Upload
ibrahim-ajie
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Kewenangan Kebijakan Dalam Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Jakarta, 3 Juni 2015
Bahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Pada FGD dengan topik
“Harmonisasi Kewenangan Kebijakan Hilirisasi Industri Pertambangan”
2
Daftar Isi1. Pendahuluan
2. Dasar Hukum
3. Postur Mata Rantai Peningkatan Nilai Tambah
4. Manfaat bagi Negara
5. Kriteria dan Batasan Kewenangan
6. Kesimpulan
3
1. Pendahuluan
1. Kandungan logam berharga dalam bijih (ore/raw material) mineral di alam sangat rendah (berkisar kurang dari 1% - 4%). Oleh karena itu perlu dilakukan ekstraksi logam tersebut melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian dengan penerapan teknologi metalurgi untuk memperoleh komoditas yang bernilai tinggi (mencegah pengurasan sumber daya mineral secara besar-besaran);
2. Berdasakan definisi dalam UU 11 Tahun 1967, Kegiatan pengolahan dan pemurnian merupakan bagian dari kegiatan pertambangan;
3. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral adalah Menteri teknis yang membidangi pertambangan mineral dan batubara;
4. Tumpang tindih kewenangan ini sudah dibahas dalam rapat koordinasi dengan Kemenko Perekonomian, KESDM, dan Kemenperin serta ditindaklanjuti dengan pembahasan bilateral antara Kemenperin dan KESDM yang dipimpin oleh kedua Wakil Menteri;
Latar Belakang
4
2. Dasar Hukum
1. Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian telah diatur sejak Undang Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan :
a. Pasal 2 : “pengolahan dan pemurnian: pengerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian itu”
b. Pasal 14 : Usaha pertambangan bahan-bahan galian dapat meliputi :1) penyelidikan umum;2) eksplorasi;3) eksploitasi;4) pengolahan dan pemurnian;5) pengangkutan;6) penjualan;
2.1. Sebelum Era UU No. 4 Tahun 2009
5
2. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 Tentang Kewenangan Peraturan, Pembinaan, dan Pengembangan Industri :
Pasal 2• Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 1, pelaksanaan kewenangan pembinaan dan pengembangan industri tertentu
diserahkan kepada Menteri lainnya, sebagai berikut:1) penyulingan minyak bumi,2) pencairan gas alam,3) pengolahan bahan galian,4) pengolahan bijih timah menjadi ingot timah,5) pengolahan bauksit menjadi alumina,6) pengolahan bijih logam mulia menjadi logam mulia,7) pengolahan bijih tembaga menjadi ingot tembaga,8) pengolahan bahan galian logam mulia lainnya menjadi ingot logam.9) Pengolahan bijih nikel menjadi ingot nikel,diserahkan kepada Menteri Pertambangan dan Energi;
• Penyerahan kewenangan pembinaan dan pengembangan di bidang-bidang industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disertai pula dengan kewenangan pengaturan yang meliputi perumusan dan penetapan kebijaksanaan yang bersifat teknis di bidang-bidang yang bersangkutan.
2. Dasar Hukum (lanjutan)
6
3. Pasal 2, Kepres No. 16 Tahun 1987 Tentang Penyederhanaan Pemberian Ijin Usaha Industri :• Kewenangan pengaturan, pembinaan dan pengembangan termasuk pemberian Izin Usaha Industri atas
Kelompok Industri, Jenis Industri, dan Komoditi Industri adalah sesuai dengan kewenangan masing-masing sektor, yaitu sektor Pertanian, Pertambangan dan Energi, Perindustrian, dan Kesehatan.
• Lingkup kewenangan Menteri dalam masing-masing sektor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986, yaitu :a. Kewenangan Menteri Pertambangan dan Energi :
1) penyulingan minyak bumi;2) pencairan gas alam;3) pengolahan bahan galian bukan logam tertentu;4) pengolahan bijih timah menjadi ingot timah;5) pengolahan bauksit menjadi alumina,6) pengolahan bijih mulia menjadi logam mulia;7) pengolahan bijih tembaga menjadi ingot tembaga;8) pengolahan bahan galian logam mulia lainnya menjadi ingot logam;9) pengolahan bijih nikel menjadi ingot nikel.
2. Dasar Hukum (lanjutan)
7
2. Dasar Hukum
1. Sesuai Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara :a. Pasal 1:1) Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang:
2) Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang;
3) Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan;
4) Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/ atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan;
2.2. Pasca Era UU No. 4 Tahun 2009
8
2. Dasar Hukum
Sesuai Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara : b. Pasal 36 :
1)IUP terdiri atas dua tahap:a.IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan;b.IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.2)Pemegang IUP Eksplorasi dan pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
9
2. Sesuai dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian : Pasal 5 :
(1) Presiden berwenang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perindustrian.(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri (yang
membidangi Perindustrian).(3) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri
melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan Perindustrian Pasal 6:
(1) Kewenangan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) yang bersifat teknis untuk bidang Industri tertentu dilaksanakan oleh menteri terkait dengan berkoordinasi dengan Menteri (yang membidangi Perindustrian).
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan pengaturan yang bersifat teknis untuk bidang Industri tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Dasar Hukum (lanjutan)
10
2. Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara :
a. Pasal 36 :Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan pengangkutan dan
penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian, kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki:
a. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan;b. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian; dan/atauc. IUP Operasi Produksi.
b. Pasal 95 :(2). Peningkatan nilai tambah mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan melalui kegiatan:a. pengolahan logam; ataub. pemurnian logam.* Penjelasan : Peningkatan nilai tambah dalam ketentuan ini dilakukan dalam rangka meningkatkan dan
mengoptimalkan nilai tambang, tersedianya bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara.
2. Dasar Hukum (lanjutan)
11
3. Sesuai UU 4 Tahun 2009, PP 23 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri jo Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2015 tentang perubahan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1, diatur bahwa :
• Setiap jenis komoditas tambang mineral logam wajib diolah dan dimurnikan sesuai dengan batasan minimum pengolahan dan pemurnian.
• Setiap jenis komoditas tambang mineral non logam wajib diolah sesuai dengan batasan minimum pengolahan.
• Setiap jenis komoditas tambang mineral batuan wajib diolah sesuai dengan batasan minimum pengolahan.
2. Dasar Hukum (lanjutan)
12
3. Postur Mata Rantai Peningkatan Nilai Tambah
Kegiatan Hilir PerindustrianKegiatan Hilir PerindustrianKegiatan Hilir MinerbaKegiatan Hilir MinerbaKegiatan Hulu MinerbaKegiatan Hulu Minerba
(Meningkatkan Nilai Tambah(Meningkatkan Nilai Tambah Kedua Kedua))
INDUSTRI PRIMERINDUSTRI PRIMER INDUSTRI SEKUNDERINDUSTRI SEKUNDER
((MenambangMenambang dari perut bumi) dari perut bumi) (Meningkatkan Nilai Tambah Pertama)(Meningkatkan Nilai Tambah Pertama)
Usaha Pertambangan MinerUsaha Pertambangan Mineralal dan Batubara dan Batubara
Produk Akhir
Usaha Pengolahan LanjutUsaha Pengolahan Lanjut
SDASDA
Sumber DayaMineral
Eksploitasi
Eksploitasi
Eksplorasi
Eksplorasi
Mineral Bukan LogamMineral Bukan Logam
BatuanBatuan
Pengolahan
Pengolahan
•Penggerusan•Pencampuran•Upgrading
Produk olahanProses fisik-Tepung- Pellet Proses Kimia-Katalis-Filler-Coater, dll
•Crushing•Grinding•Sizing
Produk Akhir
Eksploitasi
(Komoditas Mineral Logam)
Eksplorasi
Mineral LogamMineral Logam CadanganPengolahan Pemurnian
• Industri kimia dasar• Aneka industriKimia (sabun, obat dll)Konstruksi
•Barang seni •Bahan Bangunan
Industri Mesin, logam dasar dan elektronika (IMELDE)Industri logam-besi baja
Cadangan
Cadangan Produk Akhir
•Separasi•Ekstraksi•Refining
LogamAlloy
ProsesLanjut
ProsesLanjut
Pemolesan/pemotongan
(Komoditas MineralBukan Logam)
(KomoditasBatuan)
Cat : Sesuai amanat PP 17 Tahun 1986 dan Lampiran Permen ESDM No. 8 Tahun 2015
13
H2SO4 Plant
Billet
Piping
Electrical
Architecture
Coinage
Bio Medical
Household
Chemical
Automotive
Household
Cu Ore
Cathode
AnodeConcentrate
Electro winning
Cu Smelter
Tube
Refining
Wire RodWire Cable
Strip
Roofs
Slab
Powder
Bronze Paint
Sinter Product
Anode Slime
Gypsum From Waste
Ada IndustriBelum Ada Industri Aplikasi Akhir
Keterangan,
A. TEMBAGA
Permen ESDM No. 8/2015
3. Postur Mata Rantai Peningkatan Nilai Tambah
14
Fe - Chrom & Alloys
Stainless Steel Sheet
Stainless Steel Rod, Saft Bar
Plate
Stainless Steel CRC
Electronic casing
Oil & Gas Trans.
Otomotive
Construction
Defence
Agriculture
Ship
Rail Way
Household
Building
Health
PackagingFood
APLICATIONS/ INDUSTRIES
Scrap
-
-
AGLO -MERATION
IRON MAKING
STEELMAKING & CASTING
Hot FORMING Cold FORMINGORE DRESSING
FINISHED PRODUCTSMINING
Sponge Iron
Sinter
Iron Ore Concentrate
Pellet
Iron Sand Concentrate
Iron Ore
Iron Sand
Hot Metal
Pig Iron
Billet
Bloom
Slab
Round Billet
Hot Rolled Coil
Plate, Heavy - Plate Welded - Pipe, Welded - Profile
Seamless Pipe
Cold Rolled Coil
Heavy Profile, Rail
Wire Rod
Direct Reduced
Iron
Bar
Profile & Deformed Bar
Stainless Steel Slab
Stainless Steel HRC
Stainless Steel Billet
Iron/steel Cast
Stainless Steel Rod/
Bar
Fe - Nickel Alloys
PC - Wire, Wire Rope, Electrode Wire
Rod, Bold, Nut
Wire
Shaft Bar
Plate, Welded -Pipe, Welded - Profile
GI-Sheet, Galvanized -Aluminized - Coated - Sheet
Tin plate
Hot Bricket Iron
B. BESI
Ada Industri Belum Ada Industri Aplikasi AkhirKeterangan,
Permen ESDM No. 8/2015
3. Postur Mata Rantai Peningkatan Nilai Tambah
15
C. ALUMUNIUM
Al Round Bar
Al Square Bar
Al Flat Bar
Al Tube
Al Sheet
Al Rod
Ladders
High Pressure Gas Cylinder
Sporting Goods
Machined Components
Road Barriers & Signs
Furniture
Lithographic Printing Plates
BauxiteBayer
ProcessHall-Heroult
Process Al IngotAlumina
Al Scrap
Ada IndustriBelum Ada Industri Aplikasi Akhir
Keterangan,
Permen ESDM No. 8/2015
3. Postur Mata Rantai Peningkatan Nilai Tambah
16
D. NIKEL
Ni Ore
Ni Calcine
HPAL Ni Refinery
Fe-Nickel
Ni Metal
Stainless Steel Slab
Stainless Steel HRC
Stainless Steel CRC
Stainless Steel Sheet
Non Ferrous Alloys
Ni Plating
Ni Alloy
Batteries
Stainless Steel Billet
Ni Matte
Rail Way
Oil & Gas Trans
Automotive
Ship
Construction
Agriculture
Electronic Casing
Defense
Household
Stainless Steel Rod / Bar
Ada Industri Belum Ada Industri Aplikasi Akhir
Keterangan,
Permen ESDM No. 8/2015
3. Postur Mata Rantai Peningkatan Nilai Tambah
17
E. TIMAH
Tin Ore ConcentrateSn Smelter Sn Refining
Sn MetalSn Small ingot
Sn Shot
Sn Pyramid
Sn Anode
Sn Powder
Sn Granule
Sn Sheet
Alloys
Coating
Household
Storage Facilities
Electrical
Sport Facilities
Ada Industri Belum Ada Industri Aplikasi Akhir
Keterangan,
Permen ESDM No. 8/2015
3. Postur Mata Rantai Peningkatan Nilai Tambah
18
KIMIAKOSMETIKBAHAN REFRAKTORIKERAMIKLISTRIKSEMENPUPUKINDUSTRI LAINNYA
Bahan Bangunan
Dimensional Stone
“Perhiasan”
MINERALNON LOGAM DAN BATUAN
PEMECAHANPENGGERUSAN
PENINGKATAN KADAR
Permen ESDM No. 8/2015
Keterangan :
3. Postur Mata Rantai Peningkatan Nilai Tambah
19
4. Manfaat
No Aspek Keuntungan Bagi Negara
1 Kesesuaian Dengan Peraturan Perundang-undangan
Sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku bahwa pelaksanaan kewenangan pembinaan dan pengembangan industri pengolahan dan pemurnian mineral hasil pertambangan hingga produk logam diserahkan kepada Menteri ESDM
2 Optimalisasi Penerimaan Negara Dapat dipastikan hal-hal sebagai berikut:1.Pemasok bahan baku berasal dari IUP CnC - Melaksanakan kaidah-kaidah pertambangan yang baik - Taat atas kewajiban penerimaan negara2.Bertransaksi dengan Harga Patokan Mineral3.Pemerintah dapat menarik royalti dari mineral pengikut yang mempunyai nilai komersial (misalkan Co dalam Nikel atau Au dalam Pb & Zn)4.Pemerintah dapat memberikan insentif bagi IUP yang melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri yaitu dengan memberikan royalti yang lebih rendah pada produk hasil pemurnian (Revisi PP 9 Tahun 2012)
4.1. MANFAATManfaat bagi Negara apabila kegiatan pengolahan dan pemurnian hasil kegiatan pertambangan mineral berada dalam pembinaan dan pengawasan KESDM adalah sebagai berikut:
20
4. ManfaatNo Aspek Keuntungan Bagi Negara
3 Jaminan Pasokan Bahan Baku Industri di dalam Negeri1.DMO Hulu2.DMO Hilir(Permen ESDM No. 34 Tahun 2009)
Dengan diaturnya peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri maka DMO hulu dari kegiatan pertambangan sudah “fully dedicated to local demand”. Permen ESDM No. 34 Tahun 2009 mengatur pengutamaan mineral untuk kebutuhan dalam negeri, melalui perijinan IUP OPK Pengolahan dan Pemurnian maka produk hasil pengolahan dan pemurnian dapat ditetapkan besaran DMO hilir. Misalkan untuk NPI, Copper cathode, FeNI, dll
4 Jaminan pasokan bahan baku Tahapan Operasi Produksi dapat dimulai setelah mendapatkan persetujuan Studi Kelayakan (FS), sehingga aspek penting berikut ini dapat dipastikan:a. Sumber dan Cadangan yang mencukupib. Kesesuaian teknologi dengan karakteristik mineralc. Keekonomian sehingga dapat memberikan kontribusi yang optimal kepada negara
5 Pembinaan dan Pengawasan 1. Pengawasan Lingkungan dan keselamatan tenaga kerja akan lebih ketat dikarenakan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja sudah sangat teknis untuk mencegah terjadinya kecelakaan
2. Inspeksi rutin dilakukan oleh Inspektur Tambang Pusat dan Daerah3. Adanya kewajiban melapor dan mekanisme investigasi pada setiap
kasus lingkungan dan kejadian berbahaya untuk mencegah terulang nya kejadian yang sama (Frequency Rate dan Severity Rate)
21
4. Manfaat
No Aspek Kelemahan Perbaikan
1 Jangka Waktu Izin Usaha
1. Sesuai UU No 4/2009 jangka waktu smleter adalah 20 tahun dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun untuk setiap kali perpanjangan.
2. Sesuai UU No 5/1984 dan PP No 13/1995 tentang Izin Usaha Industri bahwa izin industri selama industri beroperasi.
Dapat diperpanjang sampai dengan umur proyek (Permen ESDM 32 Tahun 2013)
2 Pemberian Insentif Fiskal Pada Bidang Industri
Pemberian insentif fiskal tax holiday terutama diberikan pada bidang industri berdasarkan klasifikasi baku lapangan usaha industri dengan kategori C
Berhak Mendapatkan fasilitas Tax allowance (PP 18 Tahun 2015)
3 Berbeda dengan standar Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2009
Pertambangan (mining) Kategori B (KBLI 0710-0899) mencakup kegiatan usaha pengolahan dan peningkatan manfaat sedangkan Industri (manufacturing) termasuk dalam Kategori C (KBLI 2410 - 2432) mencakup kegiatan usaha di bidang peleburan,hingga proses metalurgi
Persyaratan mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan diatur oleh Kementerian teknis terkait, dimana kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral berada di KESDM
4.2. KELEMAHAN Terdapat beberapa kelemahan apabila kegiatan pengolahan dan pemurnian hasil kegiatan pertambangan mineral berada dalam pembinaan dan pengawasan KESDM sebagai berikut:
22
5. Kriteria dan Batasan Kewenangan
No Kriteria Urgensi Deskripsi Batasan Kewenangan Kewenangan
1 Bahan Baku Optimalisasi Penerimaan Negara dari Mineral yang berasal dari Sumber Daya Alam Indonesia melalui iuran produksi mineral yang mempunyai nilai (royalti)
1. Seluruh bahan baku berasal dari hasil kegiatan pertambangan mineral di dalam negeri (mengamankan royalti)
2. Sebagian bahan baku berasal dari import3. Seluruh bahan baku berasal dari import4. Seluruh bahan baku berasal dari sekrap5. Sebagian bahan baku dari tambang dan sekrap
1. KESDM
2. KESDM3. Kemenperin4. Kemenperin5. KESDM
2 Produk Optimalisasi Penerimaan Negara melalui Royalti dan PPN
1. Produk masih merupakan bahan baku dari industri logam, seperti NPI, FeNi, Cathode, dll
2. Produk merupakan barang jadi seperti billet, wire rod, dll
1. KESDM
2. Kemenperin
Usulan Kriteria dan Batasan Kewenangan
23
6. Kesimpulan1. Pada dasarnya penerbitan izin usaha untuk kegiatan pengolahan dan pemurnian
mineral baik yang diterbitkan KESDM maupun Kemenperin sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Namun demikian masih terdapat tumpang tindih dalam penerbitan perizinan untuk pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral;
2. Perlu dibuat suatu kesepakatan bersama antara KESDM dan Kemenperin yang meliputi definisi dan kriteria batasan kewenangan terkait kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral dengan mengedapankan kepentingan Negara guna mendapat manfaat yang sebesar-besarnya dari pengelolaan Sumber Daya Alam;
3. Kesepakatan tersebut sebaiknya dituangkan dalam produk hukum sehingga dapat menjadi acuan bagi instansi terkait dan pelaku usaha yang melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian Mineral
24
www.esdm.go.id