Upload
truongxuyen
View
231
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
21
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juni 2009 sampai November 2010,
bertempat di Laboratorium bagian Preparasi Bahan Baku Hasil Perairan,
Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Penelitian Kimia Organik
Departemen Kimia FMIPA IPB. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor. PUSLABFOR BARESKRIM POLRI
Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, alat-alat gelas,
alat ekstraksi dan uji kimia antara lain : rotari evaporator Buchi Rotavapor R-205,
spektrofotometer UV-VIS Hitachi U-2800, Kromatografi Lapis Tipis silika gel 60
F 254, AAS Shimazu-7000, HPLC Varian 940-LC, GC-MS AGILENT
TECHNOLOGIES.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa lintah laut. Bahan
ekstraksi terdiri atas: kloroform, etil asetat dan etanol. Bahan analisis proksimat
antara lain: tablet kjeltab, natrium hidroksida, asam borat, larutan bromocresol
green 0,1%, larutan metil merah 0,1%, alkohol 96%, asam klorida 0,02 N dan
akuades digunakan untuk analisis protein. Asam klorida 6 N, metanol, natrium
asetat, trietilamin, pikoitosianat, asetonitril 60% dan buffer fosfat 0,1 M
digunakan untuk analisa asam amino. Asam klorida 1 N, asam nitrat, asam sulfat,
asam perklorat, molibdat-vanadat, digunakan untuk analisis mineral. Bahan untuk
analisis logam berat, seperti merkuri klorida, batu didih, vanadium pentaoksida.
Bahan analisis asam lemak berupa natrium hidroksida, metanol, natrium klorida
dan heksana. Bahan untuk uji antioksidan berupa DPPH (1,1-difenil-2-
pikrilhidrazil) dan BHT (Butylated Hydroxytoluena).
22
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap, yaitu pengambilan dan
preparasi sampel, ekstraksi senyawa bioaktif dari lintah laut, fraksinasi senyawa
bioaktif, dan identifikasi senyawa bioaktif.
3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel
Tahap pertama penelitian ini dimulai dari pengambilan dan preparasi
sampel serta persiapan bahan dan alat untuk pengujian kandungan gizi dan
ekstraksi senyawa aktif. Sampel diambil dari pantai dan mangrove dengan tipe
sedimen berlumpur di daerah Pamekasan Madura. Lintah laut diambil ketika
kondisi air laut mulai surut. Setelah terkumpul, lintah laut dicuci dengan air laut
untuk membersihkan dari kotoran lumpur, kemudian dikeluarkan isi perutnya
dengan cara membelahnya secara melintang dari oral menuju aboral. Lintah laut
dicuci kembali sampai bersih dengan air mengalir, kemudian dikeringkan sekitar
3-4 hari dengan sinar matahari. Setelah kering lintah laut dihaluskan dengan
mortal dan blender.
Penanganan sampel segar dilakukan dengan membawa lintah laut dalam
keadaan hidup yang sudah dicuci dengan air laut, kemudian dibungkus dengan
kain basah dan dimasukkan ke dalam wadah. Melalui cara ini, lintah laut bisa
bertahan hidup sampai 5-7 hari.
Analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah: analisis rendemen
(Hustiany 2005), analisis proksimat meliputi: kadar air, kadar abu, kadar protein,
kadar lemak dan karbohidrat (AOAC 2005), analisis asam amino (AACC 1994),
analisis asam lemak (AACC 1983), analisis mineral dan logam berat (SNI 01-
2896-1998).
3.3.2 Ekstraksi lintah laut kering
Ekstraksi lintah laut dilakukan dengan fraksinasi bertingkat dengan
berbagai perbedaan kepolaran pelarut. Bubuk lintah yang dihasilkan ditimbang
sebanyak 50 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar dan ditambahkan
dengan 100 ml kloroform. Campuran dikocok dengan bantuan shaker selama
24 jam kemudian disaring. Fraksinasi menggunakan pelarut kloroform dilakukan
3 kali atau sampai larutan berwarna jernih. Hasil penyaringan ditampung dalam
23
labu dan dievaporasi sampai pekat. Fraksi ini merupakan fraksi dengan tingkat
kepolaran rendah.
Gambar 4 Bagan kerja ekstraksi lintah laut (Discodoris sp.) (Sherif et al. 2008 dengan beberapa modifikasi)
Residu dari fraksinasi kloroform kemudian dilarutkan dengan pelarut etil
asetat. Residu hasil fraksinasi dengan kloroform ditambahkan dengan 100 ml
pelarut etil asetat. Selanjutnya campuran dikocok dengan shaker selama 24 jam
dan kemudian disaring. Fraksinasi dengan pelarut etil asetat dilakukan sebanyak
3 kali atau hingga larutan menjadi jernih. Hasil penyaringan ditampung dalam
Tepung lintah laut 50 g
Maserasi dengan kloroform 100 ml, 24 jam, suhu ruang
Penyaringan
Filtrat
Evaporasi
Ekstrak Kloroform
Residu
Penyaringan
Filtrat
Evaporasi
Ekstrak Etil
asetat
Maserasi dengan etil asetat 100 ml, 24 jam, suhu ruang
Residu
Penyaringan
Filtrat
Evaporasi
Ekstrak Etanol
Maserasi dengan etanol 100 ml, 24 jam, suhu ruang
Residu
24
labu dan dievaporasi sampai pekat. Fraksi ini merupakan fraksi dengan tingkat
kepolaran sedang.
Fraksinasi terakhir menggunakan pelarut etanol. Residu hasil fraksinansi
dengan etil asetat ditambahkan dengan pelarut etanol sebanyak 100 ml.
Campuran dikocok dengan shaker selama 24 jam dan kemudian disaring.
Fraksinasi dengan pelarut etanol dilakukan sebanyak 3 kali atau hingga larutan
menjadi jernih. Hasil penyaringan ditampung dalam labu dan dievaporasi sampai
pekat. Fraksi ini merupakan fraksi dengan tingkat kepolaran tinggi.
Larutan hasil fraksinasi bertingkat tersebut dikeringkan dengan evaporator
pada suhu 40 0C. Fraksi-fraksi yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan
freezedryer. Kandungan zat aktif pada masing-masing fraksi dihitung bobotnya.
Prosedur lengkap dari proses ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4. Analisis
yang dilakukan pada tahap ekstraksi ini meliputi: analisis rendemen, analisis
fitokimia (Departemen Kesehatan RI 1995), dan analisis antioksidan (Blois 1958
diacu dalam Hanani et al. 2005).
3.3.3 Fraksinasi lanjutan
Fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik kemudian dipisahkan
dengan kromatografi lapis tipis. Fase diam yang digunakan adalah silika gel 60
F254.
Pelaksanaan kromatografi preparatif dilakukan dengan mencari pelarut
terbaik terlebih dahulu menggunakan kromatografi lapis tipis. Eluen yang
digunakan yaitu heksan, kloroform, etil asetat, metanol dan etanol. Pencarian
eluen terbaik dimulai dengan menggunakan eluen tunggal sampai dengan eluen
campuran atau perbandingan.
Sebanyak 5 ml eluen dimasukkan ke dalam chamber dan ditutup,
kemudian dibiarkan beberapa menit sampai larutan menjadi jenuh. Ekstrak kasar
yang terpilih dilarutkan dalam pelarutnya, kemudian ditotolkan pada garis bagian
bawah yang ditandai pada plat kromatografi lapis tipis dengan menggunakan pipa
kapiler dan dikeringkan beberapa menit. Kemudian dimasukkan ke dalam
chamber dengan posisi agak tegak, sampel yang ditotolkan berada pada bagian
bawah dan diusahakan tidak terendam oleh eluen. Kemudian chamber ditutup
dan ditunggu sampai sampel terbawa eluen pada batas atas. Plat kromatografi
25
lapis tipis dikeluarkan dan dikeringkan. Selanjutnya plat dilihat hasilnya dengan
menggunakan sinar UV 254 nm.
Setelah ditemukan eluen terbaik, dilanjutkan dengan kromatografi
preparatif. Prosedur yang dilakukan hampir sama dengan KLT namun dengan
ukuran yang lebih besar. Pembuatan preparat dengan menggunakan silika gel 60
F 254 yang dipasang pada lempeng kaca dengan ukuran 20x20 cm. Eluen terbaik
yang diperoleh disiapkan sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam chamber.
Larutan sampel ditotolkan pada plat KLT dan dimasukkan ke dalam chamber,
setelah dilihat hasilnya dengan sinar UV 254 nm, kemudian setiap fraksi atau
masing-masing Rf (Retardation factor) yang dihasilkan dikerok dan dikumpulkan.
Hasil pengerokan dilarutkan dengan pelarut yang sama dengan sampel terpilih.
Pada fraksi atau Rf yang diperoleh dicek dengan kromatografi lapis tipis (KLT).
Jika pada lempeng KLT masing-masing fraksi hanya terdapat 1 bercak, maka
dimungkinkan pemisahan sudah hampir sempurna dan diharapkan diperoleh
senyawa tunggal.
Analisis yang dilakukan pada masing-masing fraksi (Rf) yang diperoleh
yaitu analisis antioksidan dengan metode DPPH menurut Blois (1958) diacu
dalam Hanani et al. (2005).
3.3.4 Identifikasi senyawa aktif
Fraksi terpilih dengan nilai aktivitas antioksidan terbaik dilanjutkan
dengan melihat komponen senyawa yang terdapat di dalamnya yaitu
menggunakan GC-MS. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa dilakukan untuk
mendapatkan bobot molekul dan pola fragmentasi dari senyawa murni tersebut.
Kondisi operasi dari GC-MS disajikan pada Tabel 2.
Analisis yang dilakukan pada tahap identifikasi senyawa aktif ini yaitu
memilih senyawa yang memiliki puncak tinggi dan dicocokkan dengan senyawa
yang ada pada library GC-MS dengan kemiripan >90%.
3.4 Analisis
3.4.1 Rendemen (Hustiany 2005)
Rendemen adalah persentase bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan.
Lintah laut utuh ditimbang beratnya baik sebelum maupun sesudah diambil
26
jeroannya, kemudian dijemur menggunakan panas matahari. Daging dan jeroan
lintah laut yang telah kering ditimbang kembali untuk mengetahui penurunan
berat setelah dikeringkan. Rendemen merupakan persentase perbandingan antara
bagian yang digunakan dengan berat utuh lintah laut segar.
%% 100x(gram)laut lintah utuh Berat
(gram)digunakan yangbagian Berat Rendemen =
Tabel 2 Kondisi dan spesifikasi operasi alat GC-MS
3.4.2 Analisis proksimat (AOAC 2005)
Analisis proksimat yang dilakukan meliputi uji kadar air dan abu dengan
metode oven, uji kadar lemak menggunakan metode sokhlet, dan uji kadar protein
menggunakan metode kjedahl.
(1) Analisis kadar air (AOAC 2005)
Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven.
Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam sampel.
Kemudian sampel ditimbang sampai didapat bobot konstan yang diasumsikan
Kondisi GC Spesifikasi dan program pengaturan
Tipe kolom Agilent 19091J-433, tipe HP-5, 0,25 mm x 30 m x 0,25 µm Diameter 250 µm Suhu maksimum 350 0C Film thickness: 0,25 µm Model aliran: konstan Kecepatan aliran: 1 mL/menit
Instrumen GC-MS Agilent 19091J-433 Gas pembawa: helium
Injektor Pompa sampel: 6 Volume: 1 µl Ukuran Springe: 10 µl
Inlet
Mode split Suhu 270 0C Kecepatan split: 19,8 ml/menit Total aliran: 23,8 ml/menit Gas: helium Tekanan: 8,67 psi
Oven
Suhu awal 70 0C Suhu akhir 70 0C Suhu maksimum 330 0C Waktu operasi 34,67 menit
27
semua air yang terkandung dalam sampel sudah diuapkan. Selisih bobot sebelum
dan sesudah pengeringan merupakan banyaknya air yang diuapkan.
Prosedur analisis kadar air sebagai berikut: cawan yang akan digunakan
dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105 0C, kemudian
didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A).
Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B)
kemudian dioven pada suhu 100-105 0C selama 6 jam lalu didinginkan dalam
desikator selama 30 menit dan ditimbang (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai
bobot yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus:
%% 100xABCBairKadar
−−
=
(2) Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode oven. Prinsipnya
adalah pembakaran atau pengabuan bahan-bahan organik yang diuraikan menjadi
air (H2O) dan karbondioksida (CO2) tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat
anorganik ini disebut abu.
Prosedur analisis kadar abu sebagai berikut: cawan yang akan digunakan
dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105 0C, kemudian
didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A).
Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B)
kemudian dibakar di atas nyala pembakar sampai tidak berasap dan dilanjutkan
dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu 550-600 0C sampai pengabuan
sempurna. Sampel yang sudah diabukan didinginkan dalam desikator dan
ditimbang (C). Tahap pembakaran dalam tanur diulangi sampai didapat bobot
yang konstan. Kadar abu dihitung dengan rumus:
%% 100xABACabuKadar
−−
=
(3) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode sokhlet. Prinsipnya adalah
lemak yang terdapat dalam sampel diekstrak dengan menggunakan pelarut lemak
non polar.
28
Prosedur analisis kadar lemak sebagai berikut: labu lemak yang akan
digunakan dioven selama 30 menit pada suhu 100-105 0C, kemudian didinginkan
dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel
ditimbang sebanyak 2 gram (B) lalu dibungkus dengan kertas saring, ditutup
dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet yang
telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah dioven dan diketahui bobotnya.
Pelarut heksan atau pelarut lemak lain dituangkan sampai sampel terendam dan
dilakukan refluks atau ektraksi lemak selama 5-6 jam atau sampai palarut lemak
yang turun ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut lemak yang telah digunakan,
disuling dan ditampung setelah itu ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak
dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105 0C selama 1 jam, lalu labu lemak
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pengeringan labu lemak
diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan
rumus:
%% 100xB
AClemakKadar −=
(4) Analisis kadar protein (AOAC 2005)
Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl. Prinsipnya
adalah oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia
oleh asam sulfat, selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk
amonium sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dan larutan dijadikan
basa dengan NaOH. Amonia yang diuapkan akan diikat dengan asam borat.
Nitrogen yang terkandung dalam larutan ditentukan jumlahnya dengan titrasi
menggunakan larutan baku asam.
Prosedur analisis kadar protein sebagai berikut: sampel ditimbang
sebanyak 0,1-0,5 g, dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml, ditambahkan
dengan 1/4 buah tablet kjeltab, kemudian didekstruksi (pemanasan dalam keadaan
mendidih) sampai larutan menjadi hijau jernih dan SO2 hilang. Larutan dibiarkan
dingin dan dipindahkan ke labu 50 ml dan diencerkan dengan akuades sampai
tanda tera, dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan dengan 5-10 ml
NaOH 30-33% dan dilakukan destilasi. Destilat ditampung dalam larutan 10 ml
asam borat 3% dan beberapa tetes indikator (larutan bromcresol green 0,1% dan
29
larutan metil merah 0,1% dalam alkohol 95% secara terpisah dan dicampurkan
antara 10 ml bromcresol green dengan 2 ml metil merah) kemudian dititrasi
dengan larutan HCl 0,02 N sampai larutan berubah warnanya menjadi merah
muda. Kadar protein dihitung dengan rumus:
%,% 100xD
100 x 00714 x C x A)B(nitrogenKadar −=
FKxnitrogenkadar proteinKadar %% =
Keterangan: A = volume HCl untuk titrasi blanko B = volume HCl untuk titasi sampel (ml) C = normalitas HCl yang digunakan (0,02374 N) D = bobot sampel (mg) FK = faktor konversi (6,25 untuk produk perikanan)
3.4.3 Analisis asam amino (AACC 1994)
Komposisi asam amino ditentukan dengan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Sebelum digunakan, perangkat HPLC harus dibilas
dulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Begitu pula dengan
syringe yang akan digunakan juga harus dibilas dengan akuades. Analisis asam
amino menggunakan HPLC terdiri atas 4 tahap, yaitu (1) tahap pembuatan
hidrolisat protein; (2) tahap pengeringan; (3) tahap derivatisasi; dan (4) tahap
injeksi serta analisis asam amino.
(1) Tahap pembuatan hidrolisat protein
Tahap preparasi sampel adalah pembuatan hidrolisat protein. Prosedurnya
sebagai berikut: sampel ditimbang sebanyak 0,2 gram dan dihancurkan. Sampel
yang telah hancur ditambahkan dengan HCl 6 N sebanyak 5-10 ml, kemudian
dipanaskan dalam oven pada suhu 100 0C selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk
menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu
kromatogram yang dihasilkan, selain itu pemanasan dilakukan untuk
mempercepat reaksi hidrolisis. Setelah pemanasan selesai, hidrolisat protein
disaring dengan milipore berukuran 45 mikron.
(2) Tahap pengeringan
Hasil saringan diambil sebanyak 30 µl larutan pengering. Larutan
pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium asetat, dan trietilamim
dengan perbandingan 2:2:1. Setelah ditambahkan dengan larutan pengering,
30
dilakukan pengeringan dengan gas nitrogen untuk mempercepat pengeringan dan
mencegah oksidasi.
(3) Tahap derivatisasi
Larutan derivatisasi sebanyak 30 µl ditambahkan pada hasil pengeringan.
Larutan derivatisasi dibuat dari campuran antara larutan metanol, pikoiotisianat,
dan trietilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar
detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Selanjutnya
dilakukan pegenceran dengan cara menambahkan 10 ml asetonitil 60% atau buffer
fosfat 0,1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran disaring kembali
menggunakan milipore berukuran 0,45 mikron.
(4) Injeksi ke HPLC
Hasil saringan diambil sebanyak 20 µl untuk diinjeksikan ke dalam HPLC.
Penghitungan konsentrasi asam amino dilakukan dengan cara membandingkan
kromatogram sampel dengan standar, pembuatan kromatogram standar
menggunakan asam amino yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel.
Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino:
Temperatur : 27 0C (suhu ruang)
Jenis kolom : pico tag 3,9 m x 150 µm
Kecepatan alir eluen : 1 ml/menit
Tekanan : 3000 psi
Fasa gerak : - Asetoniril 60%
- Buffer fosfat 0,1 M
Detektor : UV
Panjang gelombang : 256 nm
Derivatisasi : pre-column derivatization
Tipe injeksi : on column injection tanpa septum
Program : isokratik (kecepatan aliran eluen konstan)
Kandungan masing-masing asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus:
)g(sampelBobot 100xBMxFBxCx
standarareaLuassampelareaLuasaminoasamiKonsentras
µ=
31
Keterangan : C = konsentrasi standar asam amino (5 µg) FP = faktor pengenceran (10 ml) BM = bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol)
3.4.4 Analisis asam lemak (AACC 1983)
Analisis asam lemak dilakukan melalui tahap ekstraksi, derivatisai, injeksi
dan pembacaan sample melalui kromatogram. Pada tahap ekstraksi, sampel
dilarutkan dengan heksan. Terlebih dahulu diperoleh asam lemak dengan metode
sokhlet dan ditimbang sebanyak 0,02 g lemak dalam bentuk minyak.
Tahap derivatisasi dilakukan dengan cara menambahkan NaOH sebanyak
5 ml ke dalam metanol lalu dipanaskan selama 20 menit pada suhu 80 0C, setelah
itu larutan didinginkan. Larutan yang telah dingin ditambahkan sebanyak 5 ml
pada sampel. Sampel dipanaskan pada suhu 80 0C selama 20 menit, diangkat dan
didinginkan. Sampel ditambahkan 2 ml NaCl jenuh dan 5 ml heksan
dihomogenkan kemudian dipipet lapisan heksan dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi atau eppendorf. Sebanyak 2-5 µl sampel diinjeksikan ke dalam
kromatografi gas. Asam lemak yang ada dalam metil-ester akan diidentifikasi
oleh flame ionization detector dan respon yang ada akan tercatat melalui
kromatogram. Kondisi alat GC pada saat analisis adalah sebagai berikut:
Temperatur kolom : 200 0C
Temperatur initial : 150 0C
Temperatur final : 180 0C
Kecepatan alir : H2 = 2,5 Kgf/cm3 dan N2 = 50 Kgf/cm3
Batas tekanan : 3000 psi
Fase gerak : N2
Fase stasioner : serbuk diethyl glicol sukcinat (DEGS)
Detektor : flame ionization detector (FID) suhu 250 0C
Jenis kolom : pico tag 4 m x 5 mm
Kecepatan suhu : 5 0C/menit
Analisis kuantitatif asam lemak dapat dihitung dengan rumus:
100x pelarut) si(Konsentra100
sampel iKonsentrasmg/lemak)(lemak Asam−
=
32
3.4.5 Analisis mineral dan logam berat (SNI 01-2896-1998)
Mineral yang dianalisis pada sampel lintah laut (Discodoris sp.) meliputi:
kalsium, kalium, magnesium, besi, fosfor, selenium, seng, kadmium, merkuri dan
timbal yang dianalisis dengan metode spektrofotometer serapan atom.
(1) Analisis mineral kalsium, magnesium, kalium dan seng (SNI 01-2362-1991)
Prinsip penentuan kadar kalsium, magenesium, kalium dan seng adalah
dengan proses pelarutan sampel dengan asam klorida, kemudian diukur
absorbansinya dengan AAS.
Prosedur analisis kadar mineral kalsium adalah sebagai berikut: sampel
yang telah kering ditimbang sebanyak 1-2 g, kemudian dihancurkan dan
dimasukkan ke dalam gelas beaker 100 ml yang telah dibilas dengan HCl 1 N.
Sampel ditambahkan dengan 25 ml HCl 1 N dan disimpan selama 24 jam. Setelah
penyimpanan, sampel dikocok dengan shaker dan disaring dengan kertas
whatman no 1.
Ekstrak sampel dipipet sebanyak 1 ml, ditambahkan 2 ml larutan
lantanium oksida dan ditambahkan HCl 1 N sampai volume menjadi 10 ml,
kemudian ditera dengan penambahan akuades sampai volume menjadi 50 ml.
Larutan diukur absorbansinya dengan AAS masing-masing pada panjang
gelombang 422,7 nm untuk kalsium, 285,2 untuk magnesium, 766,5 nm untuk
kalium dan 213,9 nm untuk seng.
(2) Analisis mineral besi (SNI 01-2896-1998) Prinsip penentuan kadar besi adalah proses pelarutan bahan dengan larutan
asam campur terdiri dari asam nitrat, asam sulfat, dan asam perklorat, kemudian
dilanjutkan dengan proses pemanasan.
Prosedur analisis mineral besi adalah sebagai berikut: sampel yang telah
kering ditimbang sebanyak 1-2 gram kemudian dihancurkan. Larutan asam
campuran disiapkan yang dibuat dari HNO3, H2SO4, dan HClO4 dengan
perbandingan 5:1:2. Sampel yang telah hancur ditambah 10 ml larutan asam
campuran, kemudian dipanaskan di dalam ruang asam menggunakan api kecil
selama 2 jam. Kemudian api dibesarkan sampai larutan menjadi jernih dan
33
didinginkan. Larutan ditambahkan akuades sampai volume 50 ml dan disaring
dengan kertas saring pencucian asam whatman no 1.
Ekstrak dipipet sebanyak 10 ml, ditambahkan 1 ml hidrokuinon dan 1 ml
orto-phenatrolin kemudian ditambahkan sodium sitrat sampai pH 3,5. Larutan
diencerkan dengan akuades sampai volume 50 ml dan dipanaskan dalam water
bath selama 1 jam. Larutan deret standar diperlukan dengan pereaksi yang sama
dengan ekstrak sampel. Absorbansinya diukur dengan AAS pada panjang
gelombang 248,3 nm.
(3) Analisis mineral tembaga (SNI 01-2896-1998) Prinsip penentuan kadar tembaga adalah dengan proses pengabuan pada
suhu 450 0C dengan penambahan asam nitrat (HNO3). Prosedur analisisnya
sebagai berikut: sampel ditimbang sebanyak 25 g dalam gelas piala 250 ml yang
terlebih dahulu dicuci dengan HNO3 6 N. Sampel dikeringkan di dalam oven
pada suhu 110-125 0C selama 8-24 jam. Selanjutnya sampel dipindahkan ke
dalam tungku pada suhu 350 0C selama 1-2 jam untuk mencegah terjadinya proses
pembakaran cepat yang menyebabkan sampel dapat terhambur ke luar. Suhu
dinaikkan hingga 450 0C selama 12-24 jam. Apabila sampel abu belum putih
sempurna, maka ditambah 0,25-1 ml HNO3 pekat, kemudian diuapkan di atas hot
plate. Sampel dipanaskan kembali pada suhu 450 0C di dalam tungku selama
30-60 menit sampai abu benar-benar putih.
Abu dilarutkan dalam 2 ml HNO3 pekat, kemudian diencerkan dengan
akuades hingga 25 ml dan dididihkan di atas hot plate. Larutan disaring dengan
kertas saring no 42 yang terlebih dahulu dicuci dengan HNO3 10% dan akuades,
filtratnya ditampung dan diencerkan dengan akuades hingga 50 ml.
Absorbansinya diukur dengan AAS pada panjang gelombang 324,7 nm.
(4) Analisis mineral merkuri (SNI 01-2896-1998) Prinsip dari penentuan kadar merkuri mengikat sampel dengan campuran
H2SO4 dan HNO3 dan dioksidasi dengan H2O2. Merkuri yang teroksidasi
dikembalikan lagi ke valensi dasarnya melalui penambahan larutan pereduksi
dengan cara mereaksikan merkuri dengan SnCl2 dalam keadaan asam untuk
membentuk gas atomik merkuri. Merkuri dalam keadaan dasar ini diaerasikan ke
udara dan dibentuk dengan AAS tanpa nyala pada panjang gelombang 256,3 nm.
34
Prosedur analisisnya sebagai berikut: sampel yang telah dihomogenkan
ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam labu. Leher labu dibilas
dengan 5 ml akuades. Ditambahkan 20 buah batu didih, 10-20 mg V2O5, dan
20 ml H2SO4 dengan HNO3 dengan perbandingan 1:1. Labu dihubungkan dengan
kondensor dan digoyang-goyang hingga tercampur. Air dingin dialirkan melalui
kondensor selama pencampuran dilakukan, kemudian dipanaskan dengan api kecil
sampai mendidih (sekitar 6 menit) dan diakhiri dengan pemanasan kuat (api besar)
selama 10 menit. Selama reaksi berlangsung, labu terus digoyang-goyang. Alat
pemanas dimatikan dan kondensor dicuci dengan 15 ml akuades. Ditambahkan 2
tetes H2O2 melalui kondensor ke dalam labu dan dicuci dengan 15 ml akuades.
Larutan dalam labu didinginkan pada suhu kamar dengan cara menempatkan
dalam gelas yang berisi air. Labu diangkat dari kondensor dan leher labu dibilas
dengan akuades. Labu dibilas hati-hati dengan akuades kemudian ditera sampai
volume 50 ml.
Larutan blanko dan kurva standar disiapkan lalu ditambahkan 100 ml
larutan pengencer ke dalam masing-masing labu. Larutan pengencer dibuat
dengan cara sebanyak 50 ml HNO3 dan 67 ml H2SO4 dipipet ke dalam labu ukur
1000 ml yang berisi 300-500 ml akuades kemudian ditera sampai volume
1000 ml. Out put pompa diatur sampai mencapai kira-kira 2 liter udara/menit
dengan mengatur kecepatan pompa lalu ditambahkan 20 ml larutan pereduksi ke
dalam masing-masing labu. Larutan pereduksi dibuat dengan cara dipipet 50 ml
H2SO4 dan ditambahkan 300 ml akuades kemudian didinginkan pada suhu kamar.
Sebanyak 15 g NaCl, 25 g SnCl2, dan 15 g hidroksil aminasulfat ditimbang,
kemudian semua bahan dilarutkan dalam larutan H2SO4 sampai volume 500 ml.
Gas inlet adapter dihubungkan dan dilakukan aerasi selama 1 menit. Absorpsi
larutan blanko dan larutan standar dicatat lalu diplotkan dalam kurva.
Larutan sampel dipipet 25 ml dari labu, kemudian ditambahkan dengan
75 ml larutan pengencer. Out put pompa diatur sampai mencapai kira-kira 2 liter
udara/menit dengan mengatur kecepatan pompa lalu ditambahkan 20 ml larutan
pereduksi yang telah dibuat ke dalam larutan yang akan diperiksa. Gas inlet
adapter dihubungkan dan dilakukan aerasi selama 1 menit. Absorpsi larutan
sampel dicatat. Berdasarkan kurva tersebut dapat ditentukan konsentrasi merkuri
35
pasa sampel yang diperiksa. Bila didapat konsentrasi merkuri dalam sampel yang
diperiksa menyimpang dari kurva, maka dilakukan penentuan kembali dengan
memakai volume larutan standar yang lebih kecil. Kadar masing-masing mineral
dalam bahan dihitung dengan rumus:
x WSlopeVxAbsppm)(mineralKadar =
Keterangan : Abs : absorbansi yang terbaca pada AAS V : Volume pengenceran Slope : slope regrsi kurva dari masing-masing mineral W : bobot sampel (g)
3.4.6 Analisis fitokimia (Departemen Kesehatan RI 1995)
Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan komponen bioaktif yang
terdapat pada serbuk ekstrak kasar lintah laut. Analisis fitokimia yang dilakukan
terdiri dari alkaloid, steroid/triterpenoid, saponin, flavonoid, fenol hidrokuinon,
molisch, benedict, biuret, ninhidrin.
(1) Alkaloid Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N
kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi dragendorf, meyer
dan wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi meyer terbentuk
endapan putih kekuningan, dengan pereaksi wagner membentuk endapan coklat
dan dengan pereaksi dragendorf membentuk endapan merah sampai jingga.
Pereaksi meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 HgCl2 dengan 0,5 g
kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml
dalam labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna.
Pereaksi wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian
ditambahkan 2,5 g iodin dan 2 g kalium iodida, kemudian dilarutkan dan
diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini
berwarna coklat.
Pereaksi dragendorf dibuat dengan cara 0,8 g bismut subnitrat
ditambahkan dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur
dengan larutan yang dibuat dari 8 g kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum
36
digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran
20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi berwarna jingga.
(2) Steroid/triterpenoid Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi.
Anhidrida asetat sebanyak 10 tetes dan asam sulfat pekat sebanyak 3 tetes
ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Hasil uji positif sampel mengandung
steroid dan triterpenoid yaitu terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama
kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
(3) Saponin Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil
selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan
sampel mengandung saponin.
(4) Flavonoid Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil
alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume sama) dan
4 ml alkohol, kemudian campuran dikocok. Hasil uji positif sampel mengandung
flavonoid, yaitu terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil
alkohol.
(5) Fenol hidrokuinon Sebanyak 1 g sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang
dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3
5%. Hasil uji positif sampel mengandung senyawa fenol, yaitu terbentukya
larutan berwarna hijau atau hijau biru.
(6) Molisch Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 2 tetes pereaksi molisch dan
1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Hasil uji positif sampel
mengandung karbohidrat ditandai oleh terbentuknya kompleks berwarna ungu
diantara 2 lapisan cairan.
(7) Benedict Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi
benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Hasil uji positif
37
sampel mengandung gula pereduksi yaitu terbentuknya larutan berwarna hijau,
kuning atau endapan merah bata.
(8) Biuret Larutan sampel sebanyak 1 ml ditambahkan pereaksi biuret sebanyak 4 ml.
Campuran dikocok dengan seksama. Hasil uji positif sampel mengandung
senyawa peptida yaitu terbentuknya larutan berwarna ungu.
(9) Ninhidrin Larutan sampel sebanyak 2 ml ditambahkan beberapa tetes larutan
ninhidrin 0,1%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Hasil
uji positif sampel mengandung asam amino, yaitu terbentuknya larutan berwarna
biru.
3.4.7 Analisis aktivitas antioksidan (DPPH) (Blois 1958 diacu dalam Hanani et al. 2005) Ekstrak lintah laut dari hasil ekstraksi bertingkat dan hasil pemurnian
dilarutkan dalam metanol dengan konsentrasi 200, 400, 600 dan 800 ppm.
Antioksidan sintetik BHT digunakan sebagai pembanding dan kontrol positif,
dibuat dengan cara dilarutkan dalam pelarut metanol dengan konsentrasi yang
sama dengan sampel. Larutan DPPH yang akan digunakan, dibuat dengan
melarutkan kristal DPPH dalam pelarut metanol dengan konsentrasi 1 mM.
Masing-masing sampel uji dan pembanding diambil 4,50 ml dan
direaksikan dengan 500 µl larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi yang berbeda
dan telah diberi label. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 30 menit dan diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 517 nm. Absorbansi dari
larutan blanko juga diukur untuk melakukan perhitungan persen inhibisi. Larutan
blanko dibuat dengan mereaksikan 4,50 ml pelarut metanol dengan 500 µl larutan
DPPH 1 mM dalam tabung reaksi. Nilai persentase aktivitas antioksidan dihitung
dengan rumus:
%% 100xblanko Absorbansi
sampel Absorbansi - blanko AbsorbansiInhibisi =
38
Nilai persentase inhibisi diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada
persamaan regresi linear untuk mencari nilai IC50 (inhibitor concentration 50%).
3.5 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
menggunakan rancangan acak lengkap faktorial untuk aktivitas antioksidan
ekstrak kasar dengan 2 perlakuan yaitu jenis pelarut (kloroform, etil asetat dan
etanol) dan bagian lintah laut (daging dan jeroan) dengan 2 kali ulangan. Model
matematis rancangan percobaan tersebut menurut Steel dan Torrie 1995 adalah:
ijkijijijijk )( Y εαββαµ ++++=
Keterangan :
Yijk : Nilai pengamatan pada suatu percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ke-i dan ke-j
µ : Nilai tengah populasi αi : Pengaruh perlakuan jenis pelarut ke-i (kloroform, etil asetat, dan etanol) βij : Pengaruh perlakuan bagian lintah laut ke-j (daging dan jeroan) (αβ)ij: Pengaruh interaksi jenis pelarut ke-i, dengan bagian lintah laut ke-j εijk : Pengaruh galat pada percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi
perlakuan jenis pelarut dan bagian lintah laut
Rancangan yang digunakan pada analisis aktivitas antioksidan hasil
fraksinasi, yaitu menggunakan rancangan acak lengkap biasa. Perlakuan yang
digunakan adalah fraksi dengan 2 kali ulangan. Model matematis rancangan
percobaan tersebut. Model matematis rancangan percobaan tersebut menurut Steel
dan Torrie 1995 adalah:
ijiij P Y ε++= µ
Keterangan :
Yij : Nilai pengamatan (respon) dari faktor perlakuan fraksi ke-i dan ulangan ke-j
µ : Nilai rata-rata yang sesungguhnya Pi : Pengaruh perlakuan fraksi ke-i εij : Pengaruh galat pada perlakuan fraksi ke-i dan ulangan ke-j
39
Gambar 5 Diagram penelitian
Lintah laut
Pemisahan
Pengeringan
Analisis Proksimat Kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat
Jeroan lintah laut kering
Daging lintah laut kering
Analisis Mineral dan logam berat
Analisis asam amino dan asam lemak
Pengeringan
Ekstraksi
Ekstrak kasar
Fraksinasi lanjut KLT
Identifikasi GC-MS
Analisis: Antioksidan Fitokimia
Antioksidan terbaik
Jeron Daging
Senyawa aktif
Antioksidan terbaik
Antioksidan terbaik