11
1 Vol. II, No.1, April 2005 Maksum Radji Departemen Farmasi FMIPA-UI, Universitas Indonesia, Depok. PENDAHULUAN Berdasarkan perbedaan sifat- sifat fisiknya, secara antropologis manusia digolongkan dalam berba- gai suku dan ras. Penggolongan ini didasarkan atas perbedaan parame- ter morfologis yang antara lain ter- diri dari warna kulit, warna dan tekstur rambut, tinggi badan, bentuk raut muka, bentuk hidung, dan seba- gainya, yang membedakan suku- suku tertentu dengan suku lainnya. Dalam pendekatan secara genomik, perbedaan-perbedaan morfologis tersebut ternyata disebabkan oleh adanya beberapa gen yang bertang- gung jawab terhadap perbedaan fenotipe dari masing-masing etnik PENDEKATAN FARMAKOGENOMIK DALAM PENGEMBANGAN OBAT BARU Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.1, April 2005, 1 - 11 ISSN : 1693-9883 ABSTRACT The human population is heterogeneous and consists of populations of immense ethnic diversity. There are considerable allelic differences between human popula- tions as well as individuals within each ethnic group as a result of molecular hetero- geneity of the genome. This, in turn, is responsible for differential allelic expression of genes endowing them with polymorphic characters. The molecular diversity within genes is responsible amongst others, of disease resistance or susceptibility or for that matter drug response. Pharmacogenomics is the key to the understanding of differ- ential drug response in different patients in relation to genetic constitution. The revelation of such information at the molecular level would assist the pharmaceuti- cal industry to address a therapy directed to each individual. The objective of this article is to understand the nuances of the genetic repertoire and correlate it with disease gene identification, genes that have been or can be used as drug targets, identify candidate genes for drug development and recent trends in drug discovery. tersebut (Owen, S and King,M.C. 1999). Perbedaan warna kulit misal- nya, disebabkan oleh perbedaan atau diferensiasi ekspresi dari gen multi- allelic melanocortin stimulating hormone receptor-1 (MCIR) yang dipengaruhi oleh adaptasinya terhadap paparan sinar matahari (Palmer,J.S, et al ., 2000). Munculnya beberapa jenis al- lele dan haplotip tersebut disebabkan karena terjadinya beberapa mutasi yang terjadi pada sel reproduksi dari masing-masing individu (Brown, T.A., 1999). Perbedaan allele dan polimor- fisme dalam individu disebabkan oleh terjadinya perubahan susunan basa-basa DNA seperti perubahan REVIEW ARTIKEL Corresponding author : E-mail : [email protected]

1141-2367-1-SM

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1141-2367-1-SM

1Vol. II, No.1, April 2005

Maksum RadjiDepartemen Farmasi FMIPA-UI, Universitas Indonesia, Depok.

PENDAHULUANBerdasarkan perbedaan sifat-

sifat fisiknya, secara antropologismanusia digolongkan dalam berba-gai suku dan ras. Penggolongan inididasarkan atas perbedaan parame-ter morfologis yang antara lain ter-diri dari warna kulit, warna dantekstur rambut, tinggi badan, bentukraut muka, bentuk hidung, dan seba-gainya, yang membedakan suku-suku tertentu dengan suku lainnya.Dalam pendekatan secara genomik,perbedaan-perbedaan morfologistersebut ternyata disebabkan olehadanya beberapa gen yang bertang-gung jawab terhadap perbedaanfenotipe dari masing-masing etnik

PENDEKATAN FARMAKOGENOMIKDALAM PENGEMBANGAN OBAT BARU

Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.1, April 2005, 1 - 11ISSN : 1693-9883

ABSTRACTThe human population is heterogeneous and consists of populations of immense

ethnic diversity. There are considerable allelic differences between human popula-tions as well as individuals within each ethnic group as a result of molecular hetero-geneity of the genome. This, in turn, is responsible for differential allelic expressionof genes endowing them with polymorphic characters. The molecular diversity withingenes is responsible amongst others, of disease resistance or susceptibility or for thatmatter drug response. Pharmacogenomics is the key to the understanding of differ-ential drug response in different patients in relation to genetic constitution. Therevelation of such information at the molecular level would assist the pharmaceuti-cal industry to address a therapy directed to each individual. The objective of thisarticle is to understand the nuances of the genetic repertoire and correlate it withdisease gene identification, genes that have been or can be used as drug targets,identify candidate genes for drug development and recent trends in drug discovery.

tersebut (Owen, S and King,M.C.1999). Perbedaan warna kulit misal-nya, disebabkan oleh perbedaan ataudiferensiasi ekspresi dari gen multi-allelic melanocortin stimulating hormonereceptor-1 (MCIR) yang dipengaruhioleh adaptasinya terhadap paparansinar matahari (Palmer,J.S, et al.,2000). Munculnya beberapa jenis al-lele dan haplotip tersebut disebabkankarena terjadinya beberapa mutasiyang terjadi pada sel reproduksi darimasing-masing individu (Brown,T.A., 1999).

Perbedaan allele dan polimor-fisme dalam individu disebabkanoleh terjadinya perubahan susunanbasa-basa DNA seperti perubahan

REVIEW ARTIKEL

Corresponding author : E-mail : [email protected]

Page 2: 1141-2367-1-SM

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN2

salah satu basa DNA, delesi ataupunrearrangement DNA dalam salah satulokus kromosomnya. Ekspresi dariallele tertentu tergantung dari struk-tur dan sekuen regulatornya se-hingga kadang kala epksresinyasangat tinggi sedangkan yang lainnyamungkin mengalami represi. Berda-sarkan asumsi bahwa sedemikianbesarnya variasi ekspresi dan variasiyang terdapat dalam genom setiapindividu maka bisa diperkirakanbetapa besarnya diversitas allele yangterjadi dalam populasi manusia.

Keterlibatan gen dan protein didalam perjalanan penyakit dan res-pon tubuh terhadap obat telah lamamenjadi perhatian para praktisi baikdalam bidang kedokteran maupundalam bidang farmasi. Farmako-genomik merupakan salah satubidang ilmu yang diyakini dapatmenjelaskan bahwa adanya per-bedaan respon dari setiap individuterhadap obat yang diberikan sangaterat kaitannya dengan perbedaangenetik dari masing-masing individutersebut. Semakin banyak informasiyang diketahui tentang peranangenetik dalam respon obat khusus-nya pada tingkat molekuler akanmembantu para peneliti dalampengembangan obat. Untuk itu di-butuhkan suatu perangkat yangmampu mengidentifikasi suatu markertertentu yang dapat memperkirakanterjadinya respon negatif atau responpositif dalam pengembangan obatyang didasarkan pada pendekatanteknologi genom tersebut.

Dalam artikel ini akan diuraikan

tentang hubungan antara respon obatdengan heterogenisitas genom ma-nusia agar dapat digunakan dalammengidentifikasi target kerja obatsecara molekuler sehingga dapat me-ningkatkan penemuan dan pengem-bangan obat serta terapi berdasarkanpendekatan genetik.

HETEROGENISITAS GENOMMANUSIA

DNA atau genom merupakanmateri genetik yang amat pentingdalam sistem biologis termasuk padamanusia. Informasi genetik yangdisandi oleh DNA ini diturunkandari setiap generasi ke generasi beri-kutnya mengalami proses mutasi danseleksi (Sander,C., 2000). Proyekpemetaan genom manusia telah ber-hasil dilakukan. Dalam laporannyaThe International Human Genome Se-quencing Consortium memperkirakanbahwa dari 3 milyar pasang basagenom manusia, terdapat sekitar30.000 – 35.000 gen fungsional yangmenyandi sintesis berbagai jenis pro-tein (Lander E.S. et al. 2001, Venter,J.C. et al. 2001). Tingginya frekuensimutasi dan seleksi dari genom ter-sebut menyebabkan meningkatnyavariasi genetik pada populasi ma-nusia.

Varian DNA pertama yang di-identifikasi adalah berdasarkanperbedaan panjang fragmen DNAyang terpotong oleh enzim endo-nuklease restriksi disebut dengan re-striction fragment length polymorphisms(RFLPs), yang kemudian disusul

REVIEW ARTIKEL

Page 3: 1141-2367-1-SM

3Vol. II, No.1, April 2005

dengan ditemukannya variable num-ber of tandem repeats (VNTRs). Per-bedaan dalam varian DNA inilahyang kemudian banyak digunakandalam penentuan sidik jari DNAdalam bidang forensik.

Varian DNA baru yang saat inilebih banyak dipakai sebagai penan-da (marker) adalah apa yang disebutsebagai single nucleotide polymorphisms(SNPs). SNP terjadi bila satu jenisnukleotida dalam posisi tertentutersubstitusi dengan jenis nukleotidalainnya pada individu lain. SNPsmerupakan penanda utama dalamvariasi genom antar individu manusia(Campbell,D.A. et al. 2000). Di dalam3 milyar pasang basa DNA dari ge-nom manusia diperkirakan terdapatsekitar 1.6 juta – 3,2 juta SNPs.Sebagian besar perbedaan manusiadipengaruhi oleh adanya perbedaanSNPs yang terjadi pada genomnya,dan hal ini seringkali dihubungkandengan adanya perbedaan dalampredisposisinya dalam jenis penyakittertentu ataupun respon tubuhnyaterhadap penggunaan obat (Stone-king, M. 2001). SNPs yang lokasinyaterletak pada coding regions disebutcSNPs. Dampak cSNPs ini terhadapekspresi protein yang disintesis ada-lah : (i) Substitusi basa DNA tersebuttidak menimbulkan perbedaan padasekuen asam aminonya. (ii) Substitusibasa DNA dapat menyebabkan peru-bahan dalam sekuen asam aminonyaakan tetapi efeknya tidak menye-babkan perubahan yang berarti padastruktur dan fungsi dari protein yangdihasilkan. (iii) Menimbulkan peru-

bahan pada sekuen asam aminonyadan menyebabkan perubahan yangnyata pada struktur dan fungsi pro-tein yang dihasilkan. Beberapa SNPsyang berada pada lokasi non-codingregions ternyata juga dapat mempe-ngaruhi stabilitas mRNA dan kece-patan transkripsinya. Perbedaansekecil apapun dapat mempengaruhifungsinya oleh sebab itu dapat di-duga bahwa perubahan dalam struk-tur dan fungsi protein yang menjaditarget kerja obat akan dapat mem-pengruhi respon obat dalam tubuh(Rothberg, B.E.G., 2001).

Beberapa gen yang bertanggungjawab terhadap metabolisme obatadalah gen P450, yang menyandiekspresi dari enzim-enzim metabo-lisme obat yaitu CYP2C19, CYPIA1,CYP206, CYP2C9, CYP2E1. Variasistruktur dan fungsi dari enzim-enzimtersebut dapat menyebabkan me-ningkatnya efek samping dari ber-bagai jenis obat termasuk anti-depresan, amfetamin, dan beberapaobat golongan beta-adreno receptor.Variasi allele pada enzim metabolismeobat lainnya yaitu thiopurine methyltransferase (TPMT), dapat menyebab-kan efek samping yang tidak diingin-kan. Polimorfisme pada enzim seringkali juga dapat meningkatkan efektoksik dari obat dibandingkan de-ngan individu normal.

Penyakit-penyakit kelainan ge-netik telah diketahui antara lain di-sebabkan oleh terjadinya mutasiDNA, dan polimorfisme. Mutasi danpolimorfisme ini dapat terjadi padacoding regions dari gen, pada promo-

REVIEW ARTIKEL

Page 4: 1141-2367-1-SM

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN4

tor gen ataupun pada sekuen regula-tor. Ekspansi dari trinukleotidaberulang (trinucleotide repeat) dike-tahui merupakan modulator pentingdalam ekspresi gen, disampingdinukleotida berulang ataupun simpletandom repeats (STRs). Penyakit frag-ile X syndrome, merupakan salah satucontoh sindroma yang disebabkanoleh terjadinya mutasi dari CCG tri-nukleotida berulang pada gen FMR1.Beberapa jenis kelainan neurologikseperti myotonic distrophy, spinobulbarmuscular atrophy, Huntington’s diseasedan spinocerebellar atrophy, diketahuidisebabkan oleh adanya AGC tri-nucleotide repeat. Variasi mutasidalam suatu gen dapat menyebabkanbeberapa kelainan. Berbagai jenispenyakit diketahui berhubungandengan terjadinya berbagai mutasiDNA. Saat ini diperkirakan sekitar1500 jenis penyakit yang berkaitandengan kelainan genetik. (Peltonen,L. and McKusick, V.A. 2001).

STRATEGI PENEMUAN OBATBerbagai bidang ilmu berperan

penting dalam pengembangan danpenemuan obat antara lain ilmukimia, farmasetika, farmakologi,mikrobiologi, biokimia, dan tekno-logi farmasi. Disamping itu perananbiologi molekuler dalam pengem-bangan obat baru diyakini tidak sajamampu mempercepat penemuanobat, akan tetapi juga mampu men-jelaskan proses-proses perkembang-an penyakit pada tingkat molekulerdan genetik, sehingga dapat diten-

tukan cara yang dipilih untuk inter-vensi penyakit tersebut dengan obatyang akan dikembangkannya.

Saat ini terdapat dua cara yangdigunakan untuk penemuan bahanobat baru. Yang pertama adalah skri-ning secara acak. Cara ini biasanyalamban dan memerlukan proses yangpanjang. Akan tetapi teknologinyasaat ini telah berkembang, dan dila-kukan secara otomatis menggunakanteknologi combinatorial chemistry danhigh throughput screening (HTS). Yangkedua adalah dengan menggunakanperdekatan struktur molekul obatdisesuaikan dengan struktur target.Struktur target merupakan suatu pro-tein baik berupa reseptor atau enzimataupun DNA yang dapat ditentukandan dapat diidentifikasi meng-gunakan perangkat bioinformatikatau aktivitas farmakologiknya. Jikastruktur dari target telah diketahuimisalnya ditentukan dengan cara X-ray crystallography atau spektroskopiNMR, maka akan dapat ditentukanmolekul obat yang dapat secara tepatmasuk ke dalam binding sites dari tar-get, sehingga kita mampu melakukansimulasi untuk membuktikan adanyainteraksi antara obat dengan target-nya. Suatu perangkat lunak untukmelakukan simulasi interaksi obatdengan targetnya ini telah banyakdikembangkan diantaranya adalahTripos SYBYL program, MSI’s Ceriusdan Insight II molecular modeling soft-ware (Doughty,S. 2000).

Suatu target obat yang baikadalah target yang dapat atau mampumenyeleksi beberapa calon molekul

REVIEW ARTIKEL

Page 5: 1141-2367-1-SM

5Vol. II, No.1, April 2005

obat yang secara aktif dapat berin-teraksi dengan target sehingga dapatdigunakan sebagai obat yang efektif.Beberapa langkah yang ditempuhuntuk pengembangan obat adalah :

1. Identifikasi targetTarget yang harus didentifikasi

adalah suatu daerah tertentu didalamgenom yang erat hubungannyadengan manifestasi dan predisposisipenyakit. Salah satu contoh targetyang telah diidentifikasi adalah di-temukannya apolipoprotein E4 sebagaifaktor penting dalam penyakitAlzheimer.

2. Karakterisasi targetKarakterisasi target adalah suatu

cara untuk mengidentifikasi adanyavarian-varian dari gen yang terpilih.Cara modern yang digunakan dalampengembangan obat adalah denganhigh throughput screening (HTS) darisejumlah besar bahan kimia yangdiproduksi menggunakan teknologicombinatorial chemistry. Dalam hal inisangatlah penting jika kita mampumenemukan varian-varian gen yangmempengaruhi struktur asam aminodan fungsi protein yang diekspresi.Sebagai contoh adalah reseptordipomin D5 manusia. Dalam bebe-rapa penelitian terbukti bahwasubstitusi dari asparagin denganasam aspartat dapat meningkatkanafinitas reseptor terhadap dopamin.Belakangan ini teknik DNA micro-arrays juga digunakan untuk mem-pelajari informasi bagaimana bebe-rapa gen diregulasi secara abnormal

pada suatu penyakit tertentu. Misal-nya microarry yang menggunakansekitar 100 gen yang berperan dalamproses inflamasi digunakan untukmenguji jaringan rematoid. Hasilanalisis menunjukkan bahwa genyang menyandi interleukin 6 danbeberapa matrix metallo proteinasesmemegang peranan penting dalaminflamasi rematoid. Dalam berbagaipercobaan teknik microarrays ini akanterus memberikan kontribusi yangpenting dalam pemahaman kita ter-dapat respon tubuh pada pengobatan(Lennon,G.L. 2000).

3. Validasi targetTahapan ini adalah untuk me-

nentukan atau pemilihan obat ataugolongan obat yang akan digunakanuntuk pengobatan jenis penyakittertentu.

4. Sifat farmakogenetik dari molekulEnzim spesifik atau reseptor

yang berhubungan dengan meta-bolisme obat dapat dijadikan target.Fungsi dan peranan dari gen targetdan kerentanan varian gen dalammekanisme seluler yang tepat adalahhal yang sangat penting (Roses,A.D.2000). Dalam perancangan sebuahobat, industri farmasi dihadapkankepada sejumlah besar sel targetobat. Genom manusia diperkirakanmengandung 35.000 jenis gen(Lander, E.S. et al. 2001; Lawrence,R.2001), dan diperkirakan terdapatkira-kira 3 juta single nucleotide poly-morphisms (SNPs) di dalam genommanusia yang erat kaitannya dengan

REVIEW ARTIKEL

Page 6: 1141-2367-1-SM

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN6

kondisi penyakit atau berpengaruhpada profil farmakokinetik daripenggunaan obat, memberikanpengaruh yang amat besar terhadapkeberagaman sel target obat. Pene-litian tentang target melekuler iniakan berkembang dengan pesat dandiperkirakan akan meningkat darisekitar 1000 target obat molekulerdewasa ini, menjadi sekitar 10.000target (Dean,P.M. 2001). Struktur tigademensi dari enzim protease padaHuman Immunodeficiency virus (HIV),yang merupakan enzim penting da-lam replikasi virus HIV, memberikangambaran yang lebih jelas bagi parapeneliti untuk mengetahui konfi-gurasi molekuler dari protein virusHIV. Para peneliti menggunakan halini untuk medesain suatu obat yangdapat menginaktifkan enzim pro-tease tersebut (Servior,R.F. 2000).Pendekatan seperti itulah yang saatini lebih dikembangkan dalam pene-muan obat baru ketimbang mela-kukan penelitian yang kurang terarah(trial and error).

KANDIDAT GEN DANPENGEMBANGAN OBAT

Dalam praktek kedokteran saatini sebagian besar lebih difokuskankepada “pengobatan setelah timbulnyapenyakit”, sedangkan pendekatan far-makogenomik lebih ditekankan pada“pencegahan sebelum munculnya suatupenyakit”. Dewasa ini berbagai genyang bertanggungjawab terhadapmunculnya penyakit telah dipetakandi dalam kromosom, dan beberapa

mutasi gen yang menyebabkan ber-bagai kondisi penyakit sudah ter-identifikasi ( Majumdar,P.P. 1998).

Terbatasnya pengetahuan akantarget obat yang ada pada saat inisangat mempengaruhi industri far-masi dalam mengembangkan terapibaru. Sekitar 500-an jenis target obattelah dipublikasi untuk jenis obatyang telah dipasarkan (Drew,J. 1999;Drew,J. 2000). Pengetahuan yanglengkap akan gen dan protein ma-nusia akan mempercepat penemuanobat yang sesuai dengan profil tar-get yang diinginkan. Diperkirakanbahwa pola penemuan obat di masamendatang akan dilakukan melaluipenelitian yang berbasis genomik.

Selama ini diperkirakan bahwaperbedaan dalam kapasitas meta-bolisme obat masing-masing indi-vidu disebabkan oleh perbedaanstruktur gen tunggal (monogenic),dan efek farmakokinetik dari obat.Namun demikian, secara keselu-ruhan efek farmakologik suatupengobatan tidaklah bersifat mono-genic, akan tetapi lebih merupakanefek gabungan dari beberapa genyang menyandi protein atau enzim-enzim yang bertanggung jawabterhadap jalur metabolisme obat,disposisi, dan responnya. Beberapapenyebab lain seperti patogenisitas,keparahan penyakit, interaksi obat,umur, status gisi, fungsi ginjal danhati, juga menjadi faktor berbagaiperbedaan dalam efek dan responobat. Berbagai faktor tersebut diatas,seperti kelainan bawaan yang me-nyebabkan perbedaan dalam respon

REVIEW ARTIKEL

Page 7: 1141-2367-1-SM

7Vol. II, No.1, April 2005

obat, dan perbedaan polimorfismesecara genetik dalam target obat(reseptor obat), telah diketahui dapatberpengaruh besar terhadap hasilpengobatan dan toksisitas obat(Evans,W.E. and Relling,M.V. 1999).Salah satu contoh adalah dalampengobatan dengan isoniazid, ter-dapat perbedaan respon dari bebe-rapa individu berupa perbedaandalam kecepatan proses asetilasinyaterhadap obat tersebut (Weber,W.W.1997). Profil asetilasi terhadap iso-niazid yang merupakan obat antituberkulosis ini digolongkan dalaminaktivator cepat dan lambat. Indi-vidu yang tergolong dalam inakti-vator lambat ternyata aktivitas enzimN-acetyltransferase-nya sangat lambat.Perbedaan tersebut ternyata disebab-kan oleh adanya variasi genetik garigen yang menyandi ekspresi darienzim N-acetyltransferase. Bagi indi-vidu yang mempunyai kelainan yangdisebabkan oleh autosomal recessiveallele, berupa variasi polimorfik makaaktivitas enzim N-acetyltransferasemenjadi lambat. Aktivitas enzim N-acetyltransferase ini sangat bervariasiuntuk setiap suku atau ras. Bagiorang barat (Amerika dan Eropa)50% dari penduduknya ternyatatergolong inaktivator lambat, se-dangkan untuk orang Jepang seba-gian besar tergolong inaktivatorcepat (Mueller,R.F. and Young,I.D.2001).

Telaah genetik untuk mempe-lajari hubungan antara variasi poli-morfisme di dalam struktur gendengan efeknya dalam klinik terus

dikembangkan. Diharapkan melaluipendekatan ini dapat ditingkatkanpemahaman kita dalam penemuankandidat gen yang dapat dikem-bangkan sebagai target obat. Sebagaicontoh, varian dari allele enzimthiopurine methyltransferase (TPMT),ternyata erat kaitannya denganterjadinya reaksi obat yang tidak di-inginkan (adverse drug reactions, ADR).Sedangkan varian dari target obatlain yaitu enzim 5 lipoxigenase(ALOX5), yang erat hubungannyadengan fenotipe penyakit asma, jugadapat mempengaruhi respon pengo-batan (Drazen,J.M. et.al. 1999), danvarian dari gen apolipoprotein E(APOE) erat kaitannya dengan in-hibisi terhadap enzim kolinesterasepada penderita Alzheimer.

Respon penggunaan 5-fluorouracil(5-FU) sebagai kemoterapi untukkanker kolon ternyata sangat ber-variasi. Target enzim untuk 5-FU iniadalah thymidilate synthetase. Per-bedaan respon ini berkaitan eratdengan adanya polimorfisme genyang bertanggungjawab terhadapekspresi enzim thymidilate synthetase(TS). Enzim ini sangat penting dalamsintesis DNA yaitu merubah deok-siuridilat menjadi deoksitimidilat.Diketahui bahwa sekuen promoterdari gen thymidilate synthetase ber-variasi pada setiap individu. Ekspresiyang rendah dari mRNA TS ber-hubungan dengan meningkatnyakemungkinan sembuh dari penderitakanker yang diobati dengan 5-FU.Sedangkan penderita yang ekspresimRNA TS tinggi ternyata tidak mem-

REVIEW ARTIKEL

Page 8: 1141-2367-1-SM

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN8

perlihatkan respon pengobatandengan kemoterapi ini (Leichman etal. 1997,). Hasil penelitian serupaditunjukkan pula pada uji klinikpenggunaan 5-FU ini terhadap pen-derita kanker lambung (Lenz,H.J etal. 1996). Genotipe dari gen TYMS,yang menyandi ekspresi enzim thy-midilate synthetase, ditentukan denganmengamplifikasi gen/DNA denganteknik polymerase chain reaction (PCR)yang diisolasi dari 90 penderitakanker kolon yang mendapatkanpengobatan 5-FU. Hasilnya menun-jukkan bahwa gen TYMS ternyatabersifat polimorfisme, mempunyaidouble (2R) atau triple(3R) tandem re-peats pada 28-bp promoter gen, danterdapat variasi 6-bp pada 3’-un-translated region (3’-UTR). Hasil inimenunjukkan betapa pentingnyamelakukan pemetaan genotipe darigen TYMS dari penderita kankeryang akan diobati dengan 5-fluorou-racil. Hal ini diperlukan untuk mem-prediksi respon obat dan efek toksikyang tidak diinginkan akibat peng-gunaan 5-FU. (Lecomte, T, et al. 2004,Pullarkat, S.T, et al. 2001). Pemetaangenotipe sangat membantu dalampenentuan dosis obat yang diberikan,memprediksi kemungkinan muncul-nya efek toksik suatu pengobatan,dan memungkinkan untuk melaku-kan pengobatan secara individualberdasarkan sifat genotipe sese-orang.

Contoh penelitian lainnya adalahperbedaan respon penggunaan wal-farin sebagai antikoagulan. Responterhadap warfarin ternyata sangat

bervariasi antar individu. Peng-gunaan walfarin yang tidak tepatdosis seringkali menyebabkanperdarahan serius. Perbedaan responterhadap warfarin yang dimeta-bolisme oleh enzim sitokrom P450yaitu CYP2C9, CYP3A5, sangattergantung pada peran P-gliko-protein yang ekspresinya disandioleh gen adenosine triphosphate-bind-ing cassette, ABCB1 atau juga disebutdengan multi dug resistance gene 1,MDR1. Variasi genetik dari genABCB1 yang dianalisis dengan teknikminisequencing terhadap 210 pende-rita, menunjukkan bahwa pemilihandosis yang tepat untuk masing-masing varian genetik sangat pentinguntuk mendapatkan respon obatyang diinginkan (Wadelius, M, et al.2004).

Berbagai hasil penelitian tentangfarmakogenetik dan farmako-genomik ini dapat dilihat dalamwebsite The Pharmacogenetics andPharmacogenomics Knowledge Base:PharmGKB, http://www.pharmgkb.org yang memberikan informasitentang data-data farmokogenetik.Website ini dikelola oleh Stanford Uni-versity yang didanai oleh National In-stitute of Health, NIH, USA). Datapenting yang dapat diakses dari si-tus ini antara lain adalah: (1) variasimanifestasi klinis, (2) variasi far-makodinamik dan respon obat,(3) variasi sifat farmakokinetik,(4) variasi selular maupun molekuler,dan (5) variasi dalam sekuen genetik.Dalam situs ini juga dapat kita da-patkan informasi tentang hubungan

REVIEW ARTIKEL

Page 9: 1141-2367-1-SM

9Vol. II, No.1, April 2005

REVIEW ARTIKEL

antara struktur gen, respon obat,menifestasi penyakit, data tentangpolimorfisme yang diidentifikasidari berbagai suku dan ras, sertakoleksi dari gen target yang eratkaitannya dengan genotip beberapajenis gen yang sangat penting dalamaspek farmakogenetik, dan pengem-bangan obat baru (Klein, T.E. andAltman, R.B. 2004).

KESIMPULANPemahaman tentang interaksi

antara mekanisme kerja obat dengangen atau reseptor obat sangat pentingdalam rangka memberikan pengo-batan yang optimal. Tersedia sistembioinformatik yang merangkuminformasi secara komprehensif datahasil penelitan farmakogenetik danfarmakogenomik yang memberikaninformasi adanya varian genotip,polimorfisme antar individu ataupunantar suku dan ras tertentu dapatmembantu para peneliti untuk me-nemukan hubungan antara variasigenetik dengan respon obat yangberbeda. Farmakogenomik dapatmemberikan metode yang akuratdalam menentukan dosis obat yangtepat berdasarkan sifat genetik dariseseorang. Di masa yang akan datangtenaga kesehatan akan dapat meng-analisis profil genetik dari penderitadan menetapkan terapi obat yangtepat. Sedangkan industri farmasidiharapkan dapat menemukan terapiyang potential dengan lebih tepatdan terarah melalui pendekatangenomik.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, T.A. (1999) Molecular Phy-logenetics in Genomes. JohnWiley & Sons, Singapore, pp 408.

Campbell, D.A.; Valdes, A.M. andSpurr, N. (2000). Making DrugDiscovery a SN(i)P. Drug Discov.Today 5, 388-396.

Dean, P.M.; Zanders, E.D. andBailey, D.S. (2001). Industrial-scale, Genomics-based Drug De-sign and discovery. Trends inBiotech. 19(8), 288-292.

Doughty,S. (2000). Lab Plus Interna-tional. 14(4), 17-18.

Drew, J. (1999). Basic Science andPharmaceutical Innovation. Nat.Biotechnology 17, 406.

Drew J. (2000). Drug Discovery: AHistorical Perspective. Science287, 1960-1964.

Drazen, J.M.; Delisle, M.; Quirion, R.;Aubert, I; Farlow M. and Lahiri,D, (1999). Pharmacogenetic asso-ciation between ALOX5 pro-moter genotype and the responseto anti-asthma treatment Nat.Genet. 22, 168-170.

Klein, T.E. and Altman, R.B. (2004).PharmGKB: the pharmacoge-netics and pharmacogenomicsknowledge base. Pharmacogeno-mics J. 4 (1), 1-1.

Lander,E.S., Linton, L.M. Birren,B.et al (2001). Initial Sequencingand Analysis of the Human Ge-nome. Nature 409, 860-921.

Page 10: 1141-2367-1-SM

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN10

REVIEW ARTIKEL

fusion fluorouracil and weeklyleucovorin. J.Clin.Oncol. 15,3223–3229.

Majumdar, P.P. (1998). People of In-dia: Biological diversity and Af-finities. Evolutionary Anthropology6, 100-110.

Mueller,R.F. and Young,I.D. (2001).Emery’s Elements of Medicalgenetics. Eleventh Edition,Churchill Livengstone, London.pp. 169-175.

Owen, S and King, M.C. (1999). Ge-nomic Views of Human History.Science 286, 451-453.

Palmer, J.S. Duffy, D.L. Box,N.F. Aitken, J.F, O’Gorman, L.E.Green,AC Hayward, N.K. Mar-tin, N.G. and Sturm, R.A. (2000).Melanocortin-1 Receptor Poly-morphisms and Risk of Melanoma:Is the Association Explained Solelyby Pigmentation Phenotype? Am.J. Hum. Genet., 66:176-186

Peltonen, L. and McKusick, V.A.(2001). Genomics and medicine:Dissecting Human Disease in thePostgenomic Era. Science 291,1224-1229.

Pullarkat, S.T.; Stoehmacher, J.;Ghaderi, V.; Xiong, Y-P; Ingles,S.A.; Sherrod, A; Warren, R.;Tsao-Wei, D.; Groshen, S. andLenz, H-J. (2001). ThymidilateSynthetase gene PolymorphysmDetermines respone and toxicityof 5-FU Chemotherapy. ThePharmacogenomics J. 1, 65-70.

Lawrence, R. (2001). Life after theHuman Genome Project. DrugDiscov. Today 6, 10-12.

Lecomte, T. Ferraz, J.M. Zinzindo-houe, F. Loriot, M.A. Tregouet,D.A. Landi, B. Berger, A. Cug-nenc, P.H. Jian, R. Beaune, P. andLaurent-Puig, P. (2004).

Thymidylate Synthase Gene Poly-morphism Predicts Toxicity inColorectal Cancer Patients Re-ceiving 5-Fluorouracil-basedChemotherapy Clin. Cancer Res.,10,(17): 5880 – 5885.

Lennon, G.L. (2000). High-through-put gene expression analysis fordrug discovery. Drug Discov. To-day 5 (2), 59-65.

Lenz, H.J. Leichman,C.G. Danen-berg, K.D. Danenberg, P.V.Groshen, S. Cohen, H. Laine, L.Crookes, P. Silberman, H. Ba-randa, J. Garcia, Y. Li,J andLeichman, L. (1996). Thymidy-late synthase mRNA level in ad-enocarcinoma of the stomach: apredictor for primary tumor re-sponse and overall survival.J.Clin.Oncol. 1(1): 176–182.

Leichman, C.G. Lenz, H.J. Leichman,L. Danenberg, K. Baranda, J.Groshen, S. Boswell, W. Metzger,R. Tan, M. and Danenberg, P.V.(1997). Quantitation of intra-tumoral thymidylate synthaseexpression predicts for dissemi-nated colorectal cancer responseand resistance to protracted-in-

Page 11: 1141-2367-1-SM

11Vol. II, No.1, April 2005

Rothberg, B.E.G. (2001). Mapping aRole for SNPs in Drug Develop-ment. Nat. Biotech. 19, 209-211.

Roses, A.D. (2000). Pharmacogenet-ics and the Practice of Medicine.Nature 405(6788), 857-865.

Sander, C. (2000). Genomic Medicineand the Future of Health Care.Science 287, 1977-1978.

Servior, R.F. (2000). Strctural Geno-mics Offers High-Speed Look atProteins. Science 287, 1954-1956.

Stoneking, M (2001). Single Nucle-otide polimorphysms: From theEvalotionary past. Nature 409(6822), 821-822.

REVIEW ARTIKEL

Venter, J.C.; Adams, M.D.; Myers,et.al. (2001). The Sequence ofHuman Genome. Science 291,1304-1351.

Wadelius, M. Sörlin, K. Wallerman,O. Karlsson, J. Yue, Q-Y.Magnusson, P K E Wadelius, Cand Melhus, H. (2004). Warfarinsensitivity related to CYP2C9,CYP3A5, ABCB1 (MDR1) andother factors. Pharmacogenomics J.4 (1), 40-48.

Weber, W.W. (1997) Pharmacogenet-ics, Oxford University Press,New York, pp62.