4

Click here to load reader

10 205Fourniers Gangrene

  • Upload
    boby

  • View
    14

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

r

Citation preview

Page 1: 10 205Fourniers Gangrene

CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013432

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Fournier's gangrene (selanjutnya disingkat FG)

merupakan fasciitis nekrotikans yang progresif

pada daerah penis, skrotum, dan perineum. FG

termasuk penyakit infeksi yang fatal namun

jarang terjadi. FG pertama kali ditemukan

pada tahun 1883 oleh seorang venerologis

Prancis Jean Alfred Fournier. Infeksi pada

FG memiliki karakteristik khas, yaitu akan

menyebabkan trombosis pada pembuluh

darah subkutis yang akan menyebabkan

nekrosis kulit di sekitarnya.1 FG merupakan

penyakit yang memiliki potensi fatal dengan

angka mortalitas tinggi dan termasuk dalam

kasus kegawatdaruratan bedah dan urologi.

Pada beberapa tahun terakhir kasus insiden

FG cenderung meningkat. Hal ini disebabkan

faktor predisposisi dari FG seperti diabetes

mellitus, imunosupresi, dan penyakit hati dan

ginjal kronik juga meningkat dalam beberapa

tahun ini. Infeksi pada sebagian besar kasus FG

merupakan gabungan sinergis antara bakteri

aerob dan anaerob. Dasar penanganan FG

adalah dengan stabilisasi hemodinamik, terapi

antibiotik sistemik, dan surgical debridement.2,3

LAPORAN KASUS

Pasien laki-laki usia 32 tahun, datang ke Unit

Gawat Darurat (UGD) RS Tentara Dr. Hardjanto

dengan keluhan pembengkakan kedua

skrotum dan perineum sejak 1 hari sebelum

masuk UGD. Pasien datang dalam keadaan

demam, mual, nyeri perut bagian bawah,

kedua skrotum, dan perineum.

Riwayat penyakit: Delapan hari sebelumnya

pasien mengalami nyeri perut bagian sekitar

pusar terus menerus dengan disertai demam,

mual, dan penurunan nafsu makan. Tujuh hari

sebelum masuk UGD nyeri perut yang dialami

pasien berpindah ke bagian perut kanan

bawah, semakin lama semakin hebat dan

masih disertai demam, mual, dan penurunan

nafsu makan. Satu hari sebelum masuk

UGD, kedua skrotum dan perineum tampak

membengkak, kemerahan, mengeluarkan

nanah dari lubang ukuran diameter 0,5 cm di

skrotum kanan bagian bawah.

Pada saat pertama kali masuk UGD pasien

tampak sakit berat dengan kesadaran compos

mentis, tanda-tanda vital nadi, frekuensi napas,

dan tekanan darah dalam batas normal dan

suhu 39,3°C. Abdomen tampak datar, bising

usus dalam batas normal, dengan nyeri tekan

di bagian iliaka kiri – kanan, muscular defense

tidak ditemukan. Status lokalis: tampak

pembengkakan pada kedua skrotum dengan

ukuran 10 x 7,5 cm, teraba lunak, berbau

busuk, tanda – tanda infl amasi pada kedua

skrotum dan perineum, tampak pus dari ulkus

ukuran diameter 0,5 cm di skrotum kanan

bawah. Dilakukan pemeriksaan laboratorium

Fournier’s GangreneFelicia Setiawan*, Riana Novianti*, Wicaksono M.T.P.**

Dokter Internship, ** Bagian Bedah Rumah Sakit Tentara Dr. R. Hardjanto

Balikpapan, Kalimantan Timur, Indonesia

ABSTRAK

Fournier’s gangrene (FG) merupakan fasciitis nekrotikans yang progresif pada daerah penis, skrotum, dan perineum. Infeksi yang terjadi bersifat

polimikrobial, gabungan antara bakteri aerob dan anaerob. Fournier’s gangrene tergolong penyakit yang berpotensi fatal dengan angka

mortalitas tinggi dan termasuk dalam kasus kegawatdaruratan bedah dan urologi. Dasar penanganan FG meliputi stabilisasi hemodinamik,

terapi antibiotik sistemik, dan debridement. Beberapa penelitian terakhir berupaya untuk mengembangkan suatu metode untuk memperkirakan

prognosis pasien. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah sistem penskoran Fournier's gangrene severity index (FGSI). Insidens terjadinya

FG dilaporkan lebih tinggi di negara berkembang namun jarang ditemukan laporan kasus di Asia Tenggara. Penulis melaporkan penanganan

kasus FG pada rumah sakit tipe C di Balikpapan, Kalimantan Timur.

Kata kunci: Fournier gangrene, Fournier gangrene severity index, fasciitis nekrotikans

ABSTRACT

Fournier’s gangrene (FG) is a progressive necrotizing fascciitis of the penis, scrotum, and perineum. The majority of cases are polymicrobial,

mixed of aerob and anaerob bacterial infection. Fournier’s gangrene is a potentially lethal disease with high mortality rate. Hemodynamic

stabilization, radical surgical debridement and intravenous broad-spectrum antibiotics are the mainstream therapy. Many of latest researches

attempted to develop a scoring index to stratify the risk in FG patients. Fournier's gangrene severity index (FGSI) is one of the useful predictors.

It was developed in order to aid physicians in predicting mortality probability. While the incidence was known to be much higher in developing

countries, Fournier’s gangrene case report is rarely found in Southeast Asian countries. We report a FG case and its management in setting of

tetriary care facility in Balikpapan, East Kalimantan. Felicia Setiawan, Riana Novianti, Wicaksono M. T. P. Fournier’s Gangrene.

Key words: Fournier’s gangrene, Fournier gangrene severity index, necrotizing fasciitis

Alamat korespondensi email: [email protected]

Page 2: 10 205Fourniers Gangrene

433CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA

menunjukkan tanda-tanda sepsis dengan

anemia dan hipoalbuminemia. Pemeriksaan

ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, dan elektrolit

dalam batas normal.

Perawatan awal dilakukan dengan stabilisasi

hemodinamik, perbaikan keadaan umum,

dan pemberian antibiotik sistemik spektrum

luas (meropenem dan metronidazol) mulai

dari hari pertama perawatan. Perbaikan

keadaan umum dilakukan dengan diet tinggi

protein, pemberian obat-obatan anti nyeri

dan pencegahan stress ulcer, transfusi albumin

20% dan packed red cell (PRC) untuk mengatasi

hipoalbuminemia dan anemia.

Pada perawatan hari ke-5, dilakukan surgical

debridement dan multiple incision pada bagian

iliaka kiri dan iliaka kanan. Pada saat dilakukan

evakuasi pus, ditemukan pus sekitar + 300

cc di dalam skrotum. Pada perawatan hari

ke-11, dilakukan surgical debridement kedua,

jumlah pus yang dievakuasi berkurang. Pada

perawatan hari ke-23, pasien diperbolehkan

rawat jalan di rumah dan direncanakan

akan dilakukan bedah rekonstruksi bulan

berikutnya. Pada 1 bulan pasca perawatan

awal dilakukan perawatan lanjutan berupa

rekonstruksi skrotum dan perineum.

(a)

(b)

Gambar (a) menunjukkan pembengkakan di abdomen

bagian bawah dan skrotum, dengan beberapa area nekro-

sis yang berwarna kehitaman. Gambar (b) menunjukkan

skrotum setelah dilakukan debridement dan reparasi pada

abdomen bawah dan skrotum.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Seperti telah disebutkan sebelumnya,

FG disebabkan infeksi bakteri aerob dan

anaerob seperti E. coli, coliform, Klebsiella

spp., Bacteroides spp., Streptococcus spp.,

Enterococcus spp., Pseudomonas spp., Proteus

spp. dan Clostridium spp.4 Perbedaan bakteri

yang menginfeksi pada FG tidak berkorelasi

dengan tendensi mortalitas lebih tinggi.2

Berbagai sumber menyebutkan bahwa

adanya infeksi terutama dari kolorektal (infeksi,

keganasan) dan urogenital menempati

urutan pertama penyebab FG, walaupun

sumber lain seperti kulit akibat trauma, pasca-

operasi, maupun ulkus dekubitus juga perlu

dipertimbangkan.2,5

Terdapat predisposisi sistemik yang

berkontribusi terhadap terjadinya dan

buruknya prognosis FG antara lain pengobat-

an steroid jangka panjang, diabetes melitus,

alkoholisme kronis, penyakit jantung seperti

penyakit jantung koroner, dan hipertensi

arterial, gagal ginjal, dan koagulopati.6,7

Pada pasien ini, tidak dilakukan kultur kuman

dan tes resistensi antibiotik. Pengetahuan

mengenai etiologi tidak terlalu berpengaruh

dalam penatalaksanaan terapi pasien FG

karena etiologi kuman-kuman penyebabnya

polimikrobial sehingga dalam terapi diberikan

antibiotik spektrum luas.

Pada beberapa tahun terakhir, kasus insidens

FG cenderung meningkat. Telah terjadi

peningkatan signifi kan kasus FG dalam

beberapa tahun ini. Salah satu rumah

sakit di Amerika Tengah melaporkan telah

terjadi 41 kasus dalam 4 tahun terakhir.

Hal ini disebabkan faktor predisposisi FG,

seperti diabetes melitus, imunosupresi,

serta penyakit hati dan ginjal kronis juga

meningkat dalam beberapa tahun ini. Infeksi

pada FG lebih banyak terjadi pada pasien

dengan penurunan imunitas tubuh.2,5

PATOFISIOLOGI

Telah disebutkan sebelumnya bahwa adanya

infeksi polimikrobial yang terutama berasal

dari daerah kolorektal dan urogenital menjadi

sumber utama infeksi FG. Dari fokus infeksi

tersebut, penyebaran ke lapisan fasia dapat

terjadi, dan nekrosis dapat meluas dengan

kecepatan sekitar 2 cm per jam.2,8

Pada awal terjadinya FG, akan sulit

membedakan antara fasciitis yang terjadi

pada FG dengan selulitis karena keduanya

menunjukkan tanda infl amasi yaitu

pembengkakan yang terasa nyeri, eritema,

dan hipertermia. Namun, dalam perjalanan

penyakit selanjutnya, dapat terlihat tanda dan

gejala tipikal termasuk di dalamnya edema

yang terasa sangat nyeri pada pada area kulit

yang terkena, perubahan warna kulit, bula,

atau krepitus. Apabila penyebaran sudah

mencapai fasia, akan tampak ulkus berwarna

kehitaman yang tidak terasa nyeri. Hal ini

disebabkan oleh adanya oklusi vaskuler fasia

sehingga terjadi iskemia yang menyebabkan

nekrosis jaringan. Krepitasi dapat ditemukan

pada beberapa kasus FG, terjadi karena

bakteri anaerob secara sinergis menghasilkan

eksotoksin yang menyebabkan nekrosis dan

pembentukan gas.7

Pada pasien ini, berdasarkan anamnesis riwayat

penyakit, terdapat kecurigaan apendisitis

akut. Selama tujuh hari, terdapat keluhan

nyeri di bagian perut kanan bawah disertai

demam, mual, muntah, dan penurunan nafsu

Page 3: 10 205Fourniers Gangrene

434

LAPORAN KASUS

CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013

gangrene tidak dapat dihindarkan. Teori

kedua adalah adanya keadaan hiperkoagulasi

dan disseminated intravascular coagulation

(DIC) yang terjadi pada kasus sepsis berat,

menyebabkan terjadinya oklusi pembuluh

darah kecil di bagian testis dan korpus

kavernosum sehingga terjadi iskemia dan

nekrosis.2

PROGNOSIS

FG merupakan penyakit infeksi dengan

mortalitas tinggi. Sampai saat ini, belum

ditentukan suatu konsensus bersama untuk

menentukan tingkat keparahan FG. Pada

beberapa tahun ini, tetap dilaporkan tingginya

mortalitas pada kasus FG, bahkan dengan

pengobatan antibiotik spektrum luas, surgical

debridement, dan perawatan intensif.3

Beberapa penelitian terakhir tentang FG

berupaya untuk mengembangkan suatu

metode untuk memperkirakan prognosis

pasien. Salah satu metode yang dapat

digunakan adalah sistem penskoran Fournier's

gangrene severity index (FGSI). Penilaian FGSI

paling baik dilakukan saat pertama kali

pasien datang. FGSI dapat menjadi salah satu

alternatif yang mudah dan objektif dalam

menentukan prognosis pasien FG.3,9-11 Hasil

penelitian menunjukkan bahwa FGSI dengan

nilai >9 memiliki mortalitas mencapai 75%,

sedangkan FGSI <9 memiliki survival rate

mencapai 78 %.3 Pasien yang sembuh dari

FG umumnya mempunyai FGSI antara 6-9.9

Penggunaan FGSI dengan cut-off pada nilai

9 memiliki sensitivitas 71,4% dan spesifi sitas

makan. Diperkirakan apendisitis akut yang

dialami pasien telah mengalami perforasi dan

kemungkinan sebagian appendiks terletak

retroperitoneal. Berdasarkan mekanisme

gravitasi, terjadi penumpukan pus ke

tempat yang lebih rendah, dalam hal ini

ruang retroperitoneal bagian terendah. Pada

regio tersebut, terdapat hubungan dengan

fasia skrotum. Penundaan pengobatan

menyebabkan infeksi terus meluas sampai

meliputi kedua skrotum dan perineum.

TATA LAKSANA

Dasar penanganan FG adalah dengan

stabilisasi hemodinamik, terapi antibiotik

sistemik spektrum luas, dan surgical

debridement.2,3 Pada kasus ini, selama hari-

hari pertama perawatan, dilakukan perbaikan

keadaan umum dan stabilisasi hemodinamik.

Perbaikan keadaan umum dilakukan dengan

diet tinggi protein, pemberian obat-obatan

anti nyeri, pencegahan stress ulcer, serta

transfusi albumin 20% dan packed red cell

(PRC) untuk mengatasi hipoalbuminemia

dan anemia. Kadar albumin serum pasien

saat pertama kali datang sebesar 1,9 mg%

(nilai normal 3,8-4,2 mg%). Penurunan kadar

albumin ini disebabkan oleh stres metabolik

akibat infeksi pada FG. Pemberian antibiotik

spektrum luas telah dimulai dari hari pertama

perawatan. Pada hari pertama perawatan,

pasien diberikan antibiotik seftriakson 1.000

mg dua kali sehari dan metronidazol 500 mg

tiga kali sehari. Pada hari ketiga perawatan,

seftriakson diganti dengan meropenem.

Surgical debridement dilakukan sebanyak dua

kali pada pasien ini. Pada hari perawatan

ke-23, pasien diperbolehkan pulang dalam

keadaan infeksi telah teratasi dan keadaan

umum baik.

Surgical debridement menjadi salah satu

cara terapi FG dan dilakukan sesegera

mungkin setelah keadaan umum pasien

memungkinkan. Pembentukan gas gangren

didokumentasikan dapat mencapai 1 cm2

per jam sehingga surgical debridement harus

sesegera mungkin dilakukan. Pada sebagian

besar kasus FG, debridement pertama tidak

dapat membersihkan seluruh (100%) jaringan

nekrotik dan perlu dilakukan debridement

lanjutan. Perawatan di rumah sakit pada

pasien FG diperhitungkan akan mencapai 6-8

minggu.9

Satu bulan setelah perawatan pertama,

dilakukan rekonstruksi skrotum pada pasien.

Selama perawatan, tidak ditemukan adanya

nekrosis pada testis dan fasia perineum

pada pasien sehingga tidak dilakukan

orkhidektomi. Pada kasus FG, frekuensi

terjadinya testicular gangrene dapat mencapai

20% kasus dan memerlukan orkhidektomi.

Sampai saat ini, mekanisme terjadinya

testicular gangrene belum dapat dijelaskan

karena secara anatomis adanya lapisan fasia

dapat mencegah penyebaran infeksi ke

daerah testis.2 Beberapa teori yang pernah

dikembangkan untuk menjelaskan terjadinya

testicular gangrene antara lain pada kasus FG

dengan orchidoepididymitis sebagai etiologi

utamanya. Dalam kasus demikian, testicular

Tabel 1 Sistem Penskoran Fournier Gangrene Severity Index (FGSI)

Parameter Nilai abnormal tinggi Normal Nilai abnormal rendah Nilai FGSI kasus (*)

+4 +3 +2 +1 0 +1 +2 +3 +4

Suhu (°C) >41 39-40,9 - 38,5-39 36-38,4 34-35,9 32-33,9 30-31,9 <29,9 0 (38,3°C)

Frekuensi Jantung (x/menit) >160 140-179 110-139 - 70-109 - 55-69 40-54 <39 0 (108 x/menit)

Frekuensi Napas (x/menit) >50 35-49 - 25-34 12-24 10-11 6-9 - <5 0 (22 x/menit)

Sodium Serum (mmol/L) >180 170-179 160-169 150-159 130-149 - 120-129 111-119 <110 0 (136 mmol/L)

Potasium Serum (mmol/L) >7 6-6,9 - 5,5-5,9 3,5-5,4 3-3,4 2,5-2,9 - <2,5 0 (4,3 mmol/L)

Kreatinin Serum (mmol/L) >3,5 2-3,4 1,5-1,9 - 0,6-1,4 - <0,6 - - 0 (0,6)

Hematokrit (%) >60 - 50-59,9 46-49,9 30-45,9 - 20-29,9 - <20 +2 (25)

Leukosit (x1.000 sel/mm3) >40 - 20-39,9 15-19,9 3-14,9 - 1-2,9 - <1 +2 (25)

Bikarbonat Serum (mmol/L) >53 41-51,9 - 32-40,9 22-31,9 - 18-21,9 15-17,9 <15 0 (23)

Keterangan: (*) angka dalam kurung menunjukkan hasil pemeriksaan pasien dalam kasus.

Page 4: 10 205Fourniers Gangrene

435

LAPORAN KASUS

CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013

90% dalam menentukan prognosis.10 Pada

kasus ini, nilai FGSI pasien saat hari pertama

perawatan adalah 4. Pasien ini kami nilai

memiliki prognosis yang baik.

Selain penggunaan FGSI, penentuan

prognosis pasien juga dipengaruhi oleh

beberapa keadaan lainnya. Adanya penyakit

penyerta, seperti diabetes melitus, kelainan

ginjal dan hati kronis, serta keadaan

imunosupresi, memperburuk prognosis

pasien FG. Mortalitas FG dengan penyakit

secara signifi kan lebih tinggi pada pasien yang

meninggal. Infeksi yang mengenai dinding

abdomen dan kulit ekstremitas bawah akan

memiliki luas permukaan infeksi lebih luas.2-3

Luka setelah penyembuhan FG pada sebagian

besar kasus tidak menyebabkan sekuele infeksi,

kecuali pada kasus adanya penyakit penyerta,

seperti imunosupresi.2 Sampai saat ini, baru

ada dua kasus yang melaporkan terjadinya

karsinoma sel skuamosa pada bekas luka FG

setelah penyembuhan dua tahun.12

DAFTAR PUSTAKA

1. Andres Humberto Vargas, Jorge Carbonell, Daniel Osorio, Herney Andres Garcia. Evaluation of Fournier’s necrosis in a high complexity hospital. General urology. Arch Esp Urol. 2011;64:948-

52.

2. Silvio Altarac, Davorin Katušin, Suad Crnica. Fournier’s gangrene: Etiology and outcome analysis of 41 patients. Urol Int. 2012;88:289-93.

3. Gutiérrez-Ochoa J, Castillo-de Lira HH, Velázquez-Macías RF. Usefulness of Fournier’s gangrene severity index: A comparative study. Rev Mex Urol. 2010;70:27-30.

4. Sarwar U, Akhtar N. Fournier’s gangrene developing secondary to infected hydrocele: An unique clinical scenario. Urol Ann. 2012;4:131-4.

5. Mehl AA, et al. Management of Fournier’s gangrene: Experience of a university hospital of curitiba. Rev Col Bras Cir. 2010;37:435-41.

6. Nakatani H. Fournier’s gangrene in elderly patient: Report of a case. The Journal of Medical Investigation. 2011;58:255-8.

7. Martinschek A. Prognostic aspects, survival rate, and predisposing risk factors in patients with Fournier’s gangrene and necrotizing soft tissue infections: Evaluation of clinical outcome of

55 patients. Urol Int. 2012;89:173-9.

8. Goktas C. Factors aff ecting the number of debridements in Fournier’s gangrene: Our results in 36 cases. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg. 2012;18(1):43-8.

9. Alejandro García Morua, Juan Antonio Acuña Lopez, Jesus Domingo Gutierrez Garcia. Fournier’s gangrene: Our experience in 5 years, bibliographic review and assessment of Fournier’s

gangrene severity index. Arch Esp Urol. 2009;62:532-40.

10. Corcoran AT, Smaldone MC, Gibbons EP. Validation of the Fournier’s gangrene severity index in a large contemporary series. J Urol. 2008;180:944-8.

11. Kabay S, Yucel M, Yaylak F, Algin MC. The clinical features of Fournier’s gangrene and the predictivity of the Fournier’s gangrene severity index on the outcomes. Int Urol Nephrol.

2008;40:997-1004.

12. Chintamani, Manu Shankar, Vinay Singhal. Squamous cell carcinoma developing in the scar of Fournier’s gangrene. BMC Cancer. 2004;4:16.

penyerta tersebut dapat mencapai 66-80%.1-2

Faktor usia juga memengaruhi prognosis

pasien. Pasien dengan usia di atas 60 tahun

memiliki mortalitas lebih tinggi.1 Penelitian

menunjukkan bahwa hasil kultur bakteri

yang diperoleh pada pasien FG hampir

selalu polimikrobial, dan jenis bakteri tidak

mempengaruhi prognosis pasien.1-2,11 Pasien

yang datang dalam keadaan sepsis berat atau

syok septik memiliki prognosis lebih buruk

dibandingkan pasien yang tidak sepsis.2 Faktor

luas permukaan tubuh yang terkena fasciitis