108686680 xjkjs

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    1/22

    Referat

    IRRITABLE BOWEL

    SYNDROME

    oleh :

    Herliza Refriani

    0961050052

    Pembimbing :

    Dr. Tiroy Sari Bumi Simanjntak, Sp.PD

    PERIODE 6 Oktober13 Desember 2014

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

    JAKARTA

    2014

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    2/22

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR.......................... i

    DAFTAR ISI............ ii

    BAB I. PENDAHULUAN................ 1

    BAB II. IRRITABLE BOWEL SYNDROME........................................................3

    1. Definisi...............................................3

    2. Epidemiologi......................................................3

    3. Etiologi...........................................................................................................3

    4. Klasifikasi......................................................................................................5

    5. Patofisiologi...................................................................................................6

    6. Manifestasi klinik.........................................................................................10

    7. Kriteria diagnostik........................................................................................11

    8. Pemeriksaan penunjang................................................................................14

    9. Diagnosis banding........................................................................................14

    10. Penatalaksanaan.........................................................................................16

    11. Pencegahan................................................................................................20

    12. Prognosis....................................................................................................20

    BAB III. RINGKASAN .....................................................................................21

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................20

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    3/22

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Irritable bowel syndrome (IBS) adalah salah satu penyakit

    gastrointenstinal fungsional. Irritable bowel syndromememberikan gejala berupa

    adanya nyeri perut, distensi dan gangguan pola defekasi tanpa gangguan organik.

    (Manan, Chudahma & Ari Fahrial Syam. 2008)

    Pada dua dekade terakhir, Irritable bowel syndrome telah mendapatkan

    perhatian yang cukup besar di bidang kesehatan akibat semakin tingginya

    prevalensi dan gejala yang muncul bervariasi. IBS termasuk dalam kelompok

    penyakit gastrointestinal kronik yang disebut sebagai functional bowel disorders

    (FBD) yang diklasifikasikan oleh the Rome foundation. (Grundmann, oliver &

    Saunjoo L Yoon. 2009)

    Menurut Kriteria Rome II, prevalensi kejadian IBS di negara-negara

    seperti Singapura (8,6%) dan Jepang (9,8%) sebanding dengan Australia (6,9%)

    dan Eropa (9,6%), dan prevalensi tertinggi terdapat di Kanada dan Amerika

    (12%). (Ann Gwee, Kok et al.2009)

    Gejala klinik IBS berupa nyeri perut atau rasa tidak nyaman di abdomen

    dan perubahan pola buang air besar seperti diare, konstipasi atau diare dan

    konstipasi bergantian serta rasa kembung. Didiagnosis atas dasar gejala-gejala

    yang khas tanpa adanya gejala alarm seperti penurunan berat badan, perdarahan

    per rektal, demam atau anemia. Pemeriksaan fisik dan tes diagnostik yang

    sekarang tersedia tidak cukup spesifik untuk menegakkan diagnosis IBS, sehingga

    diagnosis IBS ditegakkan atas dasar gejala-gejala yang khas tersebut.

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    4/22

    Oleh karena patofisiologi dan penyebab IBS yang kurang dipahami,

    pengobatan utama difokuskan pada gejala-gejala yang muncul untuk

    mempertahankan fungsi sehari-hari dan meningkatkan kualitas hidup orang

    dengan IBS. (Grundmann, oliver & Saunjoo L Yoon. 2009)

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    5/22

    BAB II

    IRRITABLE BOWEL SYNDROME

    1. Definisi

    Irritable bowel disease merupakan gangguan fungsional pada saluran cerna

    bagian bawah berupa adanya nyeri perut, distensi dan gangguan pola defekasi

    tanpa gangguan organik. Gejala-gejala IBS biasanya tidak spesifik, gejalanya

    biasanya seperti gejala yang sering ditunjukkan pada hampir semua individu.

    (Quigley Eamonn et all.2009)

    2. Epidemiologi

    Kejadian dari IBS mencapai 20 % dari penduduk Amerika, hal ini didasarkan

    pada gejala yang sesuai dengan kriteria IBS. Kejadian IBS lebih banyak pada

    perempuan dan mencapai 3 kali lebih besar dari laki-laki. Prevalensi IBS bisa

    mencapai 3,6-21, 8 % dari jumlah penduduk dengan rata-rata 11 %. (Manan,

    Chudahma dan Ari Fahrial Syam. 2008)

    3. Etiologi

    Sampai saat ini tidak ada teori yang menyebutkan bahwa IBS disebabkan oleh

    salah satu faktor saja. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya IBS antara lain

    gangguan motilitas, intoleransi makanan, abnormalitas sensoris, abnormalitas dari

    interaksi aksis brain-gut, hipersensitivitas viseral,dan pasca infeksi usus.

    Adanya IBS predominan diare atau predominan konstipasi menunjukkan

    bahwa pada IBS terjadi sesuatu perubahan motilitas. Pada IBS tipe diare terjadi

    peningkatan kontraksi usus dan memendeknya waktu transit kolon dan usus halus.

    Sedangkan IBS tipe konstipasi terjadi penurunan kontraksi usus dann

    memanjangnya waktu transit kolon dan usus halus.

    IBS yang terjadi pasca infeksi dilaporkan hampir pada 1/3 kasus IBS.

    Keluhan-keluhan IBS muncul setelah 1 bulan infeksi. Penyebab IBS paska infeksi

    antara lain virus, giardia atau amuba. Pasien IBS paska infeksi biasanya

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    6/22

    mempunyai gejala perut kembung, nyeri abdomen dan diare. (Manan, Chudahma

    dan Ari Fahrial Syam. 2008)

    Para peneliti telah menyimpulkan bahwa penyebab dari IBS adalah gabungan

    dari beberapa faktor yang akan mengakibatkan gangguan fungsional dari usus.

    Faktor-faktor yang dapat mengganggu kerja dari usus adalah sebagai berikut :

    a. Faktor psikologis

    Stress dan emosi dapat secara kuat mempengaruhi kerja kolon. Kolon

    memiliki banyak saraf yang berhubungan dengan otak. Seperti jantung dan paru,

    sebagian kolon dikontol oleh SSO, yang berespon terhadap stress. Sebagai comtoh

    pada saat kita takut detak jantung kita akan bertambah cepat dan tekanan darah

    akan naik. Begitu pula dengan kolon, kolon dapat berkontraksi secara cepat atau

    sebaliknya. Para peneliti percaya bahwa sistim limbik ikut terlibat. Pada

    percobaan dengan binatang, perangsangan stress akan menyebabkan pelepasan

    faktor kortikotropin.

    Gambar 1. Multicomponent model of irritable bowel syndrome (IBS).

    (Sumber: Anthony J, et all. 1999)

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    7/22

    b. Sensitivitas terhadap makanan

    Gejala IBS dapat ditimbulkan oleh beberapa jenis makanan seperti kafein,

    coklat, produ-produk susus, makanan berlemak, alkohol, sayur-sayuran yang

    dapat memproduksi gas ( kol dan brokoli) dan minuman bersoda

    c. Genetik

    Beberapa penelitian menyatakan bahwa ada kemungkinan IBS diturunkan

    dalam keluarga.

    d. Peneliti menemukan bahwa gejala IBS sering muncul pada wanita yang

    sedang menstruasi, mengemukakan bahwa hormon reproduksi dapat

    meningkatkan gejala dari IBS.

    e. Obat obatan konvensional

    Banyak pasien yang menderita IBS melaporkan bertambah beratnya gejala

    setelah menggunakan obat-obatan konvensional seperti antibiotik, steroid dan

    obat anti inflamasi.

    4. Klasifikasi

    Menurut kriteria Roma III dan berdasarkan pada karakteristik feses pasien,

    subklasifikasi IBS dibagi menjadi:

    IBS predominan diare (IBS-D) :

    - Feses lunak >25 % dan feses keras 25% dan feses lunak

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    8/22

    - Sering pada wanita

    IBS campuran(IBS-M) :

    - Defekasi berubah-ubah: diare dan konstipasi

    - 1/3 dari kasus

    Berdasarkan gejala klinis subklasifikasi lain dapat digunakan:

    Berdasarkan gejala:

    - IBS predominan disfungsi usus:

    - IBS predominan nyeri

    - IBS predominan kembung

    Berdasarkan faktor pencetus:

    - Post-infectious (PI-IBS)

    - Food-induced

    - Berhubungan dengan stress

    (Quigley Eamonn, et all. 2009)

    5. Patofisiologi

    Perubahan motilitas usus, hipersensitifitas visceral, faktor psikologik,

    ketidakseimbangan neurotransmitter, serta infeksi telah diusulkan sebagai faktor

    dalam perkembangan irritable bowel syndrome.

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    9/22

    Gambar 2. Faktor-faktor patofisiologi dan perkembangan Irritable Bowel

    Syndrome(sumber : Horwitz, et all.2001)

    a. Perubahan motilitas usus

    Dalam 50 tahun terakhir, perubahan pada kontraktilitas kolon dan usus

    halus telah diketahui pada pasien IBS. Stress psikologis atau fisik dan

    makanan dapat merubah kontraktilitas kolon. Motilitas abnormal dari usus

    halus selama puasa, seperti kehilangan dari komplek motor penggerak dan

    adanya kontraksi yang mengelompok dan memanjang, kontraksi yang

    diperbanyak, ditemukan pada pasien IBS. Juga dilaporkan adanya respon

    kontraksi yang berlebihan pada makanan tinggi lemak. Nyeri lebih sering

    dihubungkan dengan aktivitas motor yang ireguler dari usus halus

    b. Hipersensitivitas visceral

    Gambar 3. Patofisiologi Hipersensitivitas Viseral (sumber: Mariadi, I

    Ketut dkk. 2007)

    Penelitian dengan distensi balon pada rektosigmoid dan ileum

    menunjukkan bahwa pasien dengan IBS mengalami nyeri dan kembung saat

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    10/22

    volume balon dan tekanan lebih rendah dari yang menimbulkan nyeri pada

    kontrol. Fenomena yang disebut sebagai hipersensitivitas visceral. Salah satu

    penjelasan yang mungkin adalah sensitivitas dari reseptor pada viscus dirubah

    melalui perekrutan silence nociseptorpada respon terhadap iskemia, distensi,

    kandungan intraluminal, infeksi, atau factor psikiatri. Mungkin ada

    peningkatan perangsangan dari neuron di bagian kornu dorsalis medulla

    spinalis, daerah yang kaya dengan neurotrasmiter seperti katekolamin dan

    serotonin. Secara sentral mungkin ada perbedaan pada cara otak memodulasi

    signal aferen dari neuron kornu dorsalis melalui jalur ascending. Dari sebuah

    penelitian didapatkan adanya kelainan sentral primer dari proses nyeri

    visceral. Beberapa penulis menyatakan bahwa kewaspadaan yang berlebihan

    lebih bertanggung jawab dari pada hipersensitivitas visceral murni untuk

    ambang nyeri yang rendah pada pasien IBS.

    c. Faktor psikososial

    Stress psikologis dapat merubah fungsi motor pada usus halus dan kolon,

    baik pada orang normal maupun pasien IBS. Sampai 60% pasien pada pusat

    rujukan memiliki gejala psikiatri seperti somatisasi, depresi, dan cemas. Dan

    pasien dengan diagnosis IBS lebih sering memiliki gejala ini. Ada atau

    tidaknya riwayat abuse pada masa anak-anak (seksual, fisik, atau keduanya)

    dihubungkan dengan beratnya gejala pada pasien dengan IBS. Ini telah

    diusulkan bahwa pengalaman awal pada hidup dapat mempengaruhi sistem

    saraf pusat dan memberikan predisposisi untuk keadaan kewaspadaan yang

    berlebihan.

    d. Ketidakseimbangan neurotransmitter

    Penelitian saat ini menunjukkan bahwa neurotransmitter dilibatkan pada

    patogenesis IBS. Lima persen serotonin berlokasi di susunan saraf pusat, 95%

    di saluran gastrointestinal dalam sel enterokromafin, saraf, sel mast, dan sel

    otot polos. Saat dilepas oleh sel enterokromafin, serotonin merangsang serat

    saraf aferen vagus ekstrinsik dan serat saraf aferen enterik intrinsik.

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    11/22

    Mengakibatkan respon fisiologis sebagai reflek sekresi usus dan peristaltik

    dan gejala seperti mual, muntah, nyeri perut, dan kembung.

    Bukti awal menunjukkan pasien IBS memiliki peningkatan kadar

    serotonin pada plasma dan kolon rektosigmoid. Neurotransmitter lain yang

    memiliki peranan penting pada kelainan fungsional saluran cerna meliputi

    calcitonin generelated peptide, acetylcholine, substance P, pituitary

    adenylate cyclaseactivating polypeptide, nitric oxide, and vasoactive

    intestinal peptide. Neurotransmitter ini menyediakan hubungan tidak hanya

    antara kontraktilitas usus dan sensitivitas visceral, tapi juga antara sistem saraf

    usus dan sistem saraf pusat. (Horwitz, et all. 2001)

    Serotonin memegang peranan penting dalam mengatur sekresi, motilitas

    dan keadaan sensori pada saluran cerna melaui aktivasi dari sejumlah reseptor

    yang tersebar luas pada saraf usus dan eferen sensoris. Sel enterosit

    mengakhiri efek dari serotonin dengan membuangnya dari ruangan interstitial

    melaui aksi dari re-uptake serotonin transporter (SERT). Sehingga merubah

    kandungan dan pelepasan, ekspresi dari reseptor atau perubahan pada ekspresi

    SERT/ aktivitas dapat berperanan pada fungsi sensimotor pada IBS. Beberapa

    perubahan telah dilaporkan pada fungsi serotonin pada IBS. Yang dapat

    menunjukkan penggunaan rasional dan efikasi dari target terapi serotonin pada

    IBS. (Barbara G,et all. 2004)

    e. Infeksi dan inflamasi

    Sitokin inflamasi mukosa dapat mengaktivasi sensitisasi perifer atau

    hipermotilitas. Gweeet allmelaporkan pasien dengan enteritis infeksi, adanya

    hipokondriasis dan kehidupan penuh stress pada saat infeksi akut memprediksi

    berkembangnya IBS kemudian. Ditemukan adanya bukti yang menunjukkan

    bahwa beberapa pasien IBS memiliki peningkatan jumlah sel inflamasi pada

    mukosa kolon dan ileum. Adanya episode enteritis infeksi sebelumnya, faktor

    genetik, alergi makanan yang tidak terdiagnosis, dan perubahan pada

    mikroflora bakteri dapat berperanan pada terjadinya proses inflamasi derajat

    rendah. Inflamasi dikatakan dapat mengganggu reflex gastrointestinal dan

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    12/22

    mengaktivasi sistem sensori visceral meskipun jika respon inflamasi yang

    minimal. Kelainan pada interaksi neuroimun dapat berperanan pada perubahan

    fisiologi dan hipersensitivitas gastrointestinal yang mendasari IBS. (Barbara

    G, et all. 2004)

    g. faktor genetik

    Data menunjukkan mungkin ada komponen genetik pada IBS meliputi:

    pengelompokan IBS pada keluarga, frekuensi 2 kali meningkat pada kembar

    monozigot jika dibandingkan dengan dizigot. Adanya polimorpisme gen yang

    mengendalikan down regulation dari inflamasi (seperti IL-10 dsn TGF _1) dan

    SERT. Ini tampaknya bahwa faktor genetik sendiri tidak merupakan

    penyebab, tapi berinteraksi paling mungkin dengan faktor lingkungan untuk

    melengkapi penampakan fenotip dari penyakit. Penelitian lebih lanjut

    diperlukan untuk memperjelas keterlibatan faktor genetik pada IBS. (Barbara

    G,et all. 2004).

    Sampai saat ini belum ada model konsep tunggal yang dapat menjelaskan

    semua kasus dari IBS. (Horwitz, et all. 2001)

    6. Manifestasi klinik

    Gejala klinik dari IBS biasanya bervariasi diantaranya nyeri perut, kembung,

    dan rasa tidak nyaman di perut. Gejala lain yang menyertai biasanya perubahan

    kebiasaan defekasi dapat berupa diare, konstipasi atau diarea yang diikuti dengan

    konstipasi. Diare terjadi dengan karakteristik feses yang lunak dengan volume

    yang bervariasi. Konstipasi dapat terjadi beberapa hari sampai bulan dengan

    diselingi diare atau defekasi yang normal.

    Selain itu pasien juga sering mengeluh perutnya terasa kembung dengan

    produksi gas yang berlebihan dan melar, feses disertai mucus, keinginan defekasi

    yang tidak bisa ditahan dan perasaan defekasi tidak sempurna.Gejalanya hilang

    setelah beberapa bulan dan kemudian kambuh kembali pada beberapa orang,

    sementara pada yang lain mengalami pemburukkan gejala. (National Digestive

    Diseases Information Clearinghouse. 2007)

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    13/22

    7. Kriteria Diagnostik

    Diagnosis dari IBS berdasarkan atas kriteria gejala, mempertimbangkan

    demografi pasien (umur, jenis kelamian, dan ras) dan menyingkirkan penyakit

    organik. Melalui anamnesis riwayat secara spesifik menyingkirkan gejala alarm

    (red flag) seperti penurunan berat badan, perdarahan per rektal, gejala nokturnal,

    riwayat keluarga dengan kanker, pemakaian antibiotik dan onset gejala setelah

    umur 50 tahun.

    Tidak ada tes diagnosis yang khusus, diagnosis ditegakkan secara klinis.

    Pendekatan klinis ini kemudian dipakai guideline dengan berdasarkan kriteria

    diagnosis. Saat ini ada beberapa kriteria diagnosis untuk IBS diantaranya kriteria

    Manning, Rome I, Rome II, dan Rome III (seperti yang dijelaskan tabel 2, 3

    dan 4).

    Menurut kriteria Rome III, nyeri perut atau rasa tidak nyaman setidaknya 3

    hari per bulan dalam 3 bulan terakhir dihubungkan dengan 2 atau lebih hal

    berikut:

    1. Membaik dengan defekasi;

    2. Onset dihubungkan dengan perubahan pada frekuensi kotoran;

    3. Onset dihubungkan dengan perubahan pada bentuk (penampakan) dari

    kotoran.

    Kriteria terpenuhi selama 3 bulan terakhir dengan onset gejala setidaknya 6

    bulan sebelum diagnosis.

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    14/22

    Gejala penunjang yang tidak masuk dalam kriteria diagnosis meliputi

    kelaianan pada frekuensi kotoran (< 3 kali per minggu atau > 3 kali per hari),

    kelainan bentuk kotoran (kotoran keras atau kotoran encer/berair), defekasi

    strining, urgency, juga perasaan tidak tuntas saat buang air besar, mengeluarkan

    mukus dan perut kembung.

    (Perkembangan Terkini Dalam Diagnosis Dan Penatalaksanaan Irritable Bowel

    Syndrome. I Ketut Mariadi dan I Dewa Nyoman Wibawa. Bagian/SMF Ilmu

    Penyakit Dalam FK Unud/ RSUP Sanglah Denpasar.2007)

    Tabel 1. Kriteria Rome II

    Sedikitnya 12 minggu atau lebih (tidak harus berurutan) selama 12 bulan

    terakhir dengan rasa nyeri atau tidak nyaman di abdomen, disertai

    dengan adanya 2 dari 3 hal berikut :

    Nyeri hilang dengan defekasi

    Awal kejadian dihubungkan dengan perubahan frekuensi defekasi

    Awal kejadian dihubungkan dengan adanya perubahan feses

    Gejala lain :

    o Ketidaknormalan frekuensi defekasi

    o Kelainan bentuk feses

    o Ketidaknormalan proses defekasi (harus dengan mengejan ,inkontinensia defekasi, atau rasa defekasi tidak tuntas)

    Adanya mukus/lendir

    Kembung

    Sumber : Manan, Chudahma & Ari Fahrial Syam. 2008

    Tabel 2. Kriteria Manning

    Gejala yang sering didapat :

    Feces cair pada saat nyeri

    Frekuensi BAB bertambah pada saat nyeri

    Nyeri kurang setelah BAB

    Tampak abdomen distensi

    Gejala tambahan yang sering muncul :

    Lendir saat BAB

    Perasaan tidak lampias pada saat BAB

    Sumber : Manan, Chudahma & Ari Fahrial Syam. 2008

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    15/22

    Tabel 3. Perbandingan kriteria Roma II dan III

    Sumber: Grundmann, oliver & Saunjoo L Yoon. 2009

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    16/22

    8. Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan penunjang untuk IBS meliputi pemeriksaan darah lengkap, LED,

    biokimia darah dan pemeriksaan mikrobiologi dengan pemeriksan telur, kista dan

    parasit pada kotoran. (Gunn MC, Cavin AA, Mansfield JC. 2003)

    Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis

    diferensial, yaitu:

    Pemeriksaan darah lengkap;

    Pemeriksaan biokimia darah;

    Pemeriksaan hormon tiroid;

    Sigmoidoskopi;

    Kolonoskopi.

    9. Diagnosa banding

    Beberapa penyakit harus dipikirkan sebagai diagnosis diferensial dari IBS

    karena penyakit-penyakit ini juga mempunyai gejala yang lebih kurang sama

    dengan IBS. Beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan untuk mencari

    penyebab nyeri perut dan dihubungkan dengan kemungkinan IBS sebagai

    penyebab dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel.4Daftar pertanyaan untuk diagnosis IBS

    (Sumber : Manan, Chudahma dan Ari Fahrial Syam. 2008)

    Pada IBS diare sering didiagnosis diferensial dengan defisiensi laktase.

    Kelainan lain yang juga harus dipikirkan adalah :

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    17/22

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    18/22

    10.Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan IBS meliputi modifikasi diet, intervensi psikologi, dan terapi

    farmakologi. Ketiga bentuk pengobatan ini harus berjalan bersamaan. Dalam

    memberikan obat-obatan mempunyai efek samping dan yang juga akan

    memperburuk kondisi psikis pasien.

    a. Diet

    Modifikasi diet terutama meningkatkan konsumsi serat pada IBS

    predominan konstipasi. Sebaliknya pada pasien IBS dengan predominan diare

    konsumsi serat dikurangi. Pada IBS tipe konstipasi peningkatan konsumsi

    serat juga disertai konsumsi air yang meningkat disertai aktivitas olah raga

    rutin. Selanjutnya menghindari makanan dan minuman yang dicurigai sebagai

    pencetus, jika menghilang setelah menghindari makanan tersebut coba lagi

    setelah 3 bulan secara bertahap.

    b. Psikoterapi

    Terapi psikologis bertujuan untuk mengurangi kecemasan dan gejala

    psikologis lainnya serta gejala gastrointestinal. Intervensi psikologis ini

    meliputi edukasi (penerangan tentang perjalanan penyakitnya), relaksasi,

    hypnotherapy, terapi psikodinamik atau interpersonal dan cognitive

    behavioural therapy serta obat-obat psikofarmaka.

    c. Farmakoterapi

    Obat-obatan yang diberikan untuk IBS terutama untuk menghilangkan

    gejala yang timbul antara lain untuk mengatasi nyeri abdomen, mengatasi

    konstipasi, mengatasi diare dan antiansietas. Obat-obatan ini biasanya

    diberikan secara kombinasi.

    Untuk mengatasi nyeri abdomen sering digunakan antispasmodik yang

    memiliki efek kolinergik dan lebih bermanfaat pada nyeri perut setelah makan.

    Obat-obat yang sudah beredar di Indonesia antara lain mebeverine 3x135 mg,

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    19/22

    hyocine butylbromide 3x10 mg, chlordiazepoksid 5 mg, klidinium 2,5 mg 3x1

    tablet dan alverine 3x30 mg.

    Untuk IBS konstipasi, tegaserod suatu 5-HT4 reseptor antagonis

    bekerja meningkatkan akselerasi usus halus dan meningkatkan sekresi cairan

    usus. Tegaserod biasanya diberikan dengan dosis 2 x 6 mg selama 10-12

    minggu.

    Untuk IBS tipe diare beberpa obat juga dapat diberikan antara lain

    loperamid dengan dosis 2-16 mg per hari.

    (Manan, Chudahma dan Ari Fahrial Syam. 2008)

    Tabel. 6 Kemungkinan obat untuk gejala yang dominan dari IBS.

    (Sumber : Longstreth GF, et all. 2006)

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    20/22

    11.Pencegahan

    Untuk mencegah IBS antara lain:

    Hindari stress.

    Konsumsi makanan yang banyak mengandung serat.

    Hindari makanan pemicu (makanan pedas).

    Kurangi intake lemak.

    Kurangi intake short chain carbohidrat.

    Kurangi konsumsi alkohol, kafein, dan pemanis buatan.

    Menjaga kebersihan makanan.

    12.Prognosis

    Penyakit IBS tidak akan meningkatkan mortalitas, gejala-gejala pasien IBS

    biasanya akan membaik dan hilang setelah 12 bulan pada 50% kasus dan hanya

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    21/22

    BAB III

    RINGKASAN

    Irritable bowel syndrome (IBS) merupakan kelainan fungsional saluran cerna

    yang sering terjadi yang ditandai dengan nyeri perut, rasa tidak nyaman diperut

    dan perubahan pola buang air besar (BAB). Sebagai gejala tambahan pada nyeri

    perut, diare atau konstipasi, gejala khas lain meliputi perut kembung, adanya gas

    dalam perut, stool urgensi atau strining dan perasaan evakuasi kotoran tidak

    lengkap.

    Penyebab IBS tidak diketahui secara pasti, diduga berhubungan dengan

    gangguan motilitas, hipersensitivitas viseral, pasca infeksi usus, stress psikologis,

    dan faktor genetik. Patofisiologi terjadinya IBS merupakan kombinasi dari

    beberapa faktor penyebab tersebut.

    Irritable bowel syndrome dibagi dalam beberapa subgrup sesuai dengan

    keluhan dominan, yaitu IBS Predominan nyeri, diare, konstipasi, dan disfungsi

    usus.

    Tidak ada tes diagnosis yang khusus untuk IBS, diagnosis ditegakkan secara

    klinis. Pendekatan klinis untuk mendiagnosis IBS berdasarkan kriteria diagnosis

    untuk IBS diantaranya kriteria Manning, Rome I, Rome II, dan Rome III serta

    menyingkirkan penyakit organik.

    Penatalaksanaan untuk IBS terdiri dari modifikasi diet, intervensi psikologi,

    dan terapi farmakologi. Modifikasi diet disesuaikan dengan keluhan dominan

    pada penderita. Intervensi psikologi betujuan untuk mengurangi gejala psikologi

    dan gastrointestinal dengan memberikan edukasi kepada penderita IBS. Terapi

    farmakologi sesuai dengan gejala yang dikeluhkan oleh penderita.

  • 8/10/2019 108686680 xjkjs

    22/22

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Ann Gwee, Kok et al.Asian consensus on irritable bowel syndrome. Journalof Gastroenterology and Hepatology.2009

    2. Barbara G,et all. New pathophysiological mechanisms in irritable bowelsyndrome. Aliment Pharmacol Ther.2004

    3. Grundmann, oliver & Saunjoo L Yoon. Irritable bowel syndrome:Epidemiology, diagnosis and treatment: An update for health-care

    practitioners. Journal of Gastroenterology and Hepatology, 2009

    4. Gunn MC, Cavin AA, Mansfield JC. Management of irritable bowelsyndrome. Postgrad Med J. 2003

    5. Horwitz, et all. Massachusetts Medical Society. Irritable Bowel Sindrome.The New England Journal of Medicine. 2001

    6. Longstreth GF, et all. Functional bowel disorders. Gastroenterology. 2006

    7. Manan, Chudahma & Ari Fahrial Syam. Irritable Bowel Syndrome (IBS).

    Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008

    8. Mariadi, I Ketut dkk. Perkembangan Terkini Dalam Diagnosis DanPenatalaksanaan Irritable Bowel Syndrome. Bagian/SMF Ilmu Penyakit

    Dalam FK Unud/ RSUP Sanglah Denpasar.2007

    9. Quigley Eamonn et all.Irritable bowel syndrome: global perspective.2009

    10.National Digestive Diseases Information Clearinghouse. Irritable bowelsyndrome. National Institutes of Health. 2007