11
KIMIA SENYAWA KOORDINASI (Geometri Molekul Senyawa Koordinasi Berdasarkan Teori Medan Kristal) Makalah Disusun guna memenuhi tugas Mata kuliah: Kimia Dasar II Dosen Pengampu: Atik Rahmawati, M.Si. Oleh: Reni Septiana 1403076005 Anis Nur Faizah 1403076024 Siti Zuhriyah 1403076026 Atania Syifa 1403076032 Akhmad Syafi’i Ma’arif 1403076033 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2015

Senyawa Koordinasi - CFT

Embed Size (px)

Citation preview

KIMIA SENYAWA KOORDINASI

(Geometri Molekul Senyawa Koordinasi Berdasarkan Teori Medan Kristal)

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas

Mata kuliah: Kimia Dasar II

Dosen Pengampu: Atik Rahmawati, M.Si.

Oleh:

Reni Septiana 1403076005

Anis Nur Faizah 1403076024

Siti Zuhriyah 1403076026

Atania Syifa 1403076032

Akhmad Syafi’i Ma’arif 1403076033

PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2015

1

A. PENDAHULUAN

Kimia koordinasi atau kimia kompleks adalah bagian dari ilmu kimia yang

mempelajari senyawa-senyawa koordinasi atau senyawa kompleks. Senyawa-senyawa

ini molekul-molekulnya tersusun dari gabungan dua atau lebih molekul yang sudah

jenuh, misalnya:

BF3 + NH3 → BF3 . NH3

4 KCN + Fe(CN)2 → Fe(CN)2 . 4 KCN

Co(NO2)3 + KNO2 + 2 NH3 → Co(NO2)3 . KNO2 . 2 NH3

Senyawa-senyawa kompleks mempunyai arti penting dalam berbagai lapangan seperti

hasil-hasil alam, industri kimia anorganik, analisis, katalisator, dan bahan sehari-hari.

Walaupun senyawa-senyawa kompleks saat ini telah diteliti oleh banyak ahli dan

ternyata tidak kompleks lagi, namun istilah di atas tetap dipakai.[1]

Kimia tentang senyawa-senyawa kompleks, relatif belum lama. Senyawa

kompleks yang bermula didapatkan agaknya biru prusia: KCN . Fe(CN)2 . Fe(CN)3.[2]

Teori-teori tentang senyawa kompleks harus dapat menerangkan kenyataan-kenyataan

di atas. Sebelum adanya teori-teori modern tentang senyawa kompleks telah ada Teori

Rantai Blomstrand-Jorgensen dan Teori Koordinasi Werner. Teori koordinasi dari

Werner merupakan dasar bagi kimia koordinasi,[3] dalam teori tentang ikatan senyawa

kompleks mula-mula diberikan oleh Lewis dan Sidgwick. Akhirnya, timbul teori-teori

yang dapat menjelaskan bentuk-bentuk geometri senyawa-senyawa kompleks, antara

lain; valence bond theory (VBT), crystal field theory (CFT) atau crystal field

stabilization energy (CFSE), dan molecular orbital theory (MOT).

Teori medan kristal (CFT) ini dikembangkan karena teori ikatan valensi yang

dikemukakan oleh Linus Pauling tidak dapat menjelaskan berbagai sifat ion

kompleks.[4] Selanjutnya teori medan kristal ini akan dipaparkan oleh para pemakalah.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, perumusan masalah dalam

makalah ini meliputi:

1. Bagaimana uraian dari teori medan kristal ?

1 Sukardjo, Kimia Koordinasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 1-3. 2 Sukardjo, Kimia Koordinasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 3-4. 3 Sukardjo, Kimia Koordinasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 21. 4 Nuraini Syarifuddin, Ikatan Kimia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994), hlm. 158.

2

2. Bagaimana susunan geometri dan warna dari senyawa koordinasi berdasarkan

teori medan kristal ?

3. Bagaimana ikatan dalam senyawa koordinasi berdasarkan teori medan kristal ?

4. Apa saja reaksi yang terjadi pada senyawa koordinasi berdasarkan teori medan

kristal ?

C. PEMBAHASAN

1. Teori Medan Kristal

Teori medan kristal yang dikemukakan oleh beberapa ahli fisika pada tahun

1930 baru berkembang dan diterapkan dalam bidang kimia sekitar tahun 1950.5

Teori ini mula-mula diberikan oleh Bethe pada tahun 1929 yang mengemukakan

teori tentang senyawa kompleks dan Van Vleck sekitar pada tahun 1931-1935

mengemukakan teori tentang medan ligan, tetapi teori ini baru berkembang pada

tahun 1951.[6] Teori ini menumbangkan teori ikatan valensi yang memiliki

kelemahan, antara lain:

Terdapatnya warna-warna dalam senyawa kompleks tidak diterangkan pada

teori ikatan valensi.

Ion-ion Ni2+, Pd2+, Pt2+, dan Au2+, yang biasanya membentuk kompleks

planar segi empat dapat membentuk kompleks tetrahedral atau kompleks

dengan bilangan koordinasi 5.

Teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan terjadinya spektra elektronik.

Keterangan tentang terjadinya kompleks planar segi empat dari [Cu(N3)4]2+.

Gambar 1. Contoh Kompleks Planar Segi Empat [7]

Perbedaan antara kompleks ionik dan kompleks kovalen.[8]

5 Nuraini Syarifuddin, Ikatan Kimia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994), hlm. 158. 6 Sukardjo, Kimia Koordinasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 42. 7 http://img1.guidechem.com/chem/e/dict/90/23570-20-9.jpg

3

Menurut teori ini, ikatan antara ion logam (ion pusat) dan ligan adalah ikatan

ionis, berdasarkan adanya gaya elektrostatik antara ion pusat dan ligan. Seperti

telah diketahui ion kompleks terdiri dari ion pusat yang dikelilingi oleh sejumlah

ligan yang dapat berupa ion negatif atau molekul Polar yang merupakan Dipol

permanen. Medan listrik yang ditimbulkan oleh ligan akan mempengaruhi

elektron-elektron pada ion pusat dan medan listrik yang mengelilinginya.

Elektron-elektron pada ion pusat yang paling dipengaruhi oleh medan listrik yang

ditimbulkan ligan adalah elektron pada orbital d, karena elektron d tersebut yang

berperan dalam membentuk ion kompleks.[9] Mengenai bentuk yang dimiliki

orbital d, bisa dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Bentuk Orbital d [10]

2. Ikatan Dalam Senyawa Koordinasi Berdasarkan Teori Medan Kristal

Menurut teori medan kristal atau crystal field theory (CFT), ikatan antara

atom pusat dan ligan dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya-gaya yang

ada hanya berupa gaya elektrostatik. Ion kompleks tersusun dari ion pusat yang

dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang mempunyai momen

dipol permanen.

Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan sekelilingnya,

sedang medan gabungan dari ligan-ligan akan mempengaruhi elektron-elektron

dari ion pusat. Pengaruh ligan ini terutama mengenai elektron d dari ion pusat dan

seperti kita ketahui ion kompleks dari logam-logam transisi. Pengaruh ligan

tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan

geometri ligan-ligan dalam kompleks.

Di dalam ion bebas kelima orbital d bersifat degenerate artinya mempunyai

energi yang sama dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum

multiplicity yang maksimal. Teori medan kristal terutama membicarakan

pengaruh dari ligan yang tersusun secara berbeda-beda di sekitar ion pusat

8 Sukardjo, Kimia Koordinasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 43. 9 Nuraini Syarifuddin, Ikatan Kimia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994), hlm. 158. 10 http://chemwiki.ucdavis.edu/@api/deki/files/19101/e53189edfc6a50a6861e2106537ac9b3.jpg?revision=2

4

terhadap energi dari orbital d. Pembagian orbital d menjadi dua golongan yaitu

orbital eg atau d dan orbital t2g atau de mempunyai arti penting dalam hal

pengaruh ligan terhadap orbital-orbital tersebut.

Gambar 3. Stabilitas Tingkat Energi Pada Orbital d [11]

Dengan adanya ligan di sekitar ion pusat orbital d tidak lagi degenerate,

orbital d ini terbagi menjadi beberapa orbital dengan energi berbeda. Dikatakan

juga orbital d ini mengalami spilitting.

Gambar 4. Pembelahan Orbital-Orbital d pada Kompleks Oktahedral [12]

Ligan di dalam ion kompleks berupa ion-ion negatif seperti F- dan CN- atau

berupa molekul-molekul polar dengan muatan negatifnya mengarah pada ion

pusat seperti H2O atau NH3. Ligan ini akan menimbulkan medan listrik yang akan

menolak elektron terutama elektron d dari ion pusat, karena elektron d ini terdapat

di orbital paling luar dari ion pusat. Penolakan ini menyebabkan energi level

orbital d dari ion pusat bertambah.

11 http://chemwiki.ucdavis.edu/@api/deki/files/18475/e53189edfc6a50a6861e2106537ac9b3.jpg?revision=1 12 Ebook: Raymond Chang, Chemistry – Textbooks – 10th ed., (New York: McGraw-Hill, 2010), hlm. 969.

Lih. Raymond Chang, Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 2 Edisi Ketiga terjemahan dari General Chemistry: The Essential Consepts, (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 246.

5

Bila kelima orbital d sama dan medan ligan mempengaruhi kelimanya dengan

cara yang sama maka kelima orbital d ini akan tetap degenerate pada energi level

yang lebih tinggi. Kenyataannya kelima orbital d tidak sama, yaitu ada orbital eg

atau d dan t2g atau de. Di samping itu medan ligan tergantung dari letaknya di

sekitar ion pusat, artinya apakah strukturnya octahedral, tetrahedral, atau square

planar.[13]

3. Geometri dan Warna Senyawa Koordinasi Berdasarkan Teori Medan Kristal

Kompleks dari logam-logam mempunyai struktur berbeda-beda, kompleks

dari perak biasanya linear, kompleks berilium umumnya tetrahedral, besi

membentuk kompleks karbonil yang mempunyai struktur trigonal bipiramidal.

Kompleks dari Co(III) hampir dapat dipastikan octahedral dan tantalum

membentuk kompleks florida berstruktur anti prisma planar. [14]

Orbital-orbital d yang belum terisi pada golongan transisi memberi peluang

untuk terjadinya ikatan koordinasi dengan spesi lain yang memiliki pasangan

elektron bebas baik spesi itu molekul netral atau ion.[15] Inilah sebab terbentuknya

ion-ion kompleks. Ion kompleks disusun oleh ikatan logam transisi yang mengikat

molekul atau anion dengan ikatan koordinasi. Kationnya disebut logam pusat dan

molekul atau anion yang diikat disebut ligan. Jumlah ligan yang diikat sama

dengan bilangan koordinasi dari logam pusatnya. Karena jarak ligan-ligan dengan

logam pusat sama maka menghasilkan struktur geometri yang teratur, misalnya

untuk struktur linier dengan bilangan koordinasi 2, atau tetragonal (tetrahedral

atau square-planar) dengan bilangan koordinasi 4. Kemudian bilangan koordinasi

6 untuk struktur octahedral.[16]

Susunan linier, tetragonal, dan octahedral semuanya berbeda jika dikaji

dengan teori ini, sebelum dengan metode penggambaran d-orbitals splitting

energy[17] atau bisa dengan metode penggambaran dengan hybridization[18] dengan

metode penggambaran senyawa koordinasi pada logam transisi oleh Supardi dan

Gatot dengan hibridisasi tidak menjelaskan dengan jelas pembelahan orbital d,

13 Sukardjo, Kimia Koordinasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 43-44. 14 Sukardjo, Kimia Koordinasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 78. 15 Kasmadi I. Supardi, dan Gatot Luhbandjono, Kimia Dasar II, (Semarang: UPT UNNES Press, 2006), hlm.

72. 16 Ebook: Raymond Chang, Chemistry – Textbooks – 10th ed., (New York: McGraw-Hill, 2010), hlm. 964. 17 http://chemwiki.ucdavis.edu 18 Kasmadi I. Supardi, dan Gatot Luhbandjono, Kimia Dasar II, (Semarang: UPT UNNES Press, 2006), hlm.

73.

6

akan tetapi bisa mengetahui bentuk orbital dengan jumlah bilangan koordinasi

pada ion yang hybrid dengan atom pusat. Untuk pembentukan geometri senyawa

koordinasi ini, orbital d pada unsur transisi mengalami pembelahan energi, bisa

dilihat pada gambar 3.

Gambar 5. Pembelahan Energi pada orbital d Tiap Geometri [19]

Splitting energy ini merupakan selisih energi antara dua set orbital d dalam

atom logam ketiga ligan ada. Besarnya tergantung pada logam dan jenis ligan.

Besarnya pembelahan medan kristal berdampak langsung pada warna dan sifat

magnetik ion kompleks.[20]

Komponen warna pada senyawa kristal merupakan pantulan dari cahaya

tampak yang melewatinya. Misalnya pada warna kristal atau larutan suatu senyawa

Gambar 5. Spektrum (Rentetan) Warna [21] koordinasi yang berwarna biru, berarti warna dari cahaya tampak semuanya

terserap akan tetapi warna biru dipantulkan. Bisa juga dengan warna-warna

komplementer dari gabungan warna (sekunder) dari warna pokok (primer), bisa

dilihat pada gambar 5.

19 http://chemwiki.ucdavis.edu 20 Raymond Chang, Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 2 Edisi Ketiga terjemahan dari General

Chemistry: The Essential Consepts, (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 245. 21 Fred Omega Garces, Crystal Field Theory: Colors & How We Perceive it.pptx, 1998, Slide 18.

7

Gambar 6. Warna Primer dan Sekunder [22]

4. Reaksi-Reaksi yang Terjadi Pada Senyawa Koordinasi Berdasarkan Teori

Medan Kristal

Menurut teori tumbukan, sebelum terjadi reaksi molekul-molekul pereaksi

harus saling tertumbuk. Pada tumbukan ini bagian molekul membentuk molekul-

molekul kompleks yang aktif, molekul-molekul ini kemudian berubah menjadi

hasil reaksi. Agar supaya pereaksi dapat membentuk kompleks yang aktif,

molekul-molekul ini harus mempunyai energi minimum yang disebut energi

aktivasi.

Suatu reaksi dapat dipercepat dengan kenaikan temperatur atau penambahan

katalisator. Kenaikan temperatur mempercepat gerakan molekul-molekul, jadi

menaikkan energi kinetis molekul-molekul, hingga lebih banyak molekul-molekul

yang memiliki energi lebih besar daripada energi aktivasi. Adanya katalisator

dapat membentuk kompleks aktif yang lain dengan energi aktivasi lebih

rendah,hingga reaksi lebih cepat.

Satu kompleks disebut labil bila ligannya dapat diganti dengan ligan lain

secara cepat, disebut inert bila penggantian ini berjalan secara lambat. Batas ini

menurut Henry Taube untuk larutan 0,1 molar pada 25˚C ialah satu menit artinya

disebut labil bila ligan dapat diganti ligan lain dalam waktu kurang dari satu

menit.

Labilitas kompleks ditentukan oleh beda energi senyawa tersebut dengan

kompleks aktif. Bila energi ini besar, reaksi lambat, kompleks bersifat inert.

Untuk kompleks dengan bilangan koordinasi enam, dapat diramalkan kompleks

mana bersifat labil dan mana yang bersifat inert.[23]

22 Fred Omega Garces, Crystal Field Theory: Colors & How We Perceive it.pptx, 1998, Slide 18. 23 Sukarjo, Kimia Koordinasi Cetakan Pertama, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1985), hlm. 12.

8

Ion kompleks menjalani reaksi pertukaran (atau subtisusi) ligan dalam

larutan. Laju reaksi ini sangat beragam, tergantung pada jenis ion logam dan

ligannya.

Dalam mengkaji reaksi pertukaran ligan, ada baiknya kita membedakan

antara kestabilan ion kompleks dan kecenderungannya untuk bereaksi, yang kita

sebut kelabilan kinetik. Kestabilan dalam konteks ini. Adalah sifat termodinamika

yang diukur dari konstanta pembentukan spesi, Kf. (Konstanta Pembentukan).

Lihat Tabel 1.

Tabel 1. Konstanta Pembentukan (Kf) Beberapa Ion Kompleks [24]

Ion Kompleks Rumus Kesetimbangan Kf

Ag(NH3)2+ Ag+ + 2 NH3 Ag(NH3)2

+ 1,5 x 107

Ag(CN)2- Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2

- 1,0 x 1021

Cu(CN)42- Cu2+ + 4 CN- Cu(CN)4

2- 1,0 x 1025

CdI42- Cd2+ + 4 I- CdI4

2- 2,0 x 106

Co(NH3)63+ Co3+ + 6 NH3 Co(NH3)6

3+ 5,0 x 1031

Ni(CN)42- Ni2+ + 4 CN- Ni(CN)4

2- 1,0 x 1030

Hg(CN)42- Hg2+ + 4 CN- Hg(CN)4

2- 2,5 x 1041

Zn(NH3)42+ Zn2+ + 4 NH3 Zn(NH3)4

2+ 2,9 x 109

Contohnya kita katakan ion kompleks tetrasianonikelat(II) stabil karena

konstanta pembentukannya besar (Kf ≈1×1030).

Ni2+ + 4 CN- [Ni(CN)4]2-

Dengan menggunakan ion sianida berlabel isotop radioaktif karbon-14,

kimiawan telah menunjukkan bahwa [Ni(CN)4]2- mengalami pertukaran ligan

sangat cepat dalam larutan. Kesetimbangan ini tercapai begitu spesi dicampurkan:

[Ni(CN)4]2- + 4*CN- [Ni(*CN)4]2- + 4*CN-

Dimana tanda asterisk menyatakan atom 14C, kompleks seperti ion

tetrasianokelat(II) disebut kompleks labil sebab kompleks ini mengalami reaksi

pertukaran ligan dengan cepat. Jadi spesi yang stabil secara termodinamika

(artinya, spesi yang konstanta pembentukannya besar) tidak selalu tidak reaktif.

24 Raymond Chang, Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 2 Edisi Ketiga terjemahan dari General

Chemistry: The Essential Consepts, (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 153.

9

Salah satu kompleks yang secara termodinamika tak stabil dalam larutan

asam ialah [Co(NH3)6]3+. Konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini sekitar 1 x

1020.

[Co(NH3)6]3+ + 6 H+ + 6 H2O [Co(H2O)6]3+ + 6 NH4+

Ketika kesetimbangan tercapai, konsentrasi ion [Co(NH3)6]3+ sangat rendah.

Namun, reaksi ini memerlukan beberapa hari supaya selesai sebab ion

[Co(NH3)6]3+ sangat inert. Ini merupakan satu contoh dari kompleks inert, yaitu

ion kompleks yang mengalami reaksi pertukaran sangat lambat (dalam hitungan

jam bahkan hari). Ini menunjukkan bahwa spesi yang tidak stabil secara

termodinamika tidak selalu berarti reaktif secara kimia. Laju reaksi ditentukan

oleh energi aktivasi, yang dalam kasus ini sangat tinggi.[25]

D. KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan antara lain:

1. Teori medan kristal merupakan teori yang mengembangkan teori dari

pengembangan kimia koordinasi/kimia kompleks yakni teori ikatan valensi yang

masih memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat dijelaskan oleh teori medan

kristal.

2. Pada susunan geometri senyawa koordinasi berdasarkan teori medan kristal ini

adalah menggunakan bilangan koordinasi yang bisa dijelaskan dengan metode

CFSE (Crystal Field Stabilization Energy) pada pembelahan energi orbital-orbital

d. Bisa juga menggunakan hibridisasi, akan tetapi hanya digunakan untuk ligan

bermuatan (anion) saja karena dijelaskan dengan interaksi elektrostatisnya

terhadap atom/ion pusat yang bermuatan positif. Warna pada senyawa koordinasi

disebabkan karena pantulan dari cahaya tampak yang melewati kristal atau larutan

senyawa koordinasi.

3. Ikatan-ikatan pada CFT ini didasarkan oleh ikatan ionik

4. Reaksi pada CFT bisa menjelaskan kompleks-kompleks yang labil dan stabil

untuk reaksi lambat serta reaksi cepat.

25 Raymond Chang, Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 2 Edisi Ketiga terjemahan dari General

Chemistry: The Essential Consepts, (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 250-251.

10

E. DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond, 2005, Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 2 Edisi Ketiga terjemahan dari General Chemistry: The Essential Consepts, Jakarta: Erlangga.

Chang, Raymond, 2010, Chemistry – Textbooks – 10th ed., New York: McGraw-Hill. Effendy, 2007, Perspektif Baru Kimia Koordinasi Jilid 1, Malang: Bayumedia

Publishing. Garces, Fred Omega, 1998, Crystal Field Theory: Colors & How We Perceive it.pptx Petrucci, Ralph H., 1987, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 3 Edisi

Keempat diterjemahkan oleh Suminar Achmadi, Jakarta: Erlangga. Sukardjo, 1992, Kimia Koordinasi Cetakan ke-3 Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta. Sukarjo, 1985, Kimia Koordinasi Cetakan Pertama, Jakarta: PT. Bina Aksara. Supardi, Kasmadi I., dan Gatot Luhbandjono, 2006, Kimia Dasar II, Semarang: UPT

UNNES Press. Suyanti, Retno Dwi, 2008, Kimia Koordinasi Pendukung Kimia Anorganik Fisik,

Yogyakarta: Graha Ilmu. Syarifuddin, Nuraini, 1994, Ikatan Kimia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. http://authors.library.caltech.edu/25050/21/Chapter_20.pdf https://ayundantika.files.wordpress.com/2012/03/3-teori-medan-kristal.pdf http://chemwiki.ucdavis.edu/Inorganic_Chemistry/Crystal_Field_Theory http://en.wikipedia.org/wiki/Crystal_field_theory http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_medan_kristal http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_medan_ligan https://www.scribd.com/document_downloads/direct/76591068?extension=pdf&ft=14

32385005&lt=1432388615&user_id=107208247&uahk=bNewx1k62loAc/Yky6WAiuSzzz4