19
PRAKTIKUM FISIOLOGI “Kerutan Usus di Luar Badan” KELOMPOK B-8 Ketua : Marisa (1102013162) Anggota : Pinka Anjani (1102013225) Putri Cantika Reviera (1102013230) Putri Pratiwi Merdekawati (1102013233) Qorry Welenri (1102013238) Wahyu Tanzil (1102013298) Yolanda Syafitri (1102013296) Yuni Iriani Sarbini (1102011300)

142715879 PRAKTIKUM FISIOLOGI Kerutan Usus Di Luar Tubuh

  • Upload
    zoe-jo

  • View
    269

  • Download
    27

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan praktikum faal

Citation preview

PRAKTIKUM FISIOLOGI

Kerutan Usus di Luar Badan

KELOMPOK B-8

Ketua : Marisa(1102013162)

Anggota : Pinka Anjani(1102013225)

Putri Cantika Reviera (1102013230)

Putri Pratiwi Merdekawati(1102013233)

Qorry Welenri(1102013238)

Wahyu Tanzil(1102013298)

Yolanda Syafitri(1102013296)

Yuni Iriani Sarbini(1102011300)

Moch. Barliansyah praja(1102012165)

Muhammad Hafiz Ash Shidiqy(1102012175)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

JAKARTA

2015

PENDAHULUAN

Dasar Teori

Pengaruh Epinefrin

Epinefrin merupakan salah satu hormon yang disekresikan oleh medula suprarenal. Sekitar 75 -80% sekresi dari medulla suprarenal adalah epinefrin. Efek perifer dari hormon ini adalah hasil dari interaksinya dengan reseptor alpha dan beta pada membran plasma. Reseptor alpha dan beta merupakan protein G, yaitu sel APUD yang menyekresikan gastrin dan terdapat pada daerah antrum lambung.

Terdapat 2 tipe reseptor alpha, yaitu 1 dan 2. Aktivasi 1 melepaskan ion kalsium dari RES ke dalam sitosol, hasilnya memberikan efek eksitatori pada sel target. Aktivasi reseptor reseptor 2 menurunkan level cAMP pada sitoplasma. Reduksi inn menghasilkan efek inhibisi pada sel target.

Reseptor beta memiliki 3 tipe yaitu reseptor 1, 2, dan 3. Stimulasi pada 1 memberikan efek peningkatan aktivitas metabolik. Stimulasi pada 2 memberikan efek inhibisi yang memicu relaksasi otot polos. Sedangkan stimulasi pada reseptor 3 memberikan efek lipolisis, yaitu meluruhkan trigliserid di dalam adiposit.

Pada otot polos, efek efinerin bergantung pada organ dan reseptor adregenik yang bersangkutan. Pada saluran cerna melalui reseptor alpha dan beta, epinefrin menimbulkan efek relaksasi otot polos saluran cerna pada umumnya; tonus dan motilitas usus dan lambung. Reseptor 1, 2, 1, dan 2 terdapat pada membran sel otot polos. Pada sfinger pylorus dan ileosekal. Epinefrin menimbulkan kontraksi melalui reseptor alpha.

Pengaruh Asetilkolin

Asetilkolin adalah salah satu neurotransmitter yang digunakan oleh saraf. Asetilkolin atau yang disebut juga sebagai Ach, adalah neurotransmitter yang digunakan oleh serat praganglion simpatis dan parasimpatis. Ach juga digunakan sebagai neurotransmitter serat pascaganglion parasimpatis. Serat ini mengeluarkan asetilkolin. Serat ini, bersama dengan semua serat praganglion otonom, disebut juga sebagai serat kolinergik.

Serat otonom pasca ganglion ini tidak berakhir di satu benjolan terminal saja (synaptic knob). Namun, cabang- cabang terminal serat otonom memiliki banyak pembengkakan atau benjolan, yang disebut sebagai varicosities, yang secara bersamaan mengeluarkan neurotransmitter ke suatu daerah luas di organ yang difus ini, disertai kenyataan bahwa setiap perubahan aktivitas listrik yang terjadi menyebar ke seluruh massa otot polos atau otot jantung (pada usu halus, yang berlaku adalah otot polos)melalui taut celah, menyebabkan aktivitas otonom biasanya mempengaruhi organ keseluruhan bukan sel-sel tertentu. (Sherwood,2012)

Ach juga berperan dalam persisteman parasimpatis, yaitu sebagai neurotransmitter pascaganglion. System parasimpatis sangat berperan dalam system pencernaan. System ini mendominasi pada keadaan tenang dan santai. Pada keadaan tanpa ancaman, tubuh berkonsentrasi melaksanakan aktivitas normalnya, misalnya pencernaan. System parasimpatis merupakan tipe rest and digest, yaitu istirahat dan cerna sekaligus memperlambat aktivitas-aktivitas yang ditingkatkan oleh system simpatis. Sebagai contoh, efek stimulasi parasimpatis pada system pencernaan adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan motilitas organ pencernaan

2. Relaksasi sfingter (untuk memungkinkan gerakan maju isi saluran cerna)

3. Stimulasi sekresi pencernaan

4. Stimulasi sekresi pancreas eksokrin (untuk pencernaan)

5. Pengeluaran banyak liur encer kaya enzim

Pengaruh Ion Kalsium

Ion Ca sangat diperlukan dalam mekanisme kontraksi otot polos. Jika ion Ca tidak ditemukan dalam suatu otot polos, maka otomatis, kontraksi otot tidak terjadi. Hal tersebut dikarenakan Ca merupakan pengaktivasi myosin kinase yang diperlukan untuk proses kontraktil. Berikut adalahproses yang terjadi pada mekanisme kontraksi otot polos :

1. Pada saat sebuah hormone berikatan pada reseptor di membrane maka akan mengaktifkan sebuah molekul G protein akibat terjadinya mekanisme depolarisasi membrane plasma.

2. Akibat depolarisasi membrane plasma akan membuka kanal Ca di permukaan memberan plasma dan memicu proses difusi Ca melalui kanal Ca yang kemudian akan berkombinasi dengan calmodulin.

3. Calmodulin dengan Ca yang telah membentuk ikatan kemudian melekat pada myosin kinase dan mengaktivasi protein kinase ini (myosin adalah salah satu protein yang juga berperan penting dalam mekanisme kontraksi otot polos).

4. Aktivasi myosin kinase menempelkan fosfat dari ATP pada kepala myosin untuk mengaktifkan proses kontraktil

5. Kemudian terjadilah sebuah siklus cross-bridge formation, pergerakan, dan pelepasan ikatan protein kontraktil yang terlibat. Siklus ini yang menyebabkan otot dapat berkontraksi secara terus-menerus (disesuaikan dengan siklus relaksasi juga).

Pengaruh Pilokarpin

Pilokarpin merupakan salah satu obat yang bekerja pada reseptor kolinergik tipe muskarinik. Pilokarpin juga dikatakan sebagai obat parasimpatomimetik karena sifatnya yang tidak begitu cept dirusak oleh substansi dalam darah dan dapat menghasilkan efek luas parasimpatis yang khas. Jika pilokarpin diberikan kepada pasien secara intravena, biasanya akan menyebabkan efek yang sama persis di seluruh tubuh dengan perasangan parasimpatis. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya pilokarpin yang dirusak kolinesterase di dalam darah dan cairan tubuh sebelum mencapai seluruh organ efektor.

Pilokarpin sebagai agonis muskarinik dapat menstimulasi otot polos pada saluran gastrointestinal dengan jalan meningkatkan frekuensi dan motilitas. Namun, jika digunakan dengan dosis yang berlebihan akan menyebabkan spasme serta tanesmus. Dilaporkan juga penggunaan pilokarpin untuk menstimulasi saluran cerna dapat mengakibatkan gangguan pada sistem cardiovascular yang tidak signifikan.

Pengaruh suhu

Gerakan usus dapat dipengaruhi oleh suhu. Suhu normal tubuh membuat usus dapat melakukan gerak peristaltiknya secara normal. Saat usus diberikan perlakuan dingin, maka yang terjadi adalah gerakan usus semakin melambat. Hal tersebut dapat dilihat dari amplitudonya yang semakin mengecil. Kemudian, usus diberikan perlakuan panas yang menyebabkkan gerakan usus semakin cepat. Akan tetapi, bukan berarti dengan suhu yang semakin panas (di atas normal) usus dapat bergerak lebih cepat lagi. Hal ini dikarenakan oleh factor enzim. Enzim hanya dapat berkerja dalam keadaan suhu tubuh normal (hernawati, 2010)

Pengaruh Ion Barium

Otot polos pada sebagian besar organ termasuk dalam golongan unit tunggal dimana serat serat otot yang memebentuk golongan ini tereksitasi dan berkontraksi sebagai satu kesatuan. Serat otot pada otot polos unit tunggal secara listrik dihubungkan oleh gap junction. Ketika timbul potensial aksi di bagian manapun lembaran otot ini, potensial aksi tersebut merambat dengan cepat melalui titik titik kontak listrik khusus ini ke seluruh kelompok sel sel yang saling berhubungan yang kemudian berkontraksi sebagai satu unit yang terkoordinasi.

Barium merupakan senyawa yang berperan dalam pembentukan potensial aksi spotan. Khususnya BaCl2 dapat menginduksi sekresi usus dengan melepaskan kalsium dari intraselular yang kemudian bergabung dengan kalmodulin untuk merangsang proses sekresi sehingga terjadi peningkatan beda potensial.

Otot polos pada saluran pencernaan termasuk otot polos unit tunggal yang bersifat self-excitable dan tidak membutuhkan stimulasi saraf untuk konraksinya. Kelompok kelompok khusus sel otot polos ini memperlihatkan aktivitas listik spontan; yaitu kelompok kelompok tersebut mampu menghasilkan potensial aksi tanpa stimulan eksternal apapun.

Pengaturan Otonom Traktus Gastrointestinal

Jalur saraf otonom terdiri dari suatu rantai dua neuron, dengan neurotransmitter terakhir yang berbeda antara saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap jalur saraf otonom yang berjalan dari SSP ke suatu organ terdiri dari SSP ke suatu organ terdiri dari suatu rantai yang terdiri dari dua neuron. Badan sel neuron yang pertama di rantai tersebut terletak di SSP. Aksonnya, serat preganglion, bersinaps dengan badan sel neuron kedua, yang terdapat di dalam suatu ganglion di luar SSP. Akson neuron kedua, serat pascaganglion, mempersarafi organ-organ efektor.

Sistem saraf otonom terdiri dari dua divisi-sistem simpatis dan parasimpatis. Serat-serat saraf simpatis berasal dari daerah torakal dan lumbal korda spinalis. Sebagian besar serat preganglion simpatis berukuran sangat pendek, bersinaps dengan badan sel neuron pascaganglion didalam ganglion yang terdapat di rantai ganglion simpatis yang terletak di kedua sisi korda spinalis. Serat pascaganglion panjang yang berasal dari rantai ganglion itu berakhir di organ-organ efektor. Sebagian serat praganglion melewati rantai ganglion tanpa membentuk sinaps dan kemudian berakhir di ganglion kolateral simpatis yang terletak disekitar separuh jalan antara SSP dan organ-organ yang dipersarafi, dengan serat pascaganglion menjalani jarak sisanya.

Serat-serat praganglion parasimpatis berasal dari daerah cranial dan sacral SSP. Serat-serat ini berukuran lebih panjang dibandingkan dengan serat praganglion simpatis karena serat-serat itu tidak terputus sampai mencapai ganglion terminal yang terletak di dalam atau dekat dengan organ efektor. Serat-serat pascaganglion yang sangat pendek berakhir di sel-sel organ yang bersangkutan itu sendiri.

Serat-serat praganglion simpatis dan parasimpatis mengeluarkan neurotransmitter yang sama, yaitu asetilkolin (Ach), tetapi ujung-ujung pasca ganglion kedua system ini mengeluarkan neurotransmitter yang berlainan (neurotransmitter yang mempengaruhi organ efektor). Serat-serat pascaganglion parasimpatis mengeluarkan asetilkolin. Dengan demikian, serat-serat itu bersama dengan semua serat praganglion otonom, disebut serat kolinergik. Sebaliknya sebagian besar serat pascaganglion simpatis disebut serat adrenergic, karena mengeluarkan noradrenalin, lebih umum dikel sebagai norepinefrin. Baik asetilkolin maupun norepinefrin juga berfungsi sebagai zat perantara kimiawi di bagian tubuh lainnya.

Persarafan Parasimpatis

Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi kranial dan divisi sakral. Kecuali untuk beberapa serabut parasimpatiske regio mulut dan faring dari saluran pencernaan, serabut saraf parasimpatis kranial hampir seluruhnya di dalam saraf vagus. serabut-serabut ini memberi inervasi yang yang luas pada esofagus, lambung, pankreas, dan sedikit usus sampai separuh bagian pertama usus besar.

Parasimpatis sakral bersal darisegmen sakral kedua, ketiga, dan keempat dari medula spinalis serta berjalan melalui saraf pelvis ke seluruh bagian distal usus besar dan sepanjang anus. Arean sigmoid, rektum, dan anus diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada nagian usus yang lain. Fungsi serabut ini terutama untuk menjalankan reflak defekasi.

Neuron-neuron postganglionik dari sistem parasimpatis gastrointestinal terletak terutama di pleksus mienterikus dan pleksus submukosa. Perangsangan saraf parasimpatis ini menimbulakan peningkatan umum dari aktivitas seluruh sistem saraf enterik. Hal ini kemudian akan memperkuat aktivitas sebagian besar fungsi gastrointestinal.

Persarafan Simpatis

Serabut-serabut simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal bersal dari medula spinalis antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar serabut preganglionik yang mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medula, memasuki rantai simpatis yang terlatak di sisi lateral kolumna spinalis, dan banyak dari serabut ini kemudian berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh seperti ganglion seliaka dan berbagai ganglion mesenterica. Kabanyakan badan neuron simpatik postganglionik berada di ganglia ini, dan serabut-serabut post ganglionik lalu menyebar melalui saraf simpatis postganglionik ke semua bagian usus. Sistem simpatis pada dasarnya menginervasi seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya meluas dekat dengan rongga mulut dan anus, sebagaimana yang berlaku pada sistem parasimpatis. Ujung-ujung saraf simpatis sebagian besar menyekresikan norepinefrin dan juga epinefrin dalam jumlah sedikit.

Pada umumnya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung sekresi norepinefrin untuk menghambat otot polos traktus intestinal (kecuali otot mukosa yang tereksitasi oleh norepinefrin), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibisi dari norepinefrin pada neuron-neuron pada seluruh sistem saraf enterik.

Perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menginhibisi peregerakan motor usus begitu hebat sehingga dapat benar-benar menghentikan pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.

Efek Sistem Saraf Otonom Pada GIT

Organ

Jenis Reseptor Simpatis

Efek Stimulasi Simpatis

Efek Stimulasi Parasimpatis

Saluran Pencernaan

, 2 (organ-organ)

motilitas (gerakan)

motilitas

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tata Cara

I. Kerutan Usus di Luar Badan

a. Tata Cara

1. Susunlah alat menurut gambar.

2. Hangatkan air dalam gelas beker pireks sehingga larutan locke di dalam tabung mencapai suhu 35C.

3. Mintalah sepotong usus halus kelinci kepada asisten yang sedang bertugas.

4. Pasang sediaan usus sebagai berikut:

a. Ikatkan dengan benang dikedua ujung sediaan usus pada ujung pipa gelas bengkok.

b. Ikatkan ujung yang lain pada pencatat usus. (Usahakan dalam hal ini supaya sediaan usus tidak terlampau teregang)

5. Alirkan udara ke dalam larutan Locke dalam tabung perfusi dengan memompa balon dan mengatur klem, sehingga gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan sediaan usus yang telah dipasang itu.

6. Selama percobaan, perhatikakn suhu larutan Locke dalam tabung perfusi yang harus dipertahankan pada suhu 35C kecuali bila ada petunjuk-petunjuk lain.

I.1 Pengaruh Epinefrin

a. Tata Cara

1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol pada tromol yang berputar lambat, tetapi setiap kerutan masih tercatat terpisah.

2. Catat waktunya dengan interval 5 detik.

3. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 5 tetes larutan epinefrin 1:10.000 ke dalam larutan perfusi.

4. Teruskan pencatatan, sampai pengaruh epinefrin terlihat jelas.

5. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghentikan pengaruh epinefrin sebagi berikut:

a. Pindahkan pembakar Bunsen, kaki tiga+kawat kasa dan gelas beker pireks dari tabung perfusi.

b. Letakkan sebuah baskom di bawah tabung perfusi.

c. Bukalah sumbat tabung perfusi sehingga cairan perfusi keluar sampai habis.

Tutup kembali tabung perfusi, dan isilah dengan larutan Locke yang baru (tidak perlu yang versuhu 35C) dan besarkan aliran udara sehingga usus bergoyang-goyang.

d. Buka lagi sumbat untuk mengeluarkan larutan Locke-nya.

e. Ulangi hal di atas 2 kali lagi, sehingga dapat dianggap sediaan usus telah bebas dari pengaruh epinefrin.

f. Sesudah selesai hal-hal di atas, tutup kembali tabung perfusi dan isilah dengan larutan locke baru yang bersuhu 35C (disediakan) serta atur kembali aliran udaranya.

g. Pasang kembali gelas beker pireks, kaki tiga+kawat kasa dan pembakar Bunsen.

I.2 Pengaruh Asetilkolin

a. Tata Cara

1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.

2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan asetilkolin 1:1.000.000 ke dalam cairan perfusi. Beri tanda pada saat penetesan.

3. Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh asetilkolin terlihat jelas.

4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh asetilkolin

L3 Pengaruh Ion Kalsium

a. Tata cara

1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.

2. Hentikan tromol dan gantilah larutan locke dalam tabung perfusi dengan larutan locke tanpa Ca yang bersuhu 35oC (disediakan)

3. Jalankan kembali tromol dan cacatlah terus sampai pengaruh kekurangan ion Ca terlihat jelas.

4. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes CaCl21% kedalam cairan perfusi. Beri tanda saat penetesan.

5. Teruskan dengan pencacatan, sampai terjadi pemulihan. Bila pemulihan tidak sempurna, gantikanlah cairan dalam tabung perfusi dengan cairan locke baru yang bersuhu 35oC.

L4 Pengaruh Pilokarpin

a. Tata Cara

1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.

2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan pilokarpin 0,5% ke dalam cairan perfusi. Beri tanda pada saat penetesan.

3. Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh pilokarpin terlihat jelas.

4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh pilokarpin .

L5 Pengaruh Suhu

a. Tata cara

1. Catat 10 kerutan usus sebagai control pada suhu 35C

2. Hentikan tromol dan turunkan suhu cairan perfusi sebanyak 5C dengan jalan memindahkan pembakar Bunsen dan mengganti air hangat didalam gelas beker pireks dengan air biasa.

3. Segera setelah sampai suhu 30C, jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan usus

4. Hentikan tromol lagi dan ulangi percobaan ini dengan setiap kali menurunkan suhu cairan perfusi sebanyak 5C, sampai tercapai 20C dengan jalan memasukan potongan-potongan es kedalam gelas beker pireks. Dengan demikian didapat pencacatan keaktifan berturut-turut pada suhu 35C,30,25C dan 20C.

5. Hentikan tromol perfusi dan naikan suhu cairan perfusi sampai 35C dengan jalan mengganti air es didalam gelas beker pireks dengan air biasa kemudian memanaskan air itu.

6. Segera setelah suhu mencapai 35C jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan usus.

I.4 Pengaruh Ion Barium

a. Tata Cara

1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol.

2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes larutan BaCl2 1% ke dalam cairan perfusi. Bila 1 tetes tidak memberikan hasil setelah 5-10 kerutan, lanjutkkan penambahan BaCl2 setetes demi setetes yang diberikan setiap sesudah 5-10 kerutan yang tidak jelas.

KESIMPULAN

I. Kerutan Usus di Luar Badan

Apa tujuan pengaliran udara ke dalam cairan perfusi?

Agar perfusi oksigen di jaringan di usus tetap baik, dan tidak terjadi nekrosis.

I.1 Pengaruh Epinefrin

Epinefrin menyebabkan penurunan kekuatan kerutan usus di luar badan. Pemberian epinefrin dapat menurunkan kerutan usus. Hal tersebut dikarenakan kerja dari epinefrin yang mempengaruhi saraf simpatis. Dimana efek dari saraf simpatis tersebut terhadap usus adalah penurunan motilitas usus. Sehingga pada sfignograf terlihat gambaran penurunan kerutan usus pasca pemberian epinefrin dibandingkan dengan kontrol.

L2. Pengaruh Asetilkolin

Mempercepat kontraksi usus

L3. Pengaruh kekurangan ion Ca Ion

Memperlambat kontraksi otot usus

I.4 Pengaruh Pilokarpin

Pilokarpin menyebabkan peningkatan kekuatan kerutan usus yang disertai penurunan frekuensi kerutan usus. Pilokarpin merupakan obat kolinergik sehingga pemberian pilokarpin dapat mengakibatkan peningkatan kekuatankerutan usus disertai dengan penurunan frekuensi kerutan usus (interval menjadi lebih panjang).

L5 Pengaruh suhu

Pada saat suhu menurun, kontraksi usus juga menurun dan melemah

I.4 Pengaruh Ion Barium

Ion barium menyebabkan peningkatan frekuensi kerutan usus.