135
1

 · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

  • Upload
    ngotruc

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

1

Page 2:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD
Page 3:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD
Page 4:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

ii Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Page 5:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

iiiKata Pengantar

KATA PENGANTAR

Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang dimulai sejak tahun 2001

menunjukkan fakta bahwa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) yang dialokasikan ke daerah dari tahun ke tahun terus meningkat.

Alokasi dana dimaksud diharapkan dapat meningkatkan kinerja daerah dalam

menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik

yang memadai. Tantangan utama yang dihadapi oleh pemerintah daerah

dalam melaksanakan tugasnya tersebut adalah bagaimana memanfaatkan

sumber-sumber pendanaan yang tersedia untuk menghasilkan output/

pelayanan publik yang optimal.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen

kebijakan fiskal yang utama bagi pemerintah daerah. Anggaran Belanja

Daerah yang tercantum dalam APBD mencerminkan potret pemerintah

daerah dalam menentukan skala prioritas terkait program dan kegiatan

yang akan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran. Penetapan prioritas-

prioritas tersebut beserta upaya pencapaiannya merupakan konsekuensi

dari meningkatnya peran dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam

mengelola pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Dengan demikian, daerah harus memastikan dana tersebut benar-benar

dimanfaatkan untuk program dan kegiatan yang memiliki nilai tambah besar

bagi masyarakat.

Dengan jumlah daerah yang telah mencapai 539 pemerintah daerah saat

ini, maka informasi mengenai APBD secara nasional sangat diperlukan guna

menunjang ketepatan pengambilan kebijakan di bidang hubungan keuangan

antara pusat dan daerah. Dalam konteks itulah perlu diperoleh gambaran

tentang kondisi fiskal atau keuangan seluruh daerah berdasarkan data yang

berasal dari APBD Tahun Anggaran 2014 dari seluruh pemerintah provinsi,

Page 6:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

iv Deskripsi dan Analisis APBD 2014

kabupaten dan kota. Buku ini akan menyajikan berbagai rasio keuangan

aspek pendapatan, belanja, surplus/defisit dan pembiayaan daerahnya yang

dapat dilihat baik secara nasional (agregat provinsi, kabupaten dan kota),

per provinsi, kabupaten dan kota per provinsi maupun berdasarkan wilayah

(Sumatera, Jawa Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Maluku Papua).

Kami mengharapkan agar buku Deskripsi dan Analisis APBD 2014 ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan baik di pusat

maupun di daerah sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan

yang terkait dengan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

Jakarta, Juni 2014

Plt. Direktur Evaluasi Pendanaan

dan Informasi Keuangan Daerah

Rukijo

NIP 19670210 199310 1 001

Page 7:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

5Ringkasan Eksekutif

RINGKASAN EKSEKUTIF

• Secara agregat, rata-rata pajak yang bisa dipungut oleh pemerintah

daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota hanya 2,1% dari

PDRB non migas. Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio pajak tertinggi

yaitu sebesar 9,4%. Hal ini tentunya didukung oleh posisi DKI Jakarta

sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian, sehingga perkembangan

ekonominya jauh lebih maju dan kemungkinan menggali pajak jauh

lebih besar karena basis pajak yang ada di DKI Jakarta cukup banyak.

Sementara itu, provinsi yang memiliki rasio pajak paling rendah adalah

Provinsi Papua Barat yaitu sebesar 0,4%.

• Mengingat bahwa kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk

memungut pajak daerah bersifat terbatas (closed list) dan sumber

penerimaan pajak daerah yang berlaku saat ini cenderung bias ke daerah

yang tingkat urbanisasinya tinggi (urban-biased), seperti Pajak Hotel,

Pajak Restoran, dan Pajak Kendaraan Bermotor, hal ini menyebabkan

untuk daerah yang unsur kekotaannya tidak terlalu tinggi, potensi

penerimaan pajaknya menjadi kecil.

• Provinsi Kalimantan Timur mempunyai ruang fiskal tertinggi yaitu

mencapai 61,7%. Tingginya ruang fiskal di Provinsi Kalimantan Timur

tentunya didukung oleh penerimaan daerah dari Dana Bagi Hasil yang

cukup besar yaitu mencapai 60,6% dari total Pendapatan Daerah.

Meskipun Belanja Pegawai di Provinsi Kalimantan Timur mencapai

34,3% dari total pendapatan, namun masih menyisakan ruang fiskal

yang besar sehingga porsi Belanja Modalnya pun mencapai 58,4% dari

total pendapatannya.

• Sementara itu, Provinsi Aceh memiliki ruang fiskal terendah yaitu 22,2%.

Porsi Belanja Pegawai pemerintah daerah se-Provinsi Aceh sangat besar

Page 8:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

6 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

yaitu 42,5% dari total Pendapatan Daerah, sehingga ruang fiskal yang

tersisa sangat kecil. Dengan demikian Provinsi Aceh harus memanfaatkan

ruang fiskal yang ada dengan merencanakan Belanja Daerah yang tepat

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerahnya.

• Dari hasil telaah pembandingan deviasi antara penetapan alokasi transfer

oleh Pemerintah dengan penetapan dalam APBD, secara umum untuk

alokasi Dana Perimbangan yang penyampaian informasinya ke publik

dilakukan segera setelah pengesahan UU APBN oleh DPR RI dapat

dimanfaatkan dengan baik oleh daerah dalam menyusun APBD. Adapun

untuk DBH yang informasi alokasinya diumumkan lebih lambat dari DAU

dan DAK (sekitar Desember hingga Januari) atau setelah APBD ditetapkan

oleh daerah, nampak terjadi deviasi yang relatif tinggi antara penetapan

alokasi dari Pusat dengan penetapan dalam APBD.

• Secara agregat provinsi, kabupaten dan kota, rata-rata rasio Belanja

Pegawai terhadap total Belanja Daerah adalah 42,78%. Rasio ini lebih

rendah dari tahun anggaran sebelumnya yang mencapai rata-rata 44,7%.

Penurunan rasio belanja pegawai secara konsisten dalam beberapa tahun

terakhir, meskipun penurunannya relatif kecil namun menunjukkan upaya

rasionalisasi terhadap struktur belanja daerah.

• Terdapat 5 provinsi yang memiliki rasio Belanja Pegawai lebih dari 50 %,

yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Bengkulu, Provinsi Sumatera

Barat, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian, karena secara implisit provinsi-

provinsi tersebut hanya menganggarkan sebagian kecil APBD-nya untuk

jenis-jenis belanja selain Belanja Pegawainya. Hal ini akan menyebabkan

keterbatasan program dan kegiatan daerah di luar Belanja Pegawai yang

bisa didanai, khususnya dalam mendukung pemenuhan layanan publik.

• Sulawesi adalah wilayah yang memiliki rasio Belanja Pegawai tertinggi,

yaitu sebesar 48,65% sedangkan wilayah Kalimantan memiliki rasio

yang terendah dengan angka sebesar 33,37%. Rasio Belanja Pegawai

Page 9:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

7Ringkasan Eksekutif

per wilayah terhadap total Belanja Daerahnya masih di bawah 50,0%.

Dengan demikian, wilayah Sulawesi mengalokasikan hampir setengah

Belanja Daerahnya untuk membayar Belanja Pegawai dan memiliki lebih

sedikit porsi Belanja Daerah yang dapat digunakan untuk mendanai

program/kegiatan non pegawai jika dibandingkan dengan wilayah lainnya.

• Secara agregat provinsi, kabupaten dan kota, rata-rata rasio jumlah guru

terhadap total PNSD adalah 49,41%. Rasio ini mengalami peningkatan

dari tahun sebelumnya yang mencapai 47,6%. Peningkatan rasio jumlah

guru yang diiringi dengan penurunan rasio belanja pegawai secara

keseluruhan, sekali lagi menunjukkan bahwa daerah telah menjadi lebih

rasional dalam alokasi belanja pegawainya dengan semakin menurunkan

porsi jumlah PNS maupun besaran belanja untuk PNS yang bekerja di

bidang administrasi.

• Rata-rata rasio Belanja Modal terhadap total belanja secara agregat

provinsi, kabupaten dan kota sebesar 24,81%. Tahun 2012, rata-rata

porsi belanja modal menunjukkan angka yang sedikit lebih rendah yaitu

sebesar 23,4%. Dengan demikian telah terjadi shifting dari penurunan

porsi belanja pegawai kepada peningkatan belanja modal. Hal ini

merupakan indikasi positif terhadap perbaikan kualitas struktur belanja

daerah. Provinsi yang memiliki rasio terendah adalah Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta dengan angka sebesar 12,59% sedangkan rasio

tertinggi terdapat pada Provinsi Kalimantan Timur, yaitu sebesar 44,08%.

• Secara agregat provinsi, kabupaten dan kota, rata-rata pengeluaran daerah

untuk Belanja Bantuan Sosial adalah 1,05%. Meskipun relatif kecil,

namun belanja bantuan sosial ini perlu dicermati karena mempunyai

potensi untuk tumpang tindih dengan belanja yang seharusnya menjadi

tanggung jawab SKPD. Selain itu, jenis belanja ini juga cukup rentan

terhadap isu politik yang seringkali membuat dispute antara eksekutif dan

legislative. Terdapat 9 provinsi yang angka rasionya melebihi angka rata-

rata agregat provinsi, kabupaten dan kota. Daerah yang memiliki rasio

terbesar secara agregat adalah Provinsi Kepulauan Riau, yaitu sebesar

Page 10:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

8 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

3,71%, diikuti oleh DKI Jakarta, Papua. Papua Barat dan Aceh. Hal ini

perlu dicermati mengingat Aceh yang mempunyai Ruang Fiskal terkecil

di Indonesia, rasio Belanja Modal kedua terendah di Indonesia, namun

mempunyai rasio bantuan sosial yang relatif tinggi dibandingkan daerah

lainnya.

• Data APBD menunjukkan bahwa adanya kecenderungan daerah untuk

menganggarkan defisit dalam APBD-nya. Hal ini terlihat dari 491

kabupaten/kota dan 33 provinsi di Indonesia pada Tahun Anggaran

(TA) 2013 sebanyak 457 daerah menganggarkan defisit dalam APBD-

nya, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 447 daerah yang

menganggarkan defisit. Kecenderungan daerah menganggarkan defisit

tersebut karena adanya SiLPA dalam APBD mereka, artinya sebenarnya

secara umum daerah tidak sedang dalam kondisi defisit secara riil, tetapi

mereka menganggarkan defisit karena untuk menyerap SiLPA tahun

sebelumnya. Hal lain yang juga menarik untuk dicermati adalah bahwa

pada umumnya daerah terbukti mengalami surplus pada saat realisasi.

• Rata-rata rasio defisit secara nasional (agregat provinsi, kabupaten,

dan kota) adalah 7,5% dengan kontribusi SiLPA untuk menutup defisit

tersebut sekitar 91,3% sedangkan kontribusi penerimaan pinjaman dan

obligasi daerah 5,9%. Provinsi Kalimantan Timur merupakan daerah

dengan rasio defisit terbesar di mana faktor utama penyebab hal tersebut

adalah untuk mengakomodasi SiLPA tahun sebelumnya yang jumlahnya

cukup besar agar bisa digunakan dalam belanja publik.

• Dalam APBD kabupaten, kota dan provinsi terdapat beberapa daerah yang

besaran defisit yang dianggarkan tidak bisa ditutup dengan pembiayaan,

sehingga defisit ditambah pembiayaan masih bernilai minus. Kabupaten

Sarmi merupakan daerah dengan nilai Defisit APBD yang tidak ter-cover

oleh pembiayaan terbesar yaitu sebesar Rp80 miliar. Hal ini harus menjadi

perhatian Pemerintah Pusat sebagai otoritas yang mempunyai kewenangan

untuk melakukan pembinaan di bidang pengelolaan keuangan, karena

fenomena di atas menunjukkan bahwa terdapat daerah-daerah yang

Page 11:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

9Ringkasan Eksekutif

akan menganggarkan belanja tanpa adanya kepastian sumber dananya.

Hal ini secara normatif tidak layak untuk dilakukan karena menimbulkan

ketidakpastian dalam alokasi belanja publik.

• Rasio SiLPA terhadap Belanja Daerah tertinggi ada di wilayah Kalimantan

(15,62%), rata-rata nasional untuk rasio ini adalah sebesar 7,75%,

semakin besar rasio menunjukkan semakin besar dana idle yang tidak

dapat dimanfaatkan pada tahun 2012, sedangkan rasio terendah SiLPA

terhadap belanja terjadi di wilayah Sulawesi (2,93%).

• Rasio pinjaman terhadap pendapatan APBD secara rata-rata adalah

sebesar 0,7%. Nilai tersebut masih jauh lebih kecil dibanding batas

pinjaman yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/

PMK.07/2012, yaitu 6% dari total Pendapatan Daerah untuk masing-

masing pemerintah daerah. Secara agregat provinsi, kabupaten, dan

kota tidak tampak daerah yang melampaui batas yang ditentukan, ini

disebabkan pemerintah telah menaikkan batas ketentuan yaitu dari 3,5%

di TA 2011 (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK07/2010

menjadi 5% di TA 2012 dan TA 2013). Rasio pinjaman tertinggi adalah

Sulawesi Tenggara (4,3%).

• Pergerakan dana pemda di perbankan pada bulan Desember merupakan

titik terendah dalam tiap tahunnya dan kembali meningkat pada awal

tahun berikutnya. Besaran dana pemda di perbankan Desember 2012

lebih besar dibanding dengan Desember 2011, hal tersebut menunjukkan

adanya peningkatan besaran SiLPA tahun berkenaan tahun 2012.

Page 12:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

x Deskripsi dan Analisis APBD 2014

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................iii RINGKASAN EKSEKUTIF ...........................................................................v DAFTAR ISI ..............................................................................................x DAFTAR TAbEl ......................................................................................xiii DAFTAR GRAFIK .................................................................................... xiv

bAb I PENDAHUlUAN ............................................................................ 1A. Latar Belakang ..........................................................................1B. Gambaran Umum APBD 2014 ...................................................2

1. Pendapatan Daerah .................................................................52. Belanja Daerah ........................................................................73. Surplus,Defisit,danPembiayaanDaerah ..................................9

C. Trend APBD (2010 – 2014) ......................................................11

bAb II ANAlISIS PENDAPATAN DAERAH ................................................ 21A. Rasio Pajak (Tax Ratio) .............................................................241. AgregatProvinsi,KabupatendanKota ...................................252. PemerintahKabupatendanKotaSe-Provinsi .........................263. PemerintahProvinsi ..............................................................284. PerWilayah ...........................................................................29

B. Pajak per Kapita (Tax per Capita) .............................................291. AgregatProvinsi,KabupatendanKota ...................................302. PemerintahKabupatendanKotase-Provinsi ...........................313. PemerintahProvinsi ...............................................................324. PerWilayah ...........................................................................33

C. Ruang Fiskal (Fiscal Space) ......................................................341. AgregatProvinsi,KabupatendanKota ...................................352. PemerintahKabupatendanKotaSe-Provinsi ..........................363. PemerintahProvinsi ...............................................................38

Page 13:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

xiDaftar Isi

4. PerWilayah ...........................................................................40

D. Rasio Ketergantungan Daerah .................................................411. AgregatProvinsi,KabupatendanKota ...................................412. PemerintahKabupatendanKotaSe-Provinsi ..........................433. PemerintahProvinsi ...............................................................444. PerWilayah ..........................................................................45

E. Deviasi Alokasi Transfer ke Daerah pada APBD ........................461. Dana Bagi Hasil (DBH) ...........................................................482. DanaAlokasiUmum(DAU)....................................................503. Dana Alokasi Khusus (DAK) ...................................................51

bAb III ANAlISIS bElANJA DAERAH ..................................................... 54A. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah .............561. AgregatProvinsi,KabupatendanKota ...................................572. PemerintahKabupatendanKotase-Provinsi ...........................593. PemerintahProvinsi ...............................................................614. PerWilayah ...........................................................................62

B. Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Daerah ................641. AgregatProvinsi,KabupatendanKota ..................................652. PemerintahKabupatendanKotase-Provinsi ..........................663. PemerintahProvinsi ..............................................................674. PerWilayah ...........................................................................68

C. Rasio Belanja Modal terhadap Jumlah Penduduk .....................691. AgregatProvinsi,KabupatendanKota ...................................702. PemerintahKabupatendanKotase-Provinsi ...........................713. PemerintahProvinsi ...............................................................724. PerWilayah ...........................................................................73

D. Rasio Belanja Bantuan Sosial Terhadap Total Belanja Daerah ....741. AgregatProvinsi,KabupatendanKota ...................................752. PemerintahKabupatendanKotase-Provinsi .........................763. PemerintahProvinsi ...............................................................774. PerWilayah ...........................................................................78

bAb IV ANAlISIS SURPlUS/DEFISIT DAN PEMbIAYAAN DAERAH ........... 80

Page 14:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

xii Deskripsi dan Analisis APBD 2014

A. Defisit .....................................................................................801. AgregatProvinsi,Kabupaten,danKota ..................................812. PemerintahKabupatendanKotaSe-Provinsi ..........................823. PemerintahProvinsi ...............................................................834. PerWilayah ...........................................................................845. DaerahdenganDefisityangtidakdapatditutupolehpembiayaan ..........................................................................85

B. Pembiayaan Daerah ................................................................88a. SisaLebihPerhitunganAnggaran...........................................91

C. Penerimaan Pembiayaan yang berasal dari Pinjaman ...............951. AgregatProvinsi,KabupatendanKota ...................................962. PemerintahKabupatendanKotase-Provinsi ...........................973. PemerintahProvinsi ...............................................................974. PerWilayah ...........................................................................985. DaerahyangMelampauiBatasMaksimalDefisityangDibiayaiPinjaman ..............................................................................99

D. Dana Idle ..............................................................................101

bAb V REAlISASI bElANJA DAERAH APbD 2014 SAMPAI DENGAN bUlAN MEI 2014 ................................................................................ 104

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 110

UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... 111

Page 15:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

xiiiDaftar Tabel

DAFTAR TAbEl

Tabel1.1 RingkasanAPBD2014secaraNasional(Konsolidasi) .....................2

Tabel1.2 PembiayaanDaerahAPBD2014(JutaRupiah) ..............................5

Tabel1.3 Rata-ratapertumbuhan(2010–2014)SiLPAPerAgregat

Provinsi,KabupatendanKota ....................................................19

Tabel2.1 DaftarDaerahdenganPersentaseDeviasiNegatifAlokasiDBH

Tertinggi ...................................................................................48

Tabel2.2 DaftarDaerahdenganPersentaseDeviasiPositifAlokasiDBH

Tertinggi ...................................................................................49

Tabel2.3 DaerahdenganPersentaseDeviasiAlokasiDAUNegatif

Tertinggi ...................................................................................50

Tabel2.4 DaftarDaerahPersentaseDeviasiPositifAlokasiDAUTertinggi ....51

Tabel2.5 DaftarDaerahdenganPersentaseDeviasiNegatifAlokasiDAK

Tertinggi ...................................................................................52

Tabel2.6 DaftarDaerahdenganPersentaseDeviasiPositifAlokasiDAK

Tertinggi ...................................................................................53

Tabel4.1 DaerahdenganBesaranDefisityangtidakdapatditutupoleh

Pembiayaan ...............................................................................85

Tabel4.2 DaerahyangMenganggarkanSILPATahunBerkenaan ................86

Tabel4.3 Daerahdengan%PinjamandiatasBatasyangditetapkan .........100

Page 16:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

xiv Deskripsi dan Analisis APBD 2014

DAFTAR GRAFIK

Grafik1.1 KomposisiPendapatanDaerahAPBD2014 ...................................4

Grafik1.2 KomposisiBelanjaDaerahAPBD2014 ..........................................4

Grafik1.3 RasioPendapatanDaerahAPBD2014PerWilayah ........................6

Grafik1.4 RasioBelanjaDaerahAPBD2014PerWilayah ...............................7

Grafik1.5 PembiayaanAPBD2014PerWilayah ............................................9

Grafik1.6 TrendAPBDTA2010–2014 ......................................................11

Grafik1.7 TrendKomposisiPendapatanDaerahTA2010–2014 ...............12

Grafik1.8 Rata-rataPertumbuhan(2010–2014)PendapatanDaerah

perAgregatProvinsi,KabupatendanKota .................................14

Grafik1.9 TrendBelanjaDaerahTA2010–2014 .......................................15

Grafik1.10Rata-rataPertumbuhan(2010–2014)BelanjaDaerah

PerAgregatProvinsi,KabupatendanKota .................................17

Grafik2.1 PerkembanganPendapatanAsliDaerah ......................................22

Grafik2.2 PerkembanganTransferkeDaerah .............................................23

Grafik2.3 RasioPajakAgregatProvinsi,Kabupaten,danKota .....................26

Grafik2.4 RasioPajakPemerintahKabupatendanKotaSe-Provinsi ............27

Grafik2.5 RasioPajakPemerintahProvinsi ..................................................28

Grafik2.6 RasioPajakperWilayah .............................................................29

Grafik2.7 RasioPajakperKapitaAgregatProvinsi,KabupatendanKota .....31

Grafik2.8 RasioTaxperKapitaPemerintahKabupatendankota

se-Provinsi .................................................................................32

Grafik2.9 RasioTaxperKapitaPemerintahProvinsi ....................................33

Grafik2.10 RasioTaxperKapitaPerWilayah ................................................34

Page 17:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

xvDaftar Grafik

Grafik2.11RuangFiskalAgregatProvinsi,Kabupaten,danKota ...................36

Grafik2.12 RuangFiskalPemerintahKabupatendankotaSe-Provinsi .........38

Grafik2.13 RuangFiskalPemerintahProvinsi ...............................................38

Grafik2.14 RuangFiskalPerWilayah ...........................................................40

Grafik2.15 RasioKetergantunganAgregatProvinsi,KabupatendanKota .....42

Grafik2.16 RasioKetergantunganPemerintahKabupatendankota

Se-Provinsi ...............................................................................43

Grafik2.17 RasioKetergantunganPemerintahProvinsi .................................44

Grafik2.18 RasioKetergantunganPerWilayah .............................................45

Grafik3.1 RasioBelanjaPegawaiterhadapTotalBelanjaDaerah

AgregatProvinsi,KabupatendanKota .......................................58

Grafik3.2 RasioJumlahGuruterhadapTotalPNSDAgregatProvinsi,

KabupatendanKota ..................................................................59

Grafik3.3 RasioBelanjaPegawaiTerhadapBelanjaDaerahPemerintah

KabupatendanKotase-Provinsi ................................................60

Grafik3.4 RasioJumlahGuruTerhadapTotalPNSDPemerintahKabupaten

danKotase-Provinsi .................................................................61

Grafik3.5 RasioBelanjaPegawaiTerhadapBelanjaDaerahPemerintah

Provinsi .....................................................................................62

Grafik3.6 RasioBelanjaPegawaiTerhadapBelanjaDaerahperWilayah .......63

Grafik3.7 RasioJumlahGuruTerhadapTotalPNSDperWilayah ..................64

Grafik3.8 RasioBelanjaModalTerhadapBelanjaDaerahAgregatProvinsi,

KabupatendanKota ..................................................................66

Grafik3.9 RasioBelanjaModalTerhadapBelanjaDaerahPemerintah

KabupatendanKotase-Provinsi ................................................67

Grafik3.10 RasioBelanjaModalTerhadapBelanjaDaerahPemerintah

Provinsi .....................................................................................68

Grafik3.11RasioBelanjaModalTerhadapBelanjaDaerahperWilayah .........69

Page 18:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

xvi Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik3.12 RasioBelanjaModalperKapitaAgregatProvinsi,Kabupatendan

Kota ..........................................................................................70

Grafik3.13RasioBelanjaModalperKapitaPemerintahKabupatendanKota

se-Provinsi ................................................................................72

Grafik3.14RasioBelanjaModalperKapitaPemerintahProvinsi ..................73

Grafik3.15 RasioBelanjaModalperKapitaperWilayah ..............................74

Grafik3.16RasioBelanjaBantuanSosialTerhadapTotalBelanjaAgregat

Provinsi,KabupatendanKota ....................................................76

Grafik3.17 RasioBelanjaBantuanSosialTerhadapBelanjaDaerah

PemerintahKabupatendanKotase-Provinsi ..............................77

Grafik3.18RasioBelanjaBantuanSosialTerhadapBelanjaDaerah

PemerintahProvinsi .................................................................78

Grafik3.19RasioBelanjaBantuanSosialTerhadapBelanjaDaerah

perWilayah ..............................................................................79

Grafik4.1 RasioSurplus/defisitterhadapPendapatan,AgregatProvinsi,

Kabupaten,danKota .................................................................81

Grafik4.2 RasioSurplus/defisitterhadapPendapatanPemerintahKabupaten

danKotase-Provinsi .................................................................82

Grafik4.3 RasioSurplus/defisitterhadapPendapatanPemerintahProvinsi ...83

Grafik4.4 RasioDefisitterhadapPendapatanPerWilayah ...........................84

Grafik4.5 PenerimaanPembiayaanProvinsidanKab/Kota...........................88

Grafik4.6 PersentasePenerimaanPembiayaanterhadaptotalPenerimaan

Pembiayaan ...............................................................................88

Grafik4.7 PengeluaranPembiayaanProvinsidanKabupaten/Kota ...............90

Grafik4.8 PersentasePengeluaranPembiayaanterhadaptotalPenerimaan

Pembiayaan ...............................................................................90

Grafik4.9 RasioSiLPAterhadapBelanjaAgregatProvinsi,Kabupatendan

Kota ..........................................................................................92

Page 19:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

xviiDaftar Grafik

Grafik4.10 RasioSiLPAterhadapBelanjaPemerintahKabupatendanKotase-

Provinsi .....................................................................................93

Grafik4.11 RasioSiLPAterhadapBelanjaDaerahPemerintahProvinsi ............94

Grafik4.12 RasioSiLPAterhadapBelanjaperWilayah ..................................95

Grafik4.13 RasioPinjamanterhadapPendapatanDaerahAgregatProvinsi,

KabupatendanKota ..................................................................96

Grafik4.14 RasioPinjamanterhadapPendapatanDaerahPemerintah

KabupatendanKotase-Provinsi ................................................97

Grafik4.15 RasioPinjamanterhadapPendapatanPemerintahProvinsi ..........98

Grafik4.16 Rasiopinjaman/pendapatanperwilayah ...................................99

Grafik4.17 DanaPemdadiPerbankanperBulan(BulanDesember) ............102

Grafik4.18 DanaPemdadiPerbankanAgregatKab/kota/Provinsi................103

Grafik5.1 PerbandinganRealisasiAPBD2011,2012,2013dan2014

(AgregatProvinsi,KabupatendanKota)(%) .............................106

Grafik5.2 RealisasiBelanjaDaerah(AgregatProvinsi,KabupatendanKota)

BulanMei2014(triliunrupiah) ...............................................107

Grafik5.3 RealisasiBelanjaDaerahSecaraAgregatProvinsi,Kabupaten,dan

KotaPerProvinsiBulanMei2014(%) .......................................108

Page 20:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

xviii Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Page 21:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

1Pendahuluan

bAb I PENDAHUlUAN

A. Latar BelakangDalam rangka melaksanakan pelayanan publik di daerah, instrumen

utama yang digunakan dalam kebijakan fiskal adalah melalui APBD.

Pelaksanaan APBD dimaksud diharapkan dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan di

berbagai sektor. APBD yang direncanakan setiap tahun dengan mendapatkan

persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada dasarnya

menunjukkan sumber-sumber pendapatan daerah, berapa besar alokasi

belanja untuk melaksanakan program/kegiatan, serta pembiayaan yang

muncul apabila terjadi surplus atau defisit. Pendapatan daerah bersumber

dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, dana transfer dari pemerintah

pusat, serta dari lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Perwujudan pelayanan publik di daerah berkorelasi erat dengan kebijakan

belanja daerah. Belanja daerah merupakan seluruh pengeluaran yang

dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendanai seluruh program/kegiatan

yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap pelayanan publik

di daerah. Dalam pelaksanaan penganggaran dapat terjadi selisih antara

pendapatan dan belanja daerah (surplus/defisit), dan untuk selanjutnya

ditutup dengan kebijakan pembiayaan daerah. Apabila terjadi surplus, daerah

harus menganggarkan untuk pengeluaran pembiayaan tertentu, misalnya

untuk investasi, atau dapat juga dengan mengoptimalisasi dana tersebut guna

mendanai belanja kegiatan yang telah direncanakan. Sebaliknya apabila terjadi

defisit, daerah perlu mencari alternatif pembiayaan berupa pinjaman daerah,

Page 22:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

2 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

penggunaan SiLPA, atau dapat pula melakukan penghematan anggaran

dengan melakukan penyisiran kegiatan yang tidak perlu dilaksanakan atau

ditunda pelaksanannya.

Untuk melihat gambaran secara komprehensif atas anggaran daerah

pada tahun 2014, diperlukan suatu telaah ringkas mengenai APBD 2014

secara agregatif, maupun terpisah antara provinsi dengan kabupaten/kota.

Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kondisi fiskal

atau keuangan seluruh daerah di Indonesia, berdasarkan data yang berasal

dari APBD TA 2014 dari seluruh Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

Analisis APBD dilakukan dari aspek pendapatan, belanja, surplus/defisit,

dan pembiayaan. Dalam analisis ini juga digunakan beberapa data sekunder

lainnya berupa data anggaran sebelum APBD 2014, realisasi APBD tahun-

tahun sebelumnya, hingga data pendukung lainnya yang digunakan untuk

melakukan analisis time-series. Alat analisis utamanya adalah rasio keuangan

yang dilakukan secara nasional (agregat provinsi, kabupaten dan kota), per

provinsi, kabupaten dan kota dan berdasarkan wilayah (Sumatera, Jawa dan

Bali, Kalimantan, Sulawesi, serta Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua).

B. Gambaran Umum APBD 2014Gambaran umum APBD 2014 secara nasional (konsolidasi) dapat dilihat

pada Tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1

Ringkasan APBD 2014 secara Nasional (Konsolidasi)

UraianNasional

(Juta Rupiah)

Pendapatan 759.476.113

PAD 180.347.447

Dana Perimbangan 482.221.122

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 96.907.544

Belanja 817.674.081

Page 23:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

3Pendahuluan

UraianNasional

(Juta Rupiah)

Belanja Barang dan jasa 182.522.886

Belanja Modal 213.669.585

Belanja Pegawai 326.736.914

Belanja Lain-lain 94.744.696

Surplus/defisit (58.197.968)

Pembiayaan Netto 59.197.160

Penerimaan Pembiayaan 74.617.064

SiLPA TA sebelumnya 70.686.810

Pencairan dana cadangan 579.179

Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 65.621

Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah 2.192.461

Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman 1.092.993

Pengeluaran Pembiayaan 15.419.903

Pembentukan Dana Cadangan 582.866

Penyertaan Modal (Investasi) Daerah 12.136.858

Pembayaran Pokok Utang 2.296.522

Pemberian Pinjaman Daerah 220.896

Pembayaran Kegiatan Lanjutan 15.985

Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga 166.777

Sumber: APBD 2014 (data diolah)

Dari Tabel 1.1. di atas, komposisi Pendapatan Daerah dalam APBD 2014

terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-lain

Pendapatan Daerah yang Sah. Sementara itu, besarnya jumlah dana dan

persentase dari masing-masing komposisi Pendapatan Daerah terhadap total

dapat dilihat pada Grafik 1.1 di bawah ini. Dari Grafik 1.1 tersebut dapat

dilihat bahwa Dana Perimbangan yang bersumber transfer dari pusat masih

mendominasi sumber Pendapatan Daerah, yaitu mencapai sebesar Rp482,22

triliun (63,49%). Sementara itu PAD dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang

Sah masing-masing hanya mencapai sebesar Rp180,35 triliun (23,75%) dan

sebesar Rp96,91 triliun (12,76%).

Page 24:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

4 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 1.1

Komposisi Pendapatan Daerah APBD 2014 (Dalam Juta Rupiah)

Sumber: APBD 2014

(data diolah)

Grafik 1.2

Komposisi Belanja DaerahAPBD 2014 (Dalam Juta Rupiah)

180.347.44723,75%

482.221.12263,49%

96.907.54412,76%

PAD

Dana Perimbangan

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

Sumber: APBD 2014 (data diolah)

Grafik 1.2

Komposisi Belanja Daerah APBD 2014 (Dalam Juta Rupiah)

Sumber: APBD

2014 (data diolah)

Grafik 1.2 menunjukkan komposisi Belanja Daerah secara nasional yang mencapai Rp817,67 triliun. Dari jumlah

tersebut, porsi Belanja Pegawai masih mendominasi, yaitu mencapai sebesar Rp326,74 triliun(38,22%), sedangkan Belanja

Modal, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja Lainnya masing-masing mencapai sebesar Rp213,67 triliun (24,99%), sebesar

Rp182,52 triliun (21,35%), dan sebesar Rp131,96 triliun (15,44%).

Dari defisit APBD 2014 secara nasional yang mencapai Rp58,20 triliun, memerlukan Pembiayaan sebesar Rp59,20

triliun, yang terdiri dari Penerimaan Pembiayaan (SiLPA, Pinjaman dan lain-lain) sebesar Rp74,62 triliun dan Pengeluaran

Pembiayaan sebesar Rp15,42 triliun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2

Pembiayaan Daerah APBD 2014 (Juta Rupiah)

182.522.88621,35%

213.669.58524,99%

326.736.91438,22%

131.995.82715,44%

Belanja Barang dan jasa

Belanja Modal

Belanja Pegawai

Belanja Lain-lain

Sumber: APBD 2014 (data diolah)

Page 25:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

5Pendahuluan

Grafik 1.2 menunjukkan komposisi Belanja Daerah secara nasional yang

mencapai Rp817,67 triliun. Dari jumlah tersebut, porsi Belanja Pegawai

masih mendominasi, yaitu mencapai sebesar Rp326,74 triliun (38,22%),

sedangkan Belanja Modal, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja Lainnya

masing-masing mencapai sebesar Rp213,67 triliun (24,99%), sebesar

Rp182,52 triliun (21,35%), dan sebesar Rp131,96 triliun (15,44%).

Dari defisit APBD 2014 secara nasional yang mencapai Rp58,20

triliun, memerlukan Pembiayaan sebesar Rp59,20 triliun, yang terdiri dari

Penerimaan Pembiayaan (SiLPA, Pinjaman dan lain-lain) sebesar Rp74,62

triliun dan Pengeluaran Pembiayaan sebesar Rp15,42 triliun. Hal ini dapat

dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2

Pembiayaan Daerah APBD 2014 (Juta Rupiah)

Pembiayaan 59.197.160

Penerimaan Pembiayaan 74.617.063

Pengeluaran Pembiayaan (15.419.903)

Sumber: APBD 2014 (diolah)

Selanjutnya, rincian komposisi APBD Tahun 2014 untuk provinsi,

kabupaten, dan kota dapat dikelompokkan sesuai dengan wilayah pulaunya

masing-masing. Pengelompokan daerah berdasarkan pulau terdiri dari daerah-

daerah di Pulau Jawa dan Bali, daerah-daerah di deretan pulau di timur

Indonesia antara lain Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, daerah-daerah di

pulau Sumatera, pulau Kalimantan, dan pulau Sulawesi.

1. Pendapatan Daerah

Potret rasio Pendapatan Daerah berdasarkan data konsolidasi APBD Tahun

2014 pada kabupaten, kota, dan provinsi di beberapa wilayah secara agregat

menunjukkan fakta sebagai berikut:

Page 26:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

6 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 1.3

Rasio Pendapatan Daerah APBD 2014 Per Wilayah

Sumber: Data Konsolidasi APBD 2014 (Diolah)

PAD/Total PendapatanDana Perimbangan/Total

PendapatanLain-lain Pend. Daerah yang

sah/Total Pendapatan

Sumatera 15,66% 71,43% 12,91%

Jawa-Bali 37,36% 50,19% 12,45%

Kalimantan 18,83% 73,51% 7,66%

Sulawesi 14,14% 74,55% 11,31%

NT-Maluku-Papua 7,08% 73,14% 19,78%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

Persentase

Sumber: Data Konsolidasi APBD 2014 (Diolah)

Dari Grafik 1.3 di atas, dapat dilihat bahwa daerah yang mempunyai rasio

PAD dibandingkan dengan total Pendapatan Daerah yang tertinggi adalah

daerah-daerah di wilayah Jawa dan Bali, yaitu mencapai 37,36%. Sementara

itu daerah-daerah yang mempunyai rasio terendah berada di wilayah pulau

Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, yaitu hanya 7,08%. Hal ini menunjukkan

bahwa tingkat kemandirian seluruh daerah yang berada di wilayah Jawa dan

Bali relatif lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Dalam kaitannya dengan rasio Dana Perimbangan apabila dibandingkan

dengan total Pendapatan Daerah, dapat dilihat bahwa secara agregat daerah-

daerah di wilayah pulau Jawa dan Bali hanya memiliki ketergantungan

terhadap Dana Perimbangan paling rendah, yaitu 50,19%. Adapun wilayah

yang memiliki tingkat ketergantungan tertinggi terhadap Dana Perimbangan

adalah di wilayah Sulawesi yang mencapai 74,55% persen. Sementara itu

Page 27:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

7Pendahuluan

untuk rasio lain-lain Pendapatan Daerah yang sah terhadap total Pendapatan

Daerah dapat disampaikan bahwa wilayah di pulau Nusa Tenggara, Maluku,

dan Papua masih yang tertinggi hingga mencapai 19,78%, sedangkan

wilayah Sumatera memiliki rasio sebesar 12,91%. Untuk wilayah Kalimantan

memiliki rasio yang paling rendah, yaitu sebesar 7,66%. Salah satu faktor

penyebab dua wilayah yaitu pulau Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua serta

pulau Sumatera memiliki rasio lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah yang

relatif tinggi terutama adanya dana Otonomi Khusus di wilayah tersebut, yaitu

di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat dan Provinsi Aceh.

2. Belanja Daerah

Potret rasio Belanja Daerah berdasarkan data konsolidasi APBD Tahun

2014 di kabupaten, kota, dan provinsi pada beberapa wilayah secara agregat

menunjukkan fakta sebagai berikut:

Grafik 1.4

Rasio Belanja Daerah APBD 2014 Per Wilayah

Sumber: Data Konsolidasi APBD 2014 (Diolah)

Dari Grafik 1.4. dapat dilihat bahwa Belanja Pegawai masih menempati porsi terbesar dalam Belanja Daerah APBD

Tahun 2014, yang selanjutnya diikuti oleh Belanja Modal, serta Belanja Barang dan Jasa.

Di wilayah Sulawesi, Belanja Pegawai mencapai 47,52%, atau terbesar apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya,

sedangkan porsi Belanja Pegawai di wilayah Kalimantan menempati posisi yang terendah, yaitu 32,29%. Sementara itu, apabila

dilihat dari rasio jumlah pegawai terhadap total jumlah penduduk di wilayah Sulawesi dan wilayah Kalimantan secara berturut-

turut adalah 1:83 dan 1:94. Hal ini berarti bahwa 1 (satu) orang PNSD di wilayah Sulawesi memberikan layanan publik kepada

Bel. Pegawai/Tot. Belanja Bel. Modal/Tot. Belanja Bel. Barang & Jasa/Tot. Belanja

Sumatera 41,06% 26,56% 22,73%

Jawa-Bali 41,10% 23,86% 21,97%

Kalimantan 32,29% 35,19% 22,94%

Sulawesi 47,52% 22,77% 21,39%

NT-Maluku-Papua 35,75% 25,60% 22,40%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

Persentase

Sumber: Data Konsolidasi APBD 2014 (Diolah)

Page 28:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

8 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Dari Grafik 1.4. dapat dilihat bahwa Belanja Pegawai masih menempati

porsi terbesar dalam Belanja Daerah APBD Tahun 2014, yang selanjutnya

diikuti oleh Belanja Modal, serta Belanja Barang dan Jasa.

Di wilayah Sulawesi, Belanja Pegawai mencapai 47,52%, atau terbesar

apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya, sedangkan porsi Belanja

Pegawai di wilayah Kalimantan menempati posisi yang terendah, yaitu

32,29%. Sementara itu, apabila dilihat dari rasio jumlah pegawai terhadap

total jumlah penduduk di wilayah Sulawesi dan wilayah Kalimantan

secara berturut-turut adalah 1:83 dan 1:94. Hal ini berarti bahwa 1 (satu)

orang PNSD di wilayah Sulawesi memberikan layanan publik kepada 83

orang penduduk. Sedangkan di wilayah Kalimantan 1 (satu) orang PNSD

memberikan layanan publik kepada 94 orang penduduk.

Sebagai perbandingan, rasio PNSD dan penduduk di wilayah Jawa dan

Bali adalah 1:196. Hal ini dapat diartikan bahwa jumlah PNSD di wilayah

Jawa masih sedikit karena total penduduknya sangat banyak, sehingga

rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja juga besar, yaitu 41,10%.

Berbagai pengeluaran kegiatan yang terangkum dalam akun Belanja Modal

di wilayah Jawa dan Bali sangat kecil, yaitu hanya 23,86%. Hal ini dapat

memunculkan 2 (dua) pendapat, yaitu kebutuhan infrastruktur di wilayah

Jawa dan Bali relatif rendah sehingga setiap daerah di wilayah tersebut tidak

perlu menganggarkan terlalu banyak Belanja Modal, atau atau memang APBD

di semua daerah di wilayah Jawa dan Bali dirasakan cukup berat untuk

diarahkan dalam pemberian pelayanan publik yang dicerminkan dari besarnya

jumlah pegawai dan rasio Belanja Pegawai per Total Belanjanya yang juga

besar.

Untuk daerah-daerah di wilayah Kalimantan menunjukkan perkembangan

pembangunan infrastruktur yang paling signifikan. Hal ini tercermin dari rasio

Belanja Modalnya yang mencapai 35,19%, demikian pula rasio Belanja

Barang dan Jasanya yang juga relatif tinggi yaitu 22,94%.

Page 29:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

9Pendahuluan

3. Surplus, Defisit, dan Pembiayaan Daerah

Potret beberapa rasio yang terkait Pembiayaan Daerah berdasarkan

data konsolidasi APBD Tahun 2014 di kabupaten, kota, dan provinsi pada

beberapa wilayah secara agregat menunjukkan fakta sebagai berikut:

Grafik 1.5

Pembiayaan APBD 2014 Per Wilayah

Sumber: Data Konsolidasi APBD 2014 (Diolah)

Besarnya defisit APBD Tahun 2014 yang paling tinggi terjadi di wilayah Kalimantan, yaitu mencapai 20,52%. Untuk

menutup defisit tersebut, seluruh daerah di wilayah Kalimantan bisa menggunakan SiLPA tahun lalu dikarenakan persentase

-25% -20% -15% -10% -5% 0% 5% 10% 15% 20% 25%

Sumatera

Jawa-Bali

Kalimantan

Sulawesi

NT-Maluku-Papua

Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi NT-Maluku-Papua

Pinjaman/Pendapatan 0,29% 0,14% 0,16% 0,89% 0,43%

SiLPA/Pendapatan 9,02% 8,85% 21,48% 3,78% 4,56%

Defisit/Pendapatan -8,18% -5,99% -20,52% -3,83% -3,79%

Sumber: Data Konsolidasi APBD 2014 (Diolah)

Besarnya defisit APBD Tahun 2014 yang paling tinggi terjadi di wilayah

Kalimantan, yaitu mencapai 20,52%. Untuk menutup defisit tersebut,

seluruh daerah di wilayah Kalimantan bisa menggunakan SiLPA tahun lalu

dikarenakan persentase SiLPA sudah melampaui defisit tersebut. Namun

demikian, bila dilihat dari rasio pinjaman daerah sekitar 0,16%, maka bisa

ditengarai bahwa tidak seluruh daerah itu mempunyai SiLPA yang besar

untuk menutup defisit anggarannya. Hal ini berarti bahwa bisa juga sebagian

Page 30:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

10 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

daerah tersebut mengandalkan penerimaan pembiayaan dari pinjaman untuk

menutup defisit anggaran daerahnya.

Potret nilai agregat defisit anggaran yang secara langsung bisa ditutup

dengan SiLPA tahun sebelumnya juga terlihat di wilayah Sumatera, wilayah

Jawa dan Bali, dan wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Di wilayah

Sulawesi terlihat sedikit berbeda, dimana secara agregat rasio defisitnya

sebesar -3,83% akan tetapi SiLPA-nya hanya 3,78%, sehingga secara agregat

pinjaman daerah di wilayah tersebut mencapai 0,89%. Hal ini ditengarai

bahwa sebagian besar daerah memutuskan untuk melakukan pinjamam

sebagai upaya antisipasi apabila proyeksi pendapatan daerahnya tidak

tercapai. Di sisi yang lain sebagian daerah juga membuat kebijakan ekspansi

pembangunan dengan mengandalkan sumber pembiayaan berupa pinjaman

daerah.

Melihat dari besarnya ketergantungan daerah atas dana Transfer ke

Daerah serta besarnya resiko fiskal yang ditanggung oleh APBN, maka daerah

seyogyanya juga harus memasukkan berbagai resiko fiskal yang terkait dalam

proyeksi pendapatan maupun belanja daerah. Porsi Belanja Pegawai yang

masih tinggi berdampak terhadap berkurangnya alternatif untuk melakukan

efisiensi belanja daerah. Hal ini berarti daerah harus melakukan berbagai

upaya untuk meningkatkan PADnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Upaya optimalisasi pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan UU No. 28

Tahun 2009 lebih mengedepankan pada perluasan objek pajak, penambahan

jenis pajak baru secara limitatif, serta optimalisasi tarif pajak yang akan

dipungut berdasarkan diskresi masing-masing daerah.

Perkembangan anggaran pajak daerah dan retribusi daerah setiap

tahunnya menunjukkan trend peningkatan yang cukup besar. Apabila pada

tahun 2010 total pajak daerah secara nasional hanya sebesar Rp47,68

triliun, maka sejak diberlakukannya UU tersebut seluruh pemerintah daerah

pada tahun 2014 telah menganggarkan penerimaan dari pajak daerah sebesar

Rp132,93 triliun atau meningkat sebesar 178,80 persen. Begitu juga dengan

Page 31:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

11Pendahuluan

retribusi daerah di mana pada tahun 2010 hanya sebesar Rp8,03 triliun lalu

mengalami peningkatan terus setiap tahunnya hingga di tahun 2014 menjadi

sebesar Rp13,21 triliun atau meningkat sebesar 64,51%.

C. Tren APBD (2010 – 2014)Tren APBD Tahun 2010-2014 yang telah dikonsolidasikan dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Grafik 1.6

Trend APBD TA 2010 – 2014 (dalam miliar rupiah)

Sumber: Data APBD Konsolidasi 2010 - 2014 (diolah)

2010 2011 2012 2013 2014

Pendapatan 386.338 459.893 551.946 653.512 759.476

Belanja 426.857 495.274 592.660 707.890 817.674

Surplus/defisit (40.519) (35.381) (40.714) (54.378) (58.198)

Pembiayaan Netto 40.791 36.119 41.120 54.814 59.197

(200.000)

0

200.000

400.000

600.000

800.000

1.000.000

Mily

ar R

upia

h

Sumber: Data APBD Konsolidasi 2010 - 2014 (diolah)

Dari Grafik 1.6 di atas dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu 2010-

2014, pendapatan daerah setiap tahunnya meningkat rata-rata sebesar

18,42%. Pendapatan Daerah di tahun 2014 menjadi 759,48 triliun, atau

meningkat sebesar Rp105,97 triliun (16,21%) dari tahun sebelumnya

Rp653,51 triliun. Dalam periode yang sama, trend anggaran belanja daerah

Page 32:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

12 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

juga mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata peningkatan

17,66%. Apabila Belanja Daerah pada tahun 2013 sebesar Rp707,89

triliun, maka pada tahun 2014 meningkat menjadi sebesar Rp817,67 triliun

(15,51%).

Selanjutnya, trend defisit yang dianggarkan daerah cenderung fluktuatif.

Apabila dalam tahun 2010-2011 mengalami penurunan, maka setelah itu

hingga tahun 2014 terus mengalami peningkatan, di mana defisit anggaran

tahun 2014 meningkat 7,02%. Trend peningkatan pembiayaan netto

juga relatif sama polanya setiap tahun dengan trend defisit. Sementara itu

persentase pembiayaan netto pada tahun 2014 meningkat 8,00% dari tahun

sebelumnya.

Grafik 1.7

Trend Komposisi Pendapatan Daerah TA 2010 – 2014 (dalam miliar rupiah)

Dari Grafik 1.6 di atas dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu 2010-2014, pendapatan daerah setiap tahunnya

meningkat rata-rata sebesar 18,42%. Pendapatan Daerah di tahun 2014 menjadi 759,48 triliun, atau meningkat sebesar

Rp105,97 triliun (16,21%) dari tahun sebelumnya Rp653,51 triliun. Dalam periode yang sama, trend anggaran belanja daerah

juga mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata peningkatan 17,66%. Apabila Belanja Daerah pada tahun 2013

sebesar Rp707,89 triliun, maka pada tahun 2014 meningkat menjadi sebesar Rp817,67 triliun (15,51%).

Selanjutnya, trend defisit yang dianggarkan daerah cenderung fluktuatif. Apabila dalam tahun 2010-2011 mengalami

penurunan, maka setelah itu hingga tahun 2014 terus mengalami peningkatan, dimana defisit anggaran tahun 2014 meningkat

7,02%. Trend peningkatan pembiayaan netto juga relatif sama polanya setiap tahun dengan trend defisit. Sementara itu

persentase pembiayaan netto pada tahun 2014 meningkat 8,00% dari tahun sebelumnya.

Grafik 1.7

Trend Komposisi Pendapatan Daerah TA 2010 – 2014 (dalam miliar rupiah)

Sumber: Data APBD Konsolidasi 2010 - 2014 (Diolah)

Komposisi setiap jenis Pendapatan Daerah beserta trend-nya terlihat pada Grafik 1.7 diatas. Secara nasional porsi

Dana Perimbangan masih dominan setiap tahunnya, akan tetapi laju peningkatannya lebih rendah apabila dibandingkan dengan

laju peningkatan PAD. Apabila PAD PAD seluruh daerah secara nasional di tahun 2010 mencapai Rp71,85 miliar, maka pada

2010 2011 2012 2013 2014

PAD 71.852 90.393 112.745 140.328 180.347

Dana Perimbangan 292.281 327.368 380.984 433.213 482.221

Lain-lain Pend. Daerah yang Sah 22.205 42.132 58.218 79.971 96.908

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

Mily

ar R

upia

h

Sumber: Data APBD Konsolidasi 2010 - 2014 (Diolah)

Page 33:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

13Pendahuluan

Komposisi setiap jenis Pendapatan Daerah beserta trend-nya terlihat pada

Grafik 1.7 di atas. Secara nasional porsi Dana Perimbangan masih dominan

setiap tahunnya, akan tetapi laju peningkatannya lebih rendah apabila

dibandingkan dengan laju peningkatan PAD. Apabila PAD PAD seluruh

daerah secara nasional di tahun 2010 mencapai Rp71,85 miliar, maka

pada tahun 2014 meningkat menjadi Rp180,35 miliar rupiah. Secara rata-

rata, peningkatan PAD tahun 2010 s.d. 2014 adalah 25,88%. Peningkatan

terbesar terjadi dari tahun 2013 ke tahun 2014, yaitu meningkat 28,52%.

Untuk Dana Perimbangan, secara nasional setiap tahunnya juga

mengalami peningkatan. Apabila Dana Perimbangan tahun 2010 baru

mencapai sebesar Rp292,28 triliun, maka pada tahun 2014 meningkat

menjadi Rp482,22. Secara rata-rata, peningkatan Dana Perimbangan tahun

2010 s.d. 2014 adalah 25,88%. Peningkatan terbesar terjadi dari tahun

2013 ke tahun 2014, yaitu meningkat 11,31%.

Selanjutnya, untuk Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah juga

menunjukkan tren yang meningkat. Apabila secara nasional Lain-lain

Pendapatan Daerah yang Sah tahun 2010 masih di kisaran Rp22,21 triliun,

maka dalam kurun waktu 5 tahun hingga tahun 2014 terdapat peningkatan

rata-rata per tahunnya sebesar 46,62%, sehingga pada tahun 2014 sudah

mencapai Rp96,91 triliun. Hal ini berarti bahwa Lain-lain Pendapatan yang

Sah tahun 2014 meningkat 21,18% dari tahun sebelumnya.

Page 34:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

14 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 1.8

Rata-rata Pertumbuhan (2010 – 2014) Pendapatan Daerah

per Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

tahun 2014 meningkat menjadi Rp180,35 miliar rupiah. Secara rata-rata, peningkatan PAD tahun 2010 s.d. 2014 adalah

25,88%. Peningkatan terbesar terjadi dari tahun 2013 ke tahun 2014, yaitu meningkat 28,52%.

Untuk Dana Perimbangan, secara nasional setiap tahunnya juga mengalami peningkatan. Apabila Dana Perimbangan

tahun 2010 baru mencapai sebesar Rp292,28 triliun, maka pada tahun 2014 meningkat menjadi Rp482,22. Secara rata-rata,

peningkatan Dana Perimbangan tahun 2010 s.d. 2014 adalah 25,88%. Peningkatan terbesar terjadi dari tahun 2013 ke tahun

2014, yaitu meningkat 11,31%.

Selanjutnya, untuk Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah juga menunjukkan tren yang meningkat. Apabila secara

nasional Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah tahun 2010 masih di kisaran Rp22,21triliun, maka dalam kurun waktu 5 tahun

hingga tahun 2014 terdapat peningkatan rata-rata per tahunnya sebesar 46,62%, sehingga pada tahun 2014 sudah mencapai

Rp96,91 triliun. Hal ini berarti bahwa Lain-lain Pendapatan yang Sah tahun 2014 meningkat 21,18% dari tahun sebelumnya.

Grafik 1.8

Rata-rata Pertumbuhan (2010 – 2014) Pendapatan Daerah

per Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber: Data APBD Konsolidasi 2010 - 2014 (Diolah)

Berdasarkan data trend tahun 2010-2014, juga dapat dilihat gambaran tingkat pertumbuhan total Pendapatan Daerah

beserta komponen utamanya, yaitu PAD dan Dana Perimbangan. Secara agregat pendapatan seluruh daerah per provinsi dapat

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

Beng

kulu

Papu

a

Mal

ut

Sultr

a

Kalte

ng

Mal

uku

Sum

bar

Babe

l

Sum

sel

Aceh

Riau

Kep.

Ria

u

Kalti

m

Jam

bi

Papu

a Ba

rat

Suls

el

NTB

DI Y

ogya

kart

a

Sulb

ar

Jaw

a Te

ngah NTT

Jaw

a Ti

mur

Goro

ntal

o

Sulte

ng

Sum

ut

Bali

Sulu

t

Kals

el

Lam

pung

Kalb

ar

Jaw

a Ba

rat

DKI J

akar

ta

Bant

en

PAD Dana Perimbangan

Sumber: Data APBD Konsolidasi 2010 - 2014 (Diolah)

Berdasarkan data trend tahun 2010-2014, juga dapat dilihat gambaran

tingkat pertumbuhan total Pendapatan Daerah beserta komponen utamanya,

yaitu PAD dan Dana Perimbangan. Secara agregat pendapatan seluruh daerah

per provinsi dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan total Pendapatan

Daerah yang tertinggi adalah di Provinsi DKI Jakarta (22,98%), lalu diikuti

oleh Provinsi Banten (19,08%) dan Provinsi Jawa Barat (16,45%). Sementara

itu, rata-rata pertumbuhan Pendapatan Daerah yang terendah adalah di

Provinsi Kalimantan Timur (9,03%), Provinsi Kalimantan Tengah (11,53%),

dan Provinsi Maluku (11,98%).

Apabila dilihat dari rata-rata pertumbuhan PAD tahun 2010-2014,

Provinsi Banten merupakan provinsi yang rata-rata PADnya paling tinggi,

yaitu mencapai 26,69%. Selanjutnya diikuti oleh Provinsi DKI Jakarta yang

mencapai 25,74%, dan Provinsi Jawa Barat yang mencapai 22,33%. Untuk

daerah yang rata-rata pertumbuhan PADnya paling rendah adalah Provinsi

Page 35:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

15Pendahuluan

Bengkulu yang hanya mencapai 5,70%, Provinsi Papua 6,31%, dan Provinsi

Maluku Utara dengan capaian 6,83%.

Di sisi lain, rata-rata pertumbuhan Dana Perimbangan tahun 2010-2014

cenderung lebih merata dan tidak berfluktuasi terlalu tajam, serta berada

dalam rentang 5,52% s.d. 14,99%. Daerah dengan peningkatan Dana

Perimbangan tertinggi adalah Provinsi Sumatera Selatan, sedangkan daerah

dengan peningkatan Dana Perimbangan terendah adalah Provinsi Kalimantan

Timur.

Grafik 1.9

Trend Belanja Daerah TA 2010 – 2014 (dalam miliar rupiah)

dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan total Pendapatan Daerah yang tertinggi adalah di Provinsi DKI Jakarta (22,98%), lalu

diikuti oleh Provinsi Banten (19,08%) dan Provinsi Jawa Barat (16,45%). Sementara itu, rata-rata pertumbuhan Pendapatan

Daerah yang terendah adalah di Provinsi Kalimantan Timur (9,03%), Provinsi Kalimantan Tengah (11,53%), dan Provinsi

Maluku (11,98%).

Apabila dilihat dari rata-rata pertumbuhan PAD tahun 2010-2014, Provinsi Banten merupakan provinsi yang rata-rata

PADnya paling tinggi, yaitu mencapai26,69%. Selanjutnya diikuti oleh Provinsi DKI Jakarta yang mencapai 25,74%, dan Provinsi

Jawa Barat yang mencapai 22,33%. Untuk daerah yang rata-rata pertumbuhan PADnya paling rendah adalah Provinsi Bengkulu

yang hanya mencapai 5,70%, Provinsi Papua 6,31%, dan Provinsi Maluku Utara dengan capaian 6,83%.

Di sisi lain, rata-rata pertumbuhan Dana Perimbangan tahun 2010-2014 cenderung lebih merata dan tidak

berfluktuasi terlalu tajam, serta berada dalam rentang 5,52% s.d. 14,99%. Daerah dengan peningkatan Dana Perimbangan

tertinggi adalah Provinsi Sumatera Selatan, sedangkan daerah dengan peningkatan Dana Perimbangan terendah adalah Provinsi

Kalimantan Timur.

Grafik 1.9

Trend Belanja Daerah TA 2010 – 2014 (dalam miliar rupiah)

Sumber: Data APBD Konsolidasi 2010 - 2014 (Diolah)

2010 2011 2012 2013 2014

Belanja Pegawai 198.562 229.081 261.358 296.818 326.737

Belanja Barang dan jasa 82.007 104.116 122.422 148.171 182.523

Belanja Modal 96.179 113.523 137.525 175.808 213.670

Belanja Lain-lain 50.110 48.554 71.355 87.093 94.745

0

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

Mily

ar R

upia

h

Sumber: Data APBD Konsolidasi 2010 - 2014 (Diolah)

Berdasarkan Grafik 1.9 maka dapat dilihat porsi tiap jenis Belanja Daerah

setiap tahun dan trend kenaikan/penurunannya antar tahun. Apabila dicermati

Belanja Pegawai (langsung dan tidak langsung) secara nasional cenderung

Page 36:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

16 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

terus meningkat dari tahun 2010 hingga tahun 2014. Total Belanja Pegawai

secara nasional tahun 2010 sebesar Rp198,56 miliar, meningkat menjadi

Rp326,74 miliar di tahun 2014, dengan rata-rata peningkatan Belanja

Pegawai mencapai 13,28%. Namun apabila dilihat dari persentasenya,

terdapat penurunan jumlah belanja pegawai sejak tahun 2011 hingga tahun

2014, secara berturut-turut dari yaitu 15,37%, 14,09%, 13,57%, dan

10,08%.

Sementara itu, besarnya Belanja Barang dan Jasa juga terus mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Jika pada tahun 2010 total Belanja Barang

dan Jasa secara nasional di kisaran Rp82,01 miliar, maka pada tahun 2014

meningkat menjadi Rp182,52 miliar rupiah. Peningkatan Belanja Barang dan

Jasa secara rata-rata dari tahun 2010 hingga 2014 adalah sebesar 22,19%.

Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, maka peningkatan

Belanja Barang dan Jasa secara agregat provinsi, kabupaten/kota cenderung

lebih fluktuatif. Jika pada tahun 2011 meningkat 26,96% dari tahun

sebelumnya, namun pada tahun 2012 menurun 17,58%, dan meningkat

kembali pada tahun 2013 sebesar 21,03%. Pada tahun 2014, persentase

peningkatan porsi Belanja Barang dan Jasa juga meningkat 23,18%, yang

berarti berada di atas rata-rata peningkatan dalam 5 tahun terakhir sebesar

22,19%.

Hal yang sama juga terjadi pada pos Belanja Modal. Dapat kita lihat,

dari trend Belanja Modal tahun 2010 hingga 2014. Jika Belanja Modal

pada pada tahun 2010 mencapai Rp96,18 miliar, maka pada tahun 2014

sudah mencapai Rp213,67 miliar, yang berarti secara rata-rata mengalami

peningkatan 22,14%. Namun demikian, apabila dilihat dari persentasenya,

peningkatan Belanja Modal lebih fluktuatif. Jika total Belanja Modal di tahun

2011 meningkat 18,03%, dan meningkat lagi tahun 2013 sebesar 27,84%,

namun pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 21,54%.

Dalam periode yang sama, Belanja Lain-Lain juga cenderung fluktuatif.

Pada tahun 2010 Belanja Lain-Lain secara total mencapai Rp50,11 miliar, dan

Page 37:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

17Pendahuluan

mengalami penurunan menjadi Rp48,55 miliar di tahun 2011. Selanjutnya

pada tahun 2012, 2013, dan 2014 mengalami kenaikan sehingga masing-

masing menjadi Rp71,36 miliar, Rp87,09 miliar, dan Rp94,75 miliar. Secara

rata-rata peningkatan total Belanja Barang dan Jasa pada tahun 2010 hingga

2014 adalah sebesar 18,67%.

Grafik 1.10

Rata-rata Pertumbuhan (2010 – 2014) Belanja Daerah

Per Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber: Data APBD Konsolidasi 2010 - 2014 (Diolah)

Berdasarkan Grafik 1.7 dapat dilihat mengenai gambaran rata-rata tingkat pertumbuhan total Belanja Daerah beserta

komponen utamanya yaitu Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja Modal dari tahun 2010 – 2014. Secara

agregat, rata-rata pertumbuhan total belanja daerah yang tertinggi adalah di Provinsi DKI Jakarta (21,50%), lalu diikuti oleh

Provinsi Banten (19,14%) dan Provinsi Lampung (16,20%). Sementara itu rata-rata pertumbuhan belanja daerah yang terendah

terdapat di Provinsi Kalimantan Timur (8,77%), Provinsi Kalimantan Tengah (10,67%), dan Provinsi Bangka Belitung (10,77%).

Apabila dilihat berdasarkan rata-rata pertumbuhan Belanja Pegawai per tahunnya, maka secara berurutan yang

tertinggi adalah Provinsi Maluku Utara (13,16%), lalu diikuti oleh Provinsi Maluku (12,94%), dan Provinsi Sulawesi Tengah

(12,91%). Sementara itu rata-rata pertumbuhan Belanja Pegawai yang terendah secara berurutan terdapat di Provinsi

Kalimantan Timur (6,87%), Provinsi Kepulauan Riau (9,08%), dan Provinsi Sumatera Selatan (10,07%).

Untuk rata-rata pertumbuhan Belanja Barang dan Jasa yang tertinggi terdapat di Provinsi Banten (24,48%), Provinsi

Bali (23,59%), dan Provinsi Lampung (21,63%), sedangkan untuk rata-rata pertumbuhan Belanja Barang dan Jasa yang

terendah terdapat di Provinsi Maluku (11,96%), Provinsi Kalimantan Timur (12,45%), dan Provinsi Sulawesi Tenggara

(13,42%).

Secara berurutan rata-rata pertumbuhan Belanja Modal yang tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (29,64%), lalu

diikuti oleh Provinsi DI Yogyakarta (25,97%), dan Provinsi Banten (25,07%). Sementara itu, rata-rata pertumbuhan Belanja

Modal yang terendah terdapat di Provinsi Bangka Belitung (5,39%), Provinsi Kalimantan Timur (7,55%), dan Provinsi Aceh

(7,80%). Khusus untuk belanja modal di Provinsi Aceh relatif terus menurun mengingat pembangunan infrastruktur sejak

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

Kalti

m

Kalte

ng

Babe

l

Sum

bar

Mal

uku

Beng

kulu

Mal

ut

Sultr

a

Sulu

t

Aceh

Papu

a

Kep.

Ria

u

NTT

Goro

ntal

o

NTB

Kalb

ar

Kals

el

Sulte

ng

Suls

el

Sum

ut

Sulb

ar

Papu

a Ba

rat

Jam

bi

Riau

Jaw

a Ti

mur

Jaw

a Ba

rat

Jaw

a Te

ngah

DI Y

ogya

kart

a

Bali

Sum

sel

Lam

pung

Bant

en

DKI J

akar

ta

Belanja Pegawai Belanja Barang dan jasa Belanja Modal

Sumber: Data APBD Konsolidasi 2010 - 2014 (Diolah)

Berdasarkan Grafik 1.7 dapat dilihat mengenai gambaran rata-rata tingkat

pertumbuhan total Belanja Daerah beserta komponen utamanya yaitu Belanja

Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja Modal dari tahun 2010

– 2014. Secara agregat, rata-rata pertumbuhan total belanja daerah yang

tertinggi adalah di Provinsi DKI Jakarta (21,50%), lalu diikuti oleh Provinsi

Banten (19,14%) dan Provinsi Lampung (16,20%). Sementara itu rata-rata

pertumbuhan belanja daerah yang terendah terdapat di Provinsi Kalimantan

Page 38:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

18 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Timur (8,77%), Provinsi Kalimantan Tengah (10,67%), dan Provinsi Bangka

Belitung (10,77%).

Apabila dilihat berdasarkan rata-rata pertumbuhan Belanja Pegawai per

tahunnya, maka secara berurutan yang tertinggi adalah Provinsi Maluku

Utara (13,16%), lalu diikuti oleh Provinsi Maluku (12,94%), dan Provinsi

Sulawesi Tengah (12,91%). Sementara itu rata-rata pertumbuhan Belanja

Pegawai yang terendah secara berurutan terdapat di Provinsi Kalimantan

Timur (6,87%), Provinsi Kepulauan Riau (9,08%), dan Provinsi Sumatera

Selatan (10,07%).

Untuk rata-rata pertumbuhan Belanja Barang dan Jasa yang tertinggi

terdapat di Provinsi Banten (24,48%), Provinsi Bali (23,59%), dan Provinsi

Lampung (21,63%), sedangkan untuk rata-rata pertumbuhan Belanja Barang

dan Jasa yang terendah terdapat di Provinsi Maluku (11,96%), Provinsi

Kalimantan Timur (12,45%), dan Provinsi Sulawesi Tenggara (13,42%).

Secara berurutan rata-rata pertumbuhan Belanja Modal yang tertinggi

terdapat di Provinsi DKI Jakarta (29,64%), lalu diikuti oleh Provinsi DI

Yogyakarta (25,97%), dan Provinsi Banten (25,07%). Sementara itu, rata-

rata pertumbuhan Belanja Modal yang terendah terdapat di Provinsi Bangka

Belitung (5,39%), Provinsi Kalimantan Timur (7,55%), dan Provinsi Aceh

(7,80%). Khusus untuk belanja modal di Provinsi Aceh relatif terus menurun

mengingat pembangunan infrastruktur sejak terjadinya tsunami di Provinsi

Aceh lebih didominasi dari bantuan hibah yang masuk pada kelompok Lain-

lain Pendapatan Daerah yang sah.

Page 39:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

19Pendahuluan

Tabel 1.3

Rata-rata pertumbuhan (2010 – 2014) SiLPA

Per Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

No Se-Provinsi SiLPA (%) No Se-Provinsi SiLPA (%)

1 Prov. Bangka Belitung -20,47% 18 Prov. Sulawesi Tengah 5,56%

2 Prov. Sumatera Barat -20,38% 19 Prov. Jawa Timur 5,68%

3 Prov. Lampung -18,65% 20 Prov. Bengkulu 8,20%

4 Prov. Nusa Tenggara Timur -15,74% 21 Prov. Sulawesi Utara 9,91%

5 Prov. Sulawesi Tenggara -15,48% 22 Prov. Maluku Utara 10,57%

6 Prov. Papua -9,13% 23 Prov. Kalimantan Timur 10,66%

7 Prov. Aceh -9,09% 24 Prov. Jawa Tengah 11,68%

8 Prov. Sumatera Utara -7,34% 25 Prov. Kalimantan Selatan 12,61%

9 Prov. Kepulauan Riau -5,62% 26 Prov. Sumatera Selatan 13,91%

10 Prov. Sulawesi Selatan -4,53% 27 Prov. Jambi 14,53%

11 Prov. Nusa Tenggara Barat -4,37% 28 Prov. Maluku 15,35%

12 Prov. Jawa Barat -3,54% 29 Prov. Bali 15,88%

13 Prov. Kalimantan Tengah -0,13% 30 Prov. Banten 21,00%

14 Prov. DI Yogyakarta 1,80% 31 Prov. Riau 22,78%

15 Prov. Papua Barat 1,93% 32 Prov. DKI Jakarta 28,99%

16 Prov. Gorontalo 3,29% 33 Prov. Sulawesi Barat 41,73%

17 Prov. Kalimantan Barat 5,37% 34 Prov. Kalimantan Utara n/a

Sumber: Data APBD Konsolidasi 2010 - 2014 (Diolah)

Di sisi Pembiayaan Daerah, bisa dilihat gambaran mengenai rata-rata

pertumbuhan SiLPA Daerah agregat provinsi, kabupaten dan kota dalam

kurun waktu 2010-2014. Rata-rata pertumbuhan SiLPA yang terendah

terdapat di Provinsi Bangka Belitung yaitu (-20,47%), yang diikuti oleh

Provinsi Sumatera Barat (-20,38%), dan Provinsi Lampung (-18,65%).

Kecenderungan pertumbuhan SiLPA yang negatif setiap tahunnya bisa

diartikan bahwa dalam proses perencanaan anggaran secara keseluruhan,

Pemerintah Daerah di provinsi tersebut lebih mengedepankan prinsip kehati-

Page 40:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

20 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

hatian dalam melakukan estimasi terhadap sumber pendanaan yang akan

diterima pada saat anggaran tahun berjalan atau mengindikasikan daerah

tersebut sudah semakin mengoptimalkan pos SiLPAnya dalam anggaran.

Sementara itu, daerah dengan rata-rata pertumbuhan SiLPA tertinggi

adalah Provinsi Sulawesi Barat (41,73%), Provinsi DKI Jakarta (28,99%),

dan Provinsi Riau (22,78%). Kecenderungan ini bisa diartikan bahwa

pemerintah daerah di provinsi tersebut lebih optimis terhadap estimasi dana

yang akan diterima pada tahun anggaran berjalan, namun tidak berani

mengalokasikannya dalam jenis belanja untuk mendanai kegiatan layanan

publik di dalam APBD-nya.

Di sisi lain, pinjaman daerah belum mempunyai peran yang cukup kuat

dalam pembiayaan daerah. Hal ini disebabkan karena SiLPA di daerah relatif

masih cukup tinggi, sehingga daerah cenderung akan menutup defisit dari

SiLPA, yang notabene merupakan dana dari internal yang bersifat jangka

pendek. Selain itu, masih kompleksnya pengajuan dan administrasi pinjaman

daerah juga menjadi salah satu faktor belum berkembangnya pinjaman daerah

dalam mendanai APBD.

Page 41:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

21Analisa Pendapatan Daerah

bAb II ANAlISIS PENDAPATAN DAERAH

Desentralisasi fiskal di Indonesia pada dasarnya menekankan pada

expenditure assignment, yang ditandai dengan pembagian urusan pada

berbagai tingkat pemerintahan. Pemerintah daerah memiliki 31 urusan yang

terdiri dari urusan wajib dan pilihan. Dalam mendanai pelaksanaan urusan

tersebut, terdapat dua sumber pendanaan utama, yaitu Pendapatan Asli

Daerah dan Transfer ke Daerah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah,

Hasil Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain PAD. Perkembangan

PAD dari sebelum pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2001 hingga tahun

2014 dapat dilihat pada grafik 2.1. Jika pada tahun pertama pelaksanaan

desentralisasi fiskal PAD meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi Rp15,2

triliun dari sebelumnya Rp5,5 triliun, maka pada tahun 2014 sudah

mencapai Rp180,3 triliun, yang berarti meningkat hampir 12 kali lipat. Dari

keempat komponen PAD tersebut, peran Pajak Daerah sangat signifikan,

terlihat dari total Pajak Daerah tahun 2014 untuk seluruh pemerintah daerah

mencapai sebesar Rp132,9 triliun, atau 73,7% dari total PAD. Peningkatan

PAD ini didorong antara lain oleh adanya kebijakan penguatan kewenangan

perpajakan daerah, pertumbuhan ekonomi, upaya penggalian PAD oleh

daerah, dan jumlah daerah.

Page 42:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

22 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 2.1

Perkembangan Pendapatan Asli Daerah

BAB II

ANALISIS PENDAPATAN DAERAH

Desentralisasi fiskal di Indonesia pada dasarnya menekankan pada expenditure assignment, yang ditandai dengan

pembagian urusan pada berbagai tingkat pemerintahan. Pemerintah daerah memiliki 31 urusan yang terdiri dari urusan wajib

dan pilihan. Dalam mendanai pelaksanaan urusan tersebut, terdapat dua sumber pendanaan utama, yaitu Pendapatan Asli

Daerah dan Transfer ke Daerah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Kekayaan Daerah yang Dipisahkan,

dan Lain-lain PAD. Perkembangan PAD dari sebelum pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2001 hingga tahun 2014 dapat

dilihat pada grafik 2.1.Jika pada tahun pertama pelaksanaan desentralisasi fiskal PAD meningkat lebih dari dua kali lipat

menjadi Rp15,2 triliun dari sebelumnya Rp5,5 triliun, maka pada tahun 2014 sudah mencapai Rp180,3 triliun, yang berarti

meningkat hampir 12 kali lipat. Dari keempat komponen PAD tersebut, peran Pajak Daerah sangat signifikan, terlihat dari total

Pajak Daerah tahun 2014 untuk seluruh pemerintah daerah mencapai sebesar Rp132,9 triliun, atau 73,7% dari total PAD.

Peningkatan PAD ini didorong antara lain oleh adanya kebijakan penguatan kewenangan perpajakan daerah, pertumbuhan

ekonomi, upaya penggalian PAD oleh daerah, dan jumlah daerah.

Grafik 2.1

Perkembangan Pendapatan Asli Daerah

Sumber: DJPK, (diolah)

7,1 5,515,2 21,5 26 26,7

38,1 44,752,2

64,7 67,681,2

109,2

131,8140,3

180,3

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

1999

/200

0

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Rp

Trili

un

Sebe

lum

Des

entr

alis

asi F

iska

l Desentralisasi Fiskal

UU 28/2009UU 34/2000

Sumber: DJPK, (diolah)

Dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, penguatan perpajakan daerah dilakukan, antara lain melalui

pemberian diskresi penetapan tarif dan pendaerahan beberapa jenis pajak

baru seperti Pajak Rokok, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan – Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2).

Outcome dari perubahan kebijakan penguatan perpajakan daerah tersebut

terlihat dari peningkatan PAD mulai tahun 2010 sampai dengan 2014 yang

mencapai 22,1% secara rata-rata.

Sebagai konsekuensi logis dari penyerahan kewenangan/urusan dan sesuai

dengan prinsip money follows function, pemerintah pusat setiap tahunnya

mengalokasikan dana Transfer ke Daerah kepada pemerintah daerah. Seiring

dengan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan APBN, jumlah dana

yang ditransfer ke daerah selalu meningkat setiap tahunnya, terakhir pada

tahun 2014 dialokasikan sebesar Rp592,5 triliun. Dana Transfer ke Daerah

dalam APBD diklasifikasikan ke dalam Dana Perimbangan untuk Dana Bagi

Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK),

serta Lain-Lain Pendapatan yang Sah untuk Dana Otonomi Khusus, Dana

Page 43:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

23Analisa Pendapatan Daerah

Keistimewaan, dan Dana Penyesuaian. Perkembangan Transfer ke Daerah dari

sebelum pelaksanaan desentralisasi sampai dengan tahun 2014 dapat dilihat

pada grafik 2.2 di bawah ini.

Grafik 2.2

Perkembangan Transfer ke Daerah

Dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, penguatan perpajakan daerah dilakukan,

antara lain melalui pemberian diskresi penetapan tarif dan pendaerahan beberapa jenis pajak baru seperti Pajak Rokok, Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan – Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2).

Outcome dari perubahan kebijakan penguatan perpajakan daerah tersebut terlihat dari peningkatan PAD mulai tahun 2010

sampai dengan 2014 yang mencapai 22,1% secara rata-rata.

Sebagai konsekuensi logis dari penyerahan kewenangan/urusan dan sesuai dengan prinsip money follows function,

pemerintah pusat setiap tahunnya mengalokasikan dana Transfer ke Daerah kepada pemerintah daerah. Seiring dengan

pertumbuhan ekonomi dan perkembangan APBN, jumlah dana yang ditransfer ke daerah selalu meningkat setiap tahunnya,

terakhir pada tahun 2014 dialokasikan sebesar Rp592,5 triliun. Dana Transfer ke Daerah dalam APBD diklasifikasikan kedalam

Dana Perimbangan untuk Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), serta Lain-Lain

Pendapatan yang Sah untuk Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan, dan Dana Penyesuaian. Perkembangan Transfer ke

Daerah dari sebelum pelaksanaan desentralisasi sampai dengan tahun 2014 dapat dilihat pada grafik 2.2 di bawah ini.

Grafik 2.2

Perkembangan Transfer ke Daerah

Sumber: DJPK, (diolah)

Jika dilihat dari proporsi antara besaran PAD dan Transfer ke Daerah, maka dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah

relatif masih tergantung kepada dana dari pemerintah pusat, kecuali beberapa daerah yang memiliki potensi PAD yang besar

seperti DKI Jakarta. Data APBD Tahun 2014 menunjukkan rata-rata secara agregat komposisi dana transfer dalam pendapatan

daerah mencapai 81,6%. Fenomena ini perlu dikaji, karena jika dilihat berdasarkan data yang ada, potensi ekonomi yang dimilik i

22,9 33,982,4 98,5 116,9 130 149,58

226,2253,3

292,4 308,6344,7

411,3

478,8529,4

592,5

0

100

200

300

400

500

600

700

1999

/200

0

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Rp tr

iliun

Desentralisasi Fiskal

Sebe

lum

Des

entr

alis

asi F

iska

l

Sumber: DJPK, (diolah)

Jika dilihat dari proporsi antara besaran PAD dan Transfer ke Daerah, maka

dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah relatif masih tergantung kepada

dana dari pemerintah pusat, kecuali beberapa daerah yang memiliki potensi

PAD yang besar seperti DKI Jakarta. Data APBD Tahun 2014 menunjukkan

rata-rata secara agregat komposisi dana transfer dalam pendapatan daerah

mencapai 81,6%. Fenomena ini perlu dikaji, karena jika dilihat berdasarkan

data yang ada, potensi ekonomi yang dimiliki daerah untuk mengembangkan

PAD masih cukup besar, namun potensi-potensi tersebut belum dapat

dimanfaatkan dengan baik.

Dalam tulisan ini akan dicoba untuk memberikan gambaran kondisi

pendapatan daerah yang tercermin dalam APBD. Beberapa indikator yang

akan digunakan dalam analisis ini yaitu rasio pajak daerah, rasio pajak per

kapita, rasio ruang fiskal daerah, dan rasio ketergantungan daerah. Setiap

Page 44:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

24 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

perhitungan rasio akan dibagi ke dalam 5 jenis, yaitu perhitungan rasio

secara nasional (agregat pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan

pemerintah kota), rasio seluruh pemerintah kabupaten dan pemerintah

kota dalam satu provinsi, rasio pemerintah provinsi, dan rasio per wilayah

(pembagian 5 wilayah yaitu Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali, Sulawesi,

serta dan Nusa Tenggara, Maluku, Papua). Untuk rasio pajak terhadap PDRB,

mengingat terdapat keterbatasan data untuk Provinsi Kalimantan Utara maka

penghitungan masih digabungkan dengan provinsi induknya yaitu Provinsi

Kalimantan Timur. Selanjutnya, pada bagian terakhir analisis ini, juga akan

dibahas mengenai deviasi antara besaran Dana Perimbangan (DBH, DAU,

dan DAK) yang dicantumkan dalam APBD dengan besaran alokasi Dana

Perimbangan sebagaimana ditetapkan oleh Kementerian Keuangan untuk

melihat sejauh mana informasi transfer ke daerah yang disampaikan oleh

pemerintah pusat diakomodir dalam APBD.

A. Rasio Pajak (Tax Ratio)Kebijakan pajak daerah yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009

mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menerapkan closed list system

untuk jenis pajak daerah yang dapat dikelola oleh pemerintah provinsi dan

pemerintah kabupaten dan kota. Pemerintah provinsi diberi kewenangan

untuk memungut 5 jenis pajak dan pemerintah kabupaten dan kota diberi

kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak. Salah satu kebijakan baru

dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 adalah adanya PBB-P2 dan BPHTB dari

pusat ke daerah. Dengan adanya pengalihan kewenangan pemungutan kedua

pajak tersebut kepada daerah, diharapkan akan menambah peluang bagi

daerah untuk melakukan pemungutan secara lebih optimal.

Rasio pajak (tax ratio) merupakan rasio yang menggambarkan

perbandingan jumlah penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB)

suatu negara dalam satu tahun. Di tingkat daerah, rasio pajak merupakan

perbandingan antara jumlah penerimaan pajak daerah dengan PDRB. Rasio

Page 45:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

25Analisa Pendapatan Daerah

pajak dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepatuhan masyarakat dalam

membayar pajak, mengukur kinerja perpajakan, dan melihat potensi pajak

yang dimiliki.

PDRB sangat erat kaitannya dengan pajak daerah karena dapat

menggambarkan kegiatan ekonomi masyarakat. Jika pertumbuhan ekonomi

daerah baik tentunya akan menjadi potensi penerimaan pajak di wilayah

tersebut. PDRB yang akan digunakan dalam analisis ini adalah PDRB atas

dasar harga berlaku yang merupakan nilai tambah barang dan jasa yang

dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun. Nilai PDRB ini pada

umumnya digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi yang terjadi

di suatu wilayah.

Perhitungan rasio pajak di berbagai wilayah di Indonesia akan memberikan

gambaran hubungan antara penerimaan pajak daerah di wilayah tersebut

dengan PDRB-nya, menilai kondisi suatu daerah, dan membandingkannya

dengan daerah lain.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 2.3 menunjukkan rasio pajak secara agregat provinsi, kabupaten

dan kota pada 33 provinsi seluruh Indonesia. Secara agregat, rata-rata pajak

yang bisa dipungut oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten

dan kota hanya 1,9% dari PDRB non migas.

Provinsi Bali memiliki rasio pajak tertinggi, yaitu sebesar 5,3%.

Pencapaian tersebut terutama karena didukung oleh posisi Bali sebagai daerah

tujuan wisata, sehingga memiliki basis pajak yang cukup besar terutama yang

terkait dengan hotel, restoran dan sarana hiburan lainnya. Sementara itu,

provinsi yang memiliki rasio pajak paling rendah adalah Provinsi Riau dan

Provinsi Papua Barat, yaitu masing-masing hanya 0,5%.

Kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk memungut pajak

daerah memang terbatas (closed list). Sumber penerimaan pajak daerah yang

Page 46:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

26 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

berlaku saat ini cenderung bias ke daerah yang tingkat urbanisasinya tinggi

(urban-biased), seperti Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Kendaraan

Bermotor.

Grafik 2.3

Rasio Pajak Agregat Provinsi, Kabupaten, dan Kota

Perhitungan rasio pajak di berbagai wilayah di Indonesia akan memberikan gambaran hubungan antara penerimaan

pajak daerah di wilayah tersebut dengan PDRB-nya, menilai kondisi suatu daerah, dan membandingkannya dengan daerah lain.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 2.3 menunjukkan rasio pajak secara agregat provinsi, kabupaten dan kota pada 33 provinsi seluruh Indonesia.

Secara agregat, rata-rata pajak yang bisa dipungut oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota hanya

1,9% dari PDRB non migas.

Provinsi Bali memiliki rasio pajak tertinggi, yaitu sebesar 5,3%. Pencapaian tersebut terutama karena didukung oleh

posisi Bali sebagai daerah tujuan wisata, sehingga memiliki basis pajak yang cukup besar terutama yang terkait dengan hotel,

restoran dan sarana hiburan lainnya. Sementara itu, provinsi yang memiliki rasio pajak paling rendah adalah Provinsi Riau dan

Provinsi Papua Barat, yaitu masing-masing hanya 0,5%.

Kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk memungut pajak daerah memang terbatas (closed list). Sumber

penerimaan pajak daerah yang berlaku saat ini cenderung bias ke daerah yang tingkat urbanisasinya tinggi (urban-biased),

seperti Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Kendaraan Bermotor.

Grafik 2.3

Rasio Pajak Agregat Provinsi, Kabupaten, dan Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah), (*) termasuk Provinsi Kalimantan Utara

*

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

(*) termasuk Provinsi Kalimantan Utara

Berdasarkan data rasio pajak di seluruh provinsi, diperoleh gambaran

bahwa rata-rata rasio pajak daerah secara nasional adalah 1,9%. Provinsi

yang memiliki rasio pajak diatas rata-rata nasional sebanyak 12 provinsi

sebagaimana terlihat pada grafik diatas.

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Grafik 2.4 memperlihatkan rasio pajak per pemerintah kabupaten

dan kota untuk masing-masing wilayah provinsi. Rata-rata pajak yang bisa

dipungut oleh pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia sebesar 0,53%

dari PDRB non migasnya. Rasio ini meningkat dari tahun sebelumnya yang

hanya mencapai 0,37%. Hal ini menunjukkan bahwa upaya perluasan objek

Page 47:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

27Analisa Pendapatan Daerah

pajak dan pengalihan beberapa jenis pajak ke daerah yang diatur dalam UU

28 Tahun 2009 telah memberikan efek positif kepada penguatan perpajakan

daerah. Rasio pajak pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi Bali

menunjukkan angka yang paling tinggi, yaitu sebesar 3,4%. Sebagai daerah

tujuan wisata, sumber penerimaan pajak daerah di Bali berasal dari sektor

pariwisata seperti Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan, sehingga

potensi penerimaan pajaknya menjadi lebih tinggi dibanding daerah lain.

Sementara itu, rasio pajak terendah terdapat pada pemerintah kabupaten

dan kota se-Provinsi Papua Barat dan Provinsi Riau, yaitu sebesar 0,1%.

Rendahnya angka tersebut disebabkan oleh rendahnya potensi penerimaan

pajak daerah kabupaten dan kota. Potensi penerimaan yang tinggi di Provinsi

Papua Barat dan Riau adalah dari sektor pertambangan, yang merupakan

sumber penerimaan Negara, dan selanjutnya akan menjadi sumber

pendapatan bagi hasil sumber daya alam (DBH SDA) yang dalam rasio ini

tidak dihitung.

Grafik 2.4

Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan KotaSe-Provinsi *)

Berdasarkan data rasio pajak di seluruh provinsi, diperoleh gambaran bahwa rata-rata rasio pajak daerah secara

nasional adalah1,9%. Provinsi yang memiliki rasio pajak diatas rata-rata nasional sebanyak 12 provinsi sebagaimana terlihat

pada grafik diatas.

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Grafik 2.4 memperlihatkan rasio pajak per pemerintah kabupaten dan kota untuk masing-masing wilayah provinsi.

Rata-rata pajak yang bisa dipungut oleh pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia sebesar 0,53% dari PDRB non migasnya.

Rasio ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 0,37%. Hal ini menunjukkan bahwa upaya perluasan objek

pajak dan pengalihan beberapa jenis pajak ke daerah yang diatur dalam UU 28 Tahun 2009 telah memberikan efek positif

kepada penguatan perpajakan daerah. Rasio pajak pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi Bali menunjukkan angka yang

paling tinggi, yaitu sebesar 3,4%. Sebagai daerah tujuan wisata, sumber penerimaan pajak daerah di Bali berasal dari sektor

pariwisata seperti Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan, sehingga potensi penerimaan pajaknya menjadi lebih tinggi

dibanding daerah lain.

Sementara itu, rasio pajak terendah terdapat pada pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi Papua Barat dan

Provinsi Riau, yaitu sebesar 0,1%. Rendahnya angka tersebut disebabkan oleh rendahnya potensi penerimaan pajak daerah

kabupaten dan kota. Potensi penerimaan yang tinggi di Provinsi Papua Barat dan Riau adalah dari sektor pertambangan, yang

merupakan sumber penerimaan Negara,dan selanjutnya akan menjadi sumber pendapatan bagi hasil sumber daya alam (DBH

SDA) yang dalam rasio ini tidak dihitung.

Grafik 2.4

Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan KotaSe-Provinsi *)

Sumber: APBD 2014 (Diolah), Tidak termasuk DKI Jakarta, *)termasuk Provinsi Kalimantan Utara

*

Sumber: APBD 2014 (Diolah), Tidak termasuk DKI Jakarta

*) termasuk Provinsi Kalimantan Utara

Page 48:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

28 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

3. Pemerintah Provinsi

Grafik 2.5

Rasio Pajak Pemerintah Provinsi

3. Pemerintah Provinsi

Grafik 2.5

Rasio Pajak Pemerintah Provinsi

Sumber: APBD 2014 (Diolah)*)termasuk Provinsi Kalimantan Utara

Grafik 2.5 memperlihatkan rata-rata pajak yang dipungut oleh pemerintah provinsi sebesar 1,4% dari PDRB non

migas. Untuk seluruh pemerintah provinsi di Indonesia, rasio pajak tertinggi dicapai oleh Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu

sebesar 3,1%. Tingginya rasio pajak provinsi Kalimantan Selatan ini menarik untuk dikaji, mengingat rasio pajak Provinsi

Kalimantan Selatan tahun 2014 mampu melampaui Provinsi DKI Jakarta.

Sementara itu, rasio pajak terendah terdapat di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Riau (0,4%). Hasil ini menunjukkan

bahwa kemampuan untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah di kedua provinsi tersebut belum optimal mengingat jumlah

pajak yang bisa dipungut dari potensi basis pajak yang ada masih rendah.

4. Per Wilayah

Berdasarkan pembagian 5 wilayah di Indonesia, secara rata-rata rasio pajak per wilayah sebesar 1,97%. Dengan

mengeluarkan Provinsi DKI Jakarta dalam perhitungan, rasio pajak di wilayah Jawa dan Bali merupakan wilayah yang rasio

pajaknya paling tinggi dibandingkan 4 wilayah lainnya, yaitu sebesar 2,6%, sedangkan wilayah dengan rasio pajak terendah

sebesar 1,37% terdapat di wilayah Sumatera.

Grafik 2.6

Rasio Pajak per Wilayah*)

*

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*)termasuk Provinsi Kalimantan Utara

Grafik 2.5 memperlihatkan rata-rata pajak yang dipungut oleh pemerintah

provinsi sebesar 1,4% dari PDRB non migas. Untuk seluruh pemerintah

provinsi di Indonesia, rasio pajak tertinggi dicapai oleh Provinsi Kalimantan

Selatan, yaitu sebesar 3,1%. Tingginya rasio pajak provinsi Kalimantan

Selatan ini menarik untuk dikaji, mengingat rasio pajak Provinsi Kalimantan

Selatan tahun 2014 mampu melampaui Provinsi DKI Jakarta.

Sementara itu, rasio pajak terendah terdapat di Provinsi Papua Barat

dan Provinsi Riau (0,4%). Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan untuk

meningkatkan penerimaan pajak daerah di kedua provinsi tersebut belum

optimal mengingat jumlah pajak yang bisa dipungut dari potensi basis pajak

yang ada masih rendah.

Page 49:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

29Analisa Pendapatan Daerah

4. Per Wilayah

Berdasarkan pembagian 5 wilayah di Indonesia, secara rata-rata rasio

pajak per wilayah sebesar 1,97%. Dengan mengeluarkan Provinsi DKI

Jakarta dalam perhitungan, rasio pajak di wilayah Jawa dan Bali merupakan

wilayah yang rasio pajaknya paling tinggi dibandingkan 4 wilayah lainnya,

yaitu sebesar 2,6%, sedangkan wilayah dengan rasio pajak terendah sebesar

1,37% terdapat di wilayah Sumatera.

Grafik 2.6

Rasio Pajak per Wilayah*)

Sumber: APBD 2014 (Diolah),

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

B. Pajak per Kapita (Tax perCapita)

Pajak per kapita (tax per capita) belum banyak digunakan dalam menghitung tingkat keberhasilan pajak sebagai

sumber Pendapatan Daerah.Namun begitu, pajak per kapita dapat digunakan sebagai alternatif dalam menghitung efektifitas

pemungutan pajak daerah. Pajak per kapita merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak yang dihasilkan suatu

daerah dengan jumlah penduduknya, yang berarti pula menunjukkan kontribusi setiap penduduk pada pajak daerah.

Menurut Gregory N. Mankiw1, rasio pajak per PDB merupakan ukuran yang paling umum digunakan. Namun demikian,

semakin tinggi tingkat persentase pajak akan semakin menurunkan PDB penduduk setempat sehingga ukuran tersebut dapat

terlihat bias. Untuk tujuan tertentu (misalnya statistik yang lebih baik), pajak per kapita (tax per personal) dapat digunakan.

Pajak per kapita dihitung dengan mengalikan rasio pajak dengan PDRB per kapita, sehingga diperoleh pajak/PDRB x

PDRB/personal=pajak / personal.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Rata-rata rasio pajak per kapita secara nasional (agregat provinsi, kabupaten dan kota) sebesar Rp496.217,00. Provinsi

DKI Jakarta memiliki rasio pajak per kapita tertinggi, yaitu sebesar Rp3.189.570,00, yang berarti bahwa secara rata-rata setiap

1http://gregmankiw.blogspot.com/2010/03/taxes-per-person.html

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

B. Pajak per Kapita (Tax per Capita)Pajak per kapita (tax per capita) belum banyak digunakan dalam

menghitung tingkat keberhasilan pajak sebagai sumber Pendapatan Daerah.

Namun begitu, pajak per kapita dapat digunakan sebagai alternatif dalam

menghitung efektifitas pemungutan pajak daerah. Pajak per kapita merupakan

perbandingan antara jumlah penerimaan pajak yang dihasilkan suatu daerah

dengan jumlah penduduknya, yang berarti pula menunjukkan kontribusi

setiap penduduk pada pajak daerah.

Page 50:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

30 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Menurut Gregory N. Mankiw, rasio pajak per PDB merupakan ukuran yang

paling umum digunakan. Namun demikian, semakin tinggi tingkat persentase

pajak akan semakin menurunkan PDB penduduk setempat sehingga ukuran

tersebut dapat terlihat bias. Untuk tujuan tertentu (misalnya statistik yang

lebih baik), pajak per kapita (tax per personal) dapat digunakan. Pajak per

kapita dihitung dengan mengalikan rasio pajak dengan PDRB per kapita,

sehingga diperoleh pajak/PDRB x PDRB/personal=pajak / personal.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Rata-rata rasio pajak per kapita secara nasional (agregat provinsi,

kabupaten dan kota) sebesar Rp496.217,00. Provinsi DKI Jakarta memiliki

rasio pajak per kapita tertinggi, yaitu sebesar Rp3.189.570,00, yang berarti

bahwa secara rata-rata setiap penduduk yang ada di Provinsi DKI Jakarta

memberikan kontribusi melebihi Rp3,1 juta untuk Pendapatan Daerah melalui

pajak daerah.

Sementara itu, Provinsi Kalimantan Utara sebagai daerah otonom baru

memiliki rasio pajak per kapita sebesar Rp70.189,00, dan merupakan yang

terendah dibandingkan dengan 33 provinsi lainnya di Indonesia. Selanjutnya,

pada grafik 2.7, terlihat masih banyak daerah yang rasio pajak per kapitanya

berada di bawah rata-rata nasional. Hanya 7 (tujuh) provinsi yang rasio pajak

per kapitanya berada di atas rata-rata nasional, yaitu Provinsi DKI Jakarta,

Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Bali, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi

Kalimantan Selatan, Provinsi Kepulauan Riau, dan Provinsi Banten.

Page 51:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

31Analisa Pendapatan Daerah

Grafik 2.7

Rasio Pajak per Kapita Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

penduduk yang ada di Provinsi DKI Jakarta memberikan kontribusi melebihi Rp3,1 juta untuk Pendapatan Daerah melalui pajak

daerah.

Sementara itu, Provinsi Kalimantan Utara sebagai daerah otonom baru memiliki rasio pajak per kapita sebesar

Rp70.189,00, dan merupakan yang terendah dibandingkan dengan 33 provinsi lainnya di Indonesia. Selanjutnya, pada grafik 2.7,

terlihat masih banyak daerah yang rasio pajak per kapitanya berada di bawah rata-rata nasional. Hanya 7 (tujuh) provinsi yang

rasio pajak per kapitanya berada di atas rata-rata nasional, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi

Bali, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kepulauan Riau, dan Provinsi Banten.

Grafik 2.7

Rasio Pajak per Kapita Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

Rasio pajak per kapita pemerintah kabupaten dan pemerintah kota dalam satu provinsi dapat dilihat pada grafik 2.8.

Rasio tersebut menunjukkan nilai total pajak daerah seluruh pemerintah kabupaten dan pemerintah kota dalam satu provinsi

dibagi dengan total seluruh penduduk di provinsi tersebut. Dalam perhitungan rasio ini, Provinsi DKI Jakarta tidak diikutsertakan.

Rasio pajak per kapita tertinggi terdapat di Provinsi Bali, yaitu sebesar Rp683.557,00. Sementara itu, Provinsi Nusa

Tenggara Timur memiliki rasio terendah yaitu sebesar Rp37.548,00. Besaran nilai rasio tergantung pada basis pajak yang

dimiliki masing-masing daerah, serta jumlah penduduk di daerah tersebut.

Grafik 2.8

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

Rasio pajak per kapita pemerintah kabupaten dan pemerintah kota dalam

satu provinsi dapat dilihat pada grafik 2.8. Rasio tersebut menunjukkan nilai

total pajak daerah seluruh pemerintah kabupaten dan pemerintah kota dalam

satu provinsi dibagi dengan total seluruh penduduk di provinsi tersebut. Dalam

perhitungan rasio ini, Provinsi DKI Jakarta tidak diikutsertakan.

Rasio pajak per kapita tertinggi terdapat di Provinsi Bali, yaitu sebesar

Rp683.557,00. Sementara itu, Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki rasio

terendah yaitu sebesar Rp37.548,00. Besaran nilai rasio tergantung pada

basis pajak yang dimiliki masing-masing daerah, serta jumlah penduduk di

daerah tersebut.

Page 52:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

32 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 2.8

Rasio Tax per Kapita Pemerintah Kabupaten dan kota se-Provinsi *)

Rasio Tax per Kapita Pemerintah Kabupaten dan kota se-Provinsi *)

Sumber: APBD 2014 (Diolah),Tidak termasuk DKI Jakarta

3. Pemerintah Provinsi

Pajak per kapita pada seluruh pemerintah provinsi sebagaimana pada grafik 2.9 menunjukkan bahwa Provinsi DKI

Jakarta merupakan daerah yang memiliki pajak per kapita terbesar, sama dengan pajak per kapita pada agregat provinsi,

kabupaten dan kota yaitu sebesar Rp3.189.570,00 per kapita. Sementara itu dua provinsi yang memiliki rasio per kapita

terendah yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp105.087,00, dan Provinsi Kalimantan Utara yang sampai tahun 2014

belum menganggarkan penerimaan dari pajak daerah, sehingga rasio pajak per kapita masih nol. Kondisi tersebut menunjukkan

ketimpangan yang cukup besar antara rasio yang tertinggi dan terendah. Rata-rata rasio pajak per kapita pemerintah provinsi

sebesar Rp380.522,00, dimana sebagian besar diantaranya berada di bawah rata-rata nasional. Dari keseluruhan provinsi,

terdapat 28 provinsi yang memiliki rasio pajak per kapita di bawah rata-rata nasional, dan hanya 6 provinsi yang berada di atas

rata-rata nasional.

Grafik 2.9

Rasio Tax per Kapita Pemerintah Provinsi

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*)Tidak termasuk DKI Jakarta

3. Pemerintah Provinsi

Pajak per kapita pada seluruh pemerintah provinsi sebagaimana pada

grafik 2.9 menunjukkan bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan daerah

yang memiliki pajak per kapita terbesar, sama dengan pajak per kapita

pada agregat provinsi, kabupaten dan kota yaitu sebesar Rp3.189.570,00

per kapita. Sementara itu dua provinsi yang memiliki rasio per kapita

terendah yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp105.087,00, dan

Provinsi Kalimantan Utara yang sampai tahun 2014 belum menganggarkan

penerimaan dari pajak daerah, sehingga rasio pajak per kapita masih nol.

Kondisi tersebut menunjukkan ketimpangan yang cukup besar antara rasio

yang tertinggi dan terendah. Rata-rata rasio pajak per kapita pemerintah

provinsi sebesar Rp380.522,00, dimana sebagian besar diantaranya berada

di bawah rata-rata nasional. Dari keseluruhan provinsi, terdapat 28 provinsi

yang memiliki rasio pajak per kapita di bawah rata-rata nasional, dan hanya 6

provinsi yang berada di atas rata-rata nasional.

Page 53:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

33Analisa Pendapatan Daerah

Grafik 2.9

Rasio Tax per Kapita Pemerintah Provinsi

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

4. Per Wilayah

Grafik 2.10 memperlihatkan rasio pajak per kapita per wilayah, dengan rasio tertinggi berada di wilayah Kalimantan

yang mencapai sebesar Rp616.227 per kapita, dan rasio terendah di berada wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua sebesar

Rp224.888 per kapita. Sementara itu, rata-rata rasio pajak per kapita per wilayah sebesar Rp423.495, dan hanya wilayah

Kalimantan yang memiliki rasio diatas rata-rata nasional. Untuk wilayah Jawa dan Bali hanya memiliki rasio sebesar Rp558.481.

Jika memasukkan Provinsi DKI Jakarta ke dalam perhitungan, maka rasio pajak di wilayah Jawa dan Bali menjadi Rp934.351 per

kapita. Terkait dengan tingginya rasio pajak per kapita di Kalimantan, hal ini disebabkan oleh lebih rendahnya jumlah penduduk

yang menjadi pembagi rasio tersebut. Sementara itu, besarnya rasio pajak per kapita di wilayah Jawa dan Bali disebabkan oleh

banyaknya jumlah penerimaan pajak daerah yang diimbangi dengan banyaknya jumlah penduduk.

Grafik 2.10

Rasio Tax per Kapita Per Wilayah*)

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

4. Per Wilayah

Grafik 2.10 memperlihatkan rasio pajak per kapita per wilayah, dengan

rasio tertinggi berada di wilayah Kalimantan yang mencapai sebesar

Rp616.227 per kapita, dan rasio terendah di berada wilayah Nusa Tenggara,

Maluku, dan Papua sebesar Rp224.888 per kapita. Sementara itu, rata-rata

rasio pajak per kapita per wilayah sebesar Rp423.495, dan hanya wilayah

Kalimantan yang memiliki rasio di atas rata-rata nasional. Untuk wilayah

Jawa dan Bali hanya memiliki rasio sebesar Rp558.481. Jika memasukkan

Provinsi DKI Jakarta ke dalam perhitungan, maka rasio pajak di wilayah Jawa

dan Bali menjadi Rp934.351 per kapita. Terkait dengan tingginya rasio pajak

per kapita di Kalimantan, hal ini disebabkan oleh lebih rendahnya jumlah

penduduk yang menjadi pembagi rasio tersebut. Sementara itu, besarnya

rasio pajak per kapita di wilayah Jawa dan Bali disebabkan oleh banyaknya

jumlah penerimaan pajak daerah yang diimbangi dengan banyaknya jumlah

penduduk.

Page 54:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

34 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 2.10

Rasio Tax per Kapita Per Wilayah*)

Sumber: APBD 2014(Diolah), *) Tidak termasuk DKI Jakarta

C. Ruang Fiskal (Fiscal Space)

Ruang fiskal (fiscal space) merupakan suatu konsep untuk mengukur fleksibilitas yang dimiliki pemerintah daerah

dalam mengalokasikan APBD untuk membiayai kegiatan yang menjadi prioritas daerah. Semakin besar ruang fiskal yang dimiliki

suatu daerah, maka akan semakin besar pula fleksibilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengalokasikan

belanjanya pada kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas daerah, seperti pembangunan infrastruktur daerah.

Ruang fiskal daerah diperoleh dengan menghitung total Pendapatan Daerah dikurangi dengan pendapatan hibah,

pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya (earmarked) yaitu DAK, Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian serta

Dana Darurat, dan belanja yang sifatnya mengikat, yaitu Belanja Pegawai dan Belanja Bunga, dan selanjutnya dibagi dengan

total pendapatannya.

Ruang fiskal daerah saat ini masih sangat terbatas karena sebagian besar anggaran digunakan untuk belanja rutin

(Belanja Pegawai). Memperbesar ruang fiskal daerah untuk Belanja Modal sangat penting karena dapat menjadi stimulus

perekonomian daerah. Untuk itu, Pemerintah Daerah diharapkan dapat membuat kebijakan yang mampu menciptakan iklim

perekonomian yang kondusif. Selain itu, efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran di daerah juga dapat mendukung

terciptanya ruang fiskal.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 2.11 menunjukkan ruang fiskal secara agregat provinsi, kabupaten dan kota. Dari keseluruhan 34 provinsi,

Provinsi DKI Jakarta mempunyai ruang fiskal tertinggi yaitu mencapai 60,64%. Tingginya ruang fiskal di Provinsi DKI Jakarta

karena didukung oleh tingginya PAD yang mencapai 61,13% dari total pendapatan. Dengan ruang fiskal sebesar itu, belanja

modal yang dianggarkan pada APBD cukup besar yaitu mencapai 44,75% dari total anggaran belanja daerah.

Sumber: APBD 2014(Diolah),

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

C. Ruang Fiskal (Fiscal Space)Ruang fiskal (fiscal space) merupakan suatu konsep untuk mengukur

fleksibilitas yang dimiliki pemerintah daerah dalam mengalokasikan APBD

untuk membiayai kegiatan yang menjadi prioritas daerah. Semakin besar

ruang fiskal yang dimiliki suatu daerah, maka akan semakin besar pula

fleksibilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengalokasikan

belanjanya pada kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas daerah, seperti

pembangunan infrastruktur daerah.

Ruang fiskal daerah diperoleh dengan menghitung total Pendapatan

Daerah dikurangi dengan pendapatan hibah, pendapatan yang sudah

ditentukan penggunaannya (earmarked) yaitu DAK, Dana Otonomi Khusus

dan Dana Penyesuaian serta Dana Darurat, dan belanja yang sifatnya

mengikat, yaitu Belanja Pegawai dan Belanja Bunga, dan selanjutnya dibagi

dengan total pendapatannya.

Page 55:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

35Analisa Pendapatan Daerah

Ruang fiskal daerah saat ini masih sangat terbatas karena sebagian besar

anggaran digunakan untuk belanja rutin (Belanja Pegawai). Memperbesar

ruang fiskal daerah untuk Belanja Modal sangat penting karena dapat menjadi

stimulus perekonomian daerah. Untuk itu, Pemerintah Daerah diharapkan

dapat membuat kebijakan yang mampu menciptakan iklim perekonomian

yang kondusif. Selain itu, efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran di

daerah juga dapat mendukung terciptanya ruang fiskal.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 2.11 menunjukkan ruang fiskal secara agregat provinsi, kabupaten

dan kota. Dari keseluruhan 34 provinsi, Provinsi DKI Jakarta mempunyai

ruang fiskal tertinggi yaitu mencapai 60,64%. Tingginya ruang fiskal di

Provinsi DKI Jakarta karena didukung oleh tingginya PAD yang mencapai

61,13% dari total pendapatan. Dengan ruang fiskal sebesar itu, belanja modal

yang dianggarkan pada APBD cukup besar yaitu mencapai 44,75% dari total

anggaran belanja daerah.

Sementara itu, Provinsi Aceh memiliki ruang fiskal terendah yaitu

21,63%. Rendahnya ruang fiskal di Provinsi Aceh karena porsi Pendapatan

dari Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian pemerintah daerah se

Provinsi Aceh cukup besar, yaitu 31,24% dari total Pendapatan Daerah,

sehingga ruang fiskal yang tersisa sangat kecil karena pendapatan tersebut

telah dibatasi penggunaannya. Dengan demikian, Provinsi Aceh harus

memanfaatkan ruang fiskal yang ada dengan merencanakan Belanja Daerah

yang tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerahnya.

Page 56:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

36 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 2.11

Ruang Fiskal Agregat Provinsi, Kabupaten, dan Kota

Sementara itu, Provinsi Aceh memiliki ruang fiskal terendah yaitu 21,63%. Rendahnya ruang fiskal di Provinsi Aceh

karena porsi Pendapatan dari Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian pemerintah daerah se Provinsi Acehcukup besar,

yaitu 31,24% dari total Pendapatan Daerah, sehingga ruang fiskal yang tersisa sangat kecil karena pendapatan tersebut telah

dibatasi penggunaannya. Dengan demikian, Provinsi Aceh harus memanfaatkan ruang fiskal yang ada dengan merencanakan

Belanja Daerah yang tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerahnya.

Grafik 2.11

Ruang Fiskal Agregat Provinsi, Kabupaten, dan Kota

Sumber: APBD 2013 (Diolah)

Secara agregat, rata-rata ruang fiskal seluruh pemerintah daerah di Indonesia sebesar 39,31%. Dari rata-rata tersebut,

terdapat 14 provinsi dengan ruang fiskal yang berada di atas rata-rata nasional.

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Ruang fiskal seluruh pemerintah kabupaten dan pemerintah kota pada satu provinsi digambarkan pada grafik 2.12.

Secara rata-rata, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota memiliki ruang fiskal sebesar 34,82% dari total pendapatannya.

Dari rata-rata tersebut, terdapat 18 daerah yang memiliki ruang fiskal di bawah rata-rata dan 15 daerah lainnya di atas rata-

rata nasional.

Ruang fiskal tertinggi untuk kabupaten dan kota terdapat di Provinsi Kalimantan Utara yang mencapai sebesar

55,41%.Tingginya angka ini dapat disebabkan oleh pendapatan yang tidak dibatasi penggunaannya, yang didominasi oleh sektor

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Prov

. Ace

h

Prov

. Jaw

a Te

ngah

Prov

. Sum

ater

a Ba

rat

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Prov

. DI Y

ogya

kart

a

Prov

. Sul

awes

i Sel

atan

Prov

. Sul

awes

i Uta

ra

Prov

. Lam

pung

Prov

. Ben

gkul

u

Prov

. Gor

onta

lo

Prov

. Sul

awes

i Ten

ggar

a

Prov

. Sul

awes

i Ten

gah

Prov

. Sum

ater

a U

tara

Prov

. Jaw

a Ti

mur

Prov

. Mal

uku

Prov

. Pap

ua

Prov

. Sul

awes

i Bar

at

Prov

. Bal

i

Prov

. Jaw

a Ba

rat

Prov

. Pap

ua B

arat

Prov

. Jam

bi

Prov

. Kal

iman

tan

Sela

tan

Prov

. Mal

uku

Uta

ra

Prov

. Kal

iman

tan

Bara

t

Prov

. Ban

gka

Belit

ung

Prov

. Kal

iman

tan

Teng

ah

Prov

. Ban

ten

Prov

. Sum

ater

a Se

lata

n

Prov

. Ria

u

Prov

. Kal

iman

tan

Uta

ra

Prov

. Kep

ulau

an R

iau

Prov

. Kal

iman

tan

Tim

ur

Prov

. DKI

Jaka

rta

Ruang Fiskal Rata2

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Secara agregat, rata-rata ruang fiskal seluruh pemerintah daerah di

Indonesia sebesar 39,31%. Dari rata-rata tersebut, terdapat 14 provinsi

dengan ruang fiskal yang berada di atas rata-rata nasional.

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Ruang fiskal seluruh pemerintah kabupaten dan pemerintah kota pada

satu provinsi digambarkan pada grafik 2.12. Secara rata-rata, pemerintah

kabupaten dan pemerintah kota memiliki ruang fiskal sebesar 34,82%

dari total pendapatannya. Dari rata-rata tersebut, terdapat 18 daerah yang

memiliki ruang fiskal di bawah rata-rata dan 15 daerah lainnya di atas rata-

rata nasional.

Ruang fiskal tertinggi untuk kabupaten dan kota terdapat di Provinsi

Kalimantan Utara yang mencapai sebesar 55,41%. Tingginya angka ini

dapat disebabkan oleh pendapatan yang tidak dibatasi penggunaannya, yang

didominasi oleh sektor pertambangan dan migas, serta sektor kehutanan.

Pendapatan Provinsi Kalimantan Utara didominasi oleh transfer pemerintah

pusat berupa DBH yang mencapai 50% dari total pendapatan. Sebagai daerah

Page 57:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

37Analisa Pendapatan Daerah

otonom baru, besarnya ruang fiskal yang dimiliki oleh Provinsi Kalimantan

Utara diikuti dengan kebijakan penganggaran belanja modal yang mencapai

71% dari total anggaran belanja tahun 2014.

Kabupaten dan Kota yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

dan Provinsi Jawa Tengah memiliki ruang fiskal terendah, yaitu sebesar

21,19%. Ruang fiskal kedua provinsi tersebut rendah karena porsi Belanja

Pegawai kabupaten/kota di kedua provinsi tersebut mencapai lebih dari

55% dari total pendapatan. Sementara itu, komposisi Pendapatan Daerah

pemerintah kabupaten dan kota di kedua provinsi tersebut masih didominasi

oleh transfer dari pemerintah pusat terutama dari DAU yang mencapai lebih

dari 60% dari total Pendapatan Daerah. Persentase PAD terhadap total

Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah hanya sebesar 12,06%, dimana

pajak daerah hanya memberikan kontribusi sebesar 4,39% dari total

Pendapatan Daerah. Kondisi yang sama juga dialami oleh Provinsi NTB yang

memiliki persentase PAD hanya sebesar 8,74% terhadap total pendapatan,

dimana pajak daerah hanya memberikan kontribusi sebesar 2,68% terhadap

total pendapatan. Hal ini dapat memberikan gambaran bahwa pemerintah

daerah di Provinsi NTB dan Jawa Tengah belum mengoptimalkan pemungutan

pajak dari basis pajak yang dimilikinya.

Page 58:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

38 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 2.12

Ruang Fiskal Pemerintah Kabupaten dan kota Se-Provinsi *)

pertambangan dan migas, serta sektor kehutanan. Pendapatan Provinsi Kalimantan Utaradidominasi oleh transfer pemerintah

pusat berupa DBH yang mencapai 50% dari total pendapatan. Sebagai daerah otonom baru, besarnya ruang fiskal yang dimiliki

oleh Provinsi Kalimantan Utaradiikuti dengan kebijakan penganggaran belanja modal yang mencapai 71% dari total anggaran

belanja tahun 2014.

Kabupaten dan Kota yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Provinsi Jawa Tengah memiliki ruang

fiskal terendah, yaitu sebesar 21,19%. Ruang fiskal kedua provinsi tersebut rendah karena porsi Belanja Pegawai

kabupaten/kota di kedua provinsi tersebut mencapai lebih dari 55% dari total pendapatan. Sementara itu, komposisi

Pendapatan Daerah pemerintah kabupaten dan kota di kedua provinsi tersebut masih didominasi oleh transfer dari pemerintah

pusat terutama dari DAU yang mencapai lebih dari 60% dari total Pendapatan Daerah. Persentase PAD terhadap total

Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah hanya sebesar 12,06%, dimana pajak daerah hanya memberikan kontribusi sebesar

4,39% dari total Pendapatan Daerah. Kondisi yang sama juga dialami oleh Provinsi NTB yang memiliki persentase PAD hanya

sebesar 8,74% terhadap total pendapatan, dimana pajak daerah hanya memberikan kontribusi sebesar 2,68%terhadap total

pendapatan. Hal ini dapat memberikan gambaran bahwa pemerintah daerah di Provinsi NTB dan Jawa Tengah belum

mengoptimalkan pemungutan pajak dari basis pajak yang dimilikinya.

Grafik 2.12

Ruang Fiskal Pemerintah Kabupaten dan kota Se-Provinsi *)

Sumber: APBD 2013 (Diolah), *) Tidak termasuk DKI Jakarta

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Prov

. Jaw

a Te

ngah

Prov

. Sum

ater

a Ba

rat

Prov

. DI Y

ogya

kart

a

Prov

. Lam

pung

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Prov

. Sul

awes

i Uta

ra

Prov

. Gor

onta

lo

Prov

. Ben

gkul

u

Prov

. Sul

awes

i Sel

atan

Prov

. Sul

awes

i Bar

at

Prov

. Sul

awes

i Ten

gah

Prov

. Sul

awes

i Ten

ggar

a

Prov

. Jaw

a Ti

mur

Prov

. Sum

ater

a U

tara

Prov

. Mal

uku

Prov

. Jaw

a Ba

rat

Prov

. Ace

h

Prov

. Bal

i

Prov

. Kal

iman

tan

Sela

tan

Prov

. Ban

gka

Belit

ung

Prov

. Jam

bi

Prov

. Kal

iman

tan

Bara

t

Prov

. Mal

uku

Uta

ra

Prov

. Pap

ua B

arat

Prov

. Kal

iman

tan

Teng

ah

Prov

. Ban

ten

Prov

. Pap

ua

Prov

. Sum

ater

a Se

lata

n

Prov

. Ria

u

Prov

. Kep

ulau

an R

iau

Prov

. Kal

iman

tan

Tim

ur

Prov

. Kal

iman

tan

Uta

ra

Ruang Fiskal Rata2

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

3. Pemerintah Provinsi

Grafik 2.13

Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi

3. Pemerintah Provinsi

Grafik 2.13

Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi

Sumber: APBD 2013 (Diolah)

Grafik 2.13 menggambarkan ruang fiskal pada masing-masing pemerintah provinsi. Secara rata-rata pemerintah

provinsi memiliki ruang fiskal sebesar 60,60% dari total pendapatannya. Dalam hal ini, terdapat 19 daerah yang memiliki ruang

fiskal di bawah rata-rata nasional, dan 15 daerah memiliki ruang fiskal di atas rata-rata nasional.

Ruang fiskal tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Utara yang mencapai sebesar 81,94%.Tingginya angka ini karena

adanya pendapatan yang tidak dibatasi penggunaannya yang didominasi oleh sektor pertambangan dan migas, serta sektor

kehutanan. Pendapatan Provinsi Kalimantan Utaradidominasi oleh transfer pemerintah pusat berupa DBH yang mencapai

65,77% dari total pendapatan. Sebagai daerah otonom baru hasil pembentukan tahun 2013, besarnya ruang fiskal yang dimiliki

oleh Provinsi Kalimantan Utaraperlu diikuti dengan kebijakan penganggaran belanja modal yang lebih ekspansif untuk

membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat. Namun demikian, Provinsi Kalimantan Utara baru

menganggarkan sekitar 22% dari pendapatannya untuk belanja modal pada tahun 2014 ini.

Selain itu, Pemda Provinsi Kalimantan Timur juga memiliki ruang fiskal yang tinggi yaitu sebesar 74,51%. Hal ini

didukung dari penerimaan DBH dan penerimaan pajak daerah yang cukup besar. Sementara itu porsi Belanja Pegawai jumlahnya

tidak terlalu besar sehingga ruang fiskal yang tersedia masih besar. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur per lu

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

Prov

. Ace

h

Prov

. Pap

ua

Prov

. Jaw

a Te

ngah

Prov

. Pap

ua B

arat

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Prov

. DI Y

ogya

kart

a

Prov

. Sul

awes

i Ten

ggar

a

Prov

. Ben

gkul

u

Prov

. Mal

uku

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Prov

. Sul

awes

i Ten

gah

Prov

. Gor

onta

lo

Prov

. Sul

awes

i Uta

ra

Prov

. Mal

uku

Uta

ra

Prov

. Ban

gka

Belit

ung

Prov

. Sum

ater

a Ba

rat

Prov

. Jam

bi

Prov

. Sul

awes

i Sel

atan

Prov

. Lam

pung

Prov

. Kal

iman

tan

Bara

t

Prov

. Sul

awes

i Bar

at

Prov

. Bal

i

Prov

. Sum

ater

a U

tara

Prov

. Jaw

a Ti

mur

Prov

. Jaw

a Ba

rat

Prov

. Ria

u

Prov

. DKI

Jaka

rta

Prov

. Kal

iman

tan

Teng

ah

Prov

. Ban

ten

Prov

. Kal

iman

tan

Sela

tan

Prov

. Sum

ater

a Se

lata

n

Prov

. Kep

ulau

an R

iau

Prov

. Kal

iman

tan

Tim

ur

Prov

. Kal

iman

tan

Utar

aRuang Fiskal Rata2

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Page 59:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

39Analisa Pendapatan Daerah

Grafik 2.13 menggambarkan ruang fiskal pada masing-masing pemerintah

provinsi. Secara rata-rata pemerintah provinsi memiliki ruang fiskal sebesar

60,60% dari total pendapatannya. Dalam hal ini, terdapat 19 daerah yang

memiliki ruang fiskal di bawah rata-rata nasional, dan 15 daerah memiliki

ruang fiskal di atas rata-rata nasional.

Ruang fiskal tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Utara yang mencapai

sebesar 81,94%. Tingginya angka ini karena adanya pendapatan yang tidak

dibatasi penggunaannya yang didominasi oleh sektor pertambangan dan migas,

serta sektor kehutanan. Pendapatan Provinsi Kalimantan Utara didominasi

oleh transfer pemerintah pusat berupa DBH yang mencapai 65,77% dari total

pendapatan. Sebagai daerah otonom baru hasil pembentukan tahun 2013,

besarnya ruang fiskal yang dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Utara perlu diikuti

dengan kebijakan penganggaran belanja modal yang lebih ekspansif untuk

membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat. Namun

demikian, Provinsi Kalimantan Utara baru menganggarkan sekitar 22% dari

pendapatannya untuk belanja modal pada tahun 2014 ini.

Selain itu, Pemda Provinsi Kalimantan Timur juga memiliki ruang fiskal

yang tinggi yaitu sebesar 74,51%. Hal ini didukung dari penerimaan DBH

dan penerimaan pajak daerah yang cukup besar. Sementara itu porsi Belanja

Pegawai jumlahnya tidak terlalu besar sehingga ruang fiskal yang tersedia

masih besar. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur perlu

memanfaatkan ruang fiskal yang tinggi tersebut untuk kegiatan yang dapat

memacu pembangunan di daerahnya untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi daerah yang dapat meningkatkan potensi penerimaan pajak daerah.

Sementara itu ,Provinsi Aceh mempunyai ruang fiskal terendah yaitu

sebesar 20,22%. Hal ini disebabkan karena kontribusi terbesar pada

Pendapatan Daerah Provinsi Aceh adalah pendapatan dari dana otonomi

khusus yang sudah dibatasi penggunaannya.

Page 60:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

40 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

4. Per Wilayah

Grafik 2.14 memperlihatkan ruang fiskal yang dimiliki agregat pemerintah

provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia per wilayah di Indonesia. Terlihat

bahwa wilayah Kalimantan memiliki ruang fiskal tertinggi yaitu sebesar

46,49%. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah Kalimantan memiliki ruang

fiskal yang cukup untuk melakukan belanja pemerintah dalam rangka

pembangunan daerahnya. Percepatan pembangunan di daerah tentunya

diharapkan dapat memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi

di daerahnya.

Grafik 2.14

Ruang Fiskal Per Wilayah*)

memanfaatkan ruang fiskal yang tinggi tersebut untuk kegiatan yang dapat memacu pembangunan di daerahnya untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang dapat meningkatkan potensi penerimaan pajak daerah.

Sementara itu ,Provinsi Aceh mempunyai ruang fiskal terendah yaitu sebesar 20,22%. Hal ini disebabkan karena

kontribusi terbesar pada Pendapatan Daerah Provinsi Aceh adalah pendapatan dari dana otonomi khusus yang sudah dibatasi

penggunaannya.

4. PerWilayah

Grafik 2.14 memperlihatkan ruang fiskal yang dimiliki agregat pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia per

wilayah di Indonesia. Terlihat bahwa wilayah Kalimantan memiliki ruang fiskal tertinggi yaitu sebesar 46,49%. Hal ini

menunjukkan bahwa wilayah Kalimantan memiliki ruang fiskal yang cukup untuk melakukan belanja pemerintah dalam rangka

pembangunan daerahnya. Percepatan pembangunan di daerah tentunya diharapkan dapat memberikan multiplier effect bagi

pertumbuhan ekonomi di daerahnya.

Grafik 2.14

Ruang Fiskal Per Wilayah*)

Sumber: APBD 2013 (Diolah), *) Tidak termasuk DKI Jakarta

Sementara itu, wilayah Sulawesi memiliki ruang fiskal terendah yaitu sebesar 26,66%. Hal ini menunjukkan bahwa

sebagian besar daerah di wilayah Sulawesi memiliki ruang fiskal yang terbatas untuk melakukan belanja pemerintah dalam

rangka pembangunan di daerahnya.Dengan ruang fiskal yang tersedia, diharapkan pemerintah daerah diwilayah Sulawesi dapat

27,29%30,16%

35,56% 36,30%

46,49%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

Sulawesi Jawa-Bali Papua-Maluku-NusaTenggara

Sumatera Kalimantan

Ruang Fiskal Rata2

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

Sementara itu, wilayah Sulawesi memiliki ruang fiskal terendah yaitu

sebesar 26,66%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar daerah di

wilayah Sulawesi memiliki ruang fiskal yang terbatas untuk melakukan

belanja pemerintah dalam rangka pembangunan di daerahnya. Dengan ruang

fiskal yang tersedia, diharapkan pemerintah daerah di wilayah Sulawesi dapat

mengalokasikan belanjanya pada kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas

daerah dan mempunyai daya ungkit (leverage) yang tinggi bagi perekonomian

daerahnya.

Page 61:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

41Analisa Pendapatan Daerah

D. Rasio Ketergantungan DaerahRasio ketergantungan daerah menggambarkan tingkat ketergantungan

suatu daerah terhadap bantuan pihak eksternal, baik yang bersumber dari

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lain. Rasio ini ditunjukkan

oleh rasio PAD terhadap total pendapatan dan rasio dana transfer terhadap

total pendapatan. Rasio PAD terhadap total pendapatan memiliki arti

yang berkebalikan dengan rasio dana transfer terhadap total pendapatan.

Semakin besar angka rasio PAD maka ketergantungan daerah semakin kecil.

Sebaliknya, semakin besar angka rasio dana transfer, maka semakin besar

tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal. Dengan

demikian, daerah yang memiliki tingkat ketergantungan yang rendah adalah

daerah yang memiliki rasio PAD yang tinggi, sekaligus rasio dana transfer

yang rendah.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 2.15 menggambarkan potret rasio PAD dan dana transfer

terhadap pendapatan seluruh pemda yang dikelompokkan menurut provinsi.

Perhitungan dilakukan dengan menjumlahkan PAD seluruh pemda pada

satu provinsi, dan untuk selanjutnya dibagi dengan total pendapatan untuk

wilayah yang sama. Hal yang sama juga berlaku untuk rasio Dana Transfer,

yang terdiri dari Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus, dan Dana

Penyesuaian, yang kemudian dibandingkan dengan total pendapatan daerah

tersebut. Secara agregat (provinsi, kabupaten, dan kota), rata-rata rasio PAD

terhadap pendapatan sebesar 18,08% dan rata-rata rasio Dana Transfer

terhadap Pendapatan sebesar 80,52%.

Berdasarkan hasil analisis, Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio PAD yang

paling tinggi, yaitu sebesar 61,13%, sekaligus rasio dana transfer terendah

yaitu sebesar 31,15%. Sementara itu, Provinsi Papua Barat memiliki

rasio PAD terendah sebesar 3,62% sekaligus rasio dana transfer tertinggi

yaitu sebesar 95,96%. Hal ini menunjukkan bahwa, Provinsi DKI Jakarta

Page 62:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

42 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

memiliki ketergantungan daerah yang paling rendah dibandingkan provinsi-

provinsi yang lain. Sebaliknya, Provinsi Papua Barat menunjukkan tingkat

ketergantungan yang paling tinggi, baik dari sisi PAD yang dihasilkan maupun

dari sisi dana transfer yang diterima dari pusat.

Grafik 2.15

Rasio Ketergantungan Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber: APBD 2013 (Diolah)

Rendahnya tingkat ketergantungan di Provinsi DKI Jakarta tersebut disebabkan oleh tingginya sumber-sumber PAD

khususnya dari pajak daerah dan retribusi daerah. Hal ini sejalan dengan analisis pada bagian rasio pajak yang menempatkan

DKI Jakarta pada posisi pertama dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya. Sementara itu, Provinsi Papua Barat memiliki

tingkat ketergantungan tertinggi disebabkan oleh rendahnya PAD, khususnya pajak daerah dan retribusi daerah di wilayah

tersebut, dan tingginya dana transfer yang diterima.

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Pada Grafik 2.16 terlihat bahwa rata-rata rasio PAD terhadap Pendapatan Daerah adalah 8,5%, sedangkan rata-rata

rasio dana transfer terhadap Pendapatan Daerahmencapai91,2%. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan pemerintah

kabupaten dan pemerintah kota terhadap dana transfer masih sangat tinggi.

Rasio PAD terhadap pendapatan tertinggi terdapat pada seluruh pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di

Provinsi Bali yang mencapai 31,6%, sedangkan yang terendah adalah di pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di Provinsi

Papua Barat yaitu hanya sebesar 2,4%.

Grafik 2.16

Rasio KetergantunganPemerintahKabupatendan kota Se-Provinsi *)

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Prov

. Pap

ua B

arat

Prov

. Kal

iman

tan

Uta

ra

Prov

. Pap

ua

Prov

. Mal

uku

Prov

. Sul

awes

i Bar

at

Prov

. Mal

uku

Uta

ra

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Prov

. Ace

h

Prov

. Ben

gkul

u

Prov

. Sul

awes

i Ten

ggar

a

Prov

. Sul

awes

i Ten

gah

Prov

. Gor

onta

lo

Prov

. Jam

bi

Prov

. Sul

awes

i Uta

ra

Prov

. Kal

iman

tan

Teng

ah

Prov

. Ban

gka

Belit

ung

Prov

. Sum

ater

a Se

lata

n

Prov

. Sum

ater

a Ba

rat

Prov

. Ria

u

Prov

. Lam

pung

Prov

. Kal

iman

tan

Bara

t

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Prov

. Sul

awes

i Sel

atan

Prov

. Kep

ulau

an R

iau

Prov

. Sum

ater

a U

tara

Prov

. Kal

iman

tan

Tim

ur

Prov

. Jaw

a Te

ngah

Prov

. Kal

iman

tan

Sela

tan

Prov

. DI Y

ogya

kart

a

Prov

. Jaw

a Ti

mur

Prov

. Jaw

a Ba

rat

Prov

. Bal

i

Prov

. Ban

ten

Prov

. DKI

Jaka

rta

Rasio Ketergantungan Agregat Prov/Kab/Kota

PAD/Pdptn Transfer/Pdptn Rata2 PAD/Pdptn Rata2 Transfer/Pdptn

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Rendahnya tingkat ketergantungan di Provinsi DKI Jakarta tersebut

disebabkan oleh tingginya sumber-sumber PAD khususnya dari pajak daerah

dan retribusi daerah. Hal ini sejalan dengan analisis pada bagian rasio pajak

yang menempatkan DKI Jakarta pada posisi pertama dibandingkan dengan

provinsi-provinsi lainnya. Sementara itu, Provinsi Papua Barat memiliki tingkat

ketergantungan tertinggi disebabkan oleh rendahnya PAD, khususnya pajak

daerah dan retribusi daerah di wilayah tersebut, dan tingginya dana transfer

yang diterima.

Page 63:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

43Analisa Pendapatan Daerah

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Pada Grafik 2.16 terlihat bahwa rata-rata rasio PAD terhadap Pendapatan

Daerah adalah 8,5%, sedangkan rata-rata rasio dana transfer terhadap

Pendapatan Daerah mencapai 91,2%. Hal ini menunjukkan bahwa

ketergantungan pemerintah kabupaten dan pemerintah kota terhadap dana

transfer masih sangat tinggi.

Rasio PAD terhadap pendapatan tertinggi terdapat pada seluruh

pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di Provinsi Bali yang mencapai

31,6%, sedangkan yang terendah adalah di pemerintah kabupaten dan

pemerintah kota di Provinsi Papua Barat yaitu hanya sebesar 2,4%.

Grafik 2.16

Rasio KetergantunganPemerintahKabupatendan kota Se-Provinsi *)

Sumber: APBD 2013 (Diolah), *) Tidak termasuk DKI Jakarta

Sementara itu, rasio dana transfer terhadap pendapatan yang tertinggi terdapat di pemerintah kabupaten dan

pemerintah kota di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang mencapai sebesar 97,4%, sedangkan yang terendah adalah

pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di Provinsi Bali yang mencapai sebesar 68,4%.

3. Pemerintah Provinsi

Untuk tingkat pemerintah provinsi, rata-rata rasio PAD terhadap pendapatan adalah sebesar 37,5% dan untuk rasio

dana transfer terhadap pendapatan sebesar 60,79%. Dari keseluruhan provinsi, terdapat 18 pemerintah provinsi yang memiliki

rasio PAD terhadap pendapatan di atas rata-rata nasional, dan 16 pemerintah provinsi yang memiliki rasio dana transfer

terhadap pendapatan di atas rata-rata-rata secara nasional. Kondisi ini menunjukkan bahwa masih banyak daerah yang sangat

bergantung bantuan dana dari pihak eksternal.

Pemerintah Provinsi Banten memiliki rasio PAD terhadap pendapatan yang paling tinggi, yaitu sebesar 67,97%,

sedangkan Pemerintah Provinsi Papua Barat memiliki rasio yang terendah yaitu sebesar 3,87%. Sebaliknya, rasio dana transfer

terhadap total pendapatan yang tertinggi terdapat di Provinsi Papua Barat sebesar 96,13%, sedangkan yang terendah terdapat

di Provinsi DKI Jakarta, yaitu sebesar 31,15%.

Grafik 2.17

Rasio Ketergantungan Pemerintah Provinsi

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Prov

. Pap

ua

Prov

. Mal

uku

Prov

. Pap

ua B

arat

Prov

. Sul

awes

i Bar

at

Prov

. Ben

gkul

u

Prov

. Kal

iman

tan

Uta

ra

Prov

. Sul

awes

i Ten

gah

Prov

. Kal

iman

tan

Teng

ah

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Prov

. Sul

awes

i Uta

ra

Prov

. Ace

h

Prov

. Jam

bi

Prov

. Sul

awes

i Ten

ggar

a

Prov

. Mal

uku

Uta

ra

Prov

. Lam

pung

Prov

. Kal

iman

tan

Bara

t

Prov

. Sum

ater

a Se

lata

n

Prov

. Sum

ater

a Ba

rat

Prov

. Kal

iman

tan

Tim

ur

Prov

. Ria

u

Prov

. Kal

iman

tan

Sela

tan

Prov

. Gor

onta

lo

Prov

. Ban

gka

Belit

ung

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Prov

. Sul

awes

i Sel

atan

Prov

. Sum

ater

a U

tara

Prov

. Jaw

a Te

ngah

Prov

. Kep

ulau

an R

iau

Prov

. Jaw

a Ti

mur

Prov

. DI Y

ogya

kart

a

Prov

. Jaw

a Ba

rat

Prov

. Ban

ten

Prov

. Bal

i

Rasio Ketergantungan Kab/Kota

PAD/Pdptn Transfer/Pdptn Rata2 PAD/Pdptn Rata2 Transfer/PdptnSumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

Sementara itu, rasio dana transfer terhadap pendapatan yang tertinggi

terdapat di pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di Provinsi Papua

dan Provinsi Papua Barat yang mencapai sebesar 97,4%, sedangkan yang

terendah adalah pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di Provinsi Bali

yang mencapai sebesar 68,4%.

Page 64:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

44 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

3. Pemerintah Provinsi

Untuk tingkat pemerintah provinsi, rata-rata rasio PAD terhadap

pendapatan adalah sebesar 37,5% dan untuk rasio dana transfer terhadap

pendapatan sebesar 60,79%. Dari keseluruhan provinsi, terdapat 18

pemerintah provinsi yang memiliki rasio PAD terhadap pendapatan di atas

rata-rata nasional, dan 16 pemerintah provinsi yang memiliki rasio dana

transfer terhadap pendapatan di atas rata-rata-rata secara nasional. Kondisi ini

menunjukkan bahwa masih banyak daerah yang sangat bergantung bantuan

dana dari pihak eksternal.

Pemerintah Provinsi Banten memiliki rasio PAD terhadap pendapatan yang

paling tinggi, yaitu sebesar 67,97%, sedangkan Pemerintah Provinsi Papua

Barat memiliki rasio yang terendah yaitu sebesar 3,87%. Sebaliknya, rasio

dana transfer terhadap total pendapatan yang tertinggi terdapat di Provinsi

Papua Barat sebesar 96,13%, sedangkan yang terendah terdapat di Provinsi

DKI Jakarta, yaitu sebesar 31,15%.

Grafik 2.17

Rasio Ketergantungan Pemerintah Provinsi

Sumber: APBD 2013 (Diolah)

4. Per Wilayah

Analisis rasio ketergantungan daerah berdasarkan wilayah dimaksudkan untuk menunjukkan seberapa besar

ketergantungan daerah pada 5 kelompok wilayah yang memiliki karakteristik pendapatan yang sama.

Grafik 2.18

Rasio Ketergantungan Per Wilayah*)

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Prov

. Kal

iman

tan

Uta

ra

Prov

. Pap

ua B

arat

Prov

. Pap

ua

Prov

. Ace

h

Prov

. Mal

uku

Uta

ra

Prov

. Sul

awes

i Bar

at

Prov

. Gor

onta

lo

Prov

. Mal

uku

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Prov

. Sul

awes

i Ten

ggar

a

Prov

. Ban

gka

Belit

ung

Prov

. Kep

ulau

an R

iau

Prov

. Ben

gkul

u

Prov

. Sul

awes

i Ten

gah

Prov

. Jam

bi

Prov

. Sum

ater

a Se

lata

n

Prov

. DI Y

ogya

kart

a

Prov

. Ria

u

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Prov

. Sul

awes

i Uta

ra

Prov

. Kal

iman

tan

Teng

ah

Prov

. Kal

iman

tan

Bara

t

Prov

. Sum

ater

a Ba

rat

Prov

. Kal

iman

tan

Tim

ur

Prov

. Lam

pung

Prov

. Sul

awes

i Sel

atan

Prov

. Bal

i

Prov

. Sum

ater

a U

tara

Prov

. Jaw

a Te

ngah

Prov

. DKI

Jaka

rta

Prov

. Kal

iman

tan

Sela

tan

Prov

. Jaw

a Ti

mur

Prov

. Jaw

a Ba

rat

Prov

. Ban

ten

Rasio Ketergantungan Provinsi

PAD/Pdptn Transfer/Pdptn Rata2 PAD/Pdptn Rata2 Transfer/Pdptn

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Papua-Maluku-NusaTenggara

Kalimantan Sulawesi Sumatera Jawa-Bali

Rasio Ketergantungan Agregat Prov/Kab/Kota Per Wilayah

PAD/Pdptn TRANSFER/Pdptn RATA2 PAD/Pdptn RATA2 TRANSFER/Pdptn

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Page 65:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

45Analisa Pendapatan Daerah

4. Per Wilayah

Analisis rasio ketergantungan daerah berdasarkan wilayah dimaksudkan

untuk menunjukkan seberapa besar ketergantungan daerah pada 5 kelompok

wilayah yang memiliki karakteristik pendapatan yang sama.

Grafik 2.18

Rasio Ketergantungan Per Wilayah*)

Sumber: APBD 2013 (Diolah)

4. Per Wilayah

Analisis rasio ketergantungan daerah berdasarkan wilayah dimaksudkan untuk menunjukkan seberapa besar

ketergantungan daerah pada 5 kelompok wilayah yang memiliki karakteristik pendapatan yang sama.

Grafik 2.18

Rasio Ketergantungan Per Wilayah*)

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Prov

. Kal

iman

tan

Uta

ra

Prov

. Pap

ua B

arat

Prov

. Pap

ua

Prov

. Ace

h

Prov

. Mal

uku

Uta

ra

Prov

. Sul

awes

i Bar

at

Prov

. Gor

onta

lo

Prov

. Mal

uku

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Prov

. Sul

awes

i Ten

ggar

a

Prov

. Ban

gka

Belit

ung

Prov

. Kep

ulau

an R

iau

Prov

. Ben

gkul

u

Prov

. Sul

awes

i Ten

gah

Prov

. Jam

bi

Prov

. Sum

ater

a Se

lata

n

Prov

. DI Y

ogya

kart

a

Prov

. Ria

u

Prov

. Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Prov

. Sul

awes

i Uta

ra

Prov

. Kal

iman

tan

Teng

ah

Prov

. Kal

iman

tan

Bara

t

Prov

. Sum

ater

a Ba

rat

Prov

. Kal

iman

tan

Tim

ur

Prov

. Lam

pung

Prov

. Sul

awes

i Sel

atan

Prov

. Bal

i

Prov

. Sum

ater

a U

tara

Prov

. Jaw

a Te

ngah

Prov

. DKI

Jaka

rta

Prov

. Kal

iman

tan

Sela

tan

Prov

. Jaw

a Ti

mur

Prov

. Jaw

a Ba

rat

Prov

. Ban

ten

Rasio Ketergantungan Provinsi

PAD/Pdptn Transfer/Pdptn Rata2 PAD/Pdptn Rata2 Transfer/Pdptn

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Papua-Maluku-NusaTenggara

Kalimantan Sulawesi Sumatera Jawa-Bali

Rasio Ketergantungan Agregat Prov/Kab/Kota Per Wilayah

PAD/Pdptn TRANSFER/Pdptn RATA2 PAD/Pdptn RATA2 TRANSFER/Pdptn

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

Berdasarkan pembagian 5 wilayah, secara rata-rata rasio PAD terhadap

total pendapatan hanya sebesar 9,04%, sedangkan rata-rata rasio dana

transfer terhadap total pendapatan mencapai sebesar 84,01%. Rasio PAD

terhadap total pendapatan di wilayah Jawa dan Bali mempunyai rasio yang

paling tinggi dibandingkan dengan 4 wilayah lainnya, yaitu sebesar 27,6%.

Hal ini membuktikan bahwa kemampuan pemerintah daerah di wilayah Jawa

dan Bali dalam menghasilkan sumber-sumber PAD relatif cukup tinggi. Hal ini

berbeda dengan wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua yang rasio PAD

terhadap total pendapatannya sangat rendah, yang hanya mencapai 4,63%.

Namun demikian, secara umum ke-5 wilayah tersebut masih memiliki

rasio PAD terhadap total pendapatan rata-rata di bawah 50% (sekitar 16%),

yang berarti masih memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap Pusat.

Page 66:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

46 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Berdasarkan analisis terhadap rasio dana transfer terhadap pendapatan,

wilayah Jawa dan Bali memiliki angka yang paling rendah, yaitu 73,14%.

Walaupun angka tersebut masih besar, namun apabila dibandingkan dengan

wilayah lainnya, rasio ini menunjukkan bahwa wilayah Jawa dan Bali memiliki

tingkat ketergantungan dengan dana transfer yang paling rendah. Sementara

itu, rasio dana transfer terhadap total pendapatan yang tertinggi terdapat di

wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua yang mencapai sebesar 92,97%.

Ini berarti wilayah tersebut memiliki rasio ketergantungan daerah yang tinggi.

E. Deviasi Alokasi Transfer ke Daerah pada APBDSalah satu permasalahan yang sering disampaikan oleh daerah dalam

penyusunan APBD adalah terlambatnya informasi alokasi dana Transfer ke

Daerah yang ditetapkan dalam APBN setiap tahunnya. Terlambatnya informasi

alokasi Transfer ke Daerah dari Kementerian Keuangan yang diterima oleh

daerah mempengaruhi perencanaan APBD, terutama dari sisi pendapatan.

Kepastian jumlah pendapatan akan mempengaruhi besaran belanja yang

akan direncanakan oleh pemerintah daerah.

Sebagai gambaran, alokasi dana transfer tahun 2014 dalam UU APBN

yang disahkan tanggal 14 November 2013 mencapai Rp592,5 triliun,

terdiri dari alokasi Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan

Penyesuaian. Berdasarkan UU APBN tersebut, alokasi Dana Alokasi Khusus

per daerah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor

180/PMK.07/2013 tanggal 13 Desember 2013. Selain itu, informasi alokasi

Dana Alokasi Umum (DAU) per daerah ditetapkan melalui Peraturan Presiden

(Perpres) Nomor 2 Tahun 2014 telah dipublikasikan pada tanggal 27

Januari 2014, sedangkan informasi alokasi DBH tahun 2014 yang dimuat

dalam PMK baru dapat diterbitkan pada bulan Mei 2014. Namun demikian,

untuk mempercepat penyampaian informasi alokasi yang diterima oleh

setiap daerah, Kementerian Keuangan telah mengunggah informasi tersebut

Page 67:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

47Analisa Pendapatan Daerah

ke website www.djpk.depkeu.go.id setelah UU APBN disahkan pada rapat

raripurna DPR pada tanggal 14 November 2013.

Untuk melihat apakah keterlambatan informasi alokasi masih menjadi

permasalahan dalam penetapan APBD, pada bagian ini akan disajikan

mengenai deviasi antara besaran Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK)

yang dicantumkan dalam APBD dengan besaran alokasi Dana Perimbangan

sebagaimana ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Deviasi negatif

diperoleh jika besaran alokasi dalam APBD lebih kecil daripada alokasi dari

Kementerian Keuangan. Hal ini juga berarti pemerintah daerah bersikap

pesimistis terhadap alokasi yang akan diterima tahun berikutnya. Sebaliknya,

deviasi positif diperoleh ketika pemerintah daerah bersikap optimis.

Dari hasil telaah pembandingan deviasi antara penetapan Pemerintah

dengan penetapan dalam APBD, secara umum dapat disimpulkan bahwa

pengumuman alokasi Dana Perimbangan yang dilakukan segera setelah

pengesahan UU APBN oleh DPR RI dapat dimanfaatkan oleh daerah dalam

menyusun APBD. Hal ini terbukti dari banyaknya daerah yang mengalokasikan

DAU dan DAK pada APBD sama besar dengan penetapan pemerintah pusat.

Adapun untuk DBH yang informasi alokasinya diumumkan terlambat, yaitu

pada Mei 2014 atau setelah APBD ditetapkan oleh daerah, menunjukkan

gambaran bahwa seluruh daerah mengalokasikan berbeda dengan alokasi

dalam PMK.

Berdasarkan hal di atas, dapat disampaikan bahwa peranan kecepatan

informasi transfer mempunyai peran penting dalam menekan rendahnya

deviasi alokasi transfer pada APBD. Satu hal yang perlu dicermati bahwa

deviasi yang terlalu besar, akan mengakibatkan eksekusi APBD menjadi

terkendala. Dalam hal dianggarkan jauh terlalu rendah dalam APBD

maka akan terjadi potensi pelampauan pendapatan yang lebih lanjut akan

berpotensi pada terbentuknya dana idle daerah yang tidak dapat digunakan

untuk mendanai belanja publik. Di sisi lain, apabila dianggarkan oleh daerah

jauh terlalu tinggi juga akan mengganggu ketersediaan dana untuk mendanai

Page 68:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

48 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

belanja yang telah direncanakan, sehingga kegiatan yang didanai dari APBD

dapat mengalami keterlambatan, atau bahkan tidak dapat diselesaikan.

1. Dana Bagi Hasil (DBH)

Dalam APBN tahun 2014, DBH yang ditetapkan dalam Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2013 tentang APBN adalah sebesar Rp113,71 triliun,

yang terdiri dari DBH Pajak sebesar Rp51,78 triliun dan DBH SDA sebesar

Rp61,92 triliun. Sementara, dalam beberapa Peraturan Menteri Keuangan

yang mengatur tentang alokasi DBH per daerah (bersifat perkiraan), jumlah

yang dialokasikan adalah sebesar Rp104,228 triliun. Adapun total alokasi

DBH dalam APBD 2014 adalah sebesar Rp108,042 triliun, yang sedikit lebih

besar daripada jumlah alokasi dalam PMK.

Secara total, deviasi alokasi antara APBD dan PMK hanya 3,66%,

tetapi apabila dilihat per daerah, deviasi tertinggi dalam nominal mencapai

Rp5,69 triliun dan dalam persentase mencapai 202,16%. Jumlah daerah

dengan deviasi positif (alokasi DBH dalam APBD lebih besar daripada alokasi

PMK) lebih sedikit daripada jumlah daerah dengan deviasi negatif, dengan

perbandingan 190:349. Berikut disajikan daerah-daerah dengan persentase

deviasi tertinggi.

Tabel 2.1

Daftar Daerah dengan Persentase Deviasi Negatif Alokasi DBH Tertinggi

Daerah Deviasi Alokasi (Rp) Persentase Deviasi Tanggal Perda

Kab. Mahakam Ulu (354,938,727,913) -92.78% 31 Dec 2013

Kab. Sabu Raijua (5,187,440,704) -91.72% 11 Dec 2013

Kab. Sumba Tengah (8,489,243,739) -80.07% 24 Dec 2013

Kab. Tambrauw (26,989,158,311) -77.34% 27 Dec 2013

Kab. Landak (28,145,062,644) -72.69% 30 Dec 2013

Sumber: DJPK (2014), data diolah

Page 69:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

49Analisa Pendapatan Daerah

Tabel 2.1 di atas menunjukkan lima daerah yang memiliki persentase

deviasi negatif tertinggi. Persentase deviasi yang diperoleh dari lima pemerintah

daerah tersebut seluruhnya merupakan pemerintah daerah kabupaten yang

berada pada wilayah Kalimantan, serta Nusa Tenggara dan Papua. Kelima

daerah tersebut menganggarkan pendapatan DBH pada APBD terlalu pesimis

hingga sekitar 90% di bawah alokasi yang akan diterimanya.

Tabel 2.2

Daftar Daerah dengan Persentase Deviasi Positif Alokasi DBH Tertinggi

Daerah Deviasi Alokasi (Rp) Persentase Deviasi Tanggal Perda

Kab. Mamuju 28.146.732.024 101,05% 31 Des 2013

Kab. Nagan Raya 27.128.958.019 101,67% 30 Des 2013

Kab. Tanah Karo 19.178.771.472 101,72% -

Kab. Labuhanbatu Selatan 30.187.140.867 109,61% 03 Mar 2014

Kab. Raja Ampat 121.884.664.177 202,16% 27 Des 2013

Sumber: DJPK (2014), data diolah

Daerah yang melakukan penganggaran dengan optimis akan mengalami

deviasi yang positif atas alokasinya. Kabupaten Raja Ampat menganggarkan

DBH pada APBD dua kali lebih tinggi daripada alokasi DBH pada PMK

alokasi. Dengan persentase tersebut, Kabupaten Raja Ampat memiliki deviasi

penganggaran DBH tertinggi. Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang cukup

lambat dalam penetapan perda APBD mengalami deviasi positif anggaran

DBH tertinggi kedua.

Secara umum, deviasi antara alokasi DBH pada APBD dan PMK terjadi

pada seluruh daerah. Hal ini terjadi karena informasi alokasi DBH belum

ditetapkan sampai saat APBD ditetapkan.

Page 70:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

50 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

2. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2014 dialokasikan sebesar Rp341,2

triliun. Peraturan Presiden yang mengatur alokasi per daerah telah ditetapkan

pada tanggal 27 Januari 2014. Sementara itu, DAU dalam APBD dialokasikan

sebesar Rp341,34 triliun atau relatif sama besar dengan alokasi dari

pemerintah pusat, sehingga secara total deviasi antara APBD dan Perpres

relatif tidak signifikan (Rp120,69 juta).

Jika dilihat per daerah, sebanyak 490 daerah mengalokasikan DAU sama

dengan yang ditetapkan pemerintah pusat, dimana 32 daerah mengalokasikan

DAU dengan rentang deviasi +1%, serta 17 daerah dengan deviasi lebih dari

+1%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengumuman informasi

alokasi yang dilakukan beberapa saat setelah rapat paripurna DPR RI yang

mengesahkan RUU APBN 2014 menjadi UU telah diterima dengan baik oleh

sebagian besar pemerintah daerah.

Walaupun begitu, masih terdapat beberapa daerah yang memiliki deviasi

cukup besar walaupun informasi alokasi untuk daerah mereka masing-

masing telah dipublikasikan. Tabel 2.3 berikut ini menunjukkan lima daerah

dengan persentase deviasi alokasi DAU negatif tertinggi. Kabupaten Bengkalis

merupakan daerah dengan persentase deviasi negatif tertinggi dan paling

lambat dalam menetapkan APBD dibandingkan 4 daerah lain. Keempat

daerah lainnya yang memiliki deviasi negatif dibawah 27% menetapkan

APBD sebelum Perpres Alokasi DAU ditetapkan.

Tabel 2.3

Daerah dengan Persentase Deviasi Alokasi DAU Negatif Tertinggi

Daerah Deviasi Alokasi Persentase Deviasi Tanggal Perda

Kab. Bengkalis (50.961.070.569) -59,41% 20 Mar 2014

Kab. Sumba Tengah (111.548.944.000) -26,97% 24 Des 2013

Kab. Kepulauan Sitaro (60.442.761.000) -15,09% 20 Jan 2014

Page 71:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

51Analisa Pendapatan Daerah

Daerah Deviasi Alokasi Persentase Deviasi Tanggal Perda

Kab. Balangan (31.589.190.000) -9,90% 17 Des 2013

Kab. Aceh Barat (42.832.065.000) -7,78% 16 Des 2013

Sumber: DJPK (2014), data diolah

Sementara itu, Kabupaten Banggai Kepulauan merupakan daerah dengan

persentase deviasi positif tertinggi meskipun perda APBD ditetapkan setelah

Perpres Alokasi DAU ditetapkan. Seluruh daerah yang menganggarkan

DAU terlalu optimis menetapkan perda APBD setelah Perpres Alokasi DAU

ditetapkan kecuali Kota Bandar Lampung yang memiliki deviasi positif sebesar

10,48% dibandingkan alokasi DAU yang diperolehnya.

Tabel 2.4

Daftar Daerah Persentase Deviasi Positif Alokasi DAU Tertinggi

Daerah Deviasi Alokasi Persentase Deviasi Tanggal Perda

Kota Dumai 17.250.322.831 4,79% 17 Apr 2014

Kota Bandar Lampung 96.611.339.010 10,48% 27 Sep 2013

Kab. Minahasa Tenggara 60.579.834.000 17,81% 05 Feb 2014

Kab. Sumba Barat Daya 111.548.944.000 36,93% 04 Feb 2014

Kab. Banggai Kepulauan 140.679.186.419 40,54% 04 Apr 2014

Sumber: DJPK (2014), data diolah

3. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Pada APBN 2013, pemerintah pusat mengalokasikan DAK sebesar

Rp31,7 triliun yang terdiri dari Rp29,7 triliun dialokasikan untuk 19 bidang

dan bagi seluruh pemerintah daerah, serta Rp2 triliun yang dialokasikan

untuk infrastruktur jalan dan pendidikan bagi 183 daerah tertinggal. Dari

539 daerah, terdapat 11 daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAK dan

seluruh daerah tersebut tidak menganggarkan DAK pada APBD. PMK alokasi

Page 72:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

52 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

DAK ditetapkan lebih awal dibandingkan alokasi DAU yaitu pada tanggal 13

Desember 2013.

Sementara itu, alokasi DAK pada APBD mencapai sebesar Rp33 triliun

dan anggaran DAK pada APBD 539 daerah berjumlah Rp32,83 triliun.

Dibandingkan dengan total DAK yang ditetapkan pemerintah pusat, deviasi

yang terjadi tidak signifikan, yaitu hanya -0,49%. Jika dibandingkan per

daerah, pola yang sama dengan DAU terjadi pada DAK, yaitu 490 daerah

mengalokasikan sama besar dengan DAK yang ditetapkan pemerintah pusat,

32 daerah mengalokasikan DAK dengan deviasi dalam rentang +1%, serta

17 daerah mengalokasikan DAK dengan deviasi diatas rentang +1%.

Dari tabel 2.8 di atas dapat dilihat bahwa masih terdapat daerah yang

tidak menganggarkan DAK pada APBD sehingga mengakibatkan deviasi

daerah tersebut menjadi sebesar 100%. Kab Bekasi menjadi daerah yang

memiliki deviasi dengan nominal terbesar sekaligus persentase terbesar.

Lima daerah yang memiliki persentase deviasi negatif tertinggi sebagaimana

terlihat pada tabel di bawah ini disebabkan karena daerah tersebut tidak

menganggarkan DAK pada APBD-nya. Jika dilihat dari penetapan APBD

kelima daerah tersebut, seharusnya informasi DAK yang mereka peroleh

sudah dapat ditampung dalam APBD.

Tabel 2.5

Daftar Daerah dengan Persentase Deviasi Negatif Alokasi DAK Tertinggi

Daerah Deviasi Alokasi Persentase Deviasi Tanggal Perda

Kab. Bekasi (111.171.910.000) -100,00% 24 Jan 2014

Kab. Mappi (97.101.660.000) -100,00% 06 Jun 2014

Kota Tarakan (3.786.510.000) -100,00% 31 Des 2013

Kab. Bengkalis (24.753.430.096) -69,26% 20 Mar 2014

Prov. Kalimantan Selatan (29.189.940.000) -53,87% 27 Des 2013

Sumber: DJPK (2014), data diolah

Page 73:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

53Analisa Belanja Daerah

Kabupaten Kepulauan Meranti menjadi daerah yang menganggarkan

DAK tahun 2014 terlalu optimis, dengan persentase deviasi hingga mencapai

900%, Kabupaten Kepulauan Meranti mengalami deviasi penganggaran

DAK sebesar Rp17,9 Miliar. Kabupaten tersebut menganggarkan DAK terlalu

optimis meskipun tanggal penetapan APBD jauh setelah PMK alokasi DAK

ditetapkan. Kecuali Kota Bandar Lampung, daerah yang mengalami deviasi

DAK terbesar ini menetapkan perda APBD setelah informasi alokasi DAK

dapat diperoleh daerah.

Tabel 2.6

Daftar Daerah dengan Persentase Deviasi Positif Alokasi DAK Tertinggi

Daerah Deviasi Alokasi Persentase Deviasi Tanggal Perda

Kota Singkawang 19.657.451.132 41,07% 23 Mei 2014

Kota Bandar Lampung 22.186.410.000 51,79% 27 Sep 2013

Kab. Rokan Hulu 10.076.807.960 95,22% 22 Mei 2014

Kab. Tanjung Jabung Barat 2.075.221.402 115,14% 10 Apr 2014

Kab. Kepulauan Meranti 17.963.795.695 923,69% 02 Apr 2014

Sumber: DJPK (2014), data diolah

Page 74:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

54 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

bAb III ANAlISIS bElANJA DAERAH

Dalam dua belas tahun pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia,

titik beratnya diletakkan pada desentralisasi di sisi pengeluaran (expenditure

assignment) yang ditandai dengan adanya pembagian urusan pada berbagai

tingkat pemerintahan. Pemerintah daerah memiliki 31 urusan yang terdiri

dari urusan wajib dan pilihan. Sebagai konsekuensi logis dari penyerahan

kewenangan/urusan tersebut dan sesuai dengan prinsip money follow function,

pemerintah pusat setiap tahunnya mengalokasikan dana Transfer ke Daerah

kepada pemerintah daerah. Jumlah Transfer ke Daerah memiliki tren yang

meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan APBN.

Dalam APBN tahun 2014, alokasi Transfer ke Daerah mencapai sebesar

Rp592,5 triliun, yang berarti sekitar 32% dari total belanja APBN telah

diserahkan pengelolaannya kepada daerah yang diikuti dengan adanya diskresi

yang sangat besar. Hal tersebut diharapkan dapat mempengaruhi pola belanja

di daerah yang mampu mendorong adanya peningkatan kinerja pelayanan

publik di daerah. Tantangan utama yang dihadapi oleh pemerintah daerah

dalam melaksanakan tugasnya tersebut adalah bagaimana memanfaatkan

sumber-sumber pendanaan melalui kebijakan perencanaan dan penganggaran

yang sejalan dengan prioritas dan kebutuhan di daerah.

Implementasi atas kebijakan perencanaan dan penganggaran tersebut

adalah melalui Belanja Daerah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD). Anggaran Belanja Daerah akan mempunyai peran riil dalam

peningkatan kualitas layanan publik dan sekaligus menjadi stimulus bagi

perekonomian daerah apabila dapat direalisasikan dengan baik. Dengan

demikian, Belanja Daerah seharusnya dapat menjadi komponen yang

Page 75:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

55Analisa Belanja Daerah

penting dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber-sumber

daya ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, yang pada

gilirannya diharapkan akan memberikan dampak nyata pada perekonomian

daerah secara luas.

Anggaran Belanja Daerah yang tercantum dalam APBD mencerminkan

potret pemerintah daerah dalam menentukan skala prioritas terkait

program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran.

Penyusunan anggaran Belanja Daerah dapat menunjukkan apakah suatu

daerah pro poor, growth, and jobs. Pada komponen Belanja Daerah juga

nampak seberapa besar porsi belanja langsung yang dapat mendorong

pertumbuhan perekonomian daerah dan terkait langsung dalam pemenuhan

pelayanan kepada masyarakat.

Untuk menggambarkan seberapa besar belanja pemerintah daerah yang

digunakan dalam upaya untuk menyejahterakan penduduk di suatu daerah,

dapat digunakan berbagai macam tool, misalnya dengan pengukuran rasio

Belanja Daerah terhadap jumlah penduduk (Belanja Daerah per kapita).

Semakin besar nilai rasio Belanja Daerah per kapita, semakin besar belanja

yang dikeluarkan untuk menyejahterakan satu orang penduduk wilayah

tersebut sehingga semakin besar kemungkinan tercapainya. Sebaliknya,

semakin kecil angka rasionya, semakin kecil dana yang disediakan pemda

untuk menyejahterakan penduduknya.

Namun demikian, rasio ini juga dirinci lagi menjadi per jenis belanja

sehingga akan lebih menggambarkan kontribusi dari setiap jenis belanja

sebagai faktor yang mendorong peningkatan kualitas layanan publik. Berbagai

macam pengukuran rasio belanja akan disajikan pada bab ini. Pada prinsipnya,

dalam tataran kebijakan, untuk menuju pelaksanaan Belanja Daerah yang

berdampak positif kepada masyarakat perlu diupayakan agar pemerintah

daerah mempercepat realisasi belanjanya dan menjalankan kebijakan belanja

yang baik, antara lain dengan mendorong agar proses penetapan Perda APBD

dapat dilakukan secara tepat waktu, menetapkan anggaran Belanja Modal

Page 76:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

56 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

yang lebih besar dan tepat sasaran, mempertajam penggunaan anggaran

Belanja Pegawai, dan sebagainya.

A. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah Mengingat bahwa proporsi belanja pegawai menempati porsi terbesar

dalam APBD, perlu kita hitung rasio belanja pegawai terhadap total belanja

daerah. Tujuan penghitungan rasio Belanja Pegawai terhadap total Belanja

Daerah adalah untuk mengetahui proporsi Belanja Pegawai terhadap total

Belanja Daerah. Data Belanja Pegawai di sini adalah penjumlahan dari

Belanja Pegawai langsung dan Belanja Pegawai tidak langsung. Rasio ini

menggambarkan bahwa semakin tinggi angka rasionya maka semakin

besar proporsi APBD yang dialokasikan untuk Belanja Pegawai. Begitu pula

sebaliknya, semakin kecil angka rasio Belanja Pegawai maka semakin kecil

proporsi APBD yang dialokasikan untuk Belanja Pegawai APBD.

Mengingat jumlah guru mendominasi jumlah keseluruhan dari Pegawai

Negeri Sipil Daerah (PNSD), maka menjadi penting untuk melihat proporsi

jumlah guru terhadap total PNSD di suatu daerah. Selama ini banyak pihak

yang menyoroti dan mengkritisi mengenai jumlah Belanja Pegawai yang dinilai

terlalu besar dalam APBD. Kritik tersebut didasarkan pada argumen bahwa

hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya alokasi untuk Belanja Modal

yang nota bene dipandang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

pemenuhan pelayanan publik kepada masyarakat.

Namun demikian, dalam peraturan perundangan disebutkan bahwa

Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangannya dengan prioritas kepada pelaksanaan urusan

daerah yang sifatnya wajib. Salah satu urusan wajib adalah bidang pendidikan,

sehingga belanja untuk gaji guru sebenarnya dilakukan dalam rangka untuk

mendukung pelaksanaan urusan daerah yang sifatnya wajib.

Page 77:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

57Analisa Belanja Daerah

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

a. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah

Secara agregat provinsi, kabupaten dan kota, rata-rata rasio Belanja

Pegawai terhadap total Belanja Daerah sebesar 40,87%. Rasio ini lebih

rendah apabila dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya yang

mencapai rata-rata 42,78% pada tahun 2013 dan sebesar 44,7% pada

tahun 2012. Meskipun relatif kecil, penurunan rasio belanja pegawai secara

konsisten dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya upaya

rasionalisasi terhadap struktur belanja daerah. Rasio belanja pegawai agregat

provinsi, kabupaten, dan kota untuk setiap provinsi menunjukkan bahwa 15

provinsi rasionya lebih rendah dari rata-rata nasional, sedangkan 19 provinsi

yang lain memiliki rasio belanja pegawai yang melebihi rata-rata nasional.

Provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai paling kecil adalah Provinsi DKI

Jakarta, yaitu sebesar 22,79%, sedangkan provinsi yang memiliki angka rasio

yang paling besar adalah Provinsi Jawa Tengah dengan rasio yang mencapai

sebesar 51,62%.

Grafik 3.1 menunjukkan adanya 3 provinsi yang memiliki rasio belanja

pegawai lebih dari 50%, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Nusa Tenggara

Barat, dan Provinsi Jawa Tengah, meskipun rasionya masih lebih rendah jika

dibandingkan dengan tahun lalu. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian,

karena secara implisit provinsi-provinsi tersebut hanya menganggarkan

sebagian kecil APBD-nya untuk jenis-jenis belanja di luar belanja pegawai.

Dengan kata lain, kondisi tersebut akan menyebabkan semakin terbatasnya

sumber pendanaan yang dapat digunakan untuk mendanai program dan

kegiatan yang dapat mendukung pemenuhan layanan publik.

Page 78:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

58 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 3.1

Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah

Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai paling kecil adalah Provinsi DKI Jakarta, yaitu sebesar 22,79%, sedangkan provinsi

yang memiliki angka rasio yang paling besar adalah Provinsi Jawa Tengah dengan rasio yang mencapai sebesar 51,62%.

Grafik 3.1 menunjukkan adanya 3 provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai lebih dari 50%, yaitu Provinsi

Sumatera Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi Jawa Tengah, meskipun rasionya masih lebih rendah jika

dibandingkan dengan tahun lalu. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian, karena secara implisit provinsi-provinsi tersebut

hanya menganggarkan sebagian kecil APBD-nya untuk jenis-jenis belanja di luar belanja pegawai.Dengan kata lain, kondisi

tersebut akan menyebabkan semakin terbatasnya sumber pendanaan yang dapat digunakan untuk mendanai program dan

kegiatan yang dapat mendukung pemenuhan layanan publik.

Grafik 3.1

Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah

Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

b. Rasio Jumlah Guru Terhadap PNSD

Secara agregat provinsi, kabupaten dan kota, rata-rata rasio jumlah guru terhadap total PNSD adalah 51,0%, lebih

tinggi dibandingkan dengan rasio tahun sebelumnya yang mencapai 49,41%. Sama seperti deskripsi sebelumnya, peningkatan

rasio jumlah guru yang diiringi dengan penurunan rasio belanja pegawai secara keseluruhan menunjukkan bahwa daerah

semakin rasional dalam alokasi belanja pegawainya yang ditunjukkan dengan semakin menurunnya porsi jumlah PNS maupun

besaran belanja untuk PNS yang bekerja di bidang administrasi. Rasio jumlah guru terhadap total PNSD agregat provinsi,

kabupaten, dan kota untuk setiap provinsi menunjukkan adanya 20 provinsi mempunyai rasio lebih rendah dari rata-rata

nasional, sedangkan 14 provinsi yang lain memiliki rasio di atas rata-rata nasional. Provinsi yang memiliki rasio paling kecil

22,79%

51,62%

40,87%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

DKI

Jaka

rta

Kal

iman

tan

Uta

ra

Pap

ua B

arat

Kal

iman

tan

Tim

ur

Pap

ua

Kep

ulau

an R

iau

Ria

u

Ban

ten

Sum

ater

a Se

lata

n

Kal

iman

tan

Teng

ah

Ace

h

Kal

iman

tan

Sela

tan

Mal

uku

Uta

ra

Ban

gka

Belit

ung

Kal

iman

tan

Bara

t

Jam

bi

Jaw

a Ba

rat

Sul

awes

i Bar

at

Bal

i

Mal

uku

Sul

awes

i Ten

ggar

a

Jaw

a Ti

mur

Sul

awes

i Ten

gah

Lam

pung

Gor

onta

lo

Sul

awes

i Uta

ra

Sum

ater

a U

tara

Sul

awes

i Sel

atan

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Ben

gkul

u

DI Y

ogya

kart

a

Sum

ater

a Ba

rat

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Jaw

a Te

ngah

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

b. Rasio Jumlah Guru Terhadap PNSD

Secara agregat provinsi, kabupaten dan kota, rata-rata rasio jumlah

guru terhadap total PNSD adalah 51,0%, lebih tinggi dibandingkan dengan

rasio tahun sebelumnya yang mencapai 49,41%. Sama seperti deskripsi

sebelumnya, peningkatan rasio jumlah guru yang diiringi dengan penurunan

rasio belanja pegawai secara keseluruhan menunjukkan bahwa daerah

semakin rasional dalam alokasi belanja pegawainya yang ditunjukkan dengan

semakin menurunnya porsi jumlah PNS maupun besaran belanja untuk PNS

yang bekerja di bidang administrasi. Rasio jumlah guru terhadap total PNSD

agregat provinsi, kabupaten, dan kota untuk setiap provinsi menunjukkan

adanya 20 provinsi mempunyai rasio lebih rendah dari rata-rata nasional,

sedangkan 14 provinsi yang lain memiliki rasio di atas rata-rata nasional.

Provinsi yang memiliki rasio paling kecil adalah Provinsi Kalimantan Tengah,

yaitu sebesar 43,6%, sedangkan provinsi yang memiliki angka rasio yang

paling besar adalah Provinsi DKI Jakarta dengan rasio sebesar 64,0%.

Page 79:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

59Analisa Belanja Daerah

Grafik 3.2

Rasio Jumlah Guru terhadap Total PNSD

Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

adalah Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu sebesar 43,6%, sedangkan provinsi yang memiliki angka rasio yang paling besar

adalah Provinsi DKI Jakarta dengan rasio sebesar 64,0%.

Grafik 3.2

Rasio Jumlah Guru terhadap Total PNSD

Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber: DJPK (Data Diolah)

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

a. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah

Grafik 3.3 memperlihatkan rasio belanja pegawai pemerintah kabupaten dan pemerintah kota se-provinsi terhadap

total belanjanya. Dari grafik tersebut terlihat bahwa semua rasio belanja pegawai pemerintah kabupaten dan pemerintah kota

se-provinsi memiliki rasio di atas 30%, kecuali Provinsi Kalimantan Utara (25,94%) dan Provinsi Kalimantan Timur (29,72%).

Sementara itu, rata-rata rasio belanja pegawai pemerintah kabupaten dan pemerintah kota se-provinsi terhadap total

belanjanya pada APBD 2014 adalah sebesar 48,61%, yang berarti lebih rendah apabila dibandingkan dengan rata-rata tahun

2013 yaitu sebesar 49,26% dan tahun 2012 yang mencapai 50,9%. Dengan demikian, rata-rata pemerintah kabupaten dan

pemerintah kota se-provinsi mengalokasikan hampir setengah belanja daerahnya untuk membayar belanja pegawai daerah. Dari

angka rata-rata tersebut, terdapat 14 provinsi yang memiliki rasio Belanja Pegawai yang lebih rendah, dan 19 provinsi memiliki

rasio belanja pegawai yang lebih besar. Pemerintah kabupaten dan pemerintah kota se-Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakartamemiliki rasio belanja pegawai terbesar, yaitu sebesar 59,42%, sedangkan pemerintah kabupaten dan pemerintah

kota se-Provinsi Kalimantan Utara memiliki rasio belanja pegawai terhadap belanja daerah terkecil, yaitu sebesar 25,94%.

43,6%

64,0%

51,0%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Kal

iman

tan

Teng

ah

Sul

awes

i Ten

ggar

a

Ace

h

Sul

awes

i Ten

gah

Ben

gkul

u

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Kal

iman

tan

Sela

tan

Bal

i

Kal

iman

tan

Tim

ur

Pap

ua

Mal

uku

Uta

ra

Kep

ulau

an R

iau

Gor

onta

lo

Sul

awes

i Bar

at

Ria

u

Sul

awes

i Uta

ra

Kal

iman

tan

Bara

t

Sul

awes

i Sel

atan

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Sum

ater

a Se

lata

n

Jaw

a Ti

mur

Pap

ua B

arat

Jam

bi

Lam

pung

Jaw

a Ba

rat

Ban

gka

Belit

ung

DI Y

ogya

kart

a

Jaw

a Te

ngah

Sum

ater

a Ba

rat

Sum

ater

a U

tara

Ban

ten

Kal

iman

tan

Uta

ra

Mal

uku

DKI

Jaka

rta

Sumber: DJPK (Data Diolah)

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

a. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah

Grafik 3.3 memperlihatkan rasio belanja pegawai pemerintah kabupaten

dan pemerintah kota se-provinsi terhadap total belanjanya. Dari grafik

tersebut terlihat bahwa semua rasio belanja pegawai pemerintah kabupaten

dan pemerintah kota se-provinsi memiliki rasio di atas 30%, kecuali Provinsi

Kalimantan Utara (25,94%) dan Provinsi Kalimantan Timur (29,72%).

Sementara itu, rata-rata rasio belanja pegawai pemerintah kabupaten dan

pemerintah kota se-provinsi terhadap total belanjanya pada APBD 2014

adalah sebesar 48,61%, yang berarti lebih rendah apabila dibandingkan

dengan rata-rata tahun 2013 yaitu sebesar 49,26% dan tahun 2012 yang

mencapai 50,9%. Dengan demikian, rata-rata pemerintah kabupaten dan

pemerintah kota se-provinsi mengalokasikan hampir setengah belanja

daerahnya untuk membayar belanja pegawai daerah. Dari angka rata-rata

tersebut, terdapat 14 provinsi yang memiliki rasio Belanja Pegawai yang lebih

Page 80:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

60 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

rendah, dan 19 provinsi memiliki rasio belanja pegawai yang lebih besar.

Pemerintah kabupaten dan pemerintah kota se-Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta memiliki rasio belanja pegawai terbesar, yaitu sebesar 59,42%,

sedangkan pemerintah kabupaten dan pemerintah kota se-Provinsi Kalimantan

Utara memiliki rasio belanja pegawai terhadap belanja daerah terkecil, yaitu

sebesar 25,94%.

Grafik 3.3

Rasio Belanja Pegawai Terhadap Belanja Daerah

Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *)

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

4. Per Wilayah

a. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah

Grafik 3.6 memperlihatkan rasio belanja pegawai per wilayah terhadap total belanja daerah. Berdasarkan grafik

tersebut, dapat diketahui bahwa wilayah Sulawesi memiliki rasio belanja pegawai tertinggi, yaitu sebesar 47,52%, sedangkan

wilayah Kalimantan memiliki rasio yang terendah yaitu sebesar 32,29%. Rasio belanja pegawai per wilayah terhadap total

belanja daerah masih di bawah 50,0%. Dengan demikian, apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya, wilayah Sulawesi

mengalokasikan hampir setengah belanja daerahnya untuk membayar belanja pegawai dan memiliki lebih sedikit porsi belanja

daerah yang dapat digunakan untuk mendanai program/kegiatan non pegawai.

Grafik 3.6

Rasio Belanja Pegawai Terhadap Belanja Daerah per Wilayah

8,21%

30,08%

17,65%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

Pap

ua B

arat

Jaw

a Ba

rat

Pap

ua

Ban

ten

Kal

iman

tan

Tim

ur

Ace

h

Kal

iman

tan

Uta

ra

Kep

ulau

an R

iau

Sum

ater

a Se

lata

n

Sum

ater

a U

tara

Ria

u

Jaw

a Ti

mur

Kal

iman

tan

Teng

ah

Lam

pung

Jaw

a Te

ngah

Sul

awes

i Bar

at

Kal

iman

tan

Sela

tan

Sul

awes

i Sel

atan

Ban

gka

Belit

ung

DI Y

ogya

kart

a

Kal

iman

tan

Bara

t

Sum

ater

a Ba

rat

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Jam

bi

Bal

i

Sul

awes

i Ten

gah

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

DKI

Jaka

rta

Gor

onta

lo

Sul

awes

i Uta

ra

Mal

uku

Sul

awes

i Ten

ggar

a

Mal

uku

Uta

ra

Ben

gkul

u

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

b. Rasio Jumlah Guru Terhadap PNSD

Grafik 3.4 memperlihatkan rasio jumlah guru pemerintah kabupaten dan

pemerintah kota se-provinsi terhadap total PNSD-nya. Dari grafik tersebut

terlihat bahwa semua rasio jumlah guru terhadap total PNSD kabupaten

dan kota se-provinsi di atas 45%, dengan rata-rata sebesar 54,7%. Dengan

demikian, rata-rata pemerintah kabupaten dan pemerintah kota se-provinsi

mengalokasikan lebih dari setengah belanja pegawai daerahnya untuk

membayar gaji guru daerah.

Page 81:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

61Analisa Belanja Daerah

Rasio jumlah guru terhadap total PNSD agregat kabupaten dan kota untuk

setiap provinsi menunjukkan bahwa 19 provinsi rasio jumlah guru terhadap

total PNSD-nya lebih rendah dari rata-rata nasional, sedangkan 14 provinsi

yang lain memiliki rasio di atas rata-rata nasional. Provinsi yang memiliki

rasio paling kecil adalah Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu sebesar 46,9%,

sedangkan provinsi yang memiliki angka rasio yang paling besar adalah

Provinsi Maluku yang mencapai sebesar 62,9%.

Grafik 3.4

Rasio Jumlah Guru Terhadap Total PNSD

Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *)

Sumber: DJPK (Data Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

3. Pemerintah Provinsi

a. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah

Pada tahun 2014, rasio belanja pegawai pemerintah provinsi di seluruh Indonesia memiliki persentase rata-rata

sebesar 17,65%, yang berarti lebih rendah apabila dibandingkan dengan rasionya di tahun 2013, yaitu sebesar 19,33% dan

tahun 2012 yang hanya mencapai sebesar 21%. Dari jumlah tersebut, sebanyak 17 provinsi memiliki rasio belanja pegawai yang

lebih rendah dibandingkan rata-rata rasio tersebut, sedangkan 17 provinsi memiliki rasio di atas rata-rata. Grafik 3.5

memperlihatkan bahwa pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai terbesar adalah Pemerintah ProvinsiBengkulu

dengan rasio sebesar 30,08%, sedangkan pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai terkecil adalah Pemerintah

ProvinsiPapua Barat yaitu sebesar 8,21%. Grafik tersebut menunjukkan bahwa rasio belanja pegawai pemerintah provinsi relatif

lebih rendah jika dibandingkan dengan rasio belanja pegawai pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi.

Grafik 3.5

Rasio Belanja Pegawai Terhadap Belanja DaerahPemerintah Provinsi

46,9%

62,9%54,7%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Kal

iman

tan

Teng

ah

Sul

awes

i Ten

ggar

a

Ace

h

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Sul

awes

i Ten

gah

Bal

i

Kal

iman

tan

Sela

tan

Ben

gkul

u

Pap

ua

Kal

iman

tan

Tim

ur

Kep

ulau

an R

iau

Mal

uku

Uta

ra

Sul

awes

i Sel

atan

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Sum

ater

a Se

lata

n

Kal

iman

tan

Bara

t

Sul

awes

i Uta

ra

Ria

u

Jaw

a Ti

mur

Sul

awes

i Bar

at

Gor

onta

lo

Jaw

a Ba

rat

Pap

ua B

arat

Kal

iman

tan

Uta

ra

Jaw

a Te

ngah

Lam

pung

Jam

bi

Ban

ten

Sum

ater

a U

tara

Sum

ater

a Ba

rat

Ban

gka

Belit

ung

DI Y

ogya

kart

a

Mal

uku

Sumber: DJPK 2013 (Data Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

3. Pemerintah Provinsi

a. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah

Pada tahun 2014, rasio belanja pegawai pemerintah provinsi di seluruh

Indonesia memiliki persentase rata-rata sebesar 17,65%, yang berarti lebih

rendah apabila dibandingkan dengan rasionya di tahun 2013, yaitu sebesar

19,33% dan tahun 2012 yang hanya mencapai sebesar 21%. Dari jumlah

Page 82:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

62 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

tersebut, sebanyak 17 provinsi memiliki rasio belanja pegawai yang lebih

rendah dibandingkan rata-rata rasio tersebut, sedangkan 17 provinsi memiliki

rasio di atas rata-rata. Grafik 3.5 memperlihatkan bahwa pemerintah provinsi

yang memiliki rasio belanja pegawai terbesar adalah Pemerintah Provinsi

Bengkulu dengan rasio sebesar 30,08%, sedangkan pemerintah provinsi yang

memiliki rasio belanja pegawai terkecil adalah Pemerintah Provinsi Papua

Barat yaitu sebesar 8,21%. Grafik tersebut menunjukkan bahwa rasio belanja

pegawai pemerintah provinsi relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan

rasio belanja pegawai pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi.

Grafik 3.5

Rasio Belanja Pegawai Terhadap Belanja Daerah Pemerintah Provinsi

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

4. Per Wilayah

a. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah

Grafik 3.6 memperlihatkan rasio belanja pegawai per wilayah terhadap total belanja daerah. Berdasarkan grafik

tersebut, dapat diketahui bahwa wilayah Sulawesi memiliki rasio belanja pegawai tertinggi, yaitu sebesar 47,52%, sedangkan

wilayah Kalimantan memiliki rasio yang terendah yaitu sebesar 32,29%. Rasio belanja pegawai per wilayah terhadap total

belanja daerah masih di bawah 50,0%. Dengan demikian, apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya, wilayah Sulawesi

mengalokasikan hampir setengah belanja daerahnya untuk membayar belanja pegawai dan memiliki lebih sedikit porsi belanja

daerah yang dapat digunakan untuk mendanai program/kegiatan non pegawai.

Grafik 3.6

Rasio Belanja Pegawai Terhadap Belanja Daerah per Wilayah

8,21%

30,08%

17,65%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

Pap

ua B

arat

Jaw

a Ba

rat

Pap

ua

Ban

ten

Kal

iman

tan

Tim

ur

Ace

h

Kal

iman

tan

Uta

ra

Kep

ulau

an R

iau

Sum

ater

a Se

lata

n

Sum

ater

a U

tara

Ria

u

Jaw

a Ti

mur

Kal

iman

tan

Teng

ah

Lam

pung

Jaw

a Te

ngah

Sul

awes

i Bar

at

Kal

iman

tan

Sela

tan

Sul

awes

i Sel

atan

Ban

gka

Belit

ung

DI Y

ogya

kart

a

Kal

iman

tan

Bara

t

Sum

ater

a Ba

rat

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Jam

bi

Bal

i

Sul

awes

i Ten

gah

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

DKI

Jaka

rta

Gor

onta

lo

Sul

awes

i Uta

ra

Mal

uku

Sul

awes

i Ten

ggar

a

Mal

uku

Uta

ra

Ben

gkul

u

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

4. Per Wilayah

a. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah

Grafik 3.6 memperlihatkan rasio belanja pegawai per wilayah terhadap

total belanja daerah. Berdasarkan grafik tersebut, dapat diketahui bahwa

wilayah Sulawesi memiliki rasio belanja pegawai tertinggi, yaitu sebesar

Page 83:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

63Analisa Belanja Daerah

47,52%, sedangkan wilayah Kalimantan memiliki rasio yang terendah yaitu

sebesar 32,29%. Rasio belanja pegawai per wilayah terhadap total belanja

daerah masih di bawah 50,0%. Dengan demikian, apabila dibandingkan

dengan wilayah lainnya, wilayah Sulawesi mengalokasikan hampir setengah

belanja daerahnya untuk membayar belanja pegawai dan memiliki lebih

sedikit porsi belanja daerah yang dapat digunakan untuk mendanai program/

kegiatan non pegawai.

Grafik 3.6

Rasio Belanja Pegawai Terhadap Belanja Daerah per Wilayah

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

b. Rasio Jumlah Guru Terhadap PNSD

Grafik 3.7 menggambarkan rasio jumlah guru terhadap total PNSD per wilayah. Rasio jumlah guru terhadap total PNSD

per wilayah di Indonesia memiliki persentase rata-rata sebesar 50,41%. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa untuk wilayah

Jawa dan Bali memiliki rasio jumlah guru tertinggi, yaitu sebesar 54,19%, sedangkan untuk wilayah Kalimantan memiliki rasio

yang terendah yaitu sebesar 47,66%. Dengan demikian, wilayah Jawa dan Bali mengalokasikan lebih dari setengah belanja

pegawainya untuk membayar belanja pegawai bagi guru daerah.

Di wilayah Sulawesi terdapat fakta yang cukup menarik, di satu sisi dalam dua tahun terakhir mengalokasikan Belanja

Pegawai tertinggi, namun di sisi yang lain jumlah guru di wilayah Sulawesi adalah rendah. Hal ini menunjukkan bahwa di wilayah

Sulawesi alokasi belanja pegawai yang bersifat administratif jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya di

Indonesia. Terhadap hal ini, terdapat pandangan bahwa alokasi belanja pegawai yang bersifat administratif inilah yang menjadi

sorotan masyarakat karena dinilai terlalu “gemuk” dan tidak efisien.

Grafik 3.7

Rasio Jumlah Guru Terhadap Total PNSD per Wilayah*)

41,10% 41,06%

47,52%

32,29%35,75%

39,54%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

Jawa Bali Sumatera Sulawesi Kalimantan NT Maluku Papua

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

b. Rasio Jumlah Guru Terhadap PNSD

Grafik 3.7 menggambarkan rasio jumlah guru terhadap total PNSD per

wilayah. Rasio jumlah guru terhadap total PNSD per wilayah di Indonesia

memiliki persentase rata-rata sebesar 50,41%. Dari grafik tersebut dapat

dilihat bahwa untuk wilayah Jawa dan Bali memiliki rasio jumlah guru tertinggi,

yaitu sebesar 54,19%, sedangkan untuk wilayah Kalimantan memiliki rasio

yang terendah yaitu sebesar 47,66%. Dengan demikian, wilayah Jawa dan

Page 84:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

64 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Bali mengalokasikan lebih dari setengah belanja pegawainya untuk membayar

belanja pegawai bagi guru daerah.

Di wilayah Sulawesi terdapat fakta yang cukup menarik, di satu sisi dalam

dua tahun terakhir mengalokasikan Belanja Pegawai tertinggi, namun di sisi

yang lain jumlah guru di wilayah Sulawesi adalah rendah. Hal ini menunjukkan

bahwa di wilayah Sulawesi alokasi belanja pegawai yang bersifat administratif

jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia.

Terhadap hal ini, terdapat pandangan bahwa alokasi belanja pegawai yang

bersifat administratif inilah yang menjadi sorotan masyarakat karena dinilai

terlalu “gemuk” dan tidak efisien.

Grafik 3.7

Rasio Jumlah Guru Terhadap Total PNSD per Wilayah*)

Sumber: DJPK (Data Diolah)

B. Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Daerah

Porsi belanja modal dalam APBD merupakan komponen belanja yang sangat penting karena realisasi belanja modal

akan memiliki multiplier effect dalam menggerakkan roda perekonomian daerah. Oleh karena itu, semakin tinggi angka rasionya,

diharapkan akan semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, semakin rendah angkanya, semakin

berkurang pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Alokasi Belanja Modal terhadap Total Belanja Daerah mencerminkan porsi belanja daerah yang dibelanjakan untuk

membiayai Belanja Modal. Belanja Modal ditambah Belanja Barang dan Jasa merupakan belanja pemerintah daerah yang

mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, di samping pengaruh dari sektor swasta, rumah

tangga, dan luar negeri.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 3.8 menunjukkan rasio belanja modal terhadap total belanja secara agregat provinsi, kabupaten dan kota. Rata-

rata rasio belanja modal terhadap total belanja secara agregat provinsi, kabupaten dan kota adalah sebesar 25,86%, lebih tinggi

jika dibandingkan dengan rasio belanja modal pada APBD 2013 sebesar 24,81%. Sementara itu, rata-rata porsi belanja modal

dalam APBD 2012 menunjukkan angka yang sedikit lebih rendah, yaitu sebesar 23,4%. Hal ini menunjukkan adanya shifting

atau pergeseran dari penurunan porsi belanja pegawai kepada peningkatan belanja modal, yang berarti dapat menjadi indikasi

positif terhadap perbaikan kualitas struktur belanja daerah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 18 provinsi masih memiliki rasio

belanja modal di bawah rata-rata, sedangkan 16 provinsi lainnya berada di atas rata-rata.

54,19%

51,99%

48,22%47,66%

50,00%

50,41%

44%

46%

48%

50%

52%

54%

56%

Jawa Bali Sumatera Sulawesi Kalimantan NT Maluku Papua

Sumber: DJPK 2014 (Data Diolah)

B. Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja DaerahPorsi belanja modal dalam APBD merupakan komponen belanja yang

sangat penting karena realisasi belanja modal akan memiliki multiplier effect

Page 85:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

65Analisa Belanja Daerah

dalam menggerakkan roda perekonomian daerah. Oleh karena itu, semakin

tinggi angka rasionya, diharapkan akan semakin baik pengaruhnya terhadap

pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, semakin rendah angkanya, semakin

berkurang pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Alokasi Belanja Modal terhadap Total Belanja Daerah mencerminkan porsi

belanja daerah yang dibelanjakan untuk membiayai Belanja Modal. Belanja

Modal ditambah Belanja Barang dan Jasa merupakan belanja pemerintah

daerah yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

suatu daerah, di samping pengaruh dari sektor swasta, rumah tangga, dan

luar negeri.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 3.8 menunjukkan rasio belanja modal terhadap total belanja secara

agregat provinsi, kabupaten dan kota. Rata-rata rasio belanja modal terhadap

total belanja secara agregat provinsi, kabupaten dan kota adalah sebesar

25,86%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan rasio belanja modal pada

APBD 2013 sebesar 24,81%. Sementara itu, rata-rata porsi belanja modal

dalam APBD 2012 menunjukkan angka yang sedikit lebih rendah, yaitu

sebesar 23,4%. Hal ini menunjukkan adanya shifting atau pergeseran dari

penurunan porsi belanja pegawai kepada peningkatan belanja modal, yang

berarti dapat menjadi indikasi positif terhadap perbaikan kualitas struktur

belanja daerah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 18 provinsi masih memiliki

rasio belanja modal di bawah rata-rata, sedangkan 16 provinsi lainnya berada

di atas rata-rata.

Dari keseluruhan agregat provinsi, kabupaten, dan kota tersebut, provinsi

yang memiliki rasio terendah adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,

yaitu sebesar 15,30%, sedangkan Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio

tertinggi, yaitu sebesar 44,75%. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian

besar provinsi di Indonesia masih menganggarkan belanja modal dengan

proporsi yang kecil, yaitu di bawah 25%.

Page 86:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

66 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 3.8

Rasio Belanja Modal Terhadap Belanja Daerah

Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Dari keseluruhan agregat provinsi, kabupaten, dan kota tersebut, provinsi yang memiliki rasio terendah adalah

ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta, yaitu sebesar 15,30%, sedangkan Provinsi DKI Jakartamemiliki rasio tertinggi, yaitu

sebesar 44,75%. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar provinsi di Indonesia masih menganggarkan belanja modal

dengan proporsi yang kecil, yaitu dibawah 25%.

Grafik 3.8

Rasio Belanja Modal Terhadap Belanja Daerah

Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber : APBD 2014 (Diolah)

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

Rasio belanja modal terhadap belanja daerah yang ditunjukkan pada grafik 3.9 memperlihatkan bahwa secara rata-

rata nasional, rasio belanja modal terhadap belanja daerah sebesar 26,14%, yang berarti lebih tinggi apabila dibandingkan

dengan rata-ratanya pada tahun 2013 sebesar 25,36%, serta tahun 2012 sebesar 24,1%.Dari rata-rata tersebut,terdapat 14

provinsi yang memiliki rasio belanja modal lebih besar dari rata-rata, sedangkan 19 provinsi memiliki rasio yang lebih kecil dari

rata-rata. Pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di Provinsi Kalimantan Utara memiliki rasio belanja modal yang terbesar

yaitu sebesar 45,82%, sedangkan pemerintahkabupaten dan pemerintah kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki

rasio terkecil yaitu 15,73%.

Grafik 3.9

Rasio Belanja Modal Terhadap Belanja Daerah

Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *)

15,30%

44,75%

25,86%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

DI Y

ogya

kart

a

Jaw

a Te

ngah

Bal

i

Jaw

a Ba

rat

Jaw

a Ti

mur

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Sul

awes

i Ten

gah

Sul

awes

i Sel

atan

Sum

ater

a Ba

rat

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Ben

gkul

u

Gor

onta

lo

Mal

uku

Sul

awes

i Bar

at

Sul

awes

i Uta

ra

Lam

pung

Sum

ater

a U

tara

Ban

gka

Belit

ung

Ace

h

Kal

iman

tan

Bara

t

Kep

ulau

an R

iau

Pap

ua

Mal

uku

Uta

ra

Sul

awes

i Ten

ggar

a

Pap

ua B

arat

Kal

iman

tan

Teng

ah

Sum

ater

a Se

lata

n

Ban

ten

Jam

bi

Kal

iman

tan

Sela

tan

Ria

u

Kal

iman

tan

Tim

ur

Kal

iman

tan

Uta

ra

DKI

Jaka

rta

Sumber : APBD 2014 (Diolah)

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

Rasio belanja modal terhadap belanja daerah yang ditunjukkan pada

grafik 3.9 memperlihatkan bahwa secara rata-rata nasional, rasio belanja

modal terhadap belanja daerah sebesar 26,14%, yang berarti lebih tinggi

apabila dibandingkan dengan rata-ratanya pada tahun 2013 sebesar 25,36%,

serta tahun 2012 sebesar 24,1%. Dari rata-rata tersebut, terdapat 14 provinsi

yang memiliki rasio belanja modal lebih besar dari rata-rata, sedangkan 19

provinsi memiliki rasio yang lebih kecil dari rata-rata. Pemerintah kabupaten

dan pemerintah kota di Provinsi Kalimantan Utara memiliki rasio belanja

modal yang terbesar yaitu sebesar 45,82%, sedangkan pemerintah kabupaten

dan pemerintah kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki rasio

terkecil yaitu 15,73%.

Page 87:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

67Analisa Belanja Daerah

Grafik 3.9

Rasio Belanja Modal Terhadap Belanja Daerah

Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *)

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

3. Pemerintah Provinsi

Gambaran mengenai rasio belanja modal pemerintah provinsi terhadap total belanja daerah dapat dilihat pada Grafik

3.10. Grafik tersebut menunjukkan bahwa rata-rata rasio belanja modal pemerintah provinsi terhadap total belanja

daerahadalah sebesar 19,56%, yang berarti lebih tinggi jika dibandingkan dengan rasio pada tahun 2013 sebesar 18,85%, serta

tahun 2012 sebesar 17,4%. Dilihat dari rata-ratanya, terdapat 20 pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja modal lebih

besar dari rata-rata, sedangkan 14 provinsi lainnya lebih kecil dari rata-rata.

Dari keseluruhan provinsi, Provinsi Jawa Barat memiliki rata-rata rasio belanja modalpemerintah provinsiterhadap

belanja daerahyang terendah yaitu sebesar 6,56%, sedangkan Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio belanja modalpemerintah

provinsiterhadap belanja daerah tertinggi yaitu sebesar 44,75%.

Grafik 3.10

Rasio Belanja Modal Terhadap Belanja Daerah Pemerintah Provinsi

15,73%

45,82%

26,14%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

DI Y

ogya

kart

a

Jaw

a Te

ngah

Bal

i

Sum

ater

a Ba

rat

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Jaw

a Ba

rat

Jaw

a Ti

mur

Sul

awes

i Sel

atan

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Gor

onta

lo

Sul

awes

i Ten

gah

Sul

awes

i Bar

at

Sul

awes

i Uta

ra

Mal

uku

Lam

pung

Ben

gkul

u

Sum

ater

a U

tara

Ban

gka

Belit

ung

Ace

h

Kep

ulau

an R

iau

Sul

awes

i Ten

ggar

a

Mal

uku

Uta

ra

Kal

iman

tan

Bara

t

Kal

iman

tan

Teng

ah

Ban

ten

Jam

bi

Kal

iman

tan

Sela

tan

Pap

ua

Pap

ua B

arat

Sum

ater

a Se

lata

n

Ria

u

Kal

iman

tan

Tim

ur

Kal

iman

tan

Uta

ra

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

3. Pemerintah Provinsi

Gambaran mengenai rasio belanja modal pemerintah provinsi terhadap

total belanja daerah dapat dilihat pada Grafik 3.10. Grafik tersebut

menunjukkan bahwa rata-rata rasio belanja modal pemerintah provinsi

terhadap total belanja daerah adalah sebesar 19,56%, yang berarti lebih

tinggi jika dibandingkan dengan rasio pada tahun 2013 sebesar 18,85%,

serta tahun 2012 sebesar 17,4%. Dilihat dari rata-ratanya, terdapat 20

pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja modal lebih besar dari rata-

rata, sedangkan 14 provinsi lainnya lebih kecil dari rata-rata.

Dari keseluruhan provinsi, Provinsi Jawa Barat memiliki rata-rata rasio

belanja modal pemerintah provinsi terhadap belanja daerah yang terendah

yaitu sebesar 6,56%, sedangkan Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio belanja

Page 88:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

68 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

modal pemerintah provinsi terhadap belanja daerah tertinggi yaitu sebesar

44,75%.

Grafik 3.10

Rasio Belanja Modal Terhadap Belanja Daerah Pemerintah Provinsi

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

4. Per Wilayah

Grafik 3.11 menunjukkan rasio belanja modal terhadap total belanja daerah di 5 wilayah yaitu Sumatera, Jawa dan

Bali, Kalimantan, Sulawesi, serta dan Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Grafik tersebut menunjukkanbahwa rata-rata rasio

belanja modal terhadap total belanja daerahdi5 wilayah di Indonesia adalah sebesar 26,80%, yang berarti lebih tinggi jika

dibandingkan dengan rata-rata rasio pada tahun 2013 sebesar 25,85%. Dari grafik tersebut juga dapat dilihat bahwa rasio

belanja modal terhadap total belanja daerah di 4 wilayah yaitu Jawa dan Bali, Sumatera, Sulawesi, serta dan Nusa Tenggara,

Maluku, dan Papuamemiliki rasio lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata rasio secara nasional. Sementara itu, untuk

wilayah Kalimantan memiliki rasio lebih besar darirata-rata rasionya secara nasional. Adapun Belanja Modal yang tertinggi

terdapat di wilayah Kalimantan, yaitu sebesar 35,19%, dan yang terkecil terdapat di wilayah Sulawesi, yaitu sebesar 22,77%.

Grafik 3.11

Rasio Belanja Modal Terhadap Belanja Daerah per Wilayah*)

6,56%

44,75%

19,56%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

Jaw

a Ba

rat

Jaw

a Ti

mur

Bal

i

Jaw

a Te

ngah

Sul

awes

i Ten

gah

DI Y

ogya

kart

a

Sul

awes

i Sel

atan

Sum

ater

a Se

lata

n

Kal

iman

tan

Bara

t

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Ben

gkul

u

Sum

ater

a U

tara

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Mal

uku

Lam

pung

Kal

iman

tan

Uta

ra

Pap

ua

Sul

awes

i Uta

ra

Ria

u

Gor

onta

lo

Sul

awes

i Bar

at

Ace

h

Ban

gka

Belit

ung

Sum

ater

a Ba

rat

Ban

ten

Kep

ulau

an R

iau

Kal

iman

tan

Teng

ah

Pap

ua B

arat

Kal

iman

tan

Sela

tan

Kal

iman

tan

Tim

ur

Jam

bi

Mal

uku

Uta

ra

Sul

awes

i Ten

ggar

a

DKI

Jaka

rta

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

4. Per Wilayah

Grafik 3.11 menunjukkan rasio belanja modal terhadap total belanja

daerah di 5 wilayah yaitu Sumatera, Jawa dan Bali, Kalimantan, Sulawesi,

serta dan Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Grafik tersebut menunjukkan

bahwa rata-rata rasio belanja modal terhadap total belanja daerah di 5

wilayah di Indonesia adalah sebesar 26,80%, yang berarti lebih tinggi jika

dibandingkan dengan rata-rata rasio pada tahun 2013 sebesar 25,85%.

Dari grafik tersebut juga dapat dilihat bahwa rasio belanja modal terhadap

total belanja daerah di 4 wilayah yaitu Jawa dan Bali, Sumatera, Sulawesi,

serta dan Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua memiliki rasio lebih rendah

dibandingkan dengan rata-rata rasio secara nasional. Sementara itu, untuk

wilayah Kalimantan memiliki rasio lebih besar dari rata-rata rasionya secara

nasional. Adapun Belanja Modal yang tertinggi terdapat di wilayah Kalimantan,

Page 89:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

69Analisa Belanja Daerah

yaitu sebesar 35,19%, dan yang terkecil terdapat di wilayah Sulawesi, yaitu

sebesar 22,77%.

Grafik 3.11

Rasio Belanja Modal Terhadap Belanja Daerah per Wilayah*)

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

C. Rasio Belanja Modal terhadap Jumlah Penduduk

Untuk mengetahui seberapa besar belanja modal yang dialokasikan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur

daerah per penduduk, dalam sub bab ini akan digambarkan mengenai rasio belanja modal per kapita, baik secara nasional,

agregat provinsi, agregat kabupaten/kota, maupun per wilayah. Rasio belanja modal per kapita memiliki hubungan yang erat

dengan pertumbuhan ekonomi mengingat belanja modal merupakan salah satu jenis belanja pemerintah yang menjadi

pendorong pertumbuhan ekonomi. Rasio ini bermanfaat untuk menunjukkan perhatian pemerintah dalam meningkatkan

perekonomian penduduknya yang dilihat dari alokasi belanja yang dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 3.12 menunjukkan rasio belanja modal per kapita seluruh provinsi (agregat provinsi, kabupaten dan kota), dan

memperlihatkan rata-rata rasio belanja modal per kapita tahun 2014 sebesar Rp1,586 juta, yang berarti lebih tinggi jika

dibandingkan dengan rata-ratanya dalam tahun 2013 sebesar Rp1,25 juta. Dari data tersebut, hanya 10 provinsi yang memiliki

rasio belanja modal perkapita lebih besar dari rata-rata nasional, sedangkan 24 provinsi lainnya memiliki rasio belanja modal

perkapita lebih rendah dari rata-rata agregat provinsi, kabupaten dan kota. Provinsi yang memiliki rasio belanja modal perkapita

tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Utara sebesar Rp7,836 juta, sedangkan yang terendah adalah Provinsi Jawa Barat sebesar

Rp0,302 juta.

Grafik 3.12

23,86%

26,56%

22,77%

35,19%

25,60%

26,80%

0%

10%

20%

30%

40%

Jawa Bali Sumatera Sulawesi Kalimantan NT Maluku Papua

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

C. Rasio Belanja Modal terhadap Jumlah PendudukUntuk mengetahui seberapa besar belanja modal yang dialokasikan

pemerintah untuk pembangunan infrastruktur daerah per penduduk, dalam

sub bab ini akan digambarkan mengenai rasio belanja modal per kapita,

baik secara nasional, agregat provinsi, agregat kabupaten/kota, maupun per

wilayah. Rasio belanja modal per kapita memiliki hubungan yang erat dengan

pertumbuhan ekonomi mengingat belanja modal merupakan salah satu jenis

belanja pemerintah yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Rasio ini

bermanfaat untuk menunjukkan perhatian pemerintah dalam meningkatkan

perekonomian penduduknya yang dilihat dari alokasi belanja yang dikeluarkan

untuk pembangunan infrastruktur.

Page 90:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

70 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 3.12 menunjukkan rasio belanja modal per kapita seluruh provinsi

(agregat provinsi, kabupaten dan kota), dan memperlihatkan rata-rata rasio

belanja modal per kapita tahun 2014 sebesar Rp1,586 juta, yang berarti

lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-ratanya dalam tahun 2013 sebesar

Rp1,25 juta. Dari data tersebut, hanya 10 provinsi yang memiliki rasio

belanja modal per kapita lebih besar dari rata-rata nasional, sedangkan 24

provinsi lainnya memiliki rasio belanja modal per kapita lebih rendah dari

rata-rata agregat provinsi, kabupaten dan kota. Provinsi yang memiliki rasio

belanja modal per kapita tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Utara sebesar

Rp7,836 juta, sedangkan yang terendah adalah Provinsi Jawa Barat sebesar

Rp0,302 juta.

Grafik 3.12

Rasio Belanja Modal per Kapita Agregat Provinsi, Kabupaten dan KotaRasio Belanja Modal per Kapita Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

Rasio belanja modal perkapita kabupaten dan kota se-provinsi menggambarkan besaran belanja modal yang

dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur kabupaten dan kota per penduduk di setiap provinsi. Dari data APBD dapat

dilihat bahwa provinsi-provinsi yang menganggarkan APBD untuk belanja modal yang besar atau di atas rata-rata nasional

adalah provinsi yang memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang besar, dan atau memperoleh alokasi Transfer ke Daerah

yang besar dari pusat terutama dari DBH SDA dan Dana Otonomi Khusus.

Grafik 3.13 menunjukkan rasio belanja modal per kapitapemerintah kabupaten dan pemerintah kota se-provinsi.

Secara nasional, rata-rata rasio belanja modalper kapita kabupaten dan kota se-provinsi tahun 2014 adalah Rp1,248 juta, atau

lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-ratanyadalam tahun 2013 sebesar Rp0,97juta. Pemerintah kabupaten dan pemerintah

kotase-provinsi yang memiliki rasio belanja modal perkapita lebih rendah dari rata-rata sebanyak 25 provinsi, sedangkan yang

di atas rata-rata sebanyak 8 provinsi. Kabupaten dan kota se-provinsi Kalimantan Utara memiliki rasio belanja modal perkapita

tertinggi yaitu sebesar Rp7,216 juta, sedangkan kabupaten dan kota se-Provinsi Jawa Baratmemiliki rasio yang terendah yaitu

sebesar Rp0,271 juta.

Grafik 3.13

Rasio Belanja Modal per Kapita Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *)

302.451

7.836.252

1.586.001

-

1.000.000

2.000.000

3.000.000

4.000.000

5.000.000

6.000.000

7.000.000

8.000.000

9.000.000

Jaw

a Ba

rat

Jaw

a Te

ngah

Jaw

a Ti

mur

DI Y

ogya

kart

a

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Ban

ten

Lam

pung

Bal

i

Sum

ater

a U

tara

Sul

awes

i Sel

atan

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Sum

ater

a Ba

rat

Sul

awes

i Bar

at

Sul

awes

i Ten

gah

Kal

iman

tan

Bara

t

Gor

onta

lo

Ben

gkul

u

Sum

ater

a Se

lata

n

Sul

awes

i Uta

ra

Mal

uku

Jam

bi

Ban

gka

Belit

ung

Sul

awes

i Ten

ggar

a

Kal

iman

tan

Sela

tan

Kep

ulau

an R

iau

Ace

h

Ria

u

Kal

iman

tan

Teng

ah

Mal

uku

Uta

ra

DKI

Jaka

rta

Pap

ua

Kal

iman

tan

Tim

ur

Pap

ua B

arat

Kal

iman

tan

Utar

a

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Page 91:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

71Analisa Belanja Daerah

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

Rasio belanja modal per kapita kabupaten dan kota se-provinsi

menggambarkan besaran belanja modal yang dibelanjakan untuk

pembangunan infrastruktur kabupaten dan kota per penduduk di setiap

provinsi. Dari data APBD dapat dilihat bahwa provinsi-provinsi yang

menganggarkan APBD untuk belanja modal yang besar atau di atas rata-rata

nasional adalah provinsi yang memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang

besar, dan atau memperoleh alokasi Transfer ke Daerah yang besar dari pusat

terutama dari DBH SDA dan Dana Otonomi Khusus.

Grafik 3.13 menunjukkan rasio belanja modal per kapita pemerintah

kabupaten dan pemerintah kota se-provinsi. Secara nasional, rata-rata rasio

belanja modal per kapita kabupaten dan kota se-provinsi tahun 2014 adalah

Rp1,248 juta, atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-ratanya dalam

tahun 2013 sebesar Rp0,97 juta. Pemerintah kabupaten dan pemerintah kota

se-provinsi yang memiliki rasio belanja modal per kapita lebih rendah dari

rata-rata sebanyak 25 provinsi, sedangkan yang di atas rata-rata sebanyak

8 provinsi. Kabupaten dan kota se-provinsi Kalimantan Utara memiliki rasio

belanja modal per kapita tertinggi yaitu sebesar Rp7,216 juta, sedangkan

kabupaten dan kota se-Provinsi Jawa Barat memiliki rasio yang terendah yaitu

sebesar Rp0,271 juta.

Page 92:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

72 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 3.13

Rasio Belanja Modal per Kapita

Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *)

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

3. Pemerintah Provinsi

Grafik 3.14 menunjukkan rasio belanja modal per kapita pemerintah provinsi. Rata-rata nasional rasio belanja modal

per kapita pemerintah provinsi tahun 2014 sebesar Rp0,374 juta, yang berarti lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata

tahun sebelumnya sebesar Rp0,28 juta. Sebagian besar pemerintah provinsi memiliki rasio belanja modal terhadap jumlah

penduduk di bawah rata-rata nasional, yaitu sebanyak 26 provinsi, serta hanya 8 provinsi yang memiliki rasio di atas rata-rata

nasional. Pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja modal perkapita tertinggi adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,

yaitu sebesar Rp2,916 juta sedangkan yang terendah adalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar Rp0,031 juta.

Grafik 3.14

Rasio Belanja Modal per Kapita Pemerintah Provinsi

271.755

7.216.717

1.248.389

-

1.000.000

2.000.000

3.000.000

4.000.000

5.000.000

6.000.000

7.000.000

8.000.000

Jaw

a Ba

rat

Jaw

a Te

ngah

DI Y

ogya

kart

a

Jaw

a Ti

mur

Ban

ten

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Lam

pung

Bal

i

Sum

ater

a U

tara

Sul

awes

i Sel

atan

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Sul

awes

i Bar

at

Sum

ater

a Ba

rat

Sul

awes

i Ten

gah

Gor

onta

lo

Kal

iman

tan

Bara

t

Ben

gkul

u

Ban

gka

Belit

ung

Sul

awes

i Uta

ra

Sum

ater

a Se

lata

n

Jam

bi

Mal

uku

Ace

h

Sul

awes

i Ten

ggar

a

Kal

iman

tan

Sela

tan

Kep

ulau

an R

iau

Ria

u

Mal

uku

Uta

ra

Kal

iman

tan

Teng

ah

Pap

ua

Pap

ua B

arat

Kal

iman

tan

Tim

ur

Kal

iman

tan

Uta

ra

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

3. Pemerintah Provinsi

Grafik 3.14 menunjukkan rasio belanja modal per kapita pemerintah

provinsi. Rata-rata nasional rasio belanja modal per kapita pemerintah provinsi

tahun 2014 sebesar Rp0,374 juta, yang berarti lebih tinggi jika dibandingkan

dengan rata-rata tahun sebelumnya sebesar Rp0,28 juta. Sebagian besar

pemerintah provinsi memiliki rasio belanja modal terhadap jumlah penduduk

di bawah rata-rata nasional, yaitu sebanyak 26 provinsi, serta hanya 8

provinsi yang memiliki rasio di atas rata-rata nasional. Pemerintah provinsi

yang memiliki rasio belanja modal per kapita tertinggi adalah Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta, yaitu sebesar Rp2,916 juta sedangkan yang terendah

adalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar Rp0,031 juta.

Page 93:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

73Analisa Belanja Daerah

Grafik 3.14

Rasio Belanja Modal per Kapita Pemerintah Provinsi

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

4. Per Wilayah

Rasio belanja modal perkapita per wilayah yang ditunjukkan pada grafik 3.15 memperlihatkan bahwa rasio rata-rata

belanja modal perkapita adalah sebesar Rp1,31 juta. Rasio belanja modal perkapita tertinggi berada di wilayah Kalimantan,

yaitu sebesar Rp2,48 juta. Hal ini menandakan bahwa anggaran belanja modal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di

wilayah Kalimantan lebih tinggi di bandingkan dengan daerah lain. Sementara itu, rasio belanja modal perkapita terendah adalah

di wilayah Jawa dan Bali, yaitu sebesar Rp0,55 juta.

Grafik 3.15

Rasio Belanja Modal per Kapita per Wilayah *)

30.696

2.916.738

374.329

-

400.000

800.000

1.200.000

1.600.000

2.000.000

2.400.000

2.800.000

3.200.000 Ja

wa

Bara

t

Jaw

a Ti

mur

Jaw

a Te

ngah

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Sul

awes

i Sel

atan

Sul

awes

i Ten

gah

Bal

i

Sum

ater

a U

tara

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Lam

pung

DI Y

ogya

kart

a

Sum

ater

a Se

lata

n

Kal

iman

tan

Bara

t

Ban

ten

Sum

ater

a Ba

rat

Ben

gkul

u

Mal

uku

Sul

awes

i Uta

ra

Sul

awes

i Bar

at

Gor

onta

lo

Sul

awes

i Ten

ggar

a

Jam

bi

Ria

u

Kal

iman

tan

Teng

ah

Ban

gka

Belit

ung

Kal

iman

tan

Sela

tan

Mal

uku

Uta

ra

Kep

ulau

an R

iau

Ace

h

Kal

iman

tan

Utar

a

Pap

ua

Kal

iman

tan

Tim

ur

Pap

ua B

arat

DKI

Jaka

rta

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

4. Per Wilayah

Rasio belanja modal per kapita per wilayah yang ditunjukkan pada grafik

3.15 memperlihatkan bahwa rasio rata-rata belanja modal per kapita adalah

sebesar Rp1,31 juta. Rasio belanja modal per kapita tertinggi berada di

wilayah Kalimantan, yaitu sebesar Rp2,48 juta. Hal ini menandakan bahwa

anggaran belanja modal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah

Kalimantan lebih tinggi di bandingkan dengan daerah lain. Sementara itu,

rasio belanja modal per kapita terendah adalah di wilayah Jawa dan Bali,

yaitu sebesar Rp0,55 juta.

Page 94:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

74 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 3.15

Rasio Belanja Modal per Kapita per Wilayah *)

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

D. Rasio Belanja Bantuan SosialTerhadap Total Belanja Daerah

Belanja Bantuan Sosial merupakan salah satu pos dalam belanja tidak langsung. Secara definisi, bantuan sosial

adalah pemberian bantuan yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif dalam bentuk uang/barang kepada masyarakat

atau organisasi profesi yang bertujuan untuk kepentingan umum. Dalam bantuan sosial ini termasuk di dalamnya antara lain

yaitu bantuan partai politik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dari sisi pemerintah daerah, bantuan sosial ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih kegiatan dengan kegiatan

yang dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) mengingat keduanya menggunakan dana dari APBD. Sebagai contoh,

bantuan sosial kepada masyarakat di lingkungan kumuh, pondok pesantren, bantuan untuk bidang sanitasi, serta penyediaan

akses air bersih, yang dalam juga dilaksanakan oleh SKPD. Oleh karena itu, pemantauan terhadap jumlah anggaran yang

dialokasikan untuk Belanja Bantuan Sosial perlu dilakukan pemantauan dalam pelaksanaannya. Agar pengelolaan Belanja

Bantuan Sosial dilaksanakan secara transparan dan akuntabel, saat ini Pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012.

Rasio Belanja Bantuan Sosial terhadap total Belanja Daerah mencerminkan porsi Belanja Daerah yang dibelanjakan

untuk Belanja Bantuan Sosial. Semakin tinggi angka rasionya maka semakin besar proporsi APBD yang dialokasikan untuk

Belanja Bantuan Sosial, demikian juga sebaliknya semakin kecil angka rasio Belanja Bantuan Sosial maka semakin kecil pula

proporsi APBD yang dialokasikan untuk Belanja Bantuan Sosial.

545.903

1.057.273 913.355

2.482.181

1.550.466

1.309.836

-

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

3.000.000

Jawa Bali Sumatera Sulawesi Kalimantan NT Maluku Papua

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

D. Rasio Belanja Bantuan Sosial Terhadap Total Belanja DaerahBelanja Bantuan Sosial merupakan salah satu pos dalam belanja tidak

langsung. Secara definisi, bantuan sosial adalah pemberian bantuan yang

sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif dalam bentuk uang/barang

kepada masyarakat atau organisasi profesi yang bertujuan untuk kepentingan

umum. Dalam bantuan sosial ini termasuk di dalamnya antara lain yaitu

bantuan partai politik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dari sisi pemerintah daerah, bantuan sosial ini berpotensi menimbulkan

tumpang tindih kegiatan dengan kegiatan yang dilakukan oleh satuan kerja

perangkat daerah (SKPD) mengingat keduanya menggunakan dana dari

APBD. Sebagai contoh, bantuan sosial kepada masyarakat di lingkungan

kumuh, pondok pesantren, bantuan untuk bidang sanitasi, serta penyediaan

akses air bersih, yang dalam juga dilaksanakan oleh SKPD. Oleh karena itu,

pemantauan terhadap jumlah anggaran yang dialokasikan untuk Belanja

Page 95:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

75Analisa Belanja Daerah

Bantuan Sosial perlu dilakukan pemantauan dalam pelaksanaannya. Agar

pengelolaan Belanja Bantuan Sosial dilaksanakan secara transparan dan

akuntabel, saat ini Pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan

Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 39 Tahun 2012.

Rasio Belanja Bantuan Sosial terhadap total Belanja Daerah mencerminkan

porsi Belanja Daerah yang dibelanjakan untuk Belanja Bantuan Sosial.

Semakin tinggi angka rasionya maka semakin besar proporsi APBD yang

dialokasikan untuk Belanja Bantuan Sosial, demikian juga sebaliknya semakin

kecil angka rasio Belanja Bantuan Sosial maka semakin kecil pula proporsi

APBD yang dialokasikan untuk Belanja Bantuan Sosial.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Rata-rata pengeluaran daerah untuk belanja bantuan sosial pada APBD

2014 secara agregat provinsi, kabupaten dan kota adalah sebesar 0,92%,

yang berarti lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata pada tahun

2013 sebesar 1,05%. Dari 34 provinsi di Indonesia, yang memiliki angka

rasio di bawah angka rata-rata agregat provinsi, kabupaten dan kota adalah

26 provinsi, dan sisanya sebanyak 8 provinsi memiliki angka rasio yang lebih

besar dari angka rata-rata agregat provinsi, kabupaten dan kota. Provinsi

Sumatera Selatan memiliki rasio belanja bantuan sosial terhadap total belanja

daerah yang terkecil, yaitu sebesar 0,17%, sedangkan daerah yang memiliki

rasio belanja bantuan sosial terhadap total belanja daerah terbesar secara

agregat adalah Provinsi Papua, yaitu sebesar 3,06%. Gambaran ini dapat

dilihat pada Grafik 3.16 di bawah ini.

Page 96:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

76 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 3.16

Rasio Belanja Bantuan Sosial Terhadap Total Belanja

Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Rata-rata pengeluaran daerah untuk belanja bantuan sosial pada APBD 2014 secara agregat provinsi, kabupaten dan

kota adalah sebesar 0,92%, yang berarti lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata pada tahun 2013 sebesar 1,05%. Dari

34 provinsi di Indonesia, yang memiliki angka rasio dibawah angka rata-rata agregat provinsi, kabupaten dan kota adalah 26

provinsi, dan sisanya sebanyak8 provinsi memiliki angka rasio yang lebih besar dari angka rata-rata agregat provinsi, kabupaten

dan kota. Provinsi Sumatera Selatanmemiliki rasio belanja bantuan sosial terhadap total belanja daerah yang terkecil, yaitu

sebesar0,17%, sedangkan daerah yang memiliki rasio belanja bantuan sosial terhadap total belanja daerah terbesar secara

agregat adalah ProvinsiPapua, yaitu sebesar 3,06%. Gambaran ini dapat dilihat pada Grafik 3.16 di bawah ini.

Grafik 3.16

Rasio Belanja Bantuan Sosial Terhadap Total Belanja

Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

Rata-rata rasio belanja bantuan sosial terhadap total belanja daerah dalam APBD 2014 pada pemerintah kabupaten

dan pemerintah kota se-provinsi adalah sebesar 0,87% dari total belanja daerah, yang berarti lebih rendah jika dibandingkan

dengan rasio pada APBD tahun anggaran sebelumnya sebesar 0,93%. Dari hal tersebut, sebanyak 26 provinsi memiliki rasio

belanja bantuan sosial yang lebih kecil dari rata-rata, dan sebanyak 7 provinsi memiliki rasio yang lebih besar dari rata-rata.

Dari Grafik 3.17 terlihat bahwa pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di ProvinsiPapuaBarat memiliki rasio belanja

bantuan sosial yang tertinggi, yaitu sebesar 4,03%, sedangkan pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di ProvinsiSumatera

Selatan memiliki rasio terendah, yaitu sebesar 0,20%.

0,17%

3,06%

0,92%

0,00%

0,50%

1,00%

1,50%

2,00%

2,50%

3,00%

3,50%

Sum

ater

a Se

lata

n

Sul

awes

i Sel

atan

Sul

awes

i Ten

ggar

a

Kal

iman

tan

Bara

t

Sul

awes

i Ten

gah

Ria

u

Lam

pung

Mal

uku

Kal

iman

tan

Sela

tan

Ban

gka

Belit

ung

Kal

iman

tan

Tim

ur

Jaw

a Ba

rat

Sum

ater

a U

tara

Jaw

a Te

ngah

Sul

awes

i Uta

ra

Sum

ater

a Ba

rat

Mal

uku

Uta

ra

Jaw

a Ti

mur

Gor

onta

lo

Kal

iman

tan

Uta

ra

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Kal

iman

tan

Teng

ah

Jam

bi

Ban

ten

Sul

awes

i Bar

at

DI Y

ogya

kart

a

Bal

i

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

DKI

Jaka

rta

Ace

h

Ben

gkul

u

Kep

ulau

an R

iau

Pap

ua B

arat

Pap

ua

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

Rata-rata rasio belanja bantuan sosial terhadap total belanja daerah dalam

APBD 2014 pada pemerintah kabupaten dan pemerintah kota se-provinsi

adalah sebesar 0,87% dari total belanja daerah, yang berarti lebih rendah jika

dibandingkan dengan rasio pada APBD tahun anggaran sebelumnya sebesar

0,93%. Dari hal tersebut, sebanyak 26 provinsi memiliki rasio belanja bantuan

sosial yang lebih kecil dari rata-rata, dan sebanyak 7 provinsi memiliki rasio

yang lebih besar dari rata-rata. Dari Grafik 3.17 terlihat bahwa pemerintah

kabupaten dan pemerintah kota di Provinsi Papua Barat memiliki rasio belanja

bantuan sosial yang tertinggi, yaitu sebesar 4,03%, sedangkan pemerintah

kabupaten dan pemerintah kota di Provinsi Sumatera Selatan memiliki rasio

terendah, yaitu sebesar 0,20%.

Page 97:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

77Analisa Belanja Daerah

Grafik 3.17

Rasio Belanja Bantuan Sosial Terhadap Belanja Daerah

Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *)

Grafik 3.17

Rasio Belanja Bantuan Sosial Terhadap Belanja Daerah

Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *)

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

3. Pemerintah Provinsi

Dalam APBD 2014, rasio belanja bantuan sosial terhadap belanja daerah pemerintah provinsi memperlihatkan bahwa

secara rata-rata rasio belanja bantuan sosial adalah sebesar 1,05% dari total belanja daerah, yang berarti lebih rendah jika

dibandingkan dengan rasio pada APBD 2013 sebesar 1,06%. Berdasarkan angka rata-rata rasio belanja bantuan sosial tersebut,

terdapat 22 provinsi yang memiliki rasio lebih kecil dari angka rata-rata, sedangkan 12 provinsi lainnya memiliki rasio yang lebih

besar dari angka rata-rata.Dari kondisi tersebut, terdapat 3 provinsi yang tidak menganggarkan belanja bantuan sosial dalam

APBD 2014, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Grafik 3.18

menunjukkan bahwa Pemerintah ProvinsiBengkulu memiliki rasio belanja bantuan social tertinggi dalam APBD 2014, yaitu

sebesar 7,86% dari total belanja daerah, namun dalam APBD 2013 Provinsi Bengkulu tidak menganggarkan belanja bantuan

sosial. Adapun Provinsi yang memiliki rasio terendah adalah Pemerintah ProvinsiKalimantan Selatan yang memiliki rasio sebesar

0,0002% dari total belanja daerah.

Grafik 3.18

Rasio Belanja Bantuan Sosial Terhadap Belanja Daerah

Pemerintah Provinsi

0,20%

4,03%

0,87%

0,00%

0,50%

1,00%

1,50%

2,00%

2,50%

3,00%

3,50%

4,00%

4,50%

Sum

ater

a Se

lata

n

Sul

awes

i Sel

atan

Sul

awes

i Ten

ggar

a

Sul

awes

i Ten

gah

Kal

iman

tan

Bara

t

Ria

u

Mal

uku

Lam

pung

Kal

iman

tan

Teng

ah

Ben

gkul

u

Kal

iman

tan

Sela

tan

Mal

uku

Uta

ra

Bal

i

Sul

awes

i Uta

ra

Ban

gka

Belit

ung

Ban

ten

Jaw

a Ba

rat

Kal

iman

tan

Tim

ur

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Sum

ater

a U

tara

Jaw

a Te

ngah

Jam

bi

Sum

ater

a Ba

rat

Jaw

a Ti

mur

Sul

awes

i Bar

at

Kal

iman

tan

Uta

ra

Gor

onta

lo

DI Y

ogya

kart

a

Ace

h

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Kep

ulau

an R

iau

Pap

ua

Pap

ua B

arat

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

3. Pemerintah Provinsi

Dalam APBD 2014, rasio belanja bantuan sosial terhadap belanja daerah

pemerintah provinsi memperlihatkan bahwa secara rata-rata rasio belanja

bantuan sosial adalah sebesar 1,05% dari total belanja daerah, yang berarti

lebih rendah jika dibandingkan dengan rasio pada APBD 2013 sebesar

1,06%. Berdasarkan angka rata-rata rasio belanja bantuan sosial tersebut,

terdapat 22 provinsi yang memiliki rasio lebih kecil dari angka rata-rata,

sedangkan 12 provinsi lainnya memiliki rasio yang lebih besar dari angka

rata-rata. Dari kondisi tersebut, terdapat 3 provinsi yang tidak menganggarkan

belanja bantuan sosial dalam APBD 2014, yaitu Provinsi Sumatera Barat,

Provinsi Sulawesi Selatan, dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Grafik 3.18

menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Bengkulu memiliki rasio belanja

bantuan sosial tertinggi dalam APBD 2014, yaitu sebesar 7,86% dari

total belanja daerah, namun dalam APBD 2013 Provinsi Bengkulu tidak

Page 98:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

78 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

menganggarkan belanja bantuan sosial. Adapun Provinsi yang memiliki rasio

terendah adalah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang memiliki rasio

sebesar 0,0002% dari total belanja daerah.

Grafik 3.18

Rasio Belanja Bantuan Sosial Terhadap Belanja Daerah

Pemerintah Provinsi

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

4. Per Wilayah

Untuk memetakan rasio belanja bantuan sosial terhadap total belanja daerah berdasarkan clustering wilayah, daerah

di Indonesia dibagi menjadi 5 wilayah. Grafik 3.19 memperlihatkan bahwa rasio belanja bantuan sosial terhadap total belanja

daerah per wilayah di Indonesia memiliki rata-rata rasio sebesar 0,93%. Dengan perhitungan rasio ini, dapat diketahui bahwa

wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua memiliki rasio tertinggi yaitu sebesar 2,02%, sedangkan wilayah yang memiliki rasio

belanja bantuan sosial terendah adalah Sulawesi yaitu sebesar 0,39%.

Grafik 3.19

Rasio Belanja Bantuan Sosial Terhadap Belanja Daerah per Wilayah *)

0,00%

7,86%

1,05%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

Sum

ater

a Ba

rat

Sul

awes

i Sel

atan

Sul

awes

i Ten

ggar

a

Kal

iman

tan

Sela

tan

Sum

ater

a Se

lata

n

Sum

ater

a U

tara

Kal

iman

tan

Bara

t

Lam

pung

Kal

iman

tan

Tim

ur

Ban

gka

Belit

ung

Jaw

a Ti

mur

Jaw

a Ba

rat

Gor

onta

lo

Sul

awes

i Ten

gah

Ria

u

Jaw

a Te

ngah

Kal

iman

tan

Uta

ra

Mal

uku

DI Y

ogya

kart

a

Pap

ua B

arat

Sul

awes

i Uta

ra

Sul

awes

i Bar

at

Jam

bi

Mal

uku

Uta

ra

Ban

ten

Kep

ulau

an R

iau

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Pap

ua

DKI

Jaka

rta

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Kal

iman

tan

Teng

ah

Ace

h

Bal

i

Ben

gkul

u

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

4. Per Wilayah

Untuk memetakan rasio belanja bantuan sosial terhadap total belanja

daerah berdasarkan clustering wilayah, daerah di Indonesia dibagi menjadi

5 wilayah. Grafik 3.19 memperlihatkan bahwa rasio belanja bantuan sosial

terhadap total belanja daerah per wilayah di Indonesia memiliki rata-rata

rasio sebesar 0,93%. Dengan perhitungan rasio ini, dapat diketahui bahwa

wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua memiliki rasio tertinggi yaitu

sebesar 2,02%, sedangkan wilayah yang memiliki rasio belanja bantuan

sosial terendah adalah Sulawesi yaitu sebesar 0,39%.

Page 99:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

79Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

Grafik 3.19

Rasio Belanja Bantuan Sosial Terhadap Belanja Daerah per Wilayah *)

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

0,92%

0,82%

0,39%0,52%

2,02%

0,93%

0,00%

0,50%

1,00%

1,50%

2,00%

2,50%

Jawa Bali Sumatera Sulawesi Kalimantan NT Maluku Papua

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

Page 100:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

80 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

bAb IV ANAlISIS SURPlUS/DEFISIT DAN

PEMbIAYAAN DAERAH

APBD disusun sebagai suatu perencanaan terkait pendapatan dan belanja.

Dalam anggaran, apabila pendapatan lebih besar daripada belanja, maka akan

terjadi surplus, dan sebaliknya jika belanja lebih besar daripada pendapatan,

maka akan terjadi defisit. Apabila dalam APBD direncanakan akan terdapat

surplus/defisit, maka APBD tersebut wajib mencantumkan pos pembiayaan

yang meliputi anggaran Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara. Pos Penerimaan Pembiayaan berfungsi untuk

menutupi defisit, sedangkan pos Pengeluaran Pembiayaan berfungsi untuk

menyalurkan dana surplus. Dari data APBD 2014 yang diterima dari daerah

dapat diketahui bahwa sebagian besar pemerintah daerah menyusun APBD-

nya defisit.

A. DefisitSejak pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang

diterapkan tahun 2001, daerah diberikan keleluasaan dalam penyusunan

APBD apakah menerapkan pola anggaran berimbang, surplus, ataupun defisit.

Berdasarkan data APBD TA 2014 diketahui jumlah daerah otonom adalah

sebanyak 505 kabupaten/kota dan 34 provinsi. Daerah yang menerapkan

anggaran defisit sebanyak 472 daerah, meningkat dari tahun sebelumnya

sebanyak 447 daerah. Sementara itu, daerah yang menerapkan anggaran

surplus sebanyak 51 daerah, lebih sedikit apabila dibandingkan dengan tahun

Page 101:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

81Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

sebelumnya sebanyak 68 daerah, sedangkan sisanya sebanyak 16 daerah

menerapkan pola anggaran berimbang.

Banyaknya daerah yang menerapkan pola anggaran defisit selain ditujukan

untuk menutupi kebutuhan anggaran belanja yang dibiayai dari pinjaman

daerah, juga ditujukan untuk menampung SiLPA tahun anggaran sebelumnya.

Berdasarkan data realisasi APBD-nya, daerah-daerah yang berpola anggaran

defisit tersebut justru mengalami surplus pada saat realisasi anggaran. Kondisi

tersebut memunculkan sejumlah pertanyaan dalam hal kesiapan daerah

dalam melakukan perencanaan dan penganggaran di APBD.

Di bawah ini akan disajikan rasio defisit terhadap pendapatan, yang

berarti semakin besar persentase rasionya, maka semakin besar pula

Penerimaan Pembiayaannya (SiLPA dan Pinjaman Daerah) yang diperlukan

untuk menutupi anggaran belanjanya.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten, dan Kota

Rasio suplus/defisit terhadap Pendapatan (agregat propinsi, kabupaten,

dan kota) dapat dilihat pada grafik 4.1. di bawah ini.

Grafik 4.1

Rasio Surplus/defisit terhadap Pendapatan,

Agregat Provinsi, Kabupaten, dan KotaRasio Surplus/defisit terhadap Pendapatan, Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Grafik 4.1. di atas menggambarkan rasio rata-rata defisit secara nasional (agregat provinsi, kabupaten, dan kota)

adalah sebesar 7,7%, di mana defisit tersebut akan ditutup dengan menggunakan pembiayaan. Sumber penerimaan

pembiayaan terbesar berasal dari SiLPA, dengan kontribusi sebesar 94,7% dari penerimaan pembiayaan. Sumber penerimaan

pembiayaan terbesar kedua adalah berasal dari pinjaman daerah, namun kontribusinya sangat kecil yaitu hanya sebesar 2,94%

dari penerimaan pembiayaan. Dari grafik di atas terlihat bahwa daerah yang menduduki posisi rasio defisit terbesar adalah

Kalimantan Utara (48,6%). Secara rasio, Kalimantan Timur (30,3%) dan Riau (21,2%) lebih rendah dari Kalimantan Utara ,

namun secara nilai, Kalimantan Timur (Rp.9,3 triliun) dan Riau (Rp.5,9 triliun) lebih tinggi dari Kalimantan Utara (Rp.3,8 triliun).

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Rasio suplus/defisit terhadap Pendapatan (pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi) dapat dilihat pada grafik di

bawah ini.

Grafik 4.2

Rasio Surplus/defisit terhadap Pendapatan Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *)

-48,

6%-3

0,3% -2

1,2%

-16,

4%-1

5,3%

-11,

9%-1

1,6%

-10,

9%-9

,9%

-9,8

%-7

,7%

-7,5

%-6

,9%

-6,8

%-6

,4%

-6,2

%-5

,5%

-4,9

%-4

,7%

-4,5

%-4

,3%

-4,3

%-4

,1%

-3,7

%-3

,7%

-3,5

%-3

,4%

-3,2

%-2

,9%

-2,9

%-2

,8%

-1,9

%-1

,1%

-0,3

% -7,7%

-60%

-40%

-20%

0%

Kalta

raKa

ltim

Riau

Kals

elKe

pri

Bali

Bant

enBa

bel

Jam

biAc

ehJa

bar

Sum

bar

Kalte

ngDI

YJa

timJa

teng

Sultr

aBe

ngku

luPa

pbar

Sulu

tGo

ront

alo

Kalb

arPa

pua

Suls

elLa

mpu

ngN

TTM

aluk

uSu

lbar

Mal

utN

TBSu

mut

Sulte

ngSu

mse

lJa

kart

a

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Page 102:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

82 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 4.1. di atas menggambarkan rasio rata-rata defisit secara nasional

(agregat provinsi, kabupaten, dan kota) adalah sebesar 7,7%, di mana defisit

tersebut akan ditutup dengan menggunakan pembiayaan. Sumber penerimaan

pembiayaan terbesar berasal dari SiLPA, dengan kontribusi sebesar 94,7%

dari penerimaan pembiayaan. Sumber penerimaan pembiayaan terbesar

kedua adalah berasal dari pinjaman daerah, namun kontribusinya sangat

kecil yaitu hanya sebesar 2,94% dari penerimaan pembiayaan. Dari grafik

di atas terlihat bahwa daerah yang menduduki posisi rasio defisit terbesar

adalah Kalimantan Utara (48,6%). Secara rasio, Kalimantan Timur (30,3%)

dan Riau (21,2%) lebih rendah dari Kalimantan Utara, namun secara nilai,

Kalimantan Timur (Rp.9,3 triliun) dan Riau (Rp.5,9 triliun) lebih tinggi dari

Kalimantan Utara (Rp.3,8 triliun).

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Rasio suplus/defisit terhadap Pendapatan (pemerintah kabupaten dan

kota se-provinsi) dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 4.2

Rasio Surplus/defisit terhadap Pendapatan

Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *)

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

Grafik 4.2 di atas menggambarkan rasio rata-rata defisit terhadap pendapatan pemerintah kabupaten dan kota se-

propinsi adalah 8,4%. Daerah yang mempunyai persentase rasio defisit terbesar adalah kabupaten dan kota di wilayah

Kalimantan Utara (55,0%), kemudian diikuti kabupaten dan kota di wilayah Kalimantan Timur (33,9%), kabupaten dan kota di

wilayah Riau (21,9%), dan kabupaten dan kota di wilayah Kalimantan Selatan (16,4%). Karena sebagian besar defisit daerah

ditutup dengan menggunakan SiLPA maka semakin besar defisit daerah mengindikasikan semakin besar pula SiLPA daerah yang

bersangkutan. Provinsi yang anggaran defisitnya paling kecil (terbaik) adalah Provinsi Papua Barat (0,9%), Provinsi Sulawesi

Tengah (1,7%), dan Provinsi Sulawesi Barat (2,0%).

3. Pemerintah Provinsi

Rasio suplus/defisit terhadap Pendapatan (pemerintah provinsi) dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 4.3

Rasio Surplus/defisit terhadap Pendapatan Pemerintah Provinsi

-55,

0%

-33,

9%

-21,

9% -16,

4%

-14,

1%

-12,

4% -9,6

%

-8,8

%

-8,6

%

-8,3

%

-7,5

%

-7,1

%

-6,9

%

-6,6

%

-6,1

%

-5,2

%

-5,1

%

-4,8

%

-4,7

%

-4,4

%

-4,3

%

-4,2

%

-4,0

%

-4,0

%

-3,3

%

-3,3

%

-3,2

%

-3,2

%

-3,0

%

-2,8

%

-2,0

%

-1,7

%

-0,9

%

-08%

-60%

-40%

-20%

00%

Kalta

ra

Kalti

m

Riau

Kals

el

Kepr

i

Bant

en

Jam

bi

Babe

l

Bali

Sum

bar

Jaba

r

Jatim

Jate

ng

Kalte

ng

DIY

Sultr

a

Kalb

ar

Beng

kulu

Mal

ut

Lam

pung

Sum

sel

Sulu

t

NTB

NTT

Mal

uku

Suls

el

Goro

ntal

o

Sum

ut

Papu

a

Aceh

Sulb

ar

Sulte

ng

Papb

ar

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

Page 103:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

83Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

Grafik 4.2 di atas menggambarkan rasio rata-rata defisit terhadap

pendapatan pemerintah kabupaten dan kota se-propinsi adalah 8,4%. Daerah

yang mempunyai persentase rasio defisit terbesar adalah kabupaten dan kota

di wilayah Kalimantan Utara (55,0%), kemudian diikuti kabupaten dan kota

di wilayah Kalimantan Timur (33,9%), kabupaten dan kota di wilayah Riau

(21,9%), dan kabupaten dan kota di wilayah Kalimantan Selatan (16,4%).

Karena sebagian besar defisit daerah ditutup dengan menggunakan SiLPA

maka semakin besar defisit daerah mengindikasikan semakin besar pula

SiLPA daerah yang bersangkutan. Provinsi yang anggaran defisitnya paling

kecil (terbaik) adalah Provinsi Papua Barat (0,9%), Provinsi Sulawesi Tengah

(1,7%), dan Provinsi Sulawesi Barat (2,0%).

3. Pemerintah Provinsi

Rasio suplus/defisit terhadap Pendapatan (pemerintah provinsi) dapat

dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 4.3

Rasio Surplus/defisit terhadap Pendapatan Pemerintah Provinsi

Sumber: APBD 2014(Diolah)

Grafik 4.3 di atas menggambarkan rasio rata-rata defisit terhadap pendapatan pemerintah provinsi adalah sebesar

4,9%. Sementara itu, pemerintah provinsi yang mempunyai rasio di atas 10,0% secara berturut-turut dari yang tertinggi adalah

Provinsi Aceh (19,7%), Provinsi Kepulauan Riau (16,5%), Provinsi Riau (16,11%), Provinsi Bangka Belitung (14,8%), Provinsi

Kalimantan Timur (13,8%), Provinsi Bali (13,4%), Provinsi Kalimantan Selatan (12,0%), Provinsi Kalimantan Utara (11,8%) dan

Provinsi Papua Barat (11,4%).

4. Per Wilayah

Rasio Defisit terhadap Pendapatan (per Wilayah) dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Grafik 4.4

Rasio Defisit terhadap Pendapatan Per Wilayah*)

-19,

7%

-16,

5%-1

6,1%

-14,

8%-1

3,8%

-13,

4%-1

2,0%

-11,

8%-1

1,4% -9

,5%

-7,6

%-7

,4%

-6,9

%-6

,8%

-6,5

%-6

,4%

-6,3

%-5

,8%

-5,3

%-5

,0%

-4,4

%-3

,6%

-3,2

%-2

,6%

-2,4

%-1

,9%

-0,7

%-0

,6%

-0,5

%-0

,4%

-0,3

%1,

0% 3,2%

8,9%

-05%

-25%

-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

Aceh

Kepr

iRi

auBa

bel

Kalti

mBa

liKa

lsel

Kalta

raPa

pbar

Jam

biGo

ront

alo

DIY

Bant

enPa

pua

Jaba

rSu

lbar

Sultr

aKa

lteng

Sulu

tBe

ngku

luSu

lsel

Mal

uku

Sum

bar

Sulte

ngJa

timJa

teng

Kalb

arN

TTLa

mpu

ngSu

mut

Jaka

rta

NTB

Mal

utSu

mse

l

-18,8%

-7,8% -6,9%

-3,9% -3,7%

-08%

-20%

-15%

-10%

-5%

0%Kalimantan Sumatera Jawa_Bali NT Maluku Papua Sulawesi

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Page 104:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

84 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 4.3 di atas menggambarkan rasio rata-rata defisit terhadap

pendapatan pemerintah provinsi adalah sebesar 4,9%. Sementara itu,

pemerintah provinsi yang mempunyai rasio di atas 10,0% secara berturut-

turut dari yang tertinggi adalah Provinsi Aceh (19,7%), Provinsi Kepulauan

Riau (16,5%), Provinsi Riau (16,11%), Provinsi Bangka Belitung (14,8%),

Provinsi Kalimantan Timur (13,8%), Provinsi Bali (13,4%), Provinsi

Kalimantan Selatan (12,0%), Provinsi Kalimantan Utara (11,8%) dan Provinsi

Papua Barat (11,4%).

4. Per Wilayah

Rasio Defisit terhadap Pendapatan (per Wilayah) dapat dilihat pada grafik

dibawah ini.

Grafik 4.4

Rasio Defisit terhadap Pendapatan Per Wilayah*)

Sumber: APBD 2014(Diolah)

Grafik 4.3 di atas menggambarkan rasio rata-rata defisit terhadap pendapatan pemerintah provinsi adalah sebesar

4,9%. Sementara itu, pemerintah provinsi yang mempunyai rasio di atas 10,0% secara berturut-turut dari yang tertinggi adalah

Provinsi Aceh (19,7%), Provinsi Kepulauan Riau (16,5%), Provinsi Riau (16,11%), Provinsi Bangka Belitung (14,8%), Provinsi

Kalimantan Timur (13,8%), Provinsi Bali (13,4%), Provinsi Kalimantan Selatan (12,0%), Provinsi Kalimantan Utara (11,8%) dan

Provinsi Papua Barat (11,4%).

4. Per Wilayah

Rasio Defisit terhadap Pendapatan (per Wilayah) dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Grafik 4.4

Rasio Defisit terhadap Pendapatan Per Wilayah*)

-19,

7%

-16,

5%-1

6,1%

-14,

8%-1

3,8%

-13,

4%-1

2,0%

-11,

8%-1

1,4% -9

,5%

-7,6

%-7

,4%

-6,9

%-6

,8%

-6,5

%-6

,4%

-6,3

%-5

,8%

-5,3

%-5

,0%

-4,4

%-3

,6%

-3,2

%-2

,6%

-2,4

%-1

,9%

-0,7

%-0

,6%

-0,5

%-0

,4%

-0,3

%1,

0% 3,2%

8,9%

-05%

-25%

-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

Aceh

Kepr

iRi

auBa

bel

Kalti

mBa

liKa

lsel

Kalta

raPa

pbar

Jam

biGo

ront

alo

DIY

Bant

enPa

pua

Jaba

rSu

lbar

Sultr

aKa

lteng

Sulu

tBe

ngku

luSu

lsel

Mal

uku

Sum

bar

Sulte

ngJa

timJa

teng

Kalb

arN

TTLa

mpu

ngSu

mut

Jaka

rta

NTB

Mal

utSu

mse

l

-18,8%

-7,8% -6,9%

-3,9% -3,7%

-08%

-20%

-15%

-10%

-5%

0%Kalimantan Sumatera Jawa_Bali NT Maluku Papua Sulawesi

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

Grafik 4.4 di atas menggambarkan rasio rata-rata defisit terhadap

pendapatan per wilayah yang mencapai sebesar 8%. Selanjutnya, wilayah

yang memiliki rasio rata-rata defisit tertinggi adalah wilayah Kalimantan

(18,8%), sedangkan yang paling rendah adalah wilayah Sulawesi (3,7%).

Semakin besar persentase rasio defisit berarti semakin besar pula anggaran

Page 105:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

85Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

belanja yang tidak dapat ditutupi oleh Pendapatan Daerah. Dengan demikian,

daerah harus mencari sumber-sumber penerimaan lain sebagai pembiayaan,

antara lain yaitu SiLPA, Pinjaman Daerah, Penerimaan kembali dana yang

dipinjamkan, serta Pencairan Dana Cadangan.

Jika dilihat sumber Penerimaan Pembiayaan terbesar anggaran defisit

adalah berasal dari SiLPA, maka terlihat bahwa wilayah Kalimantan dan

wilayah Sumatera merupakan wilayah dengan SiLPA yang paling besar

dibandingkan dengan tiga wilayah lainnya.

5. Daerah dengan Defisit yang tidak dapat ditutup oleh pembiayaan

Tabel 4.1. di bawah merupakan gambaran daerah yang menerapkan

pola penganggaran defisit, akan tetapi penerimaan pembiayaannya belum

seluruhnya dapat menutupi defisit yang dianggarkan, sehingga apabila

diakumulasikan antara besaran defisit dengan besaran pembiayaan masih

mempunyai nilai minus.

Tabel 4.1

Daerah dengan Besaran Defisit yang tidak dapat ditutup oleh Pembiayaan

No Nama DaerahSurplus/Defisit (Juta Rupiah)

Pembiayaan (Juta Rupiah)

Surplus/Defisit + Pembiayaan

(Juta Rupiah)

1 Kab. Halmahera Utara -13.882,9 -5.000,0 -18.882,9

2 Kab. Yahukimo -37.258,0 22.615,2 -14.642,9

3 Kab. Sukamara -35.117,9 34.740,0 -377,9

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Dari tabel 4.1. di atas dapat dilihat bahwa Kabupaten Halmahera

Utara mempunyai nilai defisit anggaran terbesar yang tidak dapat ditutup

melalui pembiayaan, yaitu sebesar Rp18,88 miliar. Daerah yang APBD-nya

dianggarkan defisit namun penerimaan pembiayaannya tidak seluruhnya

Page 106:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

86 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

dapat menutupi defisit, berangsur-angsur berkurang dari 20 daerah di tahun

2012, menjadi 15 daerah di tahun 2013, dan pada tahun anggaran 2014

menjadi 3 daerah. Melihat kondisi tersebut, diharapkan pada tahun-tahun

mendatang tidak ada lagi daerah yang menganggarkan APBD-nya defisit

tanpa ada kejelasan sumber pembiayaan untuk menutupi defisit. Untuk itu,

pembinaan daerah dibidang pengelolaan keuangan perlu terus dilakukan

agar daerah dapat menerapkan pola penganggaran yang lebih realistis.

Secara normatif, anggaran defisit yang tidak dapat ditutupi seluruhnya oleh

pembiayaan tidak layak dilakukan karena akan menimbulkan ketidakpastian

dalam alokasi belanja publik.

Sementara itu pada sisi yang lain terdapat daerah yang tidak

memanfaatkan seluruh dana yang dimilikinya untuk membiayai anggaran

belanja maupun pengeluaran pembiayaan dalam APBD-nya. Daerah-daerah

tersebut justru menganggarkan SILPA Tahun Berkenaan di akhir tahun 2014.

Beberapa daerah yang menganggarkan SILPA Tahun Berkenaan disajikan

dalam tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2

Daerah yang Menganggarkan SILPA Tahun Berkenaan

No Nama Daerah Surplus/ DefisitPembiyaan

Daerah

SILPA tahun Berkenaan

(miliar Rupiah)

(1) (2) (3) (2)+(3)

1 Prov. Jawa Timur -417,4 651,3 233,9

2 Kab. Siak -585,3 711,3 126,0

3 Kab. Mamasa 2,0 93,0 94,9

4 Prov. Maluku Utara 52,5 27,5 80,0

5 Kab. Barito Utara -32,6 110,0 77,3

6 Prov. Sumatera Barat -111,6 171,1 59,5

7 Kab. Lamandau -26,8 83,9 57,1

8 Kab. Indragiri Hilir -376,3 430,9 54,6

Page 107:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

87Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

No Nama Daerah Surplus/ DefisitPembiyaan

Daerah

SILPA tahun Berkenaan

(miliar Rupiah)

(1) (2) (3) (2)+(3)

9 Kab. Rokan Hilir -96,2 132,1 35,9

10 Kab. Barito Selatan -36,9 72,2 35,2

11 Kab. Buru 21,2 11,5 32,7

12 Kab. Kepulauan Aru -77,6 109,1 31,4

13 Kab. Tanah Laut -419,1 445,0 25,9

14 Prov. Jawa Barat -1.286,4 1.305,2 18,8

15 Kab. Kotawaringin Barat -58,0 70,9 12,9

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Kemungkinan alasan mengapa daerah melakukan hal tersebut,

diantaranya adalah untuk keperluan pembayaran gaji pegawai di awal tahun,

yang diindikasikan dari penerimaan DAU yang lebih kecil dari belanja pegawai

khususnya belanja pegawai tidak langsung, seperti halnya Provinsi Jawa

Timur, Kabupaten Siak, Kabupaten Rokan Hilir, dan Kabupaten Tanah Laut.

Namun demikian, adanya penganggaran SILPA pada tahun berkenaan dirasa

kurang sesuai dengan peran pemerintah daerah sebagai penyedia layanan

dasar kepada masyarakat, sehingga dana yang ada seyogianya digunakan

untuk kepentingan rakyat, bukan untuk disimpan.

B. Pembiayaan DaerahUndang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan apabila anggaran

diperkirakan defisit, maka daerah harus menetapkan sumber-sumber

pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dan demikian sebaliknya apabila

anggaran diperkirakan surplus, maka daerah harus menetapkan penggunaaan

surplus tersebut. Penerimaan pembiayaan yang merupakan bagian terbesar

untuk menutupi defisit APBD 2014 berasal dari SiLPA, sedangkan yang

terkecil berasal dari Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Untuk

Page 108:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

88 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

manampung penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan,

maka dalam APBD terdapat pos pembiayaan yang bertujuan untuk menutup

defisit anggaran. Grafik 4.5. dan grafik 4.6. berikut menggambarkan

penerimaan pembiayaan provinsi dan kabupaten/kota.

Grafik 4.5

Penerimaan Pembiayaan Provinsi dan Kab/Kota

sebagai penyedia layanan dasar kepada masyarakat, sehingga dana yang ada seyogianya digunakan untuk kepentingan rakyat,

bukan untuk disimpan.

B. Pembiayaan Daerah

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan apabila anggaran diperkirakan defisit, maka daerah harus

menetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dan demikian sebaliknya apabila anggaran

diperkirakan surplus, maka daerah harus menetapkan penggunaaan surplus tersebut. Penerimaan pembiayaan yang merupakan

bagian terbesar untuk menutupi defisit APBD 2014 berasal dari SiLPA, sedangkan yang terkecil berasal dari Hasil Penjualan

Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Untuk manampung penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan, maka dalam

APBD terdapat pos pembiayaan yang bertujuan untuk menutup defisit anggaran. Grafik 4.5. dan grafik 4.6. berikut

menggambarkan penerimaan pembiayaan provinsi dan kabupaten/kota.

Grafik 4.5

Penerimaan Pembiayaan Provinsi dan Kab/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Grafik 4.6

Persentase Penerimaan Pembiayaan terhadap total Penerimaan Pembiayaan

Provinsi Kabupaten/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Grafik 4.6

Persentase Penerimaan Pembiayaan terhadap total Penerimaan Pembiayaan

Provinsi Kabupaten/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Penerimaan pembiayaan baik provinsi, kabupaten, maupun kota didominasi oleh SiLPA. Di tingkat provinsi,

penerimaan pembiayaan mencapai 96,02%, sedangkan tingkat kabupaten/ kota mencapai 94,18%, sebagaimana tampak pada

grafik 4.6 di atas. Besarnya porsi SiLPA dalam penerimaan pembiayaan APBD mengindikasikan adanya penyerapan belanja

pada tahun anggaran sebelumnya kurang optimal, sehingga terdapat sisa anggaran yang terakumulasi dalam SiLPA. Sumber

pembiayaan lainnya untuk menutup defisit adalah Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah, yang mencapai sebesar 2,61% untuk

provinsi, sebesar 3,08 untuk kabupaten/kota. Sumber-sumber lain penerimaan pembiayaan di luar SiLPA dan Pinjaman Daerah

adalah Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Penerimaan Kembali Pinjaman yang jumlahnya relatif kecil, yakni

di bawah 1%.

Secara umum, pengeluaran pembiayaan terbesar dalam APBD adalah untuk Penyertaan Modal Pemerintah daerah

pada badan-badan usaha milik daerah yang merupakan bagian dari Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Secara nominal,

besaran Penyertaan Modal Pemerintah provinsi lebih besar daripada Penyertaan Modal Pemerintah kabupaten/kota. Hal tersebut

diduga terjadi karena ruang fiskal pemerintah provinsi lebih besar dibandingkan dengan ruang fiskal pemerintah kabupaten/kota.

Selain itu, pembayaran pokok pinjaman kabupaten/kota yang jauh lebih besar daripada pokok utang provinsi menunjukkan

adanya beban pemerintah kabupaten/kota yang jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan pemerintah provinsi. Selanjutnya,

rincian Pengeluaran Pembiayaan Provinsi dan Kabupaten/kota dapat dilihat pada grafik 4.7 di bawah ini.

Grafik 4.7

Pengeluaran Pembiayaan Provinsi dan Kabupaten/Kota

96,02%

0,33%0,00%

2,61% 1,04% SiLPA TA sebelumnya

Pencairan danacadangan

Hasil PenjualanKekayaan Daerah yangDipisahkan

Penerimaan PinjamanDaerah dan ObligasiDaerah

94,18%

0,97%

0,13%

3,08%

1,65%

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

sebagai penyedia layanan dasar kepada masyarakat, sehingga dana yang ada seyogianya digunakan untuk kepentingan rakyat,

bukan untuk disimpan.

B. Pembiayaan Daerah

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan apabila anggaran diperkirakan defisit, maka daerah harus

menetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dan demikian sebaliknya apabila anggaran

diperkirakan surplus, maka daerah harus menetapkan penggunaaan surplus tersebut. Penerimaan pembiayaan yang merupakan

bagian terbesar untuk menutupi defisit APBD 2014 berasal dari SiLPA, sedangkan yang terkecil berasal dari Hasil Penjualan

Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Untuk manampung penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan, maka dalam

APBD terdapat pos pembiayaan yang bertujuan untuk menutup defisit anggaran. Grafik 4.5. dan grafik 4.6. berikut

menggambarkan penerimaan pembiayaan provinsi dan kabupaten/kota.

Grafik 4.5

Penerimaan Pembiayaan Provinsi dan Kab/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Grafik 4.6

Persentase Penerimaan Pembiayaan terhadap total Penerimaan Pembiayaan

Provinsi Kabupaten/Kota

Page 109:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

89Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

Penerimaan pembiayaan baik provinsi, kabupaten, maupun kota

didominasi oleh SiLPA. Di tingkat provinsi, penerimaan pembiayaan

mencapai 96,02%, sedangkan tingkat kabupaten/ kota mencapai 94,18%,

sebagaimana tampak pada grafik 4.6 di atas. Besarnya porsi SiLPA dalam

penerimaan pembiayaan APBD mengindikasikan adanya penyerapan belanja

pada tahun anggaran sebelumnya kurang optimal, sehingga terdapat sisa

anggaran yang terakumulasi dalam SiLPA. Sumber pembiayaan lainnya untuk

menutup defisit adalah Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah, yang mencapai

sebesar 2,61% untuk provinsi, sebesar 3,08 untuk kabupaten/kota. Sumber-

sumber lain penerimaan pembiayaan di luar SiLPA dan Pinjaman Daerah

adalah Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Penerimaan

Kembali Pinjaman yang jumlahnya relatif kecil, yakni di bawah 1%.

Secara umum, pengeluaran pembiayaan terbesar dalam APBD adalah

untuk Penyertaan Modal Pemerintah daerah pada badan-badan usaha milik

daerah yang merupakan bagian dari Kekayaan Daerah yang Dipisahkan.

Secara nominal, besaran Penyertaan Modal Pemerintah provinsi lebih besar

daripada Penyertaan Modal Pemerintah kabupaten/kota. Hal tersebut diduga

terjadi karena ruang fiskal pemerintah provinsi lebih besar dibandingkan

dengan ruang fiskal pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, pembayaran

pokok pinjaman kabupaten/kota yang jauh lebih besar daripada pokok utang

provinsi menunjukkan adanya beban pemerintah kabupaten/kota yang jauh

lebih besar apabila dibandingkan dengan pemerintah provinsi. Selanjutnya,

rincian Pengeluaran Pembiayaan Provinsi dan Kabupaten/kota dapat dilihat

pada grafik 4.7 di bawah ini.

Page 110:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

90 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 4.7

Pengeluaran Pembiayaan Provinsi dan Kabupaten/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Grafik 4.8

Persentase Pengeluaran Pembiayaan terhadap total Penerimaan Pembiayaan

Provinsi Kabupaten/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Secara persentase, pola Penerimaan Pembiayaan provinsi dan kabupaten/kota mempunyai kemiripan, namun berbeda

halnya jika dilihat dari sisi Pengeluaran Pembiayaan. Pengeluaran Pembiayaan tingkat provinsi hanya didominasi oleh

1,12%

90,70%

7,69% 0,49% Pembentukan DanaCadangan

Penyertaan Modal(Investasi) Daerah

Pembayaran Pokok Utang

Pemberian PinjamanDaerah

Pembayaran KegiatanLanjutan

Pengeluaran PerhitunganPihak Ketiga

8,81%

56,06%

28,49%

3,20%0,30% 3,12%

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Grafik 4.8

Persentase Pengeluaran Pembiayaan terhadap total Penerimaan Pembiayaan

Provinsi Kabupaten/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Grafik 4.8

Persentase Pengeluaran Pembiayaan terhadap total Penerimaan Pembiayaan

Provinsi Kabupaten/Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Secara persentase, pola Penerimaan Pembiayaan provinsi dan kabupaten/kota mempunyai kemiripan, namun berbeda

halnya jika dilihat dari sisi Pengeluaran Pembiayaan. Pengeluaran Pembiayaan tingkat provinsi hanya didominasi oleh

1,12%

90,70%

7,69% 0,49% Pembentukan DanaCadangan

Penyertaan Modal(Investasi) Daerah

Pembayaran Pokok Utang

Pemberian PinjamanDaerah

Pembayaran KegiatanLanjutan

Pengeluaran PerhitunganPihak Ketiga

8,81%

56,06%

28,49%

3,20%0,30% 3,12%

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Secara persentase, pola Penerimaan Pembiayaan provinsi dan kabupaten/

kota mempunyai kemiripan, namun berbeda halnya jika dilihat dari sisi

Page 111:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

91Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

Pengeluaran Pembiayaan. Pengeluaran Pembiayaan tingkat provinsi hanya

didominasi oleh Penyertaan Modal Pemerintah Daerah, sedangkan pada

kabupaten/kota terdapat 2 (dua) komponen yang dominan, yaitu (i) Penyertaan

Modal Pemerintah Daerah, dan (ii) Pembayaran Pokok Utang. Pembayaran

Pokok Utang terbesar untuk tingkat kabupaten/kota ditempati oleh Kabupaten

Ogan Ilir (Rp119,5 Miliar), dan untuk Penyertaan Modal Pemerintah Daerah

terbesar ditempati oleh Kabupaten Muara Enim (Rp124,3 miliar). Sementara

itu untuk tingkat provinsi, daerah yang menganggarkan penyertaan modal

terbesar ditempati oleh Provinsi DKI Jakarta (Rp7,1 triliun). Selanjutnya,

penjelasan lebih detil mengenai pembiayaan dapat dijelaskan pada bahasan

di bawah ini.

a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

Selisih pengurangan pendapatan terhadap belanja pada realisasi APBD

merupakan sisa dana yang dapat bernilai minus ataupun positif. Apabila

sisa dana tersebut bernilai minus disebut defisit, dan jika positif disebut

surplus, yang dalam APBD dinamakan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

(SiLPA). Besaran SiLPA yang tercantum dalam APBD tahun anggaran 2014

merupakan perkiraan besaran SiLPA yang akan terjadi pada akhir tahun

anggaran berkenaan. Apabila terdapat nilai SiLPA yang sangat besar, hal ini

mengindikasikan adanya kekurangcermatan dalam penyusunan anggaran

maupun terdapat kendala dalam pelaksanaannya, sehingga penyerapan

anggaran belanja berpotensi kurang optimal. Anggaran belanja yang sudah

dialokasikan semestinya dapat terserap pada tahun anggaran berkenaan.

Penyerapan yang kurang optimal akan mengakibatkan adanya saldo (SiLPA)

yang merupakan dana idle yang belum dimanfaatkan. Di bawah ini akan

dijelaskan mengenai rasio SiLPA terhadap belanja yang merupakan persentase

porsi belanja yang tidak terserap atau tertunda. Rasio tersebut dapat dilihat

dalam grafik 4.9 berikut :

Page 112:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

92 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 4.9

Rasio SiLPA terhadap Belanja Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Rasio rata-rata SiLPA terhadap belanja daerah secara agregat provinsi, kabupaten dan kota adalah sebesar 8,6%,

yang berarti naik sebesar 1,2% dari tahun sebelumnya sebesar 7,4%. Sementara itu, pemegang posisi tertinggi rasio SiLPA

terhadap belanja daerah adalah Provinsi Kalimantan Utara (32,5%), dan diikuti oleh Provinsi Kalimantan Timur (23,8%).

Selanjjutnya untuk rasio terendah (terbaik) adalah Provinsi Maluku Utara (1,9%), yang diikuti oleh Provinsi Sulawesi Tengah

(2,0%).

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Grafik 4.10

Rasio SiLPA terhadap Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

1,9%

2,0%

2,4%

2,6%

2,8% 3,4%

3,5% 4,2%

4,4%

4,8%

4,8%

5,1%

5,1%

5,2%

5,3%

5,3%

5,6% 6,3%

6,7% 7,6%

7,7%

8,1% 9,1%

9,2% 9,7% 10

,3%

10,8

%

11,3

%

11,9

%

13,1

%

14,4

% 17,8

%

23,8

% 32,5

%

09%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

Mal

ut

Sulte

ng

Goro

ntal

o

Sum

ut

NTB

Suls

el

Lam

pung

NTT

Sultr

a

Papu

a

Sulu

t

Kalb

ar

Sum

sel

Sulb

ar

Beng

kulu

Mal

uku

Papb

ar

Jate

ng

Jatim DI

Y

Sum

bar

Jaba

r

Kalte

ng

Aceh

Jam

bi

Babe

l

Jaka

rta

Bali

Bant

en

Kepr

i

Kals

el

Riau

Kalti

m

Kalta

ra

1,6%

1,8%

1,9%

2,1% 3,0%

3,2%

3,4%

3,7%

3,7% 4,2%

4,2%

4,2%

4,4%

4,8%

5,1%

5,2%

5,5%

5,5% 6,

7%

6,8%

7,0% 7,6%

7,9% 8,5%

8,8%

9,0% 9,7% 11

,4%

12,5

% 15,3

% 18,4

%

25,7

%

35,8

%

08%

0%

10%

20%

30%

40%

Goro

ntal

o

Sulte

ng

Mal

ut

Papb

ar

Sum

ut

Aceh

NTB

Papu

a

Suls

el

Sultr

a

Lam

pung

NTT

Sulu

t

Sulb

ar

Sum

sel

Beng

kulu

Mal

uku

Kalb

ar DIY

Jatim

Jate

ng

Jaba

r

Sum

bar

Bali

Babe

l

Kalte

ng

Jam

bi

Bant

en

Kepr

i

Kals

el

Riau

Kalti

m

Kalta

ra

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Rasio rata-rata SiLPA terhadap belanja daerah secara agregat provinsi,

kabupaten dan kota adalah sebesar 8,6%, yang berarti naik sebesar 1,2% dari

tahun sebelumnya sebesar 7,4%. Sementara itu, pemegang posisi tertinggi

rasio SiLPA terhadap belanja daerah adalah Provinsi Kalimantan Utara

(32,5%), dan diikuti oleh Provinsi Kalimantan Timur (23,8%). Selanjjutnya

untuk rasio terendah (terbaik) adalah Provinsi Maluku Utara (1,9%), yang

diikuti oleh Provinsi Sulawesi Tengah (2,0%).

Page 113:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

93Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Grafik 4.10

Rasio SiLPA terhadap Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi*)

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Rasio rata-rata SiLPA terhadap belanja daerah secara agregat provinsi, kabupaten dan kota adalah sebesar 8,6%,

yang berarti naik sebesar 1,2% dari tahun sebelumnya sebesar 7,4%. Sementara itu, pemegang posisi tertinggi rasio SiLPA

terhadap belanja daerah adalah Provinsi Kalimantan Utara (32,5%), dan diikuti oleh Provinsi Kalimantan Timur (23,8%).

Selanjjutnya untuk rasio terendah (terbaik) adalah Provinsi Maluku Utara (1,9%), yang diikuti oleh Provinsi Sulawesi Tengah

(2,0%).

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

Grafik 4.10

Rasio SiLPA terhadap Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

1,9%

2,0%

2,4%

2,6%

2,8% 3,4%

3,5% 4,2%

4,4%

4,8%

4,8%

5,1%

5,1%

5,2%

5,3%

5,3%

5,6% 6,3%

6,7% 7,6%

7,7%

8,1% 9,1%

9,2% 9,7% 10

,3%

10,8

%

11,3

%

11,9

%

13,1

%

14,4

% 17,8

%

23,8

% 32,5

%

09%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

Mal

ut

Sulte

ng

Goro

ntal

o

Sum

ut

NTB

Suls

el

Lam

pung

NTT

Sultr

a

Papu

a

Sulu

t

Kalb

ar

Sum

sel

Sulb

ar

Beng

kulu

Mal

uku

Papb

ar

Jate

ng

Jatim DI

Y

Sum

bar

Jaba

r

Kalte

ng

Aceh

Jam

bi

Babe

l

Jaka

rta

Bali

Bant

en

Kepr

i

Kals

el

Riau

Kalti

m

Kalta

ra

1,6%

1,8%

1,9%

2,1% 3,0%

3,2%

3,4%

3,7%

3,7% 4,2%

4,2%

4,2%

4,4%

4,8%

5,1%

5,2%

5,5%

5,5% 6,

7%

6,8%

7,0% 7,6%

7,9% 8,5%

8,8%

9,0% 9,7% 11

,4%

12,5

% 15,3

% 18,4

%

25,7

%

35,8

%

08%

0%

10%

20%

30%

40%

Goro

ntal

o

Sulte

ng

Mal

ut

Papb

ar

Sum

ut

Aceh

NTB

Papu

a

Suls

el

Sultr

a

Lam

pung

NTT

Sulu

t

Sulb

ar

Sum

sel

Beng

kulu

Mal

uku

Kalb

ar DIY

Jatim

Jate

ng

Jaba

r

Sum

bar

Bali

Babe

l

Kalte

ng

Jam

bi

Bant

en

Kepr

i

Kals

el

Riau

Kalti

m

Kalta

ra

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

Rasio rata-rata SiLPA terhadap belanja pemerintah kabupaten dan kota

se-provinsi adalah 8,2%, yang berarti naik 1,4% dari tahun lalu sebesar

6,8%. Pemegang posisi tertinggi rasio SiLPA terhadap belanja pemerintah

kabupaten dan kota se-provinsi adalah Provinsi Kalimantan Utara (35,8%),

dan diikuti oleh Provinsi Kalimantan Timur (25,7%). Sementara itu, yang

terendah (terbaik) adalah adalah Provinsi Gorontalo (1,6%), dan diikuti olrh

Provinsi Sulawesi Tengah (1,8%)

Page 114:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

94 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

3. Pemerintah Provinsi

Grafik 4.11

Rasio SiLPA terhadap Belanja Daerah Pemerintah Provinsi

* Tidak termasuk DKI Jakarta

Rasio rata-rata SiLPA terhadap belanja pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi adalah 8,2%, yang berarti naik 1,4%

dari tahun lalu sebesar 6,8%. Pemegang posisi tertinggi rasio SiLPA terhadap belanja pemerintah kabupaten dan kota se-

provinsi adalah Provinsi Kalimantan Utara (35,8%), dan diikuti oleh Provinsi Kalimantan Timur (25,7%). Sementara itu, yang

terendah (terbaik) adalah adalah Provinsi Gorontalo (1,6%), dan diikuti olrh Provinsi Sulawesi Tengah (1,8%)

3. Pemerintah Provinsi

Grafik 4.11

Rasio SiLPA terhadap Belanja Daerah Pemerintah Provinsi

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Rasio rata-rata SiLPA terhadap belanja daerah pemerintah provinsi adalah 8,4% atau naik 1,8% dari tahun lalu sebesar

6,6%. Pemegang posisi tertinggi rasio SiLPA terhadap belanja pemerintah provinsi adalah Provinsi Bali (16,7%), dan diikuti oleh

Provinsi Aceh (16,5%). Sementara itu, yang terendah (terbaik) adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (0,4%), dan diikuti oleh

Provinsi Sumatera Utara (0,4%).

4. Per Wilayah

Rasio rata-rata SiLPA terhadap belanja per wilayah adalah 8,1%, atau naik 0,3% dari sebelumnya sebesar 7,75%.

Pemegang posisi tertinggi rasio ini adalah wilayah Kalimantan (16,7%), dan diikuti oleh wilayah Sumatera (8,0%). Sementara

itu, yang terendah (terbaik) adalah wilayah Sulawesi (3,5%), dan diikuti oleh wilayah Nusa Tenggara Maluku Papua (4,5%).

Secara lebih detil, rasio rata-rata SiLPA antar wilayah tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

0,4%

0,4%

0,6% 1,

5% 1,9%

2,1% 2,7%

2,8% 3,3% 4,

3% 4,6%

4,6%

4,6% 5,1% 5,5% 6,0%

6,2%

6,2% 7,

3%

7,4%

7,5% 8,

2% 8,4% 8,7% 10

,3%

10,8

%

11,1

% 12,9

%

13,0

%

13,0

%

13,9

% 15,8

%

16,5

%

16,7

%

08%

0%

4%

8%

12%

16%

20%

NTB

Sum

ut

Lam

pung

Suls

el

Mal

ut

Jate

ng

Kalb

ar

Sulte

ng NTT

Sum

sel

Mal

uku

Jatim

Goro

ntal

o

Sultr

a

Beng

kulu

Sulu

t

Sulb

ar

Sum

bar

Kalte

ng

Papu

a

Jaba

r

Kals

el

DIY

Jam

bi

Bant

en

Jaka

rta

Papb

ar

Babe

l

Kepr

i

Kalti

m

Riau

Kalta

ra

Aceh Bali

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Rasio rata-rata SiLPA terhadap belanja daerah pemerintah provinsi

adalah 8,4% atau naik 1,8% dari tahun lalu sebesar 6,6%. Pemegang posisi

tertinggi rasio SiLPA terhadap belanja pemerintah provinsi adalah Provinsi

Bali (16,7%), dan diikuti oleh Provinsi Aceh (16,5%). Sementara itu, yang

terendah (terbaik) adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (0,4%), dan diikuti

oleh Provinsi Sumatera Utara (0,4%).

4. Per Wilayah

Rasio rata-rata SiLPA terhadap belanja per wilayah adalah 8,1%, atau

naik 0,3% dari sebelumnya sebesar 7,75%. Pemegang posisi tertinggi rasio

ini adalah wilayah Kalimantan (16,7%), dan diikuti oleh wilayah Sumatera

(8,0%). Sementara itu, yang terendah (terbaik) adalah wilayah Sulawesi

(3,5%), dan diikuti oleh wilayah Nusa Tenggara Maluku Papua (4,5%).

Secara lebih detil, rasio rata-rata SiLPA antar wilayah tersebut dapat dilihat

pada grafik dibawah ini.

Page 115:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

95Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

Grafik 4.12

Rasio SiLPA terhadap Belanja per Wilayah *)

Grafik 4.12

Rasio SiLPA terhadap Belanja per Wilayah *

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

* Tidak termasuk DKI Jakarta

C. Penerimaan Pembiayaan yang berasal dari Pinjaman

Pos pembiayaan dalam struktur APBD dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu (i) Penerimaan Pembiayaan, dan

(ii) Pengeluaran Pembiayaan. Untuk Penerimaan Pembiayaan, sumber dana yang paling dominan adalah SiLPA dan Pinjaman

Daerah, sedangkan untuk Pengeluaran Pembiayaan adalah Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dan Pengembalian Pinjaman

Daerah. Pinjaman Daerah sangat diperlukan untuk menutupi defisit APBD. Pinjaman Daerah dapat bersumber dari Pemerintah,

Penerusan Pinjaman melalui Pemerintah, Pemerintah daerah lain, Lembaga keuangan bank, Lembaga keuangan bukan bank,

maupun Obligasi Daerah. Berikut ini disajikan rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Daerah dilihat dari pembagian lima wilayah,

pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi, dan pemerintah provinsi.

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 4.13

Rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Daerah Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

3,5%4,5%

7,3% 8,0%

16,7%

8,1%

0%

5%

10%

15%

20%

Sulawesi NT Maluku Papua Jawa_Bali Sumatera Kalimantan

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

C. Penerimaan Pembiayaan yang berasal dari Pinjaman Pos pembiayaan dalam struktur APBD dibagi menjadi 2 (dua) bagian,

yaitu (i) Penerimaan Pembiayaan, dan (ii) Pengeluaran Pembiayaan. Untuk

Penerimaan Pembiayaan, sumber dana yang paling dominan adalah SiLPA

dan Pinjaman Daerah, sedangkan untuk Pengeluaran Pembiayaan adalah

Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dan Pengembalian Pinjaman Daerah.

Pinjaman Daerah sangat diperlukan untuk menutupi defisit APBD. Pinjaman

Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Penerusan Pinjaman melalui

Pemerintah, Pemerintah daerah lain, Lembaga keuangan bank, Lembaga

keuangan bukan bank, maupun Obligasi Daerah. Berikut ini disajikan rasio

Pinjaman terhadap Pendapatan Daerah dilihat dari pembagian lima wilayah,

pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi, dan pemerintah provinsi.

Page 116:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

96 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Grafik 4.13

Rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Daerah

Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Dari grafik 4.13 di atas terlihat bahwa rasio rata-rata pinjaman terhadap pendapatan agregat provinsi, kabupaten, dan

kota adalah sebesar 0,3%. Nilai tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai yang ditetapkan dalam PMK Nomor

125/PMK.07/2013, dan kalau dirata-ratakan adalah sebesar 4,31%. Dari grafik di atas juga terlihat bahwa tidak ada daerah

yang melampaui batas rasio yang telah ditentukan. Pemegang posisi tertinggi rasio ini adalah Provinsi Gorontalo (2,5%.) Dari

grafik di atas juga dapat dilihat terdapat 10 wilayah provinsi dari 33 wilayah provinsi tidak menganggarkan penerimaan

pinjaman dalam APBD-nya.

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

Grafik 4.14

Rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Daerah Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0% 0,1% 0,1%

0,1%

0,1%

0,1%

0,1%

0,2% 0,

3% 0,3%

0,3% 0,4%

0,4%

0,4% 0,

5% 0,6%

0,6%

0,9% 1,0%

1,3%

1,5%

1,7%

2,5%

0,3%

0,0%

0,5%

1,0%

1,5%

2,0%

2,5%

3,0%

Jam

bi DIY

Sulu

tBa

nten

Babe

lKe

pri

Kalta

raBa

liN

TTJa

bar

Aceh

Kals

elKa

ltim

Kalte

ngM

aluk

uJa

timJa

teng

Sum

utPa

pbar

Sulb

arPa

pua

Sum

sel

Sum

bar

Riau

Jaka

rta

Sulte

ngBe

ngku

luKa

lbar

Suls

elLa

mpu

ngN

TBM

alut

Sultr

aGo

ront

alo

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0% 0,1% 0,1%

0,1%

0,1%

0,1%

0,2%

0,2% 0,2% 0,

4% 0,4%

0,5%

0,5% 0,5% 0,

6% 0,7%

0,7%

1,2% 1,

3%

1,6%

1,9% 2,

1%

00%

0,0%

0,5%

1,0%

1,5%

2,0%

2,5%

Jam

bi DIY

Sulu

t

Bant

en

Babe

l

Kepr

i

Kalta

ra

Bali

NTT

Jaba

r

Aceh

Kals

el

Kalti

m

Kalte

ng

Suls

el

Mal

uku

Jatim

Jate

ng

Sum

ut

Papb

ar

Sulb

ar

Sum

sel

Papu

a

Sum

bar

Riau

Sulte

ng

Kalb

ar

Beng

kulu

Lam

pung

Sultr

a

NTB

Mal

ut

Goro

ntal

o

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Dari grafik 4.13 di atas terlihat bahwa rasio rata-rata pinjaman terhadap

pendapatan agregat provinsi, kabupaten, dan kota adalah sebesar 0,3%.

Nilai tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai yang ditetapkan

dalam PMK Nomor 125/PMK.07/2013, dan kalau dirata-ratakan adalah

sebesar 4,31%. Dari grafik di atas juga terlihat bahwa tidak ada daerah yang

melampaui batas rasio yang telah ditentukan. Pemegang posisi tertinggi rasio

ini adalah Provinsi Gorontalo (2,5%.) Dari grafik di atas juga dapat dilihat

terdapat 10 wilayah provinsi dari 33 wilayah provinsi tidak menganggarkan

penerimaan pinjaman dalam APBD-nya.

Page 117:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

97Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

Grafik 4.14

Rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Daerah

Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *)

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Dari grafik 4.13 di atas terlihat bahwa rasio rata-rata pinjaman terhadap pendapatan agregat provinsi, kabupaten, dan

kota adalah sebesar 0,3%. Nilai tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai yang ditetapkan dalam PMK Nomor

125/PMK.07/2013, dan kalau dirata-ratakan adalah sebesar 4,31%. Dari grafik di atas juga terlihat bahwa tidak ada daerah

yang melampaui batas rasio yang telah ditentukan. Pemegang posisi tertinggi rasio ini adalah Provinsi Gorontalo (2,5%.) Dari

grafik di atas juga dapat dilihat terdapat 10 wilayah provinsi dari 33 wilayah provinsi tidak menganggarkan penerimaan

pinjaman dalam APBD-nya.

2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

Grafik 4.14

Rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Daerah Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi *

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0% 0,1% 0,1%

0,1%

0,1%

0,1%

0,1%

0,2% 0,

3% 0,3%

0,3% 0,4%

0,4%

0,4% 0,

5% 0,6%

0,6%

0,9% 1,0%

1,3%

1,5%

1,7%

2,5%

0,3%

0,0%

0,5%

1,0%

1,5%

2,0%

2,5%

3,0%

Jam

bi DIY

Sulu

tBa

nten

Babe

lKe

pri

Kalta

raBa

liN

TTJa

bar

Aceh

Kals

elKa

ltim

Kalte

ngM

aluk

uJa

timJa

teng

Sum

utPa

pbar

Sulb

arPa

pua

Sum

sel

Sum

bar

Riau

Jaka

rta

Sulte

ngBe

ngku

luKa

lbar

Suls

elLa

mpu

ngN

TBM

alut

Sultr

aGo

ront

alo

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0% 0,1% 0,1%

0,1%

0,1%

0,1%

0,2%

0,2% 0,2% 0,

4% 0,4%

0,5%

0,5% 0,5% 0,

6% 0,7%

0,7%

1,2% 1,

3%

1,6%

1,9% 2,

1%

00%

0,0%

0,5%

1,0%

1,5%

2,0%

2,5%

Jam

bi DIY

Sulu

t

Bant

en

Babe

l

Kepr

i

Kalta

ra

Bali

NTT

Jaba

r

Aceh

Kals

el

Kalti

m

Kalte

ng

Suls

el

Mal

uku

Jatim

Jate

ng

Sum

ut

Papb

ar

Sulb

ar

Sum

sel

Papu

a

Sum

bar

Riau

Sulte

ng

Kalb

ar

Beng

kulu

Lam

pung

Sultr

a

NTB

Mal

ut

Goro

ntal

o

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa rasio rata-rata pinjaman terhadap

pendapatan daerah pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi adalah sebesar

0,3%, Sementara itu, pemegang posisi tertinggi rasio ini adalah Provinsi

Gorontalo (2,1%), yang diikuti oleh Provinsi Maluku Urata (1,9%).Dalam hal

ini terdapat 13 daerah yang rasio pinjamannya di atas nilai rata-rata.

3. Pemerintah Provinsi

Untuk tingkat Provinsi terdapat 4 pemerintah provinsi yang menganggarkan

pinjaman dalam APBD-nya, sebagaimana dapat dilihat dalam grafik 4.15.

Keempat Pemerintah provinsi tersebut adalah Provinsi Sulawesi Selatan

(3,7%), Provinsi Gorontalo (3,5%), Provinsi Sulawesi Tenggara (3,4%), dan

Provinsi DKI Jakarta (0,4%). Jika berdasarkan nilai pinjaman, maka Provinsi

DKI Jakarta (Rp269,4 miliar) merupakan daerah dengan pemegang posisi

nilai terbesar.

Page 118:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

98 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 4.15

Rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Pemerintah Provinsi

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

* Tidak termasuk DKI Jakarta

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa rasio rata-rata pinjaman terhadap pendapatan daerah pemerintah kabupaten

dan kota se-provinsi adalah sebesar 0,3%, Sementara itu, pemegang posisi tertinggi rasio ini adalah Provinsi Gorontalo (2,1%),

yang diikuti oleh Provinsi Maluku Urata (1,9%).Dalam hal ini terdapat 13 daerah yang rasio pinjamannya di atas nilai rata-rata.

3. Pemerintah Provinsi

Untuk tingkat Provinsi terdapat 4 pemerintah provinsi yang menganggarkan pinjaman dalam APBD-nya, sebagaimana

dapat dilihat dalam grafik 4.15. Keempat Pemerintah provinsi tersebut adalah Provinsi Sulawesi Selatan (3,7%), Provinsi

Gorontalo (3,5%), Provinsi Sulawesi Tenggara (3,4%), dan Provinsi DKI Jakarta (0,4%). Jika berdasarkan nilai pinjaman, maka

Provinsi DKI Jakarta (Rp269,4 miliar) merupakan daerah dengan pemegang posisi nilai terbesar.

Grafik 4.15

Rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Pemerintah Provinsi

Sumber: APBD 2014 (Diolah

Dari grafik di atas terlihat Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah yang melampaui batas maksimal

pinjaman sesuai ketentuan PMK Nomor 125/PMK.07/2013, sehingga wajib mendapatkan persetujuan pelampauan defisit

terlebih dahulu dari Menteri Keuangan. Besaran pinjaman Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 3,7% dari pendapatan daerah

sedangkan batasan yang ditetapkan dalam PMK tersebut adalah sesuai kapasitas fiskalnya, yaitu 3,5% dari pendapatan daerah.

4. Per Wilayah

Secara total, daerah di wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua mempunyai rasio pinjaman terhadap pendapatan

per wilayah tertinggi (0,4%), atau sedikit di atas rasio rata-rata (0,3%). Sementara itu, wilayah dengan rasio pinjaman terendah

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0%

0,0% 0,

4%

3,4%

3,5%

3,7%

0,2%0,0%

1,0%

2,0%

3,0%

4,0%

Aceh

Sum

ut

Sum

bar

Riau

Jam

bi

Sum

sel

Beng

kulu

Lam

pung

Jaba

r

Jate

ng DIY

Jatim

Kalb

ar

Kalte

ng

Kals

el

Kalti

m

Sulu

t

Sulte

ng Bali

NTB NTT

Mal

uku

Papu

a

Mal

ut

Bant

en

Babe

l

Kepr

i

Papb

ar

Sulb

ar

Kalta

ra

Jaka

rta

Sultr

a

Goro

ntal

o

Suls

el

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Dari grafik di atas terlihat Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah

satu daerah yang melampaui batas maksimal pinjaman sesuai ketentuan

PMK Nomor 125/PMK.07/2013, sehingga wajib mendapatkan persetujuan

pelampauan defisit terlebih dahulu dari Menteri Keuangan. Besaran pinjaman

Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 3,7% dari pendapatan daerah sedangkan

batasan yang ditetapkan dalam PMK tersebut adalah sesuai kapasitas

fiskalnya, yaitu 3,5% dari pendapatan daerah.

4. Per Wilayah

Secara total, daerah di wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua

mempunyai rasio pinjaman terhadap pendapatan per wilayah tertinggi (0,4%),

atau sedikit di atas rasio rata-rata (0,3%). Sementara itu, wilayah dengan

rasio pinjaman terendah adalah wilayah Kalimantan (0,1%). Selanjutnya,

rasio per-wilayah dan penyebarannya dapat dilihat pada grafik 4.16 di bawah

ini.

Page 119:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

99Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

Grafik 4.16

Rasio pinjaman/pendapatan per wilayah *)

adalah wilayah Kalimantan (0,1%). Selanjutnya, rasio per-wilayah dan penyebarannya dapat dilihat pada grafik 4.16 di bawah

ini.

Grafik 4.16

Rasio pinjaman/pendapatan per wilayah *

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

* Tidak termasuk DKI Jakarta

5. Daerah yang Melampaui Batas Maksimal Defisit yang Dibiayai Pinjaman

Dalam tahun 2014, pembatasan maksimal defisit yang dapat dibiayai dari pinjaman diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 125/PMK.07/2013 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD, Batas Maksimal Defisit APBD dan Batas Maksimal

Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2014. Dalam PMK tersebut ditetapkan batas maksimal kumulatif defisit APBD

(nasional) yang dibiayai dari pinjaman adalah sebesar 0,3% dari proyeksi PDB. Demikian halnya, batas maksimal defisit

masing-masing daerah terhadap pendapatannya juga tidak boleh terlampaui sesuai kategori kapasitas fiskalnya yaitu 6,5%

untuk kategori kapasitas fiskal sangat tinggi; 5,5% untuk kategori kapasitas fiskal tinggi; 4,5% untuk kategori kapasitas fiskal

sedang; dan 3,5% untuk kategori kapasitas fiskal rendah. Apabila APBD melampaui batas defisit yang ditentukan, maka daerah

harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan pelampauan defisit dari Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan.

Tabel 4.3. di bawah ini menunjukkan beberapa pemda yang batas persentase pinjaman untuk menutup defisitnya telah

terlampaui.

Tabel 4.3

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Dari tabel di atas dapat dilihat adanya 19 daerah yang pinjamannya melampaui batas yang ditentukan. Untuk posisi

tertinggi adalah Kabupaten Buton (11,4%). Apabila daerah yang defisit anggarannya akan ditutup dengan pinjaman telah

melampaui batas yang ditentukan, maka daerah tersebut harus terlebih dahulu meminta ijin pelampauan defisit untuk

0,12%0,15%

0,29%0,32%

0,39%

0,26%

0,00%

0,10%

0,20%

0,30%

0,40%

0,50%

Kalimantan Sulawesi Jawa_Bali Sumatera NT Maluku Papua

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

*) Tidak termasuk DKI Jakarta

5. Daerah yang Melampaui Batas Maksimal Defisit yang Dibiayai Pinjaman

Dalam tahun 2014, pembatasan maksimal defisit yang dapat dibiayai

dari pinjaman diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/

PMK.07/2013 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD, Batas

Maksimal Defisit APBD dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun

Anggaran 2014. Dalam PMK tersebut ditetapkan batas maksimal kumulatif

defisit APBD (nasional) yang dibiayai dari pinjaman adalah sebesar 0,3%

dari proyeksi PDB. Demikian halnya, batas maksimal defisit masing-masing

daerah terhadap pendapatannya juga tidak boleh terlampaui sesuai kategori

kapasitas fiskalnya yaitu 6,5% untuk kategori kapasitas fiskal sangat tinggi;

5,5% untuk kategori kapasitas fiskal tinggi; 4,5% untuk kategori kapasitas

fiskal sedang; dan 3,5% untuk kategori kapasitas fiskal rendah. Apabila

APBD melampaui batas defisit yang ditentukan, maka daerah harus terlebih

dahulu mendapatkan persetujuan pelampauan defisit dari Menteri Keuangan

c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan. Tabel 4.3. di bawah ini menunjukkan

Page 120:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

100 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

beberapa pemda yang batas persentase pinjaman untuk menutup defisitnya

telah terlampaui.

Tabel 4.3

Daerah dengan % Pinjaman diatas Batas yang ditetapkan

No Nama Daerah

Batas Sesuai dengan

PMK 125 tahun 2013

Pendapatan (miliar rupiah)

Pinjaman Daerah dan

Obligasi (miliar rupiah)

% Pinjaman

1 Kab. Buton 3,5% 878,8 100,0 11,4%

2 Kab. Halmahera Selatan 5,5% 701, 77,8 11,1%

3 Kab. Boalemo 3,5% 540,4 51,0 9,4%

4 Kab. Keerom 5,5% 750,5 60,0 8,0%

5 Kab. Lombok Barat 3,5% 1.133,6 90,0 7,9%

6 Kab. Mukomuko 3,5% 648,4 47,5 7,3%

7 Kab. Lampung Selatan 3,5% 1.263,4 91,0 7,2%

8 Kab. Temanggung 3,5% 1.094,3 76,5 7,0%

9 Kab. Morowali 4,5% 516,6 33,3 6,5%

10 Kota Mataram 3,5% 961,1 60,0 6,2%

11 Kab. Bangkalan 3,5% 1.417,4 87,5 6,2%

12 Kab. Muara Enim 4,5% 1.730,3 97,3 5,6%

13 Kab. Puncak 4,5% 1.075,3 60,0 5,6%

14 Kab. Pesawaran 3,5% 902, 50,0 5,5%

15 Kab. Kampar 4,5% 2.157,3 113,0 5,2%

16 Kab. Sambas 3,5% 1.171,7 48,6 4,1%

17 Prov. Sulawesi Selatan 3,5% 5.593,9 207,5 3,7%

18 Kab. Sidenreng Rappang 3,5% 822,7 30,0 3,6%

19 Kota Gorontalo 3,5% 789,3 28,5 3,6%

Sumber: APBD 2014 (Diolah)

Dari tabel di atas dapat dilihat adanya 19 daerah yang pinjamannya

melampaui batas yang ditentukan. Untuk posisi tertinggi adalah Kabupaten

Page 121:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

101Analisis Surplus/Defisit dan Pembiayaan Daerah

Buton (11,4%). Apabila daerah yang defisit anggarannya akan ditutup dengan

pinjaman telah melampaui batas yang ditentukan, maka daerah tersebut

harus terlebih dahulu meminta ijin pelampauan defisit untuk mendapatkan

persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan

Keuangan. Dari 19 daerah tersebut di atas, baru Kabupaten Bualemo yang

telah mengajukan ijin pelampauan defisit.

D. Dana IdleRekening kas umum daerah merupakan rekening daerah untuk

menampung uang masuk maupun uang keluar yang dibuka pada bank umum

dan BPR. Seiring dengan pelaksanaan anggaran, pergerakan arus uang masuk

dan uang keluar milik daerah dapat diketahui melalui bank sentral yaitu

Bank Indonesia. Apabila arus uang masuk lebih besar daripada arus uang

keluar, maka akan terjadi penumpukan dana (idle). Dana idle ini merupakan

akumulasi dari penerimaan berupa pendapatan, transfer dana perimbangan,

penerimaan pembiayaan setelah dikurangi belanja. Dana Idle terjadi antara

lain karena pemerintah daerah menahan dana untuk tujuan berjaga-jaga

apabila terdapat kegiatan yang membutuhkan pendanaan segera, sementara

arus uang masuk belum dapat diprediksi. Akan tetapi, jika dana idle terlalu

besar dan ditahan terlalu lama justru akan menghambat kegiatan pemberian

layanan masyarakat. Pergerakan dana pemda di perbankan dapat dilihat

dalam grafik 4.17 berikut :

Page 122:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

102 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Grafik 4.17

Dana Pemda di Perbankan per Bulan (Bulan Desember)

mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. Dari 19 daerah tersebut di

atas, baru Kabupaten Bualemo yang telah mengajukan ijin pelampauan defisit.

D. Dana Idle

Rekening kas umum daerah merupakan rekening daerah untuk menampung uang masuk maupun uang keluar yang

dibuka pada bank umum dan BPR. Seiring dengan pelaksanaan anggaran, pergerakan arus uang masuk dan uang keluar milik

daerah dapat diketahui melalui bank sentral yaitu Bank Indonesia. Apabila arus uang masuk lebih besar daripada arus uang

keluar, maka akan terjadi penumpukan dana (idle). Dana idle ini merupakan akumulasi dari penerimaan berupa pendapatan,

transfer dana perimbangan, penerimaan pembiayaan setelah dikurangi belanja. Dana Idle terjadi antara lain karena pemerintah

daerah menahan dana untuk tujuan berjaga-jaga apabila terdapat kegiatan yang membutuhkan pendanaan segera, sementara

arus uang masuk belum dapat diprediksi. Akan tetapi, jika dana idle terlalu besar dan ditahan terlalu lama justru akan

menghambat kegiatan pemberian layanan masyarakat. Pergerakan dana pemda di perbankan dapat dilihat dalam grafik 4.17

berikut :

Grafik 4.17

Dana Pemda di Perbankan per Bulan (Bulan Desember)

Sumber: Bank Indonesia (Diolah)

Besaran simpanan pemda di perbankan setiap bulannya selalu berfluktuasi dan pada 4 tahun terakhir ini selalu

mencapai titik terendah pada bulan Desember. Dengan demikian, data dana pemda di perbankan pada posisi bulan Desember

tersebut digunakan sebagai acuan besaran dana pemda yang menganggur (idle). Dari grafik di atas terlihat besaran dana idle

provinsi pada tahun 2013 mengalami penurunan jika dibanding dengan tahun 2012, namun untuk kabupaten/kota justru

62.088

80.446

99.24094.313

23.34528.519

32.33627.432

38.743

51.927

66.905 66.881

0

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

2010 2011 2012 2013

mili

ar r

upia

h

Nasional Provinsi Kota/kabupaten

Sumber: Bank Indonesia (Diolah)

Besaran simpanan pemda di perbankan setiap bulannya selalu

berfluktuasi dan pada 4 tahun terakhir ini selalu mencapai titik terendah

pada bulan Desember. Dengan demikian, data dana pemda di perbankan

pada posisi bulan Desember tersebut digunakan sebagai acuan besaran dana

pemda yang menganggur (idle). Dari grafik di atas terlihat besaran dana idle

provinsi pada tahun 2013 mengalami penurunan jika dibanding dengan

tahun 2012, namun untuk kabupaten/kota justru mengalami peningkatan.

Dana pemda di perbankan secara agregat provinsi, kabupaten, dan kota per

provinsi dapat dilihat pada grafik 4.18 di bawah ini.

Page 123:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

103Realisasi Belanja Daerah APBD 2014 sampai dengan bulan Mei 2014

Grafik 4.18

Dana Pemda di Perbankan Agregat Kab/kota/Provinsi

mengalami peningkatan. Dana pemda di perbankan secara agregat provinsi, kabupaten, dan kota per provinsi dapat dilihat pada

grafik 4.18 di bawah ini.

Grafik 4.18

Dana Pemda di Perbankan Agregat Kab/kota/Provinsi

Sumber: Bank Indonesia (Diolah)

Daerah yang menduduki posisi tertinggi simpanan pemda di perbankan agregat provinsi, kabupaten, dan kota bulan

Desember 2013 adalah Provinsi Kalimantan Timur, kemudian disusul oleh Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi DKI Jakarta.

Secara sekilas urutan tersebut berkaitan dengan besaran nilai APBD daerah yang bersangkutan artinya semakin besar nilai

APBD suatu daerah, maka semakin besar pula nilai simpanan daerah tersebut di bank umum dan BPR. Adapun nilai korelasi

besaran nilai APBD terhadap besaran nilai simpanan pemda di bank umum dan BPR adalah sebesar 83,7%.

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000GO

RON

TALO

MAL

UT

SULB

AR

MAL

UKU NTB

SULT

ENG

LAM

PUN

G

BEN

GKUL

U

BABE

L

KALB

AR

SULU

T

SULT

RA

KEPR

I

DIY

SULS

EL

JAM

BI

SUM

SEL

NTT

SUM

BAR

KALT

ENG

SUM

UT

Papu

a Ba

rat

PAPU

A

BALI

ACEH

BAN

TEN

KALS

EL

RIAU

JATI

M

JABA

R

JAKA

RTA

JATE

NG

KALT

IM

Mili

ar R

upia

h

Sumber: Bank Indonesia (Diolah)

Daerah yang menduduki posisi tertinggi simpanan pemda di perbankan

agregat provinsi, kabupaten, dan kota bulan Desember 2013 adalah Provinsi

Kalimantan Timur, kemudian disusul oleh Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi

DKI Jakarta. Secara sekilas urutan tersebut berkaitan dengan besaran nilai

APBD daerah yang bersangkutan artinya semakin besar nilai APBD suatu

daerah, maka semakin besar pula nilai simpanan daerah tersebut di bank

umum dan BPR. Adapun nilai korelasi besaran nilai APBD terhadap besaran

nilai simpanan pemda di bank umum dan BPR adalah sebesar 83,7%.

Page 124:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

104 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

bAb V REAlISASI bElANJA DAERAH APbD 2014 SAMPAI DENGAN

bUlAN MEI 2014

Guna merespon tuntutan yang tinggi atas kecepatan informasi

penyerapan belanja daerah yang bersifat periodik dengan interval waktu yang

relatif singkat, telah dibuat sebuah instrumen yang dapat digunakan untuk

memonitor besarnya penyerapan belanja APBD secara bulanan. Instrumen ini

didasarkan pada data-data sekunder untuk dapat membuat proxy penyerapan

belanja daerah per bulan per provinsi, yang merupakan agregasi penyerapan

pemerintah provinsi, kabupaten dan kota dalam satu wilayah provinsi.

Dengan cakupan informasi penyerapan belanja yang lebih luas, diharapkan

dapat memberikan bahan masukan yang lebih baik bagi Pemerintah Pusat

untuk mendesain kebijakan keuangan ke daerah.

Pendekatan ini merupakan proxy dengan menggunakan data dana

pemerintah daerah di perbankan per bulan dari Bank Indonesia, data realisasi

transfer per bulan dan proxy realisasi PAD. Laporan estimasi penyerapan

bulanan ini mempunyai lag time kurang dari 20 hari setelah akhir bulan

yang bersangkutan. Lag time ini terjadi karena salah satu sumber informasi

utama yang dijadikan sebagai basis estimasi adalah informasi dana pemda di

Bank Umum per provinsi yang baru dapat diterima setelah 15 hingga 20 hari

setelah berakhirnya bulan yang diobservasi (sumber dari Bank Indonesia).

Dalam analisis ini, data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Dana pemerintah daerah di perbankan per bulan (sumber : Bank

Indonesia);

Page 125:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

105Realisasi Belanja Daerah APBD 2014 sampai dengan bulan Mei 2014

2. Realisasi transfer per bulan (sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan);

3. Laporan realisasi PAD per triwulan (sumber: Ditjen Perimbangan

Keuangan).

Adapun cara perhitungan yang dipakai menggunakan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Langkah Pertama

- Menghitung total realisasi dana transfer yang disalurkan ke daerah

berdasarkan nomor SP2D per provinsi;

- Mengestimasi realisasi PAD yang berasal dari laporan realisasi APBD

per triwulan, dibedakan antara realisasi PAD Kabupaten/Kota/Provinsi.

2. Langkah Kedua

- Menghitung realisasi belanja dengan rumus sebagai berikut :

Belanja = DPdP(t-1)+DT(t)+PAD(t)-DPdP(t)

Keterangan :

DPdP = Dana Pemerintah Daerah di Perbankan

DT = Dana Transfer

PAD = Estimasi Penerimaan dari PAD

t = bulan ke t

3. Langkah Ketiga

Menghitung prosentase belanja dengan rumus sebagai berikut :

% Belanja = estimasi belanja / anggaran belanja APBD

Analisis ini memiliki beberapa kelemahan yaitu :

1. Hanya dapat membuat estimasi realisasi belanja pemerintah daerah

secara agregat provinsi, kabupaten, dan kota untuk masing-masing

provinsi.

2. Realisasi belanja yang diperoleh adalah realisasi belanja secara total,

tidak per jenis belanja.

3. Masih terdapat lag 15 - 20 hari untuk dapat menyajikan laporan

realisasi bulanan per provinsi.

Page 126:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

106 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Atas dasar metode proxy tersebut di atas, sampai dengan bulan Mei 2014

dapat diketahui bahwa realisasi belanja daerah adalah sebesar 24,6%. Hal ini

bisa dilihat pada Grafik 5.1 berikut.

Grafik 5.1

Perbandingan Realisasi APBD 2011, 2012, 2013 dan 2014

(Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota) (%)

PAD = Estimasi Penerimaan dari PAD

t = bulan ke t

3. Langkah Ketiga

Menghitung prosentase belanja dengan rumus sebagai berikut :

% Belanja = estimasi belanja / anggaran belanja APBD

Analisis ini memiliki beberapa kelemahan yaitu :

1. Hanya dapat membuat estimasi realisasi belanja pemerintah daerah secara agregat provinsi, kabupaten, dan kota untuk

masing-masing provinsi.

2. Realisasi belanja yang diperoleh adalah realisasi belanja secara total, tidak per jenis belanja.

3. Masih terdapat lag 15 - 20 hari untuk dapat menyajikan laporan realisasi bulanan per provinsi.

Atas dasar metode proxy tersebut di atas, sampai dengan bulan Mei 2014 dapat diketahui bahwa realisasi belanja

daerah adalah sebesar 24,6%. Hal ini bisa dilihat pada Grafik 5.1 berikut.

Grafik 5.1

Perbandingan Realisasi APBD 2011, 2012, 2013 dan 2014

(Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota) (%)

Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah)

Realisasi penyerapan belanja secara persentase menunjukkan perbandingan antara besaran realisasi penyerapan

dengan anggaran belanja (konsolidasi). Secara persentase, penyerapan belanja pada bulan Januari adalah sebesar 4,0% dari

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2014 4,0 7,8 11,7 18,6 24,6

2013 4,1 8,4 13,6 20,5 26,9 34,3 44,8 50,6 57,6 66,6 75,5 96,1

2012 4,9 8,3 13,3 20,2 26,3 34,6 42,8 50,8 58,7 66,6 75,5 96,2

2011 4,8 8,4 14,0 20,3 26,8 33,1 42,4 54,4 58,8 67,1 76,1 98,8

0

20

40

60

80

100

%

Anggaran

(Milyar)

815.907

708.214

593.506

495.274

Anggaran

(Milyar)

815.907

708.214

593.506

495.274

Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah)

Realisasi penyerapan belanja secara persentase menunjukkan

perbandingan antara besaran realisasi penyerapan dengan anggaran belanja

(konsolidasi). Secara persentase, penyerapan belanja pada bulan Januari

adalah sebesar 4,0% dari total anggaran belanja daerah (Rp815,91 triliun),

lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun

2013 yaitu sebesar 4,1% dan tahun 2012 yaitu sebesar 4,9%. Sedangkan

pada akhir triwulan I tahun 2014, estimasi realisasi belanja daerah adalah

sebesar 11,7%, masih lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi pada

periode yang sama tahun 2013, yaitu sebesar 13,6% dan tahun 2012 yaitu

sebesar 13,3%. Realisasi bulan Mei 2014 diperkirakan sebesar 24,6%,

lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013 yaitu

sebesar 26,9% dan tahun 2012 yaitu sebesar 26,3%.

total anggaran belanja daerah (Rp815,91 triliun), lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun

2013 yaitu sebesar 4,1% dan tahun 2012 yaitu sebesar 4,9%. Sedangkan pada akhir triwulan I tahun 2014, estimasi realisasi

belanja daerah adalah sebesar 11,7%, masih lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun

2013, yaitu sebesar 13,6% dan tahun 2012 yaitu sebesar 13,3%. Realisasi bulan Mei 2014diperkirakan sebesar 24,6%, lebih

rendah jikadibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013 yaitu sebesar 26,9% dan tahun 2012 yaitu sebesar 26,3%.

Pada Grafik 5.1 terlihat bahwa selama 5 bulan sejak Januari s.d. Mei 2014, estimasi realisasi belanja daerah

diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya.

Grafik 5.2

Realisasi Belanja Daerah (Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota)

Bulan Mei 2014 (triliun rupiah)

Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah)

Grafik 2 menggambarkan realisasibelanja daerah yang menunjukkan perkiraan penyerapan belanja daerah hingga

bulan Mei 2014. Secara nominal realisasi bulan Mei tahun 2014diperkirakan sebesar 200,66 triliun (total belanja daerah

sebesar 815,91 triliun), lebih tinggijika dibandingkan dengan estimasi realisasi belanja daerah pada periode yang sama tahun

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli AgustusSeptem

berOktober

Novemb

er

Desemb

er

2014 32.600 63.235 95.440 151.98 200.66

2013 28.838 59.534 96.144 145.35 190.85 242.66 317.30 358.55 407.72 472.02 534.68 680.84

2012 29.024 49.297 78.875 119.89 155.99 205.08 253.98 301.56 348.25 395.34 448.10 570.72

2011 23.650 41.927 69.545 100.64 132.85 164.16 210.62 269.92 291.52 332.77 377.68 490.44

32.60063.235

95.441

151.986200.661

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

Mili

ar R

upia

h

Anggaran

(Milyar)

815.907

708.214

593.506

495.274

Page 127:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

107Realisasi Belanja Daerah APBD 2014 sampai dengan bulan Mei 2014

Pada Grafik 5.1 terlihat bahwa selama 5 bulan sejak Januari s.d.

Mei 2014, estimasi realisasi belanja daerah diperkirakan lebih rendah

dibandingkan dengan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya.

Grafik 5.2

Realisasi Belanja Daerah

(Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota) Bulan Mei 2014 (triliun rupiah)

total anggaran belanja daerah (Rp815,91 triliun), lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun

2013 yaitu sebesar 4,1% dan tahun 2012 yaitu sebesar 4,9%. Sedangkan pada akhir triwulan I tahun 2014, estimasi realisasi

belanja daerah adalah sebesar 11,7%, masih lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun

2013, yaitu sebesar 13,6% dan tahun 2012 yaitu sebesar 13,3%. Realisasi bulan Mei 2014diperkirakan sebesar 24,6%, lebih

rendah jikadibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013 yaitu sebesar 26,9% dan tahun 2012 yaitu sebesar 26,3%.

Pada Grafik 5.1 terlihat bahwa selama 5 bulan sejak Januari s.d. Mei 2014, estimasi realisasi belanja daerah

diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya.

Grafik 5.2

Realisasi Belanja Daerah (Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota)

Bulan Mei 2014 (triliun rupiah)

Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah)

Grafik 2 menggambarkan realisasibelanja daerah yang menunjukkan perkiraan penyerapan belanja daerah hingga

bulan Mei 2014. Secara nominal realisasi bulan Mei tahun 2014diperkirakan sebesar 200,66 triliun (total belanja daerah

sebesar 815,91 triliun), lebih tinggijika dibandingkan dengan estimasi realisasi belanja daerah pada periode yang sama tahun

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli AgustusSeptem

berOktober

November

Desember

2014 32.600 63.235 95.440 151.98 200.66

2013 28.838 59.534 96.144 145.35 190.85 242.66 317.30 358.55 407.72 472.02 534.68 680.84

2012 29.024 49.297 78.875 119.89 155.99 205.08 253.98 301.56 348.25 395.34 448.10 570.72

2011 23.650 41.927 69.545 100.64 132.85 164.16 210.62 269.92 291.52 332.77 377.68 490.44

32.60063.235

95.441

151.986200.661

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

Mili

ar R

upia

h

Anggaran

(Milyar)

815.907

708.214

593.506

495.274

Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah)

Grafik 2 menggambarkan realisasi belanja daerah yang menunjukkan

perkiraan penyerapan belanja daerah hingga bulan Mei 2014. Secara nominal

realisasi bulan Mei tahun 2014 diperkirakan sebesar 200,66 triliun (total

belanja daerah sebesar 815,91 triliun), lebih tinggi jika dibandingkan dengan

estimasi realisasi belanja daerah pada periode yang sama tahun 2013 yaitu

sebesar 190,85 (total belanja daerah sebesar 708,21 triliun) dan tahun 2012

yaitu sebesar 155,99 triliun (total belanja daerah sebesar 593,51 triliun).

Pada Grafik 5.2 terlihat bahwa secara nominal, estimasi realisasi belanja

daerah dari Januari s.d. Mei 2014 selalu lebih tinggi jika dibandingkan

dengan realisasi pada periode yang sama tahun-tahun sebelumnya, kecuali

PAD = Estimasi Penerimaan dari PAD

t = bulan ke t

3. Langkah Ketiga

Menghitung prosentase belanja dengan rumus sebagai berikut :

% Belanja = estimasi belanja / anggaran belanja APBD

Analisis ini memiliki beberapa kelemahan yaitu :

1. Hanya dapat membuat estimasi realisasi belanja pemerintah daerah secara agregat provinsi, kabupaten, dan kota untuk

masing-masing provinsi.

2. Realisasi belanja yang diperoleh adalah realisasi belanja secara total, tidak per jenis belanja.

3. Masih terdapat lag 15 - 20 hari untuk dapat menyajikan laporan realisasi bulanan per provinsi.

Atas dasar metode proxy tersebut di atas, sampai dengan bulan Mei 2014 dapat diketahui bahwa realisasi belanja

daerah adalah sebesar 24,6%. Hal ini bisa dilihat pada Grafik 5.1 berikut.

Grafik 5.1

Perbandingan Realisasi APBD 2011, 2012, 2013 dan 2014

(Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota) (%)

Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah)

Realisasi penyerapan belanja secara persentase menunjukkan perbandingan antara besaran realisasi penyerapan

dengan anggaran belanja (konsolidasi). Secara persentase, penyerapan belanja pada bulan Januari adalah sebesar 4,0% dari

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2014 4,0 7,8 11,7 18,6 24,6

2013 4,1 8,4 13,6 20,5 26,9 34,3 44,8 50,6 57,6 66,6 75,5 96,1

2012 4,9 8,3 13,3 20,2 26,3 34,6 42,8 50,8 58,7 66,6 75,5 96,2

2011 4,8 8,4 14,0 20,3 26,8 33,1 42,4 54,4 58,8 67,1 76,1 98,8

0

20

40

60

80

100

%

Anggaran

(Milyar)

815.907

708.214

593.506

495.274

Anggaran

(Milyar)

815.907

708.214

593.506

495.274

Page 128:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

108 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

realisasi belanja daerah pada akhir triwulan I tahun 2014 yang diperkirakan

hanya sebesar 95,44 triliun, lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi

belanja daerah pada beberapa tahun sebelumnya.

Grafik 5.3

Realisasi Belanja Daerah Secara

Agregat Provinsi, Kabupaten, dan Kota Per Provinsi Bulan Mei 2014 (%)

2013 yaitu sebesar 190,85 (total belanja daerah sebesar 708,21 triliun) dan tahun 2012 yaitu sebesar 155,99 triliun (total

belanja daerah sebesar 593,51 triliun).

Pada Grafik 5.2 terlihat bahwa secara nominal, estimasi realisasi belanja daerah dari Januari s.d. Mei 2014 selalu

lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun-tahun sebelumnya, kecuali realisasi belanja

daerah pada akhir triwulan I tahun 2014 yang diperkirakan hanya sebesar 95,44 triliun, lebih rendah jika dibandingkan dengan

realisasi belanja daerah pada beberapa tahun sebelumnya.

Grafik 5.3

Realisasi Belanja Daerah Secara Agregat Provinsi, Kabupaten, dan Kota Per Provinsi Bulan Mei 2014 (%)

Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah)

Grafik 5.3 menunjukkan persentase penyerapan belanja secara agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota di provinsi yang

sama sampai dengan bulan Mei 2014. Rata-rata realisasi belanja daerahbulan Mei 2014 agregat per provinsi diperkirakan

adalah sebesar 24,6 %, lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013 sebesar 26,9%.

Sementara itu, terdapat 13 daerah yang mempunyai realisasi belanja di bawah rata-rata dan 21 daerah mempunyai

realisasi belanja di atas rata-rata. Yang menarik adalah beberapa daerah di Jawa yang meliputi Provinsi Banten dan DI

Yogyakarta memiliki rata-rata realisasi belanja daerah di bawah rata-rata.

9,6

34,4

24,6

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

Kalim

anta

n U

tara

Kalim

anta

n Ti

mur

Riau

Aceh

Kalim

anta

n Se

lata

n

Papu

a

Papu

a Ba

rat

Kalim

anta

n Ba

rat

Bang

ka B

elitu

ng

Jam

bi

DI Y

ogya

kart

a

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Bant

en

DKI J

akar

ta

Kepu

laua

n Ri

au

Beng

kulu

Sum

ater

a Ba

rat

Sula

wes

i Ten

ggar

a

Bali

Sum

ater

a Se

lata

n

Jaw

a Te

ngah

Jaw

a Ti

mur

Sula

wes

i Ten

gah

Sum

ater

a U

tara

Kalim

anta

n Te

ngah

Mal

uku

Jaw

a Ba

rat

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Lam

pung

Sula

wes

i Sel

atan

Goro

ntal

o

Sula

wes

i Bar

at

Sula

wes

i Uta

ra

%

Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah)

Grafik 5.3 menunjukkan persentase penyerapan belanja secara agregat

Provinsi, Kabupaten dan Kota di provinsi yang sama sampai dengan bulan

Mei 2014. Rata-rata realisasi belanja daerah bulan Mei 2014 agregat per

provinsi diperkirakan adalah sebesar 24,6 %, lebih rendah jika dibandingkan

dengan periode yang sama tahun 2013 sebesar 26,9%.

Sementara itu, terdapat 13 daerah yang mempunyai realisasi belanja di

bawah rata-rata dan 21 daerah mempunyai realisasi belanja di atas rata-rata.

Yang menarik adalah beberapa daerah di Jawa yang meliputi Provinsi Banten

dan DI Yogyakarta memiliki rata-rata realisasi belanja daerah di bawah rata-

rata.

Provinsi Sulawesi Utara memiliki realisasi belanja pemerintah daerah

secara agregat yang paling baik dibandingkan dengan provinsi lainnya. Hal

Page 129:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

109Daftar Pustaka

ini dapat dilihat dari Grafik 5.3, di mana penyerapan belanja daerahnya pada

bulan Mei 2014 sebesar 34,4%.

Adapun Provinsi Kalimantan Utara memiliki realisasi belanja daerah yang

paling rendah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya, dimana realisasi

penyerapan belanja Pemda di Provinsi Kalimantan Utara hanya sebesar 9,6%,

yang berarti jauh di bawah standar belanja yang ideal.

Page 130:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

110 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

__________, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang

Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012.

__________, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.07/2013 tentang

Batas Maksimal Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah, Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,

dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2014.

__________ , Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana

Perimbangan.

__________ , Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah.

__________ , Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara.

__________ , Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara.

__________ , Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah.

__________ , Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Bank Indonesia, Dana Pemerintah Daerah di Perbankan.

Mankiw, Gregory, http://gregmankiw.blogspot.com/2010/03/taxes-per-person.

html.

Page 131:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

111Ucapan Terima kasih

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan buku “Deskripsi dan Analisis APBD 2014” dilaksanakan

dengan teamwork yang solid dan tidak akan mungkin terselesaikan tanpa

kontribusi dan kerjasama dari seluruh pihak yang berperan. Oleh karena itu

apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya diejawantahkan dalam

ucapan berikut ini:

- Ucapan terima kasih ditujukan kepada Direktur Jenderal Perimbangan

Keuangan – Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E. – dan Plt. Direktur

Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah – Rukijo, S.E., M.M.

– yang telah memberikan arahan dan bimbingan hingga diselesaikannya

penyusunan buku ini.

- Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Subdirektorat Data

Keuangan Daerah Direktorat Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan

Daerah yang telah menyediakan data Ringkasan APBD 2014 melalui

Sistem Informasi Keuangan Daerah.

- Tak lupa kami juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada

Subdirektorat Dana Alokasi Umum, Subdirektorat Pelaksanaan Transfer I

dan Subdirektorat Pelaksanaan Transfer II - Direktorat Dana Perimbangan,

yang telah menyediakan data guru, PNSD, dan realisasi transfer

pemerintah daerah.

- Selanjutnya terima kasih kepada tim dari Subdirektorat Evaluasi Dana

Desentralisasi dan Perekonomian Daerah (Ubaidi Socheh Hamidi, S.E.,

M.M.; Ahmad Iskandar, SE, M.Fin.Mgt.; Prasetyo Indro S., SE, ME;

Armansyah Sinaga, S.E.; Faisal, S.E., Ak.; Edi Soeprijono, S.Sos; Nanag

Garendra Timur, S.Si; Maryadi, S.E., M.Si.; Chrisliana Tri Ferayanti, SE,

ME; Radies Kusprihanto Purbo, S.E., M.Sc., Ganjar Prihatmoko, S.E.;

Desain Kristian Gulo, S.E.; Virgin Marthalia, A.Md. dan Lukman Adi

Page 132:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

112 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Santoso, S.E., M.E.; yang telah melakukan pengolahan data dan sekaligus

mendukung penulisan buku, melakukan editing hingga melakukan setting

layout pencetakan buku ini. Terima kasih atas kerja kerasnya.

Page 133:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

113

Page 134:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

114 Deskripsi dan Analisis APBD 2014

Page 135:  · menyelenggarakan urusan pemerintahan termasuk penyediaan layanan publik ... (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang ... Deskripsi dan Analisis APBD

115