22
MENELUSURI GAGASAN PLURALISME DALAM PERSPEKTIF GENDER MELALUI TEKS INJIL LUKAS 24 : 1-12. A. PENDAHULUAN Pluralisme atau kemajemukan merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa terhindarkan dari realitas dunia. Dunia yang didiami segala ciptaan Tuhan mencakup totalitas fakta material dan imaterial selalu memperlihatkan kosmologi dialektik…langit-bumi; laut-darat; atas-bawah, timur-barat; utara-selatan; kiri-kanan; perempuan-laki- laki; dan lain-lain sebagainya. Dialektika yang relatif stabil dan atau normal diyakini mampu merangkai sebuah keutuhan dalam keharmonisan, dan harmoni dalam keutuhan sebagai penyangga kehidupan menjadi lebih semarak dan indah. Jika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa kagum dan pengakuan Sang Khalik, bahwa IA sendiri melihat dan menilainya sebagai sesuatu yang indah dan sempurna pada saat penciptaan, masih perlu dipertanyakan. Sikap positif orang percaya yang turut menghargai keindahan ciptaan Tuhan yang dijadikanNya saling berbeda merupakan cerminan dari hidup yang terbuka untuk memberi dan menerima secara seimbang dalam orientasi yang sama, yakni menciptakan harmoni kehidupan bagi segala makhluk. Apalagi dalam era demokrasi pada semua ruang lingkup kehidupan manusia, kesadaran, kesediaan dan kesetiaan dalam relasi saling memahami dan mendengar merupakan tuntutan yang harus dipenuhi sebagai konsekwensi dari demokrasi itu sendiri. Pada tataran ini, manusia perempuan dan laki-laki selalu dipertanyakan kualitas perannya yang seimbang dan berkeadilan. Sangat disayangkan, pada era demokrasi yang sangat terbuka saat ini, masih nampak kepincangan atau ketidakseimbangan dalam hal mendengar dan didengar, menerima dan diterima…yang tidak mengerucut pada keseimbangan hidup dalam kesetaraan gender, melainkan berorientasi pada kekuasaan ‘sepihak’ sebagai sasaran demokrasi ‘pura-pura’ atas nama agama dan budaya sensitif dalam masyarakat. Dalam hal ini, suara kaum perempuan sengaja dibenamkan, alias tidak didengar sebagai akibat dari kesadaran semu terhadap tuntutan budaya para leluhur “yang belum tentu demikian”. Inilah wujud nihilisme demokrasi dalam hidup anak-anak manusia dari waktu ke waktu.

ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

MENELUSURI GAGASAN PLURALISME DALAM PERSPEKTIF GENDER MELALUI TEKS INJIL LUKAS 24 : 1-12.

A. PENDAHULUANPluralisme atau kemajemukan merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa terhindarkan dari

realitas dunia. Dunia yang didiami segala ciptaan Tuhan mencakup totalitas fakta material dan imaterial selalu memperlihatkan kosmologi dialektik…langit-bumi; laut-darat; atas-bawah, timur-barat; utara-selatan; kiri-kanan; perempuan-laki-laki; dan lain-lain sebagainya. Dialektika yang relatif stabil dan atau normal diyakini mampu merangkai sebuah keutuhan dalam keharmonisan, dan harmoni dalam keutuhan sebagai penyangga kehidupan menjadi lebih semarak dan indah. Jika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa kagum dan pengakuan Sang Khalik, bahwa IA sendiri melihat dan menilainya sebagai sesuatu yang indah dan sempurna pada saat penciptaan, masih perlu dipertanyakan.

Sikap positif orang percaya yang turut menghargai keindahan ciptaan Tuhan yang dijadikanNya saling berbeda merupakan cerminan dari hidup yang terbuka untuk memberi dan menerima secara seimbang dalam orientasi yang sama, yakni menciptakan harmoni kehidupan bagi segala makhluk. Apalagi dalam era demokrasi pada semua ruang lingkup kehidupan manusia, kesadaran, kesediaan dan kesetiaan dalam relasi saling memahami dan mendengar merupakan tuntutan yang harus dipenuhi sebagai konsekwensi dari demokrasi itu sendiri. Pada tataran ini, manusia perempuan dan laki-laki selalu dipertanyakan kualitas perannya yang seimbang dan berkeadilan.

Sangat disayangkan, pada era demokrasi yang sangat terbuka saat ini, masih nampak kepincangan atau ketidakseimbangan dalam hal mendengar dan didengar, menerima dan diterima…yang tidak mengerucut pada keseimbangan hidup dalam kesetaraan gender, melainkan berorientasi pada kekuasaan ‘sepihak’ sebagai sasaran demokrasi ‘pura-pura’ atas nama agama dan budaya sensitif dalam masyarakat. Dalam hal ini, suara kaum perempuan sengaja dibenamkan, alias tidak didengar sebagai akibat dari kesadaran semu terhadap tuntutan budaya para leluhur “yang belum tentu demikian”. Inilah wujud nihilisme demokrasi dalam hidup anak-anak manusia dari waktu ke waktu.

Dalam konteks ini, dibutuhkan cakrawala interpretasi yang fleksibel dan dapat dipertanggungjawabkan secara iman dan moril untuk melunakkan dan mencerahkan keras dan kakunya prinsip-prinsip egosentrisme dikalangan anak-anak manusia atas nama budaya dan teks-teks kitab suci, termasuk teks-teks tertentu dalam Alkitab. Melalui makalah ini, kami berupaya mendalami kekayaan teks Injil Lukas 24 : 1 – 12 untuk menemukakan gagasan pluralisme dalam perspektif gender, baik melalui kajian eksegese maupun melalui refleksi teologis.

B. KONTEKS HISTORIS INJIL LUKASA.1. Penulis

Pendapat bahwa Lukas kawan Paulus sebagai penulis Injil Lukas – Kisah Para Rasul, tidak dapat disimpulkan secara jelas. Namun sejak akhir abad kedua, pernyataan ini diterima tanpa ada kesulitan di dalam gereja. Siapa Lukas sebenarnya, hanya beberapa kesaksian dari dalam Perjanjian Baru sendiri dapat memberi penjelasan atau gambaran seperti dalam Flm.1:24, “Salam kepada … dari Markus, Aristarkhus, Demas dan Lukas, teman-teman sekerjaku”. Dalam Kol.4:14, “Salam kepadamu dari tabib Lukas yang terkasih dan dari Demas”. Paulus juga menyebut nama Lukas dalam 2 Tim.2:11a, “Hanya

Page 2: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

Lukas yang tinggal dengan aku.” Pada kesempatan ini Lukas menemani Paulus di penjara untuk kedua kalinya di Roma sekitar tahun 66-67 M1.

Banyak ahli yang berpendapat bahwa kitab Injil yang ketiga itu memang ada sangkut pautnya dengan Lukas, yaitu Dokter Lukas yang namanya ditemukan dalam beberapa surat Paulus2 (Kol.4:14; Flm.1:24; 2 Tim.4:11). Lukas adalah seorang dokter dan memang sering dikemukakan bahwa penulis Injil Lukas – Kisah Para Rasul menunjukkan pengetahuan khusus tentang bahasa kedokteran, serta perhatian dalam melakukan diagnosa penyakit. Hal ini sangat didukung oleh bahasa medis yang digunakan saat menyebut penyakit, seperti dalam Luk. 5:12, 6:18, 13:11,32; Kis.9:33 dan seterusnya. Pokok ini banyak diberi penekanan padahal sangat mungkin banyak istilah kedokteran yang dipakai itu dikenal juga oleh orang cerdas lainnya di Roma3.

Berdasarkan Kol.4:11,14 Lukas bukanlah orang Yahudi4. Jika ia memang penulis Injil Lukas – Kisah Para Rasul, maka mungkin sekali ia satu-satunya penulis Perjanjian Baru yang bukan orang Yahudi. Gaya bahasa Yunani tulisan-tulisan tersebut memberi kesan penulis mungkin seorang penutur asli bahasa Yunani5. Ia seorang yang terpelajar, sangat peka terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan dan paham dalam hal kesusastraan Yunani6.A.2. Maksud dan Tujuan Penulis

Secara ringkas maksud dan tujuan penulisan kitab Lukas adalah sebagai berikut:7

1. Lukas ingin mengatakan bahwa kekristenan bukanlah sekte Yahudi tetapi merupakan penerus sejati dari agama Yahudi, agar kekaisaran Roma menerima mereka (Luk.1:1-4; 20:24-25).

2. Lukas ingin menonjolkan pekerjaan/peranan Roh Kudus (Luk.1:15,35; 3:22; 4:14,18; 10:21; 11:13).

3. Lukas menekankan pentingnya doa dalam kehidupan Yesus yang menjadi teladan bagi orang percaya (Luk.3:21-22; 5:16; 6:12; 9:18).

4. Lukas memberi perhatian khusus terhadap peran dan kedudukan perempuan (Luk.7:37-38,48; 8:3,43-44; 13:16; 23:28,49,55-56).

5. Lukas memberi banyak perhatian kepada orang-orang lemah atau miskin, juga tentang kekayaan dan bagaimana menggunakannya untuk menolong orang lain (Luk.4:18; 14:13,21; 16:19-31; 18:18-27).

Seperti halnya dengan penulis Injil lainnya, Lukas tidak bermaksud menulis biografi tentang Yesus menurut arti teknisnya tetapi ia juga menyadari laporan kepada Teofilus akan mempunyai bobot jika secara tokoh didasarkan atas fakta-fakta sejarah. Penelitian lebih jauh menunjukkan bahwa Lukas juga hendak menulis sebuah uraian sejarah, untuk meyakinkan pihak non-Kristen, bahwa ke-Kristen-an adalah suatu agama yang sah, yang tidak perlu dicurigai, apalagi hendak dihapuskan.8 Oleh karena itu Lukas memulai ceritanya tentang Yesus dengan agama Yahudi. Dalam dua pasal pertama Injilnya, ia memperlihatkan kesinambungan agama Kristen dengan agama Yahudi dalam Perjanjian Lama. Ia

1 I Suharyo Pr, Pengantar Injil Sinoptik, Yogyakarta: Kanisius, 1995, hlm.1102 B.J.Boland, Tafsiran Alkitab Injil Lukas, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996, hlm.33 John Drane. Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995, hlm.1124 Darmawidjaja Pr. Injil Yesus Kristus menurut Santo Lukas. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Kateketik Pradnyawidya.

1978. hlm.6 5 Ibid.6 Ibid.7 George Arthur Buttrick dan Nolan B. Harmon (ed.), The Interpreter’s Bible Vol.VIII, New York: Abingdon Press Nashville..hlm.5-98 S. Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 102001, hlm.374

Page 3: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

mengajak pembaca untuk melihat peristiwa-peristiwa Yesus yang sudah berlalu ke dalam kehidupan jemaat kontemporer. Ia menekankan kuasa hidup Yesus di dalam Jemaat, yakni Roh Kudus, juga memainkan peran sentral dalam pelayanan Yesus9.A.3. Sidang Pembaca

Para ahli dalam hal ini hampir sependapat menyatakan bahwa sidang pembaca Injil Lukas adalah orang-orang yang hidup dalam lingkungan hellenis. Orang Kristen bukan Yahudi.10 Lukas sendiri bukanlah seorang Yahudi. Ia mengalamatkan bukunya itu kepada Teofilus, juga seorang yang bukan Yahudi. Jadi Dokter Lukas menulis sebagai seorang yang bukan Yahudi kepada seorang yang bukan Yahudi.11 Pendahuluan pada Lukas 1:3 mengenai Teofilus merupakan petunjuk yang representatif tentang sidang pembaca.

Lukas sangat memperhatikan kedudukan orang-orang bukan Yahudi dalam hubungan dengan karya keselamatan Kristus, kiranya juga memberi petunjuk bahwa Injil ini bagi mereka. Diperlihatkan Yesus lahir untuk keselamatan umat manusia, bukan hanya bagi orang Yahudi.12 Dalam Kerajaan-Nya tersedia tempat bagi orang Yahudi maupun Samaria yang saling bertentangan (Luk 9:51-56; 10:30-37), bahkan untuk orang kafir (Luk.3:6; 4:25-27; 7:9).13 Dari beberapa petunjuk ini dapat disimpulkan bahwa sidang pembaca Lukas cukup universal, tidak dibatasi pada orang Kristen Yahudi saja.

C. EKSEGESE: ANALISIS NARATIFDalam analisa naratif ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu plot/alur cerita,

karakterisasi/penokohan, sudut pandang dan setting/latar.14 Tafsiran Lukas 24:1-12 dengan menggunakan metode analisis naratif akan uraikan sebagai berikut:C.1. Plot / Alur

Untuk mengetahui plot15 dari narasi Lukas 24:1-12 maka teks ini akan kami bagi dalam tiga adegan. Pembagian ini berdasarkan tempat, waktu dan tokoh.

Adegan Waktu Tempat TokohAyat 1-8 Pagi-pagi benar pada

hari pertama minggu itu

Kubur Yesus Perempuan-perempuan, dua orang yang berpakaian berkilauan

Ayat 9-11 Setelah perempuan-perempuan kembali dari kubur

Tempat kesebelas murid dan murid-murid lainnya berkumpul

Perempuan-perempuan, para murid

Ayat 12 Setelah perempuan-perempuan berbicara

Kubur Yesus Petrus

9 B.F.Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, hlm.22510 Darmawidjaja Pr,OpCit.hlm.1011 B.J. Boland,Op.Cit,hlm.1012 Darmawidjaja Pr,OpCit,hlm.1113 Ibid.14 Komisi Kitab Suci Kepausan. Penafsiran Alkitab dalam Gereja. Yogyakarta: Kanisius. 2003. hlm.5815 Plot merupakan rangkaian peristiwa yang teratur dan tersusun sedemikian rupa sehingga menarik minat para pembaca dan membangkitkan emosinya, serta memberi maksud atau pesan dari cerita tersebut. Plot terdiri dari adegan-adegan. Adegan adalah peristiwa yang muncul dalam cerita dan cerita itu tidak akan berarti tanpa adanya adegan-adegan. Plot suatu cerita juga merupakan interaksi antara tokoh, peristiwa dan latar. Lih. Mark Powell dalam What Is Narrative Criticsm, Minneapolis: Fortress Press, 1990, hlm.35

Page 4: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

kepada para murid

Berikut ini adalah plot dari kisah dalam Lukas 24:1-12, yaitu : Adegan I (ayat 1-8):

Adegan ini dimulai dengan penjelasan narator mengenai waktu peristiwa yaitu pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu. Kemudian dengan rempah-rempah yang sudah dipersiapkan sebelumnya, perempuan-perempuan pergi menuju kubur Yesus. Masalah mulai muncul pada adegan ini, ketika mereka mendapati bahwa batu kubur Yesus telah terguling dan setelah masuk ke dalam kubur mereka tidak menemukan mayat Yesus. Jadi sebenarnya perempuan-perempuan itu datang terlambat: mereka hanya menemukan bahwa kubur itu sudah kosong. Mereka menjadi bingung dan tidak tahu harus berbuat apa lagi. Di tengah kebingungan mereka, tiba-tiba muncul dua orang yang berpakaian berkilau-kilauan. Perempuan-perempuan menjadi takut dan bersujud sampai ke tanah. Dua orang itu menyampaikan kabar bahwa Yesus telah bangkit. Setelah mereka mendengar kabar dari dua orang tersebut dan mempercayainya, barulah mereka dapat memandang kuburan kosong itu sebagai tanda bahwa Yesus telah dibangkitkan. Masalah tentang keberadaan mayat Yesus langsung terpecahkan pada saat itu juga berkat informasi dari dua orang tersebut.

Adegan II (ayat 9-11):Kabar sukacita yang disampaikan oleh dua orang tersebut kepada perempuan-perempuan itu diteruskan kepada kesebelas murid dan murid-murid yang lain. Masalah lain muncul karena para murid tidak percaya kepada berita kebangkitan yang disampaikan perempuan-perempuan tersebut. Bagi para murid perkataan-perkataan perempuan-perempuan itu hanyalah omong kosong belaka.

Adegan III (ayat 12):16

Sesudah cerita tentang perempuan-perempuan itu, walaupun murid-murid menganggap omong kosong kabar yang disampaikan perempuan-perempuan itu, namun Petrus pergi dengan berlari ke kubur. Di sana Petrus mendapati kain kafan saja, sehingga ia dengan heran bertanya kepada diri sendiri apakah yang yang telah terjadi.

Cerita selanjutnya mengenai penampakan Yesus yang bangkit, yang akan mengatasi ketidakpercayaan di kalangan kesebelas murid dan “semua saudara yang lain” yang ada bersama dengan mereka. C.2. Karakterisasi/Penokohan

Dalam teks Lukas 24:1-12 ada 4 tokoh yang berperan yaitu, dua orang muda, perempuan-perempuan, para murid, dan Petrus.a. Dua orang mudaKabar kebangkitan Yesus disampaikan kepada perempuan-perempuan oleh “dua orang muda”. Biarpun dalam Lukas 24:4 menyebut “dua orang”, namun pakaian mereka mengesankan bahwa mereka berasal dari surga; dalam Luk.24:23 mereka diidentifikasikan sebagai malaikat-malaikat.17 Kemunculan dua orang malaikat ini berarti Allah bertindak dan berbicara. Kabar yang disampaikan oleh dua orang malaikat ini seolah-olah merupakan penjelasan dari pihak Allah tentang apa sebabnya kuburan itu kosong. Kabar dari dua orang malaikat itu dimulai dengan pertanyaan: “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati?” atau “Mengapa kamu mencari orang hidup di tengah-tengah orang mati?”

16 Banyak terjemahan modern menghilangkan ayat 12. Ayat ini tidak ada di kebanyakan naskah kuno, tetapi ada naskah-naskah yang baik yang memasukkannya. Berbagai argumentasi untuk menerima ayat tersebut sebagai ayat yang asli sangat kuat ketimbang argumentasi untuk menolaknya. Lih. O.C.Edwards Jr. Inil Lukas sebagai Cerita. Jakarta: BPK Gunung Mulia.1999.hlm.9017 Raymond E. Brown, Kristus yang Bangkit Pada Masa Paskah, Yogyakarta: Kanisius, 1995, hlm.75

Page 5: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

Bisa berarti bahwa pertanyaan ini sebagai teguran halus karena pertanyaan ini diikuti dengan penjelasan tentang apa yang sudah dikatakan oleh Yesus ketika masih di Galilea, yaitu “Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga” (Luk.24:7). Kemunculan dua orang malaikat secara tiba-tiba bertujuan untuk menjawab kebingungan yang mereka alami. Ini berarti bahwa kehadiran dua orang malaikat itu pasti dengan tujuan baik.

Tidak ada pernyataan, “Jangan takut!” dari kedua orang malaikat tersebut, tetapi kedua malaikat tersebut langsung menyampaikan kabar itu. Ini berarti bahwa kedua malaikat telah mengetahui bahwa ketakutan yang dialami perempuan-perempuan itu bukan karena tidak tahu siapa yang mereka hadapi, tetapi perempuan-perempuan itu mengetahui bahwa kehadiran mereka (dua malaikat) itu adalah sebagai kehadiran Allah, sehingga perempuan-perempuan itu menunjukkan sikap hormat dan takjub dengan menundukkan kepada sampai ke tanah. Pertanyaan “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati?” merupakan pernyataan retoris bahwa kendati telah disalibkan, Yesus tetap hidup.18 Pertanyaan itu juga mengindikasikan bahwa kedua orang malaikat itu mengetahui tujuan perempuan-perempuan itu datang ke kubur. Ke-dua malaikat itu secara tidak langsung mencela perempuan-perempuan itu karena mereka tidak segera mengerti bahwa penyaliban harus berakhir pada kebangkitan.19 Itu berarti dua orang malaikat ini sangat peka terhadap kondisi lawan bicaranya.

Tentu saja dua orang malaikat ini adalah informan yang terpercaya karena mengingatkan mereka akan perkataan Yesus ketika masih di Galilea. Di Galilea Yesus telah memberikan keterangan secara rinci tentang nasib Anak Manusia, termasuk kebangkitan pada hari ketiga.20 Perkataan Yesus yang dimaksud oleh malaikat-malaikat itu merupakan gabungan beberapa pernyataan yang dibuat oleh Yesus dalam Lukas 9:22, 44; 18:31-33. Sekali lagi, itu berarti bahwa kedua orang malaikat ini digambarkan sebagai orang yang baik, peka terhadap lawan bicaranya dan dapat dipercaya. b. Perempuan-perempuan

Perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus pertama kali disebut dalam Luk.8:1-3. Perempuan-perempuan ini melayani Yesus beserta rombongan dengan kekayaan yang mereka miliki (Luk.8:3), bahkan mereka hadir pada saat detik-detik terakhir Yesus meninggal (Luk.23:49) sampai kepada Yesus dimakamkan (Luk.23:55). Pada teks Lukas 24:1-12 perempuan-perempuan ini tetap muncul, bahkan pada pertengahan perikop nama-nama mereka disebutkan.

Daftar nama perempuan-perempuan yang menjadi saksi kebangkitan Yesus dalam Lukas berbeda dengan Injil Matius dan Markus. Lukas menggabungkan tradisi yang ada di Markus (Maria Magdalena, Maria Ibu Yakobus dan Salome) dan Matius (Maria Magdalena dan Maria yang lain) dan juga memasukkan bahan yang khusus yang berbeda dari Matius dan Markus, yaitu menambahkan nama Yohana sebagai saksi yang sebelumnya telah disebutkan dalam Luk.8:2.21

Ada tiga nama yang disebutkan, yaitu Maria dari Magdala, Yohana dan Maria ibu Yakobus. Kecenderungan Lukas untuk mengelompokkan nama perempuan-perempuan itu dalam kelompok tiga orang serupa dengan kolompok-kelompok khusus yang terdiri dari tiga orang di antara keduabelas murid (Petrus, Yakobus, Yohanes) dan para pemimpin komunitas Yerusalem (Yakobus, saudara Tuhan, Kefas dan Yohanes).22

18 Ibid.5219 Ibid.20 Ibid.21 R.H. Fuller, The Formation Of The Resurrection Narratives, London: S.P.C.K., 1971, hlm.9522 Elizabeth S. Fiorenza. Untuk Mengenang Perempuan Itu: Rekonstruksi Teologi Feminis tentang Asal-usul Kekristenan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 21997.hlm.192

Page 6: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

Keanggotaan dalam kelompok tiga orang semacam itu, dan urutan nama-nama di dalamnya, memperlihatkan kedudukan terkemuka dalam komunitas yang kemudian.23 Perempuan-perempuan itu adalah: Perempuan yang pertama disebut adalah Maria dari Magdala atau Maria Magdalena adalah salah

seorang yang telah disembuhkan Yesus dari roh-roh jahat dan berbagai penyakit. Darinya telah dikeluarkan tujuh roh jahat (Luk.8:2). Maria Magdalena tampaknya adalah pemimpinnya karena ia disebutkan yang pertama24 (Lukas 8:2, 24:10).

Perempuan yang kedua, yaitu Yohana, istri Khuza, bendahara Herodes (Luk.8:3), juga adalah salah seorang yang telah disembuhkan Yesus dari roh-roh jahat dan berbagai penyakit. Selain itu, posisinya sebagai istri bendahara Herodes mencirikannya sebagai seorang perempuan dengan kedudukan sosial yang lebih tinggi.

Maria ibu Yakobus yang oleh Lukas didaftar pada urutan ketiga (Luk.24:10) tidak disebutkan sebelumnya.

Selain tiga perempuan yang disebutkan di atas, ada juga disebut ‘perempuan-perempuan yang lain’ namun Lukas tidak memberi keterangan yang lebih jelas siapa yang dimaksud dengan ‘perempuan-perempuan yang lain’.

Kematian Yesus merupakan peristiwa yang tidak pernah mereka sangka sebelumnya. Perlakuan Yesus yang sangat bertentangan dengan kebiasaan para rabi saat itu, yaitu menerima mereka sebagai murid, pasti sangat berkesan dalam benak mereka. Kematian Yesus pasti adalah kehilangan yang sangat mendalam bagi mereka (Luk.23:27). Kunjungan mereka ke kubur untuk meminyaki jenazah Yesus merupakan penghormatan terakhir mereka kepada Sang Guru.

Fakta bahwa perempuan-perempuan itu datang pagi-pagi benar pada hari pertama setelah hari Sabat dengan rempah-rempah yang telah mereka sediakan (Luk.24:1), mengungkapkan ketaksabaran mereka untuk memberikan pelayanan cinta.25 Mereka mau mengurapi tubuh Yesus, Tuhan mereka, sebagai wujud terimakasih mereka kepada-Nya atas segala perbuatan-Nya kepada mereka masing-masing.26 Rencana ini sempat tertunda karena perayaan pada hari Sabat. Perempuan-perempuan tersebut digambarkan sangat setia karena hadir pada saat penyaliban, penguburan dan kebangkitan Yesus. Dibandingkan dengan para murid, sepertinya perempuan-perempuan ini lebih bisa menerima kenyataan yang menimpa Yesus dibandingkan dengan para murid dilihat dari kesetiaan dan kehadiran mereka dalam kisah penyaliban, pemakaman dan kebangkitan Yesus.

Reaksi ketakutan dan sikap menundukkan kepala yang dilakukan oleh perempuan-perempuan itu menunjukkan bahwa mereka tahu berhadapan dengan siapa, Sikap yang ditunjukkan oleh perempuan-perempuan itu adalah wujud penghormatan kepada Allah melalui kehadiran kedua orang malaikat. 27 Setelah mendengar kabar kebangkitan Yesus dari dua orang malaikat, mereka langsung memberitakannya kepada kesebelas murid dan murid-murid lainnya. Lukas tidak menggambarkan secara jelas bagaimana reaksi perempuan-perempuan itu setelah mendengar kabar kebangkitan Yesus.

Tidak seperti dalam Markus yang menggambarkan bahwa perempuan-perempuan tersebut takut setelah mendengar kabar kebangkitan Yesus dan tidak menceritakan kepada siapapun (Mrk.16:8), Lukas menggambarkan seolah-olah tidak ada keraguan-raguan dari perempuan-perempuan untuk memberitakan

23 Ibid.24 Ibid.25 Raymond E. Brown.OpCit.hlm.5126 J.H.Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, hlm 629.27 B.J.Boland.OpCit.hlm.581

Page 7: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

kabar tersebut.28 Lukas tidak menyebutkan bahwa dua orang malaikat tersebut menyuruh perempuan-perempuan itu untuk memberitahukan kabar sukacita itu. Ini berarti bahwa perempuan-perempuan ini siap menerima kabar sukacita itu dan dengan inisiatif sendiri, mereka setia dalam menyampaikan kabar itu kepada kesebelas murid dan murid-murid lainnya. Hemat kami, karena perempuan-perempuan itu meyakini kebenaran kabar yang disampaikan oleh dua orang malaikat tersebut, yang sekaligus meneguhkan keyakinan mereka terhadap kebenaran perkataan Yesus sebelum IA disalibkan. Pada ayat 8 tertulis, “maka teringatlah mereka akan perkataan Yesus itu.” Ini menegaskan bahwa perempuan-perempuan ini setia mengikuti Yesus dalam pelayanan. Ingatan mereka terhadap perkataan Yesus menandakan bahwa perempuan-perempuan ini adalah para pendengar yang baik dan setia.

Sebagai pihak yang percaya, pada ayat 9, Lukas menggambarkan tindakan perempuan-perempuan itu dengan memakai kata (aorist aktif indikatif) yang berarti ‘memberitakan (secara terbuka)’. Berbeda pada ayat 10, Lukas memakai kata lain yaitu (imperatif aktif indikatif) yang juga berarti ‘memberitakan’. Perubahan kata dari bentuk aorist pada ayat 9 ke bentuk imperatif pada ayat 10 menandakan bahwa pemberitaan yang dilakukan perempuan-perempuan tidak sekali tetapi berulang-ulang. Itu berarti Lukas mau menggambarkan bahwa perempuan-perempuan berinisiatif (tanpa ada perintah dari malaikat) memberitakan kepada para murid bukan hanya sekedar berita biasa tetapi berita sukacita, berita Injil, berita kebangkitan Yesus yang diberitakan berulang-ulang supaya meyakinkan para murid bahwa berita itu benar adanya.

Penyebutan nama-nama perempuan yang hadir di kubur saat itu tidak disebutkan pada awal perikop tetapi pada pertengahan perikop (ayat 10), setelah perempuan-perempuan itu memberitakan berita sukacita tersebut. Ini berarti seakan-akan Lukas mau menetapkan di sini, hitam di atas putih bahwa peristiwa kebangkitan Yesus memang disaksikan oleh beberapa orang dan nama-nama mereka dapat disebutkan, dan tentulah dalam jemaat Kristen dari abad-abad pertama itu mengetahui siapa yang dimaksud dengan nama-nama itu. Menurut pendapat Lukas, kesaksian perempuan-perempuan ini dapat dipercayai karena sesuai dengan prinsip aturan “dua atau tiga saksi”.29 Itu berarti perempuan-perempuan ini digambarkan sebagai orang-orang yang setia, tegar, percaya, dan berinisiatif. c. Para murid30

Para murid digambarkan sebagai orang-orang yang tidak percaya. Bagi mereka perkataan perempuan-perempuan itu adalah omong kosong belaka. Sangat mungkin ketidakpercayaan mereka didasarkan pada sikap orang-orang Yahudi pada saat itu terhadap perempuan bahwa perempuan-perempuan kurang dihargai sebagai saksi, tetapi ini agak meragukan karena dari tulisan Lukas, ia justru mengakui dan menghargai kedudukan dan sumbangan kaum wanita dalam jemaat Kristen (Luk.8:1-3). Kesebelas murid tidak mau percaya, sekalipun cerita perempuan-perempuan itu seharusnya mengingatkan mereka akan nubuat itu31 ketika masih di Galilea (Luk.9:22, 44; 18:31-33). Lukas 24:10 menggarisbawahi kebandelan mereka dengan melaporkan bahwa perempuan-perempuan itu “terus memberitahukan” para murid tentang apa yang sudah terjadi.32 Ini merupakan goresan yang tidak biasa dalam sebuah injil yang sangat lembut kepada keduabelas/kesebelas murid.33

28 R.H. Fuller, Luke’s Witness To Jesus Christ, London: United Society For Christian Literature Lutterworth Press, 31963, hlm.7429 B.J.Boland.OpCit.hlm.58330 Istilah ‘para murid’ untuk mewakili para rasul dan murid-murid lainnya. Seperti dalam Luk.9:1 para rasul juga dapat disebut dengan atau termasuk istilah murid. lih.B.F.Drewes.OpCit.hlm.275 31 Raymond E.Brown.OpCit.hlm.5332 Ibid.hlm.53-5433 Ibid.

Page 8: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

Ketidakpercayaan para murid didasarkan atas pemahaman dan impian mereka tentang kerajaan Yahudi di bawah pimpinan Yesus sebagai Mesias Nasional. Impian itu sudah hancur ketika Yesus disalibkan, sehingga mereka sekarang seperti orang-orang yang tidak mempunyai pengharapan, bahkan pada perikop selanjutnya mereka digambarkan sebagai “orang bodoh dan lamban hati” (Luk.24:25) karena tidak mempercayai berita yang disampaikan oleh perempuan-perempuan kepada mereka (Luk.24:22-24), walaupun nanti akhirnya mereka percaya juga setelah menyaksikan penampakan Yesus. Jadi para murid digambarkan sebagai orang-orang yang tidak percaya, putus asa dan bodoh. d. Petrus

Sesudah perempuan-perempuan menyampaikan kabar kebangkitan Yesus, ternyata salah seorang murid, Petrus, bangkit dan pergi ke kubur Yesus tampaknya ia mau menguji ceritera perempuan-perempuan itu.34 Reaksi Petrus terhadap perkataan perempuan-perempuan itu menggambarkan bahwa Petrus sebenarnya bukan tidak percaya, tetapi ragu-ragu, antara percaya dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan perempuan-perempuan itu. Hal ini juga berarti Petrus adalah seorang yang tanggap dan memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Fakta bahwa Petrus hanya melihat kain kafan dan bukan mayat Yesus, membenarkan setidaknya sebagian cerita perempuan-perempuan itu.35 Akan tetapi, tidak dikatakan Petrus telah berkesimpulan bahwa bagian lain ceritera itu benar, yaitu bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati. Sebab ia kembali dari kubur bukan dengan sukacita melainkan dengan penuh tanda tanya. Keragu-ragu yang dialami Petrus karena ia tidak menyaksikan kedua orang malaikat seperti yang dialami perempuan-perempuan36 (Luk.24:22-23). Berarti di sini Petrus digambarkan sebagai orang yang ragu-ragu, tanggap dan memiliki rasa ingin tahu yang besar.B.3. Sudut Pandang Narator

Sudut pandang narator dapat kita ketahui melalui perkataan dan tindakan langsung dari tokoh dan juga dari gambaran narator sendiri. Pada perikop ini Lukas menghadirkan dua orang malaikat sebagai representasi pihak Allah yang memberitakan kabar sukacita, yaitu kebangkitan Yesus. Dan ada tiga pihak sebagai penerima berita sukacita tersebut, yaitu perempuan-perempuan, para murid dan Petrus.

Perempuan-perempuan digambarkan sebagai pihak yang percaya dan bersikap positif terhadap berita kebangkitan Yesus; para murid digambarkan sebagai pihak yang tidak percaya kepada berita kebangkitan Yesus; dan Petrus digambarkan sebagai pihak yang ragu-ragu kepada berita kebangkitan Yesus. Lukas mungkin saja mau menggambarkan bahwa perempuan-perempuan, para murid dan Petrus mewakili realitas jemaat tujuan Injil Lukas ditulis. Ada orang-orang yang percaya, ada yang tidak percaya sama sekali dan ada yang meragukan realitas kebangkitan Yesus, tetapi lebih dari itu, menarik bahwa Lukas menggambarkan posisi perempuan-perempuan, para murid dan Petrus sebagai murid-murid yang senantiasa mengikuti kemana pun Yesus pergi atau selalu hadir ketika Yesus mengajar. Lukas mau mengatakan bahwa penolakan kabar kebangkitan Yesus tidak hanya terjadi saat ini tetapi pada awalnya pun para rasul dan murid-murid yang lain, yang selalu setia mendampingi Yesus, menolak kabar tersebut.

Peristiwa kebangkitan Yesus adalah peristiwa yang adikodrati, tidak dapat dijangkau oleh pemikiran manusia. Kenyataan bahwa Allah telah membangkitkan Yesus harus diterima dengan iman.37 Dua corak mentalitas yang ditonjolkan dari para tokoh yang berperan dalam cerita adalah memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah (perempuan-perempuan dan dua orang muda) dan memikirkan apa yang dipikirkan oleh manusia (para murid dan Petrus). Mesias dari Allah adalah Mesias yang harus menderita, disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga, dan sangat bertolak belakang dengan pemikiran 34 Ibid.35 Ibid.36 Ibid.37 Raymond E.Brown.OpCit.hlm.52

Page 9: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

manusia (Yahudi) saat itu bahwa Mesias yang akan datang adalah Mesias Nasional yang akan tampil sebagai pemimpin Israel untuk melawan tirani bangsa Romawi yang menjajah mereka saat itu.

Narator menampilkan kisah murid yang mendapat kritik keras karena tidak memahami tanda kebangkitan (Luk.24:13-35),38 bahkan dikatakan sebagai orang bodoh dan lamban hati (Luk.24:25). Lelaki lama sekali baru sampai pada pemahaman akan misteri kebangkitan Yesus yang menjadi inti warta gembira Kristen, dibandingkan dengan perempuan (Luk.24:11, 22-24, 36-42).39

Penggambaran yang sangat positif terhadap perempuan tidak hanya dilakukan narator pada teks Luk.24:1-12 saja. Pada awal injil Lukas pun peran perempuan sudah ditonjolkan oleh narator. Hanya Lukas yang menceritakan Elisabet, ibu Yohanes; dan Hana, nabi perempuan yang telah berusia 84 tahun itu (Luk.1-2); “banyak perempuan…melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka” (8:3); Maria yang “duduk dekat kaki Tuhan”; dan Marta yang “sibuk sekali melayani” sambil mengeluh (10:39-40); dan “berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: ‘Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau’” (11:27); dan “banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia” (23:27).40

Dalam perumpamaan-perumpamaan Yesus memperhatikan dunia kaum wanita: seorang perempuan yang mengambil ragi…(Luk.13:20,21), perempuan yang kehilangan uang (Luk.15:8-10), seorang janda yang mencari keadilan (Luk.18:1-8). Dalam Lukas juga diceritakan beberapa kali Yesus menolong atau menyelamatkan seorang perempuan. Bahan yang khas Lukas: anak sulung seorang janda dibangkitkan oleh Yesus (7:11-17), dosa seorang perempuan diampuni-Nya (7:36-50), dan seorang wanita yang telah delapan belas tahun dirasuk oleh roh jahat dibebaskan-Nya (Luk.13:10-17). Bahan yang sejajar dengan Markus: ibu Mertua Petrus disembuhkan (Luk.4:38,39//Mrk.1:29-31), seorang perempuan yang sakit pendarahan (Luk.8:43-48//Mrk.5:25-34).41

Pada permulaan Lukas (Luk.1-2), Elisabet, ibu Yohanes Pembaptis, dan Maria, ibu Yesus, memegang peranan penting.42 Cara narator menyusun ceritanya menunjukkan bahwa karya pembebasan oleh Allah itu juga kelihatan dalam sikap Yesus terhadap kaum perempuan. 43 Peran perempuan sangat ditonjolkan secara umum dalam injil Lukas dan secara khusus dalam teks Lukas 24:1-12. Dengan kata lain, perempuan menjadi bagian dari karya pembebasan dan penyelamatan Allah. Lukas mempunyai perhatian istimewa terhadap kaum miskin, kepada orang Samaria, dan kepada mereka yang tersingkir. Perhatiannya terhadap perempuan tampaknya merupakan bagian perhatiannya terhadap kehormatan manusia dan pembebasannya dari segala hambatan.44 B.4. Setting/Latar

Latar waktu cerita ini adalah pagi-pagi benar, berarti sebelum matahari terbit. Perempuan-perempuan berangkat setelah lewat hari Sabat, hari pertama sesudah hari Sabat atau hari pertama dari minggu itu.

Keseluruhan cerita terjadi di Yerusalem, secara khusus di tempat Yesus dikuburkan dan tempat murid-murid berkumpul. Latar tempat ada dua berdasarkan pembagian adegan. Adegan I cerita terjadi di

38 Darmawijaya OpCit.hlm.3339 Ibid.40 J.Sidlow Baxter.Menggali Isi Alkitab 3 – Matius - Kisah Para Rasul. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF. 92003.hlm.20741 B.F.Drewes.OpCit.hlm.28642 Ibid.43 Ibid.44 Darmawijaya, Perempuan dalam Perjanjian Baru, Yoyakarta: Kanisius,1991,hlm.30

Page 10: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

luar dan di dalam kubur Yesus. Adegan II terjadi di tempat murid-murid berkumpul. Adegan 3 kembali di kubur Yesus. Jadi, latar tempat dalam teks ini di kubur Yesus dan di tempat murid-murid berkumpul.

Yesus berkarya, mati dan bangkit di dalam kebudayaan orang Yahudi. Tentu saja kebudayaan ini turut memberi warna bagi kehidupan dan pelayanan Yesus. Yesus diperhadapkan dengan berbagai tuntutan adat sebagai salah satu kewajiban agama Yahudi. Terkadang Yesus bersikap keras terhadap kebiasaan orang Yahudi. Salah satu diantara makna Sabat (bdk. Mat. 12:1-8). Kebiasaan/tradisi orang Yahudi menjadi salah satu latar sosial bagi cerita Injil.

Dalam cerita ini latar sosial yang muncul adalah tradisi memakamkan dan memberi rempah-rempah kepada jenazah. Dalam adat orang Yahudi, orang yang telah meninggal akan dimakamkan dengan urut-urutannya sebagai berikut: jenazah dimandikan (kisah 9:37), kemudian diurapi (Mrk 16:1), kemudian dikenakan pakian lenan yang berisi wangi-wangian (Yoh 19:40), dan akhirnya kaki dan tangan di ikat dan wajah ditutup dengan serbet. 45 Dalam peristiwa pemakaman Yesus, jenazah-Nya tidak melewati proses ini secara berurutan, salah satu penyebabnya adalah gambar narotor tentang waktu yang sangat mendesak pada hari jumat itu. Untuk itu, maka perempuan-perempuan baru akan memberikan rempah-rempah/wangi-wangian pada hari ketiga setelah Yesus dimakamkan. Tindakan memberikan rempah-rempah kepada orang yang telah wafat merupakan bentuk penghargaan, penghormatan dan unkapan rasa cinta kepadanya. Jadi, perempuan-perempuan yang pergi ke kubur untuk meminyakiYesus merupan salah satu bentuk ungkapan penghargaan, penghormatan dan cinta mereka kepada Yesus.

D. PESAN TEKS LUKAS 24:1-12

Berdasarkan hasil analisis naratif teks ini, maka ada beberapa pesan terhadap teks ini berdasarkan analisis pada posisi, peran dan gambaran perempuan dan laki-laki dalam kisah ini.

Posisi. Dalam kisah ini perempuan-perempuan sebagai murid. Hal ini bukanlah sesuatu yang biasa di Palestina sebab ada kecenderungan memandang wanita sebagai manusia kelas dua. 46 Petrus juga adalah seorang murid sama seperti perempuan-perempuan itu dan ada juga murid-murid yang lain. Ini berarti kedudukan perempuan-perempuan tidak lebih rendah dari Petrus dan murid-murid yang lain.

Peran. Menarik bahwa melalui kisah ini sangat ditonjolkan peran perempuan-perempuan, ia terlibat aktif semenjak Yesus memulai pelayanannya di Galilea (Luk.8:1-3), bahkan ketika Yesus disalibkan (Luk.23:49), dikuburkan (Luk.23:55) dan sampai Ia dibangkitkan. Pada saat Yesus bangkit, perempuan-perempuan ini menjadi saksi (Luk.24:4-7). Selain itu, perempuan-perempuan berinisiatif menyampaikan kabar kebangkitan itu kepada murid-murid yang lain walaupun tidak ada perintah dari dua orang malaikat. Kesaksian perempuan-perempuan ini sangat bergantung dari informasi kedua malaikat itu. Tanpa mereka, perempuan-perempuan itu tidak akan mengerti makna kubur kosong tersebut. Hal ini berarti Allah tidak memilih-milih tujuan pemberitaan-Nya karena penampakan yang dialami perempuan-perempuan tidak dialami oleh Petrus yang juga berkunjung ke kubur. Jadi Allah mempercayakan berita kebangkitan itu kepada perempuan-perempuan untuk disampaikan kepada yang lainnya. Peran Petrus dan murid-murid lainnya sangat ditonjolkan sisi negatifnya karena mereka adalah orang-orang yang tidak percaya dan dianggap sebagai orang-orang bodoh (Luk.24:25).

Gambaran. Perempuan-perempuan dalam kisah ini digambarkan sangat aktif. Mereka berbicara, berinisiatif dan bertindak. Mereka digambarkan sebagai murid yang setia dan percaya. Murid-murid yang lain digambarkan sebagai orang-orang yang pasif dan pesimistis, dan Petrus digambarkan sebagai orang

45 Tim, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid I, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 22000, hlm.61446 B.F.Drewes.OpCit.hlm.286

Page 11: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

yang ragu-ragu. Dua orang malaikat yang mewakili Allah digambarkan sebagai sosok yang tegas dan dapat dipercaya.

Didasarkan pada analisis posisi, peran dan gambaran di atas, teks ini menggambarkan bagaimana peran seorang perempuan sebagai murid dan penyampai pesan Allah, yaitu kabar sukacita, kabar kebangkitan Yesus. Ditinjau dari sudut gender, teks ini membuktikan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan khususnya jika ditinjau dari segi perannya. Teks ini menunjukkan perempuan dari sisi lain yang bukan hanya sebagai objek seperti realitas yang terjadi sepanjang sejarah kehidupan manusia sebagai akibat pemahaman yang keliru yang menempatkan perempuan dalam posisi subordinatif dan termarjinalkan dari laki-laki.

Ada 4 hal esensial yang merupakan pesan teks ini:1. Peristiwa kebangkitan Yesus yang menunjukkan perempuan sebagai saksi pertama mengandung

makna bahwa perempuan menjadi bagian dari karya pembebasan dan penyelamatan Allah. 2. Teks ini mau menunjukkan peran perempuan sebagai pemberita Injil di tengah budaya yang

menempatkannya pada posisi subordinatif.3. Pentingnya pemberita Injil yang berani dan bertindak untuk kemajuan pemberitaan Injil seperti yang

diperankan murid-murid perempuan tersebut.4. Kesetaraan peran antara perempuan dan laki-laki dalam gereja adalah sesuatu yang amat penting dan

harus terus-menerus diperjuangkan.Dengan demikian, pendekatan hermeneutis atas teks ini sangat diperlukan. Perempuan juga

sebenarnya adalah subjek yang mempunyai peran sama halnya dengan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan sehingga tidaklah benar kalau teks Alkitab hanya didominasi oleh laki-laki dan perempuan tidak diperhitungkan.

E. REFLEKSI KRITIS DIALOG GENDER DALAM TEKS DAN KONTEKS ‘KITA’.Pekerjaan hermeneutik terhadap teks Injil Lukas 24 : 1 – 12, belum berhenti ketika kajian naratif

teks di atas diungkapkan, sebab pertanyaan tersisa yang masih mesti dijawab oleh kami adalah apa relevansi nilai yang terkandung dalam teks dengan realita konteks umat pada masa kini dan masa yang akan datang.

Nilai utama yang ‘sempat’ kami temukan dalam teks Injil Lukas 24 : 1-12 adalah keadilan Allah bagi semua orang. Nilai keadilan Allah bagi perempuan dan laki-laki, dan bagi semua orang lintas budaya, ruang dan waktu, secara implisit dapat ditemukan dalam narasi, antara lain :

Bahwa penampakkan Yesus setelah kebangkitannya melalui dua orang malaikat ‘pertama-tama’ kepada perempuan-perempuan memperlihatkan konsistensi Allah yang menyapa dan mengangkat kaum perempuan, yang pada saat itu, atas nama budaya patriakhal masyarakat Yahudi, mereka tidak dihargai sebagai ‘manusia’ yang setara dengan laki-laki. Struktur budaya masyarakat telah turut menutup mata ‘rasa keadilan’ kaum laki-laki pada zaman itu terhadap kehadiran dan keberadaan kaum perempuan sebagai sosok ‘manusia’ yang sepadan dengan laki-laki. Yesus menampakkan diri ‘pertama-tama’ kepada perempuan-perempuan menunjukkan sikap peduli Yesus terhadap mereka, sekaligus protes Yesus kapada kaum laki-laki Yahudi bahwa perempuan juga berhak untuk disapa dan berjumpa dengan Allah, karena mereka (perempuan dan laki-laki) sama-sama murid Yesus; perempuan-perempuan juga memiliki kesempatan untuk menjadi orang yang terdahulu atau terdepan dalam menerima berita suka cita sekaligus mandat/kepercayaan dari Allah untuk menyuarakannya kepada kaum laki-laki. Adil berarti semua dapat bagian, meskipun dalam jumlah yang tidak merata, dan pada saat yang tidak harus bersamaan.

Page 12: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

Bahwa berita kebangkitan itu juga, menurut catatan Lukas 24, disampikan juga kepada para murid Yesus yang lain (dalam hal ini, ke-sebelas murid yang umumnya laki-laki) sehingga kabar suka cita itu merata didengar oleh semua orang. Meskipun respon para murid tidak selalu sama, tetapi minimal, perempuan-perempuan itu memiliki panggilan nurani untuk tidak ingin menyimpan berita itu sebagai ‘layaknya’ milik pribadi yang tidak harus dibagikan kepada orang lain. Adil berarti juga tidak egois.

Bahwa Yesus akan diserahkan kepada “orang berdosa”, hemat kami, juga terdapat aspek keadilan Allah bagi semua orang, sekaligus protes bagi semua orang, bukan hanya orang Yahudi dan bukan hanya kepada perempuan atau laki-laki. Tidak ada seorangpun yang tidak berdosa. Semua orang berdosa, dan hanya bisa mengalami pengampunan, keselamatan dan hidup kekal hanya karena anugerah Allah. Dosa adalah fakta kemanusiaan yang bersifat universal. Artinya semua orang berdosa. Tidak semua orang benar untuk satu pokok persoalan, tetapi semua orang mengakui bahwa dia berdosa. Dan karena itu, maka penggalan teks, Yesus diserahkan kepada orang berdosa, menegaskan bahwa Yesus dengan semua realitas pelayanan, penderitaan, kematian dan kebangkitanNya ditujukan kepada orang berdosa. Bukan untuk kepentingan Allah BapaNya, melainkan untuk kepentingan semua umat manusia. Adil berarti secara kualitatif, dirasakan dan dialami bersama.

Relevansinya dengan konteks kita sekarang ini adalah relasi yang dialogis antara perempuan dan laki-laki ‘masih’ tetap tidak bebas dari patokan budaya sensitif masyarakat yang belum tulus memberi kesempatan bagi kaum perempuan untuk menunjukkan perannya secara maksimal. Dalam era demokrasi, khususnya di Indonesia, acuan undang-undang menegaskan bahwa kuota kursi angota parlemen (DPR, DPRD I dan DPRD II) dari kaum perempuan harus 30%. Bagi kami, memperlihatkan fakta ketidakadilan. Bukankah ‘harus’ 50% juga ?, bahkan masih kurang, mestinya 70% karena bisa dijadikan indikator representasi dari jumlah penduduk Indonesia dalam skala perbandingan 5-6 : 1 (5-6 orang perempuan : 1 orang laki-laki). Meskipun demikian, bukan jumlah ini yang menjadi persoalan, sebab sesungguhnya sudah menjadi persoalan. Yang menjadi persoalan utama kami adalah jumlah anggota perempuan sudah sedikit di parlemen (tidak memenuhi kuota acuan undang-undang) + suara mereka tidak diperhitungkan atau tidak didengar. Demokrasi di Indonesia, kebenaran ditentutakan oleh jumlah, sehingga meskipun perempuan-perempuan, khususnya di parlemen, mengatakan hal yang benar, namun karena kebenaran itu tidak diperhitungkan. Sehingga, fakta menunjukkan bahwa dalam demokrasi di Indonesia, kebenaran dikalahkan oleh kesalahan, karena dukungan suara terbanyak. Adil berarti tidak memihak, dan jika terpaksa, maka berpihaklah pada kebenaran dan bukan pada kesalahan.

Dalam teks Injil Lukas 24 : 1-12, berita yang disampaikan oleh perempuan-perempuan di dengar oleh para murid, tetapi tidak diperhitungkan, sebab sudah tertanam dalam pikiran para murid (representasi dari kaum laki-laki Yahudi pada waktu itu) berita itu merupakan hal yang tidak mungkin : tidak mungkin Yesus nampakkan diri kepada perempuan-perempuan; tidak mungkin laki-laki (dua orang malaikat) berbicara dengan perempuan-perempuan pada waktu pagi-pagi benar sebab percakapan antara laki-laki dan perempuan di tempat yang terbuka masih merupakan hal yang tidak lasim dalam tradisi agama dan budaya Yahudi; tidak mungkin perempuan-perempuan itu berani melanggar aturan agama dan budaya Yahudi untuk bekerja pada hari sabat itu; tidak mungkin perempuan-perempuan itu berani melanggar hukum agama dan tradisi budaya Yahudi yang tidak membolehkan seorangpun bisa menyentuh tubuh orang yang sudah meninggal; dan tidak mungkin perempuan-perempuan itu memiliki keberanian untuk menerobos ketatnya penjagaan disekitar kubur tempat Yesus dimakamkan. Sejumlah tidak mungkin yang dikenakan kepada perempuan sebagai bias dari tradisi keagamaan dan budaya masyarakat Yahudi semakin menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan

Page 13: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

kepada perempuan atas apa yang dikatakan mereka. apapun yang dikatakan seorang perempuan, selalu ditanggapi oleh laki-laki dengan kalimat, tidak mungkin, sekalipun perempuan-perempuan mengatakan hal yang benar. Sedih…. Adil berarti semua orang memiliki kemungkinan yang sama.

Belajar dari teks Injil Lukas 24 : 1-12, ada spirit untuk menciptakan dialog yang harmonis antara perempuan dan laki-laki, tetapi sekaligus ada kritik terhadap penghambaan diri ‘kaum laki-laki’ dalam bingkai budaya yang kaku. Kritik terhadap ketidakseimbangan hidup yang harus dielakkan dari relasi kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan sebagai penghargaan terhadap fakta kemanusiaan universal dalam konteks kemajemukan yang tidak bisa disangkali. Adil berarti bukan hanya ingin didengar, tetapi juga bersedia mendengar.

Belajar dari teks ini juga, kaum perempuan dibangkitkan spirit keberaniannya untuk menyuarakan gumulan batinnya kepada kaum laki-laki. Diresponi atau tidak, tidak menjadi persoalan, yang lebih bermanfaat adalah menyuarakan apa yang mendatangkan kebaikan bersama, jika memang terasa tidak baik untuk dipendam. Dialog adalah cara yang masih terlampau santun dibandingkan dengan cara-cara yang lain. Dengan demikian, perempuan dan laki-laki memiliki peran yang setara sebagai penongka bangunan kehidupan secara seimbang. Adil selalu memberi ruang bagi damai sejahtera bertumbuh dan berbuah bagi semua orang. Itulah keadilan Allah bagi semua semua orang, karena keadilan merupakan hakikat kemanusiaan universal dalam berbagai fakta kemajemukan yang kompleks.

F. PENUTUP.Demikian kajian dan gagasan aplikasi kami terhadap teks Injil Lukas 24 : 1-12 sebagai bahan

diskusi bersama tentang gagasan pluralisme Yesus dalam Injil Lukas. Kritik dalam upaya memperkaya tulisan ini, sangat kami harapkan. Mohon maaf atas kekurangannya.

Salam !

AlkitabTim, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid I, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,

2000

Bavinck, J.H., Sejarah Kerajaan Allah, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Baxter J.Sidlow., Menggali Isi Alkitab 3 – Matius - Kisah Para Rasul. Jakarta: Yayasan

Komunikasi Bina Kasih/OMF. 92003.

Page 14: ervilhitipeuw.weebly.comervilhitipeuw.weebly.com/.../2/7/4927274/pb_pluralisme.docx · Web viewJika tidak terjadi dialektika, maka dunia sebagai satu keutuhan yang melahirkan rasa

Boland BJ., Tafsiran Alkitab Injil Lukas, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996

Buttrick George Arthur dan Harmon Nolan B (ed.), The Interpreter’s Bible Vol.VIII, New York:

Abingdon Press Nashville

Brown Raymond E., Kristus yang Bangkit Pada Masa Paskah, Yogyakarta: Kanisius, 1995

Darmawijaya, Perempuan dalam Perjanjian Baru, Yoyakarta: Kanisius,1991

-----------------, Injil Yesus Kristus menurut Santo Lukas. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Kateketik

Pradnyawidya. 1978

Drane John., Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995

Drewes B.F., Satu Injil Tiga Pekabar, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Edwards, O.C, Jr., Inil Lukas sebagai Cerita. Jakarta: BPK Gunung Mulia,1999

Fiorenza Elizabeth S., Untuk Mengenang Perempuan Itu: Rekonstruksi Teologi Feminis tentang

Fuller, R.H., The Formation Of The Resurrection Narratives, London: S.P.C.K., 1971

Asal-usul Kekristenan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 21997.

Fuller, R.H. Luke’s Witness To Jesus Christ, London: United Society For Christian Literature

Lutterworth Press, 1963

Komisi Kitab Suci Kepausan, Penafsiran Alkitab dalam Gereja, Yogyakarta: Kanisius. 2003.

Suharyo I Pr, Pengantar Injil Sinoptik, Yogyakarta: Kanisius, 1995

Wahono Wismoadi S., Di Sini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab,

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 102001