127
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang kesehatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan kesejahteraan bangsa secara berkesinambungan, terus menerus dilakukan bangsa Indonesia untuk menggapai cita-cita luhur, yakni terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, baik spiritual maupun material. GBHN 1999 mengamanatkan perlunya meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung melalui pendekatan paradigma sehat, dengan memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan , pemulihan, dan rehabilitasi (Aditama dan Hastuti, 2002). Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta 1

syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan di bidang kesehatan pada hakikatnya merupakan bagian

integral dari pembangunan kesejahteraan bangsa secara berkesinambungan, terus

menerus dilakukan bangsa Indonesia untuk menggapai cita-cita luhur, yakni

terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, baik spiritual maupun material.

GBHN 1999 mengamanatkan perlunya meningkatkan mutu sumber daya manusia

dan lingkungan yang saling mendukung melalui pendekatan paradigma sehat,

dengan memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan,

penyembuhan , pemulihan, dan rehabilitasi (Aditama dan Hastuti, 2002).

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan

sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik

yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti

empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik.

Status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.

Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi

pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh,

ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik. Apabila gizi

kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam

pembangunan nasional. Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada

tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan

1

Page 2: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi

sekolah, rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi (Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional, 2007 ).

Kesepakatan global berupa Millenium Development Goals (MDGS) yang

terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator, menegaskan bahwa pada tahun

2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi

pada tahun 1990. Untuk Indonesia, indikator yang digunakan adalah peresentase

anak berusia di bawah 5 tahun (balita) yang mengalami gizi buruk (severe

underweight) dan persentase anak-anak berusia 5 tahun (balita) yang mengalami

gizi kurang (moderate underweight) (Ariani, 2007).

Kurang gizi atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab tewasnya 3,5

juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia. Mayoritas kasus fatal gizi

buruk berada di 20 negara, yang merupakan negara target bantuan untuk masalah

pangan dan nutrisi. Negara tersebut meliputi wilayah Afrika, Asia Selatan,

Myanmar, Korea Utara, dan Indonesia. Hasil penelitian yang dipublikasikan

dalam jurnal kesehatan Inggris The Lanchet ini mengungkapkan, kebanyakan

kasus fatal tersebut secara tidak langsung menimpa keluarga miskin yang tidak

mampu atau lambat untuk berobat, kekurangan vitamin A dan zinc selama ibu

mengandung balita, serta menimpa anak pada usia dua tahun pertama. Angka

kematian balita karena gizi buruk ini terhitung lebih dari sepertiga kasus kematian

anak di seluruh dunia (Malik, 2008).

2

Page 3: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan

balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang

bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO

memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh

keadaan gizi anak yang jelek (Irwandy, 2007).

Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita adalah 5,4%, dan Gizi Kurang

pada Balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana

Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi

(20%), maupun target Millenium Development Goals pada 2015 (18,5%) telah

tercapai pada 2007. Namun demikian, sebanyak 19 provinsi mempunyai

prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi nasional, yaitu

Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara,Sumatera Barat, Riau, Jambi, Nusa

Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,

Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua

(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2008).

Di provinsi Sulawesi Tenggara jumlah kasus gizi buruk pada balita

mengalami kenaikan dari tahun 2006 ke tahun 2007. Berdasarkan data yang

diperoleh dari Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Tenggara, jumlah kasus gizi

buruk pada balita di Sulawesi Tenggara pada tahun 2006 yaitu terdapat 803 balita

3

Page 4: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

yang mengalami gizi buruk, dan pada tahun 2007 jumlah kasus gizi buruk pada

balita meningkat menjadi 1.113 balita yang mengalami gizi buruk

Pada daerah Kota Kendari dalam tiga tahun terakhir jumlah kasus gizi

buruk pada balita mengalami perubahan yang berfluktuasi. Berdasarkan data yang

diperoleh dari Dinas Kesehatan kota Kendari bagian UKM dan Gizi, jumlah kasus

gizi buruk pada balita di kota Kendari pada tahun 2006 yaitu 107 kasus balita

yang mengalami gizi buruk dan mengalami peningkatan menjadi 139 balita yang

mengalami gizi buruk pada tahun 2007, serta terjadi penurunan pada tahun 2008

yaitu 108 balita yang mengalami gizi buruk.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan kota Kendari

bagian UKM dan Gizi untuk tahun 2008 jumlah kasus gizi buruk pada balita yang

tertinggi berada pada wilayah kerja Puskesmas Mata yaitu 23 balita yang

mengalami gizi buruk. Sedangkan, pada wilayah kerja Puskesmas lainnya seperti

di wilayah kerja Puskesmas Perumnas jumlah kasus gizi buruk pada balita yaitu

19 balita yang mengalami gizi buruk dan pada wilayah kerja Puskesmas Benu-

benua terdapat 16 balita yang mengalami gizi buruk. Selain itu, pada wilayah

kerja Puskesmas Mata berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan kota

Kendari untuk tiga tahun terakhir jumlah kasus gizi buruk pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Mata terus mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2006,

jumlah kasus gizi buruk pada balita yaitu 8 balita yang mengalami gizi buruk,

kemudian meningkat pada tahun 2007 menjadi 22 balita yang mengalami gizi

4

Page 5: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

buruk dan terus meningkat pada tahun 2008 menjadi 23 balita yang mengalami

gizi buruk.

Penyebab gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia sesuai hasil penelitian

bermula dari krisis ekonomi, politik dan sosial menimbulkan dampak negatif

seperti kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan rendah, kesempatan kerja

kurang, pola makan, ketersediaan bahan pangan pada tingkat rumah tangga

rendah, pola asuh anak yang tidak memadai, pendapatan keluarga yang rendah,

sanitasi dan air bersih serta pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai

(Unicef, 1999 dalam Khomsan, dkk (2004)).

Berdasarkan data yang diperoleh dari profil Puskesmas Mata tahun 2007,

pada wilayah kerja Puskesmas Mata yang terdiri dari 9 Kelurahan yang ada pada

Kecamatan Kendari, penduduk yang tergolong penduduk miskin melebihi

setengah dari keseluruhan jumlah penduduk pada wilayah kerja Puskesmas Mata

yaitu berjumlah 14.258 penduduk miskin dari 22.310 penduduk yang ada pada

wilayah kerja Puskesmas Mata. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya pengaruh

tingkat pendapatan, yang tentunya akan berpengaruh pada pola makan balita dan

pengetahuan ibu tentang gizi yang merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya

kasus gizi buruk pada balita. Selain itu, pada wilayah kerja ini terdapat penyakit

ISPA dan diare pada balita yang juga merupakan salah satu masalah penyakit

infeksi yang terjadi pada wilayah kerja Puskesmas Mata.

5

Page 6: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Berdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-

faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi buruk

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mata, maka menarik untuk dilakukan

suatu penelitian analisis faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi masalah

adalah seberapa besarkah faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008 ditinjau dari pola makan, tingkat

pengetahuan gizi ibu, tingkat pendapatan, dan penyakit infeksi.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Mata Kota Kendari tahun 2008 ditinjau dari pola makan,

tingkat pengetahuan gizi ibu, tingkat pendapatan, dan penyakit infeksi.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui faktor risiko pola makan terhadap kejadian gizi buruk

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari tahun 2008.

b. Untuk mengetahui faktor risiko tingkat pengetahuan gizi ibu terhadap

kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mata Kota

Kendari tahun 2008.

6

Page 7: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

c. Untuk mengetahui faktor risiko tingkat pendapatan terhadap kejadian gizi

buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari tahun

2008.

d. Untuk mengetahui faktor risiko penyakit infeksi terhadap kejadian gizi

buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari tahun

2008.

D. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini bermanfaat sebagai data dan informasi tentang faktor-faktor

risiko kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mata Kota

Kendari .

2. Hasil penelitian ini bermanfaat dalam menentukan kebijakan penanggulangan

gizi buruk pada balita di Dinas Kesehatan Kota Kendari.

3. Sebagai salah satu referensi untuk studi lebih lanjut bagi para peneliti lain

yang tertarik pada masalah gizi buruk pada balita di masa yang akan datang.

4. Bagi peneliti merupakan pengalaman yang berharga dalam rangka

memperluas wawasan serta pengetahuan melalui penelitian yang dilakukan di

lapangan.

7

Page 8: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi

1. Pengertian status gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan

dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik,

dan lebih. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang .

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup

zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan

pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan

secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjagi bila

tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi

lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan,

sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan. Gangguan gizi

terjadi baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih (Almatsier,

2004).

2. Penilaian status gizi

Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan

penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi

menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.

Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga yaitu

survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

8

Page 9: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

a. Penilaian secara langsung

1) Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.

Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan

dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi

tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, dkk.,

2001).

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan

dengan mengukur beberapa parameter. Parameter antropometri

merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa

parameter disebut indeks antropometri.

Rekomendasi dalam menilai status gizi anak di bawah lima

tahun yang dianjurkan untuk digunakan di Indonesia adalah baku

World Health Organization-National Centre for Health Statistic

(WHO-NCHS).

Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu

berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur

(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

9

Page 10: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi Anak (Balita)

INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS

Berat badan menurut umur (BB/U)

Gizi lebih >+ 2 Standar Deviasi (SD)

Gizi baik - 2 SD Sampai + 2 SD

Gizi kurang < -2 SD Sampai -3 SD

Gizi buruk < -3 SD Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Normal -2 SDPendek (Stunted) < -2 SD

Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Gemuk > + 2 SDNormal + 2 SD

Sampai - 2 SDKurus (Wasted) < -2 SD Sampai

-3 SDKurus sekali < -3 SD

Sumber : Keputusan Menkes RI No. 920/Menkes/SK/VII/2002

a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)

Merupakan pengukuran antropometri yang sering

digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana

keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan

gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa

tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap

perubahan keadaan yang mendadak, misalnya terserang infeksi,

kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang

dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang.

10

Page 11: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih

menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional

Status) (Supariasa, dkk., 2001).

b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)

Indeks TB/U disamping memberikan status gizi masa

lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton

dan Bengoa (1973) dalam Supariasa, dkk. (2001)).

c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi

badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan

searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan

tertentu (Supariasa, dkk., 2001).

Berbagai indeks antropometri, untuk menginterpretasinya

dibutuhkan ambang batas. Penentuan ambang batas yang paling

umum digunakan saat ini adalah dengan memakai standar deviasi

unit (SD) atau disebut juga Z-Skor.

Rumus perhitungan Z-Skor adalah :

Z-Skor = Nilai individu subyek-Nilai median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujukan

2) KlinisPemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk

menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-

11

Page 12: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat

gizi . Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial

tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-

organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid

(Supariasa, dkk.,2001).

Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara

menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan. Bagian tubuh yang harus

lebih diperhatikan dalam pemeriksaan klinis adalah kulit, gigi,

gusi,bibir, lidah, mata (Arisman dalam Yuliaty, 2008).

3) Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan

spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai

macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain :

darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan

otot (Supariasa, dkk., 2001).

4) Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan

status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan)

dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Supariasa, dkk., 2001).

12

Page 13: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

b. Penilaian secara tidak langsung

1) Survei konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi

secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang

dikonsumsi. Metode survei konsumsi makanan untu individu antara

lain :

a) Metode recall 24 jam

b) Metode esthimated food record

c) Metode penimbangan makanan (food weighting)

d) Metode dietary history

e) Metode frekuensi makanan (food frequency).

2) Statistik vital

Pengukuran gizi dengan statistik vital adalah dengan

menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian

berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian sebagai akibat

penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi

(Supariasa, dkk., 2001).

3) Faktor ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi

beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah

13

Page 14: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti

iklim, tanah, irigasi dan lain-lain (Supariasa, dkk., 2001).

B. Tinjauan Tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi Buruk

Berdasarkan hasil studi kepustakaan yang telah ditemukan sebelumnya

yaitu beberapa variabel bebas (independen) yang merupakan faktor- faktor yang

berhubungan dengan kejadian gizi buruk pada balita.

1. Tinjauan Tentang Pola Makan

Pola makan adalah gambaran pola menu, frekuensi, dan jenis bahan

makanan yang dikonsumsi setiap hari dimana merupakan bagian dari gaya

hidup atau ciri khusus suatu kelompok (Astawan, 1998).

Pola makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih

bahan makanan dan mengkonsumsinya sebagai tanggapan dari pengaruh

fisiologi, sosial dan budaya diukur dengan frekuensi, jenis dan jumlah bahan

makanan yang dikonsumsi setiap hari (Suhardjo, 2003).

Pola makan merupakan ciri khas untuk status kelompok masyarakat

tertentu. Pola makan suatu daerah dapat berubah-ubah. Pola makan

masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya diwarnai oleh jenis-jenis

bahan makanan yang umum dan diproduksi setempat. Misalnya pada

masyarakat nelayan di daerah-daerah pantai ikan merupakan makanan sehari-

hari yang dipilih karena dapat dihasilkan sendiri. Daerah-daerah pertanian

padi , masyarakat berpola makan pokok beras. Daerah-daerah dengan produk

14

Page 15: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

utama jagung seperti pulau Madura dan Jawa Timur bagian selatan,

masyarakatnya berpola pangan pokok jagung. Gunung Kidul dan beberapa

daerah lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur masyarakatnya berpola pangan

pokok ubi kayu karena produksi tanaman pangan utama adalah ubi kayu

(Khumaidi, 1994).

Pengertian pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan

gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap

hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok

masyarakat tertentu. Pola makan ini dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain

adalah : kebiasaan kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan

alam, dan sebagainya. Sejak zaman dahulu kala, makanan selain untuk

kekuatan/pertumbuhan, memenuhi rasa lapar, dan selera, juga mendapat

tempat sebagai lambang yaitu lambang kemakmuran, kekuasaan, ketentraman

dan persahabatan. Semua faktor di atas bercampur membentuk suatu ramuan

yang kompak yang dapat disebut pola konsumsi (Santoso dan Ranti, 2004).

Pola makan di suatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan

perubahan beberapa faktor ataupun kondisi setempat, yang dapat dibagi dalam

tiga kelompok yaitu pertama adalah faktor yang berhubungan dengan

persediaan atau pengadaan bahan pangan. Termasuk di sini faktor geografi,

iklim, kesuburan tanah berkaitan dengan produksi bahan makanan, sumber

daya perairan, kemajuan teknologi, transportasi, distribusi, dan persediaan

15

Page 16: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

suatu daerah. Kedua, adalah faktor-faktor dan adat kebiasaan yang

berhubungan dengan konsumen. Taraf sosio-ekonomi dan adat kebiasaan

setempat memegang peranan penting dalam pola konsumsi penduduk. Ketiga,

hal yang dapat berpengaruh di sini adalah bantuan atau subsidi terhadap

bahan-bahan tertentu. Selain itu, pola makan setempat juga dapat diperkaya

dengan pengaruh budaya asing yang datang dari India, Arab, Cina, dan Eropa

(Santoso dan Ranti, 2004).

Pemilihan bahan makanan ternyata dipengaruhi oleh unsur-unsur

tertentu. Pertama, sumber-sumber pengetahuan masyarakat dalam memilih

dan mengolah pangan mereka sehari-hari. Termasuk dalam sumber

pengetahuan dalam memilih dan mengolah pangan adalah : sistem sosial

keluarga secara turun temurun, proses sosialisasi dan interaksi anggota

keluarga dengan media massa. Kedua, aspek aset dan akses masyarakat

terhadap pangan mereka sehari-hari. Unsur aset dan akses terhadap pangan

adalah berkenaan dengan pemilikan dan peluang upaya yang dapat

dimanfaatkan oleh keluarga guna melakukan budidaya tanaman pangan dan

atau sumber nafkah yang menghasilkan bahan pangan atau natura (uang).

Ketiga, pengaruh tokoh panutan atau yang berpengaruh. Pengaruh tokoh

panutan terutama berkenaan dengan hubungan bapak anak, jika keluarga yang

memperoleh pangan atau nafkah berupa uang kontan melalui usaha tani

majikan (Santoso dan Ranti, 2004).

16

Page 17: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Kebiasaan makan adalah cara-cara individu dan kelompok individu

memilih, mengkonsumsi, dan menggunakan makanan-makanan yang tersedia,

yang didasarkan kepada faktor-faktor sosial dan budaya di mana ia/mereka

hidup. Kebiasaan makan individu, keluarga dan masyarakat dipengaruhi oleh :

a) Faktor perilaku termasuk di sini adalah cara berpikir, berperasaan,

berpandangan tentang makanan. Kemudian dinyatakan dalam bentuk

tindakan makan dan memilih makanan. Kejadian ini berulang kali

dilakukan sehingga menjadi kebiasaan makan.

b) Faktor lingkungan sosial, segi kependudukan dengan susunan, tingkat, dan

sifat-sifatnya.

c) Faktor lingkungan ekonomi, daya beli, ketersediaan uang kontan, dan

sebagainya.

d) Lingkungan ekologi, kondisi tanah, iklim, lingkungan biologi, system

usaha tani, sistem pasar, dan sebagainya.

e) Faktor ketersediaan bahan makanan, dipengaruhi oleh kondisi-kondisi

yang bersifat hasil karya manusia seperti sistem pertanian (perladangan),

prasarana dan sarana kehidupan (jalan raya dan lain-lain), perundang-

undangan, dan pelayanan pemerintah.

f) Faktor perkembangan teknologi, seperti bioteknologi yang menghasilkan

jenis-jenis bahan makanan yang lebih praktis dan lebih bergizi, menarik,

awet dan lainnya.

17

Page 18: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Pola makan masyarakat atau kelompok di mana anak berada, akan

sangat mempengaruhi kebiasaan makan, selera, dan daya terima anak akan

suatu makanan. Oleh karena itu, di lingkungan anak hidup terutama keluarga

perlu pembiasaan makan anak yang memperhatikan kesehatan dan gizi

(Santoso dan Ranti, 2004).

2. Tinjauan Tentang Pengetahuan Ibu Tentang Gizi

Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu”, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo,

2003).

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkat, yakni :

a. Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara

benar.

18

Page 19: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

c. Aplikasi (Aplication)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru.

e. Evaluasi (Evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui

atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas

(Notoatmodjo, 2003).

19

Page 20: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi

didasarkan pada tiga kenyataan :

a) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

b) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya

mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh

yang optimal, pemeliharaan dan energi.

c) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat

belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan

dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan

dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting

dalam masalah kurang gizi. Lain sebab yang penting dari gangguan gizi

adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk

menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Rendahnya

pengetahuan gizi dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga,

yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan.

Rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab

langsung dari kekurangan gizi pada anak balita (Suhardjo, 2003).

3. Tinjauan Tentang Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah total jumlah pendapatan dari semua

anggota keluarga , termasuk semua jenis pemasukan yang diterima oleh

20

Page 21: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

keluarga dalam bentuk uang, hasil menjual barang, pinjaman dan lain-lain

(Thaha, 1996 dalam Rasifa 2006).

Rendahnya tingkat pendapatan keluarga, akan sangat berdampak

rendahnya daya beli keluarga tersebut. Pada masyarakat nelayan, rendahnya

tingkat pendapatan keluarga , sangat berdampak terhadap rendahnya rata-rata

tingkat pendidikan, yang pada gilirannya akan berimplikasi terhadap

rendahnya tingkat pengetahuan dan perilaku (khususnya pengetahuan dan

perilaku gizi). Rendahnya pengetahuan gizi dapat mempengaruhi ketersediaan

pangan dalam keluarga , yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan

kualitas konsumsi pangan. Rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi

pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita

(Suhardjo, 2003).

Kehidupan di kota-kota pada dewasa ini, terutama dalam pemberian

atau penyajian makanan keluarga pada kebanyakan penduduk dapat dikatakan

masih kurang mencukupi yang dibutuhkan oleh tubuh masing-masing.

Kebanyakan keluarga telah merasa lega kalau mereka telah dapat

mengkonsumsi makanan pokok (nasi, jagung) dua kali dalam sehari dengan

lauk pauknya kerupuk dan ikan asin, bahkan tidak jarang mereka juga telah

merasa lega kalau mereka telah dapat mengkonsumsi nasi atau jagung cukup

dengan sambal dan garam. Menurut penelitian, keadaan yang umum ini

dikarenakan rendahnya pendapatan yang mereka peroleh dan banyaknya

21

Page 22: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

anggota keluarga yang harus diberi makan dengan jumlah pendapatan yang

rendah. Penduduk kota dan penduduk pedesaan yang kebanyakan

berpenghasilan rendah, selain memanfaatkan penghasilannya itu untuk

keperluan makan keluarga, juga harus membagi-baginya untuk berbagai

keperluan lainnya (pendidikan, transportasi, dan lain-lain), sehingga tidak

jarang persentase penghasilan untuk keperluan untuk keperluan penyediaan

makanan hanya kecil saja. Mereka pada umumnya hidup dengan makanan

yang kurang bergizi (Kartasapoetra, 2002).

Tingkat pendapatan keluarga akan mempengaruhi mutu fasilitas

perumahan, penyediaan air bersih dan sanitasi yang pada dasarnya sangat

berperan terhadap timbulnya penyakit infeksi. Selain itu, penghasilan keluarga

akan menentukan daya beli keluarga termasuk makanan, sehingga

mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan yang tersedia dalam rumah

tangga dan pada akhirnya mempengaruhi asupan zat gizi (Suhardjo dalam

Yuliati, 2008).

Berkaitan dengan besarnya pendapatan keluarga, pemerintah Kota

Kendari berdasarkan Peraturan Gubernur No. 35 Tahun 2008, tanggal 5

Desember Tahun 2008 menetapkan Upah Minimum Kota (UMK) Kendari

tahun 2009 sebesar Rp. 810.000,- per bulan (Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kota Kendari, 2009).

22

Page 23: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

4. Tinjauan Tentang Penyakit Infeksi

Infeksi adalah masuknya, bertumbuh dan berkembangnya agent

penyakit menular dalam tubuh manusia atau hewan. Infeksi tidaklah sama

dengan penyakit menular karena akibatnya mungkin tidak kelihatan atau

nyata. Adanya kehidupan agent menular pada permukaan luar tubuh, atau

pada barang, pakaian atau barang-barang lainnya, bukanlah infeksi, tetapi

merupakan kontaminasi pada permukaan tubuh atau benda (Noor, 1997).

Infeksi berat dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan

masukan makanannya dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial

tubuh. Sebaliknya malnutrisi walaupun ringan berpengaruh negatif terhadap

daya tahan tubuh terhadap infeksi (Pudjiadi, 2003).

Ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus dan

parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang sinergis antara

malnutrisi dengan penyakit infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi

status gizi dan mempercepat malnutrisi. Mekanisme patologisnya dapat

bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu :

a. Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya

absorpsi, dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit.

b. Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat diare, mual/muntah dan

pendarahan yang terus menerus.

23

Page 24: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit

(human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh.

Pada umumnya baik infeksi umum maupun infeksi lokal, dapat respon

metabolik bagi penderitanya, yang disertai dengan kekurangan zat gizi.

Penelitian yang dilakukan, ditemui bahwa kurang gizi, dapat menyebabkan

gangguan pada pertahanan tubuh. Di lain pihak, pada infeksi akan

memberikan efek berupa gangguan pada tubuh, yang dapat menyebabkan

kekurangan gizi. Penyakit infeksi dapat menyebabkan kurang gizi sebaliknya

kurang gizi juga menyebabkan penyakit infeksi. Ada tendensi di mana,

adanya penyakit infeksi, malnutrisi (gizi lebih dan gizi kurang), yang terjadi

secara bersamaan di mana akan bekerjasama (secara sinergis), hingga suatu

penyakit infeksi yang baru akan menyebabkan kekurangan gizi yang lebih

berat. Ini dikenal dengan siklus sinergis (vicious cycle) yang banyak dan

sering terjadi di negara-negara berkembang, menyebabkan tingginya angka

kematian di negara tersebut (Supariasa, 2001).

Terjadinya hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan

gizi kurang maupun gizi buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi

buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap

penyakit infeksi. Di sisi lain anak yang menderita sakit infeksi akan

cenderung menderita gizi buruk (Depkes dalam Yuliaty 2008).

24

Page 25: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

C. Tinjauan Umum Tentang Gizi Buruk

1. Pengertian gizi buruk

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan

nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi

menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut

kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus),

dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak

balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut

(busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan

kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di

bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein,

karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah

teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran.

Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi

menahun (Nency, 2005).

2. Faktor-faktor penyebab gizi buruk

Gizi buruk disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah faktor

pengadaan makanan yang kurang mencukupi suatu wilayah tertentu. Hal ini

bisa jadi disebabkan oleh kurangnya potensi alam atau kesalahan distribusi.

Faktor kedua, adalah dari segi kesehatan sendiri, yakni adanya penyakit kronis

terutama gangguan pada metabolisme atau penyerapan makanan. Selain itu,

25

Page 26: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

ada tiga hal yang saling kait mengkait dalam hal gizi buruk, yaitu kemiskinan,

pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah. Ketiga hal itu

mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di rumah tangga dan pola

asuh anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan balita

sering terkena infeksi penyakit (Mardiansyah, 2008).

Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara

garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan

makanan yang kurang atau anak sering sakit/terkena infeksi.

a.  Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain :

1) Tidak tersedianya makanan secara adekuat, Tidak tersedianya

makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial

ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun

kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat

akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak

tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain

menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi

dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar

masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik

dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi

persentasi anak yang kekurangan gizi.

26

Page 27: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

2) Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, Makanan

alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan

anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat,

baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi

bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan

protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat,

vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan

baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat

pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus

puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi

balita karena ketidaktahuan.

3) Pola makan yang salah, Pola pengasuhan anak berpengaruh pada

timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih

sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI,

manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin,

ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan

berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak

yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga

miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang

meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI,

kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk.

27

Page 28: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat

tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat

merugikan anak . Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya

dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang

pada makanan tertentu (misalnya tidak memberikan anak anak daging,

telur, santan dll), hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk

mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup.

b. Sering sakit (frequent infection)

Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara

negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia,

dimana kesadaran akan kebersihan / personal hygine yang masih kurang,

serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik

seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi

dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan,

karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi

kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan

memberikan akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan

tubuh.

3. Patofisiologi gizi buruk

Patofisiologi gizi buruk pada balita yaitu anak sulit makan atau

anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik sperti

28

Page 29: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok

dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena

keempat elemen ini meurpakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga

mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan

protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya

bida membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini

terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel

rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi

pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini

butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran

adaptasi rodopsin.

Tugor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).

Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendo

patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan

Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi

karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi

penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan VLDL dan

LDL. Karena penurunan VLDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit

ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.

Yang khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting

edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting

29

Page 30: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik

intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma

ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada

penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi

natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada

penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien.

Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena

tidak terfiksasi oleh membran sel. Untuk kembalinya membutuhkan waktu

yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada

ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan

onkotik (Sadewa, 2008).

4. Gejala klinis gizi buruk

Gejala klinis gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai

marasmus, kwashiorkor, atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur atau

melihat berat badan bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain

adalah KEP berat / gizi buruk tipe kwashiorkor.

a. Kwashiorkor

a) Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki.

b) Wajah membulat

c) Pandangan mata sayu

30

Page 31: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

d) Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut

tanpa rasa sakit atau rontok

e) Perubahan status mental, apatis, dan rewel

f) Pembesaran hati

g) Otot mengecil ( hipotrofi ), lebih nyata bila diperiksa pada posisi

berdiri atau duduk.

h) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah

warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas.

i) Sering disertai : penyakit infeksi, anemia, diare.

b. Marasmus

a) Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit

b) Wajah seperti orangtua

c) Cengeng, rewel

d) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.

e) Sering disertai : penyakit infeksi ( umumnya kronis berulang )

f) Diare kronis atau konstipasi / susah buang air

c. Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala

klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median

WHO- NCHS disertai edema yang tidak mencolok.

31

Page 32: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

5. Dampak gizi buruk

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu

saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara,

di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri.

Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena

kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan)

asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi

buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap

mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena

infeksi.

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam

jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara

lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis,

hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan

kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun

tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan

mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak

buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan

performance anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang

diakibatkannya. Yang lebih memprihatinkan lagi, perkembangan anak pun

32

Page 33: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak

tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu

sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi vital karena otak

adalah salah satu aset yang vital bagi anak.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk

terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami

gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak

jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn

kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian,

gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak

(Nency, 2005).

6. Pencegahan

Menimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk

pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua

memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk

pada anak. Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi

buruk pada anak:

1) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.

Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai

pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah

berumur 2 tahun.

33

Page 34: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan

protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya:

untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara

protein 12% dan sisanya karbohidrat.

3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program

Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di

atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.

4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan

kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah

pulang dari rumah sakit.

5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan

kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan

untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya

sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen

mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali

membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa

dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun,

biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan

akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.

34

Page 35: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

7. Tindakan pemerintah untuk menanggulangi gizi buruk

Menurut Menteri Kesehatan RI, tanggung jawab pemerintah Pusat

dalam hal ini Depkes adalah merencanakan dan menyediakan anggaran bagi

keluarga miskin melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat, membuat standar

pelayanan, buku pedoman serta melakukan pembinaan dan supervisi program

ke provinsi, kabupaten dan kota. Dalam kaitannya dengan gizi buruk, Depkes

pada tahun 2005 telah mencanangkan Rencana Aksi Nasional (RAN)

Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005–2009. Menkes

menambahkan, pemerintah berusaha meningkatkan aktivitas pelayanan

kesehatan dan gizi yang bermutu melalui penambahan anggaran

penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk menjadi Rp. 600 milyar pada

tahun 2007 dari yang sebelumnya 63 milyar pada tahun 2001. Anggaran

tersebut ditujukan untuk:

a) Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan

bulanan balita di posyandu.

b) Meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di

Puskesmas/RS dan rumah tangga.

c) Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada

balita kurang gizi dari keluarga miskin.

d) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan

asuhan gizi kepada anak (ASI/MP-ASI).

35

Page 36: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

e) Memberikan suplementasi gizi (kapsul Vitamin A) kepada semua balita.

Adapun strategi dan kegiatan Depkes dan organ-organnya, untuk

memenuhi tujuan-tujuan tersebut antara lain:

Strategi:

a. Revitalisasi posyandu untuk mendukung pemantauan pertumbuhan

b. Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan

kelompok potensial lainnya.

c. Meningkatkan cakupan dan kualitas melalui peningkatan keterampilan

tatalaksana gizi buruk.

d. Menyediakan sarana pendukung (sarana dan prasarana).

e. Menyediakan dan melakukan KIE.

f. Meningkatkan kewaspadaan dini KLB gizi buruk.

Kegiatan:

a. Deteksi dini gizi buruk melalui bulan penimbangan balita di posyandu

1) Melengkapi kebutuhan sarana di posyandu (dacin, KMS/Buku KIA).

2) Orientasi kader.

3) Menyediakan biaya operasional.

4) Menyediakan materi KIE.

5) Menyediakan suplementasi vitamin A.

36

Page 37: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

b.. Tatalaksana kasus gizi buruk

1) Menyediakan biaya rujukan khusus untuk gizi buruk gakin baik di

Puskesmas/RS.

2) Kunjungan rumah tindak lanjut setelah perawatan di puskesmas/RS.

3) Menyediakan paket PMT bagi pasien pasca perawatan.

4) Meningkatkan ketrampilan petugas puskesmas/RS dalam tatalaksana

gizi buruk.

c. Pencegahan gizi buruk

1) Pemberian makanan tambahan pemulihan (MP-ASI) kepada balita

gakin yang berat badannya tidak naik atau gizi kurang.

2) Penyelenggaraan PMT penyuluhan setiap bulan di posyandu.

3) Konseling kepada ibu-ibu yang anaknya mempunyai gangguan

pertumbuhan.

d. Surveilans gizi buruk

1) Pelaksanaan pemantauan wilayah setempat gizi (PWS-Gizi).

2) Pelaksanaan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa gizi buruk.

3) Pemantauan status gizi (PSG).

e. Advokasi, sosialisasi dan kampanye penanggulangan gizi buruk

1) Advokasi kepada pengambil keputusan (DPR, DPRD, Pemda, LSM,

dunia usaha dan masyarakat).

2) Kampanye penanggulangan gizi buruk melalui media efektif.

37

Page 38: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

f. Manajemen program:

1) Pelatihan petugas

2) Bimbingan teknis

D. Kerangka Konsep

Anak balita juga merupakan kelompok umur yang rawan gizi. Kelompok

ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi, dan

jumlahnya dalam populasi besar. Status gizi dipengaruhi oleh faktor langsung

berupa asupan makanan/ tingkat konsumsi dan penyakit infeksi, sedangkan faktor

tidak langsung berupa faktor sosial ekonomi yang meliputi tingkat pendidikan,

tingkat pendapatan keluarga, pola asuh makan, pengetahuan gizi dan ketersediaan

pangan.

Salah satu penyebab tidak langsung dari kekurangan gizi pada balita

adalah rendahnya tingkat pengetahuan gizi keluarga, yang disertai dengan

rendahnya perilaku gizi keluarga. Ada beberapa faktor domain yang saling

berhubungan dalam mempengaruhi konsumsi pangan dan gizi keluarga adalah

pengetahuan gizi keluarga (khususnya ibu) dan tingkat pendapatan keluarga.

Untuk mencapai status gizi baik, harus ditunjang oleh tingkat pengetahuan

gizi yang baik serta pendapatan yang memadai. Pada penelitian ini, yang menjadi

variabel bebas yang diteliti adalah pola makan, pengetahuan gizi ibu, tingkat

pendapatan perkápita keluarga, dan penyakit infeksi. Sedangkan yang menjadi

38

Page 39: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

variabel terikat adalah kejadian gizi buruk pada balita. Adapun kerangka konsep

secara lengkap dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Variabel dependent (terikat)

39

Pola Makan

Pengetahuan Gizi Ibu

Tingkat Pendapatan

Penyakit Infeksi

Konsumsi Makanan

Tingkat Pendidikan

Jumlah Anggota Keluarga

Pola Asuh anak tidak memadai

Pelayanan Kesehatan yang tidak memadai

Ketersediaan Pangan di Rumah tangga

Gizi Buruk pada Balita

Page 40: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

: Variabel independent / bebas yang diteliti

: Variabel independent / bebas yang tidak diteliti

: Hubungan variabel bebas yang diteliti dengan variabel

dependent (terikat)

: Hubungan variabel bebas yang tidak diteliti dengan

variabel dependent (terikat)

E. Hipotesis

1. Hipotesis Kerja

a. Pola makan merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita.

b. Tingkat pengetahuan gizi ibu merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk

pada balita.

c. Tingkat pendapatan merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk pada

balita.

d. Penyakit infeksi merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita.

2. Hipotesis Statistik

a. Ho : = 0

1) Pola makan bukan merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk pada

balita.

2) Pengetahuan ibu tentang gizi bukan merupakan faktor risiko kejadian

gizi buruk pada balita.

40

Page 41: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

3) Tingkat pendapatan bukan merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk

pada balita.

4) Penyakit infeksi bukan merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk

pada balita.

b. Ho : 0

1) Pola makan merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita.

2) Pengetahuan ibu tentang gizi merupakan faktor risiko kejadian gizi

buruk pada balita.

3) Tingkat pendapatan merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk pada

balita.

4) Penyakit infeksi merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk pada

balita.

41

Page 42: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah analitik observasional dengan

rancangan case control study yaitu suatu penelitian analitik yang menyangkut

bagaimana faktor risiko ditelusuri dengan menggunakan pendekatan retrospektif

yaitu efek (gizi buruk pada balita) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor

risiko diidentifikasi dengan membandingkan antara kelompok kasus dengan

kelompok kontrol. Rancangan bergerak dari akibat/efek (penyakit) kemudian

ditelusuri faktor risiko atau penyebabnya.

Matching (Umur dan Jenis kelamin)

42

Pola Makan +Pengetahuan Gizi Ibu +Tingkat Pendapatan +Penyakit Infeksi +

Pola Makan -Pengetahuan Gizi Ibu -Tingkat Pendapatan -Penyakit Infeksi -

Pola Makan +Pengetahuan Gizi Ibu +Tingkat Pendapatan +Penyakit Infeksi +

Pola Makan -Pengetahuan Gizi Ibu -Tingkat Pendapatan -Penyakit Infeksi -

Kasus : Gizi Buruk

Kontrol : Gizi baik

Sampel :Balita yang mengalami gizi buruk dan gizi

baik dengan

responden adalah ibu

balita

Page 43: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Gambar 2. Desain Penelitian Case Control

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23-26 Mei tahun 2009 di wilayah

kerja Puskesmas Mata Kota Kendari.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua balita gizi buruk yang ada di

wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari tahun 2008 yaitu sebanyak 23

orang.

2. Sampel

a. Kasus

Kasus adalah balita dengan status gizi buruk yang ada di wilayah

kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008 sebanyak 23 orang, hal

ini berdasarkan pada pengukuran antropometri BB/U.

b. Kontrol

Kontrol merupakan balita dengan status gizi baik (berdasarkan

hasil pengukuran antropometri BB/U) dengan jumlah balita sebanyak 23

orang. Kontrol diperoleh dari tetangga terdekat dari kasus dengan

karakteristik sama dengan kasus melalui proses matching umur dan jenis

kelamin. Matching pada kontrol didasarkan pada hanya dua karakteristik

43

Page 44: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

untuk memudahkan mendapatkan kontrol, karena pengambilan banyak

faktor yang harus disamakan dengan kasus akan menyebabkan kesulitan

untuk menentukan kontrol.

c. Teknik pengambilan sampel

Pada penelitian ini pemilihan sampel dilakukan secara total

sampling yaitu semua populasi dijadikan sebagai sampel. Adapun jumlah

sampel pada penelitian ini adalah 23 orang kemudian kontrol 23 orang,

sehingga untuk total keseluruhannya adalah 46 orang.

d. Responden

Pada penelitian ini responden adalah ibu dari balita yang terpilih

menjadi sampel dan bersedia untuk menjadi responden pada penelitian ini.

D. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas (independent variable) yaitu pola makan, pengetahuan gizi

ibu, tingkat pendapatan dan penyakit infeksi.

b. Variabel terikat (dependent variable) yaitu kejadian gizi buruk pada balita.

2. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

a. Status Gizi

Status gizi adalah gambaran keadaan tubuh sebagai akibat

konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dilakukan dengan

44

Page 45: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

pengukuran BB/U dan dibandingkan dengan standar WHO-NCHS dengan

simpang baku Z-Score. Adapun kriteria objektifnya yaitu :

1) Gizi baik : Bila Z-Score -2 SD sampai +2 SD

2) Gizi buruk : Bila Z-Score < -3 SD

b. Pola makan

Pola makan adalah kebiasaan makan dari balita yang memberikan

gambaran mengenai macam makanan dan frekuensi makan seseorang

balita. Pola makan diukur melalui nilai dari kuesioner. Adapun kriteria

objektifnya adalah sebagai berikut :

1) Cukup : Bila pola makan balita > 50 % dari total

skor jawaban benar

2) Kurang : Bila pola makan balita 50 % dari total

skor jawaban benar

Kriteria penilaian didasarkan atas jumlah pertanyaan keseluruhan yaitu

sebanyak 8 pertanyaan dan setiap pertanyaan di berikan nilai 1 (satu) jika

menjawab benar dan nilai 0 (nol) jika menjawab salah, sehingga diperoleh

skor nilai :

Skor tertinggi : 8 x 1 = 8 (100 %)

Skor terendah : 8 x 0 = 0 (0 %)

45

Page 46: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus menurut Sudjana (2002)

sebagai berikut :

I = R K

I = Interval kelas

R = Range atau kisaran yaitu nilai tertinggi – nilai terendah

= 100 % - 0 % = 100 %

K = Kategori

= Jumlah kategori sebanyak 2 yaitu cukup dan kurang

I = 100 %

2

I = 50 %

c. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi

Merupakan pengetahuan responden (ibu balita) tentang hal-hal

yang berhubungan dengan gizi, yang diukur melalui nilai dari daftar

pertanyaan/kuesioner. Adapun kriteria objektifnya adalah sebagai berikut :

1) Cukup : Bila pengetahuan gizi ibu > 50 % dari

total skor jawaban benar.

2) Kurang : Bila pengetahuan gizi ibu 50 % dari

total skor jawaban benar.

Kriteria penilaian didasarkan atas jumlah pertanyaan keseluruhan yaitu

sebanyak 12 pertanyaan dan setiap pertanyaan di berikan nilai 1 (satu) jika

46

Page 47: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

menjawab benar dan nilai 0 (nol) jika menjawab salah, sehingga diperoleh

skor nilai :

Skor tertinggi : 12 x 1 = 12 (100 %)

Skor terendah : 12 x 0 = 0 (0 %)

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus menurut Sudjana (2002)

sebagai berikut :

I = R K

I = Interval kelas

R = Range atau kisaran yaitu nilai tertinggi – nilai terendah

= 100 % - 0 % = 100 %

K = Kategori

= Jumlah kategori sebanyak 2 yaitu cukup dan kurang

I = 100 %

2

I = 50 %

d. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah jumlah pendapatan perkapita yang

diperoleh oleh kepala keluarga, istri, anak maupun anggota keluarga

lainnya yang tinggal pada rumah tangga tersebut yang dinilai dalam

bentuk uang dan barang yang dinilai dengan uang (rupiah) kemudian

dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Tingkat pendapatan perkapita

47

Page 48: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

keluarga pada tiap rumah tangga dinilai berdasarkan standar Upah

Minimum Kota Kendari Tahun 2009. Adapun kriteria objektifnya sebagai

berikut :

1) Cukup = Bila pendapatan keluarga Rp. 810.000,-

per bulan.

2) Kurang = Bila pendapatan keluarga < Rp. 810.000,-

per bulan.

(Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Kendari, 2009).

e. Penyakit infeksi

Penyakit infeksi adalah penyakit yang diderita oleh balita selama

berada pada wilayah lokasi penelitian dalam enam bulan terakhir sesuai

dengan medical recordnya dan hasil wawancara. Adapun kriteria

objektifnya adalah sebagai berikut :

1) Ya : Apabila balita menderita salah satu atau

lebih penyakit infeksi dalam enam bulan

terakhir.

2) Tidak : Apabila balita tidak pernah menderita

salah satu atau lebih penyakit infeksi

dalam enam bulan terakhir.

E. Instrumen Penelitian

48

Page 49: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa daftar

pertanyaan/kuesioner yang di dalamnya terdapat pertanyaan-pertanyaan yang

menyangkut variabel-variabel dalam penelitian ini yang meliputi status gizi, pola

makan, pengetahuan gizi ibu, tingkat pendapatan perkapita keluarga dan penyakit

infeksi. Selain itu juga menggunakan timbangan balita (Dacin) untuk mengukur

berat badan dari balita.

F. Prosedur Pengumpulan Data

1. Pemberian Informed Consent (Formulir Persetujuan)

Setiap responden dalam penelitian ini akan dimintai persetujuan

dengan mengisi lembar informed consent yang berisikan tujuan, manfaat dan

kejelasan tentang kerahasiaan subyek.

2. Sumber Data

a. Data primer

Data primer diperoleh dengan wawancara secara langsung dengan

orang tua balita (ibu) yang menggunakan alat bantu berupa kuesioner .

Data yang dikumpulkan berupa identitas responden, identitas sampel

(tidak termasuk balita gizi buruk), pola makan, pengetahuan gizi ibu,

tingkat pendapatan dan penyakit infeksi.

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi

Tenggara, Dinas Kesehatan Kota Kendari, Puskesmas Mata, Dinas Sosial,

49

Page 50: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Kendari serta instansi lain yang

berhubungan dengan penelitian ini. Data yang dikumpulkan antara lain :

data jumlah kasus balita gizi buruk di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun

2006 dan 2007, data jumlah kasus balita gizi buruk di Kota Kendari tahun

2006, 2007, dan 2008, data jumlah kasus balita gizi buruk setiap

Puskesmas tahun 2006, 2007, dan 2008, dan data Upah Minimum Kota

Kendari tahun 2009.

G. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer

menggunakan program Statistic and Service Solution (SPSS) for Windows versi

13.0.

H. Analisis Data

Analisis data dilakukan sebagai berikut :

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan secara deskriptif dari masing-masing

variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi disertai penjelasan.

2. Analisis bivariat

Untuk menguji hipotesis nol (Ho) digunakan analisis bivariat (Odds

Ratio) dengan menggunakan tabel 2x2 dengan formulasi sebagai berikut :

Tabel 2 . kontigensi 2x2 pada kejadian gizi buruk pada balita

Kejadian Gizi Buruk Pada Balita

50

Page 51: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Faktor Resiko JumlahKasus Kontrol

Faktor Resiko + a b a + b

Faktor Resiko - c d c + d

Jumlah a + c b + d a + b + c +d

OR = a x d b x c (Multono, 2000)

Keterangan :

a : jumlah kasus dengan resiko (+)

b : jumlah kontrol dengan resiko (+)

c : jumlah kasus dengan resiko (-)

d : jumlah kontrol dengan resiko (-)

Menurut Multono (2000), estimasi Coefisien Interval (CI) ditetapkan

pada tingkat kepercayaan 95 % dengan interpretasi :

a. Jika OR > 1, merupakan faktor risiko terjadinya kasus.

b. Jika OR = 1, bukan faktor risiko terjadinya kasus.

c. Jika OR < 1, merupakan faktor risiko proteksi/ perlindungan terjadinya

kasus.

Nilai OR dikatakan bermakna apabila nilai lower limit dan upper limit

tidak mencakup nilai 1 (Ho ditolak). Untuk menentukan apakah nilai OR yang

diperoleh mempunyai pengaruh kemaknaan maka harus dihitung nilai batas

51

Page 52: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

bawah (lower limit) dan nilai batas atas (upper limit). Untuk mengetahui batas

atas dan batas bawah tersebut dapat digunakan rumus :

Upper limit : OR x

Lower limit : OR x

Di mana, f =

E = log nature (2,72) (Chandra, 1996)

I. Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan selanjutnya dinarasikan.

52

Page 53: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi

1. Letak Geografis

Puskesmas Mata merupakan salah satu dari 11 Puskesmas yang

ada di Kota Kendari, yang terletak di Kecamatan Kendari Kelurahan

Kessilampe. Jarak dari Kantor Walikota lebih kurang 12 km ke arah

barat.

Wilayah kerja Puskesmas Mata ± 67.805 hektar yang berjarak ± 25

KM dari Ibukota Propinsi.

Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas Mata antara lain :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Soropia

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Kendari

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kendari Barat

Jumlah desa/kelurahan seluruhnya di wilayah kerja Puskesmas

Mata ada 9 kelurahan. Keadaan alam di wilayah kerja Puskesmas Mata

53

Page 54: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

terdiri dari dataran (35%), pegunungan/bukit (65%). Iklim di wilayah

kerja Puskesmas Mata adalah iklim tropis dengan musim hujan umumnya

bulan Desember – Mei dan musim kemarau terjadi bulan Juni -

November. Suhu udara rata-rata berkisar antara 270C – 370C.

e. Kondisi Demografis

Berdasarkan hasil pendataan terakhir, jumlah penduduk di wilayah

kerja Puskesmas Mata adalah 22.310 jiwa dengan jumlah kepala keluarga

sebanyak 5.044, yang tersebar dalam 9 wilayah kelurahan. Mata

pencaharian terbesar penduduk di wilayah kerja Puskesmas Mata adalah

pedagang/industri (44%). Sedangkan yang lainnya adalah PNS/ABRI

(23%), tani/nelayan (15%) dan sisanya buruh, sopir dan pekerja lainnya

(18%).

Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Mata terdiri dari berbagai

macam suku. Mayoritas adalah suku Bugis, Muna dan Tolaki, juga

terdapat kelompok suku minoritas yaitu Buton, Jawa, dan Makassar.

Sebagian besar memeluk agama Islam. Agama lain yang dianut adalah

Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.

f. Sarana Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan di terdapat di wilayah kerja

Puskesmas Mata yang dijadikan sebagai unit pelayanan kesehatan bagi

54

Page 55: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

masyarakat setempat terdiri dari sarana kesehatan pemerintah dan sarana

kesehatan yang bersumber daya masyarakat antara lain sebagai sarana

kesehatan pemerintah terdiri dari 1 Puskesmas non perawatan dan 3

Puskesmas Pembantu, sedangkan sarana kesehatan bersumber daya

masyarakat terdiri dari 15 Posyandu Balita dan 2 Posyandu Lansia.

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Analisis univariat

a. Distribusi balita menurut umur

Umur adalah umur pada saat ulang tahun terakhir (Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Serang, 2008).

Penentuan matching umur sampel (kasus dan kontrol)

berdasarkan kelompok umur dalam penelitian ini dapat dilihat pada

tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Matching Sampel Berdasarkan Kelompok Umur

Kelompok Sampel

Kelompok Umur

0-11bln

12-23bln

24-35bln

36-47bln

48-59bln

Kasus 5 10 7 1 0

Kontrol 5 10 7 1 0

Jumlah 10 20 14 2 0Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

Tabel 3 memperlihatkan bahwa dari 46 balita yang menjadi

sampel, jumlah balita yang menjadi sampel lebih banyak pada

55

Page 56: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 20 balita (10 balita pada

kasus dan 10 balita pada kontrol) dan tidak ditemukan balita pada

kelompok umur 48-59 bulan (tidak ada balita baik pada kelompok

kasus maupun kontrol).

Kelompok umur balita dalam penelitian ini dapat juga dilihat

pada gambar 3 berikut :

0

10

20

30

40

50

Grafik Balita Menurut Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

J umlah Sampel 10 20 14 2 0% 21.7 43.5 30.4 4.3 0.0

0-11 bln 12-23 bln 24-35 bln 36-47 bln 48-59 bln

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

Gambar 3. Grafik Balita Menurut Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

Pada gambar 3 telihat bahwa dari 46 balita yang menjadi

sampel, jumlah balita yang menjadi sampel lebih banyak pada

kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 20 balita (43,5%) dan

tidak ditemukan balita pada kelompok umur 48-59 bulan (0%).

b. Distribusi balita menurut jenis kelamin

56

Page 57: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Jenis kelamin adalah kata yang umumnya digunakan untuk

membedakan seks seseorang seperti laki-laki dan perempuan

(Komsiah, 2008).

Penentuan matching sampel (kasus dan kontrol) berdasarkan

jenis kelamin dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Matching Sampel berdasarkan Jenis Kelamin

Kelompok Sampel

Jenis Kelamin JumlahLaki-Laki Perempuan

Kasus 11 12 23Kontrol 11 12 23Jumlah 22 24 46

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

Tabel 4 memperlihatkan bahwa dari 46 balita yang menjadi

sampel, jumlah balita yang menjadi sampel lebih banyak pada jenis

kelamin perempuan yaitu sebanyak 24 balita (12 balita pada kasus dan

12 balita pada kontrol) dan balita dengan jenis kelamin laki-laki yaitu

22 balita (11 balita pada kasus dan 11 balita pada kontrol).

Karakteristik balita menurut jenis kelamin dalam penelitian ini

dapat dilihat pada gambar 4.

57

Page 58: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

0

20

40

60

Grafik Balita Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun

2008

Jumlah 22 24

% 47.8 52.2

Laki – Laki Perempuan

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

Gambar 4. Grafik Balita Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

Gambar 4 menunjukkan bahwa dari 46 balita yang menjadi

sampel, sebagian besar balita berjenis kelamin perempuan sebanyak

24 orang (52,2%), dan sebanyak 22 balita (47,8%) berjenis kelamin

laki-laki.

c. Distribusi balita menurut jenis penyakit infeksi

Infeksi adalah masuknya, bertumbuh dan berkembangnya

agent penyakit menular dalam tubuh manusia atau hewan. Infeksi

tidaklah sama dengan penyakit menular karena akibatnya mungkin

tidak kelihatan atau nyata. Adanya kehidupan agent menular pada

permukaan luar tubuh, atau pada barang, pakaian atau barang-barang

58

Page 59: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

lainnya, bukanlah infeksi, tetapi merupakan kontaminasi pada

permukaan tubuh atau benda (Noor, 1997).

Jenis penyakit infeksi yang diderita oleh balita dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Penyakit Infeksi di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

No Penyakit Infeksi Jumlah %1234

ISPADiareCacarTidak Menderita Penyakit Infeksi

32527

69,610,94,315,2

Total 46 100Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

Tabel 5 memperlihatkan bahwa dari 46 balita yang menjadi

sampel, sebagian besar sampel menderita penyakit infeksi yaitu 39

orang (84,8%), 32 orang (69,6%) diantaranya menderita ISPA, 5 orang

(10,9%) menderita diare dan 2 orang (4,3%) menderita cacar.

Sedangkan yang tidak menderita penyakit infeksi sebanyak 7 orang

(15,2 %). Data diperoleh dari keterangan responden dan diagnosa

penyakit didasarkan pada catatan medik (medical record) Puskesmas

Mata.

d. Distribusi balita menurut pola makan

Gambaran pola makan balita dalam penelitian ini dapat dilihat

pada tabel 6.

59

Page 60: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Pola Makan di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

Kelompok Sampel

Pola Makan JumlahKurang Cukup

Kasus 21 2 23Kontrol 10 13 23Jumlah 31 15 46

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

Tabel 6 memperlihatkan bahwa dari 46 balita yang menjadi

sampel, jumlah balita yang menjadi sampel lebih banyak yang pola

makannya kurang yaitu sebanyak 31 balita (21 balita pada kasus dan

10 balita pada kontrol) dan balita dengan pola makan cukup yaitu 15

balita (2 balita pada kasus dan 13 balita pada kontrol).

e. Distribusi balita menurut pengetahuan ibu tentang gizi

Gambaran pengetahuan ibu tentang gizi dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Pengetahuan Gizi Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

Kelompok Sampel

Pengetahuan Ibu Tentang Gizi JumlahKurang Cukup

Kasus 13 10 23Kontrol 2 21 23Jumlah 15 31 46

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

Tabel 7 memperlihatkan bahwa dari 46 sampel, jumlah sampel

yang banyak yang memiliki pengetahuan ibu tentang gizi yang cukup

yaitu sebanyak 31 balita (10 balita pada kasus dan 21 balita pada

kontrol) dan balita dengan pengetahuan ibu tentang gizi yang kurang

yaitu 15 balita (13 balita pada kasus dan 2 balita pada kontrol).

60

Page 61: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

f. Distribusi balita menurut tingkat pendapatan

Gambaran tingkat pendapatan keluarga balita dalam penelitian

ini dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendapatan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

Kelompok Sampel

Pendapatan Keluarga JumlahKurang Cukup

Kasus 21 2 23Kontrol 20 3 23Jumlah 41 5 46

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

Tabel 7 memperlihatkan bahwa dari 46 sampel, jumlah sampel

yang banyak yang memiliki pendapatan kelarga yang kurang yaitu

sebanyak 41 balita (21 balita pada kasus dan 20 balita pada kontrol)

dan balita dengan pendapatan kelarga yang cukup yaitu 5 balita (2

balita pada kasus dan 3 balita pada kontrol).

g. Distribusi responden menurut tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang

menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga

kerja manajerial mempelajari pengetahuan konsepsual dan teoritis

untuk tujuan tujuan umum (Mangkunegara, 2003).

Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan dalam

penelitian ini dapat dilihat pada gambar 5 berikut :

61

Page 62: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

0

10

20

30

40

50

Grafik Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

Jumlah 7 21 14 4

% 15.2 45.7 30.4 8.7

SD SMP SMA PT

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

Gambar 5. Grafik Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

Gambar 5 menunjukkan bahwa dari 46 responden, sebagian

besar responden mempunyai tingkat pendidikan SMP sebanyak 21

orang (45,7%) dan hanya 4 responden (8,7%) yang mempunyai tingkat

pendidikan perguruan tinggi.

h. Distribusi responden menurut jenis pekerjaan kepala keluarga

Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dil;akukan untuk

menafkahi diri dan keluarganya dimana pekerjaan tersebut tidak ada

yang mengatur dan dia bebas karena tidak ada etika yang mengatur

(Cookeyzone, 2009).

Karakteristik ibu balita menurut jenis pekerjaan kepala

keluarga dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 6 berikut :

62

Page 63: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

0

10

20

30

40

50

60

Grafik Responden Menurut Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari

Tahun 2008

Jumlah 6 22 12 1 4 1

% 13.0 47.8 26.1 2.2 8.7 2.2

PNS Wira swasta

Buruh Tukang Kayu

Ojek Nelayan

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

Gambar 6. Grafik Responden Menurut Jenis Pekerjaan Kepala Rumah Tangga di Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

Gambar 6 menunjukkan bahwa dari 46 responden, sebagian besar

kepala keluarga mempunyai mata pencaharian sebagai wiraswasta yaitu

sebanyak 22 orang (47,8%). Sedangkan sebagian kecil mempunyai

pekerjaan sebagai buruh, PNS, ojek, tukang kayu dan nelayan .

2. Analisis bivariat

a. Faktor risiko pola makan dengan kejadian gizi buruk pada balita

Pola makan adalah gambaran pola menu, frekuensi, dan jenis

bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari dimana merupakan

bagian dari gaya hidup atau ciri khusus suatu kelompok (Astawan,

1998).

63

Page 64: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Distribusi balita berdasarkan pola makan di Wilayah Kerja

Puskesmas Mata Kota Kendari dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Menurut Pola Makan Di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

No Pola Makan

Status Balita OR CI 95 %

Kasus Kontrol

13,6 2,57 - 72,39

n % n %

1

2

Kurang

Cukup

21

2

91,3

8,7

10

13

43,5

56,5

Total 23 100 23 100

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 23 balita yang termasuk

kelompok kasus, sebagian besar balita yaitu 21 (91,3%) balita pola

makannya kurang dan 2 (8,7%) balita dengan pola makan cukup.

Sedangkan pada kelompok kontrol dari 23 balita yang termasuk

kelompok kontrol, terdapat 10 (43,5%) balita pola makannya kurang,

dan 13 (56,5%) balita yang pola makannya cukup. Hasil uji statistik

bermakna pada tingkat kepercayaan 95%, karena lower limit dan

upper limit tidak mencakup nilai 1, dengan nilai OR=13,6

(2,57<OR<72,39).

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa balita dengan

pola makan kurang memiliki risiko kejadian gizi buruk 13,6 kali

64

Page 65: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

daripada balita dengan pola makan cukup. Hal tersebut dapat

dikatakan bahwa sampel yang pola makannya kurang, memiliki

peluang 13,6 kali berisiko untuk menderita gizi buruk dibanding balita

yang pola makannya cukup. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Manjilala (2007) yang dari penelitiannya berkesimpulan

bahwa status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mamajang

dipengaruhi oleh pola makan balita.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada kelompok

kasus sebagian besar balita memiliki pola makan yang kurang hal ini

disebabkan oleh karena pola hidangan sehari-hari yang tidak tepat dan

frekuensi makan balita dalam sehari terhadap bahan makanan yang

mengandung zat-zat gizi seperti makanan pokok,lauk pauk, sayuran

dan buah masih kurang yang pada umumnya diberikan tidak tentu, hal

inilah yang menjadi pemicu terjadinya gizi buruk pada balita.

Pada kelompok kasus juga terdapat balita yang pola makannya

cukup sebanyak 2 (8,7%) balita. Balita tersebut pola makannya telah

cukup, tetapi masih menderita gizi buruk. Hal ini di duga disebabkan

karena pola makan yang cukup bukan satu-satunya faktor yang

menjadikan balita terhindar dari kejadian gizi buruk, tetapi ada

beberapa faktor lain seperti salah satunya adalah penyakit infeksi.

Adanya penyakit infeksi seperti ISPA maupun diare pada balita

65

Page 66: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

menyebabkan makanan yang dikonsumsi balita akan terhambat

penyerapannya dan energi didapatkan dari makanan akan habis atau

berkurang.

b. Faktor risiko pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian gizi buruk pada balita

Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu”, dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin

kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat

tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003).

Distribusi balita berdasarkan pengetahuan ibu tentang gizi di

Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari dapat dilihat pada tabel

10.

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Menurut Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

No Pengetahuan Ibu Tentang

Gizi

Status Balita OR CI 95%

Kasus Kontrol 13,6 2,57 - 72,39

n % n %

1

2

Kurang

Cukup

13

10

56,5

43,5

2

21

8,7

91,3

Total 23 100 23 100

66

Page 67: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

Dari tabel 10 menunjukkan bahwa dari 23 ibu balita yang

termasuk kelompok kasus, terdapat 13 (56,5%) ibu balita dengan

tingkat pengetahuan yang kurang dan 10 (43,5%) ibu balita dengan

tingkat pengetahuan cukup. Sedangkan pada kelompok kontrol, dari

23 ibu balita yang termasuk kelompok kontrol, sebagian besar (91,3%)

ibu balita mempunyai tingkat pengetahuan cukup dan 2 (8,7%) ibu

balita dengan tingkat pengetahuan yang kurang. Hasil uji statistik

bermakna pada tingkat kepercayaan 95% karena lower limit dan upper

limit tidak mencakup nilai 1, dengan nilai OR = 13,6

(2,57<OR<72,39).

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan gizi

ibu merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk di wilayah kerja

Puskesmas Mata Kota Kendari. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa

ibu yang kurang pengetahuan gizinya berisiko mengalami kejadian

gizi buruk pada balita 13,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu

yang berpengetahuan gizi cukup.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yuliati (2008) yang dari

hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang gizi

merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita di Kecamatan

Mandonga tahun 2008. Pengetahuan ibu tentang gizi yang cukup akan

membantu ibu khususnya dalam hal pemenuhan zat-zat gizi dalam

67

Page 68: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

penyediaan makanan sehari-hari, karena dengan hal itu ibu akan

mengetahui pola pemberian makanan yang memiliki gizi kepada balita

maupun keluarga sehingga pemenuhan gizi bagi keluarga akan terjadi

dan dengan hal ini akan membuat kecukupan gizi bagi balita dan

keluarga akan terpenuhi.

Pengetahuan ibu tentang gizi yang cukup akan memberikan

pengaruh pada status gizi anak yang lebih baik jika dibandingkan

dengan ibu yang memiliki pengetahuan tentang gizi yang kurang. Hal

ini disebabkan karena ibu yang memiliki pengetahuan gizi yang cukup

akan lebih memiliki informasi yang terkait dengan pemenuhan gizi

balita dengan baik dan tentunya akan berpengaruh pada proses praktek

pengelolaan makanan di rumahnya mulai dari persiapan sampai

dengan pendistribusiannya pada setiap anggota rumah tangga

khusunya kepada balitanya, bila dibandingkan dengan ibu yang

memilki pengetahuan tentang gizi yang kurang.

Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang

dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk

pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi. Banyak

para peneliti menemukan masalah gizi buruk disebabkan karena

ketidaktahuan terhadap gizi sehingga banyak jenis-jenis bahan

makanan yang tidak dimanfaatkan untuk konsumsi anak .

68

Page 69: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

c. Faktor risiko tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian gizi buruk pada balita

Tingkat pendapatan adalah total jumlah pendapatan dari semua

anggota keluarga , termasuk semua jenis pemasukan yang diterima

oleh keluarga dalam bentuk uang, hasil menjual barang, pinjaman dan

lain-lain (Thaha, 1996 dalam Rasifa 2006).

Distribusi balita berdasarkan Tingkat Pendapatan di Wilayah

Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Menurut Tingkat Pendapatan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

No Pendapatan Keluarga

Status Balita OR CI 95%

Kasus Kontrol

1,57 0,23 – 10,43

n % n %

1

2

Kurang

Cukup

21

2

91,3

8,7

20

3

87,0

13,0

Total 23 100 23 100

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

69

Page 70: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Dari tabel 11 menunjukkan bahwa dari 23 balita yang termasuk

kelompok kasus, sebagian besar (91,3%) tingkat pendapatan keluarga

responden masih kurang dan hanya 2 (8,7%) responden dengan tingkat

pendapatan yang cukup. Sedangkan dari 23 balita yang termasuk

kelompok kontrol, sebagian besar (87,0%) responden dengan tingkat

pendapatan yang kurang dan hanya 3 (13,0%) responden dengan

tingkat pendapatan yang cukup. Hasil uji statistik tidak bermakna

secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95% karena lower limit

mencakup nilai 1, sedangkan nilai OR = 1,57 (0,23<OR<10,43).

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat

pendapatan keluarga merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk di

wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari. Hal tersebut dapat

dikatakan bahwa responden yang kurang tingkat pendapatan

keluarganya kurang berisiko mengalami kejadian gizi buruk pada

balita 1,57 kali lebih tinggi dibanding dengan responden yang

mempunyai tingkat pendapatan keluarganya cukup. Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian Yuliati (2008) yang dari hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa tingkat pendapatan keluarga merupakan faktor

risiko kejadian gizi buruk pada balita di Kecamatan Mandonga tahun

2008.

Dari hasil penelitian juga terdapat responden yang mempunyai

tingkat pendapatan yang cukup tetapi balita berstatus gizi buruk, ini

70

Page 71: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

disebabkan karena faktor lain seperti balita yang malas makan,

kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi, pemberian makanan yang

tidak tentu pada balita anak, serta balita menderita penyakit infeksi.

Tingkat pendapatan keluarga akan mempengaruhi mutu

fasilitas perumahan, penyediaan air bersih dan sanitasi yang pada

dasarnya sangat berperan terhadap timbulnya penyakit infeksi. Selain

itu, penghasilan keluarga akan menentukan daya beli keluarga

termasuk makanan, sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas

makanan yang tersedia dalam rumah tangga dan pada akhirnya

mempengaruhi asupan zat gizi (Suhardjo dalam Yuliati, 2008).

d. Faktor risiko penyakit infeksi dengan kejadian gizi buruk pada balita

Infeksi adalah masuknya, bertumbuh dan berkembangnya

agent penyakit menular dalam tubuh manusia atau hewan. Infeksi

tidaklah sama dengan penyakit menular karena akibatnya mungkin

tidak kelihatan atau nyata. Adanya kehidupan agent menular pada

permukaan luar tubuh, atau pada barang, pakaian atau barang-barang

lainnya, bukanlah infeksi, tetapi merupakan kontaminasi pada

permukaan tubuh atau benda (Noor, 1997).

71

Page 72: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Distribusi balita berdasarkan faktor risiko penyakit infeksi di

Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari dapat dilihat pada tabel

12.

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Menurut Penyakit Infeksi Di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008

No Penyakit Infeksi

Status Balita OR CI 95%

Kasus Kontrol

2,9 0,50 – 16,89

n % n %

1

2

Ya

Tidak

21

2

91,3

8,7

18

5

78,3

21,7

Total 23 100 23 100

Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2009

Data tabel 12 menunjukkan bahwa dari 23 balita yang

termasuk kelompok kasus, sebagian besar (91,3%) sampel menderita

penyakit infeksi dan hanya 2 (8,7%) tidak menderita penyakit infeksi.

Sedangkan dari 23 balita yang termasuk kelompok kontrol, sebagian

besar (78,3%) yang menderita penyakit infeksi dan hanya 5 (21,7%)

yang tidak menderita penyakit infeksi. Hasil uji statistik tidak

bermakna secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95% karena

lower limit mencakup nilai 1, sedangkan nilai OR = 2,9

(0,50<OR<16,89).

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyakit infeksi

merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk di wilayah kerja

72

Page 73: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Puskesmas Mata Kota Kendari. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa

sampel yang menderita penyakit infeksi berisiko mengalami kejadian

gizi buruk 2,9 kali lebih tinggi dibanding dengan sampel yang tidak

menderita penyakit infeksi.

Data penyakit infeksi diperoleh melalui keterangan dari

responden dan didukung oleh data dari catatan medik (medical record)

sampel Puskesmas Mata. Adapun jenis penyakit infeksi yang diderita

oleh sampel adalah ISPA sebanyak 32 (69,6%) balita, diare sebanyak

5 (10,9%) balita dan cacar sebanyak 2 (4,3%) balita .

Terjadinya hubungan timbal balik antara kejadian infeksi

penyakit dan gizi kurang maupun gizi buruk.Anak yang menderita gizi

kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan,

sehingga rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain anak yang

menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk (Depkes

dalam Yuliaty 2008).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yuliati (2008) yang dari

hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penyakit infeksi merupakan

faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita di Kecamatan Mandonga

tahun 2008. Penelitian yang dilakukan oleh Asni (2006) di Kecamatan

Sangia Wambulu juga menunjukkan bahwa anak balita yang

menderita penyakit infeksi, memiliki resiko 4,49 kali untuk menderita

73

Page 74: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

kekurangan gizi dibandingkan dengan anak balita yang tidak

menderita penyakit infeksi.

Penyakit infeksi banyak diderita oleh balita pada saat

penelitian disebabkan adanya perubahan cuaca sehingga sangat

mempengaruhi kondisi kesehatan. Hal ini karena daya tahan tubuh

menurun, sehingga banyak balita dan juga orang dewasa kebanyakan

menderita batuk dan pilek terutama pada anak yang berstatus gizi

buruk, sehingga terdapat balita pada kelompok kontrol yang menderita

penyakit infeksi juga.

Pada anak yang menderita infeksi terjadi gangguan pada

pertahanan tubuh dan sebagai akibatnya akan terjadi penurunan berat

badan dalam waktu yang singkat sehingga menyebabkan kekurangan

gizi. Di lain pihak, infeksi akan memberikan efek berupa gangguan

pada tubuh, yang dapat menyebabkan kekurangan gizi. Penyakit

infeksi dapat menyebabkan kurang gizi sebaliknya kurang gizi juga

menyebabkan penyakit infeksi.

Berdasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan pada saat

penelitian diketahui bahwa balita berstatus gizi buruk pada umumnya

ditemui dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi dengan

berbagai kondisi yang dapat menyebabkan status kesehatan yang jelek

74

Page 75: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

dan menyebabkan penyakit infeksi seperti sanitasi lingkungan

perumahan yang sangat tidak memadai.

V. PENUTUP

A. Simpulan

Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Pola makan merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008. Pola makan yang

kurang, berisiko mengalami kejadian gizi buruk pada balita 13,6 kali jika

dibandingkan dengan balita yang pola makannya cukup.

75

Page 76: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

2. Pengetahuan ibu tentang gizi merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008. Ibu

dengan pengetahuan gizi yang kurang, berisiko mengalami kejadian gizi

buruk pada balita 13,6 kali jika dibandingkan dengan ibu dengan pengetahuan

gizi yang cukup.

3. Tingkat pendapatan merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008. Pendapatan

keluarga yang kurang pada responden, berisiko mengalami kejadian gizi

buruk pada balita 1,57 kali jika dibandingkan dengan pendapatan keluarga

yang cukup pada responden.

4. Penyakit infeksi merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008. Balita yang

menderita penyakit infeksi, berisiko mengalami kejadian gizi buruk 2,9 kali

jika dibandingkan dengan balita yang tidak menderita penyakit infeksi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, dibuat saran penelitian sebagai berikut :

1. Bagi masyarakat yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari,

agar meningkatkan konsumsi makanan balita baik secara kuantitas maupun

kualitas sesuai dengan kebutuhannya, dan juga menggalakkan sadar gizi

dalam keluarga guna memperbaiki pola makan bagi balita.

76

Page 77: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

2. Bagi ibu-ibu balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Mata agar

senantiasa meningkatkan pengetahuannya tentang gizi bagi keluarga dan

balita melalui berbagai media maupun dengan mengikuti penyuluhan

kesehatan tentang gizi oleh tenaga kesehatan agar menambah pengetahuan

dalam hal pemenuhan gizi keluarga dan balita.

3. Bagi masyarakat yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari,

agar mengatur pendapatan keluarga guna mendukung pemenuhan gizi yang

baik dalam keluarga khususnya bagi balitanya.

4. Bagi masyarakat yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari,

agar senantiasa meningkatkan upaya preventif (pencegahan) terhadap

penyakit infeksi dengan menerapkan PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat)

dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.

5. Bagi peneliti lain yang tertarik dengan masalah gizi buruk pada balita dapat

mengambil variabel lain sebagai variabel bebas penelitian karena masih

banyak faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya gizi buruk pada balita.

77

Page 78: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y dan Tri Hastuti, 2002. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. UI-Press. Jakarta.

Almatsier, S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ariani, M, 2007. Wilayah Rawan Pangan dan Gizi Kronis di Papua, Kalimantan Barat dan Jawa Timur. Pusat Analisis dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian.Bogor.

Astawan, M, 1998. Gizi dan Kesehatan Manula. Medyatama Sarana Pustaka. Jakarta.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2007. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.

78

Page 79: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Jakarta.

Chandra, 1996. Pengantar Prinsip dan Metodologi Epidemiologi. Penerbit EGC. Jakarta.

Cookeyzone, 2009. Pengertian Profesi dan Pekerjaan. www. Cookeyzone. Blogspot. Com.

Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Kendari, 2009. UMK (Upah Minimum Kota) Kendari. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Kendari. Kendari.

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Serang, 2008. Profil Penduduk

Kabupaten Serang. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Serang. Banten.

Irwandy, 2007. Sulawesi Selatan Daerah Penghasil Pangan dan Gizi Buruk. Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar.

Kartasapoetra, G, 2002. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja). PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Khomsan, dkk, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Khumaidi, M, 1994. Gizi Masyarakat. PT. BPK Gunung Mulia. Jakarta.

Komsiah, S, 2008. Pengantar Sosiologi. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana. Jakarta.

Malik, A, 2008. Gizi Buruk Tewaskan 3,5 Juta Balita Per tahun. www.lifestyle.okezone.com.

Mangkunegara, A.P, 2003. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Refika Aditama. Bandung.

Mardiansyah, L, 2008. Gizi Buruk di Indonesia. SMP 167. Jakarta.

Multono, 2000. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Gramedia. Jakarta.

Nency, Y., 2005, Gizi Buruk Ancaman Generasi Yang Hilang,http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=113, 5 November 2005

79

Page 80: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

Noor, N, 1997. Epidemiologi Penyakit Menular. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoadmodjo, S, 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Pudjiadi, S, 2003. Ilmu Gizi Khusus Pada Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Rasifa, 2006. Hubungan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan Indeks Tinggi Badan Menurut Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Betoambari, Kec. Betoambari Kota Bau Bau Tahun 2006. Skripsi yang tidak diterbitkan Universitas Haluoleo. Kendari.

Sadewa, A.L., 2008, Makalah KEP,http://ayahaja.wordress.com, 28 November 2008.

Santoso, S dan Anne Lies Ranti, 2004. Kesehatan dan Gizi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Suhardjo, 2002. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

, 2003. Perencanaan Pangan dan Gizi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Supariasa, dkk, 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit EGC. Jakarta.

Yuliati, 2008. Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita di Kecamatan Mandonga Kota Kendari Tahun 2008. Skripsi yang tidak diterbitkan Universitas Haluoleo. Kendari.

80

Page 81: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

LAMPIRAN -LAMPIRAN

81

Page 82: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

LAMPIRAN I

NASKAH PENJELASAN UNTUK MENDAPATKAN PERSETUJUAN SUBJEK DAN FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Kami meminta anda untuk turut mengambil bagian dalam suatu penelitian berjudul : ” Faktor- Faktor Resiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Mata Kota Kendari Tahun 2008 ”.

WAWANCARADalam penelitian ini dilakukan wawancara untuk mengetahui pola makan, pengetahuan ibu tentang gizi, tingkat pendapatan dan penyakit infeksi. Pelaksanaan wawancara hanya dilaksanakan 3 (tiga) hari saja.

MANFAATInformasi yang anada berikan akan sangat bermanfaat sebagai salah satu sumber pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan perbaikan status gizi buruk pada balita dan merupakan sumber informasi bagi pembuat kebijakan khususnya Dinas Kesehatan Kota Kendari dan instansi terkait lainnya dalam upaya menanggulangi masalah gizi balita di Kota Kendari.

82

Page 83: syair79.files.wordpress.com · Web viewBerdasarkan uraian dan permasalahan yang ada dengan melihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejadian gizi buruk dan masih adanya kasus gizi

KERAHASIAANCatatan mengenai kerahasiaan dan keterlibatan anda dalam penelitian ini akan dirahasiakan.

PARTISIPASI SUKARELAAnda tidak akan dipaksa untuk ikut dalam penelitian ini bila anda tidak menghendakinya . Anda hanya boleh ikut atas kehendak anda sendiri. Anda berhak sewaktu-waktu menolak melanjutkan partisipasi anda tanpa perlu memberikan alasan.

TANDA TANGANSaya telah membaca, atau dibacakan pada saya apa yang telah tetera di atas ini dan saya telah diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan membicarakan penelitian ini dengan peneliti. Dengan membubuhkan tanda tangan saya di bawah ini, saya menegaskan keikutsertaan saya secara sukarela dalam penelitian ini.

Kendari, Maret 2009

83