Upload
raniaadrieza
View
231
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
PENENTUAN KADAR PARASETAMOL DAN KAFEIN DALAM
CAMPURAN TABLET PARASETAMOL KAFEIN MENGGUNAKAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF
Rania Adrieza
Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Jawa Barat, Indonesia
Abstrak
Parasetamol dan kafein berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik , campurannya
banyak ditemukan dalam produk anti influenza. Tujuan percobaan ini yaitu
memahami cara menghitung kadar zat aktif dalam senyawa campuran dan
mengetahui cara menentukan zero crossing dari suatu spektra. Tablet campuran
dianalisis menggunakan spektrofotometri derivatif dengan metode zero crossing
yaitu metode manipulatif terhadap spektra pada spektrofotometer Uv-Vis. Metode
ini dilakukan dengan membuat larutan baku, membuat spektra serapan normal,
penentuan zero crossing, dan penetapan kadar sampel. Panjang gelombang zero
crossing untuk parasetamol yaitu 246 nm dan 275 nm, sedangkan kafein yaitu
226 nm, 238 nm, dan 290 nm. Hasil yang didapat yaitu kadar parasetamol sebesar
sedangkan kadar kafein sebesar 12,92%. Kadar ini tidak sesuai dengan
persyaratan yang ada.
Kata Kunci: parasetamol, kafein, spektrofotometri derivatif, zero crossing, kadar.
Abstract
Paracetamol and caffeine efficacious as analgetic and antipyretic, the mixtures
found a lot in products of anti influenza. The purpose of this experiment are to
understand the way that counts levels of an active pharmaceutical ingredients in
mixed compound and to know how to determine zero crossing of a spectra.
Mixture tablet analyzed using derivative spectrophotometry with the zero crossing
method is the manipulative method to spectra in of the spectrophotometer Uv-Vis
.This method done by making standard solution, make spectra of normal
absorption, determine of zero crossing, and determine levels of sample. Wave
lengths to zero crossing of paracetamol namely 246 nm and 275 nm, while
caffeine namely 226 nm, 238 nm, and 290 nm .The results obtained the levels of
paracetamol is 89.5% while levels of caffeine is 12,92%. These levels are not
suitable with the requirements.
Keywords: parasetamol, caffeine, derivative spectrophotometry, zero crossing,
levels.
Pendahuluan
Sediaan farmasi yang beredar
di pasaran seringkali berupa campuran
berbagai zat aktif. Hal ini
dimaksudkan agar efek terapi yang
didapatkan semakin meningkat. Salah
satu campuran zat aktif yang sering
digunakan yaitu parasetamol dan
kafein yang berkhasiat sebagai
analgetik dan antipiretik (Damayanti
dkk., 2003).
Parasetamol merupakan
metabolit fenasetin dengan efek
analgetik ringan sampai sedang, dan
antipiretik yang ditimbulkan oleh
gugus aminobenzen, sedangkan kafein
adalah basa lemah yang merupakan
turunan xantin, memiliki gugus metil
dan berefek stimulasi susunan saraf
pusat serta dapat memperkuat efek
analgetik parasetamol. Dilihat dari
strukturnya, parasetamol mempunyai
gugus kromofor dan ausokrom, yang
dapat menyerap radiasi, sehingga
dapat dilakukan dengan metode
spektrofotometri, tetapi kendala yang
sering dijumpai adalah terjadinya
tumpang tindih spektra (overlapping)
karena keduanya memiliki serapan
maksimum pada panjang gelombang
yang berdekatan sehingga diperlukan
proses pemisahan terlebih dahulu
(Naid dkk., 2011).
Metode spektrofotometri
merupakan metode untuk analisis
kuantitatif. Metode spektrofotometri
digunakan untuk mengukur absorban
suatu sampel sebagai fungsi panjang
gelombang (Suhartini, 2013). Metode
spektrofotometri dapat digunakan
untuk penetapan kadar campuran
dengan spektrum yang tumpang tindih
tanpa pemisahan terlebih dahulu.
Karena perangkat lunaknya mudah
digunakan untuk instrumentasi analisis
dan mikrokomputer, spektrofotometri
banyak digunakan di berbagai bidang
analisis kimia terutama farmasi
(Karinda, 2013).
Metode zero crossing adalah
metode kuantitatif dari spektrum
derivatif dimana dA/dλ, salah satu
senyawa dari campuran sampel
memiliki absorbansi 0 sehingga kadar
senyawa lainnya dapat ditentukan
dengan menghitung absorbansi total
sampel pada pajang gelombang
tersebut (Hayun dkk., 2006).
Berdasarkan hal tersebut, maka
perlu dilakukan penetapan kadar zat
aktif pada suatu sediaan farmasi, agar
obat yang beredar pada masyarakat
sesuai dengan persyaratan yang
berlaku.
Tujuan percobaan ini yaitu
memahami cara menghitung kadar zat
aktif dalam senyawa campuran dan
mengetahui cara menentukan zero
crossing dari suatu spektra.
Metode
Alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah beaker glass,
bulb, instrumen spektrofotometri uv,
kuvet, labu ukur, pipet tetes, pipet
volumetri.
Bahan yang digunanakan
dalam praktikum ini adalah etanol,
kafein baku, parasetamol baku, dan
tablet sampel yang akan diuji.
Semua alat terlebih dahulu
dibilas dengan menggunakan etanol
karena pelarut yang akan digunakan
dalam praktikum ini adalah etanol, lalu
dilap hingga kering. Prosedur yang
dilakukan adalah sebagai berikut
Pembuatan Larutan Stok
Larutan stok kafein dibuat
dengan menimbang 50 mg kafein yang
kemudian dilarutkan dengan etanol
100 ml sehingga diperoleh konsentrasi
larutan stok kafein 500 ppm.
Larutan stok parasetamol
dibuat dengan menimbang 50 mg
kafein yang kemudian dilarutkan
dengan etanol 100 ml sehingga
diperoleh konsentrasi larutan stok
parasetamol 500 ppm. Kemudian 1 ml
dari 50 ppm diencerkan dengan etanol
hingga volumenya 10 ml (50 ppm).
Skrining Panjang Gelombang
Maksimal Parasetamol dan Kafein
Larutan stok kafein 500 ppm
dipipet sebanyak 2 ml kemudian
dilarutkan dalam labu ukur 10 ml, diad
dengan etanol hingga tanda batas.
Larutan stok kafein 10 ppm ini
kemudian diuji dengan menggunakan
spektrofotometri UV pada panjang
gelombang 200-300 nm. dicatat
panjang gelombang dimana kafein
memiliki absorbansi maksimum.
Larutan stok parasetamol 500
ppm dipipet sebanyak 2 ml kemudian
dilarutkan dalam labu ukur 10 ml, diad
dengan etanol hingga tanda batas.
Larutan stok parasetamol 10 ppm ini
kemudian diuji dengan menggunakan
spektrofotometri UV pada panjang
gelombang 200-300 nm. Dicatat
panjang gelombang dimana
parasetamol memiliki absorbansi
maksimum.
Skrining Panjang Gelombang Zero
Crossing Parasetamol dan Kafein
Pada spektrum normal larutan
baku parasetamol 10 ppm, dibuat
derivatnya yaitu dengan menggunakan
derivat pertamanya. Dicatat panjang
gelombang yang menunjukkan
absorbansi 0 dari parasetamol.
Pada spektrum normal larutan
baku kafein 10 ppm, dibuat derivatnya
yaitu dengan menggunakan derivat
pertamanya. Dicatat panjang
gelombang yang menunjukkan
absorbansi 0 dari kafein.
Pembuatan Kurva Baku
Parasetamol
Larutan stok parasetamol 50 ppm,
dibuat variasi konsentrasi larutan yaitu
8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, 14 ppm dan
16 ppm. Pada masing-masing
konsentrasi tersebut ditambahkan 5
ppm kafein, kemudian diad hingga 10
ml. Kemudian larutan tersebut
dihitung absorbansinnya pada panjang
gelombang 246 nm dan 275 nm.
Pembuatan Kurva Baku Kafein
Larutan stok kafein 50 ppm, dibuat
variasi konsentrasi larutan yaitu 8
ppm, 10 ppm, 12 ppm, 14 ppm dan 16
ppm. Pada masing-masing konsentrasi
tersebut ditambahkan 1 ml parasetamol
50 ppm, kemudian diad hingga 10 ml.
Kemudian larutan tersebut dihitung
absorbansinnya pada panjang
gelombang 226 nm, 238 nm, dan 290
nm.
Preparasi Sampel
Dua puluh tablet campuran
parasetamol dan kafein kemudian
ditimbang dan dihitung berat rata-
ratanya, diserbukan kemudian
ditimbang 50 mg sampel dilarutkan
kedalam 10 ml etanol sehingga didapat
konsentrasi 5000 ppm. Larutan
kemudian diencerkan hingga
didapatkan konsentrasi 50 ppm.
Kemudian larutan dibuat konsentrasi
berseri 10 ppm, 14 ppm dan 18 ppm.
Pengujian Kadar Parasetamol Dan
Kafein Pada Sampel
Larutan sampel yang telah
dipreparasi, dihitung absorbansinya
pada panjang gelombang 290 nm
untuk menghitung absorbansi kafein,
dan pada panjang gelombang 246 nm
dan 275 nm untuk menghitung
absorbansi parasetamol.
Hasil
λ zero crossing kafein :
f’ = 246, 275 nm (λ maks = 275 nm)
λ zero crossing parasetamol :
f’ = 226, 230, 290 nm (λ maks = 249 nm)
Tabel 1. Tabel Kurva Kalibrasi Parasetamol
Konsentrasi Absorbansi (f’)
(parasetamol + kafein) 246 nm 275 nm
8 + 5 0,0030 -0,0040
10 + 5 0,0072 -0,0049
12 + 5 0,0014 -0,0034
14 + 5 0,0097 -0,0076
16 + 5 0,0065 -0,0083
Grafik 1. Grafik Kalibrasi Parasetamol
Persamaan garis :
246 nm= y = 4.75 × 10-4
x – 1.4 × 10-4
r2 = 0.202
275 nm= y = -5.65 × 10-4
x + 5.8 × 10-4
r2 = 0.99
Tabel 2. Tabel Kurva Kalibrasi Kafein
Konsentrasi Absorbansi (f’)
(kafein +
parasetamol) 226 nm 238 nm 290 nm
10 + 5 -0,0149 -0,0182 -0,0260
12 + 5 -0,0195 -0,0224 -0,0340
14 + 5 -0,0218 -0,0232 -0,0365
16 + 5 -0,0240 -0,0263 -0,0421
18 + 5 -0,0306 -0,0303 -0,0471
-0,01
-0,008
-0,006
-0,004
-0,002
0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
8 + 5 10 + 5 12 + 5 14 + 5 16 + 5
Grafik Kalibrasi Parasetamol
246 nm
275 nm
Grafik 2. Grafik Kalibrasi Kafein
Persamaan garis :
226 nm = y = -1.795 × 10-3
x + 2.97 × 10-3
r2 = 0.957
230 nm = y = -1.405 × 10-3
x - 4.41 × 10-3
r2 = 0.965
290 nm = y = -2.515 × 10-3
x – 1.93 × 10-3
r2 = 0.980
Tabel 3. Tabel Absorbansi Sampel
Konsentrasi
Sampel
226 nm 238 nm 246 nm 275 nm 290 nm
10 ppm 0.0068 0.0079 0.0101 -0.0063 - 0.0058
14 ppm 0.0074 0.0079 0.0110 - 0.0069 - 0.0065
18 ppm 0.0040 0.0315 0.0169 - 0.0105 - 0.0096
-0,05
-0,045
-0,04
-0,035
-0,03
-0,025
-0,02
-0,015
-0,01
-0,005
0
10 + 5 12 + 5 14 + 5 16 + 5 18 + 5
Grafik Kalibrasi Kafein
226 nm
238 nm
290 nm
Grafik 3. Grafik Sampel
Pembahasan
Kadar suatu obat dalam suatu
sediaan farmasi mempengaruhi efek
terapi yang diharapkan, namun juga
kadar yang tidak sesuai dengan kadar
yang telah ditetapkan pada suatu
senyawa obat tertentu juga dapat
berefek buruk, baik ditunjukkan
dengan timbulnya efek samping yang
tidak diharapkan ataupun timbulnya
efek toksisitas.
Pecobaan ini bertujuan untuk
memahami cara menghitung kadar zat
aktif dalam senyawa campuran dan
untuk mengetahui cara menentukan
zero crossing dari suatu spektra.
Sampel yang digunakan yang
digunakan yaitu tablet parasetamol-
kafein. Sampel ini dianalisis dengan
spektrofotometri derivatif yang
merupakan metode manipulatif
terhadap spektra pada spektrofotometri
UV, dimana pada metode ini kadar
parasetamol dan kafein dapat
ditentukan dengan membaca larutan
sampel pada panjang gelombang zero
crossing. Parasetamol dan kafein dapat
-0,015
-0,01
-0,005
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
0,03
0,035
10 ppm 14 ppm 18 ppm
Grafik Sampel
226 nm
238 nm
246 nm
275 nm
290 nm
dianalisis dengan spektrofotometri UV
karena parasetamol memiliki gugus
ausokrom (-OH) dan gugus kromofor
(-CO) yang dapat menyerap sinar UV,
begitu pula dengan kafein mampu
menyerap sinar UV. Kadar larutan
campuran dua zat dapat ditentukan
tanpa harus dipisahkan terlebih dahulu.
Digunakan metode spektrofotometri
derivatif karena absorbansi maksimum
parasetamol dan kafein berada pada
panjang gelombang yang berdekatan.
Spektrum yang saling tumpang tindih
menyebabkan kesulitan dalam
penetapan kadar kedua zat, sehingga
metode ini digunakan guna
meningkatkan pemecahan puncak
yang saling tumpang tindih tersebut
agar dapat ditetapkan kadarnya tanpa
terganggu oleh serapan zat lainnya.
Setelah dibuat larutan baku dari
parasetamol dan kafein, masing -
masing larutan baku tersebut dibaca
absorbansinya pada rentang panjang
gelombang 200 - 400 nm karena
panjang gelombang maksimum
parasetamol dan kafein terletak pada
panjang gelombang tersebut.
Berdasarkan literatur, absorbansi
maksimum parasetamol terletak pada
panjang gelombang 245 nm,
sedangkan absorbansi maksimum
kafein terletak pada panjang
gelombang 272 nm. Dibuat spektra
normal dari larutan tersebut.
Dari spektra larutan baku
parasetamol dan kafein diturunkan
spektrum derivatif dari kurva normal
parasetamol dan kafein. Ditentukan
derivat pertamanya lalu ditentukan
zero crossing-nya dari masing-masing
larutan baku yaitu dimana panjang
gelombang tersebut tidak mempunyai
serapan atau dA/dλ = 0. Metode zero
crossing memisahkan campuran biner
dari spektrum derivatifnya pada
panjang gelombang pada saat zat
pertama tidak ada sinyal. Pengukuran
pada zero crossing tiap zat dalam
campuran merupakan fungsi tunggal
konsentrasi dari yang lainnya. Setelah
diukur absorbansi dari larutan baku
parasetamol pada panjang gelombang
yang menghasilkan panjang
gelombang zero crossing yaitu pada
panjang gelombang 246 nm & 275 nm
dan kafein pada panjang gelombang
226 nm, 238 nm, & 290 nm. Panjang
gelombang ini bertujuan untuk
pembuatan kurva kalibrasi dan
penentuan kadar sampel. Adapun
pemilihan panjang gelombang tersebut
oleh karena beberapa hal yaitu
berdasarkan serapan senyawa
pasangannya dan campuran presis
sama, karena pada tersebut dapat λ
secara selektif mengukur serapan
senyawa pasangannya serta memiliki
serapan yang paling besar, karena pada
serapan yang paling besar, serapannya
lebih tepat sehingga kesalahan analisis
dapat diperkecil.
Kurva kalibrasi dibuat dengan
tujuan menguji dan menentukan
linieritas dari konsentrasi terhadap
absorbansi. Pada kurva kalibrasi
parasetamol didapatkan persamaan
linear pada masing-masing panjang
gelombang zero crossing, lalu
didapatkan regresi liniernya. Namun
dari dua persamaan linier yang
digunakan hanyalah pada panjang
gelombang 275 nm yaitu y = - 5.65 ×
10-4
x + 5.8 × 10-4
dengan nilai r2 =
0.99. Sedangkan pada kurva kalibrasi
kafein dari 3 persamaan linier yang
ada, persamaan linier yang digunakan
yaitu pada panjang gelombang 290 nm
= y = - 2.515 × 10-3
x – 1.93 × 10-3
dengan nilai r2 = 0.980. Alasan
digunakannya persamaan-persamaan
tersebut dibandingkan yang lain adalah
karena pada grafiknya memiliki regresi
yang paling mendekati Hukum
Lambert-Beer yaitu nilai regresi 1.
Adapun tidak akuratnya nilai regresi
dapat disebabka karena beberapa hal
seperti pengenceran yang kurang teliti
ataupun terdapat pengotor di dalam
larutan yang dibuat. Hal-hal tersebut
sangat mempengaruhi absorbansi yang
terjadi pada spektrofotometri UV.
Terakhir, penentuan kadar
sampel tablet campuran parasetamol-
kafein. Kadar parasetamol yang dapat
digunakan yaitu dari larutan sampel
dengan konsentrasi 14 ppm saja yaitu
kadar sebesar 89,5%. Larutan sampel
dengan konsentrasi lainnya tidak dapat
digunakan karena kadarnya melebihi
yang seharusnya. Kadar parasetamol
dalam tablet campuran parasetamol-
kafein tidak memenuhi syarat yang
tertera pada FI IV yaitu tidak kurang
dari 98% dan tidak lebih dari 101%.
Pada penetapan kadar kafein dalam
tablet campuran parasetamol-kafein
juga digunakan larutan sampel dengan
konsentrasi 14 ppm yang artinya
perlakuannya sama dengan penetapan
kadar parasetamol. Kadar kafein yang
didapatkan yaitu sebesar 12,98%.
Kadar kafein dalam tablet campuran
parasetamol-kafein juga tidak
memenuhi syarat yang tertera pada FI
IV yaitu tidak kurang dari 98,5% dan
tidak lebih dari 101%.
Hasil yang tidak sesuai ini
dapat disebabkan karena kesalahan-
kesalahan yang terjadi antara lain
karena proses penimbangan sampel
dan pengenceran setiap larutan yang
kurang teliti, serta adanya zat-zat
pengotor yang terdapat dalam larutan
uji ataupun kuvet pada saat pencucian
Kuvet juga mudah terkontaminasi oleh
penguapan pelarut, mudah terkena
debu dan lemak bila dipegang
langsung, dan mudah tergores.
Keadaan tersebut dapat menurunkan
sifat transmisi dan akibatnya ketelitian
menurun.
Simpulan
1. Dapat dipahami bahwa cara
menghitung kadar suatu
senyawa campuran dengan
menggunakan spektrofotometri
derivatif dengan menggunakan
metode zero crossing.
Didapatkan kadar parasetamol
dan kafein masing-masing
adalah sebesar 89,5% dan
12,92%.
2. Zero crossing ditentukan
dengan melihat panjang
gelombang dimana respon
instrumen terhadap senyawa
tersebut nol. Panjang
gelombang zero crossing
parasetamol ialah 246 dan 275
nm. serta panjang gelombang
zero crossing kafein ialah 226,
238, dan 290 nm.
Daftar Pustaka
Damayanti, S., Ibrahim, S., Firman,
K., dan Tjahjono, D.H. 2003.
Penetapan Secara Simultan
Campuran Parasetamol dan
Ibuprofen dengan Kromatograf
Cair Kinerja Tinggi.
Indonesian Journal of
Chemistry. 3(1): 9-13.
Hayun, Hariyanto, dan Yenti. 2006.
Penetapan Kadar Triprolidina
Hidroklorida dan
Pseudoefedrina Hidroklorida
dalam Tablet Anti Influenza
secara Spektrofotometri
Derivatif. Tersedia di
http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pd
f/2006/v03n02/hayun0302.pdf
[diakses 14 Mei 2016]
Karinda, Monalisa, Fatimawali,
Gayatri Citraningtyas. 2013.
Perbandingan Hasil Penetapan
Kadar Vitamin C. Pharmacon
Jurnal Ilmiah Farmasi –
Unsrat. 2 (1).
Naid.T., Syaharuddin.K., Mieke.P.
2011. Penetapan Kadar
Parasetamol Dalam Tablet
Kombinasi Parasetamol
Dengan Kofein Secara
Spektrofotometri Ultraviolet
Sinar Tampak. Majalah
Farmasi dan Farmakologi. 15
(2): 77 – 82.
Suhartini, Siti, Fatimawali, Gayatri
Citraningtyas. 2013. Analisis
Asam Retinoat Pada Kosmetik
Krim Pemutih yang Beredar di
Pasaran Kota Manado.
Pharmacon Jurnal Ilmiah
Farmasi – Unsrat. 2 (1).
Lampiran
Perhitungan Kadar
Kadar Parasetamol
1. 14 ppm
Kadar Kafein
1. 14 ppm
LAMDA MAKSIMAL
PCT 10 PPM NORMAL
KAFEIN 10 PPM NORMAL
ZERO CROSSING
PCT 10 PPM DERIVAT 1
KAFEIN 10 PPM DERIVAT 1
SAMPEL
SAMPEL 10 PPM
SAMPEL 14 PPM
SAMPEL 18 PPM