12
Penyebab Tingginya Insiden Demam Berdarah Dengue dan Cara Menanggulanginya Yossie Firmansyah 102010328/ ! Mahasis"i Fa#ul$as %edo#$eran &#rida 'alan (r)una &$ara no* + yossie,-en.yahoo*-om Abstract Dengue haemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease which are incidence is still high in Indonesia. At the end of the year based on evaluation the incidence ranging is from !" with #" rate of $F%. &his prompted the head of health centers to revitali'e DHF disease eradication program. In formulating and implementing public health programs, one of the most commonly used methods is the approachwhich can be nown to what e tent the level of pain against a particular and what are the factors that did influence or independent variables that play a transmitting the disease to the public and what action should be done so that th not spread to epidemic proportions. For this purpose the necessary reliable data through research in the field, such as cross*sectional studies or prospective st after this epidemiological study, the incidence can be as low as " and and $F% -eywords dengue haemorragic fever, revitali'e, epidemilological approach, Pendahuluan Pada negara negara ber#embang se er$i halnya Indonesia enya#i$ i meru a#an enyebab u$ama $ingginya ang#a #esa#i$an (morbidity) dan ang#a (mortality). alah sa$u -on$oh nya$a yang ada di masyara#a$ adalah #asus demam Demam berdarah dengue 4DBD5 a$au dengue haemorrhagic fever (DHF) b enya#i$ baru di Indonesia* Demam berdarah dengue di#arena#an oleh 6ir amili Flaviviridae dan genus Fla6i6irus* 7irus dengue sebagai enyebab demam berdara hanya da a$ di$ular#an melalui nyamu#* leh #arena i$u enya#i$ ini #elom o# arthropod borne diseases. 1 Dari $ahun #e $ahun $er)adi ening#a$an #asus DBD di semua negara (sia* enyebabnya yai$u engaruh globalisasi dan mobilisasi yang sema#in $inggi* mem ermudah enyebaran enya#i$ DBD* leh #arena i$u -u#u suli$ un$u# mengh enya#i$ DBD*

Document26

  • Upload
    yossie

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

file

Citation preview

Penyebab Tingginya Insiden Demam Berdarah Dengue dan Cara Menanggulanginya Yossie Firmansyah102010328/ E4Mahasiswi Fakultas Kedokteran UkridaJalan Arjuna Utara no. [email protected]

Abstract Dengue haemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease which are incidence is still high in Indonesia. At the end of the year based on evaluation programme, the incidence ranging is from 18% with 4% rate of CFR. This prompted the head of health centers to revitalize DHF disease eradication program. In formulating and implementing public health programs, one of the most commonly used methods is the epidemiological approach which can be known to what extent the level of pain against a particular disease and what are the factors that did influence or independent variables that play a role in transmitting the disease to the public and what action should be done so that the disease does not spread to epidemic proportions. For this purpose the necessary reliable data obtained through research in the field, such as cross-sectional studies or prospective studies. Expected after this epidemiological study, the incidence can be as low as 0% and and CFR.

Keywords: dengue haemorragic fever, revitalize, epidemilological approach,

PendahuluanPada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality). Salah satu contoh nyata yang ada di masyarakat adalah kasus demam berdarah. Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) bukan penyakit baru di Indonesia. Demam berdarah dengue dikarenakan oleh virus dengue dari famili Flaviviridae dan genus Flavivirus. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk dalam kelompok arthropod borne diseases. 1 Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan kasus DBD di semua negara Asia. Salah satu penyebabnya, yaitu pengaruh globalisasi dan mobilisasi yang semakin tinggi. Hal itu turut mempermudah penyebaran penyakit DBD. Oleh karena itu, cukup sulit untuk menghindari penyakit DBD.

Faktor- faktor yang terlibat dalam penularan DBDSebagaimana model epidemiologi penyebaran penyakit infeksi yang dibuat oleh Jhon Gordon, penularan penyakit DBD juga dipengaruhi oleh interaksi tiga faktor, yaitu sebagai berikut:1. Faktor pejamu (Target penyakit, inang), dalam hal ini adalah manusia yang rentan tertular penyakit DBD. Meskipun penyakit DBD dapat menyerang segala usia, beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih rentan tertular penyakit yang berpotensi mematikan ini. Di daerah endemi, mayoritas kasus penyakit DBD terjadi pada anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun; 2 Faktor-faktor risiko pada DHF: Infeksi sekunder dengue merupakan faktor risiko untuk DHF, termasuk juga antibodypasif pada bayi. Strain virus juga merupakan faktor risiko untuk terkena DHF; tidak semua tipe liar virus berpotensi menimbulkan epidemi atau mengakibatkan kasus yang parah. Usia pasien dan genetik pejamu juga termasuk faktor risiko terhadap DHF. Walaupun DHF dapat dan memang menyerang orang dewasa, kebanyakan kasusnya ditemukan pada anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun. 3 2. Faktor penyebar (Vektor) dan penyebab penyakit (Agen), dalam hal ini adalah virus DEN tipe 1-4 sebagai agen penyebab penyakit, sedangkan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus berperan sebagai vektor penyebar penyakit DBD. Virus dengue merupakan anggota family Flaviviridae. Ada empat virus penyebab DBD, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat tipe virus dengue menunjukkan banyak persamaan karakteristik dengan flavivirus yang lain. Hal ini memungkinkan terjadinya reaksi silang pada pemeriksaan serologis antara virus dengue dan virus lain dari family flaviviridae. Reaksi silang berarti bahwa hasil positif pada satu pemeriksaan serologis terhadap virus dengue, bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi oleh virus bukan dengue dari jenis flaviviridae. Virus dengue memiliki kode genetik (genom) RNA rantai tunggal, yang dikelilingi oleh selubung inti (nukleokapsid) ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid (lemak). Virus dengue bersifat labil terhadap panas. Untuk Indonesia, Aedes aegypti lebih sering sebagai pembawa virus dengue dibanding Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna hitam kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3-4 cm, dengan mengabaikan panjang kakinya. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis putih keperakan. Di bagian punggungnya (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan nyata dalam hal ukuran. Biasanya, nyamuk jantan memiliki tubuh lebih kecil daripada betina, dan terdapat rambut- rambut tebal pada antena nyamuk jantan. 2Berbeda dengan Aedes albopictus, nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tinggal di ruangan rumah yang sejuk, lembab, dan gelap. Hinggapnya bukan di dinding, melainkan di barang-barang yang bergelantungan di kamar.. Perindukannya bukan di air kotor seperti nyamuk lain, melainkan di air jernih yang tidak terusik. Biasanya di air dalam wadah (barang bekas berisi air hujan di pekarangan, talang air, ceruk pohon, atau wadah penyimpanan air bersih di dalam rumah, seperti tempayan, gentong, jambangan bunga, bak penampungan air di alas kulkas). Nyamuk demam berdarah hanya menggigit pada jam-jam tertentu saja. Itu pun hanya nyamuk betina yang menggigit. Jam aktif nyamuk Aedes pagi hari pukul 06.00-09.00, dan sore hari pukul 15.00-17.00. 4 3. Faktor lingkungan, yakni lingkungan yang memudahkan terjadinya kontak penularan penyakit DBD. 2Ketiga faktor tersebut saling memengaruhi dan dalam epidemiologi disebut Segitiga Epidemiologi atau disebut Trias Penyebab Penyakit.Penjamu

Agen LingkunganGambar 1 Segitiga EpidemiologiNyamuk Aedes aegypti sangat suka tinggal dan berbiak di genangan air bersih yang tidak berkontak langsung dengan tanah. Vektor penyakit DBD ini diketahui banyak bertelur di genangan air yang terdapat pada sisa- sisa kaleng bekas, tempat penampungan air, baik mandi, bekas ban dan sebagainya. Jumlah penderita DBD umumnya meningkat pada awal musim hujan, yaitu antara Septermber hingga Februari, di mana banyak terdapat genangan air bersih di dalam sisa-sisa kaleng bekas, ban bekas, maupun benda- benda lain yang mampu menampung sisa air hujan. Di daerah urban berpenduduk padat, puncak penderita penyakit DBD adalah bulan Juni atau Juli, bertetepatan dengan awal musim kemarau. 2

Cara penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) MultiplikasiVektor aedesVirus DBDPenjamu (manusia)

Orang lain

Diagram 2 . Cara Penularan Demam Berdarah DenguePada penyakit demam berdarah dengue (DBD) tidak terjadi siklus perubahan hidup namun hanya terjadi multiplikasi virus DBD dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti sebagai penjamu intermediate atau karier untuk menularkan kepada orang lain. 5Virus dengue berasal dari tubuh pasien yang sedang terserang virus dengue. Kemudian apabila nyamuk Aedes menggigit tubuh si pengidap virus, virus akan bersiklus hidup di dalam tubuh nyamuk.Nyamuk yang di dalam tubuhnya sudah bervirus lalu memindahkannya ke tubuh orang sehat setelah menggigitnya. Begitu seterusnya terjadi. Virus dengue berpindah dan berpindah lagi ke banyak tubuh sehat. 4

Epidemiologi Dalam menyusun dan melaksanakan program kesehatan masyarakat, salah satu metode yang sering digunakan adalah pendekatan epidemiologi, dalam hal ini berupa diagnosis komunitas. Diagnosis komunitas diselenggarakan untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kesakitan masyarakat terhadap suatu penyakit tertentu dan faktor-faktor apa saja yang ikut memengaruhi atau variabel bebas yang ikut berperan dalam menularkan penyakit kepada masyarakat dan tindakan apa yang harus dilakukan agar penyakit tersebut tidak menyebar luas menjadi epidemis. Contoh, prevalensi penyakit demam berdarah dengue (DBD) akan meningkat tajam pada musim penghujan dan akan semakin parah apabila lingkungan hidup manusia buruk dan menguntungkan agen penyakit atau vektor penyakit.Untuk keperluan diagnosis komunitas ini diperlukan data yang reliabel. Data tersebut dapat diperoleh melalui penelitian di lapangan, seperti studi cross sectional atau studi prospektif berupa survei untuk mencari variabel bebas yang berperan dalam menularkan suatu penyakit pada sekelompok masyarakat yang bertempat tinggal di suatu daerah tertentu.6 Epidemi adalah wabah atau munculnya penyakit tertentu yang berasal dari sumber tunggal dalam satu kelompok, populasi, masyarakat, atau wilayah yang melebihi tingkatan kebiasaan yang diperkirakan. Kejadian luar biasa atau peningkatan secara tajam dari kasus baru yang memengaruhi kelompok tertentu biasanya juga disebut sebagai epidemi. Surveilans epidemiologi merupakan pekerjaan praktis yang utama dari ahli epidemiologi. Dalam perkembangannya, surveilansi epidemiologi merupakan kegiatan tersendiri, yaitu mengumpulkan dan menganalisis data serta menyebarluaskan informasi atas dasar hasil analisis tersebut kepada yang berkepentingan. Dapat disimpulkan bahwa dalam surveilans epidemiologi terdapat dari ciri khas sebagai berikut:- Pengumpulan data epidemiologi yang sistematis dan teratur secara terus menerus; Pengolahan, analisis, dan interpretasi data yang telah didapat yang manghasilkan suatu informasi; - Penyebaran hasil informasi (perolehan data) kepada orang-orang atau lembaga yang berkepentingan; - Menggunakan informasi (data) tersebut dalam rangka memantau, menilai, dan merencanakan kembali program-program atau pelayanan kesehatan. Data yang dikumpulkan berasal dari bermacam-macam sumber dan berbeda-beda antara satu negara dan negara yang lain. Sumber-sumber tersebut disebut dengan unsur- unsur surveilans epidemiologi misalnya: - laporan penyakit: unsur ini penting untuk mengetahui distribusi penyakit menurut waktu, apakah musiman atau siklus. Dengan demikian, dapat diketahui pula ukuran endemis suatu penyakit. Bila terjadi lonjakan frekuensi penyakit melebihi ukuran endemis berarti terjadi kejadian luar biasa pada daerah atau lokasi tertentu; laporan wabah: penyakit tersebut terjadi dalam bentuk wabah, misalnya keracunan makanan, influenza, demam berdarah, dan lainnya. Laporan wabah dengan distribusi penyakit menurut waktu, tempat, dan orang penting artinya untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dalam rangka mengetahui sumber dan penyebab wabah tersebut. - Penyelidikan wabah atau kejadian luar biasa: bila terjadi lonjakan frekuensi penyakit yang melebihi frekuensi biasanya, maka perlu diadakan penyelidikan wabah pada tempat di mana bila diadakan analisis data sekunder, dapat diketahui terjadinya peningkatan kasus. Dalam hal ini diperlukan diagnosis klinis dan diagnosis laboratories di samping penyelidikan epidemik di lapangan. Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat panik masyarakat di wilayah itu. Secara umum, kejadian ini disebut sebagai kejadian luar biasa (KLB). Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan penyelidikan epidemiologis, yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab dan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya.Hasil penyelidikan epidemiologis mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah.Suatu penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi criteria sebagai berikut: Timbulnya suatu penyakit atau penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal; - Peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut- turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun); - Peningkatan kejadian penyakit atau kematian, dua kali atau lebih dibandingkan periode sebelumnya (hari, minggu, bulan, tahun); - Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya; - Angka rata- rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya; - Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya; - Propotional rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandung periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya. Beberapa penyakit khusus; kolera, DHF/ DSS: Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis), terdapat satu atau lebih penderita baru di mana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan. 7Penanggulan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus- menerus yang mendukung sikap tanggap atau waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit- penyakit yang berpotensi menjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560 Tahun 1989, maka penyakit demam berdarah harus dilaporkan segera dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Kegunaan surveilans epidemiologi: - Mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi dari suatu penyakit; - menentukan penyakit mana yang diprioritaskan untuk diobati atau diberantas; - meramalkan terjadinya wabah; - menilai dan memantau pelaksanaan program pemberantasan penyakit menular dan program kesehatan lainnya, seperti program mengatasi kecelakaan, program kesehatan gigi, program gizi, dan lainnya; - mengetahui jangkauan atau cakupan dari pelayanan kesehatan.Pengukuran EpidemiologiUntuk mengetahui kejadian dan pola suatu penyakit atau permasalahan yang terjadi di masyarakat digunakan alat atau metode yang dapat dipakai sebagai tolak ukur atau indikator. Alat ukur yang sering dipakai adalah rasio dan rate. Rasio atau proporsi digunakan untuk membandingkan frekuensi suatu penyakit atau masalah pada dua kelompok individu atau lebih, misalnya frekuensi penyakit demam berdarah pada kelompok A dan B. Sedangkan rate dipakai untuk menyatakan frekuensi distribusi suatu penyakit atau suatu peristiwa yang terjadi di masyarakat, misalnya jumlah kematian penduduk di kota Surabya karena demam berdarah adalah 20 orang per 1000 penduduk.Rate adalah pernyataan numerik, yang menggunakan sebuah rumus untuk menghitung frekuensi suatu kejadian yang berasal dari pembagian jumlah kasus (pembilang) dengan jumlah populasi total yang mengalami kejadian tersebut (penyebut atau populasi berisiko), kemudian hasilnya dikalikan 100, 1000, atau 10. 000 (suatu konstanta) untuk mengetahui jumlah kasus yang terjadi pada unit populasi tersebut.

Rate= Jumlah kasusX 1000Populasi di area dalam periode waktu tertentu

Rasio adalah hubungan dalam angka, tingkatan, atau penjumlahan yang terbentuk antara dua hal, hubungan yang kuat dalam hal jumlah atau tingkatan di antara dua hal serupa, misalnya 25 laki- laki terhadap 30 perempuan. Karena sifatnya yang lebih umum, rasio merupakan angka relatif menunjukkan tingkatan suatu kejadian yang berkaitan dengan kejadian lain. Dalam epidemiologi, rasio kurang bermanfaat dibandingkan rate karena eleman waktunya dihilangkan sehingga hasilnya lebih umum. Pengukuran Angka Penyakit (Morbiditas)Pengukuran frekuensi penyakit dititikberatkan pada angka kesakitan dan angka kematian yang terjadi pada masyarakat. Pengukuran angka kesakitan relative lebih sulit dibandingkan dengan angka kematian.

Incidence rateIncidence rate dari suatu penyakit merupakan jumlah kasus baru yang terjadi di kalangan penduduk selama periode waktu tertentu. Rumus yang digunakan:Incidence rate= Jumlah kasus suatu penyakit selama periode terhentiX 1000Populasi yang mempunyai risiko tertular penyakit yang sama

Di Indonesia, penyakit DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada 1968. Namun, konfirmasi pasti melalui isolasi virus baru didapat pada 1970.Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada 1969. Kemudian, DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung dan Yogyakarta pada 1972. Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada 1972 di Sumatra Barat dan Lampung, di susul oleh daerah Riau, Sulawesi Utara dan Bali pada 1973. Pada 1974, wabah DBD dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada 1994, DBD telah menyebar ke seluruh provinsi. 2

Macam- Macam tingkat Pencegahan PenyakitLangkah pencegahanTubuh seseorang yang pernah terinfeksi virus dengue akan timbul kekebalan untuk virus tertentu yang terbagi lagi menjadi beberapa jenis atau tipe (serotype), sehingga pada umumnya tidak akan terserang lagi untuk jenis serotype yang sama. Namun, masih ada kemungkinan untuk terserang virus dengan serotupe yang berbeda. Oleh karena itu pembuatan vaksin untuk virus tersebut masih sulit dilakukan karena adanya perkembangan serotype virus dari waktu ke waktu.Belum ada vaksin yang dapat menyembuhkan DBD secara langsung meskipun saat ini sedang dikembangkan penelitian untuk menemukan vaksin tersebut. Oleh karena itu, pencegahan terhadap virus dengue lebih diutamakan dengan membasmi vektor pembawa virus, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pencegahan berkembangnya nyamuk Aedes aegypti bisa dilakukan dengan tidak menyediakan tempat yang lembap dan berair yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk dan memberantas sarang-sarangnya.Karena tempat perkembangbiakannya ada di rumah- rumah dan tempat- tempat umum, setiap keluarga harus melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN- DBD) secara teratur, sekurang-kurangnya seminggu sekali. Selain itu, fogging (pengasapan) dan memutuskan mata rantai pembiakan Aedes aegypti lewat abatisasi juga harus dilakukanAbatisasi adalah menggunakan sejenis insektisida dengan merek dagang Abate sebanyak 1 ppm (per sejuta bagian) atau sesuai petunjuk setempat. Kegunaannya untuk mencegah larva berkembang menjadi nyamuk dewasa.Untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk, gunakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Bila perlu oleskan bahan- bahan yang berfungsi untuk mencegah gigitan nyamuk dan minum ramuan yang secara empiris diketahui bisa mencegah dari gigitan nyamuk. 8Menanggulangi penularan di dalam keluargaDalam keadaan wabah penyakit DBD, seyogyanya setiap keluarga mampu melakukan penanggulan dan pencegahan: A. Jangan menunggu datangnya penyemprotan pengasapan atau foging dari petugas kesehatan. Lakukan beberapa tindakan pengamanan internal: Gunakan obat racun nyamuk, boleh obat nyamuk bakar, gosok, maupun yang semprot atau tidur dengan menggunakan kelambu. Atau, gunakan kipas angin di kamar tidur karena naymuk pada umumnya tidak senang dengan lingkungan berangin; - Hindari tidur siang, terutama di pagi hari antara jam 9-10 atau sore hari sekitar hari sekitar jam 3-5, karena nyamuk Aedes mempunyai kebiasaan menggigit pada jam-jam tersebut. Pada jam-jam ini lebih baik anak-anak bermain di luar rumah. Agaknya nasihat dulu agar anak tidur siang perlu dipertimbangkan lagi; - Singkirkan pakaian-pakaian tergantung di gantungan pakaian di balik pintu di dalam kamar karena nyamuk Aedes aegypti senang berada di tempat agak gelap seperti di kamar tidur, dan istirahat di pakaian yang tergantung di balik pintu atau pada korden yang berwarna agak gelap.; - Sebaiknya di dalam rumah tidak ada tempat-tempat penampungan air bersih, karena nyamuk Aedes aegypti menyukai air jernih untuk meletakkan telurnya, dan kemudian menetas menjadi nyamuk dewasa yang siap menularkan virus lagi; - Bak penampungan air jernih sebaiknya dikuras dan disikat dindingnya untuk melepaskan telur nyamuk yang melekat di dinding bak paling kurang satu kali dalam seminggu. Kalau ada, boleh bubuhkan bubuk abate ke dalam air baik yang berfungsi mematikan telur nyamuk. B. Kebersihan tempat-tempat penampungan air harus dikerjakan secara bergotong royong sampai radius 200 rumah sekitarnya. C. Barang-barang bekas di sekitar rumah yang mungkin menampung air hujan (seperti aki bekas, ban bekas, kaleng-kaleng, plastic ) harus disingkirkan atau dikubur agar tidak menjadi tempat bertelur nyamuk.9 Untuk memberantas demam berdarah, langkah tepat yang harus dilakukan adalah memberantas sarang nyamuk. Diperlukan langkah yang jelas dan sederhana untuk menumbuhkan sikap dan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan. Langkah sederhana pemberantasan sarang nyamuk dilakukan dengan cara 3M, yaitu menguras kamar mandi, membuang air yang tergenang, serta mengubur barang- barang bekas. Dengan melakukan langkah tersebut akan memutuskan mata rantai penularan nyamuk Aedes aegypti, sehingga penyakit demam berdarah tidak menyebar luas. Pengasapan secara massal bukanlah penyelesaian tepat karena nyamuk bertelur 200- 400 butir per hari. Bila hari ini disemprot lalu nyamuk mati, esoknya telah lahir nyamuk baru.Tata cara dan tata urut penanganan kasusu DBD dan petunjuk upaya perawatan pasien DBD di Indonesia meliputi beberapa hal sebagai berikut.1. Penyediaan dan peningkatan sarana pelayanan kesehatan di semua rumah sakit agar mampu memberikan pengobatan kasus- kasus DBD secara cepat dan tepat sehingga angka kematian dapat ditekan serendah- rendahnya.2. Melakukan pengasapan di lokasi- lokasi yang tinggi jumlah kasus DBD- nya agar penyebaran penyakitnya dapat segera dikendalikan lewat pemberantasan vektor nyamuk Aedes aegypti dewasa bersama- sama masyarakat dan sector swasta. Fogging dilakukan di daerah focus- focus penularan.3. Menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) lewat 3M (menguras bak mandi, menutup tendon air, dan mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan). 8Pertemuan Nasional Penanggulangan Keadaan Luar Biasa (KLB) DBD tahun 2004 menghasilkan kesepakatan- kesepakatan sebagai berikut.1. Seluruh instansi pemerintah terkait di pusat dan daerah perlu mengambil langkah cepat dan tepat untuk meredam kepanikan masyarakat dengan cara sebagai berikut: A. Mengefektifkan pencegahan penyebarana kasus DBD dengan mengutamakan PSN secara serentak dan periodik lewat: - Pemberdayaan masyarakat dengan mengaktifkan kembali (revitalisasi) Pokjanal DBD di desa, kelurahan, kecamatan dengan fokus pada pemberian dan pemeriksaan jentik berkala, - Intendikasi pengamatan (surveilans) penyakit DBD dan vektor yang didukung oleh laboratorium yang memadai, - Merekrut warga masyarakat sebgai Jumantik dengan fungsi utama memantau jentik, memberantas sarang nyamuk secara periodik, dan memberikan penyuluhan kesehatan, - Meningkatkan peran media massa dalam penanggulangan KLB DBD. B. Mengupayakan pemanfaatan sumber pembiayaan dari alokasi dana penanggulangan darurat oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota untuk mendukung pelaksaaan program penanggulangan KLB DBD. C. Menyiapkan sumber daya bantuan dari pemerintah pusat lewat Departemen Kesehatan dalam penanggulan KLB yang meliputi bantuan teknis, logistic, dan biaya operasional. D. Melakukan kajian sero- epidemiologis, yaitu pengambilan serum dari masyarakat untuk mengetahui penyebaran virus dengue. E. Mengupayakan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang mengatur pelaksanaan PSN secara berkala, serentak dan berkesinambungan, guna mengendalikan penyakit DBD agar tidak menjadi KLB atau wabah. Penyusunan Perda ini berdasarkan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku.2. Meningkatkan pelayanan tanggap darurat (emergency) dalam penangangan penderita KLB DBD dengan cara: a. Menyiagakan sarana pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, rumah sakit, Palang Merah Indonesia, dan laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta untuk mendukung kegiatan penanggulangan KLB DBD, b. Manajemen sarana pelayanan kesehatan wajib memberikan pelayanan cepat dan tepat bagi tersangka penderita KLB DBD guna menekan angka kematian. 8Cara Penemuan Penderita DBD di Masyarakat Pada DBD terjadi kelainan pada darah dimana terjadi penurunan jumlah sel pembeku darah (trombosit) serta pengentalan darah (Hemokonsentrasi) sebagai akibat kebocoran cairan darah melalui dinding pembuluh darah. Kejadian hemokonsentrasi umumnya dapat diatasi dengan pemberian minum yang banyak, asalkan penderita tidak muntah terus menerus.Penularan virus Dengue adalah melalui gigitan nyamuk, lebih banyak terjadi di tempat yang padat penduduk, seperti di perkotaan dan di desa-desa pinggir kota besar. Oleh karena itu penyakit demam berdarah lebih menjadi masalah di daerah perkotaan. Perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes yang mengandung virus akan terkena demam berdarah: 1. Hanya sebagian kecil saja yang tertular virus Dengue menjadi sakit an memperlihatkan gejala-gejala demam; 2. Dan hanya sebagian kecil dari yang terkena demam akan memperlihatkan gejala-gejala pendarahan yang terlihat dengan kasat mata, seperti bintik-bintik merah di kulit atau mimisan. Di sinilah pentingnya pemeriksaan laboratorium darah pada penderita Demam Berdarah. Pemeriksaan laboratorium darah untuk mendukung menegakkan diagnosa penyakit Demam Berdarah Dengue. 9

Promosi KesehatanDesa Siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan kesehatan) secara mandiri (Depkes RI, 2006). Konsep desa di sini serupa dengan desa, keluraha, nagari, dan lain- lain yang sepadan. Tujuan dibentuknya desa siaga: - Tujuan umum: Terwujudnya desa dengan masyarakat yang sehat, perduli, dan tanggap terhadap masalah- masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan kesehatan) di desanya. Tujuan khusus: Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan dan menerapkan perilaku hidup sehat, meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan.Sasaran dalam pengembangan Desa Siaga: Pihak- pihak yang dapat memengaruhi individu dan keluarga, yaitu tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), kader, dan media massa; pihak pihak yang dapat memberi dukungan atau bantuan, yaitu pejabat atau dunia usaha; Semua individu dan keluarga di desa.Semua sasaran di atas diharapkan dapat diharapkan dapat lebih mandiri dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan. Untuk menuju Desa Siaga, ada beberapa criteria yang harus dipenuhi, yaitu desa tersebut minimal mempunyai pos kesehatan desa (poskesdes). Poskesdes di sini merupakan suatu upaya bersumber daya masyarakat (UKBM) yang minimal melaksanakan kegiatan- kegiatan seperti berikut. Pengamatan epidemiologis penyakit menular dan yang berpotensi menjadi kejadian luar biasa (KLB) serta faktor- faktor risikonya. Penanggulangan penyakit menular dan yang berpotensi menjadi kejadian luar biasa serta kekurangan gizi. Kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan. Pelayanan kesehatan dasar, sesuai dengan kompetensinya (jika dekat dengan puskesmas atau pustu maka bisa diambil alih oleh salah satunya). Kegiatan lain- lain misalnya promosi untuk sadar gizi, perilaku hidup bersih dan sehat, penyehatan lingkungan, dan kegiatan pembangunan. 7Kesimpulan

Berbagai upaya untuk memutus mata rantai penularan penyakit DBD dapat ditempuh dengan cara memodifikasi faktor-faktor yang terlibat di dalamnya. Perbaikan kualitas kebersihan (sanitasi) lingkungan, menekan jumlah populasi nyamuk Aedes aegypti selaku vektor penyakit DBD, serta pencegahan penyakit dan pengobatan segera bagi penderita penyakit DBD adalah beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan ini.Namun, hal yang penting sekali diperhatikan adalah peningkatan pemahaman, kesadaran, sikap, dan perubahan perilaku masyarakat terhadap penyakit ini, akan sangat mendukung percepatan upaya memutus mata rantai penularan penyakit DBD. Dan pada akhirnya, mampu menekan laju penularan penyakit mematikan ini di masyarakat.

Daftar Pustaka1. Satari HI, Meiliasari M. Demam Berdarah. Jakarta: Puspa Swara, 2004. h. 2-3.2. Ginanjar G. Apa yang Dokter Anda Tidak Katakan Tentang Demam Berdarah. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. h. 1-20. 3. World Health Organization. Demam berdarah dengue. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005. h. 1-454. Nadesul H. Cara mudah mengalahkan demam berdarah. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2007. h. 1-3. 5. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Jakarta: h. 33.6. Chandra B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007. h. 2047. Efendi F, Makhfudli. Keperawatan kesehatan komunitas; teori dan praktirk dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2009. h. 49- 287.8. Suharmiati, Handayani L. Tanaman obat dan ramuan tradisional untuk mengatasi demam berdarah dengue. Jakarta: h. 12-6.9. Yatim F. Macam-macam penyakit menular dan pencegahannya. Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2001. h. 9-19.