Upload
dangkiet
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
- 2 -
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral tentang Pengawasan Pengusahaan pada Kegiatan
Usaha di Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4152);
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5052);
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas
Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5585);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 128, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5047);
- 3 -
6. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang
Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4436) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4996);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5111) sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1
Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6012);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang
Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 28,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5281) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012
tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5530);
- 4 -
9. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Panas Bumi untuk Pemanfaatan tidak Langsung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6023);
10. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 132)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 289);
11. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 13 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 782);
12. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 26 Tahun 2016 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dalam
Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1508);
13. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok dalam
Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 151);
14. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 29 Tahun 2017 tentang Perizinan pada Kegiatan
Usaha Minyak dan Gas Bumi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 569);
15. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 34 Tahun 2017 tentang Perizinan di Bidang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 668);
- 5 -
MENETAPKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA
MINERAL TENTANG PENGAWASAN PENGUSAHAAN PADA
KEGIATAN USAHA DI SEKTOR ENERGI DAN SUMBER DAYA
MINERAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disebut
Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
2. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang selanjutnya disingkat IUPTL adalah izin untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
3. Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disingkat IUP adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.
4. Izin Usaha Pertambangan Khusus yang selanjutnya disingkat IUPK adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
5. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian adalah izin usaha yang diberikan untuk membeli, mengangkut, mengolah, dan memurnikan termasuk menjual komoditas tambang mineral atau batubara hasil olahannya.
6. Kontrak Karya yang selanjutnya disingkat KK adalah perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan mineral.
7. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disingkat PKP2B adalah perjanjian antara pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara.
- 6 -
8. Izin Panas Bumi yang selanjutnya disingkat IPB adalah
izin melakukan pengusahaan panas bumi untuk
pemanfaatan tidak langsung pada wilayah kerja tertentu.
9. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap,
terus menerus, dan didirikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan serta bekerja dan
berkedudukan dalam wilayah negara kesatuan Republik
Indonesia.
10. Pengendalian adalah kepemilikan secara langsung oleh
induk perusahaan yang berada satu tingkat di atasnya
maupun tidak langsung melalui kepemilikan mayoritas
saham yang memiliki hak suara jika perusahaan adalah
suatu perusahaan yang menerbitkan saham, kepemilikan
mayoritas hak atau kepentingan (interes) untuk
mengendalikan jika perusahaan bukan suatu
perusahaan yang menerbitkan saham, atau perjanjian
penunjukan sebagai pengendali oleh para pemegang
saham/interes.
11. Partisipasi Interes adalah hak, kepentingan, dan
kewajiban Kontraktor berdasarkan kontrak kerja sama.
12. Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel yang selanjutnya
disebut BBN Jenis Biodiesel adalah produk Fatty Acid Methyl Ester (FAME).
13. Badan Usaha Bahan Bakar Minyak yang selanjutnya
disebut Badan Usaha BBM adalah Badan Usaha yang
telah memperoleh izin usaha untuk melakukan kegiatan
usaha niaga umum bahan bakar minyak jenis minyak
solar.
14. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang
selanjutnya disebut Badan Pengelola Dana adalah badan
yang dibentuk oleh pemerintah untuk menghimpun,
mengadministrasikan, mengelola, menyimpan, dan
menyalurkan dana pembiayaan biodiesel.
15. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di sektor energi dan sumber daya mineral.
- 7 -
16. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SKK
Migas adalah satuan kerja khusus yang melaksanakan
penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu
minyak dan gas bumi di bawah pembinaan, koordinasi,
dan pengawasan Menteri.
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:
a. pemberian persetujuan perubahan kepemilikan dan
kepengurusan perusahaan yang meliputi:
1. pengalihan Partisipasi Interes dan/atau pengalihan
saham; dan
2. perubahan direksi dan/atau komisaris.
b. mekanisme pengadaan BBN Jenis Biodiesel.
BAB II
BIDANG MINYAK DAN GAS BUMI
Bagian Kesatu
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
Paragraf 1
Pengalihan Partisipasi Interes
Pasal 3
(1) Kontraktor dalam melakukan pengalihan sebagian atau
seluruh Partisipasi Interes kepada pihak lain wajib
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Menteri
berdasarkan pertimbangan Kepala SKK Migas.
(2) Kontraktor dilarang melakukan pengalihan Partisipasi
Interes secara mayoritas kepada pihak lain yang bukan
merupakan afiliasinya selama jangka waktu 3 (tiga)
tahun pertama masa eksplorasi.
- 8 -
(3) Selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kontraktor
dapat melakukan pengalihan Partisipasi Interes setelah
jangka waktu 3 (tiga) tahun pertama masa eksplorasi.
(4) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Kontraktor harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Menteri melalui Kepala SKK Migas dengan
melampirkan:
a. salinan kesepakatan para pihak atas pengalihan
interes (deed assignment);
b. salinan akta pendirian perusahaan penerima interes;
c. salinan daftar pemegang saham perusahaan
penerima interes;
d. identitas perusahaan (company profile) penerima
interes dan/atau identitas perusahaan (company
profile) induk penerima interes;
e. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir
perusahaan penerima interes yang telah diaudit
akuntan publik;
f. laporan nilai ekuivalen kuantitatif besaran
persentase interes yang dialihkan dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak;
g. SPA (Sale Purchasing Agreement) atau dokumen
serupa yang mendasari transaksi pengalihan interes;
h. izin pembukaan data;
i. perjanjian kerahasian data;
j. struktur organisasi perusahaan penerima interes;
dan
k. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Badan perusahaan penerima interes 2
(dua) tahun terakhir serta Nomor Pokok Wajib Pajak
Perusahaan penerima interes dan pengurus
perusahaan penerima interes.
- 9 -
Pasal 4
(1) Kepala SKK Migas melakukan evaluasi terhadap
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kepala SKK Migas menyampaikan pertimbangan
kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima
secara lengkap dan benar.
(3) Menteri memberikan persetujuan atau penolakan
permohonan pengalihan Partisipasi Interes dalam jangka
waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung
sejak surat pertimbangan Kepala SKK Migas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima.
(4) Dalam hal permohonan ditolak, penolakan disampaikan
secara tertulis disertai dengan alasan kepada pemohon
melalui Kepala SKK Migas.
Pasal 5
Ketentuan mengenai pengalihan Partisipasi Interes 10%
(sepuluh persen) setelah disetujuinya pengembangan
lapangan yang pertama kali diatur tersendiri dalam ketentuan
Peraturan Menteri tentang Ketentuan Penawaran Participating
Interest 10% (sepuluh persen) Pada Wilayah Kerja Minyak dan
Gas Bumi.
Paragraf 2
Pengalihan Saham
Pasal 6
(1) Pengalihan saham Kontraktor yang mengakibatkan
perubahan Pengendalian secara langsung wajib terlebih
dahulu mendapatkan persetujuan Menteri berdasarkan
pertimbangan Kepala SKK Migas.
(2) Pengalihan saham yang mengakibatkan perubahan
Pengendalian secara langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dapat dilakukan kepada afiliasinya.
- 10 -
(3) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Kontraktor harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Menteri melalui Kepala SKK Migas dengan
melampirkan:
a. salinan kesepakatan para pihak atas perubahan
Pengendalian;
b. salinan akta pendirian perusahaan pengendali baru;
c. salinan daftar pemegang saham perusahaan
pengendali baru yang terdiri atas:
1. register shareholders;
2. ultimate shareholders.
d. identitas perusahaan (company profile) pengendali
baru dan/atau identitas perusahaan (company
profile) induk pengendali baru;
e. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir
perusahaan pengendali baru yang telah diaudit
akuntan publik;
f. laporan nilai ekuivalen kuantitatif besaran
persentase saham yang dialihkan dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak;
g. SPA (Sale Purchasing Agreement) atau dokumen
serupa yang mendasari transaksi pengalihan saham;
h. struktur organisasi perusahaan pengendali baru;
dan
i. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Badan perusahaan pengendali baru 2
(dua) tahun terakhir serta Nomor Pokok Wajib Pajak
perusahaan pengendali baru dan pengurus
perusahan pengendali baru.
Pasal 7
(1) Kepala SKK Migas melakukan evaluasi terhadap
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
- 11 -
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kepala SKK Migas menyampaikan pertimbangan
kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima
secara lengkap dan benar.
(3) Menteri memberikan persetujuan atau penolakan
permohonan pengalihan saham dalam jangka waktu
paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
surat pertimbangan Kepala SKK Migas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diterima.
(4) Dalam hal permohonan ditolak, penolakan disampaikan
secara tertulis disertai dengan alasan penolakan kepada
pemohon melalui Kepala SKK Migas.
Pasal 8
Dalam hal pengalihan saham mengakibatkan perubahan
Pengendalian secara tidak langsung, Kontraktor wajib
melaporkan secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala
SKK Migas.
Pasal 9
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7, Kontraktor harus mengajukan persetujuan, pengesahan,
pencatatan, atau bentuk lainnya kepada Badan Koordinasi
Penanaman Modal dan/atau Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 3
Perubahan Direksi dan/atau Komisaris
Pasal 10
(1) Kontraktor dalam melakukan perubahan direksi
dan/atau komisaris wajib terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan Menteri berdasarkan pertimbangan Kepala
SKK Migas.
- 12 -
(2) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Kontraktor harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Menteri melalui Kepala SKK Migas dengan
melampirkan:
a. salinan akta hasil Rapat Umum Pemegang Saham;
b. identitas/profil direksi dan/atau komisaris baru
yang disertai dengan, meliputi salinan Kartu Tanda
Penduduk bagi Warga Negara Indonesia atau salinan
paspor bagi Warga Negara Asing; dan/atau
c. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan 2 (dua) tahun terakhir serta Nomor
Pokok Wajib Pajak direksi dan/atau komisaris baru.
Pasal 11
(1) Kepala SKK Migas melakukan evaluasi terhadap
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kepala SKK Migas menyampaikan pertimbangan
kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima
secara lengkap dan benar.
(3) Menteri memberikan persetujuan atau penolakan
permohonan perubahan direksi dan/atau komisaris
dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak surat pertimbangan Kepala SKK
Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima.
(4) Dalam hal permohonan ditolak, penolakan disampaikan
secara tertulis disertai dengan alasan kepada pemohon
melalui Kepala SKK Migas.
- 13 -
Bagian Kedua
Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi
Paragraf 1
Pengalihan Saham
Pasal 12
(1) Pengalihan saham secara mayoritas Badan Usaha wajib
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Menteri.
(2) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Badan Usaha harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal Minyak dan Gas Bumi dengan melampirkan:
a. salinan kesepakatan para pihak atas pengalihan
saham;
b. salinan akta hasil Rapat Umum Pemegang Saham;
c. salinan akta pendirian perusahaan yang mengambil
saham mayoritas;
d. salinan daftar pemegang saham perusahaan yang
mengambil saham mayoritas;
e. identitas perusahaan (company profile) yang
mengambil saham mayoritas;
f. laporan keuangan perusahaan yang mengambil
saham mayoritas 3 (tiga) tahun terakhir yang telah
diaudit akuntan publik;
g. laporan nilai ekuivalen kuantitatif besaran
persentase saham yang dialihkan dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak;
h. SPA (Sale Purchasing Agreement) atau dokumen
serupa yang mendasari transaksi pengalihan saham;
i. struktur organisasi perusahaan yang mengambil
saham mayoritas; dan
- 14 -
j. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Badan perusahaan yang mengambil
saham mayoritas 2 (dua) tahun terakhir serta Nomor
Pokok Wajib Pajak perusahaan yang mengambil
saham mayoritas dan pengurus perusahan yang
mengambil saham mayoritas.
Pasal 13
(1) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi melakukan
evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri memberikan persetujuan atau
penolakan permohonan pengalihan saham dalam jangka
waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung
sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(3) Dalam hal permohonan ditolak, penolakan disampaikan
secara tertulis disertai dengan alasan kepada pemohon
melalui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 14
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13, Badan Usaha harus mengajukan persetujuan,
pengesahan, pencatatan, atau bentuk lainnya kepada Badan
Koordinasi Penanaman Modal dan/atau Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 2
Perubahan Direksi dan/atau Komisaris
Pasal 15
(1) Badan Usaha dalam melakukan perubahan direksi
dan/atau komisaris wajib terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan Menteri.
- 15 -
(2) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Badan Usaha harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal Minyak dan Gas Bumi dengan melampirkan:
a. salinan akta hasil Rapat Umum Pemegang Saham;
b. identitas/profil direksi dan/atau komisaris baru
yang disertai dengan, meliputi salinan Kartu Tanda
Penduduk bagi Warga Negara Indonesia atau salinan
paspor bagi Warga Negara Asing; dan/atau
c. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan 2 (dua) tahun terakhir serta Nomor
Pokok Wajib Pajak direksi dan/atau komisaris baru.
Pasal 16
(1) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi melakukan
evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri memberikan persetujuan atau
penolakan permohonan perubahan direksi dan/atau
komisaris dalam jangka waktu paling lama 14 (empat
belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima
secara lengkap dan benar.
(3) Dalam hal permohonan ditolak, penolakan disampaikan
secara tertulis disertai dengan alasan kepada pemohon
melalui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi.
BAB III
BIDANG KETENAGALISTRIKAN
Bagian Kesatu
Pengalihan Saham
Pasal 17
(1) Pengalihan saham pemegang IUPTL wajib terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan Menteri.
- 16 -
(2) Pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pembangkit tenaga listrik telah mencapai
Commercial Operation Date; atau
b. pengalihan kepada afiliasi yang sahamnya dimiliki
lebih dari 90% (sembilan puluh persen) oleh
penyandang dana (sponsor) yang bermaksud untuk
mengalihkan saham.
(3) Pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b hanya dapat dilakukan kepada satu tingkat di
bawahnya.
(4) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemegang IUPTL harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal Ketenagalistrikan dengan melengkapi
persyaratan:
a. administratif, yang terdiri atas:
1. surat permohonan;
2. dasar atau alasan pengalihan saham;
3. salinan akta hasil Rapat Umum Pemegang
Saham;
4. dokumen anggaran dasar terakhir/terbaru
dengan pengesahan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia;
5. salinan IUPTL yang masih berlaku;
6. persetujuan dari pembeli tenaga listrik;
7. surat pernyataan di atas materai bahwa
dokumen yang diserahkan adalah benar; dan
8. salinan digital dokumen persyaratan
permohonan.
b. finansial, yang terdiri atas:
1. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan 2 (dua) tahun terakhir serta Nomor
Pokok Wajib Pajak dari penerima pengalihan
saham; dan
- 17 -
2. laporan keuangan penerima pengalihan saham
2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit
akuntan publik.
Pasal 18
(1) Direktur Jenderal Ketenagalistrikan melakukan evaluasi
terhadap permohonan pengalihan saham sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri memberikan persetujuan atau
penolakan permohonan pengalihan saham dalam jangka
waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung
sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(3) Dalam hal permohonan ditolak, penolakan disampaikan
secara tertulis disertai dengan alasan kepada pemohon
melalui Direktur Jenderal Ketenagalistrikan.
Pasal 19
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18, pemegang IUPTL harus mengajukan persetujuan,
pengesahan, pencatatan, atau bentuk lainnya kepada Badan
Koordinasi Penanaman Modal dan/atau Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua
Perubahan Direksi dan/atau Komisaris
Pasal 20
(1) Pemegang IUPTL dalam melakukan perubahan direksi
dan/atau komisaris wajib terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan Menteri.
(2) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemegang IUPTL harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal Ketenagalistrikan dengan melampirkan:
a. surat permohonan;
- 18 -
b. salinan akta hasil Rapat Umum Pemegang Saham;
c. dokumen anggaran dasar terakhir/terbaru dengan
pengesahan dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak
asasi manusia;
d. identitas/profil direksi dan/atau komisaris baru
yang disertai dengan, meliputi salinan Kartu Tanda
Penduduk bagi Warga Negara Indonesia atau salinan
paspor bagi Warga Negara Asing;
e. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan 2 (dua) tahun terakhir serta Nomor
Pokok Wajib Pajak direksi dan/atau komisaris baru;
dan f. rekomendasi dari pembeli tenaga listrik.
Pasal 21
(1) Direktur Jenderal Ketenagalistrikan melakukan evaluasi
terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri memberikan persetujuan atau
penolakan permohonan perubahan direksi dan/atau
komisaris dalam jangka waktu paling lama 14 (empat
belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima
secara lengkap dan benar.
(3) Dalam hal permohonan ditolak, penolakan disampaikan
secara tertulis disertai dengan alasan kepada pemohon
melalui Direktur Jenderal Ketenagalistrikan.
Pasal 22
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21, pemegang IUPTL harus mengajukan persetujuan,
pengesahan, pencatatan, atau bentuk lainnya kepada Badan
Koordinasi Penanaman Modal dan/atau Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 19 -
BAB IV
BIDANG MINERAL DAN BATUBARA
Bagian Kesatu
Pengalihan Saham
Pasal 23
(1) Pengalihan saham pemegang IUP atau IUP Operasi
Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian
yang diterbitkan oleh Menteri, IUPK, KK, atau PKP2B
wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengalihan saham pemegang IUP atau IUP Operasi
Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian
yang diterbitkan oleh Menteri, IUPK, KK, atau PKP2B
wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Menteri.
(3) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), pemegang IUP atau IUP Operasi Produksi
khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian yang
diterbitkan oleh Menteri, IUPK, KK, atau PKP2B harus
mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara dengan
melengkapi persyaratan:
a. administratif, yang terdiri atas:
1. surat permohonan yang ditandatangani oleh
Direktur yang terdaftar di Direktorat Jenderal
Mineral dan Batubara;
2. dasar atau alasan pengalihan saham;
3. salinan akta hasil Rapat Umum Pemegang
Saham;
4. dokumen anggaran dasar terakhir/terbaru
dengan pengesahan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia;
- 20 -
5. salinan IUP Clear and Clean yang diterbitkan
oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
bagi pemegang IUP yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan memerlukan status Clear and Clean;
6. salinan IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian bagi
pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian;
7. rancangan jual beli saham;
8. identitas/profil penerima pengalihan saham
yang dilengkapi dengan:
a) salinan akta pendirian dan/atau dokumen
anggaran dasar terakhir/terbaru dengan
pengesahan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum dan hak asasi manusia,
Tanda Daftar Perusahaan, dan Nomor
Pokok Wajib Pajak perusahaan; dan/atau
b) salinan Kartu Tanda Penduduk bagi Warga
Negara Indonesia atau salinan paspor bagi
Warga Negara Asing.
9. surat pernyataan di atas materai bahwa
dokumen yang diserahkan adalah benar; dan
10. salinan digital dokumen persyaratan
permohonan.
b. finansial, yang terdiri atas:
1. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Badan 2 (dua) tahun terakhir
pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi
khusus untuk pengolahan dan/atau
pemurnian, KK, atau PKP2B;
2. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang
telah diaudit akuntan publik pemegang IUP,
IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian, KK, atau
PKP2B;
- 21 -
3. bukti pembayaran penerimaan negara bukan
pajak yang tercatat dalam Sistem Informasi
PNBP Online (SIMPONI);
4. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan penerima pengalihan saham 2
(dua) tahun terakhir dan Nomor Pokok Wajib
Pajak; dan
5. laporan keuangan penerima pengalihan saham
2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit
akuntan publik.
Pasal 24
(1) Direktur Jenderal Mineral dan Batubara melakukan
evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri memberikan persetujuan atau
penolakan permohonan pengalihan saham dalam jangka
waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung
sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(3) Dalam hal permohonan ditolak, penolakan disampaikan
secara tertulis disertai dengan alasan kepada pemohon
melalui Direktur Jenderal Mineral dan Batubara.
Pasal 25
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24, pemegang IUP atau IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian yang diterbitkan oleh
Menteri, IUPK, KK, atau PKP2B harus mengajukan
persetujuan, pengesahan, pencatatan, atau bentuk lainnya
kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal dan/atau
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 22 -
Bagian Kedua
Perubahan Direksi dan/atau Komisaris
Pasal 26
(1) Pemegang IUP atau IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian yang diterbitkan oleh
Menteri, IUPK, KK, atau PKP2B dalam melakukan
perubahan direksi dan/atau komisaris wajib terlebih
dahulu mendapatkan persetujuan Menteri.
(2) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemegang IUP atau IUP Operasi Produksi
khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian yang
diterbitkan oleh Menteri, IUPK, KK, atau PKP2B harus
mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara dengan
melengkapi persyaratan:
a. administratif, yang terdiri atas:
1. surat permohonan yang ditandatangani oleh
Direktur yang terdaftar di Direktorat Jenderal
Mineral dan Batubara;
2. dasar atau alasan perubahan direksi dan/atau
komisaris;
3. salinan akta hasil Rapat Umum Pemegang
Saham;
4. dokumen anggaran dasar terakhir/terbaru
dengan pengesahan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia;
5. salinan IUP Clear and Clean yang diterbitkan
oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
bagi pemegang IUP yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan memerlukan status Clear
and Clean;
- 23 -
6. salinan IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian bagi
pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian;
7. identitas/profil direksi dan/atau komisaris baru
yang disertai dengan, meliputi salinan Kartu
Tanda Penduduk bagi Warga Negara Indonesia
atau salinan paspor bagi Warga Negara Asing;
8. surat pernyataan di atas materai bahwa
dokumen yang diserahkan adalah benar; dan
9. salinan digital dokumen persyaratan
permohonan.
b. finansial, yang terdiri atas:
1. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Badan 2 (dua) tahun terakhir
pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi
khusus untuk pengolahan dan/atau
pemurnian, KK, atau PKP2B;
2. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang
telah diaudit akuntan publik pemegang IUP,
IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian, KK, atau
PKP2B;
3. bukti pembayaran penerimaan negara bukan
pajak yang tercatat dalam Sistem Informasi
PNBP Online (SIMPONI); dan
4. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan 2 (dua) tahun terakhir serta Nomor
Pokok Wajib Pajak direksi dan/atau komisaris
baru.
Pasal 27
(1) Direktur Jenderal Mineral dan Batubara melakukan
evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26.
- 24 -
(2) Berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Menteri memberikan persetujuan atau penolakan
permohonan perubahan direksi dan/atau komisaris
dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak permohonan diterima secara
lengkap dan benar.
(3) Dalam hal permohonan ditolak, penolakan disampaikan
secara tertulis disertai dengan alasan kepada pemohon
melalui Direktur Jenderal Mineral dan Batubara.
Pasal 28
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27, pemegang IUP atau IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan/atau pemurnian yang diterbitkan oleh
Menteri, IUPK, KK, atau PKP2B harus mengajukan
persetujuan, pengesahan, pencatatan, atau bentuk lainnya
kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal dan/atau
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
BIDANG PANAS BUMI
Bagian Kesatu
Pengalihan Saham
Pasal 29
(1) Pengalihan saham pemegang IPB wajib dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengalihan saham pemegang IPB wajib terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan Menteri.
(3) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), pemegang IPB harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi
Energi dengan melengkapi persyaratan:
- 25 -
a. administratif, yang terdiri atas:
1. surat permohonan;
2. dasar atau alasan pengalihan saham;
3. salinan akta hasil Rapat Umum Pemegang
Saham;
4. dokumen anggaran dasar terakhir/terbaru
dengan pengesahan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia;
5. salinan IPB;
6. rancangan jual beli saham;
7. identitas/profil penerima pengalihan saham
yang dilengkapi dengan:
a) salinan akta pendirian dan/atau dokumen
anggaran dasar terakhir/terbaru dengan
pengesahan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum dan hak asasi manusia,
Tanda Daftar Perusahaan, dan Nomor
Pokok Wajib Pajak perusahaan; dan/atau
b) salinan Kartu Tanda Penduduk bagi Warga
Negara Indonesia atau salinan paspor bagi
Warga Negara Asing.
8. surat pernyataan di atas materai bahwa
dokumen yang diserahkan adalah benar; dan
9. salinan digital dokumen persyaratan
permohonan.
b. finansial, yang terdiri atas:
1. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Badan 2 (dua) tahun terakhir
pemegang IPB;
2. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang
telah diaudit akuntan publik pemegang IPB;
3. bukti pelunasan pembayaran iuran tetap
selama 1 (satu) tahun terakhir bagi pemegang
IPB;
- 26 -
4. bukti pelunasan pembayaran iuran produksi
selama 1 (satu) tahun terakhir bagi pemegang
IPB yang telah beroperasi secara komersial
(Commercial Operation Date) pada unit pertama;
5. bukti pembayaran bonus produksi selama 1
(satu) tahun terakhir bagi pemegang IPB yang
telah beroperasi secara komersial (Commercial
Operation Date) pada unit pertama;
6. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan penerima pengalihan saham 2
(dua) tahun terakhir dan Nomor Pokok Wajib
Pajak; dan
7. laporan keuangan penerima pengalihan saham
2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit
akuntan publik.
Pasal 30
(1) Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi melakukan evaluasi terhadap
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri memberikan persetujuan atau
penolakan permohonan pengalihan saham dalam jangka
waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak
permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(3) Dalam hal permohonan ditolak, penolakan disampaikan
secara tertulis disertai dengan alasan kepada pemohon
melalui Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi.
Pasal 31
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30, pemegang IPB harus mengajukan persetujuan,
pengesahan, pencatatan, atau bentuk lainnya kepada Badan
Koordinasi Penanaman Modal dan/atau Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 27 -
Bagian Kedua
Perubahan Direksi dan/atau Komisaris
Pasal 32
(1) Pemegang IPB dalam melakukan perubahan direksi
dan/atau komisaris wajib terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan Menteri.
(2) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemegang IPB harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi
Energi dengan melengkapi persyaratan:
a. administratif, yang terdiri atas:
1. surat permohonan;
2. dasar atau alasan perubahan direksi dan/atau
komisaris;
3. salinan akta hasil Rapat Umum Pemegang
Saham;
4. dokumen anggaran dasar terakhir/terbaru
dengan pengesahan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia;
5. salinan IPB;
6. identitas/profil direksi dan/atau komisaris baru
yang disertai dengan, meliputi salinan Kartu
Tanda Penduduk bagi Warga Negara Indonesia
atau salinan paspor bagi Warga Negara Asing;;
7. surat pernyataan di atas materai bahwa
dokumen yang diserahkan adalah benar; dan
8. salinan digital dokumen persyaratan
permohonan.
b. finansial, yang terdiri atas:
1. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Badan 2 (dua) tahun terakhir
pemegang IPB;
2. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang
telah diaudit akuntan publik pemegang IPB;
- 28 -
3. bukti pelunasan pembayaran iuran tetap
selama 2 (dua) tahun terakhir bagi pemegang
IPB;
4. bukti pelunasan pembayaran iuran produksi
selama 1 (satu) tahun terakhir bagi pemegang
IPB yang telah beroperasi secara komersial
(Commercial Operation Date) pada unit pertama;
5. bukti pembayaran bonus produksi selama 1
(satu) tahun terakhir bagi pemegang IPB yang
telah beroperasi secara komersial (Commercial
Operation Date) pada unit pertama; dan
6. laporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan 2 (dua) tahun terakhir serta Nomor
Pokok Wajib Pajak direksi dan/atau komisaris
baru.
Pasal 33
(1) Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi melakukan evaluasi terhadap
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri memberikan persetujuan atau
penolakan permohonan perubahan direksi dan/atau
komisaris dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara
lengkap dan benar.
(3) Dalam hal permohonan ditolak, penolakan disampaikan
secara tertulis disertai dengan alasan kepada pemohon
melalui Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi.
- 29 -
Pasal 34
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33, pemegang IPB harus mengajukan persetujuan,
pengesahan, pencatatan, atau bentuk lainnya kepada Badan
Koordinasi Penanaman Modal dan/atau Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Mekanisme Pengadaan BBN Jenis Biodiesel
Pasal 35
(1) Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel yang akan mengikuti
pengadaan BBN Jenis Biodiesel mendaftar ke Badan
Usaha BBM paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung
sejak pengumuman pelaksanaan pengadaan BBN Jenis
Biodiesel oleh Badan Usaha BBM.
(2) Badan Usaha BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan usulan kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi
Energi mengenai Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel yang
mendaftar untuk mengikuti pengadaan BBN Jenis
Biodiesel.
(3) Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi menyampaikan laporan kepada
Menteri mengenai daftar Badan Usaha BBN Jenis
Biodiesel yang mendaftar untuk mengikuti pengadaan
BBN Jenis Biodiesel sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
(4) Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi atas nama Menteri menugaskan Tim
Evaluasi Pengadaan BBN Jenis Biodiesel untuk
melakukan evaluasi dan penilaian serta memberikan
rekomendasi atas usulan Badan Usaha BBM
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengenai:
- 30 -
a. Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel yang berhak
mengikuti pengadaan BBN Jenis Biodiesel; dan
b. volume BBN Jenis Biodiesel masing-masing Badan
Usaha BBN Jenis Biodiesel, yang besarnya
ditetapkan secara pro rata dan berdasarkan prinsip
transparansi, efektivitas, efisiensi, keadilan, dan
keberlanjutan.
(5) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Tim Evaluasi Pengadaan BBN Jenis Biodiesel
dapat meminta Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel untuk
memberikan penjelasan mengenai kemampuan dan
kesanggupan Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel dalam
memenuhi ketentuan pengadaan BBN Jenis Biodiesel.
(6) Tim Evaluasi Pengadaan BBN Jenis Biodiesel
menyampaikan hasil evaluasi dan penilaian serta
rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
kepada Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi.
(7) Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi menyampaikan hasil penilaian dan
rekomendasi Tim Evaluasi Pengadaan BBN Jenis
Biodiesel sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada
Menteri untuk mendapatkan persetujuan.
(8) Menteri memberikan persetujuan dan menetapkan:
a. Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel yang berhak
mengikuti pengadaan BBN Jenis Biodiesel; dan
b. alokasi besaran volume BBN Jenis Biodiesel masing-
masing Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel.
(9) Penetapan Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel dan alokasi
besaran volume BBN Jenis Biodiesel sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) disampaikan oleh Direktur
Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi
Energi kepada:
a. Badan Usaha BBM; dan
b. Badan Pengelola Dana.
- 31 -
(10) Penetapan Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel dan alokasi
besaran volume BBN Jenis Biodiesel sebagaimana
dimaksud pada ayat (8), diumumkan oleh Direktur
Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi
Energi kepada publik paling lama 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak tanggal penetapan.
(11) Penetapan Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel dan alokasi
besaran volume BBN Jenis Biodiesel sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) menjadi dasar Badan Usaha BBM
melakukan penunjukan langsung.
Pasal 36
Penunjukan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (11) ditindaklanjuti dengan penandatanganan kontrak
atau Surat Perintah Memulai Pekerjaan antara Badan Usaha
BBN Jenis Biodiesel dengan Badan Usaha BBM paling lama
14 (empat belas) hari kerja setelah penetapan Menteri.
Pasal 37
Badan Pengelola Dana mengadakan perjanjian dengan Badan
Usaha BBN Jenis Biodiesel yang ditunjuk secara sah oleh
Badan Usaha BBM mengenai penyediaan dan pemanfaatan
bahan bakar nabati jenis biodiesel dalam kerangka
pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1. Persetujuan pengalihan Partisipasi Interes, pengalihan
saham, serta perubahan direksi dan/atau komisaris yang
telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Menteri
ini dinyatakan tetap berlaku.
- 32 -
2. Penetapan Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel dan alokasi
besaran volume BBN Jenis Biodiesel yang diterbitkan
sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan
tetap berlaku sampai dengan jangka waktunya berakhir.
Pasal 39
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, permohonan
pengalihan Partisipasi Interes, pengalihan saham, serta
perubahan direksi dan/atau komisaris yang telah diajukan
sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini wajib diproses
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 26 Tahun 2016 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dalam
Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1508) sepanjang mengatur
mengenai mekanisme pengadaan BBN Jenis Biodiesel;
2. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 34 Tahun 2017 tentang Perizinan di Bidang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 228) sepanjang
mengatur mengenai pengalihan saham serta perubahan
direksi dan/atau komisaris yang menjadi kewenangan
Menteri,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.