21
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebijakan devaluasi merupakan suatu kondisi nilai mata uang asing terhadap mata uang dalam negeri menjadi naik. Akibatnya, harga barang impot menjadi sangat tinggi jika dinilai dengan mata uang dalam negeri. Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan impor dapat dikurangi sehingga masyarakat mampu untuk mengalahkan produk luar negeri. Devaluasi merupakan barrier (pembatas) bagi impor yang berlebihan di dalam negeri. Devaluasi walaupun bukan satu- satunya barrier yang dapat digunakan untuk membatasi impor dari negeri lain, tetapi kebijakan ini, cukuplah menjadi tools management yang dapat dimanfaatkan. Barang-barang yang diekspor ke luar negeri menjadi turun nilainya jika mata uang importir bukan dari mata uang dalam negeri (sekalipun dilihat jika mata uang dalam negeri tidak turun). Karena bilai barang-barang ekspor kita di luar negeri lebih rendah maka diharapkan volume ekspor bisa naik (bisa bersaing di pasar internasional). Dengan demikian, Devaluasi merupakan kebijakan terhadap mata uang dalam negeri untuk dapat mengelola manajemen keuangan internasional guna stimulus terhadap volume ekspor dan membatasi impor. Kenaikan ekspor dan penurunan impor diharapkan perusahaan di dalam negeri dapat berkembang dengan baik dan akan menyerap tenaga kerja yang menganggur dan meningkatkan 1

[000152]

  • Upload
    irvan

  • View
    11

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

yfyugugjbjnijunj

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kebijakan devaluasi merupakan suatu kondisi nilai mata uang asing terhadap mata uang dalam negeri menjadi naik. Akibatnya, harga barang impot menjadi sangat tinggi jika dinilai dengan mata uang dalam negeri. Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan impor dapat dikurangi sehingga masyarakat mampu untuk mengalahkan produk luar negeri. Devaluasi merupakan barrier (pembatas) bagi impor yang berlebihan di dalam negeri. Devaluasi walaupun bukan satu-satunya barrier yang dapat digunakan untuk membatasi impor dari negeri lain, tetapi kebijakan ini, cukuplah menjadi tools management yang dapat dimanfaatkan.Barang-barang yang diekspor ke luar negeri menjadi turun nilainya jika mata uang importir bukan dari mata uang dalam negeri (sekalipun dilihat jika mata uang dalam negeri tidak turun). Karena bilai barang-barang ekspor kita di luar negeri lebih rendah maka diharapkan volume ekspor bisa naik (bisa bersaing di pasar internasional). Dengan demikian, Devaluasi merupakan kebijakan terhadap mata uang dalam negeri untuk dapat mengelola manajemen keuangan internasional guna stimulus terhadap volume ekspor dan membatasi impor. Kenaikan ekspor dan penurunan impor diharapkan perusahaan di dalam negeri dapat berkembang dengan baik dan akan menyerap tenaga kerja yang menganggur dan meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun, tidak semudah membalikkan tangan, kebijakan ini begitu saja digulirkan melainkan perlu perhatian khusus terhadap kondisi-kondisi lain yang mungkin akan terjadi. Hubungan internasional pun bisa terganggu jika hal ini tidak secara matang dipersiapkan untuk mengelola perekonomian. Dampak yang lain aalah membuat harga-harga di dalam negeri menjadi naik dan masyarakat yang mempunyai utang luar negeri dalam bentuk mata uang asing menjadi membengkak nilainya.Jika kita mencermati permasalahan devaluasi yang pernah ada di indonesia, Dilihat dari sistem pengaturan devisa, sejak tahun 1968 Indonesia telah menganut sistem devisa bebas, dalam arti tidak ada larangan untuk membawa, menyimpan, atau menggunakan devisa dalam jumlah berapapun. Hal ini menunjukkan kemudahan aliran uang dan modal asing untuk masuk maupun keluar dari Indonesia. Dilihat dari sistem penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Indonesia masih mengandalkan bantuan dan pinjaman dari luar negeri sebagai upaya menambah penerimaan negara untuk membiayai pembangunan.Pemerintah Indonesia sejak tahun 1986 (devaluasi terakhir) mengambil kebijakan untuk mengambangkan nilai mata uang rupiah. Jika pada periode sebelumnya kurs rupiah masih menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat sebagai standar utama, maka sejak tahun 1986 nilai mata uang rupiah sudah dikaitkan dengan beberapa mata uang dunia yang kuat (basket currencies). Tujuan utama kebijakan ini adalah agar nilai tukar rupiah menjadi lebih realistis, karena tingkat kurs yang berlaku ditetapkan atas permintaan dan penawaran pasar. Dalam sistem ini nilai mata uang akan mengalami kenaikan (apresiasi) dan penurunan (depresiasi), sehingga daya saing ekspor akan dapat dipertahankan.Namun dalam kenyataannya sejak diberlakukannya kebijakan tersebut nilai rupiah cenderung mengalami penurunan terus menerus (depresiasi). Keadaan ini walaupun mungkin memberikan dampak yang baik terhadap peningkatan ekspor, namun demikian belum tentu menimbulkan dampak yang baik terhadap kegiatan ekonomi lainnya, seperti nilai tukar dagang (terms of trade), neraca pembayaran, dan bahkan pada laju pertumbuhan ekonomi dalam negeri. .Mengacu pada kondisi di atas, maka makalah ini akan membahas Dampak Devaluasi Mata Uang Terhadap Output Dalam Neraca Perdagangan/Balance Of Trade (BOP).

2. Rumusan Masalaha) Apakah pengertian dari devaluasi mata uang ?b) Apa alasan serta tujuan dari devaluasi mata uang ?c) Bagaimana syarat dari devaluasi mata uang terhadap output dalam neraca perdagangan?d) Apakah akibat serta pengaruh dari devaluasi mata uang terhadap neraca perdagangan suatu negara ?e) Bagaimanakah dampak dari devaluasi mata uang ?f) Apakah Dampak Devaluasi Mata Uang Terhadap Output dalam Neraca Perdagangan ?

3. Tujuan Masalah a) Mengetahui apa itu pengertian dari devaluasi mata uang.b) Memahami alasan serta tujuan dari dilakukannya devaluasi mata uangc) Untuk mengetahui apa saja syarat dari devaluasi yang di lakukan terhadap output dalam neraca perdangangan.d) Untuk mengetahui akibat serta pengaruh dari devaluasi mata uange) Memahami dampak jangka pendek,menengah serta panjang dari devaluasi mata uang terhadap neraca perdagangan.f) Mengetahui Dampak Devaluasi Mata Uang Terhadap Output dalam Neraca Perdagangan.

4. Landasan TeoriNilai tukar mata uang (exchange rate) suatu negara adalah jumlah satuan mata uang domestik yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain (Levi.M, 1983:13). Ini berarti bahwa nilai tukar mata uang suatu negara menunujukkan daya beli internasional negara yang bersangkutan, sehingga perubahan di dalam nilai tukar mata uang menunjukkan perubahan daya beli negara tersebut (Scott, 1978: 218). Secara umum terdapat tiga pilihan sistem nilai tukar yang dapat dianut oleh suatu negara (Lindert, P.Kindleberger, 1986: 542) yaitu: (1) sistem nilai tukar mengambang murni, (2) sistem nilai tukar mengambang terkendali, dan (3) sistem nilai tukar tetap.Sistem mengambang murni dan mengambang terkendali, sejak tahun 1971 lebih banyak dipakai terutama oleh negara-negara berkembang. Alasan utamanya adalah pertimbangan dampak hubungan luar negeri, dimana gejolak perdagangan luar negeri sangat berpengaruh pada perekonomian secara keseluruhan. Misalnya pada kasus terjadi peralihan permintaan di dalam negeri terhadap produk-produk luar negeri akibat naiknya pendapatan masyarakat. Dalam sistem kurs tetap keadaan ini akan menyebabkan depresi di dalam negeri sebagai akibat turunnya kegiatan ekspor sehingga akan memperburuk neraca perdagangan dan akan mempengaruhi cadangan devisa, mengurangi jumlah uang beredar dan pada akhirnya akan memperberat depresi itu sendiri.Di lain pihak dalam sistem kurs mengambang, dengan menurunnya penerimaan ekspor akan menyebabkan mata uang negara tersebut mengalami penurunan nilai tukarnya relatif terhadap mata uang negara-negara lain. Penurunan ini akan menyebabkan harga barang-barang negara yang bersangkutan menjadi lebih murah dinilai dengan mata uang negara asing. Dengan demikian permintaan luar negeri terhadap produk-produk negara yang bersangkutan akan meningkat. Ini berarti akan memperbaiki depresi yang terjadi.Dalam sistem kurs mengambang, kurs mata uang yang berlaku akan ditentukan oleh permintaan dan penawaran pasar. Perubahan pada variabel-variabel permintaan dan penawaran akan merubah tingkat kurs yang berlaku. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi fluktuasi kurs mata uang yang berlaku pada suatu negara (Kindleberger, 1986: 359), yaitu: (1) jumlah uang beredar, (2) pendapatan nyata (riel income), (3) perbedaan tingkat suku bunga, dan (4) harapan nilai tukar.

BAB IIPEMBAHASAN

1. Pengertian DevaluasiDevaluasi dapat diartikan sebagai suatu tindakan/kebijakan pemeritah untuk menurunkan nilai mata uangnya atau domestic currency terhadap nilai mata uang asing atau foreign currency. Beberapa pengertian dari devaluasi bisa juga dikatakan sebagai:a) Pemangkasan sebuah mata uang agar nilainya dapat meningkat dibandingkan mata uang lain (terapresiasi). b) Kebijakan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang dalam negeri terhadap valuta asing dengan sengaja. c) melemahnya nilai mata uang domestik terhadap salah satu mata uang asing yang disebabkan oleh adanya campur tangan pemerintah dengan tujuan meningkatkan ekspor.Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi biasanya dilakukan oleh Negara-negara yang menjalankan sistem kurs pertukaran tetap. Misalnya pada mulanya 1 dollar US sama dengan Rp 7.500 apabila kurs itu diubah pemerintah menjadi US $1= Rp 10.000 maka dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mendevaluasi mata uangnya terhadap US. Dengan pertukaran kurs yang baru, dibutuhkan lebih banyak rupiah untuk memperoleh satu dolar US.Sedangkan Devaluasi mata uang adalah suatu tindakan penyesuaian nilai tukar mata uang terhadap mata uang asing lainnya yang dilakukan oleh Bank Sentral atau Otoritas Moneter yang mengadopsi sistem nilai tukar tetap. Tindakan Devaluasi yang diambil oleh pemerintahan dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian baik dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.

2. Alasan dan Tujuan Devaluasi Mata UangAlasan Devaluasi dilakukan adalah karena telah terjadi ketidak-seimbangan (defisit) neraca dalam pembayaran. Dalam persetujuan perjanjian IMF disebutkan bahwa negara-negara anggota menyetujui untuk tidak perlu menyampaikan usul pada IMF mengenai perubahan paritas kurs mata uangnya, kecuali bila dianggap perlu melakukan koreksi atas suatu disekuilibrium fundamental neraca pembayaran. IMF sendiri akan menyetujui perubahan kurs itu apabila IMF menganggap perbaikan itu perlu dijalankan. Ketidak seimbangan dalam pembayaran internasional akan menyebabkan dan menghilangkan langkah-langkah penyesuaian ketidakseimbangan dan masalah lainnya. Devaluasi tersebut biasanya dilakukan apabila rezim yang mengadopsi sistem nilai tukar tetap tersebut menilai bahwa harga mata uangnya dinilai terlalu tinggi dibandingkan nilai mata uang negara lain dimana nilai mata uang tersebut tidak didukung oleh kekuatan ekonomi negera yang bersangkutan. Mata uang suatu negara dikatakan mengalami kelebihan nilai dapat dilihat dari perbedaan inflasi kedua negara. Negara yang inflasinya tinggi seharusnya akan segera mengalami penurunan nilai namun dalam sistem nilai tukar tetap proses penyesuaian tersebut tidak berlaku secara otomatis karena penyesuaian nilai tukar tersebut harus melalui penetapan pemerintah. Tanda-tanda suatu mata uang yang mengalami kenaikan nilai antara lain ekspor yang terus menurun dan industri manufaktur mulai mengalami penurunan kinerja.Beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintahan suatu negara dengan mengambil kebijakan devaluasi mata uangnya adalah:a) Mendorong ekspor dan membatasi impor. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki posisi Balance Of Payment (BOP) dan Balance Of Trade (BOT) agar menjadi equilibrium atau setidaknya mendekati equilibrium.b) Mendorong peningkatan penggunaan produksi dalam negeri. Hal ini dapat dicapai karena nilai barang impor menjadi lebih mahal dibanding barang lokal atau domestik.c) Untuk merangsang perluasan ekspor akibat penerimaan yang bertambah dari para eksportir Untuk menurunkan impor karena bertambah mahal akibat kenaikan kurs.d) Dengan tercapainya kesetimbangan BOP diharapkan nilai kurs valuta asing dapat menjadi relatif stabil.

3. Syarat Mendevaluasi Mata UangBeberapa kondisi yang harus dipenuhi sebuah negara sebelum mendevaluasi mata uangnya terhadap output dalam neraca perdagangan, yaitu;a) Ekspor Negara itu elastis, Maksudnya dengan menurunnya harga, permintaan ekpor akan meningkat dan sebaliknya.b) Permintaan impor Negara itu elastis artinya karena mahalnya barang-barang impor, menjadikan harganya sulit terjangkau sehingga keputusan untuk mengimpor diurungkan.c) Didalam negeri tidak terjadi inflasi. Apabila sebelum devaluasi telah terjadi inflasi di dalam negeri,maka barang buatan dalam negeri yg akan diekspor justru mengalami kenaikan harga,sehingga kenaikan tingkat harga mungkin lebih besar dari tingkat devaluasi Negara tujuan ekspor tidak mengadakan reaksi balasan atas devaluasi yang dilakukan.d) Cadangan devisa sangat minim. e) Hutang luar negeri yang sangat besar. f) Instabilitas ekonomi yang dapat mengguncang negara. Isu devaluasi selalu bertiup ketika mata uang sebuah negara ambruk. Tapi perlu dipahami efek negative devaluasi itu sendiri. Dengan mata uang yang lebih kuat, ekspor otomatis akan turun (barang menjadi lebih mahal di luar negeri). Ongkos produksi akan menjadi lebih tinggi jikadinilai menggunakan mata uang asing (MNC akan terancam rugi bahkan bangkrut jika terus produksi di negara itu). Investasi asing akan mandeg jika bukan minus karena banyak yanghengkang. Industri domestik akan terancam karena impor akan menjadi sangat murah.

4. Akibat/Pengaruh dari Devaluasi Mata UangAda beberapa pengaruh/Efek dari devaluasi:1) Efek terhadap aliran barang (komoditi)Arus barang dari dalam ke luar negeri akan meningkat, hal ini dikarenakan harga barang di dalam negeri lebih rendah sedangkan harga diluar negeri lebih mahal sehingga produsen cenderung menjual (mengekspor) barangnya keluar negeri. Sehingga arus barang dari dalam keluar negeri akan meningkat.

2) Efek terhadap harga luar negeriHarga barang di luar negeri akan cenderung menurun mengikuti harga barang yang diimpor dari negara yang melakukan devaluasi. Hal ini dilakukan para produsen negara pengimpor karena mereka tidak ingin kalah bersaing atau menetapkan harga yang lebih tinggi dari barang yang diimpor, dimana hal itu akan mengakibatkan barang mereka menjadi tidak laku dan mereka akan mengalamai kerugian. Sehingga mau tidak mau harus mematok harga yang hampir sama atau bahkan lebih rendah dari barang yang diimpor dari negara yang melakukan devaluasi.

3) Efek terhadap harga dalam negeriHarga dalam negeri akan cenderung meningkat, karena akibat dari devaluasi barang kita akan banyak dibeli, sehingga dollar yang masuk ke indonesia akan meningkat dan secara otomatis cadangan devisa juga meningkat. Dengan meningkatnya cadangan devisa maka akan banyak perusahaan yang berdiri, akan banya karyawan yang bekerja dan pendapatan mereka akan meningkat, dengan meningkatnya pendapatan mereka akan mengakibatkan meningkatnya konsumsi, sehingga jumlah uang beredar di masyarakat akan semakin meningkat. Dengan banyak jumlah uang beredar meningkat, akan menyebabkan inflasi.

4) Efek terhadap kuantitas nilai tukar yg dimintaAkibat dari melemahnya nilai mata uang rupiah. Maka permintaan akan mata uang rupiah semakin menurun (semakin rendah), karena nilai rupiah lebih rendah dari pada nilai dollar sehingga orang akan malas untuk memegang rupiah.

5) Efek terhadap kuantitas nilai tukar yang ditawarkanAkibat dari devaluasi adalah merendahkan nilai mata uang Rupiah terhadapa dollar, akibat terlalu rendahnya nilai rupiah atau dengan kata lain, nilai dollar tinggi, akan mengakibatkan kuantitas nilai tukar yang ditawarkan akan meningkat.

6) Efek terhadap Term of Trade (TOT)Devaluasi akan memberikan efek yang baik terhadapa Term Of Trade (TOT), hal ini dikarenakan rasio TOT negara yang melakukan devaluasi akan meningkat karena barang di ekspor lebih besar dari pada negara pengimpor, dengan kata lain kita harus mengasumsikan bahwa meningkatnya nilai ekspor tersebut dibarengi dengan tidak berubahnya nilai impor(nilai impor tetap).

7) Efek terhadap Balance Of Trade (BOT)Devaluasi akan mengakibatkan BOT akan mengalami surplus, hal ini karena devaluasi menyebabkan harga didalam negeri rendah sedangkan harga diluar negeri lebih tinggi, sehingga mengakibatkan naiknya nilai ekspor. Dengan naiknya nilai ekspor ekspor dan dengan asumsi nilai impor tidak berubah maka Balance of Trade akan surplus.

8) Kemungkinan inflasi berlaku.Apabila kenaikan harga barang-barang impor akan ikut mendorong kenaikan harga produk domestic. Inflasi juga dapat terjadi apabila devaluasi dilakukan ketika perekonomian lagi booming. Ini disebabkan oleh kegiatan ekspor dan perkembangan kegiatan ekonomi lain seperti kenaikan upah buruh dan harga-harga oleh karena permintaan yang berlebihan.

9) Negara lainNegara lain mungkin akan melakukan langkah balasan dengan menggunakan halangan perdagangan impor (yg dikenakan bagi ekspor Negara yg mendevaluasikan valutanya).

10) Efek terhadap konsumsi domestik dan produksi domestikA. Efek Konsumsi domestikKonsumsi dalam negeri akan meningkat karena harga yang lebih murah dari pada harga sebelum diberlakukannya devaluasi,dengan asumsi barang yang diimpor tetap.B. Efek produksi domestikKarena diberlakukannya devaluasi akan mengakibatkan menurunnya nilai mata uang terhadap salah satu mata uang asnig yang mengakibatkan harga barang diluar negeri menjadi lebih mahal daripada didalam neger sehingga mengakibatkan produsen domestik cenderung mengekspor barangnya keluar negeri.. dengan meningkatnya ekspor maka untuk memenuhi permintaan dari negara pengimpor maka produsen domestik akan meningkatkan produksinya.11) Pendatan nasional akan bertambah oleh karena ekspor naik sehingga meningkatkan permintaan produksi domestic, serta mendorong investasi dalam negeri.

5. Dampak dari Devaluasi Mata UangTindakan devaluasi mata uang yang dilakukan oleh pemerintah dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian baik dalam jangka panjang, menengah, dan pendek1) Dampak Jangka Pendek.Dalam jangka pendek, tindakan devaluasi dapat menggeser pengeluaran atau expenditure switching dari komsumsi produk luar negeri kepada konsumsi produk dalam negeri. Pergeseran konsumsi ini dapat berakibat terhadap kenaikan harga barang dan jasa dalam negeri. Kenaikan harga ini akan berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat. Konsumsi masyarakat cenderung turun. Penurunan konsumsi dapat menyebabkan turunnya aktivitas ekonomi yang dapat mendorong terjadinya deflasi. Kondisi ekonomi ini dapat mengakibatkan terjadinya resesi ekonomi.

2) Dampak Jangka Menengah.Dalam jangka menengah, tindakan devaluasi dapat memperbaiki posisi balance of payment, atau BOP dan balance of trade, atau BOT melalui mekanisme elastisitas permintaan ekspor dan impor sesuai dengan Marshall-Lerner-Condition. Selain itu, devaluasi dapat juga memperbaiki posisi BOP melalui mekanisme moneter.

3) Dampak Jangka Panjang.Dampak jangka panjang merupakan akibat dari dampak yang terjadi pada jangka pendek dan menengah. Dalam jangka pendek terjadi perubahan harga produk dan pergeseran konsumsi diikuti dengan peningkatan aliran modal atau devisa pada jangka menengah. Dampak ini menyebabkan terjadinya pergeseran produksi atau production switching, baik yang menyangkut tradeable goods maupun nontradeable good. Pergeseran produksi ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi secara nasional.

6. Dampak Devaluasi Mata Uang Terhadap Output dalam Neraca PerdaganganDalam teori konvensional, kebijakan devaluasi mata uang terhadap output diberlakukan untuk memenuhi dua tujuan utama. Pertama mendapatkan posisi neraca pembayaran yang baik, melalui proses expenditure switching. Proses ini berjalan setelah terjadi penurunan harga relatif barang-barang testik, sehingga meningkatkan ekspor dan menurunkan impor. Bergesernya permintaan ke arah barang-barang domestik ini selanjutnya akan menaikkan output agregat. Kedua, mempertahankan momentum pertumbuhan melalui rangsangan ekspor dan perluasan kesempatan kerja. Pada dasarnya, devaluasi diharapkan untuk menggiatkan perekonomian dengan mendorong peningkatan output. Sebuah negara yang mengalami ketidakseimbangan dalam nilai kurs riilnya (real exchange rate disequilibrium), misalnya real exchange rate overvaluation (mata uangnya dihargai terlalu tinggi di pasar valuta asing), maka negara tersebut akan menerapkan kebijakan devaluasi.Ada beberapa alasan yang mungkin dapat dikemukakan yang memperkuat alasan penolakan negara-negara terhadap kebijakan ini. Pertama, jika devaluasi telah diantisipasi oleh masyarakat, bisa mendorong tindakan spekulatif berupa pemborongan devisa dan melarikannya ke luar negeri (capital flight). Kedua, dampak penerapan devaluasi di negara yang mengalarni real exchange rate overvaluation dan krisis neraca pembayaran, tidak selalu sejalan dengan teori tradisional yang menyebutkan bahwa devaluasi akan sangat menguntungkan bagi negara tersebut. Devaluasi dalam kasus ini, walaupun dapat memperbaiki posisi eksternal negara tersebut, dapat berakibat pada penurunan output, peningkatan jumlah pengangguran, dan distribusi pendapatan yang semakin tidak merata.Pendapat ini, sebagaimana ditulis oleh ekonom Edwards, diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Coo-per(1971), Krugman dan Taylor (1977). Berdasarkan penelitian Cooper, kenaikan harga ekspor yang dinyatakan dengan mata uang dalam negeri yang disebabkan oleh devaluasi, tidak dapat menutupi kenaikan harga impor dan permintaan agregat, sehingga output akan menurun. Permintaan ekspor harus cukup elastis untuk dapat menutupi penurunan daya beli yang disebabkan permintaan impor yang inelastis dan defisit perdagangan. Sedangkan Krugman dan Taylor menyimpulkan, bahwa dalam jangka pendek, dengan mengabaikan substitusi dalam produksi, devaluasi yang disebabkan oleh defisit yang dialami suatu negara, selalu meningkatkan pembelian impor (yang dinyatakan dalam mata uang domestik) melebihi tambahan pendapatan dari kuantitas ekspor yang tetap, sehingga permintaan agregat, produksi domestik dan output akan menurun. dalam jangka pendek devaluasi akan berdampak negatif terhadap output. Namun, setelah satu tahun devaluasi akan bersifat ekspansif, dan dalam jangka panjang devaluasi akan bersifat netral. Dalam penelitian yang dilakukan beberapa ekonom juga mengungkapkan beberapa alasan terjadinya devaluasi yang bersifat kontraktif. Devaluasi dapat mengurangi permintaan agregat sehingga menutupi dampak expenditure switching. Devaluasi juga dapat berakibat buruk bagi permintaan agregat. melalui dampaknya terhadap distribusi pendapatan. Devaluasi dapat menyebabkan redistribusi pendapatan dari kelompok dengan propensity to save yang rendah ke kelompok dengan propensity to save yang tinggi, yang akhirnya menurunkan permintaan agregat dan output. Jika negara yang menerapkan kebijakan devaluasi memiliki elastisitas harga impor dan ekspor yang rendah, maka neraca perdagangannya akan memburuk.Pandangan-pandangan tradisional seperti pendekatan elastisitas, penyerapan, dan pendekatan Keynesian menyatakan bahwa devaluasi memiliki efek positif terhadap output. Pendekatan elastisitas menyatakan bahwa devaluasi akan meningkatkan neraca perdagangan selama kondisi Marshall Lerner terpenuhi. Menurut pendekatan penyerapan, melalui switching pengeluaran dan efek pengurangan pengeluaran, devaluasi akan menghasilkan peningkatan output riil. Pendekatan Keynesian, di mana output diasumsikan ditentukan oleh permintaan dan perekonomian beroperasi di bawah potensinya - kondisi kerja penuh - menyatakan bahwa devaluasi akan memiliki dampak positif terhadap output dan kesempatan kerja. Namun, pendekatan moneter berpendapat bahwa perubahan nilai tukar mempengaruhi magnitude riil terutama melalui pengaruh neraca riil dalam jangka pendek tapi semua variabel tidak berubah dalam jangka panjang.Sebaliknya, ada berbagai saluran yang menjelaskan efek kontraktif devaluasi seperti kekakuan nominal dalam perekonomian, efek neraca, masalah neraca modal, melemahnya kepercayaan diri, dan berbagai kebijakan ekonomi yang terkait.

BAB IIIPENUTUP

KesimpulanDevaluasi mata uang merupakan salah satu alternatif kebijakan yang bisa di lakukan pemerintah suatu negara dalam mengatasi persoalan ekonomi terutama menyangkut tekanan terhadap neraca perdagangan (balance of trade) maupun neraca transaksi berjalan (balance of current acount), serta menipisnya cadangan devisa (international reserve). Cara ini biasa di lakukan oleh pemerintah jika nilai mata uangnya teralalu tinggi dengan negara lain, dan untuk menyelamatkan output perekonomian dalam negeri terutama dari segi sektor pertumbuhan industri dan ketersediaan lapangan kerja maka pemerintah melakukan kebijakan devaluasi mata uang yaitu dengan menurunkan nilai mata uang terhadap mata uang asing.Maka dari kebijakan ini nanti nya di harapkan akan mampu mendorong pertumbuhan perekonomian dalam negeri dengan meningkatkan ekspor serta menambah konsumsi produk dalam negeri, banyak sekali efek positif yang bisa di rasakan dari devaluasi mata uang terutama dari output negara terhadap neraca perdagangan. Namun tidak semua negara di dunia ini melakukan devaluasi mata uang untuk mengurangi defisit dalam neracanya, Cina merupakan salah satu negara yang tidak melakukan devaluasi karena berbagai alasan.Kenyataannya devaluasi mata uang sendiri bukan lah cara yang tepat untuk menyelamatkan perekonomian dari krisis, meskipun devaluasi mempunyai dampak positif terhadap perekonomian. Seperti yang sudah penulis jelaskan di atas, devaluasi mata uang menjadi bumerang bagi perekonomian jika arah dan waktu tidak tepat, untuk itu lah pemerintah harus tahu kapan kebijakan devaluasi itu dapat dilakukan.Devaluasi akan berdampak positif bagi dalam jangka pendek karena dapat merubah pola konsumsi masyarakat dari yang produk luar menjadi produk domestik, dalam jangka menengah akan mempengaruhi neraca perdagangan,dan dalam jangka panjang jusru dapat merubah pola struktur ekonomi negara. Tapi perlu diketahui bahwa kebijakan devalusi harus di lakukan dengan sangat hati-hati karena akan sangat berpengaruh pada hubungan internasional, maka dari itu kebijakan ini sudah sangat jarang di lakukan dalam beberapa priode terakhir ini.

Daftar Pusataka

1. Yuliati. S. H., Prasetyo. H., 2005, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Internasional, Andi, Edisi II, Yogyakarta.2. Kuncoro. M., 1996,Manajemen Keuangan Internasional, Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global, BPFE, Yogyakarta.3. Hady. H., 2004,Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional, Ghalia Indonesia, Buku 2, Edisi Revisi, Jakarta.4. Hady. H., 2008,Manajemen Keuangan Internasional, Yayasan Administrasi Indonesia, Cetakan Keempat,Jakarta.5. http://id.wikipedia.org/wiki/Devaluasi_mata_uang6. Maurice,Paul., 2000, Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan/jilid2, indeks, Edisi kelima,Jakarta.7. Dornbusch, R., Sturzenbegger, F. and Wolf, H. (1990) Extreme inflation: dynamics and stabilisation, Brooking Papers on Economic Activity, 2: 1-64.8. Krugman, P. R. and Taylor, L. (1978) Contractionary effect of devaluation', Journal of International Economics, 8 (3), pp. 183-227.13