Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
| i
| ii
| iii
| iv
| v
| vi
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN SOSIAL
NOMOR 406/Dys.1/KPTS/07/2020
TENTANG RENCANA STRATEGIS
DIREKTORAT JENDERAL PEMBERDAYAAN SOSIAL
TAHUN 2020-2024
| vii
KATA PENGANTAR
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 yang tercantum dalam
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015, maka perlu disusun
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
Tahun 2020-2024. Rencana Strategis Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial Tahun 2020-2024 dibuat dengan
mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Sosial
Tahun 2020-2024 yang telah ditetapkan melalui Peraturan
Menteri Sosial Nomor 6 Tahun 2020 tanggal 11 Mei 2020.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial Tahun 2020-2024 ini secara
garis besar memuat gambaran umum Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Dasar
Pelaksanaan Tugas, Fungsi, Kewenangan, Visi, Misi dan Tujuan, Arah Kebijakan, Strategi,
Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan. Rencana Strategis ini juga
menggambarkan keterkaitan antara sasaran program dan sasaran kegiatan, rincian
Indikator Kinerja Program (IKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK), sehingga menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari rencana besar Kementerian Sosial dalam
menyelenggarakan kesejahteraan sosial.
Semoga Rencana Strategis ini bermanfaat dan dapat menjadi acuan bagi Direktorat di
lingkup Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dalam penyusunan rencana kerja dan
anggaran mulai tahun 2020 sampai dengan 2024.
Jakarta, Juli 2020
Edi Suharto
| viii
DAFTAR ISI
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN SOSIAL NOMOR
406/Dys.1/KPTS/07/2020………………………………………………………………………...……. ii
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN SOSIAL NOMOR
406/Dys.1/KPTS/07/2020…………………………………………………………….…………..……. vi
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………..……. vii
DAFTAR ISI………….…………………………………………………………………….………………... viii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………………. x
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………………………………….. xi
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………………………….. 1
1.1 Kondisi Umum ……………………………………………………………………………………… 1
1.2 Potensi dan Permasalahan …………………………………………………………………….. 10
1.2.1 Potensi………………………………………………………………………………………… 12
1) Potensi dan Sumber Daya dalam Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial………………………………………………………………. 12
2) Sumber Daya Manusia (ASN dan PPNPN)……..………………………….. 16
3) Sentralisasi dan Digitalisasi Data Pemberdayaan Sosial …..…………. 17
4) Program Prioritas Nasional ……………………………………..………………. 18
5) Partisipasi dalam Kebijakan Program Perlindungan Sosial yang
Komprehensif dan Adaptif …………………………………………..………….. 18
6) Penjangkauan Layanan Sosial Dasar dan Pengembangan
Penghidupan secara Berkelanjutan …..………………………..…………. 19
7) Kerjasama Antar Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
Badan/Dunia Usaha…………………………………..…………..………………. 20
8) Sumber Pembiayaan………………………………………………..…………….. 21
9) Sistem Layanan dan Informasi Berbasis Teknologi …………..……….. 21
1.2.2 Permasalahan………………………………………………………………………………. 21
1.2.2.1 Memastikan Kemandirian Sosial Ekonomi bagi Kelompok Usaha KPM
dan Warga KAT………………………………………………………………………….. 24
1.2.2.2 Memastikan Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan
Diselenggarakan di Seluruh Kabupaten/Kota se Indonesia ……………… 25
1.2.2.3 Memastikan PSKS Perorangan/Lembaga terus Berperan Aktif dalam
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial…………………………………………. 26
1.2.2.4 Penataan Regulasi Bidang Pemberdayaan Sosial……………………………. 28
| ix
1.2.2.5 Sumber Pembiayaan Pelaksanaan Program Prioritas Nasional Bidang
Pemberdayaan Sosial………………………………………………………………….. 28
BAB II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN ……………………………………………………… 29
2.1 Visi. …………………………………………………………………………………………………….. 29
2.2 Misi……………………………………………………………………………………………………… 30
2.3 Tujuan…………………………………………………………………………………………………. 31
2.4 Sasaran……………………………………………………………………………………………….. 31
BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA
KELEMBAGAAN ………………………………………………………………………………… 34
3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional……………………………………………………… 34
3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Sosial………………………………………. 35
3.3 Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial ….…… 35
3.4 Kerangka Regulasi………………………………………………………………………………... 37
3.5 Kerangka Kelembagaan ………………………………………………………………………… 38
BAB IV.TARGET KINERJA DAN PENDANAAN ……………………………………………………. 41
4.1 Target Kinerja………………………………………………………………………………………. 41
4.1.1 Indikator Kinerja ……………………………………………………………………..…… 41
4.1.2 Pohon Kinerja………………….…………………………………………………………… 44
4.2 Kerangka Pendanaan…………………………………………………………………………….. 46
BAB V. PENUTUP …………………………………………………………………………………………… 47
LAMPIRAN …………………………………………………………………………………………………… xii
| x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Profil Kemiskinan Indonesia Tahun 2011-2020
Gambar 2 : Gini Rasio Nasional, Perkotaan dan Perdesaan 2012-2020
Gambar 3 : Indeks Kedalaman Kemiskinan Indonesia 2018-2020
Gambar 4 : Indeks Kedalaman Kemiskinan Indonesia 2018-2020
Gambar 5 : Program – Program Penanggulangan Kemiskinan RPJMN II dan III
Gambar 6 : Potensi dan Sumber Daya Kesejahteraan Sosial
Gambar 7 : Data ASN dan PPNPN per Maret 2020
Gambar 8 : Peta Tujuan dan Sasaran Program 2020-2024
Gambar 9 : Empat Pilar RPJMN 2020-2024
Gambar 10 : Struktur Organisasi Ditjen Pemberdayaan Sosial
Gambar 11 : Pohon Kinerja Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
| xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Sasaran Program 1
Tabel 2 : Sasaran Program 2
Tabel 3 : Sasaran Program 3
Tabel 4 : Sasaran Program 4
Tabel 5 : Indikator Kinerja Program Pemberdayaan Sosial
Tabel 6 : Indikator Kinerja Kegiatan Pemberdayaan Sosial Perorangan,
Keluarga dan Kelembagaan Masyarakat
Tabel 7 : Indikator Kinerja Kegiatan Kepahlawanan, Keperintisan,
Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial
Tabel 8 : Indikator Kinerja Kegiatan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Tabel 9 : Indikator Kinerja Kegiatan Pengelolaan Sumber Dana Bantuan
Sosial
Tabel 10 : Indikator Kinerja Kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan
Teknis Lainnya
Tabel 11 : Perkiraan Kebutuhan Anggaran Direktorat Jenderal Pemberdayaan
Sosial Tahun 2020 s.d 2024 (ribu rupiah)
| 1
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
BAB I
Pendahuluan
1.1. Kondisi Umum
Indonesia sebagai salah satu negara yang meratifikasi deklarasi Millenium
Development Goals (MDG’s), menjadikan MDG’s sebagai orientasi pembangunan
dan mengadopsi tujuan serta target sasarannya ke dalam rencana pembangunan
nasional. Selama 15 tahun pelaksanaan MDG’s, Indonesia berhasil mencapai 49 dari
67 target indikator yang ditetapkan. Platform selanjutnya yang digunakan setelah
MDG’s berakhir pada Desember 2015 adalah Sustainable Development Goal’s
(SDGs)/ Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang memuat 17 tujuan dan
terbagi ke dalam 169 indikator.
Pelaksanaan SDGs menjadi perhatian serius pemerintah yang diwujudkan dengan
mengintegrasikannya ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN)
2015. Berdasarkan laporan Voluntary National Reviews (VNR) Indonesia pada
pertemuan High Level Political Forum (HLPF) tanggal 15 Juli 2019 di New York
Amerika Serikat menyebutkan bahwa pencapaian pelaksanaan SDGs selama kurun
waktu 4 tahun terakhir berhasil mengurangi kesenjangan melalui pertumbuhan
ekonomi yang inklusif, perluasan lapangan pekerjaan, akses terhadap pendidikan,
penguatan langkah-langkah pencegahan, tanggap darurat dan ketahanan terhadap
bencana. Keseriusan pemerintah terhadap implementasi target SDGs juga tercermin
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2020-
2024. Meskipun di 4 (empat) tahun terakhir Indonesia telah mampu menunjukkan
pencapaian SDGs, masih terdapat beberapa indikator yang harus dicapai dalam
pelaksanaan SDGs. Indikator tersebut antara lain penurunan angka kemiskinan
berdasarkan garis kemiskinan nasional, peningkatan konsumsi minimum di bawah
1.400 kkal/kapita/hari, penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), penanggulangan
HIV/AIDS, penyediaan air bersih dan sanitasi di daerah perdesaan serta disparitas
capaian target antar provinsi yang masih lebar.
Sejalan dengan upaya pencapaian tujuan kesatu dari SDG’s yakni “Mengakhiri
kemiskinan dimanapun dan dalam semua bentuk”, pemerintah terus “bekerja keras”
untuk menurunkan angka kemiskinan. Berbagai program penanggulangan
kemiskinan dilakukan oleh pemerintah di setiap periode RPJMN baik yang sifatnya
berkelanjutan maupun yang disempurnakan. Berdasarkan data BPS dalam kurun
waktu 9 tahun terakhir dari 2011 sampai dengan 2020, terjadi penurunan angka
kemiskinan, yakni 12,49% pada Maret 2011 menjadi 9,78% pada Maret 2020.
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2011 adalah 30,12 juta jiwa menjadi 26,42
juta jiwa pada Maret 2020.
| 2
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
Gambar 1 : Profil Kemiskinan Indonesia tahun 2011 – 2020
sumber : www.bps.go.id
Berdasarkan grafik, angka kemiskinan terendah terjadi pada bulan September 2019
yakni 9,22% atau sekitar 24,79 juta jiwa penduduk. Namun pada bulan Maret 2020
naik menjadi 9,78% atau sekitar 26,42 juta jiwa. Dengan kata lain, terjadi
peningkatan 0,56% penduduk miskin dalam rentang waktu September 2019 – Maret
2020.
Gambar 2 : Gini Ratio Nasional, Perkotaan dan Perdesaan 2012-2020
sumber : www.bps.go.id
Gini ratio perkotaan dan perdesaan bulan Maret 2020 adalah 0,381 mengalami
peningkatan 0,001 terhadap gini ratio bulan September 2019 dan menurun 0,001
terhadap Maret 2019. Persoalan kemiskinan bukan hanya berbicara soal berapa
jumlah dan persentase penduduk miskin, namun dimensi lain yang perlu
diperhatikan adalah indeks kedalaman dan keparahan dari kemiskinan tersebut.
Indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan jarak rata-rata pengeluaran
penduduk miskin terhadap garis kemiskinan sedangkan indeks keparahan
kemiskinan lebih kepada ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
| 3
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
Gambar 3 : Indeks Kedalaman Kemiskinan Indonesia 2018-2020
sumber : www.bps.go.id
Gambar 4 : Indeks Keparahan Kemiskinan Indonesia 2018-2020
sumber : www.bps.go.id
Indeks kedalaman kemiskinan naik dari 1,50 pada September 2019 menjadi 1,61
pada Maret 2020. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan naik dari 0,36 pada
September 2019 menjadi 0,38 pada Maret 2020.
Meningkatnya angka kemiskinan, gini ratio, indeks kedalaman kemiskinan dan
indeks keparahan pada Maret 2020 disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: a)
Pandemi Covid-19, berdampak pada perubahan perilaku, aktivitas ekonomi dan
pendapatan penduduk. Hal-hal ini menyebabkan bertambahnya orang miskin baru;
b) Pengeluaran konsumsi rumah tangga pada Kuartal I 2020 hanya tumbuh 2,84%
dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang sebesar 5,02%; c) Jumlah
kunjungan wisman ke Indonesia Maret 2020 mengalami penurunan sebesar 64,11
persen dibandingkan Maret 2019. Meskipun pemerintah secara resmi
mengumumkan kasus Covid-19 pada Maret 2020, namun sektor pariwisata dan
pendukungnya sudah mulai terdampak sejak bulan Februari 2020; dan d) Pada
periode September 2019 – Maret 2020, secara nasional harga eceran beberapa
komoditas pokok antara lain beras, daging ayam ras, minyak goreng, telur ayam
ras, dan gula pasir mengalami kenaikan.
Meskipun terjadi peningkatan angka kemiskinan pada Maret 2020, namun
Pemerintah terus berupaya dalam penanggulangan kemiskinan yang terintegrasi
| 4
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
dan terpadu serta didukung oleh faktor-faktor seperti strategi
kebijakan/pembangunan, program-program pemerintah, sumber daya manusia dan
data kemiskinan.
Pada periode 2010-2014, ada 3 strategi pembangunan yang ditempuh untuk
menanggulangi kemiskinan yaitu : (1) Pro pertumbuhan (pro growth), untuk
meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui investasi, sehingga
diperlukan perbaikan iklim investasi, melalui peningkatan kualitas pengeluaran
pemerintah, melalui ekspor dan peningkatan komsumsi; (2) Pro Lapangan Kerja
(pro-job), agar pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang
seluas-luasnya dengan menekankan pada investasi padat pekerja; (3) Pro
Masyarakat Miskin (pro-poor), agar pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi
jumlah penduduk miskin sebesar-besarnya dengan penyempurnaan sistem
perlindungan sosial, meningkatkan akses kepada pelayan dasar, dan melakukan
pemberdayaan masyarakat.
Pada periode 2015-2019, ada 3 strategi penanggulangan kemiskinan yang
digunakan pemerintah yaitu : (1) Mengembangkan sistem perlindungan sosial yang
komprehensif melalui (i) penataan asistensi sosial terpadu berbasis keluarga dan
siklus hidup melalui Program Keluarga Produktif dan Sejahtera yang mencakup
antara lain bantuan tunai bersyarat dan/atau sementara, pangan bernutrisi,
peningkatan kapasitas pengasuhan dan usaha keluarga, pengembangan penyaluran
bantuan melalui keuangan digital, serta pemberdayaan dan rehabilitasi sosial; (ii)
peningkatan inklusivitas bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia pada setiap
aspek penghidupan, dan (iii) penguatan kelembagaan dan koordinasi melalui
peningkatan kualitas dan ketersediaan tenaga kesejahteraan sosial, standarisasi
lembaga kesejahteraan sosial, serta pengembangan sistem rujukan dan layanan
terpadu.(2) Meningkatkan pelayanan dasar bagi masyarakat kurang mampu melalui:
(i) peningkatkan ketersediaan infrastruktur dan sarana pelayanan dasar bagi
masyarakat kurang mampu dan rentan; (ii) meningkatkan penjangkauan pelayanan
dasar bagi penduduk kurang mampu dan rentan; (iii) penyempurnaan pengukuran
kemiskinan yang menyangkut kriteria, standarisasi, dan sistem pengelolaan data
terpadu; (3) Mengembangkan penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat miskin
melalui: (i) pemberdayaan ekonomi berbasis pengembangan ekonomi lokal, (ii)
perluasan akses permodalan dan layanan keuangan melalui penguatan layanan
keuangan mikro, (iii) peningkatan pelatihan dan pendampingan dalam rangka
meningkatkan kapasitas dan keterampilan, (iv) peningkatan kapasitas pemanfaatan
sumber daya lokal sebagai sumber penghidupan yang berkelanjutan, (v)
peningkatan akses pasar yang didukung penyediaan kepastian lokasi usaha, dan (vi)
penguasaan aset-aset produksi (seperti lahan pertanian), secara memadai bagi
masyarakat kurang mampu sebagai modal dasar bagi pengembangan penghidupan.
Program-program yang dilakukan oleh Pemerintah untuk penanggulangan
kemiskinan meliputi:
| 5
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
Gambar 5 : Program – Program Penanggulangan Kemiskinan RPJMN II dan III
Kementerian Sosial merupakan salah satu kementerian/lembaga yang memiliki
peran penting dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pada periode 2015-
2019 program dan kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Sosial diarahkan
untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan nasional. Hal ini didukung
dengan terselenggaranya program afirmatif yang langsung menargetkan penduduk
miskin dan rentan sebagai sasaran utama. Program tersebut diantaranya Program
Keluarga Harapan (PKH), program sembako, dan program rehabilitasi sosial bagi
kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, lanjut usia, dan anak. Selain itu,
Kementerian Sosial juga berperan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia;
mendukung pengarus-utamaan gender; peningkatan keberfungsian sosial Pemerlu
Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS); peningkatan kemampuan penduduk dalam
pemenuhan kebutuhan dasar; peningkatan kualitas hidup dan ekonomi keluarga;
peningkatan kualitas SDM dan lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial serta
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial merupakan unit kerja yang bertugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan
sosial sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pada periode 2015-2019,
berbagai program dan kegiatan telah dilakukan untuk mendukung arah kebijakan
Kementerian Sosial dan juga prioritas nasional.
| 6
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
Untuk meningkatkan peran aktif potensi sumber dan kesejahteraan sosial (PSKS)
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, Direktorat Jenderal Pemberdayaan
Sosial melakukan pemberdayaan berupa peningkatan kapasitas bagi potensi sumber
dan kesejahteraan sosial baik perorangan maupun kelembagaan. PSKS perorangan
yang diberdayakan pada tahun 2019 meliputi 1.695 pekerja sosial masyarakat
(PSM), 120 pekerja sosial (Peksos), dan 7.201 Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan (TKSK), sedangkan PSKS lembaga yang diberdayakan meliputi 1.695
Karang Taruna, 1.730 Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS), 499 Lembaga
Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) dan 34 Forum CSR di 34 provinsi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia Rahman dkk. Dari Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos) pada tahun
2018 di empat provinsi yakni provinsi Sumatera Selatan, D.I Yogyakarta, provinsi
Kalimantan Selatan dan provinsi Nusa Tenggara Barat terkait kerelawanan TKSK
terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial, ditemukan bahwa peran aktif TKSK
mendukung pemerintah melalui implementasi pelaksanaan tugas dan fungsinya
sangatlah baik di antaranya dalam menggerakkan masyarakat, terlibat
pendampingan program, berjejaring dengan beberapa pihak, terlibat dalam
kegiatan penyuluhan, melapor kepada dinas sosial, koordinasi dengan aparat
kecamatan, kerjasama dengan pendamping, kerjasama dengan organisasi sosial,
membantu Dinas Sosial, merencanakan dan mengorganisir kegiatan, melakukan
pendataan atau pemetaan, terlibat dalam kegiatan Dinas Sosial dan Kecamatan, dan
membuat laporan kegiatannya setiap bulan. Rata-rata persentase terhadap
pendampingan program-program pemerintah meliputi program Rastra sebanyak
81,3%; terlibat dalam Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) sebanyak 47,97%;
pendampingan KUBE 37,1%; pendampingan BPNT 52,07%; melakukan verifikasi
dan validasi data kemiskinan sebesar 70,95%; dan penanganan BPJS sebesar
36,35%. Selain itu, TKSK juga melakukan pendampingan terhadap program ASLUT,
ASPDB, NAPZA, RUTILAHU dan program-program kesejahteraan sosial lainnya.
Pada bulan Agustus 2019 – 31 Januari 2020, Bagian Program dan Pelaporan
Sekretariat Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial melakukan pengukuran indeks
partisipasi sosial secara online. Dari kegiatan tersebut sebanyak 2.543 PSM di 32
provinsi memberikan responnya. Berdasarkan data yang sudah diolah, diperoleh
hasil bahwa indeks partisipasi sosial PSM berada di angka 0,687 dalam skala 0-1.
Nilai ini yakni 0,687 termasuk dalam kategori tinggi sehingga disimpulkan bahwa
partisipasi sosial PSM cukup tinggi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Selain survei online, dilakukan juga pemantauan dan evaluasi langsung ke 30
kabupaten/kota pada 15 provinsi di Indonesia untuk mengetahui pemberdayaan
yang dilakukan untuk PSM oleh dinas sosial. Salah satu hal penting yang diperoleh
adalah keterlibatan PSM membantu pemerintah setempat melalui kiprah mereka di
berbagai program dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Keterlibatan
PSM antara lain ikut serta dalam Karang Taruna, sebagai fasilitator SLRT/Puskesos,
| 7
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
aktif dalam pelayanan di LK3, sebagai tim penggerak PKK, terlibat dalam kegiatan
Posyandu, aktif di Forum Kesehatan Desa, berperan dalam LKS, sebagai aparat
desa/kelurahan, terlibat dalam forum peduli Pendidikan, melakukan verivali data
kemiskinan, serta pemantauan dan pendampingan program-program pemerintah
seperti KUBE, BPNT dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Berbagai studi menunjukkan bahwa keterlibatan Pekerja Sosial (Peksos) di
masyarakat sangat dirasakan dampaknya seperti pendampingan terhadap klien
KDRT, pendampingan anak-anak di panti asuhan, sebagai konselor di LK3, sebagai
mediator dalam mengatasi konflik keluarga, pendampingan anak-anak jalanan,
pendampingan untuk eks-narkoba dan penyandang disabilitas.
Selain keterlibatan PSKS perorangan di masyarakat, PSKS lembaga juga memberi
peran besar dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Karang taruna sebagai
salah satu pilar sosial yang berkedudukan di setiap desa/kelurahan mampu memberi
energi positif baik bagi pemerintah setempat maupun yang langsung dirasakan oleh
masyarakat. Di tahun 2019, terdapat 1.695 Karang Taruna yang diberdayakan oleh
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial. Dari berbagai sumber dan hasil penelitian
menunjukkan peran Karang Taruna dalam masyarakat, seperti berperan dalam
pemberdayaan masyarakat melalui program kampung domba di desa Sindangjawa,
kecamatan Dukupuntang-Cirebon; sebagai organisasi yang menampung aspirasi
pemuda desa, berperan sebagai wadah penanaman rasa kebangsaan secara
nasional; pengembangan potensi diri; menjadi motivator masyarakat desa di bidang
pertanian-peternakan; serta mampu mengedukasi generasi muda mengenai bahaya
miras, narkoba dan HIV Aids.
Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) yang diberdayakan oleh Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial pada tahun 2019 berjumlah 1.730. LKS berperan penting
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Sebagai mitra pemerintah, LKS
banyak melakukan kegiatan-kegiatan sosial, memberikan edukasi bagi penerima
manfaat, mendampingi masyarakat dalam usaha ekonomi produktif, serta menjadi
media penanaman nilai-nilai kesetiakawanan, gotong-royong dan kerelawanan.
Untuk LK3 yang ada di tiap kabupaten/kota, partisipasi diwujudkan melalui
pelayanan sosial konseling bagi keluarga yang bermasalah, memberikan layanan
advokasi, melakukan penjangkauan langsung ke keluarga penerima manfaat,
berfungsi sebagai jejaring dan penguatan keluarga; melakukan pendampingan bagi
anak-anak jalanan serta memberikan rujukan bagi keluarga yang mengalami
masalah psikososial. Jumlah LK3 yang diberdayakan pada tahun 2019 sebanyak 499
lembaga.
Potensi sumber dan kesejahteraan sosial yang juga berperan penting dalam
masyarakat adalah forum CSR yang berkedudukan di tiap provinsi sehingga ada 34
FCSR yang sudah terbentuk dengan total badan usaha yang tergabung sebanyak
261 perusahaan. Forum ini merupakan media untuk koordinasi dan berbagi
| 8
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
informasi antara perusahaan dan pemerintah untuk saling bersinergi dalam
pembangunan. Selain itu FCSR juga menyelenggarakan pelatihan dan penguatan
kapasitas bagi masyarakat sebagai wujud dari tanggung jawab sosial badan usaha.
Melalui FCSR, kegiatan-kegiatan sosial diselenggarakan sebagai bentuk kepedulian
dan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat seperti program Rumah
Tidak Layak Huni sebanyak 26 unit oleh Wilmar grup di Kotawaringin Timur,
pelatihan teknis pembuatan batako oleh PT.Semen Batu Raja dan FCSR Sumatera
Selatan, program air bersih oleh Mandiri Amal Insani di Banten, serta pembangunan
173 Ruang Kelas Baru dan 9 Puskesmas pelayanan di Jawa Barat yang dikoordinir
oleh FCSR Jawa Barat.
Peningkatan partisipasi potensi sumber dan kesejahteraan sosial juga dilakukan
melalui keterlibatan pihak-pihak dalam penanaman nilai-nilai kepahlawanan,
keperintisan dan kesetiakawanan sosial. Penanaman nilai-nilai kepahlawanan,
keperintisan dan kesetiakawanan sosial ini menyasar generasi muda mulai tingkat
SD, SMP, SMA, pilar-pilar sosial, hingga kelompok dunia usaha. Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan setiap tahun dengan target yang berbeda-beda ini memberikan
respon yang cukup tinggi di kalangan masyarakat. Pada tahun 2019, kegiatan
penanaman nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kesetiakawanan sosial telah
menyasar 19.802 orang/pihak yang meliputi 500 pelajar SMA dan sederajat sebagai
peserta jelajah kapal kepahlawanan, 6.800 pelajar dan guru sebagai peserta ziarah
wisata, 150 SMA dan sederajat dan perwakilan panti sosial di wilayah Jabodetabek
sebagai peserta wisata sejarah, 800 pelajar SMP/SMA sebagai peserta Pahlawan
Goes to School, 6.800 peserta Bulan Bakti Kesetiakawanan Sosial, 2.040 tokoh
pemuda/masyarakat sebagai peserta restorasi sosial melalui PSKS, 2.040 pelajar
SMA, Santri, Pramuka, Mahasiswa dan Pilar-Pilar Sosial sebagai peserta Olimpiade
Kepahlawanan, 600 pelajar SD dan SMP di wilayah Jabodetabek sebagai peserta
Ziarah wisata TMPNU Kalibata, serta 72 pihak yang terlibat dalam rangkaian Hari
Pahlawan dan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional.
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial juga melakukan kegiatan pengelolaan
sumber dana bantuan sosial. Dana bantuan sosial ini diantaranya berasal dari
penyelenggaraan Undian Gratis Berhadiah (UGB) dan Pengumpulan Uang Barang
(PUB). Dana yang terkumpul dicatat sebagai dana hibah dalam negeri dan dikelola
Kementerian Sosial untuk kepentingan penanganan Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial dan risiko sosial. Pada tahun 2019, total dana hibah yang
diperoleh sebesar Rp.139.232.948.244,- (Seratus tiga puluh sembilan milyar dua
ratus tiga puluh dua juta sembilan ratus empat puluh delapan ribu dua ratus empat
puluh empat rupiah) dengan total yang disalurkan sebesar Rp.82.991.626.000,-
(delapan puluh dua milyar sembilan ratus sembilan puluh satu juta enam ratus dua
puluh enam ribu rupiah) dan disalurkan untuk 170.329 PPKS. Bantuan sosial ini
disalurkan melalui unit kerja sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing yakni
melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Direktorat Jenderal Perlindungan
| 9
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
dan Jaminan Sosial, Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin, dan Direktorat
Jenderal Rehabilitasi Sosial.
Dalam upaya peningkatan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar serta
peningkatan kualitas hidup penduduk, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
memberdayakan 1.997 KK warga Komunitas Adat Terpencil atau 95,14% dari total
target pemberdayaan 2.099 KK pada tahun 2019. Selama 5 tahun terakhir (2015-
2019) warga KAT yang sudah diberdayakan berjumlah 11.250 KK dari jumlah
populasi 150.222 KK atau sekitar 7,48%. Selain memberdayakan warga KAT,
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial juga mengupayakan terpenuhinya hak-
hak dasar warga KAT yakni dengan membantu memberikan akses kepemilikan
NIK/Nomor Induk Kependudukan agar warga KAT dapat memperoleh akses yang
lebih luas terhadap program-program pemerintah. Pemberdayaan terhadap warga
KAT dimulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan pemberdayaan sumber daya
manusia bagi 64 pendamping lokal KAT dan 88 pendamping profesional, tahap
pelaksanaan pemberdayaan sosial budaya, ekonomi dan lingkungan, serta tahap
pelaksanaan rujukan, terminasi dan evaluasi. Jenis pemberdayaan yang diberikan
meliputi bantuan stimulan permukiman sosial; bantuan jaminan hidup, bibit,
peralatan kerja, peralatan rumah tangga; peningkatan kapasitas warga KAT melalui
keterampilan kerja; bantuan UEP; pendampingan sosial dan pemenuhan hak-hak
sipil.
Untuk peningkatan kualitas hidup dan ekonomi keluarga, Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial sejak akhir tahun 2018 hingga sekarang melaksanakan
kegiatan wirausaha sosial yang ditujukan bagi kelompok usaha keluarga penerima
PKH graduasi yang memiliki rintisan usaha (level start-up). Bentuk pemberdayaan
yang diberikan meliputi pemberian modal usaha, pelatihan keterampilan/usaha,
akses pasar, pendampingan/mentoring, dan sistem monitoring-evaluasi. Kelompok-
kelompok usaha ini dipersiapkan untuk “naik kelas” ke level berikutnya agar bisa
mengakses pendanaan lainnya untuk pengembangan usaha bahkan mampu
bermitra dengan badan usaha. Pada tahun 2020 diadakan kegiatan kewirausahaan
sosial di kabupaten Bandung Barat, DKI Jakarta, Kabupaten Majalengka, Kabupaten
Bantul dan Kabupaten Semarang dengan total 1050 KPM serta pemberian bantuan
stimulan kewirausahaan kepada 10.000 KPM yang tersebar di 138 kabupaten/kota.
Dalam rangka mendukung program perlindungan sosial dan penanggulangan
kemiskinan skala nasional dibentuk dan dikembangkan sistem layanan rujukan
terpadu (SLRT) di tingkat kabupaten/kota dan pusat kesejahteraan sosial (Puskesos)
di tingkat desa/kelurahan. Melalui SLRT dan Puskesos, masyarakat yang memiliki
masalah dengan program-program pemerintah tersebut bisa menyampaikan
keluhan, pertanyaan bahkan pengaduan yang nantinya akan diteruskan kepada
pengelola program yang terkait. Dengan SLRT dan Puskesos juga maka penerima
manfaat program-program pemerintah terdata secara terpadu sehingga akan
memudahkan dalam pemantauan jika terdapat pembaharuan data. Berdasarkan
| 10
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
data yang diperoleh dari tim SLRT, dari bulan Oktober 2016 – Januari 2019, total
keluhan yang diterima SLRT sebanyak 889.173 keluhan dan tertangani sebanyak
707.383 atau 79,56% (352.235 atau 49,79% ditangani dengan program pusat dan
355.147 atau 50,21% ditangani dengan program daerah), sedang yang masih dalam
proses penanganan sebanyak 181.791 keluhan atau 20,44%. Dari tahun 2016-2019
sudah terbentuk sebanyak 150 SLRT dan 300 Puskesos yang pendanaannya dari
APBN, sedangkan yang non APBN sebanyak 5 SLRT dan 6.226 Puskesos.
Sebagai upaya untuk meningkatkan layanan dukungan manajemen dan tatakelola
pemerintahan yang akuntabel, transparan dan dinamis, Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial secara bertahap mengimplementasikan layanan manajemen
perkantoran dan layanan publik berbasis teknologi meliputi: 1) Aplikasi e-Letter,
digunakan untuk mendukung kelancaran surat-menyurat dari dan ke internal
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial termasuk penugasan dari pimpinan ke
level staf; 2) Aplikasi e-Sabi, digunakan untuk mempublikasikan semua peraturan
terkait layanan perizinan Undian Gratis Berhadiah (UGB) dan Pengumpulan Uang
Barang (PUB), untuk mengetahui status perijinan UGB dan PUB serta untuk tanya
jawab program terkait pengelolaan sumber dana bantuan sosial; 3) Aplikasi SIKS-
NG modul SLRT, digunakan dalam melakukan pendataan pada Sistem Layanan
Rujukan Terpadu (SLRT) dan Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos); 4) Website
http://simppsdbs.kemsos.go.id, digunakan sebagai media pelayanan perijinan UGB
dan PUB serta 5) Website http://direktoratk2krs.kemsos.go.id, digunakan sebagai
layanan untuk mempermudah masyarakat/instansi yang ingin mendapatkan
informasi mengenai pengusulan Gelar Pahlawanan Nasional, Perintis Kemerdekaan,
Satya Lencana Kebaktian Sosial, Data Pahlawan Nasional, Penerima SLKS.
Disamping layanan publik aplikasi ini merupakan jembatan Antara Direktorat K2KRS
dengan Dinas Sosial Provinsi, Dinas Sosial Kabupaten/Kota dalam mengelola
updating data Perintis Kemerdekaan, Janda Perintis Kemerdekaan dan Warakawuri
atau keluarga Pahlawan Nasional. Selain itu dilakukan juga inovasi-inovasi untuk
mendukung peningkatan ketercapaian kinerja meliputi pengukuran indeks
partisipasi PSKS secara online, penyusunan alat ukur indeks partisipasi TKSK,
penyusunan alat ukur indeks partisipasi Karang Taruna, dan penyusunan pola baru
pemberdayaan KAT.
1.2 Potensi dan Permasalahan
Pembangunan kesejahteraan sosial adalah bagian integral dari pembangunan
nasional. Oleh karena itu, pembangunan kesejahteraan sosial turut memberi
kontribusi nyata dalam mencapai tujuan pembangunan nasional sebagaimana yang
termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
| 11
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial merupakan upaya terarah, terpadu dan
berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga
negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan
perlindungan sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial pada dasarnya tidak hanya
dalam konteks penanganan masalah kesejahteraan sosial, akan tetapi menyentuh
dua sisi kehidupan manusia yaitu masalah dan kebutuhannya. Oleh karena itu fungsi
dari penyelenggaraan kesejahteraan sosial tidak hanya bersifat pemulihan
(restorative/curative-rehabilitative) tetapi juga bersifat pencegahan dan
pengembangan (preventive and developmental) serta mendukung upaya lain yang
terkait dengan peningkatan kesejahteraan manusia (supportive) sehingga
penyelenggaraan kesejahteraan sosial perlu diarahkan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan para pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial
(PPKS) dalam menyelesaikan masalahnya secara bersama-sama sehingga
peningkatan taraf kesejahteraan penduduk dapat terwujud.
Sebagai salah satu bentuk pelayanan sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial, pemberdayaan sosial diarahkan untuk menjadikan warga negara yang
mengalami masalah sosial mempunyai daya sehingga mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya serta meningkatkan peran serta lembaga dan/atau perseorangan sebagai
potensi dan sumber daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Hal ini
penting mengingat kompleksitas permasalahan sosial tidak bisa diselesaikan oleh
negara/ pemerintah semata, karenanya peningkatan peran Potensi dan Sumber
Kesejahteraan Sosial (PSKS) merupakan elemen penting dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan sosial.
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial sebagai pelaksana program
pemberdayaan sosial berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 22 Tahun 2018
tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Sosial Nomor 20 Tahun 2015 tentang
Stuktur dan Organisasi Tata Kerja memiliki bertanggung jawab menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan sosial sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan. Fungsi yang diemban Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial meliputi: (1) perumusan kebijakan di bidang pemberdayaan
sosial seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat yang mengalami masalah
kesejahteraan sosial, dan lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan
sumber daya kesejahteraan sosial, serta komunitas adat terpencil; (2) pelaksanaan
kebijakan di bidang pemberdayaan sosial seseorang, keluarga, kelompok dan
masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial, dan lembaga dan/atau
perseorangan sebagai potensi dan sumber daya kesejahteraan sosial, serta
komunitas adat terpencil; (3) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang pemberdayaan sosial seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat yang
mengalami masalah kesejahteraan sosial, dan lembaga dan/atau perseorangan
sebagai potensi dan sumber daya kesejahteraan sosial, serta komunitas adat
| 12
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
terpencil; (4) pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pemberdayaan
sosial seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat yang mengalami masalah
kesejahteraan sosial, dan lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan
sumber daya kesejahteraan sosial, serta komunitas adat terpencil; (5) pelaksanaan
evaluasi dan pelaporan di bidang pemberdayaan sosial seseorang, keluarga,
kelompok dan masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial, dan
lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya kesejahteraan
sosial, serta komunitas adat terpencil; (6) pelaksanaan administrasi Direktorat
Jenderal Pemberdayaan Sosial; (7) menyelenggarakan fungsi di bidang
kepahlawanan, keperintisan, kesetiakawanan, dan restorasi sosial.
1.2.1 Potensi
Pada periode 2020-2024, program pemberdayaan sosial diarahkan sepenuhnya
untuk mendukung pencapaian tujuan Kementerian Sosial yakni peningkatan taraf
kesejahteraan sosial penduduk miskin dan rentan; serta untuk peningkatan layanan
yang berkualitas oleh pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Sementara itu
dalam upaya mendukung program prioritas nasional yakni pembangunan manusia
dan pengentasan kemiskinan, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial berpotensi
memberikan konstribusi melalui pelaksanaan pemberdayaan warga Komunitas Adat
Terpencil; pengembangan Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT);
penyelenggaraan Pusat Kesejahteraan Sosial di tingkat desa/kelurahan;
pemberdayaan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) dan Pemberdayaan
Pekerja Sosial Masyarakat (PSM).
Dalam upaya melaksanakan program pemberdayaan sosial, ada beberapa potensi
yang dimiliki Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial yakni:
1) Potensi dan Sumber Daya Dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial
Sebagaimana tercantum dalam penjelasan UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, pasal 12 ayat 1b bahwa yang dimaksud dengan “potensi
dan sumber daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial”, antara lain: a)
nilai kepahlawanan, kejuangan, dan keperintisan; b) kesetiakawanan sosial dan
kearifan lokal; c) peran serta organisasi sosial/lembaga sosial swadaya
masyarakat; d) kerelawanan sosial (tenaga kesejahteraan sosial masyarakat,
pekerja sosial, pekerja sosial masyarakat); e) tanggung jawab sosial dunia
usaha; f) penggalangan dana sosial; dan g) ketersediaan sarana dan prasarana
pelayanan kesejahteraan sosial.
Nilai kepahlawanan, kejuangan dan keperintisan merupakan nilai-nilai luhur
yang menjadi pondasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Nilai
kepahlawanan terwujud dalam sikap/semangat rela berkorban (integritas), nilai
kejuangan terwujud dalam sikap pantang menyerah, memiliki sikap tangguh,
| 13
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
mampu bersaing, menghargai bangsa dan jasa para pahlawan serta tidak
individualistis. Nilai keperintisan terwujud dalam sikap/semangat berani
mengawali atau memulai sesuatu dan memiliki etos kerja yang tinggi. Melalui
internalisasi nilai-nilai kepahlawanan, kejuangan dan keperintisan dalam diri
setiap masyarakat maka akan tercipta individu yang gigih berjuang menghadapi
permasalahan hidup, menghargai sesama manusia, berani berinovasi dan
menciptakan sesuatu yang baru untuk kepentingan banyak orang.
Nilai kesetiakawanan sosial atau rasa solidaritas sosial merupakan potensi
spritual, komitmen bersama sekaligus jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu kesetiakawanan sosial
merupakan nurani bangsa Indonesia yang merupakan suatu implementasi dari
sikap dan perilaku yang dilandasi oleh pengertian, kesadaran, keyakinan
tanggung jawab dan partisipasi sosial sesuai dengan kemampuan dari masing-
masing. Semangat kebersamaan, kerelaan untuk berkorban demi sesama,
kegotongroyongan dalam kebersamaan dan kekeluargaan merupakan nilai-nilai
dasar penyelenggaraan kesejahteraan sosial, modal sosial (sosial capital) yang
ada dalam umat dan bangsa yang harus terus-menerus digali, dikembangkan
dan didayagunakan dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional
sebagaimana dirumuskan dalam sila kelima Pancasila yakni Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Sebagai nilai dasar kesejahteraan sosial,
kesetiakawanan sosial harus terus direvitalisasi sesuai dengan kondisi aktual
bangsa dan diimplementasikan dalam wujud nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Kesetiakawanan sosial merupakan nilai yang bermakna bagi setiap bangsa yang
ingin mensejahterakan segenap warganya.
Keragaman Indonesia adalah modal untuk membangun bangsa dann
mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat. Nilai kearifan lokal mampu
menjadi perekat bangsa di mana di dalamnya terdapat nilai dan tatanan yang
dihormati dan dijadikan acuan oleh masyarakat Indonesia yang majemuk.
Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku
dalam kelompok masyarakat. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok
masyarakat yang akan menjadi bagian hidup yang tidak terpisahkan yang dapat
diamati melalui sikap dan perilaku sehari-hari. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kearifan lokal
merupakan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat
antara lain melindungi dan mengolah lingkungan hidup secara lestari. Dengan
demikian, implementasi nilai-nilai kearifan lokal diwujudkan melalui perilaku
yang mengacu pada tatanan kehidupan dalam kelompok masyarakat juga
melalui upaya mengolah dan memanfaatkan potensi lokal yang ada secara
lestari untuk digunakan dalam keberlanjutan hidup. Dalam proses pembangunan
kesejahteraan sosial, nilai-nilai kearifan lokal menjadi salah satu input pokok
dalam kebijakan penanggulangan kemiskinan seperti model pemberdayaan
| 14
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
masyarakat berbasis kearifan lokal. Hal ini berarti bahwa kearifan lokal
mendapat apresiasi terhadap praktek-praktek penanggulangan kemiskinan yang
diinisiasi oleh pelaku-pelaku tingkat lokal dengan menjadikan kebijakan nasional
sebagai rambu-rambu dalam membangun kerjasama sinergitas pada berbagai
sektor.
Organisasi sosial merupakan suatu lembaga/yayasan/perkumpulan sosial yang
dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak
berbadan hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam
melaksanakan usaha kesejahteraan sosial baik dalam bentuk buah pemikiran,
keterampilan, tenaga, maupun material. Kontribusi organisasi sosial merupakan
pengejawantahan dari bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pelayanan
sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi
rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan
sosial". Saat ini ada 3 kelompok organisasi sosial yang masih menjadi sasaran
pemberdayaan yakni Karang Taruna, LK3, dan LKS. Di tahun 2019, Karang
Taruna yang diberdayakan 4,8% dari total 35.248; LK3 yang diberdayakan
sebanyak 3,09% dari total 16.144; dan LKS yang diberdayakan sebanyak
10,41% dari 16.600 LKS. Mengingat pentingnya peran ketiga organisasi sosial
ini dan dampak kehadirannya di tengah masyarakat dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial masih dirasakan maka keberlanjutan “treatment”
pemberdayaannya masih menjadi bagian dari kebijakan Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial.
Dalam mengimplementasikan berbagai kegiatan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial di masyarakat, sifat kerelawanan sosial selalu menjadi
bagian yang tidak terpisahkan. Pekerja sosial masyarakat sebagai relawan sosial
adalah warga masyarakat yang atas dasar rasa kesadaran dan tanggung jawab
serta didorong oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial secara sukarela mengabdi untuk membantu pemerintah dan masyarakat
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Di Indonesia ada 61.905 PSM
yang mengabdikan diri untuk memberikan waktu, tenaga dan pikirannya demi
mewujudkan terciptanya kesejahteraan sosial di lingkungannya. Dari populasi
tersebut, PSM yang mendapatkan pemberdayaan pada tahun 2019 adalah 1.695
atau 0,02 %. Selain PSM, sumber daya kesejahteraan sosial lain yang juga aktif
terlibat mendukung penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah tenaga
kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK). Jumlah TKSK se Indonesia adalah
7.201. Ada juga pekerja sosial yang konsentrasi pelayanannya lebih kepada
psikososial maupun konseling. Jumlah pekerja sosial non ASN di Indonesia yang
terdata sebanyak 1.037 dan telah diberdayakan oleh Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial sebanyak 11,57% atau 119 orang.
Selain partisipasi dari organisasi sosial maupun individu relawan sosial, badan
usaha juga memiliki andil yang besar terhadap kesejahteraan masyarakat dan
| 15
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
merupakan potensi sumber yang perlu mendapat perhatian khusus dalam
pendayagunaannya. Berdasarkan Pasal 7 Permensos No.6/2016 tentang
Tanggung Jawab Sosial Badan Usaha Dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial, badan usaha baik swasta maupun pemerintah memiliki tanggung jawab
sosial yang harus dilaksanakan baik secara internal badan usaha maupun secara
eksternal. Secara internal, ada 5 komitmen badan usaha untuk melaksanakan
tanggung jawab sosialnya yakni : 1)tidak membedakan SARA (memberikan
kesempatan yang sama) kepada PPKS pada saat rekruitmen karyawan
perusahaan; 2)meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat di lingkungan
badan usaha; 3)menjadikan kesetaraan dan non-diskriminasi sebagai dasar
dalam memperlakukan karyawan dan keluarga PPKS; 4)melaksanakan sistem
perlindungan dan jaminan sosial bagi karyawan; dan 5)menyediakan pelayanan
sosial dasar kepada karyawan dan keluarganya. Secara eksternal, ada 5
komitmen badan usaha terkait tanggung jawab sosialnya meliputi: 1)
memberikan prioritas kesempatan kerja kepada PMKS sekitar perusahaan
sesuai kebutuhan dan persyaratan; 2)mengutamakan sumber daya lokal di
lingkungannya; 3)memberikan dukungan dalam penyediaan berbagai fasilitas
sosial bagi masyarakat terutama PMKS; 4)mendukung pembangunan sosial
berkelanjutan berwawasan lingkungan; dan 5)melaksanakan pemberdayaan
sosial terhadap lingkungan sekitar perusahaan. Berdasarkan data BPS, pada
tahun 2017 jumlah badan usaha milik negara (BUMN) adalah 118 meliputi
Persero 84, Persero Terbuka 20 dan Perusahaan Umum 14. Sedangkan jumlah
badan usaha swasta non pertanian berdasarkan Sensus Ekonomi tahun 2017
sebanyak 26,71 juta (98,33% berskala usaha mikro kecil dan 1,67% berskala
usaha besar). Untuk memudahkan koordinasi dan sinkronisasi program antar
badan usaha dan pemerintah dibentuk forum CSR yang berkedudukan di setiap
provinsi.
Salah satu bentuk pemberdayaan sosial untuk meningkatkan peran serta
lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah penggalangan dana sosial.
Partisipasi publik untuk pendanaan kesejahteraan sosial bisa melalui dunia usaha
terkait penyelenggaraan UGB yang dikelola Kementerian Sosial untuk disalurkan
kepada PPKS dan melalui PUB yang dikelola dan disalurkan langsung oleh
masyarakat untuk pemenuhan sarana pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup,
olahraga, RTLH serta penanganan korban bencana. Untuk mewadahi
antusiasme dan kepedulian masyarakat dalam upaya penggalangan dana donasi
dan demokrasi filantropi maka Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
menyediakan aplikasi SIMPPSDBS dan e-Sabi. Melalui aplikasi ini, masyarakat
dapat berpartisipasi dengan mudah dalam penyelenggaraan penggalangan dana
dan dapat mengakses layanan publik dalam hal perizinan.
| 16
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial khususnya terkait program/kegiatan bidang pemberdayaan sosial,
disediakan berbagai sarana prasarana baik yang sifatnya online maupun tidak.
Sarana prasarana terkait program/kegiatan pemberdayaan sosial meliputi: pusat
kesejahteraan sosial (Puskesos) di tingkat desa/kelurahan dan SLRT di tingkat
kabupaten/kota sebagai sarana pengaduan, rujukan dan keluhan program-
program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.
Gambar 6 : Potensi dan Sumber Daya Kesejahteraan Sosial
2). Sumber Daya Manusia (ASN dan PPNPN)
Pegawai merupakan salah satu sumber daya utama di Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial yang memastikan kegiatan serta proses kerja baik yang
berkaitan dengan tugas dan fungsi utama, maupun fungsi penunjang berjalan
dengan baik. Jumlah pegawai di Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial per
Maret 2020 adalah 295 orang dengan rincian pegawai ASN sebanyak 204 orang
dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebanyak 91 orang.
| 17
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
Gambar 7 : Data ASN dan PPNPN per Maret 2020
3) Sentralisasi dan Digitalisasi Data Pemberdayaan Sosial
Dalam merealisasikan program/kegiatan, data menjadi salah satu komponen
inti. Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Sosial Nomor 5 Tahun 2019
tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial, DTKS meliputi 1) Data
PPKS; 2) Data penerima bantuan dan pemberdayaan sosial; 3) Data Potensi
dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS); 4) Data lembaga pemberi layanan
kesejahteraan sosial seperti LKS, panti dan balai kesejahteraan sosial.
| 18
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
DTKS digunakan sebagai sumber data utama dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial agar dapat dilaksanakan secara terarah, terpadu, dan
berkelanjutan oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah/atau masyarakat.
DTKS digunakan sebagai upaya pemerintah dalam menentukan sasaran atau
penerima manfaat program tepat sasaran. Basis data ini berisi informasi sosial
ekonomi dan demografi dari sekitar 40% (empat puluh persen) penduduk di
Indonesia yang paling rendah status kesejahteraannya. Cakupan dari 40%
(empat puluh persen) penduduk dengan kondisi sosial ekonomi terendah.
Rumah tangga yang ada dalam DTKS ini dapat diurutkan menurut peringkat
kesejahteraannya.
Untuk pendataan PSKS bidang pemberdayaan sosial baik perorangan maupun
lembaga dilakukan melalui koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah
daerah mengingat keberadaan beberapa data PSKS berasal dari dinas sosial
provinsi/kabupaten seperti data PSM dan karang taruna. Selain itu, pendataan
warga KAT purnabina yang memiliki NIK juga menjadi tanggung jawab
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial yang sumbernya berasal dari
pendamping lokal KAT. Mengingat sumber data PSKS maupun PPKS yang
tersebar di seluruh Indonesia, maka dibutuhkan strategi pendataan secara
digital yang bermuara pada pemusatan data bidang pemberdayaan sosial.
Upaya sentralisasi dan digitalisasi data akan menjadi fokus Direktorat Jenderal
Pemberdayaan sosial yang akan dilaksanakan ke depan.
4) Program Prioritas Nasional
Sebagai unit kerja Eselon I, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial selalu siap
dan mendukung program-program prioritas nasional yang ditetapkan setiap
tahunnya melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Pada periode 2015-2019
beberapa kegiatan pemberdayaan sosial ditetapkan sebagai prioritas nasional
meliputi pemberdayaan terhadap keluarga komunitas Kelompok Adat Terpencil,
TKSK yang memperoleh pemberdayaan, penyaluran beras sejahtera (Rastra),
penyelenggaraan SLRT dan Puskesos. Hal ini tentu saja menjadi motivasi serta
peluang bagi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial untuk semakin
berkinerja baik dan maksimal sehingga bisa memberikan konstribusi yang lebih
banyak dalam rangka mendukung program prioritas nasional.
5) Partisipasi dalam Kebijakan Program Perlindungan Sosial yang
Komprehensif dan Adaptif
Perlindungan sosial komprehensif diimplementasikan melalui integrasi program
penanggulangan kemiskinan (sinergi dan terpadu). Semua kebijakan dan
program dalam penanganan kemiskinan dan ketimpangan harus dijalankan
secara terpadu dan terintegrasi antara kementerian /lembaga/daerah, agar
memberikan outcome yang berdampak luas. Melalui program perlindungan
| 19
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
sosial yang komprehensif, seluruh stakeholder berpartisipasi aktif dalam
penanganan kemiskinan, dan seluruh kebijakan program penanganan
kemiskinan di kementerian/lembaga terintegrasi secara nasional dalam satu
pintu terutama dalam penggunaan basis data terpadu atau DTKS yang
diterbitkan oleh Kementerian Sosial dalam penentuan kriteria penerima
program penanggulangan kemiskinan.
Konsep perlindungan sosial adaptif berangkat dari pemikiran sustainable
livelihood framework, yaitu bahwa kekurangan kemampuan seseorang untuk
menghadapi berbagai macam risiko dan kerentanan merupakan penyebab
jatuhnya seseorang ke jurang kemiskinan. Perlindungan sosial adaptif harus
mensinergikan tiga aspek, yaitu: perlindungan sosial, adaptasi perubahan iklim,
dan pengurangan risiko bencana. Kebijakan perlindungan sosial adaptif saat ini
berfokus pada respon bencana. Diantaranya memperluas cakupan program
bantuan sosial eksisting untuk mencakup rumah tangga terdampak bencana,
termasuk perluasan PKH, Program Sembako, dan bantuan korban bencana
sosial pada masa dan pasca Covid-19.
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial sebagai unit kerja yang mengelola
dana Hibah Dalam Negeri yang diperoleh melalui UGB dan PUB setiap tahunnya
selalu mempersiapkan langkah strategi untuk bisa merespon dengan cepat
apabila terjadi bencana baik alam maupun non alam. Dana bantuan sosial
masyarakat ini diperuntukkan bagi PPKS atau penyandang risiko sosial lainnya
yang penyalurannya oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial maupun unit
kerja terkait lainnya. Selain berpartisipasi melalui sumber dana bantuan sosial,
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial juga merespon cepat dampak
Pandemi Covid-19 serta mempersiapkan kegiatan pasca Covid-19 termasuk
upaya pemberdayaan bagi kelompok-kelompok usaha keluarga KPM PKH
graduasi yang terdampak seperti pemberian pendampingan profesional,
peningkatan keterampilan, pengelolaan usaha, peningkatan akses pasar serta
pemberian akses pendanaan usaha yang diintegrasikan dengan program
Kementerian/Lembaga lain.
6) Penjangkauan Layanan Sosial Dasar dan Pengembangan
Penghidupan Secara Berkelanjutan
Kebijakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial akan mengutamakan
pendekatan penghidupan berkelanjutan untuk memastikan penduduk miskin
dan rentan memperoleh akses penjangkauan pelayanan sosial dasar seperti
akses terhadap administrasi kependukan yaitu kepemilikan Nomor Induk
Kependudukan (NIK) dan akta kelahiran, akses layanan pendidikan khususnya
bagi anak usia sekolah, akses layanan kesehatan dan gizi, akses perumahan
permukiman yang layak, akses terhadap bantuan usaha ekonomi dan
| 20
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
peningkatan kemampuan keluarga, serta akses pelayanan dan rehabilitasi sosial
yang inklusif khususnya bagi penyandang disabilitas, anak, dan lansia.
Dalam rangka memberi kemudahan bagi masyarakat miskin dan rentan yang
belum memiliki NIK, akte kelahiran dan akses layanan dasar lainnya, Direktorat
Jenderal Pemberdayaan Sosial melalui SLRT dan Puskesos menjadi media yang
berperan penting terhadap kebutuhan masyarakat miskin tersebut. SLRT yang
berkedudukan di kabupaten/kota dan Puskesos yang berkedudukan di
desa/kelurahan mampu menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat, baik
dalam bentuk pengaduan, pertanyaan, keluhan, maupun rujukan. Terkait akses
layanan dasar penyandang disabilitas, anak dan lansia kedepan akan menjadi
pertimbangan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial agar bisa diintegrasikan
melalui SLRT dan Puskesos. Sedangkan untuk akses terhadap bantuan usaha
maupun pendanaan lainnya, juga menjadi fokus kegiatan dalam 5 tahun ke
depan. Untuk pengembangan penghidupan secara berkelanjutan, Direktorat
Jenderal Pemberdayaan Sosial memberdayakan keluarga miskin dan rentan
melalui kewirausahaan sosial sebagai model yang tepat untuk menurunkan
angka kemiskinan.
7) Kerjasama antar pemerintah, pemerintah daerah dan badan/dunia
usaha
Kemitraan pemerintah dan dunia usaha ditujukan untuk memecahkan
permasalahan yang ada di masyarakat dengan melibatkan berbagai sektor.
Untuk permasalahan mengenai kesejahteraan sosial, bentuk tanggung jawab
badan usaha salah satunya diimplementasikan melalui forum CSR. Forum ini
bertugas membangun kesepahaman dan kemitraan dengan badan usaha dan
masyarakat dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial; memberikan
data dan informasi kepada badan usaha mengenai jenis dan permasalahan
sosial, serta program penanganannya; mendorong dan mengajak badan usaha
untuk berperan aktif dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial; dan melakukan asistensi, advokasi, dan fasilitasi terhadap
badan usaha dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Bentuk-bentuk
kerja sama antara pemerintah dan dunia usaha yang dikoordinasikan melalui
FCSR seperti Pelatihan Wirausaha untuk Penyandang Tuna Daksa di Pondok
Bambu oleh CSR PT.ASTRA Tbk, Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni
30 Unit Selama 2017-2019 oleh CSR Paiton Energy. Program pengembangan
kegiatan ekonomi / usaha keluarga mandiri dan desa 2017-2019 (USD
788,232), program bantuan dana Pendidikan dan penguatan Pendidikan (USD
235,743) dari CSR Conoco Phillips Ltd.
| 21
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
8) Sumber Pembiayaan
Sumber utama pembiayaan penyelenggaraan kesejahteraan sosial, adalah
APBN baik yang dilaksanakan oleh Pusat maupun melalui mekanisme
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Selain itu, terdapat juga dukungan
sumber dana bantuan sosial dari masyarakat yaitu Hibah Dalam Negeri yang
dihimpun dari pajak undian penyelenggaraan Undian Gratis Berhadiah.
Disamping dana UGB terdapat partisipasi sosial masyarakat lainnya dalam
pengumpulan dana yang penyelenggaraan dan pengelolaannya diserahkan ke
masyarakat yaitu Pengumpulan Uang Dan Barang (PUB) dari masyarakat dalam
suatu wilayah. Penyelenggaraan ini diatur melalui UU No. 9 Tahun 1961 tentang
Pengumpulan Uang dan Barang. Dana PUB dikumpulkan lebih bersifat charity
dan semangat untuk membantu, gotong royong serta nilai kesetiakawanan
sosial.
Sumber pendanaan dan bantuan sosial dari PUB dan UGB tersebut tentu saja
merupakan potensi dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial terkait
dengan percepatan penanganan PPKS khususnya dalam kebutuhan respon
cepat pada masa kedaruratan bencana serta kelompok risiko sosial.
9) Sistem Layanan dan Informasi berbasis Teknologi
Penataan sistem manajemen dan prosedur kerja di lingkungan Direktorat
Jenderal Pemberdayaan Sosial, kinerja internal dan layanan publik dapat
terwujud dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi.
Pemanfaatan teknologi informasi (TI) mencakup aktivitas yang saling berkaitan
yaitu pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses
kerja secara elektronis. Maka dari itu, pemanfaatan teknologi informasi
merupakan sebuah kesatuan yang utuh dan saling berhubungan dalam proses
kerja sebagai suatu sistem.
1.2.2 Permasalahan
Dalam rangka mendukung pelaksanaan program perlindungan sosial dan
penanggulangan kemiskinan yang diamanatkan pada Kementerian Sosial,
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial selalu mengacu pada regulasi dan
kebijakan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pelaksanaan perluasan cakupan
pelayanan dasar dan perlindungan sosial masih banyak terkendala dengan
keserasian pendataan penduduk. Data penentuan target baik pelayanan dasar
maupun perlindungan sosial telah berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Namun demikian, masih banyak penduduk yang belum melaporkan,
menyelaraskan, maupun mencatatkan NIK tersebut, atau bahkan belum memiliki
NIK. Permasalahan mengenai kepemilikan NIK masih menjadi kendala bagi warga
Komunitas Adat Terpencil. Masih terdapat warga KAT purnabina yang belum bisa
mengakses pelayanan dasar bahkan belum bisa menerima program-program
perlindungan sosial karena belum memiliki NIK. Selain itu, pendataan warga KAT
yang memiliki NIK dilakukan oleh pendamping lokal KAT sehingga jika tidak
dilakukan pendataan pendamping lokal KAT dan berkoordinasi secara rutin dengan
| 22
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
dinas sosial kabupaten/kota maka data warga KAT yang ber-NIK tidak dapat
terinformasi dengan cepat.
Untuk mengidentifikasi berbagai keluhan, rujukan dan penanganan keluhan
masyarakat terkait program-program perlindungan sosial dan penanggulangan
kemiskinan termasuk di dalamnya pengurusan dokumen kependudukan (KTP,KK);
kesehatan (kartu BPJS, KIS); Pendidikan (kartu Indonesia Pintar), Direktorat
Jenderal Pemberdayaan Sosial membentuk sistem layanan satu pintu yang
terintegrasi baik dalam hal informasi, data dan layanan. Melalui SLRT kebutuhan
masyarakat miskin yang belum menerima program perlindungan sosial tercatat
kepesertaannya. SLRT berkedudukan di kabupaten/kota dan saat ini telah ada di
150 kabupaten/kota se Indonesia yang dibentuk menggunakan APBN. Peran dan
fungsi SLRT yang begitu penting untuk mendukung percepatan penanggulangan
kemiskinan diharapkan menjadi motivasi bagi setiap Kepala Daerah agar segera
membentuk SLRT di wilayahnya. Partisipasi daerah untuk terlibat dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial sangat penting demi tercapainya
kesejahteraan masyarakat.
Permasalahan lain yang timbul kemudian adalah bagaimana memiliki sistem
pengawasan dan kontrol terhadap ketepatan sasaran penerima bantuan sosial
maupun program-program perlindungan sosial dari tingkat desa-kecamatan-
kabupaten-bahkan sampai provinsi. Sistem layanan sudah tersedia namun
personil/lembaga untuk melakukan pengecekan langsung di lapangan, melakukan
pendampingan, menjadi inisiator, motivator, menjadi konselor, atau untuk
mengakomodir keberlangsungan program-program tersebut juga tetap harus
diperhatikan. Di tingkat desa/kelurahan, ada pekerja sosial masyarakat (PSM)
sebagai relawan sosial bekerja tanpa pamrih yang bertugas di desa/kelurahannya
masing-masing terlibat langsung di masyarakat untuk mendukung
penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Demikian pula karang taruna sebagai
organisasi sosial bentukan masyarakat desa/kelurahan yang mewadahi kegiatan-
kegiatan sosial, kepemudaan, keagamaan bahkan turut memberikan andilnya
dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial di desa. Di tingkat
kecamatan, bertugas tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) yang
berfungsi untuk koordinasi dan memfasilitasi masyarakat dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. Selain itu, TKSK juga berperan sebagai pendamping program
pemerintah. Di kabupaten, ada LK3 yang membantu menangani permasalahan
sosial dalam keluarga melalui layanan konseling, advokasi dan rujukan. Di lokasi
KAT, ada pendamping lokal KAT yang membantu warga KAT selama proses
pemberdayaan berlangsung.
Pendamping lokal KAT menjadi mediator antara warga komunitas dengan pihak-
pihak yang terlibat dalam proses pemberdayaan. Pendamping lokal adalah orang
yang mampu beradaptasi dengan komunitas dan lokasi KAT. Komponen dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dikenal dengan istilah PSKS ini perlu
mendapat perhatian yang serius. Keberadaan mereka di wilayah tugas menjadi
garda terdepan untuk berperan aktif bersinergi dengan pemerintah dalam upaya
penyelenggaraan kesejahteraan sosial maupun penanggulangan kemiskinan patut
| 23
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
mendapat apresiasi dan dukungan yang regular baik dalam bentuk bantuan
operasional, tali asih, terlebih khusus peningkatan kapasitas yang
berkesinambungan. Hal ini tentu saja akan berdampak pada kualitas layanan
kesejahteraan sosial yang diberikan kepada masyarakat. Selain peningkatan
kapasitas, pendataan secara berkala untuk melakukan reviu status keaktifan PSKS
juga memerlukan sistem yang lebih fleksibel dan valid agar jika terjadi kekosongan
bisa segera ditindaklanjuti.
Selain untuk kelompok masyarakat miskin dan rentan, pelaksanaan program
perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan juga diarahkan untuk
keluarga yang memiliki usaha namun masih pada level skala yang sangat kecil
(ultra mikro). Usaha yang lahir karena desakan ekonomi/lingkungan/
keterpanggilan sosial dan atau kemampuan membaca peluang ini tumbuh dan
berkembang dengan modal yang terbatas. Kelompok ini masih sangat memerlukan
pendampingan, pembinaan terkait strategi pasar, bahkan pendanaan untuk bisa
lebih bersaing dan lebih mengembangkan usaha mereka agar asset yang dimiliki
lebih berdayaguna luas untuk kesejahteraan anggota-anggotanya. Upaya
pendampingan atau pemberdayaan terhadap kelompok usaha ini tentunya
diharapkan bisa membantu meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan
keluarga yang memiliki usaha rintisan tersebut. Pemberdayaan sosial ekonomi
juga dilakukan terhadap komunitas warga KAT yang diintervensi langsung oleh
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial melalui bantuan usaha ekonomi
produktif.
Selain masalah-masalah yang disebutkan di atas, hal lain yang menjadi kendala
dalam bidang pemberdayaan sosial adalah belum terakomodirnya semua regulasi
bidang pemberdayaan sosial yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan
program/kegiatan. Demikian halnya dengan sumber-sumber pembiayaan untuk
penyelenggaraan kesejahteraan sosial masih perlu dimaksimalkan lagi khususnya
program prioritas nasional di bidang pemberdayaan sosial.
Kompleksitasnya permasalahan kemiskinan ini, diperlukan strategi dan kebijakan
khususnya di bidang pemberdayaan sosial agar dapat bersinergi dan berdampak
terhadap pengurangan jumlah penduduk miskin. Ada beberapa permasalahan
yang dihadapi dalam pelaksanaan program pemberdayaan sosial yakni (1)
memastikan kemandirian sosial ekonomi bagi kelompok usaha keluarga penerima
manfaat dan warga KAT; (2) memastikan layanan terpadu penanggulangan
kemiskinan diselenggarakan di seluruh kabupaten/kota se Indonesia; dan (3)
memastikan PSKS berperan aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial; (4)
penataan regulasi bidang pemberdayaan sosial; dan (5) sumber pembiayaan
pelaksanaan program prioritas nasional bidang pemberdayaan sosial.
| 24
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
1.2.2.1 Memastikan Kemandirian Sosial Ekonomi bagi Kelompok Usaha KPM
dan Warga KAT
Kemandirian sosial ekonomi seyogyanya mengarah pada kemampuan yang dimiliki
masyarakat untuk memikirkan serta memutuskan sesuatu dalam memecahkan
masalah secara sosial ekonomi. Dengan demikian ketika ada kendala yang ditemui
maka akan mengupayakan jalan keluar menggunakan kemampuan / daya sendiri.
Dalam upaya memastikan kelompok-kelompok usaha KPM dan warga KAT memiliki
kemandirian sosial ekonomi, ada beberapa hal yang menjadi persoalan yakni:
a. Terbatasnya akses pendanaan
Kelompok usaha ultra mikro yang dirintis oleh keluarga penerima manfaat
Program Keluarga Harapan (PKH) masih memiliki kendala dalam mengakses
pendanaan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh SMeru dan
Mahkota pada Maret 2019 di empat lokasi yakni Kota Surakarta, Kabupaten
Bandung Barat, Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Indramayu terhadap 200
rumah tangga penerima PKH dengan total responden sebanyak 539 orang
menemukan bahwa mata pencaharian anggota keluarga PKH terbagi menjadi
empat kategori utama: pekerja pertanian (termasuk pemilik pertanian,
pengelola pertanian, dan buruh di pertanian orang lain) - 36 persen; pemilik
usaha mikro kecil menengah (UMKM) - 18 persen; karyawan dengan upah di
sektor formal dan informal - 38 persen; dan pekerja keluarga yang tidak
dibayar - 8 persen. Sebanyak 18% pemilik UMKM telah mendapat perhatian
dari pemerintah setempat dalam hal pemberian bantuan modal kepada pemilik
usaha, skema hibah dan pinjaman terbatas tetapi karena sebagian besar bisnis
mereka baru lahir dan berskala kecil, sehingga sulit untuk membuktikan
kelayakan mereka memperoleh pinjaman kepada lembaga pemberi pinjaman.
Selain itu, mereka juga tidak memiliki jaminan yang memadai untuk membantu
menjamin pinjaman mereka. Sebagian besar responden PKH juga menghindari
risiko dan memilih untuk tidak mengajukan pinjaman yang mungkin tidak
dapat mereka bayar. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan strategi untuk
membantu akses pendanaan bagi UMKM dengan mempertimbangkan hasil
penelitian tersebut.
b. Terbatasnya keterampilan mengelola usaha
Dalam rangka pengelolaan usaha bagi UMKM, diperlukan intervensi melalui
pelatihan keterampilan yang diberikan oleh motivator atau pelaku UMKM
sukses agar usaha rintisan keluarga penerima PKH memiliki kemampuan
mengelola usaha yang baik, misalnya mengenai keterampilan beternak yang
baik, bagaimana mengelola pembukuan yang baik, bagaimana cara bertani
yang efektif, bagaimana strategi pemasaran yang baik, bahkan perlu juga
diajarkan bagaimana mengurus ijin usaha industri rumah tangga (PIRT).
| 25
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
c. Perlunya pendampingan ekonomi dan pendampingan sosial
Kegiatan pendampingan ekonomi dilakukan oleh pihak yang sudah
professional dan memiliki pengalaman serta sukses di bidangnya. Membangun
hubungan yang kuat antara pelaku UMKM dengan pihak yang berkompeten
melalui pendampingan yang regular akan memberikan kepercayaan diri bagi
pengusaha UMKM dan membangun rasa optimis terhadap bisnis yang
dijalankan. Kegiatan pendampingan sosial dilakukan oleh TKSK agar
kepercayaan diri penerima manfaat tumbuh dan mampu untuk berinteraksi
dengan lingkungan dan para mitra usaha lainnya.
d. Terbatasnya dukungan dari mitra
Masih terbatasnya ruang lingkup usaha mikro yang dikelola oleh keluarga
miskin KPM PKH menyebabkan jangkauan kemitraan mereka juga sangat
terbatas. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan strategi untuk mengarahkan
kelompok UMKM ini pada jaring kemitraan yang lebih luas dengan tetap
memperhatikan efektivitas dan efisiensi usaha. Melalui kemitraan untuk
pendanaan atau akses pemasaran nantinya UMKM akan lebih berkembang dan
berkelanjutan.
e. Terbatasnya akses warga KAT terhadap kebutuhan dasar dan layanan sosial
dasar
Pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) untuk warga
KAT harus dibarengi dengan pendekatan pembangunan manusia (human
development) yang ditandai dengan pelaksanaan pembangunan yang
orientasinya pada pelayanan sosial dasar melalui pemenuhan kebutuhan dasar
dan kebutuhan pokok (basic needs) berupa pelayanan sosial di sektor
kesehatan, perbaikan gizi, pendidikan dan pendapatan serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, dari 138.972 KK warga KAT yang
belum diberdayakan perlu dipersiapkan kebijakan dan langkah strategi yang
akan ditempuh termasuk dalam hal pendanaan guna memaksimalkan
pelaksanaan pemberdayaan bagi warga KAT.
1.2.2.2 Memastikan Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan
Diselenggarakan di Seluruh Kabupaten/Kota se Indonesia
Sejak tahun 2016, telah dibentuk SLRT dan Puskesos sebagai layanan terpadu dan
terintegrasi satu pintu terkait permasalahan sosial di masyarakat. Kehadiran SLRT
dan Puskesos sangat efektif membantu masyarakat yang memerlukan layanan
informasi, keluhan dan rujukan tentang program-program pemerintah dalam
rangka penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu sangat diharapkan partisipasi
pengambil kebijakan di tingkat kabupaten/kota untuk ikut serta mendukung upaya
penanggulangan kemiskinan melalui pembentukan SLRT dan Puskesos ini. Masih
ada 359 dari 514 kab/kota di Indonesia yang belum membentuk SLRT dan 77.405
| 26
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
dari 83.931 desa/kelurahan yang belum memiliki Puskesos. Beberapa
permasalahan yang dihadapi:
a. Belum ada komitmen yang kuat dari pemerintah daerah
Kebutuhan masyarakat untuk mengakses multi-layanan sosial dari multi-
birokrasi menyebabkan berbagai masalah yang kerap muncul di instansi
pemerintah terkait, misalnya dokumen masyarakat yang tercecer,
menumpuknya arsip di meja petugas, belum teregister di pembukuan, ataupun
dokumen yang belum ditandatangani pejabat. Berbagai kondisi ini
menyebabkan waktu masyarakat yang mengurus dokumen terbuang percuma
karena harus antri menunggu penyelesaian berkas bahkan harus menunggu
berhari-hari lamanya. Layanan SLRT dan Puskesos yang terintegrasi dengan
berbagai organisasi perangkat daerah (OPD), mulai dari dinas kependudukan
dan catatan sipil, dinas kesehatan, dinas pendidikan, dinas sosial, dinas PUPR,
serta dinas ketenagakerjaan menyebabkan pembentukan layanan terpadu ini
memerlukan kesepahaman dan kesamaan visi untuk turut mendukung
penanggulangan kemiskinan dengan menghilangkan ego sektoral. Perlu ada
komitmen kuat dari setiap OPD agar menjadi pijakan kepala daerah untuk
mengusulkan pembentukan SLRT beserta Puskesos di tingkat desa.
b. Terbatasnya alokasi anggaran
Pembentukan maupun pengembangan SLRT dan Puskesos membutuhkan
anggaran yang tidak sedikit. Kebutuhan sarana-prasarana serta perlengkapan
pendukung dan juga ketersediaan sumber daya manusia menjadi salah satu
pertimbangan dalam pembentukan SLRT dan Puskesos mengingat layanan ini
sifatnya berkelanjutan, tidak berhenti setelah dibentuk. Setiap tahun
disediakan anggaran dari APBN untuk pembentukan SLRT dan Puskesos,
namun Pemerintah tidak menutup peluang bagi SLRT/Puskesos mandiri.
Kemampuan daerah yang berbeda-beda menyebabkan ketidakmerataan
terbentuknya layanan terpadu ini karena antar daerah justru saling berlomba
untuk mendapat dukungan dari APBN. Oleh karena itu, diperlukan strategi
yang tepat untuk bisa memotivasi daerah agar berpartisipasi secara cepat
dalam pembentukan SLRT maupun Puskesos.
1.2.2.3 Memastikan PSKS Perorangan/Lembaga terus Berperan Aktif dalam
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran PSKS perorangan/lembaga seperti PSM,
TKSK, pekerja sosial maupun karang taruna di dalam masyarakat menjadi garda
terdepan sebagai alternatif pengaduan pertama masyarakat miskin ketika
menemukan permasalahan sosial terkait program-program pemerintah atau
program-program perlindungan sosial. Kehadiran PSKS di tengah masyarakat
tentunya berdampak positif ketika mereka telah dekat dengan masyarakat.
Kapabilitas PSKS dalam merespon secara cepat dan tanggap terhadap
| 27
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
permasalahan sosial menunjukkan kemampuan peran aktif mereka tidak perlu
diragukan lagi. Meskipun demikian, masih ada beberapa permasalahan yang
dihadapi yakni:
a. Terbatasnya kapasitas PSKS perorangan dan lembaga
Peran PSKS dalam mengawal program-program pemerintah khususnya bidang
pemberdayaan sosial adalah sangat penting. Oleh karena itu diperlukan
peningkatan kapasitas bagi PSKS perorangan, baik dalam hal penguasaan
program, keterampilan teknis untuk menjadi perantara pemerintah dan
masyarakat, skill teknis pemberdayaan sosial, maupun terkait perilaku dan
sikap kerja seorang PSKS berdasarkan ketentuan undang-undang. Kapasitas
yang dimiliki akan menjadi modal kuat PSKS untuk semakin berperan aktif
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Demikian halnya dengan PSKS
lembaga, kehadiran lembaga di bidang kesejahteraan sosial di masyarakat
diharapkan mampu memberikan solusi bagi permasalahan sosial yang dialami
oleh keluarga yang berkonflik, menjadi pilar pendukung pembangunan di
desa/kelurahan, menjadi media konseling bagi klien sosial, atau menjadi
sarana rujukan keluhan, pertanyaan terhadap berbagai program-program
perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.
b. Belum tersedianya Basis Data PSKS
Dalam pelaksanaan program/kegiatan, data menjadi hal yang sangat penting
dalam perencanaan baik anggaran maupun strategi kegiatan. Peningkatan
kualitas PSKS perorangan dan lembaga akan menunjukkan hasil yang
signifikan jika tersedia data sasaran kegiatan yang lengkap dan akurat. Oleh
karena itu, perlu dipersiapkan kebijakan yang tepat untuk mengakomodir
tersentralnya data PSKS yang dibutuhkan mulai dari tools pendataan, sistem,
metode, server data, dashboard data, bahkan personil yang kompeten untuk
membuat dan maintenance basis data.
c. Pengukuran Indeks Partisipasi Sosial yang belum mengakomodir semua SDM
Kesejahteraan Sosial dan PSKS Lembaga
Indeks Partisipasi Sosial mengukur tingkat partisipasi potensi sumber
kesejahteraan sosial lingkup Ditjen Pemberdayaan Sosial baik PSKS
perorangan (PSM, TKSK, Pekerja Sosial) maupun PSKS lembaga meliputi LKS,
Karang Taruna, SLRT, Puskesos, LK3 dan CSR/ForumCSR. Penyusunan indeks
partisipasi sosial juga dimaksudkan sebagai salah satu indikator kinerja Ditjen
Pemberdayaan Sosial khususnya untuk mendapatkan ukuran sejauh mana
keberhasilan dan pencapaian dalam upaya pemberdayaan dan pendayagunaan
PSKS. Indeks yang dicapai digunakan sebagai salah satu informasi kualitas
kinerja organisasi dan satuan kerja baik di pusat maupun daerah yang
kemudian dijadikan masukan dalam menyusun/melaksanakan program
kerja/kegiatan agar lebih baik. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial pada
tahun 2018 telah menyusun alat ukur awal untuk melihat partisipasi PSKS
| 28
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
perorangan yaitu Indeks Partisi Sosial Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) yang
akan dikembangkan untuk membuat indeks partisipasi bagi PSKS perorangan.
Pengukuran IPS Pekerja Sosial Masyarakat kemudian dilakukan pada tahun
2019 dan dilanjutkan dengan penyusunan alat ukur partisipasi Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK). Pada tahun 2019 juga dilakukan
penyusunan awal alat ukur untuk melihat partisipasi dari PSKS Lembaga yaitu
Karang Taruna. Namun demikian setelah dilakukan uji coba atas alat ukur
tersebut, perlu dilakukan perbaikan agar lebih sederhana dan implementatif.
Sehingga sampai saat ini alat ukur yang tersedia belum mengakomodir semua
PSKS lingkup Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial. Oleh karena itu
diperlukan strategi khusus dalam mengembangkan alat ukur yang ada agar
dapat digunakan untuk mengukur partisipasi PSKS lainnya dengan tetap
memperhatikan karakter tugas dan fungsi masing-masing PSKS.
1.2.2.4 Penataan Regulasi Bidang Pemberdayaan Sosial
Pelaksanaan program pemberdayaan sosial selalu mengacu pada ketentuan
perundang-undangan dan regulasi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh karena
itu, perlu melakukan kajian, penelitian, evaluasi dan reviu terkait regulasi yang
digunakan dan jika diperlukan melakukan simplifikasi/omnibus law melalui
penyederhanaan atau pencabutan, perevisian atau penggabungan beberapa
regulasi yang substansinya hampir sama satu dengan lainnya, masih tumpang
tindih, atau bertentangan. Perlu juga untuk melakukan penguatan regulasi
terhadap kegiatan kewirausahaan sosial.
1.2.2.5 Sumber Pembiayaan Pelaksanaan Program Prioritas Nasional Bidang
Pemberdayaan Sosial
Pembangunan kesejahteraan sosial yang dilakukan secara komprehensif dan
menyeluruh tentunya membutuhkan pendanaan yang memadai. Selama ini
pembiayaan program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan
bersumber dari APBN dan juga APBD. Program pemberdayaan sosial yang memiliki
beberapa program prioritas nasional perlu didukung dengan pendanaan yang
memadai.
| 29
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
BAB II Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
2.1 Visi
Memperhatikan masalah nasional, tantangan pembangunan yang dihadapi dan
capaian pembangunan selama ini, visi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
diarahkan pada visi Kementerian Sosial yang mendukung visi Pembangunan
Nasional tahun 2020-2024 :
“Kementerian Sosial yang andal, profesional, dan inovatif, serta
berintegrasi untuk mewujudkan Visi dan Misi Presiden dan Wakil
Presiden : Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”
Mengacu pada visi Kementerian Sosial maka visi Direktorat Jenderal Pemberdayaan
Sosial dirumuskan sebagai berikut:
“Mewujudkan Masyarakat yang Berdaya dan Mandiri untuk
mendukung visi Kementerian Sosial yang andal, profesional, dan
inovatif, serta berintegrasi.”
Melalui visi ini Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial diharapkan mampu
berkontribusi besar dan menunjukkan peran aktif serta capaian kinerja yang
signifikan melalui program pemberdayaan sosial. Dengan demikian, tantangan
pembangunan kesejahteraan sosial bidang pemberdayaan sosial mampu dijawab
tanpa melupakan aspek ekonomi sebagai rangkaian dalam pembangunan bangsa
sehingga. Visi ini diharapkan dapat membangun manusia Indonesia menjadi
masyarakat yang mandiri, berfungsi, dan terinklusi dari rencana pembangunan.
Tidak hanya itu, visi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial Tahun 2020-2024
yang mendukung visi Kementerian Sosial diharapkan dapat berkontribusi dalam
menurunkan jumlah penduduk miskin dan rentan; meningkatkan kemandirian dan
keberfungsian sosial; dan peningkatan pendapatan penduduk miskin dan rentan.
Sebagai salah satu Unit Kerja Eselon I di Kementerian Sosial, Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial dalam rangka penyelenggaraan kesejahteraan sosial
mengarahkan semua program dan kegiatan untuk menjadikan warga negara yang
mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya. Hal ini bermuara pada kemandirian masyarakat sehingga
mampu berdiri di atas kaki sendiri. Kemandirian masyarakat ini tidaklah cukup,
masih memerlukan inovasi, kreativitas, integritas dan etos kerja masyarakat. Oleh
karena itu, masyarakat juga memerlukan penguatan nilai-nilai kebangsaan
sehingga membentuk kepribadian masyarakat yang tangguh dan gigih menghadapi
tantangan hidup di berbagai bidang.
| 30
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
Kepribadian yang tangguh dan gigih harus dicerminkan dalam setiap kehidupan,
khususnya dalam pengembangan nilai-nilai budaya dan sosial yang merupakan
modal sosial bagi Indonesia yang berlandaskan nilai-nilai lokal yang menjiwai
semangat gotong royong. Nilai-nilai lokal ini melekat dalam sistem sosial
masyarakat yang mencakup; keluarga, lembaga sosial masyarakat, dan pranata
sosial. Visi tersebut diharapkan dapat menjawab tantangan pembangunan
kesejahteraan sosial yang semakin kompleks dan masif. Visi ini tidak hanya
menjadikan kemapanan ekonomi sebagai fokus utama, tetapi menjadikan
kemapanan sosial bagi seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa. Visi ini
diharapkan dapat membangun manusia Indonesia yang mandiri dan berkepribadian
serta memperkuat semangat kearifan lokal. Visi tersebut juga diharapkan dapat
berkontribusi terhadap penurunan jumlah penduduk miskin dan rentan serta
mengurangi kesenjangan antarkelompok penduduk.
2.2 Misi
Sebagaimana misi pembangunan nasional dalam Nawacita jilid 2, Direktorat
Jenderal Pemberdayaan sosial mendukung perwujudan 4 (empat) dari 9 (sembilan)
misi pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial yakni:
Misi ke 1: Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia
Berdasarkan Misi tersebut maka Ditjen Pemberdayaan Sosial melakukan upaya-
upaya:
1. Meningkatkan kemandirian sosial ekonomi Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan
Sosial;
2. Meningkatkan kapasitas dan partisipasi PSKS;
3. Menguatkan nilai-nilai sosial dasar melalui Restorasi Sosial;
Misi ke 3: Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan
Berdasarkan Misi tersebut maka Ditjen Pemberdayaan Sosial melakukan upaya-
upaya:
1. Meningkatkan jangkauan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.
2. Mengembangkan layanan dan rujukan terpadu dalam perlindungan sosial dan
penanggulangan kemiskinan.
Misi ke 8: Pengelolaan Pemerintahan yang Bersih, Efektif, dan Terpercaya
Berdasarkan Misi tersebut maka Ditjen Pemberdayaan Sosial melakukan upaya
upaya:
1. Mewujudkan reformasi birokrasi
2. Mewujudkan kualitas pelayanan publik dan perluasan jangkauan pelayanan
sosial
Misi ke 9: Sinergi Pemerintah Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan
Berdasarkan Misi tersebut maka Ditjen Pemberdayaan Sosial melakukan upaya-
upaya:
1. Mengoptimalkan layanan kepada PPKS melalui Pusat Kesejahteraan Sosial.
2. Mengoptimalkan potensi partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
| 31
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
2.3 Tujuan
Dalam rencana strategis tahun 2020-2024 Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
telah menetapkan tujuan organisasi yang ingin dicapai dalam rangka mendukung
tercapainya tujuan akhir Kementerian Sosial yakni:
1. Meningkatkan Kemandirian sosial ekonomi keluarga miskin dan rentan;
2. Meningkatkan kapasitas SDM dan kelembagaan sosial dan kelembagaan sosial
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
3. Meningkatkan penyelenggaraan layanan terpadu penanggulangan kemiskinan;
4. Mewujudkan kualitas layanan dukungan manajemen organisasi yang akuntabel.
2.4 Sasaran
Untuk mengetahui ketercapaian tujuan dari program pemberdayaan sosial, maka
perlu pencapaian sejumlah sasaran program (SP) yang menggambarkan kondisi
yang akan dicapai pada tahun 2024. Masing-masing tujuan program memiliki
sasaran program yang pengukurannya melalui Indikator Kinerja Program (IKP). IKP
ini digunakan untuk mengkonfirmasi tujuan yang akan dicapai pada masa depan
(tahun 2024). Berikut adalah sasaran program dan indikator kinerja program
pemberdayaan sosial:
Tabel 1: Sasaran Program 1
Kode Sasaran Program Kode Indikator Kinerja Program
Tujuan 1 : Meningkatkan Kemandirian sosial ekonomi keluarga miskin dan rentan
SP1 Meningkatnya kemandirian sosial ekonomi keluarga miskin dan rentan
IKP1.1 Persentase (%) Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang meningkat kepemilikan aset produktifnya
IKP1.2 Persentase (%) Warga KAT yang meningkat kemandiriannya dalam mengakses pelayanan sosial dasar
IKP1.3 Persentase (%) Pemanfaatan Hibah Langsung dalam Negeri untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial
Dalam rangka mencapai tujuan program yang pertama meningkatkan
kemandirian sosial ekonomi penduduk miskin dan rentan, ditetapkan satu
sasaran dari program pemberdayaan sosial yakni meningkatnya kemandirian
keluarga miskin dan rentan. Capaian sasaran program ini diukur menggunakan 3
(tiga) indikator kinerja program antara lain persentase KPM yang meningkat
kepemilikan aset produktifnya. Yang dimaksud dengan aset produktif disini
adalah modal atau pendanaan, keterampilan mengelola usaha dan jaring
| 32
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
kemitraan; persentase warga KAT yang meningkat kemandiriannya dalam
mengakses pelayanan sosial dasar; dan persentase pemanfaatan Hibah
Langsung dalam Negeri untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Tabel 2 : Sasaran Program 2
Kode Sasaran Program Kode Indikator Kinerja Program
Tujuan 2 : Meningkatkan kapasitas SDM dan kelembagaan sosial
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
SP2 Meningkatnya kapasitas dan partisipasi PSKS perorangan dan lembaga dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial
IKP2.1 Indeks partisipasi sosial
IKP2.2 Persentase (%) Peningkatan Pihak-Pihak yang berperan serta dalam penanaman nilai Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial
Untuk meningkatkan kualitas pemberi layanan kesejahteraan sosial, ada 2
sasaran program yang akan dicapai yakni SP2 : meningkatnya kapasitas SDM dan
kelembagaan sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang diukur
menggunakan 2 (dua) indikator yakni indeks partisipasi sosial; dan persentase
(%) peningkatan pihak-pihak yang berperan serta dalam penanaman nilai-nilai
kepahlawanan, keperintisan, kesetiakawanan dan restorasi sosial.
Tabel 3 : Sasaran Program 3
Kode Sasaran Program Kode Indikator Kinerja Program
Tujuan 3 : Meningkatkan penyelenggaraan layanan terpadu penanggulangan kemiskinan
SP3 Meningkatnya penyelenggaraan layanan terpadu penanggulangan kemiskinan
IKP3 Persentase (%) daerah yang menyelenggarakan layanan terpadu penanggulangan kemiskinan
Sasaran program ketiga SP3 : meningkatnya penyelenggaraan pengendalian
layanan terpadu penanggulangan kemiskinan yang akan diukur dengan indikator
kinerja persentase (%) daerah yang menyelenggarakan layanan terpadu
penanggulangan kemiskinan.
| 33
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
Tabel 4 : Sasaran Program 4
Kode Sasaran Program Kode Indikator Kinerja Program
Tujuan 4: Mewujudkan kualitas layanan dukungan manajemen organisasi yang akuntabel
SP4 Meningkatnya kualitas layanan dukungan manajemen organisasi
IKP4.1 Persentase (%) layanan dukungan manajemen teknis yang akuntabel
Untuk mewujudkan kualitas layanan dukungan manajemen organisasi yang
akuntabel maka ditetapkan sasaran yang akan dicapai adalah meningkatnya
kualitas dukungan manajemen organisasi. Capaian sasaran program ini akan
diukur menggunakan indikator persentase (%) layanan dukungan manajemen
teknis yang akuntabel.
Berdasarkan tujuan, sasaran dan indikator kinerja program, maka peta tujuan dan sasaran program Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial periode 2020-2024 sebagai berikut:
Gambar 8 : Peta Tujuan dan Sasaran Program 2020-2024
| 34
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
BAB III
Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan
3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 merupakan
tahapan terakhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
2005-2025 sehingga sangat mempengaruhi pencapaian target pembangunan dalam
RPJPN. Sesuai dengan RPJPN 2005-2025, sasaran pembangunan jangka menengah
2020-2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan
makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan
terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan
kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh sumber daya manusia yang
berkualitas dan berdaya saing.
Terdapat empat pilar RPJMN ke IV tahun 2020-2024 yang merupakan amanat RPJPN
2005-2025 untuk mencapai tujuan utama rencana pembangunan nasional periode
terakhir. Keempat pilar tersebut diterjemahkan dalam 7 agenda pembangunan yang
mencakup Program Prioritas, Kegiatan Prioritas, dan Proyek Prioritas.
Gambar 9 : Empat Pilar RPJMN 2020-2024
Terdapat 7 Agenda Pembangunan RPJMN IV 2020-2024:
1. Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas;
2. Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan;
3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan Berdaya Saing;
4. Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan;
5. Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan
Pelayanan Dasar;
6. Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan
Perubahan Iklim;
7. Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik.
Dari tujuh agenda tersebut, Kementerian Sosial mendukung agenda nomor 2, nomor
3, nomor 4, nomor 6 dan nomor 7.
| 35
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Sosial
Arah kebijakan dan strategi Kementerian Sosial tahun 2020-2024 disusun dalam
bentuk program indikatif yang dirancang untuk memecahkan permasalahan penting
dan mendesak. Program-program tersebut disusun untuk memiliki dampak yang
besar terhadap pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Kementerian
Sosial pada periode 2020-2024. Program-program tersebut juga mencakup kegiatan-
kegiatan prioritas dalam RPJMN sesuai dengan bidang terkait. Arah kebijakan
Kementerian Sosial adalah penjabaran urusan pemerintahan dan/atau prioritas
pembangunan sesuai dengan visi dan misi Presiden yang mencerminkan bidang
urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial. Berikut
adalah arah kebijakan dan strategi Kementerian Sosial periode 2020-2024:
1. Meningkatnya kemandirian sosial ekonomi penduduk miskin dan rentan melalui:
a) Peningkatan kemampuan penduduk miskin dan rentan dalam pemenuhan
kebutuhan dasar; b) Peningkatan keberfungsian sosial penduduk miskin dan
rentan; dan c) Peningkatan kemandirian sosial ekonomi keluarga miskin dan
rentan
2. Meningkatnya Kualitas Pemberi Layanan Kesejahteraan Sosial melalui
peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan sosial dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial
3. Meningkatnya Kualitas Data Kesejahteraan Sosial melalui penguatan skema
layanan dan pendataan terpadu
4. Meningkatnya Kualitas Tata Kelola Kementerian Sosial yang Transparan dan
Akuntabel dengan Melibatkan Publik;
Dari keempat arah kebijakan dan strategi Kementerian Sosial tersebut, Direktorat
Jenderal Pemberdayaan Sosial menjalankan kebijakan nomor 1 dan
mengembangkan strategi butir c serta menjalankan kebijakan dan strategi nomor
2.
3.3 Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
Pelaksanaan kebijakan dan strategi pemberdayaan sosial 2020-2024 mengarah
pada kebijakan dan strategi Kementerian Sosial. Arah kebijakan dan strategi
pemberdayaan sosial 2020-2024 adalah:
1. Meningkatkan kemandirian sosial ekonomi keluarga miskin dan rentan melalui:
a) Peningkatan jumlah KPM yang memiliki aset produktif. Aset produktif yang
dimiliki KPM antara lain dana/keuangan dan keterampilan mengelola usaha.
Meskipun jenis usaha KPM PKH graduasi ini tergolong sangat kecil/ultra
namun tetap membutuhkan skill yang tepat dalam mengelolanya. Selain
pendanaan dan keuangan, kelompok wirausaha sosial juga perlu mendapat
dukungan jejaring/mitra yang luas untuk akses pemasaran usahanya. Hal ini
memerlukan intervensi dari para pendamping maupun profesional serta
lembaga yang kompeten untuk mengembangkan usaha KPM melalui:
(i) pelatihan dan pembinaan bagi KPM terkait manajemen keuangan
keluarga, perencanaan usaha dan keterampilan teknis lainnya;
| 36
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
(ii) fasilitasi akses pendanaan usaha dengan cara penguatan jejaring kerja
dan permodalan melalui pembiayaan UMi dan KUR maupun lembaga
keuangan mikro lainnya;
(iii) menyusun dan mengembangkan modul/panduan berwirausaha dari
tahap awal sampai tahap pemasaran untuk skala usaha kecil.
(iv) meningkatkan kapasitas pilar-pilar sosial (TKSK, Karang Taruna, PSM
LKS) sebagai pendamping wirausaha sosial
(v) Penguatan Kerjasama dengan kementerian / lembaga terkait.
b) Peningkatan kemandirian dan kualitas hidup warga KAT dalam pemenuhan
kebutuhan dasar. Pemberdayaan terhadap warga KAT dilakukan secara
komprehensif, holistik, integral, dan berkesinambungan tanpa
menghilangkan kearifan lokal dan ciri khas komunitas tersebut. Selain itu,
pola pemberdayaan KAT senantiasa di reviu untuk memantau signifikansi
keberhasilan pemberdayaan KAT.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemandirian warga KAT
mencakup:
(i) Pemenuhan kebutuhan dasar melalui pemberian bantuan sosial
ekonomi, jaminan hidup, pemukiman dan sarana prasarana lingkungan
sosial.
(ii) Peningkatan pengetahuan, kesehatan, memelihara kearifan lokal dan
pemenuhan hak-hak sipil warga KAT dengan memberikan akses seperti
NIK dalam bentuk KTP atau KK. Upaya ini tentunya memerlukan
koordinasi dengan instansi terkait sesuai wilayah pemberdayaan.
Sebagaimana dipersyaratkan untuk bisa mengakses program-program
perlindungan sosial maka diperlukan dokumen kependudukan (KTP/KK)
yang valid dan teregistraasi pada data terpadu kesejahteraan sosial
(DTKS).
(iii) Penguatan peran stakeholders untuk ikut berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pemberdayaan di lokasi KAT.
c) Pemanfaatan dana Hibah Langsung Dalam Negeri yang bersumber dari
penyelenggaraan Undian Gratis Berhadiah dan sebagai salah satu sumber
pendanaan penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
2. Meningkatkan kapasitas PSKS Perorangan dan Lembaga dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial melalui :
a) Peningkatan kapasitas PSKS perorangan dilaksanakan dengan cara antara
lain pemberian bimbingan teknis dan manajerial, bantuan operasional, dan
atau sarana dan prasarana serta advokasi.
b) Pelibatan PSKS dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial termasuk
penanaman nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kesetiakawanan
sosial;
c) Peningkatan kontribusi penyelenggara UGB dan PUB dalam penyediaan
sumber dana bantuan sosial
d) Penguatan peran PSKS perorangan dan lembaga sesuai tugas dan tanggung
jawab di masyarakat sebagaimana perannya sebagai pilar-pilar sosial, maka
PSKS perorangan dan lembaga akan berhadapan dengan berbagai
program/kegiatan baru sebagai bagian dari perlindungan sosial dan
| 37
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, PSKS perorangan dan
lembaga harus dipersiapkan untuk kondisi tersebut. Selain itu, perlu
dipersiapkan pula sistem insentif kepada PSKS perorangan dan alokasi dana
operasional bagi PSKS lembaga sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan
atas kerja keras mereka melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya di
tengah masyarakat.
e) Pendataan PSKS secara berkala dan terpusat dengan memanfaatkan
teknologi digital untuk mengembangkan sistem pendataan.
f) Penguatan kerjasama dengan jaring kemitraan seperti Perguruan
Tinggi/Universitas, lembaga perbankan, lembaga keuangan, maupun
lembaga sosial untuk saling bersinergi dalam program pemberdayaan sosial
dan berbagai kegiatan yang dilakukan sebagai rangkaian penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
g) Peningkatan pihak-pihak yang berperan serta dalam penanaman Nilai
Kepahlawanan dan Keperintisan, Nilai Kesetiakawanan Sosial dan Restorasi
Sosial.
3. Meningkatkan penyelenggaraan pengendalian layanan terpadu penanggulangan
kemiskinan melalui:
a) Peningkatan partisipasi kabupaten/kota dalam rangka penumbuhan dan
pembentukan SLRT;
b) Peningkatan partisipasi desa/kelurahan dalam rangka penumbuhan dan
pengembangan Puskesos;
c) Peningkatan sosialisasi secara masif di berbagai media terkait manfaat dan
peran serta fungsi SLRT maupun Puskesos dalam masyarakat;
d) Perluasan peran SLRT dan Puskesos dalam pelaksanaan program-program
perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan termasuk program
terkait rehabilitasi sosial.
4. Meningkatkan kualitas layanan dukungan manajemen organisasi melalui:
a) Peningkatan capaian nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran;
b) Peningkatan nilai Sistem Monitoring dan Evaluasi Kinerja Terpadu (SMART);
c) Peningkatan nilai SAKIP;
d) Peningkatan nilai Reformasi Birokrasi;
e) Peningkatan kualitas tata kelola dukungan manajemen
3.4 Kerangka Regulasi
Dalam rangka melaksanakan arah kebijakan dan strategi program pemberdayaan
sosial tahun 2020-2024, diperlukan kerangka regulasi untuk mendukung
penyelenggaraan sosial melalui pemberdayaan sosial. Kebutuhan Regulasi bidang
Pemberdayaan Sosial mencakup Rancangan Undang-Undang dan Peraturan Menteri
Sosial.
a. Rancangan Undang-Undang yang dibutuhkan:
1) Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Masyarakat;
2) RUU Undian (revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian)
b. Peraturan Menteri Sosial yang dibutuhkan yakni:
1) Simplifikasi Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Hasil Pengumpulan Sumbangan Masyarakat dari
| 38
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
Penyelenggaraan Undian Gratis Berhadiah Dalam Bentuk Uang dan
Peraturan Menteri Sosial Nomor 23 Tahun 2019 Pengelolaan Barang Hadiah
Tidak Tertebak dan/atau Hadiah Tidak Diambil Pemenang atas
Penyelenggaraan Undian Gratis Berhadiah, dan Peraturan Menteri Sosial
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Undian
Gratis Berhadiah serta Peraturan Menteri Sosial Nomor 6 Tahun 2017
tentang Agensi Penyelenggaraan Undian Gratis Berhadiah.
2) Simplifikasi Peraturan Menteri Sosial 12 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan
Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial
Terhadap Komunitas Adat Terpencilndan Peraturan Menteri Sosial 09 Tahun
2012 tentang Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
3) Simplifikasi Peraturan Menteri Sosial Nomor 22 Tahun 2017 tentang
Restorasi Sosial dengan Peraturan Menteri Sosial Nomor 10 Tahun 2015
tentang Pedoman Penyelenggaraan Penguatan Kesetiakawanan Sosial
4) Peraturan Menteri Sosial Nomor 11 Tahun 2015 Standar Operasional
Prosedur Pelayanan Izin Undian Gratis Berhadiah Dan Pengumpulan Uang
Atau Barang Dengan Sistem Online, Peraturan Menteri Sosial Nomor 22
Tahun 2015, dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Undian Gratis Berhadiah (Permensos ini tidak perlu
disimplifikasikan tetapi direvisi apabila telah ada perubahan mekanisme
penggunaan aplikasi SIMPPSDBS online.
5) Penyusunan draf Permensos tentang Penyelenggaraan Pengumpulan
Sumbangan Masyarakat dengan mencabut Kepmensos 1/HUK/1995 dan
Kepmensos 56/HUK/1996 karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan
zaman.
6) Penyusunan Rancangan Permensos tentang Kewirausahaan Sosial dan Modal
Usaha Keluarga Penerima Manfaat (KPM)
7) Revisi Permensos tentang Tata Cara dan Syarat Pemberian Rekomendasi
Terhadap Badan Sosial Untuk Dapat Memperoleh Hak Milik Atas Tanah.
8) Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Sosial tentang Pusat
Kesejahteraan Sosial.
c. Keputusan Menteri Sosial yang dibutuhkan:
Simplifikasi Keputusan Menteri Sosial Nomor 12/HUK/1996 tentang Prosedur
Permohonan Penetapan Sebagai Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan
dengan Keputusan Menteri Sosial Nomor 53/HUK/1998 tentang Ketentuan-
Ketentuan Mengenai Penetapan Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan
Indonesia dan Keputusan Menteri Sosial Nomor 55/HUK/1998 tentang
Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan Dengan
Upacara Resmi
3.5 Kerangka Kelembagaan
Kerangka kelembagaan merupakan salah satu delivery mechanism dalam rangka
optimalisasi dan percepatan pencapaian sasaran pembangunan. Kerangka
kelembagaan merupakan perangkat kementerian/lembaga yang digunakan untuk
mencapai visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan
sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga dengan berpedoman pada
| 39
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
RPJM Nasional. Kerangka kelembagaan terdiri dari aspek fungsi dan struktur
organisasi, ketatalaksanaan dan pengelolaan Aparatur Sipil Negara.
Berdasarkan Perpres Nomor 46 tahun 2015 tentang Kementerian Sosial, telah
dilakukan penataan unit organisasi eselon I yang ditetapkan melalui Peraturan
Menteri Sosial Nomor 20/HUK/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Sosial. Sesuai dengan peraturan tersebut, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang pemberdayaan sosial sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam
pelaksanaan tugasnya, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial menyelenggarakan
fungsi:
1. Perumusan kebijakan di bidang pemberdayaan sosial seseorang, keluarga,
kelompok dan masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial, dan
lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya
kesejahteraan sosial, serta komunitas adat terpencil;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan sosial seseorang, keluarga,
kelompok dan masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial, dan
lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya
kesejahteraan sosial, serta komunitas adat terpencil;
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pemberdayaan
sosial seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat yang mengalami masalah
kesejahteraan sosial, dan lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan
sumber daya kesejahteraan sosial, serta komunitas adat terpencil;
4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pemberdayaan sosial
seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat yang mengalami masalah
kesejahteraan sosial, dan lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan
sumber daya kesejahteraan sosial, serta komunitas adat terpencil;
5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pemberdayaan sosial seseorang,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan
sosial, dan lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya
kesejahteraan sosial, serta komunitas adat terpencil;
6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial; dan
7. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, dilaksanakan oleh unit kerja sebagai
berikut:
1. Sekretariat Direktorat Jenderal;
2. Direktorat Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga dan Kelembagaan
Masyarakat;
3. Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil;
4. Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial;
5. Direktorat Pengelolaan Sumber Dana Bantuan Sosial.
| 40
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
Gambar 10 : Struktur Organisasi Ditjen Pemberdayaan Sosial
| 41
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
BAB IV
Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan
4.1 Target Kinerja
Untuk mencapai sasaran program maupun sasaran kegiatan organisasi maka perlu
ditetapkan target kinerja per tahun yang akan dievaluasi keberhasilan
pencapaiannya dan akan menjadi tolak ukur prestasi kerja organisasi. Satuan target
kinerja dapat berupa persentase (%), nilai indeks, jumlah kuantitas, maupun
interval skala yang disesuaikan dengan indikator kinerja sebagai alat ukur
ketercapaian sasaran program atau kegiatan
4.1.1 Indikator Kinerja
a. Indikator Kinerja Program (IKP)
Sasaran Strategis yang telah ditetapkan merupakan kondisi yang akan dicapai
secara nyata yang mencerminkan pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya
hasil (outcome/impact) dari satu atau beberapa program.
Penyusunan dan pengukuran kinerja Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
pada RPJMN 2020-2024 menggunakan konsep Logical Framework Analysis
(LFA) yang memastikan konsistensi dan kesinambungan antara input, process,
output, outcome dan impact. LFA digunakan untuk memastikan adanya
kesesuaian dampak yang ditimbulkan oleh program/kegiatan terhadap
tujuan/misi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial yang terjadi dalam
hubungan yang bersifat kausal.
LFA membantu mengarahkan proses perencanaan dan pelaksanaan
program/kegiatan agar tetap fokus untuk menghasilkan dampak yang
mendukung pencapaian tujuan/misi di tingkat Direktorat Jenderal
Pemberdayaan sosial hingga ke tingkat yang lebih tinggi.
Tabel 5 : Indikator Kinerja Program Pemberdayaan Sosial
Indikator Kinerja Program 2020 2021 2022 2023 2024
SP1. Meningkatnya kemandirian sosial-ekonomi keluarga miskin dan rentan
IKP1.1 Persentase (%) KPM yang
meningkat kepemilikan aset produktifnya
4,18 % 4,36 % 4,56 % 4,77 % 5,01 %
IKP1.2 Persentase (%) warga KAT yang meningkat kemandiriannya dalam mengakses pelayanan sosial dasar
100% 100% 100% 100% 100%
IKP1.3 Persentase (%) Pemanfaatan Hibah Langsung Dalam Negeri untuk Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
100% 100% 100% 100% 100%
SP2. Meningkatnya kapasitas dan partisipasi PSKS perorangan dan lembaga dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial
IKP2.1 Indeks Partisipasi Sosial 0,682 0,684 0,686 0,688 0,70
| 42
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
IKP2.2 Persentase (%) Peningkatan
Pihak-Pihak yang berperan serta dalam Penanaman Nilai Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial
1%
1%
1%
1%
1%
SP3. Meningkatnya penyelenggaraan layanan terpadu penanggulangan kemiskinan
IKP3 Persentase (%) daerah yang menyelenggarakan layanan terpadu penanggulangan kemiskinan
56% 68% 80% 91% 100%
SP4. Meningkatnya kualitas layanan dukungan manajemen organisasi
IKP4.1 Persentase (%) layanan dukungan manajemen teknis yang akuntabel
100%
100%
100%
100%
100%
b. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)
Indikator Kinerja Kegiatan merupakan alat ukur yang mengindikasikan
keberhasilan pencapaian keluaran (output) dari suatu kegiatan. Indikator
Kinerja Kegiatan telah ditetapkan secara spesifik untuk mengukur pencapaian
kinerja berkaitan dengan sasaran kegiatan (output). Indikator Kinerja
Kegiatan dalam Struktur Manajemen Kinerja di Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial merupakan sasaran kinerja kegiatan yang secara
akuntabilitas berkaitan dengan unit kerja Eselon II.
Tabel 6 : Indikator Kinerja Kegiatan Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga dan Kelembagaan Masyarakat
Indikator Kinerja Kegiatan 2020 2021 2022 2023 2024
1. Meningkatnya kepemilikan aset produktif bagi keluarga miskin dan rentan
a. Persentase (%) keluarga penerima manfaat yang mengakses pendanaan dan keterampilan pengelolaan usaha serta pendampingan sosial ekonomi
4.18% 4.36%
4.56%
4.78%
5.01%
b. Persentase (%) keluarga penerima manfaat yang mendapatkan dukungan mitra usaha
4% 7% 9% 11% 15%
2. Meningkatnya peran aktif PSKS perorangan dan lembaga dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial a. Persentase (%) PSKS Perorangan (TKSK,
PSM dan Peksos) yang berperan aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial
75% 80% 85% 90% 100%
b. Persentase (%) PSKS lembaga (Karang Taruna, Lembaga Konsultasi dan Peduli Keluarga, forum CSR Kesos dan LKS) yang berperan aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial
80% 85% 90% 95% 100%
| 43
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
3. Meningkatnya partisipasi daerah untuk melaksanakan sistem layanan
terpadu satu pintu dan Pusat Kesejahteraan Sosial a. Persentase Kab/Kota yang
menyelenggarakan SLRT 56,4% 68,1% 79,8% 91,4% 100%
b. Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan Puskesos
0.60% 0.74% 0.89% 1.03% 1.14%
Tabel 7 : Indikator Kinerja Kegiatan Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan
dan Restorasi Sosial
Indikator Kinerja 2020 2021 2022 2023 2024
1. Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam pelestarian nilai
kepahlawanan, keperintisan, kesetiakawanan dan restorasi sosial a. Persentase peningkatan pihak-pihak
yang berperan serta dalam penanaman nilai kepahlawanan dan keperintisan
1% 1% 1% 1% 1%
b. Persentase peningkatan pihak-pihak yang berperan serta dalam nilai kesetiakawanan sosial
1% 1% 1% 1% 1%
c. Persentase peningkatan pihak-pihak yang terlibat dalam restorasi sosial
1% 1% 1% 1% 1%
Tabel 8: Indikator Kinerja Kegiatan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Indikator Kinerja 2020 2021 2022 2023 2024
1. Meningkatnya kemandirian warga KAT dalam pemenuhan pelayanan sosial
dasar a. Persentase (%) peningkatan warga
KAT yang memperoleh akses pemenuhan hak-hak sipil
100% 100% 100% 100% 100%
b. Persentase (%) peningkatan warga KAT yang dapat mengakses kebutuhan dasar
100% 100% 100% 100% 100%
Tabel 9: Indikator Kinerja Kegiatan Pengelolaan Sumber Dana Bantuan Sosial
Indikator Kinerja 2020 2021 2022 2023 2024
1. Meningkatnya kualitas pengelolaan sumber dana bantuan sosial untuk
masyarakat dan Pemanfaatan HLDN untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial
a. Persentase (%) penyelenggaraan UGB/PUB yang tertib aturan
100% 100% 100% 100% 100%
b. Persentase (%) pemanfaatan Hibah Langsung Dalam Negeri untuk penyelenggaraan kesos
100% 100% 100% 100% 100%
Tabel 10: Indikator Kinerja Kegiatan Dukungan Manajamen dan dukungan teknis
lainnya
Indikator Kinerja 2020 2021 2022 2023 2024
1. Meningkatnya tata Kelola Ditjen Pemberdayaan Sosial yang baik dengan kualitas layanan dan dukungan yang tinggi
a. Persentase (%) tata Kelola dukungan manajemen berkualitas
100% 100% 100% 100% 100%
| 44
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
4.1.2 Pohon Kinerja
Pohon kinerja dibuat berdasarkan sasaran program dan sasaran kegiatan yang
ingin dicapai serta penetapan indikator beserta target-target yang direncanakan,
oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dalam kurun waktu 5 tahun (2020-
2024). Dengan adanya pohon kinerja maka akan memudahkan reviu kinerja dalam
setiap tahapan evaluasi. Berikut pohon kinerja Direktorat Jenderal Pemberdayaan
Sosial periode 2020-2024:
| 45
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
Gambar 11 : Pohon Kinerja Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
| 46
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
4.2 Kerangka Pendanaan
Untuk melaksanakan arah kebijakan, strategi, dan program pemberdayaan sosial
dalam upaya mencapai tujuan dan target yang telah ditetapkan, dibutuhkan
dukungan kerangka pendanaan yang memadai. Pendanaan pembangunan
bersumber dari pemerintah (APBN dan APBD, Dana Alokasi Khusus/DAK), swasta,
perbankan dan non perbankan, serta masyarakat.
Pendanaan APBN difokuskan untuk kegiatan yang menjadi kewenangan pusat.
Untuk optimalisasi pencapaian hasil akan dilakukan penguatan sinergi pendanaan
dengan Kementerian/Lembaga terkait serta sinergi dengan APBD dan juga dunia
usaha. Secara terinci kerangka pendanaan menurut program dan kegiatan
sebagaimana pada Lampiran 1.
Tabel 11 : Perkiraan Kebutuhan Anggaran Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
Tahun 2020 s.d 2024 (ribu rupiah)
No Kegiatan 2020 2021 2022 2023 2024 Total
1 Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan
Restorasi Sosial
48.861.908 54.285.200 60.098.375 66.264.210 66.264.210 295.773.903
2 Pemberdayaan Sosial
Perorangan, Keluarga dan Kelembagaan
Masyarakat
162.685.800 167.233.513 171.388.103 174.640.103 174.640.103 850.587.622
3 Pemberdayaan
Komunitas Adat Terpencil
108.361.300 190.000.000 242.560.000 298.200.000 298.200.000 1.137.321.300
4 Pengelolaan Sumber Dana Bantuan Sosial
20.971.359 22.314.025 22.315.025 22.315.025 22.315.025 110.230.459
5 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
50.819.407 57.864.807 64.864.807 71.864.807 71.864.807 317.278.635
Total 391.699.774 491.697.545 561.226.310 633.284.145 633.284.145 2.711.191.919
| 47
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial 2020-2024
BAB V Penutup
Rencana Strategis (RENSTRA) Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial tahun 2020-2024
merupakan penjabaran dari visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial dalam mendukung agenda pembangunan nasional (Nawa Cita).
Dokumen ini menjadi pedoman bagi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dalam
mewujudkan visi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial “Mewujudkan Masyarakat
yang Berdaya dan Mandiri untuk mendukung visi Kementerian Sosial yang andal,
profesional, dan inovatif, serta berintegrasi” selama lima tahun ke depan. Dokumen ini
juga menjadi acuan di dalam penyusunan RENSTRA Unit Eselon II dan menjadi
pedoman bagi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dalam menyusun Rencana
Kerja (RENJA) tahunan.
Keberhasilan dalam mewujudkan visi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
dilaksanakan melalui 4 (empat) tujuan, yaitu: (1) Meningkatkan Kemandirian sosial
ekonomi keluarga miskin dan rentan; (2) Meningkatkan kapasitas SDM dan kelembagaan
sosial dan kelembagaan sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial; (3)
Meningkatkan penyelenggaraan layanan terpadu penanggulangan kemiskinan; dan (4)
Mewujudkan kualitas layanan dukungan manajemen organisasi yang akuntabel.
Pencapaian tujuan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial ini dilaksanakan melalui
serangkaian arah kebijakan dan strategi dengan menjunjung nilai-nilai integritas dan
profesionalisme dalam bekerja. Sehubungan dengan hal itu, komitmen seluruh Unit
Kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial sangat dibutuhkan
dengan mendorong setiap pimpinan untuk mempelajari dan menjabarkannya ke
dalam satuan sistem perencanaan di lingkungan unit kerjanya. Keberhasilan
pelaksanaan program pemberdayaan sosial tidak hanya ditentukan oleh dokumen
Renstra yang baik, tetapi juga pelaksanaan dokumen Renstra dan dukungan dari
stakeholder terkait.
Apabila di kemudian hari diperlukan adanya perubahan pada Rencana Strategis Direktorat
Jenderal Pemberdayaan Sosial tahun 2020-2024, maka akan dilakukan reviu untuk
penyempurnaan sebagaimana mestinya.
2020 2021 2022 2023 2024 2020 2021 2022 2023 2024
Sasaran Strategis 1
Meningkatnya Partisipasi dan
Peran Pemerintah Pusat dan
Daerah dalam Penyelenggaraan
Kesos
Indikator Sasaran
Strategis 1
Persentase
Kementerian/Lembaga/Daerah
yang Menyelenggarakan Layanan
terpadu Penanggulangan
Kemiskinan
Sasaran Strategis 2
Meningkatnya Kemampuan dan
Kemandirian Sosial ekonomi
Penduduk Miskin dan Rentan
Indikator Sasaran
Strategis 2
Persentase Keluarga Min dan
Rentan yang Meningkat
Kemandirian Ekonominya
Sasaran Program 1
Meningkatnya Penyelenggaraan
Layanan Terpadu
Penanggulangan Kemisknan
74.316.313 74.510.000 74.730.000 74.940.000 75.230.000
Indikator Sasaran
Program 1
Persentase Daerah yang
Menyelenggarakan Layanan
Terpadu Penanggulangan
Kemiskinan
56% (140 Kab
Penumbuhan)
68% (60 Kab
Penumbuhan)
79% (60 Kab
Penumbuhan)
91% (60 Kab
Penumbuhan)
100% (44 Kab
Penumbuhan)74.316.313 74.510.000 74.730.000 74.940.000 75.230.000
Dit. PSPKKM
Sasaran Program 2
Meningkatnya Kemandirian Sosial-
Ekonomi Keluarga Miskin dan
Rentan
127.454.097 196.220.713 257.485.303 322.206.303 386.720.000
Indikator Sasaran
Program
Persentase KPM yang Meningkat
Kepemilikan Aset Produktifnya
4.2%
(1144 KPM)
4.36%
(1144 KPM)
4.56%
(1144 KPM)
4.77%
(1144 KPM)
5.01%
(1144 KPM)6.400.410 6.590.410 6.600.000 6.630.000 6.700.000
Indikator Sasaran
Program
Persentase Warga KAT yang
Meningkat Kemandiriannya
dalam Mengakses Pelayanan
Sosial Dasar
100% 100% 100% 100% 100% 111.136.400 179.500.000 240.680.000 305.300.000 368.800.000
Dit. PKAT
MATRIKS KINERJA TARGET DAN PENDANAAN
DIREKTORAT JENDERAL PEMBERDAYAAN SOSIAL
TAHUN 2020-2024
Unit
Organisasi
Pelaksana
Kementerian Sosial
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
Program/Kegiatan
Sasaran Program (Outcome)
Sasaran Kegiatan (Output)
Indikator
Lokasi
Target Alokasi (Dalam Juta Rupiah)
BIRO PERENCANAAN
Indikator Sasaran
Program
Peningkatan Partisipasi
Perorangan dan lembaga Sebagai
Potensi dan Sumber Daya Sosial
(Indeks Partisipasi Sosial)0,7 0,702 0,706 0,71 0,72 9.917.287 10.130.303 10.205.303 10.276.303 11.220.000
Dit. PSPKKM
Sasaran Kegiatan 1
Meningkatnya partisipasi daerah
untuk melaksanakan sistem
layanan terpadu satu pintu dan
Pusat Kesejahteraan Sosial
74.316.313 74.510.000 74.730.000 74.940.000 75.230.000
Indikator Sasaran
Kegiatan
Persentase Kab/Kota yang
menyelenggarakan SLRT 56% 70% 80% 84% 94% 67.782.243 67.980.000 68.185.000 68.380.000 68.360.000
Indikator Sasaran
Kegiatan
Persentase Desa/Kel yang
melaksanakan Puskesos 0,70% 0,86% 0,98% 1,04% 1,20% 6.534.070 6.530.000 6.545.000 6.560.000 6.870.000
Sasaran Kegiatan 2
Meningkatnya kepemilikan aset
produktif bagi keluarga min dan
rentan 6.400.410 6.590.410 6.600.000 6.630.000 6.700.000
Indikator Sasaran
Kegiatan
Persentase keluarga penerima
manfaat yang mengakses
pendanaan dan keterampilan
pengelolaan usaha serta
4.2%
(1144 KPM)
4.4%
(1144 KPM)
4.6%
(1144 KPM)
4.8%
(1144 KPM)
5.0%
(1144 KPM)
Indikator Sasaran
Kegiatan
Persentase keluarga penerima
manfaat yang mendapatkan
dukungan mitra usaha4% 7% 9% 11% 15%
Sasaran Kegiatan 3
Meningkatnya peran aktif PSKS
perorangan dan lembaga dalam
penyelenggaraan kesejahteraan
sosial
9.917.287 10.130.303 10.205.303 10.276.303 11.220.000
Indikator Sasaran
Kegiatan 3.1.
Indeks partisipasi sosial PSKS
Perorangan (TKSK, PSM dan
Peksos)
3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 2.893.219 3.030.000 3.060.000 3.090.000 4.010.000
Indikator Sasaran
Kegiatan 3.2.
Indeks partisipasi sosial PSKS
lembaga (Karang Taruna,
Lembaga Pemberdayaan Peduli
Keluarga,forum CSR Kesos dan
LKS)
3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 7.024.068 7.100.303 7.145.303 7.186.303 7.210.000,00
Sasaran Kegiatan 1
Meningkatnya keterlibatan
masyarakat dalam pelestarian
nilai kepahlawanan, keperintisan,
kesetiakawanan dan restorasi
sosial
28.384.296 31.663.511 35.069.852 38.695.236 40.629.998
Dit. K2KRS
Direktorat Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga dan Kelembagaan Masyarakat
Dit. PSPKKM,
Subdit.
Lembaga
Kesejahteraan
Masyarakat
6.700.000
Dit. PSPKKM,
Subdit. Peksos
dan PSM,
Subdit. TKSK
dan Karang
Taruna
Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial
Dit. PSPKKM,
Subdit. Potensi
Dunia Usaha
6.400.410 6.590.410 6.600.000 6.630.000
Indikator Sasaran
Kegiatan 1.1
Persentase peningkatan pihak-
pihak yang berperan serta dalam
penanaman dan pendayagunaan
nilai kepahlawanan dan
keperintisan
1% 1% 1% 1% 1%
Subdit.
Pelestarian
Nilai-Nilai
Kepahlawanan
dan
Keperintisan,
Indikator Sasaran
Kegiatan 1.2.
Persentase peningkatan pihak-
pihak yang berperan serta dalam
pendayagunaan nilai
kesetiakawanan sosial
1% 1% 1% 1% 1%
Indikator Sasaran
Kegiatan 1.3.
Persentase peningkatan pihak-
pihak yang terlibat dalam
restorasi sosial1% 1% 1% 1% 1%
Sasaran Kegiatan 1
Meningkatnya kemandirian warga
KAT dalam pemenuhan pelayanan
sosial dasar111.136.400 179.500.000 240.680.000 305.300.000 368.800.000
Indikator Sasaran
Kegiatan 1.1.
Persentase peningkatan warga
KAT yang memperoleh
pemenuhan hak-hak sipil
23 Provinsi 100% 100% 100% 100% 100%
Indikator Sasaran
Kegiatan 1.2.
Persentase peningkatan warga
KAT yang dapat mengakses
kebutuhan dasar
23 Provinsi 100% 100% 100% 100% 100%
Sasaran Kegiatan 1
Meningkatnya kualitas
pengelolaan sumber dana
bantuan sosial untuk masyarakat
dalam penyelenggaraan kesos
34 Provinsi
21.170.334 23.000.000 25.000.000 26.000.000 26.000.000
Indikator Sasaran
Kegiatan 1.1.
Persentase penyelenggaraan
UGB/PUB yang tertib aturan
34 Provinsi100% 100% 100% 100% 100%
Indikator Sasaran
Kegiatan 1.2.
Persentase pemanfaatan Hibah
Langsung Dalam Negeri untuk
penyelenggaraan kesos
34 Provinsi
100% 100% 100% 100% 100%
28.384.296 31.663.511 35.069.852 38.695.236 40.629.998 Subdit.
Kesetiakawana
n dan Restorasi
Sosial
Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Direktorat
Pemberdayaan
KAT
111.136.400 179.500.000 240.680.000 305.300.000 368.800.000
Direktorat Pengelolaan Sumber Dana Bantuan Sosial
Dit. PSDBS
21.170.334 23.000.000 25.000.000 26.000.000 26.000.000