Upload
phamhuong
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pengaruh Pemberian Pelatihan “Memahami & Membantu dalam Belajar” terhadap Peningkatan Pemahaman Guru Kelas di Sekolah Inklusif tentang ABK (The Effect of Training “Understanding and Assisting in Learning” increased Understanding of the Classroom Teachers in Inclusive Schools on Children with Special Need)
Anna Wahidah
Email: [email protected]
Abstrak.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian pelatihan “Memahami & Membantu ABK dalam Belajar” terhadap peningkatan pemahaman guru kelas di sekolah inklusif mengenai Anak Berkebutuhan Khusus. Pemahaman guru diartikan keadaan dimana guru mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai Anak Berkebutuhan Khusus.
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Desain eksperimen yang dipakai dalam penelitian ini adalah Treatment by Subject Design. Pada rancangan ini pengeruh efek atau perlakuan diputuskan berdasarkan perbedaan antara pre test dengan post ttes, tanpa ada pembanding dengan kelompok kontrol. Penelitian ekperimen ini menggunakan teknik pengambilan sampel bertujuan (purposive sample/ judgmental sampling). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh guru kelas SDN Medalem II Tuban yang berjumlah 9 orang. Penggunaan sampel bertujuan dalam penelitian ini sengaja dipilih berdasarkan tujuan dan pertimbangan yaitu seluruh guru kelas hanya pernah satu kali mengikuti penataran terkait dengan pendidikan inklusif dan memiliki pemahaman yang kurang tentang Anak Berkebutuhan Khusus.
Alat ukur yang digunakan untuk melihat pemahaman guru adalah berupa instrument tes pemahaman terhadap ABK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari pemberian pelatihan “Memahami & Membantu ABK dalam Belajar” terhadap peningkatan pemahaman guru kelas di sekolah inklusif tentang Anak Berkebutuhan Khusus. Pengukuran effect size menunjukkan pengaruh itu kecil.
Kata Kunci: Pemahaman, pelatihan, sekolah inklusif, anak berkebutuhan khusus
Abstract. This study has purposed to investigate the effect of training delivery “Understanding and Assisting in Learning” to an improved understanding of classroom teachers in inclusive schools on Children with Special Needs. Teachers' understanding is defined the teacher has adequate knowledge about children with special needs.
This study use experimental research with treatment by Subject Design. This design effects or treatment is decided based on the difference between the
1
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013
170
pre-test to post- test, without any comparison with the control group. This experimental study uses a sampling purposive sample/judgmental sampling. The samples in this study were all classroom teachers SDN Medalem II Tuban, amounting to 9 people. Intended use of the sample in this study was chosen based on the purpose and considerations which all classroom teachers only ever one time attended inservice training related to inclusive education and have a poor understanding of children with special needs.
Measuring instruments used to showed teachers' understanding is a test instrument understanding of children with special needs. The results showed that there was a significant effect of training provision “Understanding and Assisting in Learning” to an improved understanding of classroom teachers in the school inclusive of children with special needs. Measurement of effect size showed effect was small.
Keywords: Understanding, training, Inclusive Schools,children with special needs
PENDAHULUAN
Pendidikan inklusif merupakan
bentuk pemenuhan atas hak setiap anak
untuk mendapatkan pendidikan.
Pendidikan inklusif mulai dicanangkan
pada konferensi internasional yang
diselenggarakan oleh UNESCO pada
tanggal 7-10 juni 1994 di Salamanca
Spanyol. Konferensi tersebut
menghasilkan kesepakatan tingkat dunia
berisi pentingnya pelaksanaan
pendidikan inklusif untuk semua negara
di dunia, sehingga setiap sekolah dapat
melayani setiap anak termasuk Anak
Berkebutuhan Khusus (Astuti, 2011).
Pernyataan Salamanca dan
Kerangka aksi tentang
pendidikankebutuhan khusus (1994)
merupakan dokumen internasional
utama tentang prinsip-prinsip dan
praktek pendidikan inklusif. Prinsip
mendasar dari pendidikan inklusif dalam
pernyataan Salamanca adalah bahwa
semua anak seyogyanya belajar bersama-
sama, sejauh memungkinkan, apa pun
kesulitan atau perbedaan yang ada pada
diri mereka. Sekolah inklusif harus
≠ •Æß°´ µ© §°Æ ¥°Æßß°∞ ¥•≤®°§°∞
keberagaman kebutuhan siswa-
siswanya, serta mengakomodasi gaya
171Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013
dan kecepatan belajar yang berbeda-
beda (Stubbs, 2002). Sedangkan di
Indonesia dasar hukum pendidikan
inklusif termuat dalam undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003.
Menurut Woolfok & Kolter
(dalam Astuti, 2011: 9) pendidikan
inklusif berarti pendidikan yang
mengakomodasi semua anak tanpa
memandang kondisi fisik, intelektual,
sosial, emosional, atau kondisi lainnya.
Pendidikan inklusif meliputi anak-anak
yang memiliki hambatan belajar dan
berbakat istimewa, termasuk
AnakBerkebutuhan Khusus didalamnya.
Jadi di dalam sekolah inklusif siswa yang
bukan berkebutuhan khusus dan siswa
yang berkebutuhan khusus belajar
bersama-sama dalam satu kelas.
Pendidikan inklusif adalah wujud
pergerakan yang menjunjung tinggi
nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-
prinsip utama yang berkaitan dengan
anak, pendidikan, keberagaman dan
diskriminasi (Stubbs, 2002). Tujuan
pendidikan inklusif dijelaskan dalam
buletin UNESCO adalah untuk
menurunkan dan mengatasi semua
pengecualian dari hak manusia dalam
pendidikan, setidaknya pada tingkat SD,
serta meningkatkan akses, partisipasi
dan keberhasilan belajar di pendidikan
dasar yang berkualitas bagi semua (Puri,
2004). Di dalam perspektif psikologis,
dengan adanya pendidikan inklusif
siswa dibantu dalam menemukan
potensi serta bakat yang mereka miliki.
Dalam hal ini anak-anak yang memiliki
hambatan sekaligus berbakat akan
mendapat pelayanan sebagaimana yang
diharapkan (Astuti, 2011).
Tenaga pendidik dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif,
terdiri atas guru kelas, guru mata
pelajaran, dan guru pendidikan khusus
dengan latar belakang pendidikan yang
beragam. Guru kelas dan guru mata
pelajaran adalah pendidik/pengajar
pada suatu kelas tertentu di sekolah
umum yang sesuai dengan kualifikasi
yang dipersyaratkan.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013
172
Guru pendidikan khusus adalah guru
yang mempunyai latar belakang
pendidikan khusus/pendidikan luar biasa
atau yang pernah mendapat pelatihan
tentang pendidikan khusus/luar biasa,
yang ditugaskan di sekolah inklusif
(Departemen Pendidikan Nasional,
Pengadaan dan Pembinaan Tenaga
Pendidik, 2007).
Salah satu faktor penting
pendukung keberlangsungan pendidikan
inklusif adalah partisipasi dari semua
komponen yang terlibat di dalamnya.
Meliputi, sekolah, kepala sekolah, guru
umum/guru kelas, guru mata pelajaran,
guru khusus, orangtua dan masyarakat,
serta komponen-komponen penunjang
lain seperti petugas kesehatan dll.
Namun, pendidikan inklusif ini sangat
rentan terhadap hambatan-hambatan
dalam pelaksanaannya. Pengalaman
pelaksanaan pendidikan inklusif yang
dilaksanakan di Afrika Selatan
menunjukkan bahwa pendidikan inklusif
di sana dihadapkan pada tantangan
utama dalam mengenali dan mengatasi
berbagai macam kebutuhan seluruh
populasi siswa, padahal hal tersebut
berfungsi sebagai langkah untuk
mempromosikan pembelajaran yang
efektif untuk semua (Stubb, 2002).
kompetensi guru diuji. Guru
dalam sekolah inklusif dihadapkan
dengan siswa dengan jenis kesulitan
belajar atau kebutuhan khusus yang
sangat beragam. Perubahan dalam
keragaman siswa yang muncul pada
sekolah reguler membuat perubahan
pula pada tanggung jawab yang guru
terima. Luasnya keberagaman siswa ini
memiliki dampak pada proses
pembelajaran (Refice, 2006).
Guru memainkan peran sentral
untuk berpartisipasi dalam keberhasilan
belajar siswa dan meningkatkan prestasi
siswa, terutama dengan anak-anak yang
mungkin dianggap memiliki kesulitan
dalam belajar. Rouse (2010) di dalam
jurnalnya menyebutkan 9 hal yang harus
guru ketahui untuk mendorong
lingkungan belajar yang inklusif, Kebijakan pendidikan dengan mengakomodasi Anak Berkebutuhan Khusus
dalam sekolah umum ini menghadapkan seorang guru sebagai komponen penting
pendidikan pada keragaman siswa di kelas terbesar pada dekade ini. Dalam hal ini
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013
173
diantaranya guru harus memiliki
pengetahuan tentang (1) strategi
mengajar, (2) disabilitas dan kebutuhan
khusus siswa, (3) bagaimana anak
belajar, (4) apa yang dibutuhkan anak
untuk belajar, (5) classroom
management, (�) mengetahui dimana
untuk mendapatkan bantuan ketika
membutuhkannya, (7) identifikasi
kesulitan belajar, (8) melakukan asesing
dan monitoring belajar siswa, (9)
kebijakan-kebijakan Sekolah inklusif.
Pengetahuan dan pemahaman tentang
kebutuhan khusus siswa merupakan
kompetensi seorang guru yang dianggap
prasyarat bagi guru di sekolah inklusif,
hal ini diperlukan karena memungkinkan
guru untuk menjadi sensitif dan mampu
merespons secara efektif terhadap
keberagaman. Pengetahuan guru tentang
kebutuhan siswa harus sedemikian rupa,
sehingga mereka dapat merespon dan
beradaptasi dengan situasi dan aspek
keragaman-keberagaman baru yang
muncul. Guru yang efektif seharusnya
mampu mengenali aspek yang berbeda
dari keragaman, bukan sebagai
kekurangansiswa, tetapi sebagai sumber
daya untuk meningkatkan lingkungan
belajar yang kaya (DirectoratE General
IV. Directorate of Education and
Languages Unit of European Education
Policies, Diversity and inclusion:
challenges for teacher education, 644�).
Agar dapat memenuhi peran mereka
sebagai seorang guru, guru perlu
memiliki bekal pemahaman yang tepat
dan akurat tentang siswa-siswa mereka.
Dalam proses belajar mengajar guru
sebagai pendidik harus mengerti betul
bagaimana karakter masing-masing
siswa. Guru juga harus jeli dalam
mengenali kelebihan dan kekurangan
siswa serta kebutuhan belajar yang
diperlukan bagi masing-masing siswa,
dalam hal ini mereka tidak bisa
diperlakukan sama dalam satu kelas.
Ketidakpahaman guru tentang siswa
mengakibatkan tidak diterimanya materi
dengan baik oleh siswa, sehingga
berakibat tujuan dalam proses belajar
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013
174
mengajar tidak tercapai sepenuhnya
(Subini, 2012).
Pentingnya peran guru dalam
proses menghantarkan kesuksesan
belajar semua siswa inilah yang
menuntut pemahaman mereka tentang
Anak Berkebutuhan Khusus. Apabila
guru memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang baik mengenai anak
berkebutuhan khusus, maka diharapkan
guru mampu menyelaraskan antara
kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus
yang muncul dengan pemberian layanan
pendidikan yang tepat untuk mereka.
Pemahaman tentang siswa dapat
menghantarkan proses belajar yang
membawa pada kesuksesan belajar siswa
(Subini, 2012).
Guru kelas inklusif yang hanya
memiliki sedikit pengetahuan tentang
Anak Berkebutuhan Khusus yang ada di
kelas mereka, bisa mengakibatkan
penerimaan materi yang kurang baik
oleh Anak Berkebutuhan Khusus di
kelas tersebut, hal ini membuat tujuan
dalam proses belajar mengajar tidak
tercapai sepenuhnya (Subini, 2012).
Dengan melihat kondisi ini maka dapat
disimpulkan bahwa peran dan tugas
guru untuk berpartisipasi dalam
keberhasilan belajar siswa mereka tidak
bisa dilakukan dengan baik jika
pemahaman tentang Anak
Berkebutuhan Khusus masih kurang,
sedangkan peran partisipasi guru dalam
proses mendukung keberlangsungan
sekolah inklusif pun menjadi terhambat.
Salah satu ciri guru yang efektif di
dalam jurnal yang ditulis oleh Rubio
(2011) adalah guru yang mampu
memahami secara baik kebudayaan
siswa, latar belakang, pengetahuan
tentang metode dan prosedur yang
dapat diadaptasi untuk Anak
Berkebutuhan Khusus yang ada di kelas
mereka. Guru efektif menggunakan
pengetahuan mereka tentang proses
pembelajaran yang paling efektif untuk
membantu siswa tertentu dalam kelas
mereka dan untuk mencapai kesuksesan
belajar siswa mereka. Untuk alasan
inilah, sangat penting untuk
mengetahui kebutuhan siswa, strategi
dan gaya belajar mereka, kepribadian,
175Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013
penyelenggaraan sekolah Inklusif yang
berhubungan dengan implementasi
pendidikan inklusif di level Sekolah
Dasar di Surabaya. Penelitian ini
dilakukan mengungkapkan salah satu isu
besar yang muncul di Sekolah Dasar
inklusif di Surabaya adalah adanya
kesenjangan pengetahuan dan
kemampuan guru tentang Anak
Berkebutuhan Khusus. Hal ini
berdampak pada perencanaan
manajemen kelas dan implementasi serta
evaluasi proses belajar yang tidak efektif.
Dalam penelitian tersebut menjelaskan
guru dengan latar belakang pendidikan
psikologi atau pendidikan khusus
memiliki lebih banyak pengetahuan
tentang Anak Berkebutuhan Khusus.
Namun, banyak guru kelas yang
mengaku bahwa mereka memiliki
keterbatasan pengetahuan tentang Anak
Berkebutuhan Khusus (Paramita &
Muryantinah, 2012).
Dalam Kompas Edukasi 9
November 2011, Napitupulu (2011)
mempublikasikan fakta bahwa guru
sekolah inklusif belum sepenuhnya
memahami tentang Anak Berkebutuhan
Khusus, berikut cuplikan berita di
dalamnya;
“Para guru di sekolah inklusif juga masih belum sepenuhnya memahami perbedaan gangguan
perilaku dan mental dalam tiap diri anak berkebutuhan di sekolah. Akibatnya, para guru sering kewalahan menghadapi keseharian
anak-anak di sekolah”(Napitupulu, 2011).
Fakta lain juga dipaparkan oleh
Adriana dalam Kompas (2012), yang
menyatakan bahwa masih banyak guru
Sekolah inklusif yang memiliki
pemahaman yang kurang tentang Anak
Berkebutuhan Khusus, seperti misalnya
dalam kasus anak autis. Akibatnya guru
tidak mampu membantu Anak
Berkebutuhan Khusus tersebut (Mikail,
2012). Dari sejumlah permasalahan yang
muncul ada di sekolah inklusif, kita
dapat melihat bahwa guru masih
memiliki sedikit bekal pengetahuan
tentang Anak Berkebutuhan Khusus itu
sendiri, dari beberapa fakta yang ada
dapat disimpulkan bahwa pemahaman
guru tentang Anak Berkebutuhan Khusus
masih sangat kurang.
Hasil wawancara kepada kepala
bagian sekertaris Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga, sub bagian
program dan pelaporan, Susilo Murti
mengungkapkan pada tahun 2011/2012
tercatat ada lima Sekolah Dasar Inklusif
di Kabupaten Tuban.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013
176
Sedangkan, keadaan kurangnya
pemahaman guru tentang ABK ini
dialami di SDN Medalem II Tuban. SDN
ini menjadi SDN inklusif sejak tahun
2008. Namun belum ada tenaga didik
yang berlatar belakang PLB. Sedangkan
untuk koordinator inklusif berasal dari
latar belakang pendidikan umum yang
sudah mendapat pembekalan khusus
menjadi koordinator inklusif.
Pemberian pembekalan tentang
sekolah inklusif pernah diberikan kepada
seluruh tenaga pendidik di sekolah ini.
Pembekalan yang diberikan adalah
berupa workshop tingkat dasar untuk
pembekalan Pendidikan inklusif berbasis
sekolah fase 1 selama 2 hari. Wawancara
yang dilakukan kepada lima guru kelas
tentang tantangan utama mereka dalam
sekolah inklusif memperoleh hasil bahwa
kelima guru menjawab tantangan
terbesar mereka dalam sekolah inklusif
adalah adanya ABK di kelas mereka,
terutama mereka mengalami kesulian-
kesulitan dalam hal penanganan mereka.
adapun cuplikan hasil wawancara kepada
salah satu guru di SDN ini adalah sebagai
berikut:
“menurut saya tantangan
terberat ya saat menghadapi ABK, cara menangani mereka kalau ABK tidak mau mengikuti pelajaran dan malah keluar kelas kadang menangis, cara mengajar ABK yang ada di kelas dengan siswa
lainnya bagaimana membagiperhatian, sedangkan ABK butuh perhatian khusus itu semua menyulitkan kami ini yang tidak tahu tentang karakter mereka
kenapa mereka berperilaku seperti itu dan bagaimana menghadapi mereka”
Sedangkan dari hasil penggalian data
awal dengan menggunakan kuesioner
pengetahuan tentang ABK yang
diberikan kepada seluruh guru kelas
didapatkan hasil nilai rata-rata
pengetahuan guru enang ABK rendah
yaitu 4.7.
Dari hasil analisiskebutuhan pelatihan secara
menyeluruh yang dilakukan di SDN Medalem II Tuban disimpulkan bahwa: (1) guru membutuhkan peningkatan pengetahuan dan
pemahaman tentangkonsep, jenis dankarakteristik, sertapemahaman tentangkebutuhan Anak
Berkebutuhan Khusussesuai kategorinya, (2) guru membutuhkan kegiatanpeningkatan pemahaman
tentang penanganan ABK di kelas.
177Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013
Penjabaran diatas menunjukkan
adanya suatu kebutuhan intervensi
untuk guru kelas, yang berfokus pada
peningkatan dalam hal pemahaman
tentang Anak Berkebutuhan Khusus.
Dengan adanya peningkatan pemahaman
tentang Anak Berkebutuhan Khusus,
maka diharapkan guru dapat merespon
secara efektif kebutuhan Anak
Berkebutuhan Khusus di kelas mereka.
Pemahaman tentang Anak Berkebutuhan
Khusus dapat membantu guru untuk
memenuhi perannya dalam memenuhi
kebutuhan belajar Anak Berkebutuhan
Khusus selama proses penyampaian
materi agar mudah diterima dengan baik
oleh semua siswa, pemahaman tentang
Anak Berkebutuhan Khusus juga
membantu guru dalam menghadapi
permasalahan mereka di kelas.
Pemahaman menurut Bloom adalah
salah satu dari aktifitas belajar yang
melibatkan proses kognitif dalam
memahami makna, menerjemahkan,
menginterpolasi, dan penafsiran instruksi
dan masalah (Bloom, 1956). Proses
kognitif dalam kategori memahami
termasuk menafsirkan, mencontohkan,
membuat klasifikasi, meringkas,
menyimpulkan, membandingkan, dan
menjelaskan. Dari definisi ini maka yang
dimaksud pemahaman Anak
Berkebutuhan Khusus dalam penelitian
ini adalah hasil aktifitas belajar yang
melibatkan proses kognitif dimana guru
mempunyai pengetahuan yang memadai
mengenai Anak Berkebutuhan Khusus.
Pelatihan adalah metode untuk
meningkatkan kinerja manusia. Bilamana
kemampuan seseorang untuk melakukan
suatu pekerjaan terbatasi oleh
kekurangan pengetahuan atau
keterampilan, maka untuk menjembatani
kesenjangan tersebut dapat dilakukan
dengan instruksi yang diperlukan
(Silberman, 2013).
Penelitian menunjukkan bahwa
orang akan memahami konsep lebih baik
dan akan mempertahankan informasi
lebih lama ketika mereka terlibat dalam
proses belajar (Lawson, 2006).
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013178
Penelitian dilakukan di Utah State
University oleh Vernier (2012)
menyatakan bahwa pelatihan untuk guru
efektif dan dapat merubah persepsi guru
tentang siswa penyandang LD. Pelatihan
yang diberikan adalah pelatihan selama
60 menit yang bertujuan menyediakan
informasi kepada guru untuk membantu
mereka memahami alasan dan
keuntungan dari sekolah Inklusif.
Sedangkan pelatihan “Memahami &
Membantu ABK dalam Belajar” adalah
pelatihan yang disusun dengan tujuan
untuk meningkatkan pemahaman guru
kelas di sekolah inklusif tentang Anak
Berkebutuhan Khusus. Materi pelatihan
berupa pengenalan konsep Anak
Berkebutuhan Khusus, pengenalan jenis
dan karakteristik Anak Berkebutuhan
Khusus (termasuk hambatan-hambatan
belajar Anak Berkebutuhan Khusus serta
mengenali kebutuhan belajar yang
muncul), dan penanganan Anak
Berkebutuhan Khusus.
Pelatihan erat kaitannya dengan
peningkatan pemahaman serta
keterampilan. Maka berangkat dari hal
ini peneliti tertarik untuk meneliti
apakah pemberian pemberian pelatihan
“Memahami & Membantu ABK dalam
Belajar” memiliki pengaruh pada
peningkatan pemahaman guru kelas di
sekolah inklusif mengenai Anak
Berkebutuhan Khusus. Penelitian ini
dilakukan dengan metode eksperimen
agar dapat diketahui secara jelas
pengaruh dari pelatihan ini.
METODE PENELITIAN
Bentuk penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen. Desain eksperimen yang
dipakai dalam penelitian ini adalah
Treatment by Subject Design. Variabel
dalam penelitian ekperiemen ini adalah
Pelatihan “Memahami& Membantu Anak
Berkebutuhan Khusus dalam Belajar” dan
Pemahaman guru kelas tentang Anak
Berkebutuhan Khusus. Pelatihan
“Memahami & Membantu ABK dalam
Belajar”adalah suatu kegiatan yang
dibuat untuk guru sekolah inklusif
179Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013
dengan bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada guru kelas di
sekolah inklusif tentang konsep, jenis
dan karakteristik, serta penanganan
Anak Berkebutuhan Khusus. Sedangkan
yang dimaksud dengan pemahaman guru
kelas tentang Anak Berkebutuhan
Khusus adalah pemahaman guru
tentang, definisi, jenis, karakteristik,
serta penanganan Anak Berkebutuhan
Khusus.
Sampel dalam penelitian ini adalah
seluruh guru kelas SDN Medalem II yang
berjumlah 9 orang. Penggunaan sampel
bertujuan dalam penelitian ini sengaja
dipilih berdasarkan tujuan tertentu. Alat
pengumpulan data berupa tes uraian
pemahaman guru tentang Anak
Berkebutuhan Khusus. Analisis data
dilakukan dengan teknik statistik non
parametrik dari Wilcoxon signed rank
test. Wilcoxon signed rank test dengan
bantuan program SPSS 16 for Windows.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil pembuktian
hipotesis penelitian dilakukan dengan
Wilcoxon signed rank test dengan
bantuan SPSS 16.0 for windows. Taraf
signifikansi yang digunakan 0.05
diperoleh nilai Z adalah -2.687 dan nilai
signifikansi adalah 0.007 yaitu kurang
dari 0.05, maka dapat disimpulkan
bahwa dari hasil uji perbedaan kedua
nilai diketahui bahwa perbedaan antara
keduanya signifikan. Artinya ada
pengaruh yang signifikan antara sebelum
dan sesudah diberikan tritmen.
Sedangkan hasil perhitingan efek size
menunjukkan nilai -0.298, artinya
perbedaan sebelum dan sesudah
perlakuan itu kecil.
PEMBAHASAN
Hasil dari keseluruhan analisis
diatas disimpulkan bahwa ada pengaruh
pemberian pelatihan “Memahami dan
Membantu ABK dalam Belajar” terhadap
peningkatan pemahaman guru di sekolah
inklusif tentang ABK. Sedangkan, ukuran
perubahan atau pengaruh yang terjadi itu
kecil. Adanya pengaruh tersebut sesuai
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013
180
dengan pendapat Mayer (2002) bahwa
pemahaman dapat ditingkatkan dengan
menerapkan cara belajar bermakna atau
disebut “meaningful learning”, sedangkan
di dalam pelatihan ini menggunakan
metode belajar blaind case yang sesuai
dengan langkah-langkah belajar
bermakna, yaitu: pembelajaran terjadi
berdasarkan materi yang relevan atau
dari hasil TNA sesuai kebutuhan guru
kelas, pelatihan ini menggunakan
metode pengajaran membuat pelajar
terlibat dalam suatu aktifitas belajar,
proses pembelajaran melibatkan
kerjasama dengan oranglain, materi yang
digunakan adalah merupakan kasus-
kasus yang ada di sekitar pembelajar
(Dahar, 1996).
Hal ini juga sesuai dengan
penelitian sebelumnya yaitu penelitian
dari Vernier (2012), yang menyatakan
bahwa pelatihan untuk guru efektif dan
dapat merubah persepsi guru tentang
siswa penyandang LD. Penelitian dari
Mahdiani (2010) juga mendukung hasil
dari penelitian ini bahwa dari penelitian
yang dilakukan mendapatkan hasil
pemberian pelatihan Inclusive Classroom
Management mampu meningkatkan
pemahaman guru mengenai kelas
inklusif.
KESIMPULAN
Dari keseluruhan proses penelitian
disimpulkan bahwa hipotesis diterima.
Artinya ada pengaruh pemberian
pelatihan “Memahami & Membantu ABK
dalam Belajar”terhadap peningkatan
pemahaman guru kelas di sekolah
inklusif tentang Anak Berkebutuhan
Khusus. Hasil perhitungan effect size
menunjukkan pengaruh itu kecil.
181Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, I. (2011). Kepemimpinan Pembelajaran Sekolah Inklusi. Malang: Banyumedia Publishing.
Azwar, S. (2007). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, adisi 2, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bloom, B. S. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals. United States of America: Simultaneously in the Dominion of Canada.
Cruickshank, W. dan G, O.J. (1958). Exceptional Children and Youth. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Bandung: Erlangga. Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik.
Jakarta: Direktorat Jendral Manajeman Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar (Juni 2007).
DirectoratE General IV. (2009). Directorate of Education and Languages Unit of European Education Policies, Diversity and inclusion: challenges for teacher education.
Directorate of Education and Languages Unit of European Education Policies. (2009). Diversity and inclusion: challenges for teacher education (October 2009).
Frisbie, D.A. (1988). Reliability of Score from Teacher-Made Test. Instructional Topics in Educational Measurement. 25-35.
Hadi, C. (2010). Psikologi Eksperimen. Surabaya: Unit Penelitian dan Publikasi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Hadis, A. (2006). Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta.Hardman, M. L., Clifford J.D., M. W.E. (2002). Human Exceptionality: Society School and
Family. Boston: A PEARSON Education Company. Kerlinger, F. N. (1990). Asas-asas Penelitian Behavioral Edisi Ke-tiga. Yogjakarta: Gadjah Mada
University Press.Knowles, M.S, Elwood, F. H., Richard, A. S. (1989). The Adult Learner. United State of America:
Butterworth-Heinemann.Krathwohl, D. R (2002). Arevition of Bloom's Taxonomy. An Overview Ohio: Theory Practice,
41(4).nd Lawson. (2006). The Trainer Handbook 2 Edition. United State of America: Preiffer.
Mahdiani, T.F. (2010). Pengaruh Pelatihan Inclusive Classroom Management pada Pemahaman Guru mengenai Kelas Inklusi. Theses Airlangga University, 17.
Mayer, R.E,. (2004). Rote Versus Meaningful Learning, Collage of Education, Ohio State Unversity, 41 (4).
Mikail, B. (2012 , April). Sekolah Inklusi Belum Siap Menampung ABK. Health Kompas, D i a k s e s p a d a t a n g g a l 3 0 N o v e m b e r 2 0 1 2 p a d a http://health.kompas.com/read/2012/04/15/10551282/Sekolah.Inklusi.Belum.Siap.Menampung.ABK.
Napitupulu, E.L. (2011). Pendidikan Inklusif Hadapi Tantangan. Kompas Edukasi, Diakses p a d a t a n g g a l 3 0 N o v e m b e r 2 0 1 2 p a d a http://edukasi.kompas.com/read/2011/11/09/2341052/Pendidikan.Inklusif.Hadapi.Tantangan.
Paerunan, I. (2012). Implementasi Pendidikan Inklusif di Sekolah dasar X, Y, dan Z, kota Jayapura. Universitas Pendidikan Indonesia.
thPallant, J. (2011). SPSS SURVIVAL MANUAL: Astep by step guide to data analysis using SPSS 4 edition. Australia: Everbest Printing.
stParamita, P.P., Mulyantinah, M.H., (2012). Proceeding 1 International Conference on Current Issue in Education: Inclusive Education in Surabaya's Primary Schools: Current Issue and Future Directions. 348-352.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013
182
183
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Standar kompetensi Guru, Standar kompetensi kepala sekolah, Standar kompetensi pengawas (permendiknas no 12, 13, dan 16. (2007).
Puri, M., George, A. (2004). Handbook of Inclusive Education for Educators, Administrators, and Planners. New Delhi: Sage Publications India Pvt Ltd.
Refice, A. (2006). Inclusion In The Classroom:Finding What Work For General Education Teacher. Indiana University, 25-31.
Rouse, M. (2010). Developing Inclusive Practice: A Role for Teachers and Teacher Education? University of Aberdeen. 1- 20.
Rubio, C.M. (2010). Effective Teacher-Professional and Personal Skill. ENSAYOS. Revista de la Facultad de Education de Albacete. 24, 35-46.
Silberman, M.., & Carol, A. (2013).Active Training:Pedoman praktis tentang desain, contoh kasus, dan kiat. Nusa Media: Bandung.
Stubbs, S. (2002). Inclusive Education: Where there are few resources. Norwegia: The Atlas Alliance.
Subini, N. (2012). Psikologi Pembelajaran. Yogjakarta: Mentari Pustaka.Taniredja, T. (2011). Penelitian Kuantitatif: Sebuah Pengantar. Bandung; Alfabeta. Tight, M. (2002). Key Concepts in Adult Education and Training 2nd Edition. New York: Taylor
& Francis Group.U.S. Departement of Education, National Comprehensive Center for Teacher Quality.
America's Challenge: Effective Teachers for At-Risk School and Student. Under agreement S28B050051.
UNESCO. (2011). Inclusive Education Division of Basic Education. United Nations Educational,Scientific and Cultural Organizaton.
Vernier, K.M. (2012). The Effects of Training on Teachers' Perceptions of Inclusion of Students with Intellectual Disabilities. Utah State University, AllGraduate Reports and Creative Projects. Paper 107.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2 No. 03 Desember 2013