27
Kategori A Intervensi Komunitas untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana [email protected] Abstrak Tidak perlu diragukan bahwa perilaku merokok memiliki resiko besar terkait kesehatan. Berhenti merokok pada usia yang lebih muda akan berdampak besar dalam status kesehatan seseorang. Merokok biasanya mulai dilakukan selama masa kanak atau remaja, dan upaya menghentikan perilaku merokok bukanlah usaha mudah, terlebih lagi bagi perokok di Indonesia. Hanya sebagian kecil saja yang dapat berhasil berhenti merokok tanpa bantuan. Menghentikan perilaku merokok adalah sulit karena saat perokok-perokok mencoba berhenti, kondisi yang mereka rasakan menjadi makin buruk. Kebanyakan upaya-upaya untuk mengurangi kecanduan rokok pada remaja difokuskan pada program-program pencegahan merokok, namun kecil upaya untuk menghentikan perilaku merokok itu sendiri. Upaya yang dilakukan lebih bersifat parsial dan sangat terfokus pada individu dan bukan pada komunitasnya sehingga perilaku merokok tetap bertahan bahkan terus meningkat. Perubahan diharapkan terjadi pada tingkat

14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

Kategori A

Intervensi Komunitas untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja

Jusuf Tjahjo Purnomo

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

[email protected]

Abstrak

Tidak perlu diragukan bahwa perilaku merokok memiliki resiko besar

terkait kesehatan. Berhenti merokok pada usia yang lebih muda akan

berdampak besar dalam status kesehatan seseorang. Merokok biasanya

mulai dilakukan selama masa kanak atau remaja, dan upaya menghentikan

perilaku merokok bukanlah usaha mudah, terlebih lagi bagi perokok di

Indonesia. Hanya sebagian kecil saja yang dapat berhasil berhenti merokok

tanpa bantuan. Menghentikan perilaku merokok adalah sulit karena saat

perokok-perokok mencoba berhenti, kondisi yang mereka rasakan menjadi

makin buruk.

Kebanyakan upaya-upaya untuk mengurangi kecanduan rokok pada

remaja difokuskan pada program-program pencegahan merokok, namun

kecil upaya untuk menghentikan perilaku merokok itu sendiri. Upaya yang

dilakukan lebih bersifat parsial dan sangat terfokus pada individu dan bukan

pada komunitasnya sehingga perilaku merokok tetap bertahan bahkan terus

meningkat. Perubahan diharapkan terjadi pada tingkat individual tetapi tidak

pada komunitasnya sehingga tingkat keberhasilan remaja berhenti merokok

juga kecil .

Pendekatan komunitas sangat dibutuhkan untuk menghentikan perilaku

merokok pada remaja. Intervensi komunitas untuk menghentikan perilaku

merokok remaja menginginkan suatu perubahan di sebuah populasi.

Page 2: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

Tujuannya adalah untuk menurunkan permasalahan kesehatan terkait

dengan merokok dan untuk meningkatkan status kesehatan komunitas.

Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasikan bentuk intervensi

komunitas yang dapat digunakan secara efektif untuk menghentikan perilaku

merokok pada remaja.

Kata kunci: invervensi komunitas, perilaku merokok, remaja

Page 3: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

Pengantar

Masa remaja, terutama masa remaja awal, adalah masa yang penting sekaligus

genting. Pada usia remaja sejumlah perilaku yang merugikan kesehatan terjadi baik

untuk pertama kalinya ataupun menjadi semakin intensif. Sebagian besar kondisi

kesehatan remaja banyak ditentukan oleh bagaimana perilaku remaja terkait kesehatan.

Pada kenyataannya, banyak perilaku remaja yang justru membahayakan kesehatannya

namun kurang disadari oleh remaja itu sendiri yaitu perilaku merokok.

Merokok terutama di mulai pada waktu remaja, dan percobaan tersebut akhirnya

akan menjadi kebiasaan dan menjadi penggunaan secara tetap dalam kurun waktu

beberapa tahun. Beberapa penelitian menginformasikan bahwa kebanyakan perokok

mulai dengan rokoknya yang pertama pada usia antara 11-13 tahun, dan 85 % sampai

90 % mulai sebelum usia 18 tahun. Sebagai tambahan juga ditemukan bahwa semakin

muda seorang individu mulai dengan rokok pertamanya, semakin besar

kemungkinannya untuk menjadi perokok berat di masa dewasa (Leventhal et al, 1988;

Dhuyvettere, 1990)

Berhenti merokok pada usia yang lebih muda akan berdampak besar dalam

status kesehatan seseorang. Merokok di usia muda cenderung akan memiliki penyakit

terkait dengan tembakau dan mengalami resiko kematian lebih besar. Usia yang lebih

muda untuk merokok lebih mungkin untuk memiliki penyakit yang berhubungan dengan

merokok dibandingkan dengan perokok di kelompok usia lainnya (CDC, 2006). Tidak

perlu diragukan bahwa perilaku merokok mengandung faktor resiko untuk kesehatan.

Merokok dapat menjurus berbagai macam penyakit paru-paru kronis. Resiko kematian

bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih

dini (Smet, 1994). Dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, timbulnya penyakit

koroner lebih tinggi 50% bagi orang yang merokok kira-kira satu bungkus setiap hari,

dan 200% bagi orang yang merokok lebih dari satu bungkus. Merokok, khususnya kalau

Page 4: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

berat mengandung resiko yang sangat besar dan tetap untuk ”sudden cardiac death”

(Jenkins dalam Smet, 1994). Penelitian menunjukkan bahwa jika perokok berhenti

merokok dan menjaga penghentian pada saat mereka berusia 30 tahun, kemungkinan

penyakit dan kematian akan menurun dan sering sekali dapat dicegah (Doll, Peto,

Boreham, & Sutherland, 2004; USDHHS, 1990).

Upaya menghentikan perilaku merokok bukanlah usaha mudah, terlebih lagi bagi

perokok di Indonesia. Remaja yang mulai merokok pada usia 12 tahun atau lebih muda,

lebih cenderung menjadi perokok berat dan merokok secara teratur daripada remaja

yang merokok pada usia yang lebih tua. Biasanya perokok akan menemui kesulitan-

kesulitan yang dialami pada fase awal perubahan, mulai dari penolakan, keraguan,

hingga efek samping. Hasil survei yang dilakukan oleh LM3 (Lembaga Menanggulangi

Masalah Merokok), dari 375 responden yang dinyatakan 66,2 persen perokok pernah

mencoba berhenti merokok, tetapi mereka gagal. Kegagalan ini ada berbagai macam;

42,9 persen tidak tahu caranya; 25,7 persen sulit berkonsentrasi dan 2,9 persen terikat

oleh sponsor rokok (Helman, 1994).

Di Indonesia, upaya yang telah dilakukan untuk menghentikan perilaku merokok

remaja antara lain: (1) program atau sosialisasi pencegahan penggunaan rokok yang

dilakukan oleh dinas pendidikan dan dinas kesehatan secara rutin tiap tahun baik

dengan kelompok sasaran siswa SMP dan SMU/SMK. Program ini biasanya lebih

bersifat pendidikan kesehatan pada remaja; (2) pihak sekolah membuat larangan/tanda

dilarang merokok di sekolah. Adanya konsekuensi atau hukuman bila ada siswa yang

merokok di sekolah; (3) penelitian-penelitian telah banyak dilakukan baik survei maupun

eksperimen untuk melihat dan merubah sikap, persepsi remaja tentang merokok dengan

harapan bahwa perubahan persepsi dan sikap akan membawa perubahan perilaku

remaja untuk tidak merokok.

Page 5: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

Kebanyakan upaya-upaya untuk mengurangi kecanduan rokok pada remaja

difokuskan pada program-program pencegahan merokok, namun kecil upaya untuk

menghentikan perilaku merokok itu sendiri. Berdasarkan data medis, ada sekitar 70

persen perokok yang ingin berhenti sendiri tanpa bantuan lebih lanjut, namun hanya 5

persen perokok yang berhasil melakukannya tanpa bantuan dalam usaha mereka untuk

berhenti merokok (Fiore et al., 2000). Sepertiga perokok melaporkan bahwa mereka

telah mencoba berhenti merokok setiap tahun, tanpa bantuan siapapun, tetapi lebih dari

95% dari mereka gagal (Centers for Disease Control and Prevention [CDCP], 2004).

Fakta tersebut menunjukkan bahwa keinginan untuk berhenti tidaklah cukup. Semua

perokok menyatakan keinginan untuk berhenti tetapi tidak mencoba melakukannya.

Meski kebanyakan remaja perokok mencoba meninggalkan perilakunya, metoda-metoda

bantuan mandiri terbaik memiliki keberhasilan kecil jika tidak ada terapi dan hampir-

hampir tidak efektif dengan nasihat sederhana dari para profesional kesehatan untuk

meninggalkan perilaku ini (Lancaster & Stead, 2005). Menghentikan perilaku merokok

adalah sulit karena saat perokok-perokok mencoba berhenti, kondisi yang mereka

rasakan menjadi makin buruk. Secara psikologis, upaya berhenti merokok menjadi sulit

karena adanya pengaruh lingkungan sosial, kebiasaan mengkonsumsi rokok,

kemudahan akses terhadap rokok, ketiadaan aturan membatasi usia perokok, pengaruh

teman sebaya dan banyak hal lain.

Dengan demikian, upaya harus difokuskan tidak hanya pada kegiatan program

pencegahan khusus merokok untuk remaja, tetapi juga merancang intervensi

penghentian merokok khusus untuk remaja yang merokok. Intervensi yang dirancang

untuk kelompok usia ini sangat diperlukan. Upaya ini harus didasarkan pada penelitian

yang berhubungan dengan karakteristik perokok (yaitu, usia mulai merokok, tingkat

merokok, dan kesulitan-kesulitan untuk berhenti) remaja (Kishchuk, Tremblay, Lapierre,

Heneman, & O "Loughlin, 2004; Lawrence, Fagan, Backinger, Gibson & Hartman, 2007;

Rigotti, Lee, & Wechsler, 2000).

Page 6: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

Pendekatan dalam intervensi merokok.

Dalam perkembangannya, ada banyak upaya telah dilakukan untuk

meningkatkan ketersediaan metode bantuan yang meliputi konseling individual dan

kelompok, materi self-help, terapi penggantian nikotin, program-program intervensi, dan

mengidentifikasi mitra untuk membantu mendukung upaya berhenti merokok (Fiore et

al., 1990; Zhu, Melcer, Sun, Rosbrook, & Pierce, 2000). Apabila dikelompokkan maka

ada tiga pendekatan besar yang dilakukan dalam upaya untuk menghentikan perilaku

merokok yaitu:

1. Pendekatan individu

Tritmen individu diyakini akan bermanfaat dengan pertimbangan bahwa calon

peserta akan mendapatkan kontak yang lebih banyak dan personal dengan konselor

mereka dan kesempatan untuk tritmen yang dirancang secara individu (Burgess et al.,

2002). Dengan pendekatan individual, diyakini lebih bermanfaat karena menciptakan

sebuah kelompok homogen akan sulit. Rekrutmen dianggap lebih mudah saat

seseorang mencoba mendaftarkan diri individu daripada dilakukan secara kelompok

remaja karena penjadwalan akan sulit dilakukan. Akhirnya, dari perspektif klinis dan

etika, bahwa tidak dibenarkan untuk menahan tritmen bagi individu untuk jangka waktu

lama untuk memperoleh jumlah optimal subyek untuk kelompok intervensi. Hasil-hasil

penelitian ilmiah menunjukkan ketidakmampuan dari pendekatan individual , intervensi

saluran tunggal (single-channel intervention) dalam mempengaruhi perilaku merokok

pada populasi yang lebih luas (Klausner, 1997; Rp HHS, 1989).

2. Pendekatan kelompok

Pendekatan kelompok mencapai hasil yang terbaik di akhir 1970-an sampai

pertengahan 1980-an dengan tanpa komponen farmakologis. Pada awal sampai

pertengahan 1980-an program kelompok mencapai hasil 40 % pada 12 - bulan tindak

lanjut yang dilakukan. Program ini terdiri dari beberapa komponen kunci. Peserta ada

Page 7: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

dalam kelompok kecil (biasanya 8 sampai 15 peserta) untuk memaksimalkan kohesi

kelompok. Jumlah sesi penelitian bervariasi antara 12 dan 16. Beberapa sesi yang

diadakan sebelum tanggal berhenti ditetapkan dan menekankan antisipasi situasi sulit

dan metode coping direncanakan. Sesi tambahan setelah tanggal berhenti awalnya

berfokus pada tantangan dalam mempertahankan pantang merokok dalam jangka

pendek dan selanjutnya pada pantang merokok dalam jangka panjang dan perubahan

gaya hidup, termasuk perbaikan diet dan olahraga untuk mendukung berhenti merokok

yang lebih panjang lagi. Sesi yang dijadwalkan dengan penekanan pada minggu awal

segera mungkin dan 2 minggu setelah tanggal berhenti merokok (Lando, 2006).

Mayoritas tritmen untuk perokok remaja dalam reviu oleh McDonald et al. (2003)

dilakukan di sekolah-sekolah dan dilakukan dalam format kelompok. Demikian pula di

Indonesia, pendekatan yang digunakan lebih banyak untuk kelompok kecil dan banyak

dilakukan di sekolah-sekolah. Lebih lanjut, Colby et al. (1998) menyatakan bahwa

program-program berbasis sekolah lebih berkonsentrasi pada pencegahan daripada

tritmen perokok aktif. Masalah lain menjadi jelas juga. Meskipun hasil yang baik

didapatkan melalui pendekatan kelompok, kebanyakan program kelompok yang efektif

memiliki dampak yang sedang pada tingkat populasi, artinya hanya mampu mencapai

sebagian kecil dari populasi perokok. Potensi intervensi kelompok kecil untuk

mengurangi prevalensi merokok secara keseluruhan (Lando, 2006).

3. Pendekatan komunitas

Dalton et al. (2001) menggambarkan bidang psikologi komunitas berfokus pada

hubungan saling bergantung antar individu dalam komunitas, berkomitmen untuk

menghasilkan pengetahuan yang valid yang berguna untuk komunitas dan terlibat dalam

penelitian dan tindakan melalui kemitraan kolaboratif dengan individu dan komunitas.

Definisi komunitas sangat penting bagi praktisi kesehatan komunitas karena intervensi

kesehatan harus menargetkan komunitas yang spesifik. Bagaimana komunitas target

Page 8: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

didefinisikan menentukan bagaimana sumber daya akan dialokasikan, bagaimana

intervensi akan dilakukan dan bagaimana pesan akan rangkai.

Penggunaan pendekatan berbasis komunitas untuk pengendalian perilaku

merokok berusaha untuk mengubah penggunaan tembakau di tingkat populasi - tidak

hanya individual – dan semakin fokus pada mempengaruhi kebijakan yang

mempromosikan pengurangan merokok. Contoh kegiatan pengendalian merokok

berbasis komunitas mencakup pengorganisasian kelompok komunitas untuk mendukung

penerapan tata kelola tembakau- (misalnya, restoran bebas rokok, larangan swalayan

menampilkan rokok); media advokasi untuk meningkatkan kesadaran komunitas tentang

penjualan rokok untuk anak di bawah umur; dan sponsor dari komunitas luas-berhenti

merokok seperti peristiwa-berhenti dan-memenangkan kontes. Bukti yang mendukung

efektivitas intervensi berbasis komunitas untuk mengurangi merokok ditemukan dalam

penurunan secara tajam dan konsisten dalam konsumsi rokok di negara-negara yang

telah berinvestasi untuk pencegahan komprehensif dan program pengendalian rokok

dibandingkan dengan mereka yang belum (Cummings, 1999)

Intervensi komunitas berbeda dengan pendekatan yang sifatnya individual dan

kelompok yaitu pertama, intervensi komunitas berusaha melakukan perubahan

pemakaian rokok pada tingkat populasi, tidak hanya individu atau kelompok sasaran

yang dipilih. Intervensi komunitas untuk pemakaian rokok beroperasi pada premis

bahwa norma-norma sosial dan keyakinan tentang konsekuensi positif dan negatif dari

pengaruh perilaku penggunaan rokok. Intervensi komunitas biasanya berusaha untuk

mengubah perilaku dengan mempengaruhi norma-norma deskriptif (yaitu, persepsi

prevalensi merokok), norma-norma injungtif (yaitu, persepsi tentang toleransi sosial

merokok), dan keyakinan tentang kerugian dan konsekuensi merokok (yaitu, persepsi

tentang bahaya kesehatan, daya tarik, potensi kecanduan, dan sebagainya). Keunikan

kedua dari intervensi komunitas adalah secara komprehensif, melibatkan usaha-usaha

campur tangan melalui struktur sosial di beberapa komunitas (National Cancer Institute,

Page 9: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

1991). Intervensi komunitas mengakui fakta bahwa sikap tentang merokok dibentuk dari

berbagai sumber, termasuk keluarga, tempat kerja, pendidikan, layanan kesehatan

lembaga, dan media.

Salah satu contoh pentingnya mendefinisikan komunitas target dapat dilihat

dalam merancang intervensi menghentikan merokok. Jika targetnya adalah remaja,

fokus pada dampak kesehatan jangka panjang dari penggunaan tembakau tidak

mungkin menjadi strategi efektif karena populasi ini berada dalam tahap perkembangan

remaja. Remaja percaya bahwa "tidak akan terjadi hal yang buruk pada saya" dan

fokusnya adalah keadaan sekarang dan bukan masa depan. Sebuah strategi yang lebih

berhasil untuk berhenti merokok dengan populasi ini akan menjadi intervensi yang

menunjukkan cara untuk menolak tekanan sosial, sementara mereka tetap

mendapatkan penerimaan dari teman sebaya.

Dengan menawarkan sebuah intervensi yang komprehensif yang beroperasi

melalui berbagai saluran dalam suatu komunitas, intervensi menghasilkan sinergi

dimana norma-norma yang melemahkan penggunaan rokok akan menyebar lebih cepat

di seluruh populasi (Cummings, 1999). Intervensi komunitas untuk mengurangi perilaku

merokok di dunia Barat sering sedikit dilakukan dengan memberikan layanan pada

perokok secara langsung. Ini tentunya akan menjadi sebuah kelemahan bila dikaitkan

dengan situasi di Indonesia. Pada umumnya, intervensi komunitas lebih memfokuskan

diri pada para pimpinan, penyedia layanan kesehatan, politisi, dan tokoh komunitas

yang memiliki posisi untuk menerapkan kebijakan yang membantu menentukan norma-

norma sosial tentang penggunaan rokok di tingkat populasi (National Cancer Institute,

1991).

Apakah ada bukti bahwa pengurangan rokok dengan intervensi komunitas akan

berhasil? Memang tidak semua intervensi komunitas di negara Barat menunjukkan

tingkat keberhasilan yang tinggi. Ada beberapa contoh intervensi berbasis komunitas

Page 10: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

yaitu North Karelia, Stanford Three Community, Stanford Five-City, Kesehatan Jantung

Pawtucket, dan Kesehatan Jantung Minnesota, yang semuanya ditujukan beberapa

aspek penyakit kardiovaskular. Pada Proyek Stanford Lima-Kota menunjukkan pengaruh

tritmen perilaku berhenti merokok kecil, dan tidak ada pengaruh pada prevalensi

merokok (Fortmann, Taylor, Nora, & Jatulis, 1993). Program Kesehatan Jantung

Minnesota menunjukkan pengaruh positif bagi perempuan dalam analisis kroseksional,

tetapi tidak berpengaruh pada sampel kelompok kohort (Leupker et al, 1994.). Program

Kesehatan Jantung Pawtucket gagal menunjukkan pengaruh intervensi secara signifikan

untuk merokok dalam analisisnya (Carlton, Lasater, Assaf, Feldman, & McKinlay, 1994).

Intervensi komunitas untuk menghentikan Perilaku Merokok yang dilakukan National

Cancer Institute gagal untuk mempengaruhi para perokok berat, tapi meningkatkan

perilaku berhenti merokok sekitar 3% pada perokok ringan dan sedang (COMMIT

Research Group, 1995a, 1995b). Meskipun tidak mencapai keberhasilan seperti yang

diperkirakan, namun terjadi kenaikan jumlah untuk berhenti merokok pada perokok

ringan sampai sedang, Jika dihitung secara nasional, berarti ada 1.200.000 orang

dewasa berhenti merokok (Klausner, 1997).

Prinsip dan Asumsi Intervensi Kesehatan Berbasis Komunitas

Intervensi awal kesehatan berbasis komunitas menunjukkan beberapa asumsi umum

dan prinsip-prinsip yang menginformasikan alasan, desain, serta asumsi tentang cara

intervensi tersebut harus bekerja. Berikut ini adalah beberapa prinsip dan asumsi yang

membimbing orang merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi intervensi

tersebut.

1. Fokusnya adalah pada perubahan perilaku berisiko

Intervensi berusaha mengubah norma-norma dan perilaku sebelum menghasilkan

morbiditas. mereka juga berusaha untuk meningkatkan kesehatan mereka yang

sudah didiagnosis dengan kondisi kesehatan kronis.

Page 11: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

2. Pendekatan berbasis populasi diperlukan untuk dairahkan pada perilaku kesehatan.

Intervensi ini merangkul gagasan bahwa perilaku berisiko didistribusikan di seluruh

penduduk, dengan beberapa orang yang beresiko tinggi atau lebih rendah. Karena

jumlah penduduk yang ditargetkan, bahkan meskipun peningkatan kecil dalam

perilaku berisiko dapat menyediakan reward besar

3. Komunitas memiliki batas-batas geografis. Awal intervensi kesehatan berbasis

komunitas didefinisikan sebagai suatu entitas geografis atau yurisdiksi politik.

Meskipun komunitas bervariasi dalam ukuran, keanggotaan didefinisikan sebagai

tempat tinggal dalam komunitas.

4. Peningkatan temuan kasus mereka yang beresiko tinggi dalam populasi itu penting.

Tujuan dari intervensi kesehatan berbasis komunitas adalah untuk memperluas

jangkauan komunitas medis dengan mengidentifikasi mereka yang memiliki risiko

tertinggi. Intervensi ini mencari kesempatan untuk skrining faktor risiko dan

memastikan bahwa mereka yang diidentifikasi sebagai risiko tinggi akan terkait

dengan penyedia layanan kesehatan.

5. Individu lekat dalam keluarga. Beberapa strategi intervensi ini difokuskan pada

keluarga dan bertujuan untuk mengubah atau memperkuat perubahan perilaku

risiko pada bagian dari mereka yang beresiko dengan mendaftar anggota keluarga

dalam membuat perubahan di dalam rumah tangga.

6. Keluarga lekat dalam komunitas yang lebih besar yang memiliki konteks dan

budaya. Keluarga pada gilirannya mempengaruhi perilaku. Intervensi harus

berfokus pada menciptakan norma-norma sosial berkaitan dengan perilaku

kesehatan. Selain melihat individu tertanam dalam keluarga mereka, praktisi juga

tampak di luar keluarga untuk pengaruh-pengaruh lain pada perilaku berisiko dan

kondisi kesehatan. Mereka melihat aspek fisik dan lingkungan sosial sebagai target

yang masuk akal untuk intervensi yang akan memfasilitasi dan memperkuat

Page 12: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

perubahan perilaku dengan mengubah atau membentuk norma-norma, nilai, dan

sikap anggota komunitas.

7. Hal ini dimungkinkan dan diperlukan untuk bekerja dalam banyak seting sekaligus.

Agar asesmen mempengaruhi kesehatan individu, para desainer dari intervensi

kesehatan berbasis komunitas yakin bahwa program harus ditempatkan di dalam

institusi dan struktur lain di komunitas. Dengan demikian, intervensi kesehatan

berbasis komunitas mengembangkan program di sekolah, gereja, organisasi

komunitas, pengaturan perawatan kesehatan, taman, toko, dan tempat-tempat

lainnya.

8. Program dan kegiatan bermacam-macam memiliki efek sinergis. Sementara

masing-masing intervensi ini melibatkan beberapa strategi dan proyek, para

perancang awal intervensi kesehatan berbasis komunitas tertarik pada dampak

kumulatif dari beberapa intervensi pada individu atau perilaku berisiko seperti rumah

tangga mereka dengan cara memberikan kontribusi terhadap upaya secara

keseluruhan. Intervensi, dalam merangkul konteks sosial sebagai penentu perilaku,

akan bekerja di banyak wilayah - seperti gereja, media, perawatan kesehatan,

pekerjaan - dengan gagasan bahwa antar tindakan dari intervensi yang berbeda

akan memacu kegiatan baru dan menambahkan dampak masing-masing secara

spesifik.

9. Intervensi dapat berhasil dievaluasi untuk menangkap proses dan dampak

perubahan perilaku. Intervensi ini ketat dievaluasi, dengan menggunakan desain

kuasi-eksperimental dan menggunakan beberapa metode pengumpulan data.

Evaluator percaya bahwa indikator proses dan indikator hasil baik dapat

diidentifikasi dan dinilai dan bahwa evaluasi dapat memberikan informasi tentang

bagaimana intervensi bekerja dan apa dampaknya itu.

Tantangan untuk menerapkan program-program berbasis komunitas yang

berhubungan dengan karakteristik unik dari komunitas itu sendiri. Setiap komunitas

Page 13: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

terdiri dari sikap sendiri, nilai-nilai, sumber daya, iklim sejarah, kekuatan, dan kelemahan

(Edwards et al., 2000). Hal tersebut dapat mempengaruhi upaya pencegahan terutama

ketika tidak adanya pertimbangan situasi target selama perencanaan dan pelaksanaan

program. Keberhasilan program pencegahan berbasis komunitas dapat bergantung

pada apakah karakteristik komunitas mendukung tujuan program. Bila hal ini tidak

terjadi, program pencegahan mungkin harus mengatasi rintangan tambahan untuk

mencapai tujuan mereka. Sebuah pertanyaan kunci meliputi bagaimana untuk

mendapatkan dukungan komunitas untuk jenis intervensi. Konsultan sekolah dan

komunitas harus mencoba untuk bekerja sama dengan setiap komponen dalam

masyarakat terhadap perubahan sosial (Isenberg, Loomis, Humphreys, & Maton, 2003;

Wandersman et al., 1983).

Intervensi komunitas untuk menghentikan perilaku merokok remaja dengan

demikian perlu diupayakan dengan memperhatikan yaitu:

a. Kerjasama dan kemitraan

Kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dengan remaja (seperti keluarga,

sekolah, konselor, universitas, media, dinas kesehatan, pemerintah) sangat bermanfaat

bagi jalannya program intervensi. Dalam kerjasama ini berbagai pihak dapat saling

belajar dan berbagi pengalaman tentang keberhasilan dan kekurangan program, tentang

cara menggunakan berbagai sumber daya yang ada, serta memaksimalkan investasi

dalam pemanfaatan untuk melakukan promosi kesehatan.

Kemitraan dengan berbagai unit organisasi baik pemerintah, LSM, sekolah,

universitas maupun usaha swasta akan sangat mendukung pelaksanaan program

intervensi. Disamping itu, dengan kemitraan akan dapat mendorong mobilisasi guna

meningkatkan status kesehatan remaja. Kemitraan antara peneliti dalam negeri, peneliti

dan para pendukung dari negara-negara kaya tampaknya menjanjikan. Kemitraan yang

kuat antara semua stakeholder pengurangan tembakau diperlukan untuk mulai

Page 14: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

memerangi epidemi yang sangat besar dalam lingkup dan dampak. Kemitraan seperti ini

juga penting dalam pertempuran agresif yang didanai oleh multi-nasional.

b. Penguatan kapasitas

Kemampuan kerja dalam kegiatan peningkatan status kesehatan remaja harus

dapat dilaksanakan secara optimal. Untuk itu berbagai sektor terkait harus diyakini dapat

memberikan dukungan untuk memperkuat program untuk intervensi komunitas bagi

remaja seperti pelatihan profesional kesehatan untuk memberikan saran dan menjadi

konselor penghentian perilaku merokok yang efektif, untuk memasukkan perilaku

merokok ke dalam kurikulum pendidikan kesehatan dan untuk mendorong budaya

motivasi yang relevan (misalnya keluarga, agama) untuk mempromosikan penghentian

merokok, ketersediaan penyedia layanan kesehatan terlatih termasuk saran dokter,

materi self-help, intervensi perilaku dan psikologis, intervensi farmakologis, kampanye

komunikasi media massa, layanan telepon / layanan berbasis internet, dan tempat

bebas asap rokok, pembatasan merokok dalam ruangann, kenaikan harga, menyerukan

efektif larangan merokok di tempat umum dan menegaskan hak-hak non-perokok untuk

menghirup udara bebas dari asap tembakau dan lain-lain akan memiliki dampak yang

sangat terasa. Dukungan berbagai sektor ini dapat terkait dalam rangka penyusunan

rencana kegiatan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program intervensi.

d. Penelitian

Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan dan penilaian

program. Penelitian merupakan akses untuk masuk dalam mengembangkan promosi

kesehatan. Peneliti-peneliti yang peduli terhadap penghentian perilaku merokok dan

pengurangan tembakau harus bergabung dengan pemangku kepentingan lainnya,

termasuk praktisi, dan pembuat kebijakan.

Page 15: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

Kesimpulan dan Implikasi

Masalah merokok adalah masalah global yang terlalu besar untuk ditangani

secara terpisah. Penghentian perilaku merokok remaja memiliki potensi besar untuk

menyelamatkan banyak nyawa dan memberikan kesempatan hidup yang lebih baik.

Upaya-upaya yang dilakukan untuk menghentikan perilaku merokok pada remaja

memberikan beberapa pelajaran berharga untuk direnungkan saat kita

mempertimbangkan bentuk intervensi apakah yang akan efektif. Apakah pendekatan

yang bersifat individual, kelompok atau intervensi komunitas merupakan investasi yang

baik.

Sebuah pendekatan yang komprehensif perlu dilakukan untuk mencapai

keberhasilan yang lebih besar. Perubahan besar dalam status kesehatan remaja

dengan kehidupan tanpa rokok akan terjadi bila norma-norma sosial terkait dengan

pemakaian dan perilaku merokok perlu diubah. Hal ini membutuhkan waktu yang tidak

singkat. Tidak cukup dengan intervensi komunitas yang hanya terfokus pada para

pimpinan, penyedia layanan kesehatan, politisi, dan tokoh komunitas yang memiliki

posisi untuk menerapkan kebijakan, tetapi juga intervensi pada kelompok remaja secara

langsung akan memberikan dampak yang lebih besar pada status kesehatan remaja.

Page 16: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

Daftar Pustaka

Burgess, E. S., Brown, R. A., Kahler, C. W., Niaura, R., Abrams, D. B., Goldstein, M. G.,

et al. (2002). Patterns of change in depressive symptoms during smoking

cessation: who’s at risk for relapse? Journal of Consulting and Counseling

Psychology, 70, 356-361.

Centers for Disease Control and Prevention. (2006). Behavioral risk factor surveillance

system survey data. http://apps.nccd.cdc.gov/statesystem.

Centers for Disease Control and Prevention. (2004). Cigarette smoking among adults –

United States, 2002. Morbidity and Mortality Weekly Report, 53, 427-431.

Colby, S.M., Monti, P.M., Barnett, N.P., Rohsenow, D.J., Weissman, K., Spirito, A., et al.

(1998). Brief motivational interviewing in a hospital setting for adolescent smoking:

a preliminary study. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 66(3), 574-578.

Carlton, R.A., Lasater, T.M., Assaf, A.R., Feldman, H.A., McKinlay, S.M. (1994). The

Pawtucket Heart Health Program: cross-sectional results from a community

intervention trial. In: Abstracts of the 34th Annual Conference on Cardiovascular

Disease Epidemiology and Prevention, Tampa, FL. Dallas, TX: American Heart

Association.

COMMIT Research Group. (1995a). Community Intervention Trial for Smoking

Cessation (COMMIT): I. Cohort results from a four- year community intervention.

American Journal of Public Health 85:183-192.

COMMIT Research Group. (1995b). Community Intervention Trial for Smoking

Cessation (COMMIT): II. Changes in adult cigarette smoking prevalence. American

Journal of Public Health 85:193-200.

Cummings, K.C. (1999). Community-wide interventions for tobacco control. Nicotine &

Tobacco Research, 1, Sl13-Sl16

Page 17: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

Dalton, J.H., Elias, M.J., & Wandersman, A. (2001). Community psychology: Linking

individuals and communities. Belmont, CA: Wadsworth.

Dhuyvettere, H. (1990). Smoking behavior and (anti-)smoking climate among students

psychology, Scription for a Licentiate (Masters) Degree, University of Gent,

Belgium

Doll, R., Peto, R., Boreham, J., & Sutherland, I. (2004). Mortality in relation to smoking:

50 years‟ observations on male British doctors. British Medical Journal, 328(7455),

1519- 1528.

Edwards, R.W., Jumper-Thurman, P., Plested, B.A., Oetting, E.R., & Swanson, L.

(2000). Communitiy readiness: Research to practice. Journal of Community

Psychology, 28, 291–307.

Fortmann, S.P., Taylor, C.B., Flora, J.A., & Jatulis, D.E. (1993). Changes in adult

cigarette smoking prevalence after 5 years of community health education: The

Stanford Five-City Project. American Journal of Epidemiology 137:82-96.

Fiore, M.C., Novotny, T.E., Pierce, J.P., Giovino, G.A., Hatziandreu, E.J., Newcomb,

P.A., et al. (1990). Methods used to quit smoking in the United States: Do

cessation programs help? Journal of the American Medical Association, 263(20),

2760-2765.

Fiore, M.C., Bailey, W.C., Cohen, S.J., Dorfman, S.F., Goldstein, M.G., Gritz, E.R., et al.

(2000). Treating Tobacco Use and Dependence. Clinical Practice Guideline.

Rockville, MD: US Department of Health and Human Services, Public Health

Service.

Helman, C.G. (1994). Culture, Health and Illness. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd.

Page 18: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

Isenberg, D.H., Loomis, C., Humphreys, K., & Maton, K.I. (2003). Self-help research:

Issues of power sharing. In L. A. Jason, C. B. Keys, Y. Suarez-Balcazar, R. R.

Taylor, M. I. Davis, J. A. Durlak,&D.H. Isenberg (Eds.), Participatory community

research: Theories and methods in action. Washington, DC: American

Psychological Association.

Kishchuk, N., Tremblay, M., Lapierre, J., Heneman, B., & O‟Loughlin, J. (2004).

Qualitative investigation of young smokers‟ and ex-smokers‟ views on smoking

cessation methods. Nicotine and Tobacco Research, 6(3), 491-500.

Klausner, R. (1997). Evolution of tobacco control studies at the National Cancer Institute.

Tobacco Control 6 (Suppl. 2): SI-S2.

Lancaster, T., & Stead, L. F. (2005). Self-help interventions for smoking cessation

[update of the Cochrane Database of Systematic Reviews.

Lando, H.A. (2005). Reflections on 30 years of smoking cessation research: from the

individual to the world. Drug and Alcohol Review (January 2006), 25, 5 – 14

Lawrence, D., Fagan, P., Backinger, C. L., Gibson, J. T., & Hartman, A. (2007). Cigarette

smoking patterns among young adults aged 18-24 years in the United States.

Nicotine & Tobacco Research, 9(6), 687-697.

Leupker, R.V., Murray, D.M., Jacobs, D.R. Jr., Mittelmark, N., Bracht, R., Carlaw, R.,

Crow, R., Elmer, P., Finnegan, J., Fulsom, A.R., Grimm, R., Hannan, P.J., Jeffrey,

R., Lando, H., McGovern, P., Mullis, R., Perry, C.L., Pechacek, T., Piric, P.,

Spmfka, J.M., Weisbrad, R., Blackburn, H. (1994). Community education for

cardiovascular disease prevention: risk factor changes in the Minnesota Heart

Health Program. American Journal of Public Health 84:1383-1393.

Leventhal, H., Fleming, R., & Glynn, K. (1988). A cognitive-developmental Approach to

Smoking Intervention, in Maes, S., spielberger, C.D., Defares, P.B., & Sarason,

I.G., Topics in Health Psychology, New York: john Wiley & Sons Ltd. ;

Page 19: 14a Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

McDonald, P., Colwell, B., Backinger, C.L., Husten, C., & Maule, C.O. (2003). Better

practices for youth tobacco cessation: Evidence of review panel. American Journal

of Behavior, 27(Suppl. 2), S144-S158.

National Cancer Institute. (1991). October. Monograph 1: Strategies to Control Tobacco

Use in the United States: A Blueprint for Public Health Action in the1990's. U.S.

Department of Health and Human Service, Public Health Service, National

Institutes of Health. NIH Publication 92-3316.

Rigotti, N. A., Lee, J. E., & Wechsler, H. (2000). U. S. college students‟ use of tobacco

products. Results of a national survey. Journal of the American Medical

Association, 284(6), 699- 705.

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo.

U. S. Department of Health and Human Services. (1990). The health benefits of smoking

cessation. A report of the Surgeon General (DHHS Publication No. CDC 90-8416).

Rockville, MD: Office on Smoking and Health. National Center for Chronic Disease

Prevention and Health Promotion, Centers for Disease Control and Prevention,

Public Health Service.

Wandersman, A., Chavis, D., & Stucky, P. (1983). Involving citizens in research. In R.

Kidd & M. Saks (Eds.), Advances in applied social psychology (pp. 189–212).

Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Zhu, S-H, Melcer, T., Sun, J., Rosbrook, B., & Pierce, J. P. (2000). Smoking cessation

with and without assistance: A population-based analysis. American Journal of

Preventive Medicine, 18(4), 305-311.