Upload
riska-nurmarlia
View
483
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
Business LawLecturer: Gatot Soemartono
KARAHA BODAS
GROUP 2Christiana KostanNoviyanti SetiyaningsihOky ZulsyahmiRina FaqihRiska NurmarliaYudhi Novi
ARBITRATION LAW CASE
Arbitral Tribunal JENEWA
Arbitral Tribunal JENEWA
Pertamina/PLNPertamina/PLN KBCKBC
PembahasanKekuatan dan kelemahan gugatan dan jawaban tergugat
Apakah putusan arbitrase UNCITRAL efektif dalam kasus
tersebut?
Analisis putusan Majelis Arbitrase
Analisis putusan PN Jakpus
Analisis putusan Mahkamah Agung
Bagaimana putusan atas kasus tersebut terhadap:
(a) citra sistem peradilan di Indonesia?
(b) Pengusaha Indonesia
(c) Pengacara Indonesia
Kesimpulan
• Di dalam JOC dan ESC, disebutkan bahwa force
majeure atas dikeluarkannya peraturan Pemerintah
hanya menjadi force majeure bagi Kontraktor saja
• KBC lebih siap dalam menghadapi Majelis Arbitrase
dalam hal dokumentasi dan argumentasi
Kekuatan Penggugat
• KBC meminta ganti rugi atas damnum emergens sebesar US$ 96 juta
walaupun telah mengasuransikan proyek ini di tempat lain
• KBC meminta ganti rugi atas lucrum cessans sebesar US$ 512.5 juta
sementara ada dugaan bahwa nilai tersebut terlalu tinggi.
• KBC telah menerima klaim asuransi dari Lloyd - London atas
penangguhan proyek tersebut sebesar US$75 juta. Artinya - jika yang
diasuransikan total project- nilai proyek tersebut US$75 juta ( jauh lebih
kecil dari tuntutan ganti rugi KBC sejumlah US$100 juta atas kerugian
nilai expenditure KBC)
• Keabsahan dari kontrak-kontrak yang ditandangani oleh KBC diragukan
karena ditandatangani oleh direktur PT SDS yang
mewakili KBC, dimana masih terdapat dispute dalam
kepemilikan PT SDS
Kelemahan Penggugat
• Hasil putusan akhir dari majelis Arbitrase berbeda dengan
putusan awal
• Adanya dugaan KKN dan mark-up yang berlebihan dalam
proyek geothermal Karaha Bodas sebagai senjata untuk
membela diri dalam proses arbitrase sehingga KBC akan
diusut di Amerika Serikat atas pelanggaran Foreign Corrupt
Practices Act
Kekuatan Tergugat
• Pertamina secara nyata melanggar klausul yang terdapat pada kontrak
JOC dan ESC mengenai risiko yang akan ditanggung Pertamina atas
tindakan Pemerintah
• Pertamina secara nyata melanggar klausul yang terdapat pada JOC dan
ESC mengenai pelaksanaan perjanjian
• PLN mengirimkan surat tertanggal 6 Maret 1998 mengenai penangguhan
proyek Karaha Bodas dengan mengacu pada Keppres No. 39/1997 dan
No. 5/1998
• Pertamina mengabaikan Notice of Arbitration, sementara dalam
UNCITRAL, Notice of Arbitration dianggap
diterima setelah dikirimkan
Kelemahan Tergugat
• Tidak
• Alasan mengapa forum arbitrase dipilih sangat terkait erat dengan
adanya kritik terhadap forum penyelesaian sengketa lain khususnya
pengadilan
• Putusan arbitrase tidaklah efektif karena masih terdapat hambatan
dari Indonesia terhadap pelaksanaan putusan dimaksud, antara lain:
1. Gugatan Pertamina atas KBC di Pengadilan Jakarta Pusat
2. Langkah hukum lain yang diambil KBC
3. Pertamina memenangkan gugatan atas
KBC di Singapura
4. Adanya gugatan pembatalan putusan arbitrase
Apakah putusan Arbitrase UNCITRAL efektif dalam kasus tersebut?
Analisis Putusan Majelis Arbitrase
• Keputusan:
Pertamina dan PLN telah melanggar kontrak mereka dengan KBC,
karena Majelis Arbitrase telah mengasumsikan bahwa risiko
dimana tindakan Pemerintah yang membatalkan proyek Karaha
Bodas merupakan risiko yang harus ditanggung oleh Pertamina
dan Karaha Bodas. Tim arbitrase memberikan KBC ganti rugi US$
111,1 juta untuk kerugian pembiayaan, US$ 150 juta untuk kerugian
keuntungan (lost profit), bunga 4% setahun mulai 1 Januari 2001
sampai dibayar lunas dan
US$ 687,737,48 untuk biaya arbitrase
Analisis Putusan Majelis Arbitrase (lanjutan)
• Karena alasan telah wanprestasi, Majelis Arbitrase Uncitral
menghilangkan hak Pertamina dan PLN untuk menanyakan
kewajaran nilai klaim ganti rugi KBC dan tidak sesuai dengan
pasal 1865 KUH Perdata dan Pasal 163 HIR
• Keputusan atas perhitungan nilai klaim ganti rugi KBC kurang
tepat karena berdasarkan hasil due dilligence dari ELC
Electroconsult (Appraisal Consultant), bila dilakukan
pengembangan, cadangan energi yang ada di Karaha Bodas
maksimum hanya 120 MW, dan realitas di
lapangan sampai hari ini hanya 30 MW
Analisis Putusan PN Jakpus• Keputusan: pembatalan atas keputusan Arbitrase Internasional
• Berdasarkan pasal 3 UU No. 30 tahun 1999 menyebutkan
bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili
sengketa para pihak yang telah terikat dengan perjanjian
arbitrase
• Berdasarkan pasal 60 UU No. 30 tahun 1999 menyebutkan
putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan
hukum tetap dan mengikat para pihak
• Berdasarkan pasal 65 UU No. 30 tahun 1999
menyebutkan yang berwenang menangani
masalah pengakuan dan pelaksanaan
Putusan Arbitrase Internasional
Analisis Putusan PN Jakpus (lanjutan)• Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (4) UU Arbitrase, keberatan atau
permohonan banding yang diajukan terhadap putusan harus diajukan
langsung ke Mahkamah Agung.
• Majelis Hakim PN Jakpus tidak berwenang baik secara kompetensi
absolute maupun secara kompetensi relatif untuk mengadili perkara a quo,
karena dalam Penjelasan Pasal 70 UU Arbitrase secara tegas dinyatakan
bahwa permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap suatu
putusan arbitrase yang sudah didaftarkan di pengadilan.
• Pasal 67 ayat (1) UU Arbitrase, yang merupakan satu-satunya pasal yang
mengatur mengenai pendaftaran atas putusan
Arbitrase Internasional dalam UU Arbitrase, juga
secara tegas diatur bahwa yang berwenang untuk
melakukan pendaftaran terhadap Putusan Arbitrase
Internasional di Indonesia adalah arbiter atau kuasanya
Analisis Putusan Mahkamah Agung
• Keputusan: MA mengabulkan permohonan banding dari KBC
dan membatalkan keputusan PN Jakpus dan MA akan
mengadili sendiri perkara ini
• Putusan MA sudah sesuai karena menurut Pasal 1 butir 9
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 putusan yang dijatuhkan
oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar
wilayah hukum Republik Indonesia, seperti halnya putusan
arbitrase yang dimohonkan pembatalannya oleh Pertamina
adalah Putusan Arbitrase Internasional
Analisis Putusan Mahkamah Agung (lanjutan)
• Mengenai Arbitrase Internasional, UU No. 30 Tahun 1999 hanya
mengaturnya dalam Pasal 65 - Pasal 69 yang selain mengatur
syarat-syarat dapat diakui dan dilaksanakannya suatu putusan
Arbitrase Internasional di Indonesia, juga mengatur prosedur
permohonan pelaksanaan putusan arbitrase tersebut
• Permohonan pembatalan hanya dapat diajukan kepada
Mahkamah Agung Swiss sesuai dengan UU Hukum Perdata
International negara Swiss sehingga kasus ini tidak dapat
ditangani oleh MA Indonesia.
Hal ini disebabkan suatu kasus tidak dapat
diperkarakan dua kali
• Adanya perubahan berkali-kali dalam peraturan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah menjadikan citra sistem
perundangan menjadi buruk karena pemerintah dinilai tidak
konsisten dalam mengeluarkan peraturan perundangan
• Adanya persepsi bahwa Pemerintah Indonesia tidak
menghormati hukum internasional akan semakin kuat dan ini
pasti akan menjadi kendala negatif yang membuat penanam
modal asing enggan untuk
menanamkan modalnya di Indonesia
Bagaimana putusan atas kasus tersebut terhadap citra sistem peradilan di Indonesia?
• Adanya persepsi bahwa Indonesia melakukan chauvinisme yuridis
dimana Pemerintah Indonesia dinilai mengesampingkan hukum
internasional yang berlaku dengan dalih hukum nasional yang
berlaku. Walaupun dalam hukum perdata internasional, ada asas
yang menyatakan apabila pemakaian dari hukum asing berarti
suatu pelanggaran yang sangat daripada sendi sendi azasi hukum
nasional, hakim dalam hal-hal pengecualian, dapat
mengesampingkan hukum asing ini.
Tetapi pengesampingan tersebut haruslah
sedemikian rupa alasannya.
Bagaimana putusan atas kasus tersebut terhadap citra sistem peradilan di Indonesia? (lanjutan)
Bagaimana putusan atas kasus tersebut terhadap Pengusaha Indonesia
• Adanya ketidakpastian iklim investasi akibat adanya
perubahan sistem perundangan
• Persepsi negatif terhadap kepastian hukum di Indonesia.
• Lemahnya pemahaman kalangan pengusaha terhadap
hukum dan putusan arbitrase
• Pengusaha harus cepat tanggap dalam menyikapi
gugatan hukum yang dialaminya.
Bagaimana putusan atas kasus tersebut terhadap Pengacara Indonesia
• Adanya keputusan arbitrase yang kemudian dimintakan
pembatalannya oleh Pertamina ke Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat dengan menggunakan dalih “kepentingan umum” atau
“public policy” dapat menyebabkan kecenderungan untuk
menggunakan dalih serupa dalam rangka pembelaan diri untuk
tidak dapat dilaksanakannya suatu putusan arbitrase
• Para penanam modal asing enggan menanamkan modalnya di
Indonesia karena adanya anggapan
subjektifitas dan tidak adanya perlindungan
bagi mereka.
Kesimpulan Pembahasan• Fakta:
1. Putusan arbitrase bersifat final and binding
2. UU No. 30/1999 mengenai Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa secara tegas mengakui keberadaan
putusan arbitrase Internasional
3. Indonesia adalah negara yang sudah mengikatkan diri pada
Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign
Arbitral Award
• Maka dengan mengesampingkan jumlah
tuntutan KBC yang dinilai terlalu besar
jumlahnya,maka Pertamina seharusnya memenuhi
tuntutan KBC.
Kesimpulan Pembahasan (lanjutan)
• Diharapkan adanya campur tangan dari Pemerintah
Indonesia untuk segera menyelesaikan masalah ini ke
pemerintah Amerika
• Sejak awal, ada kerjasama antara Pemerintah Indonesia
dengan Pertamina dalam menghadapi KBC
• Gagalnya strategi Pertamina dalam menghadapi KBC yang
lebih siap dengan dokumen dan argumentasi
• Dugaan KKN dan mark-up oleh KBC
melanggar Foreign Corrupt Practices Act
THANK YOU