50
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TANGERANG SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN PERBEDAAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENILAIAN DALAM MENENTUKAN NILAI LIMIT PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KENDARAAN DINAS OPERASIONAL Diajukan oleh: RANDI IKHSAN NPM: 093050000825 Mahasiswa Program Diploma III Keuangan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Spesialisasi Pengurusan Piutang dan Lelang Negara Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Dinyatakan Lulus Program Diploma III Keuangan pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2012

2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

TANGERANG SELATAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

PERBEDAAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENILAIAN

DALAM MENENTUKAN NILAI LIMIT PENJUALAN BARANG

MILIK NEGARA BERUPA KENDARAAN DINAS

OPERASIONAL

Diajukan oleh:

RANDI IKHSAN

NPM: 093050000825

Mahasiswa Program Diploma III Keuangan

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Spesialisasi Pengurusan Piutang dan Lelang Negara

Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Dinyatakan Lulus Program Diploma III Keuangan

pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

2012

Page 2: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

ii

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

TANGERANG SELATAN

PERNYATAAN KEASLIAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

NAMA : RANDI IKHSAN

NOMOR POKOK MAHASISWA : 093050000825

DIPLOMA III KEUANGAN

SPESIALISASI : PENGURUSAN PIUTANG DAN

LELANG NEGARA

BIDANG LAPORAN PKL : PENILAIAN KEKAYAAN NEGARA

JUDUL LAPORAN PKL : PERBEDAAN IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN PENILAIAN DALAM

MENENTUKAN NILAI LIMIT

PENJUALAN BARANG MILIK

NEGARA BERUPA KENDARAAN

DINAS OERASIONAL

Dengan ini menyatakan bahwa sesungguhnya Laporan PKL ini adalah hasil

tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya

salin atau tiru tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya. Bila terbukti saya

melakukan tindakan plagiarisme saya siap dinyatakan tidak lulus.

Tangerang Selatan, Agustus 2012

Yang membuat pernyataan,

Randi Ikhsan

Page 3: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

iii

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

TANGERANG SELATAN

TANDA PERSETUJUAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

NAMA : RANDI IKHSAN

NOMOR POKOK MAHASISWA : 093050000825

DIPLOMA III KEUANGAN

SPESIALISASI : PENGURUSAN PIUTANG DAN

LELANG NEGARA

BIDANG LAPORAN PKL : PENILAIAN KEKAYAAN NEGARA

JUDUL LAPORAN PKL : PERBEDAAN IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN PENILAIAN DALAM

MENENTUKAN NILAI LIMIT

PENJUALAN BARANG MILIK

NEGARA BERUPA KENDARAAN

OPERASIONAL

Mengetahui

Kepala Bidang Akademis

Pendidikan Akuntan,

Dra. Lies Sunarmintyastuti, M.M.

NIP 195705201982022001

Menyetujui

Dosen Pembimbing,

Arvan Carlo Djohansjah, S.E., M.Si.

NIP 197408251995031002

Page 4: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

iv

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

TANGERANG SELATAN

PERNYATAAN LULUS DARI TIM PENILAI LAPORAN PKL

NAMA : RANDI IKHSAN

NOMOR POKOK MAHASISWA : 093050000825

DIPLOMA III KEUANGAN

SPESIALISASI : PENGURUSAN PIUTANG DAN

LELANG NEGARA

BIDANG LAPORAN PKL : PENILAIAN KEKAYAAN NEGARA

JUDUL LAPORAN PKL : PERBEDAAN IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN PENILAIAN DALAM

MENENTUKAN NILAI LIMIT

PENJUALAN BARANG MILIK

NEGARA BERUPA KENDARAAN

DINAS OPERASIONAL

Tangerang Selatan, Agustus 2012

1. ..........................................

Arvan Carlo Djohansjah, S.E., M.Si. Penilai I/Pembimbing

NIP 197408251995031002

2. ...........................................

Rohmat, S.E., Ak., M.Com. Penilai II

NIP 197511101995031001

Page 5: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

v

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaykum wr. wb.

Alhamdulillah, setelah sempat tersendat beberapa saat, akhirnya Laporan

Praktik Kerja Lapangan ini terselesaikan. Dengan mengingat selama lebih kurang tiga

tahun apa yang telah penulis lakukan di kampus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara,

Penulis bersyukur dan menghargai atas semua pelajaran, kepercayaan, kerjasama dan

kemurahan hati semua orang yang ada di sekitar Penulis.

Tujuan utama dari penyusunan Laporan PKL ini ialah dengan maksud

memenuhi sebagian dari persyaratan kelulusan Program Diploma III Keuangan

Spesialisasi PPLN Sekolah Tinggi Akuntansi Negara tahun akademik 2011/2012.

Adapun efek dari tujuan utama yang diharapkan oleh penulis dalam penulisan

Laporan PKL ini adalah sebagai salah satu bentuk bakti Penulis kepada kedua orang

tua Penulis yang sangat Penulis cintai dan sebagai bukti konkrit rasa terima kasih

Penulis kepada seluruh civitas academica Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, serta

sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban penulis kepada seluruh rakyat

Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu

dan pengalaman di kampus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

Tentu Laporan PKL yang disusun oleh Penulis ini sangat tidak sempurna.

Masih terdapat banyak kekurangan dibeberapa bagian, terlebih karena kurangnya

pengetahuan, pengalaman pun kurang bijaknya diri Penulis. Dalam penyusunannya,

Penulis hanya mencoba untuk objektif dengan menyimak beberapa pendapat dari

berbagai pihak yang berkaitan agar dapat melihat suatu polemik dari sudut pandang

Page 6: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

vi

yang berbeda. Karena Penulis meyakini bahwa kebenaran berdasarkan perspektif

tidak hanya satu macam, melainkan memiliki berbagai rupa yang bebas kita pilih

sendiri. Kemudian Penulis menarik benang merah lantas menguraikannya dalam

sebuah Laporan PKL, berharap apa yang telah Penulis lakukan benar di mata Tuhan

dan bermanfaat bagi siapapun yang memerhatikan Penulis. Regard

Tangerang Selatan, Agustus 2012

Penulis

Page 7: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN... ii

HALAMAN TANDA PERSETUJUAN LAPORAN PRAKTIK KERJA

LAPANGAN .................................................................................................... iii

PERNYATAAN LULUS DARI TIM PENILAI LAPORAN PRAKTIK KERJA

LAPANGAN ................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ...................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................. 1

B. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ........................................... 3

C. Metode Penelitian ......................................................................... 4

BAB II IDENTIFIKASI MASALAH

A. Perihal Penghapusan BMN Selain Tanah dan/atau Bangunan Dengan

Tindak Lanjut Penjualan ............................................................... 6

B. Penilaian BMN Selain Tanah dan/atau Bangunan Sebagai Bahan

Pertimbangan Nilai Limit Penjualan ............................................. 11

C. Nilai Limit Lelang....... ................................................................. . 14

BAB III PEMBAHASAN

A. Dilema Satuan Kerja......................................................................... 18

Page 8: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

viii

B. Perbedaan Kepentingan Dalam Penilaian ...................................... 23

C. Nilai Residu dan Nilai Pasar Lelang ............................................. 29

D. Polemik Surat dari Direktur Jenderal Kekayaan Negara ................ 32

E. Solusi yang Belum Final............................................................... 35

BAB IV KESIMPULAN ................................................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 41

LAMPIRAN

Page 9: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana telah diketahui, kegiatan Penilaian termasuk dalam ruang

lingkup pengelolaan Barang Milik Negara (BMN). Hal ini berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D yang telah diubah

menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D. Rangkaian

kegiatan pengelolaan BMN/D itu sendiri meliputi: pengelolaan perencanaan

kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan

dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan,

pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Definisi penilaian telah dijelaskan sebagaimana tertera pada Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 Pasal 1 angka 22 yaitu, penilaian adalah suatu

proses kegiatan yang dilakukan oleh Penilai untuk memberikan suatu opini nilai atas

suatu obyek penilaian pada saat tertentu dalam rangka pengelolaan BMN/D.

Pada BAB VIII Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2006 dinyatakan

bahwa penilaian BMN dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah

Page 10: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

2

pusat/daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan BMN. Untuk penilaian BMN

dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat/daerah dilakukan dengan

berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dan untuk penilaian BMN

selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan

dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang, pun juga dapat melibatkan

Penilai independen yang ditetapkan oleh Pengguna Barang. Penilaian tersebut

dimaksudkan untuk mendapatkan nilai wajar. Hasil penilaian tersebut kemudian

digunakan Pengguna Barang sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan nilai

limit BMN yang akan dijual dengan cara lelang.

Permasalahanya seringkali terjadi perbedaan persepsi mengenai penetapan

harga limit. Pada kendaraan dinas operasional, Satker menetapkan harga berdasarkan

hasil kali antara harga perolehan dengan persentase nilai sisa kendaraan dinas

operasional yang akan dihapuskan. Nilai sisa diperoleh dari rekomendasi Unit

Pelaksana Teknis Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan (Dishub)

yang terlebih dahulu melakukan survei atau cek fisik kendaraan dinas operasional

tersebut, sementara tim penilai DJKN c.q KPKNL menetapkan nilai berdasarkan nilai

wajar sebagaimana peruntukan dalam rangka penyusunan LKPP.

Kondisi tersebut terjadi karena perbedaan kepentingan dalam penilaian, dan

Penilai internal dari Pengguna atau Pengelola Barang belum memiliki persamaan

persepsi tentang standar nilai yang dipakai karena belum diatur secara tegas. Dalam

beberapa kasus, terjadi perbedaan yang cukup signifikan antara nilai wajar dengan

nilai limit lelang BMN yang akan dihapuskan kemudian dijual secara lelang. Nilai

limit yang ditetapkan acapkali lebih rendah dari nilai wajar yang ada pada Laporan

Page 11: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

3

Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Hal ini tentu saja indikasi yang dapat

menyebabkan kerugian negara dan menurunnya kualitas Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat.

Atas dasar pemikiran itulah penulisan Laporan PKL ini dibuat untuk

menyoroti dan melakukan kajian mengenai kebijakan penilaian serta perbedaan antara

nilai yang didapat dari hasil penilaian internal pengguna barang dengan nilai barang

yang tertera dalam neraca pemerintah untuk menetapkan harga limit lelang dalam

sebuah Laporan Praktik Kerja Lapangan dengan judul: “PERBEDAAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENILAIAN DALAM MENENTUKAN

NILAI LIMIT PENJUALAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA

KENDARAAN DINAS OPERASIONAL”.

B. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Seperti yang telah disebutkan pada halaman judul, Laporan PKL ini terfokus

pada Barang Milik Negara selain tanah dan/atau Bangunan berupa kendaraan dinas

operasional baik roda dua maupun roda empat atau lebih yang akan dihapuskan.

Dalam hal ini tindakan penghapusan yang dimaksud adalah dengan cara

dipindahtangankan melalui penjualan/lelang sesuai pasal 51 Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 2008.

Pembahasan utama pada tulisan ini terletak pada kebijakan dalam menentukan

nilai limit lelang dimana Satker selaku pemohon lelang/penjual barang memiliki

wewenang untuk menetapkan nilai limit. Untuk menetapkan nilai limit, Satker dapat

meminta rekomendasi dari Dishub atau penilaian dari Penilai internal DJKN c.q

KPKNL.

Page 12: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

4

Telah disampaikan sebelumnya bahwa, rekomendasi nilai kendaraan dari

Dishub dan Penilai internal DJKN c.q KPKNL di dapat dengan cara dan metode yang

berbeda sehingga ada kemungkinan nilai yang dihasilkan juga berbeda. Masalah

penilaian terhadap BMN akan dikaji menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan kendala-kendala dalam praktik penjualan. Pembahasan juga akan dilihat

dari beberapa sudut pandang, baik itu dari sudut pandang satker pemohon lelang,

Dishub, DJKN c.q. KPKNL, maupun Penilai eksternal dan/atau internal.

C. Metode Penelitian

Dalam menyusun dan menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan ini,

penulis menggunakan metode data kualitatif dimana pengumpulan data dilakukan

dengan beberapa cara sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, mempelajari dan

menelaah berbagai literatur yang tersedia terkait materi tulisan ini baik berupa buku,

artikel, makalah, jurnal, bahan dan/atau catatan selama kuliah, peraturan perundang-

undangan, dan tulisan ilmiah lainnya.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi Lapangan dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung di

lapangan ataupun di kantor terhadap objek penelitian, terutama mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Untuk mendapatkan

data dan fakta yang diperlukan, antara lain dilakukan dengan cara :

Page 13: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

5

1. Wawancara langsung kepada pihak-pihak yang terlibat dalam persoalan yang di

kaji. Wawancara kepada para narasumber dilakukan untuk mendapatkan komentar,

opini, maupun saran dan kritik dari berbagai perspektif dan ditulis secara satu-

kesatuan dalam pembahasan. Narasumber dianggap terlibat dan memiliki

kompetensi untuk menjawab pertanyaan penulis. Atas pertimbangan penulis dan

permintaan dari yang bersangkutan, identitas narasumber hanya ada pada penulis.

2. Observasi atau melakukan pengamatan langsung terhadap masalah terkait.

3. Pengumpulan data dan fakta untuk dasar anlisis dan penyelesaian masalah.

Data maupun fakta diperoleh dari Kantor Pusat DJKN, Kantor Wilayah

DJKN, KPKNL, atau dari instansi lain yang di anggap perlu.

Page 14: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

6

BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

A. Perihal Penghapusan BMN Selain Tanah dan/atau Bangunan Dengan Tindak

Lanjut Penjualan

Definisi penghapusan menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun

2008 adalah tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan menerbitkan surat

keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna dan/atau

Kuasa Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi

dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaanya. Ada dua jenis penghapusan

BMN yakni: penghapusan dari Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna dan

penghapusan. Secara keseluruhan beberapa bentuk penghapusan BMN antara lain:

penyerahan kepada Pengelola, alih status, pemindahtanganan, putusan pengadilan,

pemusnahan, dan sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar terjadi

(hilang, kecurian, terbakar, susut, kadaluarsa, cacat/rusak berat, terkena bencana alam

force majure dan lain-lain).

Telah disampaikan pada bab sebelumnya bahwa pembahasan Laporan PKL ini

difokuskan pada penghapusan BMN berupa kendaraan dinas operasional. Ada pun

Page 15: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

7

syarat untuk melakukan penghapusan BMN selain tanah dan/atau bangunan ialah

sebagai berikut:

1. Telah memenuhi persyaratan teknis:

a. secara fisik barang tidak dapat digunakan karena rusak, dan tidak ekonomis

apabila diperbaiki;

b. secara teknis barang tidak dapat digunakan lagi akibat modernisasi;

c. barang telah melampaui batas waktu kegunaannya/kadaluarsa;

d. barang mengalami perubahan dalam spesifikasi karena penggunaan, seperti

terkikis, aus, dan lain-lain sejenisnya; atau

e. berkurangnya barang dalam timbangan/ukuran disebabkan penggunaan/susut

dalam penyimpanan/pengangkutan.

2. Memenuhi persyaratan ekonomis, yaitu lebih menguntungkan bagi negara apabila

barang dihapus, karena biaya operasional dan pemeliharaan barang lebih besar

daripada manfaat yang diperoleh; atau

3. Barang hilang, atau dalam kondisi kekurangan perbendaharaan atau kerugian

karena kematian hewan atau tanaman.

Selain memenuhi syarat penghapusan, pelaksanaan penghapusan juga harus

mengikuti ketentuan yang berlaku. Pelaksanaan penghapusan kendaraan dinas

operasional hanya dapat dilakukan apabila telah berusia sekurang-kurangnya 10

(sepuluh) tahun dengan ketentuan:

1. Terhitung mulai tanggal, bulan, tahun perolehannya, untuk perolehan dalam

kondisi baru;

Page 16: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

8

2. Terhitung mulai tanggal, bulan, tahun pembuatannya, untuk perolehan selain

tersebut diatas; sebagaimana tercatat sebagai BMN dan tidak akan mengganggu

penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga yang bersangkutan;

3. Penghapusan kendaraan bermotor selain tersebut diatas dapat dilakukan apabila

kendaraan rusak berat akibat kecelakaan/force majeure dengan kerusakan paling

tinggi 70% (tujuh puluh persen), atau besaran nilai sisa penyusutan kendaraan

dibawah 30% (tiga puluh persen) berdasarkan keterangan instansi yang kompeten;

4. Penghapusan BMN berupa kendaraan bermotor pada kantor perwakilan

Pemerintah RI di luar negeri, persyaratannya mengikuti ketentuan negara setempat.

Dari apa yang telah diuraikan diatas, diketahui bahwa salah satu bentuk

penghapusan ialah pemindahtanganan. Pemindahtanganan merupakan pengalihan

kepemilikan BMN sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual,

dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah. Dalam hal

pemindahtanganan dengan tindak lanjut penjualan perlu dipertimbangkan terlebih

dahulu. Pertimbangan yang dimaksud baik dari segi optimalisasi, ekonomi, dan

legalitas. Penjualan itu sendiri memiliki pengertian pengalihan kepemilikan BMN

kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. Karena itu

optimalisasi BMN yang berlebih atau idle, keuntungan bagi negara, dan kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku patut dipertimbangkan.

Penghapusan kendaraan dinas operasional dengan tindak lanjut penjualan

merujuk pada lampiran VII tentang Tata Cara Pelaksanaan Penjualan BMN Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.6/2007. Beberapa hal terkait pelaksanaan

penjualan BMN antara lain:

Page 17: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

9

1. Pelaksanaan penjualan BMN tidak boleh mengganggu pelaksanaan tugas pokok

dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan;

2. Penjualan BMN dilaksanakan dengan cara;

a) melalui lelang, dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku;

b) tanpa melalui lelang, untuk:

(1) BMN yang bersifat khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku yaitu: rumah negara golongan III yang dijual kepada

penghuninya dan kendaraan dinas perorangan pejabat negara yang dijual

kepada pejabat negara;

(2) BMN lainnya, ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang berdasarkan

pertimbangan yang diberikan oleh Pengguna Barang dan instansi teknis

terkait.

3. Sehubungan penjualan BMN yang tidak laku dijual secara lelang dilakukan tindak

lanjut:

a) pemindahtanganan dalam bentuk lainnya;

b) dalam hal tidak dapat dipindahtangankan dalam bentuk lain, Barang Milik

Negara dimaksud dimusnahkan;

c) pemusnahan dilakukan setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang.

Masih pada ketentuan dalam lampiran VII tentang Tata Cara Pelaksanaan

Penjualan BMN Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.6/2007. Tata cara

penjualan BMN selain tanah dan/atau bangunan atau lebih spesifik seperti yang

dimaksud pada judul laporan PKL ini yaitu berupa kendaraan dinas operasional itu

sendiri ialah sebagai berikut:

Page 18: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

10

1. Pengguna Barang membentuk tim internal yang bertugas untuk melakukan

penelitian data administrasi dan fisik serta menyiapkan hal-hal yang bersifat teknis.

Dalam hal diperlukan, Tim dapat melibatkan penilai atau instansi teknis yang

berkompeten untuk melakukan penilaian BMN tersebut.

2. Tim menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugas kepada Pengguna Barang,

dilampiri berita acara penelitian dan penilaian.

3. Berdasarkan laporan Tim tersebut, Pengguna Barang mengajukan usul penjualan

kepada Pengelola Barang dengan disertai:

a. penjelasan dan pertimbangan penjualan

b. data administratif antara lain mengenai tahun perolehan, spesifikasi/identitas

teknis, surat penetapan status penggunaan, bukti kepemilikan, dan nilai

perolehan dan nilai limit terendah penjualan.

4. Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan penjualan Barang Milik

Negara dimaksud, dengan tahapan sebagai berikut:

a. melakukan penelitian kelayakan alasan dan pertimbangan permohonan

penjualan, terutama dalam kaitannya dengan pertimbangan sebagaimana telah

disampaikan sebelumnya mengenai optimalisasi, ekonomi dan pelaksanaan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. melakukan penelitian data administrasi;

c. apabila diperlukan, melakukan penelitian fisik untuk mencocokkan data

administratif yang ada, termasuk melakukan penilaian.

Page 19: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

11

5. Berdasarkan penelitian atas usulan penjualan dimaksud, Pengelola Barang

menentukan disetujui atau tidaknya usulan penjualan Barang Milik Negara

dimaksud.

6. Dalam hal nilai perolehan BMN tersebut diatas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh

miliar rupiah), Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan

persetujuan kepada Presiden atau DPR sesuai batas kewenangannya.

7. Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan yang berupa

penjualan Barang Milik Negara dimaksud, yang sekurang-kurangnya memuat:

a. data objek penjualan meliputi tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis,

bukti kepemilikan, jenis, jumlah, dan nilai perolehan dan nilai limit terendah

penjualan; dan

b. kewajiban Pengguna Barang untuk melaporkan pelaksanaan penjualan kepada

Pengelola Barang.

8. Tindak lanjut atas persetujuan pemindahtanganan yang berupa penjualan

dilaksanakan mengikuti ketentuan dalam romawi V angka 3 Lampiran VI

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.6/2007

B. Penilaian BMN Selain Tanah dan/atau Bangunan Sebagai Bahan

Pertimbangan Nilai Limit Penjualan

Kegiatan Penilaian secara keseluruhan berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 06 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.06/2009

dilaksanakan guna mendapatkan nilai wajar dalam rangka penyusunan neraca

pemerintah pusat, pemanfaatan, pemindahtanganan dan penerbitan Surat Berharga

Page 20: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

12

Syariah Negara (SBSN). Dari penjelasan sebelumnya, tentu ada keterkaitan antara

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan BMN dengan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.06/2009 tentang Penilaian BMN

dimana kedua peraturan tersebut merupakan penjabaran dari Peraturan Pemerintah

Nomor 06 Tahun 2006 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Salah satu bentuk keterkaitan kedua Peraturan Menteri Keuangan tersebut

terlihat pada penilaian BMN selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka

pemindahtanganan. Seperti yang telah diketahui bersama, dalam hal tindak lanjut

penghapusan BMN dengan cara pemindahtanganan dalam bentuk penjualan, wajib

dilakukan dengan cara lelang kecuali dalam hal-hal tertentu. Pengertian lelang

berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010

adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara

tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga

tertingi yang di dahului dengan pengumuman lelang. Lelang dalam rangka

penghapusan BMN termasuk dalam Lelang Non Eksekusi Wajib, dimana dalam

setiap pelaksanaan lelang, penjual (dalam hal ini Pengguna Barang) wajib

menetapkan nilai limit barang yang akan di lelang.

Sebelumnya perlu diingat bahwa nilai limit lelang dan harga lelang merupakan

dua hal yang berbeda. Pada Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor

93/PMK.06/2010 yang mencantumkan pengertian tentang keduanya menjelaskan

bahwa nilai limit lelang adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan

Page 21: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

13

ditetapkan oleh penjual atau pemilik barang. Sedangkan harga lelang adalah harga

penawaran tertinggi yang diajukan oleh peserta lelang yang telah disahkan sebagai

pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.

Tentu saja nilai limit lelang yang menjadi harga minimal barang yang akan

dilelang merupakan cerminan awal harga lelang atau dengan kata lain tawaran

pertama sekaligus tawaran terakhir yang akan memenangkan lelang dengan harga

paling minimal. Sehingga Pengguna Barang selaku penjual harus berhati-hati dalam

menetapkan nilai limit lelang untuk menghindari adanya potensi harga lelang yang

merugikan negara. Pengguna Barang wajib memiliki dasar atau argumen yang kuat

untuk menetapkan nilai limit penjualan BMN berupa kendaraan dinas operasional.

Argumen yang kuat dalam menetapkan nilai limit lelang dapat berdasarkan

pada nilai wajar hasil penilaian dari penilai, atau dengan tetap mempertimbangkan

nilai yang direkomendasikan oleh instansi yang memahami dan mengerti mengenai

kondisi kendaraan dinas operasional yang akan dihapuskan (Dishub), serta tetap

memperhatikan risiko penjualan melalui lelang itu sendiri, contohnya tidak ada

peminat.

Penilaian dapat dilakukan tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang maupun

melibatkan penilai Independen yang juga ditetapkan oleh Pengguna Barang. Penilaian

BMN yang dimaksud dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar. Direktorat

Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) c.q Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan

Lelang (KPKNL) dapat melakukan penilaian BMN berupa kendaraan dinas

operasional yang akan dihapuskan atas permohonan dari Pengguna Barang.

Permohonan penilaian dari Pengguna Barang disampaikan kepada Kepala Kantor

Page 22: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

14

Pelayanan yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Kuasa Pengguna

Barang, dalam hal Penilaian merupakan kewenangan Kantor Pelayanan. Dimana

permohonan penilaian tersebut disampaikan secara tertulis yang disertai dengan data

dan informasi objek penilaian.

Data dan informasi untuk permohonan penilaian Barang Milik Negara selain

tanah dan/atau bangunan meliputi:

1. latar belakang permohonan;

2. tujuan penilaian;

3. deskripsi objek Penilaian.

Objek penilaian berupa kendaraan bermotor, permohonan penilaian dilengkapi

dengan data dan informasi sebagaimana dimaksud dan fotokopi dokumen legalitas

atau keterangan dari instansi berwenang.

Dalam hal pemohon tidak memenuhi kelengkapan data dan informasi, Tim

Penilai DJKN mengembalikan secara tertulis permohonan penilaian kepada pemohon

disertai permintaan kelengkapan data dan/atau informasi.

C. Nilai Limit Lelang

Penetapan nilai limit lelang kendaraan dinas operasional yang merupakan

wewenang dari penjual (Pengguna Barang) adakalanya tidak sama dengan nilai wajar

dari kendaraan dinas operasional tersebut yang tertera di neraca pemerintah. Bahkan

acapkali perbedaan antara harga limit jauh dibawah nilai wajar kendaraan tersebut.

Sebagai contoh, pada tahun 2011 salah satu kementrian mengusulkan penghapusan

BMN berupa kendaraan dinas operasional dengan tindak lanjut pemindahtanganan

Page 23: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

15

melalui penjualan/lelang. Sebuah mobil jenis station wagon merek Opel Blazer tahun

perolehan 1997 dengan harga perolehan Rp 76.500.000,00, pada tahun berjalan

memiliki nilai wajar sebesar Rp 44.500.000,00. Kemudian oleh DJKN c.q KPKNL

menyetujui untuk dihapuskan dengan nilai limit Rp 32.500.000,00. Terlepas dari

seberapa besar harga lelang dari mobil tersebut tetap saja hal tersebut dapat

mengindikasikan terjadinya kerugian negara.

Kondisi di atas dapat terjadi karena perbedaan kepentingan dalam penilaian.

Penilai internal dari Pengguna atau Pengelola Barang belum memiliki kesamaan

persepsi tentang standar nilai yang dipakai karna belum diatur secara tegas. Sebagian

besar Satker menetapkan nilai limit berdasarkan hasil rekomendasi Dishub berupa

nilai penyusutan yang kemudian dikalikan dengan nilai perolehan sebagai standar

nilai sehingga seringkali diperoleh nilai limit yang jauh dibawah nilai wajar yang

didapat oleh tim Penilai DJKN c.q KPKNL yang mendapatkan nilai wajar kendaraan

dinas operasional dengan berbagai metode. Salah satunya dengan metode pendekatan

harga pasar dimana nilai wajar diperoleh dari hasil survei langsung dipasaran sebagai

standar nilai sehingga diperoleh nilai wajar yang mendekati harga pasar. Dalam hal

ini, nilai wajar memperhitungkan banyak faktor pembentuk nilai seperti inflasi, daya

beli, permintaan dan penawaran dan lain sebagainya sehingga acapkali diperoleh nilai

yang jauh lebih tinggi dari nilai perolehan.

Namun pada faktanya, dalam beberapa proses lelang penjualan BMN berupa

kendaraan dinas operasional yang menggunakan nilai wajar pada neraca pemerintah

sebagai nilai limit lelang, ternyata hasil dari proses lelang tersebut tidak ada peminat

atau dengan kata lain penjualan kendaraan dinas operasional tersebut tidak laku. Perlu

Page 24: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

16

dipertanyakan, mungkinkah ada yang salah dengan penilaian yang dilakukan oleh

Penilai DJKN c.q KPKNL. Apakah nilai wajar yang dihasilkan oleh penilai DJKN c.q

KPKNL tidak mencerminkan harga pasar sehingga dirasa terlalu tinggi sehingga tidak

ada peminatnya? Apakah Satker selaku penjual yang terlalu rendah dalam

menentukan nilai limit lelang? Lantas mengapa dengan begitu mudahnya DJKN c.q

KPKNL menyetujui pemindahtanganan BMN berupa kendaraan dinas operasional

dengan nilai limit yang lebih rendah dari nilai wajar kendaraan tersebut pada neraca

pemerintah.

Memang tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu sebab tidak lakunya

lelang kendaraan dinas operasional yang menggunakan nilai wajar sebagai limit

lelang tersebut adalah karena adanya mafia lelang. Tetapi perlu diperhatikan, ada atau

tidak adanya mafia lelang bukanlah suatu kondisi yang menjadi tangung jawab DJKN

pun KPKNL, hal itu sudah di luar batas kemampuan DJKN c.q KPKNL. Hal yang

semestinya dilakukan oleh DJKN c.q KPKNL yang memiliki tugas pelayanan di

bidang kekayaan negara, penilaian dan lelang adalah mempertahankan kekayaan

negara atau paling tidak meminimalkan kerugian negara. Karena hasil lelang

kendaraan dinas operasional tersebut nantinya akan menjadi Pendapatan Negara

Bukan Pajak (PNBP) maka seyogyanya DJKN c.q KPKNL membuat kebijakan atau

sistem untuk meminimalkan kekayaan negara yang berkurang.

Polemik timbul justru karena tidak ada pihak yang patut untuk dijadikan

kambing hitam, meski bisa jadi ada saja Satker yang memanfaatkan kondisi ini.

Bagaimanapun DJKN c.q KPKNL tidak memiliki wewenang untuk menetapkan nilai

limit penjualan BMN. Selain itu, yang lebih mengetahui kondisi dari BMN yang

Page 25: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

17

dijual adalah Satker penjual. DJKN c.q KPKNL hanya berwenang

menyetujui/menolak usulan Satker atas pemindahtanganan BMN. Sejauh apa yang

diketahui saat ini, tidak ada satu pun yang melakukan kesalahan ataupun melanggar

peraturan perundang-undangan. Semua berjalan sesuai prosedur dengan batas hak,

kewajiban, dan wewenang masing-masing pihak. Baik DJKN c.q KPKNL, Satker

penjual BMN, Dishub, pun Penilai. Hanya saja bagaimana caranya agar bisa

memaksimalkan PNBP dan aset yang ada tidak tersia-siakan dengan percuma.

Page 26: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

18

BAB III

PEMBAHASAN

A. Dilema Satuan Kerja

Satuan Kerja (Satker) Pengguna Barang mengajukan usul penghapusan BMN

berupa kendaran operasional dengan tindak lanjut pemindahtanganan dengan cara

lelang melalui tim internal panitia penghapusan yang mereka bentuk setelah

mempertimbangkan bahwa kendaraan dinas operasional tersebut telah memenuhi

persyaratan penghapusan yang dalam hal ini telah melampaui batas waktu kegunaan

kendaraan dinas operasional tersebut, yakni 10 (sepuluh) tahun. Agar usulan tersebut

disetujui, perlu disertai alasan atau penjelasan serta pertimbangan untuk melakukan

penghapusan. Sehingga Satker melalui tim internal panitia penghapusan BMN berupa

kendaraan dinas opersional (yang bertugas untuk melakukan penelitian data

administrasi dan fisik serta menyiapkan hal-hal yang bersifat teknis) melakukan cek

fisik kendaraan dinas operasional dengan mengajukan permohonan kepada Dishub

melalui Unit Pelaksana Teknis Balai Pengujian Kendaraan Bermotor. Hasil

pemeriksaan atau cek fisik kendaraan dinas operasional yang dimaksud berupa

rekomendasi nilai sisa (persentase) dari penyusutan yang dialami kendaraan dinas

operasional tersebut.

Page 27: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

19

Sudah tentu jika hasil cek fisik kondisi kendaraan dinas operasional tersebut

dibawah 30% lebih ekonomis bagi negara apabila kendaraan dinas operasional

tersebut dihapuskan karena negara tidak perlu mengeluarkan biaya untuk melakukan

perawatan lagi. Dalam hal ini berarti syarat penghapusan BMN berupa kendaraan

dinas operasional sudah terpenuhi, baik itu persyaratan teknis maupun syarat

ekonomis yang merupakan salah satu pertimbangan disetujui atau tidaknya

penghapusan.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, yang menjadi polemik dalam

pembahasan ini adalah penentuan nilai limit yang memang merupakan kewenangan

Satker Pengguna Barang. Pada umumnya Satker (melalui tim internal panitia

penghapusannya) menetapkan nilai limit berdasarkan hasil kali antara harga perolehan

kendaraan dinas operasional tersebut dengan persentase nilai sisa penyusutanya yang

paling tidak besar nilai sisa penyusutanya maksimal 30%. Jelas saja nilai yang

dihasilkan berbeda dari nilai wajar kendaraan tersebut pada neraca pemerintah. Nilai

wajar merupakan cerminan harga yang ada di pasar dan bukanlah nilai dari pengalian

antara besaran penyusutan dangan harga perolehan. Karena harga suatu barang di

pasaran ada kalanya naik, ada kalanya turun, dan ada kalanya tetap dan bertahan

bertahun tahun, maka nilai wajar dinilai lebih layak untuk menjadi salah satu dasar

pertimbangan dalam menentukan nilai limit. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan

bahwa nilai limit lelang adalah harga minimal barang yang akan dilelang, sehingga

jika kendaraan dinas operasional dijual dengan harga dibawah harga pasar yang

semestinya, dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut merugikan negara.

Page 28: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

20

Ada hal menarik dari penghapusan kendaraan dinas operasional dengan tindak

lanjut pemindahtanganan dengan cara lelang. Telah menjadi rahasia umum -yang

entah apakah memang sudah menjadi tradisi atau memang ada kesepakatan tidak

langsung dari seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di negara ini yang tergabung dalam

ribuan Satker- bahwa ada semacam bentuk rasa “terima kasih” yang diperbolehkan

atas dasar pengabdian yang telah diberikan dan demi rasa kemanusiaan kepada

pejabat yang menguasai atau merawat kendaraan dinas operasional tersebut. Terlebih

lagi kepada pejabat yang masa pengabdianya sebagai PNS akan segera berakhir atau

akan menjalani masa purnabakti. Sehingga kendaraan dinas operasional yang akan

dihapuskan tersebut “dihadiahkan” kepada pegawai atau pejabat tertentu dengan cara

memprioritaskan pejabat tersebut sebagai calon pemenang lelang.

Kenyataan tersebut diperparah karena ketika akan menjual dengan cara lelang

kendaraan dinas operasional tersebut, ada kewajiban untuk melakukan pengunguman

lelang di surat kabar harian yang memenuhi syarat sesuai Pasal 41 Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sementara

anggaran Satker untuk melakukan pengunguman tersebut tidak tersedia dalam Daftar

Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Akibatnya terkadang biaya pengunguman ini

ditanggung oleh “si calon pembeli lelang” dengan harapan bahwa barang yang

dihapuskan tersebut akan dapat dimenangkan oleh “calon pembeli” tersebut. Akibat

lainnya, karena memang telah diatur bahwa untuk BMN selain tanah dan/bangunan

dengan nilai sampai Rp 30.000.000,00 pengumuman bisa dilakukan melalui

pengumuman tempel sehingga Satker bisa mengajukan permohonan kepada KPKNL

agar mendapat keringanan untuk tidak melakukan pengunguman lelang melalui surat

Page 29: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

21

kabar harian yang memenuhi syarat. Sebagai gantinya, pengunguman dilakukan

dengan membuat pamflet/melalui tempelan atau sejenisnya yang kemudian dipasang

di papan pengunguman kantor Satker penjual dan di KPKNL. Itu pun

dilaksanakan/diumumkan lima hari sebelum pelaksanaan lelang.

Jelas situasi seperti tersebut diatas tidak ideal dalam menciptakan tatanan

pengelolaan BMN yang transparan dan akuntabel. Pelaksanaan lelang tanpa

pengumuman yang tersebar luas akan berakibat pada sedikit/terbatasnya jumlah

peserta lelang, sementara hal itu jelas tidak dibenarkan. KPKNL selaku pemegang

otoritas lelang tidak memiliki kewenangan untuk melarang peminat lelang untuk

mengikuti lelang, terlebih jika lelang telah dilakukan pengumuman terlebih dahulu.

Akibatnya, persaingan antara peminat/peserta diluar instansi “yang tidak memiliki

ikatan dengan objek lelang dengan „peminat/peserta dalam” yang merasa telah

mengeluarkan biaya untuk terselenggaranya lelang, tidak dapat dihindari. Sehingga

lelang berakhir dengan harga yang kompetitif dan relatif tinggi. Akibat lebih lanjut

dari hal tersebut adalah timbul kekecewaan dari Satker pemohon lelang karena harga

terbentuk tidak sesuai dengan harapannya, atau bahkan “terpaksa” melepas objek

kepada pihak ketiga karena kalah dalam jumlah harga penawaran.

Keadaan makin sulit dengan adanya bayang-bayang dari fenomena “mafia

lelang” yang memanfaatkan kondisi persaingan pada lelang untuk mencari

keuntungan pribadi, yakni dengan cara mengadakan “kompromi” dengan seluruh

peserta lelang agar sepakat tidak mengajukan penawaran pada saat lelang dengan

meminta imbalan kepada “calon pemenang lelang”. Ini bisa saja terjadi mengingat

Page 30: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

22

kemungkinan terjadinya perbedaan antara nilai limit dengan harga lelang yang akan

terbentuk.

Hal ini dapat menyebabkan kendaraan dinas operasional yang kemudian

“dikanibalisasi” sebelum dilaksanakan penghapusan karena pejabat yang memakai

dan merawat kendaraan selama ini pesimis bakal memenangkan lelang atas

penghapusan kendaran operasional tersebut. Proses “kanibalisasi” bisa berjalan

dengan berbagai cara sehingga pada suatu saat yang tertinggal hanyalah seoonggok

besi tua.

Bagaimanapun, Satker akan tetap mengalami dilema antara menetapkan nilai

limit lelang dengan harga yang tinggi atau menetapkan nilai limit lelang dengan harga

yang rendah. Satker menghadapi situasi sulit dimana harus menentukan pilihan dari

dua kemungkinan yang keduanya sama-sama tidak menguntungkan. Jika Satker

mengusulkan nilai limit dengan harga yang rendah, ada kemungkinan bagi Satker

terkait dituntut karena merugikan negara atas pengeloaaan BMN yang tidak optimal.

Sementara dengan menetapkan nilai limit yang sama dengan nilai wajar, tetap ada

kemungkinan tidak adanya peminat dalam lelang (karena salah satu

anggapan/persepsi kebanyakan orang tentang lelang adalah harganya yang murah).

Sehingga selain telah mengeluarkan biaya untuk melakukan seluruh persiapan lelang,

pengamanan, penjagaan dan perawatan atas barang tersebut masih harus tetap

ditanggung oleh satker. Ditambah lagi jika ternyata harus dilelang ulang, Satker masih

harus menanggung biaya pengumuman dan/atau seluruh persiapan lelang kembali.

Page 31: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

23

B. Perbedaan Kepentingan Dalam Penilaian

Beberapa tahun lalu pernah ada Satker yang mengajukan usul permohonan

penghapusan BMN selain tanah dan/atau bangunan berupa kendaraan bermotor dan

barang inventaris kantor dengan tindak lanjut pemindahtanganan dengan cara lelang.

Namun, ternyata usulan dari Satker tersebut dijawab oleh KPKNL dengan meminta

Satker untuk mengkaji kembali usulan penghapusan tersebut.

Pertimbangannya adalah bahwa usulan penetapan nilai limit/harga penjualan

terendah BMN berupa kendaraan dinas operasional yang diajukan oleh tim

penghapusan BMN Satker tersebut belum mencerminkan nilai wajar BMN yang

dimaksud sebagaimana penentuan nilai wajarnya diatur dalam Pasal 13 Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007. Indikasi belum mencerminkan nilai

wajar tersebut dikarenakan nilai limit BMN yang diajukan oleh tim penghapusan

satker yang bersangkutan sangat jauh berbeda dengan hasil penilaian tim penilaian

BMN KPKNL dalam rangka pelaksanaan Keppres No : 17 tahun 2007 pada Satker

yang bersangkutan.

Perbedaan yang sangat jauh antara nilai wajar dengan usulan nilai limit lelang

BMN berupa kendaraan dinas operasional yang akan dihapuskan dapat dilihat pada

Tabel III.1. Sebagai contoh, sebuah minibus merek Toyota Kijang dengan tahun

perolehan 1996 perbedaan antara nilai limit dengan nilai wajarnya mencapai lebih

dari 950% atau 9x lipat dari nilai limit.

Page 32: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

24

Tabel III.1 Perbandingan Anatara Nilai Limit Dengan Nilai LKPP

Jenis/Merk

Tahun

Pembuatan/

Perolehan

Jumlah

Harga

Perolehan

(Rp)

Nilai Limit

(Rp)

Nilai wajar

Berdarsar

LKPP

Mini bus/Toyota Kijang 1994/1994 1 unit 27.500.000 6.050.000 47.200.052

Mini bus/Toyota Kijang 1996/1996 1 unit 22.452.000 5.141.508 49.000.710

Sepeda motor/Suzuki

A100X 1995/1995 1 unit 1.062.500 239.063 2.000.012

Sumber: Diolah dari lampiran Surat Jawaban atas Usulan Penghapusan

Nomor S- 178/WKN.**/KP.**/2009

Karena diminta untuk mengkaji kembali atas usulan tersebut, akhirnya Satker

meminta KPKNL untuk menilai ulang BMN yang ada pada Satker tersebut. Namun

permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh KPKNL. Karena dari KPKNL sendiri

berpendapat bahwa nilai yang digunakan sebagai dasar penentuan nilai limit dalam

rangka penghapusan BMN adalah nilai wajar yang berasal dari hasil penertiban BMN

yang dilakukan oleh tim Inventarisasi dan Penilaian (IP) BMN DJKN pada Satker

tersebut yang telah dilakukan sebelumnya dalam rangka pelaksanaan Keppres No : 17

tahun 2007.

Satker tersebut kemudian menyampaikan kembali permohonan persetujuan

penghapusan BMN selain tanah dan/atau bangunan kepada KPKNL dengan usulan

nilai limit yang sama dengan nilai wajar pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

(LKPP). Usulan tersebut akhirnya disetujui untuk segera dilakukan proses penjualan.

Akhirnya setelah lebih kurang 2 (dua) tahun dari usulan penghapusan pertama

kali dan dengan proses yang cukup panjang, BMN berupa kendaraan dinas

operasional dan barang inventaris tersebut dilelang. Namun setelah dilakukan proses

Page 33: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

25

lelang dari seluruh BMN yang dilelang, ternyata hanya barang inventaris yang laku

terjual sedangkan kendaraan dinas operasional tidak ada peminat. BMN berupa

kendaraan dinas operasional yang rencananya dijual tersebut akhirnya dikembalikan

kepada pemohon lelang yakni tim penghapusan BMN dari Satker yang bersangkutan.

Dengan pertimbangan bahwa BMN berupa kendaraan dinas operasional

tersebut masih dapat menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), BMN

berupa kendaraan operasional tersebut lantas tidak dimusnahkan namun dilakukan

usulan penghapusan dengan tindak lanjut pemindahtanganan melalui lelang kembali

dengan nilai limit lelang yang akan diturunkan.

Dalam perjalananya, Direktur Jenderal Kekayaan Negara mengirimkan surat

yang ditujukan kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) DJKN dan kepada

seluruh Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang

berada diseluruh Indonesia perihal Kebijakan Nilai Limit Penjualan. Surat tersebut

menjelaskan bahwa terkait penetapan nilai limit penjualan yang diusulkan oleh

Pengguna Barang dalam permohonan persetujuan, agar dipastikan bahwa penetapan

tersebut sudah dilakukan dengan memenuhi prinsip efisien, efektif dan menghasilkan

manfaat yang optimal bagi negara (antara lain penurunan nilai barang dimaksud

apabila tidak segera dilakukan penghapusan/pemindahtanganan potensi biaya

pemeliharaan yang harus dikeluarkan, ketersediaan ruang dan tempat yang memadai

dan sebagainya). Sehubungan dengan hal tersebut, untuk keyakinan dan kepastian

tanggung jawab Pengguna Barang dapat dimintakan Surat Pernyataan Tanggung

Jawab Pengguna Barang atas Nilai Limit yang Diusulkan. Dalam surat tersebut juga

dikatakan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud diatas berlaku sampai

Page 34: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

26

ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan tentang Perhitungan Nilai Limit BMN

dari Pengelola Barang.

Satker kemudian kembali melakukan usulan penghapusan dengan tindak lanjut

pemindahtanganan melalui lelang yang besaran nilai limit lelang kendaraan dinas

operasional yang akan dilelang tersebut telah diturunkan, kemudian disertai Surat

Pernyataan Tanggung Jawab Pengguna Barang atas Nilai Limit yang Diusulkan yang

ditandatangani oleh Kepala Kantor sesuai penjelasan dari Direktur Jenderal Kekayaan

Negara. Adapun nilai limit yang diturunkan seperti yang tercantum pada Tabel III.2

diperoleh dari hasil kali dari harga perolehan kendaraan dinas operasional yang akan

dilelang dengan persentase besaran nilai sisa penyusutan kendaraan tersebut

berdasarkan rekomendasi Dishub dimana pada akhirnya seluruh kendaraan dinas

operasional tersebut laku terjual.

Tabel III.2 Perbandingan Nilai Limit Baru dengan Nilai Limit Sebelumnya

Jenis/Merk/

Jumlah

Tahun

Pembuatan/

Perolehan

Harga

Perolehan

(Rp)

Persentase

nilai sisa

penyusutan

(Dishub)

Nilai Limit

Sebelumnya

(Rp)

Nilai Limit

Baru

Mini bus/Toyota Kijang/

1 unit

1994/1994 27.500.000 20,00% 47.200.052 9.440.010

Mini bus/Toyota

Kijang/

1 unit

1996/1996 22.452.000 21,67% 49.000.710 10.618.454

Sepeda motor/Suzuki

A100X/1 unit 1995/1995 1.062.500 15,00% 2.000.012 300.002

Sumber: Diolah dari Lampiran Surat Persetujuan

Penggunaan/Pemanfaatan/Penghapusan/Pemindahtanganan

Nomor S-36/MK.06/WKN.**/xxx.**/2011

Hampir serupa dengan kejadian diatas, pada tahun 2011 salah satu instansi di

Kementrian Keuangan mengajukan usul untuk menghapuskan BMN selain tanah

Page 35: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

27

dan/atau bangunan dengan tindak lanjut pemindahtanganan melalui penjualan lelang.

Barang yang akan dijual lelang adalah barang inventaris dan kendaraan dinas

operasional sebanyak 29 (dua puluh sembilan) unit. Total nilai limit kendaraan dinas

operasional yang akan dijual lelang adalah sebesar Rp 773.329.000,00 (tujuh ratus

tujuh puluh tiga juta tiga ratus dua puluh sembilan ribu rupiah) yang kemudian

ternyata tidak laku terjual karena tidak ada peserta yang mengajukan penawaran.

Tim penghapusan dari instansi tersebut kemudian melakukan permohonan

penilaian kembali kepada DJKN yang kemudian tim Penilai Internal DJKN

menetapkan nilai objek penilaian tersebut sebesar Rp 308.259.000,00 (tiga ratus

delapan juta dua ratus lima puluh sembilan ribu rupiah). Hasil penilaian dari tim

Penilai Internal DJKN tersebut dijadikan sebagai nilai limit lelang oleh tim

penghapusan dari instansi terkait dengan menyertakan Surat Pernyataan Tanggung

Jawab Pengguna Barang atas Nilai Limit yang Diusulkan yang kemudian disetujui

oleh Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Kekayaan Negara. Kendaraan dinas

operasional tersebut pada akhirnya laku terjual dalam lelang.

Berdasarkan cerita diatas patut dicermati bahwa nilai yang didapat dari hasil

IP BMN tersebut berbeda dengan nilai barang yang akan dihapuskan disebabkan oleh

tujuan penilaiannya yang berbeda pula. Nilai barang dari hasil IP BMN sudah tentu

lebih tinggi daripada nilai barang yang akan dihapuskan (meski tidak mutlak selalu

seperti itu). Persepsi Penilai terhadap BMN yang akan di IP adalah BMN masih akan

menjadi inventaris dan masih akan terus digunakan sementara karena tidak merasa

memiliki kepentingan, Satker penguasa barang yang akan di IP menerima berapa pun

nilai yang akan dihasilkan Penilai DJKN.

Page 36: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

28

Penting diingat mengenai dasar dalam melakukan penilaian adalah bahwa

dalam melakukan penilaian, setiap Penilai yang menerima penugasan penilaian wajib

terlebih dahulu mengerti dan memahami tujuan penilaian yang menjadi tugasnya. Hal

ini penting mengingat jika tujuan dalam melakukan penilaian berbeda, maka akan

memerlukan macam dan metode penilaian yang berbeda pula.

Pada cerita diatas, meskipun Penilai DJKN sudah mengetahui bahwa umur

kendaraan dinas sudah lebih dari sepuluh tahun, namun yang berwenang untuk

mengajukan usulan penghapusan BMN adalah Satker, sementara saat itu Satker

belum mengajukan usulan penghapusan sehingga asumsi Penilai DJKN adalah

kendaraan dinas operasional tersebut masih akan tetap digunakan. Hal ini jelas sangat

berpengaruh terhadap penilaian yang dilakukan, karena jika tujuan dalam melakukan

penilaian BMN berupa kendaraan dinas operasional adalah penghapusan dengan

tindak lanjut pemindahtanganan, maka Penilai dalam melakukan penilaian harus

mempertimbangkan harga pasar, biaya untuk balik nama kendaraan, biaya perbaikan

dan lain sebagainya yang tidak akan mempertimbangkan faktor-faktor sedetail

mungkin seperti itu jika tujuan penilaiannya bukan untuk

penghapusan/pemindahtangan. Nilai yang didapat dari hasil pelaksanaan IP BMN

merupakan nilai dalam penggunaan (value in use) bukan nilai pasar.

Oleh karena ada perbedaan tujuan dalam melakukan penilaian itulah akhirnya

membuat nilai pada saat IP dan saat akan dihapuskan menjadi berbeda seperti cerita

diatas. Dalam hal ini, baik Satker maupun Penilai dan Pengelola Kekayaan Negara

DJKN c.q KPKNL tidak ada yang melakukan pelanggaran. Adapun nilai limit BMN

berupa kendaraan dinas operasional usulan dari Satker yang ditolak oleh seksi

Page 37: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

29

Pengelolaan Kekayaan Negara (PKN) KPKNL, lebih karena dirasa usulan nilai

tersebut terlau kecil dibanding harga yang ada dipasaran. Sementara Satker sendiri

tidak memiliki ilmu yang cukup mendalam tentang penilaian sehingga mengusulkan

nilai limit berdasarkan perkiraan saja. Sedangkan mengenai tidak lakunya lelang

BMN berupa kendaraan dinas operasional yang menggunakan nilai limit yang sama

berdasarkan nilai wajar tersebut dikarenakan saat dilakukan penilaian tujuannya

bukan untuk dihapuskan atau lebih spesifik lagi untuk dijual. Semua ini terjadi karena

tidak adanya kebijakan atau aturan yang tegas dalam memperhitungkan dan/atau

menetapkan nilai limit penjualan BMN dari Pengelola Barang.

C. Nilai Residu dan Nilai Pasar Lelang

Penghapusan dengan tindak lanjut pemindahtanganan melalui lelang memang

telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 pada Pasal 51.

Pemindahtanganan harus dilakukan melaluli lelang dengan harapan/tujuan untuk

mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari nilai sisa BMN yang dihapuskan.

Nilai buku BMN dalam pembukuan, apabila umur BMN sudah lebih dari

sepuluh tahun, maka nilai buku BMN tersebut seharusnya sudah 0 (nol) atau dengan

kata lain sudah tidak memiliki nilai (menggunakan perhitungan akuntansi metode

penyusutan garis lurus). Namun faktanya, nilai BMN yang telah berumur lebih dari

sepuluh tahun tersebut tidak benar benar habis alias nol atau dengan kata lain masih

mempunyai nilai. Pada BMN berupa kendaraan dinas operasional yang telah berumur

lebih dari sepuluh tahun, meskipun BMN berupa kendaraan dinas operasional tersebut

dianggap sudah tidak memiliki nilai ekonomis lagi, bukan berarti BMN berupa

kendaraan operasional tersebut tidak ada nilai residu atau nilai sisa riilnya pun juga

Page 38: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

30

nilai manfaatnya. Nilai residu atau nilai sisa riilnya itulah yang kemudian menjadi

nilai minimal untuk dimasukan ke kas negara atas penghapusan BMN yang dimaksud.

Nilai residu yang dimaksud itu dapat merupakan nilai limit dalam proses lelang yang

kemudian uang kas hasil lelang tersebut dikembalikan ke kas negara. Nilai residu

yang kemudian nantinya akan menjadi harga lelang diusahakan untuk terus meningkat

agar uang kas yang disetorkan ke negara sebagai PNBP diperoleh secara maksimal.

Kemudian yang harus dipertimbangkan adalah harga perolehan BMN

bukanlah cerminan harga pasar terhadap BMN yang sama dan serupa di pasaran.

Pengertian BMN sendiri merupakan semua barang yang dibeli atau diperoleh atas

beban APBN atau perolehan lainnya yang sah. Salah contoh BMN yang diperoleh

dari perolehan lainnya yang sah adalah BMN yang didapat dari hibah. Tentu saja

BMN yang diperoleh dari hasil hibah harga total perolehannya tidak akan sebesar

harga perolehan total dibandingkan jika membeli BMN yang sama dan serupa

dipasaran. Penulis menyampaikan hal ini karena kebanyakan Satker mengusulkan

nilai limit berdasarkan harga perolehan dengan besaran persentase nilai sisa BMN

berupa kendaraan operasional dari Dishub.

Hal tersebut jelas bukanlah suatu kesalahan jika memang nilai yang dihasilkan

paling tidak hampir sama dengan harga yang ada di pasaran. Nilai yang diusulkan

oleh Satker Penguna barang harus mencerminkan kondisi pasar karena harga barang

di pasaran bisa saja naik dan bisa saja turun sewaktu-waktu. Satker harus cermat

dalam penentuan usulan nilai limit BMN berupa kendaraan dinas operasional yang

akan dihapuskan. Meskipun belum tentu disetujui oleh Pengelola Barang, Satker

Pengguna Barang tetap harus objektif dalam menentukan nilai limit. Bagaimanapun

Page 39: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

31

kendaraan dinas operasional yang akan dihapuskan tersebut berada dalam penguasaan

Satker Pengguna Barang sehingga Satker lah yang lebih mengetahui tentang kondisi

barang. Penilai internal DJKN c.q KPKNL tidak memiliki wewenang untuk menilai

jika tidak ada surat tugas. Sementara tugas Penilai DJKN c.q KPKNL sendiri masih

banyak yang harus diselesaikan.

Dalam hal ini, yang ingin disampaikan adalah Satker tidak harus menjadikan

rekomendasi besaran persentase nilai sisa penyusutan dari Dishub sebagai dasar

utama dalam menentukan nilai limit. Rekomendasi besaran persentase nilai sisa

penyusutan dari Dishub hanya wajib dipakai sebagai salah satu alasan untuk

memenuhi persyaratan penghapusan.

Perlu juga diketahui bahwa dalam menetapkan nilai limit lelang baik Satker

maupun DJKN c.q KPKNL yang menyetujui, perlu mempertimbangkan harga pasar

lelang. Nilai wajar atau pun nilai pasar berbeda dengan nilai pasar lelang yang tidak

menentu. Nilai pasar terbentuk dengan adanya penawaran dan permintaan yang terjadi

di pasaran, atau nilai yang merupakan harga yang umum terjadi di pasaran.

Konkritnya ialah rata-rata atau kisaran harga kendaraan jenis tertentu yang ada dalam

pasar tertentu. Sebagai contoh misalnya, harga motor Suzuki Thunder tahun 2006

pada tahun 2012 di Jakarta berkisar antara 3-4 juta rupiah.

Sedangkan harga lelang terbentuk cenderung dikarenakan oleh kondisi lelang.

Harga lelang merupakan harga yang terjadi akibat efek lelang yang bisa dipengaruhi

oleh emosi peserta lelang, lingkungan, tempat pelaksanaan lelang itu sendiri,

kecerdasan seorang afslager atau pemandu lelang bisa juga oleh Pejabat Lelang ketika

menjalankankan proses lelang, termasuk seberapa besar ketertarikan peserta lelang

Page 40: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

32

terhadap barang yang dilelang. Meskipun anggapan kebanyakan orang tentang lelang

adalah bahwa harga lelang itu murah, hal itu tidak dapat dibenarkan karena harga

lelang merupakan harga yang kompetitif jika dalam pelaksanaan lelang prosesnya

berjalan secara fair. Penjualan melalui lelang adalah penjualan terbaik jika

dilaksanakan/berjalan secara ceteris paribus atau dengan kata lain tidak ada pengaruh

negatif yang mengganggu jalannya proses lelang. Mulai dari tahap persiapan lelang,

pelaksanaan lelang hingga pasca lelang. Sehingga terbentuk harga lelang yang benar

benar kompetitif.

D. Polemik Surat dari Direktur Jenderal Kekayaan Negara

Mengenai perhitungan nilai limit penjualan BMN, hingga sekarang belum ada

peraturan yang mengatur tentang hal tersebut. Saat ini -seperti yang telah disampaikan

sebelumnya- untuk penghapusan BMN dengan tindak lanjut pemindahtanganan

melalui lelang kebijakan nilai limit penjualan BMN masih berdasarakan surat

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor S-3297/KN/2009 tentang Kebijakan Nilai

Limit Penjualan. Sehubungan dengan surat Direktur Jenderal Kekayaan Negara

Nomor S-3297/KN/2009 yang ditujukan kepada seluruh Kantor wilayah DJKN dan

KPKNL tersebut, maka untuk keyakinan dan kepastian tanggung jawab Pengguna

Barang dalam usulan penghapusan BMN, Satker Pengguna Barang harus

menyertakan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Pengguna Barang atas Nilai Limit

penjualan BMN yang akan dihapuskan.

Jika diperhatikan, tujuan awal dikeluarkannya surat dari Direktur Jenderal

Kekayaan Negara (Dirjen KN) tersebut adalah untuk memecah/membagi risiko dan

memudahkan pekerjaan DJKN. Maksudnya, agar tanggung jawab penghapusan BMN

Page 41: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

33

tidak mutlak ada pada DJKN c.q seksi Pengelolaan Kekayaan Negara (PKN) KPKNL.

Idealnya sudah tentu penilaian itu sebaiknya dilakukan oleh Penilai DJKN. Hanya

saja jika dilakukan seperti itu semua risiko bisa ditanggung oleh DJKN. Laku atau

tidak lakunya barang tersebut tanggung jawab ada di DJKN. Sementara penguasaan

barang ada di Pengguna Barang. Artinya Pengguna Barang yang lebih tahu mengenai

kondisi BMN. Sudah jelas karena Pengguna Barang yang mengusulkan anggaran

kebutuhan, Pengguna Barang juga yang melakukan perawatan dan pemeliharaan.

Ketika nilai limit lelang berdasarkan penilaian oleh Penilai DJKN lantas kemudian

tidak laku, sementara Pengguna Barang sudah melepaskan tanggung jawab

pemeliharaan dan perawatan, otomatis perlahan-lahan barang tersebut akan hancur.

Selain itu Penilai DJKN jumlahnya sangat terbatas, sementara tugas yang ada relatif

banyak. Jika tidak segera dilakukan penilaian, kondisi dan nilai dari BMN yang

direkomendasi untuk dihapuskan akan terus menurun. Sulit untuk melakukan

percepatan pelaksanaan penghapusan jika menunggu pelaksanaan dan laporan

penilaian dari tim Penilai DJKN.

Dengan kondisi seperti diatas itulah yang menjadi argumen untuk mendukung

bahwa untuk penilaian selain tanah dan/atau bangunan sebaiknya dilakukan oleh

Pengguna Barang saja, asalkan nilai yang dihasilkan berdasarkan metodologi

penilaian. Baik itu metode pendekatan data pasar maupun metode pendekatan biaya.

Akan tetapi dalam pelaksanaanya Pengguna Barang terkadang terlalu

menyederhanakan penilaian yang dilakukan. Sebagai contoh, Satker hanya

mengalikan harga perolehan dengan persentase besaran nilai penyusutan BMN berupa

kendaraan dinas operasional yang akan dihapuskan.

Page 42: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

34

Pada kenyataanya kondisi tersebut justru menciptakan suatu keadaan atau

ruang yang bisa dikatakan sebagai “grey area” dimana setiap orang memiliki peluang

dan kesempatan yang sama untuk bermain-main didaerah tersebut. Maksudnya seperti

ini, karena tidak diaturnya secara tegas mengenai perhitungan nilai limit penjualan

BMN selain tanah dan/atau bangunan yang dalam hal ini khusus kendaraan dinas

operasional, dalam menentukan nilai limit penjualan BMN berupa kendaraan dinas

operasional, Satker yang berwenang mengusulkan nilai limit penjualan “dapat”

menaksir nilai limit penjualan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah

dengan cara memperkirakan. Sementara DJKN c.q KPKNL melalui seksi PKN

posisinya menjadi lemah justru karena surat dari Dirjen KN yang mangalihkan

tanggung jawab kepada Pengguna Barang atas nilai limit yang diusulkan. Kondisi ini

tentu saja dapat diperdebatkan karena ada kemungkinan dimanfaatkan oleh “oknum

nakal” atau pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan untuk diri sendiri maupun

golongan/kelompoknya. Bagaimanpun dengan adanya Surat Pernyataan Tangung

Jawab Pengguna Barang atas nilai limit yang diusulkan dan dengan dipenuhinya

syarat-syarat penghapusan oleh Satker Pengguna Barang, DJKN c.q KPKNL melalui

seksi PKN tidak memiliki argumen dan/atau landasan yang kuat untuk menolak

persetujuan penghapusan yang diusulkan oleh Satker Pengguna Barang. Tentu saja

hal tersebut tidak mencerminkan pengelolaan BMN yang memenuhi asas fungisional,

akuntabilitas dan kepastian nilai. Serta menimbulkan persepsi bahwa Satker diberikan

kuasa penuh untuk mengelola BMN selain tanah dan/atau bangunan, padahal

sebenarnya tidak dimaksudkan untuk seperti itu.

E. Solusi yang Belum Final

Page 43: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

35

Pada dasarnya surat Dirjen Kekayaan Negara Nomor S-3297/KN/2009 tentang

Kebijakan Nilai Limit Penjualan yang memintakan kepada Pengguna Barang

menyertakan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Pengguna Barang atas Nilai Limit

yang Diusulkan dalam hal pengajuan usul penghapusan BMN dengan tindak lanjut

pemindahtanganan melalui penjualan bukanlah solusi final atau dengan kata lain

solusi yang belum tuntas atas permasalahan perhitungan nilai limit penjualan BMN.

Sebagai contoh, terciptanya grey area atau dengan kata lain timbulnya kondisi yang

bisa diperdebatkan -seperti penjelasan sebelumnya- merupakan salah satu bukti

konkrit ada indikasi timbulnya permasalahan baru.

Hakikat dari penyelesaian permasalahan diatas pada dasarnya sudah ada pada

surat Dirjen Kekayaaan Negara Nomor S-3297/KN/2009 tentang Kebijakan Nilai

Limit Penjualan itu sendiri, dimana dalam surat tersebut disampaikan bahwa

Pengguna Barang yang dimintakan Surat Pernyataan Tanggung Jawab pengguna

Barang atas Nilai Limit yang Diusulkan tetap berlaku hingga ditetapkanya Peraturan

Menteri Keuangan tentang Perhitungan Nilai Limit Penjualan BMN dari Pengelola

Barang. Namun yang perlu dipertanyakan, sejak terbitnya surat dari Dirjen KN yang

dimaksud diatas hingga saat ini Peraturan Menteri Keuangan yang dimaksud belum

juga ditetapkan. Produk hukum yang kemudian telah ditetapkan justru mengatur

mengenai arestasi atau Pelimpahan Sebagian Wewenang Pengelolaan BMN Kepada

Kanwil dan KPKNL yang termuat dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK)

Republik Indonesia Nomor 31/KM.6/2008. Sementara KMK tersebut bukanlah

alternatif penyelesaian masalah yang ideal. Sebab pada intinya KMK tersebut masih

menyangkut mengenai risiko yang semuanya tidak ditanggung oleh seksi PKN

Page 44: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

36

KPKNL, namun juga oleh instansi yang memiliki tugas membina KPKNL yaitu

Kanwil dan termasuk juga Kantor Pusat DJKN. Jadi semakin besar nilai BMN,

tangung jawabnya juga semakin besar sehingga layak menjadi tanggung jawab

instansi yang posisinya lebih diatas. Karena itu wewenang persetujuan/penolakan atas

usulan penetapan status, pemanfaatan, penghapusan dan usulan pemindahtanganan

dibagi berdasarkan nilai BMN.

Hanya saja dalam hal ini terjadi tumpang tindih, Kanwil yang seharusnya

selaku superintenden dan/atau pembina KPKNL jangan melaksanakan tugas yang

seharusnya dilakukan oleh kantor operasional/pelayanan pun begitu dengan Kantor

Pusat DJKN. Sepatutya -menurut hemat penulis-, dengan pelimpahan wewenang nilai

yang berjenjang, sebaiknya menggunakan sistem “satu pintu” dengan artian KPKNL

memegang kendali penuh atas pengelolaan BMN pada Satker sehingga ketika telah

melampaui suatu nilai yang menjadi wewenang dari KPKNL, maka KPKNL harus

berkonsultasi atau sharing dengan instansi yang berada diatasnya dalam mengambil

keputusan atau dengan kata lain ada semacam asistensi baik dari Kanwil maupun

Kantor Pusat DJKN sebagai supervisor. Kondisi yang tercipta seperti saat ini

menimbulkan kesan bahwa DJKN terlihat seperti bermain di dua kaki, yakni sebagai

regulator dan juga sebagai eksekutor.

Perlu diperhatikan bahwa surat dari Dirjen Kekayaan Negara Nomor

3297/KN/2009 tentang Kebijakan Nilai Limit Penjualan dan KMK 31/KMK.6/2008

tentang Pembagian Sebagaian Wewenang Pengelolaan BMN Kepada Kanwil dan

KPKNL yang telah dikeluarkan dan ditetapkan belum tentu memenuhi prinsip/unsur-

unsur bahwa pertama, tidak ada kerugian negara. Kedua kemudian apakah telah

Page 45: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

37

mengeliminasi kerugian negara, atau bisa jadi justru membuat kerugian negara yang

lebih besar. Lagipula dalam permasalahan ini bukan tentang siapa yang paling

bertangung jawab atas kerugian negara jika suatu saat ada pihak yang melakukan

penuntutan/pemeriksaan atau bagaimana pembagian wewenang yang seharusnya.

Tetapi mencari cara yang paling efektif dan efisien untuk mengoptimalkan

penerimaan negara dari nilai sisa BMN yang dihapuskan agar terlaksananya

Pengelolaan BMN yang memenuhi asas fungisional, kepastian hukum, transparan,

efisien, akuntabel, dan kepastian nilai yang didukung dengan ketepatan jumlah dan

nilai dari BMN yang dikelola demi mendapat sebesar-besarnya manfaat untuk

kemakmuran rakyat.

Page 46: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

38

BAB IV

KESIMPULAN

Surat Direktur Jenderal Kekayaaan Negara Nomor S-3297/KN/2009 tentang

Kebijakan Nilai Limit Penjualan yang pada awalnya untuk membantu dan melindungi

Penilai DJKN serta untuk memecah risiko yang memikul tanggung jawab sangat

berpotensi menyebabkan hilang/berkurangnya penerimaan negara. Surat Dirjen KN

tersebut akan terus berlaku hingga ditetapkanya Peraturan Menteri Keuangan

mengenai Perhitungan Nilai Limit Penjualan BMN dari Pengelola Barang. Mungkin

saja ada beberapa hambatan dan/atau alasan yang mendasari belum ditetapkanya

Peraturan Menteri Keuangan tersebut. Hal yang penting diperhatikan adalah

penghapusan dalam ruang lingkup Pengelolaan BMN adalah suatu keniscayaan. Jika

siklus Pengelolaan BMN telah dimulai dengan adanya perencanaan dan penganggaran

yang diikuti dengan pengadaan, penghapusan akan mutlak ada. Hal tersebut yang

perlu dijadikan pegangan oleh semua pelayan masyarakat yang bertugas sebagai

pengelola BMN.

Dalam penghapusan perihal yang dibicarakan adalah mengenai nilai. Lantas

DJKN sebagai pengelola kekayaan negara belum memiliki standar nilai dalam

penghapusan. Saat ini yang telah diatur hanya umur dan kondisi BMN berupa

kendaraan dinas operasional sebagai syarat penghapusan. Walaupun bisa dikatakan

Page 47: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

39

penilaian itu ada kewenanganya, yang menjadi pertanyaan adalah kenapa

wewenangnya hanya dibatasi dengan tanah dan/atau bangunan?

Pemberian wewenang dalam melakukan penilaian selain tanah dan/atau

bangunan kepada Satker Pengguna Barang dimaksudkan karena Satker Pengguna

Barang lebih mengetahui kondisi barang yang berada dalam penguasaanya untuk

dihapuskan. Namun kesan yang terlihat di permukaan justru seperti terjadinya suatu

konflik yang berakhir dengan kompromi dalam bentuk pelimpahan wewenang

penilaian kepada Satker dan pelimpahan sebagian wewenang persetujuan/penolakan

penghapusan/pemindahtanganan kepada Kanwil dan KPKNL. Oleh karena

penghapusan dalam pengelolaan BMN merupakan suatu keniscayaan, kesan

kompromi yang sering terlihat akhirnya membentuk suatu kesimpulan bahwa dengan

membuat surat pernyataan bertanggung jawab, kemungkinan usulan penghapusan

disetujui akan semakin besar, yang seakan-akan Satker menjadi memiliki kuasa atas

penghapusan BMN. Disinilah letak “grey area” yang tercipta karena belum adanya

peraturan yang mengatur secara tegas. Sementara wilayah abu-abu tersebut dapat

dimanfaatkan oleh pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi atau untuk

golangan/kelompoknya.

Ketika ada keinginan pasti ada jalan, suatu peraturan ditetapkan semestinya

untuk kebaikan semua pihak. Terlebih lagi semua pihak baik yang mengelola,

menggunakan maupun yang menguasai BMN adalah abdi negara yang bekerja untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sehingga harus mengesampingkan kepentingan

pribadi. Pemegang kunci utama dalam polemik ini ada pada Menteri Keuangan c.q

DJKN selaku pengelola kekayaan negara khususnya BMN. Apapun tantangannya,

Page 48: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

40

selama ada kemauan pasti ada jalan. Membuat Peraturan Menteri atau mengubah

suatu Peraturan Pemerintah memang bukan perkara mudah, begitu juga ketika nanti

dalam pelaksanaanya. Namun bukan berarti membiarkan kondisinya tetap seperti ini.

Ada banyak cara untuk mencoba memperbaiki kondisi ini. Beberapa contoh misalnya,

menambah jumlah SDM Penilai DJKN, membuat ketentuan cara menilai/memperoleh

nilai kepada Satker, atau bisa juga dengan mendidik serta mensertifikasi pegawai

Satker Pengguna Barang sebagai Penilai. Hal terpenting yang mesti dilakukan adalah

memperbaiki sistem yang ada saat ini melalui peraturan/perundang-undangan yang

secara tegas memenuhi asas-asas dan prinsip pengelolaan Barang Milik Negara.

Page 49: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

41

DAFTAR PUSTAKA

Djohansjah, Arvan Carlo. 2009. Polemik Kebijakan Penilaian Dalam Penghapusan

Barang Milik Negara/Daerah Selain Tanah dan/atau Bangunan. Edukasi

Keuangan, edisi 1:43-45.

Ikhsan, Randi. Galau Nilai Limit Lelang.

http://www.bukuiitem.wordpress.com/2012/07/20/galau-nilai-limit-lelang/

(diakses 21 Juli 2012).

Rama, Mas Agus Fajri. 2011. “Tinjauan Atas Pelaksanaan Penghapusan Barang Milik

Negara Berupa Kendaraan Bermotor Dengan Tindak Lanjut Penjualan Secara

Lelang Oleh KPKNL Semarang”. Pengurusan Piutang dan Lelang Negara.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Tangerang Selatan.

Arrosyid, Moch. Siddiq. 2011. “Evaluasi Atas Penilaian Barang Milik Negara Dalam

Rangka Penghapusan Dengan Tindak Lanjut Pemindahtanganan Pada KPKNL

Jakarta I”. Pengurusan Piutang dan Lelang Negara. Sekolah Tinggi Akuntansi

Negara. Tanggerang Selatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtangan

Barang Milik Negara.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Lelang.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 31/KM.6/2008 tentang Pelimpahan Sebagian

WewenangPengelolaan Barang Milik Negara Kepada Kepala Kantor Wilayah

dan Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang di Lingkungan

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Untuk dan Atas Nama Menteri

Keuangan Menandatangai Surat dan/atau Keputusan Menteri Keuangan.

Page 50: 2012_ppln_randi Ikhsan_perbedaan Implementasi Kebijakan Penilaian Dalam Menentukan Nilai Limit Penjualan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Dinas Operasional

Lampiran I