25
1. Sejarah Perkembangan Semen Semen berasal dari kata caementum yang berarti bahan perekat yang mampu mempersatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak. Dalam pengertian yang luas, semen adalah material plastis yang memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan. Semen pada awalnya dikenal di Mesir tahun 500 SM pada pembuatan piramida, yaitu sebagai pengisi ruang kosong diantara celah-celah tumpukan batu. Semen yang dibuat bangsa Mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni, sedang kalsinasi batu kapur mulai digunakan pada zaman Romawi. Kemudian bangsa yunani membuat semen dengan cara mengambil tanah vulkanik (vulkanik tuff) yang berasal dari pulau Santoris kemudian dikenal dengan santoris cement. Bangsa Romawi menggunakan semen yang diambil dari material vulkanik yang ada di pegunungan vesuvius di lembah Napples yang kemudian dikenal dengan Pozzulona cement, yang diambil dari sebuah nama kota di Italia yaitu Puzzolia. Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami perkembangan lebih lanjut mengenai komposisi bahan dan cara pencampurannya,sehingga diperoleh moltar yang baik. Pada abad pertengahan, kualitas moltar mengalami penurunan yang

Teknologi Beton dan Banganunan

  • Upload
    its

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1. Sejarah Perkembangan Semen

Semen berasal dari kata caementum yang berarti bahan

perekat yang mampu mempersatukan atau mengikat bahan-bahan

padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu produk

yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau

lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak. Dalam

pengertian yang luas, semen adalah material plastis yang

memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi

bangunan.

Semen pada awalnya dikenal di Mesir tahun 500 SM pada

pembuatan piramida, yaitu sebagai pengisi ruang kosong

diantara celah-celah tumpukan batu. Semen yang dibuat bangsa

Mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni, sedang

kalsinasi batu kapur mulai digunakan pada zaman Romawi.

Kemudian bangsa yunani membuat semen dengan cara mengambil

tanah vulkanik (vulkanik tuff) yang berasal dari pulau

Santoris kemudian dikenal dengan santoris cement. Bangsa

Romawi menggunakan semen yang diambil dari material vulkanik

yang ada di pegunungan vesuvius di lembah Napples yang

kemudian dikenal dengan Pozzulona cement, yang diambil dari

sebuah nama kota di Italia yaitu Puzzolia.

Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami

perkembangan lebih lanjut mengenai komposisi bahan dan cara

pencampurannya,sehingga diperoleh moltar yang baik. Pada

abad pertengahan, kualitas moltar mengalami penurunan yang

disebabkan oleh pembakaran limestone kurang sempurna, dengan

tidak adanya tanah vulkanik.

Pada tahun 1756 Jhon Smeaton seorang sarjana Inggris

berhasil melakukan penyelidikan terhadap batu kapur dengan

pengujian ketahanan air. Dari hasil percobaannya,

disimpulkan bahwa batu kapur lunak yang tidak murni dan

mengandung tanah liat merupakan bahan pembuat semen hidrolis

yang baik. Batu kapur yang dimaksud tersebut adalah kapur

hidrolis (hydroulic lime). Kemudian oleh Vicat ditemukan bahwa

sifat hidrolis akan bertambah baik jika ditambahkan juga

silika atau tanah liat yang mengandung alumina dan silika.

Akhirnya Vicat membuat kapur hidrolis dengan cara

pencampuran tanah liat (clay) dengan batu kapur (limestone) pada

perbandingan tertentu, kemudian campuran tersebut dibakar

(dikenal dengan Artifical lime twice kilned).

Pada tahun 1811, James Frost mulai membuat semen yang

pertama kali dengan menggunakan cara seperti Vicat yaitu

dengan mencampurkan dua bagian kapur dan satu bagian tanah

liat. Hasilnya disebut Frost’s cement. Pada tahun 1812 prosedur

tersebut diperbaiki dengan menggunakan campuran batu kapur

yang mengandung tanah liat dan ditambahkan tanah Argillaceus

(mengandung 9-40% silica). Semen yang dihasilkan disebut British

cement.

Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan

cara membakar campuran batu kapur dan tanah liat. Joseph

Aspadin yang merupakan orang Inggris pada tahun 1824 mencoba

membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan

tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar

menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian

batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan

karbondioksida (CO2). Batuan kapur tohor (CaO) bereaksi

dengan senyawa-senyawa lain membentuk klinker kemudian

digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan

portland.(Walter H. Duda, 1976)

Sejarah industri semen di Indonesia

Perusahaan semen pertama di Indonesia adalah PT Semen

Padang (Perusahaan) yang didirikan pada tanggal 18 Maret

1910 dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland Cement

Maatschappij (NV NIPCM). Kemudian pada tanggal 5 Juli 1958

Perusahaan dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik

Indonesia dari Pemerintah Belanda. Selama periode ini,

Perusahaan mengalami proses kebangkitan kembali melalui

rehabilitasi dan pengembangan kapasitas pabrik Indarung I

menjadi 330.000 ton/ tahun. Selanjutnya pabrik melakukan

transformasi pengembangan kapasitas pabrik dari teknologi

proses basah menjadi proses kering dengan dibangunnya pabrik

Indarung II, III, dan IV.

Sisa-sisa pabrik tersebut hingga kini masih ada, dan

rencananya oleh Pemda Propinsi Sumbar akan dijadikan sebuah

musium semen.

2. PENGERTIAN SEMEN

Semen adalah suatu campuran senyawa kimia yang bersifat

hidrolisis, artinya jika di campur dengan air dalam jumlah

tertentu akan mengikat bahan-bahan lain menjadi satu kesatuan

masa yang dapat memadat dan mengeras. Dalam pengertian umum,

yang dimaksud semen adalah bahan yang mempunyai sifat

“adhesive” dan “cohesive”, yang digunakan sebagai bahan

pengikat (bonding material), yang dipakai bersama samaa dengan

batu kerikil dan pasir atau perekat yang dapat merekatkan

bagian-bagian benda padat menjadi bentuk kuat, kompak dan

keras.

Bahan baku pembuatan semen terdiri dari :

Bahan baku pembuatan semen terdiri dari 2 komponen yaitu

bahan baku utama dan bahan tambahan. Bahan baku utama yang

digunakan adalah batu kapur (CaCO3) kemurnian 55%-60% dan tanah

liat (Al2O3) kemurnian 65%-70%. Sedangkan bahan penolong yaitu:

pasir silica (SiO2), pasir besi (Fe2O3) dan gypsum (CaSO4.2H2O).

a. Batu Kapur(CaCO3)

Batu kapur merupakan komponen yang banyak mengandung CaCO3

dengan sedikit tanah liat, Magnesium Karbonat, Alumina

Silikat dan senyawa oksida lainnya. senyawa besi dan

organik menyebabkan batu kapur berwarna abu-abu hingga

kuning.

b. Tanah Liat/Clay (Al2SiO7.xH2O)

Semua jenis tanah liat adalah hasil pelapukan kimia yang

disebabkan adanya pengaruh air dan gas CO2 dari batuan

adesit, granit dan treakti. Batu-batuan ini menjadi

bagian yang halus, tidak larut dalam air dan mengendap

berlapis-lapis, lapisan ini tertimbun tidak beraturan.

Tanah liat bercampur dengan material lain antara lain 

Besi Oksida, Kalium Oksida, Natrium Oksida, Phosphor

Oksida dan bahan Organik. Sifat dari tanah liat bila

dipanaskan atau dibakar akan memampat dan menjadi keras.

Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa

alumina silikat hidrat.

c. Pasir Besi dan Pasir silika (SiO2)

Bahan ini merupakan bahan koreksi pada campuran tepung

baku (Raw Mix) Digunakan sebagai pelengkap komponen kimia

esensial yang diperlukan untuk pembuatan semen pasir

silika digunakan untuk menaikkan kandungan SiO2.

Pasir silika berfungsi sebagai pembawa oksida silica

(SiO2) dengan kadar yang cukup tinggi yaitu sekitar 90-95

%. Depositnya berbentuk gunung-gunung pasir silika dan

berkadar SiO2 sekitar 90 %. Semakin murni pasir silika

akan semakin putih warnanya dan biasa disebut pasir

kuarsa yang berkadar SiO2 mencapai 98,5 – 98 %. Warna

pasir silika dipengaruhi oleh adanya kotoran seperti

Oksida Logam dan bahan Organik. Pasir silika ini

digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan semen

jika kadar SiO2-nya masih rendah, sedangkan pasir besi

digunakan untuk menaikkan kandungan Fe2O3 dalam Raw Mix.

d. Gypsum ( CaSO4. 2 H2O )

Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses

pengerasan dari semen. Hilangnya kristal air pada gipsum

menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat gipsum

sebagai retarder.

Gipsum adalah salah satu contoh mineral dengan kadar

kalsium yang mendominasi pada mineralnya. Gipsum yang

paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium sulfat

dengan rumus kimia CaSO4.2H2O. Gipsum adalah salah satu

dari beberapa mineral yang teruapkan. Contoh lain dari

mineral-mineral tersebut adalah karbonat, borat,nitrat,

dan sulfat. Mineral-mineral ini diendapkan dilaut, danau,

gua dan di lapian garam karena konsentrasi ion-ion oleh

penguapan. Ketika air panas atau air memiliki kadar garam

yang tinggi, gipsum berubah menjadi basanit (CaSO4.H2O)

atau juga menjadi anhidrit (CaSO4). Dalam keadaan

seimbang, gipsum yang berada di atas suhu 108 °F atau 42

°C dalam air murni akan berubah menjadi anhidrit.

3. Proses Pembuatan Semen

Semen dapat dibuat dengan 2 cara proses basah proses kering

Perbedaannya hanya terletak pada proses penggilingan dan

homogenisasi.

1. Quarry ( Penambangan )

Bahan tambang berupa batu kapur, batu silika,tanah liat,

dan material-material lain yang mengandung kalsium,

silikon, alumunium, dan besi oksida yang diekstarksi

menggunakan drilling dan blasting.

Penambangan Batu Kapur

Membuang lapisan atas tanah Pengeboran, kemudian membuat

lubang dengan bor untuk tempat Peledakan Blasting.

Peledakan ini disebut dengan teknik electrical

detonation.

Penambangan Batu Silika

Penambangan silika tidak membutuhkan peledakan karena

batuan silika merupakan butiran yang saling lepas dan

tidak terikat satu sama lain. Penambangan dilakukan

dengan pendorongan batu silika menggunakan dozer ke tepi

tebing dan jatuh di loading area.

Penambangan Tanah Liat

Penambangan tanah liat dilakukan dengan pengerukan pada

lapisan permukaan tanah dengan excavator yang diawali

dengan pembuatan jalan dengan sistem selokan selang

seling.

2. Crushing

Crushing merupakan proses pemecahan material hasil

penambangan menjadi ukuran yang lebih kecil dengan

menggunakan crusher. Batu kapur dari ukuran kurang dari

1cm menjadi kurang dari 50 mm. Batu silika dari ukuran

kurang dari 40 cm menjadi kurang dari 200 mm

3. Raw Mill ( Penggilingan Bahan Baku )

Pada proses basah dan kering, penggilingan bahan baku

lebih baik dilakukan dalam lingkar tertutup (closed circuit)

daripada lingkar terbuka (open circuit) karena dalam cara

pertama bagian yang sudah halus diteruskan dan yang masih

kasar dikembalikan, sedang dengan cara yang kedua, bahan

baku digiling terus sampai kehalusan rata-ratanya sudah

mencapai tingkat yang dikehendaki.

4. Homogenisasi

Pada proses penggilingan tabung atau bola dalam keadaan

basah dan dilewatkan melalui klasifikator cawan atau ayak.

Bubur atau slurry tersebut lalu dipompakan ke dalam tangki

koreksi, dimana terdapat lengan berputar untuk mengaduk

campuran hingga homogen dan menyesuaikan komposisinya

sebagaimana dikehendaki. Pada beberapa pabrik, bubur

disaring di dalam filter putar kontinu dan diumpankan ke

dalam tanur. Proses kering sangat cocok untuk batuan semen

alam dan campuran batu gamping dan lempung, serpih atau

sabak.

Pada proses basah slurry dicampur di mixing basin,

kemudian slurry dialirkan ke tabung koreksi (proses

pengoreksian). Sedangkan proses kering terjadi di blending

silo dengan sistem aliran corong.

5. Pembakaran atau Pembentukan Clinker

Pembakaran atau pembentukan clinker terjadi di dalam kiln.

Kiln adalah alat berbentuk tabung yang di dalamnya

terdapat semburan api. Kiln di design untuk memaksimalkan

efisiensi dari perpindahan panas yang berasal dari

pembakaran bahan bakar. Pada proses ini bahan diumpankan

langsung ke dalam tanur putar dimana berlangsung reaksi

kimia. Kalor disediakan melalui pembakaran minyak, gas

atau batu bara serbuk dengan menggunakan udara panas dari

pendingin klinker.

Dewasa ini terdapat kecenderungan untuk menggunakan tanur

putar yang lebih panjang sehingga efisiensi termalnya

lebih tinggi lagi. Tanur proses kering mungkin hanya 45

meter saja panjangnya, tetapi pada proses kering tanur

sepanjang 90-180 meter bukan merupakan hal yang luar

biasa. Diameter dalam berkisar antara 2,5-6 meter. Tanur

itu berputar dengan kecepatan 0,5-2 putaran/menit

bergantung pada ukurannya. Tanur itu dipasang agak miring

sedikit, sehingga bahan yang diumpamakan di ujung atas

bergerak perlahan-lahan ke ujung pembakaran yang lebih

rendah, dalam waktu 1-3 jam.

Agar ekonomi kalor lebih baik lagi, sebagian air

dikeluarkan dari lumpur proses basah. Diantara metode yang

dipakai ada yang menggunakan filter bubur dan pengental

Dorr. Dewasa ini tanur harus dilengkapi dengan peralatan

pengendalian pencemaran yang efisien seperti rumah karung

dan presipitator elektrostatik. Untuk menghemat energi

digunakan ketel kalor buangan, dan ini sangat ekonomis

untuk semen proses kering, karena gas buangan dari tanur

kering lebih panas daripada proses basah, dan suhunya bisa

mencapai 800o C. Oleh karena itu pelepas dinding tanur

harus ditahan terhadap abrasi dan serangan kimia yang

cukup hebat pada suhu tinggi di zona klinker, maka

pemilihan refraktori pelapis merupakan hal yang tidak

mudah. Oleh karena itu, bata alumina tinggi dan bata

magnesia tinggi banyak dipakai. Untuk meningkatkan kontrol

tanur, sekarang digunakan komputer. Produk akhirnya

terdiri diri masa butiran yang keras dengan ukuran 3-20

mm, yang disebut dengan klinker.

Klinker ini dikeluarkan dari tanur putar ke pendingin

kejut udara, sehingga suhunya turun dengan cepat menjadi

kira-kira 100-200o C. Pendingin tersebut sekaligus

merupakan pemanas pendahuluan bagi udara untuk pembakaran.

Proses tersebut diselesaikan dengan penggilingan

(pulverisasi), diikuti oleh penggilingan halus di dalam

penggilingan tabung bola dan pengepakan secara otomatis.

Pada waktu penggilngan halus, ditambahkan bahan

pemerlambat set (setting retarder) seperti gipsum, plaster,

atau kalsium lignosulfonat serta bahan bawa-ikut udara,

bahan dispersi, dan bahan tahan air. Klinker digiling pada

waktu kering dengan beberapa cara.

Pada waktu pembakaran, berlangsung berbagai reaksi,

seperti penguapan air, pengeluaran karbondioksida, dan

reaksi antara gamping dan lampung. Kebanyakan reaksi ini

berlangsung pada fase padat, tetapi menjelang akhir

proses, terjadi peleburan

Proses yang terjadi di dalam kiln: pengeringan slurry,

pemanasan awal, kalsinasi pemijaran, pendinginan dan

penyimpanan klinker.

a. Pengeringan slurry

Pengeringan slurry terjadi pada daerah 1/3 panjang kiln

dari inlet pada temperatur 100-500◦C sehingga terjadi

pelepasan air bebas dan air terikat untuk mendapatkan

padatan tanah kering.

b. Pemanasan Awal

Pemanasan Awal terjadi pada daerah 1/3 setelah panjang

kiln dari inlet. Selama pemanasan tidak terjadi

perubahan berat dari material tetapi hanya peningkatan

suhu yaitu sekitar 600°C dengan menggunakan preheater.

Pada suhu 100C, terjadi penguapan air, dan pada suhu

500C, terjadi pelepasan atau penguapan air kristal yang

melekat pada clay. Pada proses kering, pengeringan dalam

suspension preheater dari kadar air 5% menjadi 0%,

sedangkan pada proses basah kadar air umpan sekitar 35%.

c. Kalsinasi

Pada suhu 900 – 1200 oC, terjadi kalsinasi dan reaksi

pokok dari kapur dan lempung. Kalsinasi merupakan

penguraian kalsium karbonat menjadi senyawa-senyawa

penyusunnya dengan reaksinya:

CaCO3 CaO + CO2

MgCO3 MgO + CO2

Di komposisi tanah liat:

Al2O3.2SiO2.xH2O Al2O3 + 2SiO2 + xH2O

Pada proses kering, sebagian dalam suspension preheater

dan sebagian tetap dalam rotary kiln.

d. Pemijaran

Pada suhu 1250 – 1280, terjadi leburan semen. Al2O3, Fe2O3

akan meleleh, sedang CaO yang halus semuanya lebur. Suhu

meningkat dan terjadi leburan lanjut dari senyawa-

senyawa. Reaksi antara oksida-oksida yang terdapat dalam

material yang membentuk senyawa hidrolisis yaitu C4AF,

C3A, C2S pada suhu 1450 °C membentuk Clinker.

Al2O3 + Fe2O3 + CaO C4AF

Reaksi ini berlangsung hingga Fe2O3 habis.

Sesudah Fe2O3 habis, terjadi reaksi sebagai berikut:

Al2O3 + 3 CaO C3A

Reaksi berlangsung hingga Al2O3 habis.

Silikat mulai meleleh (agak lebur)

SiO2 + 2 CaO C2S

Reaksi berjalan terus hingga SiO2 habis

CaO + C2S C3S

C3S adalah penyusun utama yang memberikan kekuatan

pada semen.

CaO sisa keluar sebagai CaO bebas

e. Pendinginan

Terjadi pendinginan Clinker secara mendadak dengan

aliran udara sehingga Clinker berukuran 1150-1250

gr/liter. Clinker yang keluar dari Cooler bersuhu 150-

250° C dan disimpan dalam ‘storage’.

f. Transportasi & penyimpanan clinker

Klinker kasar akan jatuh kedalam penggilingan untuk

dihaluskan dengan penambahan sedikit gypsum, digiling

secara kering dalam clinker grinding mill menjadi semen.

Gypsum ditambahkan (4-5%) untuk memperlambat pengerasan

dari semen pada waktu pemakaian. Reaksi-reaksi yang terjadi pada pembentukan klinker:

Suhu Reaksi Perubahan kalor

100

500 dan lebih

900 dan lebih

900 dan lebih

900-1200

1250-1280

Penguapan air

bebas

Evolusi air

gabungan dari

lempung

Kristalisasi

produk dehidrasi

amorf lempung

Evolusi

karbondioksida

Reaksi utama

antara gamping

dan lempung

Endotermik

Endotermik

Endotermik

Endotermik

Endotermik

Endotermik

1280dan lebih

Mulai

pembentukan zat

cair

Kelanjutan

pembentukan zat

cair dan

penyelesaian

pembentukan

senyawa semen

Kemungkinan

neracanya

endotermik

7. Proses Pengerasan Semen

Penambahan air pada semen mula-mula akan membentuk pasta

semen. Dalam jangka waktu tertentu pasta tersebut akan

mengalami setting atau pengerasan. Ada dua teori yang

menerangkan tentang sifat-sifat pengerasan semen ini,

yaitu :

1. Crystalline Theory

Teori ini menerangkan bahwa sifat mengerasnya semen

(pasta semen) bergantung pada pertumbuhan Kristal-

kristal yang terbentuk.

2. Gel atau Colloidal Theory

Sifat pasta semen dapat dianggap sebagai larutan yang

lewat jenuh dari persenyawaan-persenyawaan yang

terhidrasi. Lama-kelamaan akan menggumpal membentuk masa

yang amorphous disebut gel. Setelah kering, gel ini

mengeras menjadi beton.

Walau ada beberapa teori yang menerangkan tentang

pengerasan atau setting semen ini, tapi sebenarnya teori-

teori itu mempunyai persesuaian yaitu bahwa terjadi

pengerasan atau setting ini disebabkan adanya suatu proses

hidrasi dan hidrolisa daripada komponen-komponen penyusun

semen.

Produk hidrasi mempunyai kelarutan amat rendah di dalam

air, jika tidak, beton yang bersentuhan dengan air tentu

akan terserang dan rusak dengan cepat. Banyak perhatian

telah diberikan para ahli mengenai kalor yang keluar pada

waktu semen mengalami hidrasi. Urutan sumbangan kalor

pengerasan berbagai senyawa (dasar, bobot sama, yaitu

gram/gram) sesudah 28 hari, adalah sebagai berikut.

Ca3A > C3S > C3AF > C3S

Hidrolisa

C3S + X H2O C2S.XH2O + Ca(OH)2

C4AF + XH2O C3A.6H2O + CF(X-6)H2O

Hidrasi

C2S + X H2O C2S.XH2O

C3S + XH2O C2S.(x-1)H2O (amorph) + Ca(OH)2

C3A + 6 H2O C3A.6H2O

C3A + 3 CaSO4.2H2O + 25 H2O C3A.3CaSO4.31H2O

C4AF + xH2O C3A. 6H2O + CaO.Fe2O3.(x-6)H2O

MgO + H2O Mg(OH)2

Peranan tiap komponen utama adalah sebagai berikut :

C3S : Penting dalam memberikan kekuatan pada saat

permulaan dan memberikan efek penambahan kekuatan

yang kontinyu disaat berikutnya

C2S : hanya memberikan kekuatan seperlunya saja.

Sampai kira-kira 28 hari, tetapi pada saat

berikutnya akan memberikan efek kekuatan yang

besar

C3A : memberikan efek kekuatan yang besar selama kira-

kira 28 hari. Semakin lama semakin berkurang

sampai akhirnya boleh dikatakan sama sekali tidak

memberikan efek apa-apa.

C4AF : hanya sedikit memberikan efek kekuatan, baik

pada saat permulaan maupun saat berikutnya.

Pada umumnya semen yang kita harapkan adalah setting

timenya lama, panas hidrasinya rendah dan tahan terhadap

alkali tanah dan air.

Keseluruhan proses semen dapat dipantau dengan mesin sinar

X yang dihubungkan dengan kalkulator yang diprogam untuk

mengambil contoh produk dan mengatur umpan penggiling

secara otomatis sehingga menghasikan produk yang

dikehendaki.

4. Jenis –jenis Sement

Semen dpat dibagi atas 2 kelompok :

- Semen non hidrauis, adalk stabilah semen yang tidak dapat

mengeras dalam air atau tidak sbil dalam air.

- Semen hidraulis, adalah semen yang dapat mengeras dalam

air, menghasilkn padatan yang stabil dalam air.

Semen Portland adalah salah satu semen hidraulis yang sangat

penting dan banyak dipergunakan sebangai bahan bangunan.

SEMEN PORTLAND

Semen portland diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu :

1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)

Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan

persyaratn khusus seperti yang dipersyaratkan pada tipe-tipe

lain. Tipe semen ini paling banyak diproduksi dan banyak

dipasaran

 2. Tipe II (Moderate sulfat resistance)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan

terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas

hidrasi yang lebih rendah dibanding semen Portland Tipe I.

Pada daerah–daerah tertentu dimana suhu agak tinggi, maka

untuk mengurangi penggunaan air selama pengeringan agar tidak

terjadiSrinkege (penyusutan) yang besar perlu ditambahkan sifat

moderat“Heat of hydration”. Semen Portland tipe II ini disarankan

untuk dipakai pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan

landasan berat yang ditandai adanya kolom-kolom dan dimana

proses hidrasi rendah juga merupakan pertimbangan utama.

 3. Tipe III (High Early Strength)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan

yang tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.Semen tipe

III ini dibuat dengan kehalusan yang tinggi blaine biasa

mencapai 5000 cm2/gr dengan nilai C3S nya juga tinggi. Beton

yang dibuat dengan menggunakan semen Portland tipe III ini

dalam waktu 24 jam dapat mencapai kekuatan yang sama dengan

kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari,

dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe III ini kekuatannya

menyamai beton dengan menggunakan semen portlan tipe I pada

umur 28 hari

 4. Tipe IV (Low Heat Of Hydration)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi

rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk struktur

Concrette (beton) yang massive dan dengan volume yang besar,

seprti bendungan, dam, lapangan udara. Dimana kenaikan

temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode

pengerasan diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi

pengembangan volume beton yang bisa menimbulkan cracking

(retak). Pengembangan kuat tekan (strength) dari semen jenis

ini juga sangat lambat jika dibanding semen portland tipe I.

 5  Tipe V (Sulfat Resistance Cement)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan

tinggi terhadap sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan untuk

pembuatan beton pada daerah yang tanah dan airnya mempunyai

kandungan garam sulfat tinggi seperti : air laut, daerah

tambang, air payau dsb.

Water Proofed Cement

Water proofed cement adalah campuran yang homogen antara semen

Portland dengan “Water proofing agent”, dalam jumlah yang kecil

seperti : Calcium, Aluminium, atau logam stearat lainnya.Semen

ini banyak dipakai untuk konstruksi beton yang berfungsi

menahan tekanan hidrostatis, misalnya tangki penyimpanan

cairan kimia.

White Cement (Semen Putih)

Semen putih dibuat umtuk tujuan dekoratif, bukan untuk tujuan

konstruktif. Pembuatan semen ini membutuhkan persyaratan bahan

baku dan proses pembuatan yang khusus, seperti misalnya bahan

mentahnya mengandung oksida besi dan oksida manganese yang

sangat rendah (dibawah 1 %).

High Alumina Cement

High Alumina cement dapat menghasilkan beton dengan kecepatan

pengersan yang cepat dan tahan terhadap serangan sulfat, asam

akan tetapi tidak tahan terhadap serangan alkali. Semen tahan

api juga dibuat dari High Alumina Cement, semen ini juga

mempunyai kecepatan pengerasan awal yang lebih baik dari semen

Portland tipe III. Bahan baku semen ini terbuat dari batu

kapur dan bauxite, sedangkan penggunaannya adalah antara lain :

Rafractory Concrette

Heat resistance concrete

Corrosion resistance concrete

Semen Anti Bakteri

Semen anti bakteri adalah campuran yang homogen antara semen

Portland dengan  “anti bacterial agent” seperti germicide. Bahan

tersebut ditambahkan pada semen Portland untuk “Self

Desinfectant” beton terhadap serangan bakteri dan jamur yang

tumbuh. Sedangkan sifat-sifat kimia dan fisiknya hampir sama

dengan semen Portland tipe I. Penggunaan semen anti bakteri

antara lain :

Kamar mandi

Kolam-kolam

Lantai industri makanan

Keramik

Bangunan dimana terdapat jamur pathogenic dan bakteri

Oil Well Cement

Oil well cement adalah semen Portland semen yang dicampur

dengan bahan retarder khusus seperti asam borat, casein, lignin,

gula atau organic hidroxid acid. Fungsi dari retarder disini adalah

untuk mengurangi kecepatan pengerasan semen, sehingga adukan

dapat dipompakan kedalam sumur minyak atau gas. Pada kedalaman

1800 sampai dengan 4900 meter tekanan dan suhu didasar sumur

minyak atau adalah tinggi. Karena pengentalan dan pengerasan

semen itu dipercepat oleh kenaikan temperature dan tekanan,

maka semen yang mengental dan mengeras secara normal tidak

dapat digunakan pada pengeboran sumur yang dalam. Semen ini

masih dibedakan lagi menjadi beberapa kelas sesuai denganAPI

Spesification 10 1986, yaitu;

KELAS A

Digunakan untuk sumur sampai dengan

kedalaman 1830 meter, apabila sifat-sifat

khusus tidak dipersyaratkan

KELAS B

Digunakan untuk sumur sampai dengan

kedalaman 1830 meter, apabila kondisi

membutuhkan tahan terhadap sulfat sedang

KELAS C

Digunakan untuk sumur sampai dengan

kedalaman 1830 meter, apabila kondisi

membutuhkan sifat kekuatan tekan awal yang

tinggi

KELAS D

Digunakan untuk sumur sampai dengan

kedalaman 1830 sampai 3050  meter,

dengan kondisi suhu dan tekanan  yang

sedang

KELAS E

Digunakan untuk sumur sampai dengan

kedalaman 3050 sampai 4270  meter,

dengan kondisi suhu dan tekanan  yang tinggi

KELAS F

Digunakan untuk sumur sampai dengan

kedalaman 3050 sampai 4880  meter,

dengan kondisi suhu dan tekanan  yang tinggi

KELAS G Digunakan untuk cementing mulai

surface casing sampai dengan kedalaman

2440 meter, akan tetapi dengan

penambahan accelerator atau retarder.

Dapat digunakan untuk semua range

pemakaian, mulai dari kelas A sampai

kelas E

Blended Cement (Semen Campur)

Semen campur dibuat karena dibutuhkannya sifat-sifat khusus

yang tidak dimiliki oleh semen portland. Untuk mendapatkan

sifat khusus tersebut diperlukan material lain sebagai

pencampur.Jenis semen campur:

1. Semen Portland Pozzolan (SPP)

Semen Portland pozzolan (SPP) atau dikenal juga sebagai

Portland Pozzolan Cement (PPC) adalah merupakan semen

hidrolisis yang terdiri dari campuran yang homogen antara

semen Portland dengan bahan pozzolan (Trass atau Fly Ash) halus,

yang diproduksi dengan menggiling klinker semen Portland dan

bahan pozzolan bersama-sama atau mencampur secara merata semen

Portland dan bahan pozzolon atau gabungan antara menggiling

dan mencampur.

 2. Portland Blast Furnace Slag Cement

Portland Blast Furnace Slag Cement adalah semen Portland yang

dicampur dengan kerak dapur tinggi secara homogen dengan cara

mencampur bubuk halus semen Portland dengan bubuk halus slag

atau menggiling bersama antara klinker porland dengan butiran

slag.  Activitas slag (Slag Activity) bertambah dengan

bertambahnya ratio CaO + MgO/SiO2 + Al2O3 dan glass content.

Tetapi biasanyan keberadaan ratio oksida dan glass Content

tersebut saling berkebalikan. Beberapa sifat slag semen adalah

sabagai berikut :

1. Jika kehalusannya cukup, mempunyai kekuatan tekan yang

sama dengan semen portland.

2. Betonnya lebih stabil dari pada beton semen portland

3. Mempunyai permebility yang rendah

3. Semen Masonry

Semen masonry pertama kali diperkenalkan di USA, kemudian

berkembang kebeberapa negara.Secara tradisional plesteran

untuk bangunan umumnya menggunakan kapur padam, kemudian

meningkat dengan dipakainya semen portland yang dicampur

dengan kapur padam. Namun karena dianggap kurang praktis maka

diperkanalkan Semen Masonry .

 4. Portland Composite Cement (Semen Portland Campur)PCC -SPC

Menurut SNI 17064-2004, Semen Portland Campur adalah Bahan

pengikat hidrolisis hasil penggilingan bersama sama terak

(clinker) semen portland dan gibs dengan satu atau lebih bahan

anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland

dengan bubuk bahan bahan anorganik lain. Bahan anorganik

tersebut antara lain terak tanur tinggi (blastfurnace slag),

pozzoland, senyawa silika, batu kapur, dengan kadar total

bahan anorganik 6 – 35 % dari massa semen portland composite.

Menurut Standard Eropa EN 197-1 Portland Composite Cement atau

Semen Portland Campur dibagi menjadi 2 Type berdasarkan jumlah

Aditive material aktif.

1. 1.      Type II/A-M mengandung 6 – 20 % aditif

2. 2.      Type II/B-M mengandung 21 – 35 % aditif

Kalau pada Portland Pozzolan Cement (Semen Portland Pozzolan)

aditif yang digunakan hanya 1 jenis maka pada Portland

Composite Cement ini aditif yang digunakan lebih dari 1 jenis

atau 2 jenis maka semen ini dikelompokkan pada TERNARY CEMENT.