18
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang Terumbu karang terbentuk dari kalsium karbonat yang sangat banyak (CaCo3), batuan kapur, yang merupakan hasil deposisi dari makhluk hidup (Castro & Huber 2007). Terumbu karang terutama disusun oleh karang-karang jenis anthozoa dari kelas scleractinia, yang mana termasuk hermatypic coral atau jenis karang yang mampu membuat bangunan atau kerangka karang dari kalsium karbonat (Vaughan & Wells 1943 in Supriharyono 2007). Struktur bangunan kapur (CaCo3) tersebut cukup kuat sehingga koloni karang mampu menahan gaya gelombang air laut. Sedangkan asosiasi organisme-organisme yang dominan hidup disini disamping scleractinian corals adalah alga yang banyak diantaranya juga mengandung kapur (Dawes 1981 in Supriharyono 2007). Ada dua tipe karang, yaitu karang yang membentuk bangunan kapur (hermatypic corals) dan yang tidak dapat membentuk bangunan karang (ahermatypic corals). Hermatypic corals adalah binatang karang yang dapat membentuk bangunan karang dari kalsium karbonat, sehingga sering dikenal juga sebagai reef-building corals. Sedangkan ahermatypic coral adalah binatang karang yang tidak dapat membentuk bangunan karang (Supriharyono 2007) Kemampuan hermatypic coral membentuk bangunan kapur tidak lepas dari proses hidup binatang ini. Binatang karang ini dalam hidupnya bersimbiosis dengan sejenis alga (zooxanthellae) yang hidup di jaringan-jaringan polip binatang karang tersebut, dan melaksanakan fotosintesa. Hasil samping dari aktifitas fotosintesa tersebut adalah endapan kapur kalsium karbonat, yang struktur dan bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menetukan jenis atau spesies binatang karang. Karena aktifitas tersebut, maka peran cahaya matahari sangat penting bagi hermatypic coral. Sehingga jenis binatang karang ini umumnya hidup di perairan pantai atau laut yang cukup dangkal, yang mana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan (Supriharyono 2007). Zooxanthellae adalah algae bersel tunggal dengan ukuran mikroskopis yang memerlukan cahaya matahari untuk berfotosintesis. Zooxanthellae merupakan alga dari jenis Gymnodinium microadriaticum atau dikenal juga dengan jenis Simbiodinium (Ronsen 1988 in Efendie 2009). Adanya simbiosis dengan zooxanthellae menyebabkan karang berwarna coklat, hijau, atau biru. Dalam keadaan tertentu misalnya akibat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi Hewan Karang

Terumbu karang terbentuk dari kalsium karbonat yang sangat banyak (CaCo3),

batuan kapur, yang merupakan hasil deposisi dari makhluk hidup (Castro & Huber

2007). Terumbu karang terutama disusun oleh karang-karang jenis anthozoa dari

kelas scleractinia, yang mana termasuk hermatypic coral atau jenis karang yang

mampu membuat bangunan atau kerangka karang dari kalsium karbonat (Vaughan &

Wells 1943 in Supriharyono 2007). Struktur bangunan kapur (CaCo3) tersebut cukup

kuat sehingga koloni karang mampu menahan gaya gelombang air laut. Sedangkan

asosiasi organisme-organisme yang dominan hidup disini disamping scleractinian

corals adalah alga yang banyak diantaranya juga mengandung kapur (Dawes 1981 in

Supriharyono 2007).

Ada dua tipe karang, yaitu karang yang membentuk bangunan kapur

(hermatypic corals) dan yang tidak dapat membentuk bangunan karang (ahermatypic

corals). Hermatypic corals adalah binatang karang yang dapat membentuk bangunan

karang dari kalsium karbonat, sehingga sering dikenal juga sebagai reef-building corals.

Sedangkan ahermatypic coral adalah binatang karang yang tidak dapat membentuk

bangunan karang (Supriharyono 2007)

Kemampuan hermatypic coral membentuk bangunan kapur tidak lepas dari

proses hidup binatang ini. Binatang karang ini dalam hidupnya bersimbiosis dengan

sejenis alga (zooxanthellae) yang hidup di jaringan-jaringan polip binatang karang

tersebut, dan melaksanakan fotosintesa. Hasil samping dari aktifitas fotosintesa

tersebut adalah endapan kapur kalsium karbonat, yang struktur dan bangunannya

khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menetukan jenis atau spesies binatang karang.

Karena aktifitas tersebut, maka peran cahaya matahari sangat penting bagi hermatypic

coral. Sehingga jenis binatang karang ini umumnya hidup di perairan pantai atau laut

yang cukup dangkal, yang mana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar

perairan (Supriharyono 2007).

Zooxanthellae adalah algae bersel tunggal dengan ukuran mikroskopis yang

memerlukan cahaya matahari untuk berfotosintesis. Zooxanthellae merupakan alga

dari jenis Gymnodinium microadriaticum atau dikenal juga dengan jenis Simbiodinium

(Ronsen 1988 in Efendie 2009). Adanya simbiosis dengan zooxanthellae menyebabkan

karang berwarna coklat, hijau, atau biru. Dalam keadaan tertentu misalnya akibat

Page 2: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

5

tekanan lingkungan atau adanya penyakit yang menyerang karang, zooxanthellae

dapat keluar dari karang sehingga menyebabkan karang menjadi putih pucat dan bisa

menyebabkan kematian (Veron 1986 in Pratama 2005). Zooxanthellae mendapat

perlindungan dari karang dan menggunakan beberapa hasil sampingan metabolisme

karang seperti karbondioksida, amonia, nitrat, dan fosfat sebagai bahan makanan.

Sebaliknya karang mendapat keuntungan dari pelepasan bahan-bahan organik

termasuk glukose, gliserol dan asam amonia yang dikeluarkan oleh zooxanthellae

(Hutabarat & Evans 1985). Simbiosis antara zooxanthellae dengan polip karang dapat

dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Simbiosis antara zooxanthellae dan polip karang (Castro & Huber 2007)

Karang pembentuk terumbu merupakan koloni dengan sejumlah besar polip-

polip kecil dengan diameter 1-3 mm, namun seluruh koloni dapat menjadi besar.

Beberapa jenis polip soliter dengan diameter sampai 25 cm, misalnya fungia

(Suwignyo et al. 2005). Setiap individu karang yang disebut polip menempati mangkuk

kecil yang dinamakan koralit. Tiap mangkuk koralit mempunyai beberapa septa yang

tajam dan berbentuk daun yang tumbuh keluar dari dasar koralit, dimana septa ini

merupakan dasar penentuan spesies karang (Bengen 2002). Setiap polip berbentuk

seperti cangkir dengan lingkaran tentakel yang mengelilingi bagian tengah yang

berfungsi sebagai mulut sekaligus anus. Tentakel memberi informasi melalui sel-sel

penyengat (nematocysts) yang berfungsi sebagai alat pertahanan dan menangkap

mangsa (Bermuda Coexploration 2000 in Soehartono & Mardiastuti 2003). Anatomi

polip karang dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 3: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

6

Gambar 3. Anatomi polip karang (Sumich 1999 in Bengen 2002)

2.2. Klasifikasi Hewan Karang

Klasifikasi hewan karang pembentuk terumbu yang ditransplantasikan menurut

Wells (1954) in Suharsono (2008) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Cnidaria

Kelas : Anthozoa

Sub kelas : Zoantharia

Ordo : Scleractinia

Famili : Pocilliporidae

Genus : 1. Stylophora

2. Pocillopora

Spesies : 1. Stylophora pistillata

2. Pocillopora verrucosa

Filum Cnidaria merupakan salah satu filum yang besar dari hewan air dan

kebanyakan merupakan hewan air laut. Kebanyakan hidup berkoloni, dimana setiap

individu saling terhubung. Filum ini dua bentuk karakteristik polimorfisme yang

diperoleh dari daur hidupnya, yaitu polip dan medusa (Kolzof 1990 in Prawidya 2003).

Anggota kelas Anthozoa merupakan cnidaria yang berpolip dan tidak

mempunyai tahap medusoid. Memiliki polip khusus dibanding kelas Hydrozoa.

Kebanyakan hidup berkoloni dan dapat mencapai ukuran besar, walaupun sebenarya

individu polipnya kecil (Ruppert & Barnes 1987 in Prawidya 2003).

Ordo Scleractinia sering disebut dengan karang batu, karena menghasilkan

rangka. Rangkanya terdiri dari kalsium karbonat dan terpisah oleh epidermis pada

Page 4: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

7

basal disc (lapisan basal). Proses pemisahan ini menghasilkan mangkuk kapur, yang

merupakan tempat polip bernaung. Pada dasar mangkuk, terdapat sklerosepta. Setiap

sklerosepta ini terbentuk ke atas sampai ke dasar polip, menahan lapisan basal. Selama

polip hidup, akan terus dihasilkan kalsium karbonat di bawah jaringan yang hidup

(Ruppert & Barnes 1987 in Prawidya 2003).

Famili Pocilloporidae terdiri dari genus Pocillopora, Seriatopora, Stylophora,

Palaustrea dan Madracis. Semuanya dapat ditemukan di perairan Indonesia. Koloni

bercabang atau submasif, ditutupi oleh bintil-bintil (verrucosae). Koralit hampir

tenggelam, kecil, kolumella, diantara koralit dipenuhi duri-duri kecil (Suharsono

2008).

Genus Stylophora memiliki percabangan yang tumpul, kolumella menonjol,

dengan septa terlihat jelas, diantara koralit ditutupi duri-duri kecil dan permukaan

koloni terlihat kasar (Schweigger 1819 in Suharsono 2008).

Spesies Stylophora pistillata (Gambar 4) memiliki koloni bercabang dengan

percabangan pendek dengan ujung tumpul. Koloni biasanya berbentuk submasif

dengan cabang pendek berupa kolom atau lempengan tebal. Koralit menonjol pada

satu sisi dan pada sisi lain tenggelam dan tidak tersusun teratur. Biasanya berwarna

kuning cerah dengan ujung berwarna ungu atau putih. Jenis ini umum ditemui di

perairan yang dangkal dan tersebar di seluruh perairan Indonesia (Esper 1979 in

Suharsono 2008).

Gambar 4. Fragmen jenis Stylophora pistillata (Dok. PKSPL-IPB 2009)

Genus Pocillopora memiliki ciri-ciri koloni hampir bercabang, submasif, koralit

hampir tenggelam, septa bersatu dengan kolumella, percabangan relatif besar dengan

Page 5: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

8

permukaan berbintil-bintil yang disebut verrucosae (Lamarck 1816 in Suharsono

2008).

Spesies Pocillopora verrucosa (Gambar 5) memiliki karakteristik koloni dapat

mencapai ukuran besar dengan percabangan yang agak tegak ke atas, gemuk pada

pangkal dan agak melebar di bagian atas dengan percabangan menimbulkan kesan

teratur dan memiliki verrucosae yang tersebar merata dengan ukuran yang tidak

seragam. Biasanya berwarna kuning pucat dan coklat muda dan tersebar di seluruh

perairan Indonesia (Ellis & Solander 1786 in Suharsono 2008).

Gambar 5. Fragmen jenis Pocillopora verrucosa (Dok. PKSPL-IPB 2009)

2.3. Sistem Reproduksi

2.3.1. Reproduksi seksual

Binatang karang berkembang biak secara seksual dan aseksual (Supriharyono

2007). Perkembangbiakkan secara seksual melalui pemijahan atau pertemuan antara

ovarium dan testes. Reproduksi seksual karang dimulai dengan pembentukan calon

gamet sampai terbentuknya gamet matang, proses ini disebut gametogenesis.

Selanjutnya gamet yang masak dilepaskan dalam bentuk telur atau planula. Masing-

masing jenis karang mempunyai variasi dalam melepaskan telur yang telah dibuahi

dan pertumbuhan terjadi di luar (broadcaster). Sedang karang yang lain pembuahan

terjadi di dalam induknya dierami untuk beberapa saat dan dilepaskan sudah dalam

bentuk planula (broader) (Coremap fase II 2006). Proses reproduksi seksual pada

hewan karang dapat dilihat dari Gambar 6.

Page 6: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

Gambar 6. Reproduksi seksual pada hewan karang (Nybakken 19

2.3.2. Reproduksi aseksual

Reproduksi aseksual pada karang umumnya dilakukan dengan cara m

tunas yang akan menjadi individu baru pada induk, dan pembentukan tunas yang

terus-menerus merupakan mekanisme untuk menambah ukuran koloni, tetapi tidak

untuk menambah koloni baru (Nybakken 1992).

fragmentasi dan pertunasan (

pada jenisnya, polip baru tumbuh secara ekstratentrakular atau intratentakular

(Gambar 7). Pada pertunasan ekstratentakular, polip yang baru tumbuh dari setengah

bagian tubuh ke bawah (Gam

tumbuh dari penyekatan membujur mulai dari

Proses pertunasan diikuti pembentukan sklerosepta dan mangkuk karang dari masing

masing polip baru (Suwignyo

Gambar 7. Reproduksi aseksual pada hewan karang A. Pertunasan B. Pertunasan intratentakular (S

Reproduksi seksual pada hewan karang (Nybakken 19

seksual

Reproduksi aseksual pada karang umumnya dilakukan dengan cara m

tunas yang akan menjadi individu baru pada induk, dan pembentukan tunas yang

menerus merupakan mekanisme untuk menambah ukuran koloni, tetapi tidak

untuk menambah koloni baru (Nybakken 1992). Reproduksi aseksual karang melalui

an pertunasan (budding). Reproduksi melalui pertunasan, tergantung

pada jenisnya, polip baru tumbuh secara ekstratentrakular atau intratentakular

Pada pertunasan ekstratentakular, polip yang baru tumbuh dari setengah

(Gambar 7-A). Pada pertunasan intertentakular, polip baru

tumbuh dari penyekatan membujur mulai dari oral disk ke arah aboral (Gambar 7

Proses pertunasan diikuti pembentukan sklerosepta dan mangkuk karang dari masing

masing polip baru (Suwignyo et al. 2005).

. Reproduksi aseksual pada hewan karang A. Pertunasan ekstratentakular,B. Pertunasan intratentakular (Suwignyo et al. 2005).

9

Reproduksi seksual pada hewan karang (Nybakken 1992)

Reproduksi aseksual pada karang umumnya dilakukan dengan cara membentuk

tunas yang akan menjadi individu baru pada induk, dan pembentukan tunas yang

menerus merupakan mekanisme untuk menambah ukuran koloni, tetapi tidak

Reproduksi aseksual karang melalui

). Reproduksi melalui pertunasan, tergantung

pada jenisnya, polip baru tumbuh secara ekstratentrakular atau intratentakular

Pada pertunasan ekstratentakular, polip yang baru tumbuh dari setengah

intertentakular, polip baru

(Gambar 7-B).

Proses pertunasan diikuti pembentukan sklerosepta dan mangkuk karang dari masing-

ekstratentakular,

Page 7: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

10

2.4. Faktor-faktor Pembatas Kehidupan Karang

Terumbu karang di dunia tersebar hanya pada daerah 32 oLU sampai 32 oLS,

dimana garis lintang yang mengelilingi bumi ini merupakan batas maksimum bagi

karang untuk dapat tumbuh dengan baik. Organisme pembangun karang hanya dapat

hidup di perairan yang dangkal dimana terdapat sinar matahari yang cukup, sehingga

memberi kesan bahwa cara hidup mereka seolah-olah seperti tumbuhan (Hutabarat &

Evans 1985). Selain itu, karang pembentuk terumbu juga dapat tumbuh dengan baik di

daerah-daerah tertentu dimana sedimentasi sedikit dan terhindar dari arus dingin

(Suharsono 1996).

Karang membutuhkan karakteristik lingkungan perairan yang spesifik untuk

dapat tumbuh dan hidup dengan baik. Rachmawati (2001) menyatakan bahwa

terdapat parameter utama yang berpengaruh terhadap keberadaan terumbu karang,

yaitu suhu, salinitas, cahaya matahari, kekeruhan dan nutrisi. Adapun faktor-faktor

lain yang mempengaruhi yaitu sedimentasi, sirkulasi arus dan gelombang, kedalaman

perairan (Dahuri 2003 ; Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia yang

mempengaruhi kehidupan karang dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Faktor-faktor fisik yang bekerja pada polip karang (Nybakken 1992).

2.4.1. Suhu

Suhu air merupakan faktor penting yang menetukan kehidupan karang. Menurut

Wells (1995) in Supriharyono (2007) suhu yang baik untuk pertumbuhan karang

adalah berkisar antara 25-29 oC. Berdasarkan Dirjen PHKA (2008) suhu optimal untuk

pertumbuhan karang sebesar 26-30OC, dan menurut baku mutu air laut untuk biota

laut Kep.51 MENKLH (2004) suhu optimal untuk pertumbuhan karang sebesar 28-

Page 8: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

11

30OC. Karena sifat hidup ini ekosistem terumbu karang umumnya tumbuh di daerah

tropis, walaupun ada diantaranya yang dapat hidup di daerah sub-tropis seperti di

perairan Bemuda, perairan sebelah selatan Jepang, dan perairan sebelah selatan Afrika

Selatan (Supriharyono 2007).

Nybakken (1992) menyatakan bahwa hampir semua terumbu karang di dunia

hanya ditemukan pada perairan yang dibatasi oleh permukaan yang isoterm 20oC.

Karang hermatipik dapat bertahan selama beberapa waktu pada suhu agak dibawah

20oC, tetapi menurut Wells (1957) in Nybakken (1992) tidak ada terumbu karang yang

mampu berkembang pada suhu tahunan dibawah 18oC. Terumbu karang dapat

mentoleransi suhu sampai kira-kira 36-40oC, studi yang dilakukan oleh Coles & Jokiel

(1978) dan Neudecker (1981) in Supriharyono (2007) mengenai pengaruh limbah

suhu, menjelaskan bahwa perubahan suhu secara mendadak sekitar 4-6oC di bawah

atau diatas ambang batas dapat mengurangi pertumbuhan karang, bahkan dapat

mematikannya (Supriharyono 2007).

2.4.2. Salinitas

Menurut Nybakken (1992), Karang hermatipik tidak dapat bertahan pada

salinitas yang menyimpang dari salinitas normal, yaitu 32-35 PSU. Adanya aliran

sungai yang bermuara ke perairan pantai menyebabkan penurunan salinitas pada

perairan pantai, sehingga hal ini dapat mempengaruhi kehidupan karang sehingga

pertumbuhannya menjadi tidak normal. Nilai salinitas dapat menurun hingga 20 PSU

ataupun dapat naik melebihi 50 PSU secara temporal (Rachmawati 2001). Namun

demikian, ada juga terumbu karang yang dapat hidup pada perairan yang memiliki

kadar salinitas yang tinggi, yaitu sebesar 42 PSU seperti di Teluk Persia, wilayah Timur

Tengah (Nybakken 1992).

2.4.3. Intensitas cahaya matahari

Cahaya matahari merupakan salah satu parameter utama yang berpengaruh

dalam pembentukan terumbu karang. Penetrasi cahaya merangsang terjadinya proses

fotosintesis oleh zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang. Tanpa cahaya yang

cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersamaan dengan itu, kemampuan

karang untuk membentuk terumbu (CaCO3) akan berkurang pula (Dahuri 2003).

Cahaya memiliki korelasi penting dengan kedalaman, karena seberapa

kedalaman yang memungkinkan untuk pertumbuhan karang, tergantung dari

seberapa jauh cahaya matahari mampu menembus kolom air (Rachmawati 2001).

Page 9: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

12

Terumbu karang umumnya tumbuh pada kedalaman 25 m atau kurang. Pada perairan

yang jernih, kedalaman tersebut dapat bertambah hingga lebih dari 40 m, namun

jarang ditemukan tumbuh dengan baik pada kedalaman lebih dari 50 m (Rachmawati

2001). Hal ini menerangkan mengapa struktur ini terbatas hingga pinggiran benua-

benua atau pulau-pulau (Nybakken 1992).

2.4.4. Arus

Arus diperlukan dalam proses pertumbuhan karang dalam hal menyuplai

makanan berupa mikroplankton. Arus juga berperan dalam proses pembersihan dari

endapan-endapan material dan menyuplai oksigen yang berasal dari laut lepas. Oleh

karena itu, sirkulasi arus sangat berperan penting dalam proses transfer energi

(Dahuri 2003). Arus berperan dalam pemindahan nutrien, larva, dan sedimen. Sampah

juga dapat berpindah dengan bantuan arus yang membawanya ke tempat lain.

Karenanya kecepatan arus dan turbulensi memiliki pengaruh terhadap morfologi dan

komposisi taksonomi ekosistem terumbu karang (Rachmawati 2001).

Rachmawati (2001) menyatakan bahwa gelombang yang cukup kuat akan

menghalangi pengendapan sedimen pada koloni karang. Struktur terumbu karang

yang masif, cukup kuat menahan gelombang yang besar. Pada daerah yang terkena

gelombang yang cukup kuat, bagian ujung sebelah luar terumbu akan membentuk

karang masif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal dan ujung yang

datar. Sebaliknya pada perairan yang lebih tenang, akan terbentuk koloni yang

berbentuk memanjang dan bercabang dengan cabang yang lebih ramping.

2.4.5. Kekeruhan dan sedimentasi

Kekeruhan dan sedimen juga merupakan faktor lingkungan yang sangat

mempengaruhi pertumbuhan karang. Kekeruhan air dapat megurangi penetrasi atau

intensitas cahaya di dalam air (Supriharyono 2007). Pengaruh sedimentasi terhadap

pertumbuhan binatang karang dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.

Sedimen dapat langsung mematikan binatang karang apabila sedimen tersebut

ukurannya cukup besar atau banyak sehingga menutupi polip karang (Bak 1978 in

Supriharyono 2007). Pengaruh tidak langsung adalah melalui turunnya peneterasi

cahaya matahari untuk fotosintesis, dan banyaknya energi yang dikeluarkan untuk

menghalau sedimen tersebut, yang berakibat turunnya laju pertumbuhan karang

(Pastorok & Bilyard 1985 in Supriharyono 2007). Ketika laju sedimentasi di perairan

karang tinggi, laju pertumbuhan karang biasanya rendah (Supriharyono 2007).

Page 10: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

13

Sedimentasi dan eutrofikasi (pengkayaan nutrien) merupakan salah satu

penyebab utama degradasi ekosistem terumbu karang di dunia (Ginsburg 1993 in

McClanahan 1997). Menurut McClanahan (1997), beberapa jenis karang seperti jenis

Pocillopora, Favia, dan Montipora menunjukkan penurunan ukuran koloni pada

kondisi perairan yang mengandung sedimentasi yang tinggi. Sedimentasi pada

perairan juga dapat mempengaruhi keberadaan unsur hara yang terdapat pada

perairan tersebut. Menurut Supriharyono (2007), unsur-unsur hara yang terikat pada

sedimen tersebut dapat merangsang pertumbuhan alga di perairan karang. Selain itu,

sedimen yang kaya akan unsur hara akan menyebabkan peningkatan kesuburan di

perairan sekitar terumbu karang dan mempercepat laju pertumbuhan makroalga.

Rachmawati (2001) menggolongkan laju sedimentasi kedalam tiga kategori,

yaitu kecil, bila laju kurang dari 10 mg/cm2/hari, memberikan dampak dalam

penurunan regenerasi, kelimpahan, dan keragaman spesies. Termasuk kedalam

kategori sedang bila laju sedimentasi 10-50 mg/cm2/hari, dapat dianggap berbahaya

karena terjadi proses destruktif secara besar-besaran. Bila laju telah melebihi 50

mg/cm2/hari dapat menimbulkan kematian komunitas karang dan kerusakan terumbu

karang.

2.4.6. Nutrien (nitrat, amonia, ortofosfat)

Perairan karang biasanya mengandung nutrien anorganik yang rendah (Grover

2003). Nitrat dan amonia adalah sumber utama nitrogen untuk produktivitas primer

perairan laut (Codicpoti 1989 in Grover 2003). Kisaran konsentrasi nitrogen pada

perairan karang sebesar 0,3-1,0 μmol/L nitrat, dan sebesar 0-0,4 μmol/L amonia

(Bythell 1990 ; D’Ellia & Wiebe 1990 ; Furnas 1991 in Grover 2003). Menurut Grover

(2003), karang keras memiliki kemampuan untuk mengawetkan unsur hara dengan

mengakumulasikan sisa-sisa metabolisme dari binatang induk (karang). Unsur hara ini

dimanfaatkan zooxanthellae terutama apabila perairan sekitarnya miskin unsur hara

(Muscatine 1973 in Supriharyono 2007). Dengan adanya kemampuan dalam

mengawetkan unsur hara ini, maka ekosistem terumbu karang tidak membutuhkan

masukan nutrien yang lebih besar (Charpy 2001). Nitrat dapat dihasilkan oleh

oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi 2003).

Amonia merupakan salah satu senyawa kimia yang bersifat racun bagi biota

perairan jika jumlahnya berlebihan di perairan. Kadar amonia yang tinggi bisa menjadi

indikasi adanya pencemaran bahan organik. Sumber amonia di perairan adalah

pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat

Page 11: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

14

di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan

biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Tinja dari biota akuatik yang

merupakan limbah aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amonia. Sumber

amonia yang lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara

atmosfer, limbah industri, dan domestik. Amonia juga dapat dihasilkan dari proses

denitrifikasi nitrat pada kondisi perairan yang kurang oksigen. Amonia dan garam-

garamnya bersifat mudah larut dalam air. Avertebrata air lebih toleran terhadap

toksisitas amonia dari pada ikan (Effendi 2003).

Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga,

sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik serta

sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Ortofosfat merupakan salah

satu bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik.

Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen di

perairan dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga di perairan (Effendi 2003).

Nilai parameter lingkungan yang baik untuk pertumbuhan karang berdasarkan baku

mutu yang ditetapkan oleh MENKLH 2004 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Baku mutu air laut untuk biota laut

Parameter Satuan Baku Mutu*a. Fisika

Kecerahan Kekeruhan Suhub. Kimia

Salinitas Amonia total (NH3-N) Fosfat (PO4-P) Nitrat (NO3-N)

mNTU

OC

PSUMg/lMg/lMg/l

5-10%< 5

28-30

33-340,3

0,0150,008

*) Baku mutu berdasarkan Kep.51/MENKLH/I/2004

Nutrien yang tinggi di perairan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman dan

alga pada perairan tersebut juga meningkat, sehingga hal ini dapat menyebabkan

terganggunya kehidupan dan pertumbuhan karang. Peningkatan kesuburan di

perairan sekitar terumbu karang dan mempercepat laju pertumbuhan makroalga.

Biomassa makroalga yang besar dapat menutupi karang sehingga memiliki efek

seperti halnya penutupan karang oleh partikel sedimen yang besar (Rachmawati

2001).

Page 12: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

15

Pengaruh dari alga terhadap organisme karang dimulai dari peningkatan

nutrien pada perairan terumbu karang. Hal ini memberikan pengaruh terhadap

struktur dan fungsi komunitas karang (Tomascik & Sander 1987; Wittenberg & Hunte

1992 in Tanner1995). Salah satu hipotesis yang berkaitan dengan peningkatan nutrien

adalah seiring dengan peningkatan nutrien, pertumbuhan alga akan meningkat. Hal ini

memungkinkan alga bersaing dengan organisme karang ataupun organisme sessile

(Birkeland 1977,1988; Pastorok & Bilyard 1985 in Tanner 1995).

2.5. Laju Kalsifikasi Karang

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa setiap koloni hermatypic corals

mengandung alga (zooxanthellae) yang hidup bersimbiosis dengan koloni karang.

Zooxanthellae yang hidup di koloni karang ini selain memproduksi karbon juga

memproduksi kalsium karbonat (kapur) atau kalsifikasi, untuk membentuk bangunan

karang. Sehingga jenis karang ini disebut reef building corals, atau jenis karang yang

dapat membuat bangunan karang dari kapur. Kecepatan atau laju kalsifikasi ini tidak

sama untuk setiap spesies. Spesies-spesies tertentu tumbuhnya sangat cepat, yaitu

bisa > 2 cm / bulan (umumnya branching corals), namun ada pula spesies karang

(umumnya karang masif) yang tumbuhnya sangat lambat, yaitu hanya < 1cm /tahun.

Disamping faktor spesies, kecepatan tumbuh karang juga ditentukan oleh kondisi

lingkungan hidup mereka berada. Pada perairan yang memiliki kondisi lingkungannya

mendukung pertumbuhan karang, maka biasanya karang biasanya tumbuh lebih cepat

dibandingkan di daerah yang tercemar. Laju kalsifikasi karang juga ditentukan oleh

beberapa faktor, yaitu cahaya, suhu perairan, kekeruhan, sedimentasi, serta

kedalaman perairan (Supriharyono 2007).

Menurut Timotius (2003) kalsium karbonat yang terbentuk kemudian

membentuk endapan menjadi hewan karang. Sementara itu, karbondioksida akan

diambil oleh zooxanthellae untuk fotosintesis. Pengambilan atau pemanfaatan karbon

(CO2) dalam jumlah yang sangat besar untuk keperluan kalsifikasi yang kemudian

menghasilkan terumbu karang sebaran vertikal dan horizontal yang amat luas,

menjadikan terumbu karang sebagai carbon sink.

2.6. Kerusakan Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat rentan.

Kerusakan terumbu karang dapat diakibatkan baik oleh proses alami maupun proses

antropogenik. Menurut Herianto (2007), kerusakan ekosistem terumbu karang dapat

Page 13: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

16

digolongkan berdasarkan penyebab kerusakannya, yakni aktivitas manusia secara

langsung, dan tidak langsung, faktor biologis, dan faktor fisik.

2.6.3. Faktor aktivitas manusia

Menurut Ikawati et al. (2001), kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh

ulah manusia (antropogenik) merupakan penyebab terbesar kerusakan terumbu

karang. Hal ini disebabkan ketidaktahuan manusia akan manfaat dan fungsi terumbu

karang. Beberapa jenis kegiatan manusia yang berdampak secara langsung dalam

kerusakan terumbu karang menurut Herianto (2007) seperti aktivitas penambangan

karang, pengeboman karang, penggunaan sianida atau potas, penangkapan ikan

dengan bubu, penangkapan ikan dengan muroami, jangkar perahu, serta adanya

kegiatan pariwisata perairan. Kegiatan yang bedampak secara tidak langsung yang

menyebabkan kerusakan terumbu karang seperti proses sedimentasi yang merupakan

hasil dari kegiatan penambangan di laut ataupun dari daratan yang terbawa oleh

sungai ke laut. Selain itu, adanya pencemaran limbah perkotaan dan minyak bumi yang

dapat memasok nutrisi yang berlebih ke laut sehingga dapat memicu pertumbuhan

alga tertentu secara cepat (blooming algae) yang dapat menganggu kehidupan karang

(Herianto 2007).

2.6.2. Faktor biologis

Menurut Herianto (2007), faktor biologis yang dapat merusak ekosistem

terumbu karang seperti adanya predasi dari predator yang bersifat aktif dan agresif

untuk mendapatkan makanan, sehingga dapat menghambat atau mematikan

pertumbuhan karang yang lainnya. Selain adanya predasi, penyakit yang disebabkan

oleh bakteri juga dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang. Jenis penyakit yang

sering ditemukan pada terumbu karang seperti white band disease, black band disease,

dan vibrio AK-1. White band disease ditandai dengan adanya warna putih pada

sebagian koloni karang, sedang sebagian lagi berwarna normal. Black band disease

ditandai dengan warna hitam pada jaringan karang yang sedang terserang atau

berwarna putih jika karang telah mati (bleaching). Penyakit vibrio AK-1 terjadi jika

bakteri ini terdapat pada suhu lingkungan yang naik diatas normal. Kerusakan akibat

bakteri ini ditandai dengan memutihnya jaringan karang, akan tetapi warna putihnya

biasanya berupa bercak-bercak yang tidak merata.

Proses bio-erosi juga merupakan salah satu penyebab kerusakan terumbu

karang. Bio-erosi disebabkan oleh terdegradasinya kapur kerangka tubuh karang

Page 14: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

17

(CaCO3) yang disebabkan oleh organisme lain baik secara kimiawi maupun mekanis

(Herianto 2007).

2.6.3. Faktor fisik

Faktor fisik yang dapat merusak ekosistem terumbu karang menurut Herianto

(2007) seperti kenaikan suhu air laut, pasang surut, radiasi sinar ultra violet,

penurunan salinitas, gunung berapi, gempa bumi, tsunami, taifun dan badai.

Kerusakan akibat alam ini tidak dapat dicegah secara langsung karena diluar kuasa

manusia. Selain itu, dibandingkan dengan kerusakan karena ulah manusia, kerusakan

terumbu karang karena faktor alam jumlahnya relatif kecil (Ikawati et al. 2001).

2.7. Transplantasi Karang

2.7.1. Pengertian dan pemanfaatan transplantasi karang

Transplantasi karang adalah pencangkokan atau pemotongan karang hidup

untuk ditanam ditempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalami

kerusakan, bertujuan untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami.

Transplantasi karang berperan dalam mempercepat regenerasi terumbu karang yang

telah rusak, dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu karang baru

yang sebelumnya tidak ada (Harriot & Fisk 1988 in Soedharma 2007).

Manfaat dari transplantasi karang menurut Soedharma (2007) adalah :

1. Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak.

2. Rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak.

3. Menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru kedalam ekosistem

terumbu karang di daerah tertentu.

4. Konservasi plasma nutfah, disebut juga konservasi dari sumber keanekaragaman

hayati.

5. Pengembangan populasi karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan atau

langka.

6. Menambah karang dewasa ke dalam populasi sehingga produksi larva di ekosistem

karang yang rusak tersebut dapat ditingkatkan.

7. Keperluan perdagangan.

Transplantasi karang telah dipelajari dan dikembangkan sebagai teknologi

pilihan dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama pada daerah-daerah

yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Harriot & Fisk 1988 in Soedharma 2007). Tujuan

kegiatan transplantasi yaitu perbanyakan koloni karang dengan bantuan manusia

Page 15: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

18

untuk rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak agar dapat menciptakan

komunitas baru dengan memasukkan spesies baru kedalam ekosistem terumbu

karang di daerah tertentu (Soedharma 2007).

2.7.2.Metode transplantasi karang

Metode transplantasi karang dapat dilakukan secara langsung di alam ataupun

pada ruang terkontrol (Soedharma 2007). Metode yang sering dilakukan pada

transplantasi karang seperti metode patok, metode jaring, metode jaring dan substrat,

metode jaring dan rangka, metode jaring, rangka, dan substrat, serta metode rantai.

Beberapa teknik pelekatan karang yang ditransplantasikan adalah semen, lem plastik,

penjepit baja, dan kabel listrik plastik (Coremap fase II 2006).

2.8. Penelitian Transplantasi Karang di Indonesia

Untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan karang, berbagai penelitian tentang

transplantasi karang telah dilakukan di Indonesia. Penelitian-penelitian ini banyak

dilakukan oleh instansi-instansi yang bergerak dibidang khususnya terumbu karang,

lembaga-lembaga non-profit, serta penelitian dari mahasiswa perguruan tinggi di

Indonesia. Beberapa penelitian transplantasi yang pernah dilakukan di Indonesia

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa penelitian transplantasi karang di Indonesia

Lokasi Spesies Lama Penelitian

Laju Pertumbuhan (mm/bulan)

Kelangsungan Hidup (%)

Pengamatan

Pulau Pari (Sadarun 1999)

Acropora tenuis

5 bulan

32,6-33,3 90

pertambahan tunas dan perambatan pada substrat keramik

A. formosa 45,8-46,3 83,33

A. hyachintus 43,8-44,4 100

A. divaricata 31,9-32,2 100

A. nasuta 47,9-48,1 100

A. yongei 48,8-49,1 100

A. aspera 33,0-33,3 100

A. digitifera 21,1-24,3 100

A. valida 49,0-41,2 100

A. glauca 20,1 100Zona Windward, Leeward, dan goba Pulau Pari (Johan 2000)

A. formosa

6 bulan

3,7 89 perlakuan dengan jumlah cabang dan perambatan pada substrat keramik

A. donei 1,6 97

A. acuminata 4,2 90

Pantai Selatan Bunaken (Supit 2000)

Pocillopora damcornis 6 bulan P = 6,48 -

Pengukuran pertumbuhan dengan Alizarin-

Page 16: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

19

Pantai Malalayang (Supit 2000)

Pocillopora damcornis 6 bulan P = 5,91 -

Reds

Utara dan Selatan Pulau Pari (Cahyadi 2001)

Porites nigrescens

5 bulan

P potong atas = 13,2 100

perlakuan dengan usia koloni berdasarkan potongan pada karang

P potong tengah = 16,8 100

P potong bawah = 13,1 95

Montipora digitata

P potong atas = 11,2 100

P potong tengah = 16,8

100

P potong bawah = 14,3 100

Selatan Pulau Pari (Herdiana 2001)

Acropora micropthalma

5 bulan

P = 90 ; L = 139 / P = 103 ; L =

82,283,33 / 66,67

perlakuan pada posisi penanaman (vertikal dan horizontal)A. intermedia

P = 104 ; L = 154 / P = 127 ;

L = 21383,33 / 79,17

Selatan Pulau Pari (Aziz 2001)

Acropora intermedia

6 bulan

T = 2,5 ; P = 2,5 66,67

rasio pertumbuhan lebar dan tinggi koloni karang

Millepora tenela T = 2,8 ; L = 4,7 100Trachypillia geoffroyi T = 6 ; L = 9 33,33

Wellsophyllia radiata T = 7 ; L = 12 66,67

Selatan Pulau Pari (Alhusna 2002)

Acropora formosa5 bulan

1. P = 8,3 ; L1 = 2,1 ; L2 = 2,3

100Perbandinag laju petumbuhan koloni induk (1) dan koloni transplan (2)

2. P = 14,1 ; L1 = 16,7 ; L2 =

14,3

Hydnopora rigida 1. P = 4,6 ; L1 = 2,1 ; L2 = 2,5 100

2. P = 5,4 ; L1 = 6,1 ; L2 ; 5,1

Selatan Pulau Pari (Subhan 2002)

Euphyllia sp

6 bulan

T = 1,4 ; L = 2,7 ; P = 2,8 77,78 Laju

pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup

Cynarina lacrymalis T = 0,3 ; L = 2,2 ; P = 1,1

22,22

Plerogyra sinuosa T = 2,2 ; L = 1 ; P = 1,1 33,33

Selatan Pulau Pari (Syahrir 2003)

Heliopora corerolea

6 bulan

T = 4,2 ; D = 10,6

100

Rasio pertumbuhan diameter koloni dan tinggi koloni karang

Tubipora musica T = 2,5 ; D = 3,6 55,56

Seriatopora hystrix T = 7,4 ; D = 12,6

100

Pocillopora damicornis T = 3,7 ; D = 5,4 100

Montipora foliosa T = 4,9 ; D = 6 66,67

Pulau Pari (Prawidya 2003)

Montipora spumosa

5 bulan

T = 18,27 ; L = 23,14 88,89

Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan idup

Montipora porites T = 18,26 ; L = 26,53

100

Pavona cactusT = 22,96 ; L =

26,99 77,78

Hydnopora rigida T = 35,89 ; L = 48,00 100

Perairan Tabolong,

Acropora valensiennesi

2 bulan P = 7 100 Laju pertumbuhan,

Tabel 2. (Lanjutan)

Page 17: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

20

Kupang (Kaleka 2004)

Acropora brueggenanni

P = 6,25 100 pertambahan tunas, tingkat ketahanan hidupAcropora formosa P = 6,7 100

Kuta, Bali (Alfaridy, 2009)

Acropora spp

Stasiun 1(3 bulan)

L = 5 ; T = 3 -

Stasiun 1(5 bulan) L = 9 ; T = 3 -

Stasiun 2(3 bulan)

L = 5 ; T = 3 -

Stasiun 2(5 bulan) L = 10 ; T = 3 -

Stasiun 3(3 bulan) L = 4 ; T = 3 -

Stasiun 3(5 bulan) L = 8 ; T = 3 -

Stasiun 4(3 bulan) L = 4 ; T = 2 -

Stasiun 4(5 bulan)

L = 8 ; T = 2 -

2.9. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara

Teluk Jakarta. Lokasinya berada antara 06°00’40” dan 05°54’40” Lintang Selatan dan

106°40’45” dan 109°01’19” Bujur Timur. Kepulauan seribu terdiri atas rangkaian

mata rantai 105 pulau yang terbentang vertikal dari Teluk Jakarta hingga Pulau Sebira

di arah utara yang merupakan pulau terjauh dengan jarak kurang lebih 150 km dari

pantai Jakarta Utara. Kedalaman perairan Kepulauan Seribu sangat bervariasi. Namun

umumnya memiliki kedalaman 30 meter, meskipun ada beberapa lokasi tercatat

kedalaman hingga 70 meter, yaitu sebelah utara Pulau Pari dan utara Pulau Semak

Daun. Hampir semua pulau memiliki paparan pulau karang (reef flat) yang luas hingga

20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan dengan kedalaman bervariasi dari 50

cm pada pasang terendah hingga 1 meter, pada jarak 60 meter hingga 80 meter dari

garis pantai. Dasar rataan karang merupakan variasi antara pasir, karang mati, sampai

karang batu hidup. Pada dasar laut, tepi rataan karang sering diikuti oleh daerah tubir

dengan kemiringan curam hingga mencapai 70O mencapai dasar laut dengan

kedalaman bervariasi dari 10 meter hingga 75 meter (Noor 2003 ; Estradivari et al.

2007).

Kondisi perairan Kepulauan Seribu secara umum memiliki kisaran suhu

permukaan perairan pada musim barat berkisar antara 28,5°C-30,0°C, sedangkan pada

musim timur permukaan antara 28,5°C-31,0°C. Kisaran salinitas permukaan berkisar

antara 30-34 PSU pada musim barat (Desember-Maret) maupun pada musim timur

(Juni-September). Kondisi arus permukaan pada Kepulauan Seribu pada musim barat

Tabel 2. (Lanjutan)

Page 18: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang · Karang membutuhkan karakteristik lingkungan ... Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia ... penting dalam proses transfer

21

berkecepatan maksimum 0,5 m/detik, sedangkan pada musim timur kecepatan

maksimumnya 0,5 m/detik (www.kepulauanseribu.net 2003).

Pulau Karya merupakan salah satu pulau yang terdapat di wilayah perairan

Kepulauan Seribu. Pulau Karya terletak di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan

Kepulauan Seribu Utara memiliki luas daratan sebesar ±6 ha. Pulau ini terletak

bersebelahan dengan Pulau Panggang yang merupakan pulau yang memiliki

kepadatan penduduk yang cukup padat, serta Pulau Pramuka yang sering dikunjungi

wisatawan sebagai lokasi wisata bahari (www.kepulauanseribu.net 2009).