogja. Selama perayaan tahunan kolonial (Jaarbeurs) di masa penjajahan Belanda, seorang produsen batik memberinama Nitik Jaarbeurs untuk motif yang mendapat penghargaan. Gambar 10. Desain batik Jogja yang khas: Grompol

4.2. Batik Surakarta

Surakarta atau Solo adalah satu dari dua kesultanan Jawa, dengan segala tradisi dan adat-istiadat kraton yang merupakan pusat kebudayaan Hindu-Jawa. Kraton bukan hanya kediaman raja, tetapi juga pusat pemerintahan, keagamaan dan kebudayaan yang direfleksikan dalam seni daerah, terutama pada ciri batiknya: motif, warna dan aturan-aturan pemakaiannya. Di Solo terdapat beberapa aturan khusus tentang pemakaian batik, meliputi: satus tsosial pemakai dan acara khusus di mana batik harus digunakan dalam hubungannya dengan harapan atau berkah yang disimbolisasi melalui desain batik.

Page 9: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

Gambar 11. Desain batik Solo yang khas: Sawat atau Lar (kiri) dan batik Naga (kanan) Desain batik Solo juga sering dihubungkan dengan kultur Hindu Jawa, simbol Sawat dari mahkota atau kekuasaan tertinggi, simbol Meru dari gunung atau bumi, simbol Naga dari air, simbol Burung dari angin atau dunia bagian atas dan simbol Lidah Api dari api. Beberapadesain tradisional yang dipakai pada acara-acara penting, misalnya: Satria Manah dan Semen Rante yang dikenakan pada saat acara lamaran pengantin.

Desain Kain Panjang dibuat dalam workshop Panembahan Hardjonagoro, Surakarta pada awal 80'an, bermotif kombinasi pengaruh beberapa daerah, tetapi secara keseluruhan gaya dan warnanya tipikal desain Solo. Kain panjang adalah kain dua kali setengah meter, yang digunakan sebagai sarung formal.

Gambar 12. Desain batik Kain Panjang yang dibuat dalam workshop Panembahan Hardjonagoro

4.3. Batik Pekalongan

Kebanyakan batik Pekalongan dikenakan sebagai sarung, karena penduduk Belanda terbiasa untuk mengenakannya secara mudah. Dalam kelompok ini, motif buketan yang menggambarkan bunga dan buah yang tumbuh di Belanda, seperti chrysanthemums dan anggur. Tatanan bunga-bunga diaransemen menurut gaya buket bunga Eropa.

Gambar 13. Desain batik Pekalongan dari keluarga Buketan

Page 10: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

4.4. Batik Indramayu

Indramayu dan sekitarnya adalah komunitas masyarakat nelayan dan merupakan pelabuhan penting pada pantai utara Jawa yang sering disinggahi kapal-kapal asing. Membatik dikerjakan oleh para isteri nelayan pada saat para suami melautdan bertujuan menambah inkam keluarga.Mereka menggunakan canting berukuran besar, sehingga sulit untuk mengisi penuh desain batiknya.

Gambar 14. Desain batik Indramayu yang bercirikhas desain lingkungan laut dan pesisir yang digambarkan

secara harafiah, dari kiri: Dara Kipu dan Ganggeng, Jarot Asem dan Urang Ayu Untuk mengisi bidang-bidang kosong, dibuat alat cocohan dengan complongan yang berbentuk seperti sisir dengan jarum tajam yang digunakan untuk mempenetrasi kain begitu selesai dicover dengan lilin.Setelah dicelup, titik-titik membentuk warna sesuai celupan.Motif batik yang dibuat di desa nelayan sangat dipengaruhi oleh flora dan fauna sekitarnya, sebagai contoh Jarot Asem (AsemJawa), Dara Kipu, flora atau fauna laut Gaggeng dan Urang Ayu. Motif-motif ini yang merupakan batik kasar dan murah tetapi memiliki keunikan tinggi yang pernah dibuat oleh masyarakat.

4.5. Batik Semarang

Asikin (2008), dalam buku Ungkapan Batik di Semarang: Motif Batik Semarang 16 mencoba membuat rekam jejak tersendiri mengenai batik Semarang, yang seperti daerah lainnya, juga memiliki corak spesifik yang tak ada pada desain-desain di daerah lainnya. Lewat beberapa paparan yang ada di buku-buku batik tulisan para ahli batik Barat, Asikin menyatakan bahwa sebenarnya Semarang memiliki historisitas yang panjang dalam hal desain batik. Akan tetapi, masih banyak orang yang menyangsikan corak atau desain batik khas Semarang, sengan alas an masih ada kesulitan mengungkap secara jelas karakteristik batik Semarang. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan karakter kuat yang terdapat pada batik Solo, Jogja, Lasem atau Pekalongan. Bebapa pakar berpendapat, bahwa Semarang hanya lokasi perbatikan.

Beberpa pakar menyatakan bahwa ciri khas desain batik Semarang bergaya pesisiran dengan motif flora dan fauna.Menanggapi kesangsian tersebut, Asikin memaparkan historisitas batik Semarang (batik-batik yang diproduksi di Semarang) dimulai sejak masa Franquemont dan Ossterom abad ke-19.Jejak sejarahnya kemudian diwakili oleh pengusaha batik seperti Tan Kon Tien, Neni Asmarayani, hingga Batik Sri Retno.

Sebuah perusahaan batik di Semarang mencipta batik khas dengan memunculkan desain-desain yang langsung merujuk pada landmark atau ikon kota Semarang. Nama perusahaan itu adalah Batik Semarang 16 yang mulai berproduksi tahun 2005.Perusahaan tersebut menjadi pioner produksi batik di Semarang setelah sekitar

Page 11: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

dua dasawarsa vakum, yakni sejak Sri Retno tidak berproduksi lagi pada awal tahun 1980-an. Perusahaan ini juga telah mematenkan beberapa desainnya di Haki, antara lain Tugu Muda Kekiteran Sulur, Blekok Srondol, atau Lawangsewu Ngawang. Upaya Umi S Adi Susilo, pemilik dan desainer perusahaan tersebut, secara menegaskan bahwa Semarang layak disebut sebagai salah satu potensi batik. Susilo juga aktif menggelar pameran dan fashion show yang mengetengahkan batik Semarang. Maka, wajar sekali buku ini mengulas panjang lebar mengenai motif-motif yang diproduksi perusahaan tersebut, sekaligus untuk menilik karakter Semarangan yang ada di dalamnya.

Asikin mengupas juga keberagaman etnis di kota itu yang mempengaruhi corak gambar batik serta geliat masyarakat dalam membatik hingga abad ke-21. Asikin menutup bukunya dengan menampilkan 65 motif batik Semarang disertai penjelasan sumber inspirasi dan makna motif tersebut Asikin tidak bermaksud untuk merumuskan secara definitif desain yang disebut batik Semarangan, tetapi lebih memantik pakar, peneliti atau siapa pun yang berminat untuk terus mencari pola dan corak khas batik Semarangan. Asikin mendeskripsikan bahwa sebenarnya Semarang-pun memiliki identitas batik tertentu yang dapat dikembangkan terus.

5. DESAIN BATIK MENURUT PERKEMBANGAN JAMAN Doelah (2008) dalam “Batik, Pengaruh Zaman dan Lingkungan” menglasifikasikan desain batik menurut pengaruh jaman dan lingkungan.

5.1. Batik Kraton

a. Karakter desain: Batik Kraton menampilkan patra tradisional yang mencerminkan pengaruh Hindu-Jawa yang pada zaman kerajaan Padjajaran dan Majapahit, sangat berpengaruh dalam seluruh tata kehidupan masyarakat Jawa.Pengaruh Islam nampak kemudian dalam ragam-ragam hias manusia dan satwa yang telah distilisasi sehingga tidak berwujud dalam bentuk aslinya. Warna batik Kraton adalah cokelat, biru tua dan putih.

b. Perkembangan: Pada awalnya pembuatan batik Kraton secara keseluruhan yaitu mulai dari penciptaanragam hias hingga pencelupan akhir, kesemuanya dikerjakan di dalam Kraton dan dibuat khusus hanya untuk keluarga raja.Seiring dengan kebutuhan wastra batik di lingkungan Kraton yang semakin meningkat, maka pembuatannya tidak lagi memungkinkan jika hanya bergantung kepada putri-putri dan para abdi dalem di Kraton, sehingga diatasi dengan pembuatan batik diluar Kraton oleh kerabat dan abdi dalem yang bertempat tinggal di luar Kraton. Usaha rumah tangga ini berkembang menjadi industri yang dikelola oleh para saudagadan mulai berkembang di luar Kraton dalam bentuk batik Sudagaran dan Batik Pedesaan. Batik Kraton terdapat di Kasunanan Surakarta, Kasultanan Jogjakarta, Pura Mangkunegaran dan Pura Pakualaman. Perbedaan utama dari keempat Batik Kraton terletak pada bentuk, ukuran, patra dan nuansa warna soga (coklat).

5.2. Batik Pengaruh Kraton

a. Karakter desain: Batik Pengaruh Kraton menampilkan desain perpaduan ragam hias utama batik Kraton Mataram dengan ragam hias khas daerah yang dikembangkan sesuai selera masyarakat, lingkungan alam maupun budayanya.

b. Perkembangan: Pada masa pemerintahan Sultan Agung, seni dan budaya Kraton Mataram tersebar luas dan Kraton merupakan pusat kegiatan negara, yaitu pemerintahan, agama dan seni-budaya. Oleh karena itu, batik dibawa serta oleh pengikut-pengikut raja. Beberapa penyebaran batik Kraton diantranya terjadi di Banyumas oleh Pangeran Puger yang masih kerabat Kasultanan Jogjakarta, di

Page 12: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

Madura pada saat Sultan Agung menaklukan Madura dan di Cirebon pada saat Sultan Agung mempersunting putri Kraton Cirebon, sehingga batik Kraton berkembang di Cirebon, Indramayu, Ciamis, Tasikmalaya dan Garut. Komposisi warna pada batik Pengaruh Kraton sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat sekitar tempat batik tersebut berkembang.

5.3. Batik Sudagaran

a. Karakter desain: Patra Batik Sudagaran bersumber dari desain batik Kraton, baik patra larangan ataupun patra lainnya, dimana ragam hias utama dan isen patranya diubah sesuai dengan selera kaum saudagar. Selain itu, terdapat juga desain batik baru yang diciptakan sendiri oleh kaum saudagar baik pada ragam hias utama atau isennya.

b. Perkembangan: Batik Sudagaran awalnya hanya menampilkan desain yang berasal dari batik Kraton yang diubah menjadi desain yang boleh digunakan oleh masyarakat umum. Masyarakat di luar Kraton yang sebelumnya menggunakan wastra tenun sebagai pakaian harian mulai menggunakan batik, setelah batik berkembang di luar Kraton. Dikarenakan permintaan meningkat, para saudagar batik terpacu untuk mengembangkan usaha dari industri rumah tangga menjadi industri berskala cukup besar, sekitar 1850. Batik Sudagaran hanya berkembang di sekitar batik Kraton berada, misalnya kawasan Laweyan, Kauman dan Kratonan, untuk batik Surakarta dan kawasan Prawirotaman, Tirtodipuran, Kauman, Gerjen dan Sentul, untuk batik Jogjakarta.

5.4. Batik Pedesaan atau Batik Petani: Batik Pedalaman dan Batik Pesisiran

a. Karakter desain: Seperti batik Sudagaran, patra batik Pedesaan bersumber pada desain batik Kraton yang telah diubah oleh para petani, yang merupakan tenaga pembatik paruh waktu pada perusahaan–perusahaan milik para saudagar. Patra-patra dikembangkan dengan menambah ragam hias yang berasal dari alam sekitar pedesaan, seperti tumbuhan dan binatang. Batik Pesisiran menampilkan patra dengan ragam hias yang berasal dari lingkungan kehidupan bahari, misalnya ganggang, ikan, udang dan satwa laut lainnya. Warna batik Pedalaman mengacu kepada warna batik Kraton (biru tua, soga dan putih), sedangkan warna batik Pesisiran lebih beragam dan mengacu pada warna-warna bahari.

b. Perkembangan: Jenis batik ini berkembang bersamaan dengan batik Sudagaran, yaitu pada saat batik mulai diminati masyarakat di luar Kraton dan saat para petani mulai bekerja pada para saudagar sebagai tenaga pembatik. Pada saat teknik produksi menggunakan cap diperkenalkan, tenaga petani laki-laki mulai banyak diperlukan untuk pembuatan batik cap.

Batik pedesaan tidak mengalami banyak perubahan dari dulu hingga sekarang, tetapi batik pedesaan yang terdapat dipelbagai pelosok Jawa memiliki beragam cirikhas desain karena setiap daerah menampilkan pengaruh lingkungan yang berbeda.Batik pedesaan di daerah Surakarta dan Jogjakarta menunjukkan pengaruh patra batik Kraton yang diperkaya dengan ragam hias tumbuhan dan satwa yang mencerminkan nuansa pedesaan.

Batik Pedesaan-Pedalaman Jogjakarta terdapat di daaerah Sanden, Wijirejo, Wukirsari dan Girirejo. Pada desa terakhir tersebut pengaruh batik Kraton yang muncul sangat kuat dan kualitas pengerjaannya sangat halus, karena kedua daerah ini dahulu merupakan pemukiman pembatik yang mengerjakan batik Kraton Jogjakarta. Batik Pedesaan-Pedalaman Surakarta terdapat di daerah Bayat–Klaten, Pilang–Sragen, Matesih–Karanganyar dan Bekonang–Sukoharjo.Batik Pedesaan-Pedalaman lainnya juga terdapat di Banyumas, Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo dan Pacitan. Batik Pedesaan Pesisiran berkembang pesat di daerah Tuban dan Indramayu, yang sangat dipengaruhi oleh

Page 13: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

Batik Cina.Selain menampilkan kehidupan laut, ragam hias pada batik-batik tersebut juga menampilkan ragam hias burung hong, bunga teratai dan kilin.

Gambar 15. Desain batik Pesisiran dalam bentuk desain modern

5.5. Batik Pengaruh India

a. Karakter desain: Batik Pengaruh India adalah wastra batik yang dibuat pada awal abad ke 16, yang menerapkan ragam hias wastra India, yaitu ragam hias tenun yang terdapat pada Patola (kain tenun ikat ganda) dan Chintz atau Sembagi (kain cap atau printing), yang dibuat dengan teknik mordant printing.Komposisi warna jenis batik ini meliputi warna-warna pedalaman dan pesisiran.

b. Perkembangan: Batik Pengaruh India yang awalnya dibuat oleh pedagang Arab dan Cina (di Pekalongan berupa patra Patola, di Lasem dan Cirebon berupa patra Sembagi), akhirnya berkembang ke daerah pedalaman dengan beradaptasi dengan cirikhas warna pedalaman yaitu soga. Pengaruh budaya India pada batik melalui dua jalur: 1) melalui jalur penyebaran agama-terlihat pada patra batik dengan ragam hias garuda, pohon hayat dan meru; dan 2) melalui jalur perdagangan tekstil yang mencapai puncaknya pada abad 15-terlihat pada patra batik yang memiliki ragam hias tenunan Patola dan Chintz yang disebut Jlamprang atau Nitik dan Sembagi.

Batik Sembagi dibuat di daerah Lasem dan Cirebon setelah abad 17 dan mendapatkan respon pasar yang bagus di Sumatra.Oleh karena itu, di Sumatra hanya batik Sembagi yang tumbuh dan berkembang karena sangat digemari oleh masyarakat Jambi dan Palembang dalam bentuk kain bang–biru (merah biru). Patra Sembagi saat ini telah menjadi cirikhas batik Jambi, yang patranya diperindah dengan menghadirkan ragam hias batik stilisasi dari buah–buahan dan sebagian besar masih menampilkan warna biru indigo, merah mengkudu dan beberapa warna soga.

5.6. Batik Belanda

a. Karakter desain: Sebagian besar patra batik Belanda menampilkan buket bunga atau pohon bunga dengan burung bangau, angsa atau kupu-kupu. Unsur desain lain yang sering muncul adalah bangunan, pesawat terbang dan sosok manusia. Patra batik Belanda ini juga diilhami dari dongeng Eropa seperti Snow White, Little Red Riding Hood dan Hanzel and Gretel.Ada pula yang mengandung unsur budaya Cina dan wayang. Metode stilasi desain batik Belanda adalah gayarealis (sesuai bentuk nyata). Pengaruh lingkungan juga berperan pada batik Belanda yang dibuat di pedalaman, misalnya batik Belanda dengan warna soga yang dibuat oleh pengusaha Surakarta dan Jogjakarta.Pengusaha batik Belanda yang terdiri dari wanita-wanita Indo Belanda sangat berperan pada penciptaan patra-patra batik Belanda pada batik jenis ini.

Page 14: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

b. Perkembangan: Batik Belanda berkembang tahun 1840–1910, dikarenakan runtuhnya VOC dan digantikan oleh pemerintah Belanda mengakibatkan semakin banyak pendatang Belanda bermukim di Jawa. Permintaan wastra batikpun meningkat pesat, karena bagi para wanita Belanda, kebaya dan sarung batik terasa lebih sesuai dikenakan di daerah tropis, karena itu hampir semua produk batik Belanda berupa sarung.

Pada era selanjutnya muncul perusahaan batik milik kaum Indo–Belanda, Arab dan Cina. Perusahaan batik Belanda pertama berdiri di Surabaya tahun 1840, milik Carolina Yosephina von Franquemont dan Catharina Carolina van Oosterom. Batik Belanda yang terkenal lainnya adalah Eliza van Zuylen, dengan patra buketan dan merupakan puncak karya cipta batik Belanda, selain L. Metzelaar.Batik Belanda dengan warna soga dibuat oleh keluarga Coenraad di Pacitan, Van Gentz Gottlieb dan Jonas di Surakarta, Gobel dan De Boer di Jogjakarta serta Williams dan Matheron di Banyumas.

5.7. Batik Cina

a. Karakter desain: Batik Cina adalah jenis batik yang dibuat oleh pengusaha Cina dan peranakan, yang kebanyakan hidup di kota pantai utara Jawa. Patra batiknya menampilkan ragam hias satwa mitos Cina seperti naga, singa, burung phoenix atau hong, kura–kura, kilin, dewa dan dewi ataupun ragam hias keramik Cina, serta ragam hias berbentuk mega. Batik Cina, yang dipengaruhi patra batik Belanda yang mulai berkembang kurang lebih 10 tahun sebelum batik Cina, juga menggunakan ragam hiasbunga dan buket lengkap dengan kupu–kupu dan burung–burungnya.Ada pula patra batik Cina yang menggunakan ragam hias batik Kraton dan warna soga.Hingga saat ini yang dapat menyamai halusnya batik Belanda adalah batik Cina, baik dalam teknik maupun patra.

b. Perkembangan: Pada awalnya batik Cina hanya digunakan sebagai pelengkap upacara keagamaan. Oleh karena itu, sebelum 1910 batik Cina hanya berupa Tokwi (kain altar), Mukli (taplak meja besar) dan kain batik untuk hiasan dinding dan umbul-umbul yang warnanya masih terbatas pada warna biru Indigo dan merah Mengkudu. Produk batik Cina ada pula yang berupa sarung, dengan patra mirip patra tekstil atau hiasan keramik Cina, yang pada umumnya mempunyai arti filosofis seperti banji (lambang kebahagiaan) dankelelawar (lambang nasib baik)

Setelah tahun 1910, patra dan warna dari batik Cina mengalami perubahan karena lebih banyak digunakan sebagai busana.Perkembangan tersebut juga dipicu dengan keadaan pasar yang dibanjiri oleh batik Belanda. Pedagang Cina memanfaatkan peluang ini dengan membuat batik yang patra dan warnanya cenderung dipengaruhi batik Belanda dan unsur budaya Eropa. Batik Cina juga dibuat untuk masyarakat pedalaman, dengan menampilkan warna dan patra batik Kraton. Jenis batik ini disebut batik “Tiga Negri”, karena membuatnya melibatkan tiga daerah pembatikan, yaitu Lasem untuk warna merah, Kudus dan Pekalongan untuk warna biru, danSurakarta, Jogjakartadan Banyumas untuk warna coklat.

Batik Cina lain yang sangat khas adalah batik Djawa Hokokai yang menampilkan pengaruh budaya Jepang, baik warna maupun patranya, dan dibuat pada era penjajahan Jepang (tahun 1942 – 1945).Format batiknya dibuat dengan format “pagi–sore”, karena pada satu helai kain terdapat dua macam patra batik pada kedua sisi kain. Patra–patra batik Djawa Hokokai tersusun dari ragam hias bernuansa Jepang misalnya bunga Sakura, bunga Seruni, burung Merak dan kupu–kupu, dan warnanyapun terdiri dari warna–warna yang merupakan selera orang Jepang.

Page 15: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

Meski mengandung kesamaan dalam unsur budaya luar Indonesia, batik Belanda dan batik Cina berbeda dari segi pendekatan rokhaniahnya. Patra dan warna batik Cina masih banyak mengandung makna filosofis.Batik Cina terutama terdapat di daerah pesisir seperti Cirebon, Pekalongan. Lasem, Demak dan Kudus. Batik Cina yang terkenal antara lain karya Oey Soe Tjoen (Kedungwuni – Pekalongan), The Tie Siet, Oey Soen King, Liem Siok Hien dan Oey Koh Sing. Oey Soe Tjoenadalah batik paling dikenal di seluruh dunia karena keindahannya.

Gambar 16. Desain batik pengaruh Cina: Sarung Tiga Negri 1 dan Sarung Tiga Negri 2 (atas); Sarung Djawa Hokokai (bawah)

5.8. Batik Indonesia

a. Karakter desain: Perpaduan antara patra tradisional batik Kraton dan proses batik Pesisiran yang menerapkan beragam warna. Batik Indonesia juga mengandung makna persatuan Indonesia, karena batik–batik yang berkembang setelah kehadiran batik Indonesia dengan patra–patra Kraton, menerapkan patra–patra dengan ragam hias dari berbagai daerah di Indonesia.

b. Perkembangan: Dalam era Batik Indonesia yang hadir kurang lebih tahun 1950 atas prakarsa Presiden Soekarno ini, beberapa penampilan produk batik berkembang dan merupakan jenis batik yang masih dibuat hingga saat ini.Dalam perkembangannya terdapat batik dengan format baru yang disebut “Batik Terang Bulan” ciptaan Ibu Bintang Soedibjo (Ibu Soed), yang patranya hanya ditata pada bagian tepi kanan, tepi kiri danbagian bawah kain, sedangkan bagian lainnya hanya berupa bidang berwarna atau secara acak diisi dengan ragam hias kecil. Batik Indonesia semula hanya berkembang di Surakarta dan Jakarta, karena pelopornya adalah seniman batik yang berasal dari kedua kota tersebut (Panembahan Hardjonagoro dan Ibu Soedibjo), tetapi saat ini hampir seluruh daerah memiliki sentra batik yang mengerjakan pembuatan jenis batik ini.

Page 16: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

6. DESAIN BATIK UTAMA Riset berjudul Desain Batik Utama (1980), menghasilkan simpulan berupa desain-desain batik legendaris yang dari jaman ke jaman tetap menjadi tokoh penting dan sumber inspirasi terhadap perkembangan desain-desain baru.

6.1. Nitik

Batik Nitik adalah salah satu betik terpenting diantara ribuan desain batik lainnya dan biasanya dikenakan pada saat upacara-upacara religious dan festival-festival tradisional.Nitik mengandung desain yang memiliki kekuatan mistis yang dipercaya mampu manghalau nasib buruk (kesialan) dan mampu mendatangkan nasib baik (keberuntungan). Nitik adalah desain yang mampu mengilustrasikan efek-efek tersebut.

Gambar 17. Salah satu contoh desain batik Nitik

6.2. Kawung

Kawung juga termasuk desain yang sangat tua, terdiri dari lingkaran yang saling berinterseksi. Kawung dikenal di Jawa sejak abad 13 yang muncul pada ukiran dinding pada beberapa kuil/candi di Jawa, seperti Prambanan dan daerah Kediri. Selama bertahun-tahun, patra ini dilindungi hanya untuk keluarga kerajaan Kraton. Lingkaran-lingkaran, terkadang diisi dengan dua atau lebih tanda silang atau ornamen lain seperti garis-garis berpotongan atau titik-titik. Lingkaran-lingkaran tersebut menggambarkan flora seperti buah kapok atau aren.

Gambar 18. Salah satu contoh desain batik Kawung

6.3. Ceplok

Ceplok adalah sebuah nama umum untuk desain geometris yang berbasis segiempat, belah ketupat (rhombs), lingkaran, bintang, dll. Walaupun secara fundamental geometris, ceplok dapat juga merepresentasikan abstraksi dan stilisasi dari bunga, buah, biji dan binatang. Variasi warna dapat menciptakan ilusi kedalaman dan efek keseluruhan seperti patra medali pada karpet kuno suku Turki. Masyarakat muslim Indonesia sangat besar jumlahnya, sehingga melarang penggambaran binatang dengan cara realistik. Untuk mengantisipasi larangan ini, perajin batik membuat stilisasi dari unsur/elemen tunggal binatang, kemudian unsure tersebut diulang-ulang dalam patra.

Page 17: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

Gambar 19. Beberapa contoh desain batik Ceplok

6.4. Parang

Parang dahulu digunakan eksklusif oleh keluatga raja di Jawa Tengah. Parang diartikan sebagai lereng gunung, patra pisau atau pedang rusak.Desain parang terdiri dari baris-baris segmen menyerupai pisau tebal yang berjajar secara diagonal paralel. Parang biasanya diaplikasikan dengan baris-baris yang lebih sempit dalam warna kontras yang lebih gelap. Baris yang lebih gelap berisi elemen desain lain, yaitu sebaris motif mlinjon. Terdapat beragam variasi dari basis patra ini dengan garis-garis elegan, tercatat lebih dari 40 desain parang. Desain paling dikenal adalah “Parang Rusak” yang di dalamnya mengandung patra klasik yang terdiri dari baris-baris lembut parang yang dilipat. Motif parang juga diaplikasikan ke media lain termasuk ukiran kayu seperti yang terdapat pada ornamen gamelan.

Gambar 20. Beberapa contoh desain batik Parang: Parang Rusak dan Parang Baris

6.5. Batik Modern

Batik modern, walaupun belum terlalu kuat pengaruhnya seperti batik tradisional, kebanyakan menggunakan perlakuan linier dari daun-daunan, bunga dan burung.Batik ini cenderung lebih bebas dan tidak tergantung pada diktat/norma seperti pada desain batik tradisional.Hal ini juga tampak dalam penggunaan warna-warna yang lebih modern yang biasa digunakan desainer masa kini.Pembuat batik tidak lagi tergantung pada warna tradisional (natural) on traditional (natural) dyes, seperti

Page 18: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

chemical dyes yand dapat memproduksi warna-warna tertentu. Batik modern masih menggunakan canting dan cap untuk menciptakan desain.

Gambar 21. Beberapa contoh desain batik Modern

Desainer-desainer fesyen seperti Iwan Tirta sudah memperkenalkan batik secara agresif ke seluruh dunia. Para desainer telah mempromosikan seni batik Indonesia dalam bentuk pakaian tradisional dan modern.

7. DESAIN BATIK LAIN Bagian ini mengetengahkan beberapa contoh pengembangan desain batik masa kini yang berusaha mencari desain-desain baru.

7.1. Desain Batik dari Pemrograman Komputer, Contoh: Batik Fractal

Desain batik baru yang cukup unik adalah batik Fraktal yang diciptakan oleh Hokky Situngkir dan Rolan Dahlan. Dalam bukunya “Batik Fisika” Bandung Fe Institute, dijelaskan bhwa metode desain batik fractal memakai pendekatan sains dalam membedah motif batik melalui fraktal, yaitu sebuah cabang ilmu matematika yang menelisik teknik pengulangan generatif. Hasil penelitian tersebut mengungkap batik tak hanya memiliki nilai filosofi dan budaya, tapi juga kaya akan perhitungan matematika. Batik Fractal menawarkan desain batik yang dibuat dengan sistem pemrograman komputer. Teknik mendesain ini menjadi inovasi terbaru dalam produksi batik dari setelah awalnya batik tulis, batik cap dan batik sablon. Sultan Hamengku Buwono X dalam pengantar buku menilai hasil desain batik komputer tersebut memiliki paduan warna dan motif yang inovatif dan unik tanpa meninggalkan corak batik khas Indonesia. “Inovasi ini tak sekadar melestarikan artefak masa silam, tapi juga memiliki dinamika yang menjangkau masa depan,” katanya.

7.2. Desain Batik untuk Organisasi, Contoh: Batik ITS

Indrojarwo (2008) melakukan penelitian dalam rangka merancang desain motif batik untuk ITS. Dalam penelitian tersebut ditemukan kesimpulan, bahwa ternyata banyak aspek-aspek masa kini yang belum digali dalam desain motif batik yang ada. Tema dan semangat yang harus digali dalam penelitian yang dilakukan selama proses desain adalah keunggulan-keunggulan yang menjadi ciri/karakter dan warna ITS sebagai perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.

Penelitian ini menghasilkan simpulan bahwa unsur-unsur ITS yang menjadi keunggulan antara lain: kepedulian terhadap kemandirian energi dan siergitas ilmu-

Page 19: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

ilmu yang bernaung untuk ikut membangun Indonesia melalui ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Keunggulan-keunggulan tersebut merupakan unsur yang secara visual tidak nampak (intagible element). Oleh karena itu, metode visualisasi yang harus digali dan dilakukan adalah mencari stilasi yang tepat secara simbolis yang mampu menggambarkan visi, misi dan krakteristik ITS

Warna dasar dominan yang dipilih adalah biru indigo yang bernuansa hingga biru langit, yang menggambarkan cita-cita ITS untuk senantiasa menggali dan mengarungi seluruh isi bumi dan antariksa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni demi kemaslahatan umat manusia. Sinergitas elemen ITS dari berbagai bidang, yaitu MIPA, Teknologi Industri, Teknik Sipil dan Perencanaan, Teknologi Kelautan dan Teknologi Informasi yang akan menginspirasi lahirnya kemandirian energi. Logo ITS sebagai sentra desain digambarkan secara radial tampak atas dari elemen-elemen logo aslinya. Kriteria desain tersebut dikembangkan dan dihasilkan beberapa alternatif desain, sebagai berikut:

s

Gambar 22. Ide awal Desain Batik ITS: alternatif 1 (kiri atas), alternatif 2 (kanan atas), alternatif

3 (kiri bawah) dan alternatif 4 (kanan bawah)

Page 20: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

Desain alternatif 3 kemudian dikembangkan unsur warnanya menjadi seperti gambar desain di bawah ini.

Gambar 23. Pengembangan desain alternatif 3 Desain alternatif 4 kemudian dikembangkan warna dan unsur patranya, akhirnya terpilih sebagai Desain Batik ITS.

Gambar 24. Pengembangan desain alternatif 4, yang akhirnya dipilih menjadi Batik ITS

7.3. Desain Batik Simbolik Isu Strategis, Contoh: Batik Transportasi Kereta api

Indrojarwo (2008) juga telah melakukan penelitian dalam rangka merancang desain motif batik untuk interior kereta api yang luaran utamanya akan diterapkan pada seat cover. Dalam penelitian tersebut ditemukan kesimpulan, bahwa aspek-aspek transportasi perkerataapian dan pelayananya menjadi tujuan dan tema utama desain. Tema yang berhasil digali dalam penelitian yang dilakukan selama proses desain adalah keunggulan-keunggulan kereta api Indonesia, dalam hal ini PTKAI, yaitu: kecepatan, ketepatan, kebersihan dan keramahtamahan.

Tema tersebut ditemukan melalui metode studi kepustakaan, deep interview dan focus group. Studi kepustakaan bersumber pada visi, misi dan strategi PT KAI, referensi tentang pelayanan kereta api di luar negeri, referensi tentang manajemen

Page 21: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

layanan (service management dan service excellent) dan referensi tentang perkembangan batik Indonesia. Deep interview dilakukan dengan staf direksi (sebagai top level management) dan petugas lapangan PT KAI (sebagai direct officer to consumer). Sedangkan focus group dilakukan dengan pakar transportasi kereta api, beberapa konsumen kereta api, pemasang iklan pada kereta api dan vendor elemen interior kereta api.

Hasil penelitian ini adalah stilasi siluet rangkaian kereta api bolak-balik (sebagai gambaran kecepatan dan ketepatan yang kontinyu melakukan pelayanan) yang digrafiskan dalamsatu tarikan garis ekspresif (sebagai gambaran kebersahajaan dalam melkukan pelayanan). Gambar tersebut kemudian ditata secara diagonal sehingga memebentuk patra geometris yang dinamis dari komposisi garis lurus yang membentuk sudut lancip dan satu garis lengkung. Patra geometris ini merepresentasikan kesederhanaan yang menghindarkan kerumitan, sehingga diharapkan mampu mewakili selera dan kebutuhan secara publik.

Komposisi grafis tersebut kemudian diterapkan pada latar belakang warna yang mewakili tiga identitas: 1) warna yang mereprersentasikan kebersihan, 2) warna indentitas korporat PT KAI dan 3) warna identitas jenis/kelas kereta api. Kriteria desain tersebut dikembangkan secara visual dan menghasilkan beberapa alternatif desain dan desain yang akhirnya dipilih (final design), sebagai berikut:

Gambar 25. Desain Batik Kereta Api: sketsa awal dan pengembangan alternatif nuansa warna hijau dan biru

8. PEMBAHASAN DAN REKOMENDASI: PELUANG PENGEMBANGAN KONSEP DAN DESAIN BATIK BARU

8.1. Dari riset yang telah dilakukan ditemukan bahwa hipotesis sebagian besar dapat dibuktikan kebenarannya, yang secara ringkas dapat dirangkum baghwa desain batik Indonesia yang ada dan berkembang hingga saat ini pada umumnya: a. Bergaya feminin. b. Berkomposisi gambar yang cenderung rumit dan ramai.

Page 22: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

c. Belum banyak menyentuh konteks kekinian. d. kurang sesuai untuk selera dan segmentasi remaja, anak-anak dan bayi. e. Perkembangan desain harafiah lebih pesat dan bebas dibandingkan

perkembangan desain simbolk yang masih berkutat pada modifikasi dari desain-desain batik kuno.

8.2. Bentuk desain (design outcome) dari desain batik yang diangkat dari desain batik kuno/warisan, dilakukan melalui metode: a. Perubahan komposisi dan nuansa warna. b. Perubahan skala unsur-unsur desain, dengan memperbesar atau

memperkecil. c. Penggabungan beberapa jenis desain motif d. Perubahan struktur desain, baik dalam arah maupun tata letak (lay-out) e. Penambahan unsur-unsur desain baru untuk mengisi patra kuno yang sudah

populer

8.3. Konsep design (design concept) dari desain-desain batik berkembang sampai saat ini masih menggunakan konsep lama dalam mengeksplorasi dan mengekploitasi bentuk, melalui dua metode pendekatan, yaitu:

a. Metode stilasi harafiah, yaitu metode penggambaran obyek(potensi alam flora (tumbuh-tumbuhan), fauna (binatang), sosok manusia dan benda-benda lain) yang ada si sekitar desainer secara dua dimensi dengan cara pengambilan karakter/cirikhas bentuk benda asli yang kemudian disederhanakan atau diubah secara grafis tanpa menghilangkan karakter asli.

b. Metode visualisasi simbolik yang berangkat dari suatu pesan, visi atau misi tertentu yang tidak kasat mata/intangible, kemudian diidentifikasi dan dikaitkan dengan simbol-simbol visual yang mampu mewakili. Hasil desain simbolik tidak secara langsung dapat dijelaskan makna yang terkandung di dalamnya dan biasanya mengandung filosofi yang sangat mendalam, sehingga secara visual mempunyai nilai estetika yang lebih tinggi dan universal. Contoh kategori desain motif simbolik sebagian besar dapat dilihat pada Batik Kraton, seperti: patra-patra ceplok atau kawung, lerang atau parang, nitik, Satrio Manah, Sido Luhur, dll.

Mengacu pada temuan-temuan tersebut, potensi yang dapat diangkat sebagai tema desain batik sangat beragam karena banyak artefak kekinian yang dikembangkan menjadi ide. Sebagai rekomendasi dari hasil riset, butir-butir berikut ini mengetengahkan beberapa ide desain batik baru yang dapat dikembangkan.

8.4. Desain Batik Tematis yang Terkait dengan Isu-isu Strategis Nasional

Desain batik dapat dikembangkan dari isu global dan isu strategis yang kemudian digali dan dikembangkan aspek-aspek simboliknya secara visual. Beberapa tema global atau isu strategis Nasioanal terkini, sebagai contoh adalah definisi Depdiknas tentang bidang-bidang riset strategis Nasional, diantaranya:

a. Ketahanan pangan dan pertanian b. Pemberdayaan energi baru dan terbarukan c. Pengentasan kemiskinan d. Kepedulian lingkungan e. Kesehatan, kedokteran dan obat-obatan f. Industri strategis: pertahanan, transportasi dan manufaktur g. Industri kreatif h. Otonomi daerah i. Peningkatan sumberdaya manusia j. Teknologi informasi dan komunikasi

Page 23: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

Isu-isu strategis Nasional tersebut di atas dapat diaplikasikan pada riset dan desain batik, sebagai contoh:

a. Desain batik yang menggambarkan tema telekomunikasi, yang sangat diperlukan terutama untuk institusi yang bergerak dalam bidang telekomunikasi yang sangat besar jumlahnya.

b. Desain batik yang menggambarkan tema transportasi, misalnya transportasi udara, trnasportasi laut, perkereta-apian, prasarana transportasi (jalan, jembatan, bandara, pelabuhan), otomotif dan sepeda.Institusi yang bergerak dalam beberapa jenis transportasi tersebut kemungkinan besar sangat membutuhkan desain batik untuk keperluan pembangunan identitasnya.

c. Desain batik yang menggambarkan tema pertahanan, misalnya semangat bela Negara, semangat mempertahankan persatuan bangsa, kemajuan teknologi dan persenjataan pertahanan.Tema-tema tersebut yang sangat diperlukan terutama untuk institusi ABRI (Angkatan Darat, Laut, Udara) dan Kepolisian.

d. Desain batik yang menggambarkan tema kesehatan, yang sangat diperlukan terutama untuk institusi yang bergerak dalam bidang kesehatan, kedokteran, farmasi yang sangat besar jumlahnya.

e. Contoh-contoh pengembangan tema yang dapat dijadikan tema desain batik tersebut dapat pula dikembangkan untuk pasar bebas yang bertujuan menggaet konsumen yang peduli dengan masalah-nasalah global yang ada

8.5. Desain Batik yang Mempertimbangkan Segmentasi Konsumen

Desain batik dapat dikembangkan dari karakter dan selera segmentasi konsumen. Beberapa segmen konsumen yang secara volume sangat besar sehingga sangat potensial untuk dikembangkan menjadi trendsetter, yaitu:

a. Desain batik untuk segmen remaja

Segmentasi remaja merupakan pasar yang amat potensial dari aspek kuantitas maupun kecepatan penyebaran trend. Secara manajemen marketing, segmen ini harus digarap sangat serius, karena trend yang berkembang di kalangan pasar remaja akan menjadi trendsetter secara universal baik pada segman dewasa, maupun segmen anak-anak. Beberapa desain batik yang sesuai untuk remaja memiliki cirikhas: • Tidak formal (casual) • Gaya desain gambar yang dinamis dan selalu mengikuti jaman dan

perkembangan trend fshion. • Beberapa contohmisalnya: batik bergaya desain Pop-Art, Psychedelic • Beberapa contoh tema yang sesuai dengan segmentasi remaja: • Tema entertainment: music, film, karakter animasi, game, komik • Tema anti drug dan HIV-AIDS • Tema kreativitas

b. Desain batik untuk segmen anak-anak dan bayi

Segmentasi anak-anak dan bayi merupakan pasar yang juga sangat potensial yang dapat mempengaruhi orang tua untuk mengambil keputusan pembelian. Secara manajemen marketing, segmen ini harus juga digarap serius, karena dapat menjadi media introduksi desain batik secara dini dan sekaligus menjadi media edukasi tentang desain batik dan perkembangannya. Beberapa karakter desain batik yang sesuai untuk anak-anak dan bayi, yaitu: • Lucu, dalam konteks anak-anak. • Amat berwarna (colorful) dan berani (out of the box). • Ceria, bersemangat dan jujur.

Page 24: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

• Heroik dan utopian.

Beberapa contoh desain dalam konteks masa kini yang memenuhi beberapa kriteria di atas, diantaranya: • Desain dengan unsur dari karakter tokoh komik, film atau animasi • Desain dengan unsur mekanik, misalnya: robot, pesawat, angkasa luar

(space-psychedelic) dan otomotif. • Desain dengan unsur lucu, lembut dan bentuk-bentuk organik.

c. Desain batik berkarakter maskulin

Sebagian besar desain batik yang ada bersifat feminine, karena didominasi oleh unsur lengkung dan gambar tumbuhan dan bunga. Dalam beberapa riset tentang selera dan trend desain untuk segmen pria (maskulin), didefinisikan, sebagai beriut: • Menyukai patra yang geometris. • Menyukai garis dan gambar yang tegas. • Menghindari komposisi warna dengan saturasi tinggi dan lebih menyukai

komposisi warna yang senada bahkan monochrome. • Menghindari stilasi gambar yang harafiah, terutama unsur-unsur gambar

tumbuhan dan bunga dan lebih menyukai stilasi gambar yang mengandung efe-efek visual tertentu.

8.6. Desain Batik Minimalis

Desain batik yang dapat dikembangkan dari selera desain yang tidak menginginkan representasi desain yang rumit dan ramai, melainkan desain yang halus dan cenderung sederhana agar mudah disesuaikan dengan padanan pakaian dan asesoris lain. Selera pasar ini cukup terbuka untuk:

• Pasar Eropa terutama pria, yang cenderung menyukai desain dengan perbedaan warna dan gambar yang halus dan tidak rumit

• Pasar Jepang terutama pria, yang cenderung menyukai desain dengan komposisi warna tidak mencolok (bahkan cenderung monochrome) dan detail gambar gambar tidak rumit

• Pasar pria kota pekerja muda (excekutive labor), yang terbiasa dengan warna lembut dan polos seperti jas, jaket, baju polos.

Beberapa formula desain yang dapat dikembangkan untuk jenis desain batik minimalis ini diantaranya:

• Desain batik dengan simplifikasi gambar, mengurangi unsur-unsur gambar yang tidak menyatu (unite), mengurangi detail dan menyamakan unsur garis.

• Desain batik simplifikasi nada warna, misalnya batik dengan latar hitam, diberi gambar yang berupa garis-garis dan titik-titik dari unsure warna abu-abu.

• Desain batik yang mengindari unsure blok warna yang cukup luas dan lebih mengandalkan desain bentukan dari garis-garis dan titik-titik.

8.7. Metoda desain batik baru secara simbolik

Metode desain umum untuk pembuatan desain batik dengan cara penggambaran secara simbolik dapat didefinisikan dengan tahapan secara berturut-turut: a. Pencarian simbol yang representatif dan universal melalui riset visual. b. Pembuatan stilasi simbol-simbol terpilih disesuaikan dengan karakter gambar

desain batik, yaitu unsure garis dan titik. c. Pembuatan desain isen-isen yang seusai dengan karakter symbol. d. Pembuatan komposisi desain akhir batik, disesuaikan dengan metode

produksi: batik tulis, batik cap, kombinasi atai batik pronting.

Page 25: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

8.8. Contoh aplikasi metode desain batik secara simbolik

Beberapa contoh aplikasi metode desain batik simbolisasi (dari butir 8.7) dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Simbol universal tentang kreativitas di bawah ini yang dapat dikembangkan untuk desain batik dengan tema industri kreatif.

Gambar 26. Beberapa contoh simbol kreativitas yang dapat dijadikan acuan untuk pengembangan desain batik bertema industri kreatif

b. Simbol universal tentang telekomunikasi, transportasi dan teknologi informasi-komunikasi (TIK) di bawah ini dapat dikembangkan untuk desain batik dengan tema industri strategis telekomunikasi, transportasi dan TIK.

Gambar 27. Beberapa contoh simbol telekomunikasi, transportasi dan teknologi

informasi-komunikasi (TIK) yang dapat dijadikan acuan untunk pengembangan desain batik bertema industri strategis bidang telekomunikasi, transportasi dan TIK

9. KESIMPULAN 9.1. Sebagai warisan budaya, batik merupakan tanggung jawab setiap generasi untuk

terus mengembangkan agar menjadi keunggulan bangsa.Peluang untuk mengembangkan desain motif batik, dewasa ini sangatlah luas. Hal ini dapat dibuktikan dari perubahan-perubahan yang yang selalu hadir di setiap jaman. Doelah (2008) dan beberapa pakar batik menyatakan bahwa desain batik pada dasarnya dibuat berdasarkan kreativitas desainer yang dipengarui oleh konten

Page 26: 3232-baroto-prodes-Developing New Batik Design

dan konteks jaman dan lingkungan sekitar pada waktu sebuah desain dibuat.Oleh karena itu, desain batik sesungguhnya selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu dan berbeda dari suatu tempat dengan tempat lainnya.

9.2. Desain batik yang dikembangkan dari temuan dalam tulisan ini secara garis besar dapat diwujudkan dengan dua metode penggambaran: a. Penggambaran stilasi harafiah, yaitu visualisasi tema secara langsung dari

obyek yang mewakili dan dikembangkan secara stilasi grafis yang sesuai. b. Penggambaran visualisasi simbolik, yaitu visualisasi tema yang tidak

digambar secara langsung dari obyeknya melainkan melaui perwakilan dari simbol-simbol visual yang sudah konvensi universal.

9.3. Desain Batik Fractal merupakan metode desain temuan baru yang sangat potensial dan fleksibel untuk dapat mewujudkan desain-desain batik baru yang ditemukan dalam riset dan tulisan ini.

9.4. Perkembangan desain batik baru sangat tergantung pada kreativitas desainer dalam melihat peluang dan mengaitkannya dengan tema dengan isu-isu terkini serta membuat simbolisasi dan gaya desainif yang representat.

9.5. Hasil-hasil temuan dari tulisan ini dapat dipakai sebagai salah satu bentuk kontribusi dalam mengembangkan desain-desain batik baru yang dapat dijadikan inspirasi oleh para desainer, pengrajin batik, pengusaha atau siapapun yang peduli dengan perkembangan desain batik untuk memperkuat positioning batik debagai salah satu industri kreatif Nasional. Riset dan tulisan ini juga menemukan berbagai peluang pengembangan desain dan pengembangan pasar yang dapat mendukung perkembangan sekaligus pelestarian batik Indonesia.

DAFTAR ACUAN Bishop, Kal (2004). Creativity Theory. Managing Creativity. London. Boden, Margaret A. (1994). Précis of the Creative Mind: Myths and Mechanisms.

Behavioural and Brain Sciences. Denzin, Norman K., Yvonna S. Lincoln (2009), Handbook of Qualitative Research,

California, Sage Publication, Pvt. Ltd. Doellah, Santosa (2008), Batik, Pengaruh Zaman dan Lingkungan, Solo, Danar Hadi

Press. Doelah, Santosa (1980), Desain Batik Utama, Solo, Danar Hadi Press. Indrojarwo, Baroto T. (2008), Desain Batik ITS, Surabaya, ITS. Tirta, Iwan (1996), Batik, A Play of Light and Shades, Jakarta, Gaya Favorit Press. Tirta, Iwan (2008), Batik, Sebuah Lakon, Jakarta, Gaya Favorit Press. Atmojo, Heriyanto Timbol P., D. Eka (2008), Batik Tulis Tradisional Kauman, Solo :

Pesona Budaya nan Eksotik, Solo, Tiga Serangkai. Asikin,Saroni (2008), Ungkapan Batik di Semarang: Motif Batik Semarang 16,

Semarang, Citra Prima Nusantara. Hasanudin, (2001), Batik Pesisiran; Melacak Pengaruh Etos Dagang Santri pada

Ragam Hias Batik, Bandung, Kiblat Buku Utama.