001_APIP_Gabungan

  • Upload
    sukarni

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hasil pemeriksaan BPK 001_APIP_Gabungan

Citation preview

  • EFEKTIF

    16

    FITAS FUNG

    PADA BA

    6 INSPEKT25 IN

    GSI PENGETAH

    KEMENTEADAN PENGTORAT KEMNSPEKTOR

    ELOLAAN UN 2012 DRIAN PAN

    GAWASANMENTERIARAT KABU

    ATASAUDIT DA

    DAN SEMES& RB, KEM KEUANGA

    AN/LEMBAGPATEN DA

    S N REVIU LSTER I TAHMENTERIAAN DAN PEGA, 32 INS

    AN 13 INSP

    NomoTang

    LAPORAN KHUN 2013

    AN DALAM EMBANGUSPEKTORAEKTORAT

    or : 04/Hgal : 19 M

    KEUANGA

    NEGERI, NAN, AT PROVINKOTA

    P/XVI/03/20Maret 2014

    N OLEH AP

    NSI,

    014

    PIP

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman i dari 41

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ i

    DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................ ii

    RINGKASAN EKSEKUTIF ...................................................................................................................... 1

    BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4 1.1 Dasar Pemeriksaan ................................................................................................................. 4

    1.2 Tujuan Pemeriksaan ............................................................................................................... 4

    1.3 Sasaran Pemeriksaan .............................................................................................................. 4

    1.4 Metodologi Pemeriksaan ........................................................................................................ 4

    1.5 Entitas Yang Diperiksa .......................................................................................................... 5

    1.6 Jangka Waktu Pemeriksaan .................................................................................................... 5

    1.7 Batasan Pemeriksaan .............................................................................................................. 5

    BAB II GAMBARAN UMUM .................................................................................................................. 6 2.1 Mandat Pengawasan Intern Pemerintahan ............................................................................. 6

    2.2 Sistem Pengawasan Intern Pemerintah .................................................................................. 7

    2.3 Landasan Hukum ................................................................................................................... 9

    2.4 Fungsi dan Peranan Instansi Terkait APIP ........................................................................... 9

    2.5 Sumber Daya ....................................................................................................................... 13

    BAB III REGULASI DAN TATA KELOLA APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) ......................................................................................................................................... 16 3.1 Regulasi APIP ...................................................................................................................... 16

    3.2 Tata Kelola APIP ....... .......................................................................................................... 19

    BAB IV PENGELOLAAN AU DIT DAN REVIU ................................................................................... 28 4.1 Audit dan Reviu .................................................................................................................. 28

    4.2 Monitoring dan evaluasi audit dan reviu LK ...................................................................... 39

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman ii dari 41

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1. Data Komposisi Auditor Di Lingkungan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Per 30 Juni 2013

    14

    Tabel 2.2. Data Komposisi P2UPD Di Lingkungan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Per 31 Desember 2013

    15

    Tabel 3.1. Jumlah JFA pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah per 30 Juni 2013 23

    Tabel 4.1. Bukti Audit yang Tidak Dapat Dinilai Kualitasnya 31

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 1 dari 41

    BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

    REPUBLIK INDONESIA

    RINGKASAN EKSEKUTIF

    Sistem pengawasan intern pemerintah merupakan aspek penting dalam pengelolaan keuangan negara yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 mengenai pengaturan dan penyelenggaraan pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Sejalan dengan otonomi daerah, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan fungsi pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan pemerintah meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan Kepala Daerah.

    Untuk mengimplementasikan mandat pengawasan tersebut, pemerintah telah menerbitkan berbagai ketentuan yang mengatur pelaksanaan sistem pengawasan intern pemerintah. Kebijakan sistem pengawasan intern pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) disusun mengarah kepada efektivitas pengawasan aparatur Negara dan percepatan pelaksanan tindak lanjut hasil pengawasan serta pemberian sanksi yang tegas bagi para pelaku KKN. Kebijakan pengawasan itu menjadi salah satu dasar pelaksanaan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) di setiap Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sesuai dengan fungsi dan kewenangannnya. Selain itu, pemerintah secara aktif menyelenggarakan koordinasi dengan semua APIP pusat dan daerah dalam merencanakan pengawasan intern pemerintah, serta mendorong terbentuknya Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI).

    Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK), BPK telah melakukan Pemeriksaan Kinerja atas efektivtas fungsi pengelolaan Audit dan Reviu Laporan Keuangan yang didukung regulasi dan tata kelola yang memadai untuk tahun 2012 dan semester 1 Tahun 2013. Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) Tahun 2007.

    BPK mengarahkan pemeriksaannya pada berjalannya fungsi pengelolaan audit dan reviu laporan keuangan yang merupakan kegiatan utama APIP di instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pengujian dilakukan di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai Instansi pembuat kebijakan di bidang pengawasan intern pemerintah, Kementerian Dalam Negeri sebagai koordinator pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah termasuk pembina jabatan fungsional pengawasan urusan pemerintahan daerah dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai pembina SPIP dan jabatan fungsional auditor. Pengujian juga dilakukan di 86 APIP yang terdiri 16 APIP pusat dan 70 APIP daerah. Untuk memastikan adanya kejelasan mandat

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 2 dari 41

    dan tata kelola sistem pengawasan, pemeriksaan juga menilai regulasi dan tata kelola sistem pengawasan intern pemerintah.

    Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pengelolaan audit dan reviu LK belum mencerminkan perencanaan audit yang cermat, pelaksanaan audit dan reviu yang tepat, dan pelaporan yang andal serta perbaikan kualitas audit dan reviu LK yang berkelanjutan. Tata kelola sistem pengawasan sebagai prasyarat dasar berfungsinya pengelolaan kelembagaan APIP yang meliputi standar, kode etik dan petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis (juklak/juknis) belum mendukung pengelolaan itu. Hal ini juga tidak terlepas dari adanya dua peraturan pemerintahan yaitu PP 79 Tahun 2005 dan PP 60 Tahun 2008. Dua peraturan itu mengatur sistem pengawasan intern pemerintah, dan oleh karenanya perlu menjadi suatu pertimbangan untuk mendorong efektivitas kelembagaan APIP.

    Pokok-pokok permasalahan yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan fungsi pengawasan audit dan reviu Laporan Keuangan adalah sebagai berikut:

    1. Prasyarat berfungsinya APIP. Salah satu penjabaran standar audit untuk pemerintah pusat dan daerah sesuai amanat PP 60 Tahun 2008 baru mencakup standar reviu laporan keuangan kementerian/lembaga yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun 2010 tentang Standar Reviu atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dan untuk pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Sedangkan pedoman operasional dalam bentuk juklak/juknis pelaksanaan kegiatan audit masih belum dikembangkan APIP secara optimal untuk mendukung pelaksanaan audit di lapangan. Pemenuhan dan pengembangan sumber daya manusia APIP masih belum memadai dalam hal jumlah maupun kompetensi. Jumlah Jabatan Fungsional Auditor yang ada tidak seimbang dengan kebutuhannya. Kebutuhan auditor untuk pemerintah daerah baru terpenuhi sekitar 5%. Untuk optimalisasi pengelolaan APIP, koordinasi dan kerja sama antar APIP dan dengan BPK belum mendukung efektivitas fungsi dan peranan APIP.

    2. Pertimbangan dan penyusunan program kerja dan program audit dan reviu LK. Penyusunan program kerja dan program audit dan reviu LK belum berdasarkan skala prioritas dan isu-isu strategis termasuk pemahaman SPI serta pemahaman APIP, pemilihan obyek, dan pemilihan prosedur audit dan reviu yang memadai.

    3. Ketepatan pelaksanaan audit dan reviu LK sesuai dengan standar dan program. Perolehan dan pemilihan bukti audit dan reviu belum memadai. Hal tersebut ditunjukkan dengan dokumentasi bukti audit yang tidak lengkap atau tidak ada, sehingga penilaian kualitas bukti audit tidak dapat dilakukan, dokumentasi bukti audit dan reviu LK dalam kertas kerja audit (KKA) dan kertas kerja reviu (KKR) tidak memenuhi kualitas bukti audit yaitu kecukupan, relevansi dan kompetensi. Selain, itu metodologi, komunikasi dan dokumentasi perolehan dan pemilihan bukti audit dan reviu LK belum dilakukan secara tepat.

    4. Keandalan penyusunan laporan audit dan reviu LK. Laporan hasil audit (LHA) dan laporan hasil reviuw (LHR) LK disusun tidak lengkap dan sistematis sehingga informasi yang tersaji tidak lengkap, akurat, obyektif, dan meyakinkan serta tidak memberikan dampak perbaikan kinerja dan pelaporan keuangan bagi obyek yang diaudit dan direviu. Hal tersebut ditunjukkan dengan LHA dan LHR yang tidak memuat tujuan, sasaran, ruang lingkup, metodologi, jangka waktu, dan identifikasi kelemahan SPI,

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 4 dari 41

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1. Dasar Pemeriksaan a. Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; b. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

    Tanggungjawab Keuangan Negara.

    1.2. Tujuan Pemeriksaan

    Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai efektivitas fungsi pengelolaan audit dan reviu LK oleh APIP yang didukung oleh regulasi dan tata kelola yang memadai untuk Tahun 2012 dan Semester I Tahun 2013.

    1.3. Sasaran pemeriksaan Untuk mencapai tujuan pemeriksaan tersebut sasaran pemeriksaan diarahkan pada: a. Regulasi pengawasan intern; b. Tata kelola organisasi APIP; c. Audit dan reviu LK; dan d. Monitoring dan Evaluasi atas pelaksanaan audit dan reviu LK.

    1.4. Metodologi Pemeriksaan

    1.4.1 Pengidentifikasian Masalah dan Pemilihan Area Kunci

    Pemilihan topik pemeriksaan didasarkan atas hasil pemeriksaan sebelumnya dan pemeriksaan pendahuluan. Pemeriksaan sebelumnya adalah pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas APIP Tahun 2009 dan pemeriksaan pendahuluan atas kinerja APIP Tahun 2013 pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta APIP pada 16 Inspektorat Kementerian/ Lembaga, 32 Inspektorat Provinsi, 25 Inspektorat Kabupaten, dan 13 Inspektorat Kota. Permasalahan yang signifikan dari kedua hasil pemeriksaan tersebut adalah (i) ketidakselarasan mandat fungsi pengawasan oleh APIP (ii) prasyarat berfungsinya APIP belum ada, (iii) dan sumber daya manusia belum cukup dan kompeten.

    Dengan memperhatikan masalah-masalah tersebut dan kriteria pemilihan area kunci dari aspek resiko, dampak, signifikansi dan auditabilitas, maka pemeriksaan terinci mengarah pada topik pemeriksaan fungsi pengelolaan audit dan reviu LK yang didukung oleh regulasi dan tata kelola pengawasan intern pemerintah.

    1.4.2 Kriteria Pemeriksaan

    Pemeriksaan kinerja menggunakan kriteria pemeriksaan yang dikembangkan dari penjabaran tujuan pemeriksaan dan berdasarkan ketentuan yang relevan mengenai sistem pengawasan intern pemerintahan. Kriteria disusun berdasarkan sumber peraturan dan hasil identifikasi pemeriksaan pendahuluan serta menelaah dokumen-dokumen yang terkait dengan strategi, kebijakan, pedoman dan prosedur kegiatan audit dan reviu LK oleh APIP.

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 5 dari 41

    1.4.3 Teknik Pemeriksaan

    Teknik pemeriksaan mencakup reviu dokumen, wawancara, kuisioner dan observasi sesuai dengan sasaran dan kriteria pemeriksaan yang terkait. Reviu dokumen diarahkan untuk mengkaji materi dan struktur dokumentasi proses pelaksanaan kegiatan audit dan reviu LK oleh APIP. Wawancara dititikberatkan pada klarifikasi atas hasil kajian reviu dokumen atau informasi dari pihak lain untuk mengetahui sikap, pandangan dan penjelasan pelaksana dan pejabat terkait. Kuisioner dapat dikembangkan untuk memperkuat fakta yang terkait dengan hasil identifikasi masalah yang ditujukan kepada responden yang jumlahnya banyak dan beragam. Observasi diperlukan untuk memastikan keberadaaan atau pelaksanaan di lapangan sesuai atau telah dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang senyatanya.

    1.4.4 Standar Pemeriksaan

    Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) Tahun 2007 yang telah ditetapkan oleh BPK RI.

    1.5. APIP Yang Diperiksa

    APIP yang diperiksa sebagai berikut:

    a. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) sebagai Perumus Kebijakan Pengawasan;

    b. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai Koordinator Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

    c. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai Pembina Penyelenggaraan SPIP;

    d. Inspektorat, terdiri dari: 1) 16 Inspektorat Kementerian/Lembaga; 2) 32 Inspektorat Provinsi; 3) 25 Inspektorat Kabupaten; 4) 13 Inspektorat Kota.

    1.6. Jangka Waktu Pemeriksaan

    Pemeriksaan dilaksanakan pada kurun waktu bulan September sampai dengan November 2013.

    1.7. Batasan Pemeriksaan

    Pemeriksaan kinerja atas efektivitas fungsi pengelolaan audit dan reviu LK oleh APIP Tahun 2012 dan Semester I Tahun 2013 tidak diarahkan pada penilaian kinerja atas keberhasilan atau kegagalan kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh APIP secara keseluruhan. Simpulan pemeriksaan kinerja lebih dititikberatkan pada aspek kinerja kegiatan audit dan reviu LK yang harus ditingkatkan oleh APIP.

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 6 dari 41

    BAB 2 GAMBARAN UMUM

    2.1. Mandat Pengawasan Intern Pemerintahan

    Pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan diartikan sebagai segala komponen baik berupa proses, elemen maupun kegiatan yang terjalin erat dan berfungsi untuk meyakinkan agar segala tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan menuju kearah tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Tujuan utama pengawasan adalah menjaga dan menjamin agar penyelenggaraan pemerintahan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan secara ekonomis, efektif, dan efisien serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk mencapai tujuan itu, pelaksanaan fungsi pengawasan harus dapat mendorong penyelenggaraan pemerintahan ke arah penerapan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah yang baik (Good Governance).

    Ketentuan perundang-undangan mengatur sistem pengawasan. Undang-Undang 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa pengawasan merupakan bagian dari aspek pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan yang dimaksud adalah pengelolaan, berdasarkan Penjelasan Pasal 3 Ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Selain itu, Pasal 1 Angka 6 UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.

    Pasal 58 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menjelaskan bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Fungsi tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dengan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di bidang perbendaharaan dan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna anggaran/barang menyelenggarakan sistem pengendalian intern di bidang pemerintahan masing-masing. Fungsi tersebut juga diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota dalam menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya. Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas sistem pengendalian intern dilakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi APIP Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara.

    Sejalan otonomi daerah, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga mengamanatkan fungsi pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan pemerintah meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

    Pelaksanaan tugas pengawasan dijalankan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Di pemerintah pusat, APIP adalah Inspektorat Jenderal Kementerian atau unit pangawasan lembaga. Di Pemerintah Daerah APIP adalah Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota atau unit pengawasan yang melaksanakan tugas tersebut sesuai dengan ketentuan. Sesuai dengan pasal 222 UU 32 Tahun 2004 fungsi pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, adalah sebagai berikut :

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 7 dari 41

    1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.

    2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur.

    3) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota.

    2.2. Sistem Pengawasan Intern Pemerintah

    2.2.1 Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

    Untuk menjalankan fungsi pengawasan intern pemerintah, sampai dengan saat ini terdapat 600 APIP yang terdiri dari 76 APIP Kementerian/lembaga, 33 APIP Provinsi dan 491 APIP Kabupaten/Kota. Definisi/pengertian APIP menurut PP Nomor 79 Tahun 2005 dan PP Nomor 60 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:

    1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah menyatakan bahwa pengawasan terhadap urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. APIP adalah Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota .

    2) PP No. 60/2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan bahwa APIP adalah aparat pengawas intern Pemerintah yang bertugas melakukan kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. APIP terdiri dari BPKP, Inspektorat Jenderal Kementerian, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten.

    2.2.2 Kebijakan Pengawasan

    Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah periode 2004-2009, arah kebijakan pengawasan dinyatakan dengan (i) peningkatan efektivitas pengawasan aparatur Negara, koordinasi dan sinergi pengawasan intern, eksternal dan pengawasan masyarakat; (ii) percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan dan pemeriksaan; dan (iii) pemberian sanksi yang tegas bagi para pelaku KKN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    RPJMN ini diarahkan untuk meningkatkan peran dan fungsi pengawasan intern pemerintah, dalam rangka membantu dan mendorong agar kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan serta untuk mendorong agar tujuan kegiatan pemerintahan dapat dicapai secara hemat, efisien, efektif dan bebas dari KKN.

    Sejalan dengan RPJMN tersebut Pemerintah telah menetapkan Kebijakan Pengawasan Nasional Tahun 2007-2009 sesuai Peraturan Menteri PAN dan RB

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 8 dari 41

    Nomor PER/03.1/M.PAN/3/2007. Sedangkan Kebijakan Pengawasan Nasional Tahun 2010-2012 telah disusun namun tidak ditetapkan.

    Visi pengawasan intern pemerintah Tahun 2007-2009 adalah terwujudnya APIP yang profesional dan mampu mendorong penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik. Sedangkan misi pengawasan intern pemerintah adalah melaksanakan pengawasan intern berdasarkan kode etik dan standar pengawasan yang diakui bersama dalam rangka memberikan jaminan bagi terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, dan taat terhadap peraturan perundang-undangan serta terlindunginya kekayaan Negara dari setiap upaya penyimpangan. Untuk memenuhi RPJMN dan kebijakan nasional, setiap APIP merumuskan program kerja pengawasan tahunan (PKPT) sesuai dengan lingkup kewenangan dan tugasnya untuk memastikan prioritas sasaran pengawasan.

    Sementara itu, kebijakan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Kementerian Dalam Negeri mengkoordinasikan penyusunan rencana pengawasan tahunan yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Provinsi mengkoordinasikan penyusunan rencana pengawasan kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Gubernur dan berpedoman pada rencana pengawasan yang telah ditetapkan Menteri Dalam Negeri. Koordinasi antara Mendagri dengan Menteri Negara, Pimpinan LPND dilaksanakan dalam kegiatan penyusunan perencanaan pengawasan di pusat dan di daerah. Sedangkan koordinasi oleh Gubernur dilakukan melalui rapat koordinasi di tingkat provinsi dan nasional paling sedikit satu kali dalam satu tahun.

    2.2.3 Koordinasi Pengawasan

    Dalam Peraturan Menteri PANRB No. PER-03.1/M.PAN/03/2007 Tahun 2007 tentang Kebijakan Pengawasan Nasional APIP Tahun 2007-2009 diatur mengenai koordinasi pengawasan. Permen itu menyatakan bahwa koordinasi pengawasan penyelenggaraan atas pemerintahan di tingkat Pusat dilaksanakan oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara berdasarkan Perpres No. 9 Tahun 2005, sedangkan koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Departemen Dalam Negeri berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004. Untuk mewujudkan koordinasi pengawasan intern pemerintah di tingkat nasional yang efektif, diperlukan koordinasi antar APIP Pusat dan Daerah. Kegiatan koordinasi pengawasan yang perlu dilaksanakan mencakup:

    1) Rapat Koordinasi Pengawasan (Rakorwas)

    Rakorwas diselenggarakan dalam bentuk Rakorwas Nasional yang diikuti unsur APIP Pusat dan Daerah, Rakorwas antar APIP Pusat, Rakorwas Regional, dan Rakorwas APIP Daerah. Tujuan Rakorwas adalah untuk membahas isu-isu pengawasan yang relevan. Rakorwas diselenggarakan oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Departemen Dalam Negeri sekali dalam satu tahun.

    2) Koordinasi Pelaporan

    Koordinasi pelaporan dilakukan melalui pengiriman laporan dari satu APIP kepada APIP lainnya yang memerlukan. Koordinasi pelaporan juga dilakukan

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 9 dari 41

    antara APIP dengan BPK-RI dalam bentuk pengiriman laporan hasil audit APIP kepada BPK-RI, sebagaimana diwajibkan dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 dan Permendagri 23 Tahun 2007 yang telah dirubah dengan Permendagri 8/2009 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

    2.3. Landasan Hukum

    a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang KeuanganNegara;

    b. Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

    c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

    d. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

    e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK;

    f. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan;

    g. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional PNS;

    h. Peraturan Presiden Nomor 09 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara RI;

    i. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

    j. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP;

    k. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

    l. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen;

    Selain ketentuan perundang-undangan dan peraturan pemerintah tersebut, terdapat beberapa keputusan menteri dan kepala lembaga yang terkait dengan pelaksanaan sistem pengawasan intern pemerintah yang tersaji dalam lampiran.

    2.4. Fungsi dan Peranan APIP Terkait APIP

    2.4.1 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB)

    Peraturan Presiden (Perpres) No. 9 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah empat kali terakhir dengan Perpres No. 20 Tahun 2008, Pasal 100 dan 101 menjelaskan bahwa penetapan kebijakan nasional dan koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional dibidang pengawasan dilakukan oleh Kementerian PANRB. Fungsi penyiapan perumusan kebijakan, koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan dan akuntabilitas aparatur, pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan tentang masalah atau kegiatan di bidang pengawasan dan akuntabilitas aparatur dilaksanakan oleh Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur (Waskun).

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 10 dari 41

    2.4.2 Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)

    Pemerintahan Daerah pada hakekatnya merupakan sub sistem dari pemerintahan nasional dan secara implisit pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintahan Daerah merupakan bagian integral dari sistem penyelenggaraan pemerintahan. Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah oleh Pemerintah, Gubernur dan Bupati/Walikota adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pemerintahan desa berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengawasan ini dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah sesuai dengan bidang kewenangannya masing-masing. Dengan dilakukannya pengawasan diharapkan pemerintah dapat menjalankan kegiatannya dengan efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

    Pasal 222 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menunjuk Menteri Dalam Negeri sebagai koordinator pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah secara nasional.

    Berdasarkan pasal 223 UU No. 32 Tahun 2004, Pedoman pembinaan dan pengawasan yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri secara nasional perlu diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah yang meliputi standar, norma, prosedur, penghargaan, dan sanksi.

    Pedoman pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No.79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

    2.4.3 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

    BPKP adalah salah satu Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dalam pemerintahan Negara Republik Indonesia. LPND berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

    Sesuai dengan Pasal 52, 53, dan 54 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas, BPKP menyelenggarakan fungsi: 1) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan keuangan

    dan pembangunan; 2) Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keuangan dan

    pembangunan; 3) Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP; 4) Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan

    pengawasan keuangan dan pembangunan; 5) Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang

    perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.

    Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut, BPKP mempunyai kewenangan: 1) Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 11 dari 41

    2) Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro;

    3) Penetapan sistem informasi di bidangnya; 4) Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi

    pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di bidangnya; 5) Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga

    profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidangnya; 6) Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

    berlaku.

    2.4.4 Inspektorat Jenderal Kementerian/Inspektorat/Unit Pengawas Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)

    Berdasarkan Pasal 7, 8, dan 9 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara. Dalam melaksanakan tugasnya, kementerian menyelenggarakan fungsi: 1) Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya; 2) Pengelolaan barang milik/kekayaan Negara yang menjadi tanggung jawabnya; 3) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya; 4) Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah (khusus urusan luar

    negeri, dalam negeri, dan pertahanan); 5) Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian

    di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional (khusus urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi, dan manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.

    Struktur organisasi kementerian terdiri atas unsur: 1) Pemimpin, yaitu Menteri; 2) Pembantu pemimpin, yaitu sekretariat jenderal; 3) Pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat jenderal; 4) Pengawas, yaitu inspektorat jenderal; 5) Pendukung, yaitu badan dan/atau pusat; dan 6) Pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan

    peraturan perundang-undangan.

    Pasal 78, 79, 80, dan 81 Perpres No. 9 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpres No. 20 Tahun 2008 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementeran Negara RI mengatur bahwa Inspektorat Jenderal adalah unsur pengawasan, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh Inspektur Jenderal. Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan departemen.

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 12 dari 41

    Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut, Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: 1) Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern; 2) Pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit,

    reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya; 3) Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan menteri; 4) Penyusunan laporan hasil pengawasan; dan 5) Pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal.

    Inspektorat Jenderal terdiri atas Sekretariat Inspektorat Jenderal dan paling banyak lima Inspektorat. Sekretariat Inspektorat Jenderal terdiri dari paling banyak empat Bagian dan Bagian terdiri atas dua Subbagian. Inspektorat terdiri atas satu Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor.

    2.4.5 Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota.

    Menurut Pasal 120 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa perangkat daerah provinsi adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.

    Pasal 128 UU No. 32 Tahun 2004 mengatur bahwa susunan organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 Ayat (1) dan Ayat (2) ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

    Pasal 1 Angka 11 PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, menjelaskan bahwa unsur pengawasan daerah adalah badan pengawasan daerah yang selanjutnya disebut Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten, dan Inspektorat Kota.

    Menurut Pasal 5 PP No. 41 Tahun 2007, Inspektorat Provinsi merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota dan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota.

    Dan menurut Pasal 12 PP No. 41 Tahun 2007, Inspektorat daerah kabupaten/kota merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa, dan pelaksanaan urusan pemerintahan desa.

    Inspektorat provinsi dan inspektorat kabupaten/kota dalam melaksanakan tugas tersebut menyelenggarakan fungsi: 1) Perencanaan program pengawasan; 2) Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan; dan 3) Pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan.

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 13 dari 41

    Inspektorat dipimpin oleh inspektur yang bertanggung jawab langsung kepada gubernur dan bupati/walikota dan secara teknis administratif mendapat pembinaan dari sekretaris daerah.

    Pasal 26 PP No. 41 Tahun 2007 mengatur bahwa inspektorat provinsi dan inspektorat kabupaten/kota terdiri dari satu sekretariat dan paling banyak empat inspektur pembantu, sekretariat terdiri dari tiga subbagian, serta kelompok jabatan fungsional.

    Permendagri No. 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota, Pasal 5 yaitu Susunan Organisasi Inspektorat propinsi, kabupaten/kota terdiri atas: 1) Inspektur, 2) Sekretariat, 3) Inspektur Pembantu, dan 4) Kelompok Jabatan Fungsional.

    2.5. Sumber Daya

    2.5.1 Sumber Daya Manusia

    Sumber daya manusia (SDM) APIP yang selama ini melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan terdiri atas dua jabatan fungsional yaitu:

    1) Jabatan Fungsional Auditor

    Pengawasan intern sesuai Pasal 48 PP No. 60 Tahun 2008 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 tersebut dilakukan oleh APIP melalui kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan intern lainnya.

    Berdasarkan pasal 51 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) PP No. 60 Tahun 2008, pelaksanaan audit intern di lingkungan APIP pemerintah dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor. Syarat kompetensi keahlian sebagai auditor dipenuhi melalui keikutsertaan dan kelulusan program sertifikasi. Dan kebijakan yang berkaitan dengan program sertifikasi auditor ditetapkan oleh APIP pembina jabatan fungsional sesuai peraturan perundang-undangan.

    Pemerintah telah menetapkan peraturan yang mengatur jabatan fungsional auditor yaitu Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 51 Tahun 2012.

    Auditor sesuai Pasal 1 Permen.PANRB No. PER/220/M.PAN/7/2008 adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggungjawab, dan wewenang untuk melakukan pengawasan intern pada APIP pemerintah, lembaga dan/atau pihak lain yang di dalamnya terdapat kepentingan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang.

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 14 dari 41

    Rumpun jabatan fungsional auditor pada APIP menurut Pasal 2 Permenpan No. PER/220/M.PAN/7/2008 termasuk dalam Rumpun Jabatan Akuntansi dan Anggaran.

    Definisi Rumpun Jabatan Akuntan dan Anggaran menurut Pasal 3 Ayat (2) Keppres No. 87 Tahun 1999 adalah rumpun jabatan fungsional PNS yang kegiatannya berhubungan dengan penelitian, peningkatan atau pengembangan konsep, teori dan metode operasional serta penerapan ilmu pengetahuan di bidang pemberian saran, penyeliaan atau melaksanakan kegiatan teknis yang berhubungan dengan akuntansi anggaran.

    APIP Pembina Jabatan Fungsional Auditor menurut Pasal 5 Ayat (1) Permenpan No. PER/220/M.PAN/7/2008 adalah BPKP.

    Tabel 2.1. Data Komposisi Auditor

    Di Lingkungan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Per 30 Juni 2013

    No APIP Jumlah APIP Jumlah APIP yang menerapkan JFA

    Jumlah Auditor

    1 Kementerian/Lembaga 76 43 5369 2 Pemerintah Provinsi 33 21 678 3 Pemerintah Kabupaten/Kota 491 179 2024

    2) Jabatan Fungsional Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah (P2UPD)

    Pasal 24 ayat (1), (2), dan (3) PP No. 79 Tahun 2005 mengatur bahwa pengawasan terhadap urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh APIP sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Yang dimaksud APIP tersebut adalah Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan LPND, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pengawasan dilakukan oleh Pejabat Pengawas Pemerintah (P3).

    Pasal 24 Ayat (5) PP No. 79 Tahun 2005 menetapkan bahwa tata cara dan persyaratan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, dan peningkatan kapasitas Pejabat Pengawas Pemerintah Daerah (P3D) perlu diatur dalam peraturan Menteri. dan Tata Cara yang mengatur P3D tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 15 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah (P2UPD) dan Angka Kreditnya.

    Berdasarkan Pasal 1 Permen.PANRB No. 15 Tahun 2009, Jabatan Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah (P2UPD) adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggungjawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan pengawasan atas penyelenggaraan teknis urusan pemerintahan di daerah, di luar pengawasan keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang diduduki oleh PNS.

    Berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 7 Ayat (1) Permen.PANRB No. 15 Tahun 2009, Jabatan Fungsional Pengawas Pemerintahan termasuk dalam rumpun politik dan hubungan luar negeri dan dikategorikan dalam jabatan fungsional keahlian.

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 15 dari 41

    Berdasarkan Pasal 3 Ayat (2) Keppres RI Nomor 87 Tahun 1999, Rumpun Jabatan Fungsional, Rumpun Politik, dan Hubungan Luar Negeri adalah rumpun jabatan fungsional PNS yang tugasnya berkaitan dengan penelitian, peningkatan atau pengembangan konsep, teori, dan metode operasional, pelaksanaan kegiatan teknis yang berhubungan dengan perumusan, pengevaluasian, penganalisisan, serta penerapan kebijaksanaan dibidang politik, pemerintahan, dan hubungan internasional.

    Pasal 4 Ayat (1) Permen.PANRB No. 15 Tahun 2009 menjelaskan tugas pokok pengawas pemerintahan yaitu melaksanakan pengawasan atas penyelenggaraan teknis urusan pemerintahan di daerah di luar pengawasan keuangan, yang meliputi: 1) Pengawasan atas pembinaan pelaksanaan urusan pemerintahan; 2) Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan; 3) Pengawasan atas peraturan daerah dan peraturan kepala daerah; 4) Pengawasan atas dekonsentrasi dan tugas pembantuan; 5) Pengawasan untuk tujuan tertentu dan 6) Melaksanakan evaluasi penyelenggaraan teknis pemerintahan di daerah

    meliputi evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan; evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah; evaluasi daerah otonomi baru; evaluasi pemerintahan kecamatan dan desa; dan evaluasi laporan akuntabilitas.

    Pasal 5 Ayat (1) Permen.PANRB No. 15 Tahun 2009 mengatur bahwa APIP Pembina Jabatan Fungsional Pengawas Pemerintahan adalah Departemen Dalam Negeri.

    Tabel 2.2.

    Data Komposisi P2UPD Di Lingkungan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)

    Per 31 Desember 2013

    No APIP Jumlah APIP Jumlah APIP yang

    menerapkan P2UPD Jumlah P2UPD

    1 Kementerian/Lembaga 76 1 59 2 Pemerintah Provinsi 33 33 1016 3 Pemerintah Kabupaten/Kota 491 403 4904

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 16 dari 41

    BAB 3 REGULASI DAN TATA KELOLA APARAT PENGAWASAN INTERN

    PEMERINTAH (APIP)

    Fungsi pengawasan dalam pengelolaan keuangan negara menjadi aspek penting untuk

    memastikan adanya akuntabilitas dan transparansi, seperti dinyatakan dalam penjelasan pasal 3 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa pengelolaan adalah keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Hal ini diperkuat dengan pasal 1 angka 6 UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang menyebutkan Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.

    3.1. Regulasi APIP

    3.1.1 Organisasi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)

    Organisasi APIP berdasarkan PP 79 Tahun 2005 terdiri dari Inspektorat Jenderal Departemen/Lembaga, Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/kota. Sedangkan pelaksana pengawasan dilakukan di daerah oleh Pejabat Pengawas Urusan Pemerintahan Daerah (P2UPD). Lingkup pengawasan mencakup pemeriksaan berakhirnya masa jabatan kepala daerah, pemeriksaan berkala maupun terpadu, pengujian terhadap laporan berkala, pengusutan atas kebenaran laporan adanya indikasi penyimpangan/KKN, penilaian atas manfaat dan kebijakan/program/ kegiatan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah/desa.

    Kedudukan dan peranan P2UPD diatur lebih lanjut dalam dengan berbagai peraturan yaitu Permendagri 64/2007 Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Permen PANRB No. 15 Tahun 2009 tentang JFP2UPD.

    Organisasi APIP berdasarkan PP 60 Tahun 2008 terdiri dari BPKP, Inspektorat Jenderal Kementerian/lembaga, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat kabupaten/kota. Pelaksana pengawasan dilakukan oleh Auditor atau jabatan Fungsional Auditor. Pengawasan dilakukan melalui kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya. Kedudukan dan peranan JFA diatur lebih lanjut dalam berbagai peraturan yaitu Perpres 47/2009 tentang pembentukan dan organisasi kementerian Negara dan Permen PANRB No PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya

    3.1.2 Kewenangan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)

    Selain APIP memiliki kewenangan sebagai pengawas intern kementerian/lembaga/pemerintah daerah bersangkutan, APIP Kementerian Dalam Negeri, dan APIP Kementerian/lembaga adalah pengawas terhadap pelaksanaan dekon dan tugas pembantuan, PHLN, dan pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Khusus Kementerian Dalam Negeri APIP melakukan pengawasan di provinsi dan kabupaten dan kota. Pengaturan perluasan kewenangan tersebut diatur lebih lanjut

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 17 dari 41

    dalam Permendagri 64/2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Permendagri 41/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian dalam Negeri serta Perpres 24 Tahun 2010.

    Kewenangan BPKP sesuai dengan amanat PP 60/2008 tentang SPIP adalah melakukan pengawasan atas kegitaan yang bersifat sektoral, kegiatan kebendaharaan umum berdasarkan penetapan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dan kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden. Selain itu, sesuai ketentuan Pasal 49 ayat (4) PP 60/2008, Inspektorat Jenderal melaksanakan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang didanai dengan APBN.

    Demikian pula Pasal 38 Perpres 47/2009, mengatur bahwa Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian masing-masing. Ini berlaku bagi seluruh Inspektorat Jenderal, termasuk Inspektorat Jenderal pada Kemendagri. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka cakupan tugas Inspektorat Jenderal pada Kemendagri adalah sepanjang penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian dalam negeri yang didanai dengan APBN.

    3.1.3 Pedoman atau Standar

    Pedoman atau standar pengawasan APIP diatur oleh dua Peraturan Pemerintah sehingga menghasilkan dua standar yang berlaku.

    1) Menurut PP 79/2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan daerah mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas pengendalian dan pengawasan. Pedoman dan standar urusan pemerintahan daerah disusun oleh Menteri Negara/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah berpedoman pada norma pengawasan sesuai Permendagri 28/2007 tentang Norma Pengawasan dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah. Terkait dengan standar Reviu LK Daerah sesuai dengan amanat PP 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja APIP Pemerintah, Kemendagri telah menetapkan Permendagri 4/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sebagai pedoman bagi inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota dalam melakukan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah.

    2) PP 60/2008 tentang SPIP menyatakan bahwa untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan aparat pengawasan intern pemerintah disusun standar audit. Standar audit dimaksud disusun oleh organisasi profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Yang dimaksud dengan pedoman yang ditetapkan pemerintah adalah Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, yakni Permenpan RB 5/2008 tentang Standar Audit APIP. Terkait dengan Standar Reviu Laporan Keuangan, menurut PP 60/2008, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menetapkan standar reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 18 dari 41

    Kementerian/Lembaga (LKKL), Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) untuk digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan reviu atas laporan keuangan oleh APIP. Sampai dengan saat ini standar yang disusun dan ditetapkan oleh Kementerian Keuangan yaitu Permenkeu 41/2010 tentang Standar Reviu Atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga merupakan standar reviu Laporan Keuangan yang hanya berlaku bagi APIP di lingkungan kementerian negara/lembaga.

    Dengan demikian Pedoman atau standar pengawasan yang wajib dipakai oleh APIP diatur oleh dua Peraturan Pemerintah sehingga menghasilkan dua standar yang berlaku.

    3.1.4 Kode Etik dan Telaah Sejawat

    Kode Etik yang wajib dipedomani oleh APIP diatur dalam dua Peraturan Pemerintah dengan penjabaran yang berbeda. Selain itu dan regulasi telaahan sejawat belum diatur lebih lanjut, sehingga sampai dengan saat ini telaahan sejawat belum diterapkan.

    1) Menurut PP 79/2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan daerah mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas pengendalian dan pengawasan. Pedoman dan standar urusan pemerintahan daerah disusun oleh Menteri Negara/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Kode etik pengawasan urusan pemerintahan daerah sesuai amanat PP 79/2008 telah dijabarkan dalam Permendagri 28/2007 tentang Norma Pengawasan dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah. Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah adalah seperangkat prinsip moral atau nilai yang dipergunakan oleh pejabat pengawas pemerintah sebagai pedoman tingkah laku dalam melaksanakan tugas pengawasan. Pejabat Pengawas Pemerintah adalah orang yang karena jabatannya di Inspektorat Jenderal Departemen/Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota, melaksanakan tugas pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk dan atas nama Menteri, Pimpinan LPND dan Kepala Daerah. Sedangkan untuk pedoman telaahan sejawat tidak diatur dalam PP 79/2008 dan turunannya.

    2) Menurut PP 60/2008 tentang SPIP, untuk menjaga perilaku pejabat APIP disusun kode etik APIP. Kode etik tersebut disusun oleh organisasi profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Yang dimaksud dengan pedoman yang ditetapkan pemerintah adalah Kode etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yangt diatur dalam PermenPAN No. PER/04/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Terkait dengan telaahan sejawat, berdasarkan PP 60 Tahun 2008 diatur bahwa untuk menjaga mutu hasil audit aparat pengawasan intern pemerintah, secara berkala dilaksanakan telaahan sejawat. Telaah dilakukan untuk memastikan pelaksanaan tugas audit telah sesuai standar audit dan pedoman kendali mutu

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 19 dari 41

    audit APIP. Pedoman Telaahan Sejawat sebagaimana dimaksud disusun oleh organisasi profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan pemerintah. Untuk mengatur Telaahan Sejawat, Menteri PANRB telah menetapkan Permenpan RB Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pedoman Telaahan Sejawat Hasil Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, namun PermenPANRB ini belum mengatur lebih lanjut mekanisme penetuan siapa penelaah dan yang ditelaah. Menurut Kementerian PANRB tidak ditunjuk dan ditetapkannya siapa penelaah dan yang ditelaah, disebabkan pada Nopember 2012 telah terbentuk Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) yang merupakan asosiasi profesi yang diamanatkan oleh PP 60/2008 untuk menyusun Telaahan Sejawat.

    3.2. Tata Kelola APIP

    Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antar tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan diinginkan. Struktur Organisasi menggambarkan pemisahan kegiatan pekerjaan, hubungan aktivitas dan fungsi, integrasi dan koordinasi fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda di dalam organisasi. Struktur organisasi yang baik harus dapat menjelaskan hubungan wewenang antar pegawai atau unit kerja, alur pertanggungjawaban kegiatan, spesialisasi pekerjaan, saluran perintah, dan penyampaian laporan.

    Struktur organisasi APIP yang memadai diperlukan dalam mendukung fungsi pengawasan. Struktur organisasi seharusnya mendukung dan mencerminkan lingkup tugas, fungsi dan peran Inspektorat. Pedoman kerja yang lengkap, memadai dan implementatif tersedia untuk mendukung kegiatan audit dan reviu LK. Sumber daya pengawasan diharapkan cukup tersedia dan berkualitas. Selain itu, hubungan kerja pengawasan intern dan eksternal yang baik akan dapat meningkatkan kualitas dan efektivitas pengawasan.

    3.2.1 Struktur Organisasi APIP

    Untuk menjadi efektif, APIP perlu didukung oleh organisasi yang mampu memilih personel/pejabat yang berintegritas, membuat dan memperbaiki sistem yang tidak memberi peluang KKN, menyiapkan rencana keuangan dan kegiatan serta melaksanakannya, serta mampu mempertanggungjawabkan dengan benar. Posisi APIP seharusnya ditempatkan dalam posisi yang bebas dari intervensi dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan tertinggi organisasi.

    Independensi APIP dapat dipengaruhi oleh kedudukannya dalam struktur organisasi pemerintahan. Untuk membantu terciptanya independensi secara organisasi, APIP seharusnya bertanggung jawab kepada pejabat tertinggi dalam lembaga/instansinya tanpa ada tekanan atau pengaruh politik apapun. APIP dalam melaksanakan pengawasan harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) sebagai bentuk tanggung jawab profesionalnya. APIP juga bertanggung jawab untuk mempertahankan independensi dalam sikap mental (independent in fact) dan independensi dalam penampilan (independent in apperance) pada saat melaksanakan pengawasan.

    Hasil pemeriksaan secara uji petik terhadap 86 APIP yang terdiri dari 16 kementerian/lembaga dan 70 pemerintah daerah menunjukkan bahwa struktur APIP

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 20 dari 41

    dalam organisasi entitas masih beragam, dan belum dilengkapi uraian tugas dan fungsi APIP. Pada APIP pemerintah daerah kedudukan jabatan fungsional auditor dan jabatan fungsional pengawas penyelenggara urusan pemerintahan daerah tidak didukung pembagian jabatan yang jelas.

    Bentuk struktur yang beragam tersebut terlihat pada beberapa instansi diantaranya Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (Sekjen DPR) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Mekanisme penyampaian laporan hasil pengawasan (audit dan reviu LK) di Kemenko Kesra dan Kemenko Perekonomian diserahkan melalui Sekretaris Kemenko sebelum disampaikan kepada Menteri (Pimpinan APIP). Struktur organisasi APIP di DPR merupakan unit eselon 3 yaitu Bagian Pengawasan Intern yang berada di bawah Biro Perencanaan dan Pengawasan, Deputi Administrasi. Setiap laporan hasil pengawasan disampaikan terlebih dahulu kepada Kepala Biro Perencanaan dan Pengawasan untuk disampaikan kepada Deputi Administrasi, sebelum terakhir disampaikan kepada Sekretaris Jenderal DPR. Selain itu, Inspektorat BPKP merupakan salah satu unit kerja eselon II yang berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala BPKP. Namun dalam pelaksanaan tugasnya, Inspektorat BPKP berada di bawah bimbingan dan pembinaan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi sesuai dengan Peraturan Kepala BPKP Nomor PER-786/K/SU/2012 tanggal 15 Juni 2012 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Kepala BPKP Nomor KEP-58/K/SU/2011 tentang Pembinaan Wilayah.

    Sementara itu, pembentukan struktur organisasi dan tata kerja Inspektorat (APIP) pemerintah daerah yang diatur dalam peraturan daerah di 32 Pemerintah Provinsi, 24 Pemerintah Kabupaten dan 14 Pemerintah Kota menyatakan bahwa Inspektorat dipimpin oleh Inspektur yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bertanggung jawab langsung kepada Gubernur/Bupati/Walikota dan secara teknis administratif mendapat pembinaan dari Sekretaris Daerah.

    3.2.2 Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) Audit dan Reviu LK

    Kegiatan audit oleh APIP di kementerian/lembaga mengacu pada Standar Audit APIP sesuai dengan Permenpan No 5 Tahun 2008, sedangkan di APIP pemerintah daerah mengacu pada Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaran Pemerintahan Daerah sesuai Permendagri 23 Tahun 2007. Untuk menjamin pelaksanaan audit APIP yang lebih berkualitas diperlukan pedoman operasional kerja yang memadai dalam bentukan Juklak dan Juknis sebagai penjabaran dari standar audit atau pedoman pengawasan. Hal ini penting untuk memastikan agar pelaksanaan audit terarah, serasi dan seragam sehingga berjalan lebih efisien, efektif dan berkualitas, sehingga siapapun yang melaksanakannya dapat menghasilkan hasil audit dengan kualitas yang terstandar.

    Salah satu petunjuk pelaksanaan yang sudah ada adalah petunjuk pelaksanaan atas kegiatan reviu laporan keuangan yang dirujuk oleh APIP di kementerian/lembaga dan daerah. Kegiatan reviu laporan keuangan kementerian/lembaga mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.09/2010 tentang Standar Reviu atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dan pemerintah daerah mengacu

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 21 dari 41

    pada Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan Daerah. Namun disamping reviu, juklak dan juknis pelaksanaan kegiatan audit masih belum dikembangkan secara optimal untuk mendukung pelaksanaan audit di lapangan di APIP kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

    Hasil pemeriksaan secara uji petik terhadap 86 APIP kementerian/lembaga dan pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menunjukkan bahwa dari 86 APIP hanya 7 APIP yang telah menyusun pedoman/juklak/juknis audit dan reviu laporan keuangan yang berlaku di lingkungan Instansinya. Sebanyak 53 APIP tidak memiliki pedoman/juklak/juknis audit dan reviu laporan keuangan, sedangkan sisanya sebanyak 26 APIP tidak diperoleh informasinya.

    3.2.3 Kode Etik dan Intern Audit Charter

    Dalam rangka mewujudkan pengawasan APIP yang berkualitas dan profesional diperlukan suatu etika profesi yang harus dipatuhi pelaksana APIP. Kode Etik merupakan pernyataan tentang prinsip moral dan nilai yang digunakan oleh auditor sebagai pedoman tingkah laku dalam melaksanakan tugas pengawasan. Maksud ditetapkannya Kode Etik APIP adalah tersedianya pedoman perilaku bagi auditor dalam menjalankan profesinya dan bagi atasan auditor APIP dalam mengevaluasi perilaku auditor APIP.

    Sebagai perwujudan implementasi kode etik, Pemerintah telah memiliki Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik APIP, sedangkan pemerintah daerah lebih mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2007 tentang Norma Pengawasan dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah, yang diberlakukan sejak tanggal 30 Mei 2007. Permendagri ini memuat norma-norma dalam menjalankan fungsi pengawasan sebagai dasar pertanggungjawaban pelaksanaan pengawasan bagi pejabat pengawas pemerintah. Kode etik pejabat pengawas pemerintah ini meliputi: tata pikir, tata sikap, tata wicara dan tata laku pejabat pengawas dalam berinteraksi dengan lembaga pengawasan, sesama pejabat pengawas pemerintah, para pihak yang diawasi dan pihak lain yang terkait serta masyarakat. Selain mengacu pada Peraturan Menteri PAN dan RB dan Mendagri, sebagian APIP menetapkan Kode Etik sendiri melalui peraturan pimpinan Instansinya.

    Hasil pemeriksaan terhadap 86 APIP kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi/kabupaten/kota menunjukkan hanya sebanyak 16 APIP yang telah mengimplementasikan kode etik di lingkungan kerjanya. Sedangkan 63 APIP belum mengimplementasikan kode etik dan sisanya sebanyak 7 APIP tidak diperoleh informasinya. Implemetasi kode etik tersebut diantaranya mencakup disusunnya pedoman perilaku auditor, dan dibentuknya majelis dalam penanganan pelanggaran kode etik.

    Sedangkan Internal Audit Charter (IAC) disusun sebagai perwujudan komitmen pimpinan terhadap berfungsinya APIP di lingkungan instansinya. IAC memuat visi dan misi auditor dan menjelaskan tujuan, ruang lingkup, kedudukan dan tanggung jawab, wewenang, serta norma-norma auditor yang menjadi tolok ukur bagi auditor untuk melakukan pekerjaannya, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara auditor dan auditee. Sedangkan auditor sendiri akan

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 22 dari 41

    mempunyai arah yang jelas karena IAC memuat norma kesepakatan yang disetujui oleh para pimpinan di semua struktur organisasi dan top manajemen (pimpinan APIP).

    Hasil pemeriksaan terhadap 86 APIP kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi/kabupaten/kota menunjukkan bahwa hanya tujuh APIP yang telah membuat intern audit charter di lingkungan kerjanya. Sedangkan sebanyak 73 APIP belum membuat IAC dan sisanya sebanyak enam APIP tidak diperoleh informasinya.

    3.2.4 Pengembangan Sumber Daya Manusia

    Sumber daya pengawasan merupakan potensi yang dimiliki oleh APIP dalam menunjang dan mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan. Sumber daya pengawasan tidak selalu bersifat fisik, tetapi juga non-fisik (intangible). APIP harus mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara ekonomis, efisien dan efektif. Sumber daya yang harus dikelola APIP meliputi sumber daya manusia, keuangan dan peralatan. Sumber daya tersebut harus dikelola sesuai dengan praktik-praktik pengelolaan yang sehat. APIP harus mengalokasikan sumber daya pada bidang yang selaras dengan sasaran penugasan. Tujuan penetapan alokasi sumber daya adalah agar kualitas audit dapat dicapai secara optimal.

    Audit harus dilaksanakan oleh sebuah tim yang secara kolektif harus memiliki keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan audit. Oleh karena itu, pimpinan APIP harus mengalokasikan auditor yang berlatar belakang pendidikan formal dari berbagai disiplin ilmu, keahlian, pengetahuan profesional dan pengalaman sesuai dengan kebutuhan audit. SDM pengawasan yang memadai sekurang-kurangnya dinilai dari hal berikut: (1) kebutuhan jumlah personil telah mencukupi dan (2) personil kompeten dan/atau telah mengikuti pendidikan penjenjangan, diklat keahlian dan diklat-diklat lain yang mendukung pelaksanaan tugasnya.

    Analisis Beban Kerja adalah suatu teknik manajemen yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh informasi mengenai tingkat efektivitas dan efisiensi kerja organisasi berdasarkan volume kerja. Aspek yang dianalisis meliputi: uraian tugas/rincian kegiatan jabatan struktural dan fungsional, volume kerja, norma waktu, dukungan teknologi dan jumlah pegawai. Hasil analisis beban kerja berupa standar norma waktu, jumlah kebutuhan pegawai/jabatan, efisiensi dan efektivitas jabatan dan unit.

    Hasil pemeriksaan terhadap 86 APIP kementerian/lembaga serta pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menunjukkan bahwa hanya dua APIP yang telah menganalisis kebutuhan auditor di lingkungan Instansinya berdasarkan Keputusan Kepala BPKP Nomor KEP-971/K/SU/2005. Sedangkan sebanyak 66 APIP belum menganalisis kebutuhan auditor, dan sisanya sebanyak 18 APIP tidak diperoleh informasinya.

    Data yang diperoleh dari Pusbin JFA BPKP dan Pusbin Jabfung Kementerian Dalam Negeri menunjukkan informasi jumlah aparat pengawas intern pemerintah di kementerian/lembaga dan pemerintahan daerah per tanggal 30 Juni 2013 dapat dilihat pada tabel berikut:

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 23 dari 41

    Tabel 3.1. Jumlah JFA pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah

    per 30 Juni 2013

    APIP Analisa

    Kebutuhan JFA

    JFA Kekurangan JFA

    % Kekurangan

    JFA BPKP 6.800 3.437 3.363 49,45 Inspektorat Kementerian/Lembaga 14.000 1.988 12.012 85,80 Inspektorat Pemerintah Daerah 32.560 1.529 31.031 95,30 Jumlah 53.360 6.954 46.406 86,97

    Analisis kebutuhan auditor yang dibuat oleh Pusbin JFA BPKP per 31 Desember 2012 menunjukkan bahwa jumlah kebutuhan JFA secara nasional (pusat dan daerah) adalah sebanyak 53.360 orang, terdiri dari BPKP sebanyak 6.800 orang, JFA di Kementerian/Lembaga sebanyak 14.000 orang dan JFA di Pemerintah Daerah sebanyak 32.560 orang.

    Jumlah auditor yang telah ada saat ini adalah sebanyak 6.954 orang, terdiri dari auditor di BPKP sebanyak 3.437 orang, di Kementerian/Lembaga 1.988 orang, dan di Pemerintah Daerah sebanyak 1.529 orang. Sehingga masih terdapat kekurangan JFA sebanyak 46.406 orang terdiri dari JFA di BPKP sebanyak 3.363 orang, di Kementerian/Lembaga sebanyak 12.012 orang dan di Pemerintah Daerah sebanyak 31.031 orang. Hal ini menunjukkan bahwa kuantitas aparat pengawas intern pemerintah yang diperlukan masih jauh dari yang diharapkan.

    Dalam rangka meningkatkan kapasitas aparat pengawasan intern pemerintah, BPKP sebagai APIP pembina jabatan fungsional auditor sesuai Permenpan No 220 Tahun 2008 telah melakukan pengembangan profesi bagi auditor antara lain melalui kegiatan diklat seperti diklat Teknis Substansi, dan diklat Sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA). Kegiatan diklat ini melibatkan auditor dari APIP BPKP, auditor APIP Kementerian/Lembaga dan auditor Pemerintah Daerah. Sampai dengan saat ini, program diklat yang telah diselenggarakan antara lain yaitu pelaksanaan diklat kompetensi aparat pengawasan intern pemerintah, pelaksanaan diklat dalam rangka sertifikasi jabatan fungsional auditor, pelaksanaan diklat SPIP, dan pelaksanaan diklat evaluasi SPIP. Sedangkan Kementerian Dalam Negeri sebagai APIP pembina jabatan fungsional Pengawas Penyelenggaran Urusan Pemerintahan di Daerah (P2UPD) sesuai Permenpan No 15 Tahun 2009 telah menyelenggarakan diklat pembentukan Fungsional P2UPD. Diklat pembentukan tersebut baru mulai diselenggarakan pada tahun 2011.

    Efektivitas pengawasan sangat ditentukan oleh profesionalisme SDM pengawasan. Salah satu pengembangan profesi adalah pengembangan kompetensi melalui pelatihan yang berkelanjutan. Pelatihan JFA merupakan pelatihan penyetaraan, yang bertujuan menyamakan persepsi, terminologi dan pengetahuan-pengetahuan dasar di bidang pengawasan mengingat latar belakang pendidikan formal pengawas yang sangat beragam. Jika pelatihan JFA dapat dilaksanakan secara baik, hal itu akan sangat membantu meningkatkan kompetensi auditor, karena pelatihan JFA Pengendali Mutu, Pengendali Teknis, Ketua Tim dan Anggota Tim adalah penerapan prinsip barrier to entry dalam APIP pengawasan. Kenyataannya, tujuan pelatihan JFA dan pengembangan profesionalisme dalam arti luas belum sepenuhnya tercapai.

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 24 dari 41

    Hasil pemeriksaan terhadap 86 APIP kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi/kabupaten/kota menunjukkan bahwa pengawas di 11 APIP telah memperoleh pendidikan dan pelatihan sesuai kebutuhan. Sedangkan pengawas di 71 APIP belum memperoleh pendidikan dan pelatihan sesuai kebutuhan, dan sisanya di empat APIP tidak diperoleh informasinya.

    3.2.5 Hubungan Kerja Pengawasan

    Salah satu hal penting dalam kegiatan pengawasan adalah terciptanya hubungan kerja pengawasan yang mendukung pencapaian tujuan APIP itu sendiri. Hubungan kerja pengawasan ini bersifat intern dan eksternal. Hubungan kerja intern adalah hubungan kerja antara Inspektorat dengan satuan unit kerja lainnya, sedangkan hubungan kerja eksternal adalah hubungan kerja APIP dengan sesama APIP dan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI).

    1) Hubungan Kerja Intern

    Hubungan kerja intern di lingkungan kementerian/lembaga maupun daerah telah berjalan. Sebagian besar APIP telah memberikan nasehat mengenai kinerja dan manajemen risiko. Hasil pemeriksaan terhadap 86 APIP APIP kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi/kabupaten/kota menunjukkan bahwa 40 APIP telah memberikan nasehat tentang kinerja dan manajemen risiko kepada pimpinan APIP. Sedangkan sebanyak 28 APIP belum, dan sisanya di 18 APIP tidak diperoleh informasinya.

    Dalam pelaksanaan hubungan kerja pengawasan intern, pemberian nasehat yang dilakukan oleh Inspektorat hanya berupa rekomendasi dan solusi perbaikan atas permasalahan-permasalahan yang ditemukan (rekomendasi menghilangkan penyebab) serta melayani unit kerja/SKPD yang berkonsultasi mengenai perencanaan anggaran dan proses pengadaan barang dan jasa. Pengawasan Inspektorat lebih banyak dilakukan pada saat proses kegiatan di unit kerja/SKPD telah selesai (post audit), bukan mengawasi sejak perencanaan, saat pelaksanaan sampai dengan pelaporan, sehingga nasehat untuk memperbaiki kinerja, memberi peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko belum dilaksanakan.

    2) Hubungan Kerja Eksternal

    Tujuan hubungan kerja eksternal terutama adalah untuk menjaga mutu hasil audit aparat pengawasan intern pemerintah; membuat rencana pengawasan berdasarkan atas prinsip keserasian, keterpaduan, menghindari tumpang tindih dan pemeriksaan berulang-ulang oleh berbagai APIP; membuat efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya pengawasan; dan mempercepat proses penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan APIP lainnya.

    Bentuk hubungan kerja ini dapat berupa telaahan sejawat oleh APIP, Rapat Koordinasi Pengawasan Nasional (Rakorwasnas) dan Rapat Koordinasi Pengawasan Pemerintahan Daerah (Rakorwasda), dan Kegiatan kerjasama atau koordinasi dengan BPK.

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 25 dari 41

    Hubungan kerja eksternal berupa telaahan sejawat oleh APIP untuk menjaga mutu hasil audit sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 55 PP Nomor 60 Tahun 2008 belum pernah dilakukan oleh/atau terhadap seluruh APIP baik APIP Pusat maupun APIP Daerah. Ketentuan pasal 6 Peraturan Kementerian PAN dan RB Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pedoman Telaahan Sejawat Hasil Audit APIP menyebutkan bahwa Yang Ditelaah dan Penelaah untuk tingkat kementerian/lembaga ditunjuk oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Yang Ditelaah dan Penelaah untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota ditunjuk oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi setelah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Sampai dengan laporan ini disusun Yang Ditelaah dan Penelaah belum ditetapkan oleh Menteri PAN dan RB .

    Hubungan kerja antara APIP dengan BPK saat ini baru berupa koordinasi atas pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK sebagaimana yang dimanatkan dalam Pasal 22 ayat (2) UU Nomor 15 Tahun 2004 dan pemantauan penyelesaian kerugian Negara/daerah, namun hubungan kerja sama ini tidak diikat dengan suatu perjanjian (MoU). Hubungan kerja lainnya dengan BPK diwujudkan melalui penyampaian hasil-hasil pemeriksaan (LHA) Inspektorat yang akan digunakan BPK sebagai bahan perencanaan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 9 ayat (2) UU 15 tahun 2004 dan Permendagri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah pasal 15 ayat 3. Peraturan itu menyebutkan bahwa laporan hasil pemeriksaan Pejabat Pengawas Pemerintah Inspektorat Kabupaten/Kota disampaikan kepada Bupati/ Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan BPK Perwakilan. Namun, belum seluruh APIP menyampaikan laporannya kepada BPK

    Atas permasalahan masih beragamnya struktur organisasi dan tata kerja APIP, belum adanya juklak/juknis audit dan reviu LK, dan belum berjalannya pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan mengakibatkan independensi, khususnya independency in appearance dalam menjalankan fungsi pengawasan menjadi terganggu. Selain itu tidak ada konsistensi dalam pemahaman dan penerapan kode etik. Bahkan karena masalah-masalah itu, proses dan hasil audit APIP belum bisa memenuhi standar profesionalisme dan kendali mutu hasil pengawasan APIP tidak optimal.

    Ada beberapa hal yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah itu sebagai berikut:

    1) Ketidakjelasan kebijakan pengawasan dan proses bisnis fungsi pengawasan pada masing-masing APIP pemerintah.

    2) Panduan implementasi kode etik dan instrumen pendukungnya belum jelas. 3) Belum memadainya kebijakan pengembangan sumber daya manusia APIP khususnya di

    instansi daerah yang mencakup jumlah dan kompetensi jabatan fungsional auditor. 4) Kementerian PAN dan RB belum menetapkan Yang Ditelaah dan Penelaah untuk

    tingkat kementerian/lembaga dan Yang Ditelaah dan Penelaah untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota setelah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri.

    Menanggapi hal itu pihak APIP Kementerian/Lembaga dan APIP Pemerintah Daerah menjelaskan hal-hal sebagai berikut :

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 26 dari 41

    1) APIP mengakui bahwa struktur APIP dalam organisasi APIP masih beragam, dan belum dilengkapi dengan uraian tugas dan fungsi APIP. Untuk itu, APIP menindaklanjuti dengan melakukan perubahan peraturan intern tentang uraian tugas dan fungsi APIP dengan memuat uraian secara jelas mengenai tugas dan fungsi APIP terutama terkait pejabat fungsional auditor dan P2UPD.

    2) Selama ini APIP dalam melaksanakan tugas pengawasannya selalu berpedoman pada peraturan-peraturan yang telah ada, namun untuk yang akan datang APIP akan meenyusun juklak dan juknis terutama untuk kegiatan Audit dan Reviu Laporan Keuangan.

    3) APIP akan menetapkan mekanisme penanganan terhadap pelanggaran kode etik, termasuk membentuk Tim Kehormatan Kode Etik. Selain itu, sebagai suatu bentuk ketetapan pengakuan akan keberadaan dan komitmen pimpinan terhadap berfungsinya pengawasan intern, APIP akan mendorong penyusunan IAC di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

    4) APIP mengakui masih terdapat kekurangan pejabat fungsional auditor maupun P2UPD baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Jumlah pegawai APIP yang ada masih jauh dari analisa kebutuhan sesuai ABK. Kompetensi tenaga teknis pengawas juga masih belum sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan. Dalam rangka pemetaan terhadap pengembangan kompetensi SDM pengawasan, APIP akan menyusun standar kebutuhan pendidikan dan pelatihan formal bagi auditor yang ditetapkan setiap tahunnya dalam Peta Kebutuhan Diklat dan mengirim kepada Pusbin JFA dan Pusdiklatwas BPKP serta Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri agar mereka diikutsertakan dalam diklat teknis/sertifikasi.

    5) Hubungan kerja intern APIP telah berjalan tidak hanya sebatas saat pelaksanaan tugas pengawasan saja, tetapi juga pada saat ekspose monitoring dan evaluasi yang dikoordinasi oleh Bappeda yang dilaksanakan dua kali setahun. Dalam kesempatan ini Inspektorat mendapat kesempatan ekpose terkait pelaksanaan tugas kegiatan yang telah dilaksanakan. Namun, APIP sependapat bahwa telaahan sejawat terkait mutu hasil audit belum pernah dilakukan. Mekanisme telaah sejawat, siapa penelaah dan siapa yang ditelaah belum diatur, sehingga APIP belum dapat melakukan telah sejawat atas pelaksanaan kegiatan fungsi pengawasannya. Kegiatan koordinasi dengan APIP lain dapat juga berupa Rapat Koordinasi Pengawasan Nasional, Rapat Koordinasi Pengawasan Daerah, dan Forum bersama APIP. Koordinasi dengan BPK termasuk pemantauan tindak lanjut. Hubungan kerja APIP dengan BPK-RI diharapkan tidak hanya terbatas pada penyampaian LHP, Hasil Reviu LK, pemantauan dan pemuktahiran data tindak lanjut dan kerugian daerah, tetapi bisa lebih kearah pembinaan APIP dalam rangka perbaikan mutu hasil Audit.

    Terkait dengan masalah-masalah diatas, BPK merekomendasikan hal-hal sebagai berikut: 1) Pemerintah meninjau ulang pengaturan sistem pengawasan intern pemerintah dengan

    memastikan kedudukan dan peranan masing-masing APIP di APIP pusat dan daerah. 2) Menpan RB sebagai pembuat kebijakan menyusun kerangka standar dan pedoman

    pengawasan intern pemerintah dengan memperhatikan kerangka standar pemeriksaan keuangan negara dan profesi pemeriksaan serta praktik terbaik.

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 27 dari 41

    3) Kementerian PAN dan RB dan Kemendagri mendorong APIP yang berada dibawah koordinasinya untuk membuat Intern Audit Charter dan membuat komitmen untuk memperkuat sumber daya APIP;

    4) Kementerian PAN dan RB dan Kemendagri mendorong organisasi profesi agar segera menyusun dan menetapkan kode etik dan pedoman telaahan sejawat;

    5) APIP mengembangkan hubungan kerja yang konstruktif dan efektif dengan pihak internal maupun eksternal untuk mendorong percepatan hasil pengawasan APIP, termasuk tindak lanjut rekomendasi BPK guna percepatan transparansi dan akuntabiltas pengelolaan keuangan negara.

    6) APIP mengefektfikan media koordinasi pengawasan sebagai forum menyamakan arah, strategi dan cakupan penyelenggaraan pengawasan intern pemerintah.

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 28 dari 41

    BAB 4 PENGELOLAAN AUDIT DAN REVIU

    Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam

    penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu APIP pemerintah telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas penyelenggaraan pemerintahan diperlukan untuk mendorong terwujudnya good governance dan clean government dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

    Pengawasan intern di lingkungan Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian dan Inspektorat Utama/Inspektorat LPNK untuk kepentingan Menteri/Pimpinan LPNK dalam upaya pemantauan terhadap kinerja unit organisasi yang ada dalam kendalinya. Pengawasan intern di lingkungan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota untuk kepentingan Gubernur/Bupati/Walikota dalam melaksanakan pemantauan terhadap kinerja unit organisasi yang ada dalam kepemimpinannya.

    Kegiatan utama pengawasan intern yang dilakukan oleh unsur Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) terutama adalah audit dan reviu laporan keuangan (LK). Audit merupakan proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obektif dan profesional berdasarkan standar audit untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi APIP pemerintah. Sedangkan reviu LK merupakan penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma yang ditetapkan.

    Untuk memastikan apakah fungsi pengelolaan audit dan reviu telah berjalan dengan baik, BPK telah memeriksa 86 APIP pusat dan daerah yang diarahkan pada perencanan, pelaksanaan, pelaporan dan pelaksanaan tindak lanjut serta monitoring dan evaluasi pengelolaan audit dan reviu LK sebagai berikut:

    4.1. Audit dan Reviu

    4.1.1 Perencanaan audit dan reviu LK

    Untuk melaksanakan kegiatan audit dan reviu LK tersebut APIP harus menyusun rencana pengawasan tahunan dengan prioritas pada kegiatan yang mempunyai risiko terbesar dan selaras dengan tujuan organisasi. Rencana pengawasan tahunan berisi rencana kegiatan audit dalam tahun yang bersangkutan serta sumber daya yang diperlukan. Penentuan prioritas kegiatan audit didasarkan pada evaluasi risiko yang dilakukan oleh APIP dan dengan mempertimbangkan prinsip kewajiban menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat.

    Hasil pemeriksaan atas 86 APIP menunjukkan bahwa perencanaan audit dan reviu LK belum sepenuhnya memadai dilihat dari pertimbangan risiko dalam pemilihan obyek pengawasan, pertimbangan pemeriksaan terdahulu, dan kesesuaian dengan standar atau pedoman.

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 29 dari 41

    Di 76 APIP yang meliputi 10 Inspektorat Kementerian/Lembaga, 30 Inspektorat Provinsi, 23 Inspektorat Kabupaten, dan 13 Inspektorat Kota belum ada pertimbangan risiko dalam memilih obyek pemeriksaan. Penyusunan rencana audit dan reviu LK tidak mempertimbangkan hasil pemeriksaan terdahulu termasuk tindak lanjut rekomendasi yang signifikan terjadi di 72 APIP yang meliputi sembilan Inspektorat Kementerian/Lembaga, 29 Inspektorat Provinsi, 21 Inspektorat Kabupaten, dan 13 Inspektorat Kota. Sementara itu, di 76 APIP belum ada perencanaan yang sesuai dengan standar audit dan reviu LK. 76 APIP itu terdiri dari sepuluh Inspektorat Kementerian/Lembaga, 31 Inspektorat Provinsi, 23 Inspektorat Kabupaten, dan 12 Inspektorat Kota. Hasil analisa menunjukkan belum ada pemahaman yang seragam mengenai pentingnya pertimbangan risiko dan hasil pemeriksaan terdahulu, dan belum ada dokumentasi pertimbangan tersebut. Hal ini disebabkan belum tersedianya pedoman mengenai penyusunan rencana pengawasan.

    Perencanaan audit dan reviu LK yang tidak memadai tersebut mengakibatkan sasaran dan dampak audit tidak terukur dengan baik dan ada alokasi sumber daya audit yang tidak tepat serta rujukan pelaksanaan tidak dapat terkendali dengan baik.

    Secara umum Inspektorat Kementerian/Lembaga dan Inspektorat Daerah menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan tersebut. Mereka akan melakukan telaah ulang terhadap pertimbangan risiko audit dan hasil pemeriksaan terdahulu, untuk selanjutnya akan memperbaiki hal-hal yang belum memadai dalam perencanaan audit dan reviu LK.

    BPK merekomendasikan Kementerian PAN & RB dan Kemendagri agar meningkatkan upaya untuk mendorong APIP menyusun pedoman mengenai penyusunan rencana pengawasan.

    4.1.2 Pelaksanaan audit dan reviu LK

    Suatu pelaksanaan audit dan reviu LK yang memadai ditandai dengan (i) adanya program audit secara memadai; (ii) adanya program reviu LK secara memadai; (iii) pelaksanaan audit dan reviu LK sesuai dengan program audit dan reviu LK, standar, dan pedoman yang telah ditetapkan; (iv) perolehan dan pemilihan bukti audit dan reviu LK yang memadai; (v) temuan dan catatan hasil reviu (CHR) LK yang memadai; dan (vi) dokumentasi kertas kerja yang memadai. Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN dan RB) Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pedoman Kendali Mutu Audit APIP yang menyatakan bahwa audit yang baik adalah penyusunan rencana dan program kerja audit pada tingkat tim audit yang memenuhi kriteria dan memadai. Berdasarkan rencana audit tersebut, tim audit menyusun program kerja audit. Penyusunan rencana dan program kerja audit pada tingkat tim audit harus dibuat untuk setiap penugasan yang diberikan. Permen PAN dan RB Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah juga menyatakan bahwa audit merupakan sebuah proses pengumpulan dan pengujian bukti untuk melihat kesesuaian informasi yang terkandung dalam bukti tersebut sesuai kriteria yang mendasarinya. Bukti yang dikumpulkan oleh auditor akan digunakan untuk mendukung kesimpulan, temuan audit dan rekomendasi yang terkait.

  • BPK RI LHP Gabungan Kinerja APIP Halaman 30 dari 41

    Hasil pemeriksaan pada 86 APIP menunjukkan bahwa pelaksanaan audit dan reviu LK belum memadai. Hal itu ditunjukkan dengan masalah-masalah sebagai berikut:

    1) Program audit dalam setiap penugasan audit APIP telah menyusun program audit secara memadai apabila APIP menyusun program audit dalam setiap penugasan audit, penyusunan program audit telah mencakup pemilihan prosedur audit yang mempertimbangkan skala prioritas dan isu-isu strategis, perencanaan audit telah mencakup pemahaman SPI dan pemahaman APIP, serta telah mencakup pengujian SPI. 65 APIP yang meliputi 12 Inspektorat Kementerian/Lembaga, 23 Inspektorat Provinsi, 19 Inspektorat Kabupaten, dan 11 Inspektorat Kota belum menyusun program audit dalam setiap penugasan. Penyusunan program audit belum mencakup pemilihan prosedur audit yang telah mempertimbangkan skala prioritas dan isu-isu strategis. Ini terjadi di 75 APIP yang meliputi 10 Inspektorat Kementerian/Lembaga, 31 Inspektorat Provinsi, 22 Inspektorat Kabupaten, dan 12 Inspektorat Kota. Perencanaan audit belum mencakup pemahaman SPI dan pemahaman APIP serta pengujian SPI. Pemahaman SPI dan pemahaman APIP terjadi di 77 APIP yang meliputi 12 Inspektorat Kementerian/Lembaga, 31 Inspektorat Provinsi, 23 Inspektorat Kabupaten, dan 11 Inspektorat Kota. Pengujian atas SPI terjadi di 80 APIP yang meliputi 12 Inspektorat Kementerian/Lembaga, 32 Inspektorat Provinsi, 24 Inspektorat Kabupaten, dan 12 Inspektorat Kota. APIP belum menetapkan tujuan, sasaran, ruang lingkup, metodologi, jangka waktu, alokasi sumber daya dan prosedur audit yang jelas sesuai dengan jenis auditnya (Audit Kinerja dan Audit Dengan Tujuan Tertentu) dalam membuat program audit. Kondisi ini terjadi di 76 APIP yang meliputi 13 Inspektorat Kementerian/Lembaga, 31 Inspektorat Provinsi, 22 Inspektorat Kabupaten, dan 10 Inspektorat Kota.

    Pelaksanaan audit tanpa suatu program audit yang memadai dalam setiap penugasan mengakibatkan hasil audit tidak mendukung tujuan audit dan tidak memiliki fokus audit.

    Hal itu terjadi karena keterbatasan SDM yang kompeten yang dimiliki APIP untuk menyusun program audit.

    2) Prog