Upload
its
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1. Sejarah Perkembangan Semen
Semen berasal dari kata caementum yang berarti bahan
perekat yang mampu mempersatukan atau mengikat bahan-bahan
padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu produk
yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau
lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak. Dalam
pengertian yang luas, semen adalah material plastis yang
memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi
bangunan.
Semen pada awalnya dikenal di Mesir tahun 500 SM pada
pembuatan piramida, yaitu sebagai pengisi ruang kosong
diantara celah-celah tumpukan batu. Semen yang dibuat bangsa
Mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni, sedang
kalsinasi batu kapur mulai digunakan pada zaman Romawi.
Kemudian bangsa yunani membuat semen dengan cara mengambil
tanah vulkanik (vulkanik tuff) yang berasal dari pulau
Santoris kemudian dikenal dengan santoris cement. Bangsa
Romawi menggunakan semen yang diambil dari material vulkanik
yang ada di pegunungan vesuvius di lembah Napples yang
kemudian dikenal dengan Pozzulona cement, yang diambil dari
sebuah nama kota di Italia yaitu Puzzolia.
Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami
perkembangan lebih lanjut mengenai komposisi bahan dan cara
pencampurannya,sehingga diperoleh moltar yang baik. Pada
abad pertengahan, kualitas moltar mengalami penurunan yang
disebabkan oleh pembakaran limestone kurang sempurna, dengan
tidak adanya tanah vulkanik.
Pada tahun 1756 Jhon Smeaton seorang sarjana Inggris
berhasil melakukan penyelidikan terhadap batu kapur dengan
pengujian ketahanan air. Dari hasil percobaannya,
disimpulkan bahwa batu kapur lunak yang tidak murni dan
mengandung tanah liat merupakan bahan pembuat semen hidrolis
yang baik. Batu kapur yang dimaksud tersebut adalah kapur
hidrolis (hydroulic lime). Kemudian oleh Vicat ditemukan bahwa
sifat hidrolis akan bertambah baik jika ditambahkan juga
silika atau tanah liat yang mengandung alumina dan silika.
Akhirnya Vicat membuat kapur hidrolis dengan cara
pencampuran tanah liat (clay) dengan batu kapur (limestone) pada
perbandingan tertentu, kemudian campuran tersebut dibakar
(dikenal dengan Artifical lime twice kilned).
Pada tahun 1811, James Frost mulai membuat semen yang
pertama kali dengan menggunakan cara seperti Vicat yaitu
dengan mencampurkan dua bagian kapur dan satu bagian tanah
liat. Hasilnya disebut Frost’s cement. Pada tahun 1812 prosedur
tersebut diperbaiki dengan menggunakan campuran batu kapur
yang mengandung tanah liat dan ditambahkan tanah Argillaceus
(mengandung 9-40% silica). Semen yang dihasilkan disebut British
cement.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan
cara membakar campuran batu kapur dan tanah liat. Joseph
Aspadin yang merupakan orang Inggris pada tahun 1824 mencoba
membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan
tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar
menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian
batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan
karbondioksida (CO2). Batuan kapur tohor (CaO) bereaksi
dengan senyawa-senyawa lain membentuk klinker kemudian
digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan
portland.(Walter H. Duda, 1976)
Sejarah industri semen di Indonesia
Perusahaan semen pertama di Indonesia adalah PT Semen
Padang (Perusahaan) yang didirikan pada tanggal 18 Maret
1910 dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland Cement
Maatschappij (NV NIPCM). Kemudian pada tanggal 5 Juli 1958
Perusahaan dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik
Indonesia dari Pemerintah Belanda. Selama periode ini,
Perusahaan mengalami proses kebangkitan kembali melalui
rehabilitasi dan pengembangan kapasitas pabrik Indarung I
menjadi 330.000 ton/ tahun. Selanjutnya pabrik melakukan
transformasi pengembangan kapasitas pabrik dari teknologi
proses basah menjadi proses kering dengan dibangunnya pabrik
Indarung II, III, dan IV.
Sisa-sisa pabrik tersebut hingga kini masih ada, dan
rencananya oleh Pemda Propinsi Sumbar akan dijadikan sebuah
musium semen.
2. PENGERTIAN SEMEN
Semen adalah suatu campuran senyawa kimia yang bersifat
hidrolisis, artinya jika di campur dengan air dalam jumlah
tertentu akan mengikat bahan-bahan lain menjadi satu kesatuan
masa yang dapat memadat dan mengeras. Dalam pengertian umum,
yang dimaksud semen adalah bahan yang mempunyai sifat
“adhesive” dan “cohesive”, yang digunakan sebagai bahan
pengikat (bonding material), yang dipakai bersama samaa dengan
batu kerikil dan pasir atau perekat yang dapat merekatkan
bagian-bagian benda padat menjadi bentuk kuat, kompak dan
keras.
Bahan baku pembuatan semen terdiri dari :
Bahan baku pembuatan semen terdiri dari 2 komponen yaitu
bahan baku utama dan bahan tambahan. Bahan baku utama yang
digunakan adalah batu kapur (CaCO3) kemurnian 55%-60% dan tanah
liat (Al2O3) kemurnian 65%-70%. Sedangkan bahan penolong yaitu:
pasir silica (SiO2), pasir besi (Fe2O3) dan gypsum (CaSO4.2H2O).
a. Batu Kapur(CaCO3)
Batu kapur merupakan komponen yang banyak mengandung CaCO3
dengan sedikit tanah liat, Magnesium Karbonat, Alumina
Silikat dan senyawa oksida lainnya. senyawa besi dan
organik menyebabkan batu kapur berwarna abu-abu hingga
kuning.
b. Tanah Liat/Clay (Al2SiO7.xH2O)
Semua jenis tanah liat adalah hasil pelapukan kimia yang
disebabkan adanya pengaruh air dan gas CO2 dari batuan
adesit, granit dan treakti. Batu-batuan ini menjadi
bagian yang halus, tidak larut dalam air dan mengendap
berlapis-lapis, lapisan ini tertimbun tidak beraturan.
Tanah liat bercampur dengan material lain antara lain
Besi Oksida, Kalium Oksida, Natrium Oksida, Phosphor
Oksida dan bahan Organik. Sifat dari tanah liat bila
dipanaskan atau dibakar akan memampat dan menjadi keras.
Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa
alumina silikat hidrat.
c. Pasir Besi dan Pasir silika (SiO2)
Bahan ini merupakan bahan koreksi pada campuran tepung
baku (Raw Mix) Digunakan sebagai pelengkap komponen kimia
esensial yang diperlukan untuk pembuatan semen pasir
silika digunakan untuk menaikkan kandungan SiO2.
Pasir silika berfungsi sebagai pembawa oksida silica
(SiO2) dengan kadar yang cukup tinggi yaitu sekitar 90-95
%. Depositnya berbentuk gunung-gunung pasir silika dan
berkadar SiO2 sekitar 90 %. Semakin murni pasir silika
akan semakin putih warnanya dan biasa disebut pasir
kuarsa yang berkadar SiO2 mencapai 98,5 – 98 %. Warna
pasir silika dipengaruhi oleh adanya kotoran seperti
Oksida Logam dan bahan Organik. Pasir silika ini
digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan semen
jika kadar SiO2-nya masih rendah, sedangkan pasir besi
digunakan untuk menaikkan kandungan Fe2O3 dalam Raw Mix.
d. Gypsum ( CaSO4. 2 H2O )
Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses
pengerasan dari semen. Hilangnya kristal air pada gipsum
menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat gipsum
sebagai retarder.
Gipsum adalah salah satu contoh mineral dengan kadar
kalsium yang mendominasi pada mineralnya. Gipsum yang
paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium sulfat
dengan rumus kimia CaSO4.2H2O. Gipsum adalah salah satu
dari beberapa mineral yang teruapkan. Contoh lain dari
mineral-mineral tersebut adalah karbonat, borat,nitrat,
dan sulfat. Mineral-mineral ini diendapkan dilaut, danau,
gua dan di lapian garam karena konsentrasi ion-ion oleh
penguapan. Ketika air panas atau air memiliki kadar garam
yang tinggi, gipsum berubah menjadi basanit (CaSO4.H2O)
atau juga menjadi anhidrit (CaSO4). Dalam keadaan
seimbang, gipsum yang berada di atas suhu 108 °F atau 42
°C dalam air murni akan berubah menjadi anhidrit.
3. Proses Pembuatan Semen
Semen dapat dibuat dengan 2 cara proses basah proses kering
Perbedaannya hanya terletak pada proses penggilingan dan
homogenisasi.
1. Quarry ( Penambangan )
Bahan tambang berupa batu kapur, batu silika,tanah liat,
dan material-material lain yang mengandung kalsium,
silikon, alumunium, dan besi oksida yang diekstarksi
menggunakan drilling dan blasting.
Penambangan Batu Kapur
Membuang lapisan atas tanah Pengeboran, kemudian membuat
lubang dengan bor untuk tempat Peledakan Blasting.
Peledakan ini disebut dengan teknik electrical
detonation.
Penambangan Batu Silika
Penambangan silika tidak membutuhkan peledakan karena
batuan silika merupakan butiran yang saling lepas dan
tidak terikat satu sama lain. Penambangan dilakukan
dengan pendorongan batu silika menggunakan dozer ke tepi
tebing dan jatuh di loading area.
Penambangan Tanah Liat
Penambangan tanah liat dilakukan dengan pengerukan pada
lapisan permukaan tanah dengan excavator yang diawali
dengan pembuatan jalan dengan sistem selokan selang
seling.
2. Crushing
Crushing merupakan proses pemecahan material hasil
penambangan menjadi ukuran yang lebih kecil dengan
menggunakan crusher. Batu kapur dari ukuran kurang dari
1cm menjadi kurang dari 50 mm. Batu silika dari ukuran
kurang dari 40 cm menjadi kurang dari 200 mm
3. Raw Mill ( Penggilingan Bahan Baku )
Pada proses basah dan kering, penggilingan bahan baku
lebih baik dilakukan dalam lingkar tertutup (closed circuit)
daripada lingkar terbuka (open circuit) karena dalam cara
pertama bagian yang sudah halus diteruskan dan yang masih
kasar dikembalikan, sedang dengan cara yang kedua, bahan
baku digiling terus sampai kehalusan rata-ratanya sudah
mencapai tingkat yang dikehendaki.
4. Homogenisasi
Pada proses penggilingan tabung atau bola dalam keadaan
basah dan dilewatkan melalui klasifikator cawan atau ayak.
Bubur atau slurry tersebut lalu dipompakan ke dalam tangki
koreksi, dimana terdapat lengan berputar untuk mengaduk
campuran hingga homogen dan menyesuaikan komposisinya
sebagaimana dikehendaki. Pada beberapa pabrik, bubur
disaring di dalam filter putar kontinu dan diumpankan ke
dalam tanur. Proses kering sangat cocok untuk batuan semen
alam dan campuran batu gamping dan lempung, serpih atau
sabak.
Pada proses basah slurry dicampur di mixing basin,
kemudian slurry dialirkan ke tabung koreksi (proses
pengoreksian). Sedangkan proses kering terjadi di blending
silo dengan sistem aliran corong.
5. Pembakaran atau Pembentukan Clinker
Pembakaran atau pembentukan clinker terjadi di dalam kiln.
Kiln adalah alat berbentuk tabung yang di dalamnya
terdapat semburan api. Kiln di design untuk memaksimalkan
efisiensi dari perpindahan panas yang berasal dari
pembakaran bahan bakar. Pada proses ini bahan diumpankan
langsung ke dalam tanur putar dimana berlangsung reaksi
kimia. Kalor disediakan melalui pembakaran minyak, gas
atau batu bara serbuk dengan menggunakan udara panas dari
pendingin klinker.
Dewasa ini terdapat kecenderungan untuk menggunakan tanur
putar yang lebih panjang sehingga efisiensi termalnya
lebih tinggi lagi. Tanur proses kering mungkin hanya 45
meter saja panjangnya, tetapi pada proses kering tanur
sepanjang 90-180 meter bukan merupakan hal yang luar
biasa. Diameter dalam berkisar antara 2,5-6 meter. Tanur
itu berputar dengan kecepatan 0,5-2 putaran/menit
bergantung pada ukurannya. Tanur itu dipasang agak miring
sedikit, sehingga bahan yang diumpamakan di ujung atas
bergerak perlahan-lahan ke ujung pembakaran yang lebih
rendah, dalam waktu 1-3 jam.
Agar ekonomi kalor lebih baik lagi, sebagian air
dikeluarkan dari lumpur proses basah. Diantara metode yang
dipakai ada yang menggunakan filter bubur dan pengental
Dorr. Dewasa ini tanur harus dilengkapi dengan peralatan
pengendalian pencemaran yang efisien seperti rumah karung
dan presipitator elektrostatik. Untuk menghemat energi
digunakan ketel kalor buangan, dan ini sangat ekonomis
untuk semen proses kering, karena gas buangan dari tanur
kering lebih panas daripada proses basah, dan suhunya bisa
mencapai 800o C. Oleh karena itu pelepas dinding tanur
harus ditahan terhadap abrasi dan serangan kimia yang
cukup hebat pada suhu tinggi di zona klinker, maka
pemilihan refraktori pelapis merupakan hal yang tidak
mudah. Oleh karena itu, bata alumina tinggi dan bata
magnesia tinggi banyak dipakai. Untuk meningkatkan kontrol
tanur, sekarang digunakan komputer. Produk akhirnya
terdiri diri masa butiran yang keras dengan ukuran 3-20
mm, yang disebut dengan klinker.
Klinker ini dikeluarkan dari tanur putar ke pendingin
kejut udara, sehingga suhunya turun dengan cepat menjadi
kira-kira 100-200o C. Pendingin tersebut sekaligus
merupakan pemanas pendahuluan bagi udara untuk pembakaran.
Proses tersebut diselesaikan dengan penggilingan
(pulverisasi), diikuti oleh penggilingan halus di dalam
penggilingan tabung bola dan pengepakan secara otomatis.
Pada waktu penggilngan halus, ditambahkan bahan
pemerlambat set (setting retarder) seperti gipsum, plaster,
atau kalsium lignosulfonat serta bahan bawa-ikut udara,
bahan dispersi, dan bahan tahan air. Klinker digiling pada
waktu kering dengan beberapa cara.
Pada waktu pembakaran, berlangsung berbagai reaksi,
seperti penguapan air, pengeluaran karbondioksida, dan
reaksi antara gamping dan lampung. Kebanyakan reaksi ini
berlangsung pada fase padat, tetapi menjelang akhir
proses, terjadi peleburan
Proses yang terjadi di dalam kiln: pengeringan slurry,
pemanasan awal, kalsinasi pemijaran, pendinginan dan
penyimpanan klinker.
a. Pengeringan slurry
Pengeringan slurry terjadi pada daerah 1/3 panjang kiln
dari inlet pada temperatur 100-500◦C sehingga terjadi
pelepasan air bebas dan air terikat untuk mendapatkan
padatan tanah kering.
b. Pemanasan Awal
Pemanasan Awal terjadi pada daerah 1/3 setelah panjang
kiln dari inlet. Selama pemanasan tidak terjadi
perubahan berat dari material tetapi hanya peningkatan
suhu yaitu sekitar 600°C dengan menggunakan preheater.
Pada suhu 100C, terjadi penguapan air, dan pada suhu
500C, terjadi pelepasan atau penguapan air kristal yang
melekat pada clay. Pada proses kering, pengeringan dalam
suspension preheater dari kadar air 5% menjadi 0%,
sedangkan pada proses basah kadar air umpan sekitar 35%.
c. Kalsinasi
Pada suhu 900 – 1200 oC, terjadi kalsinasi dan reaksi
pokok dari kapur dan lempung. Kalsinasi merupakan
penguraian kalsium karbonat menjadi senyawa-senyawa
penyusunnya dengan reaksinya:
CaCO3 CaO + CO2
MgCO3 MgO + CO2
Di komposisi tanah liat:
Al2O3.2SiO2.xH2O Al2O3 + 2SiO2 + xH2O
Pada proses kering, sebagian dalam suspension preheater
dan sebagian tetap dalam rotary kiln.
d. Pemijaran
Pada suhu 1250 – 1280, terjadi leburan semen. Al2O3, Fe2O3
akan meleleh, sedang CaO yang halus semuanya lebur. Suhu
meningkat dan terjadi leburan lanjut dari senyawa-
senyawa. Reaksi antara oksida-oksida yang terdapat dalam
material yang membentuk senyawa hidrolisis yaitu C4AF,
C3A, C2S pada suhu 1450 °C membentuk Clinker.
Al2O3 + Fe2O3 + CaO C4AF
Reaksi ini berlangsung hingga Fe2O3 habis.
Sesudah Fe2O3 habis, terjadi reaksi sebagai berikut:
Al2O3 + 3 CaO C3A
Reaksi berlangsung hingga Al2O3 habis.
Silikat mulai meleleh (agak lebur)
SiO2 + 2 CaO C2S
Reaksi berjalan terus hingga SiO2 habis
CaO + C2S C3S
C3S adalah penyusun utama yang memberikan kekuatan
pada semen.
CaO sisa keluar sebagai CaO bebas
e. Pendinginan
Terjadi pendinginan Clinker secara mendadak dengan
aliran udara sehingga Clinker berukuran 1150-1250
gr/liter. Clinker yang keluar dari Cooler bersuhu 150-
250° C dan disimpan dalam ‘storage’.
f. Transportasi & penyimpanan clinker
Klinker kasar akan jatuh kedalam penggilingan untuk
dihaluskan dengan penambahan sedikit gypsum, digiling
secara kering dalam clinker grinding mill menjadi semen.
Gypsum ditambahkan (4-5%) untuk memperlambat pengerasan
dari semen pada waktu pemakaian. Reaksi-reaksi yang terjadi pada pembentukan klinker:
Suhu Reaksi Perubahan kalor
100
500 dan lebih
900 dan lebih
900 dan lebih
900-1200
1250-1280
Penguapan air
bebas
Evolusi air
gabungan dari
lempung
Kristalisasi
produk dehidrasi
amorf lempung
Evolusi
karbondioksida
Reaksi utama
antara gamping
dan lempung
Endotermik
Endotermik
Endotermik
Endotermik
Endotermik
Endotermik
1280dan lebih
Mulai
pembentukan zat
cair
Kelanjutan
pembentukan zat
cair dan
penyelesaian
pembentukan
senyawa semen
Kemungkinan
neracanya
endotermik
7. Proses Pengerasan Semen
Penambahan air pada semen mula-mula akan membentuk pasta
semen. Dalam jangka waktu tertentu pasta tersebut akan
mengalami setting atau pengerasan. Ada dua teori yang
menerangkan tentang sifat-sifat pengerasan semen ini,
yaitu :
1. Crystalline Theory
Teori ini menerangkan bahwa sifat mengerasnya semen
(pasta semen) bergantung pada pertumbuhan Kristal-
kristal yang terbentuk.
2. Gel atau Colloidal Theory
Sifat pasta semen dapat dianggap sebagai larutan yang
lewat jenuh dari persenyawaan-persenyawaan yang
terhidrasi. Lama-kelamaan akan menggumpal membentuk masa
yang amorphous disebut gel. Setelah kering, gel ini
mengeras menjadi beton.
Walau ada beberapa teori yang menerangkan tentang
pengerasan atau setting semen ini, tapi sebenarnya teori-
teori itu mempunyai persesuaian yaitu bahwa terjadi
pengerasan atau setting ini disebabkan adanya suatu proses
hidrasi dan hidrolisa daripada komponen-komponen penyusun
semen.
Produk hidrasi mempunyai kelarutan amat rendah di dalam
air, jika tidak, beton yang bersentuhan dengan air tentu
akan terserang dan rusak dengan cepat. Banyak perhatian
telah diberikan para ahli mengenai kalor yang keluar pada
waktu semen mengalami hidrasi. Urutan sumbangan kalor
pengerasan berbagai senyawa (dasar, bobot sama, yaitu
gram/gram) sesudah 28 hari, adalah sebagai berikut.
Ca3A > C3S > C3AF > C3S
Hidrolisa
C3S + X H2O C2S.XH2O + Ca(OH)2
C4AF + XH2O C3A.6H2O + CF(X-6)H2O
Hidrasi
C2S + X H2O C2S.XH2O
C3S + XH2O C2S.(x-1)H2O (amorph) + Ca(OH)2
C3A + 6 H2O C3A.6H2O
C3A + 3 CaSO4.2H2O + 25 H2O C3A.3CaSO4.31H2O
C4AF + xH2O C3A. 6H2O + CaO.Fe2O3.(x-6)H2O
MgO + H2O Mg(OH)2
Peranan tiap komponen utama adalah sebagai berikut :
C3S : Penting dalam memberikan kekuatan pada saat
permulaan dan memberikan efek penambahan kekuatan
yang kontinyu disaat berikutnya
C2S : hanya memberikan kekuatan seperlunya saja.
Sampai kira-kira 28 hari, tetapi pada saat
berikutnya akan memberikan efek kekuatan yang
besar
C3A : memberikan efek kekuatan yang besar selama kira-
kira 28 hari. Semakin lama semakin berkurang
sampai akhirnya boleh dikatakan sama sekali tidak
memberikan efek apa-apa.
C4AF : hanya sedikit memberikan efek kekuatan, baik
pada saat permulaan maupun saat berikutnya.
Pada umumnya semen yang kita harapkan adalah setting
timenya lama, panas hidrasinya rendah dan tahan terhadap
alkali tanah dan air.
Keseluruhan proses semen dapat dipantau dengan mesin sinar
X yang dihubungkan dengan kalkulator yang diprogam untuk
mengambil contoh produk dan mengatur umpan penggiling
secara otomatis sehingga menghasikan produk yang
dikehendaki.
4. Jenis –jenis Sement
Semen dpat dibagi atas 2 kelompok :
- Semen non hidrauis, adalk stabilah semen yang tidak dapat
mengeras dalam air atau tidak sbil dalam air.
- Semen hidraulis, adalah semen yang dapat mengeras dalam
air, menghasilkn padatan yang stabil dalam air.
Semen Portland adalah salah satu semen hidraulis yang sangat
penting dan banyak dipergunakan sebangai bahan bangunan.
SEMEN PORTLAND
Semen portland diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu :
1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
persyaratn khusus seperti yang dipersyaratkan pada tipe-tipe
lain. Tipe semen ini paling banyak diproduksi dan banyak
dipasaran
2. Tipe II (Moderate sulfat resistance)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas
hidrasi yang lebih rendah dibanding semen Portland Tipe I.
Pada daerah–daerah tertentu dimana suhu agak tinggi, maka
untuk mengurangi penggunaan air selama pengeringan agar tidak
terjadiSrinkege (penyusutan) yang besar perlu ditambahkan sifat
moderat“Heat of hydration”. Semen Portland tipe II ini disarankan
untuk dipakai pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan
landasan berat yang ditandai adanya kolom-kolom dan dimana
proses hidrasi rendah juga merupakan pertimbangan utama.
3. Tipe III (High Early Strength)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan
yang tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.Semen tipe
III ini dibuat dengan kehalusan yang tinggi blaine biasa
mencapai 5000 cm2/gr dengan nilai C3S nya juga tinggi. Beton
yang dibuat dengan menggunakan semen Portland tipe III ini
dalam waktu 24 jam dapat mencapai kekuatan yang sama dengan
kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari,
dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe III ini kekuatannya
menyamai beton dengan menggunakan semen portlan tipe I pada
umur 28 hari
4. Tipe IV (Low Heat Of Hydration)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi
rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk struktur
Concrette (beton) yang massive dan dengan volume yang besar,
seprti bendungan, dam, lapangan udara. Dimana kenaikan
temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode
pengerasan diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi
pengembangan volume beton yang bisa menimbulkan cracking
(retak). Pengembangan kuat tekan (strength) dari semen jenis
ini juga sangat lambat jika dibanding semen portland tipe I.
5 Tipe V (Sulfat Resistance Cement)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
tinggi terhadap sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan untuk
pembuatan beton pada daerah yang tanah dan airnya mempunyai
kandungan garam sulfat tinggi seperti : air laut, daerah
tambang, air payau dsb.
Water Proofed Cement
Water proofed cement adalah campuran yang homogen antara semen
Portland dengan “Water proofing agent”, dalam jumlah yang kecil
seperti : Calcium, Aluminium, atau logam stearat lainnya.Semen
ini banyak dipakai untuk konstruksi beton yang berfungsi
menahan tekanan hidrostatis, misalnya tangki penyimpanan
cairan kimia.
White Cement (Semen Putih)
Semen putih dibuat umtuk tujuan dekoratif, bukan untuk tujuan
konstruktif. Pembuatan semen ini membutuhkan persyaratan bahan
baku dan proses pembuatan yang khusus, seperti misalnya bahan
mentahnya mengandung oksida besi dan oksida manganese yang
sangat rendah (dibawah 1 %).
High Alumina Cement
High Alumina cement dapat menghasilkan beton dengan kecepatan
pengersan yang cepat dan tahan terhadap serangan sulfat, asam
akan tetapi tidak tahan terhadap serangan alkali. Semen tahan
api juga dibuat dari High Alumina Cement, semen ini juga
mempunyai kecepatan pengerasan awal yang lebih baik dari semen
Portland tipe III. Bahan baku semen ini terbuat dari batu
kapur dan bauxite, sedangkan penggunaannya adalah antara lain :
Rafractory Concrette
Heat resistance concrete
Corrosion resistance concrete
Semen Anti Bakteri
Semen anti bakteri adalah campuran yang homogen antara semen
Portland dengan “anti bacterial agent” seperti germicide. Bahan
tersebut ditambahkan pada semen Portland untuk “Self
Desinfectant” beton terhadap serangan bakteri dan jamur yang
tumbuh. Sedangkan sifat-sifat kimia dan fisiknya hampir sama
dengan semen Portland tipe I. Penggunaan semen anti bakteri
antara lain :
Kamar mandi
Kolam-kolam
Lantai industri makanan
Keramik
Bangunan dimana terdapat jamur pathogenic dan bakteri
Oil Well Cement
Oil well cement adalah semen Portland semen yang dicampur
dengan bahan retarder khusus seperti asam borat, casein, lignin,
gula atau organic hidroxid acid. Fungsi dari retarder disini adalah
untuk mengurangi kecepatan pengerasan semen, sehingga adukan
dapat dipompakan kedalam sumur minyak atau gas. Pada kedalaman
1800 sampai dengan 4900 meter tekanan dan suhu didasar sumur
minyak atau adalah tinggi. Karena pengentalan dan pengerasan
semen itu dipercepat oleh kenaikan temperature dan tekanan,
maka semen yang mengental dan mengeras secara normal tidak
dapat digunakan pada pengeboran sumur yang dalam. Semen ini
masih dibedakan lagi menjadi beberapa kelas sesuai denganAPI
Spesification 10 1986, yaitu;
KELAS A
Digunakan untuk sumur sampai dengan
kedalaman 1830 meter, apabila sifat-sifat
khusus tidak dipersyaratkan
KELAS B
Digunakan untuk sumur sampai dengan
kedalaman 1830 meter, apabila kondisi
membutuhkan tahan terhadap sulfat sedang
KELAS C
Digunakan untuk sumur sampai dengan
kedalaman 1830 meter, apabila kondisi
membutuhkan sifat kekuatan tekan awal yang
tinggi
KELAS D
Digunakan untuk sumur sampai dengan
kedalaman 1830 sampai 3050 meter,
dengan kondisi suhu dan tekanan yang
sedang
KELAS E
Digunakan untuk sumur sampai dengan
kedalaman 3050 sampai 4270 meter,
dengan kondisi suhu dan tekanan yang tinggi
KELAS F
Digunakan untuk sumur sampai dengan
kedalaman 3050 sampai 4880 meter,
dengan kondisi suhu dan tekanan yang tinggi
KELAS G Digunakan untuk cementing mulai
surface casing sampai dengan kedalaman
2440 meter, akan tetapi dengan
penambahan accelerator atau retarder.
Dapat digunakan untuk semua range
pemakaian, mulai dari kelas A sampai
kelas E
Blended Cement (Semen Campur)
Semen campur dibuat karena dibutuhkannya sifat-sifat khusus
yang tidak dimiliki oleh semen portland. Untuk mendapatkan
sifat khusus tersebut diperlukan material lain sebagai
pencampur.Jenis semen campur:
1. Semen Portland Pozzolan (SPP)
Semen Portland pozzolan (SPP) atau dikenal juga sebagai
Portland Pozzolan Cement (PPC) adalah merupakan semen
hidrolisis yang terdiri dari campuran yang homogen antara
semen Portland dengan bahan pozzolan (Trass atau Fly Ash) halus,
yang diproduksi dengan menggiling klinker semen Portland dan
bahan pozzolan bersama-sama atau mencampur secara merata semen
Portland dan bahan pozzolon atau gabungan antara menggiling
dan mencampur.
2. Portland Blast Furnace Slag Cement
Portland Blast Furnace Slag Cement adalah semen Portland yang
dicampur dengan kerak dapur tinggi secara homogen dengan cara
mencampur bubuk halus semen Portland dengan bubuk halus slag
atau menggiling bersama antara klinker porland dengan butiran
slag. Activitas slag (Slag Activity) bertambah dengan
bertambahnya ratio CaO + MgO/SiO2 + Al2O3 dan glass content.
Tetapi biasanyan keberadaan ratio oksida dan glass Content
tersebut saling berkebalikan. Beberapa sifat slag semen adalah
sabagai berikut :
1. Jika kehalusannya cukup, mempunyai kekuatan tekan yang
sama dengan semen portland.
2. Betonnya lebih stabil dari pada beton semen portland
3. Mempunyai permebility yang rendah
3. Semen Masonry
Semen masonry pertama kali diperkenalkan di USA, kemudian
berkembang kebeberapa negara.Secara tradisional plesteran
untuk bangunan umumnya menggunakan kapur padam, kemudian
meningkat dengan dipakainya semen portland yang dicampur
dengan kapur padam. Namun karena dianggap kurang praktis maka
diperkanalkan Semen Masonry .
4. Portland Composite Cement (Semen Portland Campur)PCC -SPC
Menurut SNI 17064-2004, Semen Portland Campur adalah Bahan
pengikat hidrolisis hasil penggilingan bersama sama terak
(clinker) semen portland dan gibs dengan satu atau lebih bahan
anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland
dengan bubuk bahan bahan anorganik lain. Bahan anorganik
tersebut antara lain terak tanur tinggi (blastfurnace slag),
pozzoland, senyawa silika, batu kapur, dengan kadar total
bahan anorganik 6 – 35 % dari massa semen portland composite.
Menurut Standard Eropa EN 197-1 Portland Composite Cement atau
Semen Portland Campur dibagi menjadi 2 Type berdasarkan jumlah
Aditive material aktif.
1. 1. Type II/A-M mengandung 6 – 20 % aditif
2. 2. Type II/B-M mengandung 21 – 35 % aditif
Kalau pada Portland Pozzolan Cement (Semen Portland Pozzolan)
aditif yang digunakan hanya 1 jenis maka pada Portland
Composite Cement ini aditif yang digunakan lebih dari 1 jenis
atau 2 jenis maka semen ini dikelompokkan pada TERNARY CEMENT.