9
  1 Kumpulan Makalah Periode 1987-2008 KONSEPSI RESTORASI EKOLOGI KAWASAN PENYANGGA SEMPADAN SUNGAI DI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak Urgensi pengelolaan kawasan konservasi bantaran sungai di DKI Jakarta ditinjau dari segi penataan ruang wilayah perkotaan, nampaknya tidak mungkin ditunda bahkan di kesampingkan; karena berbagai alasan yang kurang mendasar bahkan kurangnya pengetahuan atas peranan fungsi jasa vegetasi riparian. Bagi para perencana tata ruang bukan saatnya lagi membahas perlu tidaknya tindakan konservasi, akan tetapi bagaimana mengimplementasikan tindakan pengelolaan dalam memulihkan peranan fungsi ekosistem bantaran sungai, agar fungsi lindungnya berperan optimal secara berkelanjutan.  Pendahuluan Secara fisik daratan DKI Jakarta 65.500 ha, dilintasi oleh 13 aliran sungai ( ± 295,0 kilometer), dengan luas bantaran sungai efektif 1.384,21 ha, dan merupakan bagian hilir dari beberapa DAS di bagian hulunya ( ± 780.000 ha). Fenomena genangan dan atau banjir di wilayah DKI Jakarta, semakin diperburuk dengan meningkatnya luas bangunan beton dan aspal ± 18.798,5 ha: hingga menyebabkan tingginya laju limpasan air hujan (84,12%), dan besaran laju erosi pada wilayah kikisan± 82,7 ton/ha/tahun. Akumulai hasil sedimentasi, serta meningkatnya peman-faatan air tanah dangkal, dan penerapan teknologi pancang bangunan tinggi, secara alamiah menyebabkan terganggunya sirkulasi dan sistem tata air tanah (hidrologis), hingga menyusupnya (intrusi) air laut yang kini telah mencapai 11,3% dari luas daratan DKI Jakarta. Kesadaran Pemerintah DKI Jakarta, dalam upaya pengendalian terhadap lingkungan fisik kritis perkotaan dan kecenderungannya, telah dilakukan sejak tahun 1981. Dibentuknya susunan organisasi Dinas-dinas teknis pengelola kawasan hijau, pada dasarnya merupakan langkah awal yang ditempuhnya; seperti tertuang dalam Perda No. 8 tahun 1981. Dalam Perda tersebut, salah satu embanan tugas pokoknya adalah melaksanakan pemangkuan hutan yang ada, dan membangun serta mengelola kawasan hijau penyangga lingkungan hidup wilayah perkotaan sebagai penopang kenyamanan lingkungan hidup. Adapun alasan yang cukup mendasar, atas keyakinan bahwa peranan fungsi dan  jasa bio-eko-hidrolog is komunitas pepohonan, terbukti dan dinilai mampu melerai serta mengendalikan berbagai bentuk cemaran. *). Seminar Nasional Evaluasi Pasca dan Rancang Tindak Penanggulangan Banjir Wilayah Perkotaan. Kedutaan Belanda (Kuningan Jakarta), 12 Juni 2002, Kerjasama Dept. Kimpraswil, Masyarakat Air Indonesia, dan Kedutaan Belanda. **). Staf Pengajar Jurusan Geografi dan Program Pasca sarjana Biologi Universitas Indonesia (Depok)

18 Restorasi Riparian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 18 Restorasi Riparian

5/10/2018 18 Restorasi Riparian - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/18-restorasi-riparian 1/9

 

 

1

Kumpulan Makalah Periode 1987-2008 

KONSEPSI RESTORASI EKOLOGI KAWASANPENYANGGA SEMPADAN SUNGAI DI DKI JAKARTA*)

Oleh: Tarsoen Waryono **)

Abstrak

Urgensi pengelolaan kawasan konservasi bantaran sungai di DKI Jakarta ditinjau dari segi 

penataan ruang wilayah perkotaan, nampaknya tidak mungkin ditunda bahkan di kesampingkan; karena berbagai alasan yang kurang mendasar bahkan kurangnya pengetahuan atas peranan 

fungsi jasa vegetasi riparian. Bagi para perencana tata ruang bukan saatnya lagi membahas perlu 

tidaknya tindakan konservasi, akan tetapi bagaimana mengimplementasikan tindakan pengelolaan dalam memulihkan peranan fungsi ekosistem bantaran sungai, agar fungsi lindungnya berperan 

optimal secara berkelanjutan. 

Pendahuluan

Secara fisik daratan DKI Jakarta 65.500 ha, dilintasi oleh 13 aliran sungai (± 295,0kilometer), dengan luas bantaran sungai efektif 1.384,21 ha, dan merupakan bagian hilir dari

beberapa DAS di bagian hulunya (± 780.000 ha).

Fenomena genangan dan atau banjir di wilayah DKI Jakarta, semakin diperburuk

dengan meningkatnya luas bangunan beton dan aspal ± 18.798,5 ha: hingga menyebabkan

tingginya laju limpasan air hujan (84,12%), dan besaran laju erosi pada wilayah kikisan ± 82,7ton/ha/tahun. Akumulai hasil sedimentasi, serta meningkatnya peman-faatan air tanah

dangkal, dan penerapan teknologi pancang bangunan tinggi, secara alamiah menyebabkanterganggunya sirkulasi dan sistem tata air tanah (hidrologis), hingga menyusupnya (intrusi) airlaut yang kini telah mencapai 11,3% dari luas daratan DKI Jakarta.

Kesadaran Pemerintah DKI Jakarta, dalam upaya pengendalian terhadap lingkunganfisik kritis perkotaan dan kecenderungannya, telah dilakukan sejak tahun 1981. Dibentuknyasusunan organisasi Dinas-dinas teknis pengelola kawasan hijau, pada dasarnya merupakanlangkah awal yang ditempuhnya; seperti tertuang dalam Perda No. 8 tahun 1981. DalamPerda tersebut, salah satu embanan tugas pokoknya adalah melaksanakan pemangkuanhutan yang ada, dan membangun serta mengelola kawasan hijau penyangga lingkunganhidup wilayah perkotaan sebagai penopang kenyamanan lingkungan hidup.

Adapun alasan yang cukup mendasar, atas keyakinan bahwa peranan fungsi dan  jasa bio-eko-hidrologis komunitas pepohonan, terbukti dan dinilai mampu melerai sertamengendalikan berbagai bentuk cemaran.

*). Seminar Nasional Evaluasi Pasca dan Rancang Tindak Penanggulangan Banjir Wilayah Perkotaan.Kedutaan Belanda (Kuningan Jakarta), 12 Juni 2002, Kerjasama Dept. Kimpraswil, Masyarakat Air Indonesia, dan Kedutaan Belanda.

**). Staf Pengajar Jurusan Geografi dan Program Pasca sarjana Biologi Universitas Indonesia (Depok)

Page 2: 18 Restorasi Riparian

5/10/2018 18 Restorasi Riparian - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/18-restorasi-riparian 2/9

 

 

2

Kumpulan Makalah Periode 1987-2008 

Selain berfungsi sebagai paru-paru kota dan kenyamanan lingkungan, pereda unsur-unsur iklim, penghalau angin dan pelerai silau cahaya, pengatur tata air tanah dan pengendalilaju erosi, habitat satwa liar, pelestarian plasma nutfah dan sumber genetik, wahana dunia

ilmu pengetahuan alam, penunjang keindahan kota, juga sebagai pusat kesegaran jasmani,rekreasi alam dan sumber produksi terbatas.

Kondisi eksis Ruang Terbuka Hijau (RTH) DKI Jakarta tahun 2001, tercatat 7.426, 83ha, sedangkan target RTH berdasarkan RTRW-2010 (Perda DKI No. 6 Tahun 1999)ditetapkan 9.544,79 ha; atas dasar pertimbangan prediksi jumlah penduduk sebesar 12,5 juta  jiwa pada tahun 2010. Dengan demikian, permasalahan kekurangan areal, menjadi lebihdominan sebagai salah satu di antara faktor-faktor penyebab belum berhasilnya upayapengendalian terhadap lingkungan fisik kritis perkotaan secara kongkrit.

Terbitnya Kepres 32 Tahun 1990, tentang pengelolaan kawasan lindung, bagi PemdaDKI Jakarta nampaknya merupakan jalan keluar untuk memecahkan fenomenapermasalahan kebutuan RTH, dimana bantaran sungai merupakan salah satu di antaranya

yang ditetapkan sebagai kawasan lindung sempadan sungai.Mencermati akan kondisi lingkungan fisik kritis perkotaan, serta semakin terde-

gradasinya kawasan sempadan sungai, untuk itu upaya pemulihan peranan fungsi ekosistem“restorasi ekologi ” kawasan sempadan sungai dinilai strategis, sebagai salah satu bentuktindakan konservasi biologis daerah dilindungi. Hal ini mengingat bahwa restorasi ekologipada dasarnya merupakan bentuk dari manajemen konservasi, sebagai upaya untukmengembalian habitat tertentu atau ekosistem, ke suatu kondisi semirip mungkin dengankeadaan sebelum terjadi degradasi.

Kondisi Bantaran Sungai di Wilayah DKI Jakarta

Bantaran sungai merupakan kawasan (buffer) penyangga daerah pengelolaan air;berfungsi sebagai tanggul sungai, berada pada kanan dan kiri badan sungai. Kawasan inidicirikan oleh batuan dasar yang keras yang secara alami air tidak mampu lagi untukmenerobosnya, hingga kadang kala bentuknya berkelok-kelok. Penutupan vegetasinyaspesifik (riparian), membentuk satuan ekologik terkecil, dan dipengaruhi oleh ketinggiantempat dan jenis batuannya; bantaran sungai merupakan jalur koridor hijau alur badan sungaiyang memberikan jasa ekologi sebagai penyaring air limpasan, penahan nutrien dan sedimen,  juga merupakan habitat bagi kehidupan satwa liar seperti mamalia terbang, binatang melata,reptil, burung, dan beberapa jenis satwa lainnya.

Kerusakan ekositem bantaran sungai menyebabkan peranan fungsinya menjadi

terganggu. Pada hal seperti halnya hutan, komunitas vegetasi riparian secara teoritisberfungsi sebagai pusat terjadinya keanekaragaman genetik, dan tempat berlangsungnyaevolusi secara alamiah.

Berdasarkan hasil pemantapan data kawasan lindung yang dilakukan tahun 1997oleh Dinas Kehutanan; kondisi bantaran sungai di DKI Jakarta 57,23% (792,18 ha) dikuasaioleh penduduk untuk kepentingan pemukiman, dan sisanya 42,77% (592,03 ha) dalam kondisiyang mulai terganggu.

Page 3: 18 Restorasi Riparian

5/10/2018 18 Restorasi Riparian - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/18-restorasi-riparian 3/9

 

 

3

Kumpulan Makalah Periode 1987-2008 

Terdesak dan hilangnya kawasan hijau bantaran sungai menyebabkan perananfungsinya terganggu baik untuk perlindungan daerah pengaliran sungai maupun sebagaihabitat dan sangtuari satwa liar. Hasil pemantauan kehidupan satwa liar yang dilakukan oleh

Tim Pengelola Hutan Kota Universitas Indonesia (1998) di bantaran sungai Ciliwung(Kampung Srengseng - Cijantung), pada tahun 1986 masih dijumpai kera ekor panjang ± 4-5group (32-50 ekor), sedangkan pada tahun 1997 tidak jenis tersebut tidak dijumpai lagi;demikian halnya dengan beberapa Jenis terbang (kalong, kelelawar dan sejenisnya),termasuk binatang melata (ular, biawak dan kadal). Di Bantaran sungai Pesanggrahan padatahun 1986 masih dijumpai beberapa jenis burung (sirgunting, kuntul, dan gagak) yangbertengger di rumpun bambu; serta masih ditemukan puluhan ekor buaya, namun sejak tahun1993, nampaknya hampir tidak terdengar lagi walaupun sebenarnya masih sering dijumpaioleh masyarakat.

Kedudukan Bantaran Sungai Dalam RTH DKI Jakarta

Mencermati realisasi hasil pembangunan kawasan hijau selama jangka waktu 30tahun (1965-1995) tercatat 29,7% dari rencana RTH DKI Jakarta. Rendahnya hasilpembangunan kawasan hijau ini, disebabkan keterbatasan pemerintah daerah dalam asetkepemilikan lahan, karena semakin meningkatnya harga tanah.

Kepres 32 tahun 1990, tentang pengelolaan kawasan lindung, nampaknya memacupemerintah daerah DKI Jakarta untuk meningkatkan penanganan pembangunan kawasanhijau, karena terbukanya peluang bantaran sungai (sempadan sungai) dan sempadan pantaisebagai kawasan konservasi untuk memenuhi kebutuhan RTH.

Bantaran sungai dan sepandan pantai, pada hakekatnya merupakan satu kesatuan

ekosistem dalam pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), berfungsi sebagai penyanggapengaliran air. Kawasan sepandan pantai merupakan ekoton antara ekosistem laut dandaratan yang dicirikan oleh penutupan vegetasi mangrove; berbeda halnya dengan kawasansepandan sungai, di samping merupakan ekoton antara ekosistem daratan dengan perairan,sekaligus juga merupakan ekoton antara ekosistem riparian dengan vegetasi binaan dalamwilayah perkotaan (urban), vegetasi budidaya wilayah pedesaan (rural), dan vegetasi alami(natural).

Penelitian tentang karakteristik, dinamika dan peranan fungsi ekologis daerah riparianbelum banyak dilakukan di Indonesia; namun berbagai penelitian mengenai pentingnyaekosistem riparian telah banyak dipublikasikan. Bukti-bukti penelitian tersebut menunjukan

bahwa daerah riparian sangat bervariasi dalam hal ukuran dan jenis vegetasi, karenakombinasi yang mungkin terjadi antara sumberdaya air dan karakteristik fisik wilayahnya.Daerah riparian umumnya mempunyai ciri spesifik dalam hal struktur vegetasi, dan sifat-sifattanah yang dapat dikembangkan sebagai penciri dalam penetapan kawasan lindungsempadan sungai di wilayah perkotaan.

Pengembangan wilayah perkotaan umumnya bertujuan untuk meningkatkan mutulingkungan hidup dan kenyamanan, keindahan dan kebersihan, serta menciptakan keserasian

Page 4: 18 Restorasi Riparian

5/10/2018 18 Restorasi Riparian - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/18-restorasi-riparian 4/9

 

 

4

Kumpulan Makalah Periode 1987-2008 

antara lingkungan alam dengan lingkungan binaan yang secara langsung maupun tidaklangsung bermanfaat bagi kepentingan masyarakat luas.

Penataan ruang untuk tujuan keseimbangan dan keserasian wilayah perkotaan,

secara jelas (a) menempatkan lingkungan kawasan hijau dalam struktur ruang wilayahsebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 24 tahun 1992; (b) memberikan pandanganbahwa kawasan hijau perkotaan merupakan bagian tak terpisahkan dari struktur bentang alamsecara regional, dapat dirancang hingga memberikan peranan fungsi dan manfaat sebagaipenyangga dan perlindungan lingkungan hidup perkotaan, serta pelestarian nilai-nilaikeragaman hayati secara berkelanjutan; seperti yang ditekankan dalam Kepres No. 32 tahun1990.

Penyerasian sistem penataan ruang perkotaan secara terpadu, untuk tujuanpemulihan peranan fungsi ekosistem bantaran sungai perlu dikembangkan denganpertimbangan berbagai kepentingan pengembangan wilayah, hal ini mengingat bahwabantaran sungai dipandang sebagai kawasan lindung penyangga pengaliran air yang harus

diolahdayakan (ditata), sehingga mampu berfungsi sebagai zona penyangga yangmendukung keberadaan keragaman hayati, dan atau sebagai koridor yang mampumenghubungkan pusat-pusat pemencaran berbagai kehidupan satwa liar.

Konsepsi Dasar Pemulihan Ekosistem Bantaran Sungai

Pengembangan Wilayah Kota 

Dampak penting pengembangan wilayah terhadap kondisi fisik bantaran sungaimenyebabkan perubahan-perubahan terhadap habitat dan fenomena bio-hidro-ekologisnya.Aktivitas manusia telah banyak menciptakan penghalang buatan (artificial barrier), dalam

kasus ini cenderung menghilangkan penghalang alamiah (natural barrier) bagi pemencaranorganisme. Terciptanya penghalang buatan menyebabkan terbentuknya populasi-populasiyang terisolasi, perubahan dan degradasi habitat, hingga tumbulnya pulau-pulau habitatdengan beberapa jenis yang masih mampu beradaptasi, bahkan tidak sesuai untuk dihunioleh berbagai biota kehidupan seperti sebelumnya.

Pemanfaatan setiap jengkal tanah untuk bangunan aspal, betonan, plesteran, danpancang bangunan menyebabkan terganggunya sistem tata air tanah. Meningkatnya aktivitasperkotaan, memacu terhadap tumbuh berkembangnya bangunan gedung berdiding kaca,penggunaan sistem pendingin ruangan, dan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, yangmenyebabkan fenomena lingkungan fisik kritis perkotaan. Upaya dan pemberdayaan melaluipenanaman pepohonan dan rerumputan, telah banyak dilakukan, akan tetapi hasil-hasil yangdicapai belum dapat menjamin atas terciptanya kenyamanan lingkungan perkotaan,keberadaan tersebut nampaknya kurang seimbangnya antara sumber-sumber penyebablingkungan fisik kritis dengan upaya pengendaliannya.

Kota-kota di Indonesia, proses pertumbuhannya berawal dari pemukiman keciltumbuh dan berkembang menjadi pedesaan, kotadesasi (peralihan kota dan desa), danakhirnya menjadi kota. Ditinjau dari letak strategisnya berada di wilayah pantai (pesisir), danpedalaman baik tepian sungai dan atau dataran tinggi. Tumbuh berkembangnya wilayah

Page 5: 18 Restorasi Riparian

5/10/2018 18 Restorasi Riparian - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/18-restorasi-riparian 5/9

 

 

5

Kumpulan Makalah Periode 1987-2008 

perkotaan, cenderung mendesak sebidang penutupan vegetasi baik dalam bentukpesawahan, pekarangan maupun kebun yang akhirnya dikorbankan untuk dibangun dandirombak guna memenuhi kepentingan bangunan fasilitas perkotaan. Ket-duhan-keteduhan

yang semula dari kerindangan naungan pepohonan, tiba-tiba dibuka sehingga permukaantanah langsung dipengaruhi oleh sinar matahari, butir-butir air hujan dan kekuatan-kekuatanangin. Bentuk medan dimanipulasi, arah-arah drainase alam yang berkelak-kelok diluruskan,tanah dirombak dengan cara pemadatan, bahkan diganti dengan tanah urugan yang berasaldari luar lokasi. Keberadaan ini menyebabkan terganggunya arah-arah sirkulasi air tanahdangkal, dan pola drainase baik di dalam tanah itu sendiri maupun di atas permukaan.

Hambatan lebih jauh, bahwa perubahan penutupan vegetasi untuk kepentinganpengembangan wilayah perkotaan, menyebabkan terganggunya habitat dan ekosistemkehidupan satwa liar. Walaupun kawasan hijau baik dalam bentuk taman dan atau hutan kotamerupakan kebutuhan esensial bagi masyarakat dan penopang wajah perkotaan, akan tetapisekala prioritasnya selalu dika-lahkan; Padahal sejak awal sejarah kebudayaan umat manusia

yang tercatat, bahwa pepohonan sesungguhnya telah senantiasa merupakan bagian yangtidak terpisahkan dengan lingkungan hidupnya, baik di pedesaan maupun di perkotaan.

Aspek Pengelolaan Bantaran Sungai 

Program pembangunan kawasan hijau di lingkungan bertolak dari dua pengertiankunci, yaitu pohon (vegetasi berkayu) dan penduduk kota. Strategi konsepsinya selaludihubungkan dengan upaya pengendalian lingkungan fisik kritis; kehidupan flora danfaunanya, mewujudkan kenyamanan lingkungan, sebagai penopang pusat-pusat kegiatankota. Aplikasi programnya, lebih diarahkan untuk memberikan peranan fungsi jasa biologispepohonan, yang erat kaitannya dengan pelindungan dan penyangga sepanjang jalan (roadsite), kanan dan kiri bantaran sungai, di sekitar ekosistem (situ-situ, dan pantai), serta dibeberapa lokasi yang memerlukan dukungan lingkungan hijau, seperti tempat-tempat rekreasidan wisata.

Penanganan dan pengendalian degradasi lingkungan perkotaan, telah banyakdilakukan dan kini populer melalui pendekatan teori ambang batas dalam perencanaan kota,wilayah dan lingkungannya. Dalam pendekatannya lebih meningkatkan rasio-nalitas strategipembangunan alternatif dalam perencanaan kota atas dasar evaluasi unsur-unsur perkotaanbaik fisik wilayah, fasilitas kota, maupun pendukung lingkungan yang erat kaitannya dengantanah dan ruang. Tanah memberikan pengertian kecenderungan yang erat dengan kehidupan(biologis) dan air, sedangkan ruang bagi peren-cana memberikan arti untuk pengalokasianbentuk-bentuk bangunan yang dipaduserasikan sebagai penyangga kehidupan lingkungan

hidup perkotaan.Penilaian kekurang seimbangan dari salah satu dan atau ketiga unsur di atas,

dianalisis untuk kemudian diaplikasikan sebagai dasar pemberdayaan pembangunannya,untuk tujuan terciptanya kenyaman lingkungan. Konsepsi ambang batas yang dipraktekanpada hakekatnya menekankan gejala perubahan sebagai penyebab yang ditimbulkannya, dandisebut sebagai perencanaan lingkungan rasional berdasar konsep IUCN tahun 1982 yangpada hakekatnya merupakan satu proses bagaimana konservasi sumberdaya regional dan

Page 6: 18 Restorasi Riparian

5/10/2018 18 Restorasi Riparian - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/18-restorasi-riparian 6/9

 

 

6

Kumpulan Makalah Periode 1987-2008 

nasional atau rencana pembangunan dibuat dalam satu cara secara sadar guna meminimal-kan efek negatif jangka panjang pada tingkat kualitas lingkungannya.

Dalam prosesnya, terlihat ada dua komponen penting yaitu (a) satu rencana

institusional yang dirancang bersama-sama dengan masyarakat, lembaga-lembaga danpembiayaan lebih diarahkan terhadap masalah konservasi yang spesifik; (b) rencana fisikyang dirancang untuk menunjukkan hubungan fisik yang tepat antara aktivitas lingkungan danpembangunan untuk mencapai tujuan melalui tindakan konservasi.

Tentunya bagi para perencana fisik menyadari atas masalah-masalah degradasilingkungan akibat pengembangan wilayah perkotaan, karena penyelewengan terbesar yangterjadi di seluruh dunia, adanya pemanfaatan yang berlebihan bahkan menjamah kawasan-kawasan lindung wilayah perkotaan seperti vegetasi riparian dan vegetasi penyangga situ-situ, serta vegetasi pantai yang secara alami merupakan penyeimbangan lingkunganperkotaan.

Hilangnya kawasan penyangga strategis bantaran sungai dan sempadan pantai, dikota-kota pantai, menjadi salah satu faktor penyebab terganggunya tata air tanah danterdesaknya habitat beberapa satwa burung di wilayah perkotaan, serta meningkatnyapencemaran udara dari pusat-pusat industri yang dekat dengan pusat kota. Untuk itu, bahwapengelolaan ideal kawasan sempadan sungai seyogianya dipertahankan selebar 1,5 kalibadan sungai yang berada pada kanan dan kiri sungai, sedangkan penyangga pantai minimaldipertahankan 100 meter dari tepian pantai kearah daratan.

Restorasi Ekologi Bantaran Sungai 

Mencermati atas uraian di atas, untuk itu penanganan bantaran sungai di DKI Jakarta,pada hakekatnya telah didukung oleh Kepres 32 tahun 1990 dan Undang-undang No. 22tahun 1998, tentang Penataan Ruang Wilayah. Pengalokasian setiap bidang tanah dalampenataan ruang wilayah perkotaan didasarkan atas penetapan Perda No. 6 DKI Jakarta tahun1999, tentang RTRW tahun 2010. Implementasi pena-taan ruang ini pada hakekatnyamerupakan langkah awal penanganan, sebagai pemacu program pembenahan dan perbaikanlingkungan hidup perkotaan.

Pembangunan kawasan hijau di DKI Jakarta, secara tegas ditekankan sebagai upayadasar implementasi pemulihan suatu kawasan berdasarkan peranan fungsinya, sepertitertuang Renstrada 2002; dimana bantaran sungai di seluruh wilayah DKI Jakarta, merupakansasaran utamanya. Dengan demikian jelas bahwa pengembalian peranan fungsi ataskeberadaan bantaran sungai seperti kondisi sediakala, pelaksanaan programnya telah

dirancang sebelumnya.Konsepsi pendekatan pemulihan peranan fungsi ekosistem bantaran sungai,

setidaknya ada empat pilihan pendekatan berdasarkan penerapan teknik silvikultur atas dasarpertimbangan kondisi fisik wilayahnya. Pendekatan tersebut meliputi: (a) tanpa tindakan, danpemulihannya diserahkan kepada alam, atau melalui proses suksesi hingga dapat pulihsecara alamiah, (b) enrichment planting (perkayaan jenis asli yang ada), (c) rehabilitasi dan

Page 7: 18 Restorasi Riparian

5/10/2018 18 Restorasi Riparian - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/18-restorasi-riparian 7/9

 

 

7

Kumpulan Makalah Periode 1987-2008 

reklamasi habitat, dengan penambahan top soil dan inokulasi biota tanah penanaman jenispioner legum erichment planting.

Mencermati atas uraian di atas, langkah awal yang harus ditempuh dalam meru-

muskan implementasi pengelolaan kawasan konservasi bantaran sungai, menetapkan unit-unit perencanaan yang rasional dan mampu mengakomodasikan pemulihan peranan fungsi  jasa ekosistemnya melalui: (a) pemberdayaan habitat vegetasi riparian, (b) kajian dasar atasperanan fungsi jasa biologis, hidrologis dan ekologisnya; (c) serta mengkaji secara mendalamterhadap nilai kualitas kawasan konservasi, termasuk kajian potensi baku habitat dankesesuaian jenisnya; sebagai dasar acuan dalam penyusunan rancangan model restorasiekologi bantaran sungai.

Uraian Penutup

Nampaknya sangat sederhana tidak terlalu rumit untuk merancang, menyusun model,dan atau menyusun anggaran pemulihan kawasan bantaran sungai; Namun demikian tidaklahsederhana dalam implementasinya apabila okupasi penduduk  yang tinggal di bantaransungai tidak diperhitungkan sebagai fenomena pemabatas yang sangat rumit dipecahkan. Halini mengingat bahwa jumlah penduduk yang tinggal di kawasan konservasi bantaran sungaiDKI Jakarta tercatat >71.000 jiwa, dan > 14.000 unit bangunan ilegal di bantaran sungai.

Untuk itu prioritas pemulihan bantaran sungai harus diawali dengan: (a) pengukuhankawasan sempadan sungai, (b) resetlement penduduk, (c) inventarisasi pula-pulau habitatguna menetapkan tindakan yang hendak dilakukan, dan (d) pentingnya keterlibatan stakeholder, baik masyarakat maupun pihak yang berkepentingan lainnya.

Atas dasar itulah konsepsi pemulihan peranan fungsi bantaran sungai tampaknya

perlu mengacu terhadap hasil konvensi dan ratifikasi Biodiversitas seperti tertuang dalamUndang-undang No. 5 tahun 1990; yang pada prisipsinya bahwa reboisasi dan penghijauanmerupakan bagian dari kegiatan konservasi.

Penilaian hasil-hasil pembangunan kawasan hijau bukan saja dinilai secara fisik, akantetapi peranan dan kepedulian masyarakat memiliki proporsi yang tidak kalah pentingnya. Halini mengingat bahwa tanpa keiikutsertaan masyarakat program pembangunan kawasan hijaudi mana dan kapan saja akan membuahkan hasil yang kurang memenuhi harapan baik bagipemerintah maupun masyarakat secara luas.

Daftar Pustaka

Brandy., N.C and Warner., R.E, 1994. Managing Farmland for Wildlife. T.A. Bookhout (Ed.). Researchand Management Technique for Wildlife and Habitats. The Wildlife Society. Bethesda,Maryland.

Dinas Kehutanan DKI Jakarta, 1997. Pemantapan Data Kawasan Lindung Wilayah DKI Jakarta. DinasKehutanan DKI Jakarta. 134 hal.

Page 8: 18 Restorasi Riparian

5/10/2018 18 Restorasi Riparian - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/18-restorasi-riparian 8/9

 

 

8

Kumpulan Makalah Periode 1987-2008 

Forman and Gordon; 1986. Landscape Ecology. John Wiley & Son. New York-Chichester-Brisbane-Toronto-Singapore. pp 114-320.

Hough., J. W,. 1993. Urban Ecosystem. Chapman & Hall; London. Wein-heim.New York.Tokyo.

Jordan,. W.R, et all, (Eds.), 1992. Restoration Ecology; A synthetic approach to ecologicalresearch. Cambridge University Press. (pp 1-29).

Jordan,. W.R, et all, (Eds.), 1992. Restoration Ecology; A synthetic approach to ecological research.Cambridge University Press. (pp 1-29).

Koziowski., J.K, 1997. Perencanaan Kota (Penanganan dan Pengendalian Degradasi Lingkungan)dengan Teori Ambang Batas (Terjemahan) LP3S Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia(234 hal).

Krugman., Stanley, L. 1878. Wind breaks and Shelterbelts for improved Urban enviroment. Specialpaper in World Forestry Congress VIII. Jakarta (pp-16)

Manan., Safei, 1975. Manajemen Hutan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). FakultasKehu-tanan Institut Pertanian Bogor. pp 123-131.

Manan., Safei, 1976. Manajemen Pengelolaan Daerah Riparian Dalam Pengelolaan DAS. FakultasKehu-tanan Institut Pertanian Bogor. (pp-23).

___________, 1990. Manajemen Pengelolaan Kawasan Penyangga Sempadan Sungai dan Pantai.Seminar Pengelolaan Kawasan Lindung Pemda DKI Jakarta.

Pusat Penelitian Sain dan Teknologi-UI, 1998. Kajian Spatial Daerah Kumuh DKI Jakarta. KerjasamaBapedalda dan PPST-UI. Laporan Penelitian Tahun Anggaran 1997/1998. BadanPengendalian Dampak Lingkungan DKI Jakarta. 142 hal. (Tidak diterbitkan).

Sandy. I.M, 1976. Struktur Kota Pantai di Indonesia. Direktorat Tata Guna Tanah Departemen DalamNegeri. Publikasi TGT No. 346; 12 hal

_________, 1978. DAS-Ekosistem-Penggunaan Tanah. Publikasi Direktorat Taguna TanahDepartemen Dalam Negeri (Publikasi 437).

________., 1995. Penataan Ruang Dalam Pembangunan Wilayah. Jurusan Geografi FMIPAUniversitas Indonesia (pp-9)

Smith., H. W and L.S., Dochinger 1976. Capability Metropolitan trees to reduce atmosphericcontaminants. Forest Service General Techical Report NE-22. USDA.

Wirakusumah,. Sambas. 1987. Hutan Kota DKI Jakarta; Aspek dan Urgensinya; (suatu kajianakademis). Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UniversitasIndonesia. 98 hal (tidak diterbitkan).

Page 9: 18 Restorasi Riparian

5/10/2018 18 Restorasi Riparian - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/18-restorasi-riparian 9/9

 

 

9

Kumpulan Makalah Periode 1987-2008