Upload
others
View
38
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Tiram
2.1.1 Klasifikasi Tiram dan Kerang Darah
a. Klasifikasi Tiram
Tiram merupakan salah satu organisme kelas bivalvia yang banyak di
jumpai di daerah pasang surut, dan hidup dengan cara menempel pada
permukaan yang memiliki substrat keras seperti bebatuan. Menurut Irianto et al.
(1994), tiram merupakan moluska yang hidup menetap pada substrat dan
dipengaruhi oleh kualitas air yang terkait dengan faktor ekologinya. Tiram yang
digunakan dalam penelitian ini berasal dari spesies Crassostrea iredalei. Menurut
Born (1778) dalam Asriyanti (2012), Klasifikasi tiram Crassostrea iredalei adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Order : Pteriomorpha
Family : Ostreidae
Genus : Crassostrea
Spesies : Crassostrea iredalei
Tiram tergolong dalam pelecypoda (kerang-kerangan) dan biasa disebut
oyster. Ciri umum dari tiram adalah memiliki cangkang standar serta mempunyai
insang yang relatif besar sebagai alat untuk bernafas dan menyerap makanan.
Cangkang tiram terdiri dari dua bagian yaitu bagian bawah dan bagian atas.
Bagian bawah berbentuk seperti mangkok yang digunakan untuk menempel
pada substrat. Bagian atas merupakan penutup umumnya berbentuk relatif datar.
Bentuk dari cangkang tiram dipengaruhi oleh tempat hidupnya. Tiram yang hidup
Gambar 1. Tiram Crassostrea iredale
(Google Image, 2017)
6
pada substrat yang lunak dan berlumpur cenderung mempunyai cangkang yang
ramping atau langsing dengan hiasan garis-garis tubuh yang jarang. Sedangkan
tiram yang hidup pada perairan dengan arus agak kuat bentuk cangkangnya
lebih cenderung berbentuk bulat (radial) (Galtsoff, 1964). Morfologi Crassostrea
iredalei dapat dilihat pada Gambar 1.
Tiram Crassostrea iredalei merupakan kerang-kerangan yang hidup di
daerah intertidal (bagian pantai yang terendam air di bawah batas pasang
tertinggi). Tiram dapat ditemukan di banyak perairan di dunia, yaitu di tempat-
tempat yang terlindung seperti basin, danau asin dan laguna. Beberapa jenis
tiram memang telah menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang
bervariasi sesuai perubahan musim. Namun salinitas dan suhu yang sesuai
merupakan faktor lingkungan yang sangat diperlukan bagi kehidupan tiram
(Mezei, 2010 dalam Nuriyani, 2016).
Tiram hidup menempel pada substrat yang keras seperti kayu, batu,
karang yang sudah mati atau materi keras lainnya yang ada disekitar pantai.
Sebagian tiram hidup menetap di dasar pantai, ada yang membenamkan diri
pada substrat pasir atau lumpur bahkan ada pula yang membenamkan pada
kerangka karang-karang batu. Bivalvia menempel pada substrat dengan
menggunakan byssus atau semennya (Widiastuti, 1998).
b. Klasifikasi Kerang darah Anadara granosa
Kerang Darah merupakan biota laut yang memiliki nilai gizi yang cukup
tinggi dan rasanya yang sangat enak dan lezat yang banyak digunakan diperjual
belikan diwarung makan dengan berbagai macam olahan. Secara umum kerang
merupakan kelompok hewan tidak bertulang belakang dan bentuknya mudah
dikenali. Sebagian besar dicirikan dengan adanya cangkang yang melindungi
tubuhnya. Cangkang merupakan alat pelindung diri, terdiri dari lapisan karbonat,
7
di pisahkan oleh lapisan tipis protein diantara cangkang dan bagian tubuh
(Setyono, 2016).Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan (2010), jumlah produksi
kerang darah mencapai 3.746,7 ton diwilayah jawa timur dari data tersebut bisa
dilihat bahwa kerang darah merupakan sumberdaya dengan nilai ekonomis
penting yang sangat diminati oleh masyarakat.
Menurut Boom (1985) dalam Indah (2010), taksonomi kerang darah
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phyllum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Pteriomorphia
Ordo : Arcoida
Famili : Archidae Gambar 2. Kerang darah (Google image, 2017)
Genus : Anadara
Spesies : Anadara granosa
2.2 Anatomi Tiram dan Kerang Darah
2.2.1 Anatomi Tiram Crassostrea iredalei
Tiram memiliki 2 (dua) cangkang, biasa disebut bivalve, tetapi ukuran
cangkang tersebut berbeda. Makanan tiram adalah fitoplankton yang diperoleh
dengan menyaring air yang masuk dalam tubuh. Tiram memiliki mantel, yaitu
daging tipis yang menahan pertumbuhan dan perkembangan cangkang. Mantel
ini juga berfungsi untuk membentuk nacre yang membungkus bagian dalam
cangkang. Insang tiram memiliki dua fungsi utama yaitu untuk pernapasan dan
menyaring makanan. Jika tiram terbuka dengan baik, dapat dilihat detak
jantungnya yang terletak tepat di atas otot aduktor. Darah tiram tidak berwarna
(Mezei, 2010 dalam Nuriyani, 2016).
8
Tubuh tiram terdiri atas tiga bagian yaitu kaki mantel dan kumpulan organ
bagian dalam. Kaki tiram bersifat elastis, terdiri atas susunan jaringan otot yang
dapat meregang. Tiram termasuk monomary, yaitu hewan yang memiliki otot
tunggal berfungsi untuk membuka dan menutup cangkang. Cangkang tiram
dibentuk oleh mantel dengan cara mengeluarkan sel-sel yang dapat membentuk
struktur cangkang dengan warna yang berbeda-beda tergantung pada faktor
lingkungan dan genetik. Matel berfungsi membungkus organ bagian dalam dan
menyeleksi unsur-unsur yang terhisap kedalam tubuh. Jika dalam tubuh terdapat
kotoran maka mantel akan menyemburkan kotoran itu keluar (Syazili, 2011).
Anatomi tiram secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Anatomi tiram (Google Image, 2017)
Crassostrea iredalei mempunyai cangkang yang kecil hingga mencapai
panjang 40 mm dan lebar 30 mm berbentuk oval dengan garis triangular,
tergantung pada lapisan bawah dan ruang yang tersedia. Garis hinge lurus dan
pendek serta mempunyai ligamen yang pendek juga. Permukaan luar dari kedua
katup kiri dan kanan berwarna putih ke ungu-unguan dengan warna ungu gelap
dibatas cangkang. Garis-garis putih nampak pada katup kanan pada beberapa
spesies (Lam dan Brian, 2004).
9
2.2.2 Anatomi Kerang Darah Anadara granosa
Bagian tubuh kerang darah secara umum dibagi menjadi lima bagian
antara lain bagian kaki (foot, byssus), kepala (head), alat pencernaan dan
reproduksi (visceral mass), selaput (mantle) dan cangkang (shell). Terdapat
organ-organ syaraf sensorik dan mulut pada bagian kepala. Bagian alat gerak
adalah kaki yang merupakan otot mudah berkontraksi. Adapun bagian-bagian
kerang darah tersaji pada Gambar 4.
Gambar 4. Bagian-bagian Kerang Darah (Google Image, 2017)
Kerang darah bersifat hemaprodit dan kebanyakan hewan ini mempunyai
alat kelamin yang terpisah. Pada saat terjadi perkawinan, alat kelamin jantan
akan mengeluarkan sperma ke air dan akan masuk dalam tubuh hewan betina.
Melalui sifon air masuk, sehingga terjadilah pembuahan. Ovum akan tumbuh dan
berkembang yang melekat pada insang dalam ruang mantel, kemudian akan
menetas dan keluarlah larva yang disebut glokidium. Larva ini akan keluar dari
dalam tubuh hewan betina melalui sifon air keluar, kemudian larva tersebut
menempel pada insang atau sirip ikan dan larva tersebut akan dibungkus oleh
lendir dari kulit ikan. Larva ini bersifat sebagai parasit kurang lebih selama 3
minggu. Setelah tumbuh dewasa, larva akan melepaskan diri dari insang atau
sirip ikan dan akan hidup bebas (Hughes, 1986).
10
Menurut Karnadi (1991) dalam Tridiyani (2012), kerang darah yang telah
dewasa yang berukuran diameter 4 cm, sedangkan menurut darah yang telah
dewasa 6 – 9cm. Jika mengacu pada Karnadi (1991) dalam Triyadi (2012) dan
Latifah (2011) tersebut, menunjukan bahwa hasil analisis dari khort kedua
dengan nilai rata-rata panjang total cangkang 30,745 mm. Kerang darah pada
fase awal dari hidupnya mengalami pertumbuhan yang cepat dan diikuti
pertumbuhan yang lambat pada umur tua, pertumbuhan panjang kearah darah
yang cepat terjadi pada waktu umur muda yaitu umur 1-9 bulan dan semakin
lambat seiring dengan bertambahnya umur sampai mencapai panjang
asimtototnya dimana kerang darah tidak bertambah panjang lagu yaitu pada
simulasi 11-59 bulan dengan panjang L∞45 MM (L∞adalah panjang
maksimum kerang darah tidak bertambah secara teoritits). Laju pertumbuhan
hewan perairan cenderung melambat pada saat suhu air rendah, dengan
demikian pada umur tersebut ukuran pertambahan panjang akan semakin
mengecil atau dengan kata lain semakin tua kerang tersebut maka semakin
lambat pertumbuhannya atau sudah tidak lagi tumbuh karena sudah mencapai
panjang maksimal.
Ukuran kerang darah sangat mempengaruhi kandungan logam berat
yang ada didalam tubuhnya. Semakin besar ukuran cangkang karang maka umur
kerang juga diperkirakan lebih tinggi, sehingga pada saat akumulasi
logam berat berlangsung lebih lama dibandingkan kerang dengan ukuran
cangkang kecil. Hal ini diperkuat oleh penelitian Suprapti (2008) yang
menyebutkan bahwa ukuran kerang darah yang lebih besar memiliki konsentrasi
logam Hg yang lebih tinggi di bandingkan dengan kerang darah berukuran lebih
kecil.
11
2.3 Kebiasaan Makan
Cara makan tiram dan kerang darah seperti golongan kerang yang lain
yaitu bersifat filter feeder, artinya tidak mengejar makanan tetapi hanya
menyaring makanan yang kebetulan lewat bersama aliran air. Zat-zat makanan
yang terbawa air akan menempel pada insang kemudian masuk ke dalam mulut.
Makanan kemudian dicerna pada alat pencernaan seperti esophagus, lambung,
usus (intestinum), kloaka dan anus. Pada tiram tidak ada aliran anti peristaltik
karena otot pada usus tidak berkembang dengan baik. Fecesnya dikeluarkan
melalui kloaka. Lamanya makanan di dalam saluran pencernaan tergantung
pada besarnya ukuran tiram. Tiram besar dengan ukuran 6 cm pada suhu air laut
15-16 °C diperlukan waktu 90-150 menit (Arfiati, 2003).
Sebagian besar kerang merupakan filter feeder, cilia memegang peran
penting dalam mengalirkan makanan ke mulut. Saluran pencernaan terdiri atas
mulut, esophagus yang pendek, lambung yang dikelilingi kelenjar pencernaan,
usus, rectum, anus dan kloaka. Semua Pelecypoda tidak mempunyai radula
karena semua makanan yang masuk ke mulut sudah disortir oleh palp
(Suwignyo et al., 1998).
Makanan tiram berasal dari semua bahan yang tersuspensi di dalam air
sehingga sumber makanannya tidak hanya dari jenis fitoplankton, tapi juga dari
bakteri, jamur dan zat organik terlarut. Penyerapan tiram terhadap makanannya
terjadi setiap saat dan berlangsung sepanjang hari (Parenrengi et al.,1998). Pada
saat pasang, debit air laut bertambah yang menyebabkan melimpahnya sumber
makanan bagi tiram yang dibawa oleh aliran air laut, baik berupa plankton
maupun berbagai zat yang tersuspensi, sehingga ketersediaan makanan pada
saat air pasang cukup tinggi. Sebaliknya saat surut, sumber makanan menjadi
sedikit akibat air laut surut (Eddy, 2013).
12
a. Tiram (Crassostrea iredalei)
Menurut Lackey (1952) dan Coe (1947) dalam Barret (1963), tiram
bernafas dan mendapatkan makanannya dengan menggunakan dua insang.
Cilia di bagian dalam insang, bergerak bersama-sama, menarik arus air agar
masuk melalui katup terbuka dan melalui insang. Ketika tiram makan, helaian
lendir dikeluarkan pada permukaan insang. Partikel-partikel makanan berukuran
mikroskopis yang terbawa dalam air akan terjerat dalam lendir dan setelah itu
"ditangkap" oleh tiram. Air kemudian melewati pori-pori di insang (ostium) ke
ruang pengeluaran, dan membilas kotoran yang keluar dari anus. Makanan yang
mengandung lendir didorong ke arah mulut dengan silia.
Lebih lanjut disampaikan Lackey (1952) dan Coe (1947) dalam Barret
(1963), bahwa tidak semua makanan yang tertangkap oleh insang dapat tertelan.
Sebelum mencapai mulut, sebagian ditolak oleh palps karena makanan dibagi
berdasarkan ukuran partikel dan bentuk. Makanan kerang terdiri dari plankton
dan detritus. Diatom dan dinoflagellata dianggap makanan yang disukai.
Informasi tentang makanan tiram dihasilkan dari memeriksa perut dan usus
tiram. Namun, dalam pemeriksaan lebih lanjut telah terbukti bahwa sebagian
besar gizi tiram berasal dari partikel detritus seperti dari tumbuhan laut yang
hancur, sel-sel hewan, bakteri, flagellata, protozoa, diatom yang sangat kecil,
gamet alga dan invertebrata. Organisme planktonik yang lebih besar biasanya
ditemukan pada saluran pencernaan hanya mungkin lewat tanpa dicerna.
Insang Crassostrea iredalei temasuk insang Filibranchs. Menurut Newell
(1979), insang filibranchs dan eulamellibranchs tidak hanya mempunyai saluran
untuk memasukkan makanan, tapi juga ruang penolak pada insang tersebut.
Hanya partikel makanan berukuran kecil yang bisa masuk ke dalam saluran.
Sedangkan partikel lain selain makanan akan dibawa kembali ke ruang
pembuangan pada insang untuk dikeluarkan yaitu terdapat pada Gambar 5.
13
Gambar 5. Pemilihan partikel makanan oleh silia pada lamela insang (Newell, 1979)
Makanan yang terbungkus lendir, dari mulut masuk lambung melalui
esophagus. Lambung terbagi 2 (dua), yaitu bagian dorsal yang berhubungan
dengan esophagus dan kelenjar pencernaan, dan bagian ventral yang terdapat
suatu kantong style. Lambung berfungsi memisahkan makanan dari gulungan
lendir. Partikel makanan yang halus mula-mula dicerna oleh amilase untuk
dilanjutkan dengan pencernaan intraselluler. Kantung crystalline style merupakan
sumber amilase (Suwignyo et al., 1998).
Insang besar menyaring makanan dari air dan makanan langsung dibawa
ke labial palps yang mengelilingi mulut. Makanan disortir di labial palp dan
dimasukkan ke dalam mulut. Kerang memiliki kemampuan untuk memilih
makanan yang disaring dari air. Sebuah kerongkongan pendek mengarah dari
mulut ke perut, yang berbentuk kantung, berongga bilik dengan beberapa
bukaan. Perut ini sepenuhnya dikelilingi oleh divertikulum pencernaan (kelenjar),
suatu jaringan dengan massa gelap yang sering disebut "hati". Pembukaan dari
perut mengarah usus yang membentang ke kaki kerang dan ke dalam gonad
kerang, berakhir di rektum dan akhirnya anus. Lain pembukaan dari perut
mengarah ke tabung, tertutup kantung-seperti yang mengandung crystalline
14
style. Crystalline style adalah sebuah batang, yang bisa panjang bisa mencapai 8
cm dalam beberapa spesies. Bagian ini bulat di satu ujung dan meruncing pada
ujung yang lain. Bagian yang bulat bergeseran dengan lapisan lambung dalam
perut. Hal ini diyakini dapat membantu dalam pencampuran makanan dalam
perut dan melepaskan enzim yang membantu pencernaan. Crystalline style
terdiri dari lapisan mucoproteins yang melepaskan enzim pencernaan untuk
mengubah pati menjadi gula untuk dicerna. Makanan yang tersaring, terikat
dengan lendir, namun kadang-kadang ditolak oleh palps dan dikeluarkan dari
tubuh sebagai "pseudofaeces". Jika kerang diletakkan di luar air selama
beberapa jam kerja Crystalline style menjadi jauh berkurang dan mungkin hilang
(FAO, 2010).
b. Kerang Darah (Anadara granosa)
Kerang Darah makan dengan cara menyaring makanannya berupa
organisme yang terbawa masuk bersama-sama air ke dalam mulut melalui
ventral siphon. Mulut terletak antara dua pasang lembaran disebut Palpus
labialis. Silia pada palpus labialis itu menggiring makanan ke dalam mulut.
Oesophagus pendek menghubungkan mulut dengan lambung dan di sebelahnya
terdapat kaki. Makanan dicerna dalam lambung dan proses selanjutnya akan
diserap oleh usus yang membuat lekukan pada bagian kaki. Selanjutnya usus
melalui pericardium dari jantung dan menerobos jantung terus ke posterior
adductor dan berakhir pada anus (Jasin, 1992).
Makhluk hidup biasanya terpengaruh oleh efek logam berat. Hampir
semua logam berat yang berlebihan pada tubuh biota menjadi bahan racun yang
meracuni tubuh makhluk hidup. Sifat logam berat yang susah diuraikan akan
terakumulasi dalam tubuh organisme dan mengganggu fungsi biologis
organisme. Logam Hg, Cd, Pb merupakan beberapa contohnya (Palar, 2004).
15
Mekanisme masuknya logam berat ke dalam tubuh makhluk hidup bisa
melalui beberapa jalan, bisa melalui saluran pernafasan, pencernaan dan
penetrasi melalui kulit. Pada organisme perairan maupun organisme darat
absorbsi logam melalui pernafasan biasanya cukup besar (Darmono, 2001).
Toksikan masuk melalui rantai makanan dan diserap melalui saluran pencernaan
kerang dan kemudian pada manusia. Lambung merupakan tempat penyerapan
yang baik untuk asam lemah dengan bentuk ion-ion yang larut dalam lemak.
Untuk basa lemah yang meng-ion dan tidak larut dalam lemak tidak mudah
terserap oleh lambung. Pada umumnya diserap oleh usus. Sebaliknya untuk
basa organik lebih banyak diserap di usus dari pada di lambung. Absorbsi
toksikan pada saluran pernafasan kerang dapat melalui insang yang merupakan
jalan masuknya oksigen dan bahan toksin dalam tubuh. Di dalam insang terdapat
banyak kapiler untuk memastikan penyerapan oksigen yang memadai, karena itu
bahan toksin dalam air dan sedimen sangat memungkinkan untuk masuk ke
dalam tubuh kerang melalui insang (Mukono, 2005). Bagian organ pernafasan
(insang) mengalami pembengkakan terjadi karena Pb menghambat kerja
senyawa antipirin yang berakibat meningkatnya toksisitas pada organ pernafasan
(Widowati, 2008).
Mekanisme logam berat masuk ke dalam tubuh kerang Darah melalui
saluran pernafasan, kemudian masuk ke pembuluh darah paru. Timbal yang
terhirup akan berikatan dengan darah dan diedarkan ke seluruh jaringan dan
organ tubuh. Plasma darah berfungsi dalam mendistribusikan timbal dalam darah
ke bagian syaraf, ginjal, hati, kulit dan otot skeletal/ rangka. Lebih dari 90% timbal
yang terserap oleh darah berikatan dengan sel-sel darah merah (Palar, 2004).
16
Jenis kerang (bivalvia) yang cara makannya dengan cara menyaring atau
filter feeder bahan kimia dan bahan beracun yang terlarut dalam air maupun
yang terkandung di dalam mikro-alga akan diserap dan dicerna serta
diakumulasikan bersama protein di dalam tubuh. Melalui proses biomagnifikasi
bahan kimia yan terakumulasi di dalam tubuh kerang akan berpindah ke tubuh
manusia pada saat mengkonsumsinya. Logam berat seperti Cd, Pb, dan Cu
terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transformasi melalui
dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau
mengkatalis penguraiannya (Manahan, 1977).
Insang adalah organ respirasi yang utama dan paling vital pada Ikan dan
organisme perairan. Insang berperan dalam pertukaran gas, keseimbangan
asam basa, regulasi ion, dan ekskresi nitrogen. Sehingga apabila organisme
tersebut terpapar polutan bagian tersebut dalam kondisi yang berbahaya karena
polutan menghalangi penerimaan oksigen misalnya terjadi fusi (Nurchayatun,
2007).
Konsentrasi logam berat bervariasi dari waktu ke waktu. Secara alami
konsentrasi logam berat ada di dalam air laut, namun dalam konsentrasi yang
sangat kecil, Pb di laut lepas memiliki konsentrasi 0.00003 ppm dan Cd 0.00011
ppm (Waldichuck, 1974). Dengan memperhatikan konsentrasi Pb dan Cd
tersebut diperkirakan kondisinya akan semakin meningkat seiring dengan
peningkatan aktivitas khususnya industri yang menggunakan logam berat
sebagai bahan baku maupun bahan tambahan dengan limbah yang dihasilkan
tidak diolah sebelum dibuang ke laut (Razak, 2003).
Menurut Rochyatun (1997) dalam Siantiningsih (2005) walaupun terjadi
peningkatan sumber logam berat, namun konsentrasinya dalam air dapat
berubah setiap saat. Hal ini terkait dengan berbagai macam proses yang dialami
oleh senyawa tersebut selama dalam kolom air. Parameter yang mempengaruhi
17
konsentrasi logam berat di perairan adalah suhu, salinitas, arus, pH dan padatan
tersuspensi total atau seston (Nanty, 1999). Dengan sendirinya interaksi dari
faktor-faktor tersebut akan berpengaruh terhadap fluktuasi konsentrasi logam
berat dalam air yang umumnya akan menurunkan konsentrasi logam berat dalam
air, karena sebagian logam berat tersebut akan tersedimentasikan.
Peningkatan nilai salinitas mempunyai pengaruh negatif terhadap
konsentrasi logam berat, semakin tinggi salinitas maka konsentrasi logam berat
akan semakin rendah. Derajat keasaman suatu perairan sangat mempengaruhi
kelarutan logam berat. Pada pH alami air laut, logam berat akan sukar larut dan
hadir dalam bentuk partikel atau padatan tersuspensi (TSS). Venberg (1974)
dalam Hutagalung (1991) menunjukkan bahwa kenaikan suhu, penurunan pH,
dan penurunan salinitas perairan menyebabkan tingkat bioakumulasi semakin
besar.
Mekanisme kerusakan jaringan urinaria: senyawa-senyawa Pb yang
terlarut dalam darah akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh. Pada
peredarannya, darah akan terus masuk ke glomerolus yang merupakan bagian
dari ginjal. Dalam glomerolus tersebut terjadi pemisahan akhir dari semua bahan
yang dibawa darah. Ikut sertanya senyawa Pb yang terlarut dalam darah ke
sistem urinaria (ginjal) dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran
ginjal. Kerusakan yang terjadi tersebut diakibatkan terbentuknya intranuduria,
yaitu terjadinya kelebihan asam amino dalam urine.
2.4 Pencemaran Logam berat
Logam berat merupakan golongan logam yang memiliki densititas
melebihi 5.000 km/m. Pada dasarnya makhluk hidup membutuhkan logam berat
dengan takaran yang bervariasi namun pada jumlah yang berlebih akan
memberikan efek yang merusak pada organ tubuh. Logam berat yang termasuk
18
mikro merupakan logam berat yang nonesensial yang tidak mempunyai fungsi
dalam tubuh. Logam berat tersebut cenderung berbahaya bagi tubuh dan mampu
mengakibatkan keracunan pada manusia yaitu: Timbal (Pb), Merkuri (Hg),
Arsenik (As) dan Cadmium (Cd) (Agustina, 2011).
2.4.1 Logam Berat Timbal (Pb)
Timbal merupakan logam berat yang memiliki warna kebiru-biruan atau
abu-abu keperakan yang bernomor atom 82, dengan titik didih diastmosfer
17400C dan titik leleh 327,5 0C. Logam ini terlihat mengkilap atau berkilau dan
akan segera menjadi buram pada saat kontak dengan udara terbuka (Tangahu et
al., 2010 dalam Sugiarto dan Retno, 2011). Logam berat timbal berasal dari
komponen gugus alkyl timbal yang digunakan sebagai bahan additive bensin,
limbah sektor industri dan deposisi pembakaran baru bara.
Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat yang sering juga
disebut dengan istilah timah hitam. Timbal memiliki titik lebur yang rendah,
mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif sehingga bisa digunakan untuk
melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal adalah logam lunak
berwarna abu-abu kebiruan mengkilat dan memiliki bilangan oksidsi +2 (Sunarya,
2007).
Logam berat di lingkungan dapat berasal dari sumber alami maupun
sumber buatan/aktivitas antropogenik. Logam berat yang menjadi bahan
pencemar umumnya berasal dari sumber antropogenik. Sumber alami dapat
berupa pelapukan batu-batuan, aktivitas gunung berapi, badai pasir, semburan
ombak laut dan partikel-partikel hayati. Adapun sumber antropogenik mencakup
limbah pertambangan, industri, pertanian, transportasi dan limbah domestik.
Kontaminasi dari sumber antropogenik terus meningkat karena meningkatnya
eksploitasi pertmbangan dan industrialisasi (Setyawan, et al. 2004).
19
Menurut Fardiaz (1992), Industri banyak yang menggunakan Timbal
umtuk bermacam-macam keperluan karena memiliki sifat-sifat antara lain:
1. Dalam bentuk cair membutuhkan teknik yang realtif sederhana dan murah
dikarenakan mempunyai titik cair yang rendah.
2. Mampu diubah menjadi berbagai macam bentuk dikarenakanTimbal adalah
logam yang lunak.
3. Selain emas dan merkuri timbal memiliki densitas yang cukup tinggi
dibandingkan logam lainnya
2.4.2 Sumber Logam Berat di Perairan
Perairan yang bersih, layak dan sehat merupakan daya dukung yang
penting bagi kehidupan. Perairan yang sehat menyediakan sumberdaya yang
bisa dimanfaatkan oleh manusia. Namun apabila perairan tidak dikelola dengan
baik maka berpotensi terpapar limbah khususnya logam berat dan menurunkan
kualitas perairan. Meningkatnya kadar logam berat di perairan makan akan
mendiami perairan tersebut. Pemanfaatan biota ini sebagai konsumsi akan
membahayakan kesehatan manusia (Yulianti, 2007).
Logam berat diperairan berdampak buruk bagi kehidupan organisme yang
berada di perairan. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat (Sutamihardja
et al., 1982) dibawah ini:
a. Mudah terakumulasi di dalam lingkungan perairan karena memiliki sifat sulit
terdegradasi
b. Mampu membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme
yang tinggal diperairan yang tercemar logam berat
c. Konsentrasi tinggi di sedimen karena proses akumulasi sehingga menjadi
sumber pencemaran potensial dalamskala waktu tertentu.
20
Senyawa logam berta biasanya banyak terdapat dalam limbah industri.
Keberadaan logam berat di perairan laut dapat berasal dari berbagai sumber,
antara lain dari kegiatan pertambangan, rumah tangga, limbah pertanian dan
buangan industri. Dari keempat jenis limbah tersebut, limbah yang umumnya
paling banyak mengandung logam berat adalah limbah industri. Hal ini
disebabkan senyawa logam berat sering digunakan dalam industri, baik sebagai
bahan baku, bahan tambahan atau katalis. Peningkatan kadar logam berat pada
air laut akan mengakibatkan logam berat yang semula dibutuhkan untuk berbagai
proses metabolisme dapat berubah menjadi racun bagi organisme laut. Selain
bersifat racun, logam berat juga akan terakumulasi dalam sedimen dan bita
melalui proses gravitasi. Menurut Ningrum (2006), mekanisme masuknya lgam
berat Pb pada perairan ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6.Mekanisme Masuknya Logam Berat Pb pada Perairan
Transpotasi Laut
Limbah
Logam berat Pb
Perairan Laut
Pencemaran Laut
Akumulasi pada Organ-organ Tiram dan kerang
darah
Mengendap di sedimen
21
2.4.3 Mekanisme Penyerapan Logam di Bivalvia
Logam berat di dalam perairan masuk ke dalam tubuh organisme perairan
bersama dengan makanan kemudian diserap ke dalam tubuh melalui proses
fisiologis organisme tersebut seperti pernafasan, pencernaan atau masuk melalui
kulit. Menurut Darmono (2001), logam masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk
hidup melalui beberapa jalan, yaitu melalui saluran pernafasan, pencernaan dan
penetrasi melalui kulit. Absorbsi logam melalui saluran pernafasan biasanya
cukup besar, baik pada hewan air yang masuk melalui insang maupun hewan
darat yang masuk melalui debu di udara ke saluran pernafasan.
2.5 Kualitas Air
Pada suatu perairan banyak faktor yang mempengaruhi keberlangsungan
hidup organisme perairan. Salah satu faktor tersebut adalah kualitas perairan
seperti suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut (DO), total bahan organik. Dimana
setiap parameter perairan memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang
lainnya. Kualitas suatu perairan juga perlu dilakukan kontrol untuk keberlanjutan
perairan dan organisme yang ada didalamnya.
2.5.1 Suhu
Suhu merupakan faktor fisika yang penting dimanapun di dunia. Menurut
Effendi (2003), peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan
metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan
peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 ºC
menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik
sekitar 2-3 kali lipat.
22
Galtsoff (1964) menyatakan, tiram dapat hidup dari perairan dingin
sampai perairan panas. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51
(2004), baku mutu suhu air yang sesuai untuk kehidupan tiram berkisar antara
28-32 °C. Peningkatan suhu perairan cenderung meningkatkan akumulasi dan
toksisitas logam berat, ini terjadi karena meningkatnya metabolisme dari
organisme air. Suhu perairan dapat mempengaruhi kelarutan dari beberapa
bahan kelarutan dari beberapa bahan pencemaran seperti merkuri. Suhu
perairan dapat mengatur laju perubahan bentuk lingkungan, kelarutan zat–zat
alamiah dan pencemar, kestabilan pencemar dan laju metabolik makhluk hidup
(Connel dan Miller, 1985)
Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme khususnya di lingungan perairan.
Peningkitan suhu dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air
misalnya gas O2, CO2, CH4 dan sebagainya. Selain itu, peningkatan suhu juga
dapat menyebabkan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air yang
selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu
disertai penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen
seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik
untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Apabila perairan tercemar
oleh logam berat, maka sifat toksisitas dari logam berat terhadap biota air akan
semakin meningkat seiring meningkatnya suhu.
2.5.2 Derajat Keasaman (pH)
Penyimpangan yang cukup besar dari kisaran pH pada umumnya, dapat
digunakan sebagai petunjuk adanya buangan limbah industri yang bersifat asam
atau basa. Adanya penambahan kadar bahan organik ke dalam perairan akan
menurunkan nilai pH air yang disebabkan oleh penguraian bahan organik
23
tersebut sehingga menghasilkan CO2 (Sastrawijaya, 1991). Menurut Winanto
(2004), kadar pH air yang dapat menunjang kehidupan tiram berkisar antara 7,8 -
8,6. Penurunan maupun peningkatan nilai pH yang signifikan di perairan dapat
menyebabkan kematian pada tiram.
Peningkatan pH pada badan perairan biasanya akan diikuti dengan
semakin kecilnya kelarutan dari Timbal, sebaliknya penurunan pH perairan
dikhawatirkan akan meningkatkan kelarutan Timbal di perairan sehingga
menyebabkan Timbal bertransformasi menjadi metil-Timbal yang mempunyai
toksik lebih tinggi. Perubahan pH di perairan disebabkan karena masuknya
polutan di perairan. Bila pH berubah dari keadaan normal, maka akan
membahayakan organisme yang hidup di perairan tersebut.
Menurut Palar (2004), dalam lingkungan perairan, bentuk logam antara
lain berupa ion-ion bebas, pasangan ion organik, dan ion komplek. Kelarutan
logam dalam air di kontrol oleh pH air. Kenaikan pH menurunkan logam dalam
air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi
hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada air, sehingga akan
mengendap membentuk lumpur.
2.5.3 Salinitas
Garam merupakan salah satu unsur yang sangat diperlukan untuk tiram.
Beberapa spesies dapat tinggal selama 6 bulan pada salinitas sangat rendah,
tetapi umumnya salinitas rendah ini identik dengan kematian untuk tiram (Mezei,
2010). Menurut Longo (1988) dalam Efendi (2010), salinitas akan berpengaruh
terhadap aktifitas fisiologis sel dimana dengan adanya peningkatan salinitas akan
diikuti dengan peningkatan pengeluaran energi yang digunakan untuk proses
osmoregulasi (penyesuaian tekanan ektraseluler). Menurut Mann et al. (2009)
dalam Octavina et al. (2014), kisaran salinitas yang dapat ditoleransi tiram antara
24
10-30 ppt. Salinitas yang tinggi pada perairan dapat menyebabkan THC tiram
meningkat karena dapat memicu terjadinya stres (Gagnaire et al., 2006).
Selain berpengaruh terhadap biologis organisme, salinitas juga dapat
mempengaruhi akumulasi logam berat di perairan. Menurut Suryono (2006),
Salinitas perairan berkaitan dengan suhu perairan dalam menentukan tingkat
bioakumulasi dalam perairan. Pada salinitas rendah akumulasi akan meningkat,
karena pada salinitas tinggi menyebabkan konsentrasi logam berat berkurang.
2.5.4 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut adalah salah satu faktor penting bagi kehidupan
organisme perairan. Menurut Sastrawijaya (1991), kehidupan di air dapat
bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 4 mg/l, selebihnya
tergantung kepada ketahanan organisme, besar aktifitas, kehadiran pencemar,
temperatur air dan sebagainya. Menurut Levinton (1982), jumlah oksigen terlarut
meningkat sejalan dengan menurunnya suhu dan menurun dengan naiknya
salinitas. Sparks et al. (1958) dalam Octavina et al. (2014) menyatakan bahwa
tiram mampu bertahan hidup selama kurun waktu 5 (lima) hari dalam perairan
yang mengandung >1 mg/l oksigen terlarut.
Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah
tergantung pada kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan
oksigen misalnya akibat kontaminasi bahan organik, daya larut logam berat akan
menjadi lebih rendah dan mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd,
Pb, Hg, dan Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal
1987)
25
2.5.5 Bahan Organik Total (Total Organic Matter, TOM)
Bahan organik merupakan bahan makanan bagi biota air, khususnya
moluska yang terbawa dari atau berasal dari substrat dalam perairan. Luruhan
daun mangrove merupakan bahan organik penting pada rantai makanan di
lingkungan perairan. Bahan organik terlarut dalam sedimen mempengaruhi
pertumbuhan, kehadiran dan kepadatan organisme (Nontji, 2002).
Susana (2009), menjelaskan bahwa tingginya bahan organik dapat
menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan menjadi rendah. Hal
ini dikarenakan tingginya persentase bahan organik menunjukkan terjadinya
proses oksidasi yang dealam reaksinya menggunakan sejumlah besar oksigen
dan menghasilkan nitrogen ammonia, sehingga mengurangi kadar oksigen
terlarut di dalam perairan. Menurut Millero (2006), Meskipun konsentrasi bahan
organik di lautan kurang dari 0,01% dari jumlah total garam, senyawa ini
merupakan pengubah penting dari banyak reaksi biologi dan kimia yang terjadi di
laut. Bahan Organik memberikan dasar nutrisi dan energi untuk mikro dan
makroorganisme, berdampak besar pada spesiasi banyak logam dengan proses
seperti kompleksasi dan adsorpsi, dan merupakan prekursor dari bahan bakar
fosil seperti minyak bumi dan serpih minyak.
Bahan organik merupakan senyawa organik yang mampu mengikat
logam berat. Bahan organik yang ada di alam berada dalam bentuk disolve,
terlarut dan tersuspensi. Pada umumnya bahan organik tersuspensi merupakan
makanan alami dari organisme perairan, salah satunya adalah tiram. Tiram
merupakan filter feeder yang memakan bahan organik, apabila bahan organik
mengandung logam berat maka akan masuk ke dalam tubuh tiram.