12
5/20/2018 20.WendyNadyav.Haloho04111004020-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/20-wendy-nadya-v-haloho-04111004020 1/12 PENGARUH CEREBRAL PAL SY  TERHADAP MALOKLUSI  MAKALAH ILMIAH o l e h Wendy Nadya V. Haloho 04111004020 Dosen Pengasuh : drg. Shanty Chairani, M. Si. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014

20. Wendy Nadya v. Haloho 04111004020

Embed Size (px)

DESCRIPTION

wendy alllay

Citation preview

PENGARUH CEREBRAL PALSY TERHADAP MALOKLUSI

MAKALAH ILMIAHo l e h

Wendy Nadya V. Haloho04111004020

Dosen Pengasuh : drg. Shanty Chairani, M. Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA2014

Pengaruh Cerebral Palsy terhadap MaloklusiWendy Nadya V. Haloho04111004020

ABSTRACTCerebral Palsy is a clinical condition characterized by an alteration of nonprogressive neuromotor that manifest in movement disorders and body shape. This disorder resulting from central nervous system injury in the early period of brain development. Children with Cerebral Palsy usually have problems in the oral cavity include caries, tooth decay, periodontitis, malocclusion, bruxism, and drooling. This paper will discuss the influence of Cerebral Palsy on the occurrence of malocclusion. This paper will also discuss about any factors that may cause malocclusion in patients with Cerebral Palsy.

Kata Kunci : Cerebral Palsy, malocclusion, risk factor

PENDAHULUANCerebral Palsy merupakan suatu kondisi klinis dengan karakteristik berupa suatu perubahan neuromotor nonprogresif dan merupakan salah satu penyebab utama cacat pada anak.1 Individu penderita Cerebral Palsy merupakan pasien dengan kebutuhan perawatan khusus dan juga merupakan salah satu kondisi yang paling sering ditemui pada praktik sehari-hari dokter gigi.1Anak dengan Cerebral Palsy biasanya memiliki masalah pada kesehatan rongga mulutnya. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut adalah karena ketidakmampuan anak dalam menjaga kebersihan mulut sehingga dapat menyebabkan tingginya kejadian penyakit mulut pada anak tersebut.2 Beberapa masalah pada rongga mulut yang sering dialami oleh penderita Cerebral Palsy adalah karies, gigi berlubang, periodontitis, maloklusi, bruxism, dan drooling.2,3 Drooling (sering mengeluarkan air liur) dapat disebabkan oleh kesulitan menelan yang terjadi pada anak dengan Cerebral Palsy.2Selain permasalahan tersebut, masalah estetik juga dialami oleh penderitan kelainan ini. Secara estetik, beberapa aspek seperti bau mulut, posisi gigi yang salah, trauma, perdarahan gingiva, kebiasaan membuka mulut, dan mengeluarkan air liur dapat menyebabkan timbulnya rasa kasihan atau bahkan tidak diinginkan dan diskriminasi, yang berarti adanya sikap penolakan secara sosial yang menonjol.4Individu penderita Cerebral Palsy biasanya juga memiliki kelainan orofasial. Disfungsi sistemik pada individu tersebut dapat mempengaruhi terjadinya penyakit mulut yang akan memperburuk penyakit sistemik. Walaupun penyakit mulut dan malformasi orofasial biasanya jarang membahayakan hidup, hal ini tetap dapat menyebabkan rasa sakit, infeksi, komplikasi pernafasan, dan masalah dalam mastikasi.4Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, maloklusi merupakan salah satu masalah yang dapat terjadi pada anak penderita Cerebral Palsy. Kebiasaan-kebiasaan seperti mengulurkan lidah melawan gigi, mengeluarkan lidah dari mulut, dan bernafas melalui mulut akibat adanya infeksi pada saluran pernafasan atas akan mengakibatkan terjadinya maloklusi.4 Maloklusi memiliki dampak pada kehidupan anak dengan Cerebral Palsy, terutama bila dihubungkan dengan masalah aktivitas sehari-hari mereka, termasuk diskriminasi karena tampilan fisik dan masalah yang dikaitkan dengan fungsi oral, seperti menelan dan berbicara. Anak yang memiliki kebiasaan membiarkan mulutnya terbuka dapat menyebabkan kelainan pergerakan oromuskular dan respirasi yang mempengaruhi koordinasi dan artikulasi bibir dan pipi selama berbicara dan menelan. Masalah -masalah yang berkaitan dengan maloklusi tersebut mungkin dikarenakan adanya kesulitan dalam menghisap sebagai akibat dari hipotonisitas dari bibir, otot perioral, dan otot mastikasi dan juga adanya kelainan pada pergerakan lidah.4Tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui bagaimana pengaruh penyakit Cerebral Palsy terhadap terjadinya maloklusi. Pada makalah ini juga akan dituliskan faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan maloklusi pada penderita Cerebral Palsy dan jenis-jenis maloklusi apa saja yang dapat ditemukan pada penderita kelainan ini.

CEREBRAL PALSYCerebral Palsy adalah kelainan sistem saraf pusat yang bermanifestasi pada fungsi motorik seseorang.5 Istilah Cerebral Palsy digunakan untuk menjelaskan suatu bentuk kelainan pergerakan, kesehatan otot, atau keadaan lain yang menunjukkan fungsi kontrol motorik yang abnormal oleh sistem saraf pusat.2 Kelainan nonprogresif yang bermanifestasi pada kelainan pergerakan dan bentuk tubuh ini dihasilkan dari luka sistem saraf pusat berlanjut pada periode awal perkembangan otak, biasanya ditemukan pada usia 3-5 tahun.3 Anak penderita Cerebral Palsy sering disalahartikan sebagai anak dengan keterbelakangan mental karena adanya reaksi atau refleks postural yang primitif dan gangguan dalam berbicara.2Cerebral Palsy terdiri dari beberapa tipe. Berdasarkan sistem klasifikasi Swedia, Cerebral Palsy dapat dibedakan menjadi tipe spastik, diskinetik, ataksi, dan tipe campuran.2 Selain itu, ada pula yang mengklasifikasikan Cerebral Palsy berdasarkan tipe-tipe gangguan motorik yang dialami, antara lain spastisitas, athetosis, rigiditas, ataksia, tremor, atonia, dan tipe campuran.5 Salah satu tipe Cerebral Palsy yang paling sering terjadi adalah spastisitas. Spastisitas ini dapat terjadi karena adanya lesi pada sistem piramidal otak.1 Spastisitas dikarakteristikkan dengan adanya peningkatan ketegangan otot yang bermanifestasi pada refleks peregangan yang berlebihan.5Etiologi kelainan ini adalah kerusakan otak yang terjadi selama perkembangan anak dan mempengaruhi area-area yang berbeda dari otak sehingga menimbulkan berbagai tipe-tipe klinis dari Cerebral Palsy.1 Terdapat tiga kelompok etiologi Cerebral Palsy1, yaitu :a. Prenatalfaktor genetik atau keturunan, malformasi kongenital, maternal, dan faktor fisik (radiasi ionisasi).b. Perinataldystocic labour, asfiksia atau sesak dada (anoksia dan hipoksia), pendarahan intrakranial, premature dan berat badan rendah, penyakit kuning yang parah, dan infeksi melalui saluran lahir.c. Posnatalmeningoensefalitis, traumatik kranioensefalik, dismielinasi ensefalopatis, prosessus vascular, kekurangan nutrisi, sindrom epileptik, dan status epileptikus.MALOKLUSIMaloklusi adalah oklusi abnormal yang ditandai dengan tidak benarnya hubungan antar lengkung gigi di setiap bidang spatial atau anomali abnormal di setiap bidang spatial atau anomali abnormal dalam posisi gigi.6 Maloklusi diklasifikasikan atas beberapa tipe oleh Angle yaitu Klas I, Klas II, Klas III.3,6 Klas I Angle ditandai dengan tonjol mesiobukal gigi molar pertama rahang atas terletak pada celah bagian bukal gigi moalr pertama rahang bawah (relasi gigi neutroklusi). Klas II Angle ditandai dengan tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas terletak pada ruangan di antara tonjol mesiobukal M1 dan tepi distal tonjol bukal gigi premolar rahang bawah (relasi gigi distoklusi). Klas II Angle dibagi lagi menjadi Klas II Angle Divisi 1 dan 2. Klas III Angle ditandai dengan tonjol mesiobukal gigi molar pertama rahang atas beroklusi dengan bagian distal tonjol distal M1 dan tepi mesial tonjol mesial gigi molar kedua rahang bawah (relasi gigi mesioklusi).Klasifikasi ini didasarkan pada hubungan antar cusp mesiobukal pada molar pertama rahang atas dan groove bukal molar pertama rahang bawah.3 Jika terdapat hubungan molar tersebut, maka gigi dapat dikatakan memiliki oklusi yang normal.Selain dari klasifikasi Angle, kelainan-kelainan lain yang dapat dilihat dari kondisi gigi-geligi seseorang adalah6 : Versi, yaitu mahkota yang miring ke arah tertentu (mesioversi, distoversi, labio/bukoversi, linguo/palatoversi). Torsiversi, yaitu gigi berputar menurut sumbu panjang gigi. Transversi, yaitu perubahan posisi gigi. Infraoklusi, yaitu gigi yang tidak mencapai garis oklusal dibandingkan gigi lain dalam lengkung gigi. Supraoklusi, yaitu gigi yang melebihi garis oklusal dibandingkan gigi lain dalam lengkung gigi. Crowded, yaitu gigi yang berdesakan atau tumpang tindih. Diastema, yaitu ruangan di antara gigi yang berdekatan. Cross bite, yaitu hubungan labiolingual atau bukolingual dari gigi-gigi yang saling berhadapan berlawanan dengan keadaan normalnya, misalnya suatu overlap horizontal yang terbalik. Anterior open bite, yaitu dalam bidang vertikal, gigi insisivus bawah tidak menyentuh gigi insisivus atas dan tidak beroklusi ketika gigi-gigi posteriornya saling beroklusi. Edge to edge, yaitu insisal insisivus atas bertemu dengan insisal insisivus bawah.

PENGARUH CEREBRAL PALSY TERHADAP MALOKLUSIBanyak faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi pada anak penderita Cerebral Palsy. Faktor resiko maloklusi dapat berasal dari mekanisme keadaan fisik, kebiasaan, atau penyakit. Anak-anak yang giginya tanggal prematur, hilang, keadaan lengkung rahang dan giginya tidak sesuai memiliki resiko tinggi untuk mengalami maloklusi. Penyakit juga dapat meningkatkan resiko terjadinya maloklusi yang dibuktikan dengan adanya insidensi maloklusi pada populasi pasien dengan kebutuhan perawatan khusus. Beberapa penelitian berikut, yang dilakukan untuk membuktikan adanya pengaruh Cerebral Palsy terhadap maloklusi, dapat menjelaskan faktor-faktor apa saja yang sebenarnya terlibat dalam kasus ini. Chandna et al dalam studinya yang menjelaskan tentang status rongga mulut pada anak penderita Cerebral Palsy menunjukkan bahwa kebanyakan anak penderita Cerebral Palsy mengalami maloklusi Klas II.3Penelitian ini dilakukan pada 25 anak dengan usia antara 6 dan 10 tahun yang menderita Cerebral Palsy. Lima belas anak penderita Cerebral Palsy tipe spastik dan 10 anak lain dengan tipe campuran. Anak dengan spastik Cerebral Palsy dapat mengalami maloklusi Klas II yang signifikan, begitu juga pada anak dengan Cerebral Palsy tipe campuran. Hal ini dapat dilihat pada Table 4 yang menunjukkan bahwa dari 25 anak yang menderita Cerebral Palsy, 17 diantaranya ditemukan memiliki maloklusi Klas II.3 Selain itu, unilateral posterior cross bite juga dapat dilihat pada anak-anak tersebut.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chandna et al, faktor resiko yang berhubungan dengan keparahan maloklusi yang dialami oleh anak dengan Cerebral Palsy adalah bernafas melalui mulut, kelemahan pada otot bibir, dan bentuk wajah yang panjang.3Penelitian lainnya dilakukan oleh Oliveira et al pada 181 ibu dan anaknya yang menderita Sindrom Down atau Cerebral Palsy dengan usia antara 3 dan 12 tahun.4 Pada penelitian yang dilakukan secara cross-sectional ini, terdapat 79 anak penderita Cerebral Palsy. Maloklusi yang didiagnosa adalah anterior cross bite (insisivus bawah yang berada di depan inisisivus atas/ overjet negatif - overbite tidak ada), posterior cross bite (gigi posterior pada lengkung rahang atas berpindah tempat ke region palatal bila dihubungkan ke gigi bawah, baik unilateral maupun bilateral), dan anterior open bite atau AOB (tidak ada kontak antara gigi anterior atas dan bawah/ overjet tidak ada).4 Diagnosa dilakukan berdasarkan kriteria yang dikeluarkan oleh WHO.Setelah penyesuaian variabel pada model, anak dengan Cerebral Palsy memiliki 3 kali kesempatan lebih besar untuk mengalami AOB.4 Penderita dengan ibunya yang melaporkan tentang kebiasaan menghisap nonnutritif selama 24 jam memiliki 3.27 kali kesempatan untuk mengalami AOB. Penemuan ini dapat dijelaskan dengan fakta dari ketidakmampuan otot untuk menutup bibir dan mengarah pada pembentukan postur sistemik anterior lidah yang mempengaruhi kebiasaan menggerak-gerakkan lidah.4 Perkembangan tulang rahang dan otot mastikasi juga mempengaruhi. Deformasi dari region kraniofasial dan rahang berkembang sebagai hasil dari gangguan atau perubahan tonisitas pada otot.Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak dengan Sindrom Down dan Cerebral Palsy memiliki prevalensi anterior cross bite 20.4%, posterior cross bite 21.5%, dan AOB 29.8%.4 Hasil ini dapat dijelaskan sebagai fakta bahwa anak dengan Sindrom Down dan Cerebral Palsy yang tidak selalu disusui oleh ibunya dibandingkan dengan perkembangan anak normal akan mengakibatkan tingginya persentasi dari kebiasaan menghisap nonnutritif dan menghasilkan kelainan fisiologikal yang mengarah pada maloklusi. Abnormalitas tersebut termasuk dari kurangnya perkembangan dari muskulatur orofasial.Gambar berikut ini menunjukkan distribusi anak penderita Sindrom Down dan Cerebral Palsy dengan prevalensi maloklusinya.4 Dari evaluasi kondisi, AOB merupakan prevalensi tertinggi (29.8 %).Penggunaan botol susu menunjukkan model dengan anterior dan posterior cross bite, yang menunjukkan bahwa anak-anak yang didiagnosa mengalami maloklusi adalah anak dengan ibu yang melaporkan penggunaan botol susu selama 24 jam atau lebih.4 Penemuan ini menguatkan penelitian yang mengatakan bahwa anak yang menggunakan botol susu memiliki kesempatan besar untuk mengalami cross bite. Puting susu tiruan pada botol susu yang terbuat dari material yang kaku yang dapat merusak bagian dalam rongga mulut akan menyebabkan ketidaktepatan kesejajaran gigi dan palatum yang tumbuh meninggi sehingga dapat menimbulkan posterior cross bite.Kemudian, kebiasaan menghisap nonnutritif menunjukkan model dengan anterior cross bite, posterior cross bite, dan AOB.4 Ketidakseimbangan antara tekanan otot eksternal dan internal, penambahan lebar mandibula, dan kecenderungan pada reduksi lebar maksila berkaitan dengan kejadian maloklusi ini.Selain kebiasaan-kebiasaan tersebut, salah satu hal yang dapat menyebabkan maloklusi adalah infeksi pernafasan. Infeksi pernafasan pada penderita menunjukkan model dengan posterior cross bite. Hasil ini menunjukkan bahwa komplikasi sistemik yang mengakibatkan infeksi pernafasan dapat menjadi suatu faktor determinan dari perkembangan maloklusi pada anak penderita Cerebral Palsy.4Tabel berikut ini akan menjelaskan mengenai hasil analisis bivariasi untuk anterior cross bite, posterior cross bite, dan AOB.4Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Muppa et al pada 844 subjek laki-laki dan perempuan berusia 6-30 tahun menunjukkan prevalensi yang tinggi dari anterior open bite (AOB).7 Kecenderungan mengalami AOB dapat dijelaskan dengan fakta adanya ketidakmampuan otot dalam menutup bibir pada penderita Cerebral Palsy dan mengakibatkan pembentukan postur sistemik anterior lidah yang memudahkan kebiasaan dari menggerak-gerakkan lidah. Faktor kebiasaan yang mendukung terjadinya maloklusi pada penelitian ini adalah kebiasaan menghisap jari dan bernafas dari mulut.7Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan kejadian maloklusi pada penderita Cerebral Palsy7 ;

Nallegowda et al dalam penelitiannya pada 53 anak penderita Cerebral Palsy dengan rentang usia 6-8 tahun menunjukkan bahwa terdapat 11 pasien dengan maloklusi.2 Kejadian tertinggi yang didapat dari penelitian tersebut adalah prognatik bimaksiler. Kejadian maloklusi ini terjadi karena ketidaksejajaran gigi yang juga didukung oleh adanya abnormalitas dari lidah, bibir, dan pipi.2Berikut ini adalah gambaran maloklusi dan tabel distribusi kasus maloklusi pada penderita Cerebral Palsy berdasarkan penelitian Nallegowda et al2 :

KESIMPULANCerebral Palsy adalah kelainan sistem saraf pusat yang bermanifestasi pada fungsi motorik seseorang. Penderita Cerebral Palsy biasanya akan mengalami suatu bentuk kelainan pergerakan, kesehatan otot, atau keadaan lain yang menunjukkan fungsi kontrol motorik yang abnormal oleh sistem saraf pusat. Selain hal tersebut, penderita Cerebral Palsy juga dapat mengalami masalah pada rongga mulutnya. Salah satu bentuk masalah tersebut adalah maloklusi.Maloklusi adalah oklusi abnormal yang ditandai dengan tidak benarnya hubungan antar lengkung gigi di setiap bidang spatial atau anomali abnormal di setiap bidang spatial atau anomali abnormal dalam posisi gigi. Pada kasus Cerebral Palsy, maloklusi yang paling signifikan terjadi adalah maloklusi Klas II, anterior open bite (AOB), dan prognatik bimaksiler. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya maloklusi pada pasien Cerebral Palsy adalah bernafas melalui mulut, kelemahan pada otot bibir, bentuk wajah yang panjang, penggunaan botol susu pada anak, kebiasaan menghisap nonnutritif, kebiasaan menghisap jari, dan infeksi pernapasan.

DAFTAR PUSTAKA

1. A.O.L Ortega, A.S. Guimaraes, A.L. Ciamponi. Frequency of parafunctional oral habits in patients with cerebral palsy. Journal of Oral Rehabilitation, 2007; 34: 323-328.2. M. Nallegowda, V. Mathur, U. Singh, H. Prakash, M. Khanna, G. Sachdev, SL Yadav, S. Wadhwa, G. Handa. Oral Health Status in Indian Children with Cerebral Palsy - A Pilot Study. IJPMR, April 2005; 16 (1): 1-4.3. P. Chandna, V.K. Adlakha, J.L. Joshi. Oral status of a group of cerebral palsy children. Journal of Dentistry and Oral Hygiene, February 2011; 3 (2): 18-21.4. Ana Cristiana Oliveira, Saul Martins Paiva, Milene Torres Martins, Cintia Silva Torres, Isabela Almeida Pordeus. Prevalence and determinant factors of malocclusion in children with special needs. The European Journal of Orthodontics, October 2010: 1-6.5. A.H. Wyne, N.N. Khan, F.H. Saleem. Molar Relation, Anterior Open Bite, and Posterior Cross Bite in Saudi Spastic Chlidren. DENTSPLY - Odonto-Stomatologie Tropicale: 30-32.6. Abu Bakar. Kedokteran Gigi Klinis - Edisi 2. Quantum Sinergis Media, September 2013.7. Muppa R, Bhupathiraju P, Duddu MK, Dandempally A, Karre DL. Prevalence and determinant factors of malocclusion in population with special needs in South India. Journal of Indian Society of Pedodontics and Preventive Dentistry, April-June 2013; 2 (31): 87-90.11