12
SINTESIS DAN KARAKTERISASI DERIVAT LUTEOLIN (SENYAWA 3’,4’- DIASETIL-5,7-DIHIDROKSIFLAVON) NAMA : ETHA AWALIYAH NIM : N11108259 PEMBIMBING UTAMA : YUSNITA RIFAI, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. PEMBIMBING PERTAMA : Dr. HERLINA RANTE, S.Si., M.Si., Apt. ABSTRAK. Telah dilakukan sintesis derivat luteolin menggunakan metode asetilasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh senyawa derivat luteolin, yang kemudian dikarakterisasi dengan metode spektrofotometri UV-Vis dan FT-IR. Sebanyak 5 mg luteolin murni direaksikan dengan asam asetat glasial dan piridin. Dari hasil asetilasi diperoleh senyawa sintetik derivat luteolin yang diduga merupakan senyawa 3’,4’-diasetil-5,7-dihidroksiflavon sebanyak 3,9 mg. Senyawa sintetik tersebut kemudian dianalisis kemurniannya menggunakan metode KLT dengan perbandingan eluen n-heksan : etil asetat : metanol (3:1:1). Hasil karakterisasi senyawa hasil sintesis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FT-IR menunjukkan karekteristik gugus yang mengandung gugus C-H (siklik), Dimer -COOH (aromatik), N-H (tersier), C=O (karbonil), C-O (terkonjugasi), C=C (aromatik) dan N-H serta menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 342,50 nm. ABSTRACT. Synthesis of luteolin derivative, which was using acetylation method, has been done. The aim of this research was to obtaining luteolin derivative, which was than characterized by spectrophotometry UV-Vis and FT-IR. 5 mg of pure luteolin was reacted with glacial acetate acid and pyridine. As a result, 3.9 mg luteolin derivative which estimated as 3’,4’-diacetyl-5,7-dihydroxyflavone was obtained. The purity of synthetic was then analyzed using TLC method with hexane : ethyl acetate : methanol (3:1:1) as eluen. Characterization results from spectrophotometer UV-Vis and FT-IR showed that the luteolin derivative coumpound consisted of C-H (cyclic), dimer -COOH (aromatic), N-H (tertiary), C=O (carbonyl), C- O (conjugated), C=C (aromatic) and N-H. The absorbtion of spectrophotometer was at wave length 342.50 nm. BAB I PENDAHULUAN Luteolin,3′,4′,5,7-tetrahidroksiflavon merupakan senyawa golongan flavonoid yang banyak terdapat dalam buahbuahan, sayursayuran serta berbagai jenis tanaman obat. Luteolin dimanfaatkan sebagai agen antiinflamasi, antioksidan, antikanker, serta antialergi (1). Dari penelitian sebelumnya telah ditemukan bahwa senyawa luteolin memiliki efek antikanker dengan mekanisme yang sama dengan kuersetin yang dikarenakan adanya persamaan struktur antara kedua senyawa tersebut, mekanismenya yaitu dapat menginhibisi enzim DNA topoisomerase II pada Leishmania serta dapat berefek inhibitor topoisomerase I yang potensial pada DNA sel eukariotik (2), pada penelitian terbaru mengenai senyawa ini juga ditemukan bahwa quersetin dan luteolin dapat berfungsi sebagai inhibitor jalur signal Hedgehog (Hh) (3,4). Selain itu pada penelitian lainnya dikemukakan bahwa luteolin juga dapat mempengaruhi jalur signal TNF- related apoptosis-inducing ligand (TRAIL) dengan cara mensupresi NF кB yang kemudian menginduksi terjadinya apoptosis oleh aktivasi TNF (1). Namun mekanisme antikanker yang lebih dititikberatkan yaitu inhibitor

SINTESIS DAN KARAKTERISASI DERIVAT LUTEOLIN (SENYAWA 3',4'- DIASETIL-5,7-DIHIDROKSIFLAVON

Embed Size (px)

Citation preview

SINTESIS DAN KARAKTERISASI DERIVAT LUTEOLIN (SENYAWA 3’,4’-DIASETIL-5,7-DIHIDROKSIFLAVON) NAMA : ETHA AWALIYAH NIM : N11108259 PEMBIMBING UTAMA : YUSNITA RIFAI, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. PEMBIMBING PERTAMA : Dr. HERLINA RANTE, S.Si., M.Si., Apt.

ABSTRAK. Telah dilakukan sintesis derivat luteolin menggunakan metode asetilasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh senyawa derivat luteolin, yang kemudian dikarakterisasi dengan metode spektrofotometri UV-Vis dan FT-IR. Sebanyak 5 mg luteolin murni direaksikan dengan asam asetat glasial dan piridin. Dari hasil asetilasi diperoleh senyawa sintetik derivat luteolin yang diduga merupakan senyawa 3’,4’-diasetil-5,7-dihidroksiflavon sebanyak 3,9 mg. Senyawa sintetik tersebut kemudian dianalisis kemurniannya menggunakan metode KLT dengan perbandingan eluen n-heksan : etil asetat : metanol (3:1:1). Hasil karakterisasi senyawa hasil sintesis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FT-IR menunjukkan karekteristik gugus yang mengandung gugus C-H (siklik), Dimer -COOH (aromatik), N-H (tersier), C=O (karbonil), C-O (terkonjugasi), C=C (aromatik) dan N-H serta menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 342,50 nm. ABSTRACT. Synthesis of luteolin derivative, which was using acetylation method, has been done. The aim of this research was to obtaining luteolin derivative, which was than characterized by spectrophotometry UV-Vis and FT-IR. 5 mg of pure luteolin was reacted with glacial acetate acid and pyridine. As a result, 3.9 mg luteolin derivative which estimated as 3’,4’-diacetyl-5,7-dihydroxyflavone was obtained. The purity of synthetic was then analyzed using TLC method with hexane : ethyl acetate : methanol (3:1:1) as eluen. Characterization results from spectrophotometer UV-Vis and FT-IR showed that the luteolin derivative coumpound consisted of C-H (cyclic), dimer -COOH (aromatic), N-H (tertiary), C=O (carbonyl), C-O (conjugated), C=C (aromatic) and N-H. The absorbtion of spectrophotometer was at wave length 342.50 nm.

BAB I PENDAHULUAN

Luteolin,3′,4′,5,7-tetrahidroksiflavon merupakan senyawa golongan flavonoid yang banyak terdapat dalam buah–buahan, sayur–sayuran serta berbagai jenis tanaman obat. Luteolin dimanfaatkan sebagai agen antiinflamasi, antioksidan, antikanker, serta antialergi (1).

Dari penelitian sebelumnya telah ditemukan bahwa senyawa luteolin memiliki efek antikanker dengan mekanisme yang sama dengan kuersetin yang dikarenakan adanya persamaan struktur antara kedua senyawa tersebut, mekanismenya yaitu dapat

menginhibisi enzim DNA topoisomerase II pada Leishmania serta dapat berefek inhibitor topoisomerase I yang potensial pada DNA sel eukariotik (2), pada penelitian terbaru mengenai senyawa ini juga ditemukan bahwa quersetin dan luteolin dapat berfungsi sebagai inhibitor jalur signal Hedgehog (Hh) (3,4). Selain itu pada penelitian lainnya dikemukakan bahwa luteolin juga dapat mempengaruhi jalur signal TNF-related apoptosis-inducing ligand (TRAIL) dengan cara mensupresi NF – кB yang kemudian menginduksi terjadinya apoptosis oleh aktivasi TNF (1). Namun mekanisme antikanker yang lebih dititikberatkan yaitu inhibitor

jalur signal Hedgehog karena dianggap lebih berpotensi dalam terapi pengobatan kanker.

Jalur signal Hedgehog (Hh) merupakan salah satu jalur signal yang berperan dalam mekanisme pertumbuhan sel embrio dan pemeliharaan jaringan otot dewasa. Protein Hh adalah polipeptida ligan yang ditemukan pada Drosophila dan berperan penting dalam tahap akhir embryogenesis dan metamorphosis larva Drosophila (5). Protein ini berperan dalam proses transkripsi DNA. Gangguan pada komponen dasar jalur signal Hedgehog dapat menimbulkan cacat lahir bawaan pada embrio serta dapat memicu terjadinya kanker pada sel dewasa(3). Kelebihan GLI yang teraktivasi oleh jalur signal Hedgehog akan mengakibatkan terbentuknya tumor yang progresif, yang kemudian berkembang menjadi kanker seperti kanker pankreas dan kanker prostat. Jadi penting menjadikan jalur signal Hedgehog (Hh) sebagai target untuk penemuan obat anti kanker yang baru (4).

Senyawa luteolin murni dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dan isolasi senyawa tersebut dari tanaman penghasilnya, seperti Vitex negundo, Tomentosa salvia dan berbagai jenis tanaman lainnya (2). Senyawa ini dapat bersifat inhibitor signal Hedgehog pada konsentrasi < 0,5 µM (IC50) (6). Aktivitas ini perlu ditingkatkan menjadi skala nM untuk memperoleh efek terapi kanker yang lebih baik lagi, oleh karena itu perlu dilakukan sintesis senyawa derivat luteolin yang memiliki aktivitas antikanker yang lebih baik daripada senyawa bahan alamnya.

Pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa derivat luteolin, luteolin merupakan senyawa induk (Parent drug) yang disintesis dengan metode asetilasi menggunakan asam

asetat anhidrid sebagai pereaksi dan piridin sebagai katalistor (7), prosedur tersebut merupakan prosedur yang telah digunakan oleh peneliti sebelumnya yang kemudian dimodifikasi untuk disesuaikan dengan sampel yang akan disintesis pada penelitian ini yaitu luteolin. Dari prosedur tersebut diharapkan dapat menghasilkan senyawa derivat luteolin yakni senyawa 3’,4’-diasetil-5,7-dihidroksiflavon.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dimaksudkan untuk membuat senyawa sintetik derivat dari luteolin yang murni. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh senyawa sintetik derivat luteolin yang diperuntukkan sebagai bahan baku untuk selanjutnya dilakukan penelitian uji aktifitas antikanker secara invivo dari senyawa tersebut.

BAB II PELAKSANAAN PENELITIAN

II.1 Penyiapan Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat KLT, timbangan analitik, corong pisah, sendok tanduk, pinset, FT-IR (Bruker®), lampu UV (254 nm dan 366 nm), Spektrofotometer UV-Vis (Hewlett-Packard®), kamera dan alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium. Bahan yang digunakan adalah asam asetat glasial, luteolin, metanol PA, metanol teknis, etil asetat, heksan, piridin, kloroform dan lempeng KLT silika gel 60 F254. II.2 Sintesis senyawa

Sebanyak 5 mg kristal senyawa induk (luteolin) dilarutkan dalam metanol sebanyak 2 mL, kemudian ditambahkan asam asetat glasial sebanyak 6 ml dan piridin sebanyak 0,5 mL lalu diaduk pada suhu 20ºC

selama 2 jam, kemudian diekstraksi dengan kloroform, lapisan dipisahkan menggunakan corong pisah, dibuang lapisan kloroform. Prosedur sintesis ini merupakan modifikasi dari prosedur proteksi gugus hidroksi minyak jarak dengan metode asetilasi yang dilakukan oleh Marlina, et al (7). II.3 Analisis kemurnian II.3.1 Kromatografi Lapis Tipis Metode analisis kemurnian yang digunakan adalah metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan eluen heksan-etilasetat-metanol dengan perbandingan tertentu. Langkah–langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Pengaktifan lempeng silika gel 60

F254 Lempeng silika gel 60 F254 diaktifkan dengan cara dipanaskan dalam oven selama 30 menit kemudian didinginkan lalu dipotong dengan ukuran 2 x 5 cm.

2. Penjenuhan chamber Eluen yang akan digunakan

dimasukkan ke dalam chamber lalu chamber ditutup rapat agar udara dari luar chamber tidak dapat masuk ke dalam chamber tersebut. Eluen yang digunakan yaitu heksan-etilasetat-metanol (3:1:1).

3. Penotolan sampel Dibuat garis batas atas dan

batas bawah pada lempeng yang telah diaktifkan dengan jarak minimal 0,5 mm dari tepi lempeng, kemudian lempeng ditotol dengan sampel berbeda, sampel pertama yaitu senyawa awal sebelum dilakukan sintesis dan sampel kedua adalah senyawa hasil sintesis.

4. Pengelusian noda Lempeng yang telah ditotol

dengan kedua senyawa diatas dimasukkan dalam chamber yang telah jenuh oleh eluen, chamber ditutup rapat lalu ditunggu hingga

noda terelusi sempurna. Setelah itu lempeng diangin–anginkan hingga kering.

5. Pendeteksian dengan sinar UV Lempeng silika gel 60 yang

telah dielusi disinari dengan sinar UV dengan panjang gelombang 254 dan 366 nm agar noda yang terbentuk dapat terlihat. Jika noda senyawa hasil sintesis yang terbentuk pada lempeng KLT lebih dari satu berarti senyawa tersebut belum murni, perlu dilakukan prosedur tambahan yaitu pemurnian senyawa dengan cara partisi menggunakan metode kromatografi preparatif.

II.3.2 UFLC (Ultrafast Liquid Chromtography) Alat UFLC (Ultrafast Liquid Chromatography) dinyalakan kemudian diatur suhu, kecepatan aliran, panjang gelombang dan eluen atau campuran eluen yang akan digunakan, lalu alat dijalankan untuk melakukan prosedur ekuilibrasi selama 5-10 menit.

Selama proses ekuilibrasi dilakukan preparasi sampel dimana sampel sebanyak 1 mg dilarutkan dengan 1 mL metanol kemudian dipipet 1 mL ke dalam labu tentu ukur 10 mL, lalu dicukupkan volumenya dengan metanol kemudian sampel dipipet 2 mL (20 ppm) ke dalam tube yang telah disiapkan, injeksi dilakukan dengan menggunakan syringe. Tube yang telah diisi dimasukkan ke dalam gasket lalu UFLC dijalankan selama 10 menit. Setelah prosedur selesai maka diperoleh profil kromatogram dari sampel yang menyatakan waktu retensi senyawa yang terkandung di dalam sampel. II.4 Karakterisasi Senyawa II.4.1 Spektrofotometri UV-Vis Alat spektrofotometer dinyalakan, kemudian diatur panjang gelombang monokromator yang akan digunakan pada proses pengukuran,

shutter ditutup agar cahaya tidak mencapai detektor, lalu instrumen diatur hingga mencapai absorbansi tak terhingga. Setelah itu, pelarut yang akan digunakan dimasukkan kedalam kuvet (blanko) yang diletakkan dalam spektrofotometer lalu instrumen diset hingga absorbansi nol. Sampel 1 mg dilarutkan ke dalam 1 ml kloroform lalu dimasukkan dalam labu tentu ukur dan dicukupkan volumenya hingga 10 mL (100 ppm), lalu dimasukkan kedalam kuvet hingga penuh. Setelah tercapai absorbansi nol pada instrumen, blanko dikeluarkan lalu sampel dimasukkan kedalam spektrofotometer lalu instrumen dioperasikan dan secara otomatis absorbansi senyawa akan terbaca oleh instrument sehingga diperoleh data berupa panjang gelombang (λ) yang spesifik untuk tiap-tiap senyawa. II.4.2 Spektrofotometri Infrared (FT-IR) Sampel sebanyak 2 mg diletakkan diatas plat optik untuk wadah cuplikan hingga menutupi seluruh permukaan plat, lalu diidentifikasi gugus fungsinya berdasarkan data spektrum yang direkam oleh detektor spektrofotometer FT-IR. II.5 Pemurnian senyawa Proses partisi ini diperlukan apabila diperoleh senyawa yang tidak murni, metode yang digunakan adalah kromatografi kolom dan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif II.5.1 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Langkah pertama dalam pelaksanaan KLTP yaitu mengaktifkan lempeng silika gel yang didesain khusus untuk KLTP, pengaktifan

dilakukan dengan cara lempeng dipanaskan di dalam oven pada suhu 100°C selama ± 60 menit, selanjutnya sampel dilarutkan ke dalam pelarut metanol secukupnya. Sampel kemudian ditotolkan dipermukaan lempeng yang telah diaktifkan, penotolan dilakukan secara kontinyu hingga terbentuk garis lurus di bagian batas bawah lempeng, penotolan dilakukan secara berulang-ulang hingga sampel yang akan dipartisi habis. Setelah sampel yang ditotolkan tadi mengering, disiapkan eluen di dalam chamber yang berbentuk balok dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran lempeng silika. Setelah chamber jenuh oleh eluen, lempeng dimasukkan secara perlahan kedalam chamber lalu chamber ditutup rapat hingga proses pengelusian selesai. Setelah pengelusian selesai, lempeng dikeringkan lalu diamati noda yang muncul di bawah sinar UV, noda kemudian dikeruk lalu dipisahkan dari silika gelnya dengan cara memasukkan silika gel yang telah keruk kedalam kolom kecil (pipet panjang) yang telah disumbat ujungnya dengan kapas, setelah semua silika gel masuk kolom kemudian aliri dengan metanol PA secara kontinyu hingga sampel yang terdapat dalam silika terpisah seluruhnya. Metanol yang menetes ditampung dalam vial, lalu dibiarkan menguap.

Setelah proses partisi selesai, sampel yang diperoleh diuji kembali dengan metode KLT, apabila hasilnya menunjukkan bahwa senyawanya telah murni maka dilakukan karakterisasi dan diperolehlah senyawa derivat luteolin yang baru.

COCH3

COCH3

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Hasil Penelitian III.1.1 Skema Reaksi Kimia

Tabel 1. Skema reaksi kimia pada proses sintesis

III.1.2 Perbedaan Sifat Fisik antara Parent Drug dengan Hasil Sintesis

Tabel 2. Perbandingan sifat fisik antara senyawa parent drug dan senyawa hasil sintesis

Sifat Fisik

Luteolin 3’,4’-diasetil-5,7-dihidroksiflavon

Pemerian Serbuk Kristal Kuning Serbuk Kuning Kecoklatan

Kelarutan Larut aseton, DMSO, methanol

Larut methanol

Bau Bau khas Bau khas

%rendamen hasil sintesis =

III.1.3 Perbedaan Karakteristik antara Parent Drug dengan Hasil Sintesis

Tabel 3. Data hasil karakterisasi senyawa Luteolin dan senyawa hasil sintesis.

Karakterisasi Luteolin Hasil sintesis

KLT (Gambar 4)

Nilai Rf : 0,7 cm Warna UV 254 : Hitam UV 366 : Tidak berfluoresensi

Nilai Rf : 0,14 cm Warna UV 254 : Tidak berfluoresensi UV 366 : Biru

Spektrofotometri UV-Vis (Gambar 6,7)

λmaks : 347 nm 254 nm 207 nm

λ maks : 342,5 nm

Luteolin (3’,4’,5,7-Tetrahidroksiflavon)

3’,4’-diasetil-5,7-dihidroksiflavon

N

+ CH3COOH

Suhu 20°C, 2 jam

Tabel 4. Data karakteristik FT-IR luteolin dan senyawa hasil sintesis

III.3 Pembahasan

Pada proses sintesis, sampel berupa luteolin murni direaksikan dengan asam asetat glasial, agar dapat terbentuk gugus asetil maka ditambahkan piridin (amina tersier) yang mampu mengubah asam asetat glasial menjadi gugus asetil (CH3CO–) dan hidroksil (–OH) sehingga gugus asetil dapat mensubtitusi ion hidrogen pada luteolin, selain itu pada saat mereaksikan campuran diaduk selama 2 jam agar reaksi berlangsung lebih cepat sehingga diharapkan reaksi dapat terjadi pada posisi atom karbon nomor 4’. Metode ini merupakan metode yang dimodifikasi dari metode yang telah digunakan oleh peneliti sebelumnya untuk memproteksi gugus hidroksi pada minyak jarak (7). Hasil sintesis yang diperoleh kemudian diuapkan pada suhu kamar hingga volumenya berkurang.

Dari prosedur sintesis awal diperoleh senyawa berupa cairan

berwarna kuning kecoklatan yang kemudian dianalisis kemurniannya dengan metode KLT menggunakan eluen heksan dan etil asetat dengan perbandingan 3:1 dengan fase diam silika gel 60 F254 (gambar 3). Pada profil kromatogram hasil sintesis tersebut terdapat 2 noda dengan nilai Rf yaitu 0,57 dan 0,87 yang berbeda dengan nilai Rf luteolin yaitu 0,72. Analisis kemurniannya juga dilakukan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi tipe Ultrafast Liquid Chromatography (gambar 5), spektra yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat lima senyawa di dalam hasil sintesis yang diperoleh, waktu retensinya adalah 1,518 menit; 2,126 menit; 2,766 menit; 3,785 menit; 5,967 menit (tabel 5). Data hasil KLT dan UFLC menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis yang diperoleh tidak murni. Oleh karena itu, proses pemurnian hasil sintesis dilanjutkan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif.

Karakterisasi FT-IR

Luteolin (35)

3’,4’-diasetil-5,7-dihidroksiflavon (gambar 8)

Bil. Gelombang (cm-1)

Kemungkinan gugus Bil. Gelombang (cm-1)

Kemungkinan gugus

3411 dan 3443 O–H (hidroksil) 3844 dan 3746 C-H (siklik)

_ _ 2608 Dimer –COOH (aromatic)

_ _ 2360 N–H (tersier)

1655 dan 1623 C=O (karbonil) 1710 C=O (karbonil)

1608 C=C (aromatik) 1546 dan 1487 C=C (aromatik)

_ _ 1391 C-H (metil)

1264 C–O (terkonjugasi) 1263 dan 1012 C-O (terkonjugasi)

_ _ 888, 759, 681 N–H

Partisi menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif menghasilkan senyawa berupa serbuk berwarna kuning kecoklatan sebanyak 3,9 mg dengan nilai %rendamen = 78%. Senyawa hasil partisi tadi kemudian dianalisis kemurniannya dengan metode KLT menggunakan eluen heksan, etil asetat dan metanol perbandingan 3:1:1 dengan fase diam silika gel 60 F254 (gambar 4). Dari profil kromatogram tersebut terdapat 1 noda yang berfluoresensi pada UV 366 dengan nilai Rf yaitu 0,14 yang berbeda dengan luteolin yang berfluoresensi pada UV 254 dengan nilai Rf yaitu 0,7. Dari profil kromatogram yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis yang diperoleh merupakan senyawa yang lebih polar dibandingkan dengan luteolin (Parent drug) namun belum dapat dipastikan kemurniannya karena noda yang diperoleh melebar dan berekor.

Senyawa hasil sintesis kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis (gambar 7) untuk menunjukkan perbedaan nilai panjang gelombang serapan maksimum antara luteolin (Parent drug) dengan derivat hasil sintesisnya, spektra yang diperoleh menunjukkan nilai panjang gelombang serapan maksimum dari hasil sintesis yaitu 342,5 nm (Tabel 7) sedangkan nilai panjang gelombang serapan maksimum dari luteolin (Parent drug) yaitu 347 nm, 254 nm dan 207 nm (Tabel 6).

Karakterisasi gugus fungsi dari senyawa hasil sintesis menggunakan metode Spektrofotometri Fourier Transform-Infrared (gambar 8) dengan hasil interpretasi data spektra yang menunjukkan pita serapan pada bilangan gelombang 3844 cm-1 dan 3746 cm-1 merupakan serapan dari C-

H pada senyawa siklik yang biasanya muncul pada bilangan gelombang diatas 3100 cm-1. Pita serapan yang melebar pada bilangan gelombang 2608 cm-1 merupakan serapan dari gugus dimer –COOH pada senyawa aromatik biasanya muncul pada bilangan gelombang 3300-2500 cm-1

(31). Pita-pita tersebut berbeda dengan karakteristik luteolin yaitu adanya pita yang muncul pada bilangan gelombang 3411 cm-1 dan 3443 cm-1 yang merupakan serapan dari gugus O-H berupa alkohol primer yang biasanya muncul pada bilangan gelombang 3550-3200 cm-1 (35).

Adanya pita serapan pada bilangan gelombang 1710 cm-1

diakibatkan oleh adanya gugus C=O (karbonil) anhidrida yang biasanya muncul pada bilangan gelombang 1820-1600 cm-1. Hal ini diperkuat dengan adanya serapan C-O terkonjugasi tajam pada 1263 cm-1 dan 1012 cm-1, yang biasanya muncul pada bilangan gelombang 1300-1000 cm-1. Pita serapan pada bilangan gelombang 1546 cm-1 dan 1487 cm-1

yang merenggang menunjukkan adanya gugus C=C aromatik yang biasanya muncul pada bilangan gelombang 1650-1450 cm-1. Pita serapan pada bilangan gelombang 1391 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-H yang biasanya muncul pada bilangan gelombang 1450-1380 cm-1 (34). Karakteristik tersebut sama dengan karakteristik luteolin (Parent drug) yaitu adanya pita yang muncul pada bilangan gelombang 1655 cm-1 dan 1623 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=O (karbonil) yang dugaannya diperkuat dengan adanya serapan C-O terkonjugasi yang muncul pada bilangan gelombang 1264 cm-1 serta adanya pita pada bilangan gelombang 1608 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus C=C aromatik (35). Pada spektrum juga terlihat adanya pita

serapan yang melebar pada bilangan gelombang 2360 cm-1 merupakan serapan dari gugus N–H tersier yang biasanya muncul pada bilangan gelombang 2700-2250 cm-1, hal ini didukung dengan munculnya pita pada bilangan gelombang 909-666 cm-1 yakni pada 888 cm-1, 759 cm-1 dan 681 cm-1 yang menunjukkan bahwa masih terdapat sisa hasil reaksi berupa piridin dalam senyawa yang dianalisis (32,33).

Berdasarkan analisis data spektrofotometri UV-Vis dan FTIR menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa lain yang berbeda dengan senyawa luteolin murni serta diduga telah terjadi subtitusi oleh gugus fungsi yang mengandung ikatan karbonil pada gugus benzene serta nilai panjang gelombang serapan maksimum dari senyawa hasil sintesis yang diperoleh menunjukkan adanya gugus karbonil C=C–C=O yang terkonjugasi (31).

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan Telah diperoleh senyawa

sintetik yang diduga merupakan senyawa derivat luteolin (3’,4’-diasetil-5,7-dihidroksiflavon) sebanyak 3,9 mg. Karakterisasi senyawa hasil sintesis menunjukkan karekteristik gugus yang mengandung gugus C-H (siklik), Dimer –COOH (aromatik), N-H (tersier), C=O (karbonil), C-O (terkonjugasi), C=C (aromatik) dan N-H serta menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 342,50 nm yang menandakan adanya gugus kromofor berupa gugus C=C–C=O (terkonjugasi). Senyawa yang diperoleh belum murni karena berdasarkan hasil karakterisasi yang menunjukkan adanya gugus N–H tersier yang berarti masih ada sisa piridin dalam senyawa tersebut. IV.2 Saran

1. Dilakukan prosedur pemurnian senyawa menggunakan metode yang lebih peka dibanding metode KLTP.

2. Dilakukan identifikasi rumus struktur senyawa hasil sintesis dengan metode spektroskopi mass dan NMR.

3. Dilakukan uji aktivitas inhibitor Hedgehog signaling pathway dan uji toksisitas terhadap sel normal untuk mengetahui dosis tepat dalam penggunaannya pada terapi antikanker.

DAFTAR PUSTAKA 1. Ju, Wei. Xia wang, Hong lian shi,

Wen shu chen, Steven A. belinsky, Yong lin. A Critical Role of Luteolin-Induced Reactive Oxygen Species in Blockage of Tumor Necrosis Factor-Activated Nuclear Factor-κB Pathway and Sensitization of Apoptosis in Lung Cancer Cells.Molecular Pharmacology vol. 71 no. 5. 2007. Hal 1381-1388.

2. Chowdhury, Arnab Roy. Shalini sharma, Suparna mandal, Anindya goswami, Sibabrata mukhopadhyay, Hemanta K. majumder. Luteolin, an emerging anti-cancer flavonoid, poisons eukaryotic DNA topoisomerase I. Biochem. J. Vol 366. 2002. Hal 653-661.

3. Rifai, Yusnita. Midori A, Takashi koyano, Thaworn Kowithayakorn, Masami ishibasi. New Hedgehog/GLI Signaling Inhibitors from Excoecaria agallocha. Journal Bioorganic & Medicinal Chemistry Letters 21. 2011. hal 718-722.

4. Rifai, Yusnita. Midori A, Takashi koyano, Thaworn Kowithayakorn, Masami ishibasi. Terpenoid and a Flavanoid Glycoside from Acacia pennata as Hedgehog/GLI-Mediated transcriptional Inhibotors. J Nat Prod. Vol 73. 2010. hal 995-997.

5. Lodish H, Berk A, Zipursky SL, et al. Molecular Cell Biology. 4th edition. W. H. Freeman and company. New York. Section 23.2. 2000.

6. DB Lubahn. Anna slusarz, Nader shenouda, Mary S. Sakla. Phytoesterogen as Regulators of Hedgehog Signaling and Methods of their use in cancer treatment. US Patent App. Google Patent. 2008. Hal 16-17.

7. Marlina. N.M. Surdia, C.L. Radiman, S. Achmad. Pengaruh Variasi Konsentrasi Asam Sulfat pada Proses Hidroksilasi Minyak Jarak (Castor Oil). Jurnal Matematika dan Sains Vol. 9 No. 2. 2004. Hal 249-253.

8. Sastrohamidjojo, Hardjono. Harno D. P. Sintesis Senyawa Organik. Penerbit erlangga. Jakarta. 2009. Hal 24 – 71.

9. Pietta G. Flavonoids as antioxidant. J Nat Prod ; 63 (7). 2000. Hal : 1035-1042

10. Rao YK, Fang SH, Tzeng YM. Synthesis, growth inhibition, and cell cycle of novel flavonoid derivatives.

11. Lin Y, Shi R, Wang X and Shen HM. Luteolin, a flavonoid with potential for cancer prevention and therapy. Curr. Cancer Drug Targets. 8. 2008. hal 634-646

12. Jong. Eun Kim, Joe eun son, Yong jinjan, et al. Luteolin, a Novel Natural Inhibitor of TPL-2 Kinase, Inhibits Tumor Necrosis Factor-α- Induced Cyclooxigenase-2 Expression in JB6 Mouse Epidermis Cells. JPET Fast Forward No. 111.179200. 2011.

13. Anonym. Solubility of luteolin in organic solvents. Open Notebook Science Solubility Challenge. 2013.

14. Material Safety Data Sheet. Certified ISO 9002. 2004.

15. Sadik, C.D. Sies H, and Schewe, T. Inhibition of 15-lipoxygenases by

Flavonoids : structure-activity Relations and Mode of Action. Biochem. Pharmacol, 65. 2003. Hal 733-781.

16. Deinstrop, Elke-Hahn. Applied Thin Layer Chromatography. Wiley-VCH: Jerman. 2007. Hal: 1-7

17. Hajnos MW, Sherma J, Kowalska T. Thin Layer Chromatography in Phytochemistry. CRC Press: Boca Raton. 2008. Hal: 5-6.

18. Cooke M dan Poole CF. Encyclopedia of Separation Science. Academic Press. USA. 2000. Hal: 2809

19. Leonardus Broto Sugeng Kardono. MDG; sebentar lagi sanggupkah kita menghapus kemiskinan dunia, KOMPAS. hal 123

20. Leach AR. Molecular Modelling, Principle and Applications, edisi-2. Pearson Edocation EMA. London. 2001

21. Purcell WP. Quantitative Structure-Activity Relationship. Bergman ED. Pulman B. Mol Quant Pharm. Reidel Publishing Company. 1974.

22. Nicotra, Francesco. Synthetic Organic Chemistry. Organic and Biomolecular Chemistry Vol. 1. EOLSS.2010.

23. Noerdin D. Elusidasi Struktur Senyawa Organik dengan Spektroskopi Ultarlembayung dan Infaramerah. Penerbit Angkasa. Bandung. 1986. hal. 91-98.

24. Benny, R. F. Kimia Material Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) dan Sinar Tampak (UV-Vis). Pascasarjana Universitas Andalas. Padang. 2011. hal. 4, 13

25. Williams, D., Fleming, I. Spectroscopic Methods In Organic Chemistry Fourth Edition. Mc Graw-Hill Book Company. 1987.

26. Gritter RJ et al. Pengantar kromatografi. Terjemahan oleh Kosasih PK. Penerbit ITB. Bandung.1991. hal 64

27. Adnan M. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Penerbit ANDI. Yogyakarta. 1997. hal. 36, 38

28. Wahyuni T. HPLC Prinsip Dasar dan Peralatan. Puslitkimia. LIPI. 2003.

29. Mulja M & Suharman. Analisis Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya. 1995. hal. 236-241

30. Mulja, M. Aplikasi Spektrofotometer UV-VIS. Mecphiso. Surabaya. 1990. Hal 3.

31. Bruno, Thomas J. Handbook of Basic Tables for Chemical Analysis 2nd edition. CRC Press. United States. 2003. Hal 363-404

32. Sitorus, M. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2009. hal.36

33. Cresne., Clifford J., Olaf A. Runquist., Malcon M. Campbell. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Penerbit ITB. Bandung. 1982. hal: 85-93.

34. Kealey D. & P.J. Haines. Instant notes Analytical Chemistry. BIOS Scientific Publishers Limited ltd. United Kingdom. 2002. Hal 242-247.

35. Ahmad F., M. S. Hj. Idris, A. M. Adib. Synthesis and Characterization Some Flavonoids Derivates. UTM Press. Malaysia. 2006. Hal 9-16.

LAMPIRAN I Skema Kerja Sintesis derivat

luteolin

Sebanyak 5 mg sampel luteolin murni

Serbuk kering

Senyawa sintetik yang belum murni

Hasil

Kesimpulan

Senyawa hasil partisi

Analisis data

Dituang ke dalam labu Erlenmeyer 50 mL

Diuapkan pada suhu ruangan

Dipartisi dengan metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Diaduk selama 2 jam pada suhu 20ºC

Dilarutkan dalam 2 mL metanol.

Ditambahkan 6 mL asam asetat glasial dan 0,5 mL piridin

Ditambahkan kloroform sama banyak

Ditimbang bobot serbuk yang terbentuk

Dianalisis kemurniannya dengan metode KLT

Dikarakterisasi dengan Spektrofotometer UV-Vis

dan FT-IR

Pembahasan

LAMPIRAN II

Gambar danTabel Hasil Penelitian

S2

S1

4,4 cm

A B

Gambar 3. Profil Kromatogram Hasil Sintesis Senyawa Derivat Luteolin (Senyawa 3’,4’-Diasetil-5,7-Dihidroksiflavon). Fase diam silika gel dan fase gerak heksan-etil asetat (1:3), A : visualisasi dengan UV 254 nm dan B : Visualisasi dengan UV 366 nm. Rf SM=0,72; Rf S1=0,57; Rf S2=0,87

5,1 cm

A B

Gambar 4. Profil Kromatogram Hasil Separasi Senyawa Derivat Luteolin (Senyawa 3’,4’-Diasetil-5,7-Dihidroksiflavon). Fase diam silika gel dan fase gerak heksan-etilasetat-metanol (3:1:1), A : visualisasi dengan UV 254 nm, B : Visualisasi dengan UV 366 nm.Rf A = 0,7 ; Rf B = 0,14.

Gambar 5. Spektra UFLC Senyawa Hasil

Sintesis

Tabel 5. Data Spektra UFLC Senyawa Hasil Sintesis

Gambar 6. Spektra UV-Vis Luteolin Murni

Tabel 6. Data Spektra UV-Vis Luteolin Murni

Gambar 7. Spektra UV-Vis Senyawa Hasil Sintesis

Tabel 7. Data Spektra UV-Vis Senyawa Hasil

Sintesis

Gambar 8. Spektra FT-IR Senyawa Hasil Sintesis

Bilangan

Gelombang (cm-1

)

Kemungkinan Gugus

Fungsi

3844 C-H (siklik)

3746 C-H (siklik)

2608 Dimer –COOH (aromatik)

2360 N-H (tersier)

1710 C=O (karbonil)

1546 C=C (aromatik)

1487 C=C (aromatik)

1391 C-H (metil)

1263 C-O (terkonjugasi)

1012 C-O (terkonjugasi)

888 N-H

759 N-H

681 N-H

Tabel 8. Data Spektra FT-IR Senyawa Hasil

Sintesis