Upload
lilik-haryana
View
178
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
KEGIATAN I
TEKANAN DARAH
I. TUJUAN PRAKTIKUM
I.1 Tujuan kegiatan:
a) Mengetahui pengaruh aktivitas tubuh terhadap tekanan darah
sistolee dan diastole
b) Mengetahui pengaruh suhu tubuh terhadap tekanan darah sistolee
dan diastole
I.2 Kompetensi khusus:
a) Mahasiswa dapat melakukan pengukuran tekanan darah sistolee dan
diastole
b) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
tekanan darah sistolee dan diastole.
II. LANDASAN TEORI
Setiap organisme multiseluler yang telah memiliki sistem kardiovasa
selalu mendistribusikan darahnya ke seluruh tubuh untuk mensuplai segala
kebutuhan sel sebagai struktur dasar fungsional kehidupan dalam rangka
menjaga kelangsungan hidup. Jantung dalam hal ini berperan sebagai pompa
sehingga darah dapat mengalir melalui pembuluh darah (vasa) ke seluruh
jaringan. Jantung sebagai pompa darah selalu berkontraksi secara terus-
menerus (kontinu) dan ritmis. Manifestasi kontraksi janatung tersebutdapat
dirasakan pada hampir seluruh pembuluh arteri berupa denyut nadi (pulsus).
Pulsus merupakan salah satu indikator parameter fungsi fisiologi hewan
maupun manusia.
Jantung diinervasi (disarafi) oleh saraf otonom yang terdiri atas saraf
simpatis dan parasimpatis. Simpatis berperan meningkatkan frekuensi
denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung, sedangkan parasimpatis
berperan sebaliknya. Dengan demikian rangsangan saraf simpatis akan
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 1
berakibat meningkatnya tekanan darah, dan sebaliknya rangsangan saraf
parasimpatis akan menurunkan tekanan darah .
Vaskuler (pembuluh darah) dapat dikategorikan berdasarkan
ukurannya sebagai berikut: aorta, arteri, arteriola, kapiler, venula, vena, dan
vena cava. Struktur arteri (vena) tersusun atas lapisan endothel, jaringan
ikat, dan otot polos. Struktur arteriola (venula) tersusun atas lapisan
endothel, dan otot polos. Struktur kapiler tersusun atas lapisan endothel.
Hubungan anatara arteriola dan venula disebut anastomose arteriovenula
(pembuluh adarh shunt). Arteriola sebagai pembuluh darah resistan
berfungsi mengatur aliran darah dari arteri ke kapiler. Pertukaran zat-zat
yang terlarut dalam cairan darah ke jaringan tubuh dan sebaliknya terjadi
melalui kapiler. Keistimewaannya pembuluh vena adalah katup-katup
terutama pada vena di daerah ekstremitas (anggota badan) yang terdiri atas
2 lapisan semilunaris yang menonjol ke dalam lumen.
Denyut nadi (pulsus) dapat dirasakan melalui pembuluh darah
superfisial seperti: arteri radialis. Pulsus merupakan manifestasi dari
kontraksi jantung. Efek Windkessel yaitu aorta akan mengembang jika
ventrikel berkontraksi sehingga darah dari ventrikel dapat tertampung
dalam aorta dan diteruskan ke arteri. Aorta mempunyai daya komplians
(peregangan) yang sangat tinggi.
Frekuensi denyut jantung (heart rate, HR) yaitu banyak denyut
jantung permenit. Stroke volume (SV) yaitu volume satu kali pompa yang
merupakan volume akhir diastole dikurangi volume akhir sistolee. Volume
akhir diastole tergantung: regangan (komplians), tekanan mendorong (filling
pressure) vena cava. Cardiav output (CO) adalah banyak darah yang dipompa
selama satu menit. Cardiav output merupakan hasil kali stroke volume
dengan frekuensi denyut jantung. Cardiav output merupakan hasil perkalian
anatar stroke volume (volume kuncup) dengan frekuensi denyut jantung
permenit. Stroke volume yaitu volume darah yang dipompa oleh jantung
dalam sekali pompa, rata-rata untuk orang dewasa 70 ml. LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 2
Starling’slaw (Hukum Starling) yaitu semakin tinggi regangan pada
otot jantung, maka makin kuat kontraksinya.
Menghitung Cardiav output dengan rumus: Cardiav output (CO) =HR x SV
Bagaimana jumlah CO setelah melakukan kegiatan?
Akibat kontraksi jantung yang terus-menerus dan secara ritmis
dalam rangka mensuplai kebutuhan zat-zat yang diperlukan oleh jaringan
tubuh, maka timbul tekanan dorongan ke seluruh pembuluh darah terutama
arteri. Selain itu, pengaliran darah ke jaringan melalui kapiler diatur oleh
otot polos yang terdapat pada arteriole. Apabila jumlah darah yang dipompa
oleh jantung dan yang mengalir ke seluruh jaringan tubuh lewat arteriole
seimbang, maka tekanan darah di arteri stabil. Akan tetapi jika jumlah darah
yang dipompa jantung lebih banyak daripada yang keluar lewat arteriole,
maka timbul masalah peningkatan tekanan darah (hipertensi).
Tekanan darah sistole maupun diastole merupakan salah satu
indikator parameter fungsi fisiologi jantung terutama untuk manusia.
Tekanan darah dapat diukur secara langsung dengan menempatkan alat
pengukur pada arteri. Pada menusia pengukuran tekanan darah sistolee dan
diastole dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan sabuk tekan
dan sphygmomanometer.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 3
Gambar 1
Keterangan gambar:
1) Tekanan darah yang umum pada orang dewasa untuk umur 20 tahun
adalah 120/70. Satuan untuk angka ini adalah mm Hg. Tekanan darah
sebesar 120 merupakan suatu gaya yang dapat menopang sebuah kolom
air raksa setinggi 120 mm Hg.
2) Sfigmomanomater, yaitu lembaran pengikat yang dapat digelembungkan
yang terhubung dengan pengukur tekanan, berfungsi untuk mengukur
tekanan darah dalam arteri. Lembaran pengikat itu dililitkan disekitar
lengan atas dan diponpa samapi tekanan menutup arteri, sehingga tidak
ada darah yang mengalir melewati daerah yang terikat. Ketika hal ini
terjadi, tekanan yang diberikan pengikat itumelebihi tekanan darah
dalam dalam arteri tersebut.
3) Stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara aliran darah di bawah
pengikat itu. Jika arteri tertekan, maka tidak akan ada denyutan dibagian
bawah. Pengikat itu secara perlahan-lahan dikempiskan sampai darah
mulai mengalir ke dalam lengan depan dan suara dari darah yang
berdenyut kedalam arteri di bagian bawah ikatan itu dapat didengar
dengan stetoskop. Hal ini terjadi ketika tekanan darah lebih besar dari
tekanan yang diberikan oleh pengikat tersebut. Tekanan pada titik ini
adalah tekanan sistoleik, yaitu tekanan tinggi yang diberikan oleh
kontraksi ventrikel.
4) Pengikat itu dilonggarkan lebih jauh lagi sampai darah mengalir secara
bebas melalui arteri, dan suara di bawah ikatan menjadi tidak terdengar
lagi. Tekanan pada titik ini disebut tekanan diastolik yang masih tersisa
dalam arteri ketika jantung berelaksasi.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 4
Gambar 2
Pergerakan cairan antara kapiler dan cairan interstisial. Cairan
mengalir keluar dari sebuah kapiler pada ujung hulu dekat sebuah arteriola
dan kembali memasuki kapiler di ujung muara dekat venula. Arah
pergerakan cairan disetiap titik disepanjang dinding kapiler bergantung pada
perbedaan antara dua gaya yang saling berlawanan: tekanan hidrostatik
(tekanan darah) dan tekanan osmotik. Tekanan darah cenderung memaksa
cairan keluar dari kapiler. Tekanan osmotik merupakan kecenderungan bagi
air untuk memasuki kapiler karena konsentrasi zat terlarut dalam darah yang
relatif lebih tinggi. Pada ujung arteri kapiler tersebut, tekanan darah yang
memaksa cairan keluar melebihi tekanan osmotik yang menarik air masuk ke
dalam, sehingga semua cairan keluar dari kapiler. Endotelium meloloskan air
dan zat terlarut kecil meninggalkan kapiler dan menahan sebagian besar
protein dalam darah. Sementara darah terus mengalir di sepanjang kapiler,
tekanan darah menurun sebagai akibat resistensi (tahanan) dan kehilangan
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 5
volume cairan. Pada ujung vena kapiler tersebut, kecenderungan cairan
untuk keluar karena tekanan darah dikalahkan oleh kecenderungan cairan
untuk masuk karena tekanan osmotik.
III. METODE PRAKTIKUM
III.1 Jenis kegiatan: Eksperimen
III.2 Objek Pengamatan: Tekanan darah arteri
III.3 Bahan dan Alat:
a) Tensimeter (sphygmomanometer) dengan sabuk tekannya.
b) Stetoskop
III.4 Prosedur Percobaan:
a) Melilitkan sabuk tekan yang telah dilengkapi dengan pompa dan
tensimeter (sphygmomanometer) pada lengan atas tepatnya di atas
sendi siku. Meletakkan kepala stetoskop pada bawah sabuk tekan
tepat di atas arteri radialis. Selanjutnya mendengarkan suara denyut
jantung. Memompa sampai sabuk tekan menekan lengan dan suara
jantung tidak terdengar lagi. Setelah itu mengendorkan sekrup
pengatur pada pompa sedemikian rupa sehingga udara keluar dan
memantau suara jantung dengan seksama. Apabila suara jantung
terdengar (koroskof), maka hal itu menunjukkan tekanan sistolee,
meneruskan penggembosan dan memonitor terus suara jantung
sampai tak terdengar lagi, pada saat itu merupakan tekanan diastole.
b) Melakukan pengukuran ini beberapa kali dengan posisi yanng
berbeda, misalnya dengan duduk dan berbaring. Pada keadaan biasa
dan keadaan segera setelah melakukan aktivitas.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 6
IV. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1.1. Hasil Pengamatan Tekanan Darah
No InisialJenis
kelaminUmur
Tekanan sistole/diastole
Sebelum
kegiatan
Setelah
kegiatan
Sebelum
dimasukkan
kulkas
Setelah
dimasukkan
kulkas
1 RAN L 37 120/80 130/100 120/80 130/100
2 MSD P 24 100/70 120/100 110/90 100/80
3 AU P 24 100/90 120/100 100/90 100/80
4 IP P 23 110/100 120/100 100/80 90/70
5 RI P 24 110/90 120/100 110/90 100/90
6 MLH L 31 110/90 120/110 120/100 90/80
7 PR P 24 120/100 120/110 110/90 100/80
8 AR P 24 120/80 110/80 130/70 100/70
9 D I L 24 100/70 110/80 100/70 100/60
10 EA P 24 100/80 100/60 90/70 90/70
11 RP P 24 100/80 90/70 100/80 90/70
12 HL L 27 120/80 110/90 110/80 100/90
13 AD P 23 130/80 110/80 110/70 120/80
14 DMD P 25 120/90 130/90 130/110 120/80
15 MR L 23 130/80 130/90 130/80 120/90
16 NLP P 24 130/70 100/80 130/70 100/80
17 RH P 23 130/60 110/80 130/60 100/80
18 Titis P 25 110/70 100/70 110/70 100/70
19 IS P 22 110/90 130/80 110/80 110/90
20 VIG P 25 110/80 120/90 100/80 110/80
21 RF P 24 120/80 130/70 100/80 110/80
TOTAL 2400/1710 2430/1830 2350/1690 2180/1670
RATA-RATA 114,29/81,43 115,71/87,14 111,90/80,48 103,81/79,52
Standar Deviasi 10,50/9,90 11,37/13,50 12,20/11,33 10,90/8,98
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 7
Table1.2. Data Tekanan Darah Naracoba Perempuan
Data
Tekanan Sistolee/Diastole (mm/Hg)
Sebelum
kegiatan
Setelah
kegiatan
Sebelum
dimasukkan
kulkas
Setelah
dimasukkan
kulkas
Total 2400/1710 2430/1830 2350/1690 2180/1670
Rata-rata 114,29/81,43 115,71/87,14 111,90/80,48 103,81/79,52
Std.deviasi 10,50/9,90 11,37/13,50 12,20/11,33 10,90/8.98
Tabel 1.3. Data Tekanan Darah Naracoba Laki-Laki
Data
Tekanan Sistolee/Diastole (mm/Hg)
Sebelum
kegiatan
Setelah
kegiatan
Sebelum
dimasukkan
kulkas
Setelah
dimasukkan
kulkas
Total 580/400 600/470 580/410 540/420
Rata-rata 116/80 120/94 116/82 108/84
Std.deviasi 10,20/6,32 8,94/10,20 10,20/9,80 14,70/13,56
Table 1.4. Tekanan Darah Berdasarkan Aktivitas
Data kelas
Tekanan Sistolee/Diastole (mm/Hg)
Sebelum
kegiatan
Setelah
kegiatan
Sebelum
dimasukkan
kulkas
Setelah
dimasukkan
kulkas
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 8
Total 2400/1710 2430/1830 2350/1690 2180/1670
Rata-rata 114,29/81,43 115,71/87,14 111,90/80,48 103,81/79,52
Std.deviasi 10,50/9,90 11,37/13,50 12,20/11,33 10,90/8,98
ANALISIS DATA MENGGUNAKAN SPSS
a) Perempuan
1) Sistolee
Paired Samples Test
-,62500 15,69235 3,92309 -8,98687 7,73687 -,159 15 ,876
-3,12500 12,50000 3,12500 -9,78578 3,53578 -1,000 15 ,333
sistolke - siske2Pair 1
diaske - diaske2Pair 2
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
2) Diastole
Paired Samples Test
1,87500 25,87631 6,46908 -11,91351 15,66351 ,290 15 ,776
2,50000 11,83216 2,95804 -3,80491 8,80491 ,845 15 ,411
siskulks - sisklks2Pair 1
diaskulks - diaskulks2Pair 2
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Kesimpulan : Pada perempuan nilai signifikansinya > 0,05 sehingga tidak ada
pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 9
b) Laki-laki
1) Sistole
Paired Samples Test
-4,00000 8,94427 4,00000 -15,10578 7,10578 -1,000 4 ,374
-14,00000 5,47723 2,44949 -20,80087 -7,19913 -5,715 4 ,005
sistolke - siske2Pair 1
diaske - diaske2Pair 2
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
2) Diastole
Paired Samples Test
8,00000 14,83240 6,63325 -10,41685 26,41685 1,206 4 ,294
-2,00000 16,43168 7,34847 -22,40262 18,40262 -,272 4 ,799
siskulks - sisklks2Pair 1
diaskulks - diaskulks2Pair 2
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Kesimpulan : Pada laki-laki nilai signifikansinya > 0,05 sehingga tidak ada pengaruh suhu
lingkungan terhadap suhu tubuh.
c) Kelas
Paired Samples Test
-1,42857 14,24279 3,10803 -7,91181 5,05467 -,460 20 ,651
-5,71429 12,07122 2,63416 -11,20904 -,21953 -2,169 20 ,042
sistolke - siske2Pair 1
diaske - diaske2Pair 2
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 10
Paired Samples Test
3,33333 23,52304 5,13315 -7,37423 14,04089 ,649 20 ,523
1,42857 12,76155 2,78480 -4,38042 7,23756 ,513 20 ,614
siskulks - sisklks2Pair 1
diaskulks - diaskulks2Pair 2
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Kesimpulan : Data kelas mempunyai nilai signifikansi > 0,05 sehingga tidak ada pengaruh
suhu lingkungan terhadap suhu tubuh.
PEMBAHASAN
Denyut nadi dan tekanan darah adalah dua dari empat tanda vital (vital
signs), yang dapat memberikan gambaran mengenai kondisi fungsi kinerja tubuh.
Dalam hal ini, denyut nadi dan tekanan darah mampu memberikan suatu
pandangan mengenai kondisi sistem kardiovaskuler seseorang. Dua faktor yang
mempengaruhi diantaranya adalah posisi tubuh (posture) dan aktivitas fisik;
dimana dengan mempelajari perubahan kedua faktor tersebut dan akibatnya
terhadap denyut nadi dan tekanan darah, maka tingkat kesehatan
kardiovaskuler pun dapat diketahui.
Kegiatan praktikum tentang tekanan darah ini adalah mengukur tekanan
darah sistole dan diastole dalam beberapa keadaan, pertama sebelum dan
sesudah melakukan kegiatan, kedua sebelum dan sesudah tangan dimasukkan ke
dalam kulkas. Tekanan darah adalah tekanan yang disebabkan oleh darah
terhadap dinding pembuluh arteri saat bilik (ventrikel) jantung melakukan
sistole kemudian diastol. Tekanan darah sistole adalah tekanan yang direkam
saat ventrikel jantung berkontraksi. Tekanan darah diastol adalah tekanan yang
direkam saat ventrikel jantung berelaksasi. Tekanan darah tergantung pada
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 11
volume darah dalam pembuluh darah dan seberapa mudah pembuluh darah
dapat meregang.
Rata-rata tekanan darah dari hasil pengukuran yang telah dilakukan pada
keadaan normal adalah 114,29/81,43 mmHg. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-
rata tekanan darah dari kelas yang dilakukan pengukuran berada pada kisaran
tekanan darah normal karena rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik
pada usia dewasa, normalnya berkisar dari 100/60 mmHg sampai 140/90 mmHg
dengan rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 mmHg.
Setelah melakukan kegiatan naik turun tangga / berlari dalam beberapa
menit, tekanan sistole probandus meningkat kecuali probandus berinisial RP
yang justru menurun dari 100 mmHg menjadi 90 mmHg. Begitu pula dengan
tekanan diastole sebagian besar probandus pun meningkat kecuali probandus
berinisial EA (80 mmHg menjadi 60 mmHg), RP(80 mmHg menjadi 70 mmHg), RH
(80 mmHg menjadi 70 mmHg), dan IK (90 mmHg menjadi 80 mmHg).
Rata-rata hasil pengukuran yang menunjukkan peningkatan tekanan
sistole ataupun diastol setelah melakukan aktivitas sesuai dengan hasil penelitian
yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Linda S. Pescatello, PhD; Ann E. Fargo,
MA; CharlesN. Leach Jr., MD; and Herbert H. Scherzer, MD. Penelitian yang
dilakukan tersebut memperoleh hasil bahwa selama olah raga sekitar 30 menit
pada pada orang normal terjadi peningkatan tekanan darah dari 117/76 mmHg
menjadi 122/74 mmHg. Begitu pula dengan frekunsi denyut jantung, yang pada
awalnya sebanyak 66 kali/menit meningkat menjadi 78 kali/menit
(cicr.ahajournals.org, 1991).
Perbedaan tekanan sistole dan diastole sebelum dan sesudah melakukan
kegiatan baik laki-laki, perempuan, atau data kelas dapat pula dilihat dari hasil uji
t yang menunjukkan nilai sig. > 0.05, yang berarti tidak ada perbedaan tekanan
sistole-diastole sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.
Kenaikkan tekanan darah setelah melakukan kegiatan disebabkan karena
selama melakukan kegiatan tekanan arterial dan aliran darah naik. Hal ini akibat
kembalinya darah melewati pembuluh darah balik vena meningkat melalui kerja LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 12
sistem saraf simpatik. Hasilnya adalah meningkatnya volume akhir diastole yang
secara otomatis meningkatkan volume sekuncup atau volum darah ketika
jantung berelaksasi. Aliran darah yang naik menyebabkan jantung memompa
darah lebih giat dan cepat yang berakibat pada tekanan darah sistole dan
tekanan diastole mengalami kenaikan. Kegiatan yang dilakukan juga
menyebabkan denyut jantung akan meningkat. Selain itu ada beberapa faktor
yang mempengaruhi tekanan darah yaitu umur, kegiatan (kerja otot perubahan
sikap,) ketinggian (gravitasi), ekspirasi dan inspirasi, kerja jantung dan pengaruh
berpikir.
Saat kondisi normal, semua sel-sel tubuh menerima sejumlah oksigen
melalui darah setiap menit untuk memelihara agar sel-sel tubuh dapat bekerja
secara efisien yang lebih dikenal dengan istilah regulasi. Selama kegiatan, sel-sel
tubuh bekerja sangat aktif bekerja sehingga memerlukan pasokan oksigen yang
lebih banyak. Hal ini menyebabkan darah dipompa lebih cepat. Darah yang
dipompa ke luar jantung memiliki kekuatan dan kecepatan mengalir tertentu.
Kekuatan ini dilanjutkan oleh pembuluh nadi. Oleh karena otot pembuluh nadi
elastis maka nadi ikut berdenyut.
Kegiatan yang dilakukan juga meningkatkan suhu tubuh. Kenaikkan suhu
tubuh ini direspon oleh termofosfat yang ada di hipotalamus sebagai pusat
koordinasi homeostasis tubuh. Hipotamus akan melakukan regulasi suhu tubuh
agar tetap pada kisaran normal dengan cara vasodilatasi, yaitu memperbesar
pembuluh darah superfisal pada kulit agar darah panas banyak yang mengalir
sehingga memperbanyak pelepasan panas secara evaporasi. Akibat pembuluh
darah superfisal membesar, kerja jantung juga meningkat untuk memperbanyak
jumlah darah yang dipompa hali ini secara otomatis menjadikan tekanan sistole
dan diastole pun meningkat.
Percobaan kedua pada praktikum ini adalah pemberian kondisi ekstrem
dingin terhadap tubuh dengan memasukkan salah satu tangan ke dalam kulkas
selama 5 menit. Rata-rata hasil pengukuran tekanan darah sistole dan diastole
sebelum salah tangan dimasukkan ke dalam kulkas adalah 114,29/81,43mmHg LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 13
dengan standar deviasi 10,50/9,90. Setelah salah satu tangan dimasukkan ke
dalam kulkas, rata-rata hasil pengukuran tekanan darah sistole dan diastol
adalah 115,71/87,14mmHg dengan standar deviasi 11,37/13,50.
Namun ada empat orang dengan inisial IP, EA, RP,dan MLH yang tekanan
sistolenya kurang dari 100 mmHg. Menurut hasil pengukuran ini, keempat orang
tersebut dikatakan mempunyai tekanan darah rendah. Tekana darah rendah
atau hipotensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah lebih rendah atau
turun di bawah normal hingga 90/60 mmHg.
Tekanan darah semua probandus pada percobaan kedua ini mengalami
kenaikan, yang artinya tidak ada perbedaan tekanan sistole dan diastole sebelum
dan sesudah tangan dimasukkan ke dalam kulkas baik laki-laki, perempuan, atau
data kelas yang dapat dilihat dari hasil uji t. Hasil uji t menunjukkan nilai sig. >
0.05 yang berarti tidak ada perbedaan tekanan systole dan diastole sebelum dan
sesudah tangan dimasukkan ke dalam kulkas.
Terjadinya perubahan tekanan darah ini berkaitan dengan pengaturan
suhu tubuh. Saat suhu lingkungan dingin, panas dalam tubuh dipertahankan
dengan cara mengurangi kehilangan panas. Hipotalamus mengurangi kehilangan
panas dari dalam tubuh dengan cara melakukan proses vasokonstriksi, yaitu
menyempitkan pembuluh darah superfisal agar darah yang mengalir sedikit dan
memindahkan aliran darah ke dalam tubuh untuk mengurangi pelapasan panas
melalui proses evaporasi. Akibat mengecilnya pembuluh darah superfisal, kerja
jantung pun melambat sehingga tekanan darah sistole dan diastol pun menurun.
Hasil pengukuran tekanan darah probandus dari praktikum yang telah
dilakukan menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Menurut teori yang ada,
tekanan darah laki-laki lebih tinggi dari tekanan darah pada wanita. Akan tetapi,
pada praktikum yang telah dilakukan pada setelah kegiatan, tekanan darah
probandus laki-laki berinisial DI dan MLH lebih rendah daripada tekanan darah
probandus wanita. Banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah,
diantaranya adalah keadaan psikis yang menyebabkan saraf simpatis
merangsang jantung bekerja lebih cepat sehingga meningkatkan tekanan darah, LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 14
beban pikiran yang berat menyebabkan saraf simpatik merangsang jantung
sehingga tekanan darah meningkat, penyakit yang diderita yang berpengaruh
pada kerja jantung dan nantinya berpengaruh pada tekanan darah.Selain faktor
tersebut, tekanan darah, umumnya, ditentukan oleh:
a. Tahanan perifer, ini dipengaruhi oleh terjadinya kontraksi
(penyempitan) dan dilatasi (pelebaran) arteriol dan vena,
b. Tekanan jantung, ini dipengaruhi oleh jumlah darah dalam jantung dan
kekuatan kontraksi jantung,
c. Volume darah, dalam arteri ini dipengaruhi oleh keluaran jantung dan
tahanan perifer.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
1. Suhu mempengaruhi tekanan darah sistole dan diastole, jika suhu tubuh
meningkat maka tekanan darah sistole dan diastole pun akan meningkat
dan sebaliknya.
2. Aktivitas tubuh mempengaruhi tekanan darah sistole dan diastole. Jika
aktivitas tubuh meningkat maka tekanan darah sistole dan diastole juga
akan meningkat.
3. Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu:
a. Umur
b. Kegiatan (kerja otot dan perubahan sikap)
c. Ketinggian (gravitasi)
d. Ekspirasi dan inspirasi
e. Kerja jatung
f. Pengaruh berpikir
VI. DAFTAR PUSTAKALAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 15
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, Edisi Kelima-Jilid
3. (Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga. (Buku asli
diterbitkan tahun 1999).
Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk praktikum biologi. Yogyakarta: Prodi PSn
PPs UNY.
Repository usu .2012. Tekanan darah. (Network) diunduh melalaui
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=tekanan+darah+manusia+pdf&source=web&cd=8&cad=
rja&ved=0CE8QFjAH&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id
%2Fbitstream%2F123456789%2F20131%2F4%2FChapter
%2520II.pdf&ei=bgLIUIGYNJHRrQeX7IHIDw&usg=AFQjCNFYP6Ye2eYav
g2WcamksztbrpDUqApada Kamis 13 Desember 2012.
Soewolo, Soedjono Basoeki & Titi Yudani. 2005. Fisiologi manusia. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Walida, Hilwa, dkk. 2011. Laporan praktikum anatomi fisiologi manusia “denyut
jantung, tekanan darah, dan gerak refleks” .(Network) diiunduh
melalaui http://www.google.-co.id/#hl=id&tbo=d&sclient=psy-
ab&q=tekanan+darah+manusia+pdf&oq=tekanan+darah+manusia&gs
_l=hp.1.2.0l5j0i5i30l5.122148.125015.3.128709.17.12.2.0.0.9.388.310
0.0j2j7j3.12.0...0.0...1c.1.Hazqmnk5_qU&psj=1&bav=on.2,or.r_gc.r_p
w.r_qf.&fp=7fc3e8d2b81ca42b&bpcl=39650382&biw=1366&bih=595
pada Kamis 13 Desember 2012.
LAMPIRAN
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 16
Gambar 1. Tekanan darah
KEGIATAN II
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 17
PENGARUH TEKANAN OSMOTIK TERHADAP MEMBRAN ERITROSIT
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1.1 Tujuan kegiatan:
a) Mengetahui kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit pada berbagai
konsentrasi larutan.
b) Mengetahui persentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi
larutan.
1.2 Kompetensi khusus:
a) Mahasiswa dapat melakukan cara penentuan kecepatan hemolisis
dan krenasi eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.
b) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
persentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.
II. LANDASAN TEORI
Darah merupakan cairan tidak tembus cahaya (opaque), agak
kental, berwarna merah terang (oxygenated) dan merah gelap
(deoxygenated), berat jenisnya berkisar antara 1,06 pH bersifat sedikit alkalis
(7,2). Apabila disentrifus (sentrifuge) dengan kecepatan putaran tertentu,
maka akan terpisah menjadi 2 bagian utama yaitu bagian yang berwarna
merah gelap disebut benda-benda darah yang terdiri dari: sel darah merah
(SDM), sel darah putih (SDP), dan keping darah (platelets, thrombocytes), dan
bagian kuning jernih yang disebut plasma. Komposisi darah merupakan salah
satu indikator parameter fungsi fisiologis hewan dan manusia. Perbandingan
antara plasma dan benda-benda darah pada kondisi normal bervariasi pada
laki-laki sekitar 47% dan perempuan 45%. Pada kondisi tertentu persentase
darah mengalami penurunan atau sebaliknya peningkatan.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 18
Pada hewan multiseluler, sel-sel yang menyusun organisme berada
dalam suatu lingkungan yang disebut lingkungan interna. Claude Bernard
(bangsa Perancis) menamakan lingkungan tersebut sebagai melieu interieur.
Lingkungan interna tersebut tidak lain adalah ruang antarsel (intercelluler
space). Ruang antarsel bukan merupakan suatu ruangan kosong, melainkan
ruangan yang dipenuhi dengan cairan, demikian juga ruang dalam sel
(sitoplasma).Setiap sel penyusun suatu organisme pasti berada dalam suatu
cairan yang mengandung berbagai zat yang diperlukan oleh sel. Cairan
tersebut berupa cairan ekstraseluler (CES) yang dapat dibedakan menjadi
cairan interstitial dan/atau plasma darah.Sel pada umumnya berada dalam
cairan interstitial, sedangkan eritrosit berada dalam plasma darah.Membran
sel eritrosit seperti halnya membran sel lainnya tersusun atas lipid bilayer,
dan bersifat semipermeabel. Pada kondisi cairan hipertonis, maka air akan
berpindah dari dalam eritrosit keluar sehingga eritrosit akan mengalami
penyusutan (krenasi). Sebaliknya pada kondisi larutan hipotonis, maka air
akan masuk ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga akan menggembung yang
kemudian pecah (lisis). Kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit dipengaruhi
oleh konsentrasi larutan.
Cairan tubuh hakekatnya merupakan pelarut zat-zat yang terdapat dalam
tubuh, dengan demikian mengandung berbagai macam zat yang diperlukan
oleh sel dan sisa-sisa metabolisme yang dibuang oleh sel. Selain itu, cairan
tubuh juga pemberi suasana pada sel, sebagai contoh kehangatan (suhu),
kekentalan (viskositas), dan keasaman (pH) yang dipengaruhi oleh faktor-
faktor fisik maupun kimiawi dari dalam dan luar tubuh.
Zat-zat yang diperlukan sel antara lain:
a) Oksigen untuk pembakaran dan menghasilkan energi ensimatis.
b) Makanan dalam bentuk sari-sari makanan (glukosa, asam lemak, dan
asam amino) untuk membentuk energi, dinding sel, dan sintesa protein.
c) Vitamin
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 19
d) Mineral sebagai katalisator proses ensimatis.
e) Air untuk pelarut dan media proses kimiawi dalam sel.
Zat-zat yang dihasilkan oleh sel anatara lain:
1. Karbon dioksida dari proses pembakaran.
2. Protein dari sintesis di ribosoma.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi cairan interseluler antara
lain:
1. Suhu,
2. Derajat keasaman (pH), dan
3. Kekentalan (viskositas) cairan.
Cairan yang memiliki kekentalan atau konsentarasi sama dengan cairan
dalam sel disebut isotonis (osmotic equilibrium), lebih tinggi daripada dalam sel
disebut hipertonis, dan lebihrendah daripada sel disebut hipotonis. Cairan
hipertonis akan menarik air secara osmosis dari sitoplasma eritrosit ke luar
sehingga eritrosit akan mengalami penyusutan dan membran selnya tampak
berkerut-kerut atau yang disebut krenasi atau plasmolysis. Sebaliknya, cairan
hipotonis akan menyebabkan air berpindah ke dalam sitoplasma eritrosit
sehingga eritrosit akan menggembung (plasmoptysis) yang kemudian pecah
(hemolisis).
Membran sel merupakan selaput yang luar biasa istimewanya. Sesuai
dengan teori mosaik, membran sel tersusun atas lipid bilayer, dan terdapat
protein integral, saluran-saluranbersifat semipermiabel. Ibaratnya berperan
sebagai pintu gerbang seluler. Membran sel yaitu selaput yang membatasi sel
dengan lingkungan disekelilingnya dan berfungsi sebagai pelindung, penyaring,
dan pengatur masuknya zat-zat dari luar sel ke dalam sel dan keluarnya zat-zat
dari luar sel (ekstrasel) ke dalam sel (intrasel) melewati membran sel. Zat-zat
yang didapat dari pernafasan, makan dan minum, diangkut melalui sirkulasi
darah kemudian melalui kapiler pindah ke cairan interseluler (ruang antarsel)
selanjutnya pindah ke sitoplasma melalui membran sel.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 20
Plasmolisis
Plasmolisis adalah suatu proses yang secara riil bisa menunjukkan bahwa
sel sebagai unit terkecil kehidupan ternyata terjadi sirkulasi keluar masuk suatu
zat , artinya suatu zat /materi bisa keluar dari sel , dan bisa masuk melalui
membrannya. Adanya sirkulasi ini bisa menjelaskan bahwa sel tidak diam ,
ternyata sungguh dinamis dengan lingkungannya , jika memerlukan materi dari
luar maka ia harus ambil materi itu dengan segala cara, yaitu mengatur tekanan
agar terjadi perbedaan tekanan sehingga materi dari luar itu bisa masuk. Kondisi
sel tidak selalu berada pada keadaan yang normal yang dengan mudah ia
mengaturnya ia bisa mencapai homeostatis / seimbang. Terkadang sel juga bisa
berada di lingkungan yang ekstrem menyebabkan semua isi sel dapaksakan
keluar karena diluar tekanan lebih besar , jika terjadi demikian maka terjadilah
lisis / plasmolisis yang membawa sel itu mati. Plasmolisis adalah contoh kasus
transportasi sel secara osmosis dimana terjadi perpindahan larutan dari
kepekatan yang rendah ke larutan yang pekat melalui membran semi
permeable , yang akan dibahas dengan contoh pada darah .
Osmosis
Osmosis memainkan peranan yang sangat penting pada tubuh makhluk
hidup, misalnya, pada membrane sel darah merah. Jika meletakan sel darah
merah dalam suatu larutan hipertonik (lebih pekat), air yang terdapat dalam sel
darah akan ditarik keluar dari sel sehingga sel mengerut dan rusak. Peristiwa ini
disebut krenasi. Sebaliknya, jika kamu meletakan sel darah merah dalam suatu
larutan yang bersifat hipotonik (lebih encer), air dari larutan tersebut akan ditarik
masuk kedalam sel darah sehingga sel mengembang dan pecah.Proses ini
disebut hemolisis. Orang yang mengonsumsi terlalu banyak makanan berkadar
garam tinggi, jaringan sel dan jaringan antar selnya akan mengandung banyak
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 21
air.Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan tubuh yang disebut
OEDEMA.
Pemahaman mengenai proses osmosis ini sangat diperlukan dalam
bidang biologi. Misalnya, dalam pemberian nutrisi bagi pasien melalui infus.Pada
infus, larutan nutrisi dimasukan langsung kedalam pembuluh darah. Larutan ini
harus memilik tekanan osmotik yang sama dengan tekanan osmotik darah agar
sel darah tidak mengalami krenasi atau hemolisis karena sangat membahayakan
jiwa pasien. Tekanan osmotik darah pada suhu 25℃ adalah 7,7atm.Oleh karena
itu, jika pasien akan diberi larutan glukosa melalui infus,konsentrasi glukosa yang
digunakan harus memiliki persen masa 5,3% . Osmosis yang terjadi juga bisa kita
amati pada peristiwa alam lainnya ,dalam banyak contoh yang menarik. Misalnya
pada pengawetan selai dan jeli yang dilakukan di rumah merupakan contoh lain
dari penerapan tekanan osmotik.
Gula dalam jumlah yang banyak ternyata penting dalam proses
pengawetan karena gula membantu membunuh bakteri yang bisa
mengakibatkan botulisme. Bila sel bakteri berada dalam larutan gula hipertonik
(konsentrasi tinggi), air intrasel cenderung untuk bergerak keluar dari sel bakteri
ke larutan yang lebih pekat lewat osmosis. Proses ini yang disebut krenasi
(crenation), menyebabkan sel mengerut dan akhirnya tidak berfungsi lagi.
Keasaman alami buah-buahan juga menghambat pertumbuhan bakteri.Tekanan
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 22
osmotik juga merupakan mekanisme utama dalam pengangkutan air ke bagian
atas tumbuhan. Karena daun terus-menerus kehilangan air ke udara, dalam
proses yang disebut transpirasi, konsentrasi zat terlarut dalam cairan daun
meningkat. Air didorong ke atas lewat batang, cabang dan ranting-ranting pohon
oleh tekanan osmotik. Diperlukan tekanan sebesar 10-15 atm untuk mengangkut
air ke daun di pucuk pohon redwood di California, yang tingginya mencapai
sekitar 120 m. Teknik mengeluarkan bisul pada tubuh dengan mekanisme
osmosis dengan menerapkan gelli berupa balsam/salep yang hipertonik juga
memudahkan bisul segera kempes, pembuatan telur asin , ikan asin dan tentu
contoh yang lain yang prinsipnya disitu ada perbedaan tekanan dipastikan proses
osmosis akan berlangsung. Proses ini juga bisa terlihat pada tanaman yang
dipupuk urea sangat pekat tanaman bisa diharapkan tumbuh dengan baik tetapi
malah mati.
Jadi, Plasmolisis merupakan dampak dari peristiwa osmosis. Jika sel
tumbuhan diletakkan di larutan garam terkonsentrasi (hipertonik), sel tumbuhan
akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, menyebabkan sel tumbuhan lemah.
Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti ini layu. Kehilangan air lebih banyak
akan menyebabkan terjadinya plasmolisis. Dampak plasmolisis yang
meneyebabkan tekanan terus berkurang sampai di suatu titik di mana
protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antara
dinding sel dan membran.Akhirnya cytorrhysis – runtuhnya seluruh dinding sel –
dapat terjadi.Tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah
kehilangan air secara berlebihan, juga mendapatkan air secara berlebihan, tetapi
plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan hipotonik. Proses sama
pada sel hewan disebut krenasi.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 23
Sel hewan (darah) dalam kondisi lingkungan berbeda
Plasmolisis hanya terjadi pada kondisi ekstrem, dan jarang terjadi di alam.
Biasanya terjadi secara sengaja di laboratorium dengan meletakkan sel pada
larutan bersalinitas tinggi atau larutan gula untuk menyebabkan ekosmosis,
seringkali menggunakan tanaman Elodea atau sel epidermal bawang yang
memiliki pigmen warna sehingga proses dapat diamati dengan jelas. Bila sel
tumbuhan dimasukkan kedalam cairan hipotonik,turgor sel akan meningkat. Bila
berada dalam keadaan isotonik (larutan yang konsentrasinya sama dengan
konsentrasi isi sel,maka sebagian sel yang ada mengalami plasmolisis,sebagian
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 24
sel tidak. Keadaan ini dapat dipakai untuk menentukan tekanan osmosis sel
dengan meletakkan pada larutan yang ditentukan molaritas larutan atau tekanan
osmotiknya dan melihat berapa banyak sel yang terplasmolisis. Jika konsentrasi
larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis diketahui ,maka nilai tekanan
osmosis sel dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
π = M x R x T di mana
π = tekanan osmotik (atm)=Tekanan Osmotik sel
M = Molaritas , Konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel
terplasmolisis
R = tetapan gas (0.082 )
T = suhu (Kelvin ) =Temperatur mutlak (273+t 0C)
Dalam proses osmosis terdapat tekanan osmosis yang merupakan
tekanan hidrostatik yang terdapat suatu larutan pada keseimbangan osmosis.
Tekanan yang diberikan pada suatu larutan akan meningkatkan energi
bebas ,sehingga PA meningkat dan juga meningkatkan kemampuan difusi dalam
larutan. Tekanan yang diberikan atau sering disebut PT yang disebut juga
tekanan turgor.Dari ketiga potensial tersebut dapat dilihat adanya hubungan
yang dapat dituliskan rumus sebagai berikut :
PA = PO + PT
Dari rumus tersebut terlihat,apabila tidak ada tekanan maka rumusnya menjadi :
PA = PO
Keterangan :
PA = Potensial air
PO = Potensial osmotik
PT = Potensial tekananLAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 25
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Jenis kegiatan : Observasi
3.2 Objek pengamatan : sel darah merah manusia
3.3 Bahan dan Alat :
a) Mikroskop cahaya
b) Kaca benda dengan cekungan dan gelas penutup (Cover Glass),
c) Pipet pasteur
d) Garam fisiologis 3%, 1%, 0,9 %, 0,7 %, 0,5 %
e) Vaselin album,
f) Antikoagulan (Heparin atau Kalium Oksalat)
g) Darah perifer (probandus)
3.4 Prosedur Percobaan:
a) Mengambil darah perifer dari ujung jari manis sesuai SOP (standar
operasional prosedur)
b) Meneteskan 1 tetes darah di atas cekungan kaca objek, kemudian
menambahkan 1 tetes NaCl 0,7 %, mengamati di bawah mikroskop
dengan hati-hati dan mengamati kapan eritrosit tampak mulai hemolisis.
c) Melakukan seperti cara1 untuk larutan NaCl 0,5% dan aquades,
mencatat hasilnya, dan membahas
d) Untuk mengetahui kecepatan terjadinya reaksi melakukan seperti di atas
dengan menggunakan larutan NaCl lebih pekat daripada 0,7%. Mencatat
hasilnya dan membuat pembahasan.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 26
IV. HASIL PERCOBAAN
Tabel 2.1. Hasil Pengamatan Pengaruh Tekanan Osmotik terhadap
Membran Eritrosit
Kepekatan Larutan
NaCl
Kelompok Hemolisis/krenasi Waktu(menit)
0,5 %
1 Hemolisis 5
2 Hemolisis 12.24
3 Krenasi 13.14
4 Hemolisis 5.19
5 Krenasi -
6 Krenasi 7
Jumlah
Rata-Rata
Krenasi dan
Hemolisis
8.59
0,7 %
1 Hemolisis 6.12
2 Hemolisis 10.07
3 Hemolisis 13.32
4 Hemolisisi 6.22
5 Hemolisisi 26.57
6 Krenasi 16
Jumlah
Rata-Rata
Hemolisis 13.19
0,9 %
1 Krenasi 7.19
2 Krenasi 9.18
3 Krenasi 10.21
4 Krenasi 7.25
5 Krenasi 26
6 isotonik 0
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 27
Jumlah
Rata-Rata
Krenasi 12.08
1 %
1 Krenasi 4.50
2 Krenasi 7.28
3 Krenasi 01.03
4 Krenasi 4.06
5 Krenasi 7.40
6 Krenasi 23
Jumlah
Rata-Rata
Krenasi 8.02
3 %
1 krenasi 2.09
2 Krenasi 4.12
3 Krenasi 0.33
4 Krenasi 3
5 Krenasi 6.40
6 Krenasi 17
Jumlah
Rata-Rata
Krenasi 5.59
PEMBAHASAN
Praktikum mengenai pengaruh tekanan osmotik terhadap membran
eritrosit bertujuan untuk mengetahui kecepatan hemolisis dan krenasi
eritrosit pada berbagai larutan serta mengetahui persentase hemolisis
eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan. Kegiatan dilakukan dengan
mengobservasi preparat darah probandus yang didalamnya ada sel
erittrosit. Eritrosit ada di dalam plasma darah. Preparat dibuat dengan cara
mencampurkan darah probandus dengan garam fisiologis dalam beberapa
konsentrasi (NaCI 0,5%, 0,7%, 0,9%, 1%, dan 3%) di atas cekungan kaca
obyek kemudian ditutup dengan gelas kaca. Setelah itu, preparat
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 28
diobservasi menggunakan mikroskop kapan mulai terjadi hemolisis atau
krenasi.Penghitungan waktu dimulai ketika garam fisiologis diteteskan pada
darah probandus.
Kegiatan observasi preparat darah probandus pada praktikum ini
dilakukan oleh enam kelompok dengan masing-masing jumlah anggota
kelompok terdiri atas 3-4 orang probandus. Hal ini dikarenakan jumlah
probandus satu kelas yang adalah 21 orang sehingga dalam pembagian
jumlah anggota kelompok tidak sama. Setiap observer mengamati preparat
menggunakan mikroskop sesuai dengan konsentrasi garam fisiologis yaitu
NaCl 0,5%, 0,7%, 0,9%, 1%, dan 3%. Hasil dari observasi dapat dilihat pada
tabel di atas. Hasil yang diperoleh dari observasi pada konsentrasi garam
fisologis 0,9%, 1%, dan 3% sel eritrosit mengalami pengerutan/krenasi.
Krenasi yaitu peristiwa mengkerutnya membran sel akibat keluarnya air dari
dalam eritrosit. Krenasi dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam
medium atau cairan yang hipertonis terhadap isi eritrosit (phi larutan > phi
eritrosit).
Hasil observasi pada konsentrasi garam fisiologis 0,5% dan 0,7% dari
seluruh kelompok menunjukkan terjadi hemolisis pada sel eritrosit. Kecuali
pada kelompok tiga,lima dan enam yang menunjukan hasil krenasi pada
kosentrasi 0,5% dan kelompok enam pada kosentarasi 0,7%. Hemolisis
merupakan pecahnya membran eritrosit yang menyebabkan hemoglobin
bebas masuk ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Eritrosit pecah
karena berada pada larutan NaCl yang bersifat hipotonis (phi larutan < phi
eritrosit) sehingga plasma dan larutan NaCl akan masuk ke dalam eritrosit
yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan eritrosit menggembung.
Dinding eritrosit mempunyai kekuatan yang terbatas untuk menahan
menggembungnya eritrosit karena adanya plasma dan larutan hipotonis
yang masuk ke dalam erittrosit sehingga dinding akan pecah jika eritrosit
terus menggembung.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 29
Rata-rata waktu terjadinya krenasi antara larutan NaCl 3%, 1%, dan
0,9% tidak sama. Hal ini dikaranakan semakin besar konsentrasi larutan yang
bersifat hipertonis maka semakin cepat pula krenasi yang dialami eritrosit.
Maka waktu rata-rata krenasi eritrosit pada konsentrasi garam fisologis 1%
(8,2 menit) lebih lama dari pada waktu rata-rata krenasi eritrosit pada
konsentrasi garam fisologis 3% (5,59 menit). Hal ini terjadi karena semakin
besar konsentrasi pada larutan yang bersifat hipertonis maka semakin cepat
pula krenasi yang akan dialami sel. Dalam percobaan kali ini adalah
eritrosit.
Rata-rata waktu krenasi eritrosit pada konsentrasi garam fisologis
0,9% (12,8 menit) lebih lama daripada waktu rata-rata krenasi eritrosit pada
konsentrasi garam fisologis 1% dan 3% dan hal ini sesuai dengan
seharusnya. Waktu rata-rata terjadinya hemolisis eritrosit pada konsentrasi
garam fisologis 0,7% adalah 13,19 menit sedangkan waktu rata-rata
terjadinya hemolisis eritrosit pada konsentrasi garam fisologis 0,5% adalah
8,59 menit. Perbedaan ini terjadi karena pada konsentrasi garam fisiologis
0,5% terjadi perbedaan hasil yaitu kelompok satu,dua,dan empat
menunjukan hasil hemolisis sedangkan pada kelompok tiga, lima, dan enam
menunjukan hasil krenasi. Selain itu, pada kelompok lima tidak melampirkan
hasil kecepatan hasil krenasinya. Hal ini mungkin menyebabkan hasil
konsentrasi garam fisiologis pada 0,5% lebih rendah dari konsentrasi garam
fisiologis 0,7% yang seharusnya lebih tinggi dari konsentrasi 0,7%. Hasil dari
kelompok 6 pada kosentrasi 0,9 % menunjukka isotonic.
Presentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan
belum bisa dijelaskan karena ketika observasi terhadap preparat observer
hanya terkonsentrasi pada waktu mulai terjadinya hemolisis atau krenasi.
Presentase hemolisis diketahui melalui pengamatan warna medium. Bila
eritrosit mengalami hemolisis maka hemoglobin akan larut dalam
mediumnya. Akibat dari terlarutnya hemoglobin tersebut, medium akan
berwarna merah. Makin banyak eritrosit yang mengalami hemolisis maka LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 30
makin merah warna mediumnya. Presentase krenasi diketahui melalui
pengamatan warna medium. Bila eritrosit mengalami krenasi maka eritrosit
akan mengecil dalam larutan garam fisiologis sehingga luas daerah yang
berwarna seperti larutan garam fisiologis semakin meluas. Makin banyak
eritrosit yang mengalami krenasi maka makin luas daerah yang berwarna
seperti larutan garam fisiologis.
V. KESIMPULAN
Dari praktikum dan pembahan dapat dismpulkan bahwa
1. Kecepatan terjadinya hemolisis dan krenasi eritrosit tergantung pada
konsentrasi medium. Semakin hipotonis medium maka semakin cepat
terjadinya hemolisis dan semakin hipertonis medium maka semakin cepat
terjadinya krenasi.
2. Persentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan pada
praktikum kali ini belum dapat dijelaskan karena selama observasi
observer hanya konsentrasi pada waktu terjadinya hemolisis atau krenasi
3. Cara menentukan kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit pada
berbagai konsentrasi larutan dilakukan dengan cara mengobservasi kapan
mulai terjadinya hemolisis dan krenasi eritrosit dan mencatat waktunya.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi presentase hemolisis
eritrosit adalah konsentrasi larutan dan waktu.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 31
VI. DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, edisi kelima-jilid
3. (Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga. (Buku asli
diterbitkan tahun 1999).
Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk praktikum biologi. Yogyakarta: Prodi PSn
PPs UNY.
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Wiwid Chariss. 2011. Toleransi osmotic eritrosit.Diambil pada tanggal 2 Juni 2012
dari http://reminderme.blogspot.com/2011/08/toleransi-osmotik-
eritrosit.html.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 32
LAMPIRAN
Kosentrasi 0,9 % kosentrasi 3%
Kosentrasi 0,1 % kosentrasi 0,7 %
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 33
Kosentrasi 0,5 %
Gambar 2. Hasil pratikum tekanan osmotic
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 34
KEGIATAN III
MEREKAM GERAKAN MATA SAAT MEMBACA
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1.1 Tujuan kegiatan
c) Praktikan dapat merekam refleks gerakan mata saat membaca
dengan menggunakan alat perekam elektro-okulograph (EOG).
d) Praktikan dapat menganalisis dan menginterpretasi hasil rekaman
gerakan mata saat membaca.
1.2 Kompetensi khusus
c) Mahasiswa praktikan dapat merekam refleks gerakan mata saat
membaca dengan menggunakan alat perekam elektro-okulograph
(EOG).
d) Mahasiswa praktikan dapat menganalisis dan menginterpretasi hasil
rekaman gerakan mata saat membaca.
II. LANDASAN TEORI
Alat penglihatan manusia adalah mata yang mengandung fotoreseptor.
Mata berbentuk suatu bola yang terletak dalam rongga mata yang dibatasi oleh
tulang-tulang kepala. Bola mata dibagi menjadi dua ruang, yaitu ruang anterior
danruang posterior. Ruang anterior terletak antara kornea dan lensa, berisi
cairan bening yang disebut aqueus humor. Sedangkan ruang posterior adalah
ruang yang terletak di belakang lensa, dan ruang ini berisi cairan kental bening
yang disebut vitreus humor, berfungsi menyumbang pada tekanan dalam bola
mata (Soewolo dkk, 2005: 137-138).
Bola mata diikat dan digerakkan oleh enam otot mata ekstrinsik, yaitu otot
lurus atas dan otot lurus bawah, otot lurus samping dan otot lurus tengah, otot
serong atas dan otot serong bawah. Dinding bola mata terdiri dari tiga lapis
jaringan, yaitu sklera, koroid, dan retina. Sklera, lapisan dinding bola mata yang
paling luar, tersusun dari suatu jaringan fibrosa yang kuat. Koroid, lapisan tengan
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 35
dari dinding bola mata., lapisan berpigmen dan merupakan lapisan yang penuh
dengan pembuluh darah. Dan retina, lapisan paling dalam dari bola mata, yang
tersusun atas (dari luar ke dalam): suatu lapisan berpigmen, lapisan fotoreseptor,
lapisan bipolar, dan lapisan ganglion (Soewolo dkk, 2005: 138-139).
Pengaturan otot pergerakan mata diatur oleh tiga pasang (enam otot mata
ekstrinsik), yaitu:
1. M. Rectus lateralis dan medialis: berkontraksi timbale balik untuk
menggerakkan mata dari sisi ke sisi
2. M. Rectus superior dan inferior: berkontraksi menggerakkan mata ke
atas dan ke bawah.
3. M. Obligus superior dan inferior: memutar bola mata dalam
mempertahankan lapang penglihatan dan posisi berdiri (Syaifuddin, 2009:
233).
Mata sebagai indera penglihatan dapat bergerak ke segala arah dalam
orbitnya untuk memperluas medan penglihatan. Dalam keadaan normal, kedua
bola mata kita selalu bergerak searah atau disebut gerakan
mata konyugatif. Gerakan bola mata dapat direkam karena bola mata
merupakan suatu dipole listrik yang dapat bergerak. Hal ini disebabkan antara
kornea dan retina terdapat beda potensial yang tetap (steady);
kornea bermuatan positif terhadap retina dan beda potensial ini akan tetap
berada biarpun mata dikeluarkan (eksisi) dari kantung mata (Anonim, 2012).
Berbeda dengan EKG, karena beda potensial ini bukan suatu fenomena
elektro-fisiologik yang berkala. Beda potensial ini akan hilang bilamana retina
rusak. Adanya penempatkan dua elektroda pada garis yang tegak lurus pada
sumbu kornea-retina, maka potensial kornea retina ini akan menimbulkan
fluktuasi potensial yang sesuai dengan gerakan bola mata. Disebabkan karena
kornea atau retina, yang berbeda polaritas muatannya akan mendekati atau
menjauhi kedua elektroda tersebut sesuai dengan gerakan bola mata. Fluktuasi
potensial yang timbul pada dua elektode pengukur tersebut dapat direkam
secara elektro-fisiologik hingga dapat dikatakan bahwa elektrode-LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 36
okulografi ialah: merubah kualitas gerakan bola mata menjadi kuantitas beda
potensial yang direkam pada koordinat kartesius (Anonim, 2012).
Bola mata sebagai indera penglihatan dapat bergerak ke segala arah dalam
orbitnya untuk memperluas medan penglihatan. Gerakan bola mata tersebut
sering disebut gerakan mata berputar (sirkuler) namun dalam praktek gerakan
mata tersebut dibagi dalam gerakan mata secara horizontal dan vertikal.Dalam
keadaan normal kedua bola mata (kanan dan kiri) selalu bergerak searah atau
disebut gerakan mata konyugatif.Oleh karena itu, untuk merekam gerakan
bolamata cukup dilakukan perekaman satu bola mata saja (salah satu).
Penempatan elektrode perekam untuk merekam gerakan mata horizontal, pada
kedua canthus temporal, sedangkan untuk gerakan vertikal di atas dan di bawah
mata.
Gerakan bola mata dapat direkam karena bolamata merupakan suatu dipol
listrik yang dapat bergerak. Hal ini disebabkan antara kornea dan retina terdapat
beda potensial yang tetap (steady); kornea bermuatan positif terhadap retina
dan beda potensial ini akan tetap berada biarpun mata dikeluarkan (eksisi) dari
kantung mata. Berbeda dengan EKG, karena beda potensial ini bukan suatu
fenomena elektro-fisiologik yang berkala. Beda potensial ini akan hilang
bilamana retina rusak.
Refleks merupakan fenomena stimulus-respons yang dapat terjadi tanpa
disadari.Lengkung refleks (reflex arc) merupakan unit fungsional sederhana dari
fungsi sistem nervosum. Lengkung refleks terdiri atas beberapa komponen yaitu:
reseptor (penerima rangsang), neuron sensoris, neuron motoris, dan efektor
(otot). Jenis dan macam reseptor syaraf banyak sekali sebagai contoh: pada kulit
(panas, dingin, sentuh, nyeri), pada persendian (pacini), pada tendo (alat Golgi),
dan pada otot skelet (muscle spindle).(Anonim.2012)
Berdasarkan banyaknya sambungan neuron (sinapsis), maka dapat
dibedakan menjadi refleks monosinaptik, disinaptik, dan polisinaptik. Refleks
monosinaptik jika memiliki 1 sambungan neuron, disipnatik jika terdiri dari 2
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 37
sambungan neuron, dan disebut polisinaptik jika terdiri dari lebih dari 2
sambungan neuron. (Anonim.2012)
Dengan menempatkan dua elektroda pada garis yang tegak lurus pada
sumbu kornea-retina, maka potensial korneo-retinal ini akan meimbulkan
fluktuasi potensial yang sesuai dengan gerakan bola mata. Disebabkan karena
kornea atau retina, yang berbeda polaritas muatannya akan mendekati atau
menjauhi kedua elektrode tersebut sesuai dengan gerakan bolamata. Fluktuasi
potensial yang timbul pada kedua elektrode pengukur tersebut dapat direkam
secara elektro-fisiologik. Hingga dapat dikatakan bahwa elektro-okulografi ialah:
merubah kualitas gerakan bolamata menjadi kuantitas beda potensial yang
direkam pada koordinat Cartesian.
Membaca
Hambatan Membaca Cepat
Karena berbagai kemungkinan mencoba berusaha untuk dapat membaca
cepat.Berbagai usaha telah dilakukan tetapi belum berhasil.Padahal setiap orang
berpotensi untuk dapat membaca cepat. Ada beberapa kesalahan yang
umumnya dilakukan orang ketika membaca cepat, antara lain:
1) Sub Vokalisasi
Ini dimaksud ketika membaca cepat mulut dan hati sama-sama ikut
berujar.Biasanya kendala ini muncul ketika mengulangi bacaan,
mengeluarkan suara.
2) Finger Panting
Ini merupakan kesalahan dalam membaca cepat yang disebut finger
panting.Dalam perkembangannya parapakar membaca cepat justru
memperbolehkan teknik membaca capat menggunakan petunjuk
(pointer).
3) Regresi (Regretio)
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 38
Secara tidak sadar membaca kadang-kadang mata tertuju pada kata-kata
atau kalimat yang sudah dibaca. Ada kalanya ketika membaca pikiran
atau otak memikirkan bacaan yang lalu atau hal-hal lain.
Model Membaca Cepat
Sebelum berlatih membaca cepat, kita harus paham beberapa model
membaca cepat. Ada 2 model yang dapat digunakan dalam membaca, yaitu:
1) Model Line by Line
Model ini disebut juga dengan model garis per garis.Membaca model ini
kalimat dalam bahan bacaan dibaca secara berurutan dari baris pertama
hingga akhir secara berurutan.
2) Model Spiral
Ketika kita membaca bacaan yang dibaca tidak seluruh isi bacaan
dibacanya, tetapi dibaca secara gigjak atau spiral.
Tenik Membaca Cepat
Untuk dapat membaca cepat memang perlu teknik tertentu. Secara umum
ada 2 teknik membaca yaitu:
1) Teknik Scanning
Membaca scanning adalah membaca suatu informasi dimana bacaan
tersebut dibaca secara loncat-loncat dengan melibatkan asosiasi dan
imajinasi.
2) Teknik Skimming
Membaca skimming adalah membaca secara garis besar untuk
mendapatkan gambaran umum isi buku.Teknik ini biasanya dilakukan
ketika mencari suatu yang khusus dalam teks.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 39
Langkah-langkah Membaca Cepat
Sebelum melatih membaca, perlu dipahami beberapa langkah membaca
cepat yaitu:
1) Langkah pertama adalah persiapan
Tahap persiapan ini dimulai dari membaca judul.Judul yang ditafsirkan
dengan asosiasi dan imajinasi serta pengalaman yang telah dialami.
Hubungan pengalaman atau wawasan dengan judul bahan bacaan yang
akan dibaca, kemudian yang perlu diperhatikan lagi yaitu huruf cetak
tebal atau miring.
2) Langkah kedua pelaksanaan
Jika telah melaksanakan tahap persiapan, maka sudah dapat
membayangkan gambaran umum isi bacaan dalam buku yang akan
dibaca.
Latihan Membaca Cepat
Untuk menguasai ketrampilan membaca cepat perlu adanya:
3) Melatih otot mata. Otot mata dapat dilakukan dengan gerakan bola mata
dalam keadaan.
4) Melatih pheripel mata. Dapat dilakukan dengan cara pandangan matra
mengikuti perakan telunjuk di depan mata.
5) Melatih pernafasan. Dapat dilakukan dengancara tarik nafas panjang
secara perlahan.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 40
III. METODE PRAKTIKUM
1.1 Jenis kegiatan: Observasi
1.2 Objek pengamatan: hasil rekaman membaca Probandus
1.3 Bahan dan Alat:
h) Elektro-okulograph (EOG)
i) Elektroda Perekam
j) Gel Elektroda
k) Kapas Alkohol
l) Teks dalam bacaan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
1.4 Prosedur Percobaan:
e) Kepekaan rekam EOG 0,15 mV/cm
f) Kecepatan rekam 25 mm/detik
g) Frekuensi rekam 0-30 Hz
h) Membersihkan kulit di canhtus lateralis mata dengan kapas alkohol
untuk menghilangkan kotoran yang dapat mengganggu sensitifitas
rekam sebelum elektroda perekam dipasang.
i) Mengoleskan pasta perekam (gel elektroda) untuk memudahkan
hantaran listrik.
j) Memasang elektroda perekam pada canthus lateralis mata kanan =
merah, dan pada mata kiri = hitam
k) Mempersiapkan probandus untuk membaca
l) Probandus membaca
m) Menganalisis hasil rekaman gerakan mata saat membaca.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 41
IV. HASIL PERCOBAAN
Tabel 3.1. Hasil Analisis Rekaman Gerakkan Bola Mata Saat Membaca Teks
BINDO
No Nama Teks Bahasa Indonesia
Σ Fiksasi ΣFiksasi/baris ΣDurasi
keseluruhan(detik)
ΣDurasi/baris Satuan Baca Kecepatan
Baca
1 David I 51 7,29 12,40 1,770,96 4,11
2 Ela A 79 11,29 25,8 3,690,62 3,06
3 Ratna P 44 6,29 19 2,711,11 2,32
4 Lilik 64 9,14 18 2,570,77 3,56
5 Ipin 56 8 14,40 2,6 0,88 3,89
6 Mei 53 7,57 16,40 2,34 0,92 3,23
7 Rina 46 6,57 12,60 1,8 1,07 3,65
8 Irma 54 7,71 12,20 1,74 0,91 4,43
9 Ayu 41 5,85 13 1,85 1,20 3,15
10 Rini 33 7,71 8,2 1,17 0,91 4,02
11 Luthfi 30 4,3 7,4 1,06 1,63 4,05
12 Ilma 59 8 15,4 2,2 0,88 3,83
13 Arsi 40 5,71 10 1,42 1,23 4,00
14 Diah 41 5,85 9,2 1,31 1,20 4,46
15 Radian 34 4,86 7,2 1,03 1,44 4,72
16 Keke 47 6,7 13,6 1,941,04 3,46
17 Nika 44 6,3 10,6 1,51,11 4,15
18 Riha 41 5,8 12,4 1,81,21 3,31
19 Rika 65 9,2 17 2,4 0,76 3,82
20 Novia 59 8,4 18,6 2,65 0,83 3,17
21 Titis 55 7,8 12,8 1,8 0,90 4,30
RATA-RATA 49,33 7,16 13,63 1,97 1,03 3,75
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 42
Tabel 3.2. Hasil Analisis Rekaman Gerakkan Bola Mata Saat Membaca Teks
BING
No Nama Teks Bahasa Inggris
Σ Fiksasi ΣFiksasi/baris ΣDurasi
keseluruhan(detik)
ΣDurasi/baris Satuan
Baca
Kecepatan Baca
1 David I 4,2 8,4 10.4 2.080,83 0,40
2 Ela A 81 16.2 28.2 5.640,43 2,87
3 Ratna P 41 8.2 14.4 2.880,85 2,85
4 Haryana 43 8.6 18 3.60,81 2,39
5 Ipin 35 7 13,40 2,8 1,00 2,61
6 Mei 45 9 14,40 2,88 0,78 3,13
7 Rina 42 8,4 15,20 3,04 0,83 2,76
8 Irma 40 8 11,80 2,36 0,88 3,39
9 Ayu 29 5,80 10 2 1,21 2,90
10 Rini 27 5,4 6,2 1,24 1,30 4,35
11 Luthfi 26 5,2 6,6 1,32 1,35 3,94
12 Ilma 49 9,8 14,8 2,96 0,71 3,31
13 Arsi 31 6,2 7,2 1,44 1,13 4,31
14 Diah 27 5,4 6,8 1,36 1,30 3,97
15 Radian 25 5 5,6 1,12 1,40 4,46
16 Keke 42 8,4 12,4 2,480,83 3,39
17 Nika 35 7 11,4 2,281,00 3,07
18 Riha 38 7,6 11,4 2,280,92 3,33
19 Rika 49 9,8 18 3,6 0,71 2,72
20 Novia 52 10,4 20 4 0,67 2,60
21 Titis 38 7,6 11 2,2 0,92 3,45
RATA-RATA 38,06 7,47 11,90 2,32 0,95 3,15
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 43
PEMBAHASAN
Praktikum tentang merekam gerakan mata saat membaca ini bertujuan
untuk merekam refleks gerakan mata saat membaca dengan menggunakan alat
perekam elektro-okulograph (EOG) dan menerangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi refleks gerakan mata saat membaca. Teks yang dibaca terdiri dari
dua macam yaitu teks berbahasa Indonesia dan teks berbahasa Inggris. Hasil dari
pratikum tentang merekam gerakan mata dapat dilihat pada table di atas.
Mata sebagai indera yang berfungsi untuk melihat melakukan gerakan pada
saat digunakan untuk membaca. Guyton dan Hall (1996: 850 dalam Anonim,
2012) menyatakan bahwa gerakan pada mata merupakan gerak refleks.
Pergerakan mata yang bergerak ke kiri dan ke kanan, ke atas, ke bawah,
dan berputar, disebabkan karena mata mengikuti arah gerakan objek yang dilihat
tanpa dipengaruhi oleh sistem kendali (otak). Bila penglihatan bergerak secara
terus-menerus mendahului gerakan mata, misalnya sewaktu orang mengendarai
mobil atau berputar-putar, maka mata akan terfiksasi pada satu sorotan cahaya
ke sorotan cahaya lainnya dalam lapang pandangan, melompat-lompat dari satu
tempat ke tempat lainnya dengan kecepatan dua sampai tiga lompatan per detik.
Mata juga dapat terfiksasi pada saat benda bergerak, disebut gerakan
mengejar.Contohnya, bila ada gerakan ke atas ke bawah atau pun ke kiri dan ke
kanan.
Hasil pratikum menunjukkan bahwa, saat probandus membaca teks, Elektro-
okulograph (EOG) memperlihatkan gerakan fiksasi tersebut. Gerakan mata yang
paling penting adalah gerakan yang menyebabkan mata itu ter”fiksasi”
pada bagian yang luas pada dari lapangan pandangan. Gerakan fiksasi
ini diatur oleh dua mekanisme saraf, pertama adalah pengaturan yang
menyebabkan orang dapat menggerakan mata secara volenter untuk
menemukan objek dalam penglihatannya yang kemudian akan difiksasinya.
Gerakan ini disebut mekanisme fiksasi volunteer. Kedua adalah mekanisme yang
dapat menahan mata secara tetap pada obyek seketika setelah itu ditemukan
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 44
oleh mata; keadaan ini disebut sebagai mekanisme fiksasi involunteer. Fiksasi
yang direkam dapat digunakan untuk menghitung nilai satuan membaca dan
kecepatan membaca setiap probandus. Satuan membaca diperoleh dengan cara
membagi jumlah kata yang dibaca dengan jumlah fiksasi. Satuan membaca
menunjukkan banyaknya kata yang terbaca untuk satu kali fiksasi (satu
lompatan). Kecepatan membaca diperoleh dengan cara membagi jumlah fiksasi
dengan jumlah durasi waktu yang diperlukan untuk membaca teks, yaitu pada
praktikum kali ini adalah teks berbahasa Indonesia dan teks berbahasa Inggris.
Dari hasil data yang diperoleh menunjukkan adanya kecepatan membaca
masing-masing probandus tidaklah sama. Probandus yang memiliki kecepatan
membaca teks berbahasa Indonesia tercepat adalah Radian (4,72 satuan baca/
detik). Kecepatan membaca probandus ini lebih besar 0,97 satuan baca/detik
dari rata-rata kecepatan membaca seluruh probandus 3,75 satuan baca/detik.
Probandus yang memiliki kecepatan membaca teks berbahasa Indonesia
terendah adalah Ratna 2,32 satuan baca/detik. Kecepatan membaca probandus
ini lebih kecil 1,43 satuan baca/detik dari rata-rata kecepatan membaca seluruh
probandus.
Hasil analisis kecepatan membaca teks berbahasa Inggris menunjukkan
bahwa Radian masih yang memiliki kecepatan membaca tercepat yaitu 4,46
satuan baca/detik. Kecepatan membaca ini lebih besar 1,31 satuan baca/detik
dari rata-rata kecepatan membaca seluruh probandus 3,15 satuan baca/detik.
Probandus yang memeliki kecepatan membaca teks berbahasa Inggris terendah
adalah David 0,40 satuan baca/ detik lebih kecil 2,75 satuan baca/detik dari rata-
rata kecepatan membaca seluruh probandus.
Perbedaan kecepatan membaca masing-masing probandus ini disebabkan
karena beberapa faktor yang mempengaruhi refleks gerak mata saat membaca,
yaitu:
1) Tingkat kebiasaan membaca probandus,
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 45
Seseorang yang mempunyai kebiasaan sering membaca, kecenderungan
mempunyai kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang
yang kurang kebiasaan membaca.
2) Gerakan-gerakan muka atau seringkali menggerak-gerakkan kepala;
Hal ini dapat menghambat seseorang untuk membaca cepat karena
pergerakan kepala sebenarnya kalah jauh dengan pergerakan mata.
3) Jarak antara teks dengan mata;
Jarak yang tidak sesuai dengan jarak normal mata masing-masing
probandus akan memberikan pengaruh kepada gerakan mata. Jika jarak
antara teks dengan mata berada pada jarak yang normal maka mata akan
lebih cepat bergerak.
4) Kondisi fisik dan mental (suasana hati)
Membaca melibatkan dua aktivitas, yakni fisik dan mental.Kedua aktivitas
ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Apabila salah
satunya terganggu akan berdampak pada akivitas yang lainnya.
5) Konsentrasi
Konsentrasi merupakan hal penting dalam membaca. Jika seseorang tidak
dapat fokus pada suatu bacaan atau teks, maka ia akan sering membaca
mundur ke belakang untuk membaca ulang suatu kata atau beberapa
kata sebelumnya.
6) Latar belakang pengetahuan
Keluasan pengetahuan menjadi modal utama dalam meningkatkan
kecepatan membaca dan kelancaran pemahaman. Tanpa ini,
pembacaakan merasa kesulitan memahami isi bacaan kendatipun
pembaca mempunyai ketertarikan yang tinggi serta mempunyai kondisi
fisik dan mental yang bagus.
Selain faktor dari diri probandus (pembaca), ada faktor lain yang
mempengaruhi kecepatan membaca seseorang yaitu faktor tulisan atau
teks bacaan. Adapun faktor yang terdapat pada tulisan yang dapat
mempengaruhi kecepatan membaca meliputi: LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 46
1) Kosakata
Sebuah teks yang menggunakan kosakata yang asing, tidak lazim, dan
sulit dipahami memiliki dampak yang sangat fatal terhadap
pemahaman pembaca.Hal ini menyebabkan pembaca harus
membaca dengan lambat.
2) Kalimat panjang atau kompleks
Kalimat seperti ini dalam setiap teks pasti ada, karena sebenarnya
teks bacaan itu tercipta atas gabungan dua macam kalimat, yaitu
kalimat sederhana dan kalimat panjang.Namun, penggunaan kalimat
panjang yang terlalu banyak dapat menjadi kendala kelancaran
tingkat pembacaan seseorang.
3) Konsep atau kerangka berpikir yang kompleks
Bagian ini sebenarnya tersirat dalam kosakata dan kalimat
kompleks.Karena seorang penulis yang mempunyai pemikiran atau
konsep yang rumit terefleksi dari penggunaan bahasa baik kosakata
maupun kalimat yang kompleks.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan adalah
Faktor-faktor yang mempengaruhi refleks gerakan mata saat membaca
mempengaruhi juga pada kecepatan membaca, faktor-faktor tersebut
adalah tingkat kebiasaan membaca probandus, gerakan-gerakan muka
atau seringkali menggerak-gerakkan kepala, jarak antara teks dengan
mata, kondisi fisik dan mental (suasana hati), konsentrasi, dan latar
belakang pengetahuan.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 47
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Kegiatan 3, merekam gerakan mata saat membaca.(Network)
diunduh pada tanggal 5 Nopember 2012 darihttp://dc152.4shared.com/-
doc/5dWWPzmz/preview.html.
Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk praktikum biologi. Yogyakarta: Prodi PSn
PPs UNY.
Kumala D, Fransisca. 2010. Anatomi indra penglihatan.(Network) diunduh pada
tanggal 5 Nopember 2012
darihttp://fransiscakumala.wordpress.com-/2010/02/08/anatomi-mata/.
Soewolo, Soedjono Basoeki, & Titi Yudani. 2005. Fisiologi manusia. Malang:
Universitas Negeri Malang.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 48
LAMPIRAN
Gambar 3. Merekam Gerakan Mata saat Membaca
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 49
KEGIATAN IV
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP SUHU TUBUH
I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Tujuan kegiatan
Melakukan pengukuran suhu tubuh homeoterm dan mengamati
pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh manusia
b. Kompetensi Khusus
Melakukan pengukuran suhu tubuh homeoterm dan mengamati
pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh manusia
II. DASAR TEORI
Manusia adalah homoioterm, artinya suhu tubuhnya konstan
meskipun suhu lingkungan berfluktuasi jauh di atas atau di bawah suhu
tubuhnya. Kulit memegang peranan penting dalam mempertahankan suhu
tubuh. Di dalam kulit terdapat jaring-jaring pembuluh darah dan kelenjar
keringat yang dikendalikan oleh sistem saraf. Di samping itu, terdapat
reseptor berbagai macam sensasi satu di antaranya adalah termoreseptor
(Soewolo dkk, 2005: 286-287).
Organisme berdarah panas (homeoterm) memiliki organ pengatur
suhu tubuh yaitu hipothalamus agar suhu tubuh tetap pada kondisi optimal
(sebagai contoh pada manusia suhu optimalnya 37,10C). Pengaturan suhu
badan (thermoregulasi) bertujuan agar panas yang dihasilkan dari berbagai
proses metabolisme dan yang diperoleh dari lingkungan sekitar harus
seimbang dengan banyaknya panas yang dikeluarkan dari tubuh. Proses LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 50
regulasi atau pengaturan panas badan yang paling banyak berperan adalah
sel-sel syaraf hipothalamus yang peka terhadap perubahan suhu badan
internal terutama suhu darah. Proses pembebasan panas dari tubuh dapat
melalui berbagai cara antara lain lewat kulit, saluran pernafasan, mulut,
feses, dan urine. Kehilangan panas paling banyak terjadi lewat kulit yakni
hampir 80%.
Mekanisme regulasi panas tersebut berlangsung secara tepat karena
melibatkan sistem syaraf dan hormon sehingga dapat neuro-endokrin.
Regulasi panas badan menggunakan sistem feedback (umpan balik negatif)
artinya apabila panas badan melebihi suhu optimal, maka hipothalamus
akan berusaha menurunkan ke optimal dan sebaliknya. Sebagai ilustrasi jika
suhu lingkungan tinggi atau suhu badan meningkat 1-20C, maka kenaikan
suhu tersebut akan mempengaruhi sel-sel syaraf hipothalamus selanjutnya
akan menginstruksikan lewat neuro-endokrin ke syaraf perifer agar
meningkatkan sirkulasi darah perifer yang berada di bawah kulit dan
meningkatkan perkeringatan sehingga panas badan banyak yang keluar.
Selanjutnya suhu darah yang telah turun tersebut akan ke hipothalamus
dan menginstruksikan agar aktifitas sel-sel syarafnya diturunkan sehingga
suhu badan tetap dalam kondisi optimal.
Pengaturan suhu tubuh manusia merupakan contoh suatu sistem
homeo-stasis kompleks yang fasilitasi oleh mekanisme umpan balik. Sel-sel
saraf yang mengatur termoregulasi, dan juga sel-sel saraf yang mengontrol
banyak aspek lain dari homeostasis terpusat di hipotalamus. Hipotalamus
memiliki termofosfat yang merespon pada perubahan suhu di atas dan di
bawah kisaran suhu normal dengan cara mengaktifkan mekanisme yang
memperbanyak hilangnya panas atau perolehan panas (lihat gambar 1).
Sel-sel saraf yang mengindera suhu tubuh terletak pada kulit,
hipotalamus itu sendiri, dan beberapa bagian lain sistem saraf. Beberapa
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 51
diantaranya adalah reseptor panas yang memberi sinyal kepada
termofosfat hipotalamus ketika suhu kulit atau darah meningkat dan
reseptor dingin yang mensinyal termofosfat ketika suhu turun. Termofosfat
itu merespon terhadap suhu tubuh di bawah kisaran normal dan
menghambat mekanisme kehilangan panas serta mengaktifkan mekanisme
penghematan panas seperti vasokonstriksi pembuluh superfisial dan
berdirinya bulu atau rambut, sementara merangsang mekanisme yang
membangkitkan panas (termogenesis melalui menggigil dan tanpa
menggigil). Sebagai respon terhadap suhu tubuh yang meningkat,
termofosfat mematikan (menginaktifkan) mekanisme penghematan panas
dan meningkatkan pendinginan tubuh melalui vasodilatasi, berkeringat,
atau painting. (Campbell dkk, 2000: 106).
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 52
Gambar 1. Fungsi Termofosfat Hipotalamus Dan Mekanisme Umpan-
Balik Pada Termoregulasi Pada Manusia
Sumber: (Campbell et al. 2008)
Pada proses termoregulasi, aliran darah kulit sangat berubah-ubah.
Vasodilatasi pembuluh darah kulit, yang memungkinkan peningkatan aliran
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 53
darah panas ke kulit, akan meningkatkan kehilangan panas. Sebaliknya,
vaso-konstriksi pembuluh darah kulit mengurangi aliran darah ke kulit,
sehingga menjaga suhu pusat tubuh konstan, dimana darah diinsulasi dari
lingkungan eksternal, jadi menurunkan kehilangan panas. Respon-respon
vasomotor kulit ini dikoordinasi oleh hipotalamus melalui jalur sistem para
simpatik. Aktivitas simpatetik yang ditingkatkan ke pembuluh kutaneus
menghasilkan penghematan panas vasokonstriksi untuk merespon suhu
dingin, sedangkan penurunan aktivitas simpatetik menghasilkan kehilangan
panas vasodilatasi pembuluh darah kulit sebagai respon terhadap suhu
panas (Soewolo dkk, 2005: 287-288).
Bila benda dingin ditempelkan langsung pada kulit, pembuluh darah
makin berkontraksi sampai suhu 15oC. Saat titik mencapai derajat konstriksi
maksimum pembuluh darah mulai berdilatasi. Dilatisi ini disebabkan oleh
efek langsung pendinginan setempat terhadap pembuluh itu sendiri.
Mekanisme kontraksi dingin membuat hambatan impuls saraf datang ke
pembuluh tersebut pada suhu mendekati suhu 0oC sehingga pembuluh
darah mencapai vasodilatasi maksimum. Hal ini dapat mencegah
pembekuan bagian tubuh yang terkena terutama tangan dan telinga
(Syaifuddin, 2009: 324).
Suhu tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
1. Exercise: semakin beratnya exercise maka suhunya akan meningkat 15x,
sedangkan pada atlet dapat meningkat menjadi 20 x dari basal rate-nya.
2. Hormon: Thyroid (Thyroxine dan Triiodothyronine) adalah pengatur
pengatur utama basal metabolisme rate. Hormon lain adalah testoteron,
insulin, dan hormon pertumbuhan dapat meningkatkan metabolisme rate 5-
15%.
3. Sistem syaraf: selama exercise atau situasi penuh stress, bagian simpatis
dari system syaraf otonom terstimulasi. Neuron-neuron postganglionik
melepaskan norepinephrine (NE) dan juga merangsang pelepasan hormon
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 54
epinephrine dan norephinephrine (NE) oleh medulla adrenal sehingga
meningkatkan metabolisme rate dari sel tubuh.
4. Suhu tubuh: meningkatnya suhu tubuh dapat meningkatkan
metabolisme rate, setiap peningkatan 1 % suhu tubuh inti akan
meningkatkan kecepatan reaksi biokimia 10 %.
5. Asupan makanan: makanan dapat meningkatkan 10 – 20 % metabolisme
rate terutama intake tinggi protein.
6. Berbagai macam factor seperti: gender, iklim dan status malnutrisi
(Sunardi, 2008).
III. METODE PRAKTIKUM
2.1 Jenis kegiatan : Observasi
2.2 Obyek pengamatan : Probandus
2.3 Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran suhu tubuh
poikiloterm adalah:
a. Termometer badan yang skalanya antara 35-43°C
b. Alat kompres air
c. Air es
d. Air panas
e. Stopwatch
2.4 Prosedur kerja
a. Mengatur termometer dalam skala terendah dengan cara mengibas-
ngibaskan termometer tersebut.
b. Menaruh termometer terebut pada ketiak naracoba selama kurang
lebih 3 menit, kemudian amati skalanya dan catat suhunya.
c. Menempelkan kompres air dingin selama lima menit pada leher
(sekitar arteri jugularis).LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 55
d. Mengukur suhu tubuh
e. Mengulangi langkah c dan d dengan mengganti kompres air hangat.
f. Mencatat suhu tubuh yang terukur.
IV. HASIL PERCOBAAN
Tabel 4.1.Hasil Pengamatan Praktikan Pengaruh Suhu Lingkungan terhadap
Suhu Tubuh
No Nama Normal
(℃)
Hasil pengukuran suhu tubuh
Ketika
kompres air
dingin (℃)
Setelah
kompres air
dingin (℃)
Ketika
kompres air
panas(℃)
Setelah kompres
air hangat(℃)
1 David I 36,1 36,02 36,34 36,06 36,48
2 Ela A 36,4 36,88 36,27 36,88 36,29
3 Ratna P 36,2 35,4 36,23 35,5 36,48
4 Haryana 35,5 35,4 35,57 35,82 35,85
5 Ipin 36,9 36,18 36,89 35,4 36,83
6 Mei 36,2 35,88 35,78 35,7 35,72
7 Rina 35,5 35,4635,58
35,4235,39
8 Irma 36,3 36,48 36,28 36,22 35,71
9 Ayu 35 36,3435,89
36,535,43
10 Rini 35,8 34,8435,22
35.935,53
11 Luthfi 35,8 36,335,54
36,1835,91
12 Ilma 36,8 35,6 35,71 36,46 35,78
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 56
13 Arsi 36,8 35,6 36,76 35,98 36,23
14 Diah 36,8 35,536,56
36,4636,46
15 Radian 36,8 36,2636,75
36,3836,42
16 Keke 35,7 36,22 36,03 35,54 36,4
17 Nika 38,6 35,4435,78
35,6636,23
18 Riha 36,6 35,68 35,21 36,2 35,87
19 Rika 36,1 35,8835,95
36,2835,87
20 Novia 36,3 36,64 35,55 36,38 35,63
21 Titis 35,6 35,636,03
35,5636,3
RATA-RATA 36,28 36,02 36,00 36,06 36,04
ANALISIS DATA
a. Data hasil analisis One-Way ANOVA sebelum dan sesudah dikompres
air dingin
ANOVA
AIRDINGIN
3,530 12 ,294 1,897 ,185
1,241 8 ,155
4,770 20
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Berdasarkan hasil analisis One-Way ANOVA di atas terlihat
bahwa:
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 57
a. F hitung = 1,897dan F tabel (α=0.05; 12, 8) = 3,28 sehingga F
hitung <F tabel, dan nilai sig. > 0,05 sehingga H0 diterima.
b. Atau dapat dilihat melalui nilai sig. 0,185 > 0,05 sehingga tidak ada
pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh.
Kesimpulan:
Rata-rata suhu badan naracoba sebelum diberikan kompres air
dingin tidak berbeda dengan rata-rata suhu badan naracoba sesudah
diberikan kompres air dingin. Hal ini berarti pemberian kompres air
dingin terhadap naracoba tidak berpengaruh terhadap suhu badan.
b. Data hasil analisis One-Way ANOVA sebelum dan sesudah dikompres
air panas
ANOVA
AIRPANAS
2,329 12 ,194 1,639 ,246
,947 8 ,118
3,276 20
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Berdasarkan hasil analisis One-Way ANOVA di atas terlihat bahwa:
a. F hitung = 1,639dan F tabel (α=0.05; 12, 8) = 3,28 sehingga
Fhitung<Ftabel. Jadi H0diterima.
b. Atau dapat dilihat dari nilai sig.=0,246 > 0,05 sehingga tidak ada
pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh.
Kesimpulan:
Rata-rata suhu badan naracoba sebelum diberikan kompres air
panas tidak berbeda dengan rata-rata suhu badan naracoba sesudah
diberikan kompres air panas. Hal ini berarti pemberian kompres air
panas terhadap naracoba tidak berpengaruh terhadap suhu badan,
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 58
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini adalah mengenai pengaruh lingkungan terhadap
suhu tubuh dengan tujuan melakukan pengukuran suhu tubuh
homeoterm dan mengamati pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu
tubuh manusia. Ada tiga kegiatan yang dilakukan pada praktikum ini.
Pertama, mengukur suhu tubuh normal dengan cara menaruh
termometer yang telah terkalibrasi pada ketiak selama tiga menit, suhu
yang terukur adalah suhu normal, kegiatan ini merupakan kegiatan
kontrol. Kedua, mengompres dengan air dingin selama lima menit pada
leher (sekitar arteri jugularis). Kemudian menaruh termometer yang telah
terkalibrasi pada ketiak selama tiga menit, setelah hasil pengukuran suhu
yang tercatat pada termometer ditulis dalam tabel, termometer
dikalibrasi kembali dan diletakkan pada ketiak selama tiga menit, hasil
pengukuran suhu oleh thermometer dicatat dalam tabel, begitu
seterusnya sampai 5 kali dan merata-ratakannya. Ketiga, mengompres
dengan air hangat selama lima menit pada leher (sekitar arteri jugularis)
dan melakukan hal yang sama seperti kegiatan kedua. Kegiatan kedua
dan ketiga ini merupakan kegiatan eksperimen.
Dari data hasil pratikum rata-rata, suhu normal probandus adalah
36,28oC. Hasil pengukuran ini menandakan bahwa suhu rata-rata tubuh
praktikan berada pada kisaran suhu tubuh yang normal karena suhu
tubuh normal dewasa diukur pada bagian ketiak berkisar dari 34,7 °C–
37,3 °C. Rata-rata hasil pengukuran suhu tubuh ketika kompres air ding
adalah 36,02 oC sedangkan rata-rata hasil pengukuran suhu tubuh yang
terukur setelah pengompresan dengan air dingin pada leher (sekitar
arteri jugularis) adalah 36oC. Rata-rata hasil pengukuran suhu tubuh
ketika kompres air panas adalah 36,06 oC sedangkan hasil pengukuran
yang terukur setelah pengompresan dengan air hangat dengan rata-rata
36,04oC. Dari hasil analisis uji anova satu arah di atas menunjukkan LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 59
bahwa tidak ada perbedaan rata-rata suhu tubuh pada keadaan normal
dengan rata-rata suhu tubuh setelah dikompres dengan air dingin dan
setelah dikompres dengan air hangat.
Manusia yang tergolong organisme homeoterm memiliki kemampuan
menjaga keseimbangan suhu tubuhnya agar selalu berada pada keadaan
yang konstan (berada pada kisaran yang normal) sekalipun suhu
lingkungannya sangat berubah. Hal ini bersesuaian dengan ungkapan
yang ditulis oleh Soewolo (Soewolo dkk, 2005: 286-287) bahwa suhu
tubuh manusia konstan meskipun suhu lingkungan berfluktuasi jauh di
atas atau di bawah suhu tubuhnya. Dalam hal ini menurutnya, kulit
memegang peranan penting dalam mempertahankan suhu tubuh. Di
dalam kulit terdapat jaring-jaring pembuluh darah dan kelenjar keringat
yang dikendalikan oleh sistem saraf. Di samping itu terdapat reseptor
berbagai macam sensasi panas atau dingin, satu di antaranya adalah
termoreseptor.
Berdasarkan penjelasan di atas tentang manusia sebagai organisme
homeoterm hasil pengukuran suhu tubuh pada percobaan pertama
setelah leher dikompres dengan air dingin dan hasil pengukuran suhu
tubuh pada pecobaan kedua setelah leher dikompres dengan air hangat
sama dengan teori karena rata-rata perubahan suhu praktikan berada
pada kisaran normal yaitu berada antara 34,7 °C– 37,3 °C. Hasil ini
diperkuat dari analisis anova satu arah pada percobaan pertama yang
menyimpulkan bahwa tidak ada perbadaan suhu tubuh sebelum dan
sesudah leher dikompres dengan air dingin dan air hangat. Sekali lagi
perlu dilihat kembali pada tabel hasil percobaan bahwa rata-rata suhu
tubuh praktikan berada pada kisaran normal yang hal ini tidak berbeda
dengan prinsip homeostasis termoregulasi pada manusia. Termoregulasi
adalah pemeliharaan suhu tubuh di dalam kisaran yang membuat sel-sel
mampu befungsi secara efisien (berada pada kisaran suhu normal).
Pengaturan suhu tubuh manusia berpusat di hipotalamus yang LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 60
mengontrol sel-sel saraf pengatur termoregulasi. Hipotalamus memiliki
termofosfat yang merespon pada perubahan suhu di atas dan di bawah
kisaran suhu normal dengan cara meng-aktifkan mekanisme yang
memperbanyak hilangnya panas atau perolehan panas. Sel-sel saraf yang
mengindera suhu tubuh terletak pada kulit, hipotalamus itu sendiri, dan
beberapa bagian lain sistem saraf. Beberapa diantaranya adalah reseptor
panas yang memberi sinyal kepada termofosfat hipotalamus ketika suhu
kulit atau darah meningkat dan reseptor dingin yang mensinyal
termofosfat ketika suhu turun. Termofosfat itu merespon terhadap suhu
tubuh di bawah kisaran normal dan menghambat mekanisme kehilangan
panas serta mengaktifkan mekanisme penghematan panas seperti
vasokonstriksi pembuluh superfisial dan berdirinya bulu atau rambut,
sementara merangsang mekanisme yang membangkitkan panas
(termogenesis melalui kontraksi dan tanpa menggigil). Sebagai respon
terhadap suhu tubuh yang meningkat, termofosfat mematikan
(menginaktifkan) mekanisme penghematan panas dan meningkatkan
pendinginan tubuh melalui vasodilatasi, berkeringat. Saat keadaan yang
sangat ekstrim manusia harus mampu melakukan adaptasi perilaku agar
suhu tubuhnya tetap bisa berada pada keadaan yang normal.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah pada organisme
homeoterm salah satunya manusia, perubahan suhu lingkungan tidak
mempengaruhi suhu tubuh. Karena adanya proses homeostasis pada
manusia berupa termoregulasi yang sistem koordinasinya terpusat pada
hipotalamus. Dengan adanya proses ini suhu tubuh tetap berada pada
keadaan yang normal walaupun suhu lingkungan berubah. Akan tetapi, pada
kondisi yang sangat ekstrim manusia perlu melakukan adaptasi perilaku.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 61
VI. DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, edisi kelima-jilid
2. (Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga. (Buku asli
diterbitkan tahun 1999).
________________________________________. 2008. Biology (eight edition).
San Francisco. Pearson Education, Inc.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 62
Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk praktikum biologi. Yogyakarta: Prodi PSn
PPs UNY.
Soewolo, dkk. 1999. Fisiologi manusia. Malang: Universitas Negeri Malang
Sunardi. 2008. Kontrol persyarafan terhadap suhu tubuh. Diambil pada tanggal
5 Juni 2012
dari http://nardinurses.files.wordpress.com/2008/01/kontrol-sistem-
persyarafan-terhadap-suhu-tubuh.pdf.
LAMPIRAN
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 63
Gambar 4. Pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh
KEGIATAN V
PERAMBATAN BUNYI PADA TULANG TENGKORAK
I. Tujuan Praktikum
1.1 Tujuan kegiatan
e) Memahami perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan
menggunakan garpu tala.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 64
f) Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi
melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garpu tala.
1.2 Kompetensi khusus
e) Mahasiswa dapat menerangkan mekanisme perambatan bunyi
melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garpu tala.
f) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan
garpu tala.
II. LANDASAN TEORI
Telinga merupakan alat penerima gelombang suara atau gelombang
udara kemudian gelombang mekanik ini diubah menjadi pulsa listrik dan
diteruskan ke korteks pendengaran melalui saraf pendengaran. Jadi, telinga
berfungsi untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls yang kemudian
akan dijalarkan ke pusat pendengaran di otak. Walaupun mekanisme
mendengar tidak dapat mencakup seluruh gelombang bunyi, namun
keterbatasan ini tidak merupakan hambatan bagi seseorang untuk dapat
menggapi berbagai macam bunyi yang berasal dari lingkungannya.
Telinga dibagi dalam 3 bagian yaitu, telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 65
Gambar 5.1.telinga. Hubungan telinga tengah dengan pharinx melalui
eustachii. Sumber: John.R Cameron dan James G.Skofronick (dalam
Gabriel, Fisika Kedokteran, 1996, hal 82)
Keterangan gambar:
A = daun telinga G = syaraf pendengaran
B = saluran telinga H = round window
C = membran tympani I = tuba eustachi
D = tulang telinga: maleulus, incus, stapes J = pharinx
E = canalis semilunaris K = ruang telinga tengah
F = oval window
Telinga luar : terdiri dari daun telinga dan kanal telinga; batas telinga luar
yaitu dari daun telinga sampai dengan membarn tympani
Telinga dalam : batas telinga tengah mulai dari membran tympani sampai
dengan tuba eustachii. Terdiri dari 3 tulang kecil yaitu os
malleulus os incus os stapes.
Telinga dalam : berada di belakang tulang tengkorak kepala terdiri dari
cochlea dan oval window.
a) Telinga bagian luar
Berbagai binatang daun telinga berfungsi sebagai pengumpul energi
bunyi dan dikonsentrasikan pada membran tympani.Pada manusia hanya
menangkap 6-8 dB, sedangkan telinga gajah hanya berfungsi sebagai pelepas
panas. Pada kanalis telinga terdapat malam (wax) yang berfungsi sebagai
peningkatan kepekaan terhadap frekuensi suara 3000-4000 Hz, panjang
kanalis 2,5 cm (λ/4 = 2,5 cm), λ = 10 cm. Membran tympani tebalnya 0,1
mm, luasnya 65 mm2, mengalami vibrasi dan diteruskan ke telinga bagian
tengah yaitu tulang telinga (incus, malleulus dan stapes). Sarjana Van LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 66
Bekesey melakukan studi tentang vibrasi membran tympani pada telinga
cadaver yang mati. Kemudian melalui teknik fisika yang modern (mors bauer
effect) diperoleh secara nyata getaran dari membran tympani yaitu nilai
ambang pendengaran pada 3000 Hz ≈ 10-9 cm. Nilai ambang pendengaran
terendah yang dapat didengar 20 Hz dan pada 160 dB membran tympani ̴�
mengalami ruptur/pecah.
b) Telinga bagian tengah terdiri dari 3 buah tulang yaitu malleulus, incus,
dan stapes. Suara yang masuk itu 99,9% mengalami refleksi dan hanya
0,1% saja yang ditransmisikan/diteruskan. Pada frekuensi kurang dari 400
Hz membran tympani bersifat “per” sedangkan pada frekuensi 4000 Hz
membran tympani akan menegang. Telinga bagian tengah ini memegang
peranan proteksi. Hal ini dimungkinkan oleh karena adanya tuba eustachii
yang mengatur tekanan di dalam telinga bagian tengahm, di mana tuba
eustachii mempunyai hubungan langsung dengan mulut. Pada beberapa
penyebab sehingga terjadi perbedaan tekanan antara telinga bagian
tengah dan dunia luar akan mengakibatkan penurunan sensitifitas
tekanan (misalnya pada penderita influensa); pada tekanan 60 mmHg
yang mengalami membran tympani akan mengakibatkan perasaan nyeri.
c) Telinga bagian dalam, bagian ini mengandung struktur spiral yang dikenal
cochlea, berisikan cairan. Ukuran cochlea sangat kecil berkisar 3 cm
panjang, terdiri dari 3 ruangan yaitu: ruangan vestibular merupakan
tempat berakhirnya oval window; ductus cochlearis dan ruangan tympani
berhubungan dengan atap spiral. Pada cochlea terdapat 8000 konduktor
yang berhubungan dengan otak melalui syaraf pendengaran.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 67
Gambar 5.2. Sumber: John.R Cameron dan James G.Skofronick (dalam
Gabriel, Fisika Kedokteran, 1996, hal 84)
stapes
Tekanan suara oval window vertibular
ruangan tympani
Gelombang bunyi yang masuk melalui oval window menghasilkan
gelombang bunyi yang beripple (bergerigi) mencapai membran basiler oada
ductus cochlearis.Disini gelombang tersebut diubah menjadi gelombang
sinyal listrik dan diteruskan ke otak lewat syaraf pendengaran.Apabila bunyi
yang didengar 10.000 Hz, syaraf yang terdapat pada organ corti tidak
mengirim rangsangan 10.000 Hz ke otak melainkan mengirim rangsangan
secara seri ke otak yang berupa gelombang bunyi yang sinusoidal.
Telingan mentransduksi (mengubah dasar genetik energi) energi
gelombang suara ke bentuk impuls saraf yang diantarkan ke sistem
pusat pendengaran di amna suara diterjemahkan. Suara dihasilkan
oleh benda yang bergetar dalam medium fisik (udara, air, dan
benda padat) dan tidak dapat melalui ruang hampa. Telinga
manusia dapat mendengar frekuensi 20-20.000 Hz (Syaifuddin,
2009: 234).
Oleh karena telinga dalam yaitu koklea tertanam pada kavitas
(cekungan tulang) dalam os temporalis yang disebut labirin tulang,
getaran seluruh tulang tengkorak dapat menyebabkan getaran
cairan pada koklea itu sendiri. Oleh karena itu, pada kondisi yang
memungkinkan garpu tala jika diletakkan pada
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 68
setiap protuberonsia tulang tengkorak dan prosessus
mastoideus dapat menyebabkan telinga mendengar getaran suara
(Syaifuddin, 2009: 233).
2.1 Hilang Pendengaran
Ada dua macam hilang pendengaran yaitu hilang pendengaran
karena konduksi (tuli konduksi), hilang pendengaran karena syaraf (tuli
syaraf/persepsi).
a) Tuli konduksi, dimana vibrasi suara tidak dapat mencapai telinga bagain
tengah. Tuli semacam ini sifatnya hanya sementara oleh karena adanyaa
malam/wax/serumen atau adanya cairan di dalam telinga tengah.
Apabila tuli konduksi tidak pulih kembali dapat menggunakan Hearing
aid (alat pembantu pendengaran).
b) Tuli persepsi, bisa terjadi hanya sebagian kecil frekuensi saja atau
seluruh frekuensi yang tidak dapat didengar. Tuli persepsi ini sampai
sekarang belum bisa diobati.
2.2 Tes Pendengaran
Untuk mengetahui tuli konduksi atau tuli syaraf dapat dilakukan tes
pendengaran dengan mempergunakan:
a) Tes suara berbisik, telinga dapat mendengar suara berbisik dengan
tone/nada rendah. Misalnya suara konsonan, dan paralel: b, p, t, m, n
pada jarak 5-10 m. Suara berbisik dengan nada tinggi mislanya suara
desis/sibiland s, z, ch, sh, shel pada jarak 20 m.
b) Tes garputala, untuk mengetahui secara pasti apakah penderita tuli
konduksi atau persepsi, dapat mempergunakan garputala. Frekuensi
garputala yang dipakai C128, C1024, C2048. Ada tiga macam tes yang
mempergunakan garputala yakni: tes Weber, tes Rinne, dan tes
Schwabach.
Tes Webber
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 69
Garputala C128, digetarkan kemudian diletakkan pada vertex dahi/puncak
dahi verteks.
Pada penderita tuli konduktif (disebabkan
wax atau otitis media) akan terdengar
terang/baik pada telinga yang sakit.
Misalnya telinga kanan yang terdengar
baik/terang disebut Weber lateralisasi ke
kanan.
Gambar 5.3. Sumber: A.G. Likhachov,M.D.
(dalam Gabriel, Fisika Kedokteran, 1996,
hal 86)
Tes Rinne
tes ini membandingkan antara
konduksi melalui tulang tengkorak dan
udara. Garputala digetarkan (C128)
kemudian diletakkan pada prosesus
mastoideus (di belakang telinga),
setelah tidak mendengar getaran lagi
garputala dipindahkan di depan liang
telinga; tanyakan apakah masih
mendengarnya.
Gambar 5.4. Sumber: A.G. Likhachov,M.D. (dalam Gabriel, Fisika
Kedokteran, 1996, hal 86)
Normal :
Konduksi melalui udara 85-90 detik.Konduksi melalui tulang 45 detik.LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 70
Tes Rinne positif (Rinne +) :
Pendengaran penderita baik juga pada penderita tuli persepsi (saraf)
Tes Rinne negatif (Rinne -)
Pada penderita tuli konduksi dimana jarak waktu konduksi tulang mungkin
sama atau bahkaan lebih panjang
Tes Schwabach
Tes ini membandingkan jangka waktu konduksi tulang melalui verteks atau
prosesus mastuideus penderita dengan konduksi tulang si pemeriksa.Pada
tuli konduksi, konduksi tulang penderita lebih panjang daripada
sipemeriksa.Pada tuli saraf/persepsi konduksi tulang sangat pendek.
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Jenis kegiatan : Observasi
3.2 Objek pengamatan : -
3.3 Bahan dan Alat :
Untuk melakukan kegiatan ini, praktikan menggunakan alat berupa
m) Garpu tala 426 Hz
n) Arloji/jam tangan
o) Mistar
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 71
p) Stopwatch
Prosedur Percobaan
a) Salah satu praktikan 1 menutup telinga kanan dengan kapas dan kedua
mata dipejamkan.
b) Penguji (praktikan 2) memasang jam tangan di dekat telingan kiri
praktikan 1. Perlahan-lahan jam tangan dijauhkan sampai praktikan 1
tidak mendengar lagi suara arloji. Mengukur dan mencatat jarak antara
arloji dengan telinga kiri praktikan 1. Kemudian perlahan-lahan arloji di
dekatkan lagi sampai praktikan 1 mendengar lagi suaranya. Mengukur
dan mencatat jarak antara arloji dengan telinga kiri praktikan 1.
Mengulangi percobaan di atas sampai 5 kali.
c) Melakukan cara yang sama pada pada praktikan yang sama tetapi yang
ditutup telinga kanan (telinga kiri disumbat dengan kapas), mencatat
hasil yang diperoleh pada lembar kerja.
Pecobaan Rinne
Ketajaman pendengaran dengan garpu tala
a) Menggetarkan garpu tala dan meletakkan di puncak kepala. Mula-mula
praktikan 1 mendengar suara garpu tala tersebut keras dan makin lama
suara garpu tala tersebut terdengar semakin lemah dan akhirnya tidak
terdengar. Mencatat waktu antara mendengar sampai tidak mendengar
suara lagi.
b) Pada saat praktikan 1 tidak mendengar suara tersebut, dengan segera
praktikan 2 memindahkan garpu tala ke dekat atau lubang telinga kanan.
Dengan pemindahan letak itu, maka praktikan 1 mendengar suara
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 72
garputala lagi. Mencatat waktu antara praktikan 1 mendengar sampai
tidak mendengar lagi di dekat atau di depan lubang telingan kanan.
c) Mengulangi percobaan tersebut sampai lima kali dan mencatat hasilnya
pada lembar kerja.
d) Melakukan percobaan tersebut untuk telingan kiri dan juga mengulangi
percobaanya sebanyak lima kali. Mencatat frekuensi garpu tala yang
dipakai dan hasil percobaan pada lembar kerja.
e) Membandingkan hasil yang diperoleh antara telingan kanan dan kiri.
Percobaan Weber
a) Praktikan 2 meletakkan pangkal garpu tala yang sudah pangkal garpu tala
yang sudah digetarkan di puncak kepala praktikan 1.
b) Praktikan 1 menutup salah satu lubang telinga luarnya.
c) Praktikan 2 menanyakan kepada praktikan 1 pada telinga mana suara
garpu tala tersebut terdengar lebih keras. Jika ternyata pada telinga yang
ditutup suara garpu tala terdengar lebih keras daripada telinga yangg
terbuka maka dikatakan ada lateralisasi.
d) Melakukan percobaan sejenis pada telinga lainnya.
e) Membandingkan hasil yang diperoleh untuk kedua telinga
f) Mengambil kesimpulan dari hasil percobaan tersebut, apakah seseorang
tersebut tuli atau tidak.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 73
IV. HASIL PERCOBAAN
Tabel 5. 1 hasil pengamatan prosedur kerja 3:
No Nama JARAK
Telinga kiri Telinga kanan
Terdengar Tidak
terdengar
Terdengar Tidak
terdengar
1 David I 77.6 58.4 101.6 79.8
2 Ela A 69.4 56.4 114.6 85.6
3 Ratna P 75.6 56.6 115.6 70.6
4 Haryana 77.6 58.4 101.6 79.8
5 Ipin 38 28,8 40,2 28,8
6 Mei 49.2 56.8 32.4 39.4
7 Rina 60 35 54.6 49.2
8 Irma 37.4 38.2 45.4 49
9 Ayu 40,8 25,6 41 39
10 Rini 37.4 38.2 45.4 49
11 Luthfi 43,2 23,6 43 46,6
12 Ilma 41,6 41,2 41,6 39
13 Arsi 73,8 67,8 84,8 80,6
14 Diah 76,6 85,6 79,2 86
15 Radian 119,4 131,2 149,8 185,8
16 Keke 24,9 19 32 20
17 Nika 32,1 24,3 22,4 19,8
18 Riha 23,6 19,6 28,2 24
19 Rika 14,5 8,1 12,4 9,2
20 Novia 18,6 11,2 19 12,1
21 Titis 13,9 10,3 18,4 13,3
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 74
Tabel 5.2. Percobaan Rinne
No Nama
Waktu (s)
Di Atas KepalaDiDekat
Telinga KananDi Atas Kepala
Di Dekat
Telinga Kiri
1 David I 2,9 5,4 3 8,2
2 Ela A 63 54 141 97
3 Ratna P 75,6 56,6 115,6 70,6
4 Haryana 77,6 58,4 101,6 79,8
5 Ipin 38 28,8 40,2 28,8
6 Mei 49,2 56,8 32,4 39,4
7 Rina 60 35 54,6 49,2
8 Irma 37,4 38,2 45,4 49
9 Ayu 40,8 25,6 41 39
10 Rini 42,8 25,6 44,6 26,8
11 Luthfi 43,2 23,6 43 46,6
12 Ilma 41,6 41,2 41,6 39
13 Arsi 73,8 67,8 84,8 80,6
14 Diah 76,6 85,6 79,2 86
15 Radian 119,4 131,2 149,8 185,8
16 Keke 24,9 19 32 20
17 Nika 32,1 24,3 22,4 19,8
18 Riha 23,6 19,6 28,2 24
19 Rika 14,5 8,1 12,4 9,2
20 Novia 18,6 11,2 19 32,1
21 Titis 13,9 10,3 18,4 13,3
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 75
Tabel 5.3. Hasil Percobaan dengan Metode Weber
No ProbandusAda/tidaknya Lateralisasi
Telinga Kanan Telinga kiri
1 Ike Selviani ada Ada
2 Virginnicha Ada Ada
3 Rikhanah ada Ada
4 David ada Ada
5 Ela ada Ada
6 Ratna ada Ada
7 haryana ada Ada
8 Novia ada Ada
9 Titis ada Ada
10 rika ada Ada
11 arifin ada Ada
12 Meilana ada Ada
13 Rina ada Ada
14 irma Tidak ada Tidak ada
15 Rini Tidak ada Tidak ada
16 Luthfi Tidak ada Tidak ada
17 Ilma Tidak ada Tidak ada
18 Ayu Tidak ada Tidak ada
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 76
19 Arsi Tidak ada Tidak ada
20 Diah Tidak ada Tidak ada
21 Radian Tidak ada Tidak ada
PEMBAHASAN
Kegiatan praktikum kali ini adalah tentang perambatan bunyi melalui
tulang tengkorak.Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk
memahami perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan
menggunakan garputala dan dapat menerangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan
menggunakan garputala.Kegiatan yang dilakukan pada praktikum kali ini ada
tiga yaitu tes pendengaran (titik terjauh masih bisa mendengar), tes Rinne,
dan percobaan Webber.
Kita dapat mendengar bunyi karena bunyi tersebut merambat dari
sumber bunyi sampai telinga kita. Sumber bunyi yang bergetar akan
mengetarkan udara di sekitarnya, selanjutnya molekul udara yang bergetar
akan menjalar sampai telinga. Getaran molekul udara membentuk rapata
dan regangan. Bunyi selain dapat didengar karena merambat melalui udara
ternyata bisa juga dirambatkan melalui tulang tengkorak. Bunyi yang
merambat melaui tulang tengkorak selanjutnya akan dirambatkan ke tulang-
tulang pendengaran yang saling berhubungan yaitu malleus, incus dan
stapes. Stapes akan menggetarkan tingkap lonjong (oval window) pada
rumah siput yang berhubungan dengan scala vestibuli sehingga cairan
didalamnya yaitu perilimf ikut bergetar. Getaran ini akan dihantarkan ke
rongga dibawahnya yaitu scala media yang berisi endolimf sepanjang rumah
siput. Didalam scala media terdapat organ corti yang berisi satu baris sel
rambut dalam (inner hair cell) dan tiga baris sel rambut luar (outer hair cell)
yang berfungsi mengubah energi suara menjadi energi listrik yang akan
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 77
diterima oleh saraf pendengaran yang kemudian menyampaikan atau
meneruskan rangsangan energi listrik tersebut ke pusat sensorik mendengar
di otak sehingga kita bisa mendengar suara atau bunyi tersebut dengan
sadar.
Bunyi dapat merambat melalui benda padat. Kecepatan perambatan
bunyi melalui berbagai jenis benda, tidaklah sama. Kecepatan perambatan
bunyi disebut juga cepat rambat bunyi. Berdsarkan penelitian, cepat rambat
bunyi di udara pada suhu 20⁰C adalah 343 m per detik, cepat rambat bunyi
di air kira-kira 1.500 m per detik, dan cepat rambat bunyi di baja kira-kira
6.000 m per detik.
Pada pratikum perambatan bunyi, kegiatan pertama yang dilakukan
adalah pengujian titik terjauh sampai telinga masih mendengar dengan cara
menjauhkan sumber bunyi dari telinga secara perlahan. Setelah itu sumber
bunyi didekatkan kambali secara perlahan sampai telinga mulai mendengar.
Hasil dari kegiatan ini diperoleh rata-rata jarak telinga kanan tidak
mendengar lagi sumber bunyi adalah 54,65 cm. Probandus yang telinga
kanannya masih mendengar suara sumber bunyi paling jauh adalah Radian
(185,8 cm) sedangkan probandus yang telinga masih mendengar suara
sumber bunyi paling dekat adalah Rika (9,2 cm). Rata-rata jarak telinga
kanan kembali mendengar suara sumber bunyi adalah 62,18 cm. Probandus
yang telinga kanannya kembali mendengar suara sumber bunyi paling jauh
adalah Radian (149,8 cm) sedangkan probandus yang telinga kanannya
mendengar kembali suara sumber bunyi paling dekat adalah Rika (12,4 cm).
Pada bagian telinga kiri, rata-rata jarak telinga kiri tidak mendengar
lagi sumber bunyi adalah 46,33 cm. Probandus yang telinga kirinya masih
mendengar suara sumber bunyi paling jauh adalah Radian (131,2 cm)
sedangkan probandus yang telinga kirinya masih mendengar suara sumber
bunyi paling dekat adalah Rika (8,1 cm). Rata-rata telinga kiri kembali
mendengar suara sumber bunyi adalah 58,2 cm. Probandus yang telinga
kirinya mendengar kembali suara sumber bunyi paling jauh adalah Radian LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 78
(119,4 cm) sedangkan probandus yang telinga kirinya mendengar kembali
suara sumber bunyi paling dekat adalah Titis (13,9 cm).
Kegiatan kedua tentang percobaan Rinne (ketajaman pendengaran
dengan menggunakan garpu tala). Penguji menggetarkan garpu tala dan
meletakkan di puncak kepala naracoba. Mula-mula akan terdengar suara
garpu tala tersebut keras dan semakin lama semakin lemah, hingga tidak
terdengar lagi. Ketika tidak terdengar suara tersebut, penguji memindahkan
garpu tala ke dekat telinga atau lubang telinga kanan naracoba. Dengan
pemindahan letak itu, naracoba akan mendengar suara garpu tala lagi.
Mencatat waktu antara naracoba mendengar sampai tidak mendengar lagi
suara garpu tala di dekat telinga atau lubang telinga kanan/kiri. Dengan
pemindahan ini ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, probandus
akan kembali mendengar suara garputala. Kedua, probandus tidak
mendengar suara garputala. Jika probandus kembali mendengar disebut
dengan tes Rinne positif sedangkan jika probandus tidak mendengar disebut
tes Rinne negatif.
Bila garputala digetarkan, maka getaran melalui udara dapat
didengar dua kali lebih lama dibanding melalui tulang. Normal getar melalui
tulang dapat didengar selama 70 detik, maka getaran melalui udara dapat
didengar selama 140 detik. Hasil praktikum menunjukkan rata-rata getar
yang dapat didengar baik melalui tulang atau udara belum sampai 70 detik
dan 140 detik. Hal ini dimungkinkan karena garputala yang digunakan
memiliki frekuensi yang lebih kecil sehingga mempengaruhi lama waktu
getarnya.
Data yang diperoleh dari hasil percobaan Rinne ini bervariasi. Rata-
rata lama waktu probandus sampai tidak mendengar suara garputala yang
diletakkan di puncak kepala adalah 50,08 detik dan lama waktu probandus
sampai tidak mendengar suara garputala ketika diletakkan dekat telinga
kanan adalah 36,00 detik sedangkan lama waktu probandus sampai tidak
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 79
mendengar suara garputala ketika diletakkan dekat telinga kiri 50,07detik.
Dari hasil percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa semua probandus
tidak mendengar atau Rinne Negatif.
Hal mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan
probandus tidak focus dalam percobaan Rinne seperti alat yang digunakan
yaitu garputala yang kurang memberikan bunyi yang baik sehingga sulit bagi
probandus atau kurang efektif bagi probandus untuk bisa mendengarnya.
Ketenangan lingkungan yang membuat probandus tidak bisa focus
mendengarkan bunyi garputala. Faktor ketenangan lingkungan meliputi
bunyi kendaraan bermotor, kicauan burung, dll yang mengganggu
konsentrasi probandus dalam mendengar bunyi garputala.
Kegiatan ketiga tentang percobaan Webber. Percobaan ini untuk
menguji ada tidaknya lateralisasi pada salah satu atau kedua telinga
probandus. Penderita tuli konduksi (penyebab wax atau otitis media) akan
mendengar bunyi nyaring/terang pada telinga yang sakit. Misalnya pada
telinga kiri terdengar bunyi nyaring (makin keras) maka disebut Webber
laterisasi ke kiri. Begitupun jika telinga kanan sakit maka webber laterisasi ke
kanan. Sedangkan pada penderita tuli persepsi atau saraf, getaran garputala
terdengar lebih keras pada telinga normal.
Hasil yang diperoleh pada kegiatan tiga yaitu tentang percobaan
Webber, beberapa probandus(13 orang) yang telinganya ditutup getaran
garputala terdengar lebih keras, hasil ini menunjukkan bahwa telinga semua
probandus mengalami lateralisasi (telinga normal). Sedangkan sebagian
probandus (8 orang) tidak mengalami leteralisasi.
Adapun faktor hambatan dalam melakukan kegiatan kali ini yaitu
tidak adanya tempat yang ideal untuk melakukan percobaan pratikum
perambatan bunyi. Sehingga dalam kegiatan pratikum ini, probandus sulit
berkosentrasi dengan suara sumber bunyi atau suara garputala yang
digunakan. Hal ini dikarenakan kebisingan tempat yang digunakan pada
saat melakukan kegiatan pratikum perambatan bunyi.LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 80
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan adalah
1. Bunyi dari garputala yang merambat melalui tulang tengkorak akan
diteruskan oleh tulang-tulang pendengaran yang saling berhubungan
dalam telinga, tulang-tulang ini ini akan merambatkan getaran bunyi
garputala ke cairan perilimf yang ada di telinga yang juga ikut bergetar
respon ini diteruskan sampai ke otak oleh organ-organ pendengaran yang
ada dalam telinga sihingga otak dapat merespon berupa pendengaran
secara sadar.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi garputala melalui
tulang tengkorak adalah frekuensi garputala, tulang-tulang pendengaran,
cairan perilimf, dan organ-organ lain dalam telinga.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 81
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Kegiatan 5, perambatan bunyi melalui tulang tengkorak.
(Network) diunduh pada pada tanggal 7 Nopember 2012 dari
http://dc404.4shared.com/doc/_FtJEczM/preview.html.
_______. 2012. Structure of the human ear. (Network) diunduh pada pada
tanggal 7 Nopember 2012 dari
(http://www.britannica.com/EBchecked/topic-art/175622/530/Structur
e-of-the-human-ear)
_______. 2012. Proses mendengar dan ganguan mendengar pada banyi dan
anak-anak. (Network) diunduh pada pada tanggal 7 Nopember 2012
darihttp://www.yayasanaurica.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=68:proses-mendengar-dan-
gangguan-pendengaran-pada-bayi-dan-anak-oleh-dr-ashadi-
prasetyo&catid=44:artikel&Itemid=72
________.2014.Laporan Pratikum IPA. (Network) diunduh pada tanggal 26 mei
2014 dari
http://laporanpratikumipa.blogspot.com/2014/04/bunyi.html
Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk Praktikum Biologi. Yogyakarta: Prodi PSn
PPs UNY.
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 82
LAMPIRAN
Gambar 5.5. perambatan Bunyi Melalui Tulang Tengkorak
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 83
KEGIATAN VI
UJI GOLONGAN DARAH DAN PENENTUAN WAKTU KOAGULASI DARAH
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Untuk mengetahui cara test golongan darah.
2. Untuk mengetahui golongan darah individu.
Tujuan Praktikum:
1. Untuk mengetahui waktu koagulasi darah.
2. Untuk mengetahui cara pengukuran waktu koagulasi darah.
II. DASAR TEORI
UjiGolonganDarah
Uji golongan darah secara konvensional dikenal 4 tipe golongan darah
berdasarkan protein (aglutinogen) yang terdapat pada membrane sel darah
merah yaitu aglutinogen A, B, A dan B dan tidak adanya aglutinogen pada
golongan darah O. Sedangkan pada plasma darah terdapat zat anti terhadap
benda asing yang disebut aglutinin. Dibawah ini table pembagian golongan darah
berdasarkan aglutinogen dan aglutininnya.
Tipe Aglutinogen Aglutinin
A A anti B
B B anti A
AB A & B -
O - anti A dan anti B
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 84
Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia (koagulan) kedalam
air yang akan dioIah. Koagulasi adalah penggumpalan partikelkoloid dan
membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak
lagi membentuk koloid.Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan,
pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit,
pencampuran koloid yang berbeda muatan (Anonim a 2009).
Penggumpalan darah atau pembekuan darah, atau disebut juga dengan
koagulasi darah terjadi apabila darah ditampung dan dibiarkan begitu saja.
Menurut Anonim b (2009), waktu koagulasi adalah waktu mulai darah mulai
keluar sampai keluarnya benang fibrin. Sedangka nmenurut Guyton (1983),
waktu koagulasi adalah waktu yang dibutuhkan darah untuk menggumpal
dimana bervariasi untuk berbagai spesies. Mekanisme koagulasi atau proses
koagulasi (penggumpalan darah) terjadi lewat mekanisme kompleks yang diakhiri
dengan pembentukan fibrin (protein dalam plasma darah yang diubah oleh
trombin/enzim pembeku darah dalam proses pembekuan darah). Mekanisme ini
terjadi jika ada cedera di dalam maupun di permukaan tubuh. Kondisi darah
mudah menggumpal bisa terjadi karena faktor keturunan maupun didapat
misalnya akibat infeksi maupun tingginya antibodi antikardiolipid (ACA) akibat
gangguan autonium (Anonim c, 2009). Waktu koagulasi normal pada manusia
yaitu 15 detik sampai 2 menit dan berakhir dalam waktu 5 menit .(Frandson,
1992).
III. METODE PRAKTIKUM
Alat dan bahan:
1. Glass obyek
2. Jarum pentul
3. Blood Lancet
4. Zat anti A
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 85
5. Zat anti B
6. Darah segar
Cara Kerja
Uji Golongan Darah:
Ambil kaca obyek kemudian tetesi dengan satu tetes darah
naracoba/praktikan.
Pada darah tersebut; teteskan 1 teteszat anti A dan amati jika terjadi
aglutinasi, lakukan juga dengan zat anti B.
Interprestasikan golongan darah naracoba/praktikan tersebut.
Prosedur:
1. Menyiapkan seluruh peralatan dan bahan yang di butuhkan.
2. Mahasiswa sebagai praktikan sekaligus naracoba/praktikan harus siap dan
menguasai langkah-langkah pemeriksaan.
3. Setiap mahasiswa malakukan percobaan dapat dilaksanakan oleh setiap
mahasiswa.
4. Semua hasil pengamatan di catat dan di tabulasikan menjadi data kelompok.
5. Data di mintakan persetujuan Dosen/ asisten.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 86
IV. HASIL PENGAMATAN
TABEL 6.1.UJI GOLONGAN DARAH
NO NAMA MAHASISWA ANTI -A ANTI -B GOLONGAN
DARAH
1. NOVIA LINDA P. - + B
2. TITIS NINDIASARI A. + + AB
3. RIKA HANDAYANI - - O
4. R. ARIFIN NUGROHO + + AB
5. MEILANA SAPTA D. - + B
6. ANASTASYA UGHA - - O
7. IRMA PRIHARTINA + + AB
8. DAVID ISKANDAR - - O
9. ELA ARITIA - + B
10. RATNA PRABAWATI + - A
11. HARYANA - + B
12. DIAH - - O
13. ARSI - - O
14. RADIAN + - A
15. IKE SELVIANI - + B
16. VIRGINNICHA I. GENANGKU - - O
17. RIKHANAH FITRIANI - - O
18. M. LUTHFI HIDAYAT + - A
19. PUSPITO RINI - - O
20. AYU RAHAYU + - A
21. RAHMAWATI ILMA - - O
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 87
TABEL 6.2. PENENTUAN WAKTU KOAGULASI DARAH
N
O
NAMA MAHASISWA WAKTU KOAGULASI
1. NOVIA LINDA P. 4 MENIT 50 DETIK
2. TITIS NINIDASARI A. 6 MENIT 20 DETIK
3. RIKA HANDAYANI 3 MENIT
4. R. ARIFIN NUGROHO 3 MENIT, 7 DETIK
5. MEILANA SAPTA D. 4 MENIT, 57 DETIK
6. ANASTASYA UGHA 4 MENIT, 53 DETIK
7. IRMA PRIHARTINA 3 MENIT, 10 DETIK
8. DAVID ISKANDAR 2 MENIT 37 DETIK
9. ELA ARITIA 2 MENIT 36 DETIK
10. RATNA PRABAWATI 1 MENIT 57 DETK
11. HARYANA 2 MENIT 34 DETIK
12. DIAH 6 MENT 16 DETIK
13. ARSI 2 MENIT 05 DETIK
14. RADIAN 4 MENIT 17 DETIK
15. IKE SELVIANI 3 MENIT 8 DETIK
16. RIKHANAH FITRIANI 4 MENIT 26 DETIK
17. VIRGINNICHA I. GENANGKU 6 MENIT 26 DETIK
18. M. LUTHFI HIDAYAT 2 MENIT 49 DETIK
19. RAHMAWATI ILMA 6 MENIT 03 DETIK
20. AYU RAHAYU 2 MENIT 23 DETIK
21. PUSPITO RINI 6 MENIT 03 DETIK
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 88
PEMBAHASAN
Dari hasil pratikum, masing-masing probandus melakukan tusukan kecil
pada ujung jari lalu masing-masing tetesan darah tersebut diberi aglutinogen A
dan B. Berdasarkan literatur pada Wikipedia (2008),dalam tubuh manusia
terdapat 3 golongan darah utama yaitu golongan darah ABO,golongan darah
rhesus,dan golongan merah MM.
Dari data hasil pratikum, dikelompokan berdasarkan urutan golongan
darah.
TABEL 6.3. KELOMPOK DATA HASIL PRATIKUM BERDASARKAN URUTAN
GOLONGAN DARAH
NO NAMA MAHASISWA ANTI -A ANTI -B GOL. DARAH WAKTU
KOAGULASI
1. RATNA PRABAWATI + - A 1 MENIT 57 DETK
2. RADIAN + - A 4 MENIT 17 DETIK
3. AYU RAHAYU + - A 2 MENIT 23 DETIK
4. M. LUTHFI HIDAYAT + - A 2 MENIT 49 DETIK
5. HARYANA - + B 2 MENIT 34 DETIK
6. NOVIA LINDA P. - + B 4 MENIT 50 DETIK
7. MEILANA SAPTA D. - + B 4 MENIT, 57 DETIK
8. ELA ARITIA - + B 2 MENIT 36 DETIK
9. IKE SELVIANI - + B 3 MENIT 8 DETIK
10. TITIS NINDIASARI A. + + AB 6 MENIT 20 DETIK
11. IRMA PRIHARTINA + + AB 3 MENIT, 10 DETIK
12. R. ARIFIN NUGROHO + + AB 3 MENIT, 7 DETIK
13. DIAH - - O 6 MENT 16 DETIK
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 89
14. ARSI - - O 2 MENIT 05 DETIK
15. VIRGINNICHA I. GENANGKU - - O 6 MENIT 26 DETIK
16. RIKHANAH FITRIANI - - O 4 MENIT 26 DETIK
17. PUSPITO RINI - - O 6 MENIT 03 DETIK
18. RAHMAWATI ILMA - - O 6 MENIT 03 DETIK
19. RIKA HANDAYANI - - O 3 MENIT
20. ANASTASYA UGHA - - O 4 MENIT, 53 DETIK
21. DAVID ISKANDAR - - O 2 MENIT 37 DETIK
Dari masing-masing probandus memiliki golongan darah yang
berbeda sehingga dapat dibandingkan:
1. Probandus yang bergolongan darah A
Pada golongan darah A didalam sel darahnya terdapat aglutinogen A dan
aglutinin B sehingga apabila ditetesi zat anti A sel darah merahnya akan
menggumpal karena zat anti A mengandung aglutinin yang dapat
menggumpalkan darah golongan A dan AB. Sedangkan bila ditetesi dengan zat
anti B darahnya tidak menggumpal, karena zat anti B dapat menggumpalkan
darah B dan AB tetapi tidak ada pengaruhnya terhadap golongan darah A dan
AB. Berdasarkan data hasil pratikum, terdapat empat orang yang bergolongan
darah A. Dengan waktu koagulasi paling cepat adalah Ratna yaitu 1 menit 57
detik dan waktu koagulasi paling lama adalah Radian yaitu 4 menit 17 detik.
Waktu koagulasi pada kelompok yang bergolongan darah A masih normal (waktu
koagulasi normal pada manusia yaitu 15 detik sampai 2 menit dan berakhir
dalam waktu 5 menit).
2. Probandus yang bergolongan darah B
Probandus yang bergolongan darah B memiliki antigen B. Pada
permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan anti bodi terhadap antigen A
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 90
dalam serum darahnya (aglutinin A)sehingga apabila ditetesi serum anti A
darahnya tidak menggumpal karena zat anti A tidak ada pengaruhnya terhadap
golongan darah B dan O. Sehingga apabila ditetesi zat anti B darahnya akan
menggumpal,karena mengandung aglutinin yang dapat menggumpalkan darah B
dan AB.
Berdasarkan data hasil pratikum, terdapat 5 orang probandus yang
memiliki golongan darah B. Waktu tercepat dalam mengalami koagulasi adalah
Haryana dengan waktu koagulasi adalah 2 menit 34 detik. Waktu terlama dalam
koagulasi adalah Meilana dengan waktu 4 menit 57 detik. Waktu koagulasi pad
kelompok golongan darh B masih dalam standar normal (waktu koagulasi normal
pada manusia yaitu 15 detik sampai 2 menit dan berakhir dalam waktu 5 menit).
3. Probandus yang bergolongan darah AB
Probandus darah AB mamiliki golongan darah A tambah B serta tidak
menhasilkan antibody terhadap antigen A maupun Bsehingga apabila ditetesi zat
anti A darahnya akan menggumpal,dan apabila ditetesi serum anti B darahnya
juga akan menggumpal. Karena zat antiA mengandung aglutinin yang dapat
menggumpalkan darah golongan A dan AB sedangkan B mengandung aglutinin
yang dapat menggumpalkan darah B dan AB.
Berdasarkan data hasil pratikum, terdapat tiga orang yang bergolongan
darah AB. Waktu tercepat koagulasi adalah Arifin dengan waktu koagulasi 3
menit 7 detik sedangkan waktu terlama koagualsi adalah Titis yaitu 6 menit 20
detik. Waktu koagualsi titis tidak normal karena melebihi waktu koagulasi normal
yaitu 15 detik sampai 2 menit dan berakhir dalam waktu 5 menit).
4. Probandus yang bergolongan darah O
Probandus yang bergolongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen
tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Apabila golongan darah O
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 91
ditetesi zat anti A dan zat anti B maka darahnya tidak akan menggumpal, karena
serum tersebut tidak ada pengaruhnya terhadap golongan darah O.
Berdasarkan data hasil pratikum, terdapat sembilan orang bergolongan
darah O. waktu koagualsi tercepat adalah Arsi dengan waktu koagulasi 2 menit
05 detik sedangkan waktu terlama koagulasi adalah Virginicha dengan waktu
koagulasi 6 menit 26 detik. Terdapat 4 orang (diah, virginica, rini, ilma) yang
mengalami waktu koagulasi yang tidak normal karena melebihi waktu normal
koagulasi normal yaitu 15 detik sampai 2 menit dan berakhir dalam waktu 5
menit). Hal ini mungkin dipengaruhi kurang ketelitian saat melaksanakan
prosedur pratikum.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperolehdaripercobaan yang telahdilakukanadalah
1. Waktu koagulasi pada kelompok probandus yang bergolongan darah A
dan B, masih tergolong normal dimana berkisar antara 1 menit-4 menit.
Waktu koagulasi normal pada manusia yaitu 15 detiksampai 2 menit dan
berakhir dalam waktu 5 menit.
Pada kelompok probandus yang bergolongan darah AB dan O masih
terdapat beberapa probandus yang waktu koagulasinya melebihi batas
normal yaitu yaitu melebihi waktu 6 menit.
2. Probandus yang bergolongan darah O paling banyak= 9 orang, golongan
darah B= 5 orang, golongan darah A= 4 orang dan yang paling sedikit
adalah golongan darah AB=3 orang.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012.Kegiatan 5, perambatan bunyi melaluitulangtengkorak. (Network)
diunduhpadapadatanggal 7 Nopember 2012
darihttp://dc404.4shared.com/doc/_FtJEczM/preview.html.
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 92
_______. 2012. Structure of the human ear. (Network) diunduhpadapadatanggal
7 Nopember 2012 dari(http://www.britannica.com/EBchecked/topic-
art/175622/530/Structure-of-the-human-ear)
_______. 2012. Proses mendengardanganguanmendengarpadabanyidananak-
anak. (Network) diunduhpadapadatanggal 7 Nopember 2012
darihttp://www.yayasanaurica.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=68:proses-mendengar-dan-
gangguan-pendengaran-pada-bayi-dan-anak-oleh-dr-ashadi-
prasetyo&catid=44:artikel&Itemid=72
Djukri&HeruNurcahyo. 2009. PetunjukPraktikumBiologi. Yogyakarta: Prodi PSn
PPs UN
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 93
LAMPIRAN
Gambar 6. Uji Golongan Darah
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 94
LAPORAN PRATIKUM BIOLOGI 95