76
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Manajemen Operasi Perusahaan – perusahaan besar pada umumnya memiliki tiga fungsi utama yang saling berhubungan secara integral antara satu dengan yang lainnya. Ketiga fungsi utama itu adalah Pemasaran, Keuangan/Akuntansi, dan Produksi/Operasi. Fungsi Pemasaran untuk menghasilkan permintaan, atau paling tidak menerima pemesanan untuk sebuah barang atau jasa (tidak akan ada aktivitas jika tidak ada penjualan). Keuangan/Akuntansi untuk mengawasi sehat atau tidaknya sebuah organisasi, membayar tagihan, dan mengumpulkan uang, serta Produksi/Operasi berkaitan dengan seluruh aktivitas produksi barang dan jasa. (Heizer & Render, 2011). Roberta S. Russell dan Bernard W. Taylor III (2011) mendefinisikan operasi sebagai berikut : 8

07 BAB II teori manajemen persediaan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengertian Manajemen Operasi

Citation preview

Page 1: 07 BAB II teori manajemen persediaan

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengertian Manajemen Operasi

Perusahaan – perusahaan besar pada umumnya memiliki tiga fungsi utama

yang saling berhubungan secara integral antara satu dengan yang lainnya. Ketiga

fungsi utama itu adalah Pemasaran, Keuangan/Akuntansi, dan Produksi/Operasi.

Fungsi Pemasaran untuk menghasilkan permintaan, atau paling tidak menerima

pemesanan untuk sebuah barang atau jasa (tidak akan ada aktivitas jika tidak ada

penjualan). Keuangan/Akuntansi untuk mengawasi sehat atau tidaknya sebuah

organisasi, membayar tagihan, dan mengumpulkan uang, serta Produksi/Operasi

berkaitan dengan seluruh aktivitas produksi barang dan jasa. (Heizer & Render,

2011).

Roberta S. Russell dan Bernard W. Taylor III (2011) mendefinisikan

operasi sebagai berikut :

“Operations is a transformations process, inputs (such as

materials, machines, labor, management, and capital) are transformed

into outputs (goods and sevices).”

Sedangkan manajemen operasi didefinisikan :

“Operations management, is the design and operation of production

system.”

8

Page 2: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Sedangkan pakar manajemen operasi lainnya, Jay Heizer dan Barry

Render (2011), memberikan definisi dari manajemen operasi sebagai berikut :

“Operations management (OM) is the set of activities that creates

values in the form of goods and services by transforming inputs into

outputs.”

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa manajemen

operasi merupakan suatu kegiatan untuk mentransformasi masukan – masukan

menjadi keluaran – keluaran berupa produk yang mempunyai nilai tambah, baik

itu berupa barang atau jasa.

Fungsi operasi merupakan bagian yang membutuhkan pendanaan terbesar

dalam suatu organisasi, di mana persentase terbesar dari pendapatan suatu

perusahaan dipergunakan untuk fungsi manajemen operasi. Dengan demikian,

melalui manajemen operasi, maka sebuah perusahaan memiliki kemungkinan

yang cukup besar untuk meningkatkan keuntungan serta layanannya.

Dalam hal ini terdapat 10 fungsi operasi yang merupakan keputusan

strategis pada manajemen operasi (Heizer & Render, 2011), yaitu :

1. Desain produk dan jasa : barang/jasa apa yang akan dibuat, bagaimana

membuat desainnya

2. Manajemen mutu : bagaimana kita mendefinisikan kualitas, siapa yang

bertanggung jawab terhadap kualitas

3. Proses dan desain kapasitas : Proses dan kapasitas yang dibutuhkan oleh

produk

4. Penetapan lokasi : di mana lokasi ditetapkan, apa kriterianya

9

Page 3: 07 BAB II teori manajemen persediaan

5. Tata letak fasilitas : bagaimana menata seluruh fasilitas, berapa luas yang

dibutuhkan

6. Sumber daya manusia dan desain pekerjaan: bagaimana memberikan suasana

kerja yang mendukung

7. Manajemen rantai pasokan : keputusan membuat atau membeli, menetapkan

pemasok

8. Manajemen persediaan : berapa tingkat persediaan yang harus ada

9. Penjadwalan intermediet dan jangka pendek : pekerjaan apa yang akan

dilakukan selanjutnya

10. Pemeliharaan : siapa yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan, kapan

kita melakukan pemeliharaan

Semua keputusan di atas bersifat sangat strategis dan memberi kontribusi yang

tinggi bagi keunggulan bersaing suatu produk. Dalam penelitian ini akan diteliti

perihal strategi ke-8 yaitu manajemen persediaan.

2.1.2 Pengertian Manajemen Persediaan

Menurut Charles T. Hongren (2012) dikatakan bahwa :

“Inventory management is the planning, coordinating, and

controlling activities related to the flow of inventory into, through and out

of an organization.”

Fungsi persediaan merupakan salah satu fungsi manajemen operasi yang

memiliki nilai strategis, karena merupakan bagian integral dalam setiap kegiatan

operasi.

10

Page 4: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Masalah persediaan dapat memberi implikasi yang serius bagi fungsi

finansial, operasi, dan pemasaran. Pengaruh finansial ada pada likuiditas dan

return on investment (ROI), terhadap produksi melalui efisiensi dan pembiayaan

operasional dan pengaruh terhadap pemasaran melalui tingkat penjualan dan

kepuasan pelanggan.

Penanganan persediaan menjadi isu penting karena seringkali investasi

persediaan menjadi asset perusahaan terbesar sehingga ada upaya untuk menekan

besarnya persediaan agar dapat menurunkan biaya. Tetapi di lain pihak, proses

produksi dapat berhenti dan pelanggan kecewa, jika ada suatu komponen material

yang stock-out. Hanya melalui manajemen material yang baik keseimbangan

antara investasi persediaan dengan layanan pelanggan dapat diperoleh.

2.1.3 Fungsi Persediaan

Kebutuhan akan barang persediaan timbul karena ada kesulitan untuk

menyelaraskan dengan tepat antara suplai dengan kebutuhan. Kecepatan suplai

seringkali berbeda dengan kecepatan pemakaian sehingga diperlukan adanya

persediaan (Tersine R.J., 1994). Persediaan dapat memberi beberapa fungsi yang

akan menambah fleksibilitas operasional perusahaan, yaitu :

1. Faktor waktu

Terdapat waktu yang cukup panjang untuk produksi maupun distribusi

sebelum produk tiba di konsumen. Adanya persediaan dapat

menurunkan lead time dalam memenuhi permintaan. Keuntungan

dapat diperbesar dengan memiliki produk yang selalu tersedia.

11

Page 5: 07 BAB II teori manajemen persediaan

2. Faktor diskontinuitas

Persediaan memberikan fungsi ‘decoupling’ yang memungkinkan

perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung

pada supplier. Dengan adanya persediaan, masalah diskontinu produk

(bahan baku, bahan setengah jadi, dan produk jadi) tidak seketika

menjadi masalah namun perusahaan tetap dapat melakukan

aktivitasnya pada tingkatan yang masih wajar sambil tersedia waktu

untuk mengatasi masalah yang terjadi.

3. Faktor ketidakpastian

Disini dipertimbangkan berbagai faktor yang tidak terduga sebelumnya

yang dapat mempengaruhi rencana awal perusahaan. Termasuk

kesalahan dalam perkiraan kebutuhan, hasil produksi yang bervariasi,

kerusakan peralatan, bencana alam, kerusuhan, penundaan pengapalan,

dan kondisi cuaca yang berubah. Dengan adanya persediaan,

perusahaan tetap terlindungi dari berbagai peristiwa yang tidak

terantisipasi sebelumnya.

4. Faktor ekonomi

Pemesanan dalam jumlah yang lebih besar akan lebih ekonomis

daripada berkali-kali dalam jumlah kecil.

2.1.4 Tujuan Persediaan

Tujuan utama persediaan adalah untuk melepaskan berbagai fase operasi.

Persediaan bahan baku melepaskan seorang pengusaha manufaktur dari

12

Page 6: 07 BAB II teori manajemen persediaan

penjualnya; persediaan barang dalam proses melepaskan berbagai tahap fabrikasi

satu sama lain; dan persediaan barang jadi melepaskan seorang pengusaha

manufaktur dari pelanggannya. Menurut Heizer & Render (2011), persediaan

memiliki beberapa fungsi, diantaranya :

1. Untuk memisahkan setiap bagian dalam proses produksi

2. Untuk menghindari perusahaan dari fluktuasi permintaan dan

menyediakan stok barang untuk konsumen.

3. Memberikan keuntungan dalam quantity discount, karena persediaan

dalam jumlah besar dapat mengurangi harga pokok barang atau

pengiriman.

4. Menghindari inflasi dari perubahan kenaikan harga.

2.1.5 Jenis – Jenis Persediaan

Menurut Tersine (1994), setiap jenis persediaan memiliki karakteristik

tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda, diantaranya :

(1) Persediaan bahan baku (raw material), yaitu persediaan barang –

barang yang dibeli dari supplier untuk digunakan sebagai input pada

proses produksi menjadi produk jadi.

(2) Persediaan barang setengah jadi/barang dalam proses, yaitu persediaan

yang masih berada dalam proses produksi dan diperlukan karena

adanya waktu siklus yang dibutuhkan untuk pembuatan produk dan

pemeriksaan kualitas. Lebih pendek waktu siklus, jumlah persediaan

dapat dikurangi.

13

Page 7: 07 BAB II teori manajemen persediaan

(3) Persediaan bahan pembantu/penolong, yaitu persediaan yang juga

menjadi kebutuhan perusahaan tetapi bukan merupakan bagian dari

produk jadi. Contoh : alat tulis kantor, alat kebersihan, perlengkapan

pemeliharaan.

(4) Persediaan barang jadi, yaitu produk akhir yang disediakan untuk

dijual, didistribusikan, atau disimpan.

2.1.6 Jenis Perusahaan beserta Masalah Persediaan

Tipe perusahaan yang berbeda mempunyai aturan persediaan yang

berlainan (Tersine, 1994), diantaranya :

(1) Pengecer (retailer)

Sistem ritel adalah perusahaan yang menyediakan konsumen dengan

barang dan jasa. Persediaan dibeli dalam bentuk yang dapat dijual dan

dapat digunakan tanpa proses atau konversi selanjutnya. Sistem ini

menyediakan produk fisik yang diperoleh dari pedagang besar

(wholesaler) atau langsung dari pabriknyasebagai contoh, toko yang

menjual pakaian, bahan makanan, perangkat keras, dan jenis produk

lainnya. Mereka memiliki masalah persediaan yang berhubungan

dengan supply dan produk jadi. Tipe perusahaan yang berada dalam

kelompok ini diantaranya rumah sakit, institusi keuangan, dan

perguruan tinggi.

14

Page 8: 07 BAB II teori manajemen persediaan

(2) Distributor

Pedangang besar (wholesaler) atau distributor terdiri atas perusahaan

yang membeli dalam jumlah banyak dari pabrik pembuat barang untuk

dididtribusikan kepada retailer. Perusahaan ini tidak selalu

menyediakan barang untuk konsumen, tetapi menyalurkan barangnya

kepada retailer dalam jumlah yang lebih kecil. Dengan demikian,

pedagang besar (wholesaler) atau distributor memiliki masalah

persediaan yang dibatasi oleh persediaan (supply) dan barang jadi.

(3) Perusahaan manufaktur

Dalam sistem ini, bahan baku yang dibeli akan masuk dalam proses

produksi dan diubah menjadi produk jadi. Sistem ini memiliki masalah

persediaan yang jauh lebih sulit dan rumit. Keempat jenis persediaan

mulai dari bahan baku, bahan penolong, barang setengah jadi dan

barang jadi ada dalam sistem ini.

2.1.7 Biaya Persediaan

Tujuan dari manajemen persediaan adalah untuk mendapatkan barang

kebutuhan pada tempat dan waktu yang tepat dengan biaya rendah. Biaya

persediaan menurut (Tersine R.J., 1994) :

(1) Harga produk (P)

Harga pembelian per unit bila diperoleh dari sumber luar atau biaya

produksi per unit bila diperoleh secara internal.

15

Page 9: 07 BAB II teori manajemen persediaan

(2) Biaya penyimpanan (H)

Semua biaya yang berkait deng investasi persediaan dan

pemeliharaannya selama dalam penyimpanan. Meliputi berbagai hal

seperti :

- Biaya modal (opportunity cost of capital) yaitu alternatif

pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan.

- Fasilitas penyimpanan, meliputi : penerangan, pendingin ruangan,

gudang khusus seperti cold storage

- Pajak persediaan, di mana bertambah banyak persediaan maka

semakin tinggi pajak yang harus dibayar.

- Asuransi persediaan

- Keuangan (obsolence), yaitu barang kehilangan nilai karena tidak

sesuai lagi deng keinginan pelanggan.

- Penyusutan, penurunan jumlah persediaan karena hilang atau dicuri

bila persediaan terlalu banyak dan tidak terkendali.

- Kerusakan karena tejadi perubahan sifat dan tampilan akibat usia

atau degradasi lingkungan.

- Kadaluarsa bila tanggal kadaluarsa dilewati.

Manajemen persediaan biasanya menyederhanakan asumsi, bahwa

biaya penyimpanan sebanding dengan kuantitas yang diinvestasikan,

pada umumnya berkisar antara 20 – 40% per tahun. James R. Stock

memberi penjelasan lebih rinci mengenai biaya penyimpanan ini dan

mengumpulkan berbagai publikasi yang sebagian besar memberikan

16

Page 10: 07 BAB II teori manajemen persediaan

perkiraan biaya penyimpanan (inventorycarrying costs) sebesar 25%.

(Stock, J.R., 2001).

(3) Biaya pemesanan (C)

Meliputi semua pembiayaan yang dikeluarkan untuk setiap pemesanan

barang. Termasuk disini : pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi,

upah, biaya telepon dan surat menyurat, biaya penerimaan barang,

biaya pemeriksaan barang, biaya untuk menindak lanjuti pemesanan.

Pada umumnya biaya pemesanan tidak bertambah bila kuantitas

pesanan bertambah besar.

(4) Biaya kehabisan persediaan (stockout cost)

Biaya yang tinbul bila persediaan tidak mencukupi untuk memenuhi

kebutuhan. Termasuk disini biaya – biaya karena kehilangan

penjualan, kehilangan pelanggan, biaya pemesanan khusus, biaya

ekspedisi, selisih harga, operasi produksi terhambat, dan tambahan

kegiatan manajerial. Pada prakteknya jenis biaya – biaya ini sulit

diukur nilainya.

2.1.8 Klasifikasi Masalah Persediaan

Masalah persediaan dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara,

diantaranya (Tersine, 1994) :

(1) Berdasarkan pengulangan order

a. Order tunggal, yaitu order yang hanya dilakukan satu kali saja,

contoh pembelian bahan bangunan untuk renovasi.

17

Page 11: 07 BAB II teori manajemen persediaan

b. Order berulang, yaitu di mana pembelian dilakukan secara

berulang/periodik berdasarkan prosedur yang berlaku.

(2) Berdasarkan sumber pasokan/suplai

a. Pasokan dalam (inside supply), yaitu produk yang diperlukan

dibuat sendiri.

b. Pasokan luar (outside supply), yaitu barang diperoleh dari pemasok

yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku.

(3) Berdasarkan kebutuhan pemakaian barang

a. Berkaitan dengan jumlah :

i. Kebutuhan barang konstan per periode waktu/deterministik.

ii. Kebutuhan barang tidak tetap (probabilistik) : bervariasi,

terdistribusi normal, Poisson atau eksponensial.

b. Berkaitan dengan sifat ketergantungan barang :

i. Kebutuhan barang independen : kebutuhan tidak tergantung

kepada barang lainnya, biasanya produk akhir adalah barang

independen.

ii. Kebutuhan barang yang tergantung pada barang lainnya, pada

umumnya bahan baku, komponen dan sub-assembly merupakan

barang yang saling bergantung.

(4) Berdasarkan lead time

a. lead time konstan

b. lead time bervariasi : ditentukan secara empiris

18

Page 12: 07 BAB II teori manajemen persediaan

(5) Berdasarkan sistem pencatatan persediaan

a. Sistem Perpetual

Pencatatan transaksi persediaan dilakukan secara kontinyu setiap

saat terjadi transaksi. Order dilakukan setiap kali posisi persediaan

mencapai reorder point, dalam hal ini record harus terjaga pada

seluruh transaksi persediaan.

b. Sistem Periodik

Pencatatan dan penghitungan persediaan dilakukan secara periodik,

diikuti dengan pembuatan order.

(6) Berdasarkan sistem pengendalian persediaan

a. Sistem P

Pemesanan persediaan dilakukan secara periodik, berdasarkan

suatu daur waktu tertentu.

b. Sistem Q

Pemesanan persediaan dilakukan dalam jumlah tetap pada saat

persediaan telah mencapai titik pemesanan kembali.

(7) Berdasarkan sifat pemesanan

a. Sistem MRP (Material Requirement Plannung)

Order persediaan dilakukan untuk memenuhi rencana produksi

yang telah ditetapkan.

b. Sistem DRP (Distribution Requirements Planning)

Order persediaan dilakukan sesuai dengan rencana distribusi yang

telah ditetapkan.

19

Page 13: 07 BAB II teori manajemen persediaan

c. Sistem Single Order Quantity

Order dilakukan satu kali sesuai jumlah yang telah ditetapkan.

d. Sistem JIT (Just In Time)

Sistem dimana persediaan tiba pada saat dibutuhkan.

2.1.9 Model Pengendalian Persediaan

Menurut Tersine (1994), sesuai sifat kebutuhan dan pengadaannya, terdapat

beberapa model pengendalian persediaan yang disesuaikan dengan sifat dan

karakteristik dari barang persediaan, diantaranya model pengendalian persediaan

sistem kebutuhan independen dan dependen. Sistem kebutuhan independen terdiri

atas model deterministik dan model probabilistik, sedangkan sistem kebutuhan

dependen terdiri dari sistem MRP (Material Requirements Planning).

Melalui model deterministik diberikan besarnya ukuran lot yang ekonomis

untuk item persediaan yang bersifat independen. Beberapa parameter yang

diperlukan disini adalah :

1. Kebutuhan pemakaian

2. Biaya persediaan

3. Lead time

Pada model deterministik, semua parameter dan variabel diketahui atau dapat

dihitung dengan pasti (Tersine, 1994).

Pada model deterministik, kebutuhan dan lead time bersifat konstan

sementara pada model probabilistik, kedua parameter ini bersifat variabel atau

20

Page 14: 07 BAB II teori manajemen persediaan

tidak tetap. Persediaan dari barang – barang yang independen dapat dibagi menjadi

2 kelompok :

1. Working stock, yaitu persediaan yang diperkirakan akan terpakai pada

suatu periode. Besaran rata-rata adalah setengah dari jumlah order

(Q/2).

2. Stok pengaman yang tidak bergantung pada ukuran lot, ditentukan

berdasarkan peramalan, diperlukan untuk menjaga persediaan terhadap

tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya.

2.1.9.1 Analisis ABC

Pada umumnya persediaan terdiri atas berbagai jenis barang yang sangat

banyak jumlahnya, di mana setiap jenis barang membutuhkan analisis tersendiri

untuk mengetahui besarnya order size dan order point. Disadari, bahwa tidak

semua jenis barang yang ada dalam persediaan memiliki tingkat prioritas yang

sama. Untuk mengetahui jenis barang mana saja yang perlu mendapat prioritas,

maka digunakan analisis ABC yang dapat mengklasifikasikan seluruh jenis

barang berdasarkan tingkat kepentingannya (Tersine R.J., 1994).

Pada prakteknya, analisis ABC atau sering juga disebut klasifikasi ABC

digunakan secara luas dengan nilai permintaan dan volume permintaan sebagai

kriteria peringkat yang paling umum. Pendekatan standar dalam aplikasi

klasifikasi ABC adalah untuk mengatur tingkat layanan yang sama untuk semua

unit penjaga stok (stock keeping units) (Teunter, R.H., et. al, 2010). Pada analisis

ABC, persediaan dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu :

21

Page 15: 07 BAB II teori manajemen persediaan

A. Klasifikasi A

Barang bernilai tinggi, menyerap penggunaan dana sebesar 80% dari nilai

total persediaan. Bisa jadi hanya 15 – 20% dari seluruh jenis barang

persediaan.

B. Klasifikasi B

Barang dengan nilai sedang, menyerap penggunaan dana sebesar 15% dari

nilai total persediaan, terdiri atas 20 – 25% jenis barang persediaan.

C. Klasifikasi C

Barang dengan nilai rendah, menyerap penggunaan dana sebesar 5% dari

nilai total persediaan, terdiri atas 60 – 65% jenis barang persediaan.

Diagram 2.1 Grafik Klasifikasi ABCSumber: Tersine, Richard J., Principles of Inventory and Materials Management, 1994

22

Page 16: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Prosedur analisis ABC :

- Nilai persediaan dari setiap item barang diperoleh dari kebutuhan

pertahun kali harga per unit.

- Seluruh item persediaan diurutkan berdasarkan nilainya, mulai dari

yang terbesar.

- Nilai setiap item barang diakumulasikan dan dihitung persentasenya

terhadap nilai keseluruhan persediaan.

- Lakukan klasifikasi ABC berdasarkan jumlah penyerapan dana

terbesar.

Karena kelompok klasifikasi A mempunyai nilai terbesar, kelompok ini

merupakan kelompok terpenting dan memerlukan perhatian terbesar. Perhatian

untuk kelompok C tidak perlu terlalu ketat karena nilainya yang kecil sehingga

pengaruh terhadap keuangan kecil juga. Pemesanan dapat dilakukan untuk sekali

setahun dengan penelaahan tahunan. Kelompok B dapat dievaluasi secara

semiannual. Bilamana tingkat persediaan kelompok A dapat diturunkan, investasi

persediaan akan berkurang dengan nyata. Tabel berikut menggambarkan

perbandingan antara kelompok A, B, dan C.

Tabel 2.1. Perbandingan antara Kelompok A, B, dan C

KlasifikasiDerajat Kendali

Tipe Pencatatan

Besaran Lot

Frekuensi Evaluasi

Jumlah Stok Pengaman

A KetatLengkap

dan AkuratRendah Kontinu Kecil

B Sedang Baik SedangKadang-Kadang

Sedang

C Longgar Sederhana Besar Jarang BesarSumber : Tersine, Richard J. Principles of Inventory and Materials Management, 1994

23

Page 17: 07 BAB II teori manajemen persediaan

2.1.9.2 Klasifikasi VED dan FSN

Cara lain untuk melakukan klasifikasi persediaan yaitu berdasarkan pada

tingkat kekritisan VED (Vital, Essential, Desirable) dan frekuensi pemakaian

FSN (Fast moving, Slow moving, Non-moving) (Mukhophadyay, 2003).

Klasifikasi VED mempertimbangkan faktor-faktor kualitatif seperti fungsi

dan efisiensi, dimana :

Vital : Sangat penting, tanpa barang tersebut proses tidak dapat dilaksanakan

Essensial : Penting namun mengurangi efisiensi proses

Desirable : Tidak mempengaruhi proses produksi, tidak secara signifikan

mempengaruhi efisiensi proses

Klasifikasi FSN mempertimbangkan faktor-faktor kuantitatif seperti biaya

dan permintaan, dimana :

Fast moving : Aliran keluar dari penyimpangan dalam suatu periode sangat

cepat

Slow moving : Aliran keluar dari penyimpangan lebih lambat

Non moving : Aliran keluar dari penyimpangan sangat lambat, misal hanya 2-3

kali setahun

2.1.9.3 Model EOQ (Economic Order Quantity)

Menurut Brimberg dan Hurley, 2006; Drezneret al, 1995; Evan dan

Porteus, 1985; Federgruen dan Zheng, 1992; Hadley dan Whitin, 1963; Huang,

2003;. Osteryounget al, 1986, Salameh dan Jaber, 2000; Sana, 2008; Zheng, 1992

dalam Beheshti, H.M. (2010), model manajemen persediaan klasik adalah

24

Page 18: 07 BAB II teori manajemen persediaan

kuantitas pesanan ekonomis (EOQ) yang menentukan keseimbangan yang paling

ekonomis antara biaya penyimpanan persediaan dan biaya pemesanan. Model ini

dirancang untuk menentukan kuantitas pesanan ekonomis untuk membeli bahan

atau produk serta kuantitas produksi ekonomi (EPQ) atau ukuran lot untuk

produksi.

Besarnya order dengan total biaya persediaan yang minimal dikenal

sebagai model EOQ. Model persediaan dengan asumsi situasi yang ideal dapat

ditunjukkan dalam gambar berikut ini.

Diagram 2.2 Tingkat Sediaan EOQ Sumber : Tersine, Richard J. Principles of Inventory and Materials Management, 1994, hal 93

Di mana :

Q : besar order

B : reorder point

ac = ce : interval antar order

ab = cd = ef : lead time

25

Page 19: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Saat barang diterima, maka tingkat persediaan ada pada Q (besarnya order).

Jumlah persediaan berkurang pada kecepatan pemakaian yang tetap, ditunjukkan

oleh garis miring. Pada saat tingkat persediaan mencapai titik reorder B, dibuat

pesanan baru sejumlah Q unit. Setelah suatu periode waktu yang tetap, pesanan

akan masuk ke dalam persediaan. Garis vertikal menunjukkan penerimaan suatu

lot order dalam persediaan yang diterima pada saat tingkat persediaan = 0

sehingga jumlah persediaan rata – rata adalah Q/2. Bila kekurangan persediaan

tidak diinginkan, total biaya persediaan per tahun dapat ditunjukkan melalui

gambar berikut.

Diagram 2.3 Biaya persediaan total per tahunSumber : Tersine, Richard J. Principles of Inventory and Materials Management, 1994, hal 94

26

Page 20: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Dimana :

R = kebutuhan per tahun dalam unit

P = biaya pembelian per barang

C = biaya pemesanan per order

H = PF = biaya penyimpanan per unit per tahun

Q = lot size = jumlah order dalam unit

F = biaya penyimpanan tahunan sebagai fraksi dari biaya per unit

Keseluruhan biaya tahunan = biaya pembelian + biaya pemesanan + biaya

penyimpanan

TC (Q) = PR + CRQ

+ HQ2

…….. (1)

Biaya variabel TVC (total variabel cost) tidak mencakup biaya pembelian :

TVC (Q) = CRQ

+ HQ2

…….. (2)

Biaya minimal lot size (EOQ) diperoeh dari turunan pertama biaya total tahunan

terhadap Q = 0

∂ TC(Q)∂ Q

=H2

−CRQ2 = 0

HQ2 = 2 CR Q* = √ 2 CRH

= EOQ …….. (3)

Melalui model EOQ (Economic Order Quantity) barang dengan biaya per unit

tinggi akan dipesan lebih sering dalam jumlah kecil sementara barang dengan

biaya rendah akan dipesan dalam jumlah besar.

27

Page 21: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Total biaya minimum per tahun dapat diperoleh dengan melihat Diagram 2.3 :

Biaya persediaan total per tahun, di mana pada titik Q* = EOQ akan diperoleh

bahwa :

CRQ +

HQ2 (kedua garis berpotongan)

Sehingga TC(Q*) = PR + HQ2

+ HQ2

TC (Q*) = PR + HQ*

Model EOQ dibuat berdasarkan asumsi berikut :

1. Kecepatan pemakaian diketahui, konstan, dan kontinu

2. Lead time diketahui dan konstan

3. Jumlah lot size masuk ke dalam persediaan pada waktu yang sama

4. Tidak ada kekurangan persediaan (stock out)

5. Struktur biaya tetap

6. Terdapat ruang, kapasitas, dan modal yang cukup untuk menampung

kuantitas yang ditetapkan

7. Item barang merupakan produk tunggal

2.1.9.4 Sensitivitas Model EOQ

Aktivitas sensitivitas menunjukkan sejauh mana suatu perubahan atau

kesalahan pada data input (parameter) dapat mempengaruhi keluaran dari

28

Page 22: 07 BAB II teori manajemen persediaan

model/formula. Model dinyatakan tidak sensitif bila dapat menerima range nilai

input yang cukup lebar tanpa memberi pengaruh besar terhadap hasil. Sebaliknya,

model disebut sensitif bila suatu perubahan kecil pada input menyebabkan

perubahan nyata pada keluaran (Tersine, R.J., 1994).

Sensitivitas model akan mempengaruhi tingkat presisi dari parameter yang

digunakan dalam suatu model. Model EOQ mengasumsikan, bahwa ketiga

parameter : kebutuhan tahunan (R), biaya pemesanan (C), dan biaya penyimpanan

(H) sudah diketahui dan tanpa variasi. Kesalahan manajemen dalam menentukan

ketiga parameter akan memberi variasi baik pada besarnya EOQ maupun biaya

variabel keseluruhan. Sejauh mana penyimpangan pada parameter mempengaruhi

keluaran pada model EOQ dapat digambarkan melalui tabel berikut :

Tabel 2.2 Pengaruh tingkat kesalahan dari parameter R,C, dan H terhadap TVC (Total Variabel Cost) pada Q* (EOQ)

Faktor kesalahan (X1) Keslalahan TVC (%)0,2 -55,30,4 -36,80,6 -22,50,8 -10,61,0 0,01,2 9,51,4 18,31,6 26,51,8 34,22,0 41,4

Sumber : Tersine, Richard J., Principles of Inventory and Materials Management, 1994

X1 = faktor kesalahan =estimasi /aktual

Tabel tersebut menunjukkan bahwa bilamana pada salah satu parameter terjadi

kesalahan sampai 100%, kesalahan pada TVC (total variabel cost) yang terjadi

hanyalah 41,4%. Perlu diperhatikan disini bahwa estimasi yang lebih kecil dari

29

Page 23: 07 BAB II teori manajemen persediaan

actual memberikan tingkat kesalahan yang lebih besar disbanding estimasi yang

terlalu besar. Hubungan antara faktor kesalahan dengan akibatnya pada TVC

dapat dilihat dengan lebih jelas pada gambar berikut.

Diagram 2.4 Hubungan antara Faktor Kesalahan dengan Biaya KeseluruhanSumber : Tersine, Richard J., Principles of Inventory and Materials Management, 1994 hal 99

Berdasarkan data dan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa model dasar

persediaan tidak terlalu sensitif terhadap kesalahan pada nilai parameter yang

diambil. Variasi yang cukup besar pada parameter kebutuhan dan biaya tidak

memberi banyak variasi terhadap model keluaran. Situasi ini sangat

menguntungkan karena dalam penggunaan model EOQ, sering terjadi

penyimpangan terhadap parameter yang digunakan sebagai estimasi dalam

perhitungan. Baik komponen biaya pemesanan, biaya penyimpangan, maupun

30

Page 24: 07 BAB II teori manajemen persediaan

angka kebutuhan per tahun seringkali merupakan angka hasil peramalan atau

estimasi berdasarkan data dan pengalaman yang telah terjadi (Tersine R.J., 1994).

2.1.9.5 Sistem Telaah Kontinyu (Sistem Q)

Dalam kenyataan praktek, penggunaan model EOQ memiliki

keterbatasan yang disebabkan oleh asumsi permintaan yang konstan (Schroeder,

Roger. G, 2013). Sistem Q memberikan suatu model dimana permintaan yang

fluktuatif dapat dipenuhi. Sistem ini dikenal juga sebagai sistem Fixed Order Size.

Pada sistem ini, posisi persediaan terus menerus dimonitor pada setiap transaksi

dan dibandingkan dengan titik pemesanan ulang (ROP/reorder point). Bilamana

posisi persediaan telah mencapai titik ROP (B), pemesanan ulang dilakukan dalam

jumlah unit Q yang tetap yaitu sebesar nilai EOQ (Economic Order Quantity).

Diagram berikut ini memberikn grafik operasi sistem Q.

Diagram 2.5 Sistem Telaah Kontinyu (Q) Sumber : Schroeder, Roger G, Operations Management in the Supply Chain, 2013 hal 381 Slope : permintaan barang, bervariasi

Q : kuantitas pesanan, tetap

B : titik pemesanan ulang, tetap

31

Page 25: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Oa, ac, ce : interval waktu antar order, bervariasi

ab=cd=ef=L : tenggang waktu

S : stok pengaman

Parameter utama pada sistem Q adalah Q (jumlah pesanan) dan B (titik

pemesanan ulang). Diasumsikan bahwa Q ditetapkan sama dengan nilai EOQ dan

B adalah jumlah kebutuhan pada masa lead time ditambah stok pengaman.

B = M + S

Dimana :

B = ROP

S = stok pengaman

M = kebutuhan rata – rata pada masa lead time

Sistem ini sesuai untuk dipergunakan pada jenis barang yang bersifat

independen dan memerlukan pengendalian ketat (kelompok A pada klasifikasi

ABC) karena :

(2) Menggunakan jumlah order yang efisien (EOQ)

(3) Jumlah stok pengaman tidak terlalu besar, diperlukan hanya untuk periode

masa lead time.

(4) Sistem relatif tidak sensitif terhadap perubahan parameter – parameter

persediaan. (Tersine, R.J., 1994)

2.1.9.6 Sistem Telaah Berkala (Sistem P)

Pada sistem P, jumlah persediaan dalam penyimpanan ditinjau ulang

secara berkala pada interval waktu yang tetap, untuk selanjutnya dilakukan

32

Page 26: 07 BAB II teori manajemen persediaan

pemesanan sesuai kebutuhan. Dalam hal ini, jumlah order bervariasi pada setiap

periode (Schroeder, Roger G., 2013).

Diagram 2.6 memberikan gambaran mengenai sistem periodik dari satu

jenis persediaan. Tingkat persediaan maksimum T ditetapkan untuk setiap item

persediaan. Kuantitas order adalah tingkat persediaan maksimum dikurangi posisi

persediaan pada tanggal pemesanan. Pada sistem ini periode review tetap,

sementara kuantitas order, kecepatan pemakaian, titik pemesanan kembali (ROP),

dan lead time, bervariasi.

Diagram 2.6 Sistem Telaah Berkala (P) Sumber : Schroeder, Roger G., Operations Managements in the Supply Chain, 2013, hal 386

Dimana :

P : periode antar pesanan

T : stok maksimum

Q1, Q2, Q3 : jumlah pesanan yang besarnya persediaan maksimum (T)

dikurangi jumlah stok pada akhir periode P

a-b, c-d, e-f : lead time kedatangan barang

33

Page 27: 07 BAB II teori manajemen persediaan

slope : jumlah permintaan

Pada sistem ini, terdapat 2 parameter yang perlu ditetapkan yaitu periode waktu

antar pesanan P dan jumlah stok maksimum T yang menjadi target persediaan

(Tersine, R.J., 1994 p 134 - 136).

Periode waktu antar pesanan yang ekonomis (EOI) diperoleh dari angka EOQ

dibagi kebutuhan R.

P = EOI = EOQ/R

Tingkat persediaan maksimum T harus cukup besar agar dapat memenuhi

kebutuhan selama masa interval pemesanan T dan selama lead time L.

T = RP + RL = R (P + L) = tingkat persediaan maksimum

Dengan adanya stok pengaman yang berfungsi sebagai penyangga terhadap

fluktuasi permintaan dan masa tunggu, maka :

T = M + S

dimana :

T : target tingkat persediaan

M : kebutuhan rata-rata selama periode P + L

S : stok pengaman

Bila dibandingkan dengan sistem Q, ada beberapa kelemahan maupun kelebihan

dari penggunaan sistem P ini. Kelemahannya ialah membutuhkan stok pengaman

34

Page 28: 07 BAB II teori manajemen persediaan

yang lebih tinggi karena harus mencakup masa periode antar interval pemesanan

(P) dan masa lead time (L). Adapun kelebihannya diantaranya :

- Sistem pencatatan lebih sederhana

- Dapat melakukan pemesanan beberapa jenis barang ke satu pemasok pada

waktu bersamaan, sehingga dapat memberikan nilai ekomis.

Sistem P sesuai untuk digunakan pada satuan – satuan barang dengan harga tidak

terlalu mahal (Schroeder, 2013).

2.1.9.7 Stok Pengaman (Safety Stock)

Resiko dan ketidakpastian pada analisis persediaan datang dari berbagai

variabel, tetapi yang paling utama adalah variasi kebutuhan dan lead time. Situasi

ini diatasi melalui stok pengaman yang akan bertindak sebagai penyangga untuk

mengatasi kebutuhan selama masa pengisian kembali pada lead time dalam hal

realisasi kebutuhan lebih tinggi dari yang diperkirakan maupun lead time yang

melebihi perkiraan sebelumnya. Terhadap pembiayaan perusahaan stok pengaman

memberi 2 efek, yaitu menurunkan biaya stock out dan meningkatkan biaya

penyimpanan (Tersine, R.J, 1994).

Pada sistem persediaan yang ideal, pola kebutuhan rata – rata akan

berulang tanpa variasi. Dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini :

35

Page 29: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Diagram 2.7 Sistem Persediaan yang IdealSumber : Tersine, Richard J., Principles of Inventory and Materials Management, 1994, hal 206

Pada kenyataannya pola kebutuhan selalu berubah dari waktu ke waktu seperti

contoh pada gambar berikut :

Diagram 2.8 Sistem Persediaan Sumber : Tersine, Richard J., Principles of Inventory and Materials Management, 1994, hal 207

36

Page 30: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Pada daur pertama, kebutuhan pada masa lead time sangat besar sehingga terjadi

stock out. Pada daur kedua kebutuhan pada lead time lebih kecil dari yang

diperkirakan, pengisian barang diterima sebelum stok pengaman dicapai. Pada

daur ketiga kebutuhan pada lead time lebih besar tetapi masih dapat ditanggulangi

oleh stok pengaman. Stok pengaman diperlukan karena baik peramalan maupun

estimasi tidak selalu tepat dan kadangkala pemasok terlambat dalam pengiriman

barang. Beberapa hal yang memerlukan perhatian :

(1) Kecepatan pemakaian yang lebih besar dari ramalan/estimasi

(2) Keterlambatan pengiriman barang

(3) Barang yang datang tidak memenuhi persyaratan / reject.

Tanpa adanya stok pengaman, situasi di atas dapat menimbulkan terjadinya stock

out, sementara perlu pula diperhatikan bahwa setiap peningkatan pada stok

pengaman dapat mengurangi keuntungan. Reaksi pelanggan terhadap kondisi

stock out ada 2 kemungkinan :

(1) Menerima backorder atau penundaan penerimaan.

Dalam situasi ini umumnya perusahaan akan mengeluarkan pesanan

darurat untuk mendapatkan barang yang diperlukan, mengakibatkan

munculnya biaya tambahan (biaya stock out) dalam ekspedisi, biaya

penanganan, biaya pengapalan, dan biaya pengepakan ekstra.

(2) Membatalkan pembelian (lost sale)

Kebutuhan pelanggan akan barang akan diganti oleh pesaing. Dalam

hal ini biaya stock out bervariasi mulai dari kehilangan keuntungan

37

Page 31: 07 BAB II teori manajemen persediaan

penjualan sampai kehilangan yang tak spesifik seperti nama

baik/goodwill.

Pada saat barang diterima, tingkat persediaan akan tinggi, namun saat

sebelum kedatangan barang, tingkat persediaan akan rendah dan berada disekitar

besarnya stok pengaman. Waktu kritis untuk memenuhi permintaan adalah pada

masa lead time. Bila kuantitas order bertambah besar, maka berarti frekuensi order

per tahun menjadi kecil sehingga kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan

juga berkurang.

Stok pengaman dapat dipandang sebagai investasi permanen dalam

persediaan. Bila pada model deterministik fixed order size besar rata – rata

persediaan adalah Q/2, dengan adanya stok pengaman, rata – rata persediaan

menjadi S + Q/2 dimana S adalah jumlah stok pengaman dan Q adalah besarnya

pesanan. Stok pengaman (demikian pula reorder point) menjadi lebih besar untuk

kondisi :

(1) Biaya stock – out tinggi

(2) Tingkat layanan tinggi

(3) Biaya penyimpanan rendah

(4) Variasi permintaan yang besar

(5) Variasi yang besar dalam lead time

Berapa besarnya stok pengaman yang perlu disediakan sangat bergantung kepada

fluktuasi permintaan pada lead time, fluktuasi lead time, dan tingkat pelayanan

yang diinginkan.

38

Page 32: 07 BAB II teori manajemen persediaan

2.1.9.8 Titik Pemesanan Ulang (Reorder Point)

Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2011), titik pemesanan ulang

(reorder point) adalah tingkat persediaan dimana ketika persediaan mencapai titik

tertentu, harus dilakukan pemesanan.

Rumus ROP ditulis sebagai :

ROP = d x L

dimana :

d = permintaan per hari

L = lead time untuk pemesanan baru

Waktu tunggu = L

Kemiringan = unit/hari = d

Tingkat Persediaan

Waktu (hari)

Q*

ROP (unit)

Diagram 2.9 Titik Pemesanan Ulang (reorder point)

Keterangan: Q* adalah kuantitas pesanan optimum, dan waktu tunggu

menggambarkan waktu antara penempatan pesanan dan penerimaan pesanan.

39

Page 33: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Persamaan ROP di atas mengasumsikan permintaan selama waktu tunggu dan

waktu tunggu itu sendiri adalah konstan. Permintaan perhari (d) dihitung dengan

membagi permintaan tahunannya (D) dengan jumlah hari kerja dalam satu tahun:

Permintaan per hari =D

Jumlah hari kerja per tahun

Permintaan yang probabilistik dan bersifat kontinu pada umumnya mengikuti pola

distribusi normal. Dalam hal ini reorder point dapat dihitung dengan mengikuti

rumus :

B = M + S

= M + Z

Dimana : B = Reorder point

M = Rata – rata permintaan pada masa lead time

S = Stok pengaman

Z = Standard normal deviasi

= simpangan baku dari lead time demand

Melalui rumus ini, titik pemesanan ulang ditetapkan sama dengan

permintaan rata – rata sepanjang tenggang waktu pemesanan M ditambah

sejumlah tertentu penyimpangan standar untuk melindungi dari kehabisan

persediaan.

2.1.9.9 Konflik dalam Masalah Persediaan

40

Page 34: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Persediaan seringkali menjadi sumber konflik antar manajemen dalam

suatu perusahaan karena setiap manajer mempunyai pertimbangan yang berlainan

dalam masalah persediaan.

Tujuan utama dari manajemen persediaan adalah meminimalkan investasi

persediaan, memaksimalkan layanan pada pelanggan dan mendukung operasional

yang efektif. Secara lebih spesifik, tujuan pengendalian persediaan dapat

dinyatakan sebagai : biaya per unit yang rendah, perputaran persediaan (inventory

turnover) yang tinggi, kualitas yang konsisten, hubungan yang baik dengan

pemasok dan suplai yang kontinu. Pada kenyataannya, semua tujuan di atas tidak

selalu sesuai dengan kebutuhan secara keseluruhan. Penekanan pada inventory

turnover bias saja menyebabkan biaya per unit menjadi lebih tinggi karena

pembelian yang lebih sering dalam jumlah kecil. Sebaliknya bila biaya per unit

yang menjadi rendah karena pembelian dalam jumlah besar, hal ini dapat

mengurangi inventory turnover (Tersine, R.J., 1994). Tabel berikut

menggambarkan perbedaan orientasi antar departemen terhadap persediaan.

Tabel 2.3 Perbedaan orientasi antar departemen terhadap persediaan

Departemen Tanggung JawabTujuan dalam

PersediaanTingkat persediaan

Marketing Menjual produk Layanan yang baik TinggiProduksi Membuat produk Ukuran lot yang

efisienTinggi

Pembelian Membeli barang Biaya per-unit rendah

Tinggi

Keuangan Modal kerja Efisiensi modal RendahEngineering Desain produk Menghindari

onsolensiRendah

Sumber : Tersine, R.J., 1994

41

Page 35: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Sementara konflik antar departemen terhadap persediaan dapat digambarkan pada

tabel berikut.

Tabel 2.4 Konflik antar departemen terhadap persediaanDepartemen Respon Tipikal

Marketing

Kami tidak dapat menjual barang kosong. Bagaimana kami dapat mempertahankan pelanggan bila selalu terjadi kekurangan persediaan dan persediaan produk tidak lengkap.

Produksi Dengan lot size yang lebih besar, kami dapat menurunkan biaya per unit dan berfungsi lebih efisien

Pembelian Biaya per unit dapat diturunkan bila membeli dalam jumlah besar

Keuangan Bagaimana mendapatkan dana untuk persediaan,tingkat persediaan lebih baik diturunkan

Warehouse Tidak ada tempat penyimpanan untuk menyimpan semua barang persediaan

Sumber : Tersine, R.J., 1994

Tanggung jawab atas persediaan sering kali dibagi antar departemen

sesuai dengan fungsinya. Pembelian ambil bagian atas bahan baku dan semua

barang yang dibeli, bagian produksi atas barang dalam proses, dan bagian

marketing mengontrol produk jadi. Pengalokasian tanggung jawab ini nampak

logis, namun kemampuan untuk melakukan kontrol yang berimbang tidak ada di

semua departemen. Pada umumnya akan lebih baik untuk menempatkan semua

tanggung jawab atas barang persediaan di satu lokasi di bawah tanggung jawab

manajerial. Konflik antar departemen serta suboptmasi jarang terjadi bilamana

semua jenis persediaan berada di bawah control material manajer.

Manajemen material bekerja untuk mengkonsolidasikan aktifitas,

meningkatkan koordinasi dan menyediakan satu sumber informasi bagi persediaan

42

Page 36: 07 BAB II teori manajemen persediaan

tidak dapat diselesaikan sendiri di masing-masing area karena terdapat saling

ketergantungan antara distribusi, penyimpangan, produksi, penanganan material,

pembelian, pemasaran, dan keuangan. Bilamana aktivitas yang saling tergantung

dikelola sebagai aktivitas yang independen, besar kemungkinan terjadi konflik

antar aktivitas (Tersine, R.J., 1994).

2.1.10 Peramalan

Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2011) serta Roger G. Schroeder

(2011), peramalan adalah seni dan ilmu pengetahuan dalam memprediksi kejadian

di masa yang akan datang. Dalam suatu perusahaan, manager biasanya tertarik

dalam memprediksi permintaan di masa yang akan datang.

Peramalan penting bagi setiap organisasi bisnis dan untuk setiap keputusan

manajemen yang signifikan. Dalam manajemen fungsional yaitu keuangan dan

akuntansi, peramalan memberikan dasar bagi perencanaan anggaran dan

pengendalian biaya. Bagian Pemasaran bergantung pada peramalan penjualan

untuk merencanakan produk baru, kompensasi penjualan pribadi, dan membuat

keputusan penting lainnya. Bagian Operasi menggunakan peramalan untuk

membuat keputusan periodik yang melibatkan pemilihan pemasok, pemilihan

proses, perencanaan kapasitas, dan tata letak fasilitas, serta untuk keputusan terus-

menerus mengenai pembelian, perencanaan produksi, penjadwalan, dan

persediaan (Chase & Jacobs, 2011).

43

Page 37: 07 BAB II teori manajemen persediaan

2.1.10.1 Peramalan Horizon Waktu

Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2011), peramalan

diklasifikasikan berdasarkan atas horizon waktu masa depan dalam cakupannya.

Horizon waktu terbagi menjadi tiga kategori :

a. Peramalan jangka pendek

Peramalan jangka pendek meliputi jangka waktu hingga 1 tahun,

namun pada umumnya kurang dari 3 bulan. Peramalan jangka pendek

digunakan untuk perencanaan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah

tenaga kerja, penugasan kerja dan tingkat produksi.

b. Peramalan jangka menengah

Peramalan jangka menengah atau intermediet pada umunya meliputi

jangka waktu dari 3 bulan hingga 3 tahun. Peramalan ini berguna

dalam perencanaan penjualan, perencanaan dan anggaran produksi,

anggaran kas, dan analisis bermacam-macam rencana operasi.

c. Peramalan jangka panjang

Peramalan jangka panjang pada umumnya meliputi jangka waktu 3

tahun atau lebih. Peramalan jangka panjang digunakan untuk

perencanaan produk baru, pembelanjaan modal, perluasan lokasi atau

fasilitas serta penelitian dan pengembangan.

44

Page 38: 07 BAB II teori manajemen persediaan

2.1.10.2 Jenis – Jenis Peramalan

Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2011), suatu perusahaan

menggunakan tiga jenis peramalan yang utama dalam perencanaan operasi di masa

yang akan datang, diantaranya :

a. Peramalan ekonomi, membahas mengenai siklus bisnis dengan

memprediksi tingkat inflasi, persediaan dana, pembangunan awal

perumahan, dan indikator perencanaan lainnya.

b. Peramalan teknologi, menyangkut tingkat kemajuan teknologi yang

dapat menghasilkan produk baru yang menarik, membutuhkan pabrik

dan peralatan yang baru.

c. Peramalan permintaan adalah proyeksi permintaan terhadap produk

atau jasa suatu perusahaan. Peramalan ini disebut juga peramalan

penjualan yang mengendalikan produksi, kapasitas, dan sistem

penjadwalan perusahaan serta berfungsi sebagai input bagi perencanaan

keuangan, pemasaran, dan sumber data manusia.

2.1.10.3 Metode Peramalan

A. Metode Kualitatif

Dalam istilah umum, metode peramalan kualitatif mengandalkan

pertimbangan manajerial, pengalaman, data yang relevan, dan model

matematika yang implisit. Metode peramalan kualitatif berguna ketika

kekurangan data atau ketika data terdahulu bukan merupakan prediktor

yang dapat diandalkan untuk masa yang akan datang. Ketika hal ini

45

Page 39: 07 BAB II teori manajemen persediaan

terjadi, data yang terdahulu harus diikuti dengan pertimbangan sebelum

suatu peramalan dapat dikembangkan. Dalam kasus ini, manusia

sebagai pengambil keputusan dapat memanfaatkan data terbaik yang

tersedia dan pendekatan kualitatif untuk mendatangkan peramalan.

Metode peramalan kualitatif dapat juga digunakan untuk

memperkenalkan produk baru dan jasa baru, dimana data permintaan

historis tidak tersedia. Dalam kasus ini, metode peramalan kualitatif

digunakan untuk mengembangkan peramalan berdasarkan analogi atau

penggunaan selektif dari data riset pasar. (Schroeder, 2013).

B. Metode Kuantitatif

Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2011), lima metode peramalan

kuantitatif terbagi ke dalam dua kategori, diantaranya :

a. Model Deret Waktu (Time-Series Models)

Model deret waktu memprediksi asumsi bahwa masa yang akan datang

adalah fungsi dari masa lalu. Model ini melihat apa yang telah terjadi

selama periode waktu tertentu dan menggunakan serangkaian data

terdahulu untuk membuat peramalan. Model deret waktu terdiri atas :

1. Pendekatan Naif (Naïve Approach)

Teknik paling sederhana untuk meramal adalah berasumsi bahwa

permintaan di periode mendatang akan sama dengan permintaan pada

periode terakhir. Untuk beberapa jenis produk, pendekatan naïf adalah

model peramalan objektif yang paling efektif dan efisien dari segi

46

Page 40: 07 BAB II teori manajemen persediaan

biaya. Teknik ini menyediakan titik awal untuk perbandingan dengan

model lain yang lebih canggih.

2. Rata – Rata Bergerak (Moving Average)

Peramalan dengan metode rata – rata bergerak menggunakan sejumlah

nilai data aktual masa lalu untuk menghasilkan peramalan. Metode ini

berguna jika kita dapat mengasumsikan permintaan pasar akan cukup

stabil selama masa kita ramalkan. Secara matematis, metode rata – rata

bergerak sederhana (merupakan prediksi dari permintaan periode

mendatang) dinyatakan sebagai berikut :

Rata-rata bergerak =∑Permintaan dalam n periode sebelumnya

n

dimana n adalah jumlah periode dalam rata-rata bergerak.

Ketika terdapat tren atau pola yang terdeteksi, pembobotan dapat

digunakan untuk menempatkan penekanan yang lebih pada nilai

terbaru. Praktek ini membuat teknik peramalan lebih resposif terhadap

perubahan karena lebih banyak periode terkini yang mungkin lebih

berbobot. Pemilihan pembobotan ini merupakan hal yang tidak pasti

karena tidak ada rumus untuk menetapkan mereka. Oleh karena itu,

keputusan pembobotan yang akan dipakai membutuhkan pengalaman.

Contohnya, jika bulan atau periode terakhir diberi bobot yang terlalu

besar, peramalan dapat menggambarkan perubahan besar yang tidak

biasa pada permintaan atau pola penjualan terlalu cepat. Rata-rata

47

Page 41: 07 BAB II teori manajemen persediaan

bergerak dengan pembobotan akan digambarkan secara sistematis

sebagai berikut :

Pembobotan rata-rata bergerak =∑ (Bobot periode n )( Permintaan dalam periode n)

∑ Bobot

3. Penghalusan Eksponensial (Exponential Smoothing)

Penghalusan eksponensial merupakan metode peramalan rata – rata

bergerak dengan pembobotan yang canggih dan masih mudah

digunakan. Metode ini melibatkan pencatatan data masa lalu yang

sangat sedikit. Rumus dasar metode ini ditunjukkan sebagai berikut :

Peramalan baru =

Peramalan periode terakhir

+α (Permintaan aktual periode terakhir – peramalan periode

terakhir)

dimana α adalah sebuah bobot atau konstanta penghalusan yang dapat

dipilih oleh peramal yang mempunyai nilai antara 0 dan 1. Persamaan

rumus diatas juga dapat ditulis secara sistematis sebagai berikut :

Ft = Ft-1 + α (At-1 – Ft-1)

dimana:

Ft = peramalan baru

Ft-1 = peramalan periode sebelumnya

α = konstanta penghalusan (pembobotan) (0 ≤ α ≤ 1)

At-1 = permintaan aktual periode lalu

Perkiraan permintaan terakhir adalah sama dengan perkiraan yang lalu

disesuaikan dengan sebagian perbedaan antara permintaan aktual

48

Page 42: 07 BAB II teori manajemen persediaan

periode terakhir dan perkiraan yang lalu. Konstanta penghalusan, α,

umumnya berada dalam rentang 0,05 hingga 0,50 untuk aplikasi bisnis.

Konstanta ini dapat diubah untuk memberikan bobot yang lebih besar

terhadap data terkini (ketika nilai α tinggi) atau bobot yang lebih besar

terhadap data yang lalu (ketika nilai α rendah).

4. Penghalusan Eksponensial dengan Penyesuaian Trend (Exponential

Somoothing with Trend Adjustment)

Metode penghalusan eksponensial yang sederhana adalah seperti teknik

lainnya yaitu rata – rata bergerak, gagal dalam merespon tren. Alasan

mengapa penghalusan eksponensial ini harus dimodifikasi ketika

terdapat tren adalah diasumsikan bahwa permintaan atas barang atau

jasa kita meningkat 100 unit per bulan dan kita telah melakukan

peramalan dengan α = 0,4 pada model penghalusan eksponensial. Tabel

di bawah ini menunjukan keterlambatan yang besar pada bulan ke-dua,

ke-tiga, ke-empat, dan ke-lima, bahkan jika perkiraan awal untuk bulan

pertama dinayatakan sempurna :

Bulan Permintaan Aktual Ramalan untuk BulanT (FT)1 100 F1 = 100

2 200F2 = F1 + α(A1 – F1) = 100 + A(100 – 100) = 100

3 300F3 = F2 + α(A2 – F2) = 100 + A(200 – 100) = 140

4 400F4 = F3 + α(A3 – F3) = 100 + A(300 – 140) = 204

5 500F5 = F4 + α(A4 – F4) = 100 + A(400 – 204) = 282

Untuk meningkatkan ramalan, kita menggambarkan model penghalusan

eksponensial yang lebih rumit, salah satunya menyesuaikan dengan tren.

49

Page 43: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Gagasannya adalah dengan menghitung rata – rata penghalusan

eksponensial dari data, kemudian disesuaikan untuk keterlambatan

positif atau negatif pada tren. rumusnya adalah :

Ramalan dengan tren (FITt) = ramalan penghalusan eksponensial (Ft) +

tren penghalusan eksponensial (Tt)

Dengan penghalusan eksponensial dengan penyesuaian tren, estimasi

rata-rata dan tren dihaluskan. Prosedur ini membutuhkan dua konstanta

penghalusan, α untuk rata-rata dan β untuk tren. Kemudian, kita

menghitung rata-rata dan tren untuk setiap periode. Rumus Penghalusan

Eksponential dengan Penyesuaian Trend adalah sebagai berikut :

Ft = α (At-1) + (1-α) (Ft-1 + Tt-1) , Tt = β (Ft-Ft-1) + (1-β) Tt-1

dimana:

Ft = peramalan dengan eksponensial yang dihaluskan dari deret data

pada periode t

Tt = tren dengan eksponensial yang dihaluskan pada periode t

At = permintaan aktual periode t

α = konstanta penghalusan untuk rata-rata (0 ≤ α ≤ 1)

β = konstanta penghalusan untuk tren (0 ≤ β ≤ 1)

5. Proyeksi Tren (Trend Projection)

50

Page 44: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Proyeksi tren merupakan teknik peramalan yang mencocokkan garis tren

pada serangkaian data masa lalu, kemudian memproyeksikan garis pada

masa mendatang untuk peramalan jangka menengah atau jangka panjang.

Jika kita memilih untuk mengembangkan garis tren linier dengan

menggunakan metode statistik yang tepat, kita dapat menggunakan

metode least-square. Persamaan garis untuk menggambarkan metode ini

adalah sebagai berikut :

y=a+bx

dimana:

y = nilai terhitung dari variabel yang akan diprediksi (disebut variabel

terkait)

a = persilangan sumbu y

b = kemiringan garis regresi (atau tingkat perubahan pada y untuk

perubahan yang terjadi di x)

x = variable bebas (dalam kasus ini adalah waktu)

Untuk menentukan nilai a dan b, akan dijelaskan dengan rumus berikut :

b = ∑ xy−n x y

∑ x2−n x2

dimana:

b = kemiringan garis regresi

∑ = tanda penjumlahan total

x = nilai variabel bebas yang diketahui

y = nilai variabel terkait yang diketahui

51

Page 45: 07 BAB II teori manajemen persediaan

n = jumlah data dalam percobaan

nilai y-intercept dihitung dengan rumus :

a = ȳ - bxU

dimana:

ȳ = rata-rata nilai y

xU = rata-rata nilai x

b. Model Asosiatif : Analisis Regresi dan Korelasi

Analisis regresi dan korelasi termasuk ke dalam metode peramalan

asosiatif. Model ini menggabungkan banyak variabel atau faktor yang

mungkin mempengaruhi kuantitas yang sedang diramalkan.

1. Analisi Regresi untuk Peramalan

Model matematika yang sama dapat digunakan ketika diterapkan pada

metode least-square dalam proyeksi tren untuk melakukan analisis

regresi linier. Variabel terikat yang akan diramal adalah tetap y.

Namun sekarang variabel bebas, x, tidak ada lagi saat ini. Persamaan

yang digunakan adalah sebagai berikut :

y=a+bx

dimana:

y = nilai dari variabel terikat

a = persilangan sumbu y

b = kemiringan garis regresi

52

Page 46: 07 BAB II teori manajemen persediaan

x = variabel bebas

2. Standar Error dari Perkiraan

Standar error dari perkiraan digunakan untuk mengukur akurasi dari

perkiraan regresi. Perhitungan ini disebut standar deviasi dari suatu

regresi. Hal ini mengukur kesalahan dari variabel terikat, y, terhadap

garis regresi. Persamaan untuk menghitung standar deviasi adalah

sebagai berikut :

Sy , x=√∑ ( y− yc)2

n−2

dimana :

y = nilai y dari masing-masing data

yc = nilai dari variabel bebas, dihitung dari persamaan regresi

n = jumlah data

3. Koefisien Korelasi untuk Garis Regresi

Persamaan regresi adalah salah satu cara untuk menggambarkan

hubungan antara dua variabel. Garis regresi adalah bukan hubungan

sebab akibat, namun hanya menggambarkan hubungan diantara

variabel-variabel. Persamaan regresi menunjukkan bagaimana satu

variabel berhubungan dengan nilai dan perubahan variabel lain.

Koefisien korelasi digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara dua

variabel. Koefisien korelasi mengukur derajat atau kekuatan hubungan

linier. Koefisien korelasi bernilai antara +1 dan -1. Persamaan untuk

menghitung koefisien korelasi, r, adalah sebagai berikut :

53

Page 47: 07 BAB II teori manajemen persediaan

r = n∑ xy−∑ x∑ y

√[n1∑ x2−(∑ x )2 ] [n∑ y2−(∑ y )2 ]koefisien determinasi, r2, adalah persentase dari variasi variabel terikat

(y) yang dijelaskan lewat persamaan regresi. Nilai koefisien

determinasi akan selalu bernilai positif dalam rentang 0 ≤ r2 ≤ 1.

4. Analisis regresi multiple

Analisis regresi multiple menggambarkan model dengan beberapa

variabel bebas daripada hanya satu variabel. Persamaannya adalah

sebagai berikut :

y=a+b1 x1+b2 x2

dimana :

y = variabel terikat, penjualan

a = konstanta a, persilangan sumbu y

x1 dan x2 = nilai dari kedua variabel bebas

b1 dan b2 = koefisien untuk kedua variabel bebas

2.1.10.4Pengukuran Kesalahan Peramalan

Secara keseluruhan, akurasi dalam beberapa model peramalan, seperti rata

– rata bergerak, penghalusan eksponensial, dan lainnya dapat ditentukan dengan

membandingkan nilai ramalan dengan nilai actual. Jika Ft ditulis sebagai ramalan

pada periode t, dan At ditulis permintaan actual pada periode t, kesalahan

peramalan atau deviasi didefinisikan sebagai berikut :

Kesalahan peramalan = permintaan aktual – nilai ramalan

54

Page 48: 07 BAB II teori manajemen persediaan

= At – Ft

Beberapa metode pengukuran kesalahan peramalan digunakan dalam

prakteknya untuk menghitung kesalahan peramalan secara keseluruhan.

Pengukuran kesalahan peramalan ini juga dapat digunakan untuk membandingkan

model peramalan yang berbeda serta memantau peramalan untuk memastikan

bahwa peramalan berjalan dengan baik. Tiga metode pengukuran kesalahan yang

banyak digunakan diantaranya :

A. Mean Absolute Deviation (MAD)

Nilai MAD dihitung dengan menjumlahkan nilai absolut dari masing-

masing kesalahan (deviasi) peramalan dibagi dengan jumlah data dari

periode (n) :

MAD = ∑|aktual−ramalan|n

B. Mean Squared Error (MSE)

Nilai MSE dihitung dari rata – rata kuadrat dari perbedaan nilai ramalan

dan nilai yang diamati.

MSE = ∑ (kesalahan ramalan )2

n

C. Mean Absolute Percent Error (MAPE)

Masalah yang ada pada perhitungan MAD dan MSE adalah bahwa

nilai keduanya bergantung pada besaran item yang akan diramal. Jika

item ramalan dihitung dalam ribuan, nilai MAD dan MSE menjadi

sangat besar. Untuk menghindari hal ini, digunakan MAPE. MAPE

55

Page 49: 07 BAB II teori manajemen persediaan

dihitung dari rata – rata perbedaan absolut antara nilai ramalan dan

nilai aktual, ditulis sebagai persentase dari nilai aktual.

MAPE = ∑i=1

n

100|aktual i−ramalani|/aktuali

n

2.2 Kerangka Pemikiran

Manajemen operasi memiliki suatu peranan yang sangat penting dalam

suatu perusahaan karena seluruh kegiatan perusahaan difokuskan untuk membantu

dan mendukung kegiatan manajemen operasi. Menurut Kant, S, et al. (2007) dan

Gopalakrishnan, P. (1987) yang dikutip oleh Anand, T., et. al. (2010) bahwa

sekitar sepertiga dari anggaran rumah sakit tahunan dihabiskan untuk membeli

bahan-bahan dan perlengkapan rumah sakit, termasuk obat-obatan. Obat – obatan

mengkonsumsi sekitar 60% dari total biaya yang dihabiskan oleh rumah sakit.

Oleh karena itu, obat-obatan merupakan salah satu pusat terapi yang paling

banyak digunakan dalam fasilitas pelayanan kesehatan, di mana sejumlah besar

biaya pengeluaran di rumah sakit dihabiskan untuk pembelian obat-obatan secara

berulang.

Sejauh ini, banyak obat yang kehabisan stok dan kadaluarsa sebelum

digunakan. Tidak adanya atau kurangnya jumlah obat-obatan di instalasi farmasi

dapat menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi buruk dan reputasi yang kurang

baik bagi rumah sakit. Dengan demikian, kebutuhan untuk perencanaan,

perancangan, dan mengatur instalasi farmasi dengan cara yang dapat

56

Page 50: 07 BAB II teori manajemen persediaan

menghasilkan layanan klinis dan administratif yang efisien menjadi hal yang

relevan dalam situasi ini.

Pengendalian persediaan adalah sistem ilmiah yang menunjukkan seperti

apa yang dipesan, kapan waktu pemesanan, berapa banyak yang dipesan, dan

berapa banyak stok yang tersedia sehingga biaya pembelian dan biaya

penyimpanan dapat dijaga serendah mungkin. Hal ini dapat membantu melindungi

perusahaan terhadap fluktuasi persediaan dan permintaan, ketidakpastian, dan

meminimalisasikan waktu tunggu. Terdapat beberapa metode yang berkaitan

dengan pengendalian persediaan, namun dua metode yang umum digunakan

adalah Analisis ABC dan VED.

Dari analisis ABC-VED dideroleh data kelompok obat kategori I (AV,

BV, CV, AE, dan AD) kemudian dilakukan peramalan kebutuhan obat untuk

tahun 2015. Selanjutnya dilakukan perhitungan EOQ dan ROP kelompok obat

tersebut. Setelah itu dihitung total inventory cost (TIC) berdasarkan cara

pengadaan obat rumah sakit dan TIC berdasarkan EOQ untuk mengetahui

efisiensi metode pengadaan dan pengendalian persediaan diantara keduanya.

57

Page 51: 07 BAB II teori manajemen persediaan

Input

Proses

Output

Diagram 2.10 Bagan Kerangka Pemikiran

Manajemen Operasi

(Heizer & Render)

Manajemen Persediaan(Charles T. Horngren)

Klasifikasi ABC dan VED

(Richard J. Tersine)

Kelompok Obat BPJS Prioritas I : AV, BV,

CV, AE, AD

Pengendalian Persediaan Obat

BPJS

Peramalan kebutuhan obat

BPJS tahun 2015

Perhitungan EOQ obat BPJS

Perhitungan ROP obat BPJS

58