37

 · Created Date: 6/25/2013 7:36:36 AM

Embed Size (px)

Citation preview

ANATISIS GENDERDALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN

Aplikosi Gender Analysis Pathwoy (GAP)

DOKUMENTASI & ARSIP

BAPPENASAcc No. ,e.#..P?/..: .?,crars : ......./i/€./......

checked , '.ii-:;

(Y..;.:;;,ti

BADAN PERENCANMN PEMBANGUNAN NASIONALbekerjasama dengan Women's Support Projea

Jakarta, Juni 2001

(BAPPENAS)II - CIDA

wBAPPENASCIDA

I*I ()

ANALISISGENDERDAIAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN

Aplikasi Gender Analysis Pathway (GAP)

Penanggungiawab /Penyunting MatedDra. Nina Sardjunani, MA - Bappenas

Kootdinatot/ Penyunting MateriLenny N. Rosalin, SE, MSc - Bappenas

Penulis/FasilitatotDR. Ace Suryadi - DepdilmasDR. Banu Pratitis - Bappenas

Edisi Pertama

Juni 2001

Badan Petencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)bekeriasama dengan PtoyekWSP II - CIDA

ISBN:979-96149-+5

I(ATAPENGAI{TAR

Gender Analysis Pathway (GAP) merupakan alat analisis gender yangdikembangkan oleh Direktorat Kependudukan, Kemasyarakatan, danPemberdayaan Perempuan-BAPPENAS bekerjasama dengan Women'sSupport Project Phase U-CIDA dan ILO. Dalam proses perkembangannya,GAP telah diujicobakan di 5 (lima) sektor pembangunan, yaituketenagakerjaan, pendidikan, hukum, pertanian, serta koperasi dan usahakecil menengah (KUKM). Hasil uji coba tersebut telah dipresentasikan padaacara "Seminar Nasional Pengarusutamaan Gender dalam PerencanaanPembangunan Nasional" di Jakarta pada tanggal 22 Mei 2001, dan telahmemperoleh banyak masukan yang kesemuanya telah dirangkum ke dalambuku ini.

Penyusunan GAP diawali dengan analisis terhadap dampak kebijakan danprogram pernbangunan Repelita VI terhadap perempuan dan laki-laki.Kesenjangan gender (gender gap) dan masalah gender (gender issues)yangberhasil diidentifikasi dari kebijakan dan program pembangunan RepelitaVI tersebut selanjutnya digunakan sebagai masukan bagi penyusunan Pro-gram Pembangunan Nasionat (PROPENAS) 2000-2004. Dalam PROPENAS2000-2004 terdapat L9 (sembilan belas) program pembangunan dariberbagai bidang yang telah responsif gender. GAP juga telah diujicobakanpada program-progrirm Rencana Pernbangunan Tahunan (REPETA) tahun2002. Dalam draft REPETA2002, selain 19 program juga terdapat 7 (tujuh)program lainnya yang telah responsif gender, yaitu program-programdalam pembangunan hukum dan ekonomi. Dengan demikian, sampai bukuini diterbitkaru telah terdapat 26 (dua puluh enam) program di berbagaibidang pembangunan yang responsif gender.

Dalam pembangunan pendidikan, 4 (empat) program utama telahdijadikan fokus analisis, yaitu: Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah,Program Pendidikan Menengah, Program Pendidikan Ti.gS, dan ProgramPembinaan Pendidikan Luar Sekolah. Hasil analisis menunjukkan, bahwa

ditemukan beberapa faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender dalampembangunan pendidikan. Dengan telah teridentifikasinya berbagaipermasalahan gender dalam pembangunan pendidikan tersebut,diharapkan para pengambil kebijakan dan para perencana pendidikansemakin sensitif dalarn men)rusun rencana kebijakan/ progr am / proy ek /kegiatan pembangunan pendidikan yang ditujukan pada upayamemperkecil atau bahkan menghapus kesenjangan gender pada bidangpendidikan.

Analisis gender dengan menggunakan GAP merupakan proses panjangyang telah dimulai sejak awal tahun L999 dr bawah koordinasi DirektoratKependudukan, Kemasyarakatan, dan Pemberdayaan Perempuan, danmelibatkan banyak pihak dari Direktorat Agama dan Pendidikan-Bappenas,Departemen Pendidikan Nasional, Badan Pusat Statistik, dan KantorMenteri Negara Pernberdayaan Perempuan. Pada kesempatan ini, kepadaseluruh pihak yang telah membanfu tersusunnya analisis ini kami sampaikanpenghargaan dan ucapan terima kasih.

Sebagai suafu analisis awal, buku ini masih akan terus disempurnakan.Untuk itu, saran, kritik, dan masukan dari seluruh pihak senantiasadiharapkan. Semoga langkah awal dari pengintegrasian kebijakan dalamrangka pengarusutamaan gender dapat menjadi landasan untuk lebihmemantapkan kegiatan-kegiatan pembangunan pendidikan yang responsifgender di masa mendatang.

]akarta, ]uni 2001Direkfur Kependudukan, Kemasyarakatandan Pemberdayaan Perempuan

Dra. Nina Sardjunani, MA

w

TAPORAN TIM PENULIS

Buku "Analisis Gender dalam Pembangunan Pendidikan: Aplikasi GenderAnalysis Pathway (GA1t;" tersusun berkat kerjasama yang baik dari berbagaipihak. Pada kesempatan ini Tim yang terdiri : Penanggungjawab /Penyunting Materi : Dra. Nina Sardjunani, MA - Bappenas; Koordinator/Penyunting Materi : Lenny N. Rosalin, SE, MSc - Bappenas; Penulis/Fasilitator : DR. Ace Suryadi - Depdiknas dan DR. Banu Pratitis - Bappenasmengucapkan banyak terima kasih atas waktu dan upaya dari berbagaipihak dalam menghadiri serangkaian diskusi dan pertemuan, sertamemberikan masukan, terutama kepada Direktorat Agama dan Pendidikan- Bappenas, Departemen Pendidikan Nasional, Badan Pusat Statistik, danKantor Meneg. Pemberdayaan Perempuan.

Pada kesempatan ini, Tim menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada DR. Edeng H. Abdurahman atas dukungan masukannya.Disamping itu, masukan dan dukungan manajemen dari WSP n, yalrtg terdiridari Elizabeth Carriere, Beverly Boutilier, Lenore Rogers, Dewayani, danDewi Budhiwaskito serta khususnya kepada DR. Linda Miranda sangatmembantu dalam memfasilitasi terselenggaranya berbagai diskusi danpenerbitan buku ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan untuk Yayasan]urnal Perempuan yang telah membantu dalam penyuntingan b4hasa.Penghargaan khusus diberikan kepada Deputi Bidang SumberdayaManusia dan Pranata Pemerintahan-Bappenas atas pengarahan dandukungannya, serta kepada seluruh staf di lingkungan DirektoratKependudukan, Kemasyarakatan, dan Pemberdayaan Perempuan-Bappenas yang telah membantu mempercepat penyelesaian penulisan bukuini.

Atas partisipasi, masukarl dukungan, dan saran yang diterima oleh Timdari semua pihak diucapkan terima kasih.

Daftar Isi

Daftarlsi

Bab I. Pendahuluan ..........

Bab II. Kebijakan Pembangunan Pendidikan dalam

Repelita VI .............

Bab III. Gender Analpis Pathway (GAP) dan

Analisis Program pembangunan Nasional .....................

Bab IV. Penutup

ul

1

9

29

BAB IPeNpeHULUAN

1. Latar Belakang Permasalahan

Pemerintah Indonesia, berdasarkan pasal 3L undang-Undang Dasar1945, telah melakukan berbagai upaya untuk memperluas kesempatanmemperoleh pendidikan. Perluasan kesempatan behjar di Sekolah basar(SD) mulai dilakukan secara lebih intensif sejak tahun 1973.TJsaha perluasanini dilaksanakan melalui pemerataan berbagai fasilitas petididikar,.Pemerintah mencanangkan Program wajib Belajar 6 (enamf tahun padatahun 1.984 dan Program wajib Belajar 9 (sembilan) tahun pada tihunL994. Kedua program tersebut secara bertahap telah berhasil memperluasangka partisipasi pada tingkat pendidikan dasar. pada tahun lggb/2000Angka Partisipasi Murni (APM) sD mencapai 94,96"h, dan AngkaPartisipasi Kasar (APK) di sekolah Lanjutan Tingkat pertama (sLTp) T2:6%.Perluasan kesempatan belajar di sD dan sLTp ini juga mempengaruhiggningkatan APK pada jenjang pendidikan menengah hinggJmencapai37,67o dan pendidikan tings mencapai L0%.

walaupun kebijakan pendidikan di Indonesia tidak membedakanakses menurut jenis kelamin, dalam kenyataannya perempuan masihtertinggal dalam menikmati kesempatan belajar. Sebagaicontoh, pada 19g0,lgyl 637-o perempuan yang melek huruf dibandinglan dengan g0% laki-laki. sepuluh tahun kemudian persentase melek huruf untuk perempuanmeningkat menjadiTg"/" dan laki-laki menjadigo%. pada tlhuniggg,leseniangan melek huruf antara laki-laki dan perempuan semakin mengecil(laki-laki=93,4"/", dan perempran= Bs,s%). Namun jika dilihat larijumlahnya, masih terdapat 1.1,7 juta perempuan yang buta hurufdibandingkan dengan hanya 5,2 juta laki-laki.

Perbedaan partisipasi antara perempuan dan laki-laki juga dapatdilihat menuryt je_nlang pendidikan. sensus penduduk (tgg}) -"n.iq,r*unbahwa ada 32/o laki-laki lulusan sekolah Dasar (sD), sementara hanya28% peremplan y11g-memi_tiki rjazah sD. Untuk tingkat sLTp, terdapatsekitar 12"/'laIct-laki lulusan SLTP dan hanya g"hpercipuan lulusan SLtp.Di tingkat sekolah Menengah (sM), terdapat 1,2% lak-laki lulusan sM,sementara ha1y,a 8! perempuan lulusan sM. pada jenjang perguruan Tinggi(PT), ada 2% laki-laki yang lulus PT dan hanya f,i" perempuin lulusan-pl(Biro Pusat statistik, 1992). Pada tahun 1999,-terladtperubahan. pendudukperempuan yang berhasil menamatkan sD sudah mencapai 38,4o/o,

sementara laki-Laki yang lulus SD hanya mencapai angka 32,5"/".Perempuan yang berpendidikan SLTP 137o, sedikit lebih rendah dari laki-laki yang berpendidikan sama yaitu L5%. Penduduk PeremPuan yangberpendidikan SM sebesar 11,4"/o atau lebih rendah dari laki-laki yangberpendidikan sama yaitu 15,7"/". Sementara itu, penduduk perempuanberpendidikan sarjana sudah mencapai 2,1o/olangmasih lebih rendah darilaki-laki yaitu 3,2"/".

Ketidaksetaraan jender juga terlihat dari angka partisipasi,berdasarkan kelompok usia maupun jenjang pendidikan. Pada tahun 1.991",APM laki-laki adalah 847., sedikit lebih ti.gg dari APM perempuan yaitu83%. Pada tahun 1997, APMperempuan di tingkat SD sebesar 92,8"/",lebihrendah dari APM laki-laki yaitu sebes ar 97 ,1"/o (Pusat brformasi, Depdiknas,1995). Pada tahun 1997, APM laki-laki di SLTP adalah 57,7\"/" dan 54,7"/ountuk perempuan. APM laki-laki di tingkat SM adalah 30,2"/" dan 29,8"/"untuk perempuan.

Terdapat sejumlah faktor yang memPengaruhi adanya kesenjanganjender dalam praktek pendidikan yang relatif tidak berubah sejak awal1970-an. Salah satu sebab utama adalah faktor-faktor sosial-budaya yangsangat sulit untuk dirubah dalam waktu yang singkat. Untuk itu diperlukanstudi kebijakan yang bertujuan untuk mengungkapkan terjadinyakesenjangan, dan merumuskan upaya yang sistematis untuk mengurangikesenjangan jender yang ada.

2. Tujuan dan Sasaran Studi

Secara umum studi ini bertujuan untuk melakukan analisis kebijakanpernbangunan pendidikan dengan menggunakan alat analisis gender yangdikembangkan oleh Bappenas yaitu Gender Analysis Pathway atau seringdikenal dengan GAP. Hasil analisis tersebut diharapkan dapat digunakansebagai masukan bagi para pengambil keputusan unfuk merumuskankebijakan yang responsif jender (gender responsive) di lingkunganDepartemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Secara khusus, studi inibertujuan untuk melakukan kajian terhadap tiga isu yang terkait erat denganadatrya ketimpangan jender, yaitu: akses terhadap semua jalur, jenis danjenjang pendidikan; mutu dan efisiensi pendidikan; serta penjurusan danprogram studi.

BAB IIKEnryarerv PEuneNcuNAN PpmororKAN

Daravr Rspsrrre VI

Dalam melaksanakan pembangunan pendidikan nasional dalamRepelita vI sesuai arahan GBHN 1,998, disisun serangkaian kebijakanmeliputi pelaksanaan wajib Belajar pendidikan Dasar

-sembilan tahun;

pempilaan pendidikan menengah umum dan kejuruan; pembinaanpendidikan tug.g; pelbylan pendidikan luar sekolah; pembinaan gurudan tenaga kependidikan lainya; pengembarrgi^ kurikui-um;pengembangan buku; pembinaan sarana din prasaiana pendidikan;peningkatan peran serta masyarakat termasuk dunia usaha; sertapeningkatan efisiensi" efektivitas, dan produktivitas pendidikan.

1' - Pelaksanaan wajib Belajar pendidikan Dasar 9 (sembilan)Tahun

- - wajib Belajar Pendidikan Dasar (WAIAR DIKDAS) sembilan Tahundiselenggarakan sebaik-baigyu_ agar terwujud pendidikan dasar yangbermutu dan dap,a_t

T_ggangkau penduduk- di daerah terpenciiPelaksanaan wAJAR DIKDAS s"*bitun Tahun dimulai pada tahunpertama Repelita vI dan diselesaikan selambat-lambatnyJ dalam tigaRepelita sesuai dengan kemampuan pemerintah dan masyarakat.

Dalam masalahpemerataan dan perruasan, kebijakan yang dilakukanantara la_ira pembebasan biaya spp secara bertahap, p"ttgi

"piran syarat

masuk sD dan SLTP, dan pemberian bantuan biayi pLnala*u" bagi"mu-rid yang berprestasi.

untuk mutu -dan relevansi pendidikan, dilakukan kebijakan

pengembalggt kurikulum dan metode mengajar, terutama kurikulummuatan lokal SLTP yang diperkaya dengan keterampilan yang sesuaidengankebutuhan setempatbagi siswa sLTp yang tidak dapatmelirlutkansekolah-ke jenjang berikutnya. Materi petaJaran yang dapat -"r,,rro-pufkembang!* budaya iptek dan mempertinggi ketalianan agama danbudaya-juga dikembangk€ul secara seimbang. Ku-Jlitas diupayakin melaluipeningkatan mutu dan kesejahteraan guiu dan tenagi kependidikanlainnya.

Sehubungan dengan efisiensi dan efektivitas pendidikan, kebijakandiupayakan agar pembangunan gedung sekolah disesuaikan dengan petapendidikan yang tetap memberikan kesempatan sekolah swata untukberkembang.

2. Pembinaan Pendidikan Menengah Umum dan Kejuruan

Dalam hal pemerataan dan perluasan pendidikan, kebijakan yangdilakukan adalah penyelenggaraan Sekulah Menengah Umum (SMU)dengan ukuran daya tampung yang besar yaitu antara 3 ribu hingga 5ribu murid.

Sementara itu, kebijakan yang berkaitan dengan mutu dan relevansipendidikan diupayakan melalui pengembangan kurikulum yang bercirikanpenyelenggaraan pendidikan per catur wulan, penjurusan di kelas III, dankomponen kurikulum muatan lokal yang dilaksanakan di semua SMU.Untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dilakukan kebijakan penataanprogram studi dan pengembangan kurikulum yang sesuai dengan ilmupengetahuan dan teknologi dan tuntutan masyarakat melaluipengembangan sistem pemagangan di dunia usaha.

3. Pendidikan Tinggi

Kebijakan dalam pemerataan dan perluasan pendidikan, dilakukandengan memperbesar daya tampung Perguruan Ti.gS (PT), baik negerimaupun swasta, dan melalui penyelenggaraan pendidikan dengan sistembelajar jarak jauh.

Sehubungan dengan mutu dan relevansi pendidikan, kebijakan yangdilakukan antara lain penyeimbangan dan penyerasian jumlah dan jenisprogram sfudi bidang esakta dan sosial, serta humaniora dan seni, denganmemperhatikan tuntutan kebutuhan masyarakat dan perkembangan iptek.Mutu program pascasarjana ditingkatkan dengan merintis penerimaanmahasiswa melalui ujian seleksi atau ujian penempatan. Pengendalianmutu PT dilakukan melalui akreditasi untuk PT negeri dan swasta secarabertahap, di samping kegiatan penelitian dan pengabdian kepadamasyarakat. Selain itu, dalam rangka peningkatan mufu, pembinaan danpengembangan jiwa kepemimpinan diselenggarakan baik melalui kegiatanekstrakurikuler maupun ko-kurikuler.

4. Pendidikan Luar Sekolah

Kebijakan pemerataan dan perluasan Pendidikan Luar Sekolah (PLS),dilakukan dengan memperluas jenis dan jangkauankegiatan sesuai dengankebutuhan masyarakat, melalui peningkatan pengetahuan dasar danketerampilan wiraswasta. Program kelompok belajar Paket A dan Paket B

ditujukan untuk menuntaskan tiga buta yaitu buta aksara latin dan angka,buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar bagi penduduk yangtidak mampu mengikuti pendidikan dasar di sekolah .

Menyangkut mutu dan relevansi pendidikan, program PLS yangdiselenggarakan masyarakat dibina dan dikembangkan agar sesuai denganfunfutan kebutuhan masyarakat, serta dapat memberikan landasan yangkuat bagi pembentukan kepribadian, penanaman nilai-nilai agarna,budaya, moral dan budi pekerti luhur. Sistem dan prosedur pembinaanbelajar usaha dan magang disempurnakan dan diselenggarakan secaraterpadu dengan berbagai program sejenis lainnya.

5. Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan

Kebijakan yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas gurudan tenaga kependidikan lainnya dilaksanakan melalui pendidikan,penataran dan penyegaran. Kesempatan belajar dan beasiswa diberikankepada tenaga kependidikan yang mampu dari segi akademik, berdedikasidan berprestasi dalam tugasnya. Upaya pembinaan karier yang terencanadan penghargaan yang memadai bagi mereka yang bertugas di daerahpedesaan dan terpencil diusahakan. Insentif dan penghargaan bagi guruyang berprestasi dan berdedikasi dikembangkan untuk memacu prestasimereka.

Untuk mengatasi kesenjangan ketersediaan tenaga kependidikanantardaerah dilakukan penyempurnaan sistem pengadaan, pengangkatandan penempatan tenaga kependidikan. Penataan Lembaga PendidikanTenaga Kependidikan (LPTK) perlu dilakukan untuk menghadapipersoalan pengadaan tenaga kependidikan.

6. Pengembangan Kurikulum

Kebijakan yang dilakukan adalah memperkaya kurikulum sesuaidengan perkembangan iptek dan zaman, tuntutan pembangunan dankebutuhan dan perkembangan daerah setempat. Mata pelajaran yarrgbertuiuan membina keseimbangan antara kualitas daya nalar dankematangan rohani terus diberikan secara berkesinambungan. Isi kurikulumdan metode belajar mengajar dikembangkan agar lebih mampumenanamkan dan menumbuhkembangkan budaya iptek dankepemimpinan peserta didik sejak usia dini. Iklim belajar yang mendukungdan penyelenggaraan kegiatan ilmiah terus dikembangkan. Kegiatanekstrakuriuler dikembangkan untuk meningkatkan daya kreativitas,keterampilan, kepemimpinan dan penanaman disiplin siswa.

7 . Pengembangan Buku

Kebijakan pengembangan buku dilakukan melalui penilaian secaraberkala terhadap bahan ajar yang runtut sejak tingkat dasar sampaimenengah. Materi buku terus dimantapkan sesuai dengan kurikulum yangberlaku dan diupayakan untuk tidak terjadi penggantian buku pelajaranyang terlampau sering. Penyediaan buku pelajaran murid dengan rasiosatu buku satu murid diusahakan bagi sekolah di daerah miskin atautertinggal. Buku bacaan diupayakan dengan harga yang terjangkau dandisediakan di perpustakaan sekolah dan taman bacaan masyarakat.Pengadaan perpustakaan sekolah dan taman bacaan di tingkatkan hinggake pelosok. Di samping itu, juga diberikan penghargaan yang memadaikepada penulis dan pemberian j aminan perlindungan hak cipta diusahakan.

8. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Upaya penyediaan sarana dan prasarana pendidikan ditingkatkan,baik dalam jumlah maupun mutunya di semua jalur, jenis, dan jenjangpendidikan sesuai kebutuhan, termasuk sarana olahraga dan pendidikanjasmani. Pembangunan sarana pendidikan yang baru disesuaikan denganrencana tata ruang daerah yang berwawasan lingkungan" serta menjaminkeamanan dan kenyamanan belajar-mengajar.

9. Peningkatan Peran Serta Masyarakat Termasuk Dunia Usaha

Usaha peningkatan peran serta masyarakat dilakukan adalah denganmengembangkan mekanisme kerja sama yang saling menguntungkan bagipeserta didik dan lembaga pendidikan, masyarakat, dan dunia usaha.Hubungan yang lebih erat dan serasi antara sekolah dan keluarga pesertadidik dan masyarakat dibina dan dikembangkan, terutama dalam upayapeningkatan mutu pendidikan. Kelompok masyarakat mampu didoronguntuk memberikan sumbangan yang lebih besar dalam membiayaipendidikan

Bagi masyarakat yang tidak mampu disediakan bantuan, baiklangsung maupun tidak langsung, demi pemerataan dan keadilanpendidikan. Dunia usaha didorong untuk turut membantupenyelenggaraan pendidikan dengan menyediakan beasiswa kepadapeserta didik berprestasi yang kurang mampu, memberi bantuan tenaga,serta menyediakan fasilitas untuk magang. Sumbangan pemikiran danpertimbangan dalam perumusan kebijakan pendidikan dari dunia usahaperlu didorong. Pembinaan dan pengawasan lembaga pendidikan swastaditingkatkan dan diarahkan agar dapat lebih berperan dan bertanggungjawab dalam upaya peningkatan kualitas serta perluasan pemerataankesempatan pendidikan.

10. Peningkatan Efisiensi, Efektivitas, dan ProduktivitasPendidikan

Upaya efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pendidikanditingkatkan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan termasukpeningkatan kemampuan dan penyempurnaan perencanaan terpadu,administrasi pelayanan kepegawaian, keuangan, perlengkapan,pengorganisasian, hubungan luar negeri, hukum dan ketatausahaan.Penelitian dan pengembangan kebijakan, pengelolaan, dan penyajianinformasi, pengembangan kurikulum, teknologi pendidikan dan pengujianditingkatkan. Sejalan dengan itu, ditingkatkan pula sistem pengendaliandan pengawasan program pendidikan secara menyeluruh, baik di pusatmaupun di daerah.

BAB IIIGENDER ANALYSE PATI{WAYS (GAP)

DANANALISIS PROGRAM PEMBANGUNAN

NASTONAL (PROPENAS)

A. ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN

1. Kebijakan Pembangunan Pendidikan

a. Perluasan dan pemerataan kesempatan memperolehpendidikan pada setiap jenjang pendidikan.

b. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasukpembaharuan kurikulum berupa diversifikasi kurikulum untukmelayani keragaman peserta didik.

c. Meningkatkan kuali tas lembaga pendidikan yangdiselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintahuntuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisiendalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi, dan seni.

1.1 Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah

a. Pemberian subsidi pendidikan diberikankepada sekolah swastaagar mampu menyelenggarakan pendidikan yang berkualitasdan mem-berikan layanan pendidikan yang dapat dijangkaumasyarakat luas dengan mengusahakan terwujudnyakeseimbangan gender.

b- Pemberianbeasiswabagisiswa darikeluargayangtidakmampu,dengan memperhatikan kesetaraan gender. pemberian beasiswaditujukan agar semua penduduk dapat menyelesaikanpendidikan serendah-rendahnya sampai tingkat sLTp atauyang setara, misalnya MTs.

c. Peningkatan kemampuan profesional dan kesejahteraan guruserta tenaga kependidikan lainnya diusahakan secara adil dan

seimbang dalam rangka mendukung peningkatan kualitas, cika,wibawa, harkat dan martabat guru.

d. Penyempurnaan kurikulum disesuaikan dengan kebutuhanpembangunan daerah, kapasitas peserta didik, serta peningkatankemampuan dan kreativitas guru. Terwujudnya kesetaraan gen-der dalam penguasaan pengetahuan dasar (seperti matematik,bahasa, dan ilmu pengetahuan alam), wawasan kebangsaan,kepribadian, moral, sikap, tatakrama, menghargai sesama danalam perlu mendapatkan penekanan.

e. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang responsifgender, penggunaan dan perawatan berbagai sarurna seperti :buku pelajaran pokok, buku bacaan, alat pelajaran, pelpustakaan,laboratorium, ruang Kelompok Kerja Guru (KKG), dan ruanglainnya diusahakan.

f. Pemberdayaan dan peningkatan kemampuan manajementenaga kependidikan diusahakan dengan memperhatikankesetaraan gender. Program pemberdayaan ini perlu diikutidengan pemantauan dan evaluasi secara bertahap dan intensifagar kinerja sekolah dapat bertahan sesuai dengan standarmutu pendidikan yang ditetapkan.

g. Pemberian beasiswa/subsidi pendidikan yang seimbangberdasarkan jenis kelamin dengan memberikan prioritas yanglebih besar bagi peserta didik perempuan yang berprestasi tetapikurang mampu.

h. Alokasi pengangkatan guru kelas dan guru bidang studidilaksanakan secara profesional.

1".2- Program Pendidikan Menengah

a. Pemberianbeasiswauntukmemberikankesempatanyanglebihluas dan proporsional kepada siswa yang memiliki prestasibelajar memadai tetapi berkemampuan ekonomi lemah.

b. Pemberian subsidi kepada sekolah swasta dengan perioritaskepada daerah-daerah yang kurang mampu dalam bentukimbal swadaya dan bentuk lainnya.

c. Peningkatan kemampuan profesional dan kesejahteraan gurusecara adil dan proporsional kepada guru melalui pemberianakreditasi dan sertifikasi mengajar bidang-bidang tertentu yangdievaluasi secara periodik, serta penyempurnaan sistem'angkakredit untuk peningkatan karir guru.

d. Penyempurnaan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dankondisi setempat, menekankan peningkatan wawasankebangsaan, kepribadiary moral, sikap, tata krama, menghargaisesama, menghargai alam, mampu meningkatkan kemampuansumber daya lulusan pendidikan menengah, dengan materipengajaran yang tidak bias gender.

e. Penyediaan sarana dan prasarana pendid.ikan yang responsifgender, penggunaan dan perawatan berbagai sarana seperti :buku pelajaran pokok, buku bacaan, alat pelajaran, danperpustakaan di sekolah swasta dan negeri diusahakan secarabertahap.

f. Pengembangan pendekatan proses pembelajaran yangberwawasan gender melalui pembinaan dan pelatihan guru-guru, kepala sekolah, dan pengawas pendidikan.

g. Peningkatan efisiensi dan efektifitas proses belajar mengajarmelalui pemetaan mutu sekolatr, penilaian proses dan hasilbelajar secara bertahap dan berkelanjutan serta pengembangansistem dan alat ukur penilaian pendidikan yang efektif untukmeningkatkan pengendalian dan kualitas pendidikan danmenghilangkan kesenjangan gender.

h. Pemberian beasiswa kepada siswa secara proporsional untukmemasuki jurusan-jurusan atau program studi yang bias genderdengan tetap memperhatikan kualitas.

i. Perekrutan dan pelatihan pengembang kurikulum dan penulisbuku pelajaran secara proporsional dan bertahap.

i. Pengkajian dan evaluasi isi kurikulum dan materi bukupelajaran yang bias gender.

k. Pemberian pemahaman dan penyadaran kepada lembaga-lembaga pendidikan menengah dan masyarakat tentangpentingnya pengarustamaan gender dalam pendidikan.

L.3. Program Pendidikan Tinggi

a. Peningkatan kualitas tenaga pengajar PT dan peningkatanjumlah tenaga pengaiar perempuan secara proporsionalsehingga dicapai keseimbangan iumlah tenaga pengajarmenurut jenis kelamin.

b. Penyempurnaan kurikulum agar sejalan dengan tuntutankebutuhan masyarakat, termasuk pengembangan danpemahaman tentang kesetaraan dan keadilan gender yangdilaksanakan di berbagai institusi pendidikan.

Peningkatan kualitas peneliti melalui pendidikan lanjut danpelatihan secara proporsional.

Perluasan dan pemberdayaan pusat-pusat sfudi perempuan.

Penyebaran konsep pengarusutamaan gender melalui pelatihandan pendidikan ul*g di berbagai instansi.

Peningkatan jumlah mahasiswa di pendidikan tinggi secaraproporsional dan intervensi pemerintah dilaksanakan dalamrangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.

Pengurangan kesenjangan gender di lembaga-lembagapendidikan ti.ggi melalui penerangan umum.

1".4. Program Pendidikan Luar Sekolah

c .

Percepatan proses penuntasan tiga buta dengan penekananpada perluasan akses pada perempuan.

Pengembangan model pembelajaran untuk programpendidikan berkelanjutan yang t idak bias jender danberorientasi pada peningkatan keterampilan dan kemampuankewirausahaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,permintaan pasar, dan keterampilan berwiraswasta sebagaibekal kemampuan bekerja dan berusaha.

Penyusunan masukan unfuk rancangan ketetapan persyaratankerja dan sistem penggajian di berbagai lapangan kerja dalamrangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.

L.5. Program Sinkronisasi dan Koordinasi

Menyelenggarakan pelatihan dan penerangan umum melaluiberbagai media untuk meningkatkan kesadaran gender bagipengelola pendidikan, pelaksana pendidikan, dan masyarakatumum yang secara langsung berkaitan dengan pendidikan.

Menyempurnakan statistik pendidikan (sekolah dan luarsekolah) yang dapat menghasilkan indikator pendidikan yangresponsif gender secara berkelanjutan.

Memperbaiki sistem penerimaan kepala sekolah dan pengawasbaru yang lebih seimbang sehingga dapat mewujudkankesetaraan gender.

Mempertimbangkan unsur jenis kelamin dalam pengangkatanpara pejabat struktural di lingkungan Depdiknas dari mulaitingkat nasional, propinsi, daerah sampai dengan tingkatsatuan pendidikan.

c .

d .

e.

oo '

a .

b.

a .

b .

c .

d.

e. Mensosialisasikan proses pendidikan dan pembelajaran yangberwawasan gender melalui pelatihan dan penerangan umumkepada para pejabat pendidikan (misalnya melalui programkursus penjenjangan) di tingkat pusat dan daerah sertamasyarakat umum.

2. Data Pembuka Wawasan

Berdasarkan data statistik, baik yang bersumber dari BPS maupunDepdiknas, serta hasil-hasil pengamatan terhadap sistem pendidikannasional, ditemukan adanya kesenjangan gender sebagai berikut :

1. Ketidaksetaraan gender di bidang pendidikan terjadi antaralain dari gejala berbedanya akses atau peluang bagi laki-lakidan perempuan dalam memperoleh pendidikan. Susenas 1999menunjukkan penduduk perempuan yang berhasilmenyelesaikan pendidikan SLTP ke atas baru mencapai31.,4"/",sementara penduduk laki-laki 36"/o. D ata tersebut menunjukkansemakin sedikit penduduk perempuan yang berhasilmenyelesaikan pendidikan lebih tinggi dibanding laki-laki.

' Berdabarkan Susenas 1.997, penduduk perempuan yangberpendidikan tinggi baru sekitar 2,07o/o, atau lebih sedikit daripenduduk laki-laki yang mencapai3,24"/". Selain itu persentasependuduk perempuan yang buta huruf berdasarkan StatistikKesejahteraan Rakyat 1998 adalah sebesar 'I..4,46"h, juga jauhlebih tinggi dari penduduk laki-laki yang mencapai angka 6,6"/".

2. Presentase penduduk perempuan yang melek huruf terusmeningkat tetapi masih tertinggal dari penduduk laki-laki. Padatahun 1.980, hanya 63% perempuan berbanding dengan 80%laki-laki yang melek huruf (SP, 1980). Pada tahun 1990,persentase melek huruf perempuan meningkat menjadi 79%sementara laki-laki sudah mencapai 90% (SP, 1990). Pendudukperempuan yang melek huruf terus meningkat mencapai85,54"/o tetapi masih tetap tertinggal dari penduduk laki-lakiyang melek huruf, yaitu 93,4"/" (Susenas, L996).

3. Kesempatan memperoleh pendidikan untuk perempuan relatiflebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Pada tahun 1998/99, APM perempuan di SD adalah 93"/" berbanding laki-laki97,1"/". Di SLTP APM perempuan adalah 54,7"/" sedangkan laki-Laki 57,1"/". Di SM, APM perempuan adalah 29,8"/o sedangkanlaki-laki 30,17"/". Selanjutnya APK perempuan di PerguruanTinggi adalah 8,9% sedangkan laki-laki 10,9"/".

t3

4 . Dari hasil pengamatary proses pembelajaran cenderung masihbelum berwawasan jender dan memihak laki-laki (bias towardmale). Laki-laki cenderung ditempatkan pada posisi yang lebihdiuntungkan dalam keseluruhan proses pendidikan misaLryadalam memimpin kelas, memimpin organisasi siswa, memimpindiskusi kelompok, mengajukan pertanyaan ataumengemukakan pendapat, memimpin kelompok belajar, dansebagainya.

Walaupun angka partisipasinya lebih rendah, perempuan lebihmampu bertahan dibandingkan dengan laki-laki. Angka putussekolah siswa perempuan selalu lebih kecil, khususnya padaSMU, SMK dan PT. Siswa perempuan juga lebih banyak yangdapat menyelesaikan sekolah sampai lulus dibandingkandengan lawan jenisnya. Gejala-gejala tersebut menunjukanbahwa peserta didik perempuan lebih optimal dalammemanfaatkan kesempatan belajar.

Muatan buku-buku pelajaran yang membahas status dan fungsiperempuan dalam masyarakat memberikan banyak pengaruhterhadap kesenjangan jender dalam proses pendidikan. Muatansebagian buku-buku pelajaran (khususnya seperti IPS, PPKN,Pendidikan |asmani, Bahasa dan sastra Indonesia, sertakesenian) yang diamati cenderung belum berwawasan jender.Para pengembang kurikulum dan penulis buku-buku pelajaranlebih dominan laki-laki yaitu sebesar 85% (Gramedia, 2000).Hal ini berkaitan erat dengan substansi pelajaran yang akanmempengaruhi kesenjangan jender.

Berdasarkan data Depdiknas (1998), laki-Iaki lebih dominandalam memilih jurusan atau program studi yang mempelajarikejuruan atau keahlian pada bidang-bidang kejuruan pertaniandan kehutanan (72,05%), teknologi dan industri (97,56%).Sementara itu, perempuan lebih banyak yang mempelajarikejuruan bidang ketatausahaan (76,52%), pekerjaan sosial(49,3"/"),seru kerajin an (60%), serta teknologi kerumahtanggaan(98,L%).

Berdasarkan statistik PT (1998), perempuan lebih dominan padajurusan-jurusan keahlian yang dianggap sesuai dengan peranjenisnya, seperti keahlian terapan bidang manajemen (57:7"/"),pelayanan jasa dan transportasi (64,2o/o), bahasa dan sastra(58,6%), serta psikologi (59,9%). Sementara itu laki-laki lebihdominan dalam jurusan-jurusan teknologi dan ilmu-ilmu dasar(basic sciences) seperti fisika, Biologi, Kimia, dan sejenisnya.

5 .

6 .

7 .

8 .

3. Kesenjangan Jender; Akses, Partisipasi, Kontrol, Manfaat

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaksetaraan jender dalambidang pendidikan dapat dikelompokan ke dalam empat faktor mendasar,yaitu faktor akses, faktor partisipasi, faktor kontrol, dan faktor manfaat.

3.L. Faktor Part isipasi

Kesenjangan angka partisipasi pendidikan di SD menurut jeniskelamin lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial-budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakatdaripada dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas pendidikanyang sudah tersebar relatif merata. Faktor-faktor sosial-budayatersebut antara lain adalah nilai dan sikap yang dianut olehsebagian besar anggota masyarakat berkaitan dengan fungsidan peran jenis kelamin. Pada umumnya masyarakatberanggapan laki-laki adalah penopang ekonomi keluarga(bread winner) dan oleh karena itu lebih penting untukmemperoleh pendidikan daripada anak perempuan yangdianggap lebih berperan di lingkungan keluarga (domestic func-tion). Faktor nilai sosial-budaya itu berkaitan dengan faktorekonomi, misalnya jika ketersediaan biaya sekolah sangatterbatas, sedangkan anak yang akan bersekolah ada dua or-ang yaitu laki-laki dan perempuan, maka sebagian keluargaakan lebih memilih anak laki-laki untuk menempati prioritasuntuk bersekolah daripada anak perempuan.

Sebaliknya, faktor kesenjangan pendidikan di SLTPmenunjukkan kecenderungan yang sedikit berbeda. Perbedaankesempatan memperoleh pendidikan di SLTP menurut jeniskelamin cenderung lebih dipengaruhi oleh kondisiketerjangkauan fasilitas pendidikan atau jarak antara rumahdan sekolah, terutama di daerah-daerah pedesaan terpencil,yang sulit dijangkau. Faktor kondisi keterjangkauan fasilitaspendidikan dapat memperkecil kemungkinan bagi perempuanuntuk bersekolah.

Kesempatan belajar di SMU sudah mulai menunjukkankeseimbangan jender. Namun berbagai gejala yang ditemukanmenunjukkan bahwa perempuan kurang terwakili(underrepresented) dalam komposisi murid di SMK danpendidikan tinggi. Gejala tersebut merupakan akibat dariadanya stereotipe dalam masyarakat tentang peran jender.Perempuan lebih banyak terdaftar pada jurusan atau programstudi tentang ilmu-ilmu perilaku dan pelayanan sosial, sepertipsikologi, Ilmu Pendidikan, perawat kesehatan, dan bisnis.

a .

b.

c .

15

Sementara itu, laki-laki mendominasi jurusan atau programstudi berkaitan dengan ilmu-ilmu mumi dan "ilmu-ilmu keras"(basic and hard sciences) seperti ilmu pengetahuan alam,otomotif, teknologi, industri, dan sejenisnya.

d. Di samping lebih rendahnya angka partisipasi perempuan padasetiap jenjang pendidikan, laki-laki cenderung lebih aktif berpar-tisipasi dalam proses pembelajaran di sekolah atau perguruantirggi.Hal ini disebabkan oleh nilai dan sikap masyarakat yangmenganggap peran laki-laki lebih penting dalam berbagaidimensi kehidupan. Laki-laki masih dominan berperan sebagaikepala keluarga, pemimpin masyarakat serta pemimpin dalamlembaga-lernbaga birokrasi.

e. Perempuan lebih mampu bertahan di sekolah danmenyelesaikan studi dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkankarena jurrlah perempuan masih sedikit dalam komposisi muridsekolah. Untuk itu, partisipasi perempuan telah terseleksisecarabaik. Di samping itu, perempuan dianggap memilikikarakteristik yang dapat mendorong keberhasilan mereka,seperti ketelitian, ketekunan, kesabaran dan kesungguhan yanglebih menonjol daripada yang dimiliki laki-laki.

3 .2. Faktor Akses

a. Akses perempuan dalam penulisan buku pelajaran yangterbatas menyebabkan proporsi penulis buku pelajarandidominasi oleh laki-laki yang belum responsif gender sangatbesar yakni 85%.

b. Terdapat keterbatasan akses bagi perempuan untuk menjaditenaga pengajar terutama pada SLTP ke atas. Akibahrya, prosespembelajaran belum berorientasi terhadap kesetaraan gender,serta lebih menempatkan perempuan pada posisi yang kurangmenguntungkan (bias againts female). Hal ini diperparah lagioleh kesadaran guru akan kesetaraan gender yang masihrendah.

c. Akses bagi perempuan terhadap jurusan-jurusan ilmu dasarseperti fisika, kimia, biologi serta ilmu-ilmu keras lainnya sepertiteknologi dan industrimasih rendah. Hal inibukan diakibatkanoleh sistem seleksi masuk PT yang kurang sensitif jender, tetapilebih disebabkan oleh rendahnya proporsi perempuan yangmemilih jurusan IPA atau Matematika di SMU.

3.3. Faktor Kontrol

a- Dalam keluarga, ayah berfungsi sebagai kepala keluarga. Nilai,-rft"p, pandang.an, dan perilalu ayah sebagai kepala ieluargaberpengaruh di dalam ptor"s p"ngimbilan ieput-risan ker uur{u,khususny,a keputusan untut memilih jurusan atau keahli *rb;danak-anak..perempuan yang dianggap sebagai pemeran runglidomestik (domestic roles), lebih aiarahkin untuk memil-ihjurusan atau keahlian yang dianggap oleh orangtua sesuai{engan peran jenisnya, seperti psiioiogi, bahasa"dan sastra,dan perawat kesehatan Di pihak rain, la-ki-raki yang di*ggupsebagai penopang ekonomi keluarga (bread winner)Jdiur"f,lu.untuk memilih ilmu-ilmu ilmu-ilmu dasar dan teknologi sepertiteknologi dan industri.

b. Partisipasi peremp-uan dalam proses pengambilan keputusandi bidang pendidikan masih tiuttr renaafr daripada taki-tati.Keadaan ini.dapat m€mpengaruhi kebijakan pendidikan yangkurang sensitif gender ylng selanjubrya mdmbawa au-pa[yang kurang menguntungkan bagi- perempuan.

3.4. Faktor Manfaat

a. Pgmegang kebijakan dalam struktur pemerintahan didominasioleh laki-laki, khususnya di lingkungan pendidikan. Hal inidisebabkan oleh sedikitnya

-jumlah perempuan yang

memperoleh kesempatan untuk memegang jabatin biroiraslDengan latar belakang peldidikan yang kurang, perempuantertinggal jauh dalam menduduki posisi penting dalam ;abatan-jabatan struktural saat ini. pNS perempuan hanya menempatiproporsi

??,4%.Data- juga menunjukkan semakin tinggi

g_olongan jabatan semakin kecil proporsi peremp,r* yur,g iJudi dalamnya.

b. sebagai akibat dari ketidaksetaraan jender dalam bidangpeldi!i|<an,- serta dalam pemilihan jurusan-jurusan keahtian]maka laki-laki memiliki kesempatan memperoleh keahlian danstatus pt9f".rt:l"r y.u.g ti-gg. Akibatnya, iata-rata penghasilanIaki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan rata-ratapenghasilan perempuan.

4. Masalah Gender

Berdasarkan kes-gn1angan gender serta faktor-faktor yang mempengaruhinya,dapat diidentifikasikan beberapa masalah gender dXhm f "-Iu.g,rr,^r,pendidikan yang perlu mendapat perhatian-lebih lanjut.

a . Kesenjangan jender yang paling menononjol terjadi di SD SMKdanPT, tetapilebih seimbangpada SD, SLTP dan SMU. Namundemikian, masih terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi

ienjang pendidikan makin lebar kesenjangan gendernya.Kesenjangan ini secara umum dipengaruhi oleh nilai sosialbudaya patriarki yang dianut masyarakat hrdonesia, mulai nilai-nilai yang berkaitan dengan pentingnya pendidikan untukperempuan (khususnya pada pendidikan dasar) sampai dengannilai-nilai yang berkaitan dengan peran jenis kelamin dalammasyarakat dalam kaitannya dengan memilih jurusan ataukeahlian pendidikan.

Buku pelajaran yang bias gender, khususnya yang berhasildiamati pada mata-mata pelajaran tertentu seperti PPKN,Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Sosial, PendidikanAgama, Pendidikan Jasmani, dan sejenisnya, akanmempertahankan kesenjangan gender dalam wakfu lama. Halini juga akan mengakibatkan perempuan tetap dianggapdianggap sebagai warga negara yang kurang produktif.

Rendahnya angka partisipasi perempuan dalam pendidikanakan mengakibatkan proses pembelajaran menjadi kurangefisien. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan perempuan yangrelatif lebih tinggi untuk bertahan dan menyelesaikan studi disekolah. Hal ini dibuktikan dengan lebih rendahnya angkaputus sekolah dan angka mengulang kelas bagi muridperempuan dibandingkan murid laki-laki, serta lebih tirgg*yuangka kelulusan dan angka bertahan (retention rate) rr:ruridperempuan dibandingkan laki-laki.

Posisi perempuan yang kurang strategis dalam prosespengambilan keputusan di bidang pendidikan, mengakibatkankesenjangan gender terlembagakan (institutionalized) dalamberbagai dimensi sistem pendidikan. Sikap para pengelola danpelaksana pendidikan yang masih bias gender secara konsistendan berkesinambungan mengakibatkan terjadinya kesenjangangender yang bertahan dalam waktu yang lama.

Masih terjadinya gejala pemisahan gender (gender segregation)dalam pemilihan jurusan atau program studi yang berakibatkepada diskriminasi gender (gender discrimination) padainstitusi-institusi pekerjaan dan sistem penggajian. Kenyataanyang disebabkan oleh nilai dan sikap keluarga yang dipengaruhioleh faktor sosial-budaya masyarakat kemudian mengakibatkanadanya bias gender dalam peran-peran sosial yang berbeda.

b.

c .

d.

e .

18

B. REFORMULASI KEBIIAKAN PENDIDIKAN YANG RESPONSIFGENDER

1. Kebijakan Pendidikan yang Responsif gender

Pembangunan pendid,ikan nasional dilakukan dengan arah kebijakanyang telah ditetapkan dalam Propenas 2000, sebagai berikut :

a. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan mem-peroleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyatLrdonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitastinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.

b. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional sertameningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikansehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimalterutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budipekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dantenaga kependidikan.

c. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasukpembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untukmelayani keberagaman peserta didik, pen)rusunan kurikulumyang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingansetempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.

d. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupunluar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dankemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga danmasyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana yangmemadai.

e. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikannasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuandan manajemen.

f. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diseleng-garakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untukmemantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalammenghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi danseni.

g. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mung-kin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagaiupaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agargenerasi muda dapat berkembang secara optimal disertaidengan hak dukungan dan lindungan sesuai denganpotensinya.

19

Untuk melaksanakan kebijakan pendidikan tersebut ditetapkanberbagai program pembangunan pendidikan, antara lain : programpendidikan dasar dan prasekolah, program pendidikan menengah, pro-gram pendidikan tinggi, program pendidikan luar sekolah, Programsinkronisasi dan koordinasi pemb angunan pendidikan nasional, programpenelitian dan peningkatan kapasitas, Program pengembangankemampuan sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologl serta programpeningkatan kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi.

a. Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah

Program pendidikan dasar dan prasekolah bertujuan untuk : (L)memperluas jangkauan dan daya tampunglembaga pendidikan prasekolahsehingga menjangkau anak-anak dari seluruh masyarakat; (2)meningkatkan kesamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagikelompok yang kurang beruntung, termasuk mereka yang tinggal di daerahterpencil dan perkotaan kumuh, daerah bermasalah, masyarakat miskin,dan anak yang berkelainan; (3) meningkatkan kualitas pendidikanprasekolah dengan kualitas yang memadai; dan (4) terselenggaranyamanajemen pendidikan prasekolah berbasis sekolah dan masyarakat(school / communi ty based management).

b. Program Pendidikan Menengah

Program pendidikan menengah bertujuan untuk (1") memperluasjangkauan dan daya tampung SMU, SMK dan Madrasah Ibtidaiyah (MA)bagi seluruh masyarakat; (2) meningkatkan kesamaan kesempatan untukmemperoleh pendidikan bagi kelompok yang kurang beruntung termasukmereka yang tinggal di daerah terpencil dan perkotaan kumuh, daerahbermasalah dan masyarakat miskin; (3) meningkatkan kualitas pendidikanmenengah sebagai landasan bagi peserta didik untuk melanjutkanpendidikan ke jenjang yang lebih tioggi sesuai kebutuhan dunia ke{a; (a)meningkatkan efisiensi pemanfaatan surnberdaya pendidikan yang tesedia;(5) meningkatkan keadilan dalam pembiayaan dengan dana publik; (6)meningkatkan efektivitas pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisisetempaf (7) meningkatkan kinerja individu dan lembaga pendidikart (8)meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mendukung programpendidikan; dan (9) meningkatkan transparansi dan akuntabilitaspenyelenggaraan pendidikan.

c. Program Pendidikan Tinggi

Program pendidikan tinggi bertujuan untuk : (L ) melakukan penataansistem pendidikan tinggi; (2) meningkatkan kualitas dan relevansipendidikan tingg dengan dunia kerja; dan (3) meningkatkan pemerataan

kesempatan memperoleh pendidikan tinggi, khususnya bagi siswaberprestasi y*g berasal dari keluarga kurang mnmpu.

d. Program Pendidikan Luar Sekolah

Program pendidikan luar sekolah (PLS) bertujuan untuk menyediakanpelayanan kepada masyarakat yang tidak atau belum sempat memperolehpendidikan formal untuk mengembangkan diri, sikap, pengetahuan danketerampilan, potensi pribadi, dan dapat mengembangkan usaha produktifguna meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Selain itu, program PLSdiarahkan pada pemberian pengetahuan dasar dan keterampilan berusahasecara profesional sehingga warga belajar mampu mewujudkan lapangankerja bagi dirinya dan anggota keluarganya.

e. Program Sinkronisasi dan Koordinasi

Program sinkronisasi dan koordinasi bertujuan untuk meningkatkansinkronisasi dan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, danpengawasan program-program pendidikan baik antarjenjang, antarjalur,dan antar jenis maupun antardaerah.

2. Indikator Kinerja GenderIsu : Pemerataan Kesempatan Belajar

Jenis lndikatorTahun 1998

L P L+P

1. Angka Partisipasia) APMSDb) APMSLTPc) APMSMd) APMSMUe) APMSMKD APKPT

2. Proporsi Siswa/Mahasiswaa) SDb) SLTPc) SMd) sMUe) SMKD P T

3. Proporsi guru SD/Dosena) SDb) SLTPc) SMd) sMUe) SMKD P T

4. Lulusan Melanjutkana) SD ke SLTPb) SLTP ke SMUc) SLTP ke SMKd) SMU ke Politeknike) SMU ke Prog. Strata0 SMU ke LPTKS) SMU ke PT Umum

5. Angka BertahanMenurut Jenjanga) SDb) SLTPc) SMd) sMUe) SMK

97,157,137,920,114,712,3

5 1 , 852,O49,849,952,255,1

46,756,665,961,460,16 1 , 3

72,545,135,722,133,717,038,8

82,388,982,086,875,6

92,854,737,420,612,18 ,0

48,248,050,250,144,947,8

53,343,434,138,622,738,7

75,668,323,O24,726,419,63 1 , 6

88,590,294,992,599,2

95,055,937,620,413,41 0 , 1

1 0 01 0 01 0 01 0 01 0 01 0 0

1 0 01 0 01 0 01 0 0100100

73,945,229,423,430,11 8 , 335,3

85,389,688,089,585,5

22

Isu ll : Kurikulum dan Proses Pembelajaran

Jenie lndikatorTahun 1998

L P L+P

Proporsi TenagaPengembang Kurikulumr llmu-ilmu Sosialr llmu-llmu Murni(lPA)r llmu-llmu Keteknikanr Bahasa

Proporsi PenulisBuku Pelajaranr S Dr SLTPr SMUr SMK

Proporsi Pejabat Struktural* Pejabat Eselon I* Pejabat Eselon ll* Pejabat eselon llle Pejabat Eselon lV* Pejabat Eselon V

Proporsi Kepala SekolahV S Du SLTPv S Mu SMUu SMKn ' P T

1 .

2.

4.

87,9680,9071,8268,09

85,585,484,184,4

95,1596,0092,6087,3083,43

73,588,690,490.789.9

12,O41 9 , 1 028,283 1 , 9 1

14,114,615 ,915 ,6

4,854,007,4012,7016,57

26,511,49,69,3, 0 , ,

100100100100

100100100100

1 0 0100100100

_100

1001 0 01001001 0 0100

lsu III: Penjurusan dan Program Studi

Jenis IndikatorTahun 1998

L P L+P

1 . Proporsi Siswa SMUMenurut Program Studio Bahasao IPAo IPS

Proporsi Siswa SMKMenurut Jenis Kejuruano Pertanian & Kehutanano Teknologi dan Industrio Bisnis dan Manajemeno. Kesej. Masyarakato Pariwisatao Seni dan Kerajinan

Propors i Mahasiswamenurut Jurusan/ ProgramStudi Kependidikano llmu Tekniko l lmu SosialiPerilakuo IPA

Proporsi Mahasiswamenurut ProgramStudi Non Kependidikano Tekniko Ekonomi dan Bisniso l lmu Sosial/Perilakuo IPA

Propors i Sar jana PNSmenurut keahliano llmu Eksakta Tekniko l lmu Sosial/Perilakuo Sarjana Lainnya

3.

4.

45,1352,2949,O7

72,O597,5623,4850,7048,4140,03

52,5945,7046,31

80,2155,1456,1953,33

68,7074,6562,81

54,8747,7150,93

27,9502,4476,5249,3051,5959,97

47,4154,3053,69

19,7944,8643,8146,67

31,3025,353 7 , 1 9

1 0 01 0 01 0 0

1 0 01 0 01001 0 01 0 01 0 0

1 0 01 0 01 0 0

1 0 01001 0 01 0 0

1 0 01 0 0100

z+

B. RENCANA AKSI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN

Rencana Aksi

a. Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah

(1) Revisi pedoman pembelajaran yang bias gender di TK.

(2) Revisi kurikulum dan muatan buku pelajaran SD danSLTP yang bias gender.

(3) Peningkatan angka partisipasi kasar anak usia 13-15tahun di SLTP.

(4) Orientasi bagi guru-guru TK, SD, dan SLTP tentang

pendidikan yang berwawasan gender.

(5) Orientasibagi kepala sekolah TK, SD, dan SLTP mengenai

manajemen sekolah yang berwawasan gender.

b. Program Pendidikan Menengah

(1) Peningkatan angka partisipasi SMU/SMK.

(2) Revisi kurikulum dan muatan buku pelajaran SMU dan

SMK yang bias gender.

(3) Orientasi terhadap guru SMU/SMK tentang pendidikanberwawasan gender.

(4) Orientasi terhadap kepala sekolah dan tenagaadministrasi tentang pengelolaan pendidikan yangberwawasan gender.

(5) Peningkatan partisipasi belajar bagi lulusan SLTp untukmemasuki SMK yang selama ini didominasi laki-laki danperempuan saja.

c. Program Pendidikan Tinggi

(1) Peningkatan partisipasi perempuan untuk memasukijurusanyang selama ini didominasi laki-laki seperti teknik

dan industri.

(2) Meningkatkan pengkajian dan publikasi fentang genderpada Pusat-pusat Studi Wanita (PSW) di perguruan Tinggi

25

(3) Perluasan jaringan kelembagaan PSW.

(4) Orientasi bagi tenaga pengajar dan administrasi agar

berwawasan gender.

(5) Peningkatan kemampuan dan peranan PSW/Universitas

dalam advokasi dan sosialisasi gender di daerah.

(6) Memasukkan materi gender dalam MKDU.

d. Program Pendidikan Luar Sekolah

(1) Pemberantasan tiga buta dengan memberi kesempatanyang lebih besar bagi perempuan di daerah pedesaan

Pelaksanaan Kejar Paket A, B & C dengan memberikesempaan lebih besar kepada perempuan

Pengembangan model pendidikan berkelanjutan yangberbasis masyarakat (kursus, KBU, magang/beasiswa dansejenis) dalam rangka meningkatkan ketrampilan praktisberwirausaha yang responsif jender sebagai bekal untukmeningkatkan kesejahteraan keluarga

Pengembangan model sosialisasi wawasan gender melaluimedia massa

(5) Pengembangan model sosialisasi wawasan gender untukkeluarga

Program Sinkronisasi dan Koordinasi (PengembanganKurikulum)

(1) Sosialisasi perangkat Standar Nasional

(2) Uji coba lapangan implementasi perangkat StandarNasional

(3) Penyempurnaan Perangkat Standar Nasional

(4) Studi dan identifikasi bentuk-bentuk layanan profesional

(5) Pen5rusunanjenis-jenis diversifikasi kurikulum

(6) Penyusunan perangkat layanan profesional

(2)

(3)

(4)

e .

26

2. Indikator Rencana Aksi

a. Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah

(1) Terevisinya pedoman pembelajaran TK yang bias gender

(2) Terevisinya kurikulum danbuku pelajaran SD/SLTp yangbias gender.

(3) Angka partisipasi bagi laki-laki dan perempuan

(4) Penerima beasiswa menurut gender

(5) Iumlah dan proporsi guru TKISD/SLTp yang dilatihtentang pendidikan yang berwawasan gender.

(6) Jumlah dan proporsi kepala sekolah TK/SD/SLTp yangtelah dilatih tentang pengelolaan pendidikan yangberwawasan gender.

(7) Meningkatnya peranan guru wanita dalam pengelolaanmanajemen sekolah

b. Program Pendidikan Menengah

(1) Keseimbangan angka partisipasi perempuan laki-laki dankeseimbangan penerima beasiswa.

(2) Terevisinya kurikulum dan buku pelajaran SMU/SMKyang bias gender.

(3) Iumtah dan proporsi guru SMU/SMK yang telah dilatihtentang pendidikan yang berwawasan gender.

(4) Jumlah dan Proporsi kepala sekolah dan tenagaadministrasi yang telah dilatih tentang pengelolaanpendidikan yang sensitif gender.

(5) Jumlah dan proporsi murid laki-laki dan perempuandalam memasuki SMK menurut program studi.

c. Program Pendidikan Tinggi

(1) Meningkatrya partisipasi perempuan pada jurusan yangselama ini didominasi laki-laki seperti teknik dan industri.

(2) Iumlah kajian dan publikasi tentang gender di perguruanTirSS.

(3) Terciptanyajaringan kelembagaan PSW.

(4) Iumlah dan proporsi tenaga pengajar dan administrasiyang berwawasan gender.

(5) Meningkatriya kemampuan dan peranan PSW/Univer-sitas dalam advokasi dan sosialisasi gender di daerah.

(6) Dimasukkannya materi gender dalam MKDU.

(7) Keseimbangan angka partisipasi siswa perempuan danlaki-laki dan keseimbangan penetima beasiswa.

(8) Terevisinya kurikulum dan buku pelajaran PerguruanTingg yang bias gender.

(9) jumlah dan proporsi dosen yan telah dilatih tentangpendidikan yang berwawasan gender

d. Program Pendidikan Luar Sekolah

(1) Menurunnya angka buta huruf perempuan dan laki-laki.

(2) Dikembangkannya model pendidikanberkelanjutan yangberbasis masyarakat (kursus, KBU, magang/beasiswa, dansejenis) yang responsif gender.

(3) Dikembangkannya model sosialisasi wawasan gendermelalui media massa.

(4) Dikembangkannya model sosialisasi wawasan genderuntuk keluarga.

e. Program Sinkronisasi dan Kordinasi (PengembanganKurikulum)

(1) Keseimbangan jumlah peserta dan petugas sosialisasiyang responsif gender.

(2) Keseimbangan jumlah peserta dan petugas uji coba yangresponsif gender.

(3) Terwujudnya perangkat standar Nasional yang tidakbiasgender.

(4) Terwujudnya bentuk-bentuk layanan profesional yangtidak bias gender.

(5) Terwujudnya jenis-jenis diversifikasi kurikulum yangtidak bias gender.

(6) Terwujudnya perangkat layanan profesional y*g tidakbias gender.

28

BAB IV

PENUTUP

Pengarusutamaan gender dalam kebijakan pendidikan sebagaimanadiuraikan di atas *:typ.u!* suatu proses yatgiiste-atis dalanirangkamelakukan analisis kebijakan yang 6erwa*asat gender. sasaran urruliri,adalah untuk melakukan reformulasi kebijakan pendidikan agar menjadiresponsif gender sebagai bagian dari program pembangrrnan Nasional(Propenas) dan Rencana pembangunan Tahunan (Repeti).

Analisa kebiiakan ini dilakukan dengan menggunakan alat analisisgender yaitu Geider Analysis pathway Gapl. GXp adalah suatu alat3.-"lirP gender yang dapat digunakan untuk menganalisis berbagai isukebijakan dalam h-al ini isu kebijakan pernbangntu-. pendidikan j"rgu,melihat pada berbagai aspek permasalahan kesenjangan pendidifanmenurut jenis kelamin, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.Berdasarkan analisa tersebut, kemudian dilakukan perurr,usin kembaliberbagai alternatif kebijaksanaan pendidikan di lingiungan DepartemenPendidikan Nasional yang responsif gender. Berdasarkur,^GAp ir,iselanjutnya dilakukan analisa perencanain yang disebut policy outlookand Action Plan (PoP) dalam rangka merumuskan berbagai kebijaksanaansecara lebih konkrit termasuk rencana kegiatannya di maiing-masing pro-gram pendidikan.

Namun, rumusan kebijakan pendidikan di dalam propenas danRepeta belum akan menjadi jaminan bahwa implementasi kebijakanpendidikan d.apat-berwawasan jender. Hal ini akan sangat tergantungkepada kebijakan dari Departemen Teknis dan pemerintah Daeruf, auuriIulgk? menjabarkan kebijakan nasional ini ke dalam kebijakan teknis,f*i]+an operasional, perencanaan, pengerolaan serta implementasikebri.1\i.n di lapangan. Unruk meyakini apikatt implementuri k"biyuku.,pendidikan yang berwawasan gerrder ini berdampak positif terhadapkesetaraan gender, maka perlu dibangun sistem pendaiuan pendidikanyang berwawasan gender serta sistem pemantauan dan evaluasiyang dapatmemantau dan mengevaluasi perkembangannya setiap *aktrr-r""i.uteratur.

oleh karena pengelolaan pendidi,kan di masa depan lebih banyakdilakukan di daerah, maka perumusan kebijakan pendidikan yang sudahberwawasan gender ini perlu disosialisasikan k-epada puru

-purigambil

keputusan, perencana, pengelola, serta para pelikrut i pur,hidilan didaerah. Di samping itu, koordinasi antar initansiterkait sanlat diperlukary

termasuk antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, agarpelaksanaan kebijakan pendidikan di setiap daerah, termasuk pada satuan-satuan pendidikan, menjadi responsif gender.

Akhirnya, faktor yang paling menentukan terhadap keberhasilandalam mewujudkan kesetaraan gender di bidang pendidikan adalahkomitmen dari semua pihak, khususnya Para pengambil keputusan,pengelola, serta pelaksana langsung di lapangan. Oleh karena itu, uPayapenyatuan wawasan di antara berbagai pihak yang terkait merupakansalah satu upaya yang perlu dilakukan secara sistematis dan terprogram.

30