11

Click here to load reader

2.) Hal 11-21 (Hasil Penelitian) Veronica & Maria

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2.) Hal 11-21 (Hasil Penelitian) Veronica & Maria

Jurnal Sabua Vol.4, No.1: 11-21, April 2012 ISSN 2085-7020

HASIL PENELITIAN

@Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK)

Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik – Universitas Sam Ratulangi Manado

April 2012

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MERANCANG RUANG TERBUKA NON HIJAU

(RTNH) PADA KAWASAN HUTAN MANGROVE KOTA TIDORE KEPULAUAN,

PROVINSI MALUKU UTARA

Veronica A. Kumurur1)

& Maria Endarwati2)

1)Staf Pengajar Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota, Universitas Sam Ratulangi Manado

2) Staf Pengajar Jurusan Planologi, Institut Teknologi Nasional, Malang

Abstrak. Ketersediaan Ruang Terbuka Non Hijau pada suatu kota dapat dijadikan sebagai

salah satu penyeimbang ekosistem lingkungan yang saat ini sudah mulai banyak mengalami

degradasi. Menurunnya kualitas dan kuantitas ruang terbuka non hijau juga memiliki

dampak buruk yaitu meningkatnya kerawanan sosial (kriminalitas dan krisis sosial) serta

menurunnya produktivitas masyarakat di perkotaan. Kota Tidore Kepulauan sebagai daerah

otonom yang dimekarkan dari Kabupaten Halmahera Tengah pada tahun 2003. Kota yang

memiliki kebijakan penataan RTH dan RTNH yang diarahkan pada kenyamanan

kehidupan (livability) di perkotaan. Penataan ruang saat ini, tidak hanya menjadi tanggung

jawab aparat pemerintah/pemerintah daerah namun juga masyarakat. Peran masyarakat

dalam penataan ruang menjadi sangat penting saat ini, baik dalam proses perencanaan,

pemanfaatan maupun dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Metode partisipasi melalui

focus group discussion (FGD) adalah pendekatan yang digunakan dalam menggali

partisipasi masyarakat dalam mendapatkan tipologi RTNH yang diinginkan. Dari hasil

peran serta masyarakat dalam mendisain RTNH Hutan Mangrove Pantai Tugulufa Kota

Tidore Kepulauan, diperoleh 5 tipologi RTNH yang diusulkan, masing-masing: koridor,

plaza, tempat bermain, dan area parkir.

Kata Kunci: Ruang Terbuka Non Hijau, Kota Tidore Kepulauan

PENDAHULUAN

Penataan ruang kawasan perkotaan perlu

mendapat perhatian yang khusus, terutama yang

terkait dengan penyediaan fasilitas umum dan

sosial serta ruang-ruang terbuka publik (open

space) di perkotaan. Saat ini, kualitas ruang

terbuka publik mengalami penurunan yang

sangat signifikan, sehingga telah mengakibatkan

menurunnya kualitas lingkungan perkotaan

seperti sering terjadinya banjir di perkotaan,

tingginya polusi udara dan suara, meningkatnya

kerawanan sosial antara lain: kriminalitas dan

tawuran antar warga,serta menurunnya

produktivitas masyarakat akibat stress karena

terbatasnya ruang yang tersedia untuk interaksi

sosial dan relaksasi.

Secara umum ruang terbuka publik

(open space) di perkotaan terdiri dari ruang

Page 2: 2.) Hal 11-21 (Hasil Penelitian) Veronica & Maria

V. A. KUMURUR & M. ENDARWATI

12

terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau.

Ketersediaan Ruang Terbuka Non Hijau pada

suatu kota dapat dijadikan sebagai salah satu

penyeimbang ekosistem lingkungan yang saat

ini sudah mulai banyak mengalami degradasi.

Selain fungsi ekologis, Ruang Terbuka Non

Hijau pada sebuah kawasan perkotaan juga

memiliki fungsi sosial dan budaya bagi

masyarakat, yaitu sebagai sarana interaksi sosial,

sarana rekreasi dan identitas kota. Interaksi

sosial merupakan aspek penting dalam

kehidupan bermasyarakat. Menurunnya kualitas

dan kuantitas ruang terbuka non hijau juga

memiliki dampak buruk yaitu meningkatnya

kerawanan sosial (kriminalitas dan krisis sosial)

serta menurunnya produktivitas masyarakat.

Ruang terbuka Non Hijau (RTNH)

adalah bagian dari ruang terbuka perkotaan.

Menurut Gold (1980) dalam Wolley (2003)

ruang terbuka sebagai tanah dan air di wilayah

perkotaan yang tidak mencakup mobil-mobil

atau bangunan-bangunan, atau tanah yang belum

dikembangkan di area perkotaan. Di lain sisi

ruang terbuka didefinsikan sebagai ruang dan

cahaya yang ada diatas lahan (Tankel 1963,

Wolley 2003). Menurut Gehl ruang terbuka

sebagai suatu area yang memungkinkan bagi

berbagai jenis kegiatan yang diperlukan, serta

berbagai aktivitas sosial yang terpilih (Wolley

2003).

Dari hasil beberapa penelitian yang

sudah dilakukan, menyatakan bahwa ruang

terbuka umum perkotaan merupakan syarat

penting dalam suatu kehidupan perkotaan, dan

memainkan peran penting sebagai katalis bagi

transformasi sosial (Hajjari 2009). Oleh karena

itu, menurut Shirvani (1985) dalam Natalivan

(2007) bahwa ruang terbuka harus memiliki

makna yang berkaitan dengan: historis, estetika,

median ruang (perantara), keseimbangan

ekologis, sebagai penghubung fungsi kota yang

berbeda, dan tempat bersosialisasi.

Berdasarkan fungsi dan pemanfaatannya

ruang terbuka terbagi atas 4 kategori, yaitu:

utility openspace, green openspace, corridor

openspace dan multiuse openspace (Chiara &

Kopplemen 1969, Natalivan 2007). Utility

openspace yaitu ruang terbuka yang berfungsi

sebagai lahan yang memiliki kapasitas produksi

dan digunakan berproduksi dan sebagai lahan

cadangan. Green openspace adalah ruang

terbuka yang bersifat natural/alamiah yang

digunakan sebagai area rekreasi,bertemu teman

dengan bangunan-bangunan yang tidak

permanen. Corridor openspace adalah ruang

terbuka untuk pergerakan yang membentuk

suatu sistem sirkulasi. Sedangkan multiuse

openspace adalah ruang terbuka yang memiliki

fungsi-fungsi ganda misalnya sebagai hutan

tadah hujan dan juga berfungsi sebagai tempat

rekreasi.

Page 3: 2.) Hal 11-21 (Hasil Penelitian) Veronica & Maria

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MERANCANG RUANG………….

13

RUANG TERBUKA NON HIJAU

(RTNH)

RTNH PUBLIK

RUANG TERBUKA

PERKOTAAN

RTNH PRIVAT

RTH PUBLIK (20%)

RTN PRIVAT (10%)

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)

Minimum 30% dari luas wilayah

kota

Gambar 1. Struktur Ruang Terbuka Perkotaan

Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH),

adalah ruang terbuka di bagian wilayah

perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori

RTH (Gambar 1). RTNH berupa lahan yang

diperkeras atau yang berupa badan air, maupun

kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat

ditumbuhi tanaman atau berpori (cadas, pasir,

kapur, dan lain sebagainya). Berdasarkan

Pedoman penyediaan dan pemanfaatan Ruang

Terbuka Non Hijau (RTNH) dikawasan

perkotaan (Tim Penyusun 2008), bahwa tipologi

RTNH terdiri atas plasa, parkir, lapangan

olahraga, tempat bermain dan rekreasi, pembatas

(buffer), dan koridor. Plasa merupakan suatu

bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu

pelataran tempat berkumpulnya massa (assembly

point) dengan berbagai jenis kegiatan seperti

sosialisasi, duduk-duduk, aktivitas massa, dan

lain-lain. Parkir adalah suatu pelataran dengan

funsgi utama meletakkan kendaraan bermotor

seperti mobil dan sepeda motor maupun

kendaraan lainnya seperti sepeda. Lapangan

olahraga merupakan suatu bentuk ruang terbuka

non hijau sebagai suatu pelataran dengan fungsi

utama tempat dilangsungkannya kegiatan

olahraga. Tempat bermain dan rekreasi

merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau

sebagai suatu pelataran dengan berbagai

kelengkapan tertentu untuk mewadahi kegiatan

utama bermain atau rekreasi masyarakat.

Pembatas (buffer) merupakan suatu bentuk

ruang terbuka non hijau sebagai suatu jalur

dengan fungsi utama sebagai pembatas yang

menegaskan peralihan antara suatu fungsi

dengan fungsi lainnya. Koridor merupakan suatu

bentuk ruang terbuka non hijau sebagai jalur

dengan fungsi utama sebagai sarana aksesibilitas

pejalan kaki yang bukan merupakan trotoar

(jalur pejalan kaki yang berada di sisi jalan).

Koridor ini terbentuk di antara dua bangunan

atau gedung, dimana dimanfaatkan sebagai

ruang sirkulasi atau aktivitas tertentu.

Kota Tidore Kepulauan adalah salah

satu kota di provinsi Maluku Utara, Indonesia.

Kota ini memiliki luas wilayah ± 9.564,7 km²

dan berpenduduk sebanyak 98.025 jiwa. Kota ini

sudah terkenal sejak zaman penjajahan dahulu

karena cengkeh dan pala. Kota Tidore

Kepulauan sebagai daerah otonom yang

dimekarkan dari Kabupaten Halmahera Tengah

berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun

2003 tentang pemekaran wilayah yang

diresmikan pada tanggal 31 Mei 2003. Secara

administratif, kota Tidore Kepulauan terdiri dari

8 (delapan) kecamatan dan 72 desa/kelurahan

seperti yang diuraikan berikut ini : (a)

Page 4: 2.) Hal 11-21 (Hasil Penelitian) Veronica & Maria

V. A. KUMURUR & M. ENDARWATI

14

Kecamatan Tidore; Jumlah desa/kelurahan 11

dengan ibukota Gamtufkange, dan luas daerah

212,15 Km2; (b) Kecamatan Tidore Selatan;

Jumlah desa/kelurahan 8 dengan ibukota

Gurabati, dan luas daerah 249,32 Km2; (c)

Kecamatan Tidore Utara; Jumlah desa/kelurahan

12 dengan ibukota Rum, dan luas daerah 221,33

Km2; (d) Kecamatan Tidore Timur; Jumlah

desa/kelurahan 4, dengan ibukota Tosa dan luas

daerah 199,92 Km2; (e) Kecamatan Oba; jumlah

desa/kelurahan 9 dengan ibukota Payahe, dan

luas daerah 2.373,63 Km2; (f) Kecamatan Oba

Selatan; Jumlah desa/kelurahan 7, dengan

ibukota Lifofa, dan luas daerah 2.210,92 Km2;

(g) Kecamatan Oba Utara; jumlah

desa/kelurahan 9 dengan ibukota Sofifi, dan luas

daerah 1.155,91 Km2.; dan (h) Kecamatan Oba

Tengah; jumlah desa/kelurahan 12, dengan

ibukota Akelamo dan luas daerah 2.493,17 Km2.

Gambar 2. Peta administratif Kota Tidore Kepulauan

(Sumber: RTRW Kota Tidore Kepulauan 2010-2030)

Pengembangan RTH dan RTNH di kota

Tidore Kepulauan (TIKEP), diarahkan pada

kebijakan kenyamanan kehidupan (livability) di

perkotaan (Tabel 1).

Page 5: 2.) Hal 11-21 (Hasil Penelitian) Veronica & Maria

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MERANCANG RUANG………….

15

Tabel 1. Kebijakan dan Strategi Pengembangan RTH dan RTNH

Kebijakan

Pengembangan

Strategi Pengembangan

Pengembangan RTH

pada lingkup

perkotaan

- Pembangunan median jalan dan atau trotoar dengan tumbuhan hijau

sebagai peneduh sekaligus paru-paru kota

- Pengembangan taman rekreasi sebagai tempat bermain anak

- Pengembangan lapangan sebagai sarana olahraga misalnya lapangan

sepakbola

- Perawatan taman kota yang sudah ada agar tidak mengalami

kerusakan

- Pemeliharaan makam umum yang ada

- Pengembangan dan perlindungan wilayah hutan kota sebagai paru-

paru kota

Pengembangan

RTNH pada lingkup

perkotaan

- Pengembangan plasa pada wilayah padat untuk mengakomodasi

kegiatan warga seperti lari pagi atau sekedar melepas lelah

- Pengembangan lahan parkir pada daerah pusat kegiatan untuk

menghindari kemacetan dan kecelakaan lalu lintas

- Pengembangan lapangan olahraga seperti basket atau tenis

Sumber : RTRW Kota Tidore Kepulauan 2010-2030

Sementara itu, berdasarkan RTRW Kota

Tidore Kepulauan 2010-2030, rencana

pengembangan RTNH di Kota Tikep diarahkan

pada tipologi RTNH plasa, lapangan olah raga,

tempat bermain dan rekreasi, pembatas, dan

koridor (Tabel 2)

Tabel 2. Rencana Pengembangan RTNH Kota Tidore Kepulauan

No. Tipologi RTNH Rencana Pemanfaatan

1 Plasa - Plasa pada wilayah kota/kota besar memiliki luas minimal 100.000m2,

berada pada pusat kota (atau pusat pemerintahan).

- Selain itu, ada juga plasa monumen dengan luas tertentu (sesuai

kebutuhan) yang terletak di lokasi-lokasi yang memiliki nilai historis.

- Fungsi utama sebagai ruang aktivitas sosial masyarakat.

- Fungsi tambahan yang dapat diakomodir yaitu fungsi ekonomi

(misalnya acara bazaar, penggalangan dana, acara musik), fungsi

ekologis (community garden dalam pot/bak), fungsi arsitektural

(melengkapnya dengan ornamen tertentu), serta fungsi darurat (tempat

berkumpul massa saat bencana).

3 Lapangan

Olahraga

- Lapangan olahraga untuk skala kota besar dapat memanfaatkan secara

bersama area plasa kota besar yang memiliki luas minimal 100.000m2

- Olahraga yang dapat diakomodasi pada area RTNH yaitu bulutangkis, voli,

basket , senam, jogging track, tenis, futsal atau beladiri

- Fungsi utama sebagai sarana olahraga masyarakat yang dapat digolongkan

sebagai aktivitas sosial masyarakat

Page 6: 2.) Hal 11-21 (Hasil Penelitian) Veronica & Maria

V. A. KUMURUR & M. ENDARWATI

16

No. Tipologi RTNH Rencana Pemanfaatan

4 Tempat Bermain

dan Rekreasi

- Tempat bermain untuk skala kota besar dapat memanfaatkan secara

bersama area plasa kota besar yang memiliki luas minimal 100.000m2.

- Untuk mengakomodasi aktivitas bermain, area plasa perlu dilengkapi

dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana, seperti ayunan,

perosotan, labirin mini dan lain-lain.

- Fungsi utama sebagai sarana bermain masyarakat, terutama anak-anak

yang dapat digolongkan sebagai aktivitas sosial masyarakat.

5 Pembatas - Pembatas antar lingkungan kecamatan, dengan luasan dan perletakan

disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu.

- Pembatas antara satu fungsi dengan fungsi lainnya, dengan luasan dan

perletakan disesuaikan dengan sistem kota tertentu.

- Fungsi utama sebagai bentuk pemisah antar fungsi.

- Fungsi tambahan yang dapat diakomodir yaitu fungsi ekonomi

(memanfaatkannya untuk reklame), fungsi ekologis (menanam vegetasi

tertentu dalam pot/bak), fungsi arsitektural (melengkapnya dengan

ornamen tertentu), serta fungsi darurat (jalur evakuasi massa saat

bencana).

6 Koridor - Koridor pada skala Kota Besar dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan

atau antara satu fungsi dengan fungsi lainnya, dengan luasan dan

perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman

kecamatan tertentu. Fungsi utama adalah jalur sirkulasi, yang dapat

dikategorikan sebagai fungsi sosial.

Sumber : RTRW Kota Tidore Kepulauan 2010-2030

Untuk mendukung implementasi

penyelenggaraan penataan ruang di daerah,

pemerintah telah mengeluarkan Peraturan

Pemerintah terkait yaitu: Peraturan Pemerintag

No. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

Penataan Ruang, dimana salah satu komponen

penyelenggaraan penataan ruang yang diatur

adalah meningkatkan peran masyarakat dalam

penyelenggaraan penataan ruang.

Penyelenggaraan penataan ruang tidak hanya

menjadi tanggung jawab aparat

pemerintah/pemerintah daerah namun juga

masyarakat. Peran masyarakat dalam penataan

ruang menjadi sangat penting saat ini, baik

dalam proses perencanaan, pemanfaatan maupun

dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pemerintah telah mengatur Bentuk dan Tata

Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang

melalui Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 68 Tahun 2010. Bentuk peran

masyarakat adalah kegiatan/aktivitas yang

dilakukan masyarakat dalam perencanaan tata

ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang. Peran masyarakat tersebut

dilakupan pada tahap perencanaan, pemanfaatan

ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menemukan tipologi RTNH yang akan

direncanakan pada lokasi terpilih melalui peran

masyarakat

PENDEKATAN DAN METODE

Pendekatan perencanaan menggunakan

Pendekatan Keterpaduan Perencanaan Dari

Bawah dan Dari Atas (Top Down and Bottom

Up Planning). Pendekatan perencanaan ini

Page 7: 2.) Hal 11-21 (Hasil Penelitian) Veronica & Maria

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MERANCANG RUANG………….

17

bertitik tolak dari kebutuhan dan tuntutan akan

perlunya keterpaduan arahan dan kebijakan yang

telah ditetapkan oleh pemerintah di satu sisi

dengan aspirasi dari masyarakat di sisi lainnya

(Tim Penyusun 2003).

Untuk mendapatkan data primer

dilakukan metode survei, di mana metode survei

ini terdiri atas: wawancara dan focus group

discussion (FGD). Data primer, diperoleh

melalui pengamatan terhadap karakter kawasan

perencanaan yang diidentifikasi berdasarkan

karakter kondisi alamiah (fisik dasar), karakter

fisik aspek urban design pada kawasan

perencanaan. Serta Wawancara tokoh

masyarakat setempat dan masyarakat yang

berada atau menetap di sekitar kawasan

perencanaan. Pada tahap disain RTNH,

menggunakan metode perancangan dengan cara

melibatkan masyarakat yang bermukim di

kawasan sekitar Hutan Mangrove Tugulufa

untuk turut serta mendisain kawasan pada lokasi

terpilih.

Data Sekunder, diperoleh melalui instansi

yang terkait yang berhubungan dengan

penyusunan studi, yaitu : Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kabupaten Tidore, Dinas

PU Kabupaten Tidore, Pemerintah Kecamatan

atau Kelurahan setempat. Data sekunder lainnya

diperoleh melalui literatur yang berkaitan

langsung maupun tidak langsung dengan materi

yang akan dibahas dalam penyusunan kajian

teknis perencanaan pengembangan kawasan

hutan mangrove.

Mekanisme pelibatan masyarakat dalam

bentuk focus group discussion untuk mendisain

RTNH adalah: membagi peserta dalam 3

kelompok, masing-masing 6-7 orang peserta.

Masing-masing peserta FGD diberikan

kebebasan untuk memilih teman/peserta lain

diinginkan untuk membentuk kelompok.

Selanjutnya, masing-masing kelompok secara

bersama berdiskusi antar anggota kelompok dan

menggambarkan ide (mendisain) pada peta

lokasi yang telah disiapkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari diskusi terfokus antara instansi

terkait dalam pemerintahan kota Tidore untuk

RTNH adalah Hutan Mangrove, Pantai Tugulufa

(Gambar 3).

Gambar 3. Lokasi RTNH Hutan Mangrove Pantai Tugulufa Kota Tikep

Page 8: 2.) Hal 11-21 (Hasil Penelitian) Veronica & Maria

V. A. KUMURUR & M. ENDARWATI

18

Terpilihnya area Hutan Mangrove pantai

Tugulufa, dengan pertimbangan bahwa disain

RTNH akan menunjang program-program dari

beberapa instansi terkait, antara lain: (a)

program dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata;

(b) lahan di kawasan lindung Hutan Mangrove

Pantai Tugulufa tidak diperbolehkan untuk

diperjual belikan; dan (c) RTNH Hutan

Mangrove akan menjadi kawasan yang dapat

menunjukkan identitas kota Tidore Kepulauan

Dari hasil pembentukan kelompok

masyarakat peserta FGD, terdapat 3 kelompok

(Gambar 4), dengan masing-masing kelompok

memiliki keunikan peserta. Kelompok 1

didominasi oleh peserta perempuan, terdiri atas

6 peserta (4 perempuan dan 2 laki-laki).

Kelompok 2, didominasi oleh peserta laki-laki,

terdiri atas 6 peserta (4 orang laki-laki dan 2

perempuan), sedangkan kelompok 3 seluruhnya

adalah peserta laki-laki.

Gambar 4. Masyarakat yang terbagi atas 3 kelompok sedang mendisain RTNH

Dari proses disain yang dilakukan oleh

ketiga kelompok ini diperoleh bahwa kelompok

1 terlebih dahulu melakukan identifikasi

penggunaan lahan yang pada lokasi

perencanaan. Lokasi yang telah digunakan

masyarakat sebagai rumah tinggal tetap

dipertahankan meski berada di area lindung.

Kemudian, mereka mulai merencanakan lahan

yang tidak sedang digunakan oleh masyarakat.

Kelompok 1 mengusulkan jembatan sebagai

koridor di area hutan bakau sebagai tipologi

RTNH. Di sepanjang koridor tersebut dibangun

beberapa gasebo (sabua). RTNH di hutan bakau

ini diusulkan tidak hanya sebagai sarana

rekreasi, tetapi juga sebagai arena belajar bagi

masyarakat kota Tidore Kepulauan (Gambar 5).

Page 9: 2.) Hal 11-21 (Hasil Penelitian) Veronica & Maria

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MERANCANG RUANG………….

19

Gambar 5. Usulan disain RTNH dari Kelompok 1

Kelompok 2 menganggap lokasi RTNH

kosong atau tidak sedang dimanfaatkan oleh

masyarakat sebagai hunian, pertokoan atau lahan

pertanian. Kelompok 2 mengusulkan untuk tetap

mempertahankan hutan mangrove dan nipa yang

ada di area RTNH tersebut. Kelompok 2

mengusulkan plaza, serta koridor yang berupa

jembatan penghubung antara plaza satu dengan

yang lain sebagai tipologi RTNH. Diusulkan

area pedagan kaki lima (PKL) di area RTNH

(Gambar 6).

.

Gambar 6. Usulan disain RTNH dari kelompok 2

Sedangkan kelompok 3 juga menganggap

bahwa lokasi RTNH kosong atau tidak sedang

dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai hunian,

pertokoan atau lahan pertanian. Tempat bermain

anak-anak dan area parkir adalah tipologi RTNH

yang dipilih oleh kelompok 3. Area hutan

mangrove ditata kembali dan dijadikan sebagai

daerah tangkapan air (Gambar 7). Diusulkan ada

dermaga sebagai tambatan perahu, untuk

dijadikan area pemancingan bagi penduduk

setempat

Page 10: 2.) Hal 11-21 (Hasil Penelitian) Veronica & Maria

V. A. KUMURUR & M. ENDARWATI

20

Gambar 7. Usulan disain RTNH dari Kelompok 3

Dari usulan tipologi RTNH ketiga

kelompok peserta FGD (Tabel 3), diperoleh

bahwa tipologi koridor (jembatan) hanya

diusulkan oleh kelompok 1 dan 2. Tipologi

RTNH Tempat bermain diusulkan oleh

kelompok 2 dan 3. Tipologi RTNH Area parkir

hanya diusulkan oleh kelompok 3, sedangkan

tipologi RTNH Plaza diusulkan kelompok 2.

Tabel 3. Usulan Tipologi RTNH

Kelompok Tipologi RTNH Fasilitas Pendukung

1 Koridor (jembatan) Gazebo (sabua)

2 - Plaza,

- Tempat Bermain,

- Koridor (Jembatan)

Gazebo (sabua)

3 - Taman bermain,

- Area parkir

Dermaga

Berdasarkan komposisi anggota kelompok,

diperoleh bahwa kelompok 2 dengan

beranggotakan 6 orang dan didominasi oleh

peserta laki-laki (4 orang), lebih banyak

memberikan usul tipologi RTNH, dibandingkan

dengan dua kelompok lainnya. Diikuti oleh

kelompok 3 dengan peserta yang didominasi

oleh peserta laki-laki, sedangkan kelompok

1yang didominasi peserta perempuan

mengusulkan tipologi RTNH paling sedikit atau

hanya 1 usulan.

KESIMPULAN

Dari hasil proses disain RTNH Hutan

Mangrove Pantai Tugulufa Kota Tidore

Kepulauan yang dilakukan oleh masyarakat

yang bermukim di kawasan sekitar lokasi,

terdapat 5 tipologi RTNH yang diusulkan,

masing-masing: Koridor, Plaza, Tempat

bermain, dan area parkir.

Page 11: 2.) Hal 11-21 (Hasil Penelitian) Veronica & Maria

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MERANCANG RUANG………….

21

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun. 2003. Pedoman Pelibatan

Masyarakat dan Swasta dalam

Pemanfaatan Ruang Perkotaan. Subdit

Peran Masyarakat Direktorat Penataan

Ruang Nasional Direktorat Jenderal

Penataan Ruang Departemen

Permukiman & Prasarana Wilayah

http://www.penataanruang.net/taru/nsp

m/4.pdf. Diunduh pada tanggal 15

Agustus 2011

Tim Penyusun. 2008. Pedoman penyediaan dan

pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau

(RTNH) dikawasan perkotaan.

Direktorat Jenderal Penataan Ruang,

Departemen Pekerjaan Umum.

http://penataanruang.pu.go.id/taru/uploa

d/nspk/pedoman/RTNH.pdf. Diunduh

pada tanggal 15 Agustus 2011.

Hajjari, M. 2009. Improving urban life through

urban public spaces: a comparison

between Iranian and Australian cases.

Universitas 21 International Graduate

Research Conference: Sustainable Cities

for the Future Melbourne & Brisbane.

Nov 29 – Dec 5, 2009. The University

of Melbourne.

www.universitas21.com/GRC/GRC200

9/Hajjari.pdf. Diunduh pada tanggal 16

Oktober 2011

Woolley, H. 2003. Urban Open Spaces. Spon

Press London

Anonim. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Kota Tidore Kepulauan Tahun

2010-2030. Dinas Pekerjaan Umum,

Privinsi Maluku Utara – Dirjen Penataan

Ruang Departemen Pekerjaan Umum.

Natalivan, P (2007). Ruang Terbuka Publik –

Prinsip Perancangan dan Pengedalian

(working paper). Urban Planning and

Design Research Group. School of

Architectur, Planning and Policy

Development. Institut Teknologi

Bandung.

ISSN 2085-7020