16
PENENTUAN KADAR PARASETAMOL DAN KAFEIN DALAM CAMPURAN TABLET PARASETAMOL KAFEIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF Rania Adrieza Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Jawa Barat, Indonesia Abstrak Parasetamol dan kafein berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik , campurannya banyak ditemukan dalam produk anti influenza. Tujuan percobaan ini yaitu memahami cara menghitung kadar zat aktif dalam senyawa campuran dan mengetahui cara menentukan zero crossing dari suatu spektra. Tablet campuran dianalisis menggunakan spektrofotometri derivatif dengan metode zero crossing yaitu metode manipulatif terhadap spektra pada spektrofotometer Uv-Vis. Metode ini dilakukan dengan membuat larutan baku, membuat spektra serapan normal, penentuan zero crossing, dan penetapan kadar sampel. Panjang gelombang zero crossing untuk parasetamol yaitu 246 nm dan 275 nm, sedangkan kafein yaitu 226 nm, 238 nm, dan 290 nm. Hasil yang didapat yaitu kadar parasetamol sebesar sedangkan kadar kafein sebesar 12,92%. Kadar ini tidak sesuai dengan persyaratan yang ada. Kata Kunci: parasetamol, kafein, spektrofotometri derivatif, zero crossing, kadar. Abstract Paracetamol and caffeine efficacious as analgetic and antipyretic, the mixtures found a lot in products of anti influenza. The purpose of this experiment are to understand the way that counts levels of an active pharmaceutical ingredients in mixed compound and to know how to determine zero crossing of a spectra. Mixture tablet analyzed using derivative spectrophotometry with the zero crossing method is the manipulative method to spectra in of the spectrophotometer Uv-Vis .This method done by making standard solution, make spectra of normal absorption, determine of zero crossing, and determine levels of sample. Wave lengths to zero crossing of paracetamol namely 246 nm and 275 nm, while caffeine namely 226 nm, 238 nm, and 290 nm .The results obtained the levels of paracetamol is 89.5% while levels of caffeine is 12,92%. These levels are not suitable with the requirements. Keywords: parasetamol, caffeine, derivative spectrophotometry, zero crossing, levels.

260110140121_RANIA ADRIEZA_4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

PENENTUAN KADAR PARASETAMOL DAN KAFEIN DALAM

CAMPURAN TABLET PARASETAMOL KAFEIN MENGGUNAKAN

METODE SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF

Rania Adrieza

Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Jawa Barat, Indonesia

Abstrak

Parasetamol dan kafein berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik , campurannya

banyak ditemukan dalam produk anti influenza. Tujuan percobaan ini yaitu

memahami cara menghitung kadar zat aktif dalam senyawa campuran dan

mengetahui cara menentukan zero crossing dari suatu spektra. Tablet campuran

dianalisis menggunakan spektrofotometri derivatif dengan metode zero crossing

yaitu metode manipulatif terhadap spektra pada spektrofotometer Uv-Vis. Metode

ini dilakukan dengan membuat larutan baku, membuat spektra serapan normal,

penentuan zero crossing, dan penetapan kadar sampel. Panjang gelombang zero

crossing untuk parasetamol yaitu 246 nm dan 275 nm, sedangkan kafein yaitu

226 nm, 238 nm, dan 290 nm. Hasil yang didapat yaitu kadar parasetamol sebesar

sedangkan kadar kafein sebesar 12,92%. Kadar ini tidak sesuai dengan

persyaratan yang ada.

Kata Kunci: parasetamol, kafein, spektrofotometri derivatif, zero crossing, kadar.

Abstract

Paracetamol and caffeine efficacious as analgetic and antipyretic, the mixtures

found a lot in products of anti influenza. The purpose of this experiment are to

understand the way that counts levels of an active pharmaceutical ingredients in

mixed compound and to know how to determine zero crossing of a spectra.

Mixture tablet analyzed using derivative spectrophotometry with the zero crossing

method is the manipulative method to spectra in of the spectrophotometer Uv-Vis

.This method done by making standard solution, make spectra of normal

absorption, determine of zero crossing, and determine levels of sample. Wave

lengths to zero crossing of paracetamol namely 246 nm and 275 nm, while

caffeine namely 226 nm, 238 nm, and 290 nm .The results obtained the levels of

paracetamol is 89.5% while levels of caffeine is 12,92%. These levels are not

suitable with the requirements.

Keywords: parasetamol, caffeine, derivative spectrophotometry, zero crossing,

levels.

Page 2: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

Pendahuluan

Sediaan farmasi yang beredar

di pasaran seringkali berupa campuran

berbagai zat aktif. Hal ini

dimaksudkan agar efek terapi yang

didapatkan semakin meningkat. Salah

satu campuran zat aktif yang sering

digunakan yaitu parasetamol dan

kafein yang berkhasiat sebagai

analgetik dan antipiretik (Damayanti

dkk., 2003).

Parasetamol merupakan

metabolit fenasetin dengan efek

analgetik ringan sampai sedang, dan

antipiretik yang ditimbulkan oleh

gugus aminobenzen, sedangkan kafein

adalah basa lemah yang merupakan

turunan xantin, memiliki gugus metil

dan berefek stimulasi susunan saraf

pusat serta dapat memperkuat efek

analgetik parasetamol. Dilihat dari

strukturnya, parasetamol mempunyai

gugus kromofor dan ausokrom, yang

dapat menyerap radiasi, sehingga

dapat dilakukan dengan metode

spektrofotometri, tetapi kendala yang

sering dijumpai adalah terjadinya

tumpang tindih spektra (overlapping)

karena keduanya memiliki serapan

maksimum pada panjang gelombang

yang berdekatan sehingga diperlukan

proses pemisahan terlebih dahulu

(Naid dkk., 2011).

Metode spektrofotometri

merupakan metode untuk analisis

kuantitatif. Metode spektrofotometri

digunakan untuk mengukur absorban

suatu sampel sebagai fungsi panjang

gelombang (Suhartini, 2013). Metode

spektrofotometri dapat digunakan

untuk penetapan kadar campuran

dengan spektrum yang tumpang tindih

tanpa pemisahan terlebih dahulu.

Karena perangkat lunaknya mudah

digunakan untuk instrumentasi analisis

dan mikrokomputer, spektrofotometri

banyak digunakan di berbagai bidang

analisis kimia terutama farmasi

(Karinda, 2013).

Metode zero crossing adalah

metode kuantitatif dari spektrum

derivatif dimana dA/dλ, salah satu

senyawa dari campuran sampel

memiliki absorbansi 0 sehingga kadar

senyawa lainnya dapat ditentukan

dengan menghitung absorbansi total

Page 3: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

sampel pada pajang gelombang

tersebut (Hayun dkk., 2006).

Berdasarkan hal tersebut, maka

perlu dilakukan penetapan kadar zat

aktif pada suatu sediaan farmasi, agar

obat yang beredar pada masyarakat

sesuai dengan persyaratan yang

berlaku.

Tujuan percobaan ini yaitu

memahami cara menghitung kadar zat

aktif dalam senyawa campuran dan

mengetahui cara menentukan zero

crossing dari suatu spektra.

Metode

Alat yang digunakan dalam

praktikum ini adalah beaker glass,

bulb, instrumen spektrofotometri uv,

kuvet, labu ukur, pipet tetes, pipet

volumetri.

Bahan yang digunanakan

dalam praktikum ini adalah etanol,

kafein baku, parasetamol baku, dan

tablet sampel yang akan diuji.

Semua alat terlebih dahulu

dibilas dengan menggunakan etanol

karena pelarut yang akan digunakan

dalam praktikum ini adalah etanol, lalu

dilap hingga kering. Prosedur yang

dilakukan adalah sebagai berikut

Pembuatan Larutan Stok

Larutan stok kafein dibuat

dengan menimbang 50 mg kafein yang

kemudian dilarutkan dengan etanol

100 ml sehingga diperoleh konsentrasi

larutan stok kafein 500 ppm.

Larutan stok parasetamol

dibuat dengan menimbang 50 mg

kafein yang kemudian dilarutkan

dengan etanol 100 ml sehingga

diperoleh konsentrasi larutan stok

parasetamol 500 ppm. Kemudian 1 ml

dari 50 ppm diencerkan dengan etanol

hingga volumenya 10 ml (50 ppm).

Skrining Panjang Gelombang

Maksimal Parasetamol dan Kafein

Larutan stok kafein 500 ppm

dipipet sebanyak 2 ml kemudian

dilarutkan dalam labu ukur 10 ml, diad

dengan etanol hingga tanda batas.

Larutan stok kafein 10 ppm ini

kemudian diuji dengan menggunakan

spektrofotometri UV pada panjang

Page 4: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

gelombang 200-300 nm. dicatat

panjang gelombang dimana kafein

memiliki absorbansi maksimum.

Larutan stok parasetamol 500

ppm dipipet sebanyak 2 ml kemudian

dilarutkan dalam labu ukur 10 ml, diad

dengan etanol hingga tanda batas.

Larutan stok parasetamol 10 ppm ini

kemudian diuji dengan menggunakan

spektrofotometri UV pada panjang

gelombang 200-300 nm. Dicatat

panjang gelombang dimana

parasetamol memiliki absorbansi

maksimum.

Skrining Panjang Gelombang Zero

Crossing Parasetamol dan Kafein

Pada spektrum normal larutan

baku parasetamol 10 ppm, dibuat

derivatnya yaitu dengan menggunakan

derivat pertamanya. Dicatat panjang

gelombang yang menunjukkan

absorbansi 0 dari parasetamol.

Pada spektrum normal larutan

baku kafein 10 ppm, dibuat derivatnya

yaitu dengan menggunakan derivat

pertamanya. Dicatat panjang

gelombang yang menunjukkan

absorbansi 0 dari kafein.

Pembuatan Kurva Baku

Parasetamol

Larutan stok parasetamol 50 ppm,

dibuat variasi konsentrasi larutan yaitu

8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, 14 ppm dan

16 ppm. Pada masing-masing

konsentrasi tersebut ditambahkan 5

ppm kafein, kemudian diad hingga 10

ml. Kemudian larutan tersebut

dihitung absorbansinnya pada panjang

gelombang 246 nm dan 275 nm.

Pembuatan Kurva Baku Kafein

Larutan stok kafein 50 ppm, dibuat

variasi konsentrasi larutan yaitu 8

ppm, 10 ppm, 12 ppm, 14 ppm dan 16

ppm. Pada masing-masing konsentrasi

tersebut ditambahkan 1 ml parasetamol

50 ppm, kemudian diad hingga 10 ml.

Kemudian larutan tersebut dihitung

absorbansinnya pada panjang

gelombang 226 nm, 238 nm, dan 290

nm.

Preparasi Sampel

Page 5: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

Dua puluh tablet campuran

parasetamol dan kafein kemudian

ditimbang dan dihitung berat rata-

ratanya, diserbukan kemudian

ditimbang 50 mg sampel dilarutkan

kedalam 10 ml etanol sehingga didapat

konsentrasi 5000 ppm. Larutan

kemudian diencerkan hingga

didapatkan konsentrasi 50 ppm.

Kemudian larutan dibuat konsentrasi

berseri 10 ppm, 14 ppm dan 18 ppm.

Pengujian Kadar Parasetamol Dan

Kafein Pada Sampel

Larutan sampel yang telah

dipreparasi, dihitung absorbansinya

pada panjang gelombang 290 nm

untuk menghitung absorbansi kafein,

dan pada panjang gelombang 246 nm

dan 275 nm untuk menghitung

absorbansi parasetamol.

Hasil

λ zero crossing kafein :

f’ = 246, 275 nm (λ maks = 275 nm)

λ zero crossing parasetamol :

f’ = 226, 230, 290 nm (λ maks = 249 nm)

Tabel 1. Tabel Kurva Kalibrasi Parasetamol

Konsentrasi Absorbansi (f’)

(parasetamol + kafein) 246 nm 275 nm

8 + 5 0,0030 -0,0040

10 + 5 0,0072 -0,0049

12 + 5 0,0014 -0,0034

14 + 5 0,0097 -0,0076

16 + 5 0,0065 -0,0083

Page 6: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

Grafik 1. Grafik Kalibrasi Parasetamol

Persamaan garis :

246 nm= y = 4.75 × 10-4

x – 1.4 × 10-4

r2 = 0.202

275 nm= y = -5.65 × 10-4

x + 5.8 × 10-4

r2 = 0.99

Tabel 2. Tabel Kurva Kalibrasi Kafein

Konsentrasi Absorbansi (f’)

(kafein +

parasetamol) 226 nm 238 nm 290 nm

10 + 5 -0,0149 -0,0182 -0,0260

12 + 5 -0,0195 -0,0224 -0,0340

14 + 5 -0,0218 -0,0232 -0,0365

16 + 5 -0,0240 -0,0263 -0,0421

18 + 5 -0,0306 -0,0303 -0,0471

-0,01

-0,008

-0,006

-0,004

-0,002

0

0,002

0,004

0,006

0,008

0,01

0,012

8 + 5 10 + 5 12 + 5 14 + 5 16 + 5

Grafik Kalibrasi Parasetamol

246 nm

275 nm

Page 7: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

Grafik 2. Grafik Kalibrasi Kafein

Persamaan garis :

226 nm = y = -1.795 × 10-3

x + 2.97 × 10-3

r2 = 0.957

230 nm = y = -1.405 × 10-3

x - 4.41 × 10-3

r2 = 0.965

290 nm = y = -2.515 × 10-3

x – 1.93 × 10-3

r2 = 0.980

Tabel 3. Tabel Absorbansi Sampel

Konsentrasi

Sampel

226 nm 238 nm 246 nm 275 nm 290 nm

10 ppm 0.0068 0.0079 0.0101 -0.0063 - 0.0058

14 ppm 0.0074 0.0079 0.0110 - 0.0069 - 0.0065

18 ppm 0.0040 0.0315 0.0169 - 0.0105 - 0.0096

-0,05

-0,045

-0,04

-0,035

-0,03

-0,025

-0,02

-0,015

-0,01

-0,005

0

10 + 5 12 + 5 14 + 5 16 + 5 18 + 5

Grafik Kalibrasi Kafein

226 nm

238 nm

290 nm

Page 8: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

Grafik 3. Grafik Sampel

Pembahasan

Kadar suatu obat dalam suatu

sediaan farmasi mempengaruhi efek

terapi yang diharapkan, namun juga

kadar yang tidak sesuai dengan kadar

yang telah ditetapkan pada suatu

senyawa obat tertentu juga dapat

berefek buruk, baik ditunjukkan

dengan timbulnya efek samping yang

tidak diharapkan ataupun timbulnya

efek toksisitas.

Pecobaan ini bertujuan untuk

memahami cara menghitung kadar zat

aktif dalam senyawa campuran dan

untuk mengetahui cara menentukan

zero crossing dari suatu spektra.

Sampel yang digunakan yang

digunakan yaitu tablet parasetamol-

kafein. Sampel ini dianalisis dengan

spektrofotometri derivatif yang

merupakan metode manipulatif

terhadap spektra pada spektrofotometri

UV, dimana pada metode ini kadar

parasetamol dan kafein dapat

ditentukan dengan membaca larutan

sampel pada panjang gelombang zero

crossing. Parasetamol dan kafein dapat

-0,015

-0,01

-0,005

0

0,005

0,01

0,015

0,02

0,025

0,03

0,035

10 ppm 14 ppm 18 ppm

Grafik Sampel

226 nm

238 nm

246 nm

275 nm

290 nm

Page 9: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

dianalisis dengan spektrofotometri UV

karena parasetamol memiliki gugus

ausokrom (-OH) dan gugus kromofor

(-CO) yang dapat menyerap sinar UV,

begitu pula dengan kafein mampu

menyerap sinar UV. Kadar larutan

campuran dua zat dapat ditentukan

tanpa harus dipisahkan terlebih dahulu.

Digunakan metode spektrofotometri

derivatif karena absorbansi maksimum

parasetamol dan kafein berada pada

panjang gelombang yang berdekatan.

Spektrum yang saling tumpang tindih

menyebabkan kesulitan dalam

penetapan kadar kedua zat, sehingga

metode ini digunakan guna

meningkatkan pemecahan puncak

yang saling tumpang tindih tersebut

agar dapat ditetapkan kadarnya tanpa

terganggu oleh serapan zat lainnya.

Setelah dibuat larutan baku dari

parasetamol dan kafein, masing -

masing larutan baku tersebut dibaca

absorbansinya pada rentang panjang

gelombang 200 - 400 nm karena

panjang gelombang maksimum

parasetamol dan kafein terletak pada

panjang gelombang tersebut.

Berdasarkan literatur, absorbansi

maksimum parasetamol terletak pada

panjang gelombang 245 nm,

sedangkan absorbansi maksimum

kafein terletak pada panjang

gelombang 272 nm. Dibuat spektra

normal dari larutan tersebut.

Dari spektra larutan baku

parasetamol dan kafein diturunkan

spektrum derivatif dari kurva normal

parasetamol dan kafein. Ditentukan

derivat pertamanya lalu ditentukan

zero crossing-nya dari masing-masing

larutan baku yaitu dimana panjang

gelombang tersebut tidak mempunyai

serapan atau dA/dλ = 0. Metode zero

crossing memisahkan campuran biner

dari spektrum derivatifnya pada

panjang gelombang pada saat zat

pertama tidak ada sinyal. Pengukuran

pada zero crossing tiap zat dalam

campuran merupakan fungsi tunggal

konsentrasi dari yang lainnya. Setelah

diukur absorbansi dari larutan baku

parasetamol pada panjang gelombang

yang menghasilkan panjang

gelombang zero crossing yaitu pada

panjang gelombang 246 nm & 275 nm

Page 10: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

dan kafein pada panjang gelombang

226 nm, 238 nm, & 290 nm. Panjang

gelombang ini bertujuan untuk

pembuatan kurva kalibrasi dan

penentuan kadar sampel. Adapun

pemilihan panjang gelombang tersebut

oleh karena beberapa hal yaitu

berdasarkan serapan senyawa

pasangannya dan campuran presis

sama, karena pada tersebut dapat λ

secara selektif mengukur serapan

senyawa pasangannya serta memiliki

serapan yang paling besar, karena pada

serapan yang paling besar, serapannya

lebih tepat sehingga kesalahan analisis

dapat diperkecil.

Kurva kalibrasi dibuat dengan

tujuan menguji dan menentukan

linieritas dari konsentrasi terhadap

absorbansi. Pada kurva kalibrasi

parasetamol didapatkan persamaan

linear pada masing-masing panjang

gelombang zero crossing, lalu

didapatkan regresi liniernya. Namun

dari dua persamaan linier yang

digunakan hanyalah pada panjang

gelombang 275 nm yaitu y = - 5.65 ×

10-4

x + 5.8 × 10-4

dengan nilai r2 =

0.99. Sedangkan pada kurva kalibrasi

kafein dari 3 persamaan linier yang

ada, persamaan linier yang digunakan

yaitu pada panjang gelombang 290 nm

= y = - 2.515 × 10-3

x – 1.93 × 10-3

dengan nilai r2 = 0.980. Alasan

digunakannya persamaan-persamaan

tersebut dibandingkan yang lain adalah

karena pada grafiknya memiliki regresi

yang paling mendekati Hukum

Lambert-Beer yaitu nilai regresi 1.

Adapun tidak akuratnya nilai regresi

dapat disebabka karena beberapa hal

seperti pengenceran yang kurang teliti

ataupun terdapat pengotor di dalam

larutan yang dibuat. Hal-hal tersebut

sangat mempengaruhi absorbansi yang

terjadi pada spektrofotometri UV.

Terakhir, penentuan kadar

sampel tablet campuran parasetamol-

kafein. Kadar parasetamol yang dapat

digunakan yaitu dari larutan sampel

dengan konsentrasi 14 ppm saja yaitu

kadar sebesar 89,5%. Larutan sampel

dengan konsentrasi lainnya tidak dapat

digunakan karena kadarnya melebihi

yang seharusnya. Kadar parasetamol

dalam tablet campuran parasetamol-

Page 11: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

kafein tidak memenuhi syarat yang

tertera pada FI IV yaitu tidak kurang

dari 98% dan tidak lebih dari 101%.

Pada penetapan kadar kafein dalam

tablet campuran parasetamol-kafein

juga digunakan larutan sampel dengan

konsentrasi 14 ppm yang artinya

perlakuannya sama dengan penetapan

kadar parasetamol. Kadar kafein yang

didapatkan yaitu sebesar 12,98%.

Kadar kafein dalam tablet campuran

parasetamol-kafein juga tidak

memenuhi syarat yang tertera pada FI

IV yaitu tidak kurang dari 98,5% dan

tidak lebih dari 101%.

Hasil yang tidak sesuai ini

dapat disebabkan karena kesalahan-

kesalahan yang terjadi antara lain

karena proses penimbangan sampel

dan pengenceran setiap larutan yang

kurang teliti, serta adanya zat-zat

pengotor yang terdapat dalam larutan

uji ataupun kuvet pada saat pencucian

Kuvet juga mudah terkontaminasi oleh

penguapan pelarut, mudah terkena

debu dan lemak bila dipegang

langsung, dan mudah tergores.

Keadaan tersebut dapat menurunkan

sifat transmisi dan akibatnya ketelitian

menurun.

Simpulan

1. Dapat dipahami bahwa cara

menghitung kadar suatu

senyawa campuran dengan

menggunakan spektrofotometri

derivatif dengan menggunakan

metode zero crossing.

Didapatkan kadar parasetamol

dan kafein masing-masing

adalah sebesar 89,5% dan

12,92%.

2. Zero crossing ditentukan

dengan melihat panjang

gelombang dimana respon

instrumen terhadap senyawa

tersebut nol. Panjang

gelombang zero crossing

parasetamol ialah 246 dan 275

nm. serta panjang gelombang

zero crossing kafein ialah 226,

238, dan 290 nm.

Page 12: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

Daftar Pustaka

Damayanti, S., Ibrahim, S., Firman,

K., dan Tjahjono, D.H. 2003.

Penetapan Secara Simultan

Campuran Parasetamol dan

Ibuprofen dengan Kromatograf

Cair Kinerja Tinggi.

Indonesian Journal of

Chemistry. 3(1): 9-13.

Hayun, Hariyanto, dan Yenti. 2006.

Penetapan Kadar Triprolidina

Hidroklorida dan

Pseudoefedrina Hidroklorida

dalam Tablet Anti Influenza

secara Spektrofotometri

Derivatif. Tersedia di

http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pd

f/2006/v03n02/hayun0302.pdf

[diakses 14 Mei 2016]

Karinda, Monalisa, Fatimawali,

Gayatri Citraningtyas. 2013.

Perbandingan Hasil Penetapan

Kadar Vitamin C. Pharmacon

Jurnal Ilmiah Farmasi –

Unsrat. 2 (1).

Naid.T., Syaharuddin.K., Mieke.P.

2011. Penetapan Kadar

Parasetamol Dalam Tablet

Kombinasi Parasetamol

Dengan Kofein Secara

Spektrofotometri Ultraviolet

Sinar Tampak. Majalah

Farmasi dan Farmakologi. 15

(2): 77 – 82.

Suhartini, Siti, Fatimawali, Gayatri

Citraningtyas. 2013. Analisis

Asam Retinoat Pada Kosmetik

Krim Pemutih yang Beredar di

Pasaran Kota Manado.

Pharmacon Jurnal Ilmiah

Farmasi – Unsrat. 2 (1).

Page 13: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

Lampiran

Perhitungan Kadar

Kadar Parasetamol

1. 14 ppm

Kadar Kafein

1. 14 ppm

LAMDA MAKSIMAL

PCT 10 PPM NORMAL

Page 14: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

KAFEIN 10 PPM NORMAL

ZERO CROSSING

PCT 10 PPM DERIVAT 1

KAFEIN 10 PPM DERIVAT 1

Page 15: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

SAMPEL

SAMPEL 10 PPM

SAMPEL 14 PPM

Page 16: 260110140121_RANIA ADRIEZA_4

SAMPEL 18 PPM