111
Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1, Juni 2018 Penanggungjawab: Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Dewan Redaksi Ketua merangkap Anggota: Rubiyo (Peneliti Utama, Pemuliaan dan Genetika Tanaman, BBP2TP) Anggota: Rachmat Hendayana (Peneliti Utama, Ekonomi Pertanian, BBP2TP) Trip Alihamsyah (Peneliti Utama, Sistem Usaha Pertanian, BBP2TP) Mohammad Jawal Anwarudin Syah (Peneliti Utama, Pemuliaan dan Genetika Tanaman, Puslitbanghorti) Mewa Ariani (Peneliti Utama, Ekonomi Pertanian, PSE-KP) Nur Richana (Prof. (R.), Teknologi Pascapanen, BB Pasca Panen) I Wayan Laba (Prof. (R), Hama Penyakit Tanaman, PHT dan Pestisida, Balittro) Sofjan Iskandar (Prof. (R.), Pakan dan Nutrisi Ternak, Balitnak) Arief Hartono (Kimia Tanah, Institut Pertanian Bogor) Mitra Bestari I Wayan Rusastra (Ekonomi Pertanian) Fahmudin Agus (Hidrologi dan Konservasi Tanah) I Made Jaya Mejaya (Pemuliaan dan Genetika Tanaman) Redaksi Pelaksana Achmad Subaidi Elya Nurwullan Yovita Anggita Dewi Vyta Wahyu Hanifah Lira Mailena Widia Siska Ume Humaedah Nanik Anggoro Purwatiningsih Mulni Erfa Agung Susakti Alamat Redaksi Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jalan Tentara Pelajar No.10, Bogor, Indonesia Telepon/Fax : (0251) 8351277 / (0251) 8350928 E-mail : [email protected] Website : http://www.bbp2tp.litbang.pertanian.go.id Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi diterbitkan dua kali setahun, oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, merupakan media ilmiah yang memuat artikel hasil Litkaji dan diseminasi inovasi pertanian, khususnya yang bernuansa spesifik lokasi. Buletin ini dapat juga memuat tinjauan kritis terhadap hasil litkaji dan diseminasi inovasi pertanian yang berupa gagasan, opini maupun konsepsi orisinil inovasi pertanian. Substansial inovasi pertanian dapat mencakup aspek teknis maupun aspek sosial, ekonomi, dan kelembagaan.

bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

  • Upload
    others

  • View
    25

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

BuletinINOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASIVolume 4, Nomor 1, Juni 2018

Penanggungjawab:

Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian,Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Dewan Redaksi

Ketua merangkap Anggota:Rubiyo (Peneliti Utama, Pemuliaan dan Genetika Tanaman, BBP2TP)

Anggota:Rachmat Hendayana (Peneliti Utama, Ekonomi Pertanian, BBP2TP)Trip Alihamsyah (Peneliti Utama, Sistem Usaha Pertanian, BBP2TP)Mohammad Jawal Anwarudin Syah (Peneliti Utama, Pemuliaan dan Genetika Tanaman, Puslitbanghorti)Mewa Ariani (Peneliti Utama, Ekonomi Pertanian, PSE-KP)Nur Richana (Prof. (R.), Teknologi Pascapanen, BB Pasca Panen)I Wayan Laba (Prof. (R), Hama Penyakit Tanaman, PHT dan Pestisida, Balittro)Sofjan Iskandar (Prof. (R.), Pakan dan Nutrisi Ternak, Balitnak)Arief Hartono (Kimia Tanah, Institut Pertanian Bogor)

Mitra Bestari

I Wayan Rusastra (Ekonomi Pertanian)Fahmudin Agus (Hidrologi dan Konservasi Tanah)I Made Jaya Mejaya (Pemuliaan dan Genetika Tanaman)

Redaksi Pelaksana

Achmad SubaidiElya NurwullanYovita Anggita DewiVyta Wahyu HanifahLira MailenaWidia SiskaUme HumaedahNanik Anggoro PurwatiningsihMulni ErfaAgung Susakti

Alamat Redaksi

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi PertanianJalan Tentara Pelajar No.10, Bogor, IndonesiaTelepon/Fax : (0251) 8351277 / (0251) 8350928E-mail : [email protected] : http://www.bbp2tp.litbang.pertanian.go.id

Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi diterbitkan dua kali setahun, oleh Balai Besar Pengkajian dan PengembanganTeknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, merupakan media ilmiah yang memuat artikel hasil Litkaji dan diseminasi inovasipertanian, khususnya yang bernuansa spesifik lokasi. Buletin ini dapat juga memuat tinjauan kritis terhadap hasil litkaji dandiseminasi inovasi pertanian yang berupa gagasan, opini maupun konsepsi orisinil inovasi pertanian. Substansial inovasi

pertanian dapat mencakup aspek teknis maupun aspek sosial, ekonomi, dan kelembagaan.

Page 2: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

ISSN-2407-0955

BuletinInovasi Pertanian Spesifik Lokasi

Volume 4 Nomor 1, Juni 2018

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

Page 3: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

ISSN-2407-0955

BuletinInovasi Pertanian Spesifik Lokasi

Volume 4 Nomor 1, Juni 2018

KERAGAAN PERTUMBUHAN TANAMAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH DENGAN TEKNOLOGIRAMAH LINGKUNGANDewi Sahara dan Chanifah............................................................................................................................. 1-9

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN JERUK (Citrus spp.) DI KABUPATEN NABIRE, PAPUAFajriyatus Sho’idah dan Muhammad Thamrin................................................................................................ 11-23

INTRODUKSI VARIETAS UNGGUL BARU PADI DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN DESAMANDIRI BENIH DI KABUPATEN MAJALENGKAYati Haryati dan Atang M. Safei...................................................................................................................... 25-31

ANALISA PENDAPATAN USAHATANI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA NASIONAL: STUDI KASUSDESA MANDIRI BENIH JAGUNG DI SULAWESI SELATANBahtiar dan Suriany ....................................................................................................................................... 33-42

MODEL PENGEMBANGAN PRODUKSI BENIH KEDELAI DI PROVINSI BANTEN

Pepi Nur Susilawati, Zuraida Yursak dan Hijriah Muthmainah ....................................................................... 43-57

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI MELALUIPENGELOLAAN TANAMAN TERPADU DI SAWAHTADAH HUJAN KAWASAN PERBATASAN KABUPATEN SAMBAS

Rusli Burhansyah dan Y.L. Nurhakim ................................................................................................. 59-68

PERTUMBUHAN INDIGOFERA sp PADA SELA PERTANAMAN KELAPA DI KABUPATEN SIGIWardi , Andi Baso Lompengeng Ishak dan Muhamad Takdir ...................................................................... 69-75

WAKTU TANAM PADI SAWAH RAWA PASANG SURUT PULAU KALIMANTAN MENGHADAPIPERUBAHAN IKLIMNur Wakhid dan Haris Syahbuddin............................................................................................................... 77-86

PEMANFAATAN INSEKTISIDA NABATI DALAM PENGENDALIAN HAMA KEPIK COKLAT(Riptortus linearis F.) PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.)Nita Winanti dan Sri Kurniawati....................................................................................................................... 87-96

OPTIMALISASI LAHAN DI BAWAH TEGAKAN KELAPA DENGAN TANAMAN SELA DIKABUPATEN HALMAHERA MALUKU UTARAAbubakar Ibrahim dan Chris Sugiono.......................................................................................................... 97-105

Page 4: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,
Page 5: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

1Keragaan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Bawang Merah dengan Teknologi RamahLingkungan (Dewi Sahara dan Chanifah)

KERAGAAN PERTUMBUHAN TANAMAN DAN PRODUKSIBAWANG MERAH DENGAN TEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN

Dewi Sahara dan ChanifahBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Jl. Soekarno Hatta KM.26 No.10, Tegalsari, Bergas Lor, SemarangE-mail: [email protected]

ABSTRACT

The Performance of Shallot Growth and Production with Eco-Friendly Technologies. Increasedproduction of shallot is achieved with high inputs mainly inorganic fertilizers and chemical pesticides. However, theuse of chemicals continuously can reduce quality of yield and decrease soil’s fertility. Therefore it needs anintroduction of eco-friendly technologies in shallot farming at the farmers’ level. This study aimed to reveal thediversity of the growth and the yield of the eco-friendly shallot farming compared to the existing shallotfarmers’practices. The study was carried out in the Mulyorejo Village, Demak sub district, Demak district from Juneto August 2016. The eco-friendly shallot farming was implemented using components technologies namely manure,inorganic fertilizers (NPK Mutiara, Phonska, and ZA), biological agencies (Feromone exi, Trichoderma harzianum,Beauveria bassiana and PGPR), and “likat kuning”, while the existing farming applied semi organic and chemicallyfarming. The observation on growth and yield of crops was applied in every type of farming. Data was analyzedusing a statistical test with a real difference descriptive (F-test and t-test). Results of the study indicated that the eco-friendly shallot farming was very different compared to the other style of farming, but the spring shallot and semiorganic farming had no differences compared to the chemically shallots farming. For the same width of plantedarea, the production of eco-friendly shallot was about 1406.5 kgs, however, the production of semi organic spring ofshallot farming was 980 kg and the production of the chemical shallot farming was 680 kg.

Key words: Shallot, growth, production, eco-friendly

ABSTRAK

Peningkatan produksi bawang merah dicapai dengan input produksi tinggi terutama pupuk anorganik dan pestisidakimia, namun penggunaan bahan kimia tersebut secara terus menerus dapat mengurangi kualitas hasil danpenurunan kesuburan tanah. Oleh karena itu perlu dikenalkan teknologi ramah lingkungan pada usahatani bawangmerah di tingkat petani. Kajian bertujuan untuk melihat keragaan pertumbuhan dan hasil bawang merah padausahatani ramah lingkungan dibandingkan usahatani bawang merah eksisting petani. Kajian dilaksanakan di DesaMulyorejo, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak pada bulan Juni – Agustus 2016. Implementasi teknologiusahatani bawang merah ramah lingkungan dengan menerapkan komponen teknologi berupa pupuk kandang,pupuk anorganik (NPK Mutiara, Phonska dan ZA), agensia hayati (Feromon exi, Beauveria bassiana, Trichodermaharzianum dan PGPR), dan likat kuning, sedangkan usahatani eksisiting petani terdiri dari usahatani semi organikdan usahatani kimia. Pengamatan pertumbuhan dan hasil tanaman dilakukan pada setiap jenis usahatani. Analisisdata menggunakan statistik deskriptif dengan uji beda nyata (uji F dan uji t). Hasil kajian menunjukkan bahwausahatani bawang merah dengan teknologi ramah lingkungan berbeda nyata dengan usahatani lainnya, namunusahatani bawang merah semi organik tidak berbeda nyata dengan usahatani bawang merah kimiawi. Produksibawang merah ramah lingkungan sebesar 1.406,5 kg berbeda nyata dengan produksi bawang merah usahatani semiorganik (980 kg) dan kimia (680 kg).

Kata kunci: bawang merah, pertumbuhan, produksi, ramah lingkungan

Page 6: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

2 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:1-9

PENDAHULUAN

Bawang merah merupakan salah satukomoditas sayuran yang hampir digunakan setiaphari oleh masyarakat sebagai bumbu berbagaimasakan. Konsumsi bawang merah di tingkatrumah tangga relatif cukup kecil, yaitu 4,56kg/kapita/tahun. Meskipun dalam jumlah kecil,namun jika digunakan setiap hari oleh setiaprumah tangga, total kebutuhan bawang merahsangat besar. Selain kebutuhan rumah tangga,bawang merah juga diperlukan oleh industrimakanan (acar/pickles, bumbu, bawang goreng)dan industri farmasi sebagai bahan baku campuranobat-obatan. Kebutuhan tersebut secaraberkesinambungan dan dalam jumlah yang cukupbesar. Kebutuhan bawang merah yang cukup besarmerupakan peluang bagi petani untukmeningkatkan produksi bawang merah. BahkanSuriani (2011) mengemukakan potensipengembangan bawang merah masih terbuka lebartidak saja untuk kebutuhan dalam negeri, tetapijuga luar negeri.

Pada umumnya untuk meningkatkanproduksi bawang merah petani meningkatkanpenggunaan input produksi terutama pupuk kimia.Hal ini dikarenakan adanya asumsi petani bahwasemakin banyak pupuk yang diberikan maka hasilyang diperoleh juga semakin banyak. Di sisi lain,pestisida kimia juga sering digunakan untukmengatasi serangan hama dan penyakit padatanaman bawang merah. Asandhi et al. (2005)menyatakan bahwa usahatani bawang merah diJawa Tengah pada umumnya menggunakan inputproduksi terlalu tinggi terutama bahan kimiasintetis, baik pupuk anorganik maupun pestisidakimia.

Penggunaan bahan-bahan kimia memangmudah dilakukan dan cepat memberikan dampakterhadap produksi. Namun petani kurangmenyadari bahwa penggunaan pupuk kimia dengandosis tinggi secara terus menerus dapatmengurangi kualitas hasil umbi bawang merah,mendorong terjadinya lingkungan yang cocokuntuk perkembangan penyakit, berpengaruhterhadap penurunan produktivitas lahan,

meningkatnya polusi tanah dan air, sertameningkatnya biaya produksi bawang merah(Suwandi et al., 2008; Novisan, 2002; Humbertodan Alan, 2013). Lebih lanjut dikatakan bahwadampak dari penggunaan bahan-bahan kimiatersebut dapat mengurangi kualitas hasil umbibawang merah, yaitu besarnya susut bobot setelahumbi disimpan sehingga mempengaruhi akumulasiberat akhir umbi bawang merah.

Untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia pada sistem usahatani, maka arahpembangunan pertanian berubah dari revolusi hijauke arah pertanian ramah lingkungan denganmenggunakan dan memanfaatkan potensisumberdaya setempat. Soenandar dan Tjachjono(2012) menyatakan bahwa pertanian ramahlingkungan merupakan salah satu alternatifpertanian modern dengan mengandalkan bahanalami dan menghindari bahan sintetik, baik pupukmaupun pestisida. Namun teknologi ramahlingkungan tersebut belum banyak diadopsi olehpetani karena sikap dan perilaku petani yang belumberkeinginan untuk mengubah kebiasaan lama(Wahyuni, 2010; Ernita et al., 2016). Oleh karenaitu, diperlukan kajian untuk mengenalkanteknologi ramah lingkungan pada usahatanibawang merah di tingkat petani. Pengkajian inibertujuan untuk melihat keragaan pertumbuhandan hasil yang diperoleh pada sistem usahatanibawang merah dengan teknologi ramah lingkungandan teknologi eksisting di tingkat petani.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di DesaMulyorejo, Kecamatan Demak, Kabupaten Demakyang merupakan salah satu daerah pengembangantanaman bawang merah di Jawa Tengah. Penelitianberlangsung selama bulan Juni – Agustus 2016.

Pelaksanaan dan Rancangan Penelitian

Kajian usahatani bawang merah denganteknologi ramah lingkungan dilaksanakan di lahansawah milik petani (on-farm) pada luasan 1.750

Page 7: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

3Keragaan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Bawang Merah dengan Teknologi RamahLingkungan (Dewi Sahara dan Chanifah)

m2. Lahan seluas 1.750 m2 dibuatguludan/bedengan sebanyak delapan buah denganukuran 1,2 m x 80 m. Selain usahatani bawangmerah ramah lingkungan, juga diamati usahatanibawang merah eksisting, yaitu usahatani bawangmerah yang dilakukan oleh petani di daerah kajian.Usahatani bawang merah petani terbagi dua, yaituusahatani bawang merah semi organik danusahatani bawang merah secara kimiawi. Setiappengamatan pada ketiga jenis usahatani bawangmerah pada luasan 0,25 bahu (1.750 m2).

Implementasi teknologi ramah lingkunganpada usahatani bawang merah sebagai berikut:

1) Pupuk kandang dengan dosis 10 t/hadiaplikasikan dua minggu sebelum tanam.

2) Pemasangan perangkap kuning dan Feromonexi serta penyemprotan lahan dengan PGPR (5cc/10 liter air) dilakukan satu minggu sebelumtanam.

3) Tanam bawang merah dengan jarak tanam 13cm x 13 cm dengan 1 umbi per lubang tanam.

4) Penyemprotan Trichoderma harzianum danBeauveria bassiana setiap minggu dimulaisetelah tanaman berumur dua minggu hinggamenjelang panen (lima kali penyemprotan)dengan dosis 0,5 g/liter air.

5) Pupuk NPK Mutiara (250 kg/ha) diberikan padaumur tanaman 7 HST.

6) Pemupukan dengan pupuk Phonska (350 kg/ha)dan ZA (300 kg/ha) diberikan dua kali, yaitupada umur 3 MST dan 5 MST.

7) Penyemprotan dengan PGPR dengan dosis 0,5ml/liter air pada umur 4 MST.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan mencakup datapertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, jumlahdaun, jumlah anakan) dan generatif tanaman(jumlah dan berat umbi basah, umbi kering, danrogolan). Pengamatan vegetatif pada tanamanbawang merah dilaksanakan pada setiap jenisusahatani dengan interval waktu dua minggu,sedangkan pengamatan generatif tanamandilaksanakan pada waktu panen (umur 60 HST).

Pengamatan dilakukan pada tanaman yang sudahditentukan sebagai tanaman sampel, sebanyak 30tanaman setiap lajur bedengan sehingga padasetiap jenis usahatani terdapat 240 tanamansampel.

Metode Analisis Data

Data yang diperoleh kemudiandikelompokkan tiap parameter pengamatan dantiap jenis usahatani. Data teknis usahatani bawangmerah dianalisis statistik deskriptif denganmenggunakan rata-rata dan uji beda nyata denganuji F dan uji t (t-test). Uji F digunakan untukmengetahui perbedaan parameter yang diuji secarabersama-sama dengan hipotesis:

H0 = µ1 = µ2 = µ3,

yaitu tidak ada perbedaan yang nyata antara rata-rata hitung parameter pengamatan pada ketiga jenissistem usahatani bawang merah.

H1 = µ1 ≠ µ2 ≠ µ3,

yaitu terdapat perbedaan yang nyata antara rata-rata hitung parameter pengamatan pada ketiga jenissistem usahatani bawang merah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Penerapan Input Usahatani

Pada ketiga jenis usahatani bawang merah,petani menggunakan umbi bawang merah VarietasBima Brebes sebanyak 250 kg. Penggunaan umbiini sesuai dengan pendapat Sumarni dan Hidayat(2005) bahwa kebutuhan umbi bawang merahsekitar 1,3 – 2,6 t/ha tergantung dariukuran/diameter benih yang digunakan. Pupukkandang yang digunakan sebagai pupuk dasar padausahatani ramah lingkungan dan semi organikadalah pupuk kandang yang berasal dari kotoransapi. Pupuk kandang pada usahatani ramahlingkungan sebanyak 1.450 kg, sedangkan padausahatani semi organik sebanyak 130 kg sehinggaterdapat perbedaan penggunaan pupuk kandangsebanyak 1.320 kg. Sistem usahatani bawangmerah secara kimia tidak menggunakan pupukkandang sama sekali. Keragaan penggunaan input

Page 8: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

4 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:1-9

produksi pada ketiga jenis usahatani bawang merahdisajikan pada Tabel 1.

Pupuk anorganik pada usahatani bawangmerah ramah lingkungan diaplikasikan sebanyak 3kali dengan cara dibenamkan diantara barisantanaman, sedangkan pada usahatani eksisting (semiorganik dan kimia) pupuk anorganik dilakukansebanyak 2 kali dengan cara disebar di antaratanaman. Pada usahatani ramah lingkungan dansemi organik, petani menggunakan agensi hayatiberupa Feromon exi, PGPR, dan Trichodermaharzianum, sedangkan likat kuning dan Beauveriabassiana hanya digunakan pada usahatani bawangmerah ramah lingkungan. Feromon exi dan likatkuning digunakan untuk mengendalikan hamatanaman, sedangkan untuk pengendalian penyakityang disebabkan jamur menggunakan Beauveriabassiana, sedangkan PGPR digunakan sebagai zat

pengatur tumbuh tanaman.

Hampir semua tahapan kegiatan usahatanibawang merah menggunakan tenaga kerjakeluarga, kecuali untuk kegiatan tanam dan panen.Dari total penggunaan tenaga kerja, usahatanibawang merah ramah lingkungan memerlukancurahan waktu kerja lebih tinggi dibandingkanusahatani bawang merah semi organik dan kimia,yaitu masing-masing sebesar 47 HOK, 41 HOK,dan 38 HOK. Tingginya tenaga kerja padausahatani bawang merah ramah lingkungandisebabkan adanya penyemprotan agensi hayatidan penggantian air pada Feromon exi setiapminggu, sedangkan pada sistem usahatani secarakimia agensi hayati tidak digunakan sama sekali.

Tabel 1. Rata-rata penggunaan input produksi per luasan usahatani bawang merah di Desa Mulyorejo,Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, MT. III/2016

No Jenis Input ProduksiSystem Usahatani Bawang Merah

Ramah Lingkungan Semi Organik Kimia1. Umbi bawang merah (kg) 250,00 250,00 250,002. Pupuk kandang (kg) 1.450,00 130,00 0,003. Pupuk Mutiara (kg) 43,75 36,00 33,004. Pupuk Phonska (kg) 61,25 37,00 68,755. Pupuk ZA (kg) 52,50 7,50 17,006. PGPR (liter) 13,00 1,00 0,007. Trichoderma harzianum (kg) 16,50 0,50 0,008. Feromon exi (buah) 7,00 4,00 0,009. Likat kuning (buah) 7,00 0,00 0,0010. Beauveria bassiana (liter) 5,25 0,00 0,0011. Tenaga kerja (HOK) 47,00 41,00 37,00

Sumber: Data primer, 2016 (diolah)

Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman bawang merah di Desa Mulyorejo, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, MTIII/2016

No Jenis TeknologiTinggi Tanaman (cm)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST1. Ramah lingkungan 20,43a 32,33a 38,86a 35,01a

2. Semi organik 17,18b 29,59b 34,83b 31,01b

3. Konvensional/kimia 18,80c 25,84c 31,53c 31,33b

F-hitung 34,82 67,66 74,34 15,22Sumber: Data primer, 2016 (diolah)Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang

nyata pada taraf α = 5 persen (uji-t)

Page 9: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

5Keragaan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Bawang Merah dengan Teknologi RamahLingkungan (Dewi Sahara dan Chanifah)

Keragaan Pertumbuhan Tanaman

Tinggi tanaman bawang merah pada ketigajenis usahatani secara bersama-sama menunjukkanperbedaan sangat nyata pada setiap pengamatan.Hal ini ditunjukkan dengan nilai F-hitung yanglebih besar dari F-tabel. Tinggi tanaman bawangmerah pada usahatani ramah lingkunganmemberikan nilai tertinggi dibandingkan tinggitanaman pada usahatani lainnya, dan secarastatistik berbeda nyata (uji t). Pengamatan terhadaptinggi tanaman bawang merah dari umur 2 – 8MST di Desa Mulyorejo, Kecamatan Demak,Kabupaten Demak disajikan pada Tabel 2.

Tinggi tanaman bawang merah pada umur2 – 8 MST pada usahatani ramah lingkunganmemberikan nilai tertinggi dibandingkan usahatanilainnya. Hal ini diduga disebabkan adanyapemberian pupuk kandang dan PGPR sebelumtanam sehingga telah terjadi proses penguraianpupuk kandang di dalam tanah dan aktifnya zatpengatur tumbuh dalam PGPR yangmempengaruhi pertumbuhan tanaman.Sulistyaningsih et al. (2007) menyatakan bahwaproses degradasi dan dekomposisi bahan organikdisebabkan adanya bakteri di dalam pupukkandang yang cukup efektif. Demikian pulaFirmansyah et al. (2015) menyatakan terdapatnyamikroorganisme (bakteri) menguntungkan yanghidup di dalam tanah sangat penting untukmemacu pertumbuhan tanaman karenamempercepat penyediaan hara dan juga sebagaisumber bahan organik tanah. Mikroorganismetersebut akan mempercepat proses dekomposisipupuk kandang dirombak menjadi unsur yangdapat digunakan tanaman untuk tumbuh dan

berkembang.

Secara umum, perkembangan tinggitanaman yang cepat terjadi pada umur 4 MST (28HST). Purba (2014) menyatakan bahwa percepatanpertumbuhan pada tanaman bawang merahdiperoleh pada umur 21 HST. Pada umur tersebuttanaman memperlihatkan kecepatan tumbuh(vigoritas) yang maksimal sehingga pada umur 4MST tanaman bawang merah pada ketiga jenisusahatani memperlihatkan vigor pertumbuhan yangcukup baik. Namun pada umur 8 MST, tinggitanaman menunjukkan penurunan karena tanamanberada pada fase menjelang panen dan daun sudahmulai menguning. Meskipun begitu tinggi tanamanbawang merah pada usahatani bawang merahramah lingkungan masih menunjukkan nilai lebihtinggi dan berbeda nyata dengan tinggi tanamanpada usahatani lainnya, sedangkan tinggi tanamanpada usahatani bawang merah semi organik tidakmenunjukkan perbedaan yang nyata dengan tinggitanaman pada usahatani bawang merah secarakimiawi.

Jumlah daun tanaman bawang merah padaketiga jenis usahatani secara bersama-samamemberikan pengaruh yang berbeda nyata,ditunjukkan dengan nilai F-hitung > F-tabel.Jumlah daun terbanyak pada awal pertumbuhan(umur 2 MST) diperoleh pada usahatani bawangmerah secara kimiawi, namun pada minggu-minggu berikutnya jumlah daun terbanyakdiperoleh pada usahatani bawang merah ramahlingkungan dan secara statistik uji-t berbeda nyatadengan usahatani lainnya, sedangkan jumlah daunpada sistem usahatani semi organik dan kimiatidak berbeda nyata secara statistik. Tidak

Tabel 3. Rata-rata jumlah daun tanaman bawang merah di Desa Mulyorejo, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak,MT. III/2016

No Jenis TeknologiJumlah Daun (helai)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST1. Ramah lingkungan 09,03a 15,89a 19,84a 14,82a

2. Semi organik 07,00b 11.63b 15.94b 12,59b

3. Konvensional/kimia 10,55c 12,75b 15,89b 10,90b

4. F-hitung 39,38 35,21 18,13 9,61Sumber: Data primer, 2016 (diolah)Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

pada taraf α = 5 persen (uji-t)

Page 10: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

6 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:1-9

berbedanya jumlah daun bawang merah padausahatani semi organik dan kimia didugapenggunaan pupuk organik dan anorganik yangtidak berbeda jauh. Rata-rata jumlah daun tanamanbawang merah disajikan pada Tabel 3.

Melihat jumlah daun tanaman bawangmerah pada Tabel 3 cukup bervariasi, menandakanbahwa tanaman responsif terhadap pemberianinput produksi. Secara umum perkembanganjumlah daun pada usahatani ramah lingkunganmemberikan hasil pengamatan yang lebih baik.Hal ini menandakan bahwa pemberian agensihayati dan pupuk kandang pada usahatani ramahlingkungan dapat memacu pertumbuhan danperkembangan jumlah daun. Sesuai denganpendapat Santoso et al. (2007) yang menyatakanbahwa PGPR, pupuk kandang, dan agensi hayatilainnya mampu merangsang pertumbuhan sistemperakaran untuk memacu pembentukan daun.

Pertambahan jumlah daun maksimalterjadi dari umur 2 MST ke 4 MST, menunjukkanpertumbuhan optimal tanaman, sedangkanpertambahan jumlah daun dari umur 4 MST ke 6MST sudah mulai melambat dan menurun padaumur 8 MST. Berkurangnya jumlah daun padaumur 8 MST disebabkan daun mengering karenatelah mendekati masa panen.

Perkembangan jumlah umbi per rumpuntanaman bawang merah pada Tabel 4 menunjukkanbahwa jumlah umbi per rumpun pada awalpertumbuhan (umur 2 MST) pada usahatanikimiawi memberikan jumlah umbi yang lebihbanyak, namun mulai umur 4 MST rata-ratajumlah umbi per tanaman terbanyak diperoleh padausahatani bawang merah ramah lingkungan.Jumlah umbi per rumpun antar jenis usahatanimenunjukkan pengaruh yang nyata (nilai F-hitung> F-tabel).

Jumlah umbi per rumpun tanaman bawangmerah pada usahatani ramah lingkungan berbedanyata dengan usahatani semi organik maupunkimia, namun usahatani semi organik tidakmempunyai pengaruh yang berbeda nyata denganusahatani kimia pada umur 4 MST, 6 MST, dan 8MST. Jumlah umbi per rumpun diduga berkorelasipositif dengan jumlah daun, artinya semakin

banyak daun yang terbentuk maka umbi yangdihasilkan juga semakin banyak. Hal inidikarenakan semakin banyak jumlah daun semakinmempercepat laju fotosintesis sehingga fotosintatyang dihasilkan meningkat digunakan untukmendukung pertumbuhan dan perkembangan umbibawang merah (Purba, 2014).

Saragih et al. (2015) mengemukakanbahwa pemberian pupuk kandang hingga dosistertentu dapat meningkatkan jumlah umbi perrumpun. Dengan demikian, pemberian pupukkandang 10 t/ha pada usahatani ramah lingkungandapat dimanfaatkan secara optimal oleh akartanaman untuk membentuk umbi bawang merah,sehingga tanaman bawang merah pada usahataniramah lingkungan mempunyai jumlah umbi perrumpun yang lebih banyak.

Selain pupuk kandang, usahatani bawangmerah ramah lingkungan juga menggunakan pupukanorganik NPK Mutiara dan Phonska. Kedua jenispupuk tersebut memiliki kandungan N dan K yangdiperlukan tanaman pada fase vegetatif dangeneratif. Irfan (2013) menyatakan bahwapemberian pupuk N dan K pada dosis yang tepatpada tanaman bawang merah hingga umur 43 HSTmemberikan pertumbuhan tanaman yang lebih kuathingga saat awal pembentukan umbi.Pembentukan umbi bawang merah terjadi pada saatumur tanaman 36 – 50 HST, oleh karena itupemberian hara N dan K akan optimal bagitanaman jika diberikan pada umur 35 – 55 HST.Serapan hara tersebut didukung dengan aplikasiagensi hayati pada usahatani bawang merah ramahlingkungan yang berperan sebagai penggantipestisida dan sekaligus mengefisienkan serapanhara kimia pada tanaman (Ashrafuzzaman et al.,2009; Bhattacharya dan Jha, 2012).

Keragaan Produksi Bawang Merah

Rata-rata produksi bawang merahbervariasi antar jenis usahatani, yaitu 680 kg –1.406,5 kg per luasan usahatani. Secara statistik,produksi bawang merah berbeda nyata ditunjukkandengan nilai F-hitung = 12,40 dan lebih besardibandingkan nilai F-tabel dan secara individu (uji-t) produksi bawang merah usahatani ramah

Page 11: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

7Keragaan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Bawang Merah dengan Teknologi RamahLingkungan (Dewi Sahara dan Chanifah)

lingkungan berbeda nyata dengan jenis usahatanilainnya, tetapi produksi bawang merah semiorganic dan kimia tidak berbeda nyata secarastatistik. Demikian pula uji statistik (uji F dan uji-t)terhadap berat umbi basah, berat umbi kering askipdan berat rogolan. Pengamatan terhadap beratumbi dan produksi bawang merah disajikan padaTabel 5.

Pengurangan bobot (susut) yang lebihbesar pada bawang merah ramah lingkunganmenggambarkan bahwa tanaman bawang merahyang diusahakan dengan teknologi ramahlingkungan mempunyai pertumbuhan yang suburdan jumlah daun lebih banyak, sehingga setelahdikeringkan mempunyai susut bobot tertinggi.Pengurangan berat umbi dari bobot basah menjadikering askip (susut bobot) terbesar diperoleh padatanaman bawang merah ramah lingkungan, yaitususut 6,99 gram/umbi, diikuti dengan bawangmerah semi organik susut 3,01 gram/umbi danbawang merah kimia susut 1,21 gram/umbi.

Firmansyah et al. (2015) menyatakanbahwa pemberian pupuk organik dan pupuk hayati

yang memadai dapat meningkatkan kesuburantanah sehingga tanaman bawang merah dapattumbuh dan berproduksi dengan lebih baik. Selainitu umbi bawang merah pada usahatani ramahlingkungan memiliki kadar air dan proporsi beratdaun yang lebih tinggi dibandingkan bawangmerah usahatani lainnya sehingga susut bobotnyaterbesar. Meskipun begitu rata-rata bobot umbikering askip 5,05 gram hampir sama dengan hasilpenelitian Azmi et al. (2011) bahwa bobot basahumbi bawang merah Varietas Bima sebesar 6,7gram setelah kering askip menjadi 5,19 gram.

Santoso et al. (2007) menyatakan bahwapemakaian agensi hayati pada usahatani bawangmerah ramah lingkungan juga mampu memacupertumbuhan tanaman dan menekan perkembanganpatogen pada tanaman sehingga tanaman yangdiberikan perlakuan tersebut mampu berproduksidengan lebih baik. Produksi riil yang diperoleh dariusahatani bawang merah ramah lingkungansebanyak 1.406,5 kg per luasan 0,175 m2 (setaradengan 11,48 t/ha), semi organik 980 kg/0,175 m2

(setara dengan 8,00 t/ha), dan kimia 680 kg/0,175

Tabel 4. Rata-rata jumlah umbi per rumpun tanaman bawang merah di Desa Mulyorejo, Kecamatan Demak,Kabupaten Demak, MT. III/2016

No Jenis TeknologiJumlah umbi per rumpun (buah)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST1. Ramah lingkungan 2,75a 3,96a 4,96a 5,01a

2. Semi organik 2,35b 3,42b 4,09b 4,22b

3. Konvensional/kimia 3,25c 3,49b 4,11b 4,28b

4. F-hitung 24,11 9,26 9,52 6,35Sumber: Data primer, 2016 (diolah)Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

pada taraf α = 5 persen (uji-t)

Tabel 5. Rata-rata berat umbi dan produksi bawang merah di Desa Mulyorejo, Kecamatan Demak, KabupatenDemak, MT. III/2016

No Jenis TeknologiBerat Umbi (g/umbi) Produksi

(kg)Basah Kering Askip Rogolan1. Ramah lingkungan 12,04a 5,05a 4,77a 1.406,5a

2. Semi organik 6,13b 3,12b 2,91b 980,0b

3. Kimia 5,00b 3,79b 3,62b 680,0b

F-hitung 27,25 16,95 15,10 12,40Sumber: Data primer, 2016 (diolah)Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang

nyata pada taraf α = 5 persen (uji-t)

Page 12: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

8 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:1-9

m2 (setara dengan 5,55 t/ha). Produksi bawangmerah pada usahatani ramah lingkungan padaluasan tersebut lebih tinggi 43,52% dibandingkanproduksi pada usahatani semi organik dan106,84% dibandingkan produksi pada usahatanikimia. Produksi bawang merah pada usahataniramah lingkungan secara statistik berbeda nyatadengan usahatani semi organik maupun kimia,namun produksi bawang merah pada usahatanisemi organik tidak berbeda nyata dengan produksibawang merah pada usahatani kimia.

KESIMPULAN

Mencermati hasil yang diperoleh, baikpada pengamatan vegetatif maupun generatiftanaman bawang merah di lokasi kegiatan makausahatani bawang merah dengan teknologi ramahlingkungan dengan mengaplikasikan pupukkandang 10 t/ha dan agensi hayati (PGPR,Trichoderma harzianum, Beauveria bassiana, danFeromon exi) serta likat kuning mampumemberikan pertumbuhan dan produksi yang lebihbaik dibandingkan usahatani semi organik maupunusahatani bawang merah secara kimiawi.

Pertumbuhan vegetatif tanaman bawangmerah dengan indikator tinggi tanaman, jumlahdaun dan jumlah umbi terbaik diperoleh padausahatani bawang merah ramah lingkungan.Demikian juga dengan hasil umbi yang diperoleh,baik terhadap bobot basah, bobot kering askipmaupun berat rogolan umbi bawang merah ramahlingkungan memberikan hasil yang berbeda nyatadengan umbi bawang merah pada usahatani semiorganik maupun kimiawi. Produktivitas usahatanibawang merah ramah lingkungan mampumencapai 11,48 t/ha, usahatani bawang merah semiorganik 8,00 t/ha dan usahatani bawang merahsecara kimiawi sebesar 5,55 t/ha. Oleh karena itudisarankan untuk memperluas kajian usahatanibawang merah ramah lingkungan untukmengetahui stabilitas hasil bawang merah yangdiperoleh.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepadaBadan Penelitian dan Pengembangan Pertanianatas pembiayaan yang diberikan melalui programkerjasama (KKP3SL) TA. 2016 pada kegiatanKajian Efisiensi Usahatani Bawang Merah MenujuRamah Lingkungan di Jawa Tengah. Ucapanterimakasih juga disampaikan kepada: 1) Dr.Bambang Prayudi yang telah purna tugas atassegala bimbingan dan masukan selamapelaksanaan kegiatan, dan 2) Prof. Suwandi dariBalitsa dan S. Endang Ambarwati, SP., MSi ataskerjasama selama pelaksanaan kegiatan diKabupaten Demak.

DAFTAR PUSTAKA

Asandhi, A. A., N. Nurtika dan N. Sumarni. 2005.Optimasi pupuk dalam usahatani LEISAbawang merah di dataran rendah. JurnalHortikultura, vol.15 (3): 199 – 207.

Ashrafuzzaman, M., F. A. Hossen, M. R. Ismail,M. A. Hoque, M. Z. Islam, S. M.Shahidullah and S. Meon. 2009. Efficiencyof plant growth-promoting rhizobacteria(PGPR) for the enhancement of rice growth.African Journal of Biotechnology, vol.8 (7):1247 – 1252.

Azmi, C., I. M. Hidayat dan G. Wiguna. 2011.Pengaruh varietas dan ukuran umbi terhadapproduktivitas bawang merah. JurnalHortikultura, vol. 21(3): 206 – 213.

Bhattacharya, P. N. and D. K. Jha, 2012. PlantGrowth-Promoting Rhizobacteria (PGPR)emergence in agriculture. JournalMicrobiology Biotechnology, vol.28: 1327 -1350.

Ernita, M., Zahanis dan Jamilah. 2016. Aplikasirhizobakteri dalan meningkatkanpertumbuhan, hasil dan ketahanan padatanaman bawang merah. Jurnal PengabdianKepada Masyarakat, vol.22 (3): 131 – 134.

Page 13: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

9Keragaan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Bawang Merah dengan Teknologi RamahLingkungan (Dewi Sahara dan Chanifah)

Firmansyah, I., Liferdi, N. Khaririyatun, dan M. P.Yufdy. 2015. Pertumbuhan dan hasilbawang merah dengan aplikasi pupukorganik dan pupuk hayati pada tanahalluvial. Jurnal Hortikultura, vol.25 (2): 133– 141.

Humberto Blanco-Canqui and Alan, J.S. 2013.Implications of inorganik fertilization ofirrigated corn on soil properties: lessonslearned after 50 years Journal ofEnvironment Quality, vol.42 (3): 861.

Irfan, M. 2013. Respon bawang merah (Alliumascalonicum L) terhadap zat pengaturtumbuh dan unsur hara. JurnalAgroteknologi, vol.3 (2): 35 – 40.

Novizan. 2002. Membuat dan memanfaatkanpestisida ramah lingkungan. Penerbit AgroMedia Pustaka. Tangerang.

Purba, R. 2014. Produksi dan keuntunganusahatani empat varietas bawang merah diluar musim (off-season) di KabupatenSerang, Banten. Agriekonomika, vol.3 (1):55 – 64.

Santoso, S. E., L. Soesanto, dan T. A. D. Haryanto.2007. Penekanan hayati penyakit molerpada bawang merah dengan Trichodermaharzianum, Trichoderma koningii, danPseudomonas fluorescens P60. Jurnal HPTTropika, vol.7 (1): 53 – 61.

Saragih, F. J. A., R. Sipayung dan F. E. T. Sitepu.2015. Respon pertumbuhan dan produksibawang merah (Allium ascalonicum L.)terhadap pemberian pupuk kandang ayamdan urine sapi. Jurnal Agroekoteknologi,vol.4 (1): 1703 – 1712.

Soenandar, M dan Tjachjono H.R. 2012. Membuatpestisida nabati. PT. Agromedia Pustaka.Jakarta.

Sulistyaningsih N., Wahyuni W., dan Mudjiharjati,A. 2007. Potensi Pseudomonas aeruginasedalam ekstrak pupuk kompos limbahsayuran sebagai biofertilizer tembakaucerutu. Jurnal Pertanian Mapeta, vol.10 (1):42 – 50.

Sumarni, N dan A. Hidayat. 2005. Panduan teknisbudidaya bawang merah. Balai PenelitianTanaman Sayuran. Pusat Penelitian danPengembangan Pertanian. 20p.

Suriani, N. 2011. Bawang bawa untung: budidayabawang merah dan bawang putih. CahayaAtma Pustaka. Yogyakarta.

Suwandi, R. Rosliani dan T.K. Moekasan. 2008.Penentuan paket teknologi budidaya bawangmerah di dataran rendah dan mediummelalui pendekatan analisis model indekskomposit. Jurnal Hortikultura, vol.18 (4):420 – 429.

Wahyuni, S. 2010. Perilaku petani bawang merahdalam penggunaan dan penanganan pestisidaserta dampaknya terhadap lingkungan. Tesis.Universitas Diponegoro. Semarang.

Page 14: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,
Page 15: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

11Prospek dan Arah Pengembangan Jeruk (Citrus Spp.) di Kabupaten Nabire, Papua (FajriyatusSho’idah dan Muhammad Thamrin)

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN JERUK (Citrus spp.) DI KABUPATENNABIRE, PAPUA

Fajriyatus Sho’idah dan Muhammad ThamrinBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua

Jln Yahim No 49, Sentani, Jayapura 99352E-mail : [email protected]

ABSTRACT

Prospects and Directions for the Development of Oranges in Nabire District,Papua. Citus is the main fruitcommodities in Papua which covers up to 59,3% of the total fruit production (30.924,5 tons) in 2016. Nabire is oneof centers of citrus production consists of 90,97% of the total citrus production in Papua. The availability of accessto loading and unloading facilities in Nabire such as airports and ports allows Nabire to establish citrus marketingwidely. The strategy of citrus development in Nabire is to extend of citrus cultivation areas, to increase productivityand citrus varieties, and citrus management related to product continuity for the stability of citrus prices in themarket. Supports of the regional government regarding the provision of production facilities and infrastructure,strengthening farmer institutionals and collaboration with various parties is absolutely be required in the efforts toenhance citrus development in Nabire.

Key words: Citrus, Development, Area, Nabire

ABSTRAK

Jeruk adalah komoditas buah utama di Provinsi Papua dengan produksi mencapai 59,3% dari total produksi buah(30.924,5 ton) pada tahun 2016. Nabire merupakan salah satu sentra produksi Jeruk di Papua dengan produksi16.696 ton, 90,97% dari total produksi jeruk keprok dan siam di Papua. Tersedianya akses transportasi bongkarmuat barang di Nabire seperti bandara dan pelabuhan memungkinkan Nabire untuk memasarkan jeruk secara luas.Arahan pengembangan jeruk di Nabire yakni perluasan areal pertanaman jeruk, peningkatan produktivitas dankeragaman jeruk, serta manajemen produksi terkait kontinuitas produk untuk stabilitas harga jeruk. Dukunganpemerintah daerah terkait penyediaan sarana dan prasarana produksi, penguatan kelembagaan petani dan kerjasamaberbagai pihak mutlak diperlukan dalam upaya pengembangan kawasan jeruk di Nabire.

Kata kunci: Jeruk, Kawasan, Nabire

Page 16: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

12 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018: 11-23

PENDAHULUAN

Nabire merupakan salah satu wilayahpengembangan agribisnis jeruk di Papua. Haltersebut ditetapkan berdasarkan Kepmentan Nomor45 tahun 2015 yang diperbarui dengan KepmentanNo 830 tahun 2016 dan Renstra 2014-2018 DinasTanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) ProvinsiPapua.

Jeruk keprok dan siam merupakankomoditas buah dengan hasil produksi terbesar diProvinsi Papua pada tahun 2016, yaknisebesar18.352,10 ton, yang mencapai 59,3% daritotal produksi buah di Papua (30.924,5 ton).Produksi tertinggi jeruk berasal dari KabupatenNabire sebanyak 16.696 ton, 90,97% dari totalproduksi jeruk keprok dan siam di Papua (BPSPapua 2017).

Nabire memiliki pelabuhan dan bandarasebagai fasilitas bongkar muat barang. Tersedianyafasilitas tersebut memungkinkan Nabire untukmemasarkan jeruk secara luas, baik di dalamprovinsi, luar provinsi maupun ke luar negeri.Jeruk Nabire sudah dipasarkan ke daerah Biak,Serui, Jayapura, Sorong, Manokwari, Maluku danSurabaya (Laksono 2018). Papua New Guineayang berbatasan langsung dengan Provinsi Papuamenjadi negara tujuan ekspor jeruk Indonesiadalam tahun 2014-2017 (Pusdatin 2018).

Penurunan produksi jeruk yang signifikanterjadi di Nabire akibat konversi lahan kekomoditas pangan di Distrik Nabire Barat sebagaisentra produksi jeruk (Laksono 2018) dan adanyaserangan penyakit CVPD (Citrus Vein PhloemDegeneration). Kendala lain dalam pengembanganjeruk di Nabire yakni adanya musim panen raya

yang menyebabkan harga jeruk di tingkat petanimenurun. Dengan demikian, teknologi diperlukanagar produksi jeruk meningkat dan tidak berlebihpada bulan-bulan tertentu. Tulisan ini membahasrekomendasi arah pengembangan jeruk di Nabireyang dikaitkan dengan kondisi di lapang dalamupaya meningkatkan daya saing Jeruk Nabire.

PROSPEK PENGEMBANGAN JERUK

Karakteristik kesesuaian lahan dan sumberdaya genetik jeruk

Kegiatan budidaya jeruk sebaiknyamemperhatikan kesesuaian lahan sehinggatanaman bisa tumbuh dan berproduksi denganoptimal. Tingkat kesesuaian lahan terdiri dari S1(sangat sesuai), S2 (sesuai), S3 (kurang sesuai),dan N (tidak sesuai). Upaya perbaikan danoptimalisasi lahan untuk komoditas jeruk bisadilakukan pada kesesuaian lahan S1, S2 dan S3sehingga produksi bisa mendekati optimal.

Salah satu faktor yang perlu diperhatikandalam pembudidayaan jeruk yaitu pemilihanvarietas berdasarkan ketinggian tempat. BalaiPenelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika(Balitjestro) memiliki beberapa jenis jeruk spesifiklokasi yang telah dikembangkan diantaranyaKeprok Soe, Keprok Beras Sitepu, Keprok Batu55, Siem Maga dan Siem Madu Batu 55, Soe,Berasitepu, dan Garut (Martasari 2017). Adaptasibeberapa varietas jeruk terhadap ketinggian tempatdisajikan pada Tabel 2.

Page 17: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

13Prospek dan Arah Pengembangan Jeruk (Citrus Spp.) di Kabupaten Nabire, Papua (FajriyatusSho’idah dan Muhammad Thamrin)

Pengembangan komoditas jeruk di Papua

Pengembangan buah di Papua mengikutiarah pengembangan komoditas unggulan buahyang telah ditetapkan pemerintah pusat, yaknijeruk, mangga, pisang, rambutan, nenas, dan salak.Nabire merupakan salah satu wilayahpengembangan kawasan hortikultura jeruk di

Papua berdasarkan Keputusan Menteri PertanianNomor 45 tahun 2015 yang diperbarui denganKepmentan No 830 tahun 2016. PemerintahProvinsi Papua juga telah menetapkan Nabiresebagai salah satu wilayah pengembangan jerukdalam Renstra 2014-2018 (Dinas TPH, 2014).Pengembangan jeruk di Papua menurut Wilayah

Tabel 1. Karakteristik dan kriteria kesesuaian lahan budidaya jerukPersyaratan penggunaan/

karakteristik lahanKelas kesesuaian lahan

S1 S2 S3 NTemperatur (tc)

Temperatur rerata (°C) 19 - 33 33 - 36 36 - 39 > 3916 - 19 13 - 16 < 13

Ketersediaan air (wa)Curah hujan (mm) 1.200 - 3.000 1.000 - 1.200 800 - 1.000 < 800

3.000 - 3.500 3.000 - 4.000 > 4.000Lamanya masa kering

(bln)2,5 - 4 4 - 5 5 - 6 > 6

Kelembapan (%) 50 - 90 <50; >90Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase baik, sedang agak terhambat terhambat,agak cepat

sangat terhambat,cepat

Media perakaran (rc)Tekstur sedang, agak halus Agak kasar, halus sangat halus kasarBahan kasar (%) < 15 15 - 35 35 - 55 > 55Kedalaman tanah (cm) > 100 75 - 100 50 - 75 < 50

Gambut:Ketebalan (cm) <50 50 - 100 100 - 200 > 200Kematangan saprik saprik, hemik hemik, fibrik

Retensi hara (nr)KTK liat (cmol) > 16 5-16 <5Kejenuhan basa (%) ≥ 20 < 20 <20pH H2O 5,5 - 7,6 5,2 - 5,5 < 5,2

7,6 - 8,0 > 8,0C-organik (%) >1,2 0,8 – 1,2 < 0,8

Retensi hara (nr)N total (%) Sedang Rendah Sgt rendah -P2O5 (mg/100 g) Tinggi Sedang Rendah-sgt rendah -K2O (mg/100 g) Sedang Rendah Sgt Rendah -

Toksisitas (xc)Salinitas (dS/m) < 3 3 - 4 4 – 6 > 6

Sodisitas (xn)Alkalinitas/ESP (%) < 8 8 - 12 12 - 15 > 15

Bahaya sulfidik (xs)Kedalaman sulfidik (cm) > 125 100 - 125 60 - 100 < 60

Bahaya erosi (eh)Lereng (%) < 8 8 - 15 15 - 30 > 30Bahaya erosi sangat ringan ringan - sedang Berat sangat berat

Bahaya banjir/ genangan padamasa tanam (fh)

- Tinggi (cm) - - - 25- Lama (hari) - - - <7

Penyiapan lahan (lp)Batuan di permukaan (%) < 5 5 - 15 15 - 40 > 40Singkapan batuan (%) < 5 5 - 15 15 - 25 > 25

Sumber: Ritung et al. 2011

Page 18: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

14 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018: 11-23

Pengembangan Adat disajikan pada Tabel 3. Jerukmerupakan komoditas buah unggulan Nabire danmerupakan komoditas prioritas yang perludikembangkan (Lestari 2012; Lewaherilla 2018).Luas pengembangan dan produksi jeruk di Nabireberdasarkan Distrik diuraikan pada Tabel 4 danTabel 5.

Tahun 2005 telah dilakukan pewilayahankomoditas di Nabire pada tiga distrik yaitu Nabire,Napan, dan Wanggar. Berdasarkan karakteristikkesesuaian lahan budi daya jeruk (Tabel 1)terdapat beberapa zona wilayah yang sesuai untukkegiatan budidaya Jeruk yang disajikan dalamTabel 6. Lokasi rekomendasi budidaya yangmemiliki ketinggian tempat lebih dari 1200 m dplmenunjukkan bahwa Nabire memiliki potensipengembangan varietas jeruk dataran tinggi (Tabel

2) dengan keunggulan warna kuning pada kulitbuah.

Kegiatan Pendampingan Jeruk di Papuasudah dilakukan sejak tahun 2015 oleh BPTPPapua di Nabire dalam upaya mendukung ProgramPengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura(PKAH) Nasional. Kegiatan pendampingandilakukan di Nabire Barat, Wanggar, Yaro, TelukKimi, Makimi, dan Uwapa, sedangkan kegiatanpercontohan inovasi teknologi budidaya jeruk yangdilakukan di Kampung Samabusa Distrik TelukKimi (BPTP Papua 2016).

Jeruk sebagai komoditas ekspor

Empat tahun terakhir (2014-2017) PapuaNew Guinea yang berbatasan langsung denganProvinsi Papua menjadi negara tujuan ekspor jeruk

Tabel 2. Adaptasi beberapa varietas jeruk terhadap ketinggian tempat

VarietasKesesuaian ketinggian tempat*

Dataran rendah≤ 400 m dpl

Dataran medium>400 – 700 m dpl

Dataran tinggi>700 m dpl

Keprok Batu 55 - + ++Keprok Madura ++ + -Keprok Soe - + ++Keprok Grabag - + ++Keprok Brastepu - - ++Keprok Tejakula ++ - -Keprok Garut - ++ +Keprok Terigas ++ + -Keprok Selayar ++ - -Keprok Borneo Prima ++ + -Keprok Brastagi - - ++Keprok Siompu ++ - -Keprok Tawangmangu - + ++Keprok Pulung - ++ +Keprok Ponkan - + ++Keprok Gayo - + ++Siam Pontianak ++ + -Siam Madu - + ++Siam Kintamani - + ++Siam Banjar ++ - -Siam Gunung Omeh - + ++Pamelo ++ - -* Keterangan: ++ = Optimal, + = Kurang optimal, - = Tidak direkomendasikanSumber: Sutopo (2014)

Page 19: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

15Prospek dan Arah Pengembangan Jeruk (Citrus Spp.) di Kabupaten Nabire, Papua (FajriyatusSho’idah dan Muhammad Thamrin)

Indonesia. Data perbandingan ekspor jeruk dankomoditas hortikultura lainnya ditampilkan padaGambar 1. Nabire mempunyai potensi yang sangatbesar untuk mengekspor jeruk ke Negara tersebut.Potensi tersebut dikarenakan Nabire memilikifasilitas bongkar muat barang berupa pelabuhandan bandara memungkinkan untuk melakukanpemasaran jeruk secara langsung ke Papua NewGuinea. Oleh sebab itu pengembangan jeruk diwilayah Nabire perlu diorientasikan untuk eksporke Papua New Guinea dan negara lain.

Usaha tani jeruk

Usaha tani jeruk dilakukan di berbagaisentra produksi dengan kelayakan usaha tani yang

bervariasi. Rasio R/C petani jeruk manis Nabireper musim panen sebesar 2,28 (Sairdama et al.2011), sedangkan di Batola (Kalimantan Selatan)dan Konawe Selatan (Sulawesi Tenggara) berturut-turut sebesar 1,10 dan 2,16 (Mufidah et al. 2018).Beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatanpetani jeruk diantaranya yaitu luas lahan, biayausaha tani, pengalaman bertani, jumlah tanggungandan modal usaha (Alitawan & Sutrisna 2017;Nainggolan et al. 2013)

Jeruk juga makin diminati petani untukdibudidayakan di Distrik Nabire. Peningkatanusaha tani jeruk manis dari luas tanam 162 hadengan luas panen 149 ha (2008) menjadi luastanam 250 ha dengan luas panen 200 ha (2010) di

Tabel 3. Pengembangan jeruk di Papua menurut Wilayah Pengembangan AdatNo Wilayah pengembangan Kabupaten/Kota1 Mamta Keerom, Sarmi, Mamberamo Raya2 Saireri Biak Numfor, Kep Yapen, Waropen3 Ha Anim Boven Digul, Asmat4 La Pago Jayawijaya, Puncak Jaya, Puncak5 Mee Pago Nabire, Intan JayaSumber: Dinas TPH Papua (2014)

Tabel 4. Luas Pengembangan Tanaman Jeruk di Nabire

DistrikLuas lahan (ha)

Total lahan (ha)Produksi Belum Produksi

Makimi 147,5 78 225,5Teluk Kimi 48 20,5 68,5Nabire Barat 230 75 305Wanggar 40 40Sumber: Dinas Pertanian dan PerkebunanKabupaten Nabire (2015)

Tabel 5. Produksi Buah Jeruk Nabire per Distrik

DistrikProduksi (ton)

2015 2016Uwapa 110,0 600,0Wanggar 2.000,0 -Menou - 7.200,0Dipa - 3.850,0Yaur - 41,8Nabire Barat 11.200,0 5593,0Nabire 900,0 920,0Teluk Kimi 6.520,0 140,0Makimi 885,0 -Sumber: BPS Nabire 2016 &2017

Page 20: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

16 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018: 11-23

Kampung Wadio, Nabire Barat. Faktor yangmempengaruhi peralihan komoditas misalnya padimenjadi jeruk yaitu pendidikan, pengalamanberusahatani, jumlah anggota keluarga dan sosialbudaya (Matakena 2013).

Proses pemasaran yang terjadi diKampung Wadio, Distrik Nabire Barat dilakukanoleh petani, pedagang pengumpul, pedagang besar,dan pedagang pengecer. Harga jeruk umumnyamengikuti harga yang berlaku di pasar, akan tetapipedagang pengumpul cenderung lebih memilikikekuatan untuk menentukan harga terutama ketikamusim panen (Sinaga 2011). Pemasaran jerukNabire di Provinsi Papua diantaranya mencakupkabupaten Nabire, Biak, Serui dan Jayapura.Sedangkan pemasaran ke luar Provinsi Papuadiantaranya yakni ke Sorong, Manokwari, Malukudan Surabaya (Laksono 2018). Lebih lanjut

diketahui bahwa pemasaran jeruk ke luar Nabireper bulannya bisa mencapai 3-4 kontainer (kuranglebih 50.000 kg) (Sairdama et al. 2011).

PRIORITAS ARAH PENGEMBANGAN

Sistem pengelolaan kebun jeruk

Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat(PTKJS) (Supriyanto et al. 2010b)

merupakan petunjuk teknis budidaya jerukyang dimaksudkan untuk memperpanjang masaproduksi, meningkatkan produktivitas dan mutubuah. PTKJS meliputi:

1. Penggunaan benih bebas penyakit. Benihberlabel bebas penyakit diperoleh daripenangkar benih yang sudah terdaftar di BPSBsetempat.

Gambar 1. Ekspor Jeruk Indonesia Negara Tujuan Papua New Guinea (Pusdatin 2018)

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2012 2013 2014 2015 2016 2017

VO

LU

ME

(TO

N)

TAHUN

Jeruk Komoditas Horti

Page 21: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

17Prospek dan Arah Pengembangan Jeruk (Citrus Spp.) di Kabupaten Nabire, Papua (FajriyatusSho’idah dan Muhammad Thamrin)

2. Pengendalian serangga penular CVPD.Penyakit CVPD ditularkan oleh seranggaDiaphorina citri. Langkah awal pengendalianyakni monitoring populasi serangga penular

tersebut dengan yellow trap. Pengendaliandapat dilakukan dengan menggunakaninsektisida sistemik. Agens hayati yang mampumengendalikan D. citri diantaranya yaitu

Tabel 7. Teknologi Budidaya JerukJarak tanam

- Tumpang sari 5 x 4 cm- Monokultur 4 x 4 cm

Pemangkasan- Bentuk TBM, umur 1 tahun- Pemeliharaan TM, setiap selesai panen

Pengendalian Hama Penyakit- Diplodia Disemprot menggunakan insektisida seperti Matador

25 EC- CVPD Bubur California yang dioles pada batang

Pemupukan- Pupuk Kandang Tanaman umur 1-4 tahun = 20-40 kg/pohon

Tanaman umur >5 tahun = 40-60 kg- NPK pada Tanaman Belum Menghasilkan Berdasarkan umur tanaman- NPK pada Tanaman Menghasilkan Berdasarkan hasil panen

Pengendalian gulma Empat kali setahun dengan herbisida dan secaramanual

Benih OkulasiBatang bawah JC

Sumber: Suyanto & Irianti (2011), Mustakim (2015), Sutopo (2009)

Tabel 8. Rekomendasi Pemupukan Jeruk Berdasarkan Umur Tanaman

Umur (tahun)Gram/pohon/aplikasi Aplikasi

N P2O5 K2O1 10-20 5-10 5 2-3 kali/tahun2 25-40 15-20 10-15 3-4 kali/tahun3 40-75 25-40 20-30 3-4 kali/tahun4 80-120 50-75 40-50 2-3 kali/tahun5 125-150 80-100 60-80 2 kali/tahunSumber: Sutopo (2009)

Tabel 9.Rekomendasi Pemupukan Berdasarkan HasIl Panen

Panen(kg/pohon)Dosis (g/pohon/tahun)

Jeruk Siam Jeruk Keprok Jeruk PameloN P2O5 K2O N P2O5 K2O N P2O5 K2O

25 262 -395

185 -275

53 - 77 278 -417

90 -136

182 -273

143 -214

71 -107

289 -429

50 525 -790

370 -550

105 -155

556 -833

182 -273

364 -545

286 -429

143 -214

571 -857

75 790 -1185

555 -830

157 -233

833 -1250

273 -409

545 -818

429 -643

214 -321

857 –1286

100 1050 -1580

740 -1100

210 -315

909 -1364

364 -545

727 -1090

571 -857

286 -429

1143 -1714

Sumber: Sutopo (2009)

Page 22: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

18 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018: 11-23

ektoparasit Tamarixia radiata, endoparasiteDiaphorencyrtus aligarhensis, predator Curinuscoeruleus dan Syrphidae, entomopatogenHirsutella sp. dan Metarrhizium anisopliae.

3. Sanitasi kebun. Kegiatan ini dilakukan denganmembuang bagian tanaman yang terserangCVPD. Jika seluruh bagian tanaman sudahterserang, maka pohon jeruk harus dibongkarsampai akar dan dibakar/dimusnahkan.

4. Pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan tanamanmeliputi pemangkasan (bentuk danpemeliharaan), pengolahan tanah, pemupukan,penyiraman, penjarangan buah danpengendalian organisme pengganggu tanaman(OPT). Teknik budidaya jeruk secara rinciditampilkan pada Tabel 7, dan rekomendasipemupukan disajikan pada Tabel 8 dan 9.

5. Konsolidasi pengelolaan kebun. Konsolidasipengelolaan memakai pendekatan kelompoktani yang kebunnya berdekatan pada satuhamparan dengan menerapkan semuakomponen teknologi yang dianjurkan.

Penerapan PTKJS dapat digunakan sebagaimitigasi iklim pada budidaya jeruk seperti yangtelah dilakukan di Banyuwangi yang mampumenghasilkan panen mencapai 10-12 ton/ha.Sistem PTKJS dapat digunakan sebagai panduanbudidaya jeruk siam di lahan kering/tegalan dantanah berpasir (Ashari et al. 2014).

Perluasan lahan dan peremajaan

Penurunan produksi di Nabire terjadikarena beberapa kawasan jeruk terserang penyakitCVPD, disamping konversi lahan jeruk kekomoditas lain, serta usia pohon yang tidak lagiproduktif. Sentra pengembangan jeruk di Nabireyang berada pada Distrik Nabire Barat mengalamipenurunan produksi yang signifikan sehinggapemerintah Kabupaten Nabire mengembangkankawasan jeruk baru di Distrik Teluk Kimi(Laksono 2018).

Pengembangan kawasan baru merupakanpeluang untuk penerapan PTKJS secara utuhkarena PTKJS lebih efektif diterapkan pada daerah

pengembangan baru atau daerah rehabilitasi yangberjarak lebih dari lima kilometer dari jerukterinfeksi CVPD (Supriyanto et al. 2010b).Pengembangan kawasan baru dan peremajaanpohon jeruk yang tidak lagi produktif bisadidahului dengan melakukan kajian pasar,agroekofisiologi dan kemudahan akses inputteknologi untuk menentukan jenis jeruk yangdiminati oleh konsumen. Penentuan jenis jerukberdasarkan adaptasi elevasi dapat dilihat padaTabel 2.

Peningkatan produksi dan keragaman jenisjeruk

Jeruk yang dibudidayakan di Nabireumumnya memiliki kulit berwarna hijau. Jerukberkulit kuning lebih diminati oleh konsumenIndonesia dan harganya relatif lebih tinggi.Pengembangan jeruk untuk menghasilkan buahberkulit kuning dapat dilakukan dengan menanambenih baru atau menerapkan metode top working.Metode tersebut dilakukan dengan menyambungcabang jeruk varietas baru pada batang jerukvarietas lama yang sudah tidak produktif.Penyambungan cabang produktif pada batang yangsudah berproduksi mampu mempercepat masaberbuah jeruk.

Top working pada tanaman jeruk dapatdilakukan secara sambung kulit, sambung celah,penempelan dan sambung tunas (Sugiyatno 2014).Cabang atas disambung dengan batang bawahmenggunakan interstok agar tumbuh normal.Cabang atas Keprok Batu 55 tumbuh baik denganinterstok jeruk manis atau jeruk siam pada batangbawah JC (Sugiyatno et al. 2013).

Kontinuitas produk dan stabilisasi harga

Harga jeruk di tingkat petani pada panenraya tahun 2010 di Nabire hanya Rp 2.500/kg,sedangkan pada saat panen rutin harga tertinggisebesar Rp 5.000/kg. Sistem penentuan harga jerukumumnya mengikuti harga yang berlaku di pasar,tetapi pedagang pengumpul cenderung lebihmemiliki kekuatan dalam menentukan hargaterutama saat musim panen raya (Sinaga 2011).

Page 23: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

19Prospek dan Arah Pengembangan Jeruk (Citrus Spp.) di Kabupaten Nabire, Papua (FajriyatusSho’idah dan Muhammad Thamrin)

Harga pasar mengikuti hukum permintaan-penawaran, yaitu saat panen raya denganketersediaan jeruk melimpah maka harga akanrendah. Teknik budidaya jeruk tertentu perludikembangkan agar buah jeruk bias tersediasepanjang tahun sehingga harga jeruk di pasaranbisa stabil.

Bujangseta (buah berjenjang sepanjangtahun) merupakan inovasi teknologi dariBalitjestro agar jeruk bisa berbuah sepanjang tahundan tidak tergantung dengan musim. Umumnyajeruk dipanen 1-2 kali dalam satu tahun denganproduktivitas 40 kg/pohon/tahun. Penerapanteknologi bujangseta menjadikan jeruk bisadipanen sampai lima kali setahun (interval duasampai tiga bulan sekali) dengan produktivitas 80-125 kg/pohon/tahun (Technology Indonesia 2018).Langkah teknis yang dilakukan untuk aplikasiteknologi tersebut yaitu: (1) Prunning ataupemangkasan, (2) Manajemen nutrisi ataupemupukan (kombinasi pemupukan NPK bentukpadat dan cair), (3) Aplikasi pupuk Kiserit(MgSO4), dan (4) Pola pengendalian hama danpenyakit (Balitjestro 2018). Meski demikian,penerapan teknologi ini masih terbatas pada jeruksiam. Perlu kajian lebih lanjut terkait keberhasilanteknologi ini pada jenis jeruk lain seperti keprokdan pamelo.

Selain Bujangseta, teknologi yangberpotensi dikembangkan untuk produksi buahtanpa tergantung musim yaitu induksi pembungaandi luar musim. Pembungaan pada jeruk keprok,siam dan pamelo dapat dilakukan dengan aplikasizat penghambat tumbuh (seperti prohexadion-cadan paclobutrazol) dan strangulasi yangdikombinasikan dengan zat pemecah dormansi(Etepon, KNO3 dan BAP) (Sostenes 1996,Mulyani 1996, Syahbudin 1999, Darmawan et al.2014, Susanto et al. 2016).

DUKUNGAN PENGEMBANGAN JERUK DINABIRE

Ketersediaan teknologi perbenihan

Berdasarkan data yang diolah dari kegiatanUPBS Jeruk tahun 2009-2014, diketahui bahwajenis jeruk yang telah disebarkan di Papuamencakup keprok Terigas, keprok Batu 55, danSiam Pontianak (Harwanto 2014). Produksi benihjeruk di Papua pada tahun 2016 mencapai 7.700pohon (Kementan 2017). BPTP Papua juga telahmelakukan kegiatan pendampingan perbenihanjeruk bebas penyakit pada tahun 2017 dan 2018 diNabire dengan sistem okulasi pada petanipenangkar.

Produksi benih jeruk bebas penyakitdilakukan secara bertingkat melalui Blok Fondasi(BF), Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT),dan Blok Perbanyakan Benih (BPB). Blok BF danBPMT dilengkapi dengan kasa anti serangga untukmenghindarkan infeksi penyakit dari luar. Saat initerdapat dua petani penangkar benih jeruk siamPontianak dan keprok Madura yang sudah terdaftardi BPSB Kabupaten Nabire, dengan produksimasing-masing sebanyak 6-8 ribu pohon/tahun dan10-15 ribu pohon/tahun. Meski demikian, petanipenangkar terancam dicabut izin produksinyakarena tidak memiliki rumah kasa untuk BPMT.Oleh Sebab itu diperlukan bantuan pendanaan daripemerintah terkait pengadaan fasilitas untukkegiatan perbenihan.

Teknologi perbenihan jeruk menggunakanJC sebagai batang bawah karena memiliki vigoryang baik dan masa produksi yang singkat. Mediayang digunakan untuk penyemaian yaknicampuran pupuk kandang sapi:pasir (2:1) danditempatkan pada wadah plastik berukuran40x30x10 cm, atau pupuk kandangsapi:pasir:sekam (2:1:2) yang ditempatkan padakantong plastik berdiameter 12,5 cm denganketinggian 30 cm (Hardiyanto et al. 2000).Roguing terhadap tipe simpang benih JC sebaiknyadilakukan pada awal benih berkembang normalsampai dengan 2 bulan setelah berkecambah(Andrini 2014). Benih jeruk di dataran rendahmemiliki pertumbuhan yang lebih optimal

Page 24: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

20 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018: 11-23

dibanding di dataran tinggi (Budiyati dan Jati2014).

Benih jeruk yang digunakan untuk lahankering umumnya diperbanyak dengan cara okulasi,sedangkan benih untuk lahan pasang surutmenggunakan benih okulasi yang dicangkok.Waktu pencangkokan batang bawah yang tepatuntuk menghasilkan benih okulasi-cangkok yaknisetelah pembukaan tali okulasi atau tiga minggusetelah okulasi (Supriyanto et al. 2000a).

Dukungan Kebijakan

Dukungan pemerintah yang diperlukanuntuk pengembangan jeruk di Nabire diantaranyayakni penyediaan sarana dan prasarana produksiseperti kemudahan mendapatkan pupuk bersubsidi,serta bantuan pengadaan Blok Fondasi (BF), BlokPenggandaan Mata Tempel (BPMT), dan BlokPerbanyakan Benih (BPB).

Penguatan kelembagaan, baik melaluikelompok tani maupun koperasi, perlu dilakukanuntuk meningkatkan akses petani dalam pemasaranjeruk (Sairdama et al. 2011). Penguatankelembagaan dilakukan melalui pendampinganoleh pemerintah daerah. Kelembagaan oleh petanidapat memperkuat posisi tawar petani dalampenentuan harga. Selain itu kelembagaan petanijuga dapat dijadikan wadah pengembanganmanajemen pasca panen (seperti sortasi, gradingdan pengolahan jeruk), sehingga dapatmeningkatkan harga jual jeruk.

Pemerintah daerah harus menjadifasilitator yang menghubungkan petani, dinas-dinas terkait seperti BPSB sebagai Lembagasertifikasi benih, BPTP sebagai lembagapengkajian teknologi spesifik lokasi danpendampingan penerapan teknologi, BalaiPenyuluhan Pertanian dalam penyuluhan teknologipertanian, pelaku pemasaran, penyedia inputproduksi, pelaku industri dan lembaga keuangan.Institusi dan kelembagaan tersebut kemudianmembangun pola kerjasama kemitraan sehinggakegiatan usaha tani jeruk berjalan baik. Lebihlanjut, untuk kepentingan ekspor jeruk pemerintahdaerah harus memediasi berbagai pihak terkait

seperti kelompok tani, Badan Karantina,Kementerian Perdagangan, dan perusahaanpenyedia jasa pengiriman barang agar kegiatanpemasaran jeruk berjalan lancar.

KESIMPULAN

Nabire merupakan kawasanpengembangan komoditas jeruk dan memilikiwilayah-wilayah yang sesuai untuk kegiatanpembudidayaan jeruk. Pengembangan jeruk diNabire didukung dengan adanya teknologiperbenihan dan infrastuktur untuk pemasaransampai ke luar provinsi. Strategi pengembanganjeruk di Nabire yakni perluasan areal pertanamanjeruk, peningkatan produktivitas dan keragamanjenis jeruk, serta manajemen produksi terkaitkontinuitas produk untuk stabilitas harga jeruk.Teknik-teknik budidaya yang bisa dilakukan yaknipenerapan sistem Pengelolaan Terpadu KebunJeruk Sehat (PTKJS), Top Working, Bujangsetadan pembungaan jeruk di luar musim. Dukunganpemerintah daerah terkait penyediaan sarana danprasarana produksi, penguatan kelembagaan petanidan kerjasama berbagai pihak mutlak diperlukandalam upaya pengembangan kawasan jeruk diNabire.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikankepada Balai Besar Pengkajian dan PengembanganTeknologi Pertanian (BBP2TP) yang telahmemberikan kesempatan kepada penulis untuk ikutdalam program pembinaan penulisan karya tulisilmiah, dan Ir. Agus Muharam, MS. yang telahmembimbing dalam penyusunan karya tulis ilmiahini.

Page 25: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

21Prospek dan Arah Pengembangan Jeruk (Citrus Spp.) di Kabupaten Nabire, Papua (FajriyatusSho’idah dan Muhammad Thamrin)

DAFTAR PUSTAKA

Alitawan, A.A.I. dan K. Sutrisna. 2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatanpetani jeruk pada desa Gunung BauKecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. E-Jurnal EP Unud 6(5):796-826

Andrini, A. 2014. Identifikasi tipe simpangsemaian jeruk batang bawah JapanscheCitroen (JC) dan waktu yang tepat untukroguing berdasarkan karakter morfologi.Prosiding Seminar Nasional PERHORTI2014. Malang, 5-6 November 2014.Perhimpunan Hortikultura Indonesia: hal.15-21

Ashari, H., Z. Hanif, dan A. Supriyanto. 2014.Kajian dampak iklim ekstrim curah hujantinggi (La-Nina) pada jeruk siam (Citrusnobilis VAR. Microcarpa) di KabupatenBanyuwangi, Jember dan Lumajang. PlantaTropika Journal of Agro Science 2(1):49-55

Balitjestro. 2018. Bujangseta, Buahkan JerukBerjenjang Sepanjang Tahun.http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/bujangseta-buahkan-jeruk-berjenjang-sepanjang-tahun/ [16 November] 2018

BPS Nabire. 2016. Kabupaten Nabire dalamAngka 2016. BPS Nabire. Nabire

BPS Nabire. 2017. Kabupaten Nabire dalamAngka 2017. BPS Nabire. Nabire

BPS Papua. 2017. Provinsi Papua dalam Angka2017. BPS Papua. Jayapura

BPTP Papua. 2005. Laporan Akhir: PewilayahanKomoditas Pertanian Berdasarkan AEZ1:50.000 di Kabupaten Nabire. BPTP Papua.Jayapura

BPTP Papua. 2016. Laporan Akhir Kegiatan TA2016: Pendampingan PengembanganKawasan Pertanian Nasional TanamanHortikultura Komoditas Jeruk Di KabupatenNabire, Mimika dan Biak Numfor. BPTPPapua. Jayapura

Budiyati, E. dan Jati. 2014. Evaluasi keragaanpertumbuhan benih jeruk 15 varietas keprokdan 7 varietas manis di dua ketinggian(kebun percobaan Tlekung 950 m dpldankebun percobaan Banjarsari 2 m dpl).Prosiding Seminar Nasional PERHORTI2014. Malang, 5-6 November 2014.Perhimpunan Hortikultura Indonesia:hal.906-911

Darmawan M., R. Poerwanto, dan S. Susanto.2014. Aplikasi prohexadion-ca,paclobutrazol, dan strangulasi untuk induksipembungaan di luar musim pada tanamanjeruk keprok (Citrus reticula). J. Hort.24(2):133-140

Dinas TPH Papua. 2014. Rencana StrategisPembangunan Tanaman Pangan danHortikultura Provinsi Papua Tahun 2014-2018. Dinas TPH Papua. Jayapura

Distanbun Nabire. 2015. Luas pengembanganjeruk tahun 2015

Hardiyanto, Djoema’ijah dan A. Supriyanto. 2000.Uji teknologi penyediaan batang bawahjeruk JC terhadap pertumbuhan dankeragaan bibit siap tempel. JurnalHortikultura 9(4):282-287

Harwanto. 2014. Sebaran Jeruk Keprok diIndonesia.http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/sebaran-jeruk-keprok-di-indonesia/ [20November] 2018

Kementan. 2017. Statistik Pertanian 2017.Kementerian Pertanian. Jakarta

Laksono P. 2018. Keragaman budidaya jeruk dantataniaga usahatani jeruk di kabupatenNabire, provinsi Papua. Buletin InovasiTeknologi Pertanian Spesifik Lokasi Papua1(1):24-32

Lestari E.P. 2012. Pengembangan komoditasunggulan UMKM di kabupaten Nabire,Papua. Joint research PengembanganUMKM dengan BAPPEDA KabupatenNabire:1-14

Page 26: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

22 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018: 11-23

Lewaherilla N.E. 2018. Analisis komoditasunggulan sektor pertanian provinsi Papua.Buletin Inovasi Teknologi PertanianSpesifik Lokasi Papua 1(1):1-15

Martasari C. 2017. Pengenalan dan IdentifikasiSpesifik Jeruk.http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/ [16Nov] 2018

Matakena S. 2013. Faktor yang mempengaruhiperalihan usahatani padi ke usahatani jerukmanis (studi kasus pada komunitas petanijeruk manis di kampung Wadio distrikNabire Barat kabupaten Nabire).AGRILAN: Jurnal Agribisnis Kepulauan2(2): 57-72.

Mufidah L., L. Zamzami dan S. Wuryantini. 2018.Analisa usaha tani jeruk siam di lahan kering(Konawe Selatan) dan lahan pasang surut(Batola). Seminar Nasional dan PraLokakarya Nasional FKPTPI BKS WilayahTimur. Surakarta, 18-19 April 2018.Universitas Sebelas Maret: 2(1) hal. 11-17

Mulyani S. 1996. Pengaruh zat pemecah dormansiyang diaplikasikan setelah pemberianpaclobutrazol terhadap pertumbuhan danpembungaan jeruk keprok siem (Citrusreticulata B.). Skripsi. Institut PertanianBogor. Bogor

Mustakim A. 2015. Pengelolaan Pemupukan JerukKeprok (Citrus Nobilis L.) di KebunBlawan, PTPN XII, Bondowoso, JawaTimur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.Bogor

Nainggolan I. C., K. Tarigan, dan Salmiah. 2013.Analisis usahatani jeruk dan faktor-faktoryang mempengaruhi penerimaan petani(studi kasus: Desa Perjuangan KecamatanSumbul Kabupaten Dairi). Jurnal on SocialEconomic of Agriculture and Agribusiness2(8)

Pusdatin. 2018. Basis Data Ekspor-ImporKomoditi Pertanian.http://database.pertanian.go.id/eksim2012asp/index.asp [19 November] 2018

Ritung S., K. Nugroho, A. Mulyani, E. Suryani.2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untukKomoditas Pertanian (Edisi Revisi).BBSDLP. Bogor

Sairdama S.S., F. Nurland, dan Kaimuddin. 2011.Prospek pengembangan agribisnis jerukmanis di distrik Nabire Barat KabupatenNabire. E-Jurnal Unhas

Sinaga C.H. 2011. Analisis Pemasaran Jeruk Siamdi Kampung Wadio, Distrik Nabire Barat,Kabupaten Nabire, Papua. Skripsi. InstitutPertanian Bogor. Bogor

Sostenes. Pengaruh waktu pemberian beberapa zatpemecah dormansi yang siaplikasikansetelah paclobutrazol terhadap pertumbuhandan pembungaan jeruk keprok siem (Citrusreticulata B.). skripsi. Institut PertanianBogor. Bogor

Sugiyatno A. 2014. Teknologi Top Working padatanaman jeruk. Iptek Hortikultura 10:29-35

Sugiyatno A., L. Setyobudi, M.D. Maghfoer, danA. Supriyanto. 2013. Respons pertumbuhantanaman jeruk keprok Batu 55 padabeberapa interstock melalui metode topworking. J. Hort. 23(4):329-338

Supriyanto A., A. Hidayat, dan Setiono. 2000a.Waktu pencangkokan batang-bawah yangtepat untuk memproduksi benih okulasi-cangkok jeruk keprok siem dan besarNambangan. Jurnal Hortikultura vol.9(4):288-292

Supriyanto A., M. E. Dwiastuti, A. Triwiratno, O.Endarto, Suhariyono. 2010b. PanduanTeknis Pengelolaan Terpadu Kebun JerukSehat: Strategi pengendalian penyakitCVPD. Balitjestro. Malang

Susanto S., M. Melati, dan H. Sugeru. 2016.Perbaikan pembungaan pamelo melaluiaplikasi strangulasi dan zat pemecahdormansi. J. Hort. Indonesia 7(3): 139-145

Sutopo. 2009. Rekomendasi Pemupukan untukTanaman Jeruk.http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/rekomendasi-pemupukan-untuk-tanaman-jeruk/[20 November] 2018

Page 27: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

23Prospek dan Arah Pengembangan Jeruk (Citrus Spp.) di Kabupaten Nabire, Papua (FajriyatusSho’idah dan Muhammad Thamrin)

Sutopo. 2014. Panduan Budidaya Tanaman Jeruk.http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/panduan-budidaya-tanaman-jeruk/[20 November]2018

Suyanto A., dan T.P. Irianti. 2011. Studi hubungankarakteristik tipologi lahan yang digunakanterhadap kualitas hasil jeruk siem (Citrusnobilis var. Microcarpa) di kabupatenSambas. J. Perkebunan & Lahan Tropika1(2):42-48

Syahbudin. 1999. Studi stimulans pembungaanjeruk siem (Citrus reticulata Blanco) denganpaclobutrazol dan zat pemecah dormansietepon. Skripsi. Institut Pertanian Bogor

Technology Indonesia. 2018. Berkat Bujangseta,Pohon Jeruk Berbuah Sepanjang Tahun.http://technology-indonesia.com/pertanian-dan-pangan/inovasi-pertanian/berkat-bujangseta-pohon-jeruk-berbuah-sepanjang-tahun/ [16 November] 2018

Page 28: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,
Page 29: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

25Introduksi Varietas Unggul Baru Padi dalam Mendukung Keberlanjutan Desa Mandiri Benih diKabupaten Majalengka (Yati Haryati dan Atang M. Safei)

INTRODUKSI VARIETAS UNGGUL BARU PADIDALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN DESA MANDIRI BENIH

DI KABUPATEN MAJALENGKA

Yati Haryati dan Atang M. SafeiBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat

Jl. Kayuambon No. 80, LembangE-mail : [email protected]

ABSTRACT

Introduction of New High Yielding Varieties of Rice in Supporting the Sustainability of IndependentSeed Villages in Majalengka District. Perceptions of farmers in adopting new superior varieties based on theirpreferences vary depending on climate and type of agroecosystem. Therefore, in the introduction of new high-yielding varieties, first-hand study is needed at the farm level. The study of New Superior Varieties was carried outin the Gangsa I Farmer Group, Jatitengah Village, Jatitujuh Subdistrict, Majalengka Regency (Independent Villageof Rice Seeds) on land owned by farmers carrying out breeding with an area of each 2.000 m2. The design usedrandomized block design with 4 replications. The new superior varieties studied were Inpari 38, 39, 41, 42 and 43.The aim of the study was to obtain new improved varieties of rice that could adapt well and provide high yields tobe developed in the Majalengka Regency area. Parameters observed were plant height (vegetative phase andflowering), number of tillers (maximum and productive), number of panicles per clump, panicle length, number ofgrains per panicle (empty and filled) and yield (t ha-1). Agronomic performance data were analyzed using DuncanTest followed by multiple distance tests using SAS version 9.0 for windows and farmer preferences were analyzedusing the Friedman Test. The aim of the study was to obtain new superior varieties of rice that could adapt welland provide high yields to be developed in the Majalengka Regency area. The results showed that the new superiorvarieties of rice with the highest yield and were favored by farmers were Inpari 43 with a productivity of 9.43 t ha-1

GKP, so that it could be used as an alternative rotation to be developed in the Mandiri Rice Seed Village inMajalengka Regency and the introduction of New Superior Varieties supporting the sustainability of MandiriVillage Seeds in seed production according to consumer/farmer preferences.

Keywords : Varieties, adaptations, preferences

ABSTRAK

Persepsi petani dalam mengadopsi varietas unggul baru berdasarkan preferensi masing - masing lokasibervariasi tergantung iklim dan tipe agroekosistem. Oleh karena itu dalam introduksi varietas unggul baru sangatdiperlukan kajian lebih dulu di tingkat petani. Kegiatan kajian Varietas Unggul Baru dilaksanakan di KelompokTani Gangsa I, Desa Jatitengah, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka (Desa Mandiri Benih Padi) di lahanmilik petani pelaksana penangkaran benih dengan luasan masing - masing varietas 2.000 m2. Rancangan yangdigunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 ulangan. Varietas unggul baru yang dikaji yaitu Inpari 38, 39, 41,42 dan 43. Tujuan pengkajian untuk mendapatkan varietas unggul baru padi yang dapat beradaptasi baik danmemberikan hasil tinggi untuk dikembangkan di wilayah Kabupaten Majalengka. Parameter yang diamati tinggitanaman (fase vegetatif dan berbunga), jumlah anakan (maksimum dan produktif), jumlah malai per rumpun,panjang malai, jumlah gabah per malai (isi dan hampa) dan hasil (t ha-1 GKG). Data keragaan agronomis dianalisismenggunakan Uji Duncan dilanjutkan dengan uji jarak berganda (DMRT) dengan menggunakan SAS versi 9.0 forwindows dan preferensi petani dianalisis menggunakan Uji Friedman Test. Tujuan kajian untuk mendapatkanvarietas unggul baru padi yang dapat beradaptasi baik dan memberikan hasil tinggi untuk dikembangkan di wilayahKabupaten Majalengka. Hasil kajian menunjukkan Varietas unggul baru padi dengan hasil tertinggi dan disukaioleh petani yaitu Inpari 43 dengan produktivitas 9,43 t/ha GKP, sehingga dapat dijadikan alternatif pergiliranvarietas untuk dikembangkan di wilayah Desa Mandiri Benih Padi di Kabupaten Majalengka dan introduksiVarietas Unggul Baru dapat mendukung keberlanjutan Desa Mandiri Benih dalam produksi benih sesuai preferensikonsumen/petani.

Kata Kunci : Varietas, adaptasi, preferensi

Page 30: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

26 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:25-31

PENDAHULUAN

Salah satu komponen teknologi yangsudah terbukti meningkatkan produksi hasil adalahpenggunaan varietas unggul baru. Pada umumnyaVUB mempunyai sifat - sifat yang menonjolterhadap potensi hasil, tahan terhadap organismepengganggu tertentu dan memiliki keunggulansifat agronomis. Pemilihan varietas yang sesuaidengan agroekosistem sangat mendukungkeberhasilan usahatani padi.

Ketersediaan varietas - varietas yang dapatmenjadi pilihan, memudahkan petani untukmelakukan pergiliran varietas. Semakin banyakvarietas yang berdaya hasil tinggi dan adaptasinyaluas dapat memudahkan diseminasi varietas. Selainitu dalam rangka mempertahankan danmeningkatkan ketahanan pangan nasional perludilakukan penataan pola dan pergiliran tanam baikpergiliran jenis tanaman maupun varietas, sertapenanaman multi varietas adaptif spesifik lokasidan musim (Rohaeni dan Ishaq, 2015).

Penggunaan varietas unggul barumempunyai beberapa kelebihan yaitu pertumbuhanlebih seragam dan panen serempak, rendementinggi, mutu hasil tinggi dan sesuai selera pasar.Kontribusi Varietas Unggul Baru (VUB) yangdiintegrasikan dengan teknologi pengairan danpemupukan dalam peningkatan produktivitassebesar 75%. Peran nyata dari VUB dalampeningkatan produksi nasional dari sifat - sifatyang dimiliki mampu berdaya hasil tinggi, toleranterhadap hama dan penyakit, umur genjah sehinggacocok dikembangkan pada pola tanam tertentu,rasa nasi pulen dan kadar protein yang relatif tinggi(Badan Litbang, 2007).

Varietas unggul baru padi sudah banyakyang dilepas tetapi sebagian kurang berkembang.Hal ini disebabkan oleh beberapa faktordiantaranya varietas tersebut kurang memilikikeunggulan spesifik, tidak sesuai dengan preferensipetani dan konsumen, varietas yang dilepasmemiliki beberapa kelemahan yang sebelumnyabelum diantisipasi sehingga petani menanamvarietas yang sama dari musim ke musim yang

diyakini akan memberikan hasil tinggi, baikkualitas maupun kuantitas (Misran, 2015).

Persepsi petani dalam mengadopsi varietasunggul baru berdasarkan preferensimasing - masing lokasi bervariasi tergantung iklimdan tipe agroekosistem. Oleh karena itu dalamintroduksi varietas unggul baru sangat diperlukankajian lebih dulu di tingkat petani. Faktor - faktoryang harus diperhatikan meliputi psikologis dansosial wilayah setempat dalam membuat keputusanpenggunaan VUB di tingkat petani dibandingkanfaktor teknis dan ekonomi (Ruskandar, 2015).

Upaya untuk memperkenalkan varietasunggul baru perlu dilakukan untuk mendapatkanrespon petani terhadap varietas - varietas yangdiminati untuk dikembangkan sesuai denganlingkungan tumbuh dan selera pasar. Berdasarkanpreferensi tersebut dapat mengetahui respon petaniterhadap penampilan tanaman dan rasa nasi dariVUB yang sedang diuji. Keragaman lingkungantumbuh padi yang luas, diperlukan keragamanvarietas yang dapat beradaptasi optimal padakondisi spesifik lokasi (Yuniarti dan Kurniawati,2015). Penggunaan varietas unggul baru secarabergantian dapat memutus siklus hidup hama ataupenyakit tanaman. Keterbatasan keragaan pilihanvarietas di lapangan menyebabkan penerapanpergiliran varietas sulit dilakukan, sehingga dibeberapa daerah sering terjadi serangan OrganismePenggangu Tanaman. Oleh karena itu perludilakukan kajian beberapa varietas unggul baru dilokasi Sekolah Lapang Mandiri Benih untukmendapatkan varietas unggul baru padi yang dapatberadaptasi baik dan memberikan hasil tinggiuntuk dikembangkan di wilayah KabupatenMajalengka dalam upaya untuk melakukanpergiliran varietas sehingga produksi benih yangakan dihasilkan sesuai dengan permintaan dankondisi wilayah setempat.

BAHAN DAN METODOLOGI

Kegiatan kajian Varietas Unggul Baru(VUB) dilaksanakan di Kelompok Tani Gangsa I,Desa Jatitengah, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten

Page 31: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

27Introduksi Varietas Unggul Baru Padi dalam Mendukung Keberlanjutan Desa Mandiri Benih diKabupaten Majalengka (Yati Haryati dan Atang M. Safei)

Majalengka (Desa Mandiri Benih Padi) di lahanmilik petani pelaksana penangkaran benih denganluasan masing - masing varietas 2.000 m2.Rancangan yang digunakan Rancangan AcakKelompok dengan 4 ulangan. Varietas unggul baruyang dikaji yaitu Inpari 38, 39, 41, 42 dan 43.Introduksi teknologi yang diterapkan yaitu

1) Menggunakan Varietas Unggul Baru (Inpari

38, 39, 41, 42 dan 43),

2) seed treatment dengan menggunakan pupuk

hayati Agrimeth dengan dosis 400 g per

25 kg benih, benih yang sudah diperam

selama 24 jam ditiriskan, selanjutnya

dicampur dengan pupuk hayati untuk disemai

di lahan persemaian yang sudah dipersiapkan,

3) Menggunakan biodekomposer dengan dosis 2

kg per ha untuk mempercepat proses

pelapukan jerami sebagai bahan organik,

aplikasi dilakukan pada saat setelah

pengolahan tanah pertama dengan cara jerami

dihamparkan di lahan sawah, kemudian

disingkal dan dalam keadaan lembab

disemprot dengan biodekomposer yang sudah

dilarutkan dengan air,

4) penggunaan pupuk organik 1 ton ha-1,

5) pupuk anorganik berdasarkan status hara

(NPK Phonska 200 kg ha-1 dan Urea 180 kg

ha-1), pupuk NPK Phonska diaplikasikan pada

saat tanaman umur 7 - 10 HST dan pupuk urea

diaplikasikan pada saat tanaman umur

30 HST 100 kg ha-1 dan 45 HST 80 kg ha-1,

6) pengendalian gulma menggunakan power

weeder pada umur tanaman 15, 30 dan 45

HST,

7) pengendalian hama dan penyakit berdasarkan

konsep PHT,

8) panen segera setelah tanaman memasuki fase

masak dengan 95% daun padi telah

menguning, dan pasca panen dilakukan

dengan dilakukan pengeringan dengan cara

dijemur dibawah terik sinar matahari selama 3

hari sampai mencapai kadar air (KA 14%).

Parameter yang diamati tinggi tanaman(fase vegetatif dan berbunga), jumlah anakan(maksimum dan produktif), jumlah malai perrumpun, panjang malai, jumlah gabah per malai(isi dan hampa) dan hasil (t ha-1 GKG). Datakeragaan agronomis dianalisis menggunakan UjiDuncan dilanjutkan dengan uji jarak berganda(DMRT) dengan menggunakan SAS versi 9.0 forwindows dan preferensi petani dianalisismenggunakan Uji Friedman. Uji Friedmanmerupakan salah satu metode dari uji beberapasampel berhubungan dengan menguji bahwa H0dari beberapa respon ordinal berasal dari populasiyang sama. Persyaratan dari penggunaan proseduruji tersebut yaitu : data dari variabel numerik dandata berasal dari sampel acak dan tidakmemerlukan asumsi bentuk distribusi tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Agronomis

Dalam rangka untuk mendapatkan varietasunggul baru untuk menjadi dasar dalam produksibenih di di wilayah Desa Mandiri Benih Padi danmempercepat penyebaran dan adopsi VarietasUnggul Baru (VUB), maka dilakukan pengenalanbeberapa VUB melalui display varietas (Inpari 38,39, 41, 42, dan 43).

Pertumbuhan tanaman padi cukup baik,pada fase vegetatif tinggi tanaman Varietas Inpari41 paling tinggi dibandingkan varietas yang lain(Inpari 38, 39, 42 dan 43), sedangkan pada faseberbunga yang paling tinggi Varietas Inpari 41 danInpari 39, sedangkan pada fase masak yang palingtinggi Inpari 38. Berdasarkan deskripsi tinggitanaman Varietas Inpari 38 (94 cm), Inpari 39 (98cm), Inpari 41 (95 cm), Inpari 42 (93 cm) danInpari 43 (88 cm). Pertumbuhan tinggi bervariasidari setiap varietas akibat dari faktor genetik darimasing-masing varietas yang berbeda sehinggapertumbuhan di lapangan memberikan penampilanyang berbeda, terutama dalam hal pertumbuhantinggi tanaman.

Page 32: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

28 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:25-31

Perbedaan tinggi tanaman didugadipengaruhi oleh genetik dan lingkungan tumbuh,sehingga masing - masing varietas menunjukkanpertumbuhan tinggi tanaman yang berbeda.Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktorinternal dan eksternal dari tanaman itu sendiri.Faktor internal adalah genetika dari tanamantersebut yang terekspresikan melalui pertumbuhansehingga diperoleh hasil, sedangkan faktoreksternal adalah faktor biotik dan abiotik yangmeliputi unsur - unsur yang menjadi pengaruhpada kualitas dan kuantitas, antara lain iklim, curahhujan, kelembaban, intensitas cahaya, kesuburantanah, serta ada tidaknya serangan hama danpenyakit. Seiring dengan hasil penelitian Sujitno etal. (2011), tinggi tanaman dipengaruhi oleh sifatgenetik dan kondisi lingkungan tumbuh tanaman.

Pada peubah jumlah anakan maksimumdan jumlah anakan produktif, Inpari 43mempunyai jumlah anakan yang paling banyak(18,41) batang. Jumlah anakan berbeda dari setiapvarietas ditentukan oleh interaksi antara genotipedanlingkungan rismawati et al., 2011).Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian Guswaradan Samaullah (2009), bahwa kondisi lingkungansangat mempengaruhi kemampuan fungsi fisiologis dan potensi genetik tanaman dalam menghasilkanjumlah anakan produktif. Bertambahnya jumlahanakan berkaitan dengan peningkatan luas daun

yang menyebabkan penyerapan sinar matahari olehdaun semakin besar yang ditunjukkan olehpeningkatan jumlah anakan produktif (Hidayat,2012).

Salah satu faktor yang mempengaruhipeningkatan hasil gabah adalah komponen hasiltanaman. Komponen hasil (jumlah malai, panjangmalai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabahhampa per malai dan hasil), Inpari 43 palingbanyak, disusul oleh Inpari 42, 41, 39 dan 38. Darihasil yang didapat bahwa komponen hasilberkorelasi positif terhadap hasil yang dicapai.Dengan hasil tersebut Varietas Inpari 43produksinya cukup tinggi (9,43 t ha-1 GKP).Pembentukan anakan produktif sangat menentukanjumlah malai tanaman padi. Semakin banyakanakan produktif, semakin banyak jumlah malai.Dengan demikian terdapat korelasi antara jumlahmalai dengan hasil, karena semakin banyak jumlahmalai, maka semakin tinggi hasil tanaman padi(Misran, 2015). Selanjutnya menurut Sution(2017), bahwa jumlah malai per rumpunmerupakan salah satu faktor paling menentukanterhadap komponen hasil, karena semakin banyakmalai yang dihasilkan pada setiap rumpun akansemakin banyak pula jumlah gabah yangdihasilkan sehingga peluang untuk menghasilkanberat juga semakin tinggi.

Tabel 1. Rerata Pertumbuhan Beberapa Varietas Unggul Baru di Keltan Gangsa I, Desa Jati Tengah, Kec. JatiTujuh, Kab. Majalengka, MK I. 2017.

VarietasTinggi Tanaman (cm)

Jumlah Anakan (batang)Fase

Vegetatif Berbunga Masak Maksimum ProduktifInpari 38 78,08bc 93,75b 105,08a 14,58d 12,91cInpari 39 75,25c 97,25a 98,58c 19,67b 17,16Inpari 41 75,16c 97,08a 99,08c 16,33c 16,33bInpari 42 89,58a 91,58c 94,00d 16,08c 13,83cInpari 43 81,50b 89,83d 101,58b 22,08a 18,41aKeterangan: Angka yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada Uji Duncan

taraf 5%.

Page 33: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

29Introduksi Varietas Unggul Baru Padi dalam Mendukung Keberlanjutan Desa Mandiri Benih diKabupaten Majalengka (Yati Haryati dan Atang M. Safei)

Persentase gabah isi sangat menentukanpotensi hasil maksimum suatu varietas padi. Hasilfotosintat (karbohidrat) dalam batang dan daun,dan translokasinya serta akumulasinya dalamgabah sangat menentukan tingkat pengisian gabah.Jumlah gabah hampa bisa juga dipengaruhi olehtidak serempaknya pematangan biji akibat tidakbersamaannya keluar biji, sehingga pada saatdipanen masih ada biji yang belum berisi dengansempurna dan pada akhirnya akan menjadi bijihampa (Arafah dan Najmah, 2012).

Bervariasinya jumlah gabah hampa didugakarena faktor genetik, gabah hampa merupakanketidak mampuan tanaman dalam melakukanpengisian bulir tanaman, kehampaan menyebabkanhasil tidak akan tinggi hal ini disebabkan faktorgenetik dan lingkungan (Horrie et al., 2006).

Jumlah gabah hampa berpengaruh padaperolehan hasil panen yang didapat. Semakinbanyak jumlah gabah hampa maka hasil produksiyang diperoleh semakin sedikit. Jumlah gabah isiper malai, berat gabah per rumpun, dan jumlahanakan produktif merupakan beberapa komponenyang menentukan berat hasil (Wijayanti et al.,2011).

Varietas yang beradaptasi baik padalingkungan tumbuhnya akan tumbuh maksimal danmemberikan hasil terbaik. Mekanisme adaptasitersebut ditunjukkan oleh penampilan agronomiyang baik (Hastini et al., 2014). Berdasarkandeskripsi, potensi hasil Varietas Inpari 38 (8,16t/ha GKG), Inpari 39 (8,45 t/ha GKG), Inpari 41(7,83 t/ha GKG), Inpari 42 (10,56 t/ha GKG) dan

Inpari 43 (9,02 t/ha GKG). Sedangkan hasil yangdiperoleh pada display varietas bahwa VarietasInpari 43 menunjukkan hasil tertinggi (9,43 t/haGKP), produktivitas yang dicapai masih belumsesuai dengan potensi hasil.

Preferensi Petani

Dalam pengenalan Varietas Unggul Baru(VUB), perlu dilakukan preferensi terhadapkarakteristik agronomis untuk mengetahui respondari petani terhadap VUB yang akan dipilihsebagai alternatif pergiliran varietas di wilayahtersebut. Keputusan petani dalam memilih varietasbenih ditentukan oleh faktor eksternal meliputipasar, kelembagaan, kebijakan dan lingkungan(Irwan, 2013). Semakin tinggi nilai preferensimaka semakin prioritas pilihan konsumen untukmemilih sesuai dengan nilai preferensi tinggi yangmengakibatkan rangking semakin tinggi.

Berdasarkan analisis non parametrikmenunjukan terdapat penilaian yang berbeda dariresponden terhadap varietas - varietas yang diuji.Preferensi petani terhadap karakteristik keragaantanaman, menyukai Varietas Inpari 43 dilihat daritinggi tanaman, panjang malai, jumlah malai, umurpanen, ketahanan terhadap hama dan penyakit,bentuk gabah, warna gabah, mutu gabah,produktivitas, dan tingkat kerontokan, sedangkanpenerimaan umum yang paling rendah adalahVarietas Inpari 41.

Varietas Inpari 43 merupakan varietasGreen Super Rice (GSR). Istilah “Super”menekankan pada kemampuannya memberikan

Tabel 2. Rerata Komponen Hasil Beberapa Varietas Unggul Baru di Keltan Gangsa I, Desa Jati Tengah, Kec. JatiTujuh, Kab. Majalengka, MK I. 2017.

VarietasKomponen Hasil

Jumlah malai perrumpun

Panjang malai(cm)

Jumlah gabah isiper malai

Jumlah gabahhampa per malai

Hasil (t ha-1) GKP

Inpari 38 11,08c 24,21c 121,25e 11,58b 5,40eInpari 39 13,58b 25,16ab 135,75d 8,66c 6,03dInpari 41 10,75d 25,17ab 154,75c 9,83c 6,30cInpari 42 14,83b 25,25ab 213,83b 13,25b 7,90bInpari 43 17,75a 26,33a 222,58a 35,33a 9,43aKeterangan: Angka yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak menunjukkan beda nyata pada Uji Duncan

taraf 5%.

Page 34: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

30 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:25-31

hasil yang tinggi, sedangkan “Green” menekankanpada kemampuannya berdaya hasil tinggimeskipun pada input usaha tani (unsur hara tanah,pupuk, zat pengatur tumbuh dan pestisida) yangrelatif rendah.

Berdasarkan deskripsi varietas bentukgabah varietas unggul baru yang diujikan adalahramping dan wana gabah kuning bersih (BB Padi,2011). Dilihat secara kasat mata terdapatperbedaan tingkat kebeningan dari warna gabah.Selanjutnya menurut Trisnawati et al.,(2013), bahwa tingkat preferensi konsumen sangatmenentukan penerimaan varietas unggul olehpetani.

Preferensi responden terhadap penampilankeragaan agronmis dari beberapa VUB padidilakukan melalui pengujian menggunakan alatindra yang bersifat subjektif sehingga preferensiresponden secara keseluruhan sulit untukmendapatkan penilaian yang objektif. Berdasarkanhasil penelitian Shafwati (2012), bahwa preferensiadalah selera sehingga preferensi petani akanberbeda-beda di setiap daerah.

KESIMPULAN

Varietas unggul baru padi dengan hasiltertinggi dan disukai oleh petani yaitu Inpari 43dengan produktivitas 9,43 t/ha GKP, sehinggadapat dijadikan alternatif pergiliran varietas untukdikembangkan di wilayah Desa Mandiri BenihPadi di Kabupaten Majalengka.

DAFTAR PUSTAKA

Arafah dan Najmah. 2012. Pengkajian BeberapaVarietas Unggul Baru TerhadapPertumbuhan dan Produksi Padi Sawah,Jurnal Agrivigor, vol. 11, no. 2, hh : 188 -194.

BB Padi. 2011. Deskripsi Varietas Padi. BalaiBesar Penelitian Tanaman Padi.Sukamandi.

Badan Litbang Pertanian (Badan Penelitian danPengembangan Departemen Pertanian).2007. Prospek dan Arah PengembanganAgribisnis Padi. Badan Penelitian danPengembangan Departemen Pertanian.Jakarta.

Guswara. A., dan M. Y. Samaullah. 2009.“Penampilan Beberapa Varietas UnggulBaru pada Sistem Pengelolaan Tanaman danSumberdaya Terpadu di Lahan SawahIrigasi”. Prosiding Seminar Nasional Padi2008: Inovasi Teknologi PadiMengantisipasi Peruba han Iklim GlobalMendukung Ketahanan Pangan. Buku 2.Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian.Departemen Pertanian.

Hastini, T., Darmawan, dan Ishaq I., 2014.Penampilan Agronomi 11 Varietas UnggulBaru Padi di Kabupaten Indramayu,Agrotrop, vol. 4., no. 1., hh : 73 - 81.

Tabel 3. Preferensi petani terhadap Keragaan Tanaman Varietas Unggul Baru (VUB) Padi di Kelompok TaniGangsa I, Desa Jatitengah, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka. 2017.

VarietasTinggi

TanamanJumlahAnakan

PanjangMalai

JumlahMalai

UmurPanen

TahanH&P

BentukGabah

WarnaGabah

MutuGabah

HasilProduksi

TktKrntkn

PnrmanUmum

Mean RankInpari 38 2,86 3,38 3,16 3,26 3,39 3,42 3,71 3,34 3,12 2,99 3,41 3,13Inpari 39 3,64 3,58 3,64 3,55 3,36 3,59 3,70 3,63 3,59 3,68 3,59 3,55Inpari 41 3,07 3,18 3,03 3,09 3,21 2,78 3,08 3,05 3,21 3,00 3,00 2,87Inpari 42 3,58 3,26 3,51 3,43 3,28 3,63 3,07 3,36 3,24 3,50 3,63 3,61Inpari 43 3,75 3,74 4,18 3,93 3,59 3,42 3,36 3,54 3,74 3,93 3,68 3,67

Friedman TestN 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38Chi-Square 22,548 8,526 18,876 11,901 15,445 20,639 19,144 12,308 15,747 19,390 10,089 25,773Df 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5Asymp. Sig. 0,000 0,130 0,002 0,036 0,009 0,001 0,002 0,031 0,008 0,002 0,073 0,000

Keterangan : Asym. Sig. < 0,05 artinya penilaian responden terhadap beberapa varietas berbeda nyata.

Page 35: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

31Introduksi Varietas Unggul Baru Padi dalam Mendukung Keberlanjutan Desa Mandiri Benih diKabupaten Majalengka (Yati Haryati dan Atang M. Safei)

Hidayat, Y., Saleh, Y., dan Waraiya, M. 2012.Kelayakan Usahatani Padi Varietas UnggulBaru Melalui PTT di Kabupaten HalmaheraTengah, Penelitian Pertanian TanamanPangan, vol. 31, no. 3., hh : 166 - 172.

Horrie, T.,K. Homma, and H. Yoshida. 2006.Physiological and Morphological TraitsAssociated with High Yield Potential inRice. Abstracts. Second International RiceCongress 2006. 26th International RiceResearch Conference. P : 12 - 13.

Irwan. 2013 . Faktor Penentu Dan KeputusanPetani Dalam Memilih Varietas BenihKedelai Di Kabupaten Pidie. Jurnal Agrisep,vol. 14, no. 1., hh : 1 - 6.

Krismawati, A., dan Arifin, Z. 2011. Stabilitashasil beberapa varietas padi lahan sawah.Jurnal Pengkajian dan PengembanganTeknologi Pertanian, vol. 14, no. 2 : 84 - 92.

Misran. 2015. Keragaan Varietas Unggul BaruPadi Sawah di Kecamatan Pulau PunjungKabupaten Dharmasraya, Provinsi SumateraBarat. Jurnal Dinamika Pertanian, vol. 30,no.1, hh. : 7 - 12.

Ruskandar, E. 2015. Pemanfaatan Benih PadiBerlabel di Tingkat Petani Riau. JurnalAgrijati, vol. 28, no. 1, hh. : 145 - 157.

Rohaeni, W. dan Ishaq, I, M. 2015. EvaluasiVarietas Padi Sawah Pada Display VarietasUnggul Baru (VUB) di KabupatenKarawang, Jawa Barat. Agric, vol. 27, no. 1dan 2, hh. : 1 - 7.

Shafwati AR. 2012. Pengaruh Lama Pengukusandan Cara Penanakan Beras Pratanakterhadap Mutu Nasi Pratanak. [Skripsi].Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sujitno, E., Fahmi, T., dan Teddy, S. 2011. Kajianadaptasi beberapa varietas unggul padi gogopada lahan kering dataran rendah diKabupaten Garut. Jurnal Pengkajian danPengembangan Teknologi Pertanian, vol.14, no.1, hh: 62 - 69.

Sution. 2017. Keragaan Lima Varietas UnggulBaru Terhadap Pertumbuhan danProduktivitas Padi Sawah Irigasi, JurnalPertanian Agros, vol. 19, no.2, hh: 179 - 185

Widyayanti, S., Kristamtini, dan Sutarno. 2011.Daya Hasil Tiga Varietas Unggul Baru PadiSawah di Kebon Agung - Bantul,Widyariset, vol. 14, no. 3, hh : 559 - 564.

Yuniarti, S dan Kurniawati, S. 2015. Keragaanpertumbuhan dan hasil varietas unggul baru(VUB) padi pada lahan sawah irigasi diKabupaten Pandeglang, Banten, ProsidingSeminar Nasional Masyarakat BiodiversitasIndonesia, vol. 1, no. 7, hh : 1666 - 1669.

Page 36: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,
Page 37: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

33Analisa Pendapatan Usahatani Produksi Benih Jagung Hibrida Nasional: Studi Kasus DesaMandiri Benih Jagung di Sulawesi Selatan (Bahtiar dan Suriany)

ANALISA PENDAPATAN USAHATANI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDANASIONAL: STUDI KASUS DESA MANDIRI BENIH JAGUNG

DI SULAWESI SELATAN

Bahtiar1) dan Suriany2)

1) Balai Penelitian Tanaman SerealiaJln. Dr. Ratulangi No.274 Maros

2) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi SelatanJln. Perintis Kemerdekaan Km.17,5 MakassarE-mail: [email protected]

ABSTRACT

Analysis Of Farming Income Production Of National Hybrid Corn Seed: A Case Study Of Independent VillageArea Of Corn Seed In South Sulawesi.The income of corn seed production farming carried out by farmer group inthe village area in the discussion in this paper. Understanding these conditions is carried out with the technologyassistance method from 2016 to 2017 to observe the process of implementing farming activities and the role ofrelated institutions. The results of the observation show that hybrid corn seed production in the independentvillage corn seed can provide a profit of Rp.24,282,500 in 2016 and increase to Rp.36,837,000 in 2017. Thesebenefits are considered economically feasible for corn seed producers becouse of the income ratio with total costalso increased from 2.69 in 2016 to 3.52 in 2017. Then the institutional support factor also showed an creasingtrend, especially the heads of farmer group, extension agents, reseachers, seed supervisers and seed distributors.Thus the opportunity to develop and sustainably is prosfectivelly in the future as long as the national corn seedusage policy continuing.

Key words: Hybrid corn seed, seed producer, income, sustainability

ABSTRAK

Pendapatan usahatani produksi benih jagung nasional yang dikerjakan oleh kelompok tani dalam kawasan desamandiri benih menjadi pembahasan dalam tulisan ini. Pemahaman kondisi tersebut, dilakukan dengan metodependampingan teknologi sejak tahun 2016 sampai tahun 2017 untuk mengamati proses pelaksanaan kegiatanusahatani dan peranan lembaga terkait. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, usahatani produksi benih jagunghibrida di kelompok tani desa mandiri benih, dapat memberikan keuntungan sebesar Rp.24.282.500 tahun 2016 danmeningkat menjadi Rp.36.837.000 tahun 2017. Keuntungan tersebut dinilai layak secara ekonomi bagi petaniprodusen benih jagung, karena rasio penerimaan atas biaya total juga meningkat dari 2,69 tahun 2016 menjadi 3,52tahun 2017. Kemudian faktor dukungan kelembagaan juga menunjukkan kecenderungan yang semakin baik,terutama ketua kelompok tani, penyuluh, peneliti, pengawas benih, dan distributor benih. Dengan demikianpeluang untuk berkembang dan berkelanjutan terbuka lebar di masa datang, sepanjang kebijakan penggunaan benihjagung nasional tetap berlanjut.

Kata kunci: Benih jagung hibrida, produsen benih, pendapatan, keberlanjutan

Page 38: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

34 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4 No.1, Juni 2018:33-42

PENDAHULUAN

Perhatian pemerintah terhadap komoditasjagung semakin tinggi. Program swasembadajagung yang berkelanjutan terus diupayakanmelalui berbagai kegiatan. Di lingkupBalitbangtan dikenal program model desa mandiribenih jagung yang dikembangkan di beberapaprovinsi (Kapus Litbang Tanaman Pangan, 2015).Di lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,program desa mandiri benih digulirkan pada 1000desa di seluruh Indonesia, walaupun hanya terbataspada komoditi padi (Dirjentan, 2016ZZAL).Belajar dari keberhasilan desa mandiri benih padi,pada tahun 2018 mulai dengan komoditi jagungdan kedelai. Program desa mandiri benih jagungdimulai sebanyak 80 hektar yang tersebar di 5provinsi, dan rencana akan dikembangkan menjadi550 hektar pada tahun 2019 (Direktur Perbenihan,2018).

Pelaksanaan pendampingan model desamandiri benih jagung telah berjalan 4 tahun dantelah menunjukkan progres menuju desa mandiribenih yang relatif bervariasi. Di provinsi SulawesiTengah, desa mandiri benih telah direplikasi ketiga kecamatan yaitu kecamatan Dolo Barat,Kecamatan Labuang, dan Kecamatan Kulawidengan luasan penangkaran sekitar 100 ha (Ruruk.2017). Di Provinsi Nusa Tenggara Barat sudahada mengarah ke tiga kabupaten yaitu LombokTimur, Dompu dan Sumbawa Besar sendiri,(Hippi, A. 2015). Kemudian di Provinsi SulawesiSelatan, Desa mandiri benihnya masih terbataspada satu kecamatan, tetapi luasannya sudahmencapai 10 ha.

Hasil pendampingan menunjukkan bahwapenerapan teknologi produksi benih jagung hibridadapat dipahami petani dalam satu musim tanamsaja, tetapi permasalahan yang banyak dihadapi dilapangan adalah pemasaran benih yang dihasilkan.Di Nangru Aceh Darussalam hasil benihdipasarkan dengan susah payah melalui kios-kiossaprodi dan anggota kelompok tani (Iskandar,2016). Di Sulawesi Tenggara hasil benih yangdihasilkan dipasarkan melalui BUMN (PT. Pertani)setelah gagal memasarkan melalui program Dinas

Pertanian (Bananiek, 2016). Di Sulawesi Tengahhasil benih dipasarkan melalui Dinas PertanianProvinsi tahun 2016 dan berkembang ke distribotornasional pada tahun 2017, sehingga pemasarannyadinilai lancar dan mempotivasi petani untukmemperluas skala penangkarannya sampai 100 hadi tahun 2017 (Ruruk, B. 2017). Di SulawesiSelatan, hasil benih dipasarkan melalui kerjasamadengan UPTD perbenihan kabupaten Bantaengpada tahun 2016 dan tahun 2017 mulaidikordinasikan dengan distributor benih nasional,sehingga kelompok binaan berusaha menambahanggota penangkaran untuk mencapai 10 hektartahun 2018 dan rencana 50 hektar tahun 2019(Razak, 2015).

Untuk mendukung keberlanjutan desamandiri benih tersebut perlu diketahui pendapatanpetani dari produksi benih tersebut sebagailandasan untuk melakukan pendampingan dalamrangka peningkatan pendapatan dan kesejahteraanpetani. Selain itu, peran kelembagaan yang terkaitdengan penyediaan benih mulai dari saatdiproduksi di lapangan, diprosessing, sampaididistribusikan ke pengguna juga pentingdiketahui.

METODE

Penetuan Lokasi dan Responden

Studi kasus ini dilaksanakan di desaKaloling, Kecamatan Gattarengkeke, KabupatenBantaeng dengan pertimbangan desa tersebut telahdibina sejak 2016 menjadi desa mandiri benihjagung mewakili provinsi Sulawesi Selatan. Ketuakelompok dan seluruh anggotanya yang turutmemproduksi benih jagung, baik yang terlibat padatahun 2016 maupun yang baru terlibat pada tahun2017 ditetapkan sebagai responden sumberinformasi penggunaan input yang digunakan danoutput yang dihasilkan. Selain itu, lembaga terkaitdengan penyediaan benih jagung juga dijadikanresponden untuk mendapatkan informasi peranankelembagaan.

Page 39: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

35Analisa Pendapatan Usahatani Produksi Benih Jagung Hibrida Nasional: Studi Kasus DesaMandiri Benih Jagung di Sulawesi Selatan (Bahtiar dan Suriany)

Pengumpulan Data

Studi kasus ini dilakukan dengan metodesurvei. Pengumpulan data dilakukan denganbeberapa metode yaitu: pengamatan langsung,wawancara dan diskusi. Tiga cara pengumpulandata tersebut dipadukan pada setiap kunjunganlapangan melakukan pembinaan. Dengan demikiandiharapkan data yang diperoleh lebih akurat karenapengumpulan data berlangsung pada saat-saatkegiatan dilaksanakan. Variabel yang diamatiadalah penggunaan input dan output yangdihasilkan selama dua tahun (2016-2017). Inputyang diamati adalah penggunaan sarana produksiberupa benih, pupuk, pestisida dan herbisida, sertabiaya tenaga kerja yang digunakan mulai daripersiapan lahan sampai pemasaran hasil. Selainitu, peran lembaga yang terkait dalam prosesproduksi dan pemasaran hasil penangkaran jugadiamati keterlibatan dan perannya.

Analisa Data

Studi kasus ini menggunakan dua modelanalisis yaitu analisis kuantitatif dan analisiskualitatif. Analisis kuantitatif untuk mengetahuibiaya dan penerimaan serta keuntungan usahatanipenangkaran (Soekartawi, 1988) dengan rumussebagai berikut:

1. Keuntungan usaha penangkaran (ߨ)

ߨ = ∗ − ܥ

ୀଵ

2. Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C rasio)

ܥݎ ݏ =

Y x PY

VC

3. Rasio penerimaan atas biaya sarana produksi(RAIC rasio)

ܥܫܣ ݎ =ݏY x PY

IC

4. Rasio penerimaan atas biaya tenaga kerja(RALC rasio)

RALC rasio =Y x PY

LC

5. Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C rasio)

ܤ

ܥݎ =ݏ

(Y x PY) − VC

VC

Keterangan:

ߨ = Profit (Pendapatan/Keuntungan)

Y = Yield (Keluaran atau hasil produksi)

PY = Price Yield (Harga keluaran)

VC = Variable Cost (Biaya variabel)

R/C = Return Cost Ratio (Penerimaan atasbiaya total)

B/C = Benefit Cost ratio (Keuntungan atasbiaya total

RAIC = Return Above Input Cost (Penerimaanatas biaya input)

IC = Input Cost (Biaya sarana produksi)

RALC = Return Above Labor Cost (Penerimaanatas biaya tenaga kerja)

LC = Labor Cost (Biaya tenaga kerja)

Seterusnya untuk mengetahui peluangkeberlanjutannya, tiga aspek yang diperhatikanyaitu aspek teknis, sosial budaya, dan aspekekonomi. Dikatakan berpeluang besar untukberkelanjutan apabila secara teknis dapatdilakukan, secara ekonomi menguntungkan, dansecara sosial budaya tidak melanggar kaidah-kaidah dalam berusahatani (Malian, et.al., 1988).Dikatakan ekonomis jika nilai R/C rasio lebihbesar 1 (Simatupang, P., 2003). Dikatakanmenguntungkan apabila B/C rasio lebih besar 1(Soekartawi, 1989).

Kemudian analisis kualitatif dilakukandengan metode skoring untuk mengetahui tingkatpartisipasi dan respon dari lembaga terkait,

Page 40: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

36 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4 No.1, Juni 2018:33-42

menggunaka skala likert (Mueller, D.J., 1996)dengan rumus sebagai berikut:

Skor = ∗ bi

Skor = 1 sampai 5, semakin besar skornya semakinberperan

ni = Jumlah responden i

bi = Bobot penilaian i

H0 = µ1 = µ2 = µ3,

yaitu tidak ada perbedaan yang nyata antara rata-rata hitung parameter pengamatan pada ketiga jenissistem usahatani bawang merah.

H1 = µ1 ≠ µ2 ≠ µ3,

yaitu terdapat perbedaan yang nyata antara rata-rata hitung parameter pengamatan pada ketiga jenissistem usahatani bawang merah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan Sarana Produksi

Biaya sarana produksi yang menonjoladalah parent seeds. Selain relatif sulit diperolehsaat itu, juga harganya mahal bagi petani. Parent

seednya adalah hasil persilangan antara galurNo.180 dengan MR-14 sebagai induk betina danGalur Nei 9008P sebagai induk jantan untukvarietas Bima-20 URI. Sedang untuk VarietasBima-19 URI induk betinanya berasal dari hasilpersilangan Galur No.193 dengan MR-14 sedanginduk jantannya adalah Galur Nei 9008P(Balitsereal, 2017). Digunakan 20 kg per hektaryang terdiri dari 5 kg induk jantan dan 15 kg indukbetina ditanam dengan perbandingan 1 baris jantandan 3 baris betina. Perbandingan tersebut dinilaimenguntungkan bagi petani pemula karena tidakperlu bantuan persilangan di lapangan tetapi cukupdengan persilangan alami (Azrai dan Bahtiar,2015).

Penggunaan sarana produksi nampakmeningkat jumlahnya dari Rp.6.887.500 tahun2016 menjadi Rp. 7.325.000 tahun 2017 (Tabel 1),namun tingkat efisiensinya terhadap peningkatanproduksi meningkat dari 5,2 menjadi 7,0 (Tabel 3),terjadi peningkatan efisiensi sebesar 1,8. Artinyapetani dapat tambahan pendapatan Rp.1.800 padasetiap penggunaan biasa sarana produksi Rp.1000.Hal ini menunjukkan indikasi bahwa terdapatpeluang besar pengembangan produksi benihjagung hibrida di masa depan.

Tabel 1. Penggunaan sarana produksi pada kegiatan penangkaranDesa Mandiri Benih, di Desa Kaloling.

Sarana produksiTahun 2016 Tahun 2017

VolumeFisik

Satuan Harga(Rp/satuan)

Nilai(Rp/ha)

VolumeFisik

Satuan Harga(Rp/satuan)

Nilai(Rp/ha)

Parent seed 20 kg 125.000 2.500.000 20 kg 125.000 2.500.000Saromil 50 gr 2.000 100.000 50 gr 2.000 100.000Pupuk Urea 300 kg 2.000 600.000 300 kg 2.000 600.000Pupuk Phonska 400 kg 2.500 1.000.000 400 kg 2.500 1.000.000Herbisida Calaris 2,0 ltr 350.000 700.000 1,5 ltr 350.000 525.000Pupuk cair 1,5 ltr 150.000 225.000 2,0 ltr 150.000 300.000Insektisida 1,0 ltr 175.000 175.000 1,0 ltr 175.000 175.000Karung 75 lbr 2.500 187.500 150 lbr 2.500 375.000Kemasan 5 kg 400 lbr 3.500 1.400.000 500 lbr 3.500 1.750.000Total 6.887.500 7.325.000

Page 41: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

37Analisa Pendapatan Usahatani Produksi Benih Jagung Hibrida Nasional: Studi Kasus DesaMandiri Benih Jagung di Sulawesi Selatan (Bahtiar dan Suriany)

Penggunaan Tenaga Kerja

Tenaga kerja di tingkat petani untukkegiatan usahatani termasuk usahatani jagungberasal dari dalam dan luar keluarga. Kegiatanyang pada umumnya menggunakan tenaga kerjaluar keluarga adalah penanaman dan panen, sedanglainnya menggunakan tenaga kerja dari dalamkeluarga. Namun dalam perhitungan usahataniproduksi benih ini, seluruh curahan tenaga kerjadinilai sesuai dengan upah buruh tani yang berlakudi daerah. Hal ini dilakukan untuk memberigambaran bahwa, usahatani produksi benih jagunghibirida secara bisnis memberikan pendapatanyang memadai dan berpeluang menjadi lapangankerja baru bagi petani.

Kegiatan yang paling banyakmembutuhkan tenaga kerja ada tiga yaitu, kegiatanpanen 8-13- HOK, kegiatan pemupukan 18-23HOK, dan panen sampai prosessing 20-24 HOK(Tabel 2). Kegiatan tersebut sesungguhnyaberkorelasi positif dengan hasil yang dicapai,sehingga dinilai bermanfaat ganda yaitu selainmenambah pendapatan juga secara implisitmembuka lapangan pekerjaan bagi masyarakatpedesaan.

Kegiatan pra produksi, kegiatanpenanaman dan pemupukan yang banyak

menyerap tenaga, tetapi itu tidak bermasalahkarena di daerah itu ikatan sosial masih sangatkuat. Kegiatan saling membantu diatara petanimasih terjadi sehingga biaya tenaga kerja secarariil hanya berupa biaya konsumsi, walaupunjumlahnya kadang-kadang lebih besar dibandingdengan kalau diupahkan (Belean, et.al. 2014).Tetapi itu sangat penting dilestarikan untukmemperkuat kebersamaan, kekompakan dankekeluargaan sebagai syarat terwujudnyakedamaian kehidupan bemasyarakat dalam satuwilayah (Syahyuti, 2006; Crame, G.L. and C.W.Jensen, 1991).

Kemudian pada kegiatan pasca panen,kegiatan panen dan pemipilan yang paling banyakmenyerap tenaga, tetapi itu tidak bermasalahkarena mesin pemipil sudah ada yang didesainkhusus untuk benih dan dapat digunakan apabilapenangkaran menghasilkan benih yang banyak.

Kontribusi tenaga kerja terhadappenerimaan usahatani penangkaran juga terjadipeningkatan dari tahun 2016 ke tahun 2017. Padatahun 2016 nilai RALC sebesar 5,6 meningkatmenjadi 7,0 pada tahun 2017, terjadi efisiensisebesar 1,4 yang berarti terjadi tambahanpendapatan sebesar Rp.1.400 pada setiappenggunaan biaya tenaga kerja RP.1000.

Tabel 2. Penggunaan biaya tenaga kerja pada penangkaran benih jagung hibrida, di desa Kaloling, Bantaeng.

Biaya Tenaga KerjaTahun 2016 Tahun 2017

Fisik (HOK) Nilai (Rp/ha) Fisik (HOK) Nilai (Rp/ha)Persiapan lahan dengan herbisida 3 255.000 3 255.000Penanaman perbandingan 1 : 3 13 1.040.000 10 850.000Pemupukan I 13 1.040.000 10 850.000Pemupukan II 10 800.000 8 680.000Penyiangan I dengan herbisida Calaris 1,5 120.000 1,5 127.500Penyiangan II pembumbunan 17 1.360.000 17 1.445.000Penyemprotan pupukcair 3 kali 4,5 360.000 4,5 382.500Penyemprotan insektisida 2 kali 3 240.000 3 255.000Roguing 3 kali 3 240.000 2 170.000Detaselling 5 400.000 3 255.000Panen 15 1.200.000 17 1.445.000Prosessing 5 400.000 7 595.000Sub Total 7.455.000 7.310.000

Page 42: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

38 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4 No.1, Juni 2018:33-42

Penerimaan Usahatani

Penerimaan merupakan selisih dari nilaihasil dengan total biaya. Penerimaan usahatanipetani di Indonesia dinilai sangat kecil karenaselain skala usahataninya relatif sempit juga terjadikecenderungan peningkatan biaya persatuan luasdibanding dengan peningkatan penerimaan (Taufikdan M. Thamrin, 2009). Pada usahatani produksibenih nilai hasil dapat diperoleh dari benih yangterseleksi dan hasil sortirannya. Walaupun nilaibenih sebagai penghasil penerimaan yang utama.Pada studi kasus ini nilai benih tahun 2016 sebesarRp 37.500.000/ha dan meningkat pada tahun 2017menjadi Rp.50.000.000/ha jauh lebih besardibanding dengan nilai sortiran yang hanyaRp.1.125.000 pada tahun 2016 dan Rp.1.472.000pada tahun 2017 masing-masing per hektar (Tabel3).

Hal tersebut sesungguhnya masihberpeluang ditingkatkan apabila harga benih yangditerima petani sesuai dengan harga penetapanpemerintah yaitu Rp.36.000/kg untuk benih jagunghibrida nasional dan Rp.46.000/kg untuk benihjagung multinasional, sementara harga benih yangditerima petani dari distributor hanya Rp.20.000/kgpada tahun 2016 dan meningkat sedikit menjadiRp.25.000/kg pada tahun 2017. Hal itu terjadi

karena petani belum memenuhi syarat untukmenjadi produsen benih dalam skala besar, tidakmampu mengikuti persyaratan dan prosedur yangketat untuk menjadi penyalur benih kepadaprogram nasional (Mulatsih, S. dan A.Fatony.2006). Namun demikian keuntungan yangdiperoleh dari usahatani penangkaran benih jagunghibrida, dinilai cukup besar dibanding dengankeuntungan usahatani produksi biji untukkonsumsi. Keuntungan yang diperoleh dariusahatani jagung hanya berkisar Rp.10.000.000sampai Rp.15.000.000/ha (Biba, A. 2016;Syuryawati dan faesal, 2016), sedangkankeuntungan yang diperoleh dari usahatanipenangkaran ini ini mencapai Rp.35.000.000sampai Rp.50.000.000/ha. Keuntungan tersebutsangat layak secara ekonomi untuk dikembangkan.

Peranan Kelembagaan

Kelembagaan perekonomian disadarimemegang peranan penting dalammengembangkan produk pertanian (Belean, et.al.2014). Berbagai upaya yang telah dilakukan untukmemperkuat posisi tawar petani antara lainprogram primatani, Suppa, SLPTT, PUAP,bioindustri semuanya memberi pelajaran pentingdalam pengelolaan usahatani. Namun program-

Tabel 3. Analisa pendapatan usahatani produksi benih di desa Kaloling, Bantaeng.

Uraian Tahun 2016 Tahun 2017Luas penangkaran (ha) 3,0 6,0Jenis varietas jagung hibrida nasional Bima-19 URI Bima-20 URIProduksi benih (kg/ha) 1.500 2.000Nilai Produksi benih (Rp/ha) 37.500.000 50.000.000Hasil sortiran benih (kg/ha) 375 460Nilai sortiran benih (Rp/ha) 1.125.000 1.472.000Total Nilai Penerimaan (Rp/ha) 38.625.000 51.472.000Biaya Sarana produksi (Rp/ha) 6.887.500 7.325.000Biaya Tenaga kerja yang dibayarkan (Rp/ha) 7.455.000 7.310.000Total biaya (Rp/ha) 14.342.500 14.635.000Keuntungan (Rp/ha) 24.282.500 36.837.000Rasio penerimaan atas biaya total 2,69 3,52Rasio Penerimaan atas biaya sarana produksi 5,2 7,0Rasio Penerimaan terhadap biaya tenaga kerja 5,6 7,0Rasio Keuntungan atas biaya total 1,69 2,52

Page 43: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

39Analisa Pendapatan Usahatani Produksi Benih Jagung Hibrida Nasional: Studi Kasus DesaMandiri Benih Jagung di Sulawesi Selatan (Bahtiar dan Suriany)

program tersebut tidak ada yang berlanjut secaralengkap sesuai dengan konsepnya, tetapi adabagian-bagian tertentu yang berkelanjutanditerapkan petani (Bustaman Sy. 2014).

Dalam kaitan dengan pengembangan desamandiri benih, peran peneliti baik di BalaiKomoditas maupun di Balai Pengkajian sertaseluruh unit kerja kementerian di daerah sangatdiharapkan untuk mengambil peran secara aktifsesuai dengan kewenangannya (Widiarta, 2016).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwapeneliti, penyuluh, kelompok tani, pengawasbenih dan distributor mengambil peran yangpositif dan cenderung meningkat, sedang dinaspertanian cenderung menurun peranannya (Tabel4).

Pada tahun 2016 peran ketua kelompoktani, lembaga penyuluhan, dinas pertanian dandistributor masih lemah karena tidak adanyaprogram terpadu. Masing-masing mengerjakanpekerjaannya sesuai dengan beban biaya yangditerima. Kelompok tani diharapkan dapatmengembangkan skala penangkarannya masihsangat lemah karena belum ada kepastian harga,bagi petani hal yang paling penting adalahkepastian harga yang menguntungkan (Nurhayati,S. dan D.K.S. Swastika. 2011). Penyuluh hanyaaktif menghadiri pertemuan sosialisasi, tetapiuntuk melakukan pembinaan secara terus menerusdi lapangan masih dinilai kurang. Hal itu terjadikarena kinerja penyuluh tidak dikaitkan dengan

keberhasilan penangkar binaan (Helmy. Z, et.al.2013). Dinas Pertanian kurang respon karenapenyediaan benih jagung dari penangkarmemerlukan pengawasan yang ketat sementaraanggaran untuk mengawasi tersebut tidak tersedia,sehingga lebih tertarik bekerja sama denganprodusen benih multinasional yang kemampuannyalebih kuat dan siap untuk memenuhi kebutuhanprogram nasional. Demikian pula halnya produsenbenih nasional perannya kurang karena kalahbersaing dengan produsen benih multi nasionalbaik dari segi jumlah, kualitas maupun perangkatsistem pemasarannya di lapangan.

Berbeda dengan peneliti yang memangmenjadi tugas utamanya dan mendapat anggaranpenelitian dan pengkajian untuk membinakelompok tani menjadi penangkar yang mandiridan berkelanjutan, responnya sangat tinggi.Kegiatan peneliti tidak hanya membina petani dilapangan untuk menerapkan teknologi produksibenih, tetapi juga mengkordinasikan kepadalembaga terkait agar masing-masing lembagamengambil peran sesuai kewenangannya (Bahtiar,2016). Penyuluh didorong untuk bersama-samamembina petani di lapangan mulai dari praproduksi sampai pasca panen, sebab penyuluhadalah mitra petani yang selalu ketemu danberdiskusi di lapangan tentang peningkatanproduksi dan pendapatan usahatani (Roger, E.M.,2003; Subekti, et.al., 2016 ). Dinas Pertaniandiajak agar dapat menyerap benih yang dihasilkandengan menetapkan CPCL untuk varietas yang

Tabel 4. Peranan kelembagaan dalam mendukung desa mandiri benih jagung di desa Kaloling, Bantaeng.

Peran Kelembagaan Tahun 2016 Skore (1-5) Tahun 2017 Skore (1-5) Pengaruh (+/-)

Ketua Kelompok 3,3 4,7 1,4Penyuluh Pertanian Lapangan 2,7 3,7 1,0Peneliti BPTP 4,3 5,0 0,7Peneliti Balitsereal 5,0 5,0 0,0Dinas Pertanian/UPTD Perbenihan 4,3 3,3 -1,0Balai Pengawasan Sertifikasi Benih 3,7 4,7 1,0Distributor Benih/produsen benih nsional 2,3 5,0 2,7Skore: 1 = sangat tidak respon 4 = Respon

2 = Tidak respon 5 = Sangat Respon3 = Agak respon

Page 44: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

40 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4 No.1, Juni 2018:33-42

dihasilkan penangkar binaan, BPSB diajak dalampengawasan kualitas di lapangan dan pengujianmutu untuk mendapatkan sertifikat atau labelbenih, Produsen benih nasional diajak agar dapatmembantu dalam mendistribusikan pemasarannya.Semua upaya tersebut mulai nampak hasilnya padatahun 2017. Penyebabnya selain, karena pengaruhsosialisasi dan koordinasi yang inten, jugapenyebab utamanya adalah munculnya kebijakanpemerintah untuk menggunakan produksi benihdalam negeri untuk memenuhi kebutuhan programnasional sebesar 40% pada tahun 2017 danditingkatkan menjadi 65% pada tahun 2018.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas diketahuibahwa penangkar binaan dalam program desamandiri benih dapat mandiri dan berkelanjutankarena, selain usahatani penangkaranmenguntungkan sampai puluhan juta rupiah perhektar, juga telah mendapat dukungan dariberbagai pihak terutama produsen benih nasionalyang siap membantu dalam memasarkan hasilkepada pengguna. Keuntungan yang diperolehmasih dapat ditingkatkan dengan memperkuatkelompok agar dapat menjadi pensuplai kebutuhanprogram nasional tanpa melalui perantara,sehingga disparitas harga benih antara harga yangditetapkan pemerintah dengan harga riil yangditerima penangkar dapat diminimalisir. MenurutSisfahyuni, et.al.,2011, pemotivasi yang palingkuat untuk mendorong petani menerapkan danmengadopsi suatu komoditi untuk dibudidayakanadalah kepastian pasar yang lebih menguntungkan.

DAFTAR PUSTAKA

Azrai, M. dan Bahtiar, 2015. Teknologi produksibenih hibrida dan OPV. Disampaiakan padaAcara Pelatihan Pendampingan TeknologiGP-PTT dan Kawasan Mandiri Benihjagung. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Sulawesi Tenggara. Kendari, 3Maret 2015.

Azwar, S. 2005. Sikap Manusia. Teori danPengukurannya. Penerbit Pustaka Pelajar.Yogyakarta.

Bahtiar, 2016. Kiat-kiat Pemasaran Benih Jagung.Makalah disampaikan pada "Training ofTrainer produksi benih jagung. Maros, 3-5Maret 2016.

Bahtiar dan B. Ruruk, 2015. Prospek usahaproduksi benih jagung hibrida mendukungkawasan desa mandiri benih jagung diprovinsi Sulawesi Tengah. Laporan HasilPendampingan. Unpublish.

Balitsereal, 2016. Deskripsi Varietas Unggul BaruJagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia,Maros, 2016.

Bananiek, S., Z. Abidin, dan Asaad. 2015. Modelpenyediaan benih padi dan jagung untukpemenuhan kebutuhan wilayah melaluipeningkatan kemampuan calon penangkar diSulawesi Tenggara. Makalah disampaikandalam Workshop Balai Besar Pengkajiandan Pengembangan Teknologi Pertanian,Bogor, 10-13 November 2015.

Belean, W. Hariadi, S.Wastutiningsih, S.Peni,2014). Pengaruh kepemimpinantranspormasional terhadap kemandiriangapoktan. Jurnasl Sosial EkonomiPertanian. Vol. 7, No.2.

Biba. A., 2016. Preferensi petani terhadap jagunghibrida berdasarkan karakter agronomi,produktivitas dan keuntungan usahatani.Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, Vol.35, No.1.

Bustaman Sy. 2014. Penguatan kelembagaangapoktan PUAP dalam penerapan teknologispesifik lokasi. Jurnal Penelitian danPengembangan Pertanian. Vol.33, No.1.

Crame, G.L. and C.W. Jensen, 1991. Agriculturalekonomics and agribusiness. Fifth Edition.Published by John Wiley & Sons, Inc.Canada

Page 45: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

41Analisa Pendapatan Usahatani Produksi Benih Jagung Hibrida Nasional: Studi Kasus DesaMandiri Benih Jagung di Sulawesi Selatan (Bahtiar dan Suriany)

Helmy. Z, Sumardjo, N. Purnaningsih, P.Tjiptopranoto, 2013. Hubungankompotensi penyuluh dengan karakterisasipribadi, persepsi penyuluh terhadapdukungan kelembagaan, dan persepsipenyuluh terhadap sifat inovasi cyberextension. Jurnal Agro Ekonomi. Vol. 31.No. 1.

Hipi, A., 2015. Model penyediaan benih untukpemenuhan kebutuhan wilayahnya melaluipeningkatan kemampuan calon penangkarpadi dan jagung di Nusa Tenggara Barat.Makalah disampaikan dalam WorkshopBalai Besar Pengembangan dan PengkajianTeknologi Pertanian, Bogor, 10-13November 2015.

Iskandar, T, 2015. Model penyediaan benih untukpemenuhan kebutuhan wilayahnyamelaluipeningkatan kemampuan calon penangkarpadi, jagung, dan kedelai di Nanggroe AcehDarussalamt. Makalah disampaikan dalamWorkshop Balai Besar Pengkajian danPengembangan Teknologi Pertanian, Bogor,10-13 November 2015.

Kapus Litbang Tanaman Pangan, 2015. PedomanUmum Sekolah Lapang Kedaulatan Panganmendukung Swasembada PanganTerintegrasi Desa Mandiri Benih.Disampaikan dalam acara Rapat KordinasiSekolah Lapang Kedaulatan PanganMendukung Swasembada PanganTerintegrasi Desa Mandiri Benih, Bogor, 3-4 Maret 2016.

Malian, A.H., A. Djauhari, M.G. Van Deer Vean,1988. Analisis ekonomi dalam penelitiansistem usahatani. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. ProyekPembangunan Penelitian Nusa Tenggara.

Mueller, D.J., 1996. Measuring Social Attitudes. Ahandbook for Reaserchers and PractitionersDalam: Kartawidjaja, E.S (Penerjemah).Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Mulatsih, S. dan A.Fatony. 2006. Peran deliveringsubsistem dalam sistem inovasi pertanian:Difusi Varietas Unggul Padi. Pusat

Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuandan Teknologi. Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia (LIPI). LIPI Press. Jakarta:

Nurhayati, S. dan D.K.S. Swastika. 2011. PeranKelompok Tani dalam penerapan teknologipertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi.Vol. 29(2):115-128).

Razak, N, 2015. Model penyediaan benih untukpemenuhan kebutuhan wilayahnyamelaluipeningkatan kemampuan calon penangkarpadi, jagung, dan kedelai di SulawesiSelatan. Makalah disampaikan dalamWorkshop Balai Besar Pengkajian danPengembangan Teknologi Pertanian, Bogor,10-13 November 2015.

Roger, E.M., 2003. Diffusion of Innovations.Fifth Edition. Free Press. Yew YorkLondon.

Ruruk B., 2015. Model penyediaan benih untukpemenuhan kebutuhan wilayahnya melaluipeningkatan calon penangkar jagung.Makalah disampaikan dalam WorkshopBalai Besar Pengembangan dan PengkajianTeknologi Pertanian, Bogor, 10-13November 2015

Simatupang, P., 2003. Daya saing dan efisiensiusahatani jagung hibrida di Indonesia.Dalam: Kasryno, F., E. Pasandaran, danA.M. Fagi (Peny). Ekonomi JagungIndonesia. Bogor

Sisfahyuni, M.S. Saleh, M.R.Yantu, 2011.Kelembagaan pemasaran kakao biji tingkatpetani kabupaten Parigi Motong, ProvinsiSulawesi Tengah. Jurnal Agro Ekonomi Vol.29. No. 2.

Soekartawi, 1989. Prinsip dasar ekonomipertanian. Teori dan Aplikasi. Penerbit C.V.Rajawali, Jakarta Utara.

Subekti, S.Sudarko dan Sofia, 2016. Penguatankelompok tani melalui optimalisasi dansinergi lingkungan sosial. Jurnal SosialEkonomi Pertanian. Vol.8, No.3.

Syuryawati dan Faesal, 2016. Kelayakan finansialpenerapan teknologi budidaya jagung pada

Page 46: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

42 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4 No.1, Juni 2018:33-42

lahan sawah tadah hujan. PenelitianPertanian Tanaman Pangan, Vol. 35, No.1.

Taufik dan M. Thamrin, 2009. Analisis inputoutput pemupukan beberapa varietas jagungdi lahan kering. Penelitian PertanianTanaman Pangan. Vol.28, No.02.

Widiarta, Ny. 2016. Progres pelaksanaan kegiatandesa mandiri benih lingkup Puslitbangtan.Makalah disampaikan pada Rapat KerjaEvaluasi dan Monitoring Kegiatan Mandiribenih Padi, Jagung dan Kedelai. PusatPenelitian dan Pengembangan TanamanPangan, Bogor, 2016.

Page 47: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

43Model Pengembangan Produksi Benih Kedelai di Provinsi Banten (Pepi Nur Susilawati, ZuraidaYursak dan Hijriah Muthmainah)

MODEL PENGEMBANGAN PRODUKSI BENIH KEDELAI DI PROVINSI BANTEN

Pepi Nur Susilawati, Zuraida Yursak dan Hijriah MuthmainahBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Jln. Ciptayasa KM. 01, Ciruas, Serang, Banten 42182Telp. (0254) 281055; Fax (0254) 282507

E-mail :[email protected]

ABSTRACT

A Model of Developing Soybean Seed Production in Banten Province.Seed production locations usefarmers' land in Serang Regency, Serang City, Pandeglang Regency and Tangerang Regency. New plant typedeveloped based on agroecosystems and preferences, generally soybean farmers in Banten Province prefer largeseeds such as Grobogan, Anjasmoro, Argomulyo and Burangrang . Soybean seed production and productivityvaries both between locations and between varieties. The highest soybean seed productivity was reached byBurangrang (1.0 ton / ha) and Grobogan (0.9 ton / ha) in the Subur I Farmer Group location, MandalawangiSubdistrict, Pandeglang Regency. The production of SS soybean seeds had reached 34,530 kg with targetachievement 130% of the initial target of 26,740 kg, while for the 1000 kg FS class. Seeds are distributed to variousstake holders namely BBI, student research, Agriculture Service for PAT programs, farmer VUB trials, and farmersoybean production. The pattern of seed production can be fulfilled by the Jabalsim pattern (inter-field seedpathway between seasons) that is specific to Pandeglang Regency with 3 planting seasons and Lebak Regency andSerang City with 2 planting seasons.

Key words : seed, soybean, seasons.

ABSTRAK

Peningkatan luas panen kedelai di Banten bertambah dengan adanya kegiatan SL-PTT kedelai baik itukawasan penumbuhan, pengembangan dan pemantapan maupun PTT Model. Peningkatan luas tanam ini perludiimbangi dengan kebutuhan benih bermutu salah satunya melalui sistem penyediaan benih yang tepat.Tujuantulisan ini adalah untuk mengetahui dan menetapkan model pengembangan benih kedelai kelas SS dan FS diProvinsi Banten. Lokasi produksi benih menggunakan lahan petani yang ada di Kabupaten Serang, Kota Serang,Kabupaten Pandeglang serta Kabupaten Tangerang.Varietas unggul yang dikembangkan berdasarkan padaagroekosistem dan preferensi, umumnya petani kedelai di Provinsi Banten lebih menyukai benih berukuran besarseperti Grobogan, Anjasmoro, Argomulyo dan Burangrang. Produksi dan produktivitas benih kedelai beragam baikantar lokasi maupun antar varietas. Produktivitas benih kedelai tertinggi dicapai oleh varietas Burangrang (1,0ton/ha) dan Grobogan (0,9 ton/ha) di lokasi Kelompok Tani Subur I, Kecamatan Mandalawangi KabupatenPandeglang.Produksi benih kedelai SS telah tercapai sebanyak 34.530 kg dengan capaian target sebesar 130% daritarget awal sebanyak 26.740 kg, sedangkan untuk kelas FS 1000 kg. Benih didistribusikan pada berbagai stakeholders yaitu BBI, penelitian mahasiswa, Dinas Pertanian untuk program PAT, uji coba VUB petani, serta produksikedelai petani. Pola produksi benih dapat dicukupi dengan pola Jabalsim (jalur benih antar lapang antar musim)yang spesifik untuk Kabupaten Pandeglang dengan 3 kali musim tanam dan Kabupaten Lebak serta Kota Serangdengan 2 kali musim tanam.

Kata kunci : benih, kedelai, musim

Page 48: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

44Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:43-57

PENDAHULUAN

Benih merupakan salah satu input produksiyang mempunyai kontribusi signifikan terhadappeningkatan produktivitas dan kualitas hasilpertanian. Ketersediaan benihdengan varietas yangberdaya hasil tinggi dan mutu yang tinggi, baikmutu fisik, fisologis, genetik maupun mutupatologis mutlak diperlukan di dalam suatu sistemproduksi pertanian. Menurut Nugraha (2004);TeKrony (2006), dalam pertanian modern, benihberperan sebagai delivery mechanism yangmenyalurkan keunggulan teknologi kepada petanidan konsumen lainnya.

Kebutuhan akan kedelai di Indonesia sangattinggi, dimana kedelai menjadi salah satu sumberprotein nabati utama yang digemari olehmasyarakat (Sari, et al., 2014; Shaumiyah et al.,2014). Kecukupan akan kedelai dapat dilakukanmelalui upaya pemanfaatan lahan kering. Lahankering yang tersedia di Provinsi Banten untukpengembangan komoditas kedelai mencapai30.000 ha, namun pemanfaatannya masih belumoptimal. Rendahnya tingkat ketersediaan benihkedelai bermutu, menjadi salah satu penyebabrendahnya produktivitas kedelai di ProvinsiBanten.Rata-rata tingkat produktivitas kedelai diProvinsi Banten pada tiga tahun terakhir barumencapai 1.29 ton/ha (BPS 2011).Produktivitaskedelai di Provinsi Banten lebih rendah dibandingrata-rata produktivitas kedelai nasional (1.35ton/ha) dan potensi hasil varietas unggul kedelai(1.5 – 3.0 ton/ha). Peningkatan luas panen kedelaidi Banten bertambah dengan adanya kegiatan SL-PTT kedelai baik itu kawasan penumbuhan,pengembangan dan pemantapan maupun PTTModel. Peningkatan luas tanam ini perludiimbangi dengan kebutuhan benih bermutu salahsatunya melalui sistem penyediaan benih yangtepat dengan memperbanyak benih dasar dan benihpokok serta benih sebar kedelai.

Penggunaan benih bermutu dari varietasunggul merupakan pilar penting dalampeningkatan produktivitas (Taufik, 2011).Pengembangan sistem perbenihan tanamn pangan,terutama padi diawali pada tahun 1971 dengan

dibentuknya kelembagaan perbenihan yangmeliputi Badan Benih Nasional (BBN), LembagaPusat Penelitian Pertanian (LP3), Perum SangHyang Seri (SHS), dan Balai Pengawasan danSertifikasi Benih (BPSB).

Kondisi eksisting kapasitas dan kinerjapenangkar kedelai yang terbatas dengan modal,prasarana serta keterampilan dalam pascapanen,seperti penjemuran brangkasan, perontokkan,penyortiran, pembersihan. Sedangkan potensilahan dan kebutuhan benih yang tinggi merupakanpeluang dan tantangan untuk memproduksi benihkedelai di Provinsi Banten. Tujuan tulisan iniadalah untuk mengetahui dan menetapkan modelpengembangan benih kedelai kelas SS dan FS diProvinsi Banten.

BAHAN DAN METODE PELAKSANAAN

Produksi Benih

Teknik Produksi Benih Sumber kedelaimerujuk dan berpedoman pada Petunjuk TeknisProduksi Benih Kedelai yang telah dihasilkan dandirekomendasikan oleh Balitkabi (Badan Litbang,2013). Teknik Produksi Benih Kedelai meliputi: 1)Perencanaan produksi (penentuan produksi,penentuan lokasi, penyiapan benih sumber), 2)Proses Produksi (penyiapan lahan, kebutuhanbenih dan varietas unggul, tanama, pemupukan,pengendalian gulma, pengairan, pengendalianhama, pengendalian penyakit, 3). PemeliharaanMutu Genetik (awal pertumbuhan, fase berbunga,fase masak fisiologi, 4). Teknologi PascapanenBenih ( panen, perontokan, pembersihan dansortasi, pengeringan, pengemasan, penyimpanan),5) Sistem Sertifikasi Mutu Benih Sumber(Sertifikasi benih penjenis, sertifikasi benih dasar).Sertifikasi benih dilakukan dengan bekerjasamadengan BPSB Provinsi Banten. Tahapan produksibenih secara rinci adalah sebagai berikut :

1. Penyiapan Lahan

Tanah bekas pertanaman padi tidak peludiolah ( Tanpa Olah Tanah = TOT). Jikamengugunakan lahan tegal, pengolahan

Page 49: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

45Model Pengembangan Produksi Benih Kedelai di Provinsi Banten (Pepi Nur Susilawati, ZuraidaYursak dan Hijriah Muthmainah)

tanah dilakukan secara intensif, dua kalibajak dan diratakan.

Buat saluran untuk setiap 4- 5 m dengankedalaman 25 – 30 cm dan lebar 30cm.saluran ini berfungsi untuk menguragikelebihan air dipetakan dan sekaligussebagai saluran irigasi pada saat tidak adahujan.

2. Pemilihan Varietas dan Kebutuhan Benih

Saat ini telah tersedia jumlah varietasunggul baru baru yang sesuai untuk lahansawah dan lahan kering. Varietas yangsesuai dengan preferensi pengguna danagroekosistem di Provinsi Banten adalahAnjasmoro dan Grobogan

Kebutuhan benih 40 - 50 kg/ha.

3. Penanaman

Benih ditanam menggunakan tugal dengankedalaman 2 – 3 cm.

Jarak tanam 10 – 15 cm x 40 cm, 2 – 3biji/lubang tanam.

Pada lahan sawah, kedelai dianjurkanuntuk ditanam tidakl lebih dari tujuh harisetelah tanam padi ditanam untukmenghindaritanaman dari kekeringan danakumilasi serangan hama dan penyakittanaman.

4. Pemupukan

Tanaman dipupuk dengan menggunakan50 kg urea, 75 kg SP 36 dan 100 – 150 kgKCL/ha pada saat tanam.

Pada lahan sawah yang subur atau padalaha bekas padi yang dipupuk dengan dosistinggi, tanaman tidak perlu tambahanpupuk NPK.

5. Penggunaan Mulsa Jerami Padi

Penggunaan mulsa dengan jerami padidapat mengurangi frekwensipenyiangandan menekan serangan hamalalat kacang. Pada lahan sawah dianjurkanmenggunakan mulsa.

Mulsa jerami padi dihamparkan sebanyak5 t/ha secara merata dipermukaanlahandengan ketebalan<10 cm.

Jika gulma tidak menjadi masalah,jeramidapat dibakar pada hamparan lahan. Caraini dapat lebih menyeragamkanpertumbuhan awal kedelai.

6. Pengairan

Fase pertumbuhan kedelai yang sangatpeka terhadap kekuranganair adalah pada awalpertumbuhan vegetatif ( 15 – 21 HST), saatberbung (25 – 35 HST), dan saat pengisian polong( 55 – 70 HST). Pada fase – fase tersebut tanamanharus diari apabila tidak ada hujan.

7. Pengendalian hama

Pengendalian hama dilakukan berdasarkanhasil pemantauan di lapangan. Jikapopulasi hama tinggi atau kerusakan daun12,5% dan kerusakan polong 2,5%gunakan insektisida yang efektif.

Pengendalian hama secara kultur teknisdan secara hayati (bologis) lebihdiutamakan.

Pengendalian secara kultur teknis antaralain dapat menggunakan mulsa jerami,penggiliran tanaman, tanam serentakdalam satu hamparan, dan penggunaantanaman perangkap jagung dan kacanghijau.

8. Pengendalian penyakit

Penyakit utama kedelai adalah karat daunPhakspora pachyrhizi, Busuk batang,busuk akar Schelerotium rolfsii, danbeberapa penyakit yang disebabkan olehvirus.

Penyakit karat daun dapat dikendalikandengan fungisida anjuran sepertiMancozeb.

Pengendalian virus dilakukan denganmengendalikan vektornyaberupa seranganhama kutu dengan insektisida anjuranseperti decis.

Page 50: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

46Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:43-57

Waktu pengendalian vektor virus tersebutadalah pada saat tanaman berumur 40, 50dan 60 hari.

9. Roguing

Fase Juvenil (tanaman Muda)

Pengamatan pada fase ini dilakukan pada saattanaman berumur 15 – 20 hari setelah tanam.Komponen yang diamati adalah:

a. Warna hipokotil. Kedelai hanya memilikiwarna hipokotil hijau dan ungu. Hipokotilhijau akan menghasilkan bunga berwarnaputih, sedangkan hipokotil ungu akanmenghasilkan bunga berwarna ungu.

b. Biji berukuran besar memiliki keping biji dandaun pertama yang juga berukuran besar.

c. Bentuk biji bulat akan diikuti oleh bentuk daunsemakin mendekati bulat.

Fase Berbunga

Apabila fase juvenil belum dapat diketahui adanyacampuran varietas lain, maka pengamatan dapatdilakukan lagi pada saat berbunga. Pedoman yangdapat dipakai adalah:

a. Warna bunga. Seperti warna hipokotil, warnabunga kedelai hanya terdiri atas putih danungu.

b. Saat berbunga. Saat keluar bunga yang terlalumenyimpang dari tanaman dominan makatanaman tersebut perlu segera dibuang.

c. Warna dan kerapatan bulu pada tangkai daun.

d. Posisi dan tangkai daun. Bentuk daun seringkali cukup sulit digunakan sebagaiparameterpenilai. Parameter yang cukupmenentukan adalah ketegapan batang danposisi daun pada batang secara keseluruhan.

e. Reaksi terhadap penyakit. Varietas kedelaiyang memiliki warna bunga putih, misalnyagalunggung dan Lokon, cukup peka terhadappenayakit virus.Hal ini dapat digunakansebagai parameter penilai.

Fase Masak Fisiologi

Pada fase ini pertumbuhan tanaman mendekatioptimal. Hal – hal yang perlu diperhatikan adalah:

a. Keragaan tanaman secara keseluruhan. Posisidaun, polong, dan bentukdaun merupakanparameter yang dapat digunakan untukkonfirmasi terhadap penilaian pada fasesebelumnya.

b. Kerapatan dan warna bulu. Panjang pendek,kerapatan, dan warna bulu yang terdapat padabatang dan polong adalah penilai penting padafase masak fisiologi. Warna bulu kedelaihanya ada dua yitu putih dan coklat. Karenaitu,yang perlu diperhatikan adalah kerapatanbulu, baik pada batang maupun polong.

c. Umur polong masak. Tanaman yang umurpolong masaknya terlalu menyimpang daritanaman dominan juga perlu dicabut.

10. Panen

Panen hendaknya dilakukan pada saat mutubenih mencapai maksimal, yang ditandaibila sekitar 95% polong telah berwarnacoklat atau kehitaman (warna polong masak)dan sebagian besar daun tanaman sudahmulai rontok.

Panen dilakukan dengan cara memotongpangkal batang.

Brangkasan hasil panen kedelai dapatlangsung dikeringkan dibawah sinarmatahari dengan ketebalan sekitar 25 cmselama 2 – 3 hari menggunakan alas terpalplastik, tikar atau anyaman bambu.Pengeringan dilakukan hingga kadar airbenih mencapai 14%.

Uasahakan tidak menumpuk brangkasanbasahlebih dari 2 hari sebab akanmenyebabkan benih berjamur dan mutunyarendah.

Mengingat sulitnya pengeringanbrangkasan/polong pada musim hujan, makabrangkasan/polong perlu diangin anginkandengan cara dihampar. Untuk mempercepatproses penurunan kadar air benihdisarankanbrangkasan dihembus denganudara panas dari pemanas buatan(dreyer).

Page 51: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

47Model Pengembangan Produksi Benih Kedelai di Provinsi Banten (Pepi Nur Susilawati, ZuraidaYursak dan Hijriah Muthmainah)

11. Perontokan

Brangkasan kedelai yang telah kering(kadar air sekitar 14%) perlu segeradirontok. Perontokan dapat dilakukansecara manual (geblok) atau secaramekanis (menggunakkan pedal thresheratau power thresher). Apabilamenggunakan power thresher, kecepatansilinder perontok disarankan tidak lebihdari 400 rpm (putaran per menit).

Secara umum perontokkan benih perludilakukan secara hati – hati untukmenghindari benih pecah kulit, benihretak, atau kotiledon terlepas karena akanmempercepat laju penurunan daya tumbuhdan vigor benih selama penyimpanan.

12. Pembersihan dan Sortasi

Benih hasil perontokan dibersihkan darikotoran benih, seperti potongan batang,cabang tanaman, dan tanah. Pembersihandapat dengan cara ditampi (secara manual)atau dengan menggunakan blower (secaramekanis).

Sortasi diperlukan untuk mendapatkanbenih yang berukuran seragam dengan caramemisahkan sekitar 5% biji yangberukuran kecil dan tidak dimsukkankedalam kelompok (lot) benih.

Selain memisahkan biji – biji yangberukuran kecil, sortasi juga diperlukanuntuk membuang biji yang ciri – cirinyamenyimpang dari sifat – sifat yangtercantum dalam deskripsi varietas, antaralain warna hilum, warna kulit, dan bentukbenih.Membuang biji yang menyimpangdilakukan dari benih ke benih(seed-to-seed). Kegiatan ini penting artinya dalamupaya perbaikan mutu genetik benih darivarietas yang bersangkutan.

13. Pengeringan

Benih yang sudah bersih dan ukurannyaseragam segera dikeringkan hinggamencapai kadar air 9 – 10%. Untukmenghindari timbulnya kerusakan mutu

fisiologis benih akibat lamanya prosessortasi, disarankan benih dikeringkanhingga kasar air mencapai 10%, barukemudian disortasi.

Pengeringan benih dilakukan denganmenjemur dibawah sinar matahari,menggunakan alat terpal plastik atau tikarpada lantai jemur yang kering., denganketebalan benih sekitar 2 – 3 lapis benih.Pembalikan benih pada saat penjemurandilakukan 2 – 3 jam agar benih keringsecara merata.

Pada saat cuca cerah, penjemurandilakukan pada saat pukul 8.00 hinggapukul 12.00, selam 2 – 3 hari berturut –turut. Hindari sengatan matahari yangsangat panas pda saat penjemuran.

Sebelum disimpan, benih dikeringkanhingga mencapai kadar air 9 – 10%.Usahakan untuk tidak menumpuk benihdalam karung atau wadah tertutup apabilabenih dalam karung atau wadah tertutupapabila benih masih dalam kondisi panas.Benih yang disimpan setelah dijemur perludiangin – anginkan sekitar 0,5 jam untukmenyeimbangkan suhu benih dengan suhuudara di ruang simpan.

14. Pengemasan

Benih dikemas menggunakan bahanpengemas kedap uadarauntuk menghambatmasuknya uap air dari luar kemasankedalam benih.

Kantong plastik benih yang bening atauburam( kapasitas 2 atau 5 kg) denganketebalan 0,008 mm dua lapis cukup baikdigunakkan untuk mengemas benih kedelaihingga 8 buklan simpan pada kondisiruang alami dengan kadar air awal simpansekitar 9 – 8 %.

Kemasan yang telah berisi benih harustertutup rapat dengan cara diikat eratmenggunakan tali atau bagian atas kantongdipres dengan kawat nikelin panas.

Page 52: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

48Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:43-57

Kaleng atau blek tertutup rapat dengankapasitas 10 – 15kg dapat pula dipakaiuntuk penyimpanan benih kedelai.

15. Penyimpanan

Benih dalam kemasan dapat disimpandalam ruangan beralas kayu atau rak – rakkayu agar kemasan tidak bersinggungandengan lantai/tanah.

Benih dalan penyimpanan harus tehindardari serangan tikus atau binatang lainnyayang dapat merusak kantong maupunbenih.

Usahakan menyimpan benih pada ruangantersendiri, tidak dalam ruanganpenyimpanan pupuk atau bahan – bahanlain yang dapat menyebabkaaan ruanganmenjadi lembab.

Benih disimpan secara teratur. Selamapenyimpanan perlu adanya pemisahanbenih dari adanya pemisahan benih darivarietas yang satu dengan varietas yanglain.penyimpanan benih dalam ruangsimpan perlu ditata dengan sedemikianrupa agar tidak roboh, tidak menggangukeluar masuknya barang yang lain, danmudah dikontrol. Apabila benih tidakdisimpan pada rak – rak benih, makabagian – bagian bawah tumpukan diberibalok kayu agar benih tidak bersentuhanlangsung dengan lantai ruang simpan.Setiap tumpukan benih dilengkapi dengankartu pengawasan yang berisi informasi:

Nama varietas

Tanggal panenasal petek percobaan

Jumlah/kuantitas benih asal (pada saatawal penyimpanan)

Jumlah kuantitas pada saat pemisahanstok terakhir.

Hasil uji daya kecambah terakhir(tanggal, % daya kecambah)

Analisis Data

Data yang dikumpulkan akan dianalisissecara deskriptif, sedangkan keragaan ekonomidianalisis finansial dengan analisis titik impas.Analisis finansial dilakukan untuk mengetahuikelayakan usaha perbanyakan benih. Usahaperbanyakan benih dianggap layak jika nilai GrossB/C lebih dari satu. Formulasi dari Gross B/Cadalah (Kasijadi dan Suwono, 2001) :

P x Q

Gross B/C = ----------

Bi

dimana :

P = harga produksi (Rp/Kg)

Q = hasil produksi (kg/ha)

Bi = biaya produksi ke i (Rp/ha)

Analisis titik impas digunakan untukmentolerir penurunan produksi atau harga produksampai batas tertentu dimana usaha yang dilakukanmasih memberikan tingkat keuntungan normal.Nilai titik impas produksi (TIP) dan titik impasharga (TIH) dihitung dengan rumus (Rahmantodan Adnyana, 1997):

TIP = BP/H dan TIH = BP/P

dimana :

P = produksi (kg),

H = harga produksi (Rp/kg),

BP = biaya produksi (biaya tetap dan biayavariabel).

Pelatihan Petani Penangkar

Untuk peningkatan kapasitas dan kinerjapenangkar dilakukan penguatan dengan carapendampingan introduksi teknologi produksi benihkedelai dan memberikan pelatihan. Pelatihandilakukan 2 kali pertemuan untuk memberikanpemahaman dan keterampilan produksi benihkedelai. Metode pelatihan berupa ceramah, diskusidan praktek. Materi pelatihan meliputi aspekproduksi, panen dan pasca panen kedelai (Tabel 1).

Page 53: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

49Model Pengembangan Produksi Benih Kedelai di Provinsi Banten (Pepi Nur Susilawati, ZuraidaYursak dan Hijriah Muthmainah)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahapan kegiatan perbanyakan benihkedelai meliputi 1) koordinasi dan konsultasiteknis dan non teknis, 2) Sosialisasi kegiatan ditingkat petugas di tingkat petani, 3) pelaksanaanpenangkaran benih, 4) pelatihan dan pembinaankelompok tani penangkar benih, 5) penyusunanlaporan akhir serta 6) seminar hasil kegiatan.Koordinasi yang telah dilakukan bersifat teknis dannon teknis. Koordinasi teknis terkait denganpelaksanaan kegiatan dilakukan dengan beberapaintitusi terkait seperti BPSB Provinsi Banten,Puslitbangtan, BB Kedelai, Balit Sereal, serta BalitKabi.

Koordinasi non teknis terkait denganlokasi dan tenaga penunjang seperti PPL.Pemilihan lokasi dilakukan bersama-sama dengandinas dan penyuluh setempat. Sosialisasi kegiatandilakukan dalam rangka memperkenalkan kegiatandan memberikan pemahaman mendasar bagi

petugas dan petani pelaksana penangkar benih.Sosialisasi telah dilakukan diawal kegiatan yaitupada bulan Pebruari di Aula BPTP banten.

Pelatihan dan pembinaan kelompok tanipenangkar benih dilakukan secara intensif. Hal iniberkaitan dengan tujuan yaitu pembentukan daninisiasi kelompok tani penangkar benih.Sebagaimana diketahui bahwa usahatani penangkarbenih berbeda dengan usahatani biasa selainmembutuhkan keterampilan dan wawasan yangcukup juga diperlukan pendampingan yang ketatagar produk yang dihasilkan tidak dijual untukkonsumsi.

Penyusunan laporan akhir serta seminarhasil kegiatan merupakan langkah strategis agarkineja kegiatan dapat terukur dan diketahui olehstake holders. Seminar hasil telah dilakukan padabulan desember dengan mengundang intansi terkaitseperti Dinas Pertanian Provinsi, Dinas Pertaniankabupaten, petugas lapangan, petani pelaksana,serta stake holders lainnya.

Tabel 1. Materi Pelatihan Petani Penangkar Benih

Materi Narasumber

Pengantar umum teknik produksi benih. (bagian penting dalam penangkaran benih: benihsumber, penentuan lokasi, isolasi jarak/waktu, roguing, panen, pengolahan hasil); regulasi(pendaftaran calon penangkar, sertifikasi); kontrak kerja kelompok petani penangkar.

BPTP dan BPSB

Pengolahan tanah, perlakuan benih, penanaman, pemupukan dasar. BPTPRoguing dan pengamatan OPT Kedelai BPSB dan POPTPasca Panen, prosesing (pengeringan, sortasi, pengambilan sampel untuksertifikasi/pelabelan, pengemasan)

BPTP

Managemen Kelompok, pengelolaan keuangan dan gudang, pemasaran, penentuanrencana penangkaran musim depan (jenis varietas, luas penangkaran)

BPTP/PPL/Dinas

Tabel 2. Lokasi dan Luas Areal Perbanykan Benih Kedelai MH 2015

Kabupaten/ KotaKelompok

TaniKecamatan Desa Ketua

Luas (Ha)MT I MT II

Pandeglang Mukti Panimbang Mekar Sari Tasma 2 19Marga Jaya Cimanggu Cijaralang Sobandi 5 0Subur I Mandalawangi Gunung Sari Iin Nurosi 6 0

Kota Serang Sumber Rejeki Kasemen Bendung H. Hendry 4 0

Kab. SerangHarapan SejahteraV Petir Padasuka Nurdin 3 0

Kab.Tangerang Suka Karya Sukadiri Sukadiri H. Misnan 0 2

Page 54: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

50Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:43-57

Kriteria Wilayah Kajian

Penentuan lokasi didasarkan pada hasilidentifikasi lapangan, koordinasi dengan dinaspertanian, serta hasil evaluasi kegiatan pada tahun2014. Secara umum kriteria wilayah kajianmeliputi : (1) aksesibilitas relatif baik, untukmemudahkan pembinaan dan pengawasan, (2)kesuburan lahan, (3) Pengalaman dan minatkelompok tani dalam penangkaran benih kedelai,dan (4) bukan merupakan wilayah endemis OPTpenting kedelai dan rawan bencana(kekeringan/kebanjiran).

Berdasarkan pertimbangan tersebut,kegiatan perbanyakan benih unggul kedelaiProvinsi Banten tahun 2015 dilakukan di beberapalokasi petani yang ada di Kabupaten Serang, KotaSerang, Kabupaten Pandeglang serta KabupatenTangerang. Semua kelompok tani hanyamelakukan produksi benih pada satu musim tanamkecuali di kelompok tani Mukti yang berada diKecamatan Panimbang Kabupaten Panimbangyang melakukan penanaman 2 musim (MT I danMT II). Hal ini karena kebiasaan petani diKecamatanPanimbang dan sekitarnya selalumelakukan penanaman kedelai saat musimkemarau setelah penanaman padi. Lokasi produksibenih kedelai tahun 2015 secara lengkap disajikanpada tabel 1.

Lokasi penangkaran kedelai di KabupatenTangerang merupakan inisiasi awal karena diwilayah ini sangat jarang dibudidayakan, dan jugabukan wilayah pengembangan. Namun demikiankeinginan petani di kelompok tani SukakaryaKecamatan Sukadiri sangat besar untukmengembangkan komoditas kedelai. Inisiasi awalini diharapkan berdampak terhadap peningkatanminat petani Tangerang terhadap komoditaskedelai, sehingga produksi benih kedelai telahdilakukan dengan perencanaan dan pengawalanyang baik, sehingga menghasilkan produksikedelai yang cukup baik.

Lokasi kedelai pada MT I dilakukandilahan kering, hal ini karena MT I bertepatandengan musim hujan 2015 sehingga sangat rentandengan resiko kelebihan air jika ditanam di lahansawah. Sedangkan pada MT II dilakukan dilahansawah setelah pertanaman padi, selainmemanfaatkan lahan bekas pertanaman padi jugakarena MT II bertepatan dengan musim kemarau2015.

Pemilihan Varietas

Varietas unggul yang dikembangkan dilokasi petani didasarkan pada agroekosistem danpreferensi. Varietas unggul kedelai yang telah

Tabel 3. Sebaran dan Jenis Varietas Kedelai

Kelompok TaniMT I 2015 MT II 2015 Kelas Benih/

Varietas Luas (Ha) Varietas Luas (Ha) Status PanenMukti Anjasmoro 2,0 Anjasmoro 15,0 SS/Panen

Argomulyo 4,0 SS/Panen

Marga JayaAnjasmoro 3,0 - - SS/PanenGrobogan 2,0 - - SS/Panen

Subur IAnjasmoro 2,0 - - SS/PanenGrobogan 2,0 - - SS/Panen

Burangrang 2,0 - - SS/Panen

Sumber RejekiAnjasmoro 2,0 - - SS/PusoArgomulyo 2,0 - - SS/Puso

HarapanSejahtera V

Grobogan 1.5 - - SS/PanenArgomulyo 1.5 - - SS/Panen

Suka Karya - - Anjasmoro 1,0 FS/panenTotal Luas Tanam 20,0 20,0

Page 55: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

51Model Pengembangan Produksi Benih Kedelai di Provinsi Banten (Pepi Nur Susilawati, ZuraidaYursak dan Hijriah Muthmainah)

dirakit memiliki karakter beragam, sehingga dapatmemberikan banyak alternatif pilihan dalam: (a)Umur, yaitu umur genjah (< 80 hari), sedang (80-90 hari), dan dalam (>90 hari); (b) Ukuran biji,yaitu berbiji kecil (<10 g/100 biji), sedang (10-12g/100 biji), dan besar (>12 g/100 biji); (c) Warnakulit biji, mulai dari kuning sampai kuningkehijauan dan hitam; serta (d) yang sesuai untuklahan kering masam dan lahan pasang surut (BadanLitbang, 2012). Keragaman varietas kedelai yangdihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian akanmemberikan banyak alternatif pilihan varietas bagipetani.

Ukuran benih menjadi salah satu kriteriadalam pemilihan varietas, umumnya petani kedelaidi Provinsi Banten lebih menyukai benihberukuran besar seperti Grobogan, Anjasmoro,

Argomulyo dan Burangrang. Pemilihan varietasyang digunakan untuk penangkaran disesuaikandengan preferensi, agroekosistem serta musimtanam. Menurut Rahmania (2002), bahwapemilihan varietas umumnya disesuaikanpreferensi konsumen seperti ukuran biji besar,umur genjah, toleran kekeringan namun demikianagar produksi kedelai dapat maksimal makapemilihan varietas juga harus didasarkan padaagroekosistem yang sesuai. Penyebaran benih danluasannya di lokasi petani tercantum pada tabel 2.

Varietas kedelai yang diproduksi harusjelas asal-usul serta karakternya harus dipahamioleh petani penangkar, hal ini akan membantupetani dalam mengenali tipe simpang, campuranvarietas lain serta kemurnian varietas yangdiproduksi. Deskripsi varietas memegang peranan

Tabel 4. Produksi dan Produktivitas Benih Kedelai

Kelompok Varietas Luas Produksi Benih (Kg) Provitas TotalTani (Ha) BPTP Petani (Ton/ha) (Kg)

Produksi MT I (Musim Hujan/ Februari-Mei 2015) Kelas SSMukti Anjasmoro 2 750 750 0,750 1500Marga Jaya Anjasmoro 3 450 450 0,300 900

Grobogan 2 200 200 0,200 400Subur I Anjasmoro 2 450 450 0,45 900

Grobogan 2 900 900 0,900 1800Burangrang 2 1000 1000 1,000 2000

Sumber Rejeki Anjasmoro 2 50 50 0,050 100Argomulyo 2 50 50 0,050 100

Harapan Sejahtera V Grobogan 1.5 500 500 0,667 1000Argomulyo 1.5 315 315 0,420 630

Benih Lainnya

Sampel BPSB 26

Reject/sortir 550 -1250

Total Benih + Sortiran +Sampel BPSB MT I Kelas SS 5.241 4.665 10.580

Produksi MT II (Musim Kemarau/ Mei-Oktober 2015) Kelas SS-1Mukti Anjasmoro 15 10.500 10.500 1.40 20.0000

Argomulyo 4 1.200 1.200 0.60 2.400

Benih LainnyaSampel BPSB 50 50Reject/sortir 1.500 - 1500

Total Benih + Sortiran +Sampel BPSB MT IIKelas SS-1

5241 466523.950

Produksi MT II (Musim Kemarau/ September-Desember 2015) Kelas FSSuka Karya Grobogan 2 500 500 0.5 1000

Page 56: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

52Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:43-57

penting bagi penangkar dalam mengidentiifikasidan menjaga kemurnian varietas. Salah satuperbedaan antara produksi benih dengan non benihadalah dari tingkat kemurnian benih varietas yangdihasilkan, dimana kemurnian varietas kedelaiminimal yang disyaratkan oleh DirektoratPerbenihan adalah 99,9%. Kemurnian varietasharus dijaga agar petani pengguna dapat menerimabenih yang sesuai yang diharapkan.

Produksi dan Produktivitas

Produksi dan produktivitas calonbenih/benih kedelai beragam baik antar lokasimaupun antar varietas. Produktivitas benih kedelaitertinggi dicapai oleh varietas Burangrang (1,0ton/ha) dan Grobogan (0,9 ton/ha) di lokasiKelompok Tani Subur I, Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang. Produksidan produktivitas pada MT I dan MT II untukkelas SS, SS-1 dan FS tercantum pada Tabel 3.

Produksi benih kedelai kelas BS/FSmenghasilkan produktivitas sebesar 0.75 t/ha, hasilyang dicapai cukup bagus untuk petani penangkarpemula serta lahan yang sebelumnya belum pernahditanami kedelai seperti di Kelompok Tani SukaKarya Kabupaten Tangerang. Hasil yang dicapaimemberikan dampak positif terhadap petanisekitar, baerdasarkan hasil wawancara padaanggota kelompok tani Sukakarya menyatakanbahwa mereka berminat untuk memproduksikedelai pada MK 2016.

Perbedaan produksi juga terjadi antaraproduktivitas saat masih berupa calon benih danketika sudah menjadi benih. Perbedaan tersebut

Tabel 5. Distribusi Benih Sumber Kedelai

Pengguna TujuanVolume benih per varietas /kg

TotalAnjasmoro Grobogan Argomulyo BurangrangDistribusi MT I

BBI Provinsi* Produksi Benih - 75 - - 75BPTP* GPPTT - 75 - - 75Poktan Campaka (Pandeglang) Produksi Benih 500 500 - 500 1500Poktan Tunas Mulya (Lebak) Produksi Benih - 500 - 500 1000Petani Rajid* Produksi Benih - 300 350 - 650Tani Mukti* Produksi Benih 550 - - - 550Poktan Silih Asah* Uji Coba VUB Kedelai 150 150 - - 300UPT Cimanggu PAT 500 - - - 500Mahasiswa* Penelitian - - 15 - 15Total Distribusi MT I 1700 1600 365 1000 4665

Distribusi MT II Kelas SSUPT Cimarga Produksi benih 800 - - - 800UPT Cimarga Konsumsi - - 1.100 - 1.100GPPTT BPTP Produksi benih 300 - - 300Petani Serang 50PAT Serang 1000PAT Pandeglang Produksi benih 4.000 - - 7.800H. Misnan Produksi benih 30 - - - 30Total Benih terdistribusi 9.981 - 1.100 - 11.120Sisa sd 31 Desember 480 100Distribusi MT II Kelas FSMahasiswa IPB Penelitian 240 240Sisa sd 15 Januari 2016 510 510Ket : * benih gratis

Page 57: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

53Model Pengembangan Produksi Benih Kedelai di Provinsi Banten (Pepi Nur Susilawati, ZuraidaYursak dan Hijriah Muthmainah)

dapat diakibatkan oleh banyak faktor diantaranyarendemen, kualitas, jumlah kontaminan, maupunkondisi saat panen. Menurut Wahyuni (2005),faktor-faktor yang mempengaruhi mutu benihadalah benih sumber, kontaminasi, waktu tanam,kondisi lingkungan pra panen, pemanenan,pengeringan, pembersihan dan kondisipenyimpanan.

Distribusi Benih Sumber

Benih yang dihasilkan difokuskan untukkegiatan GPPTT provinsi Banten serta untukmemenuhi kebutuhan petani kedelai disekitarwilayah produksi UPBS dan PAT (perluasan arealtanam). Hasil benih pada MT I telah terdistribusiuntuk berbagai kegiatan seperti : produksi benihBBI, penelitian mahasiswa IPB dan Untirta, PAT,uji coba VUB petani, serta produksi kedelai petaniyang berada di kabupaten Pandeglang, KabupatenSerang, Kota Serang, Kabupaten Lebak sertaKabupaten Tangerang (Tabel 4).

Penjualan benih disesuaikan dengan PPtarif PNBP yaitu sebesar Rp. 7000/lg untuk kelasSS. Semua hasil penjualan sudah diserahkankepada pemerintah dalam bentuk PNBP benihkedelai. Selain dijual benih juga didistribusikankepada mahasiswa dan juga petani peanngkardalam bentuk bantuan benih (gratis), tujuannyaadalah untuk penyebarluasan varietas kedelai.

Sebaran benih kedelai yang dihasilkanoleh UPBS BPTP sudah tersebar luas di beberapaKabupaten/Kota. Sebaran varietas meliputiKabupaten pandeglang (Panimbang, Cimanggu,Mandalawangi, Sobang, Cigeulis dan Cibaliung),Kabupaten serang (Petir dan Cikeusal), Kabupaten

lebak (Cimarga), kota Serang (Walantaka danKasemen), dan kabupaten Tangerang (Sukadiri danSindangjaya). Sebaran varietas ini cukupmenggembirakan karena mendapat respon positiftidak hanya dari petani pelaksana namun juga dariDinas dan stake holders.

Tahun 2016 diharapkan jalinan kerjasamaproduksi benih kedelai antara BPTP dengan semuapetani penangkar tahun 2015 dapat dilanjutkan.Hal ini karena semua benih yang dihasilkan olehUPBS BPTP Banten merupakan benih sumberyang hanya diperuntukkan untuk panangkaranbenih bukan untuk produksi kedelai konsumsi.

Hasil Uji Mutu dan Sertifikasi Benih

Dalam kegiatan produksi benihpengawasan mutu dan sertifikasi benih dilakukanoleh BPSB mulai dari persiapan lahan hinggapasca panen. Berdasarkan hasil uji laboratoriumbenih yang dinyatakan lulus tercantum pada Tabel9. Hasil kelulusan didasarkan pada tingkatkemurnian benih berkisar 99,8-99,9%, kadar air(9,8-10,8%), campuran varietas lain (0%), dandaya tumbuh benih(89,0-97,0%). Faktor-faktortersebut merupakan syarat kelulusan benih olehBPSB. Menurut Wahyuni (2005), faktor-faktoryang mempengaruhi mutu benih adalah benihsumber, kontaminasi, waktu tanam, kondisilingkungan pra panen, pemanenan, pengeringan,pembersihan dan kondisi penyimpanan.

Hasil pengujian yangdilakukan oleh BPSBterhadap benih padi yang dihasilkan oleh petanipenanagkar benih di semua lokasi dinyatakan luluskecuali di Kecamatan kasemen yang mengalamipuso akibat kekeringan dan serangan dari kambing.

Tabel 6. Mutu Benih Hasil Sertifikasi BPSB Tahun 2015

Varietas /Kelasbenih

Kadar air(%)

Benih murni(%)

Benih varietaslain (%)

Daya tumbuh(%)

Keterangan

Anjasmoro/SS 10,6 99,9 - 91,0 LulusBurangrang/SS 11,0 99,9 - 84,0 LulusArgomulyo/SS 11,02 99,8 - 87,0 LulusGrobogan/SS 10,50 99,9 - 93,0 LulusAnjasmoro/FS 9,80 99,9 - 95,0 Lulus

Page 58: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

54Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:43-57

Kriteria kelulusan benih meliputi kadar air, benihmurni, benih varietas lain dan daya tumbuh.Begitupula dengan benih kedelai memenuhi syaratkelulusan (Tabel 5).

Varietas Grobogan kelas SS yangdihasilkan oleh kelompok Tani Muktimenghasilkan daya tumbuh paling tinggidibandingkan dengan benih kelas SS varietaslainnya. Hal ini disebabkan karena kadar air benihgrobogan paling rendah, terdapat hubungan antarakadar air dengan daya berkecambah. Benih kelasFS diusahakan diprosesing lebih ketat dan lebihbaik dibandingkan dengan kelas SS sehingga kadarair diusahakan dibawah 10% dengan kemurnian

benih mencapai 99,9% agar benih dapat memilikidaya tumbuh dan umur simpan yang lebih lama.

Pelatihan Calon Petani Penangkar BenihSumber Kedelai

Dalam upaya pemenuhan target produksibenih sumber kedelai dan keterbatasan lahan di KPSingamerta, maka kegiatan UPBS Kedelaidilakukan di lokasi petani kooperator. Petanikooperator UPBS kedelai pada umumnyamerupakan petani padi sehingga keterampilan danpengetahuan dalam memproduksi benih kedelaimasih kurang. Peningkatan pengetahuan danketerampilan perlu dilakukan baik dalam bentuk

Tabel 7. Pelaksanaan Pelatihan Kedelai

LokasiMateri

Kabupaten Kecamatan Desa Kelp. TaniPandeglang Mandalawangi Gn. Sari Subur I - VUB dan Kelas benih

Panimbang Mekar Sari Mukti - RoguingCigeulis Cijaralang Marga Jaya - OPT Kedelai

Serang Petir Padasuka Harapan Sejatera V - PemupukanTangerang Sukadiri Sukadiri Sukakarya - Panen dan pasca panen

MHLahan KeringFebruari-Mei

MHLahan Kering

Oktober - Januari

MKLahan Sawah

Juni – September

Gambar 1. Jalur Arus benih kedelai dengan pola JABALSIM di Kecamatan Panimbang KabupatenPandeglang vProvinsi Banten

Page 59: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

55Model Pengembangan Produksi Benih Kedelai di Provinsi Banten (Pepi Nur Susilawati, ZuraidaYursak dan Hijriah Muthmainah)

MHLahan Kering

Maret-Juni

MHLahan Kering

Nov- Feb

pelatihan teori maupun praktis.

Pelatihan bagi para petani calon pennagkarbenih kedelai ataupun petani mitra binaan UPBSBPTP sangat penting dilakukan, agarpenanagkaran benih sesuai dengan standaroperasional produksi benih. Pelatihan telahdilakukan di beberapa kelompok tani denganmateri meliputi teknik produksi benih kedelai,teknik rouging dang pengamatan tanaman,pengendalian organisme pengganggu tanaman,pemupukan, panen dan pasca panen serta sortasibenih (Tabel 6).

Kemampuan petani dalam menjawabpertanyaan serta teknik pelaksanaan komponenproduksi benih beragam antar Kabupaten. Hal inidipengaruhi oleh berbagai faktor terutamapengalaman petani dalam memproduksi benih.Nilai kemampuan petani dalam praktek danmenjawab pertanyaan di Kabupaten Tangeranglebih rendah dibandingkan di Kabupaten lainnyahal ini karena petani pelaksana di kabupatenTangerang merupakan pemula dan baru pertamakali memproduksi benih kedelai. Secara umumkemampuan menjawab maupun praktek teknikproduksi benih kedelai di setiap Kabupatentercantum pada Tabel 7.

Model Pengembangan Benih Kedelai

Komoditas kedelai menghasilkan benihyang relatif memiliki daya simpan lebih rendahdibandingkan dengan komoditas tanaman panganlainnya seperti padi dan kedelai. Banyak faktorpenyebabnya seperti kandungan lemak dan proteinyang cukup tinggi, embrio benih mudah tereksposeoleh hama/penyakit, berpotensi terhadap serangan

aflatoxin, dan kadar air benih yang sangathigroskopis. Oleh karena itu untuk benih kedelaimemerlukan penanganan yang serius terutamadalam masa penyimpanan. Untuk menghindaripenyimpanan yang lama maka dapat dilakukanteknik produksi benih Jabalsim (jaringan benihantar lapang antar musim).

Pola Jabalsim juga akan menjaminketersediaan benih kedelai sesuai dengan prinsip 6(enam) tepat (varietas, jumlah, mutu, waktu, hargadan tempat). Sistem penyediaan benih perlu diaturuntuk mendapatkan benih sesuai dengan kualitasdan kuantitas yang dibutuhkan. Menurut Douglas(1980) sistem perbenihan merupakan peraturan-peraturan yang harus diikuti dan program yangharus dilaksanakan untuk mencapai produksi dandistribusi benih dengan kualitas dan kuantitas yangdirencanakan.

Pola Jabalsim yang dikembangkan dikecamatan Panimbang dapat mengikuti alur sepertipada Gambar 1. Dalam satu tahun direncanakantiga kali penanaman kedelai sehingga tidakmememrlukan sistem penyimpanan yang lama.Benih yang diproduksi pada MH (Februari-Mei)ditanam pada lahan kering, benih inidiperuntukkan sebagai benih sumber pada MK(Juni-September) di lahan Sawah. Benih yangdihasilkan pada MK (Juni-September) akandijadikan sumber benih pada MH (Oktober-Januari) di lahan kering. Alur ini memungkinkanbenih akan tersedia setiap saat untuk memenuhikebutuhan wilayah secara mandiri.

Pola Jabalsim untuk Kabupaten Tangerangdan Serang berbeda dengan pola di Kecamatanpanimbang, pola Jabalsim dapat mengikuti alurpada Gambar 2.

Gambar 2. Jalur Arus benih kedelai dengan pola JABALSIM di Kecamatan Cimanggu dan mandalawangiKabupaten Pandeglang, serta Kecamatan Petir Kabupaten Serang Provinsi Banten

Page 60: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

56Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:43-57

KESIMPULAN

1. Pola pola produksi benih sumber kedelaidilakukan bekerjasama dengan petanipenangkar benih lokal. Hasil produksikedelai beragam antar varietas dan antarlokasi. Produktivitas benih kedelaitertinggi dicapai oleh varietas Burangrang(1,0 ton/ha) dan Grobogan (0,9 ton/ha) dilokasi Kelompok Tani Subur I, KecamatanMandalawangi Kabupaten Pandeglang.Produksi benih kedelai SS telah tercapaisebanyak 34.530 kg dengan capaian targetsebesar 130% dari target awal sebanyak26.740 kg, sedangkan untuk kelas FS 1000kg.

2. Distribusi benih merupakan salah satu caradalam penyebarluasan varietas unggulbaru. Untuk mencapai hal tersebut benihdidistribusikan pada berbagai stake holdersyaitu BBI, penelitian mahasiswa, DinasPertanian untuk program PAT, uji cobaVUB petani, serta produksi kedelai petani.

3. Model pengembangan produksi benih diProvinsi Banten dapat mengadopsi polaJabalsim (jalur benih antar lapang antarmusim) yang spesifik untuk KabupatenPandeglang dengan 3 kali musim tanamdan Kabupaten Lebak serta Kota Serangdengan 2 kali musim tanam. Pola inimemberikan keuntungan antara lain :ketersediaan benih mencukupi, mutu benih

terjamin, harga lebih kompetitif, sertamenjamin kesejahteraan petani penangkarkedelai lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian.2008. Press Release Mentan Pada PanenKedelai.http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr301084.pdf. Diakses 14 maret2015.

Balitkabi. 2015. Prinsip-Prinsip Produksi BenihKedelai. Balai Penelitian Aneka Kacangdan Umbi. ISBN: 978-979-1159-66-1.66hal.

Dewi R, Sutrisno H, Nazirwan. 2013. Pemulihandeteriorasi benih kedelai (Glycine maxL.) dengan aplikasi giberalin. JurnalPenelitian Pertanian Terapan 13 (2): 116-122.

Douglas, J. 1980. Succesfull seed program. Aplanning and management guide.Westview Press, Boulder. Colorado,USA. 310p.

Dwipa I dan Saswita W. 2017.Pengujian hasil danmutu benih beberapa varietas kedelaidengan variasi jumlah satuan panaspanen. Pros. Sem. Nas Masy.Biodiv.Indon. Vol 3(1):16-23.

Tabel 8. Kemampuan manjawab dalam pelatihan kedelai

No Jenis Pertanyaan Kemampuan Menjawab (%)Pandeglang Serang Tangerang

1. Varietas unggul baru dan kelas benih 82.50 65.50 50.252. Roguing 75.00 55.50 50.003. Pemupukan 80.00 72.50 60.254. Pengolahan tanah 80.00 82.50 65.005. Pengendalian hama 85.00 90,25 74.506. Pengendalian Penyakit 75.50 77.50 50.507. Panen 82.50 90.50 78.508. Prosesing benih 80.25 90.50 82.50

Page 61: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

57Model Pengembangan Produksi Benih Kedelai di Provinsi Banten (Pepi Nur Susilawati, ZuraidaYursak dan Hijriah Muthmainah)

ISSN:2407-8050.DOI:10.13057/psnmbi/m030104

Hapsari RT, Adie MM. 2010. Peluang perakitandan pengembangan kedelai tolerangenangan.Jurnal Litbang Pertanian 29(2): 50-57.

Krisdiana, R. 2007. Preferensi Industri Tahu danTempe terhadapUkuran dan Warna BijiKedelai. ptek Tanaman Pangan. Vol. 2 :1 (2007).Krisdiana, R. 2014. PenyebaranVarietas Unggul Kedelai dan Dampaknyaterhadap Ekonomi Perdesaan. BuletinPenelitian Pertanian Tanaman Pangan.Vol. 33:1

Krisdiana R. 2014. Preferensi petani danpenyebaran varietas unggul kedelai diprovinsi nusa tenggara barat.BuletinPalawija No. 28: 93–101 (2014).Balitkabi Malang.

Marliah A, Hidayat T, Husna N. Pengaruh varietasdan jarak tanam terhadap pertumbuhankedelai (Glycine max (L.) Merril). JAgrista 16 (1): 22-28.

Muis A, Indradewa D, Widada J. 2013. Pengaruhinokulasi mikoriza arbuskula terhadappertumbuhan dan hasil kedelai (Glycinemax (L.) Merril) pada berbagai intervalpenyiraman. Jurnal Vegetalika 2 (2): 7-20.

Nugraha US. 2004. Legislasi, Kebijakan, danKelembagaan Pembangunan Perbenihan.Perkembangan Teknologi PRO. 16 (1) :61-73.

Nugrahaeni, N. 2013. Teknik Produksi BenihKedelai. Panduan dan Materi WorkshopTeknik Produksi Benih Kedelai BagiPetugas UPBS BPTP dan PenangkarBenih.Malang, 26-29 Nopember2013.Balitkabi. Malang.

Sari DA, Hasanah Y, Siamnungkalit T.2014.Respons pertumbuhan danproduksibeberapa varietas kedelaiGlycine max L. (Merril) denganpemberian pupuk organikcair.Agroekoteknologi 2 (2): 653-661.

Shaumiyah A., Damanhuri, Basuki N. 2014.Pengaruh pengeringan terhadap kualitas

benih kedelai (Glycine max (L.) Merr).Jurnal Produksi Tanaman. Vol 2(5): 388-394.

Sinuraya MA, Barus A, Hasanah Y. 2015. Responspertumbuhan dan produksi kedelai(Glycine max (L.) Meriil) terhadapkonsentrasi dan pemberian pupuk cair.Jurnal Agroekoteknologi 4 (1): 1721-1725.

Sucahyono D. 2013.Invigorasi benih kedelai.Buletin Palawija No. 25:2013.

Sudaryono, A.Wijanarko dan Suyamto.2011.Efektivitas Kombinasi Amelioran danPupuk Kandang dalam MeningkatkanHasil Kedelai pada Tanah Ultisol. JurnalPenelitian Tanaman Pangan Volume 30(1) : 43-51.

Tatipata, A. 2008. Pengaruh Kadar Air Awal,Kemasan dan Lama Simpan terhadapProtein Membran Dalam MitokondriaBenih Kedelai. Buletin Ahronomi. Vol.36 : 1 (2008).

Taufiq, A., A. Wijarnoko dan Suyamto. 2011.Pengaruh Takaran Optimal Pupuk NPKS,Dolomit dan Pupuk Kandang terhadapKedelai di Lahan Pasang Surut, JurnalPenelitian Tanaman Pangan Volume 30(1) : 43-51.

TeKrony DM. 2006. Seeds: The Delivery Systemfor Crop Science. Crop Sci. 46: 2263-2269.

Wayhuni S. 2008. Hasil padi gogo dari dua sumberbenih yang berbeda. Buletin PenelitianPertanian Tanaman Pangan. Vol.27:3(2008)

Page 62: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,
Page 63: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

59Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu di Sawah Tadah HujanKawasan Perbatasan Kabupaten Sambas (Rusli Burhansyah dan Y.L. Nurhakim)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI MELALUIPENGELOLAAN TANAMAN TERPADU DI SAWAH TADAH HUJAN KAWASAN

PERBATASAN KABUPATEN SAMBAS

Rusli Burhansyah dan Y.L. NurhakimBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat

Jl. Budi Utomo no, 45 Siantan Hulu PontianakE-mail:[email protected]

ABSTRACT

Increasing Rice Productivity Through Integrated Crop Management in Rainfed in the Border Regionsof Sambas District. The problem of rice cultivation in rainfed lowland area of Paloh subdistrict, Sambas district islow productivity. Increasing productivity through integrated crop management (ICM) is necessary to be done. Thisstudy aimed to evaluate the performance of integrated crop management technology in rainfed rice fields in theborder region of Sambas district, West Kalimantan. The study was conducted in Sebubus village, Paloh subdistrict,Sambas District from December 2015 to March 2016 using assessment with two treatments consisting ofintroduction technology packages versus farmer practices. The assessment involved 6 cooperative farmers asreplicates and 6 non cooperative farmers. Total land area for treatments was 2.3 hectares. The result of the studyshowed that the introduction technology package consisting of Inpara 3, urea fertilizer 50 kg/ha, NPK 200 kg/ha,KCl 100 kg/ha, organic fertilizer 500 kg/ha and liming 500 kg/ha can increase rice productivity around 76.92%compared to farmers and financially it was feasible to be developed in rain-fed rice fields. In general, the applicationof ICM was suitable in research site with indicators of increasing rice productivity and farmer income.

Keywords: rainfed rice field, productivity, rice, ICM

ABSTRAK

Permasalahan budidaya padi di lahan sawah tadah hujan wilayah Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas adalahmasih rendahnya produktivitas. Peningkatan produktivitas melalui pengelolaan tanaman terpadu perlu dilakukan.Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) di sawah tadahhujan wilayah perbatasan Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Kajian dilaksanakan di Desa Sebubus, KecamatanPaloh, Kawasan Perbatasan Kabupaten Sambas pada bulan Desember 2015 sampai Maret 2016. Rancangan yangdigunakan adalah dua perlakuan yang terdiri dari paket teknologi introduksi versus praktek petani. Pengkajianmelibatkan 6 petani kooperator sebagai ulangan dan 6 petani non kooperator dengan luas lahan total 2,3 hektar.Hasil pengkajian menunjukkan bahwa paket teknologi varietas Inpara 3, pemupukan urea 50 kg/ha, NPK 200kg/ha, KCl 100 kg/ha, pupuk organik 500 kg/ha, dan pengapuran 500 kg/ha dapat meningkatkan produktivitas padisekitar 76,92%, dibandingkan cara petani dan secara finansial layak dikembangkan pada sawah tadah hujan. Secaraumum penerapan PTT sawah tadah hujan sesuai dikembangkan di lokasi kajian dengan indikator peningkatanproduktivitas padi dan pendapatan petani.

Kata kunci: lahan sawah tadah hujan, produktivitas, padi, PTT

Page 64: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

60 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:59-68

PENDAHULUAN

Kecamatan Paloh merupakan kawasanperbatasan kabupaten Sambas yang secaralangsung berbatasan dengan Malaysia (Serawak).Kawasan ini termasuk kedalam kawasan tertinggalyang masih jauh dari dinamika pembangunan.Sarana dan prasarana yang minim menghambatkawasan perbatasan untuk lebih maju. Konsentrasipembangunan pemerintah yang lebih menekankankeamanan dan bukan kesejahteraan seperti daerah-daerah lainnya menjadi sebuah anggapan bahwaperbatasan merupakan daerah yang terlupakan(Lindia et al., 2011). Permasalahan kawasanperbatasan Kalimantan Barat dari aspek sosialekonomi yakni kesenjangan antara pendudukkawasan perbatasan dengan penduduk negaratetangga, sehingga kehidupan masyarakat kasawanperbatasan Kalimantan lebih condong ke negaratetangga, rendahnya tingkat kesejahteraanmasyarakat setempat melatarbelakangi marakanyakegiatan ilegal seperti ilegal logging, ilegal trading,traficking, serta kegiatan illegal lainnya.

Pemenuhan kebutuhan beras bagi pendudukmerupakan langkah awal menuju peningkatanpendapatan petani dan pembangunanperekonomian daerah. Perbaikan pendapatanpetani akan berdampak terhadap perbaikan sistemusahataninya. Oleh karena itu, strategi pertanianuntuk wilayah perbatasan sebaiknya diawalidengan perbaikan kecukupan pangan denganperbaikan sistem usahatani berbasis padi(Partohardjono et al., 1990). Introduksi teknologiyang adaptif (sesuai dengan kondisi lingkungandan kemampuan petani setempat), efektif danefisien dalam meningkatkan hasil dan keuntunganseperti pada model Pengelolaan Tanaman Terpadu(PTT) sangat diperlukan.

Penerapan PTT pada lahan sawah tadahhujan meningkatkan produktivitas padi. Hasilpenelitian Hidayat et al. (2012) menunjukkanbahwa PTT dapat meningkatkan produktivitas padisekitar 0,54 – 2,46 ton/ha dan meningkatkanpendapatan petani Rp 1 – 3 juta/ha menggunakanvarietas unggul baru Inpari 2, Inpari 3, Inpari 7,dan Silugonggo di Kabupaten Halmahera Tengah.

Peningkatan produktivitas dengan pendekatantanaman terpadu juga diteliti oleh Widyantoro danToha (2010). Rata-rata hasil padi sawah tadahhujan mencapai 6,95 t/ha GKG atau meningkat11,9% lebih tinggi dibandingkan dengan carapetani yang mencapai 6,22 t/ha GKG. Melaluipendekatan PPT padi sawah tadah hujanpendapatan usahatani meningkat 21,2% lebihtinggi dibandingkan cara petani.

Kinerja pertanian tanaman pangankhususnya tanaman padi di Kecamatan Palohselama tiga terakhir (2012-2014) belum baik. Dariketiga indikator antara lain: luas panen, produksi,dan produktivitas pertumbuhannya positif. Untukluas panen pertumbuhannya 7,09%, produksi10,11% dan produktivitas -4,35%. Produtivitaspadi rata-rata sekitar 3,4 ton/ha (BPS KabupatenSambas, 2015). Produktivitas padi dipengaruhioleh pupuk, varietas baru, tenaga kerja, kualitaslahan (Maulana, 2004).

Peningkatan produktivas padi sawah tadahhujan di kecamatan Paloh kawasan perbatasankabupaten Sambas melalui pendekatan PTTmerupakan pilihan yang tepat bagi petani.Pendekatan PTT mengutamakan sinergismeberbagai komponen teknologi dalam suatu paketteknologi agar mampu meningkatkan efisiensipenggunaan input dan sekaligus hasil panen.Pendekatan PTT memperhitungkan keterpaduanantara tanaman di satu pihak dan sumber dayayang ada di pihak lain (Las et al., 1999). Penerapanmodel PTT dapat meningkatkan hasil gabahsebesar 1,0 t/ha dibandingkan teknologi petani(non PTT) pada 22 provinsi (Zaini, 2006).Keunggulan cara PTT dibandingkan cara petanisebelumnya di seluruh Asia juga dilaporkanBalasubramanian et al. (2005). Salah komponenPTTT yakni introduksi varietas padi. Introduksivarietas padi yang adaptif dan berpotensi hasiltinggi untuk agro-ekosistem lahan sawah tadahhujan merupakan teknologi yang paling murahbagi petani (Widyantoro dan Toha, 2010). Tingkatpenerapan teknologi introduksi di lahan sawahtadah hujan relatif rendah karena pendapatan danmodal tidak memadai (Pane et al., 2002).

Page 65: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

61Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu di Sawah Tadah HujanKawasan Perbatasan Kabupaten Sambas (Rusli Burhansyah dan Y.L. Nurhakim)

Namun, kurangnya pengetahuan danketerampilan petani tentang konsep PPTmerupakan faktor utama yang berpengaruhrendahnya produktivitas padi sawah tadah hujan diKecamatan Paloh. Di sisi lain, banyak keterbatasandi wilayah tersebut seperti kondisi sarana danprasarana yang kurang memadai, keterbatasanjumlah tenaga penyuluh juga ikut berpengaruhdalam peningkatan produktivitas padi sawah tadahhujan. Petani kurang mendapatkan informasi dalamupaya meningkatkan produktivitas padi. Melaluipengkajian PTT padi sawah tadah hujanmenggunakan VUB sebagai salah satu komponendan dikombinasikan dengan komponen lainnyadiharapkan dapat meningkatkan produktivitas padidan menambah pendapatan dalam mengelolausahataninya. Pengkajian ini bertujuan untukmengevaluasi kinerja paket teknologi pengelolaantanaman padi pada sawah tadah hujan diKecamatan Paloh, kawasan perbatasan KabupatenSambas.

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi

Kegiatan pengkajian ini dilaksanakan padabulan Desember 2015 sampai bulan Maret 2016 diDesa Sebubus. Kegiatan dilaksanakan pada lahanpetani dengan melibatkan 6 petani kooperator

dengan luas total 2,3 hektar dengan beragam luaskepenilikan tiap petaninya.

Benih yang digunakan adalah varietas Inpara3. Pemupukan berdasarkan menggunakan PUTS.Dari PUTS didapatkan kebutuhan pupuk N sekitar150 kg. Pupuk P sekitar 100 kg/ha dan KCl sekitar100 kg/ha. Dari analisis tanah, nilai pH dibawah5,5, maka diperlukan kapur dolomit sekitar 500kg/ha (Tabel 1). Paket teknologi yang diuji adalahpaket PTT dan paket teknologi petani.

Parameter

Parameter yang diamati antara lain hasilgabah berdasarkan ubinan masing-masingperlakuan dan analisis ekonomi. Analisis datameliputi: (1) Analisis ragam dan senjang hasil, (2)Analisis penerimaan dan pendapatan, (3) Imbalantenaga kerja, dan (4) Analisis anggaran parsial(BBP2TP, 2011).

Analisis Data

Analisis Ragam dan Senjang Hasil

Uji t digunakan untuk menganalisispengkajian yang menguji perlakuan set 1, yaitumembandingkan paket teknologi baru vs praktekpetani. Prosedur uji t mengikuti prosedur analisisstatistik baku: (i) Hitung masing-masing ragam(s2) perlakuan paket teknologi dan praktek petani,(ii) Hitung ragam gabungan (s2gab) dansimpangan baku gabungan (sgab), (iii) Hitung t hit,

Tabel 1. Paket pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi dan teknologi petani di lokasi kajian

No. Komponen Teknologi Teknologi Introduksi Praktek petani1. Varietas Unggul Baru (VUB) Inpara 3 (umur 115 hari) Lokal (umur 6-7 bulan)2. Pupuk 200 kg/ha NPK, 50 kg/ha Urea,

100 kg/ha KCl50 kg/ha NPK, 50 kg/ha Urea, KCl 6kg

3. Pemberian pupuk organikDan pembenah tanah

Pupuk organik 500 kg/haDolomit 500 kg/ha

Tidak ada

4. Jarak tanam Jajar legowo 4: 120x15x40 cm

Tegel 25 x 25 cm

5. Umur pindah bibit 14-21 hari Lebih dari 30 hari6. Jumlah bibit per lubang 2-3 bibit 15 bibit7. Pengendalian Gulma Pengendalian Gulma Terpadu Menggunakan herbisida8. Pengendalian Hama dan

PenyakitPendekatan PHT sesuai sasaranOPT

Menggunakan pestisida kimia

9. Pemanenan Menggunakan sabit bergerigi Ani-ani/ketam padi

Page 66: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

62 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:59-68

yaitu t hit. = (Yb – Ypt)/S gab., (iv) Apabila t hit.nyata, berarti terdapat perbedaan pengaruhperlakuan yang diuji, dan (v) Analisis senjanghasil: menghitung (mengukur) perbedaan hasilantara teknologi baru (introduksi) dan praktekpetani.

Analisis Penerimaan dan Pendapatan

Penggunaan konsep penerimaan danpendapatan sering kali dipertukarkan, padahalkeduanya tidak sama. Jika penerimaandilambangkan dengan R (revenue), jumlah produkdilambangkan Q (quantum) dan harga produkdilambangkan dengan Pq (price), maka yangdimaksud penerimaan adalah perkalian antarajumlah produk dengan harga produk.

Formulanya adalah sebagai berikut:

qQxPR ........................................... (1)

Penerimaan tunai usahatani didefinisikansebagai nilai uang yang diterima dari penjualanproduk usahatani. Dalam beberapa hal, seringdijumpai konsep penerimaan = pendapatan kotor,dan pendapatan = penerimaan bersih. Dalamkegiatan usahatani, yang dimaksud denganpendapatan kotor usahatani (grossfarm income)didefinisikan sebagai nilai produk total usahatanidalam jangka waktu tertentu, baik yang dijualmaupun yang tidak dijual. Analisis usahatani dapatdilakukan dalam satu musim tanam atau satu siklusproduksi atau satu tahun. Pendapatan (B) seringjuga disebut keuntungan (profit) yang merupakanpengurangan penerimaan dengan biaya produksi(C) dengan formula sebagai berikut:

CRB ...............................................(2)

Biaya produksi terdiri dari biaya tetap (FC =fix cost) dan biaya tidak tetap (VC = variable cost).VC sendiri terdiri dari beberapa jenis pengeluaranseperti untuk benih, pupuk, pestisida, dan upahtenaga kerja. Dengan demikian dari persamaan (2)dan (3) dapat diturunkan lebih rinci sebagaiberikut:

)()( FCVCQxPB q .............................. (3)

)()( FCPXXQxPB iiq ........................ (4)

Dalam hal ini ΣXiPXi menggambarkan penjumlahan biaya untuk pembelian masing-masinginput ke i, dengan i = 1, 2, 3, …., n; nadalah jumlah jenis input yang digunakan.

Imbalan Tenaga Kerja

Secara umum imbalan tenaga kerja petaniadalah balas jasa yang diperoleh seorang darikorbanan tenaga kerja yang sudah dikeluarkannya.Dalam konteks usahatani, yang dimaksud denganimbalan tenaga kerja adalah besarnya pendapatantenaga kerja petani yang dihitung dari besarnyapendapatan usahatani dibagi dengan korbanantenaga kerja (hari orang kerja) dalam menjalankanusahatani itu. Imbalan kerja petani dapatdiformulasikan sebagai berikut :

HOK

FCPXXQxPIK

iiq )()(

.......................(5)

Keterangan:

IK = Imbalan Kerja Petani

Σ HOK = jumlah hari orang kerja (hari/org)

Analisis Anggaran Parsial

Untuk mengetahui tingkat optimumpenggunaan input produksi dapat dilakukananalisis melalui cara yang lebih sederhana danpraktis, yaitu melalui analisis anggaran parsial(partial budget analysis). Analisis anggaran parsialmerupakan analisis pendapatan dan biaya darisuatu alternatif kegiatan dengan menghitungperubahan yang terjadi dari pendapatan dan biayayang diakibatkan oleh kegiatan tersebut atau yangdisebut juga dengan laju penerimaan bersihmarjinal (marginal rate of return, MRR atauincremental benefit cost ratio, IBCR), yakni rasioper tambahan penerimaan bersih dengan tambahanbiaya variabel dari setiap perlakuan. Secaramatematis diformulasikan sebagai berikut:

nn

nn

CC

RR

C

RMRR

)1(

)1(

.................................. (6)

Page 67: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

63Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu di Sawah Tadah HujanKawasan Perbatasan Kabupaten Sambas (Rusli Burhansyah dan Y.L. Nurhakim)

Keterangan: Rn adalah pendapatan bersih ke n danCn merupakan biaya variabel ke n.

Analisis anggaran parsial bisa jugadigunakan untuk mengetahui seberapa besar nilaitambah (sebagai indikator kelayakan ekonomi)yang diperoleh dari penerapan paket teknologiyang dianjurkan (introduksi).

Analisis Kelayakan Perubahan Teknologi

Analisis ini digunakan untuk menghitungusahatani apabila petani mengganti komponenteknologi penggunan varietas lokal menjadivarietas unggul. Perubahan komponen teknologimengakibatkan perubahah struktur biaya danpendapatan (Swastika, 2014). Perubahanpenggunaan varietas ini juga dapat dievaluasikelayakannya dengan menggunakan analisis

Losses and Gains seperti pada Tabel 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Senjang Hasil

Dari analisis senjang hasil menunjukkanbahwa teknologi baru secara nyata meningkatkanproduktivitas dibandingkan dengan praktek petani.Melalui teknologi introduksi mampu menaikkanproduktivtas sekitar 2,08 ton/ha (Tabel 3). Darihasil uji t berpasangan didapatkan bahwa teknologibaru secara nyata (α=90%) berbeda dengan pola petani. Nilai R=0,953 dan nilai t hitung > (1,31)dan t tabel (0,003).

Tabel 2. Analisis parsial perubahan teknologi

No. Losses (Korbanan) Jumlah Gains (Perolehan) Jumlah1. Tambahan biaya benih A Tambahan penerimaan2. Tambahan biaya pupuk dari kenaikan produksi

Xg@Rp Y W3. Tambahan biiaya pembenah tanah

Kapur 500 kg @Rp 1360 B4. Tambahan biaya herbisida

Herbisida 3,96 kg @Rp 65000 C5. Tambahan biaya pestisida D6. Tambahan biaya memupuk E7. Tambahan biaya panen F8. Tambahan bunga modal G

Total Losess (Rp) H Total Gains (Rp) Z

Tambahan keuntungan : Rp (Z-H)= I

Marginal B/C: (Total Gains)/(Total Losses) =II

Tabel 3. Biaya produksi, produksi, penerimaan dan keuntungan usahatani padi PTT dan praktek petani

Uraian PTT Praktek PetaniRata-rata Standard Deviasi Rata-rata Standard Deviasi

Biaya Produksi (Rp) 9.562.020 5,9 5.900.020 2,1Produksi (kg) 4.600 2,6 2600 37,2Penerimaan (Rp) 20.700.000 2,6 11.700.000 37,2Keuntungan (Rp) 11.546.730 8,4 4.095.121 70,5

Page 68: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

64 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:59-68

Analisis Penerimaan, Pendapatan Petani, danImbalan Tenaga Kerja

Perhitungan input-output yang digunakandalam kajian tersaji pada Tabel 4 Teknologiintroduksi dengan pendekatan PTT mampumenaikan produktivitas padi pola petani sekitar76,92% dengan menggunakan varietas baru Inpara3. Dengan modal Rp 9.562.000,- didapatkanpenerimaan sebesar Rp 20.700.000,(Rp.5.175.00/bulan selama 4 bulan) dibandingkanpenerimaan usahatani petani sebesar Rp11.700.00,(Rp 2.925.00/bulan selama 4 bulan.Dengan kata lain bahwa dengan mengganti varietaslokal dengan varietas unggul Inpara 3, petanimendapat tambahan keuntungan Rp 2,7juta/ha/musim. Dari hasil analisis tambahan biayadibandingkan tambahan keuntungan masih diatas 1(MBCR =1,46). Hasil penelitian Toha (2007),penerapan pengelolaan tanaman terpadu diKecamatan Seputih Raman, Lampungmenunjukkan bahwa pendapatan petani yangmenerapkan PTT selama 3 tahun berturut-turutrata-rata Rp5.226.000/ha) dengan kisaran antaraRp4.907.000 – 5.957.100/ha. Rata-rata nisbah R/C

1,60 dengan kisaran 1,46-1,70.

Perubahan penggunanan varietas ungguldievaluasi kelayakannya dengan analisis Lossesdan Gains seperti disajikan pada Tabel 5. Hasilanalisis Tabel 5 menunjukkan bahwa perubahankomponen teknologi varietas unggul menghasilkantambahan keuntungan bagi petani sebesar Rp1.190.140,-/ha/musim. Angka marginal B/C dariperubahan tesebut adalah sebesar 2,12. Rasio inimenunjukkan bahwa tiap Rp 1,00 tambahan biayayang dikeluarkan akibat mengganti varietasmenyebabkan diperolehnya akibat menggantivarietas menyebabkan diperolehnya tambahanpenerimaan sebesar Rp 2,12 (lebih dari kali lipattambahan biaya). Ini berarti bahwa perubahanvarietas dari varietas lokal menjadi varietas unggulsangat layak untuk dilakukan. Hasil penelitianKoesrini et al. (2013) varietas Inpara 3 yangditanam di Kabupaten Barito Kuala, KalimantanSelatan mendekati 4 ton/ha. Paket teknologi yangditerapkan antara lain pemupukan 90 kg N/ha + 36kg P205/ha + 50 kg K20/ha.

Untuk mengevaluasi kelayakan perubahankomponen teknologi varietas digunakan analisis

Tabel 4. Analisis anggaran parsial PTT padi di Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, MH 2015/2016

Uraian Teknologi Introduksi (Rp) Teknologi Petani (Rp)Tambahan Biaya

Teknologi Introduksi (Rp)Perubahan

(%)InputBenih inpara 3 300.000 270.000 30.000 11,11Pupuk Urea 240.000 120.000 120.000 100,00Pupuk NPK 345.000 230.000 115.000 50,00Pupuk KCl 1.020.000 51.000 969.000Pupuk organik 550.000 0 550.000Kapur 600.000 0 600.000Pestisida 460.000 360.000 100.000 27,78Fungisida 205.000 205.000 0 0,00Herbisida 495.000 495.000 0 0,00Tenaga kerja 4.800.000 3.622.000 1.178.000 32,52Biaya lain-lain 547.020 547.020 0 0,00Total biaya 9.562.020 5.900.020 3.662.000 62,07OutputHasil 4.600 2.600 2.000 76,92Harga gabah padi (Rp/kg) 4.500 4.500Penerimaan 20.700.000 11.700.000 9.000.000 76,92Pendapatan (Keuntungan) 11.137.980 5.799.980 5.338.000 92,03R/C 2,16 1,98B/C 1,16 0,98MBCR 1,46

Page 69: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

65Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu di Sawah Tadah HujanKawasan Perbatasan Kabupaten Sambas (Rusli Burhansyah dan Y.L. Nurhakim)

titik impas produksi (TIP) dan titik impas harga(TIH). Kedua analisis tersebut disajikan padaTabel 5 dan 6.

Dari Tabel 5 terlihat titik impas tambahanproduksi adalah 1.855 kg/h yang menggambarkanbahwa penggantian varietas layak untuk dilakukanjika penggantian tersebut dapat meningkatkanproduktivitas (yield) padi minimal 1.855 kg/ha.Dengan kata lain, produktivitas padi unggul yangdicapai petani harus lebih tinggi dari 4.455 kg/ha.

Dari hasil analisis titik impas harga padipada Tabel 6 sebesar Rp 1.885 atau dengantambahan produksi 2.000 kg/ha, penggantianvarietas bisa dilakukan jika penurunan harga tidaksampai di bawah Rp 1.883,-/kg. (Harga semula=Rp.4.500/kg). Jika harga tetap Rp 4.500/kg, makaperubahan varietas sangat layak diusahakan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwapendekatan paket teknologi pola tanam terpadumemiliki peluang yang cukup baik untukdikembangkaan di lahan tadah hujan untuk

Tabel 6. Analisis titik impas harga padi

No. Losses (Korbanan) Jumlah Gains (Perolehan) Jumlah1 Tambahan biaya benih 30.500 Tambahan penerimaan2 Tambahan biaya pupuk dari kenaikan produksi

Urea :68 kg @Rp2000 136.000 2000xHy 2000HyNPK 33 kg @ Rp2300 75.900KCl 94 kg @Rp10200 958.800Organik 550 kg @Rp1000 550.000

3 Tambahan biaya pembenah tanahKapur 500 kg @Rp 1360 680.000

4 Tambahan biaya herbisidaHerbisida 3,96 @Rp 65000 257.400

5 Tambahan biaya pestisida 297.0006 Tambahan biaya memupuk 200.0007 Tambahan bunga modal 153.8408 Tambahan biya panen 0,1dY*2000*Hy

Total Losess (Rp) 333.440+HY2000 Total Gains (Rp) 2000Hy3.338.940 + 200 Hy = 2000Hy

1.800 Hy = 3.338.940Hy =1.883

Tabel 5. Analisis anggaran perubahan varietas dan tambahan produksi produksi

Losses (Korbanan) Jumlah (Rp) Gains (Perolehan) Jumlah (Rp)Perubahan VarietasTambahan biaya produksi 4.238.940 Tambahan penerimaan dari

kenaikan produksi 200 kg;@Rp 4.500

9.000.000

Total Losess (Rp) 4.238.940 Total Gains (Rp) 9.000.000Tambahan keuntungan 4.761.060Marginal B/C 2,12Analisis Titik Impas Tambahan Produksi Padi

Tambahan Biaya Produksi 3.338.940 Tambahan penerimaan darikenaikan produksi dY [email protected]

2000dY

Tambahan biaya panen 0,1dY*2000

Total Losess (Rp) 3.338.940 Total Gains (Rp) 2000dY

Page 70: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

66 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:59-68

menggantikan pola petani. Hasil padi Inpara 3sekitar 4,6 ton GKP/ha akan meningkatkanproduksi di lahan tadah hujan secara siginikansekitar 76,92%. Hal ini akan menunjukkan bahwalahan tadah hujan dapat memberi sumbangan besarterhadap program peningkatkan poduksi berasnasional.

KESIMPULAN

Penerapan paket teknologi pengelolaantanaman terpadu varietas inpara 3, pemupukanurea 50 kg/ha, NPK 200 kg/ha, KCl 100 kg/ha,pupuk organik 500 kg/ha dan pengapuran 500kg/ha dapat meningkatkan produktivitas padisektiar 76,92%, dibandingkan cara petani.Teknologi pengelolaan tanaman terpadu dapatkembangkan dari aspek finansial (MBCR>1) padalahan sawah tadah hujan kawasan perbatasanPaloh, Kabupaten Sambas.

Penerapan paket teknologi pengelolaantanaman terpadu dapat meningkatkan pendapatanpetani sekitar Rp.5.338.000,- per ha per musimdibandingkan petani. Tambahan biaya yangdiperlukan untuk penerapan teknologi pengelolaantanaman terpadu sekitar Rp.3.662.000,/ha-(62,07%).

Untuk meningkatkan hasil padi pada lahansawah tadah hujan memerlukan kombinasi pupukorganik, anorganik serta pemberian pembenahtanah untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Adri dan Yardha. 2014. Upaya peningkatanproduktivitas padi melalui varietas unggulbaru mendukung swasembada berkelanjutandi Provinsi Jambi. Jurnal Agroekotek, vol. 6(1):1-11.

A. Sembiring dan R. Rosliani. 2014. Analisisanggaran parsial rakitan komponen

teknologi pengelolaan tanaman kentangsecara terpadu di dataran tinggi. JurnalHortikultura, vol. 2 (4):385-392.

Asnawi, R. 2014. Peningkatan produktivitas danpendapatan petani melalui penerapan modelpenerapan model pengelolaan tanamanterpadu padi sawah di KabupatenPesawaran, Lampung. Jurnal PeneltianPertanian Terapan, vol.14 (1):44-52.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas. 2015.Kabupaten Sambas 2015 dalam angka.Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas. 2015.Kecamatan Paloh dalam angka 2015. BadanPusat Statistik Kabupaten Sambas.

Balai Besar Pengkajian dan PengembanganTeknologi Pertanian. 2011. Panduanmetodologi pengkajian. BBP2TP. BadanLitbang Pertanian.

Balasubramanian, V.R. Rajendran, V. Ravi, N.Chellaiah, E. Castro, B. Chandrasekaran, T.Jayaraj, and S. Ramanantah. 2005.Integreted crop management for enchancingyield, factor productivity and profitability inAsian rice farms. International RiceCommision Newsletter 54:63-72.

Basuki, S dan W. Haryanto. 2013. Antisipasipengurangan risiko finansial pada usahatanipadi (studi kasus di Kabupaten Brebes).Prosiding Seminar Nasional: MenggagasKebangkitan Komoditas Unggulan LokalPertanian dan Kelautan. Fakultas PertanianUniversitas Tronojoyo Madura.

Djufri, F dan A. Kasim. 2015. Uji adaptasi varietasunggul baaru padi rawa pada lahan sawahbukaan baru di Kabupaten Merauke keProvinsi Papua. Jurnal Agrotan, vol.1(1):99-109.

Hidayat, Y., Y. Saleh, dan M. Waralya. 2012.Kelayakan usahatani padi varietas unggulbaru melalui PTT di Kabupaten HalmaheraTengah. Penelitian Pertanian TanamanPangan, vol. 31 (3):166-172.

Page 71: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

67Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu di Sawah Tadah HujanKawasan Perbatasan Kabupaten Sambas (Rusli Burhansyah dan Y.L. Nurhakim)

Ikhawani, G.R. Pratiwi, E. Paturrohman, danA.K.Makarim. 2013. Peningkatanproduktivitas padi melalui penerapan jaraktanam legowo. Iptek Tanaman Pangan 8(2).

Koesrini, M. Saleh, dan D. Nursyamsi. 2013.Keragaan varietas inpara di lahan rawapasang surut. Pangan 22 (3):221-228.

Kusmiatun, H, Rumiyadi, dan Sumardi. 2012.Pengaruh penerapan pengelolaan tanamanterpadu (PTT) dan non (PTT) pada usahatani padi terhadap pendapatan petani diKecamatan Bae Kabupaten Kudus.Agromeda, vol.30 (2):1-13.

Las,I., A.K. Makarim, Sumarno, S. Purba, M.Mardharini, dan S. Kartaatmadja. 1999. PolaIP padi 300: konsepsi dan prospekimplementasi sistem usaha pertanianberbasis sumberdaya. Jakarta. BadanLitbang Pertanian.

Maulana, M. 2004. Peranan luas lahan, intensitaspertanaman dan produktivitas sebagaisumber pertumbuhan padi sawah diIndonesia 1980-2001. JAE, vol. 22 (1):74-95.

Mayona, E.L, Salahudin, dan R.Kusmastuti. 2011.Penyusunan arahan strategi dan prioritaspengembangan perbatasan antar negara diProvinsi Kalimantan Barat. Jurnal TataLoka, vol.13 (2):119-134.

Maintang. 2012. Pengelolaan tanaman terpadu danteknologi pilihan petani: Kasus SulawesiSelatan. Iptek Tanaman Pangan, vol. 7(2):88-97.

Nurita S, T. Sugiati, T. Kartinaty, J.C. Kilmanun,T.Purba, Panut, J.D.Haloho, R. Warman, D.Anshory, U. Abdullah, M. Zurhan, danAswanto. 2010. Laporan akhir hasilpendampingan: pendampingan SLPTT padidan jagung pada >60% SLPTT padi danjagung dengan peningkatan produktivitas>15%. BPTP Kalimantan Barat.

Nurita S, T. Sugiati, T. Kartinaty, J.C. Kilmanun,T. Purba, Panut, J.D. Haloho, R. Warman,

D. Anshory, U. Abdullah, M. Zurhan, danAswanto. 2014. Laporan akhir hasilpendampingan: pendampingan programstrategis Kementerian Pertanian:pendampingan program PTT padi, jagungdan kedelai. BPTP Kalimantan Barat.

Pane, H, Ismail, BP., I.P Wardana, Karsidi, P.,K.Pirgadi, dan H.M. Toha. 2002.Perssepektif peningkatan produksi padi dilahan sawah tadah hujan. Balai PenelitianTanaman Padi 16p.

Partohardjono, S., J.S.Adiningsih, dan I.G.Ismail.1990. Peningkatan produktivitas lahankering beriklim basah melalui teknologisistem usahatani In:M.Syam el al (eds)Risalah lokakarya penelitian sistemusahatani di lima agroekosistem. PusatPenelitian dan Pengembangan TanamanPangan. pp.47-62

Pringadi, K dan A.K.Makarim. 2006. Peningkataanproduktivitas padi pada lahan sawah tadahhujan melalui pengelolaan tanaman terpadu.Penelitian Pertanian Tanaman Pangan25(2):116-123.

Sembiring, H. 2007. Kebijakan penelitian danrangkuman hasil penelitian BB Padi dalammendukung peningkatan produksi berasnasional. Apresiasi Hasil Penelitian Padi2007.

Setiawan, K dan F.A.Fallo. 2008. Analisisanggaran parsial penggunaan pupuk bokasidan super aci pada tanaman cabai. Partnertahun 2015 (1):99-103.

Sumarno, U.G. Kartasasmita, Z. Zaini, dan L.Hakim. 2009. Senjang adopsi teknologi dansenjang hasil padi sawah. Iptek TanamanPangan, vol.4 (2): 116-130.

Swastika, D.K.S. 2014. Beberapa analisis dalampenelitan dan pengkajian teknologipertanian. Jurnal Pengkajian danPengembangan Teknologi Pertanian, vol.7(1):90-103.

Page 72: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

68 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:59-68

Toha, H.M. 2007. Peningkatan produktivitas padigogo melalui penerapan pengelolaantanaman terpadu dengan introduksi varietasunggul.

Widyantoro dan H.M.Toha. 2010. Optimalisasipengelolaan padi sawah tadah hujan melaluipendekatan pengelolaan tanaman terpadu.Prosiding Pekan Serelia Nasional. pp: 648-657.

Zaini, Z., Elma Basri, Fauziah Y., Andriyani, danA.Irawati. 2006. Pengelolaan tanaman dansumber daya terpadu padi sawah di lahanirigasi Provinsi Lampung. ProsidingSeminar Nasional Hasil-HasilPenelitian/Pengkajian Spesifik Lokasi. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian Jambi.

.

Page 73: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

69 Pertumbuhan Indigofera sp pada Sela Pertanaman Kelapa di Kabupaten Sigi (Wardi, Andi Baso

Lompengeng Ishak, dan Muhamad Takdir)

PERTUMBUHAN INDIGOFERA sp PADA SELA PERTANAMAN KELAPA DI KABUPATEN SIGI

Wardi 1, Andi Baso Lompengeng Ishak 1 dan Mohamad Takdir 1 1Assesmen Institute Agriculture Tehnology Central Sulawesi

Jl. Lasoso No 62 Biromaru Sigi, Palu ,Sulawesi Tengah

ABSTRACT

Forage have a important role in beef cattle farming. Forage availability especially during dry

season is a familiar problem for farmers in Central Sulawesi. Implementation of Indigofera sp on the

sidelines of coconut plantations is alternative solution for continuity and availability high quality forage

throughout the year. This study used was a completely randomized design (CRD) with fertilizing

treatments is P1, P2, P3, P4 and P5 as well as parameters observed is plant height, number of branches

and forage production. The result of study show that all fertilization treatments have a same potential to

Indigofera production, plant height and number of branches or fertilizer treatment given no significant

differences in the observed parameters (P>0.05). The study of implementation of Indigofera between

coconut plant was very adaptive to land under coconut stands. Implementation Indigofera under coconut

stands can be used as an alternative solution to the problem of limited HPT on beef cattle farming.

Keywords: Indigofera, Potensi, Sela Kelapa

ABSTRAK

Hijauan pakan ternak (HPT) memegang peranan penting dalam peternakan sapi potong. Ketersediaan HPT

terutama saat musim kemarau merupakan permasalahan yang selalu akrab dengan peternak di Sulawesi

Tengah. Implementasi introduksi tanaman Indigofera sp pada sela pertanaman kelapa adalah menjadi

salah satu alternatif solusi kontinuitas dan ketersediaan pakan berkualitas sepanjang tahun. Metode yang

digunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan pemupukan P1, P2, P3, P4 dan P5 serta

parameter yang diamati antara lain tinggi tanaman, jumlah cabang serta produksi bahan segar. Hasil kajian

menunjukkan semua perlakuan pemupukan memiliki potensi yang sama terhadap berat segar, tinggi

tanaman dan jumlah cabang atau perlakuan pemupukan yang diberikan tidak ada perbedaan yang nyata

terhadap parameter yang diamati. Kajian introduksi Indigofera di sela pertanaman kelapa sangat adaptif

terhadap lahan di bawah tegakan kelapa. Dengan demikian hal ini dapat dijadikan solusi alternatif

terhadap permasalahan keterbatasan HPT pada peternakan rakyat.

Kata kunci: Indigofera, Potensi, Sela Kelapa

PENDAHULUAN

Hijauan Pakan Ternak (HPT) memegang

peranan penting dalam kehidupan ternak

ruminansia, khususnya sapi potong. Kekurangan

pakan serat dalam arti mutu dan ketersediaan

terutama saat musim kemarau merupakan masalah

yang selalu akrab dengan peternak di Sulawesi

Tengah. Walaupun pakan tersedia sepanjang tahun,

namun jumlah dan jenis pakan masih terbatas.

Peternak umumnya hanya mengandalkan rumput

alam dan jenis pakan lokal seperti daun beringin,

daun kapok dan sebagainya, yang kandungan

nutrisinya relatif rendah.

Disisi lain, luas lahan produktif seperti di

sela tanaman perkebunan kelapa masih sangat luas

dan belum termanfaatkan secara optimal. Menurut

BPS Sulteng (2017) data luas pertanaman kelapa

Page 74: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

70 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, 2018:59-65

di Sulawesi Tengah mencapai 215 ribu ha,

sedangkan untuk wilayah kabupaten Sigi

mempunyai luasan perkebunan kelapa mencapai

5.984 Ha. Hal ini diperkirakan berpotensi dan

memungkinkan dimanfaatkan sebagai lahan untuk

penanaman HPT yang berkualitas di sela

pertanaman kelapa. Integrasi ternak dengan

tanaman perkebunan juga cukup potensial, seperti

pada pertanaman kelapa (Purwantari et al 2014).

Bagi ternak produktif, idealnya pakan yang

diberikan terdiri atas 60% rumput-rumputan dan

40% hijauan leguminosa. Untuk memenuhi

kebutuhan tersebut maka strategi yang paling

praktis dilakukan oleh peternak adalah dengan

menanam sendiri HPT yang berkualitas dan adaptif

pada lahan kosong di bawah pertanaman kelapa,

seperti jenis legum unggul yaitu Indigofera sp.

Introduksi legum pada lahan pertanaman kelapa

merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan

untuk mencukupi kebutuhan protein ternak yang

pada dasarnya hanya berupa rumput alam yang

memiliki nilai gizinya relatif rendah. Introduksi

legum Indigofera sp per ha pada perkebunan

kelapa mampu menampung sekitar ± 148 – 197

pohon/ha, dapat bertahan hidup pada intensitas

cahaya < 30% untuk tanaman dewasa, kelembaban

tanah di kedalaman 10 pada jarak 5 meter 4,8%

(Hassen et al., 2007). Salah satu jenis leguminosa

yang toleran pada lahan suboptimal kondisi tanah

kering, tanah kadar garam, asam, serta logam berat

adalah Indigofera sp (Hassen et al., 2007).

Indigofera sp termasuk golongan leguminosa

pohon yang tahan terhadap naungan dan tahan

kekeringan (Smith, 1992); tahan genangan dan

salinitas (Simanihuruk dan Sirait, 2009). Kajian

lain Abdullah (2010) melaporkan bahwa

indigofera sp sangat cocok dibudidayakan di lahan

kering untuk mengantisipasi rendahnya nilai nutrisi

limbah pertanian sebagai pakan ternak pada musim

kemarau.

Pemilihan Indigofera sp sebagai sumber

protein pakan akan meningkatkan efisiensi

pemeliharaan ternak terutama untuk mendukung

Low Eksternal Input Sustainable Agriculture

(LEISA). Chen (1990) melaporkan bahwa pada

konsep pertanian campuran (mix farming)

intensitas cahaya seiring pertumbuhan tanaman

utama perlu diperhatikan. Allen dan Allen (1981)

melaporkan bahwa leguminosa Indigofera sp

mengandung protein 12,5 – 20,7% bahkan bisa

mencapai 23%. Indigofera sp pertama kali

diperkenalkan oleh Gillet tahun 1958 dan pada

tahun 1971 telah diketahui ada 145 spesies (Thulin

1982). Hasil penelitian Tarigan dan Ginting

(2011) melaporkan bahwa suplementasi Indigofera

sp dalam ransum kambing akan meningkatkan

kecernaan bahan organik, kecernaan bahan kering,

NDF, ADF dan konsumsi pakan.

Berdasarkan uraian latar belakang yang

telah dijelaskan di atas maka kajian ini bertujuan

untuk mengkaji pengaruh pemberian pupuk

terhadap peningkatan produktivitas tanaman

Indigofera sp pada sela pertanaman kelapa. Hasil

dari kajian ini dapat dijadikan rekomendasi solusi

alternatif terhadap permasalahan keterbatasan

hijauan pakan ternak (HPT) pada peternakan

rakyat di kabupaten Sigi.

METODE

Persemaian Benih Indigofera sp

Sebelum ditanam di lahan lokasi

pengkajian jenis legum yakni Indigofera sp.

Legum indigofera sp, terlebih dahulu disemaikan

pada lahan persemaian kebun percobaan Sidondo

Kec. Sigi Biromaru Kab. Sigi, dengan ukuran 1,5 x

75 cm yang dibuat setinggi 30 cm dari permukaan

tanah sekitarnya. Media persemaian terdiri dari

campuran tanah dan pupuk organik dengan

perbandingan 1 : 2.

Sebelum disemai, biji legum indigofera sp

direndam selama satu malam dengan air hangat,

lalu di tiriskan dan kemudian di tebar pada media

persemaian. Bibit legum indigofera sp dipindahkan

ke polybag setelah 14 hari di persemaian, atau saat

telah tumbuh/keluar daun 3 - 5 helai (tinggi 10

cm). Selama dalam masa perbibitan pertumbuhan

tanaman legum di amati setiap 2 minggu, sampai

umur 75 hari sebelum di pindahkan ke lahan

pengkajian. Pengamatan dan pengambilan data

pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman dan

jumlah daun yaitu pada umur 45 hari dan 75 hari

Page 75: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

71 Pertumbuhan Indigofera sp pada Sela Pertanaman Kelapa di Kabupaten Sigi (Wardi, Andi Baso

Lompengeng Ishak, dan Muhamad Takdir)

selanjutnya data hanya ditabulasi kedalam grafik

dan tidak dilakukan analisa ANOVA.

Introduksi Indigofera sp di Sela Tanaman

Kelapa

Kegiatan kajian introduksi legum pada

lahan di sela pertanaman kelapa untuk penyediaan

pakan ternak di Sulawesi Tengah dilaksanakan

pada bulan Januari - Desember 2017. Lokasi

kegiatan di Desa Bulubete Kecamatan Dolo

Selatan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah dengan

areal pertanaman kelapa seluas ± 2,0 Ha dengan

usia kelapa masa produksi.

Indigofera sp yang telah berumur 75 hari

di polybag dipindahkan ke lahan pengkajian

melalui tahapan; pembuatan lubang tanam,

penanaman dan penimbunan kembali dengan

tanah. Lubang tanam dibuat dengan menggunakan

cangkul/sekop pada bedengan yang berukuran

lebar 1 meter, yang telah dibuat sebelumnya.

Kedalaman lubang tanam 15 - 20 cm dan diameter

10 - 15 cm. Penanaman dilakukan dengan cara;

bibit legum dikeluarkan dari dalam polybag

dengan cara menyobek plastik polybag, setelah itu

dimasukan/dibenamkan dalam lubang tanam dan

ditimbun kembali. Legum tersebut ditanam pada

kedua sisi bedengan dengan jarak tanam indigofera

sp pada tiap bedengan adalah 1 meter x 1 meter

Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja

(Purpossive sampling) dengan pertimbangan

bahwa lokasi ini merupakan salah satu sentra

peternakan rakyat di wilayah Kabupaten Sigi,

berdasarkan rekomendasi dari dinas terkait.

Perlakuan pada introduksi legum indigofera sp di

sela pertanaman kelapa menggunakan rancangan

acak lengkap (RAL) yang di ulang 5 kali (Gomez

& Gomez, 1995). Adapun perlakuan yang diujikan

adalah jenis dan dosis pupuk sebagai berikut :

- Perlakuan 1 (P1) = pupuk urea 200 g /

pohon

- Perlakuan 2 (P2) = pupuk urea 100 g + ZA

50 g + TSP 50 g / pohon

- Perlakuan 3 (P3) = pupuk urea 50 g + ZA

75 g + TSP 75 g / pohon

- Perlakuan 4 (P4) = pupuk ZA 100 g /

pohon

- Perlakuan 5 (P5) = pupuk TSP 100 g /

pohon

Pengamatan dan pengambilan data

pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman,

jumlah cabang dan produksi hijauan dalam bentuk

segar dilakukan setiap bulan yakni pada umur 30,

60 dan 90 HST. Hasil pengamatan yang akan di

analisa adalah 90 HST untuk legum indigofera sp

di sela pertanaman kelapa dengan mengunakan

metode analisis varian (ANOVA), apabila berbeda

nyata maka akan dilanjutkan dengan uji beda nyata

terkecil LSD (Steel et al. 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Indigofera sp di Polybag

Jenis leguminosa yang di introduksikan

pada kegiatan ini yakni indigofera sp, sebelum di

tanam di sela pertanaman kelapa di bibitkan dahulu

dalam polybag hingga berumur 75 hari di kebun

percobaan (KP) Sidondo Kecamatan Sigi Biromaru

Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Total

hasil data dari pertumbuhan tanaman legum dari

pengamatan ditabulasi pada hari ke 45 dan 75.

Rata-rata pertumbuhan legum indigofera sp yaitu

tinggi tanaman dan jumlah daun disajikan

sebagaimana pada grafik pertumbuhan tanaman

Indigofera sp sebagai berikut.

Gambar 1. Pertumbuhan jenis legum Indigofera sp

masa perbibitan di polybag (sumbe data

diolah, 2018)

Page 76: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

72 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, 2018:59-65

Pertumbuhan Legum Indigofera sp di Sela

Pertanaman Kelapa

Penanaman Indigofera sp di lahan lokasi

pengkajian dilakukan pada umur 75 hari di

perbibitan. Indigofera sp ditanam pada bedengan

berukuran lebar 1 meter di sela pertanaman kelapa.

Dimana dengan Jarak tanam legum dalam

bedengan adalah 1 x 1 meter. Pada saat tanaman

indigofera sp berumur 30 HST dilakukan

penyiangan, pjnyulaman tanaman yang mati dan

pemupukan dasar dengan menggunakan urea 100 g

per pohon.

Gambar 2. Ilustrasi lahan yang di tanami Indigofera sp

di Sela Pertanaman Kelapa

Pengamatan dan pengambilan data

pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman,

jumlah cabang dan produksi hijauan dalam bentuk

bahan segar dilakukan setiap bulan yakni pada

umur 30, 60 dan 90 hari setelah tanam (HST).

Rata-rata produksi hijauan legum Indigofera sp

yang diperoleh selama pengamatan dalam tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa tanaman

indigofera sp memperlihatkan pertumbuhan yang

relatif baik . Hal ini dikarena indigofera sp

memiliki tingkat toleransi dan mampu beradaptasi

lebih baik pada kondisi lahan kering beriklim

kering sebagaimana kondisi di lokasi pengkajian.

Hasil beberapa penelitian sebelumnya dilaporkan

bahwa pada kondisi lingkungan yang sama

Indigofera sp lebih memiliki produksi biomasa

yang tinggi. Menurut Hassen et al. (2007)

Indigofera sp merupakan jenis tanaman

leguminosa yang memiliki kandungan nutrisi dan

produksi tinggi dan sangat toleran terhadap

cekaman kekeringan, genangan dan tanah asam.

Tabel 1. Rata-rata pertumbuhan Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang dan Produksi Hijau

Indigofera sp di sela pertanaman kelapa berdasarkan umur pengamatan

Aspek

diamati

Umur

(HST)

Perlakuan

P1 P2 P3 P4 P5

Tinggi

tanaman

(cm)

30 79.6 ± 1.02 77.8 ± 1.33 82.6 ± 1.02 82.6 ± 1.33 81.6 ± 1.02

60 173 ± 2.0 172.8 ± 1.2 189 ± 1.1 183.4 ± 2.0 186.8 ± 2.0

90* 220.4 ± 2.1 220.8 ± 2.6 222.8 ± 7.0 216.2 ± 10.3 218 ± 10.7

Jumlah

cabang

30 19 ± 1.1 22.2 ± 1.2 21 ± 1.4 20.2 ± 1.2 21.4 ± 1.0

60 24.4 ± 1.0 23.2 ± 1.2 23.4 ± 1.0 23.6 ± 1.0 23.8± 1.2

90* 27.6 ± 5.2 26.8 ± 5.8 28 ± 4.6 26.4 ± 3.0 24.6 ± 3.0

Produksi

Hijauan

(kg)

30 - - - - -

60 - - - - -

90* 5.50 ± 2.6 7.48 ± 3.1 5.20 ± 2.7 7.66 ± 1.4 4.78 1.4

Ket : * hasil uji statistik menunjukan (P> 0.05) berarti Perlakukan tidak berbeda nyata ;

- Produksi Segar Tidak diambil pada 30, 60 (HST) Sumber : Data diolah, 2018

Page 77: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

73 Pertumbuhan Indigofera sp pada Sela Pertanaman Kelapa di Kabupaten Sigi (Wardi, Andi Baso

Lompengeng Ishak, dan Muhamad Takdir)

Perlakuan pemberian pupuk dengan jenis

dan dosis berbeda dilakukan setelah tanaman

Indigofera sp di panen serentak yakni pada umur

90 HST. Pada tahap ini, pengambilan data

pengaruh perlakuan pada aspek produksi hijauan

segar yakni bagian daun dan batang edible, jumlah

batang dan tinggi tanaman. Menurut Shehu et al.

(2001) bahwa rasio daun/batang pada leguminosa

pohon sangat penting, karena daun merupakan

organ metabolisme dan kualitas leguminosa pohon

dipengaruhi oleh rasio daun/batang. Semakin

banyak jumlah daun, kualitas leguminosa tersebut

semakin baik, karena daun merupakan bagian

jaringan tanaman yang memiliki kandungan

nutrisi paling tinggi dibandingkan dengan

batang/ranting.

Berdasarkan hasil panen pada jenis legum

Indigofera sp 90 HST pasca perlakuan diperoleh

rata-rata produksi hijauan segar sebagaimana pada

tabel 1 memperlihatkan hasil yang berbeda pada

setiap perlakukan, dengan kisaran berat segar yang

dihasilkan antara 5.5 – 7.6 Kg. Menurut Sirait et

al. (2009) menyatakan indigofera sp dapat

berproduksi secara optimum pada umur delapan

bulan dengan rata-rata produksi biomasa segar per

pohon sekitar 2,595 kg/panen, rasio produksi daun

per pohon 967,75 g/panen (37,29%) dan produksi

batang per pohon 1627,25 g/panen (63,57%)

dengan total produksi segar sekitar 52

ton/ha/tahun.

Hasil berat segar yang dihasilkan dari

Indigofera sp rataan terkecil 5.5 kg/pohon jika

dikalikan dengan jumlah pohon yang ditanam di

sela pertanaman kelapa dalam 1 ha dapat

menghasilkan HPT sekitar 2,20 ton/ha. Satu ST

disetarakan dengan satu ekor sapi betina dewasa

yang memiliki bobot badan 350 kg dengan

mengkonsumsi 35 kg rumput atau hijauan segar

atau setara dengan 9,1 kg rumput kering pada

kondisi bahan kering 100%. Penyeragaman

populasi ternak ruminansia dalam satuan ternak

(ST) mengikuti Ashari dkk (1999) yaitu satu ekor

sapi potong atau perah setara dengan 1 ST. Jika

kebutuhan pakan ternak sapi potong dewasa

membutuhkan hijauan sebanyak 35 kg/ekor/hari.

Maka dalam 1 Ha HPT Indigofera sp yang

dihasilkan dapat mencukupi kebutuhan pakan

ternak sapi potong dewasa sebanyak 62,8 ST.

Merujuk pada perlakukan pupuk yang

dilakukan secara umum mempunyai potensi yang

sama untuk semua perlakuan dikarenakan untuk

P>0.05 maka semua perlakuan pemupukan

memiliki potensi yang sama terhadap berat segar,

tinggi tanaman dan jumlah cabang, dengan kata

lain tidak ada perbedaan yang nyata antara

perlakuan P1, P2, P3, P4 dan P5. Namun

mempengaruhi sedikit terhadap hasil berat segar

terhadap produktivitas indigofera sp. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdull ah

et al. (2010), mengungkapkan bahwa aplikasi

pupuk daun dapat memperbaiki produksi hijauan

tanaman Indigofera sp, total produksi daun, rataan

tinggi tanaman, rataan jumlah cabang, rataan

persentase pucuk terhadap total daun dan rasio

daun-batang.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Introduksi tanaman Indigofera sp di sela

pertaman kelapa mempunyai karateristik tingkat

tinggi tanaman, jumlah cabang dan produksi

hijauan yang sangat adaptif terhadap lahan

beriklim kering di bawah tegakan kelapa.

Perlakuan jenis dan dosis pupuk berbeda

memberikan respon atau potensi yang sama (tidak

berbeda nyata) pada tingkat tinggi tanaman, jumlah

cabang dan produksi hijauan hasil panen pada

tanaman Indigofera sp.

Saran

Indigofera sp dapat menjadi solusi

alternatif terhadap permasalahan keterbatasan HPT

pada peternakan rakyat di Kabupaten Sigi. HPT ini

Diharapkan dapat dikembangkan secara luas di

kabupaten Sigi khususnya di sela pertanaman

kelapa.

Page 78: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

74 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, 2018:59-65

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis memberikan ucapan terimaksih

kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam

penulisan karya tulis ilmiah kepada Arief

Cahyono, S.St sudah membantu dalam berdiskusi

dan Yusti Pujiawati, M.Si memberikan literatur,

dan tentunya kepada Dr. drh. Wasito, M.Si yang

telah menjadi pembimbing dalam tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah L. 2010. Herbage production and quality

of shrub Indigofera treated by different

concentration of foliar fertilizer. Media

Peternakan. 32:169-175.

Allen ON, Allen E K, 1981. The Leguminosae, A

Source Book of Characteristic,Uses and

Nodulation. Wisconsin. The University of

Wisconsin Press.

Anguiano J M, Aguirre J, Palma J M, 2011.

Establishment of Leucaena leucocephala

with high sowing density undercoconut

(Cocusnucifera) tree. Cuban Journal of

Agricultural Science, Volume 46, Number 1

: 103 – 107.

Arachchi LP V, Liyanage M D S, 1983. Soil

physical conditions and root growth in

coconut plantations interplanted with

nitrogen fixing trees in Sri Lanka.

Agroforestry Systems 39: 305–318.

Aryogi, Sumadi, Hardjosubroto W. 2005.

Performan Sapi Silangan Peranakan Ongole

di Dataran Rendah (Studi Kasus di

Kecamatan Kota Anyar Kabupaten

Probolinggo Jawa Timur). Prosiding

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan

Veteriner. Bogor12 - 13 September 2005.

Bogor (Indonesia): Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan.

Ashari, F., E. Juarini, Sumanto, B. Wibowo,

Suratman, 1995. Pedoman Analisis Potensi

Wilayah Penyebaran dan Pengembangan

Peternakan. Balai Penelitian Ternak dan

Direktorat Bina Penyebaran dan

Pengembangan Peternakan. Jakarta

Bamualim A, Subowo G, 2010. Potensi dan

peluang pengembangan ternak sapi di lahan

perkebunan Sumatera Selatan. Prosiding

Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi

Kelapa Sawit-Sapi. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan. Badan Litbang

Pertanian. Kementerian Pertanian.

Badan Pusat Statistik. 2016. Provinsi Sulawesi

Tengah dalam Angka 2015. Palu . Badan

Pusat Statistik Sulawesi Tengah

Badan Pusat Statistik. 2017. Provinsi Sulawesi

Tengah dalam Angka 2017. Palu . Badan

Pusat Statistik Sulawesi Tengah

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan

Hewan.2017. Pusat Data dan Sistem

Informasi Pertanian Impor Komoditi

Pertanian Subsektor Peternakan.

http://database.pertanian.go.id/eksim2012as

p/hasilimporSubsek.asp. Jakarta

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan

Hewan.2017. Pedoman Pelaksanaan Upaya

Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus

Siwab). Edisi Revisi 1. Jakarta

Bamualim, A M, 2011. Pengembangan teknologi

pakan sapi potong di daerah semi-arid Nusa

Tenggara. Pengembangan Inovasi Pertanian

4: 175-188.

Diwyanto K, Rusastra IW. 2013. Pemberdayaan

peternak untuk meningkatkan populasi dan

produktivitas sapi potong berbasis sumber

daya lokal. Pengembangan Inovasi Pertanian

6:105-118

Elly F.H., P. O. V. Waleleng, Ingriet D. R.

Lumenta dan F. N. S. Oroh , 2015.

Introduksi Hijauan Makanan Ternak Sapi Di

Minahasa Selatan. Jurnal Pastural Vol. 3 No.

1 : 5 – 8.

Gomez, KA, Gomez AA. 1995. Prosedur statistic

untuk penelitian. Sjamsuddin E, Baharsjah

JS, penyuting. Jakarta (Indonesia) : UI Press.

Page 79: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

75 Pertumbuhan Indigofera sp pada Sela Pertanaman Kelapa di Kabupaten Sigi (Wardi, Andi Baso

Lompengeng Ishak, dan Muhamad Takdir)

Kementerian Pertanian RI.2016. Keputusan

menteri Pertanian Tentang Upaya Khusus

Percepatan Peningkatan Populasi Sapi Dan

Kerbau Bunting. Tanggal 3 Oktober 2016.

Jakarta

Lasamadi RD, Malalantang SS, Rustandi, Anis

SD.2013. Pertumbuhan dan perkembangan

rumput Gajah drawf (Pennisetum

purpureum cv.Mott ) yang diberi pupuk

organik hasil permentasi EM4. J Zootek. 32

:158-171

Nawas W, 2013. Mott grass. SlideShare Internet).

Available from :

http://www.slideshare.net/vicky14381/mott-

grass.

Purwantari N D, B Tiesnamurti, Y Adinata, 2014.

Ketersediaan Sumber Hijauan di Bawah

Perkebunan Kelapa Sawit

untukPenggembalaan Sapi. Wartazoa 4 : 047

– 054.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

2016. Supervisi dan Pendampingan Sapi

Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab).

Disampaikan pada Rapat koordinasi UPT

Lingkup Puslitbangnak dan BPTP. Tanggal

19 desember 2016. Bogor.

Steel RD, Torrie JH, Dickey DA. 1995. Principles

and procedures of statistics. A Biometrical

Approach. 3rd ed. New York (NY):

McGraw Hill. p. 665.

Sirait J, Tarigan A, Simanihuruk K. 2015.

Karakteristik Morfologi Rumput Gajah

Kerdil (Pennisetum purpureum cv Mott)

pada Jarak Tanam Berbeda di Dua

Agroekosistem di Sumatera Utara. Prosiding

Semnas Teknologi Peternakan dan Veteriner

2015.

Susanti, A.E., A. Prabowo dan J. Karman. 2013.

Identifikasi dan Pemecahan Masalah

Penyediaan Pakan Sapi Dalam Mendukung

Usaha Peternakan Rakyat di Sumatera

Selatan. Prosiding. Seminar Nasional

Peternakan Berkelanjutan. Inovasi

Agribisnis Peternakan Untuk Ketahanan

Pangan. Fakultas Peternakan Universitas

Padjadjaran, Bandung. p: 127-132.

Takdir M, Munier FF. 2013. Kondisi Peternak dan

Keragaan Pengelolaan Reproduksi Sapi

Betina Di Lokasi Pendampingan Program

PSDS-K Sulawesi Tengah. Dalam:

Mardiana, Haryono P, Padang IS,

Irmadamayanti A, Dewi M, Biolan H, et al.,

penyunting. Akselerasi Inovasi dan

Diseminasi Teknologi Menuju Kemandirian

dan Ketahanan Pangan Berbasis

Sumberdaya Genetik Lokal. Prosiding

Seminar Nasional. Palu 18 Maret 2013.

Bogor (Indonesia): Balai Besar Pengkajian

dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

hlm. 1101-1111.

Thulin M, 1982. New and noteworthy species of

Indigofera (Leguminosae) from NE Africa.

Nord. J. Bot. 2 : 41 – 50.

Page 80: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,
Page 81: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

77Waktu Tanam Padi Sawah Rawa Pasang Surut Pulau Kalimantan Menghadapi Perubahan Iklim(Nur Wakhid dan Haris Syahbuddin)

WAKTU TANAM PADI SAWAH RAWA PASANG SURUT PULAU KALIMANTANMENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM

Nur Wakhid1 dan Haris Syahbuddin2

1Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Jl. Kebun Karet, Loktabat Utara, Banjarbaru, Indonesia2Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl. Tentara Pelajar 10, Bogor, Indonesia

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Cropping Time of Tidal Swamp Paddy in Kalimantan Island to Face Climate Change. One of the criticalfactors for agricultural cultivation in tidal swamp land is cropping time. Paddy cropping time has a very importantrole in production of agricultural cultivation. Currently, there are 3 cropping times in Indonesia which area in therainy season (November to February), first of dry season (March to June), and second of dry season, (July toOctober). However, the climate change dynamic such as drought (El Nino) and wetness (La Nina) has shifted thecropping time and resulted a negative impact on the productivity of paddy rice. Therefore, an analysis of the ricecropping time needs to be done on Kalimantan tidal swampland areas. Cropping time in the tidal swampland areabegan after the amount of rain was sufficient to dissolve the levels of iron in water. In West Kalimantan, the croppingtime realization generally occurs in Dasarian 28 (October), while East Kalimantan on Dasarian 31 (November), andSouth Kalimantan and Central Kalimantan on Dasarian 7 (March). Cropping time in tidal swamp land showed ahigh level of substantiality to climate change, in which planting time did not change for 10 years in different climaticconditions.

Keywords: decade, tidal, rainwater, substantiality

ABSTRAK

Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya pertanian di lahan rawa pasang surut adalah waktu tanam.Waktu tanam tanaman pangan terutama padi mempunyai peranan sangat penting terhadap produksi akhir hasilpertanian. Di Indonesia saat ini dikenal tiga Musim Tanam, yaitu musim hujan, antara bulan November-Pebruari,musim kemarau I, antara bulan Maret-Juni; dan musim kemarau II, antara bulan Juli-Oktober. Akan tetapi,dinamika perubahan iklim seperti kekeringan (El Nino) dan kebasahan (La Nina) yang tidak menentu, berimbaspada pergeseran awal dan akhir musim tanam serta berdampak negatif bagi produktivitas tanaman padi. Olehkarena itu, analisis tentang waktu tanam padi di lahan rawa pasang surut Pulau Kalimantan perlu dilakukan. Waktutanam di lahan pasang surut dimulai setelah jumlah air hujan mencukupi untuk melarutkan kadar besi yang ada didalam air. Di Provinsi Kalimantan Barat umumnya realisasi tanam terjadi pada Dasarian 28 (Oktober), KalimantanTimur pada Dasarian 31 (November), serta Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah Dasarian 7 (Maret). Waktutanam di lahan rawa pasang surut menunjukkan tingkat kekukuhan yang tinggi terhadap perubahan iklim yaituwaktu tanam tidak terlalu berubah selama 10 tahun pada kondisi iklim berbeda.

Kata kunci: dasarian, luapan, air hujan, kekukuhan

Page 82: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

78 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:77-86

PENDAHULUAN

Rawa merupakan wadah air beserta airdan daya air yang terkandung di dalamnya,tergenang secara terus menerus atau musiman,terbentuk secara alami di lahan yang relatif dataratau cekung dengan endapan mineral atau gambut,dan ditumbuhi vegetasi yang merupakan suatuekosistem (PP RI No. 73 Tahun 2013). Lahan rawamerupakan salah satu lahan sub optimal yang layakdikembangkan untuk pertanian. Di Indonesia,terdapat hampir 30% dari 33,4 juta ha lahan rawalayak dikembangkan untuk budidaya pertanian(Haryono, 2012). Lahan rawa tersebut tersebar diseluruh pulau di Indonesia khususnya PulauKalimantan dengan luasan lahan rawa terbesar(Ritung, 2011). Berdasarkan pengaruh pasangsurut, lahan rawa dibagi menjadi 2 zona yaitulahan rawa pasang surut dan non pasang surut ataurawa lebak. Lahan rawa pasang surut dipengaruhioleh gerakan air pasang surut laut dan atau sungai,baik langsung maupun tidak langsung, danmerupakan lahan rawa dominan yang ada diIndonesia. Berdasarkan perbedaan topografinya,lahan rawa pasang surut dibagi menjadi beberapatipe luapan air: (1) Tipe luapan A, yaitu lahan yangterluapi oleh pasang besar dan kecil, (2) Tipeluapan B, yaitu lahan yang terluapi oleh pasangbesar saja, (3) Tipe luapan C, yaitu lahan yangtidak terluapi air pasang, tetapi tinggi muka airnyadangkal, dan (4) Tipe luapan D, yaitu lahan yangtidak terluapi air pasang dan tinggi muka airnyadalam (BBSDLP, 2006).

Pengembangan pertanian di lahan rawapasang surut merupakan salah satu hal yang perludilakukan. Lahan pasang surut telah menjadisumber pencaharian penting bagi masyarakatsekitarnya (Sahuri et al., 2014). Kebutuhan berasdi Indonesia diperkirakan meningkat sampai 2%setiap tahunnya. Di sisi lain, terjadi penurunanlahan subur pertanian di Pulau Jawa, akibatkonversi lahan yang juga meningkat setiaptahunnya (Haryono, 2012). Produktivitas padi diIndonesia juga dilaporkan semakin mengalamipenurunan (Kusnadi et al., 2011). Padahal potensilahan rawa pasang surut di Indonesia masih sangat

besar. Dari 9,45 juta ha lahan rawa pasang surutyang dapat dijadikan lahan pertanian, baru 4,2 jutaha yang telah direklamasi dan dimanfaatkan baikoleh petani lokal, penempatan areal transmigrasidan petani pendatang lainnya (Nugroho et al.,1993).

Pemanfaatan lahan rawa pasang surutuntuk pertanian memang tidak mudah karenadipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satu faktorpenentu kebehasilan budidaya pertanian di lahanrawa pasang surut adalah waktu tanam. Waktutanam tanaman pangan terutama padi mempunyaiperanan yang sangat penting pada produksi akhirhasil pertanian (Runtunuwu et al., 2011).Penggesean waktu tanam walaupun hanya sekitar10 hari (dasarian) berpotensi untuk menurunkanhasil sampai 40% (Irianto, 2000). Di Indonesia saatini dikenal tiga Musim Tanam (MT), yaitu: (a) MTI atau musim hujan (MH), antara bulan Novembers/d Pebruari; (b) MT II atau musim kemarau I(MK-I), juga disebut musim gadu, antara bulanMaret s/d Juni; dan (c) MT III atau musimkemarau II (MK-II), antara bulan Juli s/d Oktober.Akan tetapi, dinamika perubahan iklim sepertiperiode kekeringan (tahun El Nino) dan ataukebasahan (tahun La Nina) yang tidak menentu,berimbas pada pergeseran awal dan akhir musimtanam serta berdampak negatif bagi produktivitastanaman, khususnya tanaman padi (Runtunuwu etal., 2013). Oleh karena itu, analisis waktu tanampadi di lahan rawa pasang surut Pulau Kalimantandi tengah perubahan iklim perlu dilakukan.

METODOLOGI

Analisis waktu tanam dilakukan di sawahrawa pasang surut Pulau Kalimantan hinggatingkat kecamatan pada tahun 2011 sampai tahun2012. Analisis dilakukan melalui dua tahap:

1. Analisis data sekunder meliputi: 1) Data luastanam 10 tahun terakhir (2000-2010) dariBadan Pusat Statistik (BPS); 2) Data curahhujan harian selama 10 tahun terakhir (2001-2010) lahan rawal lebak pulau Kalimantan daristasiun iklim Badan Meteorologi, Klimatologi

Page 83: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

79Waktu Tanam Padi Sawah Rawa Pasang Surut Pulau Kalimantan Menghadapi Perubahan Iklim(Nur Wakhid dan Haris Syahbuddin)

LUAS BAKU SAWAHPASANG SURUT

LUAS TANAMPER KECAMATAN

WAKTU TANAM PADISAWAH PASANG SURUT

SELAMA 10 TAHUN

WAKTU TANAM PADAKONDISI IKLIM YANG

BERBEDA

dan Geofisika (BMKG), KementerianPekerjaan Umum (PU) dan Balai ProteksiTanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) diPulau Kalimantan; dan 3) Data prediksi sifathujan musim tanam 2011/2012 dari BMKG.

2. Survei acak daerah pertanaman padi danwawancara dengan petani di lapangan. Dataprimer hasil wawancara petani meliputi tinggimuka air atau genangan, puncak tanggal tanam,rotasi tanaman, dan intensitas tanam.

3. Analisis waktu tanam menggunakan datadasarian atau 10 harian, dimulai dari bulanJanuari sampai Desember dengan total 36dasarian. Data dasarian digunakan untukpenetapan waktu tanam karena mengikutirentang waktu dasarian data curah hujan yangberkaitan erat dengan musim tanam (BMKG,2014).

4. Analisis neraca beras di Pulau Kalimantan.Data yang digunakan adalah luas panen atauproduksi padi Pulau Kalimantan dari BPS.

5. Analisis implikasi waktu tanam terhadap neracaberas.

Bagan alur analisis dinamika waktu tanam padi disawah lahan rawa Pulau Kalimantan disajikan padaGambar 1.

Gambar 1. Bagan alur analisis waktu tanam padi disawah rawa pasang surut Pulau Kalimantan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Luas lahan sawah pasang surut di PulauKalimantan

Total luas lahan sawah di PulauKalimantan sekitar 2.798.749 ha, sekitar 394.910ha berada di ekosistem rawa dan 78% nya adalahsawah rawa pasang surut, sisanya berada diekosistem rawa lebak dan polder lainnya (BPS,2011). Luas sawah pasang surut terluas di ProvinsiKalimantan Selatan, diikuti Provinsi KalimantanTengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.Sawah pasang surut di Kalimantan Selatanmencapai 168.826 ha (Gambar 2), dengan luaslahan terluas di Kecamatan Tabunganen, BaritoKuala. Puncak tanam di Kalimantan Selatan terjadipada bulan Maret seluas 96.164 ha. Sedangkan diKalimantan Tengah mencapai 77.235 ha, diikutiKalimantan Barat, seluas 57.637 ha danKalimantan Timur seluas 7.527 ha (BPS, 2011).

Gambar 2. Luas sawah pada ekosistem rawa seluruhprovinsi di Pulau Kalimantan

Di seluruh Pulau Kalimantan, lahan sawahlebih banyak diusahakan di rawa pasang surut,meskipun dari sisi kesuburan tanah, lahan pasangsurut bersifat sangat masam, kahat unsur Fe, pirittinggi, dan dapat bersifat salin ketika musimkemarau panjang. Instrusi air laut yang terusmenerus dan tidak dapat dinetralkan kembalidengan keberlimpahan air dari daerah hulu,menyebabkan lahan sawah pasang surut tipeluapan A berubah fungsi menjadi tambak, seperti

Page 84: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

80 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:77-86

terjadi di Rawa Seragi, Lampung Selatan, sertaprovinsi lainnya yang memiliki rawa. Intrusi airlaut dan berkurangnya ketersediaan air segar untukirigasi menyebabkan banyak lahan sawah pasangsurut yang semula dapat ditanami dua kali, menjadihanya dapat ditanami satu kali dalam setahun,seperti banyak terjadi di Tarantang, KabupatenBarito Kuala. Selain itu, keengganan masyarakatmenggunakan pola tanam sawit dupa (unggul-lokal) dalam bertanam padi dan ditambah denganpeluang keuntungan yang lebih besar apabilahamparan sawah pasang surut diubah menjadisistem surjan dengan pertanaman jeruk/karet/dantanaman buah/horti lainnya, menjadikan banyakhamparan sawah di rawa pasang surut hanya dapatditanami satu kali dalam setahun.

Waktu tanam padi di lahan rawa pasang surut

Penetapan waktu tanam di lahan rawa inimenggunakan luas lahan sawah rawa yang adapada masing-masing tipologi lahan. Karenaluasannya yang berubah-ubah mengikuti polafluktuasi pasang naik dan pasang surut muka airlaut pada rawa pasang surut, maka luas baku sawahini juga berubah-ubah. Pada analisis ini, data yangdigunakan adalah luas lahan sawah di rawa pasangsurut dan lebak per kecamatan tahun 2010.

Realisasi waktu tanam padi sawah rawapasang surut di Pulau Kalimantan menunjukkanpola yang cukup berbeda, apalagi dibandingkanwaktu tanam lahan rawa lebak (Wakhid et al.,2015). Waktu tanam puncak di ProvinsiKalimantan Selatan mirip dengan pola diKalimantan Tengah dengan realisasi waktu tanamterbanyak terjadi pada kisaran dasarian 7-10 atausekitar bulan Maret-April. Pola ini berlawanandengan waktu tanam di Provinsi Kalimantan Baratdan Kalimantan Timur, karena waktu tanamdominan terjadi pada dasarian 30-33 atau sekitarbulan Oktober-November (Gambar 3). Padadasarnya, realisasi tanam petani padi sawah dilahan rawa pasang surut terjadi setelah kejadianhujan yang diperkirakan cukup untuk pengairansekaligus melarutkan kadar besi di dalam air.

Waktu tanam di Kalimantan Selatan danKalimantan Tengah dimulai sekitar bulan Maret.

Bulan-bulan tersebut sifat asam telah larut setelahterjadinya curah hujan cukup lama. Selain itu, luassawah pasang surut di Kalimantan Selatan danTengah lebih luas dibandingkan Kalimantan Baratmaupun Timur sehingga kemungkinan penanamansetelah menunggu curah hujan beberapa waktumenjadi sangat rasional. Jenis sawah pasang surutyang dominan di Kalimantan Selatan dan Tengahadalah sawah pasang surut tipe A dan B,(BBSDLP, 2006). Pada kondisi tersebut, curahhujan yang dibutuhkan lebih besar dan lama daripada sawah pasang surut tipe C atau D. Waktutanam di sawah pasang surut juga dipengaruhi olehjaringan irigasi atau saluran air sehingga kekuatanpasang surut akan berkurang. Khusus untukKalimantan Barat, waktu tanam juga dipengaruhioleh zona musim atau provinsi tersebut termasukdaerah Non Zona Musim (Non ZOM), yang padaumumnya tidak memiliki perbedaan jelas antaraperiode musim hujan dan musim kemarau.

Metode tanam juga berpengaruh padawaktu tanam keseluruhan. Proses awal tanam diProvinsi Kalimantan Selatan membutuhkan waktucukup lama dalam proses awal tanam. Prosespenanaman padi di sawah pasang surut KalimantanSelatan biasanya menggunakan varietas lokaldengan sistem tanam pindah sebanyak 3 kalipenyemaian yaitu persemaian I (taradakan),persemaian II (ampakan), dan persemaian III(lacakan). Seluruh kegiatan ini biasanyamembutuhkan waktu sekitar 4 bulan sampaitanaman siap ditanam di lahan sawah pada sekitarbulan Maret. Kegiatan persemaian I (menaradak)dimulai menjelang musim hujan bila tanah sudahmulai basah pada bulan Oktober. Kegiatanpersemaian II (maampak) dilakukan setelah umurbibit pada persemaian I sekitar 35-40 hari, yaitupada bulan November. Bibit tersebut dipindah danditanam ke areal petakan persemaian II yang lebihluas dengan harapan bibit menjadi besar dan kuatsekaligus untuk memperbanyak bibit. Kegiatanpersemaian III (malacak) dilakukan setelah bibitberada sekitar 35-45 hari pada persemaian ke II(Januari), bibit dicabut dan ditanam pada areallacakan yang lebih luas agar tanaman cukupmampu mengatasi dinamika tinggi muka air yang

Page 85: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

81Waktu Tanam Padi Sawah Rawa Pasang Surut Pulau Kalimantan Menghadapi Perubahan Iklim(Nur Wakhid dan Haris Syahbuddin)

-

3.000

6.000

9.000

12.000

15.000

Realisa

siTanam

(ha)

Kalteng

-

100

200

300

400

500

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34

Realisa

siTanam

(ha)

Dasarian

Kaltim

cukup tinggi. Lacakan dibiarkan tumbuh selama50-70 hari sebelum dilakukan penanaman padaareal persawahan pada bulan Maret, dan panenpada bulan Agustus.

Gambar 3. Pola realisasi tanam dasarian padi pada lahansawah pasang surut di Kalimantan, periode 2000-2010

Waktu tanam padi sawah pasang surut padatahun dan kondisi iklim berbeda

Lahan rawa pasang surut jugamenunjukkan tingkat kekukuhan tinggi terhadapperubahan iklim. Pola realisasi tanam hanyamengalami pergeseran sedikit sekali ketika terjadiEl Nino maupun La Nina (Gambar 4). Secaraumum tinggi luapan pasang optimal untuk tanamanpadi di sawah < 24 cm. Pada musim hujan luapanair yang dapat ditoleransi padi sekitar 35 cm daripermukaan tanah. Pada padi lokal, terdapat

mekanisme mempertahankan diri dari genangan airdengan memanjangkan batang melewatipermukaan air. Sementara pada padi unggul lahanrawa, rendaman air di atas 35 cm dapat ditoleransiapabila lama genangan tidak melebihi 14 hari.Sementara tinggi muka air tanah yang optimaluntuk tanaman padi ialah < 40 cm. Pada kondisitersebut, perakaran tanaman padi masih dapatmenjangkau air untuk memenuhi kebutuhanhidupnya. Di saat musim kering, tinggi muka airtanah turun atau lebih dalam dari 40 cm, perakaranpadi tidak lagi dapat menjangkau air sehinggamenjadi faktor pembatas.

Pola tanam di masing-masing provinsi diPulau Kalimantan juga berkaitan erat dengan sifathujan (ZOM BMKG) di tempat tersebut. Kondisiiklim di Indonesia dipengaruhi oleh fenomena ElNino/La Nina yang bersumber dari wilayah timurIndonesia (Ekuator Pasifik Tengah/Nino 34) danDipole Mode yang bersumber dari wilayah baratIndonesia (Samudera Hindia Barat Sumatra hinggaTimur Afrika). Selain itu juga dipengaruhi olehfenomena regional, seperti sirkulasi monsun Asia-Australia, daerah pertemuan angin antar tropis atauInter Tropical Convergence Zone (ITCZ) yangmerupakan daerah pertumbuhan awan, sertakondisi suhu permukaan laut sekitar wilayahIndonesia.

Pulau Kalimantan yang meliputi 4 provinsiterdiri dari 22 Zona Musim (ZOM) yaitu nomor264 s/d 285. Awal musim hujan 2011/2012 pada22 Zona Musim (ZOM) di Kalimantan,diprakirakan berkisar pada bulan Oktober 2011.Sebanyak 3 ZOM, awal musim hujan antaradasarian I – III September 2011, meliputiKetapang, Kutai, Malinau, dan Kertanegara.Sedangkan 17 ZOM meliputi Sebagian besarKalimantan, awal musim hujan antara dasarian I –III Oktober 2011. Sebanyak 2 ZOM, awal musimhujan antara dasarian I – III Nopember 2011,meliputi Pulau Laut, Tanah Bumbu bagian tengah,dan Pasir bagian timur. Sifat hujan musim hujan2011/2012 pada 22 Zona Musim di Kalimantan,

Page 86: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

82 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:77-86

diperkirakan umumnya Normal (N) hingga AtasNormal (AN). Sebanyak 8 ZOM, sifat hujanmusim hujan 2011/2012 Atas Normal, meliputiKalimantan Timur bagian barat dan selatan, PulauLaut, Tanah Bumbu bagian tengah, Pasir bagiantimur, Barito Kuala, Banjar bagian barat, Tapinbagian selatan, dan Tanah Laut bagian selatan.Sedangkan 14 ZOM lainnya, sifat hujan musimhujan 2011/2012 Normal, meliputi sebagian besarKalimantan.

Khusus untuk daerah Kalimantan Baratmasuk Non Zona Musim (Non ZOM) atau periodemusim hujan dan musim kemarau tidak jelas.Dalam hal ini, daerah yang sepanjang tahun curahhujannya tinggi atau rendah. Berdasarkan dataperkiraan hujan BMKG Pontianak tahun2011/2012, sebagian besar wilayah KalimantanBarat mempunyai sifat hujan normal kecuali kotaSingkawang yang mempunyai sifat hujan atasnormal.

Prediksi waktu tanam menurut hasil kuesioner

Kalimantan Selatan

Varietas yang dominan digunakan padalahan rawa pasang surut Kalimantan Selatan adalahvarietas lokal seperti Siam berumur sekitar 10bulan dengan sistem tanam pindah sebanyak tigakali penyemaian, yaitu persemaian I (taradakan),persemaian II (ampakan), dan persemaian III(lacakan). Pada iklim normal (TN), kegiatanpersemaian I (menaradak) dimulai menjelangmusim hujan apabila tanah sudah mulai basah padabulan Oktober. Kegiatan persemaian II (maampak)dilakukan setelah umur bibit pada persemaian Isekitar 35-40 hari, yaitu pada bulan November.Bibit tersebut dipindah dan ditanam ke arealpetakan persemaian II yang lebih luas denganharapan bibit menjadi besar dan kuat sekaligusuntuk memperbanyak bibit. Kegiatan persemaianIII (malacak) dilakukan setelah bibit berumur 35-45 hari pada persemaian ke II (Januari), bibitdicabut dan ditanam pada areal lacakan yang lebihluas agar tanaman cukup mampu mengatasidinamika tinggi muka air yang cukup tinggi.Lacakan dibiarkan tumbuh selama 50-70 harisebelum dilakukan penanaman pada areal

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Timur

Kalimantan Barat

Page 87: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

83Waktu Tanam Padi Sawah Rawa Pasang Surut Pulau Kalimantan Menghadapi Perubahan Iklim(Nur Wakhid dan Haris Syahbuddin)

persawahan pada bulan Maret, dan panen padabulan Agustus.

Adanya curah hujan di bawah normal (TK)menyebabkan terjadinya pergeseran awalpersemaian pertama, bergeser ke bulan November,maka terjadi perpendekan waktu bibit berada padapersemaian I, II dan III sehingga tanam tetap bulanMaret. Demikian juga dengan adanya curah hujandi atas normal (TB), pergeseran terjadi hanya padalama bibit berada pada semaian I, II dan III,penanaman tetap dilakukan pada bulan Maret.Pergeseran waktu tanam menjadi Februari atauApril umumnya disebabkan masalah ketersediaantenaga kerja atau pada lahan yang airnya sudahsurut atau masih terlalu tinggi (terutama pada lahantipe luapan C).

Padi varietas unggul ditanam hanyasebagian kecil saja, umumnya di persawahan UnitPemukiman Transmigrasi (UPT) dengan pola sawitdupa (padi lokal-padi unggul). Penanaman padivarietas unggul dilakukan dengan memanfaatkanlahan sisa penyemaian padi lokal (70-80% dariluas sawah) dan waktu penyemaian I, II dan IIIpadi lokal, yaitu bulan Oktober s/d Februari tahunberikutnya. Penyemaian padi unggul dilakukanbersamaan dengan penyemaian I pada padi lokalyaitu setelah tanah mulai basah (Oktober) danpenanaman dilakukan pada bulan November sertapanen pada akhir bulan Februari sehingga padabulan Maret sudah bisa dilakukan tanam padilokal.

Adanya curah hujan di bawah normal(TK), dan bila menyebabkan terjadinya pergeseranawal musim hujan, maka penyemaian bergesersesuai dimulainya awal musim hujan dan secaraotomatis akan menggeser waktu tanam dan waktupanen, tetapi pergeseran tidak terlalu lama karenacurah hujan yang rendah pada fase pemasakanakan mempercepat proses pemasakan gabah sekitar7-10 hari. Sedangkan adanya curah hujan di atasnormal (TB) menyebabkan ketinggian muka airmeningkat dan kesulitan tanam terutama padalahan tipe B yang sistem drainasenya kurang lancardan pada lahan tipe luapan C. Ketinggianmaksimum luapan air pasang surut berkaitandengan curah hujan kawasan. Pada lahan tipe D,

jarang dimanfaatkan untuk tanam padi, hanyasebagian kecil bertanam padii gogo, saat tanamtergantung awal musim hujan, umumnya padabulan Oktober untuk TB dan November untuk TNdan Desember untuk TK.

Kalimantan Barat

Pada lahan pasang surut tipe luapan A(diwakili lokasi Siantan, Kabupaten Pontianak)puncak tanam pada tahun kering jatuh bulanNovember, tahun basah jatuh bulan Juli dan tahunnormal juga jatuh pada bulan Juli, sedangkan padatipe luapan B sangat variatif sekali di lokasi SeiKakap, Kabupaten Kubu Raya puncak tanam padatahun kering jatuh pada bulan Oktober, RasauJaya, Kabupaten Kubu Raya jatuh pada bulanSeptember, sementara lokasi Siantan, KabupatenPontianak dan Putusibau, Kabupaten Kapuas Hulujatuh pada Agustus. Puncak tanam pada tahunbasah di lokasi Sei Kakap jatuh pada bulanNovember – Desember, dan pada tahun normaljatuh pada Desember, sedang di lokasi Siantan,Kabupaten Pontianak dan Putusibau, KabupatenKapuas Hulu puncak tanam tahun basah dannormal sama-sama jatuh pada bulan September.

Pada lahan rawa pasang surut tipe luapanB/C masing-masing puncak tanam pada lokasiSemangau, Kabupaten Sambas pada tahun keringjatuh pada bulan November, tahun basah dan tahunnormal jatuh pada bulan yang sama November,sedangkan pada Sei Raya, Kabupaten Bengkayangpada tahun kering, tahun basah dan normal jatuhpada November. Pada lahan rawa pasang surut tipeluapan C pada Kabupaten Sintang, puncak tanampada tahun kering jatuh pada Agustus, pada tahunbasah jatuh bulan September dan pada tahunnormal jatuh pada bulan Oktober, sedangkan padalokasi Tebas, Kabupaten Sambas puncak tanampada tahun kering jatuh pada November, padatahun basah dan tahun normal juga jatuh padabulan November. Puncak tanam menunjukkansemakin ke belakang atau melambat seiring dengantipe luapannya atau dengan kata lain puncak tanampada tipe luapan B lebih awal dibandingkan luapanC dan A pada tahun kering, tetapi tipe luapan Aberturutan lebih awal daripada tipe B, B/C dan C

Page 88: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

84 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:77-86

pada tahun normal. Hal serupa juga terjadi diKalimantan Selatan dengan tanam lebih awal padatipe luapan A menyusul B dan C pada tahun-tahunnormal.

Kalimantan Tengah

Pada lahan rawa pasang surut tipe A diKabupaten Kapuas puncak waktu tanam musimhujan (MH) pada tahun kering (TK) terjadi padasepuluh hari terakhir bulan Maret hingga sepuluhhari pertama bulan April (Maret III/April I).Sedangkan pada lahan pasang surut tipe B puncakwaktu tanam MH pada TK terjadi pada Maret III.Dengan demikian, baik lahan pasang surut tipe Amaupun B mempunyai kelompok waktu tanamyang sama yaitu Maret III/April I. Kemudian dilahan pasang surut tipe C puncak waktu tanam MHpada TK terjadi pada Februari II, sedangkan padaMK I terjadi pada September II untuk IP-200.Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin tinggiposisi lahan, maka waktu tanam MH pada TKlebih cepat. Kasus yang sama juga terjadi diKecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten PulangPisau. Berbeda dengan di Desa Blanti Siam,Kecamatan Pandihbatu, puncak waktu tanam MH(TK) terjadi pada Oktober II/III, sedangkan padaMK I terjadi pada Juli I/II untuk IP 200.Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan sistemtata air yang digunakan. Di Blanti Siam, sistem tataair yang digunakan adalah sistem pipanisasi,sehingga pengelolaan airnya lebih mudahdilakukan dan sistem tanam tabela (tanam benihlangsung).

Di Teluksampit, Kotawaringin Timur,lahan pasang surut tipe A puncak waktu tanam MH(TK) terjadi pada September III/Oktober I danJanuari III/Februari I, sedangkan lahan pasangsurut tipe B terjadi pada Oktober II/III dan MaretIII/April I. Puncak tanam di Teluksampit lebihcepat dibandingkan lokasi lain karena lokasi dekatpantai, sehingga untuk menghindari kegagalanpanen akibat intrusi air asin waktu tanamdimajukan. Di Kotawaringin Barat puncak waktutanam MH (TK) pada lahan pasang surut tipe Aterjadi pada Oktober II/III, sedang pada lahanpasang surut tipe B dan C tidak ditanami akibat

kekeringan. Di lihat dari topografi lahan diKotawaringin Barat lebih tinggi dibandingkandengan Kapuas, Pulangpisau, dan KotawaringinTimur.

Puncak waktu tanam MH (TN) pada lahanpasang surut tipe A rata-rata maju 1 dasarian,karena tidak bisa dilakukan tanam akibat genanganair masih tinggi. Begitu juga dengan puncaktanggal tanam MH (TB) maju 2 - 3 dasarian.Kondisi yang sama juga terjadi pada lahan pasangsurut tipe B dan tipe C. Perbedaan ini disebabkankarena perbedaan tinggi genangan air.

Kalimantan Timur

Puncak tanggal tanam musim hujan padatahun kering (TK) di lahan pasang surut tipeluapan A Kalimantan Timur adalah pada bulanDesember minggu kedua (Desember II) sampaibulan Pebruari minggu pertama (Pebruari I).Adanya perbedaan puncak tanggal tanam inidisebabkan letak persawahan dari sungai, adatidaknya saluran primer, dan terpeliharanyasaluran-saluran yang telah dibuat. Persawahanyang terletak relatif lebih jauh dari sungai dansaluran air yang kurang baik lebih menunda saatpertanaman sehingga puncak tanggal tanamnyajuga tertunda. Pada musim tanam kedua, puncaktanggal tanam berkisar antara Mei II sampai JuniII. Perbedaan ini juga disebabkan seperti padapertanaman pertama, yaitu faktor letakpersawahan, ada tidaknya saluran air, danterpeliharanya saluran air tersebut.

Pada tahun normal (TN), puncak tanggaltanam musim hujan pada tipe luapan A pada bulanDesember minggu ketiga (Desember III) sampaiFebruari minggu kedua (Pebruari II). Sedangkanpada musim tanam kedua terjadi pada bulan Meiminggu keempat (Mei IV) sampai Juni minggukedua (Juni II). Sama seperti pada tahun kering,ada perbedaan puncak tanggal tanam dipersawahan yang disebabkan oleh letakpersawahan dari sungai, ada tidaknya saluranprimer, dan terpeliharanya saluran-saluran yangtelah dibuat.

Page 89: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

85Waktu Tanam Padi Sawah Rawa Pasang Surut Pulau Kalimantan Menghadapi Perubahan Iklim(Nur Wakhid dan Haris Syahbuddin)

Pada tahun basah (TB), puncak tanggaltanam musim hujan pada tipe luapan A terjadi padabulan Desember minggu keempat (Desember IV)sampai Februari minggu ke tiga (Februari III).Pada musim tanam kedua, puncak tanam padabulan Juni minggu kedua (Juni II) sampai Juniminggu ke keempat (Juni IV). Perbedaan puncaktanggal tanam ini juga disebabkan oleh letakpersawahan dari sungai, ada tidaknya saluranprimer, dan terpeliharanya saluran-saluran yangtelah dibuat. Puncak tanggal tanam pada tahunkering nampaknya lebih awal sekitar satu minggudibandingkan dengan tahun normal, sedangkanpuncak tanggal tanam pada tahun basah lebihlambat sekitar satu minggu pula dibandingkantahun normal. Terlihat bahwa ketersediaan air daricurah hujan sangat menentukan puncak tanggaltanam.

Pada lahan pasang surut tipe luapan B,puncak tanggal tanam musim hujan pada tahunkering (TK) adalah pada bulan November minggukedua (November II) sampai bulan Januari minggupertama (Januari I). Pada musim tanam kedua,puncak tanggal tanam pada bulan Mei minggukedua (Mei II) sampai Juni minggu kedua (Juni II).Pada tahun normal (TN), puncak tanggal tanammusim hujan pada tipe luapan B pada bulanDesember minggu pertama (Desember I) sampaiDesember minggu keempat (Desember IV).Sedangkan pada musim tanam kedua terjadi padabulan Mei minggu kedua (Mei II) sampai Juniminggu keempat (Juni IV). Pada tahun basah (TB),puncak tanggal tanam musim hujan pada bulanDesember minggu kedua (Desember II) sampaiJanuari minggu pertama (Januari I). Pada musimtanam kedua, puncak tanam pada bulan Juniminggu pertama (Juni I) sampai Juli minggu kedua(Juli II). Perbedaan puncak tanggal tanam pada tipeluapan B, baik pada musim hujan (musim tanampertama) maupun pada musim kemarau tanam(musim tanam kedua) disebabkan oleh letakpersawahan dari sungai besar. Selain itu jugaditentukan oleh ada tidaknya saluran primer, danterpeliharanya saluran-saluran yang telah dibuattersebut. Persawahan yang terletak relatif lebihjauh dari sungai dan saluran air yang tidak

dipelihara dengan baik akan menunjukkan puncaktanggal tanam lebih lambat, dibandingkan denganpersawahan yang lebih dekat dengan sungai danmemiliki saluran air yang terpelihara dengan baik.Puncak tanggal tanam pada tahun kering pada tipeluapan B nampaknya juga lebih awal sekitar duasampai tiga minggu dibandingkan dengan tahunnormal, sedangkan puncak tanggal tanam padatahun basah lebih lambat sekitar dua minggudibanding tahun normal. Nampaknya ketersediaanair yang berasal dari curah hujan sangatmenentukan puncak tanggal tanam di lahan pasangsurut tipe luapan B. Pada tahun kering pertamanandilakukan lebih awal untuk menghindari periodekekeringan pada saat tanaman padi memasukiperiode reproduktif. Jika terlambat tanamanberisiko gagal panen akibat gabah puso yangdisebabkan oleh ketidaktersediaan air menjelangfase berbunganya. Pada tahun basah, penanamanlebih lambat karena kondisi persawahan tergenangcukup tinggi sehingga diperlukan waktu menunggusurutnya air agar bisa dimulai saat tanam bibitpadi.

KESIMPULAN

Waktu tanam di lahan pasang surut dimulaisetelah jumlah air hujan mencukupi untukmelarutkan kadar besi yang ada di dalam air. DiProvinsi Kalimantan Barat umumnya realisasitanam terjadi pada Dasarian 28 (Oktober). DiKalimantan Timur pada Dasarian 31 (November).Sementara di Kalimantan Selatan dan KalimantanTengah umumnya penanaman pada Dasarian 7(Maret).

Waktu tanam di lahan rawa pasang surutmenunjukkan tingkat kekukuhan yang tinggiterhadap perubahan iklim, dimana waktu tanamtidak terlalu berubah selama 10 tahun pada kondisiiklim yang berbeda.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepadaBalai Penelitian Pertanian Lahan Rawa yang telah

Page 90: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

86 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:77-86

memberikan dukungan dana dan ijin penelitianserta pihak lain yang membantu dalampengumpulan data.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Penelitian dan PengembanganSumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP).2006. karakteristik dan pengelolaan lahanrawa. Bogor. BBSDLP. 297 hlm.

BMKG. 2011. Sifat musim hujan 2011-2012.Jakarta. BMKG.

BPS. 2011. Kalimantan dalam angka. BPSKalimantan.

Haryono. 2012. Lahan rawa lumbun pangan masadepan Indonesia. Jakarta. IAARD Press.

Irianto, G., L.I. Amien, dan E. Surmaini. 2000.Keragaman iklim sebagai peluangdiversifikasi sumber daya lahan Indonesia.Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.Badan Penelitian dan PengembanganPertanian. Bogor.

Kusnadi, N., Tinaprillia, N., Susilowati, S.H.,Purwoto, A. 2011. Analisis efisiensiusahatani padi di beberapa sentra produksipadi di Indonesia. Jurnal Agroekonomi,vol.29 (1), Mei 2011: 25 – 48.

Nugroho, K. Alkusuma, Paidi, Wahyu, W.,Abdulrachman, H. Suhardjo, dan IPG. W.Adhi. 1993. Peta area potensial untukpengembangan pertanian lahan rawa pasangsurut, rawa dan pantai. Proyek PenelitianSumber Daya Lahan, Pusat Penelitian Tanahdan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian.Departemen Pertanian.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor73 tahun 2013 tentang rawa.

Ritung, S. 2011. Karakteristik dan sebaran lahansawah di Indonesia. Hlm 83-98. DalamProsiding Seminar Nasional TeknologiPemupukan dan Pemulihan LahanTerdegradasi. Balai Penelitian danPengembangan Sumberdaya LahanPertanian. Bogor.

Runtunuwu E., Syahbuddin H., dan Nugroho W. T.2011. Deliniasi kalender tanam tanamanpadi sawah untuk antisipasi anomali iklimmendukung program peningkatan produksiberas nasional. Majalah Pangan, No.4/XX/12/2011.

Runtunuwu, E., Syahbuddin H., dan Nugroho, W.T. 2013. Dinamika kalender tanam padi diSulawesi. Jurnal Politeknik Bandung,JPBTPPOLBAN. 2013.

Sahuri, C.T. Stevanus, dan M.J. Rosyid. 2014.Potensi pemanfaatan lahan dan perbaikankultur teknis lahan rawa pasang surut untuktanaman karet di Desa Riding, KabupatenOgan Komering Ilir, Provinsi SumateraSelatan. Prosiding Seminar Nasional LahanSuboptimal, Palembang. 26-27 September2014. ISBN: 979-587-529-9

Wakhid, N., Syahbuddin H., Khairullah I.,Indrayati L., Cahyana D., Mawardi, NoorM., anwar K., Alwi M., Hairani A. 2015.Peta kalender tanam padi lahan rawa lebakdi Kalimantan Selatan. Jurnal tanah daniklim, vol. 39 (1), Juli 2015, ISSN: 1410-7244. Bogor.

.

Page 91: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

87Pemanfaatan Insektisida Nabati dalam Pengendalian Hama Kepik Coklat (Riptortus linearis F.)Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) (Nita Winanti dan Sri Kurniawati)

PEMANFAATAN INSEKTISIDA NABATI DALAM PENGENDALIAN HAMA KEPIKCOKLAT (Riptortus linearis F.) PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.)

Nita Winanti dan Sri KurniawatiBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Jl. Ciptayasa Km. 01 Ciruas, Serang, Banten 42182E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Utilization of Vegetable Insecticides in Controlling Pod Sucking Pests (Riptortus linearis F.) onSoybean Plants (Glycine max L.). Soybeans are an important commodity in realizing food self-sufficiency. Soybeanproductivity in the 2011-2013 period was 1,423 t ha-1 and increased in the 2014-2016 period by 1,542 t ha-1 orincreased by 1,2 t ha-1 (4.43%). One of the problems in soybean cultivation is the presence of pod sucking pestsRiptortus linearis. The pest caused 80% yield loss and even exhibited crop failure if not controlled. One of controlmeasures based on the concept of integrated pest management (IPM) is the use of vegetable insecticides. This studyaims to review the ingredients of vegetable insecticides and their active ingredients content from the result ofprevious studies as well as the mechanism of action of the active ingredients in controlling R. linearis. The activeingredient has a working mechanism to inhibite skin turnover, eating, to repellent pests, and causing death. Theavailability of abundant raw materials is one of the potentials in the development of the use of vegetable insectisides.Technology regarding the formulation of the active ingredient content from various vegetable insecticides needs tobe developed in the future.

Keywords: Glycine max, vegetable insecticides, soybeans, Riptortus linearis

ABSTRAK

Kedelai merupakan komoditas penting dalam mewujudkan swasembada pangan. Produktivitas kedelai pada periode2011-2013 sebesar 1,423 t ha-1 meningkat pada periode 2014-2016 sebesar 1,542 t ha-1 atau naik sebesar 1,2 t ha-1

(4,43%). Salah satu kendala pada budidaya kedelai adalah adanya hama pengisap polong Riptortus linearis.Serangan hama R. linearis dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 80% dan bahkan dapat menyebabkangagal panen apabila tidak dikendalikan. Alternatif pengendalian berdasarkan konsep Pengendalian Hama Terpadu(PHT) yaitu dengan menggunakan insektisida nabati. Kajian ini bertujuan mengulas bahan insektisida nabati dankandungan bahan aktifnya dari hasil-hasil penelitian sebelumnya serta mekanisme kerja bahan aktifnya dalammengendalikan hama R. linearis. Kandungan bahan aktif memiliki mekanisme kerja dalam mengendalikan hama R.linearis, diantaranya yaitu menghambat pergantian kulit, menghambat makan, menolak hama, hingga menyebabkankematian hama tersebut. Ketersediaan bahan baku yang melimpah menjadi salah satu potensi dalam pengembanganpemanfaatan insektisida nabati. Teknologi mengenai formulasi kandungan bahan aktif dari berbagai bahaninsektisida nabati perlu dikembangkan untuk masa mendatang.

Kata kunci: Glycine max, insektisida nabati, kedelai, Riptortus linearis

Page 92: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

88 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, 2018:87-96

PENDAHULUAN

Kedelai (Glycine max L.) merupakansalah satu komoditas unggulan dalam mewujudkanswasembada pangan. Kedelai merupakan salahsatu tanaman pangan penting bagi pendudukIndonesia sebagai sumber protein nabati, bahanbaku industri pakan ternak, dan bahan bakuindustri pangan (Baliadi et al. 2008). Kebutuhankedelai pada industri pangan dalam negeri cukuptinggi. Saat ini kebutuhan rata-rata sebanyak 2,3juta ton biji kering per tahun, namun produksidalam negeri selama lima tahun terakhir rata-rata982,47 ribu ton biji kering atau 43% darikebutuhan (Balitkabi 2018). Faktor penentu tingkatproduksi kedelai, diantaranya yaitu varietas danbenih, lingkungan tumbuh abiotik (iklim, tanah,dan air). Lingkungan tumbuh biotik berupapengendalian OPT, kultur teknis persiapan danpemeliharaan tanaman (pengolahan tanah,pemupukan, pengairan, dan tanam), serta panen(Asadi 2009; Baliadi et al. 2008; Sudaryono et al.2007).

Salah satu hama penting yang terdapatpada pertanaman kedelai yaitu pengisap polongRiptortus linearis. Hama tersebut termasuk kedalam ordo Hemiptera famili Alydidae. Nimfa danimago R. linearis menyerang polong kedelaidengan cara menusukkan stiletnya pada permukaanpolong dan menghisap cairan nutrisi yangterkandung pada biji sehingga dapat menghambatfungsi fisiologis dari tanaman kedelai (Bayu 2015;Laurencia 2016). Menurut Hendrival 2013, hamapengisap polong dapat menyebabkan kehilanganhasil tanaman kedelai baik secara kualitas maupunkuantitas. Serangan hama tersebut dapatmenyebabkan kehilangan hasil mencapai 80% danbahkan dapat menyebabkan gagal panen apabilatidak dikendalikan (Indiati & Marwoto 2017).

Faktor yang dapat mempengaruhipertumbuhan populasi dan serangan hama dilapang yaitu tanaman inang yang tersedia secaraterus-menerus. Selain itu, hama tersebut tersebutmemiliki banyak jenis tanaman inang lain baikyang dibudidayaka maupun yang tidakdibudidayakan (Sinaga et al. 2016). Potensi R.

linearis sebagai hama perlu diwaspadai karenamerupakan hama polong penting, dan menyebar kelintas lokasi dan musim tanam, daya rusaknyalebih tinggi dibandingkan hama perusak polongyang lain sehingga mengindikasikan tingkatambang ekonominya lebih rendah (Sari &Suharsono 2011).

Upaya yang dilakukan terhadappengendalian serangan hama masih banyakmengandalkan penggunaan insektisida kimia. Haltersebut dikarenakan insektisida kimia memilikicara kerja yang relatif cepat dalam menekanpopulasi hama (Sudartik 2015). Selain itu,penggunaan insektisida kimia relatif mahal dandapat menyebabkan resistensi dan resurgensihama, terbunuhnya serangga bukan sasaran, danpencemaran lingkungan khususnya terhadapkesehatan manusia (Hendrival 2013). Adanyadampak negatif dari penggunaan insektisida kimiamaka perlu dilakukan cara lain untukmengendalikan hama tersebut. Cara sederhanadalam pemanfaatan insektisida nabati yang telahdilakukan oleh petani yaitu dengan carapenyemprotan cairan perasan tanaman (ekstrasidengan air), penyebaran atau penempatan bahantanaman di tempat tertentu pada lahan pertanaman,pengasapan (pembakaran bagian tanaman yangmengandung insektisida), dan penggunaan serbuktanaman untuk pengendalian hama di penyimpanan(Prijono & Triwidodo 1993).

Salah satu alternatif pengendalian hamaberdasarkan konsep Pengendalian Hama Terpadu(PHT) yaitu dengan menggunakan insektisidanabati. Penggunaan insektisida nabati berasal dariekstrak tumbuhan yang relatif aman, murah, danmudah diperoleh. Insektisida nabati tidak cepatmenimbulkan resistensi hama, bersifat sinergis,dan dapat dipadukan dengan teknik pengendalianhama lainnya (Dadang & Prijono 2011).Insektisida nabati merupakan bahan insektisidayang cukup efektif dan aman terhadap lingkungan(Kardinan 1999). Beberapa tanaman yang tumbuhdan dibudidayakan di Indonesia telahdimanfaatkan sebagai bahan baku insektisidanabati seperti piretrum (Chrysanthemumcinerariaefolium), jeringo (Acorus calamus),

Page 93: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

89Pemanfaatan Insektisida Nabati dalam Pengendalian Hama Kepik Coklat (Riptortus linearis F.)Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) (Nita Winanti dan Sri Kurniawati)

tembakau (Nicotiana tabacum), cengkih (Syzygiumaromaticum), serai wangi (Andropogon nargus),kunyit (Curcuma longa), mahkota dewa (Phaleriamacrocarpa), dan jarak pagar (Jatropha curcas).Sebagai insektisida nabati, bahan aktif tanamandiuji efektivitasnya terhadap toksisitas, daya tolak,daya tarik, daya hambat makan, dan daya hambatreproduksi serangga hama (Wiratno 2013).

Berdasarkan hasil penelitian Koswanudin(2011), ekstrak daun pacar cina (Aglaia odorata)dapat menghambat perkembangan hama R. linearisdengan konsentrasi yang efektif 0,75-1%. Lainhalnya dengan penelitian Hendrival (2013),aplikasi insektisida nabati dari ekstrak daunbabadotan (Ageratum indica) dan ekstrak daunkacang babi (Tephrosia vogelii) serta penanamankedelai dengan varietas Kipas Merah danAnjasmoro dapat mengurangi populasi hama R.linearis, menurunkan kerusakan polong, dan dapatmeningkatkan hasil produksi kedelai. Hasilpenelitian Sudartik (2015), ekstrak fermentasi daunmimba (Azadirachta indica) dapat menekanjumlah populasi hama R. linearis pada pertanamankedelai. Hasil penelitian Amalia et al. (2017)menyebutkan bahwa aplikasi ekstrak daun mimbapada kisaran konsentrasi 30-70% berpengaruhterhadap mortalitas hama R. linearis sampai tujuhhari setelah aplikasi.

Kajian ini bertujuan mengulas jenis-jenisinsektisida nabati dan bahan aktifnya dari hasil-hasil penelitian terdahulu serta mekanisme kerjabahan aktifnya dalam mengendalikan hama R.linearis. Manfaat yang diharapkan yaitu dapatmemberikan informasi mengenai insektisida nabatiyang efektif untuk mengendalikan hama R. linearisserta dapat meningkatkan pemanfaatan insektisidayang lebih ramah lingkungan. Kajian inimerupakan studi literatur tentang pemanfaatanbeberapa insektisida nabati beserta kandunganbahan aktifnya dalam mengendalikan hama R.linearis yang telah dipublikasikan.

KEDELAI DAN PRODUKTIVITAS

Menurut Balitkabi 2018, rata-rataproduktivitas kedelai pada periode 2011-2013yaitu sebesar 1,423 t ha-1 meningkat pada periode2014-2016 sebesar menjadi 1,542 t ha-1 atau naiksebesar 1,2 t ha-1 (4,43%). Begitu juga dengan rata-rata luas panen kedelai yaitu pada periode 2011-2013 sebesar 580.220 ha meningkat pada periode2014-2016 menjadi 605.920 ha atau naik seluas12.360 ha (8,34%).

Peluang pengembangan kedelai di Bantendapat terlihat dari adanya sumber daya lahan yangcukup luas, teknologi produksi yang sesuai, sertameningkatnya kebutuhan akan kedelai (Purba2012). Berdasarkan data BPS Provinsi Bantentahun 2016, luas panen tanaman kedelai sampaidengan tahun 2015 yaitu 5.136 ha, produksitanaman kedelai sebanyak 72.191 t, sertaproduktivitas kedelai sebesar 13,72 t ha-1.

Apabila dilihat dari luas lahan pertanianyang ada di Indonesia, produksi kedelai saat inibelum mencapai produksi yang optimal. Haltersebut dikarenakan sebagian besar petani engganmenanam kedelai sebagai komoditas utama akibatbanyaknya kendala budidaya yang dihadapi. Salahsatu kendala yang paling sering dihadapi adalahtingginya serangan organisme pengganggutanaman (Asadi 2009). Produktivitas kedelai secaraumum dipengaruhi oleh tingkat kesesuaian lahan,kesuburan lahan, neraca lengas musiman,pengelolaan hara dan air, pengendalian OPT,pemeliharaan, dan pascapanen (Sudaryono et al.2007).

Riptortus linearis F.

Biologi R. linearis F.

Serangga hama pengisap polong termasukke dalam ordo Hemiptera, famili Alydidae, genusRiptortus, dan spesies linearis (Marwoto et al.1999). Kepik polong kacang panjang R. linearismemiliki tipe metamorfosis paurometabola yaitu

Page 94: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

90 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, 2018:87-96

terdiri dari telur, nimfa, dan imago (Mawan &Hermalia 2011). Berikut dirinci tahapanmetamorfosis R. linearis pada Tabel 1.

Gejala dan Kerusakan Akibat Serangan R.linearis

Hama R. linearis menjadi salah satukendala dalam meningkatkan produksi kedelai.Nimfa dan imago dapat menyebabkan kerusakanpada setiap stadia pertumbuhan polong dan biji.Kerusakan yang diakibatkan berbeda-beda yangditentukan oleh frekuensi serangan dan umur bijiatau polong. Hama tersebut mengisap cairan biji didalam polong dengan menusukkan stiletnya. Hamapengisap polong yang menyerang pada fasepembentukan polong dan perkembangan biji akanmenyebabkan polong dan biji kempis, mengering,lalu gugur. Pada fase pengisisan biji danpemasakan polong akan menimbulkan bercakhitam kecoklatan pada biji kemudian menjadikeriput. Selain itu, hama yang menyerang padasaat polong tua atau menjelang panen akanmenyebabkan biji berlubang (Bayu 2015; Marwoto2006; dan Tengkano et al. 1993).

Pengendalian Hama R. linearis

Pengendalian hama R. linearis padatanaman kedelai berlandaskan strategi penerapanPengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT adalahsuatu cara pendekatan atau pengendalian hamayang didasarkan pada pertimbangan ekologi danefisiensi ekonomi dalam rangka mengelolaekosistem yang berkelanjutan (Marwoto 2006).Salah satu alternatif dalam pengendalian seranganhama ini yang relatif aman, murah, dan mudahdiperoleh adalah dengan pemanfaatan insektisidanabati (Hendrival 2013).

INSEKTISIDA NABATI

Insektisida berasal dari kata “insecta” yangberarti serangga dan “cida” yang berartipembunuh. Insektisida dapat membunuh seranggadengan cara meracuni tanaman atau meracuniserangga secara langsung. Berdasarkan cara kerjapada tumbuhan, insektisida dibagi menjadi duagolongan yaitu insektisida sistemik dan insektisidanon-sistemik. Berdasarkan cara kerja meracuni

Tabel 1. Tabel 1. Biologi hama R. linearis

Tahapan Bentuk Warna Ukuran UmurTelur Bulat dan bagian tengah agak

cekungBiru keabu-abuan kemudianmenjadi coklat

1,20 mm 6-7 hari

NimfaInstar 1

Mirip semut gramang Kemerah-merahan kemudianmenjadi coklat kekuning-kuningan

2,00 mm 1-3 hari

NimfaInstar 2

Mirip semut gramang Coklat kekuning-kuningankemudian menjadi coklat tua

3,0 mm 2-4 hari

NimfaInstar 3

Mirip semut rangrang Kemerah-merahan kemudianmenjadi coklat

6,00 mm 2-6 hari

NimfaInstar 4

Mirip semut polyrachis Kemerah-merahan kemudainmenjadi coklat kehitaman

7,00 mm 3-6 hari

NimfaInstar 5

Mirip semut polyrachis Kemerah-merahan kemudianmenjadi hitam keabu-abuan

9,90 mm 5-8 hari

Imago Abdomen imago betinamembesar dan gembung dibagian tengahnyaAbdomen imago jantan luruske belakang

Garis putih kekuningan yangterdapat di sepanjang sisi tubuh

13-14 mm

11-13 mm4-7 hari

Sumber: Marwoto et al. (1999); Marwoto (2006); dan Prayogo (2005)

Page 95: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

91Pemanfaatan Insektisida Nabati dalam Pengendalian Hama Kepik Coklat (Riptortus linearis F.)Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) (Nita Winanti dan Sri Kurniawati)

serangga secara langsung, terdiri dari racunlambung (perut), racun kontak, dan racunpernafasan. Berdasarkan struktur kimia senyawapenyusunnya yaitu insektisida anorganik daninsektisida organik. Insektisida organik terdiri dariinsektisida alami (senyawa-senyawa daritumbuhan) dan insektisida sintesis.

Beberapa tumbuhan memiliki sistempertahanan diri terhadap organisme lain ataukondisi lingkungan yang tidak menguntungkanbaginya, misalnya hama yang akan menyerangnya.Salah satu sistem pertahanan diri dari tumbuhantersebut yaitu menghasilkan metabolit sekunder.

Metabolit sekunder adalah senyawa organik yangdihasilkan tumbuhan yang tidak memiliki fungsilangsung pada proses fotosintesis, respirasi,pertumbuhan, maupun fungsi-fungsi fisiologilainnya. Metabolit sekunder bisa juga berupa hasilsamping (intermedier) dari metabolisme primer(Amalia et al. 2017).

Bahan Aktif Tanaman

Berdasarkan hasil penelitian Saenong(2016), kandungan metabolit sekunder dapatmenekan perkembangan populasi serangga hama.

Tabel 2. Jenis tanaman dan bahan aktif yang potensial sebagai insektisida nabati hama R. linearis

Nama lokal Nama ilmiah Bahan Aktif Mekanisme Kerja ReferensiMimba (daun) Azadiracta indica Azadiractin

Salanin

Melantriol

Mengganggu pergantiankulit hinggamenyebabkan kematianZat penurun nafsumakan serangga hamaPenghalau hama

Amalia et al.(2017); Hendrival(2013); Indiati danMarwoto (2008);Sudartik (2015)

Kacang Babi (daun) Tephrosia vogelii SaponinFlavonoid

Menghambat makan,repellent

Hendrival (2013);Sudartik (2015)

Kamandrah (biji) Croton tiglium PiperinSaponinTaninSteroidAlkaloid

Menghambat makan Illah et al. (2017)

Sirsak (biji) Annona muricata Acetogenin Repellent danantifeedant

Siburian et al.(2013); Apriliyantodan Suhastyo(2017)

Mengkudu (biji) Morinda citrifolia Alkaloid Mengganggu sistempencernaan

Siburian et al.(2013)

Pepaya (daun) Carica papaya Alkaloid

Papain

Glikosidasianogenik

Mengganggu sistempencernaan, sirkulasi,dan sarafMenghalangi infestasidan aktivitas makanMengganggu respirasi

Conceicao (2013)dalam Amalia et al.(2017)

Babadotan (daun) Ageratum conyzoides Alkaloid,saponin, tannin

Mengganggupencernaan

Amalia et al.(2017); Hendrival(2013)

Pacar cina (daun) Aglaia odorata Alkaloid Menghambatperkembangan

Koswanudin (2011)

Page 96: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

92 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, 2018:87-96

Kandungan metabolit sekunder pada tanamandiantaranya yaitu minyak atsiri, sitral, geraniol,tanin, piperin, asetogenin, azadirahtin, saponin,asaron, akoragermakron, akolamonin, isoakolamin,kalameon, kalamediol, alfamirin, kaemfasterol,salanin, nimbin, nimbidin, asetogenin, danbeberapa kelompok asam seperti asam sianida,asam oleanolat, dan asam galoyonat. Komponenalkaloid dan flavonoid berdampak langsungterhadap kehidupan serangga hama R. linearis.

Bahan aktif yang terkandung padabeberapa jenis insektisida tersebut efektif dalammengendalikan hama R. linearis dalam skalalaboratorium dan rumah kaca (Tabel 2).

Mekanisme kerja Bahan Aktif Tanaman

Bahan aktif memiliki mekanisme kerjayang beragam diantaranya yaitu menghambatpergantian kulit, menghambat makan, menolakhama, hingga menyebabkan kematian. Berdasarkanhasil penelitian Amalia et al. (2017), menyebutkanbahwa aplikasi ekstrak daun mimba (A. indica)pada kisaran konsentrasi 30-70% berpengaruhterhadap mortalitas hama R. linearis sejak limahari setelah aplikasi sampai tujuh hari setelahaplikasi (hsa). Tanaman mimba mempunyaikandungan bahan aktif seperti azadirachtin,salanin, meliantriol, dan nimbin. Semakin tinggikonsentrasi ekstrak daun nimba yang diaplikasikanpada tanaman kedelai diduga semakin tinggi residuazadirachtin dari daun nimba yang ditinggalkanpada tanaman kedelai sehingga R. linearis tidakdapat melakukan aktifitas makan atau bersifatantifeedant dan pada akhirnya akan berpengaruhterhadap rendahnya intensitas serangan.

Mortalitas R. linearis tertinggi sebesar38,82% terjadi pada konsentrasi 60%. Selain itu,hasil penelitian dari Sudartik (2015) menyebutkanbahwa ekstrak fermentasi daun mimba dapatmenekan jumlah populasi hama R. linearis padapertanaman kedelai.

Hasil penelitian Koswanudin (2011)membuktikan bahwa ekstrak daun kacang babi (T.vogelii) dapat mengurangi populasi hama R.linearis, menurunkan kerusakan polong, dan dapat

meningkatkan hasil produksi kedelai. Lain halnyadengan penelitian Sudartik (2015), ekstrakfermentasi daun kacang babi dapat menurunkanintensitas serangan sebesar 0,79% karenamengandung rotenon, steroid, flavonoid dansaponin yang dijadikan sebagai insektisida sebagaipenolak (repellent). Berdasarkan penelitianHendrival (2013), ekstrak daun kacang babimemiliki kandungan rotenone yang menyebabkangangguan fisiologis dan efek kematian.

Berdasarkan penelitian Illah (2017),ekstrak biji kamandrah (C. tiglium) efektifmembunuh kepik cokelat pada konsentrasi 1,5%dan 2%. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yangdiberikan, semakin tinggi pula persentase dayabunuhnya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwaekstrak biji kamandrah (C. tiglium) dapatmematikan kepik cokelat pengisap polong (R.linearis) dalam waktu 20 jam setelah aplikasi padaperlakuan dengan konsentrasi 2% dan daya bunuhmencapai 100%. Bahan aktif yang terkandungdalam ekstrak biji kamandrah antara lain saponin,tannin, dan steroid yang bersifat antifeedant.

Berdasarkan hasil penelitian Siburian et al.(2013), komposisi kandungan bahan aktif padalarutan biji sirsak (A. muricata) berupa acetogeninpada konsentrasi 200 gr/l air lebih mampu untukmengendalikan R. linearis. Acetogenin padalarutan biji sirsak juga bertindak sebagai penolakserangga (repellent) dan anti-feedant dengan carakerja sebagai racun kontak dan racun perut(lambung). Hasil penelitian lainnya menunjukkanbahwa ekstrak biji mengkudu (M. citrifolia)memiliki kandungan bahan beracun yang efektifyaitu alkaloid dengan cara menghambatperkembangan serangga hama.

Hasil penelitian Amalia et al. (2017),menunjukan bahwa kematian tertinggi dari aplikasiekstrak daun pepaya (C. papaya) terdapat padakonsentrasi 40% dan kematian maksimum terjadipada 7 hsa sebesar 17,41%. Bahan aktif dalamekstrak daun pepaya yang bersifat toksik terhadaphama yaitu alkaloid, papain, dan glikosidasianogenik. Alkaloid meracuni serangga melaluisistem pencernaan, sirkulasi, dan saraf; sedangkanpapain mengandung enzim proteolitik lebih

Page 97: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

93Pemanfaatan Insektisida Nabati dalam Pengendalian Hama Kepik Coklat (Riptortus linearis F.)Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) (Nita Winanti dan Sri Kurniawati)

bersifat menghalangi infestasi dan aktivitas makanhama. Adapun glikosida sianogenik jika beradadalam bentuk tiosanat akan menimbulkangangguan pada proses respirasi serangga hama(Conceicao 2006 dalam Amalia et al. 2017). Padapenelitian lainnya, ekstrak daun babadotan (A.indica) pada konsentrasi 60% terhadap seranggauji R. linearis sampai dengan 7 hsa mengakibatkanmortalitas tertinggi sebesar 21,57%. Daunbabadotan mengandung saponin, flavonoid,polifenol, dan minyak atsiri. Bahan aktif tersebutmenghambat penetrasi ke dalam tubuh seranggahama (Setiawati et al. 2008 dalam Amalia 2017).Lain halnya dengan penelitian Hendrival (2013),aplikasi insektisida nabati dari ekstrak daunbabadotan serta penanaman kedelai denganvarietas Kipas Merah dan Anjasmoro dapatmengurangi populasi hama R. linearis,menurunkan kerusakan polong, dan dapatmeningkatkan hasil produksi kedelai.

Berdasarkan hasil penelitian Koswanudin(2011), ekstrak daun pacar cina (A. odorata) dapatmenghambat perkembangan hama R. linearisdengan konsentrasi yang efektif 0,75-1%. Daunpacar cina mengandung alkaloid yang dapatmenghambat perkembangan hama R. linearis.

Peran Insektisida Nabati Dibandingkan denganInsektisida Kimia

Pengendalian hama oleh sebagian besarpetani didasarkan atas ada atau tidaknya serangandan satu-satunya alat pengendali yang tersedia dansiap pakai adalah insektisida (Arifin & Tengkano2008). Frekuensi penggunaan insektisida kimiayang tinggi dan cara aplikasi yang tidak bijaksanadapat memberikan dampak negatif yang luar biasaseperti resistensi dan resurjensi, terbunuhnyaorganisme berguna, pencemaran lingkungan, dankesehatan manusia (keracunan akut atau kronis).Residu dari insektisida kimia sangat berbahayabagi kesehatan manusia. Untuk itu, strategipengendalian hama pada tanaman yang ramahlingkungan dan aman amat sangat dibutuhkan.Sifat sifat dari insektisida nabati diantaranyaadalah mudah terurai di alam, relatif amanterhadap musuh alami hama, dapat dipadukan

dengan komponen pengendalian hama lain, dapatmemperlambat laju resistensi, dan menjaminketahanan dan keberlanjutan dalam berusaha tani(Dadang & Prijono 2011).

Saat ini pemanfaatan insektisida nabatibelum berkembang di kalangan petani. Haltersebut dapat disebabkan karena adanyakelemahan dari penggunaan insektisida nabati.Sebagai contoh sifat dari insektisida nabati yaitumudah terurai di alam sehingga diperlukanpengaplikasian yang lebih sering danmembutuhkan bahan baku yang lebih banyak.Selain itu, daya bunuh dari insektisida nabatibersifat lambat sehingga kurang menunjukkanhasil yang signifikan dalam pengendalian hama.

Insektisida nabati lebih bersifat selektif(relatif tidak merugikan hama bukan sasaran) biladibandingkan dengan insektisida kimia.Kesesuaian penggunaan insektisida nabati dengankomponen lain dari PHT mempunyai peluang yanglebih besar dalam mengendalikan hama sasaran(Prijono & Triwidodo 1993). Dalampengembangan insektisida nabati terdapat 10faktor yang menjadi pertimbangan, yaituketersediaan bahan baku, efektivitas bahan nabatiyang memenuhi syarat teknologi aplikasi, industripestisida nabati, distribusi, transportasi, dankemasan, sumber daya manusia, kelembagaan,kontribusi dalam PHT, daya saing, sosial, budaya,dan ekonomi (Sumartini 2016). Ketersediaanbahan baku insektisida nabati yang melimpah diBanten perlu dikembangkan dengan memanfaatkanteknologi mengenai formulasi senyawa aktif dariberbagai jenis tumbuhan yang bersifat insektisidal.Hal tersebut dapat memudahkan petani dalammengaplikasikan di lapang serta lebih efektifdalam mengendalikan hama R. linearis. Denganadanya pengembangan teknologi insektisida nabatiini diharapkan dapat meningkatkan minat petanidalam budidaya kedelai.

KESIMPULAN

Kedelai (Glycine max L.) merupakan salahsatu komoditas unggulan dalam mewujudkan

Page 98: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

94 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, 2018:87-96

swasembada pangan. Salah satu kendala dalambudidaya kedelai yaitu adanya serangan hama R.linearis. Hama tersebut dapat menyebabkankehilangan hasil mencapai 80% dan dapatmenyebabkan gagal panen apabila tidakdikendalikan.

Salah satu pengendalian berdasarkankonsep PHT yaitu dengan memanfaatkaninsektisida nabati. Secara umum, beberapa jenisinsektisida nabati yang telah dikaji mampumenekan bahkan membunuh R. linearis dengankandungan bahan aktif yang dimiliki oleh setiapinsektisida nabati tersebut. Ketersediaan bahanbaku yang melimpah di Banten menjadi salah satupotensi dalam pengembangan pemanfaataninsektisida nabati diantaranya tumbuhan sirsak,mengkudu, pepaya, babadotan, dan pacar cina.Untuk jangka panjang, perlu dilakukan pengkajiansecara lanjut mengenai formulasi bahan aktif daribahan insektisida nabati yang terdapat di daerahBanten agar dapat meningkatkan keefektifan dalammengendalikan hama R. linearis di lapang.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih penulis sampaikan kepadaBapak Dr. Achmad Dinoto sebagai pembimbingdalam kegiatan Pelatihan Pembentukan JabatanFungsional Peneliti, Bapak Ir. Agus Muharam,M.Si. sebagai pembimbing dalam kegiatanPenyusunan Karya Tulis Ilmiah BBP2TP, danBapak Dr. Ir. Sudi Mardianto, M.Si. sebagaiKepala Balai Pengkajian Teknologi PertanianBanten atas masukannya kepada penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia E.R., A.M. Hariri, P. Lestari, danPurnomo. 2017. Uji mortalitas penghisappolong kedelai (Riptortus linearis F.)(Hemiptera: Alydidae) setelah aplikasiekstrak daun pepaya, babadotan dan mimbadi laboratorium. Jurnal Agrotek TropikaVol. 5 (1): 46-50, Januari 2017.http://media.neliti.com. [19 Agustus] 2018.

Apriliyanto E. dan A.A. Suhastyo. 2017.Teknologi pengendalian hama kepik coklatkedelai dengan ekstrak daun sirsak dangulma siam. Seminar Nasional Humanioradan Teknologi 2017. Purwokerto, 7 Oktober2017. http://journal.stikomyos.ac.id. [19Agustus] 2018.

Arifin M. dan W. Tengkano. 2008. Tingkatkerusakan ekonomi hama kepik coklat padakedelai. Penelitian Pertanian TanamanPangan Vol. 27 (1): 47-54.http://pangan.litbang.pertanian.go.id. [4September] 2018.

Asadi. 2009. Identifikasi ketahanan sumber dayagenetik kedelai terhadap hama pengisappolong. Jurnal Buletin Plasma Nutfah Vol.15 (1): 27-31. http://www.researchgate.net.[9 September] 2018.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten. 2016.Produksi padi, jagung, dan kedelai.http://banten.bps.go.id. [20 November]2018.

Balitkabi. 2018. Sinar Tani Edisi 3-9 Januari 2018No 3733 Tahun XLVIII.http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id. [21Agustus] 2018.

Baliadi Y., W. Tengkano, dan Marwoto. 2008.Penggerek polong kedelai Etiella zinckenellaTreitschke (Lepidoptera: Pyralidae), danstrategi pengendaliannya di indonesia. JurnalLitbang Pertanian 27(4): 113-123.http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3274081.pdf. [10 September] 2018.

Bayu M.S.Y.I. 2015. Tingkat serangan berbagaihama polong pada plasma nutfah kedelai.Prosiding Seminar Nasional MasyarakatBiodiversitas Indonesia Vol. 1 (4): 878-883.http://smujo.id. [18 Agustus] 2018.

Dadang dan D. Prijono. 2011. Pengembanganteknologi formulasi insektisida nabati untukpengendalian hama sayuran dalam upayamenghasilkan produk sayuran sehat. JurnalIlmu Pertanian Indonesia Vol. 16 (2): 100-111. http://journal.ipb.ac.id. [21 Agustus]2018.

Page 99: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

95Pemanfaatan Insektisida Nabati dalam Pengendalian Hama Kepik Coklat (Riptortus linearis F.)Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) (Nita Winanti dan Sri Kurniawati)

Hendrival, Latifah, dan A. Nisa. 2013. Efikasibeberapa insektisida nabati untukmengendalikan hama pengisap polong dipertanaman kedelai. Jurnal Agrista UnsyiahVol. 17 (1): 18-27. http://media.neliti.com.[19 Agustus] 2018.

Illah I.N., A. Ramadhan, dan F. Dhafir. 2017. Dayabunuh ekstrak biji kamandrah (Crotontiglium l) terhadap kepik coklat penghisappolong kacang panjang (Riptortus linearis)dan penggunaannya sebagai mediapembelajaran. Jurnal Biologi Vol. 5(1): 48-57. http://jurnal.untad.ac.id. [19 Agustus]2018.

Indiati S.W. dan Marwoto. 2017. Penerapanpengendalian hama terpadu (pht) padatanaman kedelai. Balai Penelitian TanamanAneka Kacang dan Umbi. Buletin PalawijaVol. 15 (2): 87-100. http://media.neliti.com.[19 Agustus] 2018.

Koswanudin D. 2011. Pengaruh ekstrak daunAglaia odorata terhadap perkembanganhama pengisap polong kedelai Nezaraviridula dan Riptortus linearis. BalaiPenelitian Dan Pengembangan BioteknologiDan Sumberdaya Genetik Pertanian.Seminar Nasional VIII Pendidikan BiologiFKIP UNS 2011. Biologi, Sains,Lingkungan, dan Pembelajarannya MenujuPembangunan Karakter hal. 153-156.http://media.neliti.com. [19 Agustus] 2018.

Laurencia D.S., Lahmudin, dan Marheni. 2016.Potensi serangan hama kepik hijau Nezaraviridula L. (Hemiptera: Pentatomidae) danhama kepik coklat Riptortus linearis L.(Hemiptera: Alydidae) pada Tanamankedelai di rumah kassa. JurnalAgroekoteknologi Vol. 4 (3): 2003-2007.http://media.neliti.com. [9 September] 2018.

Marwoto. 2006. status hama pengisap polongkedelai Riptortus linearis dan carapengendaliannya. Buletin Palawija No. 12:69–74.http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id. [21Agustus] 2018.

Mawan A. dan H. Amalia. 2011. Statistikademografi Riptortus linearis F. (Hemiptera:Alydidae) pada kacang panjang (Vignasinensis L.). J. Entomol. Indon. Vol. 8 (1):8-16. http://media.neliti.com. [27November] 2018.

Prijono D. dan H. Triwidodo. 1993. Pemanfaataninsektisida nabati di tingkat petani.Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalamRangka Pemanfaatan Insektisida Nabati hal.76-85, Bogor 1-2 Desember 1993.http://researchgate.net. [9 September] 2018.

Purba R. 2012. Peluang pengembangan penangkarkedelai di banten. balai pengkajian teknologipertanian Banten.http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id. [27Agustus] 2018.

Saenong M.S. 2016. Tumbuhan indonesiapotensial sebagai insektisida nabati untukmengendalikan hama kumbang bubukjagung (Sitophilus spp.). Balai PenelitianTanaman Serealia. Jurnal Litbang PertanianVol. 35 (3): 131-142.http://media.neliti.com. [29 Agustus] 2018.

Sari K.P. dan Suharsono. 2011. Status hamapengisap polong pada kedelai, daerahpenyebarannya, dan cara pengendalian.Buletin Palawija No. 22: 79-95.http://media.neliti.com. [4 September] 2018.

Siburian D. 2013. Pengaruh jenis insektisidaterhadap hama polong Riptortus linearis F.(Hemiptera: Alydidae) dan Etiellazinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae)pada tanaman kedelai (Glycine max L.).Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 2 (2):893-904. http://media.neliti.com. [29Agustus] 2018.

Sinaga R.A., Marheni, dan F. Zahara. 2016. Ujipreferensi kepik coklat uji preferensi kepikcoklat Riptortus linearis Fabr. (Hemiptera:Alydidae) pada tanaman kacang kedelai(Glycine max L.), kacang hijau (Vignaradiata L.) dan orok-orok (Crotolariapallida Aiton.) di rumah kassa. Jurnal

Page 100: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

96 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, 2018:87-96

Agroekoteknologi Vol. 4 (4): 2376-2381.http://media.neliti.com. [4 September] 2008.

Sudartik E. 2015. Pengaruh penggunaan berbagaijenis ekstrak tumbuhan untuk penekanantingkat populasi hama Riptortus linearis Fabpada tanaman kedelai. Jurnal PerbalUniversitas Cokroaminoto Palopo Vol. 3 (3).http://journal.uncp.ac.id. [29 Agustus] 2018.

Sudaryono, A. Taufiq, dan A. Wijanarko. 2007.Peluang peningkatan produksi kedelai diIndonesia.http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id. [20November] 2018.

Sumartini. 2016. Biopestisida untuk pengendalianhama dan penyakit tanaman aneka kacangdan umbi. Iptek Tanaman Pangan Vol.11(2): 159-165.http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id. [9September] 2018.

Wiratno, Siswanto, dan Trisawa. 2013.Perkembangan penelitian, formulasi, danpemanfaatan pestisida nabati. Jurnal LitbangPertanian Vol. 32 (4): 150-155.http://media.neliti.com. [4 September] 2018.

Page 101: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

97Optimalisasi Lahan di Bawah Tegakan Kelapa dengan Tanaman Sela di Kabupaten HalmaheraMaluku Utara (Abubakar Ibrahim dan Chris Sugiono)

OPTIMALISASI LAHAN DI BAWAH TEGAKAN KELAPA DENGAN TANAMANSELA DI KABUPATEN HALMAHERA MALUKU UTARA

Abubakar Ibrahim1 dan Chris Sugiono2

1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku UtaraKomplek Pertanian No.1 Kusu, Kec.Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara

E-mail:[email protected]

ABSTRACT

Optimization of Land Under Coconut With Intercropping Plants in Halmahera District Maluku Utara.Optimization land by intercrops tunder coconut able to increase production and increase farm incomes. Some plantsthat include food crops that can be planted ,horti and spices commonly planted by farmers and having high economicvalue. This writing aimed at identifying potential optimization land under coconut with cultivation intercrops as analternative the increased production of and the income of farmers specific halmahera north Maluku. Based on asome the results of research has done can be concluded that cultivation intercrop of under coconut has the potentialto increas coconut production. This was apparent from the increase flower by 30 % and fruit coconut as much as 20%. furthermore of the intercrops of also able to increase their farmers of 100 - 200 % . The condition of land northMaluku coconut in line is quite wide and having the condition wet temperate dry low lying areas have the potential tothe intercrops of to increase production and the income of farmers in line north maluku.

Keywords: Intercrops, under coconut, income, production

ABSTRAK

Optimalisasi lahan dengan tanaman sela di bawah tegakan kelapa mampu meningkatkan produksi tanaman kelapadan meningkatkan pendapatan petani kelapa. Beberapa tanaman sela yang dapat diusahakan adalah tanamanpangan, horti dan rempah yang biasa ditanami oleh petani dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Tulisan ini bertujuanuntuk mengidentifikasi potensi optimalisasi lahan di bawah tegakan kelapa dengan budi daya tanaman sela sebagaialternatif peningkatan produksi dan pendapatan petani spesifik Kabupaten Halmahera Maluku Utara. Berdasarkanbeberapa hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa budi daya tanaman sela di bawah tegakankelapa berpotensi meningkatkan produksi kelapa. Hal ini terlihat pada peningkatan produksi bunga sebesar 30 %dan buah kelapa sebesar 20 %. Selain itu tanaman sela juga mampu meningkatkan pendapatan petani kelapasebesar 100 - 200 %.Kondisi lahan kelapa di Halmahera Maluku Utara cukup luas dan memiliki kondisi lahankering beriklim basah di dataran rendah berpotensi ditanami tanaman sela untuk meningkatkan produksi danpendapatan petani di Halmahera Maluku Utara.

Kata kunci: tanaman sela, tegakan kelapa, pendapatan, produksi

Page 102: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

98 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:97-105

PENDAHULUAN

Kelapa (Cocos nucifera. L) merupakansalah satu tanaman perkebunan yang strategisdalam usaha pertanian karena hampir seluruhbagian dari tanaman kelapa tersebut dapatdimanfaatkan dan perannya yang sangat besar,baik sebagai sumber pendapatan maupun sumberbahan baku industri. Data Direktorat JenderalPerkebunan tahun 2017 menunjukkan bahwa luastanaman kelapa Indonesia mencapai 3.585.599 hadan sekitar 94,40 % diantaranya adalah kelapadalam yang merupakan perkebunan rakyat. MalukuUtara merupakan salah satu provinsi di Indonesiayang memiliki areal perkebunan kelapa cukup luas.

Luas lahan perkebunan kelapa rakyat diMaluku Utara adalah 214.527 Ha. Luasnya lahanperkebunan kelapa di daerah ini karena tanamankelapa sudah lama dikenal di Maluku Utara.Produksi tanaman kelapa di Maluku Utara sebesar223.632 ton danproduktivitas tanaman kelapa diMaluku Utara 1.374 kg / ha (Direktorat JenderalTanaman Perkebunan, 2017).Kabupaten yangmemiliki luas lahan kelapa terbesar adalahHalmahera Utara yaitu 48.958 ha. Kelapa yangdiusahakan pada umumnya adalah kelapa dalamyang berumur sekitar 18 – 41 tahun dan luas lahanyang dimiliki oleh masing – masing petani berkisar0.5 sampai 6 Ha (Patty, 2011)

Produktivitas kelapa di Maluku Utaramasih tergolong rendah. Rendahnya produksikelapa di Maluku Utara ini disebabkan olehbeberapa faktor yaitu kebanyakan tanaman kelapayang berumur tua dan rusak akibat kurangnyaperawatan, pemanfaatan kelapa hanya sebataskopra, penerapan teknologi dan pemanfataan lahanyang belum optimal. Padahal 80 % lahan kelapadapat dimanfaatkan guna menambah pendapatanpetani kelapa itu sendiri. Oleh karena itupemanfaatan lahan marjinal termasuk di bawahtegakan kelapa dengan ditanami tanaman sela.menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkanproduktivitas kelapa dan dapat meningkatkanpendapatan petani kelapa yang dihasilkan olehtanaman sela maupun kelapa. Tanaman sela yangdiusahakan sesuai dengan nilai ekonomi dan

kesukaan petani setempat. Pada umumnya tanamansela yang diusahakan berupa singkong, pisang,,kedelai jagung dan kacang tanah.

POLA BUDI DAYA TANAMAN KELAPA DIHALMAHERA MALUKU UTARA

Usaha budi daya tanaman kelapa diHalmahera pada umumnya adalah pola usahamonokultur. Hasil tanaman kelapa kebanyakanmasih kurang optimal karena kebanyakan tanamankelapa di Halmahera adalah tanaman yang sudahtua dan merupakan tanaman warisan. Hal inimengakibatkan pendapatan yang diperoleh relatiftidak mengalami peningkatan bahkan mengalamipenurunan akibat kurangnya sanitasi kebun danperawatan dengan baik (Patty, 2011).

Lahan di bawah tegakan kelapa diHalmahera Maluku Utara berada padaagroekosistem lahan kering, dataran rendahberiklim basah dengan kondisi yang tidak terawatdengan baik sehingga terdapat gulma dantumbuhan liar yang tumbuh di areal tersebut.Kondisi ini memberikan pengaruh terhadap hasildari tanaman kelapa karena memacu munculnyahama dan penyakit yang dapat merusak tanamankelapa tersebut.

Upaya optimalisasi lahan di bawah tegakankelapa agar lahan menjadi produktif dan produksikelapa yang maksimal maka diperlukannya sebuahkegiatan budi daya tanaman sela di bawah tegakankelapa di Halmahera untuk membantumeningkatkan produksi kelapa. Menurut Barus(2013), optimalisasi lahan dibawah tegakan kelapaberpotensi menghadapi faktor pembatasketersediaan air dan kemasaman tanah. Perbaikankesuburan tanah dapat dilakukan denganpemberian pupuk kandang 2-4 ton/ha ke dalamtanah di bawah tegakan kelapa, dapatmeningkatkan produksi jagung1-2 ton/ha.

Page 103: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

99Optimalisasi Lahan di Bawah Tegakan Kelapa dengan Tanaman Sela di Kabupaten HalmaheraMaluku Utara (Abubakar Ibrahim dan Chris Sugiono)

STRUKTUR PENDAPATAN USAHA TANIKELAPA

Petani kelapa di Maluku Utara padaumumnya menjual hasil kelapa dalam bentukkopra. Kelapa yang sudah menjadi kopra kemudiandijual di pedagang pengumpul yang ada di desamaupun di kecamatan. Harga jual pun bervariasidan tidak menentu baik di Desa maupun diKecamatan. Menurut Popoko (2013) Harga yangditerima petani lebih kecil daripada pedagangpengumpul namun sistem ini masih dikatakanefisien hal ini dilihat dari nilai EP lebih kecil dari50 %

Usaha tani kelapa ini cukup layak untukdijalankan. Petani kelapa di Halmahera MalukuUtara tidak begitu intensif dalam merawat kelapasehingga biaya perawatan pun tidak begitu besar.Hasil analisis usaha tani kelapa yang dilakukanoleh Hamka 2012 menyatakan bahwa Usaha tanikelapa cukup layak diusahakan. Hasil analisistersebut dapat disajikan pada tabel berikut.

Tabel tersebut menjelaskan bahwa usahatani kelapa di Halmahera Selatan memilikipendapatan Rp. 10.085.318 /ha per tahun denganRevenue / Cost sebesar 1.74. R/C ratio adalahperbandingan antara total pendapatan dengan totalbiaya. Jika R/C ratio lebih besar 1 maka usahayang dijalankan mengalami keuntungan atau layakuntuk dikembangkan, jika nilai rationya lebih kecildari 1 maka usaha tersebut mengalami kerugianatau tidak layak untuk dikembangkan. Selanjutnyajika R/C = 1 maka usaha berada pada titik impas(Soekartawi, 2006).

Hasil analisis yang dilakukan oleh Hamka

2012 menunjukkan bahwa usaha tani kelapamengalami keuntungan atau layak untukdikembangkan karena R/C rationya lebih besar dari1.

Adapun hasi hasil analilis usaha tani yangdilakukan oleh Massae dan Afandi 2017 di DesaKasoloang, Kecamatan Bambaira, KabupatenMamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat. Penelitiantersebut menjelaskan bahwa rata – rata pendapatanusaha tani Kelapa dalam dengan luasan 1 -5 hasebesar Rp. 4.389.725 / ha, luas lahan 6 – 8 hasebesar Rp. 12.494.300 / ha dan luas lahan 11 – 20ha sebesar Rp. 29.927.950 / ha sehingga dapatdisimpulkan bahwa semakin luas areal pertanamankelapa maka semakin tinggi tingkat pendapatanpetani.

PELUANG INTEGRASI DENGAN TERNAK

Selain itu dengan menanam tanaman seladi bawah tegakan kelapa juga memberikanpengaruh bagi petani kelapa yang memiliki ternaksapi, karena setiap petani kelapa di HalmaheraMaluku Utara hampir semua memiliki ternak sapi.Selain memberikan manfaat bagi produksi tanamankelapa, tanaman sela juga memberikan manfaatpada ternak sapi.

Limbah dari tanaman sela dapatdimanfaatkan sebagai pakan dari ternak sapitersebut dan kotoran sapi dapat dimanfaatkansebagai pupuk untuk tanaman sela dan kelapa. Polatanam polikultur ini sangat membantu petanipeternak sapi dalam mengurangi biaya pakanternak yang cukup tinggi yaitu 99.78 % dari totalbiaya produksi dan sisanya biaya obat – obatan

Tabel 1. Tabel 1. Rata–rata penerimaan usaha tani kelapa responden di Halsel

No Uraian Per hektar

1 Penerimaan usaha tani (Rp) 23.624.8922 Biaya usaha tani(Rp) 13.539.5743 Pendapatan usaha tani(Rp) 10.085.3184 Revenue cost ratio (R/C) 1.74

Sumber: Hamka, 2012

Page 104: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

100 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:97-105

hanya 0.22 % (Salendu dan Elly, 2014)

Selain mengurangi biaya pakan ternaksapi, Integrasi ternak sapi dan tanaman sela dibawah tegakan kelapa juga berpotensi dalammeningkatkan pendapatan petani kelapa dari hasilpenjualan sapi tersebut dan kotoran sapi yangdiolah menjadi kompos dengan jumlah yang besarsehingga selain dimanfaatkan sendiri untuk pupuktanaman sela dan tanaman kelapa juga dapat dijual. (Elly et al, 2008)

Adapaun cara yang dikemukaan olehSantoso (2017) dalam penelitiannya tentang Upayayang perlu dilakukan dalam mengembangkansistem integrasi tanaman ternak yakni: 1)Pembuatan kandang komunal untuk mempermudahmenghimpun dan memanfaatkan kotoran sapi; 2)Budi daya tanaman pakan ternak spesifik di selatanaman kebun; dan 3) Diseminasi inovasiteknologi yang menyeluruh baik dari pemanfaatanlimbah tanaman untuk ternak ataupun pemanfaatanlimbah ternak untuk tanaman dan inovasi teknologilainnya.

POTENSI TANAMAN SELA DALAMMENINGKATKAN PRODUKSI DAN

PENDAPATAN PETANI KELAPA

Halmahera Utara merupakan salah satusentra perkebunan kelapa di Maluku Utara denganjumlah luasan perkebunan kelapa terbesar namunproduktivitas kelapa masih dikategorikan rendahberkisar (0.5 – 0.8 ton/ha) jika dibandingkandengan provinsi lain seperti Gorontalo yang sudahmencapai produksi per ha yang cukup baik yaitu 1ton / ha (Patty, 2011). Hal ini karena masihminimnya perawatan pada tanaman kelapa danminimnya pengetahuan petani tentang pengelolaanusaha tani yang optimal. Salah satu cara untukmeningkatkan produksi kelapa adalah denganditanami tanaman sela di bawah tegakan kelapaagar perawatan pada tanaman sela dapat berimbaspada kesuburan tanaman kelapa.

Budi daya tanaman sela di bawah tegakankelapa dapat meningkatkan produksi tanamankelapa karena dengan adanya tanaman sela

perawatan yang dilakukan pada tanaman secaratidak langsung memberikan pengaruh padatanaman kelapa sehingga dapat meningkatkankesuburan tanah sebab lahan di sektiar pohonkelapa menjadi lebih bersih dari gulma dan lebihterawat, selain itu hama dan penyakit punberkurang (Pranowo et al., 1999). Hal ini sejalandengan penelitian yang telah dilakukan olehTjahjana (2000) tanaman sela memberikanpengaruh terhadap peningkatan jumlah bungabetina dan kelapa buah jadi masing-masing sebesar30% dan 20%.

Hasil penelitian yang dilakukan olehTarigans (2002) menunjukkan bahwa jumlahproduksi buah kelapa dan kopra per pohon maupunper hektar per tahun, pada polikultur dengantanaman sela lebih tinggi jika dibandingkan dengantanaman kelapa monokultur. Peningkatan produksipolikutur berkisar 64.29 % - 87.70 %. Sedangkanpeningkatan produksi kopra 69.69 % - 104.87 %terhadap produksi kopra pola monokultur. Selainitu pada tahun yang sama Listyati dan Pranowo(2002) juga mengatakan dalam penelitiannyabahwa usaha tani jagung di bawah tegakan kelapamampu meningkatkan pendapatan kepada petanikelapa sebesar Rp. 2.655.000 / ha. Terdapat duakeuntungan produksi yang diperoleh petani kelapaberupa peningkatan produksi kelapa tanpapemberian pupuk secara khusus terhadap kelapadan tambahan pendapatan dari tanaman selatersebut (Kadekoh, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Randrianiet al (2004) di instalasi penelitian Pakuwonmenunjukkan bahwa tanaman sela nanas dapatmemberikan tambahan pendapatan sekitar Rp.896.000 / ha. Adapun penelitian yang dilakukanoleh Ruauw et al (2011) memberikan informasitentang pendapatan petani kelapa di KabupatenMinahasa tepatnya di desa Tolombukan,Kecamatan Pesan bahwa tanaman sela cengkehmemberikan kontribusi pada pendapatan petanisebesar 70.57%. Hal ini disajikan pada tabelberikut.

Page 105: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

101Optimalisasi Lahan di Bawah Tegakan Kelapa dengan Tanaman Sela di Kabupaten HalmaheraMaluku Utara (Abubakar Ibrahim dan Chris Sugiono)

Pendapatan dari kelapa monokultur dankelapa – cengkeh pada tabel 2 tersebut meningkatsebesar 139 %. Hasil penelitian lain yangdilakukan oleh Kawau et al (2015) menunjukkanbahwa pola tanam kelapa dengan tanaman selamemberikan pendaptan petani lebih tinggi daripadapola tanam kelapa monokultur. Hasil analisis dapatdijelaskan dalam tabel berikut ini

Tabel 3 di atas menunjukkan bahwapendapatan petani pada tanaman kelapa yangdisisipi tanaman sela lebih tinggi bila dibandingkandengan pola tanam kelapa secara monokultur.Tanaman sela yang memberikan pendapatantertinggi adalah dengan tanaman sela padi ladangsebesar lebih dari 14 juta /ha dan semua tanamansela memberikan peningkatan pendapatan petanikelapa.

Penelitian yang dilakukan oleh Ruskandi(2003) di wilayah Sukabumi, menjelaskanperbandingan usaha jagung secara monokultur danusaha tani jagung di bawah tegakan kelapa. Usahabudi daya jagung di bawah tegakan kelapa cukupmenguntungkan karena masih memberikantambahan pendapatan yang tidak jauh berbedadengan hasil budi daya jagung secara monokultur.

Adapun analisis usaha yang dilakukan olehRuskandi (2003) disajikan pada Tabel 4.

Anasilis usaha tani yang dilakukan olehRuskandi, 2003 tersebut masih dapat ditingkatkanlagi produksi tanaman sela dengan perbaikanteknologi. Peningkatan produktivitas tanaman selapada lahan di bawah tegakan tanaman tahunandengan intensitas cahaya rendah akan dapat dicapaimelalui perbaikan potensi hasil untukmenghasilkan varietas berdaya hasil tinggi danperbaikan adaptasi tanaman untuk menghasilkanvarietas toleran (Sopandie danTrikoesumaningtyas, 2011).

Pengkajian yang telah dilakukan olehTamburin pada tahun 2012 terhadap lima varietasunggul baru jagung yaitu Srikandi Kuning,Sukmaraga, Lamuru, Lagaligo, Gumarang dansebagai pembanding Mando Kuning sebagaitanaman sela di bawah tegakan kelapa dalam yangberumur 55-60 tahun memperlihatkan bahwa limavarietas jagung tersebut dapat beradaptasi di bawahtegakan kelapa dengan produktifitas 6.2 – 6.8 ton /ha dan varietas pang produktifitas tinggi adalahSukmaraga yaitu 6.8 ton / ha.

Tabel 2. Rata-rata penerimaan dan pendapatan petani per tahun di desa Tolombukan, kecamatan Pasan KabupatenMinahasa

Jenis usaha TaniTotal Penerimaan

(Rp)Total Biaya Produksi

(Rp)Pendapatan (Rp)

Kelapa 8.315.650 3.423.701 4.891.948Kelapa – Cengkeh 15.839.250 4.104.554 11.734.695Sumber: Ruauw et al (2011)

Tabel 3. Pendapatan rata - rata usaha tani kelapa dengan tanaman sela di Kabupaten Minahasa Selatan

Jenis Tanaman PenerimaanTotal Biaya Produksi

(Rp)Pendapatan

(Rp)Kelapa 7.579.000 4.684.030 2.894.970Kelapa – Jagung 22.427.500 13.357.000 9.070.500Kelapa – Cabai 33.251.000 10.875.920 12.775.080Kelapa - Padi Ladang 36.220.500 11.600.700 14.134.800Kelapa – Pisang 11.773.000 5.221.540 6.551.460Kelapa – Rambutan 12.540.500 6.247.450 6.293.050Sumber : Kawau et al (2015)

Page 106: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

102 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:97-105

Tanaman sela jagung juga memberikannilai tambah pendapatan petani kelapa. MenurutSudana dan Malia (2005) bahwa keuntungankelapa secara monokultur sebesar Rp. 58.920meningkat karena adanya tanaman sela jagungmenjadi Rp. 1.029.420. Hal ini berpeluang untukusaha jangka panjang dan perlu ditingkatkan lagimelalui produktivitas kelapa akibat residu pupukdari tanaman jagung dan brangkasan jagung

maupun dari perbaikan jagung sendiri sepertipenggunaan varietas unggul baru. MenurutSopandie dan Trikoesoemaningtiyas (2011) upayadalam meningkatkan produksi tanaman sela dibawah tegakan kelapa dapat dilakukan denganperbaikan potensi hasil untuk menghasilkanvarietas berdaya hasil tinggi dan perbaikanadaptasi tanaman untuk menghasilkan varietastoleran.

Tabel 4. Analisis Usaha Tani Di Bawah Tegakan Kelapa Dan Monokultur

UraianMonokultur di tempat

terbuka seluas 1 ha(Rp)

Di antara tegakan kelapa80% dari luas 1 ha

(Rp)I. Biaya produksiUpah tenaga kerja lepas dan boronganPengolahan tanah 300.000 240.000Penyulaman 115.000 92.000Penyiangan, pengguludan, dan pupuk lanjutan 35.000 28.000Pengendalian hama penyakitPanen 225.000 180.000Pengangkutan 40.000 32.000Pascapanen 108.000 86.400kupas jagung 50.000 40.000PipilJemur 50.000 40.000jumlah upah (biaya I) 200.000 160.000

II. Bahan 132.000 106.000Benih jagung 25 kg 1.225.000. 1,.04.400Pupuk buatanUrea 312.000 249.000SP-36KCL 315.000 252.000Obat-obatan 166.500 133.200Furadan Drusban 193.500 154.800Bahan pembantu lain (tali rafia, tambang dan ember) 62.500 50.000jumlah bahan (Biaya II) 1.275.000 1.819.600

III. Biaya lain – lainHonor pengamat/ pengawas 250.000 200.000Biaya penjualan 50.000 40.000Jumlah biaya lain - lain (biaya III) 300.000 240.000Jumlah biaya (I+II+III) 2.830.500 2.264.000Penerimaan kotorHasil jagung (kg) 2.085 1.668Penerimaan kotor 3.336.000 2.668.000Keuntungan 505.500 404.400Sumber: Ruskandi, (2013)

Page 107: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

103Optimalisasi Lahan di Bawah Tegakan Kelapa dengan Tanaman Sela di Kabupaten HalmaheraMaluku Utara (Abubakar Ibrahim dan Chris Sugiono)

Selain faktor internal dari tanaman yangdibudidayakan dibawah tegakan kelapa, faktoreksternal juga perlu diperhatikan. Hal ini telahdijelaskan oleh Barus (2013) pada penelitiannya diLampung yang menyatakan bahwa kondisi lahandan iklim setempat berpengaruh terhadap jenistanaman sela yang diusahakan. Hal ini karenafaktor penyinaran dan kesuburan lahan. Kondidilahan di tempat penelitiannya yaitu masam denganpH dibawah 5 dan ketersediaan hara P yangrendah. yang. Oleh karena itu perlu dilakukanperbaikan dengan pemberian inokulum pelarutfosfat, pemeberian pupuk organik dan hayati.

Selain itu, Menurut Tarigans (2000),kriteria lain yang perlu diperhatikan dalammemilih tanaman sela adalah harga tanaman selayang diusahakan dipasar tidak fluktuatif agarpetani tidak mengalami kerugian. Tarigans jugamenguatkan pernyataanya dalam penelitian padatahun 2005 bahwa dalam penerapan usahatanisecara horizontal menuntut pemilihan tanamansela yang dikembangkan didasarkan kepadaprospek pasar sehingga tanaman terpilih mampuberperan sebagai sumber pendapatan yangpotensial

Optimalisasi lahan di bawah tegakankelapa dengan disisipi tanaman sela di HalmaheraMaluku Utara adalah salah satu alternatif untukmendukung produksi dan pendapatan petanikelapa. Hal ini dapat dilihat dari areal pertanamankelapa yang cukup luas namun tidak termanfaatkanyang memiliki tingkat intensitas cahaya berkisar 50– 60 % dan kondisi lahan di Halmahera yangkering, beriklim basah dan dataran rendah. Olehkarena itu tanaman yang cocok untuk kondisitersebut adalah tanaman yang dapat tumbuh padaketinggian 0 - 500 m dpl (Mahmud, 1998).Tanaman yang sesuai dengan kriteria tersebutadalah Jagung yang tahan toleran naungan dantahan cekaman, tanaman kacang – kacangan, dansingkong karena tanaman tersebut adalah tanamanyang biasanya diusahakan secara monokultur olehpetani di Halmahera.

KESIMPULAN

Optimalisasi lahan dengan tanaman sela dikabupaten Halmahera belum dilakukan oleh petanikelapa. Produksi kelapa rata rata berkisar 0.5 – 0.8ton / ha atau belum bisa mencapai 1 ton danpendapatan petani tidak menentu karena hargayang bervariatif. Upaya dalam meningkatkanproduksi dan pendapatan petani kelapa diHalmahera Maluku Utara adalah denganmengintroduksi tanaman sela untuk dibudidayakandi bawah tegakan kelapa. Jenis tanaman sela yangprospektif dan mempunyai arti strategisdiusahakan di bawah tegakan tanaman kelapaadalah jagung, kacang tanah, singkong, pisang, dantanaman horikultur lain. Selain itu tanaman selamemberikan dampak positif juga bagi petanikelapa yang memiliki ternak sapi. Pengembangankedelai dan jagug di lahan kering di Maluku Utaradapat dilakukan dengan peningkatan intensifikasimelalui pengaturan pola tanam (intercropping) dibawah tegakan kelapa dan kedelai maupun jagung,sehingga diharapkan selain meningkatkan produksikelapa dan pendapatan petani juga menjadi suatucara baru untuk mendukung swasembada kedelaidan jagung Halmahera Maluku Utara.

DAFTAR PUSTAKA

Barus, J. 2013. Pemanfaatan lahan di bawahtegakan kelapa di lampung.Jurnal LahanSuboptimal 2.(1):68-74.

Badan Pusat Statistik. 2018. Maluku Utara DalamAngka. BPS Provinsi Maluku Utara.Ternate.

Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan. 2017.Kelapa. Statistik Perkebunan IndonesiaKomoditas Kelapa. Jakarta.

Elly, F.H, Sinaga, M.B, Kuntjoro, U.S, Kusnadi,N. Pengembangan Usaha Ternak SapiRakyat Melalui Integrasi Sapi Tanaman DiSulawesi Utara. 2008. Jurnal LitbangPertanian.27(2):63-68.

Page 108: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

104 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:97-105

Hamka. 2012. Analisis Faktor Produksi TanamanKelapa Terhadap Pendapatan Petani. JurnalAgrikan Ummu 5.(1):50-55.

Kadekoh. 2007. Optimalisasi Pemanfaatn LahanKering Berkelanjutan. Prosiding SeminarNasioanal Pengembangan Inovasi LahanMarginal.

Kawau, S.D., Pakasi., C.B.D., Sondakh, M.L.,Rengkung, L.R., 2015, Kajian PendapatanUsaha Tani Kelapa Dengan DiversifikasiHorizontal Pada Gapoktan Petani Jaya DiDesa Poigar 1 Kecamatan Sinonsayang Kab.Minahasa Selatan. ASE 11(3):41–52.

Mahmud, Z. 1998. Tanaman Sela Di BawahKelapa. Jurnal Penelitian danPengembangan Pertanian. 17(2):61-67.

Massae, Adan Afandy. 2017. Analisis PendapatanDan Kelayakan Usaha Tani Kelapa DalamDi Desa Kasoloang Kecamatan BambairaKabupaten Mamuju Utara Provinsi SulawesiBarat. e-J. Agrotekbis 5.(1):66-71.

Listyati, D dan Pranowo, D. 2002. Analisis UsahaTani Jagung Di Antara Kelapa. JurnalHabitat. 12(2):134-138.

Santoso, B dan Elsje, T. 2015. PemanfaatanTanman Sela Di Antara Kelapa. WartaPenelitian dan Pengembangan TanamanIndustri. 21(1):28-29.

Ruskandi. 2003. Prospek Usaha Tani JagungSebagai Tanaman Sela Di Antara TegakanKelapa. Buletin Teknik Pertanian 8.(2):55-59.

Patty, Z. 2011. Analisis Produktivitas Dan NilaiTambah Kelapa Rakyat (Studi Kasus Di 3Kecamatan Di Kabupaten Halmahera Utara).Jurnal Agroforesty.6 (2):154-159.

Popoko, S. 2012. Pengaruh Biaya PemasaranTerhadap Tingkat Pendapatan Petani KopraDi Kecamatan Tobelo Selatan KabupatenHalmahera Utara. Jurnal UNIERA 2.(2):80-91.

Randriani dalam Santoso, B. 2015. PemanfaatanTanaman Sela Di Antara Kelapa. WartaPenelitian dan Penegmabangan TanamanIndustri. 21(1): 28-29.

Ruauw, E. Baroleh, J. Powa, D. 2011. KajianPengelolaan Usaha Tani Kelapa Di DesaTolombukan Kecamatan Pasan KabupatenMinahasa Tenggara. ASE 7.(2): 39-50.

Santoso, B.A. 2017. Analisis Pendapatan terhadapKarakteristik Usaha Tani Integrasi TanamanPerkebunan-Sapi di Desa Mesa KabupatenMaluku Tengah. Jurnal Ilmu PertanianIndonesia. 22(2):108-114.

Salendu, A.H.S dan Elly, H.F. 2014. AnalisisPendapatan Petani Kelapa-Ternak Sapi DiKawasan Agropolitan Kecamatan TengaKabupaten Minahasa Selata. Jurnal Zootek34.(1):1-13.

Soekartawi. 2006. Ilmu Usaha Tani. UI Press.Jakarta.

Sopandie dan Trikoesoemaningtiyas. 2011.Pengembangan Tanaman Sela Di BawahTegakan Tanaman Tahunan. Iptek TanamanPangan 6.(2): 168-182.

Sudana, W dan I.E, Malia. 2005. Keragaan UsahaTani Kelapa Rakyat Dan Peluang JagungSebagai Tanaman Sela Di Sulawesi Utara.Penyediaan Paket Teknologi PertanianTerpadu Mempercepat PengembanganAgribisnis Dan Ketahanan Pangan. ProsingSeminar Nasional Manado.

Tamburin, Y. 2012. Kajian Adaptasi VarietasUnggul Baru Jagung DiAntara PertanamanKelapa di Kabupaten Minahasa Selatanprovinsi Sulawesi Utara. B. Palma. 13(1): 2-40.

Tarigans, D.D. 2000. Introduksi Pola TanamCampuran Dalam pengusahaan TanamanKelapa. Warta penelitian dan PengembanganTanaman Industri. 5(4): 12-17.

Tarigans, D.D.,2002. Sistem Usaha Tani BerbasisKelapa. Perspektif. 1 .(1):18- 32.

Page 109: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

105Optimalisasi Lahan di Bawah Tegakan Kelapa dengan Tanaman Sela di Kabupaten HalmaheraMaluku Utara (Abubakar Ibrahim dan Chris Sugiono)

Tarigans, D.D. 2005. Diversifikasi usaha TaniKelapa Sebagai Upaya Untuk MeningkatkanPendapatan Petani. Jurnal Perspektif. 4(2):71-78.

Tjahjana, B.E., Rusli, M. Herman, D. Listiyati, G.Indriati, H. Tampake, D.D. Tariganas, danA. Mahfuth. 2000. Manipulasi Jarak DanSistem Tanam Kelapa Untuk Pola Tanam.Laporan Hasil Penelitian Bagian ProyekPenelitian Pola tanam Kelapa. LokaPenelitian Pola Tanam Kelapa. Pakuwon.

Page 110: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,
Page 111: bbpengkajian.litbang.pertanian.go.idbbpengkajian.litbang.pertanian.go.id/images/Download/bulletin_vol_4_no_1_gabungan...Buletin INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI Volume 4, Nomor 1,

PEDOMAN BAGI PENULIS

NASKAH. Redaksi hanya menerima naskah yang belum pernah dipublikasikan dan tidak dalam proses penerbitan padapublikasi lain.

BENTUK NASKAH. Naskah diketik dengan Microsoft Word, jenis huruf Arial, 2 spasi termasuk abstrak. Panjang naskahtidak melebihi 20 halaman termasuk tabel, gambar, perhitungan dan literatur.

Naskah disusun dengan urutan sebagai berikut: Judul Naskah, Nama Penulis beserta instansi dan alamat,Abstrak beserta Kata Kunci (dalam bahasa Indonesia dan Inggris). Untuk tulisan review, urutannya:Pendahuluan, Sub-sub Topik. Bahasan, Kesimpulan, dan ditutup dengan Daftar Pustaka. Untuk tulisannaskah hasil Litkaji setelah Pendahuluan dilanjutkan dengan Metodologi, dilanjutkan dengan Hasil danPembahasan, Kesirnpulan dan Daftar Pustaka.

BAHASA. Gunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baku. Pemakaian istilah-istilah asing hendaknyadikurangi/disesuaikan dengan Pedoman Bahasa Indonesia.

JUDUL NASKAH. Judul merupakan ungkapan yang mencerminkan isi naskah, tidak lebih dari 15 kata.

ABSTRAK. Naskah dalam bahasa Indonesia maupun yang berbahasa Inggris ditulis ringkas dan jelas tidak lebih dari250 kata. Abstrak dituangkan dalam satu paragraf, mencakup latar belakang, tujuan, metode penelitian,hasil pembahasan dan kesimpulan.

KATA KUNCI. Pemilihan kata kunci mengacu pada deskriptor yang tercantum dalam AGROVOC. Apabila istilah yangdipilih tidak terdapat dalam AGROVOC, maka Thesaurus lain atau kamus istilah dapat dipakai sebagairujukan. Maksimal 4 kata kunci

PENDAHULUAN. Memuat alur pikir serta justifikasi perlunya penelitian/pengkajian atau penulisan dilakukan,perumusan tujuan secara rind dan spesifik mengacu pada permasalahan yang akan diteliti atau ditulis

METODE. Memuat unsur lokasi dan waktu, rancangan penelitian/pengkajian meliputi penentuan/penetapanparameter/peubah; metode pengumpulan data (sampling method), metode pengolahan dan analisis data.Penyajian metode memeriukan acuan pustaka. Uraian agar mencantumkan rtimusan matematis yang hasilnumeriknya dapat divalidasi. Penyajian metode harus cukup terperinci sehingga dapat diulangi(repeatability). Untuk naskah berupa ulasan/review, setelah Pendahuluan langsung pada uraianPembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Memuat tampilan dalam bentuk tabulasi data; analisis dan evaluasi terhadap data sesuaiformula hasil kajian teoritis yang dilakukan; dan interpretasi hasil analisis

KESIMPULAN. Harus mengakomodasi semua tujuan yang teiah ditetapkan, dan secara substantif mampu mengaitkantemuan pokok penelitian dan pengkajian dengan permasalahan yang dihadapi, azas manfaat penelitian,dilengkapi implikasinya dan bukan merupakan pengulangan atau ringkasan dari hasil dan pembahasan

TABEL. Tabel diberi fudul singkat, jelas dan diikuti keterangan tempat dan waktu pengambilan data.

GAMBAR DAN GRAFIK. Gambar dan grafik dibuat ukuran besar sehingga memungkinkan direduksi antara 50-60% darigambar dan grafik asli. Judul gambar dan grafik diletakkan di bawahnya tanpa mempengaruhi bagiangambar atau grafik.

SATUAN PENGUKURAN. Satuan pengukuran dalam teks, grafik dan gambar memakai sistem metrik misalnya kg, g,cm, km, I, ha dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA. Menyajikan semua pustaka yang dikutip (sebaiknya terbitan 10 tahun terakhir), Minimal 80% daritulisan jurnal primer, disusun menurut abjad dengan urutan nama pengarang, tahun terbit, judul karangan,nama pubiikasi, volume dan nomor jurnal serta halaman.

Contoh Penulisan Daftar Pustaka:

Gonzales, N.J., T.W. Sullivan, J.H. Douglas, and M.M. Beck. 1993. Effect on inorganic sulfate on bonemineralization in broilers. Poultry Science 72(3):135-174.

Sutriadi, M.T., dan B. Rochayati. 2002. Pengkayaan P dengan phosphat alam pada lalian kering masam.Dalam Suptapto, Hartono (Eds.). Prosiding Seminar Nasional Pertanian Lahan Kering. Banjarbaru,1819 Desember 2002. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan PengembanganPertanian: hal. 47-58.

Chute, H.L. 1984. Fungal infections. In Hofstad, M.S (Eds). Diseases of Poultry. 8th ed. Iowa StateUvinersity Press. Iowa, USA: p. 309-322.

Cooper, M. McG. and R. J. Thomas. 1982. Profitable Sheep Farming. 5th ed. Farming Press Ipswich, UK.

Sutrisno, P.S. 2005. Integrasi Padi dan Ternak. http://www.ajol.info/viewarticle.php?id=abstak [28 Mei]2006.

BPTP Kalteng. 2006. Pemanfaatan Lahan Rawa Eks PLG Kalimantan Tengah. BPTP Kalteng.Palangkaraya.

PENYERAHAN NASKAH. Naskah (hard copy) diserahkan ke Dewan Redaksi rangkap 3 (tiga) bersama dengan filenaskah (soft copy) dengan dilengkapi surat pengantar dari kepala unit kerja/instansi.

WAKTU PENERBITAN. Buletin diterbitkan dua kali setahun. Urutan naskah yang diterbitkan didasarkan padakelancaran proses pemeriksaan oleh Dewan Redaksi dan perbaikan ofeh Penulis.