Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGGUNAAN SURFAKTAN UNTUK MENGURANGI KANDUNGAN AIR DALAM EMULSI MINYAK
Pretreatment Minyak Pelumas Bekas sebagai Bahan Baku Reclaimed Oil Plant
Application of Surfactans to Reduce Water Content in Oil Emulsion
Waste Lubricant Oils Pretreatment to Feed Reclaimed Fuel Oil Plant
Ade SyafrinaldyPusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri Kimia (PTSEIK)
ade.syafrinaldy
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)Gedung 625 Kawasan PUSPIPTEK Serpong - Tangerang Selatan 15314
Email: @bppt.go.id
Abstract
Keywords:
Abstrak
Emulsified oil is considered as rarely acceptable waste oil to be reused or even recycled. Efforts that have been made in the last 40 years for the development of reliable and efficient demulsification techniques, cannot avoid the hard fact that it is not an easy task to break the most emulsified oil in short times. For economic and operational reasons, it is necessary to separate the water from the emulsified oil to an acceptable level before it fed into the reclaimed fuel oil plant. One of the most widely used methods in treating water-in-oil emulsions is using surfactant to accelerate the emulsion breaking process. Three commonly used surfactants with high HLB value (Nonyl Phenol Ethoxylate NP-9, Tween 80 and Sodium Dodecyl Sulphate SDS), dissolved in toluene to form 25% solution, were applied into 100 ml emulsified waste lubricants originated from collectors in Balikpapan suburb. The demulsifying effects of all three surfactants were then examined, including the heat effect by warming up the whole system. All experiments were carried out in different concentrations of each solution, 500 ppm, 700 ppm, 900 ppm and 1100 ppm. The performance level was determined by the amount of water separated. The experiments continued using best performed surfactants and centrifugal separators to meet the targetted water content in the waste lubricants by 5% and sediment content by 3% before it fed into the reclaimed fuel oil plant. Result showed that surfactants with the best demulsifying effect were NP-9 and SDS. Both worked at the optimum concentration of 700 ppm. The targetted water content was successfully exceeded. Water content in the waste lubricants was reduced from 34% to 0.08% with NP-9 and to 0.8% with SDS. Sediment content was however not as successful. Sediment content in waste oil was reduced from 12.30% to only 6.56% with NP-9 and to only 5.11% with SDS. The removed water from the process needs further treatment before disposal. The concentration of BOD 5, COD, oil and fat, and ammonia are beyond the quality standard of waste water. The waste water passed only in pH, Dissolved Sulfide and Total Phenol.
surfactant, emulsion, demulsification effect, demulsifier solution, hydrophilic lipophilic balance
Minyak yang teremulsi biasanya dianggap sebagai limbah minyak yang jarang diterima sebagai bahan baku daur ulang (recycled) ataupun untuk digunakan kembali (reused). Penelitian yang telah dilakukan dalam 40 tahun terakhir guna mengembangkan teknik demulsifikasi yang efisien dan handal, menunjukkan bahwa tidaklah mudah memecah emulsi minyak dalam waktu yang singkat. Di lain pihak, untuk alasan teknis dan ekonomis, pemisahan air dari minyak yang teremulsi sampai batas yang dapat diterima harus dilakukan, sebelum diumpankan ke dalam Reclaimed Oil Plant. Salah satu metode yang sering digunakan untuk menangani emulsi adalah dengan menambahkan surfaktan demi mempercepat proses pemecahan emulsi. 3 (tiga) jenis surfaktan yang umum digunakan dengan nilai HLB yang tinggi (Nonyl Phenol Ethoxylate NP-9, Tween 80 and Sodium Dodecyl Sulphate SDS), dilarutkan dalam toluene untuk membentuk larutan 25%, kemudian ditambahkan dalam 100 ml minyak pelumas bekas yang teremulsi. Minyak pelumas bekas didapatkan dari pengumpul di kota Balikpapan dimana Reclaimed Oil Plant dibangun. Efek demulsifikasi dari ketiga surfaktan kemudian diamati dan diukur, termasuk efek temperatur dengan memanaskan keseluruhan sistem. Semua eksperimen dilakukan dalam berbagai konsentrasi surfaktan, 500 ppm, 700 ppm, 900 ppm dan 1100
Penggunaan Surfaktan ................ (Ade Syafrinaldy) 53
Diterima: 17 Oktober 2017; Diperiksa: 13 Nopember 2017; Revisi: 24 Nopember 2017; Disetujui: 11 Desember 2017
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangSecara teoritis, air berada dalam minyak menempuh beberapa tahapan. Pada awalnya air akan terlarut dalam minyak hingga mencapai titik kejenuhannya. Air yang terlarut ini sama sekali tidak mempengaruhi tampak luar dari minyak. Apabila kandungan air telah melebihi titik jenuh maka air akan membentuk emulsi dimana di dalam satu droplet minyak terdapat sejumlah besar droplet air. Tampak luar emulsi terlihat seperti susu, Titik jenuh air dalam minyak akan bergantung pada umur, temperatur dan juga apabila mengandung aditif akan tergantung pada komposisi aditifnya.
Ketika kandungan air semakin tinggi, air akan terdemulsifikasi membentuk air bebas (free water). Air akan terkumpul di bagian bawah karena berat jenis lebih besar daripada berat jenis minyak.
Pada umumnya pemisahan air dari emulsi air dalam minyak dapat dilakukan melalui urutan tahap yang terbalik dari pembentukannya yaitu sebagai berikut :
Ÿ Pemisahan air bebas Ÿ Pemisahan air yang teremulsiŸ Pemisahan air yang terlarutAir bebas secara fase memang sudah terpisah
dari minyak, sehingga pemisahannya dapat dilakukan hanya dengan melakukan settling untuk beberapa waktu.
Untuk air yang terlarut rata-rata jumlahnya tidak terlalu besar. Sebagian besar pelumas industry seperti hydraulic fluids, turbine oils, lubrication oils, paraffin oils, base oil dan lain-lain, tergantung pada temperatur dan umur olinya, hanya mampu menahan air yang yang terlarut sebesar 0.003-0.06%
Sampai sejauh mana kita menginginkan kandungan air tersisa dalam minyak adalah pertanyaan yang harus dijawab untuk menentukan metode pemisahan air yang tepat. Untuk memisahkan seluruh air yang terkandung dalam minyak termasuk air yang terlarut akan membutuhkan investasi alat dan biaya operasional yang sangat tinggi. Namun apabila target pengurangan kandungan air sudah diketahui dan itu berada diatas kandungan air yang terlarut, tentunya kita tidak perlu berusaha menguapkan air yang terlarut.
Untuk mencapai tujuan kegiatan ini yaitu 5% kandungan air, maka air yang terlarut praktis dapat dinafikan. Penanganan hanya perlu difokuskan pada air bebas dan air yang teremulsi. Salah satu cara pemisahan air yang teremulsi adalah menggunakan surfaktan tertentu yang tepat.
Surfaktan adalah zat yang dapat mengurangi tegangan permukaan (interfacial tension). Tergantung pada kedua bagian polar dan non-polarnya dan nilai HLB (hydrophilic-lipophilic balance), surfaktan dapat diklasifikasikan menurut penerapannya yaitu: foaming agents, emulsifiers, wetting agents, solubilisers, detergents, etc
(Ref: http://www.sensorland.com/ HowPage073.html).
(Kruglyakov, 2000).Surfaktan paling banyak digambarkan sebagai
emulsifying agents untuk stabilisasi emulsi minyak dalam air. Polimer non-ionik ini mempunyai group hydrophilic (suka air) dan group lipophilic (suka minyak) yang cocok untuk membuat emulsi minyak dalam air.
Beberapa studi telah dilakukan untuk mengamati efek dari polimer non-ionik ini dalam pembentukan atau pembuatan emulsi minyak dalam air. Namun kemudian timbul asumsi bahwa jika surfaktan dapat membentuk emulsi minyak dalam air, ada kemungkinan surfaktan juga dapat memisahkan air dalam emulsi air dalam minyak. Dengan kata lain, berdasarkan asumsi ini bahwa beberapa emulsifier mempunyai kedua efek emulsifikasi dan demulsifikasi dalam kasus yag berbeda. Emulsifier untuk membuat emulsi minyak dalam air dapat memisahkan air dari emulsi air dalam minyak.
Zaki menyatakan bahwa surfaktan polimerik adalah demulsifier yang paling umum dalam pemecahan emulsi air dalam minyak
Hidrophilic-Lipophilic Balance (HLB)HLB (Hydrophilic–Lipophilic Balance) didefinisikan sebagai efisiensi relatif porsi hydrophilic dari molekul surfaktan terhadap porsi lipophilicnya. Bancroft menyatakan bahwa ''cairan hydrophilic mempunyai kecenderungan membentuk air sebagai fase di
punyai nilai antara 0 dan 20 yang mana menyatakan secara numerik ukuran dan kekuatan dari porsi polar (hydrophilic) secara relatif terhadap porsi non-polar (lipophilic) dari molekul surfaktan. Pada Tabel 1 ditampilkan nilai HLB terhadap kebutuhan penerapannya.
HLB dari suatu emulsifier tergantung pada solubilitasnya. Jadi emulsifier dengan HLB rendah akan cenderung larut dalam minyak, sedangkan emulsifier dengan HLB tinggi akan larut dalam air.
Karena itu, menurut system Griffin, juga Table 1
(Zaki et al., 1996)
dan dapat diabsorbsi pada interface minyak dan air. Surfaktan non-ionik mempunyai efek demulsifikasi yang baik karena tidak meninggalkan ion-ion yang berlawanan dalam produknya (Bhardwaj and Hartland, 1993).
spersi sedangkan cairann hydrophobic mempunyai kecenderungan membuat minyak sebagai fase disperse” (Bancroft, 1913).
Orang pertama yang berhasil mengkuantifikasi hydrophile-lipophile balance untuk berbagai macam sur fak tan ada lah Gr i f f in yang memperkenalkan Skala HLB. Griffin menyatakan konsep HLB adalah untuk menunjukkan amphiphilisitas dari surfaktan non-ionik. Surfaktan dengan nilai HLB rendah akan memberikan air dalam emulsi minyak, sedangkan surfaktan dengan nilai HLB tinggi akan memberikan minyak dalam emulsi air (Griffin, 1949). Riset-riset menunjukkan bahwa peningkatan nilai HLB sangat berpengaruh dalam demulsifikasi (Abdel-Azim et al.,1998).
Dalam Skala HLB Griffin, HLB mem
54 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 13, No. 2, Desember 2017 Hlm. 53-60
dan Gambar 1, emulsi air dalam minyak akan membutuhkan surfaktan dengan HLB rendah (4-6).
Tabel 1. Nilai HLB dan penerapannya (Uniqema, 2004) http://soft-matter.seas.harvard.edu/index. php/HLB_Scale
Gambar 1. Matching HLB value to application needs (ICI, 1980)
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa surfaktan dengan nilai HLB tinggi (>10) akan mempunyai efek demulsifikasi yang besar sehingga dapat memisahkan air dari minyak.
1.2. TujuanTujuan dari kegiatan ini adalah : Ÿ Menyeleksi surfaktan yang mempunyai
performa pemisahan air terbaik.Ÿ Menentukan konsentrasi optimal dari surfaktan
dalam pemisahan air.Ÿ Mengurangi kandungan air dalam pelumas
bekas hingga maksimal 5% dan mengurangi kandungan sedimen hingga 3% menggunakan separator sentrifugal dan surfaktan
Ÿ Karakterisasi sampel pelumas bekas sebelum dan setelah diproses (water content, sediment content, kinematic viscosity, volatile/non-volatile hydrocarbon content)
Ÿ Karakterisasi air limbah yang dipisahkan terhadap kriteria air limbah dari KLHK
2. BAHAN DAN METODE
2.1. BahanBahan kimia yang digunakan diperoleh dari Sigma Aldrich and Merck, sebagai berikut:
1). Bahan Aktif :
a. Tweens 80 Biasa digunakan untuk stabilisasi emulsi minyak dalam air. Beberapa studi dilakukan untuk mempelajari tentang efek dari dari Tween terhadap pembuatan emulsi minyak dalam air ( .
b. Nonyl Phenol Ethoxylate NP-9 Biasa digunakan dalam proses demulsifikasi minyak bumi.
c. Sodium Dodecyl Sulphate SDS Karena Tweens 80 (HLB:15), NP-9 (HLB: 12.9) dan SDS (HLB:12) mempunyai nilai HLB tinggi (>10), diharapkan masing-masing mempunyai efek demulsifikasi yang cukup signifikan terhadap emulsi air dalam minyak.
2) Pelarut organik Toluene dengan grade technical3) Minyak pelumas bekas
Minyak pelumas bekas diperoleh dari pengumpul yang ada di Balikpapan, tempat dimana plant pengolah limbah minyak pelumas bekas (reclaimed oil plant) dibangun
3.2. EquipmentsŸ 8 x 15 ml CentrifugeŸ AgitatorŸ FurnaceŸ Silinder UkurŸ Separator Sentrifugal (Gambar 2)
Ada 4 (empat) peralatan utama dalam unit separator sentrifugal: 1. Drum 200 Liter, 2. Pompa Motor, single phase, 220v, 1200 Watt, 3. Heater 1000W, 4. Pre-screen filter 100 micron and 4. Centrifugal Filter.
Dua outlets, untuk minyak bersih dan kotor dipasangkan pada unit separator untuk memastikan pemisahan berlangsung sempurna. Separator sentrifugal ini biasa digunakan untuk memisahkan air dari minyak bumi.
Gambar 3. Gambar skematis dari Unit Separator Sentrifugal
Martins et al., 2011)
No Penerapan Nilai HLB
Catatan
1 Mencampur minyak berbeda
1-3
2 Membuat emulsi air dalam minyak
(w/o emulsifiers)
4-6
3 Membasahi powder dalam minyak
7-9
4 Membuat
self emulsifying
oils 7-10
5 Membuat emulsi minyak dalam air
(o/w emulsifier)
8-16
Surfactant blends
6
Membuat larutan
detergent
13-15
7
Melarutkan minyak (micro-emulsifying) into water
13-18
Surfactant blends
Penggunaan Surfaktan ................ (Ade Syafrinaldy) 55
Gambar 4. Gambar skematis dari filter sentrifugal
2.3. MetodeŸ Pengukuran performa surfaktan dalam
pemisahan air dan menentukan konsentrasi optimalnya (Bottle Test)Dalam eksperimen ini, efek demulsifikasi
masing-masing surfaktan diamati dan diukur dengan variable parameter waktu, konsentrasi surfaktan dan jumlah air yang dipisahkan. Proses pemisahan air dilanjukan memanas-kannya dalam furnace untuk melihat sejauh apa temperatur mempunyai pengaruh dalam proses pemisahan. Surfaktan yang paling efisien dan efektif kemudian diambil sebagai larutan demulsifier yang terpilih
Ÿ Penyiapan sampel pelumas bekasPelumas bekas ditempatkan dalam drum separator sentrifugal dan dipanaskan apabila perlu, jika viskositasnya terlalu tinggi. Dengan penanganan ini diharapkan pelumas bekas siap untuk diproses dalam separator sentrifugal.
Ÿ Penyiapan larutan Demulsifier Surfaktan yang terpilih dilarutkan dalam toluene. Campuran ini kemudian diaduk menggunakan agitator agar homogen untuk membentuk larutan demulsifier.
Ÿ Mencampurkan larutan Demulsifier kedalam pelumas bekas Larutan demulsifier ditambahkan kedalam pelumas bekas yang telah disiapkan dengan konsentrasi yang telah didapat dari hasil pada poin 1, sementara motor sentrifugal bekerja. Campuran dibiarkan memisah selama beberapa waktu. Pelumas bekas yang telah
Gambar 2. Unit Separator Sentrifugal dengan dua filter (warna kuning)
56 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 13, No. 2, Desember 2017 Hlm. 53-60
dipisahkan kemudian dianalisa untuk melihat perbaikannya.
3.1. Hasil Bottle TestDalam eksperiment Bottle Test diamati efek demulsifikasi dari 3 larutan demulsifier yaitu: 25% vol Tween 80, 25% vol NP- 9 and 25% berat SDS. Ketiganya dilarutkan dalam toluene. Pelumas bekas yang telah diaduk rata dituangkan kedalam 12 botol reaksi masing-masing sebanyak 100 mL. Kemudian ditambahkan sebanyak 500, 700, 900 and 1100 ppm dari ketiga larutan demulsifier. Botol-botol tersebut kemudian diaduk hingga diperoleh larutan yang homogen. Setelah langkah ini, jumlah air yag dipisahkan kemudian diukur dengan menuangkannya kedalam silinder ukur dan membiarkannya selama beberapa waktu. Proses pemisahan kemudian dilanjutkan dengan memanaskannya dalam furnace hingga
otemperatur 70 C selama 3 jam untuk mengamati efek pemanasan terhadap pemisahan. Larutan yang paling efektif dan paling efisien kemudian ditentukan sebagai larutan demulsifier terpilih.
Hasil bottle tests dapat dilihat dalam Tabel 2. Terlihat pada Tabel 2 performa yang ditunjukkan ketiga larutan adalah jauh lebih baik dibandingkan dengan hanya melakukan settling (blank) tanpa larutan demulsifier yang hanya sebesar 4.5 mL. Dapat dikatakan ini adalah jumlah air bebas yang terkandung dalam sampel minyak pelumas bekas. Kandungan air bebas dalam sampel adalah sebesar 4.5%.
Table 2. Hasil eksperimen bottle test
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. 1. Pemisahan Air vs Waktu Settling Secara keseluruhan, seperti terlihat dalam Tabel 2, waktu settling time tidak berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan kemampuan demulsifier. Dalam 5 menit ataupun 180 menit, jumlah air yang dipisahkan relative sama. Pemisahan air maksimal telah terjadi sempurna dalam waktu 5 menit (Gambar 5 and Gambar 6) kecuali untuk Tween 80 (Gambar 7). Performa Tween 80 meningkat seiring dengan waktu settling yang diterapkan yang membuktikan bahwa efek demulsifikasi dari Tween 80 tidak secepat dua surfaktan yang lain. Tween 80 membutuhkan waktu lebih lama untuk memisahkan jumlah air yang sama dibandingkan NP-9 atau SDS.
Gambar 5. Performa NP-9 vs Waktu Settling dan setelah pemanasan
Gambar 6. Performa SDS vs settling waktu dan setelah pemanasan
Gambar 7. Performa Tween 80 vs Waktu Settling dan setelah pemanasan
Konsentrasi
Demulsifier
Air yang Dipisahkan (mL)
5 min
30 min
60 min
120 min
180 min
Setelah Pemanasa
n
25% vol NP-9 in Toluene
1100 35 35 35 36
37
900 27.5 28 28 28.5
31
700 31 31 31.5 32
34
500 23 25 25 25.5
29
25% vol Tween 80 in Toluene
1100 12 13 13.5 14.5 17.5 31
900 17 17 18 18 18 33
700 11 12 14 16 16 31
500 10 12 18 19.5 22 26
25% weigh SDS in Toluene
1100 32 33 33 33
38
900 26 28 28.5 28.5
31
700 32 33 33 33
35
500 29 30 30 30
32
Blank 4
4.5 4.5
4.5
Penggunaan Surfaktan ................ (Ade Syafrinaldy) 57
3.1.2. Pemisahan Air vs KonsentrasiPerforma terbaik dari masing-masing larutan demulsifier tercapai bukan pada konsentrasi tertinggi (lihat Gambar 5 – 7) yang mana membuktikan hipotesis awal bahwa akan ada konsentrasi optimal bagi setiap larutan demulsifier. Konsentrasi optimal dari larutan NP-9 terletak pada 700 ppm, SDS juga pada 700 ppm dan Tween 80 pada 500 ppm. Secara sekilas, Tween 80 tampak lebih effisien dan efektif, namun jumlah air yang dipisahkan oleh 500 ppm larutan Tween 80 hanyalah sejumlah sepertiga daripada jumlah air yang dipisahkan oleh NP-9 dan SDS
3.1.3. Pemisahan Air dengan PemanasanSetelah pengendapan, semua sample eksperimen
odipanaskan selama 3 jam pada temperatur 70 C. Pemanasan tidak terlalu mempengaruhi performa NP-9 ataupun SDS. Ada sedikit perbaikan yang terjadi namun kuantitasnya sangat minimal sehingga dapat dikatakan tidak ekonomis dibanding energi yang diberikan untuk pemanasan (Gambar 5 dan Gambar 6). Dilain pihak Gambar 7 menunjukkan performa Tween 80 meningkat secara signifikan hampir dua kali lebih baik dengan adanya pemanasan tersebut.
3.1.4. Konsentrasi Optimal dari Surfaktan Berdasarkan eksperimen Bottle Test, konsentrasi optimal dari masing-masing demulsifier dapat ditentukan sebagai berikut:Ÿ NP-9 : 700 ppm Ÿ SDS : 700 ppm Ÿ Tween 80 : 500 ppm
Dengan pertimbangan lebih jauh, Tween 80 dianggap tidak sebaik NP-9 ataupun SDS dikarenakan performanya yang kurang baik. Tween 80 membutuhkan pemanasan dan waktu settling yang lebih lama untuk menyamai performa demulsifier yang lain.
3.2. Penggunaan Separator Sentrifugal
3.2.1. Penyiapan Sample Pelumas BekasSekitar 65 liter pelumas bekas dimasukkan kedalam drum sentrifugal dan dipanaskan hingga
otemperatur 60 C.
3.2.2 Penyiapan larutan Demulsifier Surfaktan yang terpilih, NP-9 and SDS, dilarutkan kedalam toluene hingga membentuk larutan demulsifier 25%. Campuran diaduk dengan menggunakan agitator hingga homogen.
3.2.3 Penggunaan Larutan Demulsifier Kira-kira 45 ml larutandemulsifier ditambahkan kedalam 65 L pelumas bekas sementara motor sentrifugal bekerja. Larutan 45 ml ini membentuk konsentrasi larutan total sebesar. 700 ppm. Temperatur kerja separator sentrifugal diatur pada
oat 60 C. Campuran kemudian dibiarkan selama satu jam. Lapisan atas dari campuran yang merupakan lapisan minyak diambil samplenya
untuk dianalisa.
3.2.4 Hasil Eksperimen Pemisahan AirUntuk setiap larutan demulsifier yang digunakan, separator sentrifugal bekerja selama 6 jam. Viskositas dari pelumas bekas ternyata cukup tinggi, pompa tidak mampu untuk mensirkulasinya sehingga dibutuhkan pemanasan. Hasil ditunjukkan pada Tabel 3 :
Table 3. Kandungan air dan kandungan sedimen dari setiap sample yang diproses
3.2.5 Karakterisasi Pelumas Bekas Karakterisasi dari pelumas bekas yang digunakan meliputi 5 parameter yaitu : Ÿ Water content (WC)
oŸ Volatile Hydrocarbon Content (VHC, 105 C)
oŸ Solid Content (SC, 600 C)Ÿ Non-volatile Hydrocarbon Content (NVHC)
oŸ Kinematic Viscosity (KV, 40 F)
Tabel 4. Karakterisasi sample pelumas bekas sebelum treatment
Viskositas sample pelumas bekas memang ternyata sangat tinggi seperti yang diduga sebelumnya. Untuk menurunkannya dibutuhkan panas sehingga pompa separator mampu mensirkulasinya.
Tabel 5. Karakterisasi sample pelumas bekas setelah treatment dengan NP-9, 6 hrs
No Pelumas
Bekas
Water content (% vol)
Method
Sedimen
content
(% wt)
Method
1
Untreated
34.00%
ASTM D 95
12.30%
ASTM D 1796-11
2
6 hrs, NP-9
0.08%
ASTM D 1744-92
6.56%
ASTM D 1796-11
3
6 hrs, SDS
0.43%
ASTM D 1744-92
5.11%
ASTM D 1796-11
WC
(%vol)
VHC
(%wt)
NVHC
(%wt)
SC
(%wt)
KV
(cSt)
Pelumas Bekas
54
22.73
10.97
12.30
6,593
WC
(%vol)
VHC
(%wt)
NVHC
(%wt)
SC
(%wt)
KV
(cSt)
Pelumas Bekas
0.08
84.53
8.83
6.56
12,470
58 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 13, No. 2, Desember 2017 Hlm. 53-60
Tabel 6. Karakterisasi sample pelumas bekas setelah treatment dengan SDS, 6 hrs
3.2.6. Baku Mutu Air LimbahUntuk memberikan informasi yang lebih komprehensif, air limbah yang dipisahkan kemudian juga dianalisa dan dibandingkan dengan standar dari Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 19 Tahun 2010, tanggal 30 November 2010, Lampiran III. A. Quality Standard Waste Water Disposal from Petroleum Processing Activities.
Tabel 7. Air Limbah yang dipisahkan menggunakan NP-9 and SDS
Tabel 7 menunjukkan bahwa mutu air limbah yang dipisahkan gagal memenuhi kriteria baku mutu hampir di semua parameter utama. Air limbah hanya memenuhi kriteria parameter pH, Dissolved Sulfide and Total Phenol. Sedangkan konsentrasi parameter BOD 5, COD, oil and fat, dan ammonia berada jauh diatas standar kriteria yang diijinkan Dapat disimpulkan secara jelas bahwa air limbah yang dihasilkan harus ditangani lebih lanjut sebelum dapat dibuang ke lingkungan.
4. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Asumsi bahwa jika surfaktan dapat membentuk emulsi minyak dalam air, ada kemungkinan surfaktan juga dapat memisahkan air dalam emulsi air dalam minyak dapat dikatakan terbukti secara ilmiah.
Melalui beberapa eksperimen, 2 (dua) jenis surfaktan yang biasa digunakan, NP-9 dan SDS menunjukkan kinerja terbaik dalam memisahkan air dari minyak pelumas bekas. Minyak pelumas bekas yang diproses menggunakan kedua jenis surfaktan diatas dan separator sentrifugal memenuhi target 5% kandungan air.
Kandungan air dapat diturunkan dari 34% ke 0.08% menggunakan NP-9 dan ke 0.43% menggunakan SDS, masing-masing dengan konsentrasi 700 ppm.
Namun untuk penurunan kandungan sedimen tidak berjalan sesukses kandungan air. Target 3% kandungan sedimen tidak dapat dicapai. Penjelasan yang paling logis adalah bahwa sebagian besar zat padat yang terkandung dalam pelumas bekas adalah berupa debu (ash).
Kandungan sedimen dalam pelumas bekas berkurang dari 12.30% ke 6.56% menggunakan NP-9 dan ke 5.11% menggunakan SDS. Riset lanjutan perlu dilakukan menggunakan coagulan untuk membuat agglomerasi dari debu-debu tersebut sehingga dapat lebih cepat mengendap
Air limbah yang dihasilkan masih perlu mendapatkan penanganan lebih lanjut sebelum pembuangan. Konsentrasi BOD 5, COD, oil and fat, dan ammonia masih jauh diatas standar kriteria yang diijinkan.
Abdel Azim, A. Raheim, et.al., Demulsifier Systems Applied to Breakdown Petroleum Sludge, Journal of Petroleum Science and Engineering 78 (2011) 364-370, 2011
Bancroft, W.D., 1913. The theory of emulsification. J. Phys. Chem. 17, 501–519
Bridjanian H., Sattarin M., Modern Recovery Methods in Used Oil Re-refining, Research Institute of Petroleum Industry, Tehran, I.R. of Iran, Petroleum & Coal 48(1), 40-43, 2006
Cheryan M. and Rajagopalan N., Membrane Processing of oily Streams. Wastewater Treatment and Waste Reduction, J. Membr. Sci., 151 (1), 13-28, 1998
C.N. Mulligan., Recent advances in the environmental applications of bio-surfactants, Curr. Opin. Colloid Interface Sci. 14: 372-378, 2009
C.N. Mulligan., Environmental applications for bio-surfactants, Environmental Pollutant, 133: 183-198, 2005
Griffin, W. C. Classification of Surface Active Agents by HLB., J. Soc. Cosmet. Chem., 1949, 1, 311-326.
Griffin, W. C. Calculation of HLB valuess of Nonionic Surfactants, J. Soc. Cosmet. Chem., 1954, 5, 249-256
h t tp : / /mdsk r i bo .b logspo t . com/2013 /04 / f i e l d - t r i a l -demulsifier.html
http://petrowiki.org/Emulsion_treating_methods
http://petrowiki.org/Oil_demulsification
WC
(%vol) VHC
(%wt) NVHC
(%wt) SC
(%wt) KV
(cSt)
Pelumas Bekas
0.43
71.83
22.63
5.11
14,130
Parameter
Konsentrasi Maksimum
(mg/L)
Metode
Standard NP-9 SDS
BOD 5 80 7380 7210 APHA Method 5210 C
COD 160 9220 9220 APHA Method 5220 D
Oil and Fat
20
560
1080
USEPA Method 9071 B
Dissolved Sulfide
0.5
< 0.01 < 0.01
SNI 19-6964.4
Ammonia (NH3-N)
8
65.6
45.3
APHA 400 NH3 F
Total Phenol
0.8
0.158
0.252
USEPA Method 8041-A
pH
6-9
7.08
6.65
SNI 06-6989.11
Total
Organic Carbon
1000
856
1080
USEPA Method 9060-A
Penggunaan Surfaktan ................ (Ade Syafrinaldy) 59
Hu,Guangji, et. al., Recent development in the treatment of oily sludge from petroleum industry: A review, Journal of Hazardous Material 261, 470-490, 2013
ICI Americas Inc., The HLB System: A time-saving guide to emulsifier selection, 1980
Joseph, P.J. and Joseph, A., Microbial enhanced separation of oil from a petroleum refinery sludge. Journal of Hazardous Materials, 2008
Martins, I.M., Rodrigues, S.N., Barreiro, M.F., Rodrigues, A.E., Polylactide-based thyme oil microcapsules production: evaluation of surfactants. Ind. Eng. Chem. Res. 50, 898, 2011
Pyotr M. Kruglyakov, Hydrophile - Lipophile Balance of Surfactants and Solid Particles: Physicochemical aspects and applications. Studies in Interface Science Vol. 9: 1-391, 2000
Roodbari, Nastaran Hayati et. al., Tweens Demulsification Effect on Heavy Crude Oil/Water Emulsion, Arabian Journal of Chemistry, King Saud University, 2011
Schramm, Laurier L., Emulsions, Foams and Supensions, Fundamentals and Applications, Wiley-VCH Verlag GmbH & Co, KGaA, 2005
William C. Griffin, Classification of Surface-Active Agents by HLB, 1949
Zaki, N.N., Abdel-Raouf, M.E., Abdel Azim, A. A., Propylene-oxide ethylene oxide block copolymers as demulsifiers in water in oil emulsions, I. Effects of molecular weight and hydrophilic-lipophilic balance on demulsification efficiency, Monatsh Chem., 127, 621-629, 1996
60 Jurnal Energi dan Lingkungan Vol. 13, No. 2, Desember 2017 Hlm. 53-60