Upload
zukrijumadi
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
1/69
No : 683/2010
LAPORAN
AKHIR
IDENTIFIKASI POTENSI LAHAN SAWAH IRIGASI UNTUK
PENINGKATAN
IP
DAN PENGEMBANGAN
PADI IP-400 DI
PROVINSI SULAWESI SELATAN DAN SULAWESI BARAT,
SKALA 1:50.000, SELUAS >500.000 HA
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK
PENINGKATAN
IP
DAN PENGEMBANGAN PADIIP-400 1 PROVINSI
SULAWESI SELATAN DAN SULAWESI BARAT, SKALA 1:250.000,
SELUAS >500.000 HA
,
PROGRAM
INSENTIF
RISET TERAPAN
Fokus Bidang Prioritas : Ketahanan Pangan
Kode Produk Target : 1.02
Kode Kegiatan : 1.02.01
Peneliti Utama/Anggota : Dr. Nata Suharta MS
Prof. D Djaenuddin MS
Drs. Sri Retno
MS
Drs. Dwi Kuncoro MA
RISTI::K
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian
BADAN PENELffiAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
DEPARTEMEN
PERTANIAN
2 1
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
2/69
LEMB R
IDENTIT S
D N PENGES H N
1 Kluster
2
Judul Kegiatan
3
Nama Institusi
4.
Alamat
5
Nama Peneliti Utama/
Penanggung Jawab
6 Personalia
- Peneliti
- Teknisi
- Nara Sumber
7 Biaya Kegiatan
8 Tahun Pelaksanaan
PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN
SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
Identifikasi Karakteristik Potensi Lahan Sawah
Untuk Peningkatan IP dan Pengembangan
Padi
IP-400 di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Barat, skala 1:250.000, seluas >500.000 ha.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian
Jl.
Ir H
Juanda No. 98, Bogor 16123
Dr. Nata Suharta MS
Dr. Nata Suharta MS
Prof.
D
Djaenudin MS
Drs. Sri Retno MS
Drs. Dwi Kuncoro
Hendra Suhendra SE
Ponidi SSi
Fitria Widiastutii AMd
Drs. Uke Gunasyah
Prof. Dr.
Ir
Irsal
Las
MS
Dr. Ir Budi Kartiwa
Rp
225.000.000,- Dua ratus dua puluh lima juta
rupiah)
T.A. 2010
.. [: _
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
3/69
RINGK S N
Kebutuhan pangan
beras
terus meningkat sejalan dengan meningkatnya
pertambahan penduduk. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi beras adalah
melaksanakan intensifikasi baik dengan meningkatkan produktivitas maupun
meningkatkan indek pertanamannya. Peningkatan produktivitas lahan tidak dapat
diharapkan secara
terus menerus, terutama
pada
lahan yang produktivitasnya telah
tinggi akan sukar untuk ditingkatkan lagi.
Oleh
karena itu meningkatkan indek
pertanaman akan merupakan
salah
satu upaya untuk meningkatkan produksi
beras
nasional.
Balai
Besar Penelitian Tanaman
Padi
Sukamandi telah mencanangkan
pengembangan IP-400 indek pertanaman padi 400)
di
Sumatera kecuali Bengkulu,
Riau
dan Jambi), Jawa kecuali DKI. Jakarta),
Bali NTB
Sulawesi Selatan, Gorontalo,
Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan,
pada
areal
seluas 1 21
juta
ha.
Untuk mendukung kegiatan tersebut, diperlukan data dan informasi
penyebaran lahan sawah yang potensial untuk pengembangan padi IP-400 tersebut.
Untuk tahun anggaran 2009, identifikasi lahan sawah untuk pengembangan
padi
IP-
400 telah dilaksanakan di Jawa, dan untuk tahun anggaran 2010 dilaksanakan di
Provinsi Sulawesi Selatan dan
Sulawesi
barat.
Pendekatan karakterisasi dan identifikasi lahan sawah untuk pengembangan
padi
IP-400
di
Provinsi Sulawesi Selatan dan Barat dilakukan dengan memanfaatkan
Sistem Informasi Geografi dengan cara overlay menggunakan berbagai parameter
yaitu jenis lahan sawah,
zona
iklim, ketersediaan air irigasi, kondisi banjir
di
musim
penghujan, existing indek pertanaman, tanah tekstur dan bahan induk), dan intrusi air
laut. Selain parameter tersebut di atas, pengembangan padi IP-400 juga sangat
tergantung
pada
tersedianya benih padi unggul super genjah berumur 700 m dpl.
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
4/69
SUMM RY
The need of staple food such
as
rice increases
in
line with the increasing
population. One of the efforts to increase rice production
is
to execute intensification
both by improving productivity and cropping index. To increase the productivity could
not
be
expected continually, especially the land which
has
high productivity will
be
difficult to
be
more improved. Therefore the improvement
on
cropping index will
be
the
choice to increase national rice production.
Indonesian Center for
Rice Research
has
initiated
to
develop IP-400 paddy
cropping index 400) in Sumatra except Bengkulu, Riau and Jambi province), Java
except DKI. Jakarta),
Bali NTB
South Sulawesi, Gorontalo, South-East Sulawesi, West
Kalimantan, and South Kalimantan, over the
area
covering 1,21 million
ha.
To support
the activity,
it
needs the data
and
information
of
the rice field distribution which
is
potential for the development of the IP-400.
n
the fiscal year
of
2009,
rice
field
identification for IP-400 paddy development
has been
executed
in
Java,
and
for the
year 2010,
it is
executed
in
South Sulawesi
and
West Sulawesi Provinces.
The approach
in
identifying rice field for the IP-400 paddy development
in
South and West Sulawesi Provinces
was
executed
by
using Geographic Information
System
by overlaying various parameters; rice field types, climatic
zone
irrigation
water availability, flood condition
in
rainy season existing cropping index, soils texture
and
parent materials), and
sea
water intrusion.
Besides
the parameters above, IP-400
paddy development
is
also very dependent on the availability
of
super rice seeds which
could
be
haniested
in less
than
85
days
and
its applied technology. Satellite imagery
analysis have
been used
to increase the accuracy
on
delineating the rice field
and
its
cropping index.
The tentative result showed that the potential rice field for IP-400 paddy
development
in
South Sulawesi Province
was
about 113,139
ha
for IP-400, 262,656
ha
for IP-300, 114,640
ha
for IP-200, and 141,615
ha
for IP-100. While
in
West
Sulawesi
Province, about 22,020
ha
potential for IP-300, 15.533
ha
for IP-200, and 6,861
ha
for
IP-100. The limiting factors for IP-400 paddy development are dry climate in some
of
the area, irrigation water availability, flood
season and some
of the area have altitude
more than
700
m above
sea
level.
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
5/69
D FT R
lS
LEMBAR
IDENillAS
DAN PENGESAHAN
oooooooooooooooooo
oooooooooooooooooooooo
oo
ii
RINGKASAN 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 •• 0 0 •• 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0
0 0
••
0 0 0
iii
SUMMARY
oooooo
oooooooooo oooo
o ooooooooooooo
•• o
o oooooooooooooooooooOoo iv
PRAKATA
oo •• o
o ooooooo
o
v
DAFT
AR ISI
..... ......... 0
0
0 0 0 0 0
0
0 0 0 0 0 0
••
0 vi
DAFT
AR
TABEL .......................
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
vii
DAFTAR GAMBAR ooo ooooo •• oooooooo•o · · · o · · · · ·
···o····· ••
vii
DAFTAR
LAMPIRAN ................................................................................. viii
I PENDAHULUAN ........ ooooo
oooooooo
0 1
1.1 Latar Belakang
oooo oooooooooooooooo o o···0··
1
1.2 Tujuan penelitian .... ........ . .... . 3
II
TINJAUAN PUSTAKA oooooooooooooo••ooooooooooooooooooooooooooooooooo· · · ·o ·o · ·o · ·o ·•oo
••
o 4
III TUJUAN DAN MANFMT ..................................................................... 8
1.1 Tujuan Penelitian . . .... . . ... 8
1.2 Manfaat Penelitian
oo oooo
oooooooo 8
IV. METODOLOGI ........
oo000o 0000000 00000000000000000000000 •• 0 9
v
3.1 Bahan Penelitian ............................................................................. 9
3.2 Metode Penelitian oooooooooooooooooooooooo
o oooo o
10
HASIL DAN PEMBAHASAN ...... ooooo ooooo
oo oooooooooo0o o o
oooo o
5.1 Ik lim dan Potensi Pengairan ....................................................
5.1.1 Provinsi Sulawesi Selatan ............................................ .
5.1.2 Provinsi Sulawesi Barat ...............................................
5.2 Karakteristik La han Sawah ...................................................... .
5.2.1 Provinsi Sulawesi Selatan ...........................................
5.2.2 Provinsi Sulawesi Bar at ...............................................
5 3 Tanah
15
15
18
27
30
30
39
42
5.4 Indek Pertanaman Padi IP 400 . . .... 45
5.4.1 Indeks pertanaman padi di Provinsi Sulawesi Selatan 48
5.4.2 Indeks pertanaman padi di Provinsi Sulawesi Barat ... 53
VI. KESIMPULAN DAN SARAN . . . ..... . .... . .... . . 57
DAFTAR
PUSTAKA o
o oooooooooo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
••
60
LAMPI
RAN
62
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
6/69
D FT R
T BEL
Nomor Hal
Tabel
1:
Contoh algoritma penentuan indek pertanaman IP) padi sawah ........ . 11
Tabel
2
Kriteria zone agroklimat menurut Oldeman 1975) ..... ..... ..... ..... ..... ... 15
Tabel
3
Zona iklim berdasarkan wilayah hujan, bulan basa, bulan lembab, dan bulan
kering ...........................................................................................
17
Tabel 4. Curah hujan rata-rata bulanan di wilayah Kabupaten Gowa, Takalar, Makasar,
dan Maras, Provinsi Sulawesi Selatan .
........
..
...... ...........
.......
19
Tabel 5 Curah hujan rata-rata bulanan
di
Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Jenepon
to, Parepare, Pinrang, Bone, Sinjai, dan Sid rap . .
20
Tabel 6 Curah hujan rata-rata bulanan wilayah Kabupaten Soppeng, Tanatoraja,
Bantaeng, Luwu, dan Luwu Utara ..................... .....
...........................
21
Tabel
7
Curah hujan rata-rata bulanan
di
wilayah Provinsi Sulawesi Barat ....
28
Tabel
8
Penyebaran lahan sawah di Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan ketinggian
tempat m-dpl) .............................................................................. 31
Tabel
9
Tipologi lahan sawah berdasarkan indek pertanaman padi di Provinsi Sulawesi
Selatan ...........................................................................................
32
Tabel 10. Penyebaran tipologi lahan sawah per Kabupaten, di Provinsi Sulawesi Selatan
........................................................................................................
33
Tabel 11. Jumlah daerah irigasi, kisaran luas dan luas total yang dapat diirigasi
di
Provinsi sulawesi Selatan . ..............................................................
34
Tabel 12.
Luas
baku, luas panen, IP, produksi, dan produktivitas padi sawah di Provinsi
Sulawesi Selatan . . .. . . . . . . . . 38
Tabel 13. Penyebaran lahan sawah di Provinsi Sulawesi Barat berdasarkan ketinggian
tempat m-dpl) ........................................................... ..............
.......
39
Tabel 14.
Luas
baku dan jenis irigasi lahan sawah di Provinsi Sulawesi Barat ...... 40
Tabel 15. Luas panen, produksi dan produktivitas padi sawah di Provinsi Sulawesi
Barat ............................................................................................... . 40
Tabel 16. Varietas padi dan masing-masing karakteristiknya . . . 41
Tabel17
Beberapa sifat kimia tanah lahan sawah di Provinsi Sulawesi Selatan ...
43
Tabel 18. Beberapa sifat kimia tanah
Ia
han sawah di Provinsi Sulawesi Barat . . 44
Tabel 19. Beberapa sifat kimia tanah lahan sawah di Provinsi Sulawesi Barat ..... 45
Tabel 20. Pdtensi indek pertanaman padi sawah di Provinsi Sulawesi Selatan 49
Tabel 21. Potensi indek pertanaman padi
sa
wah di Provinsi Sulawesi Barat ... . 53
Tabel 22. Data luas panen, produktivitas, dan produksi data hasil penelitian
dan
data
BPS
di Provinsi Sulawesi Selatan dan Bar at.
55
D FT R G MB R
Gambar
1
Diagram alir penyusunan data spasial indek pertanaman padi IP-400 dan IP
lainnya IP-300, IP-200, IP-100) ..........................................................
12
Gambar
2
Pola
hujan A di Kabupaten Takalar, Gowa, Makasar, Maras, Pangkajene
Kepulauan, dan Jeneponto .... .... .... ...... ...... 22- 23
Gambar 3
Pola
hujan B dan C
di
stasiun pengamat hujan Provinsi Sulawesi
Selatan . ... . ... . ... ... .... . . .... . .. . .. .......... ... . . .. ...... . . 24-26
Gambar
4
Keragaan pola hujan B dan C di beberapa stasiun pengamat hujan di Provin
si
Sulawesi Barat .....................................................
............................
29
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
7/69
Gambar
5
Keragaan pola hujan A dan C di Maras Mandai), Takalar Panakukang) dan
Bonne Katumpi dan Palattae) ......... ..........................................
.
47
Gambar
6
Kondisi saluran irigasi di dataran Kalaena Luwu Timur) dan sungai
Lamasi
Luwu Utara) ......... ........... .......... .......... ........... .......... ........ ........
50
Gam
bar
7 La
han sawah berpotensi untuk pengembangan padi IP-400 di data
ran
Kalaena, Mangkutana kiri) dan data ran sungai Lamasi kanan) ....
50
Gambar 8 Saluran irigasi dan hamparan lahan sawah potensial untuk padi IP-300 51
Gambar
9
Lahan sawah ditanami padi
2x
per tahun, irigasi dengan debit terbatas
kiri), dan sawah tadah hujan kanan) .... ......... . ..... ..... ..... ..... .......
52
Gambar 10. Panorama lahan sawah dengan IP-100 di Jeneponto dalam keadaan bera
kir i) dan di Bone kanan) dalam kondisi siap panen .... ...... ........... 52
D FT R L MPIR N
LAMPIRAN
1 Personal Pelaksana Penelitian .... ...... ................
.... .................
43
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
8/69
I PEND HULU N
1 1 Latar elakang
Arah dan kebijakan umum pembangunan pertanian adalah sistem pertanian
industrial berkelanjutan yang berdaya saing dan mampu menjamin ketahanan pangan
dan
kesejahteraan petani. Sedangkan sasaran kuantitatif dari pembangunan pertanian
sejak tahun 2007 adalah meningkatkan produksi komoditas utama pangan Irsal
Las
2008).
Pembangunan yang pesat
di
berbagai sektor telah mendorong terjadinya alih
fungsi lahan pertanian yang sebagian besar terjadi pada lahan sawah irigasi. Di P.
Jawa, alih fungsi
Ia
han sawah antara tahun 1999 sampai 2002 mencapai luas 167.150
ha dan di luar P. Jawa 396.009 ha Puslibangtanak, 2005). Setiap tahunnya tidak
kurang dari 110.000 ha, bahkan
ada
yang memperkirakan mencapai 145.000
ha
terjadi konversi lahan sawah subur
ke
non-pertanian Sinar Tani, 2007). Dilain pihak
kebutuhan pangan selalu meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Untuk tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 250 juta
jiwa dengan kebutuhan pangan sebesar 35,123 juta ton beras.
Berdasarkan Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia Puslittanak, 2000),
total luas wilayah daratan Indonesia adalah 188,2 juta ha, dan yang tergolong
potensial untuk pertanian seluas 94,1 juta ha terdiri dari lahan basah seluas 25,4 juta
ha lahan kering semusim 25,1 juta ha dan lahan kering tahunan 43,6 juta ha IAARD,
2007). Dari
total luas lahan
basah
25,4 juta
ha
seluas 8,5
jut ha di
antaranya telah
berstatus
l ~ n
sawah. Menurut Deptan 2004 d l m Adisarwanto, 2007), lahan sawah
di Indonesia yang beririgasi teknis mencakup areal seluas 2.209.200
ha
irigasi
setengah teknis 988.821 ha, dan irigasi sederhana 1.586.953 ha. Lahan yang masih
tercadang dan berpeluang untuk persawahan adalah sekitar 16,9 juta
ha
terdiri dari
lahan rawa seluas 3,5 juta ha dan lahan non rawa seluas 13,4 juta ha.
Dengan semakin terbatasnya ketersediaan lahan potensial untuk pencetakan
lahan sawah, sementara kebutuhan akan beras sebagai bahan makanan pokok terus
meningkat, maka salah satu upaya untuk meningkatkan produksi padi
di
lahan sawah
adalah dengan meningkatkan produktivitas dan indek pertanamannya. Peningkatan
produktivitas dilakukan dengan meningkatkan produksi per satuan luas ton/ha),
sedangkan peningkatan indek pertanaman dilakukan dengan meningkatkan luas tanam
atau luas panen per satuan luas per tahun.
Padi
sawah umumnya ditanami padi
dua
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
9/69
kali dalam setahun dan
sisa
waktu ditanami tanaman palawija.
Padi
sawah di dataran
tinggi
>
700
m dpl) hanya ditanami
padi
satu
kali
setahun karena pengaruh iklim yaitu
suhu
rendah dan penyinaran matahari relatif pendek sehingga tanaman padi berumur
panjang 6 bulan atau lebih).
Indek pertanaman padi maksimum dewasa ini adalah IP-300, artinya lahan
sawah ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Apabila tersedia benih super
unggul yang berumur 85 hari atau kurang, di daerah yang cukup air memungkinkan
untuk ditingkatkan IP-nya menjadi IP-400. Peningkatan IP-padi menjadi IP-400 akan
berhasil apabila, selain tersedia benih padi super unggul ultra genjah berumur
hari,
maka
dukungan pengendalian
hama
dan penyakit secara terpadu, pengelolaan
hara secara
terpadu dan spesifik lokasi, pengolahan tanah
secara
sederhana
dan
irigasi
hemat air, serta manajemen tanam
dan panen
yang efisien sangat diperlukan
BB
.
Penelitian
Padi,
2009).
Pada
kenyataannya tidak semua sawah irigasi dapat
ditingkatkan IP-nya menjadi IP-400, karena banyak faktor penentu yang tidak
bisa
dipenuhi, diantaranya kecukupan air sepanjang tahun yang sangat dipengaruhi oleh
kondisi iklim pola dan jumlah curah hujan), ketersediaan dan debit air irigasi terbatas,
jarak dari sumber air irigasi, kedalaman air tanah, sifat fisik dan kimia tanah, hama dan
penyakit, kondisi banjir/genangan
di
musim hujan,
dan
budaya masyarakat setempat.
Dewasa
ini benih padi yang tersedia adalah varietas sangat genjah berumur 90-104
hari yaitu Silugonggo, Inpari
1, dan
Dodokan; Varietas genjah berumur 105-124 hari
yaitu Ciherang, Mekongga, Cibogo,
Way Apo
Buru, Cigeulis, dan Situbagendit.
Sedangkan varietas
padi
unggul ultra genjah yang berumur
85
hari untuk
mendukung IP-400, masih dalam taraf penelitian BB. Penelitian Padi. 2009).
Pada
tahun anggaran T.A) 2009, penelitian identifikasi lahan sawah untuk
pengembangan padi IP-400 telah dilaksanakan
di Pulau
Jawa meliputi Provinsi Banten,
Jawa
Barat, Jawa tengah, DI. Yogyakarta,
dan
Jawa Timar yang mencakup luas lahan
sawah sekitar 3,566 juta
ha.
Dari luasan tersebut, 404.500
ha
diantaranya tergolong
lahan sawah potensial untuk pengembangan padi IP-400, dan seluas 434.300 ha untuk
IP-300. Sisanya hanya dapat dikembangkan untuk padi IP-200 dan IP-100. Faktor yang
membatasi indek pertanaman padi adalah rendahnya curah hujan tahunan terutama di
Jawa Tengah dan Jawa Timur serta terbatasnya debit air irigasi.
Untuk TA 2010, identifikasi lahan sawah untuk peningkatan IP dan
pengembangan
padi
IP-400 telah dilaksanakan
di
Provinsi Sulawesi Selatan
dan
Sulawesi Barat.
Kedua
provinsi tersebut dipilih karena merupakan sentra produksi
padi
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
10/69
di Kawasan Timur Indonesia, disamping telah direncanakan pengembangan padi IP-
4 pada
tahun 2010 dan 2011 seluas 80.000
ha BB.
Penelitian Tanaman Padi, 2009).
Total luas lahan sawah dikedua provinsi tersebut mencapai 616.162
ha
dengan luas
panen 869.015
ha
atau mempunyai indek pertanaman (IP) 141
BPS,
2008). Total
produksi padi mencapai 4.170.014 ton, dengan produktivitas sebesar
48
kwt/ha, lebih
rendah dibandingkan di Jawa yang mencapai
57
kwt/ha. Tipe lahan sawah didominasi
oleh sawah irigasi (termasuk irigasi sederhana) dan sawah tadah hujan. Penelitian
akan diawali dengan kegiatan deskwork yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian
lapangan.
1 2 Tujuan enelitian
Penelitian bertujuan untuk:
1). Melakukan karakterisasi dan identifikasi lahan sawah untuk peningkatkan
indek pertanaman dan pengembangan padi IP-400
di
wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Barat.
2). Delinasi spasial lahan sawah yang potensial untuk pengembangan
padi
IP-
400 dan IP-Iainnya (IP-300, IP-200,
dan
IP-100)
di
Provinsi Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Barat.
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
11/69
II
TINJ U N
PUST K
Lahan sawah
di
Indonesia pada tahun 2005 menurut data
BPS
(2007) mencapai
luas 7,89 juta ha, terdiri dari sawah yang mendapat fasilitas irigasi teknis luasnya 2,19
juta ha, sawah irigasi semi teknis 990 ribu ha, sawah irigasi sederhana 1,58 juta
ha,
sawah tadah hujan 2,09 juta ha, sawah pasang surut 658 ribu ha, dan yang lainnya
387 ribu
ha.
Lahan sawah irigasi menyebar
pada
berbagai agroekosistem yaitu;
1)
Agroekosistem dataran rendah elevasi
; 500
m dpl; 2) Agroekosistem dataran
menengah elevasi > 500 - < 700 m dpl; dan 3). Agroekosistem dataran tinggi elev
as
i
700 m dpl. Lahan sawah umumnya berada pada agroekosistem dataran renda h dan
dataran menengah, yang ditanami padi hingga 2 atau 3 kali dalam seta hun. Pada
agroekosistem dataran tinggi dengan kondisi terrain (lereng dan re lief) tidak
menguntungkan, sebaran lahan sawah umumnya sporadis fragmental) dengan luasan
yang relatif kecil.
Pada
agroekosistem dataran tinggi padi hanya ditanam 1 kali dalam
setahun (IP-100), karena faktor iklim dengan suhu udara yang rendah dan penyinaran
matahari yang pendek menyebabkan tanaman padi berumur lebih panjang >6 bulan).
Menurut Fagi dan Sinulingga (1999), lahan sawah
di
Indonesia terutama menyebar
di
Pulau Jawa sekitar 40 , dan 60 lainnya terdapat di berbagai lokasi di luar Jawa.
Kebutuhan beras sebagai bahan makanan pokok sebagian besar penduduk
Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah
penduduk. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka selain dengan
cara
ektensifikasi mencetak lahan sawah bukaan baru di luar Jawa, maka peningkatan
produktivitap juga harus dilakukan. Hingga saat ini produktivitas secara nasional sudah
cukup tinggi, sehingga akan sulit untuk meningkatkan produksi beras melalui
peningkatan produktivitasnya. Salah satu alternatif lain yang dapat ditempuh adalah
melalui peningkatan indek pertanaman (IP) padi yang umumnya masih 2 kali dalam
setahun (IP-200) untuk dapat ditingkatkan menjadi IP-300 atau IP-400. Artinya dalam
satu hamparan yang
sama
dapat ditanami padi sebanyak 3 atau 4 kali dalam setahun.
Peningkatan produksi padi melalui peningkatan indek pertanaman, memerlukan
sifat dan karakteristik lahan sawah tertentu. Lahan sawah yang sesuai untuk
pengembangan padi IP-400 harus memiliki kecukupan air minimum selama 11 bulan
(BB.
Penelitian Padi, 2009), serta didukung oleh sifat fisik dan kimia tanah yang baik.
Faktor lainnya adalah harus tersedia benih padi unggul ultra genjah berumur
85
hari
atau kurang serta tersedianya teknolog i terapan berupa pengendalian
hama dan
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
12/69
-
penyakit secara terpadu, pengelolaan hara (pemupukan) secara terpadu dan spesifik
lokasi, pengolahan tanah secara sederhana dan hemat air, serta manajemen tanam
dan panen yang efisien BB. Penelitian
Padi,
2009).
Ketersediaan air sangat tergantung
pada
kondisi iklimnya. Oldeman (1975)
membagi curah hujan bulanan dalam 3 kelompok yaitu bulan basah (curah hujan >200
mm/bln), bulan kering (curah hujan 200mm/bln, sesuai untuk
pengembangan padi sawah; curah hujan antara 100-200 mm/bln hanya sesuai untuk
tanaman palawija; sedangkan curah hujan < 100 mm/bln, t idak
sesuai
untuk tanaman
semusim. Bukan hanya jumlah curah hujan yang perlu dievaluasi akan tetapi distribusi
atau pola hujan juga akan menentukan ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman
padi. Troyer(1972) membagi 3
pola
curah hujan yaitu A,
B,
dan
C. Pola
A adalah pola
tunggal, menunjukkan ada perbedaan yang jelas antara musim penghujan dan musim
kemarau; pola B adalah pola tidak teratur, perbedaan antara musim penghujan dan
musim kemarau tidak nyata; dan pola C atau pola ganda, dalam setahun terjadi 2
kali
musim penghujan dan musim kemarau. Wilayah dengan kondisi iklim sangat
basah
akan dapat menjamin kebutuhan air untuk tanaman padi sepanjang tahun. Sedangkan
wilayah dengan kondisi iklim sedang, kering dan sangat kering, untuk IP-400,
memerlukan tambahan air irigasi dari sumber lain. Semakin kering zona iklimnya,
semakin besar air irigasi yang diperlukan.
Balit Agroklimat dan Hidrologi (2003) telah menyusun peta Sumberdaya I klim
Indonesia yang membagi wilayah berdasarkan wilayah hujan. Wilayah hujan d isus
un
berdasarkap jumlah curah hujan tahunan dan pola hujannya. Data terseb ut dapat
digunakan sebagai dasar untuk menentukan ketersediaan air sepanjang tahun untuk
padi sawah yang bersumber dari curah hujan. Sumber air lainnya, dapat juga berasal
dari air irigasi (waduk atau bendungan), pompa (sumur atau sumber air lainnya), atau
irigasi pasang surut, tergantung kondisi setempat. Model pengembangan padi IP-400
yang bertujuan untuk meningkatkan produksi beras, juga harus berdampak terhadap
peningkatan pandapatan dan kesejahteraan petani, kemandirian pangan di perdesaan
dan nuansa pembangunan nasional, dan penyediaan stok beras nasional yang juga
berpeluang untuk menjadikannya sebagai komoditas ekspor.
Tanah pada lahan sawah
di
dataran rendah
lowland)
didominasi (55 ) oleh
Aquepts dan Aquents (Sarwono eta/./ 2004), yang masing-masing merupakan subordo
dari ordo Inceptisols dan Entisols. Berdasarkan klasifikasi Dudal dan Soepraptohardjo
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
13/69
1957), tanah tersebut setara dengan jenis tanah Aluvial atau tanah Glei. Air tanah
pada
kedua subordo tersebut dangkal sehingga tanah selalu jenuh air, dan dicirikan
oleh warna tanah kelabu. Sedangkan tanah
pada
lahan sawah di daerah uplanci air
tanah umumnya dalam, akan tetapi karena intensif diirigasi, tanah pada lapisan atas
menunjukkan warna reduktif kelabu epiaquic), dengan warna oksidatif coklat
kemerahan di lapisan bawahnya.
La
han
sa wah yang ditanami padi terus menerus continuous rice kemungkinan
potensinya akan menjadi tidak sustainable apabila tidak dikelola dengan teknologi yang
tepat, karena akan terjadi penyerapan unsur hara atau pengurasan hara yang tidak
seimbang. Selain itu akan berpengaruh buruk terhadap sifat fisiko-kimia tanah sawah
yang bersangkutan Reeuwijk, 1983). Oleh karena itu, salah satu usaha yang d p ~
dilakukan adalah dengan mengatur dan menganeka ragamkan tanaman yang berasa l
dari multi varietas pada setiap hamparan lahan. Teknologi rekayasa ini akan
memperkuat daya sangga genetik
genetic buffering capacit/)
tanaman yang
bersangkutan, sehingga akan lebih toleran terhadap epidemi berbagai hama dan
penyakit Sumarno, 2007). Berbagai model pengembangan IP-400 perlu dikembangkan
disesuaikan dengan kondisi setempat spesifik lokasi).
Penggenangan tanah
pada lahan sawah akan menyebabkan terjadinya
perubahan sifat fisiko-kimia tanah, yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman padi Reeuwijk, 1983). Menurut Ponnamperuma 1976), penggenangan pada
lahan sawah akan menurunkan ketersediaan oksigen dalam tanah dan penurunan
potensial redoks Eh). Selain itu reaksi tanah cenderung mendekati netral pH 6,5 -
7,5),
r e u ~ s i Fe
dan
Mn,
peningkatan suplay dan ketersedian nitrogen, serta fosfor.
Penurunan potensial redoks Eh) sekitar 0,2 sampai 0,3 V akan sangat tergantung
kepada jenis tanah dan bahan induknya, namun umumnya Eh pada permukaan tanah
sawah sekitar 0,3 sampai 0,5 V. Perubahan Eh ini akan berpengaruh terhadap pH,
ketersediaan P, dan konsentrasi Fe
3
+,
Mn
2
+,
Ca
2
+
Mg
2
+, dan
Zn
2
+. Penurunan Eh akibat
penggenangan dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap pertumbuhan dan
produktivitas tanaman padi. Pengaruh positifnya yaitu meningkatnya pasokan N,
P,
K,
Fe,
Mn, Mo, dan Si, sedangkan pengaruh negatifnya adalah hilangnya nitrogen karena
denitrifikasi, selain itu akan menurunnya ketersediaan
S, Cu,
dan
Zn.
Nilai
Eh
yang
optimal adalah antara 10-120
mV
atau pF antara 0,2-2,0 pada
pH
tanah 7,0. Oleh
arena itu perlu adanya teknologi terapan untuk mengatasi masalah tersebut antara
ain melalui penerapan irigasi intermitten.
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
14/69
Diantara sifat fisik tanah yang paling berpengaruh pada pengembangan padi IP-
400 adalah tekstur tanah. Tanah yang bertekstur kasar bersifat porus, boros air dan
rawan kekeringan, sebaliknya tanah yang bertekstur liat dengan jenis mineral liat 2:1,
juga akan bermasalah terhadap pengelolaan lahan karena adanya sifat mudah retak
atau sus h diolah apabila kekurangan air. Sedangkan sifat kimia tanah yang perlu
diperhatikan adalah bahaya keracunan dan atau ketersediaan hara dalam tanah
sebagai akibat penggenangan yang terus menerus. Mirasol t
a/
2008)
mengemukakan bahwa penggenangan yang terus menerus p d padi sawah dapat
meningkatkan jumlah C dan N dalam tanah, apabila dilakukan pemupukan. Efisiensi
pemupukan akan sangat tergantung p d ketersediaan hara
di
dalam tanah.
Selama tanah sawah digenangi, air akan meresap ke dalam pori-pori tanah
yang akan menggantikan ruang udara, dan mikro organisme tanah akan menggunakan
bahan teroksidasi. Kemudian metabolit organik akan berperan untuk menggantikan
oksigen sebagai penerima elektron selama proses respirasi, akibatnya tanah dalam
suasana reduktif dan aerob
sec r
bergantian. Kondisi tanah demikian akan
berpengaruh terhadap ketersediaan hara, dan
k n
memproduksi bahan-bahan
beracun. Namun padi sawah akan dapat memanfaatkan kondisi lingkungan tanah yang
tergenang, karena sistem perakarannya mampu mendapatkan oksigen melalui
arenchyma dalam jaringan dan saluran ysigenus akar tanaman Armstrong, 1971).
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
15/69
III TUJU N D N M NF T
3 1 Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk melakukan karakterisasi dan identifikasi potensi
lahan sawah di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dalam rangka
meningkatkan indeks pertanaman padi, khususnya pengembangan padi IP-400, serta
melakukan delinasi spasial lahan sawah yang berpotensi untuk pengembangan padi IP-
400 dan peningkatan indek pertanaman padi lainnya IP-100, IP-200,
dan
IP-300).
3 2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi karakteristik lahan sawah
di
Provinsi
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat sebagai dasar untuk melakukan identifikasi
potensinya dalam meningkatkan indek pertanaman padi sawah. Karakteristik lahan
sawah yang dievaluasi meliputi kondisi iklim Uumlah
dan
pola/distribusi curah hujan
tahunan), ketersediaan air irigasi bendungan dan sumber air lainnya), kondisi tanah,
genangan di musim penghujanjbanjir, adanya bahaya salinitas/garam, existing indek
pertanaman, dan produktivitasnya. Parameter tersebut akan dievaluasi dengan
memanfaatkan Sistem Informasi Geografis SIG) untuk menetapkan indek pertanaman
padi sawah. Dengan mengetahui luas lahan sawah, indek pertanaman
padi , serta
produktivitasnya, dapat dihitung jumlah produksi padi maksimum
yang
da pat
dihasilkan. Data produksi ini menjadi sangat penting untuk pengamb il
keb
ijakan da la
rangka menyusun perencanaan stok pangan di daerah ataupun secara n
as
ional
Apapila stok pangan melalui peningkatan indek pertanaman sudah tidak dapa
diharapkan lagi, maka kebijakan pemerintah dalam meningkatkan produksi beras
melalui ektensifikasi atau pencetakan sawah baru akan merupakan pilihan akhir se lain
dengan cara menganekaragamkan sumber karbohidrat lain sebagai bahan pangan.
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
16/69
7
IV METO OLOGI
4 1 Bahan Penelitian
Untuk mendukung program peningkatan IP dan pengembangan padi IP-400,
untuk
TA
2010 telah dipilih provinsi Sulawesi Selatan
dan
Sulawesi Barat.
Bahan
dan
alat penelitian yang telah dimanfaatkan dalam penelitian ini terdiri dari:
1.
Peta lahan sawah abadi Provinsi Sulawesi Selatan dan Barat skala 1:250.000
BBSDL,
2000). Peta ini berisi informasi terdiri dari: delinasi lahan sawah, jenis
lahan sawah irigasi dan tadah hujan), IP-existing, dan produktivitas.
2. Atlas Sumberdaya Iklim e r t a n i ~ m Indonesia Skala 1:1.000.000 Balit. Agroklimat
dan Hidrologi, 2003). Peta ini berisi informasi terdiri dari: Distribusi curah hujan
tahunan, wilayah hujan, jumlah bulan basah >200 mm/bln), bulan lembab 100-
200
mm/bln), dan bulan kering
<
100 mm/bln),
dan zona
iklim. Disamping data
spasial, juga tersedia data tabular curah hujan rata-rata bulanan untuk stasiun
iklim
di
Provinsi Sulawesi Selatan dan Barat serta lokasi stationnya masing-masing.
3. Peta dasar skala 1:250.000 yang memerlukan beberapa editing disesuaikan dengan
kondisi lahan sawah skala 1:50.000.
4. Peta Rupa
Bumi Indonesia skala 1:50.000.
5. Peta
Tanah Tingkat Tinjau Provinsi Sulawesi Selatan dan sebagian Provinsi
Sulawesi Barat, skala 1:500.000 Lembaga Penelitian Tanah, 1967).
Peta
ini berisi
informasi mengenai jenis tanah, relief, dan bahan induk tanah.
Peta
tanah dengan
skala lebih besar tersedia dari hasil Pemetaan Tanah Semi Detil Daerah
Sadangf,Mamasa, skala 1:50.000 Puslittanak, 1994); Pemetaan Sumberdaya Lahan
Lembar Butu, Tana Toraja, skala 1:50.000 Faperta, IPB., 1991); Survey dan
Pemetaan Tanah
Semi
Detil, Daerah Irigasi
Sadang
Utara, Pinrang,
skala
1:25.000
Fatemeta, IPB., 1975); Penelitian
Daya
Dukung Pertanian
DAS
Sadang Hulu , skala
1:50.000 Puslittanak, 1994); Pemetaan Tanah
Semi
Detil Daerah Mangrove,
Kabupaten Luwu, skala 1:50.000 Puslittan, 1990); dan
Semi
Detailed Soil survey o
The Takalar Sugarcane Project Area, scale 1:50.000 Soil Research Institute, 1975).
6. Citra satelit
7. Bahan
untuk komputer
dan ATK
8.
Peralatan
Ia
pang terdiri dari: bor tanah, munsell soil colour ch rt GPS, abney level,
pH
Truogh, meteran, pisau lapang, kantong plastik, dan form isian data card).
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
17/69
4 2 etoda penelitian
Penelitian diawali dengan kegiatan deskwork dilanjutkan dengan penelitian
verifikasi lapangan, pengolahan data, dan penyusunan laporan.
4.2.1 Deskwork
Kegiatan deskwork atau persiapan meliputi kegiatan koordinasi dengan seluruh
anggota tim, dilanjutkan dengan pengumpulan data dan analisis karakteristik lahan
sawah sebagai dasar untuk menyusun peta analisis indek pertanaman padi.
Pengumpulan data : Data yang dikumpulkan terdiri dari peta rupa bumi Indonesia
skala 1:50.000 dan skala 1:250.000, peta lahan sawah, peta iklim, peta irigasi, peta
tanah, peta indek pertanaman padi existing), citra .sate it, OEM peta administrasi
kabupaten
dan
kecamatan), ketinggian tempat dari muka laut, serta bahan
dan
alat
penelitian.
Ana/isis karakteristik ahan:
Peta
analisis indek pertanaman padi sawah disusun
menggunakan parameter tipe lahan sawah irigasi dan tadah hujan),
zona
iklim
sangat basah, basah, sedang, kering, sangat kering), status irigasi teknis, semi
teknis, sederhana, dan tadah hujan), tekstur tanah sangat halus, halus, sedang,
kasar), kondisi banjir/genangan, dan ketinggian dari muka laut. Sebagai keterangan
tambahan adalah existing indek pertanaman dan wilayah administrasi kabupaten atau
kecamatan. Semua data spasial tersebut dianalisis dengan memanfaatkan
SIG
dengan
cara
overlay untuk menetapkan indek pertanamannya. Sebelum overlay, terl
eb
ih
dahulu disusun algoritma atau prosedur penentuan indek pertana man pad i
berdasarkan parameter tersebut di atas. Contoh algoritme pada Tabel 1 menggunakan
parameter fklim basah dan kering), irigasi teknis dan tadah hujan), tekstur halus,
sedang, kasar), dan genangan ada
dan
tidak).
Pada Tabel 1 untuk wilayah dengan iklim sangat basah dengan ketinggian
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
18/69
penanaman padi adalah salinitas yang disebabkan oleh adanya intrusi air laut. Hal
tersebut akan lebih nyata untuk wilayah beriklim kering
di
daerah dataran pantai.
Tabel
1:
Contoh algoritma penentuan indek pertanaman IP) padi sawah
Zona Iklim* Jenis Irigasi Tekstur
Banjir/
Indek Pertanaman IP)
Padi
genangan
4 3
2
1
Sangat basah
Teknis
Halus Tanpa
X
Ada
X X
Sedang
Tanpa
X
Ada X X
Kasar
Tanpa
X
Ada X X
Tadah hujan
Halus
Tanpa
X
Ada
X
Sedang Tanpa X
Ada
X
Kasar
Tanpa
X
Ada
X
Kering Teknis
Hal us
Tanpa
X X
Ada X
Sedang
Tanpa
X X
Ada X
Kasar Tanpa
X
Ada X
Tadah hujan
Hal us Tanpa X
Ada
X
Sedang
Tanpa
X
Ada
X
Kasar
Tanpa
X
Ada X
Keterangan: * Menurut peta wilayah hujan Baliklimat
dan
Hidrologi, 2003)
Apabila air irigasi berkecukupan selama 11 bulan atau lebih, tanpa terjadi
genangan/banjir di puncak musim hujan, ketinggian < 700 m dpl, maka
p r m e t e ~
iklim tidak berpengaruh terhadap penentuan indek pertanaman padi. Wilayah demikian
sangat potensial untuk pengembangan padi IP-400. Dalam kaitannya dengan
kebutuhan air, tekstur tanah yang kasar dan atau pengaruh salinitas yang tinggi, akan
dapat diatasi apabila tersedia air dalam jumlah yang cukup sepanjang tahun. Namun
dalam kenyataannya,
ada
korelasi yang kuat antara debit air irigasi dengan besarnya
curah hujan di daerah tangkapan hujan catchment area). Di daerah beriklim kering,
debit air irigasi akan lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang beriklim lebih
basah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
di
daerah dengan iklim
basah
atau
sangat basah, air irigasi cukup, maka tanpa memperhatikan faktor lainnya, lahan
sawah bersangkutan sangat potensial untuk
p e n g e m b ~ m g n
padi IP-400. Untuk tanah
bertekstur kasar yang mempunyai sifat rawan kekeringan daya retensi air rendah),
apabila tidak cukup air irigasi untuk 11 bulan atau lebih, seperti yang disyaratkan untuk
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
19/69
pengembangan padi IP-400 (BB. Penelitian Tanaman Padi, 2009), kemungkinan hanya
potensial untuk padi IP-200 atau IP-100. Demikian pula untuk lahan sawah yang
terletak di data ran tinggi >700 m dpl), penyinaran matahari yang kurang akan
mengakibatkan umur tanaman padi lebih panjang. Oleh karena itu lahan sawah di
dataran tinggi hanya dapat dikembangkan untuk padi IP-300, IP-200 atau IP-100.
Diagram alir kegiatan penyusunan peta indek pertanaman padi sawah disajikan pada
Gambar 1
itra
Lahan
Sawah
I
Sate lit
I
Peta Tematik
(irigasi , tadah
hujan
, ra
(Peta Tanah, rigas
i rupa
wa pasang-surut)
bumi
,
dan
hidrogeologi )
c::J_
-D-
c::J_
Zona lklim
Status
lrigasi Tanah
(Jumlah BB,
BK
(T
eknis
,
tadah
(Tekstur
,
salinitas
,
Curah hujan tahunan)
hujan
,
pasang- bhn
sulfidik)
surut,
rawa)
Peta
lndikasi
Kedalaman Air
Tanah
Peta
Existing
lndek perta
naman
padi
Verifikasi
Lapangan
D
Penyusunan Algoritma
Analisis
GIS)
Peta Sawah Potensial untuk
Pengembangan Padi
IP-400
dan IP lainnya
300,
200, 100)
Gambar 1. Diagram alir pe nyusunan data spasial indek pertanaman padi
IP-400 dan IP la innya IP-300, IP-200, IP-100)
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
20/69
Peta
analisis indek pertanaman padi, sebelum dilakukan verifikasi di lapangan,
terlebih dahulu dicek kembali dengan data indek pertanaman padi saat ini. al tersebut
dilakukan dalam rangka melakukan evaluasi baik terhadap peta yang dihasilkan
maupun terhadap algoritma yang disusun. Dengan cara ini, algoritma akan
disempurnakan dan peta hasil analisis akurasinya dapat ditingkatkan. Peta hasil analisis
yang telah dievaluasi, selanjutnya diverifikasi di lapangan. Sebelum
ke
lapangan,
ditetapkan
k y
area atau daerah kunci yang mewakili wilayah pengamatan di lapangan.
Daerah kunci dipilih berdasarkan penyebaran terluas
pada
berbagai indek pertanaman,
zona
iklim, tipe lahan sawah, jenis irigasi, tekstur tanah, dan mudah dijangkau.
4.2.2 Verifikasi lapangan
Karakteristik lahan sawah yang diamati adalah macam lahan sawah, status dan
kondisi air irigasi, kedalamani muka air tanah, banjir/genangan, karakteristik tanah
tekstur, salinitas), juga faktor pendukung lainnya yaitu existing indek pertanaman,
varietas padi yang ditanam, produktivitas,
masa
tanam dan panen, dan hama penyakit.
Data tersebut akan diperoleh baik dari hasil pengamatan di lapangan melalui
wawancara dengan petani, ataupun data sekunder dari instansi terkait di daerah.
Ketidak sesuaian indek pertanaman padi antara peta hasil analisa dengan fakta di
lapangan, akan secara langsung dikoreksi di lapangan, yang selanjutnya distribusinya
secara spas ial akan dikoreksi kembali dengan menggunakan citra satelit.
Untuk mengetahui tekstur dan sifat kimia tanah secara kuantitatif akan diamb
il
contoh tanahnya untuk dianalisa
di
laboratorium. Lokasi pengambilan akan dipilih
pa
da
lokasi yang representatif dan mewakili daerah cukup luas. Contoh tanah hanya akan
,
diambil pada lokasi yang potensial untuk pengembangan padi IP-400 atau IP-300
berdasarkan kedalamannya lapisan atas dan lapisan bawah).
4.2.3 Pengolahan data
Kegiatan pengolahan data diawali dengan memilih contoh tanah dan
menetapkan jenis analisanya. Jen is ana lisa tanah dapat berbeda antara satu tanah
dengan lainnya. Sebagai contoh, tana h di dataran pantai berbeda dengan tanah yang
di ambil dari lahan sawah irigasi dataran volkan. Tanah pantai perlu analisa kandungan
bahan sulfidik atau salinitasnya, seda ngkan tanah dari lahan sawah irigasi dataran
ol kan hanya akan dianalisa standar karena tida k mengandung unsur-unsur berbahaya
sep erti salinitas atau adanya bahan sulfidik.
Pengo
l
ahan
data lainnya adalah
has
il
:.awancara dengan petani atau dari instansi setempat. Data yang diolah, hasilnya akan
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
21/69
digunakan sebagai data masukan untuk menetapkan indek pertanaman padi sawah .
Pengecekan selama
di
lapangan sifatnya hanya
point
maka distribusinya
secara
spasial
perlu diverifikasi dengan memanfaatkan citra satelit. Berbagai parameter dapat
digunakan untuk mengidentifikasi lahan sawah
pada
citra antara lain dengan
memperhatikan greytone pola, dan atau macam penggunaannya. Dengan cara ini,
delinasi batas satuan lahan indek pertanaman padi akurasinya dapat ditingkatkan.
4.2.4 Penyusunan Laporan
Tahap akhir adalah penyusunan laporan terdiri dari naskah dan peta.
askah
laporan akan memuat uraian hasil-hasil penelitian lahan sawah yang po tensia l
pengembangan padi IP-400 dan IP-Iainnya di Provinsi Sulawesi Se latan da l Ba;c
dalam bentuk data tabular. Sedangkan penyebarannya disaj ikan secara
spas
ial
aa
a
bentuk peta indek pertanaman padi sawah. Penyajian
da
ta sp
as ial
dilakukan dengan
memanfaatkan Sistem Informasi Geografi (SIG) pada skala 1:250.000. Melalui
pendekatan ini akan dapat diketahui luas tanam atau luas panen padi per satuan
waktu di seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
dan
Sulawesi Barat. Sedangkan
produksi total, dapat diprediksi dengan mengetahui produktivitasnya. Selain data
spasial, hasil penelitian juga akan menyajikan data tabular per kabupaten untuk
mengetahui dengan mudah dan cepat kabupaten mana yang potensial untuk
pengembangan padi IP-400.
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
22/69
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5 1 lkl m dan Potensi pengairan
Evaluasi data iklim sangat penting dilakukan sebagai dasar untuk mengetahui
potensi ketersediaan air untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman. Faktor iklim yang
semula dianggap sebagai konstanta dalam produksi pertanian, ternyata merupakan
variabel yang tidak dapat dikendalikan dan mempengaruhi hampir semua aspek
pertanian mulai dari pemilihan komoditas tanaman, pola tanam, saat tanam, teknik
budidaya, produktivitas, hama dan penyakit, dan lain sebagainya. Oleh karena itu
upaya yang dapat dilakukan adalah menyesuaikan perencanaan kegiatan pertanian
dengan sifat dan karakteristik dari iklim setempat.
Oi
antara komponen iklim,
karakteristik curah hujan yang mencakup intensitas
dan distribusinya merupakan faktor
utama yang berpengaruh terhadap ketersediaan air baik untuk keperluan irigasi
maupun untuk kebutuhan tanaman secara langsung. Kondisi iklim juga akan sangat
berpengaruh terhadap tipe penggunaan lahan termasuk pola tanam pada lahan sawah
yang terkait dengan indek pertanaman
padi
sawah dengan tanaman lainnya
Tabel 2 Kriteria zone agroklimat menurut Oldeman 1975).
Zona
Agroklimat Bulan Basah BB) Bulan Kering BK)
>200 mm/bulan) < 100 mm/bulan)
A
>9 6
E1
0-2
0-1
E2
0-2 2-3
E3
0-2 4-6
E4
0-2
>6
Untuk pertumbuhan tanaman padi, Oldeman 1975) membagi curah hujan
bu
lanan rata-rata >200 mm sebaga i bu
lan
basah BB), dan bulan lembab BL) dengan
curah hujan bulanan rata-rata antara 100-200 mm. Wilayah dengan bulan basah dapat
ditanami padi sawah, sedangkan wilayah dengan bulan lembab hanya dapat ditanami
palawija dan padi gogo. Untuk wilayah dengan curah hujan bulanan rata-rata
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
23/69
mm atau bulan kering BK) tidak sesuai untuk ditanami tanaman semusim.
Berdasarkan jumlah
BB
dan BK, Oldeman 1975) membagi wilayah ke dalam 5 zona
agroklimat yaitu A s/d
E.
Zone A atau
zona
iklim
basah
dicirikan oleh jumlah
BB
selama
>9 bin, sedangkan zone E atau
zona
iklim kering dicirikan oleh jumlah
BB
selama <
bulan. Zone
B, C
dan D mempunyai jumlah
BB
bervariasi antara 3 dan 9 bulan Tabel
2). Masing-masing zone dibagi lebih detil
ke
dalam sub-zone berdasarkan jumlah
BK-
nya. Wilayah dengan periode bulan
basah
selama 3 bulan berturut-turut dapat
ditanami padi sawah sekali dalam setahun IP-100), sedangkan untuk ditanami padi 2
kali IP-200) harus tersedia bulan basah selama 7 bulan berturut-turut Oideman,
1975). Zona agroklimat B dan A masing-masing dapat ditanami padi 3 kali IP-300)
dan 4 kali IP-400).
Karakteristik curah hujan tidak hanya ditentukan oleh jumlah BB dan BK saja,
akan
tetapi sangat penting diketahui adalah distribusi curah hujan atau
po
la hujan.
Pola
atau tipe hujan pertama kali diperkenalkan oleh Boerema
1
941) yang membagi
Jawa dan Madura ke dalam
69
tipe hujan, sedangkan untuk luar Jawa
ke
dalam
82
tipe
hujan. Untuk Sulawesi Selatan, Boerema membagi wilayah tersebut
ke
dalam 5 tipe
hujan yaitu tipe 47, 48, 49,
50,
dan
51.
Pembagian tipe hujan yang lebih sederhana
diperkenalkan oleh Troyer 1976) dengan membagi pola hujan
ke
dalam 3
pola
yaitu:
Pola A,
B,
dan
C.
Balit Agroklimat dan Hidrologi 2003) menambahkan 1 pola curah
hujan yaitu
D:
1.
Pola hujan A atau pola hujan tunggal simple
waves
yang menunjukkan dalam
satu tahun hanya terjadi satu periode musim hujan dan musim kemarau. Perbedaan
curah hujan antara musim penghujan dan musim kemarau sangat nyata. Puncak
I
hujan tertinggi terjadi pada akhir dan awal tahun, sedangkan curah hujan terendah
atau musim kemarau terjadi
pada
bulan Juli-Agustus-September.
2. Pola
hujan 8 atau pola hujan berfluktuasi multi
waves .
Kondisi ini memberikan
gambaran tidak jelas antara curah hujan di musim penghujan dan musim kemarau.
Besarnya curah hujan bulanan tidak teratur atau curah hujan hampir merata
sepanjang tahun.
3. Pola
hujan Catau pola hujan ganda double
wave .
Pola ini memberikan gambaran
bahwa dalam setahun terjadi 2 kali puncak curah hujan tertinggi dan 2
kali
curah
hujan terendah.
4. Pola
hujan D adalah pola hujan tunggal akan tetapi puncak hujan terjadi pada
bulan Juli-Agustus.
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
24/69
Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia Balitklimat dan Hidrologi, 2003)
membagi wilayah hujan berdasarkan curah hujan rata-rata tahunan, jumlah bulan
basah BB), bulan kering BK), dan bulan lembab BL). Berdasarkan besarnya curah
hujan rata-rata tahunan, wilayah hujan dibagi 6 yaitu wilayah I s/d VI, sedangkan sub
wilayah dibagi berdasarkan pola hujan A s/d D). Untuk tujuan IP-400, ketersediaan air
dinilai dengan memperhatikan jumlah curah hujan tahunan dan polanya yang membagi
wilayah ke dalam beberapa
zona
iklim yaitu: sangat basah, basah, sedang, kering, dan
sangat kering Tabel 3).
Tabel
3. Zona
iklim berdasarkan wilayah hujan, bulan basah, bulan lembab,
dan
bulan
kering.
Bulan
Bulan Basah
'
Curah Hujan
Wilayah
Kering Bulan Lembab
Zona
Tahunan
Hujan
(200
Iklim
mm) mm/bln) mm/bln) mm/bln)
mm/bln)
A
7-10 4
3
2
Sang at
I
I
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
25/69
5 1 1 Provinsi
Su
lawes i
Se ~
Data
iklim
be
rupa
da
ta curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan, wilayah
hujan, dan zona iklim untuk masing-masing stasiun pengamat hujan di Provinsi
Sulawesi Selatan dis
aj
ikan pad a Tabel 4,
5,
dan 6. Berikut disajikan uraian mengenai
karakteristik curah hujan, wil
ay
ah hujan,
pola
hujan, dan
zona
iklimnya.
1). Karakteristik curah hujan
Potensi iklim yang dinilai dari besarnya curah hujan dan distribusinya
menunjukkan adanya va
ri
as i y
ang
sangat besar antara dataran pantai dengan daerah
perbukitan/pegunungan. Beg itu pula antara pantai barat yang dipengaruhi angin
musim barat mempunyai distribusi curah hujan yang berbeda dengan panta i timur
yang dipengaruhi angin pasat tenggara atau angin musim timur. Pengaruh angin
musim barat terlihat
di bag
ian pantai barat yaitu Jeneponto, Takalar,
Gowa, Ma
k
asa r,
Maras,
Pangkep, Baru,
dan
Parepare
yang
memberikan periode hujan
di
akhir dan
awa
l
tahun, dengan pola hujan A. Pada waktu yang sama, di bagian pantai timur ya itu
Bulukumba, Sinjai, Watampone, dan Bone merupakan daerah bayangan hujan atau
musim kemarau. Pantai timur yang dipengaruhi angin pasat tenggara atau ang in
musim timur, periode hujan terjadi antara Mei-Agustus dengan
pola
hujan B,
sedangkan
pada
waktu bersamaan, pantai barat
akan
merupakan daerah bayanga n
hujan atau musim kemarau. Daerah yang terletak di sebelah selatan G. Lompobatang,
pengaruh angin barat maupun angin timur tidak jelas,
akan
tetapi
pola
hujar
menunjukkan daerah Bulukumba
dan
Bantaeng menyerupai
pola
bagian timur po1a
hujan B , sedangkan Jeneponto menyerupai
pola
bagian barat pola hujan A . Wi layah
di
bagian utara yaitu Soppeng, Tanatoraja,
Luwu
Timur, dan
Luwu
Utara, mempunyai
curah hujan tinggi hampir merata sepanjang tahun. Daerah ini berdekatan deng an
daerah pertemuan angin timur dan angin pasat tenggara dengan pola hujan B atau C
2) Wilayah hujan
Wilayah hujan adalah pembagian wilayah berdasarkan besarnya curah hu jan
rata-rata tahunan. Provinsi Sulawesi Selatan dibedakan dalam 5 wilayah hujan
ya
itu
wilayah hujan I s/d V. Wilayah hujan I atau wilayah hujan terkering menyebar di
bagian selatan yaitu Kabupaten Jeneponto
dan
Bantaeng dengan total curah hu j an
berkisar antara 908-989 mm/tahun Tabel 4,
5, dan
6). Wilayah hujan dengan tota l
curah hujan antara 1.000-2.000 mm/tahun menyebar
di
62 stasiun pengamat hujan
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
26/69
meliputi Kabupaten Jeneponto Parepare Sidrap Soppeng Bantaeng dan sedikit di
Kabupaten Gowa Takalar dan Luwu Utara.
Tabel 4. Curah hujan rata-rata bulanan di wilayah Kabupaten Gowa Takalar Makasar
dan Maras Provinsi Sulawesi Selatan.
Curah
hujan bulanan rata-rata mm)
abupatenl
Station
Jan
Peb
Mar
Apr Mei
Jun Juli Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Total Wilayah Zona
mm) hujan iklim
Gowa
Garing
291
250 233
228
Barembeng
570
455
298
121
Kobang/Katangka 393 455 217
113
Malakaji
396 302 282 257
Mandale 615 499 272 138
Tete Batu
Cambaya
727 585 351 202
Tete Batu
I
586
5 1
343 223
Tinggi Mae 576 377 371
118
Bili-bili
Bonto-bonto
Bontosunggu
Lombosong
Pattalla
ssang
Parang-parang
Takalar
554
462
348
3 1
829 641 479 380
560
513
472
303
845 711
480 415
679
519
488
383
689 664
573 392
Bonta Kadatto 380
Lengkese 496
Jenemarrung 534
Bajeng 534
Bon o Kassi 632
Cakura
467
Campagaya
629
Palekko 615
Panakukang
653
Sanro Bone/
Tonasa 570
Sungguminasa
639
Takalar DPU) 496
Ko,Mara/Malolo 570
Makasar
346 172
320
150
434 414
418 269
421
215
348 297
497 295
408 321
548
324
409 248
435 312
443 224
412
359
112
107
182
132
1 1
195
136
189
169
115
226
109
298
Tamangapa
PAM
Hasanudd
in
Maras
Mandai
Manrimisi
Batubasi
Bonti-bonti
Bt.Kappong
Minasa baji
Pakelli
Selojirang
Tanralili
582 464 272 166
611 495 369
185
687 598 441 265
661
596
649
685
681
649
731
689
712
480 335 234
613 320 216
557 406 280
550
413
269
547 439 351
564 516 228
560 379 287
567 367 255
551
420
306
Sumber: Balit
Agroklimat dan
Hidrologi 2003).
121
93
54
71
37 58
59 35 41
176
143 82
91 45
57
118 60 58
110
75
99
68 80 1 1
134
85
173
171 99
69
260
161
79
249 164 78
237 92
98
249
120
107
70
36 37
76 40 104
76
52 48
108 32 34
51 32 48
64
47
83
108
52
51
93 49 62
79 45 37
67 70 25
97
56 45
85 36 38
143 43
80
106 57
90 64
134 123
35
35
58
125 86 46
148 78 59
186
70
73
167
94 68
189 66 96
139 80
161
176 122 100
155
61
61
186 103 75
10
37
24
33
22
41
20
42
51
37
34
33
39
60
33
12
21
9
18
31
24
27
15
11
13
18
26
18
19
20
40
13
22
23
17
21
46
16
19
40
51
198
356
1925
IIC
13 44 166 472
2342 lilA
36 79
174 436
2062 lilA
42 53 269 334 2369 lilA
56 71
230 567
2663 lilA
43 71 205 540 3001 lilA
52 81 232 410 2732 lilA
42 55
197
637
2664
lilA
108
106
323 578 3223
IVA
79 111 331 693 3919 IVA
26
152
350
464 3374
IVA
33 70 274 639
3991 IVA
41
1 1
360 677
3714 IVA
80
149
426 610 4119 VA
31
46 153
390
1806 IIA
11 33 128 326
1803
IIA
50
85 209 407
2512 lilA
49 66
196
442 2289 lilA
25
80 179
467 2269 lilA
52
134
232 382 2332 lilA
49 68
151 510 2570 lilA
35 100 200 517 2616
lilA
28 44 205 560 2707 lilA
36
55
156
383 2145 lilA
23 51 208
445 2550
53 52
170 444 2168
104 251 308 524
3118
38 78 215 447 2478 lilA
20 60
206
567 2721 lilA
32
87 280 646 3371
IVA
33
66
240 523 2869 lilA
43 83 288 513 2970 II/A
65
142
381
605
3436 IVA
59 145 335 616 3424 IVA
58 148 380
633 3605
IVA
57
109 306 622
3452
IVA
105
194
321 613
3634
IVA
25 96 296 550 3138
IVA
70 155 416 720
3733
IVA
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Basah
Basah
Basah
Basah
Basah
Basah
Kering
Kering
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedar>;;
Se ::aro;
S e : ~ ·:
Easa;
Sedang
Sedang
Basah
Sedang
Sedang
Basah
Basah
Basah
Basah
Basah
Basah
Basah
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
27/69
Tabel 5. Curah hujan rata-rata bulanan di Kabupaten Pangkajene Kepulauan
Jeneponto Parepare Pinrang Bone, Sinjai dan Sidrap
Kabupaten/
Station
Curah hujan bulanan rata-rata
mm)
Total Wilayah Zona
Jan
Peb Mar Apr
Mei
Jun l
Agt
Sep
Okt Nop_
Des
mm) hujan
iklim
Pangkajene
Kepulauan
Manggalung
560 370
426
448
Marang 610
Matampa 656
Baleangin
Pangkajene
Segeri,
Tabo-tabo
Jeneponto
Bulo-bulo
Pakaterang
Pamisorang
Gantingan
Paitana
TamanRoya
Taroang
Bend.Kelara
Tanrang
Topa
681 537
535 466
596 548
721 612
205
177
211 106
208 185
370
174
201 196
329 189
235
203
275 275
443 356
573 497
Parepare dan Pin rang
Amparit
121
138
266
250
Pertanian 293
Labukkang 331
Bungi Pinrang)
Bone
Simp.Binange
Bengo
Unyi
Cellu DPU)
Katumpi
8iru
Macope
Marada
Palattae
Tanete
Sinjai
Arango
Sinjai
8alakia
Kalibong
Siwa
8ikeru
Palangka
Sid
rap
8ulo
8ulutimorang
Lagading
Talawe
o d d i r a ~
156
108
469 415
116 124
129
87
389 314
195
144
184 146
123 118
116 120
185
218
153
141
126 124
118 226
213 164
311
241
153
141
255 224
627 362
107 99
112
108
69
82
9 93
132
129
284
380
340
430
395
415
406
89
112
76
129
141
99
212
204
308
219
173
239
353
192
366
189
186
264
196
262
186
158
164
203
148
151
217
234
158
268
379
170
146
119
161
207
Sumber:
8alit Agroklimat
dan Hidrologi
2003).
210
233
204
117
140
128
126
84
5
33
35
47
23
28
12
329
131
86 74 20
197 182
86
133 29
279 254
178 77
3
354 146 98 80 22
73 105 76 5 8
93 69 58 30 7
69 70 53 49
8
85 84 101 74
9
9 120 88 78 13
85 62 48 2
16
96
89
108 85
16
214 210 87 105
2
191 151 154 87 25
142 78 54 27
162
243
293
7
146
158
154
95
60
209 194
169
227
147 77
180 263 200
188
268 246
230
195 136
309
339 313
319 366 311
280 332 302
262
279
295
285 296
302
234
295
240
157
182
195
299
505 428
207 239 278
301 293 402
221
334 268
300 430 372
545 478 453
262
299 191
221
248 173
170 338 229
216 257
215
243
290
233
7
7
65
85
53
39
87 58
53 33
174 59
190 99
115 64
279 127
251 117
265 79
313 166
319
156
194 120
172
76
282
144
307
95
238 125
202 125
355 156
350 88
185
129
136 85
243
167
138
87
216 96
20
27
48
80
66
100
303
285
289
592
678
393
2718 lilA
2992
lilA
2716 lilA
40 138 442
658
3566
IVA
5 120
270
568
3032
IVA
45 142 347 628 3540
IVA
38
134
401 770
3782
IVA
6
24 37 138 989
lA
35
52 150
925
lA
6
2 43 138 926
lA
5
32
79 234 1376 IIA
17
44 116
211
1316
IIA
5
16
88
180
1138 IIA
42 7 153 1321
IIA
24
89 154
320 1978
IIC
20
44
155 266 2200 lilA
7 60 7
325 2160
lilA
62
50
78
87
97
48
58
75
112
108
8
100
112
116
33
101
42
48
99
73
48
118
108
137
85
89
107
103
77
108
118
78
79
109
98
8
65
107
131
143
48
64
75
96
110
96
150
123
99
136
68
83
111
185
192
126
316
134
116
196
161
111
96
84
134
132
99
89
157
160
127
139
183
115
129
87
89
128
142
437
492
1597
8
2181 IIIB
2388
IIIC
202
1696 8
545 2863 IIIC
159 1724 8
126 1772
8
353 2440 lilA
159 2432
IIIC
168 2424
IIIC
120 2047
IIIC
151 2151
IIIC
140
2442
IIIC
170
2141 IIIC
138
1498
8
111
2518
IIIC
233 2227
IIIC
419 2868 IIIC
203 2141
IIIC
355
3023
IV8
530 4193 vc
125 1923
8
128 1693
8
57 1834 liB
108 1608 8
128 1974 liB
Sedang
Sedang
Sedang
Basah
8asah
Basah
8asah
S.kering
S.kering
S.kering
Kering
Kering
Kering
Kering
Sedang
Sedang
Sedang
Kering
Sedang
Basah
Kering
Basah
Kering
Kering
Sedang
Basah
Basah
Basah
Basah
8asah
Basah
Kering
8asah
Basah
Basah
Basah
8asah
Basah
Kering
Kering
Kering
Kering
Kering
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
28/69
Tabel 6.
Curah
hujan rata-rata bulanan wilayah Kabupaten
Soppeng,
Tanatoraja
Bantaeng
Luwu, dan
Luwu
Utara
Kabupaten/
Station
Soppeng
Attang
Salo
Congko
Lalange
Lappajung
Lattapareng
Leworeng
Malanro
Pajalessang
Sero
Watansopeng
Umpungeng
Salobunne
Attang Salo
Tana
Toraja
Leon
Makale
Mebali
Salualo
Ulusalu
Pangala
Rantepao
T.Kalua
R
Pangli
Bantaeng
Panaikang
Moti
Onto
Luwu
Utara
Mulyorejo
Banyurip
BKVI
Pembasian
Sukamaju
Katulungan
Masamba
Rante Damai
Sidomakmur
Luwu
Das Noling
Bajo
Lamasi
Baliase
Jan
154
200
128
145
146
166
127
126
166
139
334
192
154
217
2 1
297
317
355
477
320
456
520
114
126
145
138
237
242
213
259
295
313
274
2 1
228
241
264
368
Curah hujan bulanan rata-rata
mm)
Total Wilayah
Peb Mar Apr Mei Juni Juli
Agt Sep_
Okt
Nop_
Oes
mm) hujan
140 124 170 235
157 116
130 150 227
190
166 143
119 140 176
216
155
129
170 171 193 242 144
171
120 125
167 203
143
130
170 . 182
209
235 164 162
115 126 165 222 170 167
148 169 167
230
162
108
166
181 204 182
145
122
131 156 200
208 158
138
384 265 239 190 147
108
176 213
223 270 205 159
140 124 170 235 157
116
234
215
296
260
266
358
357
452
458
100
103
121
155
207
212
197
190
291
307
292
179
247
220
302
316
246
261
344 307
327 327
328
4 1
354 414
539
526
387 459
600 489
634 554
187
159
186 142
247 221
206 164
307 180
303 252
296 274
253
243
395 264
106
108
111
113
153
173
194
128
194
103
115
127
110 114 86 92
153 231 174 157
189 146 128 81
135
194 183 214 166
306 317
298 283 286
255 256 192 220 174
262
379
320 300 262
243 274
387 275
251
368 402
410 349 268
431 390 347
350 292
353 383
362 317 258
271 368 456
322
323
353
314
323
363
380 218 133 142
343
297 200
213
428 387 265 273
528
4
9
359
271
67
44 77
111
142 1537
liB
114 44
137
135 200
1836
liB
58 56 92 130 163
1562
liB
55
51 90
124
210 1766 liB
56 79 111
130
207 1617 liB
91
54 111 164 222
1930 liB
41
55 79 100 177
1544
liB
53
85
107
100
175 1630 liB
48 44 95 126
191
1670 liB
56 57 82
107
158 1590 liB
74
41
96
141
308 2327 lilA
87 1 1 181 153 250
2210
IIIC
67 44
77
111
142 1537 liB
82 64 108 167 231
2062
IIIC
61 43 81
150
190 2028 IIIC
88
100 367
270
314 2965 IIIC
73 55 94 198 257 2466 IIIC
123
131
158 2
79
256 2976 III
C
110 76 107 233 432
3586
IVB
173 159
163
320
418
3520 IVB
103 116 144
262 378 3624 IVB
105 110 147 291 532
4204
vc
20
21
34
14 15 42 98 908
IB
28
31
46
24 56
102
125
153
82
219
182
159
135
111
94
187 174
152
159 184
208
236 227 220
185 186
163
159 193 268
348 231 228
165
114 101
138 135 175
175
177
250
206
2 1 211
84
175
167
130
170
222
222
268
232
184
220
199
195
144
1329 liB
130 1283 liB
144
177
3
li
B
1
92 2861 IIIC
24
5 2303 IIIC
1
68
2744
IIIC
230 283
0
IIIC
266 3554
IVB
308
3494
IVB
258 3385
IVB
226 3385 IVB
102
2367 IIIC
230
2726
IIIC
250
3293
IVB
279
3776
IVB
Sumber:
Balit Agroklimat dan Hidrologi
2003) .
Zona
iklim
Kering
Kering
Kering
Kering
Kering
Kering
Kering
Kering
Kering
Kering
Sedang
Basah
Ke
ring
Basah
Basah
Basah
Basah
Basah
Basah
Basah
Basah
S.basah
S.kering
Kering
Kering
Kemg
Basah
Basah
Basah
Basah
B
asah
Basah
Basah
Basah
Basah
Basah
Basah
Basah
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
29/69
Wilayah hujan
I I I
dengan curah hujan antara 2.000-3.000 mm/tahun menyebar
di 73
stasiun pengamat hujan meliputi Kabupaten Gowa Takalar, Makasar, Maras, Pangkep,
Bone Sinjai, Tanatoraja, Luwu, Luwu Utara, dan sedikit
di
Kabupaten Jeneponto dan
Soppeng. Wilayah hujan IV dengan curah hujan antara 3.000-4.000 mmjtahun
menyebar di
29
stasiun pengamat hujan meliputi Kabupaten Gowa, Maras, Pangkep,
Tanatoraja, sebagian kecil Kabupaten Takalar, Makasar, Sinjai, Luwu, dan Luwu Utara.
Sedangkan wilayah hujan V hanya dijumpai di 3 stasiun pengamat hujan yaitu
di
Kabupaten Gowa, Sinjai, dan Tatar dengan curah hujan rata-rata tahunan mencapai
4.204 mm.
Berdasarkan wilayah hujannya, daerah dengan curah hujan rendah dijumpai di
bagian selatan Jeneponto dan Bantaeng), serta di bagian tengah yaitu Kabupaten
Soppeng, Sidrap, Pinrang, dan Parepare. Sedangkan wilayah dengan curah hujan tinggi
dijumpai di bagian pantai timur dan pantai Barat, serta
di
bagian utara yang meliputi
kabupaten Tanatoraja, Luwu, Luwu Timur, dan Luwu Utara.
3)
Pola
hujan
Pola
hujan yang menggambarkan distribusi curah hujan selama setahun
memperlihatkan 3 pola utama yaitu pola
A B
dan C
Pola
A yang dipengaruhi angin
musim barat dicirikan oleh adanya musim kemarau yang nyata terjadi
pada
bulan Ju li
September, dan musim penghujan yang tinggi terjadi pada akhir dan awa l ta hun.
Pola
ini dijumpai di pantai barat meliputi Kabupaten Jeneponto, Taka lar, Gowa, r . l a < a s c ~
Maras, dan Pangkep Gambar 2).
Keragaan pola hujan di Gow a
Wilayah hujan lilA,
rvA
dan
VA)
r ~
700
E
s
600
500
~ o o
300
~ ~ c
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11
12
Bulan
-+-Gar ing
- Barerrbeng
Kobang/Katangka
- ' · Malakaji
Mandale
-+- -Tete
Batu Carrbaya
Tete Batu I
Tinggi
Mae
- - Bili-bili
Bonto-bonto
Bontosunggu,
Lorrbosong
Pattallassang
Parang-parang
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
30/69
Keragaan pola hujan di
rv1akasar
dan
rv1aros
(Wilayah hujan lilA dan
rvA)
700
E 6oo
s 500
c
ro
5
..c
300
::J
0 200
100
0
900
800
700
600
500 .
5
..c 400
..c
300 .
0
200
100
0
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
--- --- Tamangapa (rv1akasar)
PAM rv1akasar)
Hasanuddin (rv1akasar)
rv1andai
(rv1aros)
rv1anrimisi (rv1aros)
--- --- Batubasi
(rv1aros)
--+-
Bonti-bonti (rv1aros)
Bt.Kappong (rv1aros)
Minasa baji (rv1aros)
Pakelli (rv1aros)
Selojirang (rv1aros )
Tanrali
li
(
rv1aros
)
Keragaan pola hujan di Pangkep (Wilayah hujan lilA dan rvA)
2 3 4 5 6 7
Bulan
Keragaan pola hujan di Jeneponto
(Wilayah hujan lA,
IIA
, dan lilA)
8 9
10 11
12
--- --- rv1anggalung
-
rv1arang
rv a
larllJa
Baleangin
Pangkajene
--+---Segeri,
--+- Tabo-tabo
--- ---
Bulo-bulo (Jeneponto)
- Pakaterang (Jeneponto)
Pamisorang (Jeneponto)
< Gantingan (Jeneponto)
Paitana (Jeneponto)
- TamanRoya (Jeneponto)
--+- Taroang (Jeneponto)
Bend.Kelara (Jeneponto)
Tanrang (Jeneponto)
Tapa (Jeneponto)
Gambar 2.
Pola
hujan A di Kabupaten Takalar, Gowa, Makasar, Maros, Pangkajene
Kepulauan, dan Jeneponto.
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
31/69
Pola
B atau poia :Jerftuktu
asi,
memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata
antara musim peng hujaf" dan musim kemarau. Wilayahnya menyebar di Kabupaten
Sidrap, Soppeng,
Ba
ntaeng, Luwu Utara, Luwu, dan sebagian wilayah Kabupaten
Parepare, Bone, Sinja
i,
dan Tanatoraja. Sedangkan pola C atau pola ganda, yaitu
dalam satu periode terjadi dua kali musim hujan dan kemarau.
Pola
ini menyebar
di
kabupaten Tanatoraja, Sinjai, sebagian Luwu Utara, Luwu, Soppeng, dan Pinrang
(Gambar 3).
Pola
hujan di Provinsi Sulawesi Selatan dipengaruhi oleh adanya angin
musim barat untuk pantai barat (pola A) dan angin musim timur di pantai timur (pola B
atau C . Di bagian tengah dan utara pola hujan dipengaruhi oleh kedua angin musim
terse but.
600
500
E
s
400
c
~ 300
s:::;
s:::;
200
::J
)
100
0
Keragaan pola hujan di Parepare dan Rnrang
(Wilayah hujan
liB
dan
IIIC)
'
-
.
.
~ -
_ . . . . . . . . . : . . . .
/ ~
_ _ _
. . - - . . . - ~ - : : : . . : r
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
12
Bulan
- - Afll arit
- Pertanian
Labukkang
Bungi (Rnrang)
L _
·
---
,
E
Keragaan pola hujan di Luw u
(Wilayah hujan liB,
IIIC
dan fi B)
600 - - - - - - - - ~ - - - - - - - - - - - - - ~
- - ~ - - 1 ~ ~ - - ~ - - ~ - - - - - - ~
s
400 +----·
c
~ 300
s:::;
s:::;
200
::J
)
100 •
0 ~ ~ - - ~ ~ - ~ - r - - ~ ~ - ~ ~ ~
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
- -
Mulyorejo
- Baja
Banyurip
BKVI
l i
Das Noling
- Perrbasian
-+---- Sukamaju
- -B a l i ase
- - - Katulungan
Lamasi
Masarrba
Rante Damai
Sidomakmur
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
32/69
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
33/69
400
350
E 3oo
.s 250
c:
· 200
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
34/69
4)
Zona
iklim
Zona iklim d bec
a<
an berdasarkan wilayah dan pola hujan Tabel 3). Zona iklim
sangat kering dijumpai di bagian selatan yaitu sekitar Jeneponto dan Bantaeng.
Berdasarkan jumlah
BB
-nya
~
bin), wilayah demikian tidak
bisa
digunakan untuk
padi
sawah,
kecua
li tersedia air pengairan. Sedangkan
zona
iklim kering dengan jumlah
BB
hingga 4
bu
lan
ma
sih memungkinkan ditanami padi 1x per tahun. Wilayahnya
menyebar di Kabupa ten Soppeng, Sidrap, Jeneponto, sedikit
di
wilayah kabupaten
Bone,
Bantaeng, da n
Ta
kalar.
Zona
iklim sedang dengan
BB
bervariasi antara 5-6
bulan memungkinkan ditanam i padi 1 hingga 2x per tahun. Wilayahnya menyebar di
Kabupaten Takalar, Makasar, Parepare, Pinrang,
Bone,
Sinjai, dan sebagian Soppeng.
Sedangkan wilayah Kabupaten
Gowa, Maras,
Pangkep, Sinjai, Tanatoraja, Luwu,
dan
Luwu
Utara mempunyai
zona
iklim sedang hingga basah.
Zona
iklim
basah
dicirikan
oleh jumlah
BB
antara 7-11 bulan, dengan demikian wilayah ini dapat ditanami pad i
sawah 2 hingga 3x per tahun.
Zona
iklim sangat
basah
hanya dijumpai di stasiun
pengamat hujan Palangka Sinjai), Parangparang Gowa), dan R.Pangli Tanatoraja).
Dengan
BB
antara 9 dan 12 bulan, wilayah ini dapat ditanami padi sawah 3 hingga 4x
tanam per tahun.
Pada
kenyataannya, indek pertanaman padi, tidak hanya ditentukan
oleh
zona
iklim atau besarnya curah hujan, tetapi juga ketersediaan air irigasi baik
debit maupun ketersediaannya sepanjang tahun.
5.1.2 Provinsi Sulawesi Barat
1) Karakteristik curah hujan
Karakteristik curah hujan di Provinsi Sulawesi Barat mas ih dipengaruhi angin
musim barat dengan pola hujan A, dan pertemuan antara angin musim barat dengan
angin musim timur atau angin pasat tenggara dengan pola hujan B dan
C
Untuk
Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara dicirikan oleh
pola
hujan C dengan curah hujan
lebih tinggi daripada Majene dan Mamasa yang dicirikan oleh pola hujan
B.
Untuk
Kabupaten Polewali Mandar, stasiun pengamat hujan Tumpiling dan Campalagiang
menunjukkan adanya pengaruh angin musim Barat dengan pola hujan A, sedangkan
wilayah lainnya yang merupakan sebagian besar wilayah Polewali Mandar dipengaruhi
angin musim timur dengan pola hujan
B,
kecuali stasiun pengamat hujan Kanang
dan Polewali mempunyai pola hujan
C
8/18/2019 112780785-Irigasi.pdf
35/69
(2) Wilayah hujan
Besarnya curah hujan rata-rata tahunan
di
Provinsi Sulawesi Barat berkisar
antara 1.067
mm di
stasiun pengamat Tumpiling hingga 2.845 mm
di
stasiun
pengamat Pasangkayu. Berdasarkan wilayah hujannya, Provinsi Sulawesi Barat hanya
dibedakan dalam dua wilayah hujan yaitu II dan
III
Wilayah hujan II dengan curah
hujan antara 1000-2000 mm/thn menyebar terutama di Kabupaten Polewali Mandar
sebanyak 10 stasiun pengamat hujan, dua stasiun di Kabupaten Majene, dan dua
stasiun di kabupaten Mamasa. Sedangkan wilayah hujan III dengan curah hujan antara
2000-3000 mm/tahun menyebar terutama di Kabupaten Mamuju sebanyak 4 stasiun
pengamat hujan, 3 stasiun di Kabupaten Polewali Mandar, dan hanya satu stasiun di
Kabupaten Mamuju Utara (Tabel 7).
Tabel 7. Curah hujan rata-rata bulanan di wilayah Provinsi Sulawesi Barat
Kabupatenl
Stasiun
Curah hujan
rata-rata bulanan mm)
Total Wilayah
Zona
Jan
.
Peb.
Mar. Apr .
Mei
Juni Juli Agt.
Sept Okt
Mamuju
Kaluku-timur, 214
Mamuju
/ Binanga
293
Babana budong
29
6
Lebani 354
Polewali Mandar
Tump
iling 1
39
Campalagiang , 412
Kanang I 2
Kanang
II
148
Labassang 185
Mapili/ Lampa
239
Manye-Manye
191
Polewa
li
351
Caredelo 217
Kebun Sari
'
134
Paku
196
Papandangan
159
Cappang Wono 3 9
Majene
224
199
196
2 3
111
332
143
111
166
165
125
292
123
92
124
116
13
245 295
328
237 227
18
27 219 198
197 2 5
181
87
1 2
91
267
224
189
239 13
163
176 126 123
9 148
148
1 7
145 128
122
152
124
283 274 232
127 133 147
94 1 7 141
154 129 1 2
2 4 155
125
191 27 2 9
3 8
259
191 24
16
21
184
2 8
57 63
122 99
116 76
114
35
1 98
83
96
117 1 5
178
152
124 116
99
85
96 1 2
126
91
131 151
168
155
1 3
86
34
57
71
29
41
49
5
71
86
39
72
75
58
Majene
,
168
12 172 111
139
81 81 52
Banggae 1 8 78 1 2 77 186
71 76
48
Mamuju
Utara
Pasang
kayu,
285
274 285
235
246
192 231 119
Mama
sa
197
193
151 194
128
182
1 7
18
82
76
65
1 2
94
173
89
154
85 84
96
91
132