Upload
lydien
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Page1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam merupakan agama Allah Swt sekaligus agama yang terakhir
yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat jibril dengan
tujuan untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah Swt.
Banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai ketakwaan di sisi-Nya,
salah satunya melalui politik. Karena politik dapat dikatakan sebagai suatu cara
untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak sedikit masyarakat menganggap bahwa
politik adalah sesuatu yang negatif yang harus dijauhi. Padahal tidak semestinya
selalu begitu, bahkan politik sangat dibutuhkan dalam hidup beragama. Andai saja
kita tidak mempunyai cara untuk melakukan pendekatan kepada Allah Swt, maka
dapat dipastikan kita sebagai manusia biasa juga tidak akan pernah mencapai kata
beriman dan takwa disisi-Nya, dikarenakan tidak akan pernah tercapai suatu
tujuan jika tidak ada usaha atau cara yang dilakukannya untuk mencapai tujuan
tersebut. Realita inilah yang harus kita ubah dikalangan masyarakat setempat,
setidaknya dimulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, kemudian untuk bangsa
dan negara kita.
Pada masa sekarang ini,perkembangan ilmu politik semakin maju.Hal ini
membuktikan bahwa politik merupakan salah satu unsur yang penting dalam
kehdupan manusia. Perkembangan ilmu politik yang semakin maju pada suatu
kehidupan misalnya cara manusia menggunakan akal pikiran dalam menangani
masalah kehidupan, dari sudut pandang tersebut maka seorang individu dapat
menggunakan ilmu politiknya dalam menangani suatu problema kehidupan
bermasyarakat.
Page 1
Page2
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalahnya
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan politik islam?
2. Bagaimana sejarah politik islam?
3. Bagaimana ciri-ciri politik islam?
4. Bagaimana asas dan prinsip politik islam?
5. Bagaimana peran politik islam?
6. Bagaimana kontribusi umat islam terhadap kehidupan politik?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi politik islam
2. Bisa menjelaskan sejarah politik islam dari masa ke masa
3. Mengetahui ciri-ciri politik islam
4. Mengetahui prinsip-prinsip dan asas politik islam
5. Menjelaskan peran politik islam
6. Menjelaskan kontribusi umat islam terhadap kehidupan politik
Page 2
Page3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi politik islam
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan W.J.S
Poerwadarminta, politik diartikan sebagai pengetahuan mengenai
ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tata cara pemerintah, dasar-dasar
pemerintahan dan sebagainya; dan dapat pula berarti segala urusan dan
tindakan (kebijaksaan), siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan
suatu negara atau terhadap negara lain.
Dalam bahasa Arab, politik biasanya diwakili oleh kata al-siyasah
dan daulah. Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah)
dalam sabdanya :
"Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi
(tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang
menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para
khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim).
Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah
mengurusi urusan masyarakat. Hadits diatas dengan tegas menjelaskan
bahwa Khalifahlah yang mengatur dan mengurus rakyatnya (kaum
Muslim) setelah nabi saw. Berarti secara ringkas Politik Islam
memberikan pengurusan atas urusan seluruh umat Muslim. Adapun
definisi politik dari sudut pandang Islam adalah pengaturan urusan-urusan
(kepentingan) umat baik dalam negeri maupun luar negeri berdasarkan
hukum-hukum Islam. Pelakunya bisa negara (khalifah) maupun kelompok
atau individu rakyat.
Jadi, esensi politik dalam pandangan Islam adalah pengaturan
urusan-urusan rakyat yang didasarkan kepada hukum-hukum Islam.
Adapun hubungan antara politik dan Islam secara tepat digambarkan oleh
Page 3
Page4
Imam al-Ghazali: “Agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar.
Agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala
sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu
yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang dan lenyap”
2.2 Sejarah Politik Islam
2.2.1 Politik Islam Masa Nabi (571-634 M)
Islam adalah agama pembaharu yang terasingkan dari tempat di
mana ia diturunkan. Kota Makkah dengan berbagai corak kehidupan
masyarakat sosial belum mampu menerima sepenuhnya kehadiran agama
Islam. Hal itu dikarenakan sikap fanatisme yang mengakar untuk
mempertahankan esensi kabilah-kabilah. Penolakan masyarakat sosial
Makkah dapat kita lihat dari penindasan-penindasan yang dilakukan oleh
kaum kafir Quraisy terhadapa Nabi Muhammad dan para pengikutnya.
Peristiwa tersebut menjadikan umat Islam merasa pesimis akan
diterima oleh kabilah-kabilah yang ada, apalagi dengan ditolaknya seruan
Nabi Muhammad oleh kabilah Thaqif dari Ta’if yang kemudian disusul
dengan penolakan-penolakan yang dilakukan oleh kabilah-kabilah Kinda,
Kalb, Banu ‘Amir dan Banu Hanifa.
Sejarah perkembangan Islam mencatat, bahwa Islam tumbuh
berkembang pesat di wilayah Yatsrib. Wilayah ini dihuni oleh beberapa
kabilah diantaranya, kabilah Aus, Khazraj dan Yahudi. Perkembangan
Islam di Yatsrib dipengaruhi oleh adanya pertentangan perebutan
kedaulatan dan kekuasaan antara kabilah Aus, Khazraj dan Yahudi. Selain
itu, perkembangan Islam juga didukung oleh adanya keyakinan pada tubuh
kaum Yahudi dengan aliran monotheismenya yang mencelah para
penyembah berhala dan berkeyakinan bahwa akan datang suatu saat
seorang Nabi yang akan mendukung mereka (Yahudi) dengan
memberantas para penyembah berhala. Dari peristiwa-peristiwa lalu dapat
kita ambil kesimpulan bahwa agama islam juga mempunyai kaitan yang
Page 4
Page5
erat dengan aspek politik. Sesuai dengan yang telah dipaparkan oleh Harun
Nusution dalam bukunya bahwa persoalan yang pertama-tama timbul
dalam Islam adalah prsoalan politik.
Langkah politik Nabi Muhammad untuk mencari dukungan dari
penduduk Yatsrib pertama kali nampak pada peristiwa Ikrar Aqabah,
peristiwa tersebut menandai akan adanya kebebasan menyebarkan agama
Islam sehingga secara otomatis akan berdampak pada kekuatan Islam. Hal
itu bisa kita lihat dari sikap kaum kafir Qurasy yang terus-menerus
menyelidiki para pengikut Ikrar Aqabah untuk diperlakukan secara tidak
manusiawi. Peristiwa itu terjadi karena kehawatiran kaum Qurasy akan
munculnya kekuatan baru pada tubuh umat Islam sehingga akan
mengganggu eksistensi kekuasaan kaum kafir Qurasy.
Setelah peristiwa Ikrar Aqabah, Nabi Muhammad kembali
memikirkan langkah politik selanjutnya dengan mengizinkan para
pengikutnya melakukan hijrah ke kota Yatsrib. Sementara Nabi
Muhammad masih memilih berdomisi di Kota Makkah mencari masa-
masa tenang sekaligus menunggu perintah dari Allah Swt.
Pakar berpendapat bahwa gerakan politik yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad merupakan langkah yang cerdas dan penuh dengan
perhitungan. Hal itu terbukti dengan adanya keberhasilan Nabi
Muhammad dan para pengikutnya dalam melakukan perintah hijrah.
Para peneliti sejarah politik ada yang mengkategorikan bahwa corak
politik yang diterapkan oleh nabi Muhammad adalah bercorak teo-
demokratis, yaitu suatu pola pemerintahan yang dalam setiap
menyelesaikan persoalan terlebih dahulu melakukan musyawarah baru
kemudian menunggu ketetapan dari tuhan
Kehidupan Yatsrib (kemudian terkenal dengan sebutan Madinah)
pada masa Nabi Muhammad menjadi batu pijakan utama dalam mencatat
sejarah perpolitikan umat Islam. Para pakar sejarah berpendapat bahwa
Page 5
Page6
politik Islam dalam konteks negara, pertama kali muncul dan berkembang
di Madinah.
Perpolitikan Islam di Madiah terbentuk secara prural dengan
kolaborasi dari berbagai kalangan dan aliran, antara umat Islam, kaum
Yahudi, para penyembah berhala (kabilah Aus dan Khazraj). Secara garis
besar, suasana politik pada waktu itu dipengarui oleh dua imperium besar
yaitu Romawi dan Persia.
Langkah politik Nabi Muhammad pertama kali adalah menyatukan
kaum muslimin muhajirin dan ansor.Langkah ini bisa dikatakan cukup
cerdas, karena untuk membentuk kekuatan komunitas, syarat utama yang
harus dipenuhi adalah solidaritas antar penduduk. Kemudian Nabi
Muhammad membentuk sebuah nota kesepakatan antara penduduk
Madinah secara umum yang tercatat sebagai piagam Madinah.
Piagam ini merupakan dokumen politik yang telah ditinggalkan oleh
Nabi Muhammad selama kurun waktu seribu empat ratus dua puluh lima
tahun lamanya. Piagam ini pulalah yang telah menetapkan adanya
kebebasan beragama, menyatakan pendapat, berserikat, dan pelarangan
akan tindak kejahatan. Dengan piagam itu, kota Madinah menjadi tempat
yang memiliki peradapan tinggi karena benar-benar telah menghormati
seluruh penduduk yang berdomosili di dalamnya. Madinah yang semula
dipenuhi dengan tindak kejahatan, kekerasan dan peperangan menjadi kota
yang menjunjung tinggi hak dan egaliter.
Menurut al-Sayyid Muhammad Ma’ruf al-Dawalibi seorang
pengajar di universitas Paris mengatakan bahwa yang paling menakjubkan
tentang piagam Madinah adalah memuat tentang prinsip-prinsip
perpolitikan umat Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Para sejarawan berselisih pendapat dalam menentukan ketokohan
Nabi Muhammad dalam menjalankan roda perpolitikan di kota Madinah.
Hal itu disebakan adanya perbedaan pemahaman akan tugas seorang nabi.
Apakah sikap politik yang diambil oleh Nabi Muhammad sebagai aplikasi
Page 6
Page7
dari perintah yang berupa wahyu atau merupakan hasil dari ijtihat sebagai
seorang pemimpin atau hakim sebagai jawaban dari kebutuhan dan situasi
masyarakat.
Perbedaan pandangan dalam menafsirkan tugas-tugas kenabian
dalam bidang politik menyebabkan perdepatan yang tak kunjung usai.
Apakah Islam memiliki sistem politik, apakah Islam merupakan agama
yang menjunjung demokrasi? Kalau kita mau jujur untuk kembali
membuka lembaran-lembaran sejarah, maka kita akan menemukan
berbagai peristiwa yang bersifat duniawi seperti; politik, ekonomi dan
sebagainya, berawal dari problema masyarakat masa Nabi, kemudian
wahyu datang sebagai upaya penyelesaian akan kebutuhan masyarakat.
Berbeda dengan unsur akidah yang secara langsung turun dari langit tanpa
melihat pada kondisi masyarakat.
Terlebih, sepeninggal nabi Muhammad, umat Islam tidak memiliki
sistem tatanan sosial politik yang baku sehingga peristiwa perebutan
kekuasaan untuk menggantikan posisi nabi Muhammad sebagai pimpinan
menyebabkan umat Islam terbelah menjadi berbagai golongan. Demikan
halnya dengan persoalan demokrasi, kalau kita menilik makna demokrasi
sebagai sebuah sistem yang mengedepankan asas musyawarah mufakat,
maka Islam adalah agama yang paling demokrasi. Namun, jika kita
menilik makna demokrasi sebagai sebuah sistem yang berasal dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat, maka Islam bukan agama demokrasi karena
secara hukum syari’ah Islam berasal dari Tuhan untuk kemaslahatan
manusia.
2.2.2 Politik Islam Masa Khalifah al-Rasyidin
Sejarah perkembangan umat Islam yan mengalami pancaroba dan
maju-mundur sebenarnya dimulai setelah Nabi wafat. Periode ini ditandai
oleh berbagai peristiwa uji coba sistem perpolitikan dan keagamaan dalam
membangun wilayah Islam, dalam bentuk konkret dengan berdasarkan
pada landasan-landasan yang telah dibagun dan diletakkan oleh Nabi
Muhammad. Sejarah perkembangan umat Islam yang berjalan secara
Page 7
Page8
gradual dan terseok-seok dimulai dengan munculnya masa khalifah al-
Râsyidîn.
Pada masa khalifah al-Rasyidin, sistem politik umat Islam
berbentuk khilafah, dengan proses pemilihan pemimpin melalui jalur
musyawarah mufakat atau melalui sistem perwakilan. Atau oleh peneliti
sejarah politik bentuk pemerintahan pada masa ini bercorak aristokrat
demokratik
Pada waktu Nabi Muhammad wafat, konflik ditubuh umat Islam
dalam menentukan pemimpin sebagai pengganti Nabi tidak terbendung.
Sebelum Nabi Muhammad dimakamkan, kaum muslimin anshar
berkumbul di serabi bani Sa’ad untuk memilih dan menentukan pemimpin.
Dalam musyawarah tersebut terdapat beberapa nama yang akan diajukan
kepada umat Islam, antara lain; Abu Bakar al-Siddiq, Umar ibn Khathab,
Abu Ubaid ibn Jarah. Kaum muslim anshar berpendapat bahwa syarat
menjadi seorang pemimpin adalah harus berasal dari kaum anshar, karena
Nabi Muhammad telah melakukan misi dakwanya di Makkah selama
kurang lebih 13 tahun namun dengan pengikut yang sedikit, tidak ada yang
mampu melindunginya dari siksaan kaum kafir Qurasy. Semenatara ketika
Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, ia dengan leluasa bisa melakukan
misi dakwahnya dengan atas bantuan kaum muslimin anshar, sehingga
Nabi Muhammad dan umat Islam mampu menaklukkan Jazirah Arab.
Sedangkan kaum muslim muhajirin berpendapat bahwa syarat
menjadi seorang pemimpin pengganti Nabi Muhammad harus berasal dari
Kota Makkah, karena kaum muslimin Makkah adalah orang yang pertama
kali percaya akan kenabian nabi Muhammad. Setelah melalui perdebatan
yang sangat panjang, akhirnya diputuskan bahwa tiap-tiap golongan kaum
muslimin mengajukan perwakilannya dan berakhir dengan terpilihnya Abu
Bakar al-Shiddiq sebagai pemimpin (khalifah) umat Islam pengganti Nabi
Muhammad.
Namun, dalam salah satu sumber mengatakan bahwa peistiwa
pengangkatan Abu Bakar al-Siddiq sebagai khalifah tidak dihadiri oleh Ali
Page 8
Page9
ibn Abi Thalib karena sibuk menyiapkan proses pemakaman Nabi
Muhammd. Setelah Ali ibn Abi Thalib mendengar pengangkatan Abu
Bakar al-Siddiq sebagai khalifah, ia tidak menyetujui kecuali setelah
beberapa waktu yang cukup lama. Menurut riwayat dikatakan bahwa Ali
ibn Abi Thalib adalah sahabat yang paling dekat dengan Nabi Muhammad
karena ia adalah orang yang pertama kali masuk Islam dan menjadi suami
dari Fatimah, putri Nabi Muhammad., sehingga lebih berhak menjadi
seoarang khalifah dibanding Abu Bakar al-Siddiq.
Pidato kenegaraan yang dilontarkan Abu Bakar al-Siddiq
merupakan statemen politik yang maju dengan menggunakan prinsip-
prinsip modern yang partisipatif dan egaliter. Khotbah itu merupakan
khotbah pertama yang menerangkan sistem pemerintahan Islam. Abu
Bakar al-Siddiq merupakan khalifah yang mampu menyelesaikan
pertikayan-pertikayan yang terjadi ditubuh umat Islam. Perbedaan-
perbedaan yang muncul cenderung mengarah pada unsur politik bukan
pada unsur agama. Salah satu gerakan politik Abu Bakar al-Siddiq adalah
memerangi orang-orang yang ingkar zakat atau lebih dikenal denganhurûb
al-riddah.
Sosio politik umat Islam pada masa Abu Bakar al-Siddiq berjalan
stabil. Prinsip-prinsip perpolitikan dalam membentuk sebuah khilafah
yang digunakan berpedoman pada ajaran-ajaran agama Islam berupa al-
Qur’an dan Hadis. Keberanian Abu Bakar ibn al-Siddiq dalam mengambil
kebijakan-kebijakan tidak populer menjadikan ia sebagai khalifah yang
tangguh dan berwibawa.
Perlawanan dan pertentang dalam pengankatan Abu Bakar al-
Siddiq sebagai khalifah, menjadikan khalifah pertama ini bertindak
preventif dalam menentukan dan memilih khalifah ke dua. Sebelum Abu
Bakar al-Siddiq wafat, ia telah menyiapkan komite pemilihan khalifah
untuk menggantikannya. Dengan rekomendasi dari Abu Bakar al-Siddiq
dan persetujuan kaum muslimin pada umumnya, Umar ibn Khattab terpilih
Page 9
Page10
secara aklamasi sebagai khalifah Islam ke dua setelah Abu Bakar al-
Siddiq.
Persoalan yang terjadi pada masa khalifah Umar ibn Khatthab
cenderung mengarah pada persoalan politik luar, pada masa tersebut, umat
Islam melakukan ekspansi perluasan daerah. salah satu contoh dengan
diutusnya Amr ibn Ash untuk memimpin pembukaan kota Mesir.
Sementara dalam tubuh umat Islam sendiri cenderung setabil, hal itu
didukung oleh keberanian dan kewibawaan yang dimiliki oleh Umar ibn
Khathab.
Perpecahan terbesar terjadi ketika pada masa khalifah Utsman ibn
Affan, hal itu muncul karena para pengikut Ali ibn Abi Thalib dan kaum
anshar merasa jenuh akan kepemimpinan kaum muhajirin. Kejenuhan dan
kebosanan itu memuncak ketika khalifah Utsman ibn Affan lebih
mementingkan kedekatan (kerabat) dalam pengangkatan para penguasa.
Khalifah Utsman ibn Affan yang notabeni berasal dari keturunan bani
umayyah, mendapat tantang keras dari kaum Syi’ah dan keturunan bani
Hasyim. Perselisihan politik semakin memanas sebagaimana pertikayan
yang pernah terjadi antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah pada masa
jahiliah (sebelum kedatangan Islam).
Gerakan makar oleh sebagian golongan dilancarkan secara
sembunyi-sembunyi. Mereka menentang kebijakan politik khalifah
Utsman ibn Affan dengan menjadikan Ali ibn Abi Thalib sebagai
justifikasi dari gerakannya, salah satu tokoh provokatif dalam peristiwa
tersebut adalah Abdullah ibn Saba, seorang Yahudi dari Yaman dan
kemudian masuk Islam. Abdullah ibn Saba terkenal sebagai tokoh yang
getol menyuarakan agar umat Islam berpaling dari khalifah Utsman ibn
Affan dan bersatu memilih Ali ibn Thalib.
Setelah khalifah Utsman ibn Affan wafat dalam keadaan terbunuh,
maka kaum muslimin memilih dan mengangkat Ali ibn Abi Thalib sebagai
khalifah selanjutnya. Dalam proses pemilihan Ali ibn Abi Thalib, kaum
muslimin terbagi menjadi tiga golongan. Pertama; golongan yang
Page 10
Page11
menerima dan mengangkat Ali ibn Abi Thalib, golongan ini didukung oleh
sebagian besar para pembesar kaum muhajirin. Kedua; golongan yang
menolak pengangkatan Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah, diantaranya;
Thalha, al-Zubair dan Mua’wiyah, mereka beranggapan dan menuduh
bahwa Ali ibn Abi Thalib ikut terlibat dalam pembunuhan khalifah
Utsman ibn Affan. Ketiga; golongan yang memilih netral dengan tidak
bepihak pada kedua golongan di atas. Golongan ini didukung oleh
sebagian besar para pembesar umat Islam dari kalangan para sahabat
diantaranya; Abdullah ibn Umar ibn Khathab, Muhammad ibn Maslamah,
Sa’id ibn Abi Waqqash, Asamah ibn Zaid, Husnan ibn Tsabit dan
Abdullah ibn Salamah. Dari berbagai golongan di atas, muncullah
beberapa aliran dalam tubuh umat Islam diantaranya; Khawarij, Syi’ah dan
Murjiah.
Masa perpolitikan umat Islam dalam ranah khilafah berakhir pada
masa khalifah Ali ibn Thalib. Masa khilafah merupakan pengalaman
perpolitikan umat Islam yang mampu mengenal perbedaan terkecil antara
gagasan dan realita. Namun diantara keempat khalifah tersebut, hanya
khalifah Abu Bakar Al-Siddiq yang wafat secara wajar. Umar ibn Khathab
dibunuh oleh budak gubenur Basrah yang beragama nasrani, Utsman ibn
Affan dibunuh oleh lawan politiknya, kemudian rumahnya diserang
dengan tuduan pemerintah yang tirani, dan Ali ibn Thalib terbunuh ketika
sedang dalam perjalanan menuju masjid.
2.2.3 Politik Islam Masa dari Khilafah Menuju Daulah
Jika kita mengkaji secara teliti sejarah perkembangan Islam, maka
kita akan menemukan beberapa pola atau perubahan yang sering kali
dilandaskan pada realita yang ada. Dengan analisa yang bersifat instan,
maka kita akan mampu memprediksi hal-hal yang akan terjadi di masa
mendatang.
Di sinilah kita akan menemukan pola perpindahan sistem
perpolitikan Islam. Dalam catatan sejarah, Muawiyah (pendiri Dinasti
Umawiyah) menyatakan dirinya sebagai khalifah pada tahun 660, pada
Page 11
Page12
masa khalifah Ali ibn Thalib masih berkuasa. Peristiwa tersebut
menyebabkan perpecahan daerah kekuasaan Islam menajadi dua bagian,
pertama; Kuffah sebagai pusat pemerintahan khalifah Ali ibn Abi Thalib,
kedua; Demaskut sebagai pusat pemerintahan Mua’wiyah.
Namun secara garis besar, kepemimpinan Mu’awiyah disahkan
secara general setelah khalifah Ali ibn Abi Thalib meninggal. Masa
kepemimpinan Mu’awiyah merupakan starting point perubahan sistem
perpolitikan umat Islam dari sistem khilafah menuju sistem daulah.
Dalam sejarah tercatat bahwa Mu’awiyah dengan kreasi politiknya
mampu menanggulangi suasana ricuhdalam tubuh umat Islam. Keberanian
Mu’awiyah merubah sistem perpolitikan khilafah dengan sistem daulah
telah menyatukan kembali umat Islam yang bertikai sehingga terkenal
dengan masa ‘âmul jamâ’ah (tahun rekonsiliasi). Mu’awiyah merubah pola
perpolitikan umat Islam dengan membangun infra struktural pemerintah
seperti kantor-kantor.
Sosio perpolitikan umat Islam di masa dinasti Umawiyah dihiyasi
oleh berbagai pertempuran ideologi antara ahlul hadis, theolog, filosof dan
sebagainya. Para tokoh berusaha untuk memperoleh dukungan dari para
penguasa sehingga ideologi yang diajarkan bisa dengan muda diterima
oleh masyarakat. Pada masa dinasti Umawiyah, perkonomian umat Islam
maju dengan pesat terbukti dengan adanya mata uang khusus yang
disahkan oleh dinasti Umawiyah sebagai alat transaksi jual beli.
Pergantian pimpinan pada masa ini berdasarkan pada garis keturunan,
sehingga jauh berbeda bila dibandingkan dengan masa khilafah. Dinasti ini
bertahan dari tahun 661-750 M.
Setelah dinasti Umawiyah runtuh, dinasti Abbasiah muncul dengan
pola dan sistem politik yang sama. Bani Abbasiah yang secara garis
keturunan berasal dari Bani Hasyim secara otomatis mendapatkan
dukungan penuh dari kaum Syi’ah. Pada masa dinasti Abbasiah, berbagai
disiplin ilmu pengetahuan dan budaya berkembang secara pesat. Budaya
Yunani tersebar luas pada masa dinasti ini, dengan ditandai dengan
Page 12
Page13
banyaknya buku-buku yang diterjemahkan dari bahasa Yunani. Dinasti ini
bertahan dari tahun 750-1517 M, dengan pembagian dua wilayah, pertama;
Dinasti Abbasiah di Bagdad yang dipelopori oleh oleh Abu al-Abbas Al-
Saffah dan berakhir pada masa al-Musta’sim. Kedua; Dinasti Abbasiyah di
Kairo yang didirikan oleh al-Mustansir dan berakhir pada masa al-
Mutawakkil III. Sebagaimana dinasti Umawiyah, dinasti ini juga
menerapkan sistem keturunan dalam proses peralihan kekuasaan.
2.3 Ciri-ciri Politik Islam
Dalam pelaksanaannya politik islam memiliki beberapa ciri-ciri
yang sangat mengikat pada politik islam itu, diantaranya :
1. Rabbaniyah
Rabbaniyah merupakan suatu system politik islam yang bersumber dari
wahyu Allah Azza wajala, yaitu Al-Qur’an dan hadis-hadis sahih. Artinya
dalam system rabbaniyah ini segala peraturan yang dibuat tidak akan dapat
diganngu gugat seperti halnya peraturan-peraturan yang dibuat oleh
manusia.
2. Syumul
Pengertian dari syumul itu adalah segala perkara yang menyangkut urusan
duniawiyah ataupun ukhrowiyah. Dimana dalam perkara ini memang
meliputi semua sisi kehidupan manusia.
3. Muwafiqotul fithrah
Yaitu aturan yang sesuai dengan fitrah atau sifat dasar manusia.
Maksudnya adalah bahwa politik islam dalam hal ini sangat
menyeimbangkan antara hak dan kewajiban pemerintah dengan rakyatnya.
4. Nizhomul Akhlak
Nizhomul akhlak yaitu dasar dalam politik islam yang selalu menekankan
terhadap pembinaan akhlak yang mulia, seperti halnya sikap adil dan
Page 13
Page14
bijaksana serta perbuatan terpuji, juga melarang semua perbuatan yang
tercela, sehingga politik politik islam itu tidak pernah melegalkan
perjudian, pelacuran, miras dan narkoba apapun alasannya. Karena
memang semua itu sudah dilarang oleh agama.
2.4 Asas dan Prinsip Politik Islam
2.4.1 Asas Politik Islam
Sistem politik dalam pandangan Islam adalah hukum atau
pandangan yang berkaitan dengan cara bagaimana urusan masyarakat
dikelola dan diatur dengan hukum Islam. Karena politik itu sendiri dalam
pandangan Islam adalah mengurus urusan ummat dengan menerapkan
hukum Islam baik dalam maupun luar negeri. Karena itu, Islam telah
menetapkan asas bagi sistem politiknya, yang terdiri dari empat macam:
1. Kedaulatan di tangan syara’ (as-siyâdah li as-syar’i);
bahwa yang menjadi pengendali dan penguasa adalah hukum syara’,
bukan akal atau manusia. Ini berarti semua masalah akan dikembalikan
kepada hukum syara’. Karena itu, tidak ada satupun masalah yang
terlepas dari hukum syara’. siapapun akan mempunyai kedudukan yang
sama di hadapan hukum syara’, baik penguasa maupun rakyatnya.
Karena itu, tidak ada seorang pun yang mempunyai hak imunity
(kekebalan hukum) dalam negara Islam
2. Kekuasaan di tangan ummat (as-sulthân li al-ummah);
bahwa keta’atan pada penguasa terikat dengan ketentuan hukum syara’,
dan bukan keta’atan mutlak. Karena rakyat hanya diwajibkan untuk ta’at
kepada penguasa jika dia melaksanakan hukum syara’
3. Pengangkatan khalifah untuk seluruh kaum muslimin hukumnya
wajib (wujûb al-khalîfah al-wâhid li al-muslimîn);
Page 14
Page15
4. Khalifahlah satu-satunya yang berhak untuk mengadopsi hukum
syara’ untuk dijadikan undang-undang (li al-khalîfah wahdah haqq at-
tabanni).
2.4.2 Prinsip Politik Islam
Prinsip-prinsip politik yang tertuang dalam Al Qur’an dan Al Hadist
merupakan dasar politik islam yang harus diaplikasikan kedalam system
yang ada. Diantaranya prinsip-prinsip politik islam tersebut:
1 Kedaulatan, yakni kekuasaan merupakan amanah dari Allah. Kedaulatan
yang mutlak dan legal adalah milik Allah.
2.Syura dan Ijma’. Mengambil keputusn di dalam semua urusan
kemasyarakatan dilakukan melaluui konsensus dan konsultasi dengan semua
pihak.
3. Semua warga negara dijamin hak-hak pokok tertentu.
4. Hak-hak negara. Semua warga negara mestinya tunduk dengan otoritas
negara yaitu kepada hukum-hukum dan peraturan negara
5.Hak-hak khusus dan batasan bagi arga negara yang non-muslim memiliki
hak-hak sipil yang sama
6.Ikhtilaf dan konsensus yang menentukan. Perbedaan-prbedaan pendapat
diselesaikan berdasarkan keputusan dari suara yang mayoritas yang harus
ditaati oleh seluruh masyarakat.
7. Penguasa yang memahami persoalan
8. Penguasa yang adil
9. Tidak pemisah antara politik dan agama.
Page 15
Page16
2.5.Peran Politik Islam
2.5.1. Peran Kepala Negara dalam Politik Islam
Untuk mengurusi tanggung jawab kepentingan masyarakat, maka
secara syara’ tanggung jawab itu diberikan kepada penguasa, dan
penguasa disini bias dikatakan sebagai kepala Negara (khalifah). Inilah
yang dapat menjadikan peran kepala Negara dalam politik islam, yaitu :
a) Menjalankan hukum islam sebagai konstitusi Negara.
b) Bertanggung jawab terhadap politik dalam dan luar negeri.
c) Mengangkat dan memberhentikan ketua MA, Dirjen Departemen.
d) Berhak menerima dan menolak duta-duta asing.
2.5.2 Peran Masyarakat dalam Politik Islam
Sehingga jelaslah bahwa peran masyarakat untuk menaati
penguasanya dalam politik islam itu memang penting. Karena dengan
adanya komponen-komponen tersebut politik islam itu dapat berjalan
secara aktif dan sesuai dengan tuntutan dalam ajaran islam.
Selain berkewajiban untuk menaati penguasanya, masyarakat juga
mempunyai tiga peran penting dalam politik islam, yaitu :
1. Kekuasaan memilih penguasa.
2. Terlibat dalam musyawarah.
3. Mengoreksi penguasa.
Peran-peran itulah yang nantinya memperlihatkan bagaimana
seorang penguasa dan masyarakat bisa menjadi bagian-bagian dalam
masalah yang muncul pada suatu negara.
Page 16
Page17
2.6 Kontribusi Umat Islam Terhadap Kehidupan Politik
Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan aturan-
aturan syariat tertentu. Dapat dikatakan bahwa agama adalah sebuah
kepercayaan. Agama merupakan aspek yang sangat penting dalam
kehidupan.
Dengan adanya agama membuat hidup manusia menjadi teratur
dan terarah. Agama dalam hal ini agama Islam mengatur kehidupan
umatnya di berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, bidaya, politik,
pendidikan, akhlak, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Islam
merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril
dengan tujuan untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di
sisi Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam di
kalangan umatnya tidak menggunakan cara yang sembarang. Tapi dengan
menggunakan startegi-strategi yang disesuaikan dengan masyarakat di
zaman itu. Startegistrategi dakwah tersebut tanpa disadari berupa sesuatu
yang bersifat politik.
Page 17
Page18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia diciptakan Allah dengan sifat bawaan ketergantungan kepada-Nya di samping sifat-sifat keutamaan, kemampuan jasmani dan rohani yang memungkinkan ia melaksanakan fungsinya sebagai khalifah untuk memakmuran bumi. Namun demikian, perlu dikemukakan bahwa dalam keutamaan manusia itu terdapat pula keterbatasan atau kelemahannya. Karena kelemahanya itu, manusia tidak mampu mempertahankan dirinya kecuali dengan bantuan Allah.
Bentuk bantuan Allah itu terutama berupa agama sebagai pedoman hidup di dunia dalam rangka mencapai kebahagiaan di akhirat nanti. Dengan bantuan-Nya Allah menunjukkan jalan yang harus di tempuh manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Tujuan hidup manusia hanya dapat terwujud jika manusia mampu mengaktualisasikan hakikat keberadaannya sebagai makhluk utama yang bertanggung jawab atas tegaknya hukum Tuhan dalam pembangunan kemakmuran di bumi untuk itu Al-Qur'an yang memuat wahyu Allah, menunjukkan jalan dan harapan yakni
(1) agar manusia mewujudkan kehidupan yang sesuai dengan fitrah (sifat asal atau kesucian)nya,
(2) mewujudkan kebajikan atau kebaikan dengan menegakkan hukum,
(3) memelihara dan memenuhi hak-hak masyarakat dan pribadi, dan pada saat yang sama memelihara diri atau membebaskan diri dari kekejian, kemunkaran dan kesewenang-wenangan.
Untuk itu di perlukan sebuah system politik sebagain sarana dan wahana (alat untuk mencapai tujuan) yaitu Politik Islam.
Page 18
Page19
3.2 Saran
Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh, sudah sepatutnya memiliki peran utama dalam kehidupan politik sebuah negara. Untuk menuju ke arah integrasi kehidupan masyarakat, negara dan Islam diperlukan ijtihad yang akan memberikan pedoman bagi anggota parlemen atau politisi dalam menjelaskan hujahnya dalam berpolitik.
Dan interaksi umat Islam yang hidup dalam alam modern ini dengan politik akan memberikan pengalaman dan tantangan baru menuju masyarakat yang adil dan makmur. Berpolitik yang bersih dan sehat akan menambah kepercayaan masyarakat khususnya di Indonesia bahwa memang Islam mengatur seluruh aspek mulai ekonomi, sosial, militer, budaya sampai dengan politik.
Page 19
Page20
DAFTAR PUSTAKA
rennyse.blogspot.com/2013/03/pengertian-politik-islam.html
www.islamcendekia.com/.../sejarah-perkembangan-dan-pemikiran-politik-islam-di-indonesia.html
xa.yimg.com/kq/groups/.../ciri-+ciri+politik+islam.doc
umahradhen.wordpress.com/materi...i/islam/asas-asas-politik-islam/
www.referensimakalah.com/2013/.../prinsip-prinsip-politik-islam.html
eryridwan.blogspot.com/2013/.../menakar-peran-politik-umat-islam.html
Page 20