Upload
karuna-rika
View
6
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Informed Consent
Sifat hubungan antara dokter dengan pasien berkembang dari sifat paternalistik,
dimana dokter menentukan apa yang akan dilakukan terhadap pasien berdasarkan prinsip
beneficence, ke sifat kontraktual yaitu hubungan yang menitikberatkan kepada hak otonomi
pasien dalam menentukan apa-apa yang boleh dilakukan terhadapnya dan sifat fiduciary
yaitu hubungan atas dasar niat baik dan kepercayaan.
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
anatara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang
tidak akan dilakukan terhadap pasien. Dasar hukum dari informed consent tercantum jelas
pada Peraturan Menteri Kesehatan No 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran pasal 1 sampai dengan pasal 20 yang merupakan pengganti dari
Peraturan Menteri Kesehatan No 585/MenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medik pasal 1 sampai dengan pasal 15. Pada pasal 1 (1) Permenkes No
290/MenKes/Per/III/2008 dijelaskan bahwa Persetujuan tindakan kedokteran adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan
secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
terhadap pasien.
Tujuan Informed Consent antara lain adalah untuk memberikan perlindungan kepada
pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada
dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya dan untuk memberi
perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena
prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat
suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )
Informed consent memiliki 3 elemen, yaitu threshold elements, informaton elements
dan consent elements. Threshold elements menjelaskan bahwa pemberi consent haruslah
seseorang yang kompeten dalam membuat keputusan (medis). Secara hukum seorang
dianggap kompeten apabila telah dewasa (jika usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah
menikah), sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak dibawah pengampuan.
Informed elements terdiri dari 2 bagian yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding
(pemahaman). Consent elements juga terdiri dari 2 bagian yaitu voluntariness (kesukarelaan,
kebebasan) dan authorization (persetujuan). Dalam hal ini, consent dapat dinyatakan
(expressed) baik secara lisan maupun tertulis ataupun tidak dinyatakan (implied) yaitu
melalui tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Berikut adalah salah satu
contoh dari informed consent :
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan dijelaskan pada Permenkes No 290/MenKes/Per/III/2008 pasal 7 (3) sekurang-
kurangnya mencakup :
1. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran.
2. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan.
3. Altematif tindakan lain, dan risikonya.
4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
6. Perkiraan pembiayaan.
Dijelaskan pada Permenkes No 290/MenKes/Per/III/2008 pasal 18 (1) dan (2) bahwa
pembinaan dan pengawasan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ini
dilaksanankan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan melibatkan organisasi profesi terkait sesuai tugas dan fungsi masing-
masing. Dan pada pasal selanjutnya dijelaskan bahwa Menteri, Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif
sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Tindakan administratif yang dimaksud dapat
berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan Surat Ijin Praktik.
Proxy consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si penderita itu
sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan
consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan pasien oleh pasien
apabila ia mampu memberikannya (baik untuk pasien, bukan baik untuk orang banyak).
Doktrin informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan, yaitu pada keadaan darurat
medis, ancaman terhadap kesehatan masyarakat, pelepasan hak memberikan consent, clinical
privilege dan pasien yang tidak berkompeten memberikan consent. Jika dikaitkan dengan
kasus, maka pasien tidak termasuk ke dalam 5 keadaan ini, oleh karena itu pasien berhak
mendapatkan informed consentnya.