39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan IPTEK di dunia ini ternyata tidak diimbangi dengan kemajuan psikologis dan sosiologis dari setiap kalangan yang ada di setiap negara. Maraknya peristiwa mengakhiri hidup dengan bunuh diri menjadi sebuah fenomena menarik. Namun, pada kondisi empirik kita temukan justru pada akhir-akhir ini fenomena mengambil jalan pintas bunuh diri menjadi sebuah alternatif yang banyak dipilih tak hanya kalangan orang dewasa, tetapi juga oleh remaja, bahkan anak-anak yang masih bersekolah di tingkat dasar. Tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya 50 ribu orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri perharinya. Jumlah ini belum ditambah tingkat kematian akibat dari pemakaian obat terlarang (overdosis) yang jumlahnya mencapai 50 ribu orang tiap tahun. Bunuh diri, menurut Dr Suryo Darmono SpKJ, dari Bagian Psikiatri FKUI/RSCM, adalah kematian yang diperbuat oleh korban sendiri secara sengaja. ”Bunuh diri merupakan masalah yang kompleks, dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari biologis, psikologis (koping individu tidak efektif), dan sosio kultural. Jadi bunuh diri tidak pernah disebabkan oleh alasan tunggal,” papar Suryo. 1

Trend dan Isu Keperawatan

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan IPTEK di dunia ini ternyata tidak diimbangi

dengan kemajuan psikologis dan sosiologis dari setiap

kalangan yang ada di setiap negara. Maraknya peristiwa

mengakhiri hidup dengan bunuh diri menjadi sebuah fenomena

menarik. Namun, pada kondisi empirik kita temukan justru

pada akhir-akhir ini fenomena mengambil jalan pintas bunuh

diri menjadi sebuah alternatif yang banyak dipilih tak

hanya kalangan orang dewasa, tetapi juga oleh remaja, bahkan

anak-anak yang masih bersekolah di tingkat dasar. Tingkat

bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005,

sedikitnya 50 ribu orang Indonesia melakukan tindak bunuh

diri tiap tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500

orang Indonesia melakukan bunuh diri perharinya. Jumlah ini

belum ditambah tingkat kematian akibat dari pemakaian obat

terlarang (overdosis) yang jumlahnya mencapai 50 ribu orang

tiap tahun.

Bunuh diri, menurut Dr Suryo Darmono SpKJ, dari Bagian

Psikiatri FKUI/RSCM, adalah kematian yang diperbuat oleh

korban sendiri secara sengaja. ”Bunuh diri merupakan masalah

yang kompleks, dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari

biologis, psikologis (koping individu tidak efektif), dan

sosio kultural. Jadi bunuh diri tidak pernah disebabkan oleh

alasan tunggal,” papar Suryo.1

Berbagai penelitian menunjukkan, lebih dari 90% kasus

bunuh diri mempunyai latar belakang gangguan jiwa. Depresi

merupakan diagnosis tersering yang ditegakkan pada kasus

bunuh diri. Lebih dari 60% di antaranya mengalami gangguan

depresi saat melakukan bunuh diri. Gangguan jiwa lain yang

seringkali menyertai perilaku bunuh diri adalah

penyalahgunaan alkohol dan zat psikoaktif, skizofrenia,

gangguan mental organik (epilepsi), dan gangguan kepribadian

berciri impulsif-agresif (antisocial)

Posisi Indonesia sendiri hampir mendekati negara-negara

bunuh diri, seperti Jepang, dengan tingkat bunuh diri

mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun dan China yang

mencapai 250.000 per tahun.

Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia

dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya 50.000 orang

Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Dengan

demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh

diri per harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan

sekitar 1,2 per 100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri

tertinggi di Indonesia adalah Gunung Kidul, Yogyakarta

mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.

Di Provinsi Bali, berdasarkan data yang dihimpun

Kepolisian Daerah Bali selama lima bulan tahun 2008 sebanyak

70 kasus, sementara tahun 2009 ada 39 kasus.

Psikolog Tika Bisono mensinyalir para pelaku bunuh diri

memilih keramaian sebagai tempat bunuh diri karena, pelaku

ingin terlihat membaur selayaknya orang normal melakukan2

aktivitas, masih berada di persimpangan antara mau dan tidak

mau serta berharap setidaknya ada orang yang berniat

mencegah dirinya melakukan usaha bunuh diri. Jika disimak,

banyak peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh anak usia

belasan tahun dan masih bersekolah disekolah dasar atau di

sekolah menengah pertama (SMP). Kini, bunuh diri dipandang

sebagian masyarakat sebagai salah satu jalan keluar

mengatasi masalah yang dihadapinya. Bunuh diri dipandang

potret masyarakat gagal. Manusia dihargai bukan oleh nilai-

nilai kemanusiaan, melainkan oleh kedudukan, kekayaan,

martabat dan status sosial. Lunturnya penghargaan individu

menjadi pemicu orang tidak lagi berharga di mata orang lain.

Hal tersebut juga sangat mempengaruhi faktor psikologis

dan sosiologis bangsa Indonesia yang tak mampu

mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar dan diri

sendiri. Hasil dari kebimbangan yang tak dapat dikendalikan

dapat menghasilkan dan menjadikan bunuh diri sebagai jalan

keluar yang tak akan pernah menyelesaikan masalah.

Beranjak dari permasalahan yang telah dipaparkan di

atas, penulis merasa perlu untuk meningkatkan dan

mengembangkan pengetahuan tentang tanda dan gejala bunuh

diri pada anak dan remaja serta perkembangan jiwa pada anak

dan remaja. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis

merumuskan judul “Trend dan Isu Keperawatan Jiwa : Bunuh

Diri Pada Anak dan Remaja”

1.2 Rumusan Masalah

3

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat

menyimpulkan permasalahan mendasar dalam penelitian ini

adalah kurangnya pengetahuan tentang bunuh diri pada anak

dan remaja. Dari permasalahan di atas, dapat dirinci rumusan

masalah sebagai berikut :

a. Apa pengertian dari bunuh diri?

b. Apa factor – factor penyebab terjadinya bunuh diri?

c. Apa peran parenting pattern dalam mencegah bunuh diri

pada anak dan remaja?

d. Bagaimana perkembangan bunuh diri pada anak dan remaja?

e. Bagaimana mencegah perilaku bunuh diri pada anak dan

remaja?

f. Apa peran pemerintah dalam mengatasi perilaku bunuh

diri pada anak?

1.3 Tujuan

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk  mengetahui trend

dan isu pada keperawatan jiwa tentang bunuh diri pada anak

dan remaja

Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengertian bunuh diri

b. Mengetahui factor-faktor penyebab terjadinya bunuh diri

c. Mengetahui peran parenting pattern dalam mencegah

bunuh diri pada anak dan remaja

d. Mengetahui perkembangan bunuh diri pada anak dan

remaja

4

e. Mengetahui pencegahan perilaku bunuh diri pada anak dan

remaja

f. Mengetahui peran pemerintah dalam mengatasi perilaku

bunuh diri pada anak

1.4 Manfaat

Dari informasi yang didapat, diharapkan penelitian ini

mempunyai manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi informasi bagi mahasiswa tentang trend dan isu

pada keperawatan jiwa tentang bunuh diri pada anak dan

remaja.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Sebagai penambah wawasan/ilmu pengetahuan tentang

trend dan isu pada keperawatan jiwa tentang bunuh diri

pada anak dan remaja

b. Bagi Mahasiswa

Diharapkan hasil dari penelitian ini akan memberikan

masukan bagi mahasiswa tentang trend dan isu pada

keperawatan jiwa tentang bunuh diri pada anak dan

remaja

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi

peneliti selanjutnya mengenai hal yang sama secara

lebih mendalam.

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bunuh Diri

Clinton dalam Mental Health Nursing Practice (1995:

262) menyebutkan :

Suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri

kehidupan, individu secara sadar dan berhasrat dan

berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku

bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau

ancaman verbal, yang akan mengakibat kan kematian, luka

atau menyakiti diri sendiri.

Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin

“suicidium”, dengan “sui” yang berarti sendiri dan

“cidium” yang berarti pembunuhan. Schneidman

mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku

pemusnahan secara sadar yang ditujukan pada diri sendiri

oleh seorang individu yang memandang bunuh diri sebagai

solusi terbaik dari sebuah isu. Dia mendeskripsikan

bahwa keadaan mental individu yang cenderung melakukan

bunuh diri telah mengalami rasa sakit psikologis dan

perasaan frustasi yang bertahan lama sehingga individu

melihat bunuh diri sebagai satu-satunya penyelesaian

untuk masalah yang dihadapi yang bisa menghentikan rasa

sakit yang dirasakan (dalam Maris dkk., 2000).

Dari aliran eksistensial, Baechler mengatakan bahwa

bunuh diri mencakup semua perilaku yang mencari6

penyelesaian atas suatu masalah eksistensial dengan

melakukan percobaan terhadap hidup subjek (dalam Maris

dkk., 2000). Menurut Corr, Nabe, dan Corr (2003), agar

sebuah kematian bisa disebut bunuh diri, maka harus

disertai adanya intensi untuk mati. Meskipun demikian,

intensi bukanlah hal yang mudah ditentukan, karena

intensi sangat variatif dan bisa mendahului , misalnya

untuk mendapatkan perhatian, membalas dendam,mengakhiri

sesuatu yang dipersepsikan sebagai penderitaan, atau

mengakhiri hidup. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan

Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara

lain:

1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara

intensional

2. Bunuh diri dilakukan dengan intense

3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri

sendiri

4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif)

atau tidak langsung (pasif), misalnya dengan tidak

meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau

secara sengaja berada di rel kereta api.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat

dikatakan bahwa bunuh diri secara umum adalah perilaku

membunuh diri sendiri dengan intensi mati sebagai

penyelesaian atas suatu masalah.

Dalam bukunya Le Suicide (1987), Durkheim merumuskan

dan menguraikan secara jelas tiga tipe bunuh diri.

7

Pembagian ini, dapat menjelaskan berbagai kasus bunuh

diri di Indonesia karena dinilai praktis, yaitu :

1. Bunuh diri egoistik

Terjadi akibat ketidakmampuan individu untuk berintegrasi dengan

masyarakat. Hal ini umumnya terjadi di kota besar,

dimana masyarakat kota memiliki interaksi dan

integrasi sosial yang relatif rendah. Bunuh diri

egoistis terutama disebabkan oleh egoisme yang tinggi

pada diri orang yang bersangkutan. Kalaupun ia berada

dalam sebuah grup ia tidak total berada di dalamnya.

Hidupnya tertutup untuk orang lain, cenderung

memikirkan dan mengusahakan kebutuhannya sendiri.

Orang yang egoismenya tinggi ketika mengalami krisis

tidak bisa menerima bantuan moral dari grupnya. Ia

dengan mudah bisa terjerumus oleh sikapnya yang egois

untuk mengakhiri hidupnya. Orang yang egois cenderung

untuk melihat segala sesuatu dari ukurannya sendiri.

2. Bunuh diri altruistik

Terjadi akibat individu terikat pada tuntutan tradisi khusus ataupun

karena individu merasa bahwa kelompoknya mengharapkannya.

Contohnya adalah hara-kiri di Jepang. Bunuh diri

altruistis dipahami sebagai kebalikan dari bunuh diri

egoistis. Individu terlalu berlebihan dalam integrasi

dengan grup atau kelompoknya hingga di luar itu ia

tidak memiliki identitas. Pengintegrasian yang

berlebihan biasanya berdimensi memandang hidup di luar

grup atau dalam pertentangan dengan grup sebagai tidak

berharga. Dalam konteks ini Durkheim mengambil contoh8

konkret orang yang suka mati syahid daripada

menyangkal agamanya dan para prajurit dan perwira yang

berani mati gugur demi keselamatan nusa dan bangsa.

3. Bunuh diri anomik

Terjadi akibat individu kehilangan pegangan dan tujuan sehingga

individu meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Anomi

adalah keadaan moral dimana orang yang bersangkutan kehilangan

cita-cita, tujuan dan norma dalam hidupnya. Nilai-nilai yang

biasa memotivasi dan mengarahkan perilakunya sudah

tidak berpengaruh. Adapun penyebab yang sering

dijumpai yaitu m usibah dalam bentuk apapun. Kehadiran

musibah menghantam cita-cita, tujuan dan norma

hidupnya sehingga ia mengalami kekosongan hidup. Pada

kontek inilah, di Indonesia kasus bunuh diri meningkat

tajam sehingga orang rela bunuh diri dengan membakar

diri, gantung diri, minum racun dan sebagainya.

Keadaan anomi melanda masyarakat karena adanya

perubahan sosial yang terlalu cepat.

4. Bunuh diri fatalistik

Terjadi pada individu yang hidup di masyarakat yang terlalu ketat

peraturannya. Misalnya karena tekanan seorang majikan

terhadap pembantunya. Sehingga terjadi bunuh diri.

2.2 Faktor- factor Penyebab Bunuh Diri

Sampai saat ini belum didapatkan penyebab yang pasti

dari bunuh diri. Bunuh diri merupakan interaksi yang

kompleks dari faktor-faktor genetik, organobiologik,

psikologik, dan sosiokultural. Faktor-faktor itu dapat9

saling menguatkan atau melemahkan terjadinya tindakan

bunuh diri pada seorang individu. 

Bunuh diri bukanlah merupakan satu hal tetapi

terdiri dari banyak fenomena yang tumpang tindih. Oleh

sebab itu, tidak ada satupun kasus bunuh diri yang

memiliki etiologi yang sama (Maris dkk.,2000). Schneidman

menyebut bunuh diri sebagai hasil dari “psychache”.

Psychache merupakan rasa sakit dan derita yang tidak

tertahankan dalam jiwa dan pikiran. Rasa sakit tersebut

pada dasarnya berasal dari jiwa seseorang ketika

merasakan secara berlebih rasa malu, rasa bersalah,

penghinaan, kesepian, ketakutan, kemarahan, kesedihan

karena menua, atau berada dalam keadaan sekarat (dalam

Maris dkk., 2000). Di samping itu, Mann dari bidang

psikiatri mengatakan penyebab bunuh diri berada di otak,

akibat kurangnya tingkat 5-HIAA, reseptor post-sinapsis,

dan pertanda biologis lainnya (dalam Maris dkk., 2000).

Tidak ada faktor tunggal pada kasus bunuh diri,

setiap faktor yang ada saling berinteraksi. Namun

demikian, tidak berarti bahwa seorang individu yang

melakukan bunuh diri memiliki semua karakteristik di

bawah ini. Berikut beberapa faktor penyebab bunuh diri

yang didasarkan pada kasus bunuh diri yang berbeda-beda

tetapi memiliki efek interaksi di antaranya (Maris, dalam

Maris dkk.,2000; Meichenbaum, 2008):

1. Major-depressive illness, affective disorder

10

2. Penyalahgunaan obat-obatan (sebanyak 50% korban

percobaan bunuh memiliki level alkohol dalam darah

yang positif)

3. Memiliki pikiran bunuh diri, berbicara dan

mempersiapkan bunuh diri

4. Sejarah percobaan bunuh diri

5. Sejarah bunuh diri dalam keluarga

6. Isolasi, hidup sendiri, kehilangan dukungan,

penolakan

7. Hopelessness dan cognitive rigidity

8. Stresor atau kejadian hidup yang negatif (masalah

pekerjaan, pernikahan, seksual, patologi keluarga,

konflik interpersonal, kehilangan, berhubungan

dengan kelompok teman yang suicidal)

9. Kemarahan, agresi, dan impulsivitas

10. Key symptoms (anhedonia, impulsivitas,

kecemasan / panik, insomnia global, halusinasi

perintah)

11. Suicidality (frekuensi, intensitas, durasi,

rencana dan perilaku persiapan bunuh diri)

12. Akses pada media untuk melukai diri sendiri

13. Penyakit fisik dan komplikasinya

14. Repetisi dan komorbid antara faktor-faktor di

atas

Adapun karakteristik kepribadian seseorang yang

cenderung ingin bunuh diri, antara lain :

1. Ambivalensi11

Keinginan untuk tetap hidup dan keinginan untuk mati

berkecamuk pada pelaku bunuh diri. Terdapat dorongan

untuk lari dari pedihnya kehidupan, sekaligus terdapat

pula keinginan untuk bertahan hidup. Banyak pelaku bunuh

diri sesungguhnya tidak ingin mati, hanya saja mereka

tidak merasa bahagia dengan kehidupannya. Bila diberikan

dukungan dan keinginan untuk hidup ditingkatkan, maka

risiko bunuh diri akan berkurang.

2. Impulsivitas

Bunuh diri juga merupakan tindakan impulsif. Sebagaimana

juga impuls lain, impuls bunuh diri juga bersifat

sementara dan berlangsung hanya beberapa menit atau

beberapa jam. Biasanya dicetuskan oleh peristiwa sehari-

hari yang negatif. Dengan mengatasi keadaan krisisnya

serta mengulur waktu, maka petugas kesehatan dapat

menolong mengurangi keinginan bunuh diri.

3. Rigiditas

Pada saat melakukan tindakan bunuh diri, pikiran,

perasaan dan perilakunya terbatas. Mereka terus

memikirkan bunuh diri saja dan tidak dapat menemukan

jalan ke luar lain dari masalahnya. Mereka berpikir

secara kaku.

2.3 Peran Parenting Pattern Dalam Mencegah Bunuh Diri

Pada Anak Dan Remaja

12

Perilaku berisiko tinggi yang dilakukan remaja perlu

dicermati dengan bijaksana karena di satu pihak dapat

merupakan perilaku sesaat tapi juga dapat pula merupakan

pola perilaku yang terus menerus dapat membahayakan diri,

orang lain maupun lingkungan. Untuk itu diperlukan suatu

cara pendekatan yang komprehensif dari semua pihak baik

orang tua, guru, maupun masyarakat sekitar agar memahami

perkembangan jiwa remaja dengan harapan masalah remaja

dapat tertanggulangi.

Keluarga juga memiliki peran dalam mencegah tindakan

bunuh diri dengan memberikan perhatian khusus kepada

anggota keluarga yang berkecenderungan melakukan tindakan

bunuh diri.  Sering terjadi orang tua dan anggota

keluarga sudah tidak perlu lagi ikut campur dalam urusan

pribadi masing-masing anggota keluarga ketika mereka

telah dewasa.  Padahal ikatan keluarga khususnya keluarga

inti atau batih tidak berhenti pada satu fase atau usia

tertentu.  Ikatan emosional keluarga sangat menentukan

kemampuan anak dalam bertindak.  Tidak sedikit seorang

anak berpikir beberapa kali untuk melakukan tindakan yang

menyimpang dengan alasan tidak mau merusak nama baik

keluarga dan ini merupakan harta yang paling berharga dan

cara paling efektif untuk meminimalisir terjadinya

kenakalan remaja.  

Bila fungsi ini telah hilang, maka tidak mustahil

bila seorang anak justru melakukan penyimpangan social

(social deviant) justru dengan kesadaran untuk merusak

nama keluarga.  Tidak jarang keluarga justru menjadi13

factor penyebab utama seseorang melakukan tindakan

penyimpangan seperti bunuh diri.  Kekerasan, pelecehan

dan pengabaian sering menjadi alasan bagi seorang anggota

keluarga untuk membenarkan tindakannya yang menyimpang.  

Peran Orangtua

a. Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal

dan balita

b. Membekali anak dengan dasar moral dan agama

c. Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara

orangtua–anak

d. Menjalin kerjasama yang baik dengan guru

e. Menjadi tokoh panutan bagi anak baik dalam perilaku

maupun dalam yhal menjaga lingkungan yang sehat

f. Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak

g. Hindarkan anak dari NAPZA

Peran Sebagai Pendidik

Orang tua hendaknya menyadari banyak tentang

perubahan fisik maupun psikis yang akan dialami remaja.

Untuk itu orang tua wajib memberikan bimbingan dan arahan

kepada anak. Nilai-nilai agama yang ditanamkan orang tua

kepada anaknya sejak dini merupakan bekal dan benteng

14

mereka untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi.

Agar kelak remaja dapat membentuk rencana hidup mandiri,

disiplin, dan bertanggung jawab, orang tua perlu

menanamkan arti penting dari pendidikan dan ilmu

pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah, di luar

sekolah, serta di dalam keluarga.

Peran Sebagai Pendorong

Menghadapi masa peralihan menuju dewasa, remaja

sering membutuhkan dorongan dari orang tua. Terutama saat

mengalami kegagalan yang mampu menyurutkan semangat

mereka. Pada saat itu, orang tua perlu menanamkan

keberanian dan rasa percaya diri remaja dalam menghadapi

masalah, serta tidak gampang menyerah dari kesulitan.

Peran Sebagai Panutan

Remaja memerlukan model panutan di lingkungannya.

Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan, baik dalam

menjalankan nilai-nilai agama maupun norma yang berlaku

di masyarakat. Peran orang tua yang baik akan

mempengaruhi kepribadian remaja.

Peran Sebagai Pengawas

Menjadi kewajiban bagi orang tua untuk melihat dan

mengawasi sikap dan perilaku remaja agar tidak terjerumus

ke dalam pergaulan yang membawanya ke dalam kenakalan

remaja dan tindakan yang merugikan diri sendiri. Namun

15

demikian hendaknya dilakukan dengan bersahabat dan lemah

lembut. Sikap penuh curiga, justru akan menciptakan jarak

antara anak dan orang tua, serta kehilangan kesempatan

untuk melakukan dialog terbuka dengan anak dan remaja.

Peran Sebagai Teman

Menghadapi remaja yang telah memasuki masa akil

balig, orang tua perlu lebih sabar dan mau mengerti

tentang perubahan pada remaja. Perlu menciptakan dialog

yang hangat dan akrab, jauh dari ketegangan atau ucapan

yang disertai cercaan. Hanya bila remaja merasa aman dan

terlindung, orang tua dapat menjadi sumber informasi,

serta teman yang dapat diajak bicara atau bertukar

pendapat tentang kesulitan atau masalah mereka.

Peran Sebagai Konselor

Peran orang tua sangat penting dalam mendampingi

remaja, ketika menghadapi masa-masa sulit dalam mengambil

keputusan bagi dirinya. Orang tua dapat memberikan

gambaran dan pertimbangan nilai yang positif dan

negatif , sehingga mereka mampu belajar mengambil

keputusan tebaik. Selain itu orang tua juga perlu

memiliki kesabaran tinggi serta kesiapan mental yang kuat

menghadapi segala tingkah laku mereka, terlebih lagi

seandainya remaja sudah melakukan hal yang tidak

diinginkan. Sebagai konselor, orang tua dituntut untuk

tidak menghakimi, tetapi dengan jiwa besar justru harus

16

merangkul remaja yang bermasalah tersebut.

Peran Sebagai Komunikator.

Suasana harmonis dan saling memahami antara orang

tua dan remaja, dapat menciptakan komunikasi yang baik.

Orang tua perlu membicarakan segala topik secara terbuka

tetapi arif. Menciptakan rasa aman dan telindung untuk

memberanikan anak dalam menerima uluran tangan orang tua

secara terbuka dan membicarakan masalahnya. Artinya tidak

menghardik anak.

2.4 Perkembangan Jiwa Pada Anak dan Remaja

2.5 Pencegahan Perilaku Bunuh Diri Pada Anak Dan Remaja

1. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh individu

Bila menemukan orang dengan ciri risiko tinggi bunuh

diri:

a. Coba menjalin kontak  dan mengenali pelaku

tindakan bunuh diri beserta latar belakangnya.

b. Dengarkan dengan penuh perhatian dan biarkan

pelaku tindakan bunuh diri berbicara mengenai

perasaannya.

c. Coba mengenali masalah dan memahami perasaannya.

d. Hargai pemikirannya dan jangan menyalahkan

keputusan mereka untuk bunuh diri.

e. Telusuri situasi yang dialami sekarang dan

pengalaman serta keyakinannya pada masa lalu.

17

f. Telusuri pilihan alternatif yang positif yang

mungkin dan dapat dilakukan sesuai dengan diri,

nilai dan hal yang disenangi oleh orang tersebut.

g. Identifikasi cara terbaik yang dapat dilakukan

untuk menolong mereka dalam situasi krisis.

h. Beri mereka harapan dan optimisme.

i. Bantu mereka mengurangi beban pikirannya.

j. Libatkan mereka dalam kegiatan sosial dan rekreasi

seperti bertemu orang, berbicara kepada teman,

mendengarkan radio, menonton televisi (bukan yang

menayangkan tentang bunuh diri), menghadiri

pertemuan sosial dan lain-lain.

k. Rujuk mereka kepada konselor atau tenaga kesehatan

jiwa (psikiater, psikolog)

l. Ikuti saran dari dokter atau konselor, khususnya

kepatuhan terhadap terapi.

m. Dampingi dan bantu mereka dengan segala cara yang

mungkin dilakukan.

n. Teruskan berinteraksi, mendengarkan dan menawarkan

dukungan.

Bila situasi krisis sudah berlalu, penting untuk

tetap memberikan dukungan agar mereka mampu mengatasi

tantangan hidup dengan cara yang positif. Jika pikiran

bunuh diri tetap ada, diperlukan dukungan konselor dan

profesional lain, jadi mereka perlu dirujuk ke tenaga

yang tepat. Semua anggota masyarakat sebenarnya dapat

bertindak sebagai konselor yang terbatas yaitu dengan

18

cara berkomunikasi, berempati, memberi dukungan dan

menunjukkan arahan yang positif bagi orang tersebut.

2. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh keluarga

Keluarga merupakan pusat dari semua kegiatan

dalam kehidupan individu. Konflik interpersonal,

hubungan yang terganggu dan kehidupan yang tidak

harmonis merupakan faktor pencetus yang penting dalam

tindakan bunuh diri. Keluarga perlu memberi dukungan

dan melakukan upaya untuk mencegah bunuh diri. Anggota

keluarga dapat melakukan upaya yang efektif dengan

berbagai cara, antara lain:

a. Mengidentifikasi tanda-tanda dari stres dan

kecenderungan bunuh diri. Karena ekspresinya

sangat unik untuk setiap budaya, maka keluarga

harus mengenali kecenderungan tersebut.

b. Membina hubungan yang erat dengan pelaku, penuh

perhatian, mendengarkan, menghargai perasaan serta

memahami emosinya.

c. Tunjukkan bahwa keluarga ingin menolongnya.

d. Lebih baik membangun potensi kekuatan pelaku dari

pada terpaku pada kelemahannya.

e. Jangan tinggalkan seorang diri anggota keluarga 

yang mempunyai keinginan bunuh diri.

f. Menjauhkan pelaku dari benda yang membahayakan

dirinya seperti: obat-obatan, racun, benda tajam,

tali dan lain-lain.

19

g. Secara bertahap bangkitkan kembali keinginan untuk

hidup (untuk beberapa situasi dapat terjadi dengan

cepat).

h. Ajari dan praktekkan metode penyelesaian masalah

dan timbulkan rasa optimis.

i. Mencoba untuk meminimalkan konflik di rumah dan

mengembangkan latihan pemecahan masalah bersama

dengan anggota keluarga yang lain.

j. Mendorong anggota keluarga tersebut untuk mencari

pertolongan profesional, rumah sakit atau LSM

(lihat lampiran) yang tepat. Mereka yang mempunyai

masalah kesehatan jiwa tidak mau dilabel dengan

”gangguan jiwa”. Oleh karena itu persuasi

merupakan faktor kunci untuk membawanya ke dokter.

Konsultasi dengan dokter tidak cukup hanya satu

kali. Untuk mendapatkan perubahan yang bermakna

diperlukan konsultasi yang teratur dan perlu

mengikuti saran yang diberikan oleh dokter.

k. Membantu anggota keluarga tersebut untuk mengatasi

krisis dengan berbagai cara yang realistik dan

cocok dengan yang bersangkutan

l. Tetap mengobservasi dan mewaspadai tindakan,

reaksi dan perilakunya.

m. Perhatian khusus diberikan pada usia lanjut,

penyakit terminal, gangguan jiwa (depresi,

alkoholisme, tindak kekerasan dan lain-lain) dan

penderita cacat.

20

n. Identifikasi lembaga atau tokoh dalam masyarakat

untuk membantu kasus spesifik (misalnya sekolah,

lembaga tenaga kerja, lembaga sosial, institusi

kesehatan, tokoh agama dan sesepuh atau tokoh

masyarakat).

o. Dengan memberikan perhatian yang penuh kasih

sayang, pengertian dan dukungan (selain dari

memberi pengobatan yang diperlukan secara

teratur), dapat mencegah terjadinya tindakan bunuh

diri.

3. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh

masyarakat dan jaringan yang lebih luas

Masyarakat mempunyai tanggung jawab yang besar

untuk mencegah tindakan bunuh diri. Masyarakat

seharusnya menciptakan norma perilaku untuk membantu

anggota masyarakat bertumbuh dengan cara yang positif,

sehat dan merasa sejahtera. Jadi pengaruh positif dari

masyarakat dapat mempengaruhi individu untuk berhenti

dari perilaku merusak. 

Problem besar pada masyarakat yang sedang dalam

transisi adalah menurunnya sistem nilai secara

bertahap, perubahan yang cepat yang diikuti oleh

konflik yang disebabkan oleh adanya peluang baru dan

frustrasi yang timbul akibat dari perubahan sosial

masyarakat. Jadi setiap institusi dan individu di

dalamnya dapat memainkan peranan yang amat penting

untuk mencegah tindakan bunuh diri. Masyarakat perlu21

membangun mekanisme pertahanan sosial yang meliputi

pencegahan, terapi dan pelayanan ”after care” untuk

mengurangi tindakan bunuh diri.

Masyarakat, organisasi dan LSM mempunyai peranan

yang sangat penting dalam mengembangkan pelayanan

pencegahan, pelayanan gawat darurat, pelayanan ”after

care” dan program pencegahan. Mendata dukungan dari

kelompok lokal merupakan langkah penting dalam membuat

program dan mengidentifikasi sumber daya yang ada.

Masyarakat dapat membantu program pencegahan

bunuh diri dengan cara mengangkat isu lokal, masalah

dan penyebab bunuh diri kepada pengambil keputusan

(misalnya memperbaiki kualitas hidup masyarakat

ekonomi lemah, mengurangi tindak kekerasan dan

kriminalitas, menghilangkan stigma, menghilangkan

sikap diskriminasi, mempengaruhi media massa lokal dan

memperbaiki informasi data tentang bunuh diri).

4. Mewaspadai tempat risiko tinggi

Bunuh diri juga sering terjadi di beberapa tempat

seperti rumah sakit, panti werda, lembaga

pemasyarakatan, penginapan, mal dan lain-lain. Oleh 

karena itu perlu mengembangkan mekanisme pencegahan

tindakan bunuh diri pada tempat-tempat tersebut dengan

upaya khusus.

22

a. Perlu mengidentifikasi individu berisiko tinggi

untuk bunuh diri pada tempat-tempat itu dan

mengembangkan program intervensi yang ditujukan

pada individu tersebut.

b. Staf pada tempat tersebut perlu dilatih untuk

mengidentifikasi dan tetap mewaspadai mereka. Perlu

dilakukan pelatihan periodik untuk mengatasi

masalah dan melakukan metode pencegahan.

c. Perlu meningkatkan kepekaan petugas penerima tamu

dan petugas lainnya untuk dapat mendeteksi adanya

kemungkinan risiko tinggi bunuh diri pada calon dan

penghuninya. 

d. Dalam memberikan pertolongan perlu melibatkan

tenaga kesehatan, psikolog, pengacara, polisi,

pekerja sosial dan konselor.

e. Perlu kerjasama antara keluarga, sahabat, pemuka

agama, staf rehabilitasi dan konselor profesional

dalam memberikan intervensi.

f. Perlu menyediakan alat/materi untuk pertolongan

pertama bila tiba-tiba terjadi usaha bunuh diri

yang tak diduga sebelumnya.

g. Orang dengan risiko tinggi ditempatkan bersama

dengan orang lain, bila tidak merupakan ancaman

terhadap orang lain.

h. Tempatkan pada tempat yang aman dan singkirkan

benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri.

i. Tingkatkan pemeriksaan keamanan lingkungan

khususnya pada penginapan dan hotel.23

j. Perlu meningkatkan interaksi sosial yang sehat dan

melibatkan mereka dalam kegiatan rekreasi (seperti

menyanyi, olah raga, mendengar radio, menonton

televisi, membaca), berdoa, meditasi. 

5. Upaya yang dilakukan oleh media massa

Media massa (cetak dan elektronik) berdampak luas

terhadap kehidupan masyarakat. Walaupun media punya

kebebasan untuk menayangkan berita, namun mereka harus

menyadari akibat dari berita tersebut terhadap

masyarakat. 

Sejumlah novel, televisi, film, majalah dan surat

kabar melaporkan peristiwa bunuh diri sebagai tindakan

yang berani dan menjelaskan secara rinci cara bunuh

diri yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Data

menunjukkan bahwa dengan penayangan demikian ternyata

angka bunuh diri di masyarakat menjadi meningkat. Jadi

media dapat berperan negatif atau positif dalam

membentuk pemikiran dan perilaku masyarakat.

Media massa sebaiknya melakukan hal berikut:

a. Laporan tentang bunuh diri perlu menekankan bahwa

setiap bunuh diri merupakan kerugian bagi

masyarakat.

b. Hati-hati menayangkan ”celebrity suicide”, jangan

dianggap sebagai tindakan pahlawan. Berikan

publikasi yang minimal terhadap hal tersebut.

c. Hindari memberikan penjelasan yang rinci tentang

cara dan tempat bunuh diri, karena masyarakat ingin24

tahu dan melihat tempat tersebut dan mungkin pula

melakukannya dengan motif dan cara yang sama. Bila

terdapat tempat dengan risiko tinggi, maka media

perlu menekankan bagaimana cara membuatnya lebih

aman.

d. Bunuh diri tidak terjadi karena faktor tunggal.

Jangan menyalahkan korban, karena tindakan tersebut

disebabkan oleh kombinasi berbagai penyebab.

Tekankan bahwa gagal bercinta, tidak lulus ujian,

tidak jadi ke luar negeri bukan merupakan penyebab

bunuh diri. Masyarakat perlu diberi informasi

bagaimana cara menghindari tindakan bunuh diri.

e. Pemberitaan bunuh diri di media massa merupakan

beban yang memalukan bagi keluarga.

f. Beritakan tanda-tanda  yang perlu diwaspadai yaitu

bencana sosial, masalah ekonomi dan gangguan jiwa

(khususnya depresi). Pada situasi tersebut perlu

kerjasama yang erat dengan petugas kesehatan.

g. Berikan penjelasan dampak bunuh diri kepada individu

yang selamat, pegawai dan keluarganya serta akibat

terhadap individu baik jangka pendek maupun jangka

panjang.

h. Jelaskan tentang miskonsepsi, budaya, keyakinan dan

mitos tentang bunuh diri. Menimbulkan kewaspadaan

dan mengubah pemikiran masyarakat merupakan salah

satu dari tanggung jawab media.

i. Media lokal dapat memberikan informasi tentang

”hotline service”, pusat pencegahan krisis, pusat25

pengobatan keracunan, atau LSM yang dapat memberikan

bantuan kepada individu dan keluarganya.

j. Pemilihan kalimat seperti ”bunuh diri yang berhasil”

atau ”bunuh diri yang lengkap” dapat mengubah

persepsi masyarakat.

k. Media massa perlu bekerja sama yang erat dengan

petugas kesehatan sebelum menayangkan berita.

Tanggung jawab utama media massa adalah

mempersiapkan dan memberikan informasi kepada

masyarakat bahwa bunuh diri dapat dicegah.

6. Upaya yang perlu segera dilakukan oleh sektor

kesehatan

Bunuh diri bukan semata-mata merupakan fenomena

sosial, budaya atau agama. Agar menjadi mitra kerja

yang aktif dalam upaya pencegahan bunuh diri, sektor

kesehatan perlu meluaskan peran dan tanggung jawabnya.

Sektor kesehatan seharusnya memprakarsai untuk

melakukan riset multi sektoral, karena dengan memahami

masalah, faktor risiko dan metode yang dilakukan,

merupakan isu kunci dalam intervensi dan pencegahan

bunuh diri yang efektif.

Sektor kesehatan perlu melakukan:

a. Program pengembangan sumber daya untuk penanganan

bunuh diri dengan cara meningkatkan pengetahuan,

kemampuan, teknik dan strategi dalam memberikan

pelayanan.

26

b. Memperbaiki fasilitas gawat darurat dan pelayanan

segera terhadap pasien dengan percobaan bunuh diri

dikombinasikan dengan pelayanan rujukan dan

rehabilitasi.

c. Mengintegrasikan pelayanan kesehatan jiwa ke sistem

pelayanan kesehatan primer seperti puskesmas. Dengan

melakukan identifikasi, penatalaksaan dan rujukan

segera terhadap pasien (khususnya mereka yang

menderita depresi, penyalahgunaan alkohol dan

gangguan jiwa lainnya), bersamaan dengan

meningkatkan sikap yang positif dari masyarakat,

akan sangat menolong mengurangi angka bunuh diri.

d. Memberikan arahan kepada insan media massa dan

sektor lain untuk mengembangkan kebijakan

penyebarluasan informasi yang realistik agar

terbentuk sikap yang positif pada masyarakat.

e. Mengembangkan program pencegahan bunuh diri lintas

sektor yang terintegrasi dan terkoordinasi (sektor

kesehatan, pendidikan, agama, pertanian, tenaga

kerja, kepolisian, hukum dan lain-lain).

f. Mengembangkan pusat ”keracunan” yang dapat

memberikan informasi dan saran kepada mereka yang

keracunan.

g. Perilaku bunuh diri seringkali dilaporkan oleh

keluarga dekat, tetangga, atau teman. Sarankan untuk

segera mengubungi fasilitas kesehatan terdekat untuk

mendapatkan pertolongan medis. Perlu menyediakan 

”hotline service”  yang dapat dihubungi 24 jam.27

Dalam keadaan sehat maupun sakit para remaja perlu

mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif.

Pelayanan kesehatan bagi remaja sebaiknya terpisah dengan

pelayanan lainnya. Pelayanan tersebut memerlukan

keterlibatan yang penuh dari para remaja sendiri, orang

tua, petugas kesehatan yang profesional dan masyarakat.

Selama ini perhatian masyarakat hanya tertuju pada upaya

peningkatan kesehatan fisik remaja semata tapi kurang

memperhatikan faktor non-fisik. Kurangnya perhatian pada

faktor non-fisik dapat menyebabkan seorang remaja hanya

sehat fisiknya saja, namun secara psikologis rentan

terhadap stres (tekanan hidup).

Pada hakekatnya inti pelayanan kesehatan kepada

remaja meliputi: 1) bimbingan yang berlanjut untuk

mencegah terjadinya morbiditas baru 2) melakukan

pemeriksaan rutin untuk memantau kesehatan mereka, 3)

menilai dan memantau proses biologis pubertas remaja

dengan berbagai keluhan yang mungkin timbul. Klinik

kesehatan juga berfungsi sebagai sarana deteksi dini dan

mengatasi masalah perilaku beriko tinggi remaja yang

merugikan diri sendiri dan orang lain.

Hal yang perlu diperhatikan dari klinik remaja

adalah tersedianya petugas kesehatan yang menaruh

perhatian penuh untuk membantu remaja yang mempunyai

masalah kesehatan jiwa dan raga. Di Klinik Kesehatan

dapat dilakukan skrining masalah remaja tentang kehidupan

28

di rumah, tingkat pendidikan, masalah seksualitas),

penyalahgunaan narkoba, pelayanan kesehatan raga dan

penyuluhan. Petugas kesehatan dalam melakukan pendekatan

kepada remaja harus bersikap empati, menghindari sikap

curiga, sehingga mampu memberikan jaminan kerahasiaan

seperti remaja yang memiliki kasus kekerasan seksual dan

upaya bunuhdiri. Saat ini masih sedikit klinik khusus

kesehatan remaja, sehingga para remaja yang memiliki

masalah psikososial diperiksakan kepada dokter ahli jiwa

psiakater terdekat.

Peran Puskesmas yang kini sudah mengakar di

masyarakat bisa dikembangkan untuk mempunyai divisi

khusus yang menangani permasalahan remaja. Pembentukan

klinik kesehatan remaja agaknya bisa menjadi solusi

mengatasi makin tingginya remaja yang terkena penyakit

infeksi seksual menular dan penyakit lain akibat

penyalahgunaan narkoba. Melalui klinik khusus tersebut,

remaja bisa mengungkapkan persoalannya tanpa takut-takut

guna dicarikan solusi atas masalahnya tersebut.

7. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru

Akhir-akhir ini bunuh diri pada anak dan remaja

semakin meningkat. Penyebab utama adalah kegagalan di

sekolah, masalah tekanan dari orangtua, tuntutan

prestasi sekolah terlalu tinggi, putus cinta dan

konflik. 

29

Perilaku merusak pada remaja seperti merokok,

minum alkohol dan kegiatan seks bebas juga semakin

meningkat. Sekolah dan perguruan tinggi berfungsi

sebagai tempat membangun kehidupan individu dan dapat

memainkan peranan penting dalam mencegah perilaku

merusak diri tersebut. Membangun sistem nilai,

menyiapkan aspirasi individu yang dapat diterima dan

menanamkan mekanisme tujuan yang sesuai, merupakan hal

yang penting dalam mencegah tindakan bunuh diri pada

kelompok usia muda.

Beberapa hal yang dapat dilakukan guru:

a. Memberikan pendidikan keterampilan hidup yang

dikombinasikan dengan pendekatan pemecahan masalah

merupakan modal untuk menghadapi dan mengatasi

kehidupan dengan cara yang realistik dan optimistik.

b. Periode transisi dari masa kanak ke remaja selalu

merupakan fase yang bergejolak. Berbagai masalah

perilaku seringkali ditemukan pada masa ini (afek

yang tak stabil, impulsif, kesulitan dalam

pertahanan diri, sedang mencari identitas diri,

berfantasi, perilaku merusak, marah, anxietas,

perasaan yang kompleks tentang diri sendiri dan

orang lain serta ketertarikan pada sesama jenis).

Perlu dibantu terbentuknya citra dan identitas diri

yang mantap agar dapat mengatasi krisis masa

peralihan ini dengan efektif.

c. Penganiayaan anak juga merupakan masalah yang

seringkali timbul yang disebabkan oleh masalah di30

rumah atau di lingkungan. Anak tersebut sering

menjadi korban dan mengalami trauma serta takut

untuk berbagi masalahnya dengan orang lain, karena

alasan keluarga dan budaya. Mereka membutuhkan

dukungan dan bantuan untuk mengatasi stres mental

mereka dan belajar mekanisme pertahanan diri.

d. Remaja tertentu memerlukan perhatian khusus di

sekolah karena mereka mempunyai risiko tinggi untuk

tindakan bunuh diri. Ciri anak tersebut adalah:

kurang minat dalam bidang pelajaran dan sekolah,

menurunnya prestasi akademis, sering tidak masuk

sekolah, sering terlibat perilaku merusak, perokok

berat, alkohol atau NAPZA lain, harga diri rendah,

gangguan makan dan tidur serta meningkatnya derajat

kecemasan.

e. Anak khususnya yang berasal dari lingkungan keluarga

yang berantakan, orangtua tunggal, orangtua

bercerai, konflik perkawinan, orangtua pengangguran

dan keluarga besar dengan penghasilan rendah

merupakan kelompok risiko tinggi untuk bunuh diri.

Dalam hal ini guru perlu dibekali pengetahuan dan

keterampilan untuk mengubah sikapnya agar mampu

bertindak sebagai media untuk mengubah perilaku

siswa (”agents of change”).

f. Guru perlu menjadi lebih adaptif secara sosial dan

psikologis untuk mengubah realitas. Guru harus

mengidentifikasi ”anak yang mengalami krisis” sejak

31

dini dan guru perlu melakukan konseling atau merujuk

mereka ke pelayanan yang sesuai.

g. Anak perlu dilengkapi dengan keterampilan sosial,

membangun rasa percaya diri, saling berbagi situasi

krisis dengan yang lain, mencari saran dan bahan

pertimbangan untuk membuat pilihan dan terbuka untuk

pengetahuan baru. Guru perlu menciptakan lingkungan

yang sehat untuk interaksi yang positif diantara

siswa dan guru.

h. Meningkatkan harga diri siswa dan membantu mereka

mengatasi situasi stres dengan berbagi pengalaman

hidup yang positif, mengurangi tekanan yang

ditimbulkan oleh sekolah dan berkomunikasi dengan

cara yang positif dengan anak-anak merupakan hal

yang sangat diperlukan.

i. Menciptakan sekolah agar menjadi tempat yang sehat

melalui pengembangan kegiatan sekolah yang lebih

baik, membina hubungan interpersonal dan mencegah

perilaku berbahaya akan meningkatkan interaksi yang

lebih baik diantara siswa dan guru.

j. Mengupayakan program intervensi krisis untuk

menyelesaikan konflik interpersonal, membantu anak-

anak yang mengalami gangguan penggunaan NAPZA dan

meningkatkan komunikasi yang saling mempercayai

merupakan intervensi yang vital di institusi

pendidikan.

32

k. Mengembangkan pelayanan konseling secara teratur dan

segera merujuknya ke sarana yang tepat bila guru

sendiri tidak mampu mengatasi masalah tersebut.

l. Membina komunikasi dan interaksi antara orangtua dan

guru untuk membicarakan perkembangan kepribadian

anak secara keseluruhan, tidak hanya sekedar

membicarakan pencapaian atau kegagalan akademik.

m. Mengidentifikasi anak dengan risiko tinggi dan

melibatkan orangtua serta teman untuk mengatasi

masalahnya, akan mengurangi risiko tindakan bunuh

diri pada anak.

8. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemuka agama dan

pengobat tradisional

Tokoh agama dan pengobat tradisional mempunyai

posisi yang unik di masyarakat karena pamor, posisi,

kebijakan dan kemampuan mereka untuk mempengaruhi

nilai-nilai dan keyakinan masyarakat. Sementara

dimensi spiritual dan religi dari tindakan bunuh diri

masih diperdebatkan, namun perlu disadari bahwa

kehidupan manusia itu sangat berharga. Karena

masyarakat mempunyai keyakinan, penghargaan dan

kepercayaan yang besar terhadap tokoh agama, maka

tokoh agama dan pengobat tradisional perlu menekankan

kenyataan bahwa bunuh diri dapat dicegah dan individu

dapat ditolong melalui konseling, pengobatan dan

pemberian dukungan. Tokoh agama perlu menekankan akan

pentingnya kehidupan dan makna kehidupan itu sendiri33

dengan meningkatkan nilai-nilai dan keyakinan yang

positif tanpa bersikap menghakimi.

Pengobat tradisional perlu dilibatkan dalam

kegiatan pencegahan bunuh diri di tingkat masyarakat

karena mereka seringkali merupakan kontak pertama

terhadap berbagai masalah kesehatan. Jika mereka dapat

memainkan peran yang positif dalam mengenali perilaku

dan pikiran bunuh diri, keadaan depresi serta dapat

memberikan dukungan emosional kepada masyarakat, maka

hal ini merupakan langkah yang amat penting. Beberapa

cara penanganan yang biasa dilakukan adalah berdoa,

meditasi, puasa dan lain-lain. Walaupun belum ada

penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi

efektivitasnya dalam mengatasi masalah psikologis

tertentu, namun cara tersebut telah diterima secara

luas di masyarakat. Sangat penting untuk mengembangkan

pengertian yang lebih baik tentang peran dari sistem

ini digabungkan dengan metode yang positif, tidak

berbahaya dan dapat diterima oleh masyarakat.

Keterlibatan tokoh agama dalam kegiatan pengambilan

keputusan di masyarakat akan membantu meningkatkan

solidaritas di masyarakat.

2.6 Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Perilaku Bunuh Diri

Pada Anak

1. Kebijakan Pemerintah

34

Kebijakan pemerintah dinilai sudah mengadopsi

standar keamanan di tempat-tempat umum seperti misalnya

yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia

nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Hal ini

merupakan bentuk pencegahan atau pengurangan resiko

(mitigasi) kecelakaan maupun upaya bunuh diri yang

dilakukan seseorang. Seperti adanya dinding pembatas di

tempat-tempat parkir pusat perbelanjaan, termasuk

dinding pembatas pada lantai atas sebuah mal.

2. Seminar/Simposium

Untuk pertama kalinya dilaksanakan Simposium

Nasional Pencegahan Bunuh Diri di Indonesia pada

tanggal 18-19 April 2009, diprakarsai oleh Perhimpunan

Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) yang dilaksanakan di

Hotel Sheraton Surabaya. Tujuan simposium ini untuk

menggugah seluruh lapisan masyarakat dalam mengatasi

masalah perilaku bunuh diri yang terjadi di masyarakat.

Pada acara tersebut narasumber menyampaikan materi

diantaranya yaituKejadian dan Pencegahan Bunuh Diri di Indonesia,

Peran Masyarakat di Indonesia Dalam Pencegahan Bunuh Diri, dan

Faktor Sosio Kultur Spiritual Pada Bunuh Diri.

3. Hot Line Krisis / Nomor Telepon Darurat

Pemerintah telah membuat semacam pusat bantuan yang

menyediakan layanan pengaduan melalui telepon 24 jam,

untuk mereka yang akan melaporkan peristiwa percobaan

35

bunuh diri atau orang yang mencoba bunuh diri itu

sendiri.

Kementerian Kesehatan mencanangkan program Hotline

Service Kesehatan Jiwa 500-454 yang telah diresmikan

menteri kesehatan pada Hari Kesehatan Jiwa, 10 Oktober

2010. Program ini menyediakan 30 konselor terlatih yang

akan membantu memecahkan konflik-konflik atau beban

pikiran berat yang pemicu hasrat untuk bunuh diri.

Pusat pencegahan bubuh diri diorganisir oleh

sukarelawan yang dilatih secara khusus. Ketika orang

yang berpotensi bunuh diri menghubungi hot line,

sukarelawan melakukan konsultasi dengan menawarkan

pertolongan profesional darurat yang bersifat membangun

dan meyakinkan orang tersebut untuk melakukan tindakan

positif untuk menyelesaikannya. Sukarelawan berusaha

untuk memperoleh alamat orang tersebut dan menghubungi

polisi untuk melacak panggilan dan berupaya melakukan

penyelamatan. Orang tersebut dijaga tetap pada

panggilan sampai polisi tiba.

4. Kampanye Pencegahan Bunuh Diri : Peran Media,

Pendidikan, Tokoh Agama, Politisi, dan

Lingkungan/Keluarga

Hari pencegahan bunuh diri dunia diperingati setiap

tanggal 10 September. Ini merupakan momentum untuk

mengkampanyekan komitmen dan aksi kemanusiaan untuk

mencegah bunuh diri. Masih dalam acara simposium

36

nasional pencegahan bunuh diri di bagian sebelumnya,

Irwan Juliato dari Kompas, menyampaikan materi

mengenai ”Peran Media Massa Dalam Pencegahan Bunuh Diri”.

Peran media dalam pemberitaan kejadian bunuh diri

dapat menjadi dua sisi mata pisau. Di satu sisi bisa

menjadi alat pencegahan, tetapi di sisi lain justru

dapat mendorong korban untuk meniru. Sehingga perlu

formula yang tepat untuk merumuskan peran media dalam

meningkatkan kesadaran masyarakat tentang usaha

pencegahan bunuh diri. Dapat berupa iklan layanan

masyarakat, yang mengajak orang-orang untuk lebih

perhatian terhadap keluarga, kerabat, dan teman

terutama apabila sudah ada kecenderungan perilaku

negatif ketika orang tersebut menghadapi sebuah

permasalahan yang sulit. Hal ini juga melibatkan peran

dunia pendidikan, Tokoh Agama, Politisi, dan

Lingkungan/Keluarga terdekat.

BAB III

PENUTUP

37

3.1 KESIMPULAN

Bunuh diri merupakan suatu upaya untuk mengakiri

kehidupannya, individu secara sadar melakukan hasratnya

ingin mati. Salah satu penyebab dari prilaku bunuh pada

anak dan remaja adalah stressor atau kejadian hidup yang

negative misalnya masalah keluarga, disini keluarga

sangat berperan dalam mencegah tindakan bunuh diri dengan

memberikan perhatian khusus kepada anggota keluarganya

karena keluarga merupakan pusat dari semua kegiatan

individu apabila terdapat ketidakharmonisan dalam

keluarga maka itu bisa menjadi faktor pencetus tindakan

bunuh diri. Selain keluarga, masyarakat dan pemerintah

juga memiliki peranan penting dalam upaya pencegahan

tindakan bunuh diri.

3.2 SARAN

a. Individu Terutama Remaja

Untuk remaja supaya tau bahwa bunuh diri itu bukan

merupakan cara untuk menyelesaikan masalah, akan tetapi

lebih baik menyelesaikan masalah dengan terbuka kepada

teman sehingga kita akan menemukan solusinya.

b. Keluarga Terutama Dengan Anak Usia Remaja

Kepada keluarga agar lebih memperhatikan individu

karena keluarga merupakan kelompok yang paling dekat

dengan individu.

c. Masyarakat

38

Untuk masyarakat agar lebih sering mengadakan kerja

bakti atau pun gotong royong guna terciptanya

kekerabatan dan keterbukaan antar individu

d. Pemerintah

Untuk pemerintah agar lebih memperhatikan fasilitas

yang ada seperti misalnya penyediaan dinding pembatas

pada gedung yang tinggi agar dapat membatasi upaya

remaja dan anak untuk melakukan tindakan bunuh diri.

39