13
REGENERASI Oleh : Nama : Desi Ariana S NIM : B1J012145 Rombongan : I Kelompok : 5 Asisten : Mithun Sinaga LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2013

REGENERASI AI

Embed Size (px)

Citation preview

REGENERASI

Oleh :

Nama : Desi Ariana SNIM : B1J012145Rombongan : IKelompok : 5Asisten : Mithun Sinaga

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2013

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Regenerasi adalah suatu proses untuk memperbaiki bagian tubuh yang rusak

atau lepas kembali seperti semula. Kerusakan ini bisa bervariasi, ada yang ringan,

seperti luka dan memar, ada yang sedang, yang menyebabkan ujung sebagian tubuh

terbuang, dan yang berat yaitu yang menyebabkan sebagian tubuh terbuang (Shao,

2009). Menurut Yoshinari et al (2008), ikan teleostei memiliki kemampuan yang luar

biasa untuk meregenerasikan bagian dari tubuhnya jika dibandingkan dengan

vertebrata tingkat tinggi termasuk manusia. Semua hewan memiliki kemampuan

untuk mengembalikan atau meregenerasi jaringan atau organ dari kerusakan oleh

luka, goresan, radang atau penyakit.

Menurut  Kimball (1993), regenerasi melalui beberapa tahapan, yaitu :

1. Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab

yang bersifat sebagai pelindung.

2. Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di

bawah scab. Proses ini membutuhkan waktu selama dua hari, dimana pada

saat itu luka telah tertutup oleh kulit.

3. Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda

kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru.

Matriks tulang dan tulang rawan akan melarut, sel-selnya lepas tersebar di

bawah epitel. Serat jaringan ikat juga berdisintegrasi dan semua sel-selnya

mengalami diferensiasi. Sehingga dapat dibedakan antara sel tulang, tulang

rawan, dan jaringan ikat. Setelah itu sel-sel otot akan berdiferensiasi, serat

miofibril hilang, inti membesar dan sitoplasma menyempit.

4. Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka. Pada

saat ini scab mungkin sudah terlepas. Blastema berasal dari penimbunan sel-

sel diferensiasi atau sel-sel satelit pengembara yang ada dalam jaringan,

terutama di dinding kapiler darah. Pada saatnya nanti, sel-sel pengembara

akan berproliferasi membentuk blastema.

5. Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak

dengan proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema

mempunyai besar yang maksimal dan tidak membesar lagi.

6. Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi

sel-sel blastema tersebut. Sel-sel yang berasal dari parenkim dapat

menumbuhkan alat derifat mesodermal, jaringan saraf dan saluran

pencernaan. Sehingga bagian yang dipotong akan tumbuh lagi dengan

struktur anatomis dan histologis yang serupa dengan asalnya.

Menurut Balinsky (1981), terdapat 3 macam regenerasi, yaitu :

1. Regenerasi epimorfis

Regenerasi epimorfis adalah regenerasi yang melibatkan diferensiasi struktur

dewasa, dan melibatkan perbanyakan sel. Contohnya pada cicak, kadal, ikan dan

kecoa.

2. Regenerasi morfolaksis

Regenerasi morfolaksis adalah regenerasi yang melibatkan penyusunan kembali

dari sisa organ tanpa disertai dengan pertambahan jumlah sel. Contohnya pada

hydra dan planaria.

3. Regenerasi konpensatori

Regenerasi konpensatori adalah regenerasi yang disertai dengan pembelahan sel

dan tetap mempertahankan fungsi sel yang telah terdiferensiasi. Tipe ini khas

pada hati manusia.

Menurut Jessica dan Clifford (2009), setelah sel-sel protoplasma di

kumpulkan dibawah AEC, mereka harus berkembang biak untuk menyediakan sel

cukup untuk mendorong proses regenerasi ke depan. Perkembangan sel protoplasma

telah terbukti secara kritis bergantung kepada kehadiran saraf di ekstremitas.

Praktikum kali ini melakukan pemotongan pada sirip ikan yang berbeda-beda

untuk masing-masing kelompok. Pemotongan yang berbeda tersebut bertujuan untuk

mengetahui daerah manakah pada sirip ikan yang memiliki NGF (Nerve Growth

Factor), dan bagian mana yang paling cepat pertumbuhannya. Pertumbuhan sirip

ikan kemudian diamati setiap minggunya, dan kecepatan itulah yang merupakan daya

regenerasi. Calza et al., (2001) menjelaskan bahwa NGF adalah neurotrophin yang

memiliki peranan krusial dalam proses pertumbuhan, diferensiasi, dan berfungsin

dalam sel saraf simpatetik.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui proses

regenerasi sirip ikan dan mengetahui kemampuan regenerasi pada berbagai sirip ikan

nilem (Osteochilus hasselti).

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan nilem

(Osteochilus hasselti), pakan ikan (pelet), milimeter blok, guntung, loop, akuarium,

air, saringan (seser) dan aerator.

B. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:

1. Ikan diambil dari akuarium dengan menggunakan seser.

2. Diukur panjang total dan panjang sirip ikan sebelum dipotong menggunakan

milimeter blok.

3. Bagian sirip abdominal ikan digunting.

4. Bagian sirip yang dipotong diukur, sehingga diketahui panjang sirip yang tersisa.

5. Ikan dimasukan kembali kedalam akuarium dan dipelihara selama 2 minggu.

6. Ikan diberi makan berupa pelet setiap hari dan air akuarium di sipon setiap 2 hari

sekali.

7. Pada minggu pertama dan kedua ikan difoto dan diukur kembali panjang sirip

untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan pada sirip yang dipotong.

8. Hasil panjang sirip ikan dicatat.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel Pengamatan Regenerasi pada Sirip Ikan Nilem

Rombongan I

Kelompok

Sirip Yang Dipotong

Panjang Awal (mm)

Panjang Sisa

(mm)

Panjang Minggu 1 (mm)

Panjang Minggu 2

(mm)

1 Caudal fin atas 15 4 8 132 Caudal fin bawah 20 8 11 133 Caudal fin 19 9 X X4 Anal fin 11 5 7 75 Abdominal fin 9 3 5 X6 Pectoral fin 12 5 5 10

Rombongan III

Kelompok

Sirip Yang Dipotong

Panjang Awal (mm)

Panjang Sisa

(mm)

Panjang Minggu 1 (mm)

Panjang Minggu 2

(mm)

1 Caudal fin atas 14 6 10 172 Caudal fin bawah 11 2 9 X3 Caudal fin 12 5 8 144 Anal fin 9 1 3 85 Abdominal fin 11 6 7 106 Pectoral fin 10 3 5 10

Keterangan :

X : ikan mati

Gambar 1. Ikan Sebelum Perlakuan

Gambar 2. Ikan Setelah Perlakuan Minggu 0

Gambar 3. Ikan Setelah Perlakuan Minggu 1

Gambar 4. Ikan Setelah Perlakuan Minggu 2

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bahwa pada kelompok 1 rombongan I

dan II yang memotong bagian caudal fin atas didapatkan data berturut – turut adalah

panjang awal sirip 15 dan 14 mm. Panjang sisa sirip adalah 4 dan 6 mm. Panjang

sirip pada minggu ke-1 adalah 8 dan 10 mm. Panjang sirip pada minggu ke-2 adalah

13 dan 17 mm. Kelompok 2 rombongan I dan II yang memotong bagian caudal fin

bawah didapatkan data berturut – turut adalah panjang awal sirip 20 dan 11 mm.

Panjang sisa sirip adalah 8 dan 2 mm. Panjang sirip pada minggu ke-1 adalah 11 dan

9 mm. Panjang sirip pada minggu ke-2 adalah 13 mm dan ikan pada kelompok 2

rombongan II mati. Kelompok 3 rombongan I dan II yang memotong bagian caudal

fin didapatkan data berturut – turut adalah panjang awal sirip 19 dan 12 mm. Panjang

sisa sirip adalah 9 dan 5 mm. Panjang sirip pada minggu ke-1 adalah ikan pada

kelompok 3 rombongan I mati dan 8 mm. Panjang sirip pada minggu ke-2 adalah

ikan pada kelompok 3 rombongan I mati dan 14 mm. Kelompok 4 rombongan I dan

II yang memotong bagian anal fin didapatkan data berturut – turut adalah panjang

awal sirip 11 dan 9 mm. Panjang sisa sirip adalah 5 dan 1 mm. Panjang sirip pada

minggu ke-1 adalah 7 dan 3 mm. Panjang sirip pada minggu ke-2 adalah 7 dan 8

mm. Kelompok 5 rombongan I dan II yang memotong bagian abdominal fin

didapatkan data berturut – turut adalah panjang awal sirip 9 dan 11 mm. Panjang sisa

sirip adalah 4 dan 6 mm. Panjang sirip pada minggu ke-1 adalah 5 dan 7 mm.

Panjang sirip pada minggu ke-2 adalah ikan pada kelompok 5 rombongan I mati dan

10 mm. Kelompok 6 rombongan I dan II yang memotong bagian pectoral fin

didapatkan data berturut – turut adalah panjang awal sirip 12 dan 10 mm. Panjang

sisa sirip adalah 5 dan 3 mm. Panjang sirip pada minggu ke-1 adalah 5 dan 5 mm.

Panjang sirip pada minggu ke-2 adalah 10 dan 10 mm. Bagian sirip yang mengalami

pertumbuhan terlebih dahulu setelah dilakukan pemotongan adalah pada bagian ekor,

karena bagian ekor tersebut merupakan alat keseimbangan yang penting bagi ikan

sehingga pertumbuhan sirip ekor tersebut didahulukan daripada sirip yang lainnya .

Menurut pengamatan yang dilakukan, ikan yang telah dipotong siripnya menjadi

stres dan agresif. Setiap kali melakukan pengukuran, praktikan selalu kesulitan

mengambil ikan yang ada di akuarium dikarenakan ikan terlalu agresif. Tidak jarang

banyak ikan yang akhirnya mati sebelum selesai diamati, dikarenakan mungkin

keadaan air dalam akuarium sudah terlalu keruh, tidak pernah dilakukan penyiponan

akibat kelalaian praktikan sendiri ataupun air menjadi keruh akibat pemberian pakan

ikan yang berlebihan. Pemotongan sirip secara tidak langsung akan mempengaruhi

tingkah laku dari ikan tersebut. Pemotongan sirip ikan ini dapat dilakukan pada sirip

caudal, sirip ventral pada bagian kanan dan kiri ataupun pada bagian sirip yang

lainnya misalnya sirip dorsal atau anal. Apabila bagian sirip yang dipotong tersebut

tumbuh lagi maka mudah dikenali (Enggar, 2003).

Sebagian sirip diamputasi atau terluka parah dapat menyelesaikan pemulihan

diri melalui proses regenerasi epimorphic. Proses ini melibatkan perekrutan sel

mesenchymal untuk membentuk protoplasma yang diikuti oleh diferensiasi ini sel ke

scleroblasts, sintesis dan deposisi matriks ekstraseluler, restorasi andmorphological

(Anusree, 2011).

Tahap pertama dari perbaikan kerusakan sirip ikan adalah sel epidermis dari

bagian luka menyebar diseluruh luka dan segera mungkin menutupi permukaan luka.

Selama beberapa hari penutupan luka dari sel epidermis ini menjadi tudung

epidermis apikal. Sel-sel yang banyak terkumpul di bawah epidermis. Semua

jaringan di bawah tudung mengadakan dediferensiasi dan regenerasi membentuk sel

kerucut yang disebut blastema regenerasi atau tunas regenerasi. Blastema tersebut

tumbuh dengan cepat, di mana pada saat pertama berbentuk kerucut, tetapi kemudian

pada akhirnya menjadi flattened dorsoventral. Sel blastema mengadakan

dediferensiasi dan memperbaiki siripnya. Bagian yang terpotong inilah yang disuplai

darah dan dapat beregenerasi (Kalthoff, 1996).

Menurut Yatim (1990), regenerasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Temperatur, dimana peningkatan temperatur sampai titik tertentu maka akan

meningkatkan regenerasi.

2. Makanan, tingkat regenerasi akan cepat memperhatikan aspek makanan.

Makanan yang cukup dapat membantu mempercepat proses regenerasi.

3. Sistem saraf, sel-sel yang membentuk regenerasi baru berasal dari sel sekitar

luka. Hal ini dapat dibuktikan dengan radiasi seluruh bagian tubuh terkecuali

bagian yang terpotong, maka terjadilah regenerasi dan faktor yang menentukan

macam organ yang diregenerasi.

Menurut Kalthof (1996), Regenerasi tidak sempurna ditandai dengan adanya

bentuk tubuh yang sama, tetapi ukurannya berbeda pada salah satu fase regenerasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi petumbuhan dan perkembangan hewan dapat

dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi gen

dan hormon. Faktor eksternal meliputi air, makanan dan cahaya.

1. Hormon

Hormon merupakan senyawa organik yang mengatur pertumbuhan dan

perkembangan hewan adalah hormon somatotrof (hormon pertumbuhan). Bila

hewan kekurangan hormon pertumbuhan, maka pertumbuhan akan terhambat

sehingga badannya kerdil. Bila kelebihan hormone pertumbuhan, maka akan

mengalami pertumbuhan raksasa.

2. Gen

Gen merupakan faktor keturunan yang diwariskan dari orang tua (induk) kepada

keturunannya. Gen akan mengendalikan pola pertumbuhan dan perkembangan

hewan.

3. Makanan

Makanan sangat diperlukan oleh hewan maupun makhluk hidup lainnya.

Makanan digunakan sebagai zat pembangun tubuh dan sumber energi.

4. Air

Air merupakan pelarut dan media untuk terjadinya reaksi metabolisme tubuh.

Reaksi metabolisme ini akan menghasilkan energi, membantu pembentukan sel-

sel yang baru, dan memperbaiki sel-sel yang rusak.

5. Cahaya Matahari

Cahaya matahari sangat diperlukan dalam pembentukan vitamin D. Vitamin itu

diperlukan dalam pembentukan tulang.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, dapat ditarik beberapa

kesimpulan bahwa :

1. Regenerasi adalah suatu proses untuk memperbaiki bagian tubuh yang rusak

atau lepas kembali seperti semula.

2. Bagian sirip yang mengalami pertumbuhan terlebih dahulu adalah bagian ekor,

karena bagian ekor merupakan alat keseimbangan yang penting bagi ikan

sehingga pertumbuhan sirip ekor tersebut didahulukan daripada sirip yang

lainnya .

3. Tahap pertama dari perbaikan kerusakan sirip ikan adalah sel epidermis dari

bagian luka menyebar diseluruh luka dan menutupi permukaan luka, terbentuk

tudung epidermis apikal, terjadi dediferensiasi dan regenerasi blastema.

Kemudian blastema menjadi flattened dorsoventral, mengadakan dediferensiasi

dan memperbaiki siripnya.

4. Faktor yang mempengaruhi regenerasi pada sirip ikan adalah gen, hormon, air,

makanan, cahaya, temperatur dan sistem saraf.

Saran

Saran yang dapat diberikan dalam praktikum kali ini adalah pada saat

memelihara dan mengukur pertumbuhan sirip ikan harus hati-hati, air harus diganti

secara rutin dan dirawat dengan benar agar ikan tidak mati.

DAFTAR REFERENSI

Anusree. P, Saradamba. A, Tailor. N, Desai. I and Suresh. B. 2011. Caudal Fin Regenerationis Regulated By Cox-2 Induced PGE In Teleost Fish Poecillia Latipanna. TheMaharaja Sayajirao University of Baroda Vol. 11(2) 2795-280.

Balinsky, B. I. 1981. An Introduction to Embriology. W. B. Saunders Company, Philadelpia.

Calza, L., Luciana G., Alessandro G., Luigi A., dan Rita L. 2001. Nerve Growth Factor Control of Neural Expression of Angiogenetic and Vasoactive Factor. University of Bologna, Italy.

Enggar. P, E. Junaidi, dan A. Setioini. 2009. Pengaruh Pemotongan Sirip Terhadap Pertumbuhan Panjang Tubuh Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Penelitian Sains. Vol 12. No 13: 63-66.

Jessica L. W. and Clifford J Tabin. 2009. Limb Regeneration Revisited. Department of Genetics, Journal of Biology., Avenue Louis MA 02115, USA.

Kalthoff, K. 1996. Analysis of Biological Development. McGraw-Hall Inc, New York.

Kimball, J.W. 1993. Biologi Jilid II. Erlangga, Jakarta.

Shao, J, X. Qian, C. Zhang and Z. Xu. 2009. Fin Regeneration From Tail Segment With Musculature, Endoskeleton, and Scales. Journal of Experimental Zoology. Department of Anatomy, Histology and Embryology, Institute of Basic Medical Sciences, China.

Yatim, W. 1990. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito, Bandung.

Yoshinari, N, T. Ishida, A. Kudo and A. Kawakami. 2008. Gene Expression and Functional Analysis of Zebrafish Larval Fin Fold Regeneration. Journal of Developmental Biology. 325 : 71-81.