Upload
stikesbali
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan IPTEK di dunia ini ternyata tidak diimbangi
dengan kemajuan psikologis dan sosiologis dari setiap
kalangan yang ada di setiap negara. Maraknya peristiwa
mengakhiri hidup dengan bunuh diri menjadi sebuah fenomena
menarik. Namun, pada kondisi empirik kita temukan justru
pada akhir-akhir ini fenomena mengambil jalan pintas bunuh
diri menjadi sebuah alternatif yang banyak dipilih tak
hanya kalangan orang dewasa, tetapi juga oleh remaja, bahkan
anak-anak yang masih bersekolah di tingkat dasar. Tingkat
bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005,
sedikitnya 50 ribu orang Indonesia melakukan tindak bunuh
diri tiap tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500
orang Indonesia melakukan bunuh diri perharinya. Jumlah ini
belum ditambah tingkat kematian akibat dari pemakaian obat
terlarang (overdosis) yang jumlahnya mencapai 50 ribu orang
tiap tahun.
Bunuh diri, menurut Dr Suryo Darmono SpKJ, dari Bagian
Psikiatri FKUI/RSCM, adalah kematian yang diperbuat oleh
korban sendiri secara sengaja. ”Bunuh diri merupakan masalah
yang kompleks, dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari
biologis, psikologis (koping individu tidak efektif), dan
sosio kultural. Jadi bunuh diri tidak pernah disebabkan oleh
alasan tunggal,” papar Suryo.1
Berbagai penelitian menunjukkan, lebih dari 90% kasus
bunuh diri mempunyai latar belakang gangguan jiwa. Depresi
merupakan diagnosis tersering yang ditegakkan pada kasus
bunuh diri. Lebih dari 60% di antaranya mengalami gangguan
depresi saat melakukan bunuh diri. Gangguan jiwa lain yang
seringkali menyertai perilaku bunuh diri adalah
penyalahgunaan alkohol dan zat psikoaktif, skizofrenia,
gangguan mental organik (epilepsi), dan gangguan kepribadian
berciri impulsif-agresif (antisocial)
Posisi Indonesia sendiri hampir mendekati negara-negara
bunuh diri, seperti Jepang, dengan tingkat bunuh diri
mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun dan China yang
mencapai 250.000 per tahun.
Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia
dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya 50.000 orang
Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Dengan
demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh
diri per harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan
sekitar 1,2 per 100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri
tertinggi di Indonesia adalah Gunung Kidul, Yogyakarta
mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.
Di Provinsi Bali, berdasarkan data yang dihimpun
Kepolisian Daerah Bali selama lima bulan tahun 2008 sebanyak
70 kasus, sementara tahun 2009 ada 39 kasus.
Psikolog Tika Bisono mensinyalir para pelaku bunuh diri
memilih keramaian sebagai tempat bunuh diri karena, pelaku
ingin terlihat membaur selayaknya orang normal melakukan2
aktivitas, masih berada di persimpangan antara mau dan tidak
mau serta berharap setidaknya ada orang yang berniat
mencegah dirinya melakukan usaha bunuh diri. Jika disimak,
banyak peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh anak usia
belasan tahun dan masih bersekolah disekolah dasar atau di
sekolah menengah pertama (SMP). Kini, bunuh diri dipandang
sebagian masyarakat sebagai salah satu jalan keluar
mengatasi masalah yang dihadapinya. Bunuh diri dipandang
potret masyarakat gagal. Manusia dihargai bukan oleh nilai-
nilai kemanusiaan, melainkan oleh kedudukan, kekayaan,
martabat dan status sosial. Lunturnya penghargaan individu
menjadi pemicu orang tidak lagi berharga di mata orang lain.
Hal tersebut juga sangat mempengaruhi faktor psikologis
dan sosiologis bangsa Indonesia yang tak mampu
mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar dan diri
sendiri. Hasil dari kebimbangan yang tak dapat dikendalikan
dapat menghasilkan dan menjadikan bunuh diri sebagai jalan
keluar yang tak akan pernah menyelesaikan masalah.
Beranjak dari permasalahan yang telah dipaparkan di
atas, penulis merasa perlu untuk meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan tentang tanda dan gejala bunuh
diri pada anak dan remaja serta perkembangan jiwa pada anak
dan remaja. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis
merumuskan judul “Trend dan Isu Keperawatan Jiwa : Bunuh
Diri Pada Anak dan Remaja”
1.2 Rumusan Masalah
3
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat
menyimpulkan permasalahan mendasar dalam penelitian ini
adalah kurangnya pengetahuan tentang bunuh diri pada anak
dan remaja. Dari permasalahan di atas, dapat dirinci rumusan
masalah sebagai berikut :
a. Apa pengertian dari bunuh diri?
b. Apa factor – factor penyebab terjadinya bunuh diri?
c. Apa peran parenting pattern dalam mencegah bunuh diri
pada anak dan remaja?
d. Bagaimana perkembangan bunuh diri pada anak dan remaja?
e. Bagaimana mencegah perilaku bunuh diri pada anak dan
remaja?
f. Apa peran pemerintah dalam mengatasi perilaku bunuh
diri pada anak?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui trend
dan isu pada keperawatan jiwa tentang bunuh diri pada anak
dan remaja
Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian bunuh diri
b. Mengetahui factor-faktor penyebab terjadinya bunuh diri
c. Mengetahui peran parenting pattern dalam mencegah
bunuh diri pada anak dan remaja
d. Mengetahui perkembangan bunuh diri pada anak dan
remaja
4
e. Mengetahui pencegahan perilaku bunuh diri pada anak dan
remaja
f. Mengetahui peran pemerintah dalam mengatasi perilaku
bunuh diri pada anak
1.4 Manfaat
Dari informasi yang didapat, diharapkan penelitian ini
mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi informasi bagi mahasiswa tentang trend dan isu
pada keperawatan jiwa tentang bunuh diri pada anak dan
remaja.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Sebagai penambah wawasan/ilmu pengetahuan tentang
trend dan isu pada keperawatan jiwa tentang bunuh diri
pada anak dan remaja
b. Bagi Mahasiswa
Diharapkan hasil dari penelitian ini akan memberikan
masukan bagi mahasiswa tentang trend dan isu pada
keperawatan jiwa tentang bunuh diri pada anak dan
remaja
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi
peneliti selanjutnya mengenai hal yang sama secara
lebih mendalam.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bunuh Diri
Clinton dalam Mental Health Nursing Practice (1995:
262) menyebutkan :
Suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar dan berhasrat dan
berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku
bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau
ancaman verbal, yang akan mengakibat kan kematian, luka
atau menyakiti diri sendiri.
Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin
“suicidium”, dengan “sui” yang berarti sendiri dan
“cidium” yang berarti pembunuhan. Schneidman
mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku
pemusnahan secara sadar yang ditujukan pada diri sendiri
oleh seorang individu yang memandang bunuh diri sebagai
solusi terbaik dari sebuah isu. Dia mendeskripsikan
bahwa keadaan mental individu yang cenderung melakukan
bunuh diri telah mengalami rasa sakit psikologis dan
perasaan frustasi yang bertahan lama sehingga individu
melihat bunuh diri sebagai satu-satunya penyelesaian
untuk masalah yang dihadapi yang bisa menghentikan rasa
sakit yang dirasakan (dalam Maris dkk., 2000).
Dari aliran eksistensial, Baechler mengatakan bahwa
bunuh diri mencakup semua perilaku yang mencari6
penyelesaian atas suatu masalah eksistensial dengan
melakukan percobaan terhadap hidup subjek (dalam Maris
dkk., 2000). Menurut Corr, Nabe, dan Corr (2003), agar
sebuah kematian bisa disebut bunuh diri, maka harus
disertai adanya intensi untuk mati. Meskipun demikian,
intensi bukanlah hal yang mudah ditentukan, karena
intensi sangat variatif dan bisa mendahului , misalnya
untuk mendapatkan perhatian, membalas dendam,mengakhiri
sesuatu yang dipersepsikan sebagai penderitaan, atau
mengakhiri hidup. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan
Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara
lain:
1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara
intensional
2. Bunuh diri dilakukan dengan intense
3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri
sendiri
4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif)
atau tidak langsung (pasif), misalnya dengan tidak
meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat
dikatakan bahwa bunuh diri secara umum adalah perilaku
membunuh diri sendiri dengan intensi mati sebagai
penyelesaian atas suatu masalah.
Dalam bukunya Le Suicide (1987), Durkheim merumuskan
dan menguraikan secara jelas tiga tipe bunuh diri.
7
Pembagian ini, dapat menjelaskan berbagai kasus bunuh
diri di Indonesia karena dinilai praktis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistik
Terjadi akibat ketidakmampuan individu untuk berintegrasi dengan
masyarakat. Hal ini umumnya terjadi di kota besar,
dimana masyarakat kota memiliki interaksi dan
integrasi sosial yang relatif rendah. Bunuh diri
egoistis terutama disebabkan oleh egoisme yang tinggi
pada diri orang yang bersangkutan. Kalaupun ia berada
dalam sebuah grup ia tidak total berada di dalamnya.
Hidupnya tertutup untuk orang lain, cenderung
memikirkan dan mengusahakan kebutuhannya sendiri.
Orang yang egoismenya tinggi ketika mengalami krisis
tidak bisa menerima bantuan moral dari grupnya. Ia
dengan mudah bisa terjerumus oleh sikapnya yang egois
untuk mengakhiri hidupnya. Orang yang egois cenderung
untuk melihat segala sesuatu dari ukurannya sendiri.
2. Bunuh diri altruistik
Terjadi akibat individu terikat pada tuntutan tradisi khusus ataupun
karena individu merasa bahwa kelompoknya mengharapkannya.
Contohnya adalah hara-kiri di Jepang. Bunuh diri
altruistis dipahami sebagai kebalikan dari bunuh diri
egoistis. Individu terlalu berlebihan dalam integrasi
dengan grup atau kelompoknya hingga di luar itu ia
tidak memiliki identitas. Pengintegrasian yang
berlebihan biasanya berdimensi memandang hidup di luar
grup atau dalam pertentangan dengan grup sebagai tidak
berharga. Dalam konteks ini Durkheim mengambil contoh8
konkret orang yang suka mati syahid daripada
menyangkal agamanya dan para prajurit dan perwira yang
berani mati gugur demi keselamatan nusa dan bangsa.
3. Bunuh diri anomik
Terjadi akibat individu kehilangan pegangan dan tujuan sehingga
individu meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Anomi
adalah keadaan moral dimana orang yang bersangkutan kehilangan
cita-cita, tujuan dan norma dalam hidupnya. Nilai-nilai yang
biasa memotivasi dan mengarahkan perilakunya sudah
tidak berpengaruh. Adapun penyebab yang sering
dijumpai yaitu m usibah dalam bentuk apapun. Kehadiran
musibah menghantam cita-cita, tujuan dan norma
hidupnya sehingga ia mengalami kekosongan hidup. Pada
kontek inilah, di Indonesia kasus bunuh diri meningkat
tajam sehingga orang rela bunuh diri dengan membakar
diri, gantung diri, minum racun dan sebagainya.
Keadaan anomi melanda masyarakat karena adanya
perubahan sosial yang terlalu cepat.
4. Bunuh diri fatalistik
Terjadi pada individu yang hidup di masyarakat yang terlalu ketat
peraturannya. Misalnya karena tekanan seorang majikan
terhadap pembantunya. Sehingga terjadi bunuh diri.
2.2 Faktor- factor Penyebab Bunuh Diri
Sampai saat ini belum didapatkan penyebab yang pasti
dari bunuh diri. Bunuh diri merupakan interaksi yang
kompleks dari faktor-faktor genetik, organobiologik,
psikologik, dan sosiokultural. Faktor-faktor itu dapat9
saling menguatkan atau melemahkan terjadinya tindakan
bunuh diri pada seorang individu.
Bunuh diri bukanlah merupakan satu hal tetapi
terdiri dari banyak fenomena yang tumpang tindih. Oleh
sebab itu, tidak ada satupun kasus bunuh diri yang
memiliki etiologi yang sama (Maris dkk.,2000). Schneidman
menyebut bunuh diri sebagai hasil dari “psychache”.
Psychache merupakan rasa sakit dan derita yang tidak
tertahankan dalam jiwa dan pikiran. Rasa sakit tersebut
pada dasarnya berasal dari jiwa seseorang ketika
merasakan secara berlebih rasa malu, rasa bersalah,
penghinaan, kesepian, ketakutan, kemarahan, kesedihan
karena menua, atau berada dalam keadaan sekarat (dalam
Maris dkk., 2000). Di samping itu, Mann dari bidang
psikiatri mengatakan penyebab bunuh diri berada di otak,
akibat kurangnya tingkat 5-HIAA, reseptor post-sinapsis,
dan pertanda biologis lainnya (dalam Maris dkk., 2000).
Tidak ada faktor tunggal pada kasus bunuh diri,
setiap faktor yang ada saling berinteraksi. Namun
demikian, tidak berarti bahwa seorang individu yang
melakukan bunuh diri memiliki semua karakteristik di
bawah ini. Berikut beberapa faktor penyebab bunuh diri
yang didasarkan pada kasus bunuh diri yang berbeda-beda
tetapi memiliki efek interaksi di antaranya (Maris, dalam
Maris dkk.,2000; Meichenbaum, 2008):
1. Major-depressive illness, affective disorder
10
2. Penyalahgunaan obat-obatan (sebanyak 50% korban
percobaan bunuh memiliki level alkohol dalam darah
yang positif)
3. Memiliki pikiran bunuh diri, berbicara dan
mempersiapkan bunuh diri
4. Sejarah percobaan bunuh diri
5. Sejarah bunuh diri dalam keluarga
6. Isolasi, hidup sendiri, kehilangan dukungan,
penolakan
7. Hopelessness dan cognitive rigidity
8. Stresor atau kejadian hidup yang negatif (masalah
pekerjaan, pernikahan, seksual, patologi keluarga,
konflik interpersonal, kehilangan, berhubungan
dengan kelompok teman yang suicidal)
9. Kemarahan, agresi, dan impulsivitas
10. Key symptoms (anhedonia, impulsivitas,
kecemasan / panik, insomnia global, halusinasi
perintah)
11. Suicidality (frekuensi, intensitas, durasi,
rencana dan perilaku persiapan bunuh diri)
12. Akses pada media untuk melukai diri sendiri
13. Penyakit fisik dan komplikasinya
14. Repetisi dan komorbid antara faktor-faktor di
atas
Adapun karakteristik kepribadian seseorang yang
cenderung ingin bunuh diri, antara lain :
1. Ambivalensi11
Keinginan untuk tetap hidup dan keinginan untuk mati
berkecamuk pada pelaku bunuh diri. Terdapat dorongan
untuk lari dari pedihnya kehidupan, sekaligus terdapat
pula keinginan untuk bertahan hidup. Banyak pelaku bunuh
diri sesungguhnya tidak ingin mati, hanya saja mereka
tidak merasa bahagia dengan kehidupannya. Bila diberikan
dukungan dan keinginan untuk hidup ditingkatkan, maka
risiko bunuh diri akan berkurang.
2. Impulsivitas
Bunuh diri juga merupakan tindakan impulsif. Sebagaimana
juga impuls lain, impuls bunuh diri juga bersifat
sementara dan berlangsung hanya beberapa menit atau
beberapa jam. Biasanya dicetuskan oleh peristiwa sehari-
hari yang negatif. Dengan mengatasi keadaan krisisnya
serta mengulur waktu, maka petugas kesehatan dapat
menolong mengurangi keinginan bunuh diri.
3. Rigiditas
Pada saat melakukan tindakan bunuh diri, pikiran,
perasaan dan perilakunya terbatas. Mereka terus
memikirkan bunuh diri saja dan tidak dapat menemukan
jalan ke luar lain dari masalahnya. Mereka berpikir
secara kaku.
2.3 Peran Parenting Pattern Dalam Mencegah Bunuh Diri
Pada Anak Dan Remaja
12
Perilaku berisiko tinggi yang dilakukan remaja perlu
dicermati dengan bijaksana karena di satu pihak dapat
merupakan perilaku sesaat tapi juga dapat pula merupakan
pola perilaku yang terus menerus dapat membahayakan diri,
orang lain maupun lingkungan. Untuk itu diperlukan suatu
cara pendekatan yang komprehensif dari semua pihak baik
orang tua, guru, maupun masyarakat sekitar agar memahami
perkembangan jiwa remaja dengan harapan masalah remaja
dapat tertanggulangi.
Keluarga juga memiliki peran dalam mencegah tindakan
bunuh diri dengan memberikan perhatian khusus kepada
anggota keluarga yang berkecenderungan melakukan tindakan
bunuh diri. Sering terjadi orang tua dan anggota
keluarga sudah tidak perlu lagi ikut campur dalam urusan
pribadi masing-masing anggota keluarga ketika mereka
telah dewasa. Padahal ikatan keluarga khususnya keluarga
inti atau batih tidak berhenti pada satu fase atau usia
tertentu. Ikatan emosional keluarga sangat menentukan
kemampuan anak dalam bertindak. Tidak sedikit seorang
anak berpikir beberapa kali untuk melakukan tindakan yang
menyimpang dengan alasan tidak mau merusak nama baik
keluarga dan ini merupakan harta yang paling berharga dan
cara paling efektif untuk meminimalisir terjadinya
kenakalan remaja.
Bila fungsi ini telah hilang, maka tidak mustahil
bila seorang anak justru melakukan penyimpangan social
(social deviant) justru dengan kesadaran untuk merusak
nama keluarga. Tidak jarang keluarga justru menjadi13
factor penyebab utama seseorang melakukan tindakan
penyimpangan seperti bunuh diri. Kekerasan, pelecehan
dan pengabaian sering menjadi alasan bagi seorang anggota
keluarga untuk membenarkan tindakannya yang menyimpang.
Peran Orangtua
a. Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal
dan balita
b. Membekali anak dengan dasar moral dan agama
c. Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara
orangtua–anak
d. Menjalin kerjasama yang baik dengan guru
e. Menjadi tokoh panutan bagi anak baik dalam perilaku
maupun dalam yhal menjaga lingkungan yang sehat
f. Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak
g. Hindarkan anak dari NAPZA
Peran Sebagai Pendidik
Orang tua hendaknya menyadari banyak tentang
perubahan fisik maupun psikis yang akan dialami remaja.
Untuk itu orang tua wajib memberikan bimbingan dan arahan
kepada anak. Nilai-nilai agama yang ditanamkan orang tua
kepada anaknya sejak dini merupakan bekal dan benteng
14
mereka untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi.
Agar kelak remaja dapat membentuk rencana hidup mandiri,
disiplin, dan bertanggung jawab, orang tua perlu
menanamkan arti penting dari pendidikan dan ilmu
pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah, di luar
sekolah, serta di dalam keluarga.
Peran Sebagai Pendorong
Menghadapi masa peralihan menuju dewasa, remaja
sering membutuhkan dorongan dari orang tua. Terutama saat
mengalami kegagalan yang mampu menyurutkan semangat
mereka. Pada saat itu, orang tua perlu menanamkan
keberanian dan rasa percaya diri remaja dalam menghadapi
masalah, serta tidak gampang menyerah dari kesulitan.
Peran Sebagai Panutan
Remaja memerlukan model panutan di lingkungannya.
Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan, baik dalam
menjalankan nilai-nilai agama maupun norma yang berlaku
di masyarakat. Peran orang tua yang baik akan
mempengaruhi kepribadian remaja.
Peran Sebagai Pengawas
Menjadi kewajiban bagi orang tua untuk melihat dan
mengawasi sikap dan perilaku remaja agar tidak terjerumus
ke dalam pergaulan yang membawanya ke dalam kenakalan
remaja dan tindakan yang merugikan diri sendiri. Namun
15
demikian hendaknya dilakukan dengan bersahabat dan lemah
lembut. Sikap penuh curiga, justru akan menciptakan jarak
antara anak dan orang tua, serta kehilangan kesempatan
untuk melakukan dialog terbuka dengan anak dan remaja.
Peran Sebagai Teman
Menghadapi remaja yang telah memasuki masa akil
balig, orang tua perlu lebih sabar dan mau mengerti
tentang perubahan pada remaja. Perlu menciptakan dialog
yang hangat dan akrab, jauh dari ketegangan atau ucapan
yang disertai cercaan. Hanya bila remaja merasa aman dan
terlindung, orang tua dapat menjadi sumber informasi,
serta teman yang dapat diajak bicara atau bertukar
pendapat tentang kesulitan atau masalah mereka.
Peran Sebagai Konselor
Peran orang tua sangat penting dalam mendampingi
remaja, ketika menghadapi masa-masa sulit dalam mengambil
keputusan bagi dirinya. Orang tua dapat memberikan
gambaran dan pertimbangan nilai yang positif dan
negatif , sehingga mereka mampu belajar mengambil
keputusan tebaik. Selain itu orang tua juga perlu
memiliki kesabaran tinggi serta kesiapan mental yang kuat
menghadapi segala tingkah laku mereka, terlebih lagi
seandainya remaja sudah melakukan hal yang tidak
diinginkan. Sebagai konselor, orang tua dituntut untuk
tidak menghakimi, tetapi dengan jiwa besar justru harus
16
merangkul remaja yang bermasalah tersebut.
Peran Sebagai Komunikator.
Suasana harmonis dan saling memahami antara orang
tua dan remaja, dapat menciptakan komunikasi yang baik.
Orang tua perlu membicarakan segala topik secara terbuka
tetapi arif. Menciptakan rasa aman dan telindung untuk
memberanikan anak dalam menerima uluran tangan orang tua
secara terbuka dan membicarakan masalahnya. Artinya tidak
menghardik anak.
2.4 Perkembangan Jiwa Pada Anak dan Remaja
2.5 Pencegahan Perilaku Bunuh Diri Pada Anak Dan Remaja
1. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh individu
Bila menemukan orang dengan ciri risiko tinggi bunuh
diri:
a. Coba menjalin kontak dan mengenali pelaku
tindakan bunuh diri beserta latar belakangnya.
b. Dengarkan dengan penuh perhatian dan biarkan
pelaku tindakan bunuh diri berbicara mengenai
perasaannya.
c. Coba mengenali masalah dan memahami perasaannya.
d. Hargai pemikirannya dan jangan menyalahkan
keputusan mereka untuk bunuh diri.
e. Telusuri situasi yang dialami sekarang dan
pengalaman serta keyakinannya pada masa lalu.
17
f. Telusuri pilihan alternatif yang positif yang
mungkin dan dapat dilakukan sesuai dengan diri,
nilai dan hal yang disenangi oleh orang tersebut.
g. Identifikasi cara terbaik yang dapat dilakukan
untuk menolong mereka dalam situasi krisis.
h. Beri mereka harapan dan optimisme.
i. Bantu mereka mengurangi beban pikirannya.
j. Libatkan mereka dalam kegiatan sosial dan rekreasi
seperti bertemu orang, berbicara kepada teman,
mendengarkan radio, menonton televisi (bukan yang
menayangkan tentang bunuh diri), menghadiri
pertemuan sosial dan lain-lain.
k. Rujuk mereka kepada konselor atau tenaga kesehatan
jiwa (psikiater, psikolog)
l. Ikuti saran dari dokter atau konselor, khususnya
kepatuhan terhadap terapi.
m. Dampingi dan bantu mereka dengan segala cara yang
mungkin dilakukan.
n. Teruskan berinteraksi, mendengarkan dan menawarkan
dukungan.
Bila situasi krisis sudah berlalu, penting untuk
tetap memberikan dukungan agar mereka mampu mengatasi
tantangan hidup dengan cara yang positif. Jika pikiran
bunuh diri tetap ada, diperlukan dukungan konselor dan
profesional lain, jadi mereka perlu dirujuk ke tenaga
yang tepat. Semua anggota masyarakat sebenarnya dapat
bertindak sebagai konselor yang terbatas yaitu dengan
18
cara berkomunikasi, berempati, memberi dukungan dan
menunjukkan arahan yang positif bagi orang tersebut.
2. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh keluarga
Keluarga merupakan pusat dari semua kegiatan
dalam kehidupan individu. Konflik interpersonal,
hubungan yang terganggu dan kehidupan yang tidak
harmonis merupakan faktor pencetus yang penting dalam
tindakan bunuh diri. Keluarga perlu memberi dukungan
dan melakukan upaya untuk mencegah bunuh diri. Anggota
keluarga dapat melakukan upaya yang efektif dengan
berbagai cara, antara lain:
a. Mengidentifikasi tanda-tanda dari stres dan
kecenderungan bunuh diri. Karena ekspresinya
sangat unik untuk setiap budaya, maka keluarga
harus mengenali kecenderungan tersebut.
b. Membina hubungan yang erat dengan pelaku, penuh
perhatian, mendengarkan, menghargai perasaan serta
memahami emosinya.
c. Tunjukkan bahwa keluarga ingin menolongnya.
d. Lebih baik membangun potensi kekuatan pelaku dari
pada terpaku pada kelemahannya.
e. Jangan tinggalkan seorang diri anggota keluarga
yang mempunyai keinginan bunuh diri.
f. Menjauhkan pelaku dari benda yang membahayakan
dirinya seperti: obat-obatan, racun, benda tajam,
tali dan lain-lain.
19
g. Secara bertahap bangkitkan kembali keinginan untuk
hidup (untuk beberapa situasi dapat terjadi dengan
cepat).
h. Ajari dan praktekkan metode penyelesaian masalah
dan timbulkan rasa optimis.
i. Mencoba untuk meminimalkan konflik di rumah dan
mengembangkan latihan pemecahan masalah bersama
dengan anggota keluarga yang lain.
j. Mendorong anggota keluarga tersebut untuk mencari
pertolongan profesional, rumah sakit atau LSM
(lihat lampiran) yang tepat. Mereka yang mempunyai
masalah kesehatan jiwa tidak mau dilabel dengan
”gangguan jiwa”. Oleh karena itu persuasi
merupakan faktor kunci untuk membawanya ke dokter.
Konsultasi dengan dokter tidak cukup hanya satu
kali. Untuk mendapatkan perubahan yang bermakna
diperlukan konsultasi yang teratur dan perlu
mengikuti saran yang diberikan oleh dokter.
k. Membantu anggota keluarga tersebut untuk mengatasi
krisis dengan berbagai cara yang realistik dan
cocok dengan yang bersangkutan
l. Tetap mengobservasi dan mewaspadai tindakan,
reaksi dan perilakunya.
m. Perhatian khusus diberikan pada usia lanjut,
penyakit terminal, gangguan jiwa (depresi,
alkoholisme, tindak kekerasan dan lain-lain) dan
penderita cacat.
20
n. Identifikasi lembaga atau tokoh dalam masyarakat
untuk membantu kasus spesifik (misalnya sekolah,
lembaga tenaga kerja, lembaga sosial, institusi
kesehatan, tokoh agama dan sesepuh atau tokoh
masyarakat).
o. Dengan memberikan perhatian yang penuh kasih
sayang, pengertian dan dukungan (selain dari
memberi pengobatan yang diperlukan secara
teratur), dapat mencegah terjadinya tindakan bunuh
diri.
3. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh
masyarakat dan jaringan yang lebih luas
Masyarakat mempunyai tanggung jawab yang besar
untuk mencegah tindakan bunuh diri. Masyarakat
seharusnya menciptakan norma perilaku untuk membantu
anggota masyarakat bertumbuh dengan cara yang positif,
sehat dan merasa sejahtera. Jadi pengaruh positif dari
masyarakat dapat mempengaruhi individu untuk berhenti
dari perilaku merusak.
Problem besar pada masyarakat yang sedang dalam
transisi adalah menurunnya sistem nilai secara
bertahap, perubahan yang cepat yang diikuti oleh
konflik yang disebabkan oleh adanya peluang baru dan
frustrasi yang timbul akibat dari perubahan sosial
masyarakat. Jadi setiap institusi dan individu di
dalamnya dapat memainkan peranan yang amat penting
untuk mencegah tindakan bunuh diri. Masyarakat perlu21
membangun mekanisme pertahanan sosial yang meliputi
pencegahan, terapi dan pelayanan ”after care” untuk
mengurangi tindakan bunuh diri.
Masyarakat, organisasi dan LSM mempunyai peranan
yang sangat penting dalam mengembangkan pelayanan
pencegahan, pelayanan gawat darurat, pelayanan ”after
care” dan program pencegahan. Mendata dukungan dari
kelompok lokal merupakan langkah penting dalam membuat
program dan mengidentifikasi sumber daya yang ada.
Masyarakat dapat membantu program pencegahan
bunuh diri dengan cara mengangkat isu lokal, masalah
dan penyebab bunuh diri kepada pengambil keputusan
(misalnya memperbaiki kualitas hidup masyarakat
ekonomi lemah, mengurangi tindak kekerasan dan
kriminalitas, menghilangkan stigma, menghilangkan
sikap diskriminasi, mempengaruhi media massa lokal dan
memperbaiki informasi data tentang bunuh diri).
4. Mewaspadai tempat risiko tinggi
Bunuh diri juga sering terjadi di beberapa tempat
seperti rumah sakit, panti werda, lembaga
pemasyarakatan, penginapan, mal dan lain-lain. Oleh
karena itu perlu mengembangkan mekanisme pencegahan
tindakan bunuh diri pada tempat-tempat tersebut dengan
upaya khusus.
22
a. Perlu mengidentifikasi individu berisiko tinggi
untuk bunuh diri pada tempat-tempat itu dan
mengembangkan program intervensi yang ditujukan
pada individu tersebut.
b. Staf pada tempat tersebut perlu dilatih untuk
mengidentifikasi dan tetap mewaspadai mereka. Perlu
dilakukan pelatihan periodik untuk mengatasi
masalah dan melakukan metode pencegahan.
c. Perlu meningkatkan kepekaan petugas penerima tamu
dan petugas lainnya untuk dapat mendeteksi adanya
kemungkinan risiko tinggi bunuh diri pada calon dan
penghuninya.
d. Dalam memberikan pertolongan perlu melibatkan
tenaga kesehatan, psikolog, pengacara, polisi,
pekerja sosial dan konselor.
e. Perlu kerjasama antara keluarga, sahabat, pemuka
agama, staf rehabilitasi dan konselor profesional
dalam memberikan intervensi.
f. Perlu menyediakan alat/materi untuk pertolongan
pertama bila tiba-tiba terjadi usaha bunuh diri
yang tak diduga sebelumnya.
g. Orang dengan risiko tinggi ditempatkan bersama
dengan orang lain, bila tidak merupakan ancaman
terhadap orang lain.
h. Tempatkan pada tempat yang aman dan singkirkan
benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri.
i. Tingkatkan pemeriksaan keamanan lingkungan
khususnya pada penginapan dan hotel.23
j. Perlu meningkatkan interaksi sosial yang sehat dan
melibatkan mereka dalam kegiatan rekreasi (seperti
menyanyi, olah raga, mendengar radio, menonton
televisi, membaca), berdoa, meditasi.
5. Upaya yang dilakukan oleh media massa
Media massa (cetak dan elektronik) berdampak luas
terhadap kehidupan masyarakat. Walaupun media punya
kebebasan untuk menayangkan berita, namun mereka harus
menyadari akibat dari berita tersebut terhadap
masyarakat.
Sejumlah novel, televisi, film, majalah dan surat
kabar melaporkan peristiwa bunuh diri sebagai tindakan
yang berani dan menjelaskan secara rinci cara bunuh
diri yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Data
menunjukkan bahwa dengan penayangan demikian ternyata
angka bunuh diri di masyarakat menjadi meningkat. Jadi
media dapat berperan negatif atau positif dalam
membentuk pemikiran dan perilaku masyarakat.
Media massa sebaiknya melakukan hal berikut:
a. Laporan tentang bunuh diri perlu menekankan bahwa
setiap bunuh diri merupakan kerugian bagi
masyarakat.
b. Hati-hati menayangkan ”celebrity suicide”, jangan
dianggap sebagai tindakan pahlawan. Berikan
publikasi yang minimal terhadap hal tersebut.
c. Hindari memberikan penjelasan yang rinci tentang
cara dan tempat bunuh diri, karena masyarakat ingin24
tahu dan melihat tempat tersebut dan mungkin pula
melakukannya dengan motif dan cara yang sama. Bila
terdapat tempat dengan risiko tinggi, maka media
perlu menekankan bagaimana cara membuatnya lebih
aman.
d. Bunuh diri tidak terjadi karena faktor tunggal.
Jangan menyalahkan korban, karena tindakan tersebut
disebabkan oleh kombinasi berbagai penyebab.
Tekankan bahwa gagal bercinta, tidak lulus ujian,
tidak jadi ke luar negeri bukan merupakan penyebab
bunuh diri. Masyarakat perlu diberi informasi
bagaimana cara menghindari tindakan bunuh diri.
e. Pemberitaan bunuh diri di media massa merupakan
beban yang memalukan bagi keluarga.
f. Beritakan tanda-tanda yang perlu diwaspadai yaitu
bencana sosial, masalah ekonomi dan gangguan jiwa
(khususnya depresi). Pada situasi tersebut perlu
kerjasama yang erat dengan petugas kesehatan.
g. Berikan penjelasan dampak bunuh diri kepada individu
yang selamat, pegawai dan keluarganya serta akibat
terhadap individu baik jangka pendek maupun jangka
panjang.
h. Jelaskan tentang miskonsepsi, budaya, keyakinan dan
mitos tentang bunuh diri. Menimbulkan kewaspadaan
dan mengubah pemikiran masyarakat merupakan salah
satu dari tanggung jawab media.
i. Media lokal dapat memberikan informasi tentang
”hotline service”, pusat pencegahan krisis, pusat25
pengobatan keracunan, atau LSM yang dapat memberikan
bantuan kepada individu dan keluarganya.
j. Pemilihan kalimat seperti ”bunuh diri yang berhasil”
atau ”bunuh diri yang lengkap” dapat mengubah
persepsi masyarakat.
k. Media massa perlu bekerja sama yang erat dengan
petugas kesehatan sebelum menayangkan berita.
Tanggung jawab utama media massa adalah
mempersiapkan dan memberikan informasi kepada
masyarakat bahwa bunuh diri dapat dicegah.
6. Upaya yang perlu segera dilakukan oleh sektor
kesehatan
Bunuh diri bukan semata-mata merupakan fenomena
sosial, budaya atau agama. Agar menjadi mitra kerja
yang aktif dalam upaya pencegahan bunuh diri, sektor
kesehatan perlu meluaskan peran dan tanggung jawabnya.
Sektor kesehatan seharusnya memprakarsai untuk
melakukan riset multi sektoral, karena dengan memahami
masalah, faktor risiko dan metode yang dilakukan,
merupakan isu kunci dalam intervensi dan pencegahan
bunuh diri yang efektif.
Sektor kesehatan perlu melakukan:
a. Program pengembangan sumber daya untuk penanganan
bunuh diri dengan cara meningkatkan pengetahuan,
kemampuan, teknik dan strategi dalam memberikan
pelayanan.
26
b. Memperbaiki fasilitas gawat darurat dan pelayanan
segera terhadap pasien dengan percobaan bunuh diri
dikombinasikan dengan pelayanan rujukan dan
rehabilitasi.
c. Mengintegrasikan pelayanan kesehatan jiwa ke sistem
pelayanan kesehatan primer seperti puskesmas. Dengan
melakukan identifikasi, penatalaksaan dan rujukan
segera terhadap pasien (khususnya mereka yang
menderita depresi, penyalahgunaan alkohol dan
gangguan jiwa lainnya), bersamaan dengan
meningkatkan sikap yang positif dari masyarakat,
akan sangat menolong mengurangi angka bunuh diri.
d. Memberikan arahan kepada insan media massa dan
sektor lain untuk mengembangkan kebijakan
penyebarluasan informasi yang realistik agar
terbentuk sikap yang positif pada masyarakat.
e. Mengembangkan program pencegahan bunuh diri lintas
sektor yang terintegrasi dan terkoordinasi (sektor
kesehatan, pendidikan, agama, pertanian, tenaga
kerja, kepolisian, hukum dan lain-lain).
f. Mengembangkan pusat ”keracunan” yang dapat
memberikan informasi dan saran kepada mereka yang
keracunan.
g. Perilaku bunuh diri seringkali dilaporkan oleh
keluarga dekat, tetangga, atau teman. Sarankan untuk
segera mengubungi fasilitas kesehatan terdekat untuk
mendapatkan pertolongan medis. Perlu menyediakan
”hotline service” yang dapat dihubungi 24 jam.27
Dalam keadaan sehat maupun sakit para remaja perlu
mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif.
Pelayanan kesehatan bagi remaja sebaiknya terpisah dengan
pelayanan lainnya. Pelayanan tersebut memerlukan
keterlibatan yang penuh dari para remaja sendiri, orang
tua, petugas kesehatan yang profesional dan masyarakat.
Selama ini perhatian masyarakat hanya tertuju pada upaya
peningkatan kesehatan fisik remaja semata tapi kurang
memperhatikan faktor non-fisik. Kurangnya perhatian pada
faktor non-fisik dapat menyebabkan seorang remaja hanya
sehat fisiknya saja, namun secara psikologis rentan
terhadap stres (tekanan hidup).
Pada hakekatnya inti pelayanan kesehatan kepada
remaja meliputi: 1) bimbingan yang berlanjut untuk
mencegah terjadinya morbiditas baru 2) melakukan
pemeriksaan rutin untuk memantau kesehatan mereka, 3)
menilai dan memantau proses biologis pubertas remaja
dengan berbagai keluhan yang mungkin timbul. Klinik
kesehatan juga berfungsi sebagai sarana deteksi dini dan
mengatasi masalah perilaku beriko tinggi remaja yang
merugikan diri sendiri dan orang lain.
Hal yang perlu diperhatikan dari klinik remaja
adalah tersedianya petugas kesehatan yang menaruh
perhatian penuh untuk membantu remaja yang mempunyai
masalah kesehatan jiwa dan raga. Di Klinik Kesehatan
dapat dilakukan skrining masalah remaja tentang kehidupan
28
di rumah, tingkat pendidikan, masalah seksualitas),
penyalahgunaan narkoba, pelayanan kesehatan raga dan
penyuluhan. Petugas kesehatan dalam melakukan pendekatan
kepada remaja harus bersikap empati, menghindari sikap
curiga, sehingga mampu memberikan jaminan kerahasiaan
seperti remaja yang memiliki kasus kekerasan seksual dan
upaya bunuhdiri. Saat ini masih sedikit klinik khusus
kesehatan remaja, sehingga para remaja yang memiliki
masalah psikososial diperiksakan kepada dokter ahli jiwa
psiakater terdekat.
Peran Puskesmas yang kini sudah mengakar di
masyarakat bisa dikembangkan untuk mempunyai divisi
khusus yang menangani permasalahan remaja. Pembentukan
klinik kesehatan remaja agaknya bisa menjadi solusi
mengatasi makin tingginya remaja yang terkena penyakit
infeksi seksual menular dan penyakit lain akibat
penyalahgunaan narkoba. Melalui klinik khusus tersebut,
remaja bisa mengungkapkan persoalannya tanpa takut-takut
guna dicarikan solusi atas masalahnya tersebut.
7. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru
Akhir-akhir ini bunuh diri pada anak dan remaja
semakin meningkat. Penyebab utama adalah kegagalan di
sekolah, masalah tekanan dari orangtua, tuntutan
prestasi sekolah terlalu tinggi, putus cinta dan
konflik.
29
Perilaku merusak pada remaja seperti merokok,
minum alkohol dan kegiatan seks bebas juga semakin
meningkat. Sekolah dan perguruan tinggi berfungsi
sebagai tempat membangun kehidupan individu dan dapat
memainkan peranan penting dalam mencegah perilaku
merusak diri tersebut. Membangun sistem nilai,
menyiapkan aspirasi individu yang dapat diterima dan
menanamkan mekanisme tujuan yang sesuai, merupakan hal
yang penting dalam mencegah tindakan bunuh diri pada
kelompok usia muda.
Beberapa hal yang dapat dilakukan guru:
a. Memberikan pendidikan keterampilan hidup yang
dikombinasikan dengan pendekatan pemecahan masalah
merupakan modal untuk menghadapi dan mengatasi
kehidupan dengan cara yang realistik dan optimistik.
b. Periode transisi dari masa kanak ke remaja selalu
merupakan fase yang bergejolak. Berbagai masalah
perilaku seringkali ditemukan pada masa ini (afek
yang tak stabil, impulsif, kesulitan dalam
pertahanan diri, sedang mencari identitas diri,
berfantasi, perilaku merusak, marah, anxietas,
perasaan yang kompleks tentang diri sendiri dan
orang lain serta ketertarikan pada sesama jenis).
Perlu dibantu terbentuknya citra dan identitas diri
yang mantap agar dapat mengatasi krisis masa
peralihan ini dengan efektif.
c. Penganiayaan anak juga merupakan masalah yang
seringkali timbul yang disebabkan oleh masalah di30
rumah atau di lingkungan. Anak tersebut sering
menjadi korban dan mengalami trauma serta takut
untuk berbagi masalahnya dengan orang lain, karena
alasan keluarga dan budaya. Mereka membutuhkan
dukungan dan bantuan untuk mengatasi stres mental
mereka dan belajar mekanisme pertahanan diri.
d. Remaja tertentu memerlukan perhatian khusus di
sekolah karena mereka mempunyai risiko tinggi untuk
tindakan bunuh diri. Ciri anak tersebut adalah:
kurang minat dalam bidang pelajaran dan sekolah,
menurunnya prestasi akademis, sering tidak masuk
sekolah, sering terlibat perilaku merusak, perokok
berat, alkohol atau NAPZA lain, harga diri rendah,
gangguan makan dan tidur serta meningkatnya derajat
kecemasan.
e. Anak khususnya yang berasal dari lingkungan keluarga
yang berantakan, orangtua tunggal, orangtua
bercerai, konflik perkawinan, orangtua pengangguran
dan keluarga besar dengan penghasilan rendah
merupakan kelompok risiko tinggi untuk bunuh diri.
Dalam hal ini guru perlu dibekali pengetahuan dan
keterampilan untuk mengubah sikapnya agar mampu
bertindak sebagai media untuk mengubah perilaku
siswa (”agents of change”).
f. Guru perlu menjadi lebih adaptif secara sosial dan
psikologis untuk mengubah realitas. Guru harus
mengidentifikasi ”anak yang mengalami krisis” sejak
31
dini dan guru perlu melakukan konseling atau merujuk
mereka ke pelayanan yang sesuai.
g. Anak perlu dilengkapi dengan keterampilan sosial,
membangun rasa percaya diri, saling berbagi situasi
krisis dengan yang lain, mencari saran dan bahan
pertimbangan untuk membuat pilihan dan terbuka untuk
pengetahuan baru. Guru perlu menciptakan lingkungan
yang sehat untuk interaksi yang positif diantara
siswa dan guru.
h. Meningkatkan harga diri siswa dan membantu mereka
mengatasi situasi stres dengan berbagi pengalaman
hidup yang positif, mengurangi tekanan yang
ditimbulkan oleh sekolah dan berkomunikasi dengan
cara yang positif dengan anak-anak merupakan hal
yang sangat diperlukan.
i. Menciptakan sekolah agar menjadi tempat yang sehat
melalui pengembangan kegiatan sekolah yang lebih
baik, membina hubungan interpersonal dan mencegah
perilaku berbahaya akan meningkatkan interaksi yang
lebih baik diantara siswa dan guru.
j. Mengupayakan program intervensi krisis untuk
menyelesaikan konflik interpersonal, membantu anak-
anak yang mengalami gangguan penggunaan NAPZA dan
meningkatkan komunikasi yang saling mempercayai
merupakan intervensi yang vital di institusi
pendidikan.
32
k. Mengembangkan pelayanan konseling secara teratur dan
segera merujuknya ke sarana yang tepat bila guru
sendiri tidak mampu mengatasi masalah tersebut.
l. Membina komunikasi dan interaksi antara orangtua dan
guru untuk membicarakan perkembangan kepribadian
anak secara keseluruhan, tidak hanya sekedar
membicarakan pencapaian atau kegagalan akademik.
m. Mengidentifikasi anak dengan risiko tinggi dan
melibatkan orangtua serta teman untuk mengatasi
masalahnya, akan mengurangi risiko tindakan bunuh
diri pada anak.
8. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemuka agama dan
pengobat tradisional
Tokoh agama dan pengobat tradisional mempunyai
posisi yang unik di masyarakat karena pamor, posisi,
kebijakan dan kemampuan mereka untuk mempengaruhi
nilai-nilai dan keyakinan masyarakat. Sementara
dimensi spiritual dan religi dari tindakan bunuh diri
masih diperdebatkan, namun perlu disadari bahwa
kehidupan manusia itu sangat berharga. Karena
masyarakat mempunyai keyakinan, penghargaan dan
kepercayaan yang besar terhadap tokoh agama, maka
tokoh agama dan pengobat tradisional perlu menekankan
kenyataan bahwa bunuh diri dapat dicegah dan individu
dapat ditolong melalui konseling, pengobatan dan
pemberian dukungan. Tokoh agama perlu menekankan akan
pentingnya kehidupan dan makna kehidupan itu sendiri33
dengan meningkatkan nilai-nilai dan keyakinan yang
positif tanpa bersikap menghakimi.
Pengobat tradisional perlu dilibatkan dalam
kegiatan pencegahan bunuh diri di tingkat masyarakat
karena mereka seringkali merupakan kontak pertama
terhadap berbagai masalah kesehatan. Jika mereka dapat
memainkan peran yang positif dalam mengenali perilaku
dan pikiran bunuh diri, keadaan depresi serta dapat
memberikan dukungan emosional kepada masyarakat, maka
hal ini merupakan langkah yang amat penting. Beberapa
cara penanganan yang biasa dilakukan adalah berdoa,
meditasi, puasa dan lain-lain. Walaupun belum ada
penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi
efektivitasnya dalam mengatasi masalah psikologis
tertentu, namun cara tersebut telah diterima secara
luas di masyarakat. Sangat penting untuk mengembangkan
pengertian yang lebih baik tentang peran dari sistem
ini digabungkan dengan metode yang positif, tidak
berbahaya dan dapat diterima oleh masyarakat.
Keterlibatan tokoh agama dalam kegiatan pengambilan
keputusan di masyarakat akan membantu meningkatkan
solidaritas di masyarakat.
2.6 Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Perilaku Bunuh Diri
Pada Anak
1. Kebijakan Pemerintah
34
Kebijakan pemerintah dinilai sudah mengadopsi
standar keamanan di tempat-tempat umum seperti misalnya
yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Hal ini
merupakan bentuk pencegahan atau pengurangan resiko
(mitigasi) kecelakaan maupun upaya bunuh diri yang
dilakukan seseorang. Seperti adanya dinding pembatas di
tempat-tempat parkir pusat perbelanjaan, termasuk
dinding pembatas pada lantai atas sebuah mal.
2. Seminar/Simposium
Untuk pertama kalinya dilaksanakan Simposium
Nasional Pencegahan Bunuh Diri di Indonesia pada
tanggal 18-19 April 2009, diprakarsai oleh Perhimpunan
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) yang dilaksanakan di
Hotel Sheraton Surabaya. Tujuan simposium ini untuk
menggugah seluruh lapisan masyarakat dalam mengatasi
masalah perilaku bunuh diri yang terjadi di masyarakat.
Pada acara tersebut narasumber menyampaikan materi
diantaranya yaituKejadian dan Pencegahan Bunuh Diri di Indonesia,
Peran Masyarakat di Indonesia Dalam Pencegahan Bunuh Diri, dan
Faktor Sosio Kultur Spiritual Pada Bunuh Diri.
3. Hot Line Krisis / Nomor Telepon Darurat
Pemerintah telah membuat semacam pusat bantuan yang
menyediakan layanan pengaduan melalui telepon 24 jam,
untuk mereka yang akan melaporkan peristiwa percobaan
35
bunuh diri atau orang yang mencoba bunuh diri itu
sendiri.
Kementerian Kesehatan mencanangkan program Hotline
Service Kesehatan Jiwa 500-454 yang telah diresmikan
menteri kesehatan pada Hari Kesehatan Jiwa, 10 Oktober
2010. Program ini menyediakan 30 konselor terlatih yang
akan membantu memecahkan konflik-konflik atau beban
pikiran berat yang pemicu hasrat untuk bunuh diri.
Pusat pencegahan bubuh diri diorganisir oleh
sukarelawan yang dilatih secara khusus. Ketika orang
yang berpotensi bunuh diri menghubungi hot line,
sukarelawan melakukan konsultasi dengan menawarkan
pertolongan profesional darurat yang bersifat membangun
dan meyakinkan orang tersebut untuk melakukan tindakan
positif untuk menyelesaikannya. Sukarelawan berusaha
untuk memperoleh alamat orang tersebut dan menghubungi
polisi untuk melacak panggilan dan berupaya melakukan
penyelamatan. Orang tersebut dijaga tetap pada
panggilan sampai polisi tiba.
4. Kampanye Pencegahan Bunuh Diri : Peran Media,
Pendidikan, Tokoh Agama, Politisi, dan
Lingkungan/Keluarga
Hari pencegahan bunuh diri dunia diperingati setiap
tanggal 10 September. Ini merupakan momentum untuk
mengkampanyekan komitmen dan aksi kemanusiaan untuk
mencegah bunuh diri. Masih dalam acara simposium
36
nasional pencegahan bunuh diri di bagian sebelumnya,
Irwan Juliato dari Kompas, menyampaikan materi
mengenai ”Peran Media Massa Dalam Pencegahan Bunuh Diri”.
Peran media dalam pemberitaan kejadian bunuh diri
dapat menjadi dua sisi mata pisau. Di satu sisi bisa
menjadi alat pencegahan, tetapi di sisi lain justru
dapat mendorong korban untuk meniru. Sehingga perlu
formula yang tepat untuk merumuskan peran media dalam
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang usaha
pencegahan bunuh diri. Dapat berupa iklan layanan
masyarakat, yang mengajak orang-orang untuk lebih
perhatian terhadap keluarga, kerabat, dan teman
terutama apabila sudah ada kecenderungan perilaku
negatif ketika orang tersebut menghadapi sebuah
permasalahan yang sulit. Hal ini juga melibatkan peran
dunia pendidikan, Tokoh Agama, Politisi, dan
Lingkungan/Keluarga terdekat.
BAB III
PENUTUP
37
3.1 KESIMPULAN
Bunuh diri merupakan suatu upaya untuk mengakiri
kehidupannya, individu secara sadar melakukan hasratnya
ingin mati. Salah satu penyebab dari prilaku bunuh pada
anak dan remaja adalah stressor atau kejadian hidup yang
negative misalnya masalah keluarga, disini keluarga
sangat berperan dalam mencegah tindakan bunuh diri dengan
memberikan perhatian khusus kepada anggota keluarganya
karena keluarga merupakan pusat dari semua kegiatan
individu apabila terdapat ketidakharmonisan dalam
keluarga maka itu bisa menjadi faktor pencetus tindakan
bunuh diri. Selain keluarga, masyarakat dan pemerintah
juga memiliki peranan penting dalam upaya pencegahan
tindakan bunuh diri.
3.2 SARAN
a. Individu Terutama Remaja
Untuk remaja supaya tau bahwa bunuh diri itu bukan
merupakan cara untuk menyelesaikan masalah, akan tetapi
lebih baik menyelesaikan masalah dengan terbuka kepada
teman sehingga kita akan menemukan solusinya.
b. Keluarga Terutama Dengan Anak Usia Remaja
Kepada keluarga agar lebih memperhatikan individu
karena keluarga merupakan kelompok yang paling dekat
dengan individu.
c. Masyarakat
38
Untuk masyarakat agar lebih sering mengadakan kerja
bakti atau pun gotong royong guna terciptanya
kekerabatan dan keterbukaan antar individu
d. Pemerintah
Untuk pemerintah agar lebih memperhatikan fasilitas
yang ada seperti misalnya penyediaan dinding pembatas
pada gedung yang tinggi agar dapat membatasi upaya
remaja dan anak untuk melakukan tindakan bunuh diri.
39