25
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-Nya sehingga penyusunan buku Tinjauan Ekonomi Regional periode triwulan III-2008 dapat diterbitkan. Penyusunan Tinjauan Ekonomi Regional dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang ekonomi daerah sehingga mampu menjelaskan isu-isu ekonomi nasional-daerah dalam mendukung formulasi kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Tinjauan Ekonomi Regional juga merupakan kepedulian Bank Indonesia terhadap kebutuhan informasi oleh masyarakat. Melalui pendayagunaan fungsi strategis keberadaan Kantor Bank Indonesia di daerah dalam melakukan asesmen ekonomi secara seimbang, diharapkan publikasi ini dapat memenuhi kebutuhan pihak eksternal di seluruh Indonesia. Dapat kami sampaikan bahwa, mulai penerbitan triwulan III-2008, terdapat perubahan cakupan provinsi yang dianalisis untuk wilayah Jabalnustra dan Jakarta. Provinsi Banten yang selama ini menjadi bagian dari wilayah Jakarta dipindah kan menjadi bagian dari wilayah Jabalnustra, untuk lebih memperkuat analisis keterkaitan ekonomi provinsi Banten dengan wilayah Jabalnustra. Sementara, ekonomi Jakarta sebagai barometer ekonomi nasional patut dicermati dengan lebih fokus. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia di seluruh Indonesia, dan Seluruh Pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan buku ini. Kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat dan menjadi referensi bagi berbagai pihak yang membutuhkan . Saran dan kritik Pembaca sangat diharapkan guna meningkatkan kualitas analisis kajian kami. Jakarta, 21 Oktober 2008 D IREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER H e n d a r Kepala Biro

1 TER TwIII-2008 FINAL 21 Okt - bi.go.id filePertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi telah berimplikasi pada variasipertumbuhan PDRB yang semakin menyempit dari kisaran 4,8-6,1% pada

Embed Size (px)

Citation preview

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-Nya sehingga penyusunan buku Tinjauan Ekonomi Regional periode triwulan III-2008 dapat diterbitkan. Penyusunan Tinjauan Ekonomi Regional dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang ekonomi daerah sehingga mampu menjelaskan isu-isu ekonomi nasional-daerah dalam mendukung formulasi kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

Tinjauan Ekonomi Regional juga merupakan kepedulian Bank Indonesia terhadap kebutuhan informasi oleh masyarakat. Melalui pendayagunaan fungsi strategis keberadaan Kantor Bank Indonesia di daerah dalam melakukan asesmen ekonomi secara seimbang, diharapkan publikasi ini dapat memenuhi kebutuhan pihak eksternal di seluruh Indonesia.

Dapat kami sampaikan bahwa, mulai penerbitan triwulan III-2008, terdapat perubahan cakupan provinsi yang dianalisis untuk wilayah Jabalnustra dan Jakarta. Provinsi Banten yang selama ini menjadi bagian dari wilayah Jakarta dipindah kan menjadi bagian dari wilayah Jabalnustra, untuk lebih memperkuat analisis keterkaitan ekonomi provinsi Banten dengan wilayah Jabalnustra. Sementara, ekonomi Jakarta sebagai barometer ekonomi nasional patut dicermati dengan lebih fokus.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia di seluruh Indonesia, dan Seluruh Pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan buku ini.

Kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat dan menjadi referensi bagi berbagai pihak yang membutuhkan . Saran dan kritik Pembaca sangat diharapkan guna meningkatkan kualitas analisis kajian kami.

Jakarta, 21 Oktober 2008

DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER

H e n d a r

Kepala Biro

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 1

DAFTAR ISI

I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL ..................................................... 2

A. Gambaran Umum .......................................................................................... 2

B. Wilayah Sumatera .......................................................................................... 4

C. Wilayah Jakarta-Banten ................................................................................. 9

D. Wilayah Jabalnustra ....................................................................................... 12

E. Wilayah Kali-Sulampua ................................................................................. 15

II. PROSPEK ................................................................................................................ 18

III. ISU STRATEGIS .................................................................................................... 19

A. Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi Daerah ................................................. 19

B. Pengendalian Inflasi Daerah ........................................................................... 20

C. Pembiayaan Ekonomi Sektor Mikro Kecil dan Menengah (MKM) ............. 21

D. Isu Spesifik Daerah ............................................................................................. 23

IV. REKOMENDASI KEBIJAKAN ............................................................................. 24

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Ged. Sjafruddin Prawiranegara lt. 18 Kompleks Bank Indonesia Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta Ph. 021-381-8199, 381-8161, 8868 Fax. 021-386-4929,345-2489 Email : [email protected]

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 2

I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL

A. Gambaran Umum

Kinerja perekonomian daerah pada triwulan III-2008 masih mengalami pertumbuhan

yang tinggi. Pertumbuhan tertinggi diperkirakan akan terjadi di wilayah Jakarta dan

wilayah Kali-Sulampua1. Namun demikian, penopang pertumbuhan ekonomi

nasional pada triwulan laporan masih bersumber dari wilayah Jawa dan sebagian

daerah di Sumatera. Pertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi telah berimplikasi

pada variasi pertumbuhan PDRB yang semakin menyempit dari kisaran 4,8-6,1%

pada triwulan II-2008 menjadi 5,2-6,3%. Namun demikian, terdapat beberapa

provinsi, yakni Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, dan Nusa Tenggara Barat yang

memerlukan perhatian mengingat pertumbuhan ekonomi provinsi tersebut yang

berfluktuasi, bahkan dalam beberapa periode mengalami kontraksi pertumbuhan.

Tekanan laju inflasi di seluruh wilayah melemah, walaupun secara kuartalan inflasi

masih berada pada level yang cukup tinggi. Sumber inflasi daerah terutama berasal

dari inflasi kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan. Meningkatnya stok

beberapa komoditas pangan dan turunnya harga komoditas internasional menjadi

faktor yang menahan tekanan inflasi daerah. Namun demikian, perluasan cakupan

kota yang dihitung pergerakan harganya (inflasi) dari 45 menjadi 66 kota telah

menggeser bobot kota yang mempengaruhi inflasi nasional, dimana peranan Jakarta

dalam mempengaruhi inflasi berkurang. Perluasan ini berimplikasi pada pentingnya

penanganan faktor-faktor penyebab inflasi di daerah, terutama terkait dengan gangguan pasokan dan administered prices daerah. Hal ini seiring dengan

perkembangan inflasi daerah sampai triwulan III-2008 dimana terdapat peningkatan

jumlah kota yang mengalami inflasi di atas inflasi nasional.

Perkembangan pertumbuhan ekonomi di sisi permintaan menunjukkan bahwa

kuatnya konsumsi masih menjadi penyumbang tingginya pertumbuhan, sedangkan

investasi dan ekspor menunjukkan indikasi melambat. Meningkatnya pertumbuhan

konsumsi disebabkan oleh masih stabilnya daya beli masyarakat di seluruh wilayah, 1 Kajian Ekonomi Regional, Indonesia terbagi atas 4 (empat) wilayah, yaitu : Sumatera (provinsi NAD, Sumatera Utara,

Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau); Jakarta (provinsi DKI Jakarta dan sekitarnya); Jabalnustra (provinsi Jawa Barat,Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, NTB, dan NTT); Kali-Sulampua (provinsi Kalimantan Barat, Kalima ntan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat).

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 3

seperti tercermin pada masih positifnya pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP),

ekspektasi kenaikan penghasilan , dan masih tingginya dukungan pembiayaan kredit

konsumsi. Di sisi investasi, terdapat indikasi investasi yang melambat di seluruh

wilayah sebagaimana ditunjukkan oleh menurunnya impor barang modal di wilayah

Jabalnustra dan Sumatera, serta pertumbuhan kredit investasi yang mulai menurun.

S ementara itu, perlambatan ekspor yang terjadi di wilayah Sumatera, Jabalnustra,

dan Jakarta, terutama didorong oleh melambatnya permintaan dunia dan

menurunnya harga komoditas internasional, sedangkan ekspor di wilayah Kali-

Sulampua masih relatif baik .

Secara sektoral, beberapa sektor unggulan di daerah merespon secara positif

peningkatan konsumsi, antara lain sektor industri pengolahan dan sektor

perdagangan. Kinerja sektor industri pengolahan membaik di wilayah Jabalnustra,

Jakarta, dan Sumatera. Sektor perdagangan mengalami peningkatan pertumbuhan di

wilayah Jabalnustra dan Jakarta.

Di sisi pembiayaan, meningkatnya pertumbuhan didukung oleh kredit perbankan

yang cukup kondusif dan tingkat realisasi APBD yang meningkat. Pertumbuhan

kredit di seluruh wilayah meningkat, dimana wilayah Jakarta memiliki angka

pertumbuhan yang tertinggi. Sementara itu, realisasi pengeluaran APBD

Provinsi/Kabupaten/Kota membaik, dengan tingkat realisasi pengeluaran tertinggi

mencapai 60%. Namun demikian, besarnya realisasi pengeluaran APBD masih

ditujukan untuk pengeluaran rutin.

Di sisi inflasi, tekanan inflasi di seluruh wilayah selama triwulan III-2008 melemah,

namun masih pada level yang cukup tinggi. Tekanan inflasi terutama terjadi di

wilayah Sumatera dan wilayah Kali-Sulampua, yang bersumber dari kenaikan harga

barang pada kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan. Faktor yang

mempengaruhi peningkatan inflasi di daerah terutama berasal dari masih kuatnya

demand dan shock (gangguan) pasokan. Faktor demand yang kuat disebabkan oleh

masih kuatnya daya beli masyarakat, sedangkan faktor gangguan pasokan

disebabkan tingkat ketergantungan wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua terhadap

supply dari wilayah Jabalnustra serta kelancaran distribusi terutama hambatan

transportasi laut akibat faktor cuaca.

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 4

Pada triwulan IV-2008, perekonomian daerah diperkirakan akan sedikit pesimis

dibandingkan dengan triwulan III-2008, namun diimbangi dengan optimisme

terjadinya perlambatan inflasi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan

terjadi di wilayah Sumatera, Jakarta, dan Kali-Sulampua, sedangkan pertumbuhan

wilayah Jabalnustra diperkirakan relatif stabil. Melambatnya pertumbuhan ekonomi

terkait dengan beberapa hal sebagai berikut : (1) Melemahnya permintaan dunia

terhadap produk ekspor perkebunan; (2) Menurunnya produksi sektor perkebunan

akibat berakhirnya masa panen dan memasuki musim hujan; (3) Menurunnya harga

relatif komoditas dunia. Di sisi inflasi, faktor yang menyebabkan perlambatan

tekanan inflasi ke depan adalah : (1) Turunnya harga komoditas dan harga minyak dunia yang berdampak pada turunnya harga barang tradeables dan penurunan biaya

produksi; (2) Kecukupan stok bahan kebutuhan pokok terutama beras; (3) Tekanan

dari demand berkurang, karena konsumsi telah kembali pada pola normalnya.

Di tengah perkembangan perekonomian daerah yang kurang kondusif terdapat tiga

tantangan umum yang dihadapi ekonomi daerah. Tantangan pertama adalah masih

terdapatnya perbedaan pertumbuhan ekonomi antar daerah. Tantangan kedua

adalah masih tingginya laju inflasi di sebagian besar daerah dan tantangan ketiga

adalah terkait dengan pembiayaan ekonomi sektor mikro, kecil, menengah (MKM).

B. Wilayah Sumatera

Pada triwulan III-2008, wilayah Sumatera mengalami pertumbuhan ekonomi yang

relatif tinggi. Pertumbuhan ekonomi wilayah Sumatera pada triwulan III-2008

diperkirakan mencapai 5,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan

ekonomi pada triwulan sebelumnya (4,8%). Sumber pertumbuhan pada triwulan

laporan terutama berasal dari tingginya pertumbuhan di zona Sumatera Bagian

Tengah (Sumbagteng) dan zona Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) (Tabel 1).

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 5

Tabel 1

Pertumbuhan PDRB di Sumatera

(yoy,%)

Wilayah/Zona I-2007 II-2007 III-2007 IV-2007 I-2008 II-2008 III-2008 KeteranganKontribusi Thd Pertumbuhan

Sumatera 4.31 5.48 5.45 4.69 4.75 4.79 5.21 meningkat 5.21Zona Sumbagut 3.45 6.25 5.54 2.14 2.51 1.87 2.94 meningkat 0.95 - NAD -8.27 0.53 2.61 -3.33 -5.18 -7.92 -8.70 menurun tajam -0.67 - Sumut 8.37 8.55 6.68 4.18 5.24 5.50 7.26 meningkat tajam 1.78Zona Sumbagteng 4.83 4.47 5.14 5.54 5.26 7.16 6.75 melambat 2.78 - Sumbar 5.66 6.29 6.69 6.71 6.58 6.16 6.41 meningkat 0.52 - Riau 3.33 2.95 3.54 3.80 3.45 6.97 6.65 melambat 1.42- Kepri 6.53 5.71 7.24 8.50 8.63 8.60 6.52 melambat tajam 0.56- Jambi 8.15 6.69 6.41 6.46 5.07 7.18 8.66 meningkat tajam 0.31Zona Sumbagsel 4.64 6.11 5.82 6.71 6.94 4.81 5.66 meningkat 1.48 - Sumsel 5.17 5.67 5.46 7.01 8.17 4.97 5.23 meningkat 0.73 - Babel 3.48 4.80 3.85 7.06 7.56 6.30 8.75 meningkat tajam 0.21 - Lampung 4.32 7.01 6.50 6.12 4.79 4.24 6.01 meningkat tajam 0.49

Sumber : Estimasi Bank Indonesia

Di sisi permintaan, sumber pertumbuhan PDRB wilayah Sumatera berasal dari

konsumsi rumah tangga (Tabel 2). Faktor yang menyebabkan masih kuatnya

konsumsi adalah daya beli sebagaimana ditunjukkan oleh masih positifnya

pertumbuhan Nilai Tukar Petani di beberapa provinsi di Sumatera. Sementara itu,

ekspor masih mengalami perlambatan pertumbuhan yang dipicu oleh turunnya

harga relatif komoditas internasional dan turunnya permintaan dunia, khususnya

untuk komoditas perkebunan (Grafik 1). Di sisi investasi, pada triwulan III-2008

pertumbuhan investasi melambat terutama bersumber dari mulai melambatnya

investasi pada subsektor perkebunan yang pada periode sebelumnya tumbuh pesat.

Melambatnya investasi juga disumbang dari masih relatif terbatasnya realisasi

belanja modal pemerintah daerah.

Tabel 2

Pertumbuhan PDRB Sisi Penggunaan di Sumatera

(%, yoy)

Pangsa Kontribusi thd

I II III IV I II III (Tw.III-2008) PertumbuhanPDRB 4.31 5.48 5.45 4.69 4.75 4.79 5.24 100.0 0.05Permintaan Domestik 5.93 10.52 5.01 9.66 7.77 6.67 4.69 77.9 3.66Konsumsi 6.73 7.72 7.97 7.46 7.48 7.55 6.15 58.9 3.62 Rumah Tangga 7.26 8.06 8.26 6.92 2.61 8.07 6.70 49.7 3.33 Pemerintah 3.94 5.97 6.51 10.17 3.25 4.73 3.27 9.2 0.30Investasi PMTB 0.11 0.09 0.06 0.11 0.10 0.11 0.10 0.2 0.02Perdagangan Internasional -2.58 -10.96 10.87 -9.07 -3.49 -1.30 5.14 0.2 1.13 Ekspor 6.09 4.11 16.77 14.71 10.38 17.23 20.02 54.0 10.81 Impor 16.22 21.25 22.03 39.53 25.04 35.37 32.46 31.9 10.36

KomponenPertumbuhan 2007** Pertumbuhan 2008**

Sumber : Estimasi Bank Indonesia

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 6

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

1 2 3 4 5 6 7 8 910 11 12

1 2 3 4 5 6 7 8 910 11 12

1 2 3 4 5 6 7 8

2006 2007 2008

ribu ton

-100

-50

0

50

100

150

200

250%,yoy

Crude Materials, Inedible Animal & Vegetable Oils & FatsTotal gCrude Materials, Inedible (rhs)gAnimal & Vegetable Oils & Fats (rhs) gTotal (rhs)

-100

100

300

500

700

900

1,100

1,300

1,500

1,700

1,900

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8

2006 2007 2008

ribu ton

-50

0

50

100

150

200

250

300%,yoy

Chemical Manufactured GoodsTotal gManufactured Goods (rhs)gChemical (rhs) gTotal (rhs)

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Grafik 1 Grafik 2

Komoditi Ekspor Terbesar di Sumatera Komoditi Impor Terbesar di Sumatera

Di sisi sektoral, pertumbuhan terjadi pada sektor pertanian, sektor industri

pengolahan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan/komunikasi, dan sektor

keuangan . Sektor pertanian yang menjadi sektor andalan wilayah Sumatera tumbuh

meningkat dari 5,3% pada triwulan II-2008 menjadi 6 ,1% pada triwulan III-2008.

Peningkatan pertumbuhan sektor pertanian terjadi seiring dengan masa puncak

panen komoditas perkebunan . Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian

masih mengalami pertumbuhan yan g negatif yaitu sebesar -1,8%. Masih negatifnya

pertumbuhan sektor ini disebabkan oleh terus menurunnya produksi migas di

seluruh lapangan migas di Sumatera. Secara keseluruhan, pembentukan PDRB

wilayah Sumatera pada triwulan III-2008 masih didominasi oleh sektor-sektor utama

yaitu sektor pertanian (22,8%), sektor industri pengolahan (18,9%) serta sektor

pertambangan dan penggalian (17,0%) (Tabel 3).

Tabel 3

Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran di Sumatera (%, yoy)

Pangsa Kontribusi thd

I II III IV I II III (Tw.III-2008) Pertumbuhan

Wilayah Sumatera 4.31 5.48 5.45 4.69 4.75 4.79 5.21 100.00 532.82

Pertanian 3.55 6.93 6.03 5.84 6.38 5.34 6.15 22.57 139.99Industri Pengolahan 2.32 1.51 1.50 4.09 3.58 3.88 4.78 18.99 90.36Perdagangan, Hotel & Restoran 1.26 3.10 2.10 6.82 6.63 6.22 7.64 15.36 120.02Pengangkutan & Komunikasi 18.44 20.82 20.90 9.75 9.26 8.18 9.65 6.35 63.91Keuangan, Persewaan & Jasa 19.02 20.48 18.16 11.48 11.33 8.59 8.73 4.24 38.23

Listrik, Gas, & Air Bersih -2.20 -0.20 1.53 8.44 6.14 5.64 3.09 0.53 1.60Bangunan 16.06 18.51 17.56 12.55 9.75 8.79 8.30 5.22 44.62Jasa-jasa 13.28 11.49 11.93 7.40 7.59 7.59 7.40 8.00 64.39

Pertambangan & Penggalian -3.03 -2.63 -0.85 -4.17 -3.24 -0.60 -1.78 18.21 -30.31

meningkat

melambat

Sektor

menurun

Pertumbuhan 2007** Pertumbuhan 2008**

Sumber: Badan Pusat Statistik

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 7

Kegiatan dan kinerja perbankan di Sumatera pada triwulan III-2008 menunjukkan

perkembangan yang membaik (Tabel 4). Kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga

(DPK) tumbuh sebesar 8,5% hingga triwulan laporan. Di sisi kredit, pertumbuhan

kredit yang disalurkan terus meningkat yaitu sebesar 36,4% dengan nilai kredit yang

telah disalurkan mencapai Rp 159,2 triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit

pada triwulan laporan sebagian besar disalurkan dalam bentuk kredit modal kerja.

S ementara itu, kinerja perbankan di wilayah Sumatera membaik tercermin dari tingkat Non Performing Loan (NPL) yang relatif rendah yaitu sebesar 4,4%.

Tabel 4

Perkembangan Perbankan di Sumatera

TwI-2007 TwII-2007 TwIII-2007 TwIV-2007 TwI-2008 TwII-2008 TwIII-2008

DPKPosisi (triliun Rp) 183.59 187.97 197.19 205.92 201.13 212.58 212.87

Pertumbuhan (%,y-o-y) 30.59 22.53 20.95 14.89 9.55 13.09 8.46

Giro (tr i l iun Rp) 56.94 59.67 61.56 58.64 55.44 59.20 56.81

Tabungan (tr i l iun Rp) 61.19 64.94 69.72 82.44 81.10 86.07 84.64

Deposito (tr i l iun Rp) 65.46 63.36 65.91 64.84 64.58 67.31 71.43

Kredit (total)Posisi (tril iun Rp) ** 103.82 111.79 120.58 130.51 134.7 152.30 159.23

Pertumbuhan (% yoy) 19.29 21.78 25.25 28.8 29.8 36.2 36.4

Modal Kerja (tr i l iun Rp) 48.74 51.58 52.37 63.03 63.7 75.13 78.07

Investasi (tril iun Rp) 22.38 24.32 25.60 26.79 27.3 28.46 29.49

Konsumsi (tril iun Rp) 32.70 35.89 36.36 40.69 43.7 48.71 51.68

UMKM (triliun Rp)*** 70.70 77.14 83.45 87.70 93.5 106.64 112.68

Loan to Deposit Ratio 56.55 59.47 61.15 63.38 66.99 71.64 74.80

Non Performing Loan Ratio 5.69 5.59 5.06 3.99 2.98 2.80 4.41

** berdasarkan lokasi bank penyalur

*** berdasarkan lokasi proyek

Sumber : Bank Indonesia

Di sisi keuangan daerah, sampai dengan semester I-2008 realisasi belanja APBD

relatif meningkat. Peningkatan realisasi belanja APBD tersebut terutama terjadi di

zona Sumatera Bagian Selatan. Namun demikian, meningkatnya realisasi belanja

APBD lebih ditujukan pada pengeluaran rutin, sedangkan pengeluaran modal masih

relatif terbatas, yaitu sekitar 10% . Di sisi pendapatan, realisasi pendapatan telah

mencapai rata-rata 50% (Tabel 5).

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 8

Tabel 5

Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD di Sumatera

(Rp)

Anggaran Realisasi Sem. I %Pendapatan Daerah 21,063,494,666,365 10,430,972,584,657 50%

PAD 7,332,954,523,365 4,490,651,858,338 61%Pendapatan Transfer 13,669,177,857,000 5,880,196,029,047 43%

Bagi hasil pajak/Bagi hasil bukan pajak 13,669,177,857,000 5,880,189,108,047 43%Transfer dari pemerintah pusat-lainnya - - Transfer pemerintah provinsi - 6,921,000

Lain-lain Pendapatan Yang Sah 61,362,286,000 60,124,697,271 98%

Belanja Daerah 24,630,025,806,137 6,149,721,541,926 25%Belanja Operasi 10,936,797,871,246 3,351,956,996,789 31%Belanja Modal 8,296,824,954,102 820,898,799,405 10%Belanja tidak terduga 61,488,160,962 9,399,209,000 15%Belanja transfer 2,045,663,348,607 387,625,830,545 19%

SUMATERA (minus Bengkulu)

Sumber : Pemda beberapa Provinsi se Sumatera

Perkembangan inflasi di wilayah Sumatera pada triwulan III-2008 menurun, namun

masih berada pada level yang cukup tinggi. Terdapat 9 (sembilan) kota dari 16 kota

di wilayah Sumatera yang mengalami inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi

nasional. Kota yang mengalami inflasi tertinggi adalah kota Pangkal Pinang yaitu

sebesar 18,24% (year to date /y-t-d) (Grafik 3). Sumber tekanan inflasi di wilayah

Sumatera berasal dari inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok

perumahan. Faktor yang menyebabkan inflasi di Sumatera secara umum yaitu:

tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pasokan dari wilayah lain , keadaan

cuaca yang kurang kondusif yang menghambat distribusi melalui transportasi laut

dan faktor musiman . Namun di sisi lain, meningkatnya stok beberapa komoditas

pangan dan turunnya harga komoditas internasional telah mampu menurunkan

tekanan inflasi di Sumatera.

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

18.0

20.0

Batam

Medan

Paka

nbaru

Pemata

ng Sia

ntar

Band

a Ace

hSib

olga

Pada

ng

Lhokse

umaw

e

Tanju

ng P

inang

Pada

ng Sid

empu

an

Palem

bang

Jambi

Dumai

Beng

kulu

Banda

r Lampun

g

Pangk

al Pina

ng

Nasional

y-t-d

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 3

Infla si Kota di Sumatera

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 9

C. Wilayah Jakarta

Pada triwulan III-2008 pertumbuhan ekonomi wilayah Jakarta diperkirakan mencapai

6,2% (yoy). Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi bersumber dari meningkatnya

konsumsi rumah tangga dan investasi, sedangkan ekspor tumbuh melambat (Tabel

6). Meningkatnya konsumsi rumah tangga disebabkan oleh masih kuatnya daya beli

masyarakat , membaiknya ekspektasi konsumen , dan dukungan pembiayaan melalui

kredit konsumsi yang cukup tinggi. Investasi juga mengalami kenaikan pertumbuhan

seiring dengan dengan masih optimisnya usaha bisnis di Jakarta. Sementara itu,

ekspor diperkirakan mengalami pertumbuhan yang melambat yang disebabkan oleh

melambatnya permintaan dunia terhadap produk komoditi man ufaktur.

Tabel 6

Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan di Jakarta (%, yoy)

Sumber : estimasi Bank Indonesia

0

100

200

300

400

500

600

700

800

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8

2006 2007 2008

rib

u t

on

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

%,y

oy

Chemical Manufactured GoodsTotal gChemical (rhs)

gManufactured Goods (rhs) gTotal (rhs)

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8

2006 2007 2008

ribu

ton

-70

-20

30

80

130

180

%,y

oy

Food and Live Animals Crude Materials, InedibleManufactured Goods TotalgCrude Materials, Inedible (rhs) gFood and Live Animals (rhs)gTotal (rhs) gManufactured Goods (rhs)

Sumber : Bank Indonesia

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4 Grafik 5 Komoditi Ekspor Terbesar di Jakarta -Banten Komoditi Impor Terbesar di Jakarta-Banten

Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi Jakarta bersumber dari pertumbuhan pada

sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, sektor keuangan, dan sektor

pengangkutan (Tabel 7). Sektor perdagangan yang merupakan salah satu sektor

DKI Q1-2008* Q2-2008* Q3-2008*KontribusiQ3-2008

Konsumsi 7.8 6.1 6.3 3.9

Investasi 8.3 8.6 8.9 3.4

Ekspor 6.3 0.6 0.3 0.0

Impor 17.2 11.1 6.5 -0.6

P D R B 6.3 6.1 6.2 6.2* angka sementara

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 10

terbesar di wilayah Jakarta, mengalami pertumbuhan sebesar 6,2% (yoy). Faktor yang

menyebabkan masih tingginya pertumbuhan pada sektor perdagangan dan sektor

industri adalah masih kuatnya konsumsi. Sektor keuangan mengalami kenaikan

pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya fungsi intermediasi perbankan,

termasuk kenaikan pertumbuhan kredit dan jasa perbankan lainnya di Jakarta.

Tabel 7

Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran di Jakarta (%, yoy)

Sumber : estimasi Bank Indonesia

Di wilayah Jakarta, kegiatan perbankan pada triwulan III-2008 menunjukkan

pertumbuhan yang melambat. Secara tahunan (yoy) penghimpunan DPK hingga

triwulan ini mencapai Rp736,6 triliun, atau tumbuh sebesar 8,9% (yoy). Komposisi

terbesar DPK di wilayah Jakarta adalah dalam bentuk deposito, yaitu sebesar Rp414,2

triliun. Sementara di sisi kredit, pertumbuhan nilai kredit yang disalurkan mengalami

peningkatan secara tahunan, yaitu sebesar 37,0%, menjadi Rp608 ,4 triliun.

Berdasarkan jenis penggunaannya, sebagian besar kredit disalurkan dalam bentuk

kredit modal kerja. Khusus untuk kredit UMKM, penyaluran kredit di wilayah

Jakarta hingga triwulan ini telah mencapai Rp126,4 triliun. Meningkatnya kegiatan

perbankan juga tercermin dari meningkatnya LDR yang mencapai 82,6%, paling

tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lainnya. Tingkat NPL masih cukup rendah

yaitu sebesar 3,7% (Tabel 8).

DKI Q1-2008 Q2-2008 Q3-2008*KontribusiQ3-2008

Pertanian 1.4 -0.3 0.7 0.0Pertambangan 1.5 0.9 1.4 0.0Industri 4.1 4.0 4.2 0.7Listrik 7.4 7.3 7.3 0.0Bangunan 7.5 7.6 7.8 0.8Perdagangan 6.8 6.2 6.2 1.4Pengangkutan 15.2 14.8 14.9 1.4Keuangan 4.1 4.2 4.3 1.3Jasa-jasa 6.4 6.1 6.1 0.7

PDRB 6.3 6.1 6.2 6.2* angka sangat sementara

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 11

Tabel 8

Perkembangan Perbankan di Jakarta

TwI-2007 TwII-2007 TwIII-2007 TwIV-2007 TwI-2008 TwII-2008 TwIII-2008

DPKPosisi (triliun Rp) 646.18 687.04 709.28 779.78 746.00 765.02 736.58

Pertumbuhan (%,y-o-y) 9.01 14.16 16.62 20.29 15.45 11.35 8.87

Giro (tr i l iun Rp) 170.16 196.74 194.01 230.27 205.03 224.88 195.13

Tabungan (tr i l iun Rp) 101.53 110.47 119.03 133.85 131.88 140.28 127.27

Deposito (tri l iun Rp) 374.49 379.83 396.24 415.66 409.08 399.86 414.19

Kredit (total)

Posisi (triliun Rp) ** 414.74 448.46 470.38 528.25 547.56 577.90 608.43

Pertumbuhan (% yoy) 16.70 21.55 21.94 27.5 32.0 22.9 37.0

Modal Kerja (tri l iun Rp) 225.46 243.24 244.34 293.06 298.22 327.57 335.71

Investasi (triliun Rp) 94.41 102.92 104.23 117.77 124.46 135.61 143.97

Konsumsi (tril iun Rp) 94.86 102.30 102.75 117.42 124.88 114.72 128.75

UMKM (triliun Rp)*** 114.08 117.93 124.54 136.43 136.27 148.20 126.41

Loan to Deposit Ratio 64.18 65.27 66.32 67.74 73.40 75.54 82.60

Non Performing Loan Ratio 6.48 6.06 5.38 4.09 3.86 3.93 3.71

** berdasarkan lokasi bank penyalur

*** berdasarkan lokasi proyek

Sejak Triwulan III-2008 tidak lagi termasuk Banten

Sumber : Bank Indonesia

Pada triwulan III-2008, perkembangan inflasi di wilayah Jakarta menunjukkan

tekanan inflasi yang masih dibawah inflasi nasional (Grafik 6). Sumber kenaikan

inflasi di Jakarta berasal dari naiknya inflasi kelompok bahan makanan dan

perumahan yang masing-masing mencapai 14,8% dan 13,1% (y-t-d). Tekanan inflasi

yang terjadi cenderung disebabkan faktor masih kuatnya konsumsi di Jakarta dan

ekspektasi terhadap inflasi. Sementara itu, ketersediaan pasokan di Jakarta dan

turunnya harga komoditas dunia telah mampu menahan tekanan inflasi di Jakarta.

10.2

14.8

9.3

13.1

5.16.2

5.5

9.2

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

18.0

Inflasi y-t-d

UMUM Bahan Makanan

Makanan jadi Perumahan

Sandang Kesehatan

Pendidikan Transpor

% ytd

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 6

Inflasi IHK di Jakarta

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 12

D. Wilayah Jabalnustra

Ekonomi wilayah Jabalnustra pada triwulan III-2008 diperkirakan mengalami

pertumbuhan sebesar 5,7% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Jabalnustra bersumber dari

pertumbuhan ekonomi di zona Jawa Bagian Barat , zona Jawa Bagian Tengah, dan

zona Jawa Bagian Timur. S ementara itu, zona Bali-Nusa Tenggara mengalami

perlambatan pertumbuhan (Tabel 9). Tabel 9

Pertumbuhan PDRB di Jabalnustra (%, yoy)

I II III IV I II III IV I II IIIJabar 1.52 4.34 6.08 9.44 6.41 6.19 6.35 7.23 6.96 4.68 6.24 MeningkatDIY 4.75 3.58 3.81 2.58 -3.99 8.42 6.16 7.14 9.87 -1.00 2.80 MeningkatJateng 5.78 5.43 4.90 5.25 5.37 5.85 5.64 5.53 5.49 5.96 6.43 MeningkatJatim 4.66 5.97 6.47 6.06 5.54 6.21 6.31 6.35 5.80 5.97 6.02 Meningkat tipisJawa 3.74 5.18 5.92 7.04 5.57 6.18 6.18 6.53 6.26 5.32 6.11Bali -7.35 4.17 10.10 14.42 21.27 6.21 -0.10 -1.16 0.32 5.08 4.88 MelambatNTB 2.94 2.29 1.05 2.68 5.33 5.11 3.03 6.32 5.80 -7.45 -9.85 MenurunNTT 4.57 4.43 4.36 6.80 7.30 7.11 5.87 4.85 5.97 5.67 5.83 MeningkatBali-Nusra -1.73 3.62 5.72 8.78 13.05 6.05 2.18 2.53 3.14 1.22 0.07Jabalnusra 3.40 5.08 5.91 7.16 6.01 6.17 5.91 6.26 6.06 5.06 5.72 Meningkat

2008KetDaerah

2006 2007

Sumber : estimasi Bank Indonesia

Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi berasal dari membaiknya konsumsi.

Meningkatnya konsumsi di Jabalnustra disebabkan faktor membaiknya keyakinan

konsumen dan ditopang oleh pendanaan kredit konsumsi yang meningkat. Di sisi

investasi, terdapat perlambatan pertumbuhan yang disebabkan oleh belum adanya

inisiatif investasi oleh swasta yang signifikan. Melambatnya investasi juga

ditunjukkan oleh melambatnya impor barang yang dikelompokkan sebagai barang

modal. Di sisi ekspor, searah dengan perlambatan perekonomian global terjadi

perlambatan pertumbuhan ekspor terutama ekspor produk manufaktur dari daerah

Jawa Tengah dan Jawa Timur.

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8

2006 2007 2008

rib

u to

n

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

%,y

oy

Chemical Manufactured GoodsTotal gChemical (rhs)gManufactured Goods (rhs) gTotal (rhs)

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8

2006 2007 2008

rib

u to

n

-100

-75

-50

-25

0

25

50

75

100

125

%,y

oy

Food and Live Animals Crude Materials, InedibleTotal gCrude Materials, Inedible (rhs)gFood and Live Animals (rhs) gTotal (rhs)

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Grafik 7 Grafik 8

Komoditi Ekspor Terbesar di Jabalnustra Komoditi Impor Terbesar di Jabalnustra

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 13

Di sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi bersumber dari meningkatnya pertumbuhan

sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan (Tabel 10).

Pada triwulan III-2008 , sektor pertanian tumbuh sebesar 4,7% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,1% (yoy). Meningkatnya

pertumbuhan sektor pertanian disebabkan oleh faktor iklim yang mendukung dan

produktivitas yang meningkat. Pada sektor industri pengolahan dan sektor

perdagangan, peningkatan pertumbuhan disebabkan oleh masih kuatnya permintaan

domestik yang tercermin pada kenaikan produksi dan arus perdagangan barang.

Tabel 10

Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran di Jabalnustra

(%, yoy)

I II III IV I II III IV I II IIIPertanian 3.92 6.15 5.20 10.23 -1.35 3.56 3.07 8.14 10.53 1.14 4.72Industri Pengolahan 5.25 8.26 9.48 9.20 6.49 5.68 5.50 6.91 5.57 7.04 7.12Bangunan 3.60 0.41 3.05 3.04 7.74 7.40 6.38 3.41 3.66 3.30 4.23Pengangkutan & Komunikasi 5.12 7.31 7.22 9.01 15.89 10.16 7.93 5.28 0.80 6.98 9.02Keuangan, Persewaan & Jasa 2.01 4.28 6.38 7.73 9.86 9.31 8.98 8.10 5.28 7.32 7.86Listrik Gas & Air Bersih 2.45 5.75 8.09 15.19 5.62 5.26 6.05 5.00 5.75 5.37 5.25Perdagangan Hotel Restoran 8.40 9.65 10.55 13.89 9.05 8.22 8.72 6.06 6.12 6.34 5.93Jasa-jasa -1.22 -2.84 -2.90 -5.93 5.15 4.64 3.79 4.96 5.51 4.85 4.72Pertambangan -33.70 -30.80 -28.12 -27.70 3.34 1.59 2.83 -1.37 -3.03 -11.57 -12.30Jabalnusra 3.50 5.10 5.75 7.24 6.01 6.17 5.92 6.26 6.06 5.06 5.70

Sektor2006 2007 2008

Sumber : estimasi Bank Indonesia

Kegiatan dan kinerja perbankan di wilayah Jabalnustra pada triwulan III-2008 masih

menunjukkan pertumbuhan yang membaik (Tabel 11). Penghimpunan DPK

mencapai Rp428,6 triliun, atau tumbuh sebesar 9,6% yang didominasi oleh jenis

simpanan deposito. Di sisi kredit, nilai kredit yang telah disalurkan mencapai

Rp329,7 triliun, atau tumbuh 30,2%, dimana sebagian besar kredit disalurkan dalam

bentuk kredit modal kerja. Penyaluran kredit kepada UMKM yang berlokasi di

wilayah Jabalnustra hingga triwulan laporan mencapai Rp278,4 triliun. Nilai

penyaluran kredit UMKM di wilayah Jabalnustra adalah yang terbesar dibandingkan

tiga wilayah lainnya. Sementara itu, kinerja perbankan masih relatif baik, dimana

peningkatan LDR telah mencapai 76,9% dan diikuti oleh menurunnya tingkat NPL

dari 3,21% pada triwulan II-2008 menjadi 3,16%.

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 14

Tabel 11

Data Perbankan di Jabalnustra

TwI-2007 TwII-2007 TwIII-2007 TwIV-2007 TwI-2008 TwII-2008 TwIII-2008

DPKPosisi (tril iun Rp) 340.53 352.75 361.76 384.97 381.10 430.03 428.59

Pertumbuhan (%,y-o-y) 14.70 13.73 14.73 13.56 11.91 21.91 9.58

Giro (tril iun Rp) 67.44 75.12 79.87 76.66 79.44 81.80 87.46

Tabungan (tr i l iun Rp) 123.26 129.78 137.59 157.20 153.07 164.28 172.60

Deposito (tr i l iun Rp) 149.84 147.85 144.30 151.11 148.59 183.95 168.53

Kredit (total)Posisi (tri l iun Rp) ** 212.28 225.27 241.00 255.40 262.4 315.53 329.68

Pertumbuhan (% yoy) 14.54 17.48 20.74 22.1 23.6 30.9 30.2

Modal Kerja (tri l iun Rp) 113.05 119.13 119.53 138.29 141.6 157.92 171.97

Investasi (tril iun Rp) 22.48 24.60 25.35 26.60 26.6 33.10 34.42

Konsumsi (tr i l iun Rp) 76.74 81.53 82.74 90.51 94.2 124.52 123.28

UMKM (triliun Rp)*** 177.10 189.02 201.57 211.73 219.2 241.69 278.40

Loan to Deposit Ratio 62.34 63.86 66.62 66.34 68.85 73.37 76.92Non Performing Loan Ratio 5.13 5.08 4.40 3.70 3.52 3.21 3.16

** berdasarkan lokasi bank penyalur

*** berdasarkan lokasi proyek

Sejak Triwulan III-2008 termasuk Banten

Sumber : Bank Indonesia

Di sisi keuangan daerah, realisasi APBD di wilayah Jabalnustra secara umum sampai

dengan semester I-2008 meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2007.

Realisasi pengeluaran sebagian besar masih digunakan untuk belanja rutin (Grafik 9),

sedangkan pengeluaran modal masih relatif terbatas sehingga belum mampu

memberikan stimulus yang signifikan terhadap perekonomian daerah. Bahkan untuk

pengeluaran modal terdapat kecenderungan realisasi yang lebih rendah

dibandingkan periode yang sama tahun 2007 (Grafik 10).

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

45.0

50.0

2007 2008 2007 2008 2007 2008

Bali Jabar Jateng

sumber : Pemda beberapa Provinsi

%

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

2007 2008 2007 2008 2007 2008

Bali Jabar Jateng

sumber : Pemda beberapa Provinsi

%

Grafik 9 Grafik 10

Realisasi Belanja Konsumsi APBD s.d Smt I Realisasi Belanja Modal APBD s.d Smt I

Perkembangan inflasi di wilayah Jabalnustra pada triwulan III-2008 melemah

walaupun masih pada level yang relatif tinggi. Terdapat 13 (tiga belas) kota dari 25

kota di wilayah Jabalnustra yang mengalami inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 15

inflasi Nasional. Inflasi terbesar terjadi di kota Cirebon, yaitu sebesar 13,93% (y-t-d)

(Grafik 11). Menurut kelompoknya, sumber inflasi di Jabalnustra berasal dari inflasi

pada kelompok bahan makanan dan perumahan. Faktor yang menyebabkan inflasi di Jabalnustra adalah kurang lancarnya jalur distribusi akibat kebijakan zero overload,

inefisiensi dalam mekanisme tata niaga (dominasi pedagang besar ), faktor ekspektasi, dan faktor musiman.

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

Suraka

rtaTe

gal

Denpa

sar

Surab

aya

Sumene

p

Yogy

akart

aKe

diri

Sukab

umiMala

ngBe

kasi

Semara

ng

Band

ung

Tasik

malaya

Tang

erang

Purwoke

rto

Probo

linggo

CilegonJem

berDep

ok

Mataram

Seran

g* Bima

Madiun

Bogor

Cirebon

Nasional

% y-t-d

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 11

Inflasi Kota di Jabalnustra

E. Wilayah Kali-Sulampua

Pada triwulan III-2008, pertumbuhan ekonomi wilayah Kali-Sulampua diperkirakan

akan mencapai 6 ,3% (yoy), tertinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di

wilayah lainnya. Tingginya pertumbuhan ekonomi di Kali-Sulampua bersumber dari

naiknya pertumbuhan ekonomi zona Sulampua dari 2,4% (yoy) menjadi 8,0% pada

triwulan III-2008. Sementara itu, zona Kalimantan mengalami perlambatan

pertumbuhan dari 7,0% (yoy) menjadi 5,8% (yoy).

Tabel 12

Pertumbuhan PDRB sisi Penggunaan di Kali-Sulampua

(%, yoy)Kontribusi thd

I II III IV I II III PertumbuhanPDRB 5.67 5.65 2.98 3.09 3.76 5.09 6.34 6.34Konsumsi 5.97 5.86 6.28 6.38 7.88 7.83 7.79 4.20 Rumah Tangga 5.53 6.32 6.67 6.25 7.72 7.21 6.84 2.89 Pemerintah 7.74 4.16 4.88 6.85 8.53 10.20 11.28 1.30Investasi PMTB 6.87 4.55 15.39 7.44 3.11 8.44 8.08 1.61Perdagangan Internasional 4.24 6.04 -10.12 -6.39 -3.34 -2.48 2.04 0.53 Ekspor 7.17 5.90 -2.61 -1.55 6.45 1.99 9.00 6.27 Impor 9.27 5.81 2.57 1.35 13.15 4.82 13.20 5.73

KomponenPertumbuhan 2007** Pertumbuhan 2008**

Sumber: estimasi Bank Indonesia

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 16

Di sisi permintaan, tingginya pertumbuhan bersumber dari naiknya ekspor,

sedangkan konsumsi tumbuh relatif stabil dan investasi sedikit melambat.

Pertumbuhan ekspor disebabkan oleh masih stabilnya permintaan luar negeri

terhadap komoditas hasil pertambangan yang mencakup batu bara dan tembaga. Di

sisi konsumsi, stabilnya konsumsi rumah tangga disebabkan oleh daya beli yang

masih terjaga sedangkan konsumsi pemerintah meningkat seiring den gan naiknya

realisasi belanja rutin APBD.

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

22,000

24,000

26,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8

2006 2007 2008

ribu

ton

-40

-20

0

20

40

60

80

100

%,y

oy

Mineral fuels, Lubricants etc Total

gMineral fuels, Lubricants etc (rhs) gTotal (rhs)

0

50

100

150

200

250

300

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8

2006 2007 2008

rib

u to

n-100-50050100150200250300350400450500

%,y

oy

Food and Live Animals ChemicalTotal gChemical (rhs)gFood and Live Animals (rhs) gTotal (rhs)

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Grafik 12 Grafik 13

Komoditi Ekspor Terbesar di Kali-Sulampua Komoditi Impor Terbesar di Kali-Sulampua

Di sisi sektoral, pertumbuhan bersumber dari meningkatnya pertumbuhan sektor

pertambangan (Tabel 13). Sementara, sektor utama lainnya di Kali-Sulampua, yakni

sektor pertanian dan sektor perdagangan mengalami perlambatan pertumbuhan.

Peningkatan pertumbuhan pada sektor pertambangan disebabkan oleh

meningkatnya produksi batu bara di Kalimantan dan produksi tembaga/emas di

Papua seiring dengan pembukaan areal pertambangan baru di kedua pulau tersebut.

Tabel 13

Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran Kali-Sulampua

(%, yoy)

I II III IV I II IIIPertanian 0.86 4.45 5.28 4.58 5.84 5.62 4.20Pertambangan & Penggalian 1.76 3.11 3.15 5.94 8.32 7.58 6.27Industri Pengolahan -1.35 -1.90 -1.15 0.74 3.90 3.89 0.27Listrik, Gas dan Air Bersih 5.74 5.05 6.92 7.26 7.80 6.87 8.31Bangunan 9.71 9.48 8.93 9.63 11.03 12.59 10.34Perdagangan, Hotel & Restoran 5.71 5.68 6.37 7.96 9.20 10.36 10.18Angkutan dan Komunikasi 7.78 9.15 8.75 9.97 10.44 10.60 10.71Keuangan, Persewaan & Js Perusahaan14.04 11.95 12.96 10.60 8.41 9.41 8.33Jasa-jasa 6.17 4.97 8.85 8.61 6.37 6.04 6.61Jabalnusra 3.11 4.00 4.77 5.82 7.18 7.25 5.87

Sektor2007 2008

Sumber: estimasi Bank Indonesia

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 17

Di wilayah Kali-Sulampua, kegiatan perbankan pada triwulan III-2008 mengalami

peningkatan . Penghimpunan DPK di triwulan ini mencapai Rp144,2 triliun, atau

tumbuh 11,9%, DPK didominasi oleh bentuk tabungan. Sementara itu, hingga

triwulan III-2008, nilai kredit yang telah disalurkan mencapai Rp99,5 triliun atau

tumbuh 38,2% dan sebagian besar diberikan dalam bentuk kredit konsumsi.

Penyaluran kredit kepada UMKM yang berlokasi di wilayah Kali-Sulampua

mencapai Rp81,8 triliun. Sementara itu, kinerja perbankan di wilayah ini terus

menunjukkan adanya peningkatan kualitas, sebagaimana tercermin dari tingkat NPL

yang relatif rendah, yaitu 4,2% (Tabel 14).

Tabel 14

Data Perbankan di Kali-Sulampua TwI-2007 TwII-2007 TwIII-2007 TwIV-2007 TwI-2008 TwII-2008 TwIII-2008

DPK

Posisi (triliun Rp) 118.82 122.05 130.00 137.17 135.59 144.10 144.15

Pertumbuhan (%,y-o-y) 31.02 21.21 22.35 16.20 14.11 18.07 11.97

Giro (tril iun Rp) 36.40 36.99 42.57 38.78 39.14 42.97 42.59

Tabungan (tr i l iun Rp) 47.42 49.70 52.15 65.05 61.71 66.61 65.11

Deposito (tri l iun Rp) 35.00 35.37 35.28 33.34 34.73 34.53 36.46

Kredit (total)Posisi (tr i l iun Rp) ** 63.70 69.06 74.65 79.90 83.13 94.09 99.51

Pertumbuhan (% yoy) 17.90 20.98 25.73 28.7 30.5 36.2 38.2

Modal Kerja (tri l iun Rp) 25.52 27.82 28.50 33.19 33.39 38.97 40.76

Investasi (triliun Rp) 11.23 11.86 12.36 12.86 13.78 15.01 16.40

Konsumsi (tri l iun Rp) 26.95 29.38 30.59 33.85 35.95 40.11 42.35

UMKM (tri l iun Rp)*** 52.96 57.71 62.27 65.72 68.11 77.26 81.78

Loan to Deposit Ratio 53.61 56.58 57.42 58.25 61.31 65.29 69.03

Non Performing Loan Ratio 6.38 6.28 6.27 4.69 4.74 4.42 4.19

** berdasarkan lokasi bank penyalur

*** berdasarkan lokasi proyek

Sumber : Bank Indonesia

Di sisi keuangan daerah, realisasi keuangan pemerintah daerah di wilayah Kali-

Sulampua sampai dengan semester I-2008 mengalami peningkatan. Peningkatan

realisasi pengeluaran terjadi pada pengeluaran rutin, sedangkan pengeluaran modal

masih terbatas (Grafik 14 dan Grafik 15). Hal ini menyebabkan peran APBD dalam

menstimulus ekonomi daerah masih terbatas di wilayah Kali-Sulampua.

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 18

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

70.0

2007 2008 2007 2008 2007 2008 2007 2008

Kalsel Kalteng Sulut Sulsel

sumber : Pemda beberapa Provinsi

%

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

2007 2008 2007 2008 2007 2008 2007 2008

Kalsel Kalteng Sulut Sulsel

%

Grafik 14 Grafik 15

Realisasi Belanja Konsumsi APBD s.d Smt I Realisasi Belanja Modal APBD s.d Smt I

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

Sampit

Goronta

lo

Manado

Banja

rmasi

n

Palan

gkaray

a

Balikp

apan Palu

Pontia

nak

Makassa

r

Mamuju

Jayap

ura

Terna

te

Singka

wang

Samarin

da

Parep

are

Watampo

neKe

ndari

Ambon

Palop

o

Tarak

an

Maumere

Manokw

ari

Soron

g

nasional

% y-t-d

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 16

Inflasi Kota di Kali-Sulampua

Perkembangan inflasi di wilayah Kali-Sulampua menunjukkan sedikit penurunan

walaupun masih pada tingkat yang cukup tinggi. Terdapat 18 (tujuh belas) kota dari

23 kota di Kali-Sulampua yang mengalami inflasi lebih tin ggi dibandingkan dengan

inflasi nasional, dimana kota Sorong mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 21,8%

(y-t-d) (Grafik 16). Berdasarkan kelompoknya, inflasi di Kali-Sulampua disumbang

oleh inflasi pada kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, dan kelompok

perumahan. Faktor yang menyebabkan inflasi di Kali-Sulampua adalah gangguan

pasokan terutama terkait dengan kelangkaan elpiji serta faktor musiman.

II. PROSPEK

Pada triwulan IV-2008, perekonomian daerah diperkirakan akan tumbuh lebih

rendah. Melambatnya pertumbuhan ekonomi daerah terutama disumbang dari

turunnya pertumbuhan di wilayah Jakarta, Sumatera, dan Kali Sulampua. Sementara

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 19

itu, pertumbuhan ekonomi di wilayah Jabalnustra diperkirakan tumbuh relatif stabil.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi daerah terutama disebabkan oleh: (1)

Melemahnya permintaan dunia terhadap produk ekspor perkebunan dan produk

manufaktur; (2) Menurunnya produksi sektor perkebunan akibat berakhirnya masa

panen dan memasuki musim hujan; (3) Menurunnya harga relatif komoditas dunia.

Di sisi inflasi daerah, sebagian besar wilayah diperkirakan masih mengalami

perlambatan inflasi. Turunnya tekanan inflasi disebabkan oleh : (1) Turunnya harga

komoditas dan harga minyak dunia yang berdampak pada turunnya harga barang

tradeables d an biaya produksi; (2) Kecukupan stok bahan kebutuhan pokok terutama

beras.

Tabel 15

Prospek PDRB dan Inflasi Triwulan IV-2008

III. ISU STRATEGIS

Berdasarkan hasil Kajian Ekonomi Regional, Bank Indonesia memandang masih

terdapat tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh wilayah . Tantangan tersebut

merupakan isu strategis dan perlu upaya penanganan lebih seksama, antara lain

mencakup :

A. Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Perkembangan pertumbuhan ekonomi antar daerah menghadapi perbedaan

pertumbuhan PDRB yang semakin menyempit. Hal ini tercermin dari menyempitnya

variasi pertumbuhan antar wilayah dari kisaran 4,8-6,1% pada triwulan II-2008

menjadi 5,2 -6,3%. Namun demikian, ditinjau secara per provinsi masih terdapat

Tw II-08 Tw III-08 * Tw II-08 Tw III-08 Tw IV-08*Sumatera 4.8 5.2 4.3 - 5.1 14.1 14.2 14 Sumbagut 1.9 2.9 3.3 - 4.0 12.7 11.4 12.1 Sumbagsel 4.8 5.7 6.2 - 6.5 16.9 17.7 15.0 Sumbagteng 7.2 6.8 5.6 - 6.0 13.2 13.2 11.5Jabalnustra 5.1 5.7 5.7 - 5.8 12.2 12.0 11.0 - 12.0 Jabagbar 4.7 6.2 5.9 - 6.3 12.5 11.9 11.5 - 12.0 Jabagteng 5.2 6.2 5.5 - 6.0 11.5 12.7 10.5 - 11.5 Jabagtim 5.9 6.0 6 - 6.5 12.8 12.6 10.5 - 11.5 Bali-nusra 1.2 0.1 4.5 11.3 11.7 10.5 - 11.3Jakarta 6.1 6.2 5.9 11.7 12.5 12.9Kali-Sulampua 5.0 6.3 5.3 + 1 13.8 13.9 13.7 + 1 Kalimantan 7.0 5.8 4.5 14.5 13.9 13.5 - 14.5 Sulampua 2.4 8.0 5.6 -7.6 12.8 13.8 12.7 - 14.7*sumber : Proyeksi BI

WilayahPDRB Inflasi

Tw IV-08*

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 20

provinsi yang mengalami pertumbuhan yang fluktuatif dan bahkan mengalami

kontraksi ekonomi, seperti provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Nusa Tenggara

Barat, dan Papua.

-20.0

-15.0

-10.0

-5.0

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

Jaba

rD

IYja

teng

Jatim Bal

iN

TB

NT

TN

AD

Sum

utS

umba

rR

iau

Kep

riJa

mbi

Sum

sel

Bab

ella

mpu

ngB

engk

ulu

Sul

sel

Sul

bar

Sul

teng

Sul

utG

oron

tal

Sul

traM

aluk

uM

alut

Pap

ua

Irjab

arka

lsel

Kal

bar

kalte

ngK

altim

I-08 II-08 III-08

Pertumb % yoy

Grafik 17

Pertumbuhan Ekon omi Beberapa Provinsi

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan pertumbuhan

ekonomi antar wilayah. Faktor pertama adalah struktur ekonomi di beberapa

provinsi didominasi oleh sektor primary base, yaitu khususnya sektor pertambangan.

Peningkatan produksi pada sektor pertambangan relatif berfluktuasi mengingat

terdapatnya pengaruh musim dan luas lahan. Di samping itu, pertumbuhan pada sektor pertambangan memberikan efek berantai (foward dan backward linkage)

terhadap pertumbuhan sektor lainnya yang relatif lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan sektor lainnya. Faktor kedua adalah investasi di beberapa provinsi

masih terfokus pada sektor-sektor tertentu, misalnya pertambangan dan perkebunan.

Faktor lainnya adalah keterbatasan infrastruktur transportasi dan energi, sehingga

mengurangi minat investor.

B. Pengendalian Inflasi Daerah

Sejak Juni 2008, Badan Pusat Statistik (BPS) telah memperluas cakupan kota yang

dihitung pergerakan harganya (inflasi) dari 45 kota menjadi 66 kota. Melalui survei

biaya hidup baru tersebut (SBH 2007) terjadi pergeseran bobot kota yang

mempengaruhi inflasi nasional, dimana peranan Jakarta menurun dari sekitar 27%

menjadi sekitar 22%. Meningkatnya peranan inflasi daerah (non Jakarta) berimplikasi

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 21

pada pentingnya penanganan faktor-faktor penyebab inflasi di daerah, terutama terkait dengan gangguan pasokan dan administered prices daerah. Perkembangan

inflasi dengan menggunakan SBH 2007 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan

jumlah kota yang mengalami inflasi di atas inflasi nasional, dari 36 kota pada bulan

Juni 2008 menjadi 40 kota pada bulan September 2008 (Grafik 18 dan Grafik 19).

Perkembangan inflasi di daerah juga menunjukkan terdapat kecenderungan

meningkatnya inflasi di daerah.

Inflasi ytd Jun-08

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

Gor

onta

loS

urak

arta

Pak

anba

ruD

enpa

sar

Teg

alM

amuj

uP

alu

Sur

abay

aP

alan

gkar

aya

Yog

yaka

rta

Bat

amB

ekas

i S

umen

epS

ukab

umi

Man

ado

Sam

pit

Ke

dir

iS

ibol

gaP

robo

lingg

oTa

sikm

alay

aM

edan

Mal

ang

Pur

wok

erto

Tan

jung

Pin

ang

Sem

aran

gB

anja

rmas

inP

emat

ang

Sia

ntar

Tan

gera

ngB

anda

Ace

hLh

okse

umaw

eJa

karta

Ser

ang*

Bal

ikpa

pan

Pon

tiana

kT

erna

teD

epok

Ban

dung

Mak

assa

rP

alem

bang

Pad

ang

Kup

ang

Par

epar

eJe

mbe

rM

ata

ram

Ban

dar

Lam

pung

Jaya

pu

raB

engk

ulu

Pad

ang

Am

bon

Cir

ebon

Sam

arin

daD

umai

Sin

gkaw

ang

Jam

biW

atam

pone

Bim

aC

ilego

nM

anok

war

iK

enda

riB

ogor

Mad

iun

Mau

mer

eP

alo

po

Tar

akan

Pan

gkal

Pin

ang

So

ron

g

Nasionalsumber : BPS (diolah)

Terdapat 36 kota yang inflasi rata-ratanya diatas

nasional

Inflasi ytd Sep-08

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

Sur

akar

taB

atam

Tega

lS

ampi

tM

edan

Paka

nbar

uD

enpa

sar

Sur

abay

aP

emat

ang

Sia

ntar

Ban

da A

ceh

Kup

ang

Gor

onta

loS

umen

epY

ogya

kart

aM

anad

oB

anja

rmas

inP

alan

gkar

aya

Kedi

riS

ibol

gaS

ukab

umi

Mal

ang

Bek

asi

Sem

aran

gJa

kart

aB

andu

ngP

adan

gLh

okse

umaw

eTa

njun

g P

inan

gP

adan

g S

idem

puan

Tasi

kmal

aya

Tang

eran

gP

urw

oker

toB

alik

papa

nP

robo

lingg

oP

alu

Pon

tiana

kC

ilego

nJe

mbe

rP

alem

bang

Dep

okM

akas

sar

Jam

biM

amuj

uM

atar

amJa

yapu

raS

eran

g*Te

rnat

eS

ingk

awan

gS

amar

inda

Par

epar

eD

umai

Ben

gkul

uB

ima

Mad

iun

Bog

orW

atam

pone

Cire

bon

Ban

dar L

ampu

ngK

enda

riA

mbo

nP

alop

oP

angk

al P

inan

gTa

raka

nM

aum

ere

Man

okw

ari

Sor

ong

nasional

Terdapat 40 kota yang inflasi rata-ratanya diatas

nasional

sumber : BPS (diolah)

Grafik 18 Grafik 19

Laju Inflasi y-td s.d Juni 2008 Laju Inflasi y-td s.d September 2008

Meningkatnya inflasi di daerah terkait dengan faktor gangguan pasokan dan

hambatan distribusi. Berdasarkan hubungan ekonomi antara daerah, peranan pulau

Jawa untuk memenuhi pasokan barang konsumsi ke wilayah Sumatera dan Kali-

Sulampua relatif dominan. Di sisi lain, terkait dengan hambatan distribusi barang,

pengaruh faktor infrastruktur transportasi dan cuaca sangat berpengaruh terhadap

kelancaran transportasi. Berdasarkan hasil riset Bank Indonesia di daerah, selain

faktor ketergantungan pasokan dari Jawa, infrastruktur, dan faktor cuaca terdapat

beberapa faktor lain yang mempengaruhi tekanan inflasi di daerah, yaitu : (1)

Produksi bahan makanan dan makanan jadi relatif terbatas di daerah; (2) Dalam

mekanisme pembentukan harga beberapa komoditas pangan, peranan distributor

dan pedagang pengumpul (pengepul) di daerah sangat dominan; dan (3) Pan jangnya

rentang distribusi.

C. Pembiayaan Ekonomi Sektor Mikro Kecil dan Menengah (MKM)

Perkembangan pembiayaan perbankan kepada sektor MKM relatif berkembang

cukup signifikan. Hal ini tercermin dari porsi kredit yang diberikan di daerah

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 22

mencapai di atas 50%. Pemerintah Pusat dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan

pada sektor MKM telah mengembangkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

S ementara itu, Pemerintah Daerah dalam mendukung pengembangan usaha MKM

telah mengembangkan Program Penjaminan Kredit di masing-masing daerah.

Perkembangan program KUR dan Penjaminan Kredit telah mengalami

perkembangan yang positif di beberapa daerah. KUR yang telah disalurkan telah

mencapai Rp8,9 triliun2 dari target selama 3 sebesar Rp14,5 triliun. Dengan jumlah

nasabah mencapai 955,6 ribu debitur (Tabel 16). Sementara itu, perkembangan

program penjaminan kredit oleh Pemerintah Daerah telah berkembang pesat di

daerah Bali (kota Denpasar), Riau, Kalimantan Timur (kota Balikpapan), dan

Sulawesi Utara dengan nilai penjaminan kredit yang meningkat (Tabel 17).

Tabel 16 Perkembangan Kredit Usaha Rakyat per Wilayah

Mei 2008 Jun-08 Juli 2008 Mei 2008 Jun-08 Juli 2008

Sumatera 1,647,938.9 2,057,948.0 2,357,503.1 104,919 151,074 177,306 Jakarta 326,986.2 444,468.4 479,489.4 14,313 24,406 27,457 Jabalnustra 3,249,203.6 3,922,109.3 3,950,463.6 458,855 583,100 566,144 Kali-Sulampua 1,655,282.1 1,953,378.6 2,119,432.9 94,197 157,947 184,730

T o t a l 6,879,410.9 8,377,904.2 8,906,889.1 672,284 916,527 955,636 sumber :BI

Total Kredit (Rp Juta)Provinsi

Total Debitur (nasabah)

Tabel 17

Perkembangan Program Penjaminan Kredit oleh Pemda

Debitur Nilai Penjaminan (Rp) (Rp)

Pemkab Tapanuli Utara 1,400,000,000 34 1,188,000,000 Pemkab Tapanuli Selatan 1,500,000,000 - - Pemprov Sumut 2,050,000,000 - - PT Sarana Penjaminan Riau 3,000,000,000 2,059 38,380,750,000 Pemkab Batanghari 1,000,000,000 - - Muko-Muko 3,000,000,000 - - Pemkot Surakarta 3,000,000,000 141 453,500,000 Daerah IstimewaYogyakarta 10,000,000,000 - - Pemkot Denpasar 2,600,000,000 764 17,949,000,000 Pemkab Karangasem 1,000,000,000 - - Pemkot Palangkaraya 3,000,000,000 87 1,612,000,000 Pemprov Kutai Timur 2,000,000,000 - - Pemkot Balikpapan 2,500,000,000 283 7,429,500,000 Pemkot Pontianak 1,000,000,000 - - Pemkab Sambas 1,167,376,083 - - Pemkab Luwu Utara 10,000,000,000 - - Pemkab Sidenreng Rappang 5,000,000,000 - - Pemprov Gorontalo (Gorontalo Fitrah Mandiri) 2,500,000,000 567 4,466,000,000 Pemprov Sulawesi Utara 950,000,000 4,423 17,296,640,031 Pemkot Palu-Sulteng 1,000,000,000 - - Pemkab Parigi 2,500,000,000 - - Pemkab Tojo Una-una 1,000,000,000 - - Pemkab Pulau Buru 300,000,000 - - Total 61,467,376,083 8,358 88,775,390,031 sumber : BI

Pemprov/PemkabDana Penjaminan Penjaminan

2 Per Juli 2008

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 23

Penyaluran KUR kepada usaha MKM dan program penjaminan kredit Pemda masih

menghadapi beberapa tantangan. Tantangan pengembangan KUR terfokus pada

permasalahan teknis perbankan, yang mencakup : (1) Biaya operasional yang tinggi

untuk plafond KUR < 5 juta; (2) Penentuan UMKM yang layak menjadi peserta KUR;

(3) Kemungkinan munculnya kompetisi antara KUR dengan kredit yang disalurkan

oleh BPR/S. Sementara itu, terkait dengan program penjaminan kredit, tantangan

muncul terkait dengan belum seluruh daerah concern untuk membentuk program

penjaminan kredit.

D. Isu Spesifik Daerah

Di Sumatera, terkait dengan perkembangan ekonomi terdapat beberapa isu yang

berkembang di wilayah Sumatera, yaitu : (1) Luas panen padi mengalami stagnasi.

Dalam periode 2007-2008, luas panen di Sumatera secara umum mengalami kenaikan

hanya sebesar 1,13%, lebih rendah dibandingkan peningkatan nasional yang

mencapai 1,96%3; (2) Produksi minyak mentah yang cenderung menurun. Tingkat

produksi minyak mentah 4 di wilayah Sumatera pada triwulan II-2008 sebesar 18,4

juta barrel, atau lebih rendah dibanding rata-rata produksi tahun 2006 yang masih

berada pada kisaran 19 juta barrel. Hal ini disebabkan oleh menipisnya deposit

minyak di sumur-sumur yang ada, sedangkan investasi untuk eksplorasi sumur-

sumur baru masih sangat terbatas.

Di wilayah Jakarta, terdapat isu yang muncul terkait dengan ketersediaan pasokan

bahan pangan. Pada saat ini terdapat penurunan tingkat kapasitas ketersediaan beras

di Jakarta dari rata-rata 1 bulan menjadi 2 minggu. Kondisi ini terjadi seiring dengan

supply beras yang relatif stagnan, sedangkan frekuensi perdagangan antar pulau

meningkat.

Di Jabalnustra, terdapat isu menurunnya ketahanan pangan di Bali-Nusra, dimana

terdapat kecenderungan penurunan produksi padi akibat luas panen yang

menyempit. Meningkatnya investasi bangunan di Bali diperkirakan menjadi salah

satu faktor yang mempercepat menurunnya luas lahan pertanian.

3 Angak Ramalan Produksi Komoditas Bahan Pangan trw II-08, BPS, Juli 2008 4 Sumber : Direktorat Energi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi

Triwulan III-2008

Tinjauan Ekonomi Regional 24

Di wilayah Kali-Sulampua, isu spesifik yang berkembang mencakup turunnya

produksi Kakao dari Sulawesi. Produksi kakao Indonesia mengalami penurunan dari

590 ribu ton (tahun 2006) menjadi 530 ribu ton (2007), dan produksi 2008 diperkirakan

mencapai 500 ribu ton5, dimana 70% berasal dari Sulawesi. Terdapat beberapa

permasalahan terkait turunnya produksi kakao, antara lain : serangan hama penggerek buah kakao (PBK) dan penyakit vascular strea k dieback (VDB) di beberapa

perkebunan kakao, infrastruktur pengairan yang belum memadai, dan usia tanaman

kakao yang telah melebihi usia produktifnya.

IV. REKOMENDASI KEBIJAKAN

Dalam rangka mencapai sasaran inflasi, selain kebijakan moneter yang secara

konsisten dilaksanakan, Bank Indonesia menempuh beberapa langkah di daerah.

Tujuannya adalah terkendalinya inflasi di daerah sehingga dapat mendukung

pencapaian sasaran inflasi. Langkah tersebut perlu dilakukan mengingat peranan

inflasi daerah dalam menyumbang tekanan inflasi nasional semakin meningkat

seiring dengan perluasan cakupan daerah/kota yang dihitung inflasinya. Adapun

langkah-langkah tersebut meliputi :

a. Meningkatkan koordinasi antara KBI dengan instansi terkait dalam pengendalian

inflasi daerah, termasuk upaya membawa ekspektasi inflasi daerah ke arah yang

lebih rendah dan stabil. Koordinasi pengendalian inflasi juga dilakukan dalam

rangka mengatasi kendala kelancaran pasokan dan distribusi barang/pangan yang

masih menjadi faktor utama tingginya inflasi di daerah.

b. Meningkatkan diseminasi tentang pentingnya inflasi yang rendah dan stabil

untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah yang berkelanjutan dan

peningkatan kesejahteraan daerah.

c. Memperkuat analisis proyeksi dan identifikasi faktor-faktor penyebab inflasi di

daerah, termasuk mengembangkan riset di bidang ekonomi dan inflasi di daerah.

5 Asosiasi Kakao Indonesia