Upload
nguyennguyet
View
307
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
15
BAB ll
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pemasaran
Inti dari pemasaran adalah mengidentifikasikan dan memenuhi kebutuhan
manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan singkat dari pemasaran
adala ―memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan‖. Pengertian
pemasaran menurut Kotler dan Armstrong (2015:27) bahwasanya “Marketing as
the process by which companies create value for customers build strong
customer relationships in order to capture value from customers in return”.
Maksud dari pengertian tersebut adalah pemasaran sebagai proses dimana
perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun pelanggan yang
kuat relationship untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalan.
Menurut Kotler & Keller (2016 : 27). Pemasaran berkaitan dengan proses
mengenali serta memenuhi beragam kebutuhan manusia dan masyarakat. Secara
singkat pemasaran ialah ―meeting needs profitably”, artinya pemsaran ialah
memenuhi kebutuhan secara menguntungkan. Kotler & Keller (2016 : 580)
menyatakan bahwa komunikasi pemasaran adalah sarana yang digunakan oleh
perusahaan untuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen
terkait dengan produk yang ditawarkan.
16
Menurut Dayle dalam Sudaryono (2016:41), pemasaran adalah proses
manajemen yang berupaya memaksimumkan laba (retutns) bagi pemegang
saham dengan jalan menjalin relasi dengan pelanggan utama (valued customers)
dan menciptakan keunggulan kompetitif.
Definisi pemasaran berikutnya disampaikan oleh Kurtz (2012:7) yaitu
“Marketing is an organizational function and set of process for creating
communicating and delivering value to customers and for managing customers
relationship in that benefit the organization and stakeholders.” Yang artinya
―Pemasaran adalah fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan
komunikasi dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola
hubungan pelanggan yang bermanfaat bagi organisasi dan pemangku
kepentingan‖. Lain halnya dengan definisi formal yang ditawarkan America
Marketing Association (AMA) yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2016:27)
yaitu ―Marketing is the activity, set of institutions, and processes for creating,
communicating, delivering, and exchanging offerings that have value for
customers, clients, partners, and society at large”. yang artinya Pemasaran
adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan,
mengkomunikasikan, menghantarkan, dan memberikan nilai pelanggan yang
unggul.
Berdasarkan beberapa teori tersebut, peneliti sampai pada pemahaman
bahwa pemasaran merupakan proses kegiatan dari mulai menciptakan produk
sampai pada akhirnya produk tersebut memberikan keuntungan bagi perusahaan
dan para pemangku kepentingan. Proses kegiatan tersebut meliputi menciptakan
17
produk, mengkomunikasikan kepada pelanggan, bertukar penawaran yang
memiliki nilai bagi pelanggan, dan membangun hubungan dengan pelanggan.
Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai sasaran
organisasi adalah perusahaan harus menjadi lebih efektif dibandingkan para
pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai
pelanggan kepada pasar sasaran (Kotler & Keller 2015). Ada enam konsep yang
mendasari aktivitas pemasaran perusahaan, antara lain yaitu:
a. Konsep Produksi
Konsep produksi dalam hal ini meyakini bahwa konsumen akan lebih
menyukai produk-produk yang tersedia dimana-mana serta dengan harga
yang murah.
b. Konsep produk
Dalam hal ini konsep produk meyakini bahwa konsumen akan lebih
menyukai produk-produk yang menawarkan kualitas yang baik, kinerja,
maupun fitur-fitur yang inovatif.
c. Konsep Penjualan
Konsep penjualan meyakini bahwa apabila konsumen dan pelaku bisnis
dibiarkan saja, maka mereka tidak akan membeli dalam jumlah yang
memadai produk-produk perusahaan. Perusahaan harus melakukan usaha
penjualan serta promosi yang agresif.
d. Konsep Pemasaran
Konsep pemasaran berkeyakinan bahwa kunci untuk mencapai tujuan
perusahaan meliputi usaha perusahaan untuk menjadi lebih efektif dari
18
para pesaing dalam hal menciptakan, menyampaikan, serta
mengkomunikasikan kepada pasar sasaran yang ditetapkan nilai manfaat
bagi para konsumen.
e. Konsep Pemasaran Sosial
Konsep pemasaran sosial berkeyakinan bahwa tugas perusahaan ialah
menetapkan kebutuhan, keinginan, serta kepentingan pasar sasaran dan
memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif serta efisien
dari para pesaingnya dengan cara-cara menjaga ataupun meningkatkan
kesejahteraan konsumen dan masyarakat secara luas.
f. Konsep Pemasaran Global
Konsep pemasaran global lebih mengacu pada fakor-faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi marketing dimana eksekutif manajer mampu
berupaya mengerti serta mengaplikasikannya melalui manajemen yang
strategis. Tujuan akhir dari konsep marketing ini ialah pemenuhan
seluruh kebutuhan masyarakat, serta memberikan dampak manfaat
kepada semua pihak yang terlibat dalam perusahaan tersebut.
2.1.2 Pengertian Manajemen Pemasaran
Sebuah perusahaan akan sukses apabila didalamnya terdapat
kegiatan manajemen pemasaran. Manajemen pemasaran berpengaruh
pada aktivitas pemasaran yang dilakukan. Manajemen pemasaran pun
menjadi pedoman dalam menjalankan kelangsungan hidup perusahaan
dan menjadi peran yang tidak dapat dipisahkan sejak dimulainya proses
produksi hingga pada tahap barang sampai pada konsumen. Tugas dari
19
manajemen pemasaran itu adalah melakukan perencanaan mengenai
bagaimana cara mencari peluang pasar untuk melakukan pertukaran
barang dan jasa konsumen.
Kemudian, manajemen pemasaran mengimplementasikan rencana
tersebut untuk menciptakan dan mempertahankan pertukaran yang
menguntungkan dengan konsumen demi tercapainya tujuan perusahaan.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah pengertian manajemen
pemasaran yang peneliti kutip dari beberapa ahli pemasaran. menurut
Kotler dan Amstrong (2014:30) medefinisikan manajemen pemasaran
yaitu Marketing management as the art and science of choosing target
markets and building profitable relationship with them, yang artinya
manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan
membangun hubungan yang menguntungkan dengan mereka.
Dilengkapi oleh ungkapan Kotler dan Keller (2016:27) yang
mengatakan bahwa manajemen pemasaran adalah Marketing
management as the art and science of choosing target markets and
getting, keeping, and growing customers through creating, delivering,
and communicating superior customer value, Yang artinya Manajemen
pemasaran sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan
mendapatkan, mempertahankan, serta meningkatkan jumlah pelanggan
dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai
pelanggan yang unggul.
Sedangkan Buchari Alma (2013:289) mengemukakan manajemen
20
pemasaran bahwa manajemen pemasaran ialah kegiatan menganalisis,
merencana, mengimplementasikan dan mengawasi segala kegiatan guna
mencapai tingkat pemasaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
oleh perusahaan.‖
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli,
peneliti dapat memahami bahwa manajemen pemasaran merupakan ilmu
yang dapat diaplikasikan dalam suatu organisasi, perusahaan atau dapat
pula secara individu dalam mempertahankan kelangsungan hidup
organisasi melalui pertukaran yang menguntungkan dengan proses
merencanakan, melaksanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan
program yang melibatkan konsep pemasaran.
2.1.3 Pengertian Merek
Merek merupakan unsur penting yang dapat membantu proses pemasaran
barang di dalam perusahaan, sehingga merek merupakan salah satu hal yang
penting yang menyangkut reputasi perusahaan. untuk dapat memberikan
gambaran yang jelas mengenai merek, berikut ini pengertian merek menurut
American Marketing Association dalam ( Kotler & Keller, 2016:322)
mendefinisikan merek asebagai berikut a name, term, sign, symbol, or
design, or a combination of them, intended to identify the goods or services
of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of
competitors. yang artinya merek adalah suatu nama, istilah, tanda, lambang,
desain atau kombinasi dari semuanya, yang diharapkan mengidentifikasikan
barang atau jasa dari sekelompok penjual dan diharapkan akan membedakan
21
barang atau jasa tersebut dari produk-produk pesaing.
Buchari Alma (2016:132) mendefinisikan merek sebagai suatu tanda atau
simbol yang memberikan identitas suatu barang atau jasa tertentu, dapat
berupa kata-kata, gambar atau kombinasi keduanya. Berdasarkan beberapa
definisi di atas maka dapat diartikan bahwa merek dapat berupa tanda,
simbol, gambar, tulisan, desain, ataupun dari kombinasi semuanya di mana
merek memegang peranan penting dalam mendiferensiasikan antara produk
satu dan produk lainnya.
2.1.3.1 Manfaat Merek
Menurut Buchari dan Alma (2016:134), merek akan memberikan manfaat
kepada:
1. Produsen atau penjual
a. Memudahkan penjual dalam mengolah pesanan-pesanan dan
menekan masalah.
b. Nama merek dan tanda dagang secara hokum akan melindungi
penjual dalam pemalsuan cirri-ciri produk karena jika tidak
demikian setiap pesaing akan meniru produk tersebut.
c. Member peluang bagi penjual dalam kesetiaan konsumen pada
produknya dengan menetapkan harga lebih tinggi.
d. Membantu penjual dapat dibina dengan adanya merek yang baik.
e. Memberikan pertahanan terhadap persaingan harga.
2. Pembeli atau konsumen
a. Dapat membedakan produk tanpa harus memeriksa secara teliti.
22
b. Konsumen mendapat informasi tentang produk.
c. Meningkatkan efisiensi.
2.1.4 Citra Merek
Citra merek memegang peranan penting dalam pengembangan sebuah
merek. Citra merek menyangkut reputasi dan kredibilitas suatu produk, yang
kemudian akan dijadikan pedoman bagi konsumen untuk mencoba dan
mengonsumsi suatu produk atau jasa tertentu. Konsumen lebih sering
membeli produk dengan merek yang terkenal karena merasa lebih nyaman
dengan hal-hal yang sudah terkenal, adanya asumsi bahwa merek terkenal
lebih dapat diandalkan, selalu tersedia dan mudah dicari, dan memiliki
kualitas yang tidak diragukan, sehingga merek yang lebih dikenal lebih
sering dipilih oleh konsumen daripada merek yang tidak dikenal. Untuk
dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai citra merek, berikut ini
beberapa pengertian mengenai citra merek. Menurut Kotler & Keller
(2016:330), mengemukakan definisi citra merek sebagai berikut : brand
image describes the extrinsic properties of the product or service, including
the ways in which the brand attempts to meet customers’ psychological or
social needs. Yang artinya menjelaskan sifat ekstrinsik dari produk atau jasa
termasuk cara dimana merek mencoba untuk memenuhi kebutuhan psikologi
atau sosial pelanggan.
Kotler dan Amstrong (2016:275) juga menyatakan bahwa brand are more
than just names, and symbols. They are a key element in the company’s
23
relationship with consumers atau merek lebih dari sekedar nama dan simbol,
merek adalah elemen kunci dalam hubungan anatara perusahaan dengan
pelanggan.
Dikutip dalam Britis Journal of Marketing Studies 2015 menyatakan
Kim, Song and Byun (2009), ―on the contrary, positioned brand image not as
a moderating variable but as an independent variable, and brand image
positively influences consumer brand preference and loyalty‖ Artinya
memposisikan citra merek bukan sebagai variabel moderat tetapi sebagai
variabel independen, dan citra merek secara positif mempengaruhi preferensi
dan loyalitas merek konsumen.
However, a strong brand image is the starting point for subsequent
custome loyalty-building (Nguyen and LeBlanc, 1998). Artinya Namun, citra
merek yang kuat adalah titik awal untuk selanjutnya membangun loyalitas
pelanggan.
Lafferty and Newell (2000) ―argue that brand image is the value perceived
and accumulated in the customers’ mind and that when a brand has loyal
customers, it gains positive word-ofmouth marketing, which is both free and
highly effective‖ Artinya berpendapat bahwa citra merek adalah nilai yang
dipersepsikan dan terakumulasi dalam benak pelanggan dan bahwa ketika suatu
merek memiliki pelanggan yang loyal, merek memperoleh pemasaran kata of
mouth yang positif, dan sangat efektif.
Menurut Tjiptono (2015:49) ―Citra merek adalah deskripsi asosiasi dan
keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Citra merek (Brand Image) adalah
24
pengamatan dan kepercayaan yang dingenggam konsumen, seperti yang
dicerminkan di asosiasi atau di ingatan konsumen‖
Dikutip dari Journal Of Marketing 2015 ―A strong positive brand image does
not only help a firm to achieve a competitive advantage but also encourages
repeat purchases” (Porter and Claycomb, 1997) Artinya Citra merek positif
yang kuat tidak hanya membantu perusahaan untuk mencapai keunggulan
kompetitif tetapi juga mendorong pembelian berulang.
Menurut Runyon (dalam Gunardi,2014), Citra merek terbentuk dari stimulus
tertentu yang ditampilkan oleh produk tersebut, yang menimbulkan respon
tertentu pada diri konsumen :
1. Stimulus yang muncul dalam citra merek tidak hanya terbatas pada
stimulus yang bersifat fisik, tetapi juga mencakup stimulus yang bersifat
psikologis. Ada tiga sifat stimulus yang dapat membentuk citra merek
yaitu stimulus yang bersifat fisik, sperti atribut-atribut teknis dari produk
tersebut; stimulus yang bersifat psikologis, seperti nama merek; dan
stimulus yang mencakup sifat keduanya, seperti kemasan produk atau
iklan produk.
2. Datangnya stimulus menimbulkan respon dari konsumen. Ada dua
respon yang mempengaruhi pikiran seseorang, yang membentuk citra
merek yaitu respon rasional – penilaian menganai performa aktual dari
merek yang dikaitkan dengan harga produk tersebut, dan respon
emosional – kecenderungan perasaan yang timbul dari merek tersebut.
Citra merek menggambarkan sifat ekstrinsik produk atau jasa, termasuk cara
25
di mana merek berusaha memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial
pelanggan.
a) Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang
ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu.
b) Dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan
yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi.
c) Kegunaan atau manfaat yang terkait dengan fungsi dari suatu produk
barang yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen.
d) Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau
banyak sedikit jumlah uang yang dikeluarkan kosumen untuk
mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka
panjang.
e) Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan,
kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari
produk tertentu.
Dikutip dalam Journal of Arts & Social Sciences Vol 2, (2018) Kazmi and
Mehmood (2016), brand image could contribute to a company’s success
when customers are willing to purchase products or services at a higher
price” artinya citra merek dapat berkontribusi pada perusahaan sukses ketika
pelanggan bersedia membeli produk atau layanan dengan harga lebih tinggi.
Menurut Kotler & Keller (2015:331) ada enam kriteria utama untuk
memilih merek yaitu:
26
1. Mudah diingat
Seberapa mudah konsumen mengingat dan mengenali elemen
merek, di kedua pembelian dan konsumsi Nama pendek seperti
Tide, Crest, dan Puffs adalah elemen merek yang mudah diingat.
2. Berarti
Nama merek itu menyiratkan dan mengindikasikan kategori yang
berhungan denganya seperti bahan produk, tipe orang yang
mungki menggunakan merek.
3. Dapat disukai
Merek dapat disukai secara visual dan secara verbal. Contohnya
Sunkits, Spic dan Span,dan Thunerbird.
4. Dapat ditransfer
Merek dapat digunakan untuk memperkenalkan produk baru
dalam kategori yang sama maupun berbeda.
5. Dapat disesuaikan
Merek dapat disesuaikan dan diperbaharui.
6. Dapat dilindungi
Merek dapat dilindungi secara hokum dan secara kompetetif.
Menurut Kotler Keller (2015:332) ada beberapa indikator yang mempengaruhi
brand image, yaitu:
1. Persepsi konsumen terhadap pengenalan produk
2. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk
3. Persepsi konsumen terhadap ukuran
27
4. Persepsi konsumen terhadap daya tahan
5. Persepsi konsumen terhadap warna produk
6. Persepsi konsumen terhadap harga
7. Persepsi konsumen terhadap lokasi
Menurut Aaker yang dialih bahasakan oleh Aris Ananda (2010: 139) faktor -
faktor yang menjadi tolak ukur suatu brand image, adalah:
1. Product Attributes (Atribut Produk): yang merupakan hal-hal yang
berkaitan dengan merek tersebut sendiri seperti, kemasan, isi produk,
harga, rasa, dll.
2. Consumer Benefits (Keuntungan Konsumen): yang merupakan
kegunaan produk dari merek tersebut.
3. Brand Personality (Kepribadian Merek): merupakan asosiasi
(presepsi) yang membayangkan mengenai
Menurut Kotler dan Keller, dialih bahasakan oleh Bob Sabran (2013 : 347),
citra merek dapat dilihat dari sebagai berikut:
1. Keunggulan asosiasi merek merupakan salah satu faktor pembentuk
brand image, dimana produk tersebut unggul dalam persaingan.
2. Kekuatan asosiasi merek ialah bagaimana informasi masuk kedalam
ingatan konsumen dan bagaimana proses bertahan sebagai bagian dari
citra merek. Hal itulah yang akan terus menerus menjadi penghubung
antara produk/merek dengan konsumen. Dengan demikian merek
tersebut akan cepat dikenal dan akan tetap terjaga ditengah-tengah
maraknya persaingan. Membangun popularitas sebuah merek menjadi
28
merek yang terkenal tidaklah mudah. Namun demikian, popularitas
adalah salah satu kunci yang dapat membentuk brand image pada
konsumen.
3. Keunikan asosiasi merek terhadap suatu merek mau tidak mau harus
terbagi dengan merek-merek lain. Oleh karena itu, harus diciptakan
keunggulan bersaing yang dapat dijadikan alasan bagi konsumen untuk
memilih suatu merek tertentu.
Citra produk dan makna asosiasi merek dikomunikasikan oleh iklan dan
media promosi lainnya, termasuk public relation dan event sponsorship. Iklan
dianggap mempunyai peran terbesar dalam mengkomunikasikan citra sebuah
merek dan citra merek juga dapat dibangun hanya menggunakan iklan yang
menciptakan asosiasi dan makna simbolik yang bukan merupakan ekstensi dari
fitur produk.
Menurut Shimp (2003), ada tiga bagian yang terdapat dalam pengukuran
citra merek. Bagian pertama adalah atribut. Atribut adalah ciri-ciri atau berbagai
aspek dari merek yang diiklankan. Atribut juga dibagi menjadi dua bagian yaitu
hal- hal yang tidak berhubungan dengan produk (contoh: harga, kemasan,
pemakai, dan citra penggunaan), dan hal-hal yang berhubungan dengan produk
(contoh: warna, ukuran, desain). Kemudian bagian kedua pengukuran citra
merek menurut Shimp adalah manfaat. Manfaat dibagi menjadi tiga bagian yaitu
fungsional, simbolis, dan pengalaman:
a) Fungsional, yaitu manfaat yang berusaha menyediakan solusi
bagi masalah- masalah konsumsi atau potensi permasalahan yang
29
dapat dialami oleh konsumen, dengan mengasumsikan bahwa
suatu merek memiliki manfaat spesifik yang dapat memecahkan
masalah tersebut.
b) Simbolis, yaitu diarahkan pada keinginan konsumen dalam upaya
memperbaiki diri, dihargai sebagai anggota suatu kelompok,
afiliasi, dan rasa memiliki.
c) Pengalaman, yaitu konsumen merupakan representasi dari
keinginan mereka akan produk yang dapat memberikan rasa
senang, keanekaragaman, dan stimulasi kognitif. Terakhir, bagian
ketiga dari pengukuran citra merek menurut Shimp adalah
evaluasi keseluruhan, yaitu nilai atau kepentingan subjektif
dimana pelanggan menambahkannya pada hasil konsumsi.
Muhammad Ehsan Malik, Muhammad Mudasar Ghafoor, Hafiz Kashif
Iqbal dalam jurnalnya yang berjudul Impact of Brand Image, Service Quality
and Price on Customer Satisfication in Pakistan Telecommunication Sector
(2012:123) mengemukakan bahwa citra merek memiliki tiga dimensi, yakni
atribut, manfaat, dan evaluasi. Sedangkan, menurut Kotler dan Keller
(2015:97) dimensi-dimensi utama membentuk citra sebuah merek tertuang
dalam berikut ini:
1. Brand Identity (identitas Merek)
Brand identity merupakan identitas fisik yang berkaitan dengan merek
atau produk tersebut sehingga pelanggan mudah mengenali dan
membedakannya dengan merek atau produk lain, seperti logo, warna,
30
kemasan, lokasi, identitas perusahaan yang memayungi, slogan, dan lain-
lain.
2. Brand Personality (Personalitas Merek).
Brand personality adalah karakter khas sebuah merek yang membentuk
kepribadian tertentu sebagaimana layaknya manusia, sehingga khalayak
pelanggan dengan mudah membedakannya dengan merek lain dalam
kategori yang sama, misalnya karakter tegas, kaku, berwibawa, nigrat,
atau murah senyum, hangat, penyayang, berjiwa sosial, atau dinamis,
kreatif, independen, dan sebagainya.
3. Brand Association (Asosiasi Merek).
Brand Association adalah hal-hal spesifik yang pantas atau selalu
dikaitkan dengan suatu merek, bisa muncul dari penawaran unik suatu
produk, aktivitas yang berulang dan konsisten misalnya dalam hal
sponsorship atau kegiatan social resposibility, isu-isu yang sangat kuat
berkaitan dengan merek tersebut, ataupun person, simbol-simbol dan
makna tertentu yang sangat kuat melekat pada suatu merek.
4. Brand Attitude and Behavior (sikap dan perilaku merek).
Brand attitude and behavior adalah sikap atau perilaku komunikasi dan
interaksi merek dengan pelanggan dalam menawarkan benefit-benefit
dan nilai yang dimilikinya. Attitude and behavior mencakup sikap dan
perilaku pelanggan, aktivitas dan atribut yang melekat pada merek saat
berhubungan dengan khalayak pelanggan, termasuk perilaku karyawan
dan pemilik merek.
31
5. Brand Benefit and Competence (Manfaat dan Keunggulan Merek).
Brand benefit and competence merupakan nilai-nilai dan keunggulan
khas yang ditawarkan oleh suatu merek kepada pelanggan yang membuat
pelanggan dapat merasakan manfaat karena kebutuhan, keinginan,
mimpi, dan obsesinya terwujudkan oleh apa yang ditawarkan tersebut
Menurut Kotler dan Keller (2016) ekuitas merek adalah nilai tambah
bagi produk dan layanan dengan konsumen. Hal itu mungkin tercermin
dalam cara konsumen berpikir, merasakan dan bertindak sesuai dengan
merek, juga harga pangsa pasar dan profitabilitas yang dipunyainya.
Pemasar membangun ekuitas merek dengan menciptakan struktur merek
yang tepat dengan konsumen yang tepat. Keberhasilan proses bergantung
pada semua kontak terkait merek apakah diprakarsai atau tidak
diprakarsai oleh pemasaran:
1. Pilihan awal untuk elemen merek atau identitas yang
membentuk merek, symbol, karakter, juru bicara, slogan,
jingle, paket.
2. Produk dan layanan dan semua kegiatan pemasaran yang
menyertai dan program pemasaran pendukung.
3. Asosiasi lain secara tidak langsung beralih ke merek dengan
menghubungkan ke beberapa entitas lain (seseorang, tempat,
atau hal).
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini dimensi citra merek
yang digunakan adalah dimensi citra merek menurut Kotler Keller (2015:97)
32
yaitu Brand Identity (identitas Merek), Brand Personality (Personalitas Merek),
Brand Association (Asosiasi Merek), Brand Attitude dan Behavior (sikap dan
perilaku merek), Brand Benefit and Competence (Manfaat dan Keunggulan
Merek).
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tentang citra merek, dapat
disimpulkan bahwa merek merupakan suatu bentuk identitas dari suatu produk
yang ditawarkan untuk pelanggan yang dapat membedakan produk perusahaan
dari produk kompetitor yang berbentuk suatu nama, kata, tanda, simbol, desain,
atau kombinasi dari semua hal tersebut, dan ketika merek mempunyai pelanggan
yang loyal, merek memperoleh pemasaran kata of mouth yang positif.
2.1.2.2 Dimensi dan indikator Citra Merek ( Brand Image )
Menurut Kotler dan Keller (2015:97) dimensi-dimensi utama
membentuk citra sebuah merek tertuang dalam berikut ini:
1. Brand Identity (identitas Merek)
Brand identity merupakan identitas fisik yang berkaitan dengan merek
atau produk tersebut sehingga pelanggan mudah mengenali dan
membedakannya dengan merek atau produk lain, seperti logo, warna,
kemasan, lokasi, identitas perusahaan yang memayungi, slogan, dan lain-
lain.
2. Brand Personality (Personalitas Merek).
Brand personality adalah karakter khas sebuah merek yang membentuk
kepribadian tertentu sebagaimana layaknya manusia, sehingga khalayak
pelanggan dengan mudah membedakannya dengan merek lain dalam
33
kategori yang sama, misalnya karakter tegas, kaku, berwibawa, nigrat,
atau murah senyum, hangat, penyayang, berjiwa sosial, atau dinamis,
kreatif, independen, dan sebagainya.
3. Brand Association (Asosiasi Merek).
Brand Association adalah hal-hal spesifik yang pantas atau selalu
dikaitkan dengan suatu merek, bisa muncul dari penawaran unik suatu
produk, aktivitas yang berulang dan konsisten misalnya dalam hal
sponsorship atau kegiatan social resposibility, isu-isu yang sangat kuat
berkaitan dengan merek tersebut, ataupun person, simbol-simbol dan
makna tertentu yang sangat kuat melekat pada suatu merek.
4. Brand Attitude and Behavior (sikap dan perilaku merek).
Brand attitude and behavior adalah sikap atau perilaku komunikasi dan
interaksi merek dengan pelanggan dalam menawarkan benefit-benefit
dan nilai yang dimilikinya. Attitude and behavior mencakup sikap dan
perilaku pelanggan, aktivitas dan atribut yang melekat pada merek saat
berhubungan dengan khalayak pelanggan, termasuk perilaku karyawan
dan pemilik merek.
5. Brand Benefit and Competence (Manfaat dan Keunggulan
Merek).
Brand benefit and competence merupakan nilai-nilai dan keunggulan
khas yang ditawarkan oleh suatu merek kepada pelanggan yang membuat
pelanggan dapat merasakan manfaat karena kebutuhan, keinginan,
mimpi, dan obsesinya terwujudkan oleh apa yang ditawarkan tersebut.
34
2.1.5 Minat Beli Konsumen
2.1.5.1 Definisi Minat Beli
Salah satu bentuk dari perilaku konsumen yaitu minat atau keinginan
membeli suatu produk atau layanan jasa. Bentuk konsumen dari
minat beli adalah konsumen potensial, yaitu konsumen yang belum
melakukan tindakan pembelian pada masa sekarang dan
kemungkinan akan melakukan tindakan pembelian pada masa yang
akan dating atau bisa disebut sebagai calon pembeli.
Menurut Kotler dan Keller (dalam veronica, 2016:21) minat beli
konsumen adalah perilaku konsumen dimana konsumen memiliki
keinginan dalam memilih dan mengkonsumsi suatu produk.
Menurut Kinnear dan Taylor (dalam Wisnu Setiaji, 2016:24)
minat beli adalah komponen perilaku konsumen dalam sikap
mengkonsumsi, kecenderungan responden untuk bertindak sebelum
memutuskan pembelian produk.
Definisi dari Simamora (dalam Murtadana, 2014:24) adalah
sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan sikap, individu yang
berminat terhadap suatu obyek akan mempunyai kekuatan atau
dorongan untuk melakukan serangkaian tingkah laku untuk
mendekati atau mendapatkan obyek tersebut.
Menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Adi, 2015:36), minat beli
dapat diartikan sebagai suatu sikap konsumen yang senang terhadap
35
objek tersebut dengan cara membayar uang atau dengan
pengorbanan.
Menurut Davidson (2015;140) minat beli konsumen dapat
diartikan sebagai berikut Minat beli mencerminkan hasrat dan
keinginan konsumen untuk membeli suatu produk.
Menurut Assael Sukmawati dan Suyono dalam Pramono,
(2012:54) minat beli adalah tahap dimana konsumen membentuk
pilihan mereka diantara beberapa merek yang tergabung dalam
perangkat pilihan, kemudian pada akhirnya melakukan suatu
pembelian pada suatu alternatif yang paling disukainya atau proses
yang dilalui konsumen untuk membeli suatu barang atau jasa yang
didasari oleh bermacam pertimbangan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan minat beli adalah
perilaku konsumen dimana konsumen memiliki keinginan dalam
memilih dan mengkonsumsi suatu produk dengan berbagai merek
yang berbeda, kemudian melakukan suatu pilihan yang paling
disukainya dengan cara membayar uang atau dengan pengorbanan.
Minat beli adalah proses yang ada diantara evaluasi
alternatif dan keputusan pembelian. Setelah konsumen melakukan
evaluasi terhadap alternatif yang ada, konsumen memiliki minat
untuk membeli suatu produk atau jasa yang ditawarkan. Menurut
Abzari, et al. (2014) indikator yang menentukan minat beli adalah
minat transaksional, minat refrensial, minat preferensial, dan minat
36
eksploratif.
2.1.4.2 Aspek-aspek Minat Beli
Menurut Lucas dan Britt (dalam Wisnu Setiaji, 2016:24) aspek-aspek
yang terdapat dalam minat beli adalah:
1. Aspek Ketertarikan
Adalah perilaku konsumen yang menunjukan adanya pemusatan
perhatian yang disertai rasa senang terhadap suatu produk.
2. Apek Keinginan
Adalah perilaku konsumen yang menunjukan adanya dorongan
untuk berkeinginan memiliki suatu produk.
3. Aspek Keyakinan
Adalah perilaku konsumen yang menunjukan adanya rasa
percaya diri terhadap kualitas, daya guna dan manfaat dari
membeli suatu produk.
2.1.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli
Faktor-faktor yang membentuk minat beli konsumen menurut Kotler,
Bowen, dan Maknes (dalam Wibisaputra, 2011 : 29) yaitu :
a. Sikap orang lain, sejauh mana sikap oranglain mengurangi
alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua
hal yaitu, intensitas, sifat negatif orang lain terhadap
alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen
untuk menuruti keingianan orang lain.
b. Situasi yang tidak terantisipasi, factor ini nantinya akan
37
dapat mengubah pendirian konsumen dalam melakukan
pembelian. Hal tersebut tergantung dari pemikiran
konsumen sendiri, apakah konsumen percaya diri dalam
memutuskan akan memebeli suatu barang atau tidak.
Dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen tersebut
dapat membuat sub keputusan pembelian sebagai berikut:
1. Keputusan merek
2. Keputusan pemasok
3. Keputusan kuantitas
4. Keputusan waktu
5. Keputusan metode pembayaran.
Selain itu, menurut Schiffman dan Kanuk (2008:25) bahwa pengaruh
eksternal, kesadaran akan kebutuhan, pengenalan produk dan evaluasi
alternative adalah hal yang dapat menimbulkan minat beli konsumen.
Menurut Shiffman & Kanuk (2008:69-410) ada berbagai faktor yang
mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen yaitu:
a. Motivasi konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan sasaran.
b. Karateristik kepribadian dan sifat individu
c. Persepsi konsumen, yaitu proses yang dilakukan individu
untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam
gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia. Persepsi
mempunyai implikasi strategi bagi para pemasar, karena para
konsumen mengambil keputusan berdasarkan apa yang
38
mereka rasakan, daripada atas realitas yang obyektif.
d. Pembelajaran konsumen, yaitu proses dimana para individu
memperoleh pengetahuan dan pengalaman pembelian dan
konsumsi yang mereka terapkan pada perilaku yang
berhubungan di waktu yang akan datang. Dimana hal tersebut
meliputi motivasi, petunjuk, tanggapan dan penguatan.
Terdapat 3 teori pembelajaran konsumen yaitu, pengkondisian
klasik, pengkondisian instrumental dan pembelajaran yang
bersifat observasi.
e. Sikap konsumen terhadap obyek yang berhubungan dengan
konsumsi atau pemasar khusus.
f. Komunikasi, dimana hal ini berkaitan dengan bagaimana
konsumen menerima dan dipengaruhi oleh komunikasi
pemasaran. Komunikasi melalui iklan baik di media masa
maupun media cetak.
g. Kelompok rujukan dan keluarga. Kelompok rujukan adalah
setiap orang atau kelompok yang dianggap sebagai dasar
perbandingan (rujukan) bagi seseorang dalam membentuk
nilai-nilai dan sikap umum atau khusus, atau pedoman khusus
bagi perilaku. Kelompok rujukan konsumen merupakan
kelompok yang bertindak sebagai kerangka rujukan bagi para
individu dalam berbagai keputusan membeli. Kelompok
rujukan yang mempengaruhi nilai-nilai atau perilaku umum
39
disebut kelompok rujukan normatif . Kelompok rujukan yang
mempengaruhi sikap-sikap tertentu disebut kelompok rujukan
komparatif.
h. Kelas sosial atau stratifikasi sosial. Ukuran kelas sosial
berkaitan dengan penggolongan individu ke dalam berbagai
kelompok kelas sosial. Pengelompokan ini sangat berharga
bagi para pemasar yang menggunakan klasifikasi sosial
sebagai alat yang efektif untuk mengenali dan membagi pasar-
pasar yang ditargetkan.
i. Pengaruh budaya, yaitu keseluruhan kepercayaan, nilai-nilai,
dan kebiasaan yang dipelajari dan membantu mengatur
perilaku konsumen para anggota suatu masyarakat tertentu.
j. Pengaruh sub-budaya, yaitu kelompok budaya berbeda yang
ada sebagai sebuah segmen yang dapat dikenali dalam suatu
masyarakat yang lebih besar dan lebih kompleks. Kategori
sub-budaya meliputi kebangsaan, agama, lokasi geografis, ras,
umur, dan gender
Adapun usaha pemasaran yang dimaksud adalah bauran komunikasi
pemasaran. Menurut Kotler dan Keller (2016:582) ada delapan macam
bauran komunikasi pemasaran, yaitu iklan, promosi penjualan, acara dan
pengalaman, hubungan masyarakat dan publistas, pemasaran langsung,
pemasaran interaktif, pemasaran dari mulut ke mulut, dan penjualan
personal.
40
Menurut Seock (dalam Maunaza, 2012:34) bahwa untuk
menghasilkan minat beli konsumen maka perlunya membentuk citra
merek yang positif. Kotler dan Keller (2016 : 194) mengemukakan
bahwa perilaku membeli dipengaruhi oleh empat factor, yaitu :
a. Budaya (culture, sub culture, dan social classes)
b. Sosial (kelompok acuan, keluarga, serta peran status)
c. Pribadi (usia dan tahapan daur hidup, pekerjaan dan
keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, serta gaya
hidup dan nilai)
d. Psikologis (motivasi, persepsi, pembelajaran, emotions,
memory)
Sangadji dan Sopiah (2013 : 337) berpendapat bahwa citra merek adalah
seperangkat ingatan yang ada dibenak konsumen mengenai sebuah
merek, baik itu positif maupun negatif. Citra merek yang positif akan
memberikan manfaat bagi produsen untuk lebih dikenal konsumen.
Dengan kata lain, konsumen akan menentukan pilihanya untuk membeli
produk yang mempunyai citra merek yang baik. Begitu pula sebaliknya,
jika citra merek negative, konsumen cenderung mempertimbangkan lebih
jauh lagi ketika akan membeli produk (Sangadji dan Sopiah, 2013:100)
sehingga dengan tidak langsung, citra merek juga merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku membeli sesuai faktor psikologis.
2.1.4.4 Indikator Minat Beli
Adapun indikator dari minat beli menurut Ferdinand (2016:129) dalam Putri
41
& yathriri (2016:397-398)
a. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang dalam membeli
produk
b. Minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang mereferensikan
produk kepada orang lain.
c. Minat preferensial, yaitu menunjukan perilaku seseorang yang
memiliki preferensial utama pada produk tersebut. Preferensi ini
dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk preferensinya.
d. Minat eksploratif, yaitu menunjukan perilaku seseorang yang selalu
mencari informasi mengenai produk yang diminati dan mencari
informasi lain yang akan mendukung sifat-sifat positif dari produk
tersebut.
Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Paragita (2013:40) terdapat indikator
untuk mengukur minat beli yaitu:
1. Tertarik untuk mencari informasi mengenai produk.
2. Ingin mengetahui produk.
3. Tertarik untuk mencoba.
4. Mempertimbangkan untuk membeli.
5. Ingin memiliki produk.
2.1.4.5 Tahap-tahap minat beli
Tahapan-tahapan produsen dalam menentukan minat beli atau
menentukan dorongan konsumen dalam melakukan pembelian
terhadap produk atau jasa yang ditawarkan, dapat kita lihat pada
42
konsep atau model AIDA yang dikembangkan oleh Kotler dan Keller
(2013:568), yaitu:
a. Attention
Tahap ini merupakan tahap awal dalam menilai suatu produk atau
jasa sesuai dengan kebutuhan calon pelanggan, selain itu calon
pelanggan juga mempelajari produk atau jasa yang ditawarkan.
b. interest
Dalam tahap ini calon pelanggan mulai tertarik untuk membeli
produk atau jasa yang ditawarkan, setelah mendapatkan informasi
yang lebih terperinci mengenai produk atau jasa yang ditawarkan.
c. Desire
Calon pelanggan mulai memikirkan serta berdiskusi mengenai
produk atau jasa yang ditawarkan, karena hasrat dan keinginan
untuk membeli mulai timbul. Pada tahapan ini calon pelanggan
sudah mulai berminat terhadap produk atau jasa yang ditawarkan.
Tahap ini ditandai dengan munculnya minat yang kuat dari calon
pelanggan untuk membeli dan mencoba produk atau jasa yang
ditawarkan.
d. action
Pada tahap ini calon pelanggan telah mempunyai kemantapan
yang tinggi untuk membeli atau menggunakan produk atau jasa
yang ditawarkan.
43
2.1.5 Hubungan Antar Variabel
2.1.5.1 Hubungan Citra Merek dan Minat Beli Konsumen
Citra merek atau brand Image merupakan salah satu nilai tambah dari merek
yang harus dikembangkan ketika nilai tambah lainya telah menjadi hal biasa
di mata konsumen. Kaitan anatara brand image dengan minat beli
dikemukakan oleh Haubl (dalam Rahma, 2007:37) bahwa citra merek atau
brand Image akan berpengaruh langsung terhadap tingginya minat beli
terhadap suatu produk. Yang menjadi kunci dalam brand image adalah untuk
mengidentifikasi atau mengembangkan image yang paling kuat dan
memperkuatnya melalui komunikasi brand yang mengikuti.
2.2 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dimaksudkan untuk menggambarkan paradigma
penelitian sebagai jawaban atas masalah penelitian. Dalam kerangka
pemikiran tersebut terdapat dua variabel independen ( Citra Merek ) dan
dependen (Minat Beli Konsumen) dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat
pengaruh citra merek terhadap minat beli konsumen pada Minuman teh
dalam kemasan Teh Caaya, sehingga dengan adanya hal tersebut akan
mendorong minat beli konsumen terhadap teh Caaya. Berbicara masalah
citra, akan tergambarkan dalam benak kita suatu gambaran mengenai
penilaian terhadap seseorang, barang atau jasa, dll. Baik tidaknya gambaran
44
tersebut tergantung dari pengalaman atau informasi yang kita peroleh.
Berdasarkan pengertian-pengertian tentang citra merupakan segala sesuatu
yang memepengaruhi bagaimana suatu perusahaan diterima dan dipahami
oleh semua segmen market yang dilambangkan oleh konsumen melalui
kepercayaan, tingkah laku, daya tarik dan asosiasi terhadap perusahaan
tersebut. Agar citra dapat tertanam dalam pikiran konsumen, pemasar harus
memperlihatkan identitas merek melalui sarana komunikasi dan kontak
merek yang tersedia. Citra merek merupakan persepsi masyarakat terdahap
perusahaan atau produknya. Citra dapat terbentuk melalui rangsangan yang
datang dari luar sebagai suatu pesan yang menyentuh atau yang disebut
informasi yang diterima seseorang.
Citra merek merupakan persepsi konsumen maupun masyarakat
terhadap perusahaan atau produknya. Dalam penelitian ini, yang menjadi
pengukuran bahwa teh Caaya ini yang akan dibeli tersebut dipersepsikan
memiliki citra merek positif dimata konsumen adalah dengan melihat atribut
yang akan diteliti yaitu nama merek, diproduksi dari perusahaan yang
berakredibilitas tinggi, kulitas produk yang diberikan Teh Caaya.
Teh Caaya memiliki citra merek yang mudah dikenal karena diproduksi
dari AQUA Grup yang pada dasarnya Aqua berasal dari perusahaan pelopor
Minuman dalam Kemasan nomor satu di Indonesia, kedua produk ini
termasuk produk yang baru kurang lebih baru 2 tahun produk teh Caaya
diluncurkan oleh perusahaan Danone AQUA. Dengan adanya citra merek
yang positif yang di rasakan dan dipersepsikan dengan baik dimata
45
konsumen, maka diharapkan mempengaruhi minat beli konsumen terhadap
teh caaya.
Oleh karena itu sangatlah penting membangun citra merek yang positif
dalam usaha untuk mempengaruhi dan meningkatkan minat beli konsumen
pada teh Caaya, dalam penelitiaan ini yang perlu diteliliti dari teh caaya itu
sendiri dari citra mereknya ialah berdasarkan dimensinya adalah brand
Identity(identitas merek), brand personality( personalitas merek), brand
association(asosiasi merek),brand attitude & behaviour( sikap dan perilaku
merek). Sedangkan yang diteliti dari minat belinya adalah dimensi dari
tertarik untuk mencari tahu tentang produk, bagaimana konsumen ingin
mengetahui produk, mempertimbangkan untuk membeli, dan sampai
akhirnya ingin memiliki produk variabel Y ini yang nantinya akan
menentukan sejauh mana hubungan citra merek terhadap minat beli
konsumen pada Teh Caaya. Dibawah ini gambaran paradigma kerangka
pemikirannya
Keoutusan
Sumber: Kotler Kaller 2015 Sumber: Kotler Kaller
2015
Minat Beli
(Variabel Y)
1. Tertarik untuk mencari informasi
mengenai produk
2. Ingin mengetahui produk
3. Tertarik untuk mencoba
4. Mempertimbangkan untuk
membeli
5. Ingin memiliki produk
Citra Merek
( Variabel X )
1. Brand Identity(identitas Merek)
2. Brand Personality(personalitas merek)
3. Brand Assosiation(asosiasi merek)
4. Brand Attitude & Behavior
(Sikap dan perilaku merek)
46
Kotler dan Keller (2015:97) Shciffman & kanuk 2013
2.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah:
H0 = Tidak terdapat pengaruh antara variabel Citra Merek (X1) terhadap minat
beli konsumen (Y).
Ha = Terdapat pengaruh antara variabel Citra Merek (X1) terhadap Minat beli
konsumen (Y).