Upload
others
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Definisi kecemasan
Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi. Individu yang mengalami mengalami gangguan kecemasan dapat
memperlihatkan perilaku yang tidak lazim seperti panik tanpa alasan, takut
yang tidak beralasan terhadap objek atau kondisi apapun, melakukan tindakan
berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, mengalami kembali peristiwa yang
traumatik, atau rasa khawatir yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan
(Videbeck, 2008).Kecemasan adalah sebuah emosi dan pengalaman subjektif
dari seseorang. Pengertian lain cemas adalah suatu keadaan yang membuat
seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jadi cemas,
berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya (Kusumawati &
Hartono, 2011).Kecemasan merupakan perasaan tidak tenang yang samar-
samar karena adanya ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu
respons (penyebab tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu)(Sutejo,
2017).
Kecemasan merupakan suatu respons terhadap keadaan stres, seperti
putusnya suatu hubungan yang penting atau mengalami peristiwa yang
mengguncang jiwa, bencana yang mengancam jiwa, dan sebagainya (Junaidi,
2012).Menurut penelitan Kaplan dan Shadock (2010) wanita memiliki tingkat
kecemasan yang tinggi dibandingkan pria. Hal ini disebabkan oleh wanita lebih
peka dengan emosinya, sehingga mempengaruhi perasaan cemas. Menurut
Asmadi (2008) ada beberapa teori yang menjelaskan asal dari kecemasan, teori
tersebut antara lain:
a. Teori psikoanalisis
Dalam sudut pandang psikoanalisis, ansietas merupakan konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu ide dan superego.
6
7
Ide merupakan dorongan insting dan implus primitif seseorang, sedangkan
superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan dengan norma – norma
budaya.
b. Teori interpersonal
Dalam pandangan interpesonal, ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap penolakan saat berhubungan dengan orang lain. Ansietas ini
disebabkan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan, dan
perpisahan dengan orang yang dicintai.
c. Teori prilaku
Menurut pandangan prilaku, ansietas berasal dari ketidakmampuan atau
kegagalan dalam mencapai suatu tujuan sehingga menimbulkan frustasi atau
keputusasaan. Keputusasaan inilah yang menyebabkan orang menjadi
ansietas.
2. Tingkat kecemasan
Tingkat kecemasan ada 4 menurut Donsu (2017):
a. Kecemasan ringan (Mild Anxiety)
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari.
Penyebabnya, seseorang menjadi lebih waspada, sehingga persepsinya
meluas dan memiliki indra yang tajam. Kecemasan ringan masih mampu
memotivasi individu untuk belajar dan memecahkan masalah sevara efektif
dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
b. Kecemasan sedang (Moderate Anxiety)
Memusatkan perhatian pada hal-hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Perhatian seseorang menjadi selektif, namun
dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah lewat arahan dari orang lain.
c. Kecemasan berat (Savere Anxiety)
Kecemasan berat ditandai lewat sempitnya persepsi seseorang. Selain
itu, memiliki perhatian yang terpusat padahal yang spesifik dan tidak dapat
berfikir tentang hal-hal lain, dimana semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan.
8
d. Panik
Setiap orang memiliki kepanikan yang berbeda. Hanya saja, kesadaran
dan kepanikan itu memiliki kadarnya masing-masing. Kepanikan muncul
disebabkan karena kehilangan kendali diri dan detail perhatian kurang.
Ketidakmampuan melakukan apapun meskipun dengan perintah menambah
tingkat kepanikan seseorang.
Pada ansietas ringan dan sedang, individu dapat memproses informasi,
belajar, dan menyelesaikan masalah. Pada kenyataannya, tingkat ansietas ini
memotivasi pembelajaran dan perubahan perilaku. Ketika individu
mengalami ansietas berat dan panik, ketrampilan bertahan yang lebih
sederhana mengambil alih, proses defensif terjadi, dan ketrampilan kognitif
menurun secara signifikan. Individu yang mengalami ansietas berat akan
sulit berfikir dan melakukan pertimbangan, otot-ototnya menjadi tegang,
tanda-tanda vital meningkat, dan memperlihatkan kegelisahan, kemarahan
dan iritabilitas(Videbeck, 2008).
3. Rentang respon kecemasan
Sumber : (Stuart & Sandra J. Sundeen, 2005)
Menurut Maryunani (2014) respon perilaku terhadap kecemasan atau stres
dapat dibagi menjadi respon prilaku adatif dan maladatif berikut ini :
a. Prilaku adatif merupakan hal yang baik dan sesuai.
Gambar 2.1 rentang respon kecemasan
Respon adaptif Respon maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
9
b. Perilaku maladatif diakibatkan dari ketidakmampuan untuk beradaptasi
atau menyesuaikan terhadap situasi yang menimbulkan stres.
4. Kecemasan praoperasi
Kecemasan praoperasi disebabkan oleh ketidaktahuan pada konsekuensi
pembedahan dan rasa takut terhadap prosedur pembedahan itu sendiri.
Berbagai dampak psikologis yang muncul akibat kecemasan praoperasi
seperti marah, menolak, atau apatis terhadap kegiatan keperawatan.
Kecemasan juga dapat menimbulkan perubahan secara fisik maupun
psikologis yang akhirnya mengaktifkan saraf otomom simpatis sehingga
meningkatkan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, peningkatan
frekuensi napas, dan secara umum dapatmengurangi energi pada pasien.
Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stresor
yang dapat menurunkan sistem imunitas tubuh (Muttaqin & Sari, 2009).
Kecemasan praoperasi merupakan suatu respon antisipasi terhadap
suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien sebagai suatu ancaman
terhadap perannya dalam hidup, integritas tubuh atau bahkan kehidupannya
itu sendiri (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Roswati, 2015). Sumber kecemasan
praoperatif anak ialah rasa takut terhadap operasi itu sendiri, sedangkan pada
anak yang lebih tua merasa takut mengenai kesadaran selama operasi dan
kemungkinan untuk tidak sembuh dari anastesi (Lee, et al, 2013 dalam
Roswati, 2015).
Menurut Maryunani (2014) ada beberapa hal yang meningkatkan
kecemasan pada masa pre-operatif :
a. Ambigiutas terjadi akibat dari adanya ketidakpastian atau hal-hal yang
tidak jelas mengenai lingkungan rumah sakit, prosedur praoperatif, intra-
operatif, dan pasca-operatif.
b. Persepsi yang menimbulkan konflik misalnya pengalaman operasi yang
dilaluinya berbeda dengan apa yang difikirkannya.
10
c. Kesalahpahaman timbul bila diberikan informasi yang tidak akurat,
istilah-istilah yang digunakan tidak dimengerti, dan prosedur tidak
diinformasikan dengan jelas.
5. Kecemasan pada anak usia 4-6 tahun
Menurut Ahmed (2011) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor risiko kecemasan praoperatif pada anak dan
manajemen non-farmakologi menunjukkan hasil bahwa anak-anak dengan
usia 1 - 6 tahun menjadi golongan usia anak yang paling rentan mengalami
kecemasan praoperatif.Kecemasan pada anak akan menimbulkan perasaan
takut yang biasanya disebabkan oleh tidak mempunyai pengalaman dirawat
atau ketidaktahuan tantang prosedur tindakan, dan bila anak tidak mempunyai
koping yang efektif, hal tersebut akan menimbulkan stress (Susilaningrum et
al,2013).
Kecemasan yang terjadi pada anak tidak dapat dibiarkan, karena hal ini
dapat berdampak buruk pada proses pemulihaan kesehatan anak. Dalam
mengatasi kecemasan pada anak yang dapat dilakukan ialah melalui terapi
bermain sesuai dengan tumbuh kembang anak (Hidayat, 2008 dalam
Fradianto et al, 2014).Anak yang dirawat di rumah sakit akan berpengaruh
pada kondisi fisik dan psikologinya, hal ini disebut dengan hospitalisasi.
Pembedahan yang ditunggu pelaksanaanya oleh klien akan menyebabkan
rasa takut dan ansietas (Potter & Perry, 2005).
6. Penyebab kecemasan pada anak yang dirawat di rumah sakit
Menurut Nursalam et al,(2008) penyebab kecemasan anak di rumah sakit
yaitu:
a. Cemas karena perpisahan
Pada usia pertengahan sampai dengan periode anak prasekolah,
khususnya anak berumur 6-30 bulan adalah cemas karena perpisahan.
11
Hubungan anak dengan ibu adalah sangat dekat, akibat perpisahan dengan ibu
akan menimbulkan rasa kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi
dirinya dan akan lingkungan yang dikenal olehnya, sehingga pada akhirnya
akan menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.
b. Kehilangan kendali
Balita berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan otonominya.
Akibat anak sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan kehilangan
kebebasan pandangan egosentris dalam mengembangkan otonominya. Hal ini
akan menimbulkan regresi. Ketergantungan merupakan karakteristik dari
peran sakit dan anak akan bereaksi terhadap ketergantungan dengan
negativistis seperti anak menjadi cepat marah dan bersikap agresif.
c. Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)
Berdasarkan hasil pengamatan, bila dilakukan pemeriksaan telinga,
mulut, dan suhu pada anus akan membuat anak menjadi cemas. Selain itu
juga anak akan merasa cemas saat menjalani proses perawatan di ruangan
sebelum operasi. Reaksi balita terhadap rasa nyeri dengan menyeringai wajah,
menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar,
atau melakukan tindakan agresif seperti mengigit, memukul, menendang, atau
berlari keluar.
Menurut Potter & Perry, 2005 ada beberapa faktor yang berhubungan
dengan kecemasan pada anak yaitu:
a. Jenis kelamin
Kecemasanlebihseringterjadi pada anakperempuandibandingkanlaki-laki.Hal
inikarenalaki-lakilebihaktif dan eksploratifsedangkanperempuanlebihsensitif
dan banyakmenggunakanperasaan. Selainitu,
perempuanlebihmudahdipengaruhi oleh tekanan-tekananlingkungandaripada
laki-laki, kurangsabar dan menggunakan air mata.
b. Umur
12
Semakinbertambahnyaumurseseorangsemakinbaikseseorangdalammengendal
ikanemosi.
c. Lama hari rawat
Lama harirawatdapatmempengaruhisesesorang yang sedangdirawat.
Kecemasananak yang sedangdirawatbiasaberkurangkarenaadanyadukungan
orang tua yang selalumenemanianakselamadirawat, teman-temananak yang
datangberkunjungkerumahsakitatauanaksudahmembinahubunganbaikdenganp
etugaskesehatansehinggadapatmenurunkantingkatkecemasan.
d. Lingkungan rumah sakit
Lingkunganrumahsakitmerupakanhalbarubagianak,
sehinggaanakseringmerasatakut dan terancamtersakiti oleh tindakan yang
akandilakukankepadadirinya.
7. Penatalaksanaan kecemasan pada anak
Menurut Potter & Perry (2005) anak yang menjalani perawatan di rumah
sakit harus memperhatikan kebutuhan perkembangannya yang meliputi :
a. Meminimalkan rasa cemas karena perpisahan.
b. Mempertahankan kepercayaan.
c. Mengurangi rasa takut.
d. Meminimalkan rasa tidak nyaman pada fisik.
e. Membantu pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
f. Menggabungkan bermain dan kegiatan pengalihan ke dalam perawatan
sehari-hari.
Menurut Wong (2003)penatalaksanaan kecemasan pada anak ada tiga
yaitu:
a. Orang tua
Melibatkan orang tua anak dalam perawatan anak dengan cara
membolehkan mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam. Jika tidak
memungkinkan, beri kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat
dengan maksud untuk mempertahankan kontak antara mereka.
b. Modifikasi lingkungan
13
Memodifikasi lingkungan rumah sakit agar anak tetap merasa nyaman
dan tidak asing dengan lingkungan baru.
c. Peran dari petugas kesehatan
Perawat diharapkan menjadi petugas kesehatan yang harus menghargai
sikap anak karena selain orang tua perawat adalah orang yang paling dekat
dengan anak selama perawatan di rumah sakit. Sekalipun anak menolak
perawat yang di anggap sebagai orang asing, namun perawat harus tetaap
memberikan dukungan dengan meluangkan waktu secara fisik dengan dengan
anak dan mengajak bermain sesuai tahap perkembangan anak.
8. Alat ukur kecemasan pada anak
a. Modified yale preoperative anxiety scale(MYPAS)
Skala Kecemasan Preoperatif Yale yang dimodifikasi (mYPAS) adalah
alat untuk menilai kecemasan anak selama induksi anestesi dan telah
digunakan dalam> 100 studi. Skala Kegelisahan Preoperatif Yale yang
dimodifikasi mYPAS terdiri dari 5 item (Kegiatan, pernyataan, luapan emosi,
keadaan ingin tahu, dan peranan orang tua). MYPAS menghasilkan skor 1 –
6, Setiap skor dihitung dengan membagi setiap peringkat item dengan
peringkat setinggi mungkin (yaitu, 6 untuk item "pernyataan" dan 4 untuk
semua item lainnya), menambahkan semua nilai yang dihasilkan,
membaginya dengan 5, dan mengalikannya dengan 100. Perhitungan ini
menghasilkan skor berkisar antara 23,33 hingga 100, dengan nilai yang lebih
tinggi menunjukkan kecemasan yang lebih tinggi(Jenkins et al., 2014). Skor
kecemasan di bagi menjadi 2 yaitu jika x ≤ 30 : tidak cemas dan x > 30 :
cemas(Kim et al., 2015).
B. Tumbuh Kembang Anak Usia 4-6 Tahun
Tumbuh kembang anak mencakup dua peristiwa yang berbeda tetapi saling
berkaitan yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dapat diartikan
sebagai perubahan yang bersifat kuantitatif dan mengandung arti adanya
perubahan dalam ukuran dan struktur tubuh sehingga lebih banyak menyangkut
14
perubahan fisik. Sedangkan perkembangan merupakan suatu perubahan
fungsional yang bersifat kualitatif, baik dari fungsi-fungsi fisik maupun mental
sebagai hasil keterkaitannya dengan pengaruh lingkungan (Soetjiningsih, 2017).
Pertumbuhan merupakan peningkatan ukuran fisik, sedangkan perkembangan
berkaitan dengan rangkaian proses ketika bayi dan anak. Usia prasekolah
merupakan masa kanak-kanak awal, yaitu berada pada usia 3-6 tahun (Kyle &
Susan Carman, 2014).Tumbuh kembang anak menurut Dr. Soetjiningsih
mencakup dua peristiwa yang berbeda tetapi saling berkaitan yaitu pertumbuhan
dan perkembangan. Pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik,
sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu
(Ngastiyah, 2005).
Menurut Soetjiningsih (2017) karakteristik umum atau sifat-sifat anak usia
dini, sebagai berikut:
1. Unik, artinya sifat anak itu berbeda satu sama lainnya.
2. Egosentris, artinya anak lebih cenderung melihat dan memahami sesuatu
dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri.
3. Aktif dan Energik, artinya anak lazimnya senang melakukan aktivitas.
4. Rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
5. Eksploratif dan berpetualang, maksudnya terdorong oleh rasa ingin tahu
yang kuat, anak lazimnya menjelajah, mencoba dan mempelajari hal-hal
baru.
6. Spontan, artinya perilaku yang ditampilkan anak umumnya relatif asli dan
tidak tertutupi sehingga merefleksikan apa yang ada dalam perasaan dan
pikirannya.
7. Senang dan kaya dengan fantasi, artinya anak senang dengan hal-hal yang
imajinatif.
8. Masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu.
9. Daya perhatian yang pendek.
10. Bergairah untuk belajar.
11. Semakin menunjukkan minat terhadap teman.
15
Menurut Soetjiningsih & Ranuh (2013) menyatakan tumbuh kembang
utama pada anak usia prasekolah meliputi:
1. Bermain, kreativitas, dan imajinasi menjadi lebih berkembang
2. Keluarga masih merupakan fokus dalam hidupnya, walaupun anak lain
menjadi lebih penting
3. Ketrampilan motorik kasar dan halus serta kekuatan meningkat
4. Kemandirian, kemampuan mengontrol diri dan merawat diri meningkat
5. Imaturitas kognitif mengakibatkan pandangan yang tidak logis terhadap
dunia sekitarnya
6. Perilaku pada umumnya masih egosentris, tetapi pengertian terhadap
pandangan orang lain mulai tumbuh.
Berikut ini perkembangan kognitif dan perkembangan sosial pada anak usia
prasekolah:
1. Perkembangan kognitif
Ada empat tahap perkembangan kognitif dalam teori Piaget antara lain:
tahap sensorimotor (0-24 bulan), tahap praoperasional (2-7 tahun), tahap
operasional konkret (7-11 tahun), tahap operasional formal (mulai umur 11
tahun). Perkembangan kognitif pada anak usia prasekolah pada tahap
praoperasinal, pada tahap ini anak mulai memiliki kecakapan motorik, proses
berpikir anak-anak juga berkembang meskipun mereka masih dianggap “jauh”
dari logis (Soetjiningsih & Ranuh, 2013). Anak usia pra sekolah dapat berfikir
secara lebih kompleks dengan mengkatagorikan objek berdasarkan ukuran,
warna, atau dengan pertanyaan. Mereka juga mengalami pengingkatan intraksi
sosial, misalnya pada seorang anak berusia 5 tahun memberikan perban kepada
temannya yang sedang luka (Potter & Perry, 2009).
2. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial pada anak merupakan perkembangan kemampuan
anak untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Mula-mula
anak hanya mengenal orang-orang yang paling dekat dengan dirinya, yaitu ibu
16
dan orang yang tinggal serumah dengannya. Tetapi dengan bertambahnya usia
anak perlu dikembangkan melalui pergaulan yang lebih luas. Anak perlu
memiliki kawan dan perlu diajarkan aturan-aturan, disiplin, sopan santun, dan
lain-lain. Pada umumnya anak-anak akan lebih mudah berinteraksi sosial dengan
teman sebaya atau seumuran. Pada anak usia 3-4 tahun terdapat interaksi dengan
cara berbicara, bermain, atau menangis. Sedangkan pada anak usia 4-6 tahun
anak mempunyai pergaulan sosial dan mulai berkelompok dengan jenis kelamin
yang sama (Soetjiningsih & Ranuh, 2013).
C. Terapi Bermain
1. Bermain
Bermain adalah salah satu cara untuk menstimulasi perkembangan pada
anak secara optimal. Stimulasi adalah bentuk rangsangan yang datang di luar
lingkungan individu anak tersebut. Dengan bermain anak akan memperoleh
stimulasi mental yang merupakan cikal bakal dalam proses belajar untuk
perkembangan kecerdasan, ketrampilan, kemandirian, kreativitas, agama,
kepribadian, moral, etika, dan sebagainya. Selain itu fungsi bermain pada anak
juga dapat mengeskpresikan perasaan takut, cemas, gembira atau perasaan
lainnya(Susilaningrum et al., 2013).
Terapi merupakan penerapan sistematis dari sekumpulan prinsip belajar
terhadap suatu kondisi atau tingkah laku yang dianggap menyimpang, dengan
tujuan melakukan perubahan. Perubahan yang dimaksud bisa berarti
menghilangkan, mengurangi, mengingkatkan atau memodifikasi suatu kondisi
atau tingkah laku pada anak. Secara umum terapi dibagi menjadi dua macam.
Pertama, terapi jangka pendek untuk masalah ringan, yang dapat diselesaikan
dengan memberikan dukungan, memberi ide, menghibur, atau membujuk anak.
Kedua, terapi jangka panjang untuk masalah yang memerlukan keteraturan dan
kontinuitas demi perubahan tingkah laku anak (Dian Adriana, 2011).
Terapi bermain merupakan suatu usaha untuk mengubah tingkah laku
bermasalah dengan menempatkan anak dalam situasi bermain. Dunia anak
memang tidak bisa dipisahkan dengan dunia bermain, dan diharapkan anak
17
mendapatkan stimulasi yang cukup agar dapat berkembang secara
optimal(Susilaningrum et al., 2013).
2. Fungsi bermain
Dunia anak tidak dapat dipisahkan dengan dunia bermain. Diharapkan
dengan bermain, anak mendapatkan stimulasi yang cukup agar dapat
berkembang secara optimal (Susilaningrum et al., 2013). Berkaitan dengan hal
tersebut, Wonget al.,(2008)menjelaskan bahwa bermain pada anak hendaknya
mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Perkembangan sensorimotor
Perkembangan sensorimotor adalah komponen utama bermain pada semua
usia dan merupakan bentuk dominan permainan pada masa bayi. Permainan
aktif penting untuk perkembangan otot dan bermanfaat untuk melepas
kelebihan pada anak.
b. Perkembangan intelektual
Anak belajar mengenal warna, bentuk/ukuran, tekstur dari berbagai macam
fungsi objek-objek. Mereka mempelajari fungsi angka-angka dan cara
menggunakannya, mereka belajar menghubungkan kata dengan benda dan
mengembangkan pemahaman tentang konsep yang abstak. Kegiatan seperti
puzzel dan permainan membantu mereka mengembangkan kemampuan
menyelesaikan masalah.
c. Sosialisasi
Hubungan sosial pertamanya adalah dengan pribadi ibu, tetapi melalui
bermain dengan anak lain akan membentuk hubungan sosial dan
menyelesaikan masalah yang terikat dengan hubungan ini. Mereka akan belajar
untuk saling memberi dan menerima, meraka juga banyak belajar dari kritikan
teman sebayanya dibandingan dari orang dewasa.
d. Kreativitas
Anak anak bereksperimen dan mencoba ide mereka dalam bermain
melalui setiap media yang mereka miliki, termasuk bahan-bahan mentah,
fantasi, dan eksplorasi. Kreativitas terutama merupakan hasil dari aktivitas
18
tunggal, meskipun berpikir kreatif sering kali ditingkatkan dalam kelompok
ketika mendengar ide orang lain yang merangsang eksplorasi lanjutan dari
idenya sendiri.
e. Kesadaran diri
Bermula dari eksplorasi aktif tubuh anak dan kesadaran diri bahwa mereka
terpisah dari ibunya, proses identifikasi diri difasilitasi melalui kegiatan
bermain. Anak-anak belajar mengenali siapa diri mereka dan di mana posisi
mereka.
f. Manfaat terapeutik
Bermain bersifat terapeutik pada berbagai usia. Bermain memberikan
sarana untuk melepaskan diri dari ketegangan dan stres yang dihadapi di
lingkungan. Dalam bermain, anak dapat mengekspresikan emosi dan
melepaskan impuls yang tidak dapat diterima dalam cara yang dapat diterima
masyarakat.
g. Nilai moral
Walaupun anak belajar perilaku yang benar dan salah dari lingkungan
rumah dan sekolah. Interaksi dengan teman sebaya didalam kelompok memberi
makna untuk latihan moral meraka. Bila mereka ingin diterima sebagai anggota
kelompok, anak harus menaatin aturan perilaku yang diterima budaya
(misalnya: adil, jujur, kontrol diri, dan mempertimbangkan orang lain).
3. Kategori bermain
Kategori bermain menurut Dian Adriana (2011):
a. Bermain bebas
Bermain bebas berarti anak bermain tanpa aturan dan tuntutan. Anak bisa
mempertahankan niatnya dan mengembangkan sendiri kegiatannya.
b. Bermain terstruktur
Bermain terstruktur adalah bermain yang direncanakan dan dipandu oleh
orang dewasa. Cara bermain ini membatasi dan meminimalkan daya cipta
anak.
19
4. Tipe bermain
Tipe bermain berdasarkan karakteristik sosial menurut Rekawati
Susilaningrum et al (2013):
a. Onlooker play
Permainan dengan mengamati teman-temannya bermain.
b. Solitary play
Permainan dengan bermain sendiri.
c. Parallel play
Permainan bersama teman tanpa interaksi.
d. Associative play
Permainan dengan bermain bersama tanpa tujuan kelompok.
e. Cooperative play
Permainan dengan bermain bersama yang diorganisir.
5. Keuntungan bermain
Adapun beberapa keuntungan bermain menurut Dian Adriana (2011):
a. Membuang energi ekstra pada anak-anak.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh seperti tulang, otot,
dan organ-organ.
c. Aktivitas bermain yang dilakukan dapat meningkatkan nafsu makan.
d. Anak dapat belajar mengontrol diri.
e. Berkembangnya berbagai ketrampilan
f. Meningkatkan daya kreativitas anak.
g. Mendapatkan kesempatan untuk menemukan arti dari benda-benda yang
ada di sekitar anak.
h. Dapat mengatasi kemarahan, kekhawatiran, iri hati, dan kedukaan.
i. Kesempatan untuk belajar bergaul dengan orang atau anak lainnya.
j. Kesempatan untuk merasakan kalah maupun menang dalam sebuah
permainan.
20
k. Kesempatan untuk belajar mengikuti aturan-aturan.
l. Dapat mengembangkan kemampuan intelektual.
6. Hal -hal yang perlu diperhatikan dalam aktivitas bermain
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat bermain menurut Dian Adriana
(2011) yaitu:
a. Energi ekstra/tambahan
Bermain memerlukan energi tambahan, anak yang sedang sakit akan
kecil keinginannya untuk bermain. Apabila ia mulai lelah atau bosan, maka
akan menghentikan permainan.
b. Waktu
Anak harus mempunyai cukup waktu dalam bermain.
c. Alur permainan
Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan
taraf perkembangannya.
d. Ruangan untuk bermain
Ruangan tidak usah terlalu besar, anak juga dapat bermain di halaman
atau di tempat tidur.
e. Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman-
temannya, atau diberitahu caranya.
f. Teman bermain
Anak harus yakin bahwa ia mempunyai teman bermain. Anak akan
kehilangan kesempatan belajar dengan teman-temannya jika ia bermain
sendiri.
21
g. Reward
Memberikan semangat dan pujian pada anak bila berhasil melakukan
sebuah permainan.
6
7. Pedoman Bermain
Tabel 2.1 pedoman bermain No. Usia Karakter
bermain
Isi bermain Tipe bermain Karakteristik
aktivitas spontan
Tujuan bermain
dramatik
Perkembangan rasa etik
1 Bayi Soliter (sendiri) Afektif-sosial Sensorimotor Kesenangan Identitas diri -
2 Todler Pararel Imitatif Gerakan tubuh Penilaian intuitif Memperlajari peran jender Memulai nilai-nilai moral
3 Prasekolah Asosiatif Imajinatif Fantasi permainan
informal
Pembentukam konsep
Ide konstan yang beralasan
Meniru kehidupan sosial
Mempelajari peran sosial
Mengembangkan perhatian pada
teman-teman
Belajar untuk berbagi dan bekerja
sama
4 Usia
sekolah
Kooperatif Permainan kompetitif &kontes
Fantasi
Aktivitas fisik
Aktivitas kelompok
Permainan formal
Bermain peran
Menguji situasi konkret dan
pemecahan masalah
Menambang informasi baru
Penguasaan pengalaman
orang lain
Loyalitas sebaya
Bermain dengan aturan
Kepahlawanan
5 Remaja Kerja sama Permainan kompetitif & kontes
Mimpi siang hari
Interaksi sosial Pemecahan masalah abstrak Menunjukan ide-ide Penyebab dan proyek
Sumber : Wong (2003)
21
22
8. Stimulasi dan aktivitas bermain pada anak usia 4-6 tahun
Sebagai mana telah dijelaskan bahwa agar anak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal perlu ada stimulasi, salah satunya dengan aktivitas
bermain. Aktivitas bermain terutama yang dapat menstimulasi perkembangan
anak prasekolah.Pada anak usia 4 tahun, anak akan bermain dalam kelompok
yang berisikan dua atau tiga orang anak, dan pada usia 5 tahun kelompok
tersebut memiliki pemimpin sementara kegiatan (Potter & Perry, 2009).
Menurut Donna L. Wong (2004) kecenderungan bermain pada anak pra
sekolah adalah bermain dengan isi permainan imajinatif dan berdasarkan
karakteristik sosial bermain yaituasosiatif.
Adapun tujuan bermain pada masa prasekolah menurut Rekawati
Susilaningrum et al (2013), yaitu:
a. Mengembangkan kemampuan berbahasa, berhitung, menyamakan, dan
membedakan.
b. Merangsang daya imajinasi.
c. Menumbuhkan sportivitas, kreativitas, dan percaya diri.
d. Memperkenalkan ilmu pengetahuan, suasana gotong royong, kompetisi.
e. Mengembangkan kordinasi motorik, sosialisasi, kemampuan mengontrol
emosi.
9. Terapi bermain imajinatif asosiatif
Dalam berimajinasi tentu dekat dengan sebuah permainan. Anak sering
berimajinasi melalui permainan. Seorang anak yang kreatif akan mempunyai
imajinasi yang tinggi. Suatu permainan akan memberikan anak menjadi kreatif
berpikir, bertindak, dan mempunyai imajinasi dan khayalan yang akan
membantu proses kreativitas anak. Adanya latihan berimajinasi akan
memberikan kepekaan kreativitas (Sari, Antara, & Ujianti, 2017).
Permainan imajinatif adalah permainan yang melibatkan fantasi atau
imajinasi dan menunjukkan keinginan dari diri anak untuk mengkolaborasinya
(Ariel, 2002 dalam Astikasari et al., 2015). Mainan pengalih memungkinkan
anak berfokus pada perhatian mereka pada pengalaman yang menyenangkan
23
dan untuk memainkan situasi yang terjadi pada saat anak meggabungkan antara
kenyataan dan imajinasi (Potter & Perry, 2005).
Sedangkan asosiatif merupakan permainan dengan bermain bersama tanpa
tujuan kelompok (Susilaningrum et al., 2013). Permainan asosiatif adalah
bermain dalam kelompok dan memiliki aktivitas yang sama tetapi belum
terorganisir, tidak ada pembagian tugas, mereka bermain sesuai keinginan
(Ridha, 2017). Permainan asosiatif, anak bermain bersama dalam mengerjakan
aktivitas yang sama tetapi tidak ada organisasi yang mengatur pembagian
kerja, penetapan kepemimpinan, atau tujuan bersama. Anak meminjam dan
meminjami material permainan, saling mengikuti dan terkadang berupaya
mengontrol siapa yang boleh dan tidak boleh bermain dalam kelompok
tersebut(Wong et al., 2008). Bentuk permainan imajinatif asosiatif pada usia 4-
6 tahun menurut Dian Adriana (2011) antara lain, bermain menyambung
kepala binatang, bola keranjang, doker-dokteran (drama), sebut nama buah dan
binatang.
a. Menyambung kepala binatang
Merupakan salah satu permainan yang dapat melatih imajinasi pada anak,
dan juga dapat dimainkan dalam bentuk kelompok atau lebih dari 1 orang.
b. Persiapan
Seperangkat gambar binatang yang digunting dari majalah/karton dan
dipotong bagian lehernya sehingga kepalanya terpisah dari tubuhnya.
c. Cara bermain
a) Pisahkan potongan gambar kepala hewan dan potongan tubuh hewan.
b) Jelaskan pada anak bahwa cara mainnya menyambung potongan gambar
kepala dan tubuh hewan yang sesuai.
c) Berikan pujian jika anak berhasil.
d. Manfaat
a) Mengenalkan anak pada anggota tubuh binatang
b) Meningkatan kecerdasan
c) Meningkatkan daya imajinasi
d) Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak lain
24
D. Penelitian Terkait
1. Penelitian berjudul “Pengaruh Terapi Bermain Lilin terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan pada Anak Usia Prasekolah Yang Mengalami
Hospitalisasi Di RSUD Dr. Soedarso Pontianak” oleh Fradianto et al (2014).
Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi bermain
lilin terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah di
Ruang Anak RSUD dr. Soedarso Pontianak. Hasil uji T berpasangan
menunjukan nilai p = 0,000 dimana nilai p < 0,05.
2. Penelitian berjudul “Perbedaan Terapi Bermain Puzzle dan Bercerita
terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3-5 Tahun) Selama
Hospitalisasi di Ruang Anak RS TK. III. R. W. Mongisidi Manado” oleh
Kaluas et al., (2015). Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan terapi bermain puzzle dan bercerita terhadap kecemasan anak
usia prasekolah (3-5 tahun) selama hospitalisasi di ruang anak RS.TK.III
R.W.Mongisidi Manado. Hasil uji statistik paired sample t-Test menunjukan
nilai p value = 0,000 < α = 0,05 (Ho ditolak).
3. Penelitian berjudul “Efektifitas Terapi Mendongeng terhadap Kecemasan
Anak Usia Toddler dan Prasekolah Saat Tindakan KeperawatanDirawat Di
Ruang Anak Rs X” oleh Adiilah & Somantri (2016).Dari penelitian tersebut
disimpulkan terdapat perbedaan skor kecemasan pada usia toddler dan
prasekolah setelah pemberian terapi mendongeng. Hasil uji T tidak
berpasangan menunjukan mean skor kecemasan toddler 4.40, sedangkan
prasekolah 1.80, artinya skor kecemasan prasekolah lebih rendah
dibandingkan toddler setelah terapi mendongeng.
4. Penelitian berjudul “Is Therapeutic Play Effective at Reducing Preoperative
Anxiety In Children Age 4 Through 12” oleh Mclaughlin (2016). Dari
penelitian tersebut disimpulkan penurunan tingkat kecemasan pada anak-
anak usia 4 sampai 12 tahun setelah di berikan terapi bermain. Hasil uji-
statistik yang dilaporkan p-valeu = 0,002 menunjukkan signifikansi statistik.
25
E. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 kerangka konsep
Perlakuan terapi bermain
imajinatif asosiatif
Skorkecemasananak 4-6 tahunpraoperasisetelahperlakuan.
SkorKecemasananak 4-6 tahunpraoperasi sebelumperlakuan.
26
F. Kerangka Teori
Gambar 2.3 kerangka teori
Wong et al., (2008), Kozier (2010)
Faktor penyebab kecemasan pada anak 4-6 tahun:
1. Perpisahan karena hospitalisasi
2. Kehilangan kendali
3. Luka pada tubuh(prosedur pembedahan) dan rasa sakit (Rasa nyeri)
Tingkat kecemasan:
1. Tidak cemas
2. Cemas
Pembedahan pada anak
Praoperatif Intra-operatif Pasca-operatif
Kecemasan
Terapibermainimajnatif asosiatif
PenatalaksanaanKecemasan pada anak 4-6 tahun:
1. Melibatkan orang tua dalam perawatan
2. Memodifikasi lingkungan rumah sakit
3. Peran dari petugas kesehatan dokter/perawat dalam terapi bermain
27
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesa adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian.
Biasanya hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua
variabel. Hipotesis berfungsi untuk menentukan kearah pembuktian, artinya
hipotesis ini merupakan pernyataan yang harus dibuktikan (Notoatmodjo,
2010).
Hipotesis nol (Ho): tidak ada pengaruh terapi bermain imajinatif asosiatif
pada anak usia 4-6 tahun terhadap kecemasan pra operasi di Ruang Bedah
Anak RSUD Dr. H Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2019.
Hipotesis alternatif (��): Ada pengaruh terapi bermain imajinatif asosiatif
pada anak usia 4-6 tahun terhadap kecemasan pra operasi di Ruang Bedah
Anak RSUD Dr. H Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2019.