Upload
firmansahsaputra
View
45
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Tulang merupakan organ vital yang berfungsi sebagai alat gerak pasif, memberikan
proteksi organ-organ vital tubuh, memberi bentuk pada tubuh, metabolisme kalsium dan
mineral, dan organ hemapoetik. Tulang dapat mengalami gangguan, termasuk degeneratif,
infeksi penyakit, penyakit autoimun, gangguan pada metabolismenya, dan neoplasma.
Tulang merupakan jaringan ikat dinamis yang selalu diperbarui melalui proses
remodelling yang terdiri dari proses resorpsi dan formasi. Dalam keadaan normal, massa
tulang yang diresorpsi akan sama dengan masa tulang yang diformasi sehingga terjadi
keseimbangan. Namun pada keadaan osteoporosis, proses resorpsi lebih aktif dibandingkan
dengan formasi sehingga terjadi defisit massa tulang dan tulang menjadi semakin tipis dan
perforasi.
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas
massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan
mudah patah. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif
dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskuloskeletal yang
memerlukan perhatian khusus, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.1
Pada survey kependudukan tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55
tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971. Dengan
demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga
akan meningkat.1
Mengingat bahwa kondisi Osteoporosis sering terjadi pada pasien usia lanjut, dimana
terjadi pengurangan kadar kalsium dalam matriks tulang yang akan menyebabkan tulang
menjadi lebih rapuh, penyakit ini perlu didiskusikan untuk mengetahui bagaimana
mekanisme terjadinya, faktor resiko dan disposisi, penatalaksanaan dan pencegahannya. Hal
ini bertujuan agar penyakit ini dapat diedukasikan kepada masyarakat dan melakukan
pencegahan sehingga ratio kualitas hidup juga dapat ditingkatkan.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang wanita Ny. Sri, usia 68 tahun datang ke Unit Gawat Darurat suatu Rumah
Sakit jam 9 malam, diantar anaknya dengan keluhan menderita nyeri panggul kiri, sehingga
tidak dapat berdiri dan berjalan.
Sekitar 2 jam yang lalu saat di kamar mandi, nenek tersebut tiba-tiba kehilangan
keseimbangan dan jatuh terduduk dengan posisi panggul kiri sebagai tumpuan. Menurut
pasien pada saat jatuh sempat berpegangan pada pinggir bak mandi, sehingga benturan terjadi
tidak terlalu keras. Pada saat berusaha berdiri dari posisi terjatuh tersebut, pasien merasa
nyeri pada panggul kiri, tetapi masih sanggup berdiri dengan menumpu pada kaki kiri.
Beberapa waktu kemudian nyeri dirasakan semakin berat, tungkai kiri terasa berat untuk
digerakkan, panggul kiri terasa kaku dan nyeri, sehingga pasien harus menumpu pada
panggul dan tungkai kanan saat berdiri. Pasien mengaku sudah tidak mengalami menstruasi
sejak 20 tahun yang lalu, tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak minum alcohol, tidak
minum obat anti alergi. Tidak melakukan olah raga teratur, dan aktivitas paling banyak
adalah menonton TV di kamar.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan:
Status Generalis:
Kesadaran compos mentis, tidak tampak pucat, ekspresi wajah kesakitan terutama saat
menggerakan panggul kiri, datang dengan kursi roda dari depan UGD karena panggul kiri
sangat nyeri untuk berjalan.
Tanda vital: T 130/85 mm/Hg, N 100x/menit, suhu: 36,5⁰, pernapasan 12x/menit. BB 58 kg,
TB 160 cm.
Mata : tidak ikterik, tidak pucat
THT : dalam batas normal
Fungsi jantung : tidak ada kelainan
Fungsi paru : tidak ada kelainan
Abdomen : dalam batas normal
2
Status lokalis panggul:
Look (inspeksi):
Tampak tungkai kiri lebih pendek dan dalam posisi extenal rotasi dan bagian atas paha kiri
tampak bengkak. Regio lutut dan pergelangan kaki kiri tampak normal.
Feel (palpasi):
Nyeri tekan pada area panggul kiri dan teraba hangat.
Move (gerak):
Gerak aktif ekstremitas inferior kanan dalam batas normal.
Pasien menolak menggerakkan panggul kiri karena sangat kesakitan, sehingga tidak
dilakukan pemeriksaan gerak pasif.
Dari gambaran radiologi didapatkan gambaran sebagai berikut
Hasil pemeriksaan BMD terlampir
3
4
BAB III
PEMBAHASAN
A. Anamnesis
i. Identitas Pasien
Nama : Sri
Usia : 68 Tahun
Suku : -
Pekerjaan : -
Status : -
Alamat : -
ii. Keluhan Utama
Nyeri panggul kiri, sehingga tidak dapat berdiri dan berjalan.
iii. Keluhan Tambahan
Tungkai kiri terasa berat untuk digerakkan, panggul kiri terasa kaku dan nyeri,
sehingga pasien harus menumpu pada panggul dan tungkai kanan saat berdiri.
iv. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Dimana lokasi nyeri?
2. Bagaimana sifat nyeri?
3. Kapan timbul nyeri pertama kali?
4. Apakah rasa nyeri pernah di rasakan sebelumnya?
5. Adakah lokasi nyeri lain selain di pinggu sebelah kiri?
6. Adakah keadaan yang memperburuk nyeri pasien?
7. Sudahkah pasien menopause? Sejak kapan pasien menopause?
v. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Apakah ada penyakit lain yang di derita sebelumnya?
2. Apakah ada riwayat trauma? Jika iya, bagaimana proses kejadiannya?
5
vi. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ini?
vii. Riwayat Kebiasaan
1. Bagaimana pola hidup pasien?
2. Bagaimana pola diet atau pola makan pasien?
viii. Riwayat Pengobatan
Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat-obatan rutin atau hormon secara teratur?
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
Jenis
pemeriksaan
Nilai normal Hasil
pemeriksaan
Interpretasi
Kesadaran Compos mentis Compos mentis Normal. Tidak ada gangguan
kesadaran.
Kesan sakit Tidak sakit Tidak tampak
pucat,ekspresi
wajah kesakitan
terutama saat
menggerakkan
panggul
kiri,datang
dengan kursi roda
dari depan UGD
karena panggul
kiri sangat nyeri
untuk berjalan
Pasien tidak tampak pucat
menandakan tidak
terdapatnya anemia karena
perdarahan pada pasien.
Pasien merasakan nyeri yang
sangat amat pada saat
menggerakkan panggul kiri
karena kemungkinan
fragmen fraktur pada daerah
tersebut mengiritasi ujung
saraf sensoris pada daerah
tersebut,sehingga pasien
merasa sangat sakit dan harus
menaiki kursi roda saat
masuk UGD.
Tekanan
darah
120/80mmHg 130/85mmHg Menurut JNC VII,pasien ini
dalam tahap prehipertensi.
6
Namun dalam pemeriksaan
tekanan darah sebaiknya
dilakukan secara berulang
untuk memastikan bahwa
pasien benar-benar menderita
hipertensi.
Nadi 60-100x/menit 100x/menit Normal
Suhu 36,5-37,20C 36,50C Normal
Pernafasan 16-20x/menit 12x/menit Pasien mengalami
bradipnea,yaitu penurunan
frekuensi pernafasan. Hal ini
dapat terjadi karena aktivitas
sehari hari pasien tidaklah
memerlukan energi yang
besar,sehingga kebutuhan
tubuh akan oksigen
berkurang dan pola
pernafasan pasien menjadi
melambat.
Status gizi BB : 58kg;
TB: 160 cm;
BMI : 22,65
18,5-22,9 Normal,pasien tidak
menderita overweight atau
obesitas.
Mata Tidak
ikterik,tidak
pucat
Tidak ikterik
tidak pucat
Normal
THT Dalam batas
normal
Dalam batas
normal
Normal
Jantung Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
Normal
Paru Tidak ada
kelainan
Tidak ada
kelainan
Normal
Abdomen Dalam batas Dalam batas Normal7
normal normal
2. Status lokalis
Jenis
pemeriksaan
Hasil pemeriksaan Interpretasi
Look Tampak tungkai kiri
lebih pendek dan dalam
posisi external rotasi dan
bagian atas paha kiri
tampak bengkak. Regio
lutut dan pergelangan
kaki kiri tampak normal.
Tungkai kiri tampak lebih pendek
dikarenakan tertariknya fragmen distal
fraktur kearah superior oleh otot-otot
kuat dari paha termasuk oleh m.rectus
femoris, mm.adductores, dan otot-otot
Hamstring. Sedangkan tungkai kiri
tampak dalam posisi eksternal rotasi
karena m.gluteus maximus, m. gemelli,
m. piriformis, m.obturatorius internus,
dan m. quadratus femoris memutar
fragmen distal ke lateral,sehingga terlihat
jari-jari kaki menunjuk ke lateral. Region
tampak bengkak karena telah terjadi
respons inflamasi pada daerah tersebut.
Feel Nyeri tekan pada area
panggul dan teraba
hangat
Terdapat nyeri tekan pada area panggul
dikarenakan adanya respon inflamasi dan
iritasi ujung saraf pada daerah
tersebut,region tersebut juga teraba
hangat ,menandakan terjadinya respon
inflamasi yang menyebabkan pembuluh
darah melebar pada region tersebut.
Move Gerak aktif ekstremitas
inferior kanan dalam
batas normal. Pasien
menolak menggerakkan
panggul kiri karena
sangat kesakitan,
sehingga tidak dilakukan
Pasien menolak menggerakkan panggul
kiri dikarenakan sakit yang sangat terasa.
Hal ini disebabkan karena kerusakan
yang terjadi terdapat pada daerah
articulation coxae yang merupakan pusat
terjadinya pergerakkan tungkai. Sehingga
kelainan pada daerah tersebut akan
8
pemeriksaan gerak pasif. menyebabkan limitasi pada pergerakan
pasien.
C. Pemeriksaan penunjang
Pada kasus ini pasien melaksanakan 2 pemeriksaan penunjang yaitu secara x-ray dan
juga menggunakan Bone Mass densitometry.
a. X-ray
Dari foto x-ray pinggul secara AP terlihat bahwa ada fraktur pada kolumna femoris
sehingga tergambar adanya suatu deformitas pada tulang femur, dan trokanter minor
berpindah tempat, dalam foto x-ray tidak ada fraktur epifisis, tidak ada pelebaran
celah sendi, dan tidak ada dislokasi.
b. BMD
BMD merupakan pemeriksaan yang akurat dan presis untuk menilai densitas masa
tulang, sehungga dapat digunakan untuk menilai faktor prognosis, prediksi fraktur dan
bahkan diagnosis osteoporosis.
BMD menggunakan nilai T dan nilai Z, nilai T adalah densitas pasien dibandingkan
dengan densitas tulang pada orang dewasa muda, sedangkan nilai Z adalah densitas
pasien dibandingkan dengan densitas tulang pada orang seusia pasien.
Pada kasus ini BMD yang dilakukan ada 2 pada femur dan pada vertebrae bagian
lumbal.
a. BMD femur
Pada BMD diketahui T score total adalah -2,7 dimana jika T score lebih kecil dari
-2,5 maka dapat di diagnosis sebagai osteoporosis. Sedangkan Z score adalah -1,4
menunjukan bahwa ini adalah osteoporosis primer.
b. BMD AP spine one density
Pada BMD vertebrae ada gambaran skoliosis lalu pada nilai Tnya semua bagian
lumbal bernilai diatas -3,0 sehingga dapat di diagnosis pasien ini mengalami
osteoporosis berat di tulang belakang.
D. Hipotesis
9
Dari hasil diskusi kelompok, kami memutuskan beberapa hipotesis untuk pasien pada
kasus ini, antara lain:
Osteoporosis
Fraktur collum femur
Dislokasi Articulatio Coxae
Osteoarthritis
Rheumatoid Arthritis
Neoplasma
E. Diagnosa banding
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan lain,
kelompok kami memikirkan beberapa diagnosis banding untuk pasien pada kasus ini,
yaitu :
Osteoarthritis
Osteoarthiris adalah penyakit sendi degeneratif. Penyakit ini merupakan
penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan
dengan usia lanjut. Hal ini diakibatkan peningkatan aktifitas enzim-enzim yang
merusak matrik tulang rawan sendi dan pembentukan tulang baru lesi tulang rawan
sendi serta tepi sendi (osteofit). Secara klinis kami mengambil osteoarthiris sebagai
diagnosis banding karena dari anamnesis ditemukan nyeri pada daerah panggulnya
hingga terasa semakin berat Pemeriksaan fisik diketahui nyeri berasal dari sendi
besar. Selain itu usia pasien sudah memasuki masa-masa dimana factor penyakit
osteoporosis ini dapat terjadi.
Rheumatoid Arthritis
Rheumatois Arthritis adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manisfestasi utama poliarthritis progresif. Secara klinis kami mengambil Rheumatoid
Arthritis sebagai diagnosis banding karena dari anamnesis ditemukan nyeri pada
panggulnya juga yang mengarahkan kami terhadap kemungkinan adanya infeksi pada
daerah sendinya dan selain itu didukung oleh jenis kelamin perempuan memiliki
risiko yang lebih tinggi. Akan tetapi, jumlah sendi tidak lebih dari 3 daerah dan tidak
simetris.
F. Patofisiologi Osteoporosis
10
Osteoporosis adalah pengeroposan tulang yang akan menyebabkan penurunan dari
densitas tulang. Pengeroposan tersebut akan mengakibatkan kelemahan tulang serta dapat
meningkatnya risiko terjadinya fraktur.2 Kolagen, protein, dan kalsium merupakan
komponen pembentuk tulang yang memberikan kekuatan struktur. Tubuh kita secara rutin
memperbarui struktur tulang dengan cara resorbsi dan formasi yang seimbang.
Bone remodelling adalah proses yang berlangsung seumur hidup untuk menjaga
homeostasis kalsium serta fosfat pada serum. Proses ini terdiri dari empat tahap yaitu,
aktivasi, resorpsi, reversal dan formasi. Pada fase aktivasi, permukaan tulang akan
mengalami aktivasi untuk membawa prekursor osteoklast menjadi sel multinukleus.
Resorbsi adalah tahap kedua dari remodelling tulang dimana tulang akan dipecah
terlebih dahulu. Sel multinukleus yang terkumpul pada permukaan tulang akan
berdeferensiasi menjadi osteoklast dewasa. Osteoklast akan menempel pada permukaan
tulang dan mengikisnya. Pada akhir fase resorpsi, osteoklast akan apoptosis.
Untuk menyeimbangi, preosteoblast akan bereferensiasi menjadi osteoblast dan akan
memulai proses formasi, dimana terbentuknya tulang baru. Proses remodelling ini dapat
dipengaruhi beberapa faktor seperti hiperparatiroid, menopause, ataupun aktivitas sehari-
hari.
Osteoporosis cenderung mengenai wanita yang telah menopause atau keadaan dimana
seorang wanita tidak lagi mendapatkan siklus haidnya. Pada keadaan menopause, level
estrogen akan menurun drastis dan dapat menyebabkan osteoporosis.
11
Osteoblast merupakan sel regulator dari remodelling karena osteoblast mensekresi
OPG (Osteoprotegerin) dan RANKL ( receptor activator of nuclear factor-kappaB
ligand).3 RANKL akan mengikat reseptor RANK pada prekursor osteoklast dan
mengaktifkan proses resorpsi tulang. OPG merupakan protein yang akan memodulasi dan
menginhibisi proliferasi serta pengaktifan dari osteoklast. Hormon estrogen berperan besar
pada sekresi protein-protein tersebut karena estrogen dapat menginhibisi pengeluaran OPG
serta RANKL dari osteoblast yang dapat mengakibatkan resorpsi yang berlebihan.
Pada kasus ini, diketahui bahwa pasien sudah mengalami menopause sejak 20 tahun
yang lalu. Dan dapat disimpulkan bahwa osteoporosis yang dialaminya adalah
osteoporosis primer tipe I yang diakibatkan karena turunnya level estrogen dalam darah.
G. Diagnosa
Diagnosa kerja yang ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
radiologi adalah fraktur kolum femoris tipe III ec. trauma dengan osteoporosis.
H. Penatalaksanaan
Pada kasus ini terdapat 2 kondisi pasien yang memerlukan perhatian khusus yaitu
fraktur kolum femur dan osteoporosis yang menyebabkan kerapuhan tulangnya.
Penatalaksanaan yang dapat kita lakukan sebagai seorang dokter umum mengenai fraktur
kolum femur yang terjadi pada Ny.Sri hanyalah pemberian analgetik untuk mengurangi
rasa nyeri panggul kiri akibat frakturnya.
Untuk penanganan lebih lanjut seperti operasi untuk mereposisi maupun memfiksasi
bagian frakturnya akan dilakukan oleh dokter ortopedi. Oleh karena itu, pasien akan
dirujuk ke spesialis ortopedi untuk penatalaksanaan lebih lanjut mengenai fraktur kolum
femurnya.
Sesuai hasil BMD yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa Ny.Sri mengalami
osteoporosis yang cukup berat yang menyebabkan rapuhnya tulang femurnya. Mengenai
hal ini yang dapat kita lakukan sebagai dokter umum adalah sebagai berikut:
Non-Medika Mentosa
Mendidik dan menganjurkan pasien untuk melakukan hal-hal dibawah ini:
1. Menciptakan lingkungan yang dapat menurunkan resiko terjadinya trauma di
kemudian hari.
2. Berolahraga ringan untuk merangsang formasi tulang.
12
3. Melakukan aktivitas di luar ruangan sehingga pasien terpajan oleh sinar matahari.
Medika Mentosa
1. Memberikan preparat kalsium dan vitamin D.
2. Obat golongan bifosfonat seperti aledronat.
3. Terapi Calcitonin
4. Preparat calcium carbonate (500mg 2-3 kali/hari)
I. Komplikasi
Komplikasi karena fraktur
- Berkurangnya aktivitas yang akan menyebabkan:
Atrofi otot
Ulkus dekubitus
- Hematoma
Komplikasi karena osteoporosis
- Akan terjadi fraktur jika pasien mengalami trauma kembali.
J. Prognosis
Ad Vitam : Ad bonam
o Baik karena keadaan umum masih baik.
Ad functionam : Dubia ad malam
o Karena melihat umur pasien yang sudah 68 tahun dimana proses pembentukan
tulang sudah menurun, mungkin akan butuh waktu yang lama bagi fraktur untuk
pulih.
Ad sanationam : Dubia ad malam
o Kemungkinan untuk tejadi fraktur lagi cukup besar karena pasien osteoporosis.
13
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
1. Pelvis
Pelvis adalah bagian tubuh yang terletak di bawah abdomen. Fungsi utama pelvis
adalah meneruskan berat bdan dari columna vertebralis ke femur; memuat, menyokong, dan
melindungi viscera pelvis; dan menyediakan tempat perlekatan otot-otot batang badan dan
extremitas inferior. Tulang pelvis terdiri dari empat tulang; dua tulang ossa coxae, yang
membentuk dinding lateral dan anterior, serta os sacrum dan os coccygis, yang merupakan
bagian columna vertebralis dan membentuk dinding belakang. Os sacrum terdiri dari lima
vertebrae rudimenter yang bersatu membentuk tulang berbentuk baji ke anterior. Os coccygis
terdiri dariempat vertebra rudimenter yang bersatu membentuk tulang segitiga kecil yang
basisnya bersendi dengan ujung bawah sacrum.
Kedua ossa coxae bersendi satu dengan yang lain di sebelah anterior pada symphisis
pubica dan di posterior dengan os sacrum pada articulatio sacroiliaca. Pelvis dibagi menjadi
dua bagian oleh apertura pelvis superior, yang dibentuk dibelakang oleh promontorium os
sacrum, di lateral oleh linea terminalis, dan di anterior oleh symphysis pubica. Di atas
apertura pelvis superior terdapat pelvis major yang membentuk sebagian cavitas abdominalis.
Di bawah apertura pelvis superior terdapat pelvis minor.4
Tabel.1 Otot-otot Dinding dan Dasar Pelvis
Nama musculus Origo Insertio Persarafan Aksi
14
M. piriformis Depan sacrum Trochanter major
femur
Plexus sacralis Rotator lateral
femur pada
articulatio
coxae
M.obturatorius
internus
Membrana
obturatoria dan
bagian os coxae
yang
berdekatan
Trochanter major
femur
Saraf untuk M.
Obturatorius
internus dari
plexus sacralis
Rotator lateral
femur pada
articulatio
coxae
M. levator ani Corpus ossis
pubis, fascia
M.obturatorius
internus, spina
ischiadica
Corpus perineale,
plexus
anococcygeum,
dinding prostat,
vagina, rectum,
dan canalis analis
n. sacralis IV,
n. Pudendus
Menyokong
viscera pelvis;
berfungsi
sebagai
sphincter
untuk junctio
anorectalis
dan vagina
M. coccygeus Spina ischiadica Ujung bawah os
sacrum; os
coccygis
n. sacralis IV
dan V
Membantu M.
Levator ani
menyokong
viscera pelvis;
fleksi os
coccygis
Tabel 2. Cabang-cabang Plexus Sacralis dan Distribusinya
Cabang-cabang Distribusi
n. gluteus superior M. gluteus medius, M. gluteus minimus, dan M. tensor
fasciae latae
n. gluteus inferior M. gluteus maximus
n. cutaneus perforans Kulit di atas sisi medial bokong
n. cutaneus femoris posterior Kulit di permukaan posterior tungkai atas dan fossa
poplitea, juga diatas bokong bagian bawah, scrotum, atau
15
labium majus pudendi
n. ischiadicus Rami articulare, ke articulatio coxae dan rami musulares
ke fleksor-fleksor di paha dan semua otot di tungkai
bawah dan kaki
n. pudendus Struktur dalam perineum
n. peroneus communis M. biceps femoris (caput brevis) dan melalui ramus
peronealis nervi pudendi
n. splanchnici pervici Viscera perlvis melalui pleksus hypogastrium inferior
Arteri pelvis berasal dari arteri iliaca communis yang masing-masing berakhir pada
apertura pelvis pelvis superior di depan articulatio sacroiliaca dengan bercabang dua menjadi
arteri iliaca externa dan arteri iliaca interna.
Arteri iliaca externa berjalan sepanjang pinggir medial musculus psoas major,
menelusuri apertura pelvis superior, dan bercabang menajdi arteri epigastrica inferior dan
arteri circumflexa ilium profunda.
Arteri iliaca interna bercabang menjadi bagian anterior dan posterior. Cabang anterior
terdiri dari a. umbilicalis, a. obturatoria, a. vesicalis inferior, a. rectalis media, a. pudenda
interna, a. glutea inferior, a.uterina (perempuan), a. vaginalis (perempuan), dan bagian
percabangan posterior terdiri dari a. iliolumbalis, a. sacralis lateralis, dan a. glutea superior.
16
2. Vertebra
Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal,
5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Fungsi kolumna vertebralis adalah menopang
tubuh manusia dalam posisi tegak, yang secara mekanik sebenarnya melawan pengaruh gaya
gravitasi agar tubuh secara seimbang tetap tegak. Di dalam rongga columna vertebralis
terletak medulla spinalis, radix nervi spinales, dan lapisan penutup meningen, yang dilindungi
oleh columna vertebralis. Pada kasus ini terjadi deformitas pada vertbra lumbalis, berikut ciri-
ciri vertebra lumbalis tipikal:
1. Corpus besar dan berbentuk ginjal
2. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang
3. Lamina tebal
4. Foramina fertebrale berbentuk segitiga
5. Processus tranversus panjang dan langsing
6. Processus spinosus pendek, rata, dan berbentuk segiempat dan mengarah ke
belakang
17
7. Facies articularis processus articularis superior mengarah ke medial dan facies
articularis processus articularis inferior menghadap ke lateral
Sendi-sendi antar corpus vertebrae dipersarafi oleh cabang kecil meningeal masing-
masing saraf spinal. Saraf ini berasal dari saraf spinal pada saat saraf ini keluar dari foramen
intervertebrale. Kemudian masuk kembali ke canalis vertebralis melalui foramen
intervertebrale dan mempersarafi meningen, ligamenta, dan dicus intervertebralis. sendi-sendi
antar processus articularis dipersarafi oleh cabang-cabang dari rami posteriores saraf spinal.5
3. Femur
Di sebelah atas, femur bersendi dengan acetabulum untuk membentuk articulatio
coxae dan di bawah dengan tibia dan patella untuk membentuk articulatio genu. Ujung atas
femur memiliki caput, kolum, trochanter major, dan trochanter minor. Caput membentuk
kira-kira dua pertiga dari bulatab dan bersendi dengan acetabulum os coxae untuk
membentuk articulatio coxae.
Kolum menghubungkan caput dengan corpus, berjalan kebawah, belakang, dan lateral
serta membentuk sudut sekitar 125 derajat dengan sumbu panjang corpus femoris. Trochanter
major dan minor merupakan tonjolan besar pada taut antara kolum dan corpus. Corpus
femoris permukaan anteriornya licin dan bulat, sedangkan permukaan posterior mempunyai
rigi, disebut linea aspera. Pada permukaan posterior corpus, dibawah trochanter major
terdapat tuberositas glutea untuk tempat melekatnya M. gluteus maximus.
Ujung bawah femur mempunyai condyli medialis dan lateralis, yang di bagian
posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Di atas condyli terdapat epocondylus
lateralis dan medialis. Tuberculum adductorum dilanjutkan oleh epocondylus medialis.6
18
HISTOLOGI
Histologi Tulang
Tulang rawan dan tulang keras yang terdapat pada tubuh manusia adalah termasuk ke
dalam jaringan penyokong. Jaringan penyokong adalah suatu jaringan yang berfungsi sebagai
penghubung antara satu jaringan dengan jaringan lainnya dan yang terutama adalah untuk
penyokong tubuh. Jaringan penyokong terdiri dari 2 unsur yaitu sel dan zat antar sel atau
matriks atau zat intraselular yg terdiri dari serat dan substansia dasar.
1. Tulang Rawan
Tulang rawan banyak terdapat pada masa fetal dan pada masa dewasa proporsi dari
tulang rawan sebagai penyokong tubuh mulai berkurang. Pada orang dewasa tulang rawan
terdapat pada permukaan sendi tulang, saluran napas, daun telinga, dan diskus
intervertebralis.
Tulang rawan terdiri dari sel-sel (kondroblas, kondrosit, dan fibroblas), matriks,
lakuna, dan perikondrium. Pada matriks tulang rawan terdapat serat-serat (kolagen dan
elastin) dan juga substansia dasar seperti proteoglikan dan glikosaminoglikan. Pembuluh
darah, saluran limfe, dan serat saraf tidak terdapat pada tulang rawan.
Pembentukan Tulang Rawan
Sel mesenkim membulat dan cabang-cabangnya menghilang menjadi kondroblas, lalu
kondroblas bermitosis dan mensintesa matriks. Pertumbuhan tulang rawan melalui 2 tahap
19
yaitu pertumbuhan interstitial atau endogen dan pertumbuhan aposisional atau eksogen.
Berdasarkan komponen-komponen matriksnya, tulang rawan dibagi menjadi 4, yaitu
tulang rawan hialin, tulang rawan elastin, tulang rawan fibrosa atau fibrokartilago, dan
tulang rawan turgesen atau tulang rawan kondroid.
a) Tulang Rawan Hialin
Berasal dari kata Hyalos yang berarti kaca. Tulang rawan hialin ini yang paling
banyak dijumpai. Terdapat pada permukaan sendi (tidak ada perikondrium), iga,
lempeng epifisis, hidung, laring, trakea, dan bronkus. Tulang rawan ini memiliki
perikondrium dan terdiri dari sel-sel kondrogenik, kondroblas, dan kondrosit muda
yang terletak di perifer (berbentuk lonjong) dan apabila agak ke tengah berbentuk
bulat berkelompok dinamakan sel isogen atau Nest Cell. Tulang rawan ini bermatriks
homogenik yang terdiri dari kolagen tipe II dan substansia dasar amorf (proteoglikan,
asama hialuronat, dan glikosaminoglikan). Pada tulang rawan ini juga dapat
ditemukan adanya asbest faserung pada fase degenerasi tulang rawan.
b) Tulang Rawan Elastis
Tulang rawan ini cenderung berwarna kekuningan. Terdapat pada cuping
telinga, dinding saluran telinga luar, tuba audtoris eustachii, epiglottis, dan bagian
laring tertentu. Pada tulang rawan ini juga terdapat perikondrium dan sel-sel yang
terdapat pada tulang rawan ini sama denga yang terdapat pada tulang rawan hialin.
Matrik pada tulang rawan elastik beserat karena terdiri dari serat kolagen tipe II juga
terdapat banyak serat elastin halus.
c) Tulang Rawan Fibrosa
Tulang rawan fibrosa terdapat pada diskus interventebralis, ligamen (permukaan
tulang rawan), dan simphisis pubis. Pada tulang rawan ini tidak terdapat perikondrium
dan sel-selnya masih sama dengan tulang rawan hialin dan berbentuk gepeng.
Matriksnya terdiri darisedikit amorf, berwarna kemerahan, dan terdiri dari serat
kolagen tipe I.
d) Tulang Rawan Turgesen
Tulang rawan ini memiliki beberapa nama lain diantaranya adalah tulang rawan
kondroid, jaringan ikat kondroid, tulang rawan vesikulosa, jaringan fibrohialin, dan
pseudo kartilago. Tulang rawan ini hanya terdapat pada tendo Achilles rana. Memiliki
tekanan osmotis (turgor) yang tinggi dan tidak memiliki perikondrium. Sel - selnya
20
terdiri dari kondrosit yang besar - besar dan tidak memiliki sel isogen. Matriks pada
tlang rawan ini adalah serat kolagen kasar
2. Tulang
Tulang adalah bagian tubuh yang paling keras karena fungsi utamanya adalah sebagai
kerangka tubuh manusia ditunjang dengan fungsi-fungsi lainnya yaitu sebagai penunjang
otot, pelindung organ-organ vital, tempat dibuatnya sumsum tulang, dan juga sebagai
tempat penyimpanan atau cadangan Ca, P, dan mineral lainnya.
Tulang terdiri dari matriks organik dan anorganik. Matriks organik pada tulang
terdapat sebanyak 30-40% yang materinya mirip dengan tulang rawan. Terdiri dari serat
kolagen tipe I dan substansia dasar (substansia osteomukoid) yang terdiri dari kompleks
mukopolisakarida (protein non kolgaen) dan protein resisten (protein tahan asam). Lalu
ada matriks anorganik yang mendominasi pada tulang yaitu sebanyak 60-70% dan hal ini
lah yang membuat tulang bersifat keras. Terdiri dari garam tulang yang terdapat dalam
bentuk kristal hidroksi apatit, kalsium, dan unsur - unsur lain seperti kalsium fosfat,
kalsium karbonat, kalsium florida, magnesium florida, sitrat, dan klorida.
Ada empat sel - sel yang terdapat pada tulang keras yaitu osteogenik, osteoblas,
osteosit, dan osteoklas. Pada daerah degenerasi, sel - sel kondrosit banyak yang sudah
pecah, lalu lakunanya bersambungan antara satu dengan yang lain. Sebagian sudah diisi
dengan jaringan ikat sumsum tulang.
Pada daerah penulangan, sel-sel osteogenik bersama dengan jaringan ikat yang ikut
masuk bersama pembuluh darah yang tumbuh menembus periosteum mengisi daerah
bekas lakuna kondrosit. Lalu sel-sel osteogenik ini kemudian menjadi sel-sel osteoblas
yang tersusun berderet-deret sepanjang tepi balok tulang rawan. Sel ini membentuk tulang
yang berwarna lebih kebiruan karena mengandung banyak zat kapur dan terbentuklah
balok - balok tulang. Osteoblas yang sudah dikelilingi oleh matriks tulang kemudian
disebut sebagai osteosit. Sel besar dengan inti banyak yang disebut sebagai osteoklas
biasanya terletak pada cekungan yang disebut lakuna Howship.
Sel Osteoprogenitor atau Sel Osteogenik.
Sel ini berasal dari sel mesenkim. Bentuknya seperti gelendong juga berinti
gepeng. Terdapat inti kromatin halus dan sitoplasma yang bercabang. Sel ini juga
ditemukan dipermukaan tulang pada lapisan periosteum dan endoesteum.
Sel Osteoblas
21
Sel osteoblas ini berbentuk seperti kubis atau pyramid, berinti besar dan
mempunyai 1 anak inti juga sitoplasmanya yang basofil. Sel ini banyak ditemukan
di permukaan tulang dan sel inilah yang mensintesa komponen organik matriks
tulang (kolagen tipe I, proteoglikan, dan glikoprotein). Sel ini juga mengendapkan
komponen anorganik dari matriks tulang.
Sel Osteosit
Osteosit adalah osteoblas yang dikelilingi oleh matriks berbentuk gepeng dan
sitoplasmanya basofilik. Sel osteosit ini terdapat di dalam lakuna dan tonjolan–
tonjolan sitoplasmnya saling berhubungan melalui gap junction.
Sel Osteoklas
Sel osteoklas merupakan sel tulang yang paling besar. Sel ini dapat bergerak
sebagai makrofag dan memiliki banyak inti. Sitoplasmanya asidofilik dan terletak
dalam lakuna Howship. Sel osteoklas ini berasal dari monosit-monosit yang
menyatu dan bertugas untuk mensekresi asam kolagenase.
Tulang diklasifikasikan menjadi 2 yaitu tulang primer dan tulang sekunder. Tulang
primer atau yang biasa disebut sebagai tulang immatur karena biasanya terdapat pada
embrio, penyembuhan fraktur, dan reparasi lainnnya.
Tulang primer atau immatur ini memiliki ciri khas, yaitu serat-serat kolagennya halus
dan tidak teratur, tulang ini memiliki sedikit kadar mineral tetapi memiliki banyak
osteosit. sel primer ini bersifat sementara kecuali di tempat-tempat tertentu seperti di
sutura tulang pipih kepala, soket gigi, dan insersi beberapa tendon. Tulang sekunder atau
tulang matur terdapat pada orang dewasa dan ciri khasnya terdapat serat - serat kolagen
yang tersusun membentuk lamel-lamel sejajar satu sama lain atau konsentris mengelilingi
pembuluh darah.7
FRAKTUR
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh trauma. Sedangkan fraktur kolum femur adalah fraktur yang terjadi pada
bagian proksimal femur dan berbntuk lekukan menyerupai bikonkaf dibawah kaput femur.8
Kolum femur sering juga disebut dengan leher femur sesuai dengan kata kolum yang
artinya leher.Fraktur kolum femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian
proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan
kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter.
22
Etiologi Fraktur
Fraktur kolum femur sering tejadi pada wanita. Hal ini disebabkan oleh kerapuhan
tulang akibat proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur yang terjadi
biasanya dapat berupa fraktur subkapital, transervikal dan basal, yang terletak didalam simpai
sendi panggul atau intrakapsular. Selain itu terdapat juga fraktur intertrochanter dan
subtrochanter yang terletak ekstrakapsuler.
Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur kolum femur:
Fraktur intrakapsuler (kolum femur)
Fraktur extrakapsuler
Fraktur intrakapsuler ( kolum femur ) dapat disebabkan oleh trauma langsung atau
trauma tidak langsung. Trauma langsung biasanya terjadi pada penderita dengan posisi
miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras. Pada trauma
tidak langsung fraktur dapat disebabkan gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai
bawah.
Pada dewasa muda terjadinya fraktur intrakapsuler hanya dapat disebabkan trauma
yang cukup hebat. Hal ini dikarenakan densitas mineral dan massa tulang pada dewasa muda
berada dalam puncaknya, sehingga lebih kuat dan membutuhkan trauma yang lebih besar
untuk terjadinya fraktur. Sedangkan pada wanita yang sudah lanjut usia (60 tahun keatas)
fraktur kolum femur biasanya terjadi tanpa didahului oleh trauma yang hebat. Fraktur kolum
femur pada wanita tua dapat saja terjadi karena trauma ringan yang seharusnya tidak
mengganggu kontiniuitas tulang seperti jatuh tergelincir di kamar mandi. Hal ini disebabkan
oleh tulang yang telah mengalami osteoporosis yang tentunya menurunkan densitas mineral
tulang sehingga tulang semakin rapuh dan semakin rentan terhadap terjadinya fraktur.
Klasifikasi Pauwel’s untuk Fraktur Kolum Femur
Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang
horizontal pada posisi tegak. Arah sudut garis patah dibagi menjadi menurut Pauwell:
o Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal pada
posisi tegak
23
o Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan bidang horizontal pada
posisi tegak
o Tipe III : garis fraktur membentuk sudut >50° dengan bidang horizontal
Klasifikasi Garden’s untuk Fraktur Kolum Femur
Dislokasi atau tidak dari fragmennya( menurut Garden’s) adalah sebagai berikut :
o Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)
o Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran
o Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus malaligment)
o Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian segmen
yang bersinggungan.
OSTEOPOROSIS
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu
penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang yang
24
disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang dan
menyebabkan rapuhnya tulang.
Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang mempunyai struktur,
pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberikan kekuatan dan membuat
kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus mengalami perubahan karena berbagai stres
mekanik dan terus mengalami pembongkaran, perbaikan dan pergantian sel. Untuk
mempertahankan kekuatannya, tulang terus menerus mengalami proses penghancuran dan
pembentukan kembali.
Tulang yang sudah tua akan diresorpsi dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat.
Proses ini merupakan peremajaan tulang yang kemudian akan mengalami degenerasi seiring
bertambahnya usia. Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig atau
pubertas, ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan makin padat.
Kekuatan dan massa tulang akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun.
Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin
bertambah setelah diatas 40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan bertambahnya usia,
sepanjang hidupnya. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang
berakibat pada osteoporosis. Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi lemah dan rentan
terhadap fraktur.
Fraktur yang sering terjadi pada pasien osteoporosis adalah fraktur pada pinggul,
pergelangan tangan, atau tulang belakang. Tulang melakukan resorpsi dan formasi.
Osteoporosis terjadi ketika resorpsi dan formasi tidak seimbang, yaitu aktivitas resorpsi
tulang melebihi aktivitas formasinya. Yang berperan utama dalam aktivitas formasi tulang
adalah osteoblas dan aktivitas resorpsi adalah osteoklas. Ada beberapa hal yang menstimulasi
kerja osteoblas diantaranya adalah hormon estrogen, testosteron, kalsium, vitamin D, dan
olahraga berat (weight bearing activity).
Klasifikasi dari Osteoporosis
a. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
Tipe I
o Pada tipe ini osteoporosis disebabkan oleh menurunnya kadar estrogen pasca
menopause
Tipe II
25
o Osteoporosis ini disebabkan oleh proses penuaan yang umumnya terjadi pada
setiap orang.
b. Osteoporosis Sekunder
1. Cushing Syndrome
2. Hyperthyroidism
3. Hyperparathyroidism
4. Hypogonadism
5. Kelainan hepar
6. Kegagalan ginjal kronis
7. Kurang gerak
8. Kebiasaan minum alcohol
9. Pemakai obat-obatan/corticosteroid
10. Pemakaian obat-obatan (corticosteroid)
11. Konsumsi kafein yang berlebihan
Pencegahan
Pencegahan terhadap osteoporosis dapat dilakukan melalui hal-hal dibawah ini:
1. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengonsumsi kalsium
yang cukup
2. Melakukan olah raga dengan beban (weight bearing) misalnya berjalan dan menaiki
tangga akan meningkatkan kepadatan tulang.
3. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu)
4. Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup, terutama sebelum tercapainya
kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Dua gelas susu dan tambahan
vitamin D setiap hari dapat membantu dalam meningkatkan kepadatan tulang pada
wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Akan tetapi
tablet kalsium dan susu yang dikonsumsi setiap hari akhir - akhir ini menjadi
perdebatan sebagai pemicu terjadi osteoporosis, berhubungan dengan teori osteoblast.
5. Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita.9
Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan
pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Pemeriksaan yang paling akurat adalah DXA
(dual-energy x-ray absorptiometry).
26
Pemeriksaan ini aman dan tidak menimbulkan nyeri, bisa dilakukan dalam waktu 5-15
menit. World Health Organization (WHO) mendefinisikan osteoporosis dengan T-score yang
kurang dari 2,5 pada rata-rata untuk usia muda dengan umur yang sama. Pada wanita post
menopause yang T-scorenya kurang dari 1,0 dapat dikatakan memiliki densitas tulang yang
rendah (low bone density) dan memiliki resiko untuk mencapai osteoporosis. Lebih dari 50%
kasus fraktur yang terjadi pada wanita post menopause, termasuk fraktur pada pinggul, terjadi
pada kelompok dengan densitas tulang yang rendah.10
BAB V
KESIMPULAN
27
Ny.Sri (68 thn) mengalami fraktur kolum femur tipe 3 yang disebabkan oleh trauma
dengan osteoporosis. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah mengurangi rasa nyeri
panggul kirinya dengan pemberian analgetik, pemberitahuan kepada pasien mengenai upaya-
upaya yang dapat dilakukan dalam pencegahan osteoporosis beserta terapi yang dapat
dilakukan. Selanjutnya pasien akan dirujuk ke ortopedi untuk melakukan penatalaksanaan
lebih lanjut terhadap fraktur kolum femurnya.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Setiyohadi B. Osteoporosis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata M,
Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta; InternaPublishing;
2009. p.2650.
2. Shiel W. Osteoporosis [Internet]. New York: WebMD; c1996-2012
[updated 6th Jun 2012; cited 18th Oct 2012]. Available at:
http://www.medicinenet.com/osteoporosis/article.htm.
3. Boyce BF. Biology of RANK, RANKL and Osteoprotegerin. 2007.
New York: WebMD; c1996-2012 [cited 18th Oct 2012]. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17634140.
4. Snell RS. Pelvis: bagian I dinding pelvis. In: Hartanto H, Listiawati E, Suyono J,
Susilawati, Nisa TM, Prawira J, Cendika R. Anatomi klinik untuk mahasiswa
kedokteran. 6th ed. Jakarta: EGC. 2006. p. 305-23.
5. Snell RS. Punggung. In: Hartanto H, Listiawati E, Suyono J, Susilawati, Nisa TM,
Prawira J, Cendika R. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. 6th ed.
Jakarta: EGC. 2006. p.880-4.
6. Snell RS. Membrum inferius. In: Hartanto H, Listiawati E, Suyono J, Susilawati,
Nisa TM, Prawira J, Cendika R. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. 6th
ed. Jakarta: EGC. 2006. p. 557-61.
7. Eroschenko VP. Tulang Rawan dan Tulang. In : Eroschenko VP, editor. Atlas
Histologidi Fiore dengan Korelasi Fungsional. 9th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2003. p. 39-59.
8. Smelthzer, Suzanne C Brenda G Bare. Buku ajar keperawatan medikal. 8th Ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2000. p. 108-13.
9. Mayo Clinic. Osteoporosis: Complications [Internet]. Florida: Mayo Clinic; c1994-
2012 [updated 10th Aug 2012; cited 16th Oct 2012]. Available at:
http://www.mayoclinic.com/health/osteoporosis/DS00128/DSECTION=complica
tions.
10. Lindsay R, Cosman F. Osteoporosis. In: Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci
AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrison's Principles Of Internal Medicine.
18th ed. New York: McGraw Hill; 2012. p. 3120-5.
29