Upload
uai-id
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi kini persaingan di dunia kerja semakin ketat. Persaingan yang
semakin ketat ini tidak hanya berdasarkan pendidikan maupun usia. Namun kini persaingan
ketat antar gender pun sudah tak dapat dihindari. Baik pria maupun wanita terus bersaing
secara ketat untuk mendapatkan pekerjaan. Bagi sebagian masyarakat wanita ikut bersaing di
dunia kerja adalah hal yang lazim dan tidak aneh sama sekali. Namun sebagian masyarakat
lainnya berpendapat hal ini merupakan sesuatu yang tidak lazim. Beberapa pihak berpikir
wanita tidak sepantasnya ikut bersaing di dunia kerja yang cukup keras ini. Wanita dianggap
tidak setangguh pria untuk turut bersaing di dunia kerja. Hal inilah yang menimbulkan
diskriminasi wanita di dalam dunia pekerjaan.
Seperti para pekerja pria, pekerja wanita pun sepantasnya punya kesempatan yang
sama di dunia kerja. Namun perlu dicatat bahwa wanita memiliki kebutuhan yang berbeda dengan pria
sehingga wanita memperoleh hak-hak khusus yang tidak di dapat oleh kaum adam tersebut. Meskipun
sebenarnya banyak perundang-undangan yang mengatur hak-hak pekerja wanita, tampaknya
banyak perusahaan yang “sengaja” tidak mensosialisasikannya bahkan mengabaikan perundang-
undangan tersebut begitu saja.
Dewasa ini, diskriminasi terhadap perempuan itu masih sangat tampak dalam dunia
kerja. Banyak sekali wanita yang tidak mendapatkan hak dalam bekerja. Contohnya bisa kita lihat dalam
struktur perusahaan, jarang sekali kita melihat wanita yang mendapatkan tempat sebagai
pemimpin, selain itu dalam penerimaan pekerja wanita perusahaan- perusahaan banyak meletakkan
syarat-syarat tertentu, seperti berpenampilan menarik, belum menikah, harus tinggal di
asrama dan lain sebagainya. Gaji mereka pun kadang-kadang berbeda dengan pekerja laki-
laki. Diskriminasi terhadap para pekerja wanita itu terjadi disebabkan oleh beberapa factor
seperti kesehatan, fisik, biologis, sosio kultural dan lain-lain.
Dengan adanya diskriminasi terhadap wanita ini maka dibutuhkan sekali emansipasi
wanita. Emansipasi ialah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sejumlah usaha untuk
mendapatkan hak politik maupun persamaan derajat, sering bagi kelompok yang tak diberi
hak secara spesifik, atau secara lebih umum dalam pembahasan masalah seperti itu. Menurut
kamus besar bahasa Indonesia emansipasi ialah pembebasan dari perbudakan, persamaan hak
di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Emansipasi wanita ialah proses pelepasan diri para
wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang
membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju.
Dibutuhkan waktu berabad-abad bagi para wanita di seluruh dunia mendapatkan hak-
nya untuk dapat hidup sejajar dan bersanding dengan kaum pria. Beberapa usaha telah
dilakukan oleh para pejuang wanita. Di Indonesia, emansipasi wanita sudah lama sekali
diperjuangkan. Pelopor emansipasi wanita di Indonesia adalah R.A Kartini. Ia adalah seorang
wanita priyayi Jawa yang berpikiran maju di masanya yang kemudian diangkat menjadi
penggerak emansipasi wanita di Indonesia. Sejarah pergerakan perempuan Indonesia
merupakan suatu gerakan yang mempunyai proses panjang dan tidak muncul secara tiba-tiba,
melainkan terbentuk karena adanya peristiwa-peristiwa masa lalu dalam masyarakat seperti
ada perasaan cemas dan keinginan individu yang menginginkan perubahan yang kemudian
menyatakan dalam suatu tindakan bersama. Di Indonesia proses itu sudah terlihat sejak abad
ke-19 dalam bentuk perlawanan. Perlawanan ini terjadi di berbagai wilayah yang dipimpin
oleh para raja atau tokoh-tokoh adat, misalnya di Banten, Yogyakarta, Rembang, Maluku,
Palembang, Aceh dan wilayah-wilayah lain di Indonesia.
Gerakan yang terjadi merupakan suatu tindakan protes kepada keadaan, khususnya
protes kepada semakin berkuasanya bangsa asing (Belanda), yang bermakna bahwa
kebudayaan Barat semakin berkembang terutama dalam bidang ekonomi dan politik.
Perlawanan yang dilakukan oleh elit tradisional (raja dan tokoh masyarakat) terhadap
kekuasaan Belanda selalu berakhir dengan tersingkirnya mereka, hal ini disebabkan tidak
seimbangnya dalam kemajuan teknologi persenjataan dan teknologi komunikasi. Sementara
elit tradisional yang masih dapat bertahan ialah mereka yang bersedia tunduk kepada pihak
berkuasa masa itu dan menjalankan peraturan-peraturan yang telah ada. Arti emansipasi dan
apa yang dimaksudkan oleh Kartini adalah agar wanita mendapatkan hak untuk mendapatkan
pendidikan, seluas-luasnya, setinggi-tingginya. Agar wanita juga di akui kecerdasannya dan
diberi kesempatan yang sama untuk mengaplikasikan keilmuan yang dimilikinya dan agar
wanita tidak merendahkan dan di rendahkan derajatnya di mata pria.
Perempuan kini tengah menjadi sorotan. Di era emansipasi ini masyarakat mulai
mengakui keberadaan perempuan yang makin maju dan mulai menunjukkan diri mereka.
Keadaannya tentu berbeda ketika masyarakat belum mengenal emansipasi. Perempuan tidak
bisa bebas untuk berekspresi dan bersosialisasi dengan leluasa. Perempuan masa kini sudah
berani mengekspresikan diri dan mandiri tanpa terkekang oleh adat dan mitos dalam
masyarakat. Mereka mulai meniti karir untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan diri
demi masa depan.
Seiring dengan perkembangan zaman, melalui gerakan emansipasi ini, perempuan
Indonesia akhirnya dapat mensejajarkan diri dengan kaum pria dalam berbagai bidang
kehidupan, baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial. Perempuan sudah dapat men-
duduki posisi-posisi penting di bidang birokrasi. Perempuan juga sudah dapat berkiprah di
bidang politik. Selain itu, perempuan juga sudah banyak yang sukses di bidang sosial dan
ekonomi. Di era globalisasi ini, perempuan tidak hanya bekerja di lingkungan rumah ataupun
melayani suami walaupun hal tersebut adalah salah satu kewajiban perempuan mengikuti
kodratnya. Akan tetapi, perempuan juga dapat berperan untuk bangsa di ranah politik,
ekonomi dan sosial.
Pergerakan emansipasi wanita tidak hanya terjadi di negara Indonesia, Pergerakan
emansipasi wanita sudah terjadi di berbagai belahan bumi, hampir setiap negara para kaum
perempuan sudah disejajarkan hak dan kewenangannya dalam mengkiprahkan karir mereka
di berbagai bidang. Bahkan didunia barat kedudukan kaum pria lama-kelamaan telah sama
rata dengan kaum perempuan. Bahkan di negara bagian barat, etos kerja wanita menjadi lebih
tinggi dibandingkan dengan kaum wanita di bagian negara timur. Salah satu negara yang
dimana terdapat pergerakan emansipasi wanita adalah negara jerman dan negara indonesia.
Bila mana di Indonesia seperti yang dikatakan sebelumnya, sedangkan di negara Jerman
gerakan emansipasi wanita sudah mulai terdengar jauh sebelum Perang Dunia I, dan puncak
gerakan emansipasi tersebut adalah revolusi yang terjadi pada tahun 1960an. Gerakan
emansipasi wanita ini sebahagian besar terjadi di daerah perkotaan, karena di daerah inilah
banyak timbul masalah-masalah yang disebabkan oleh kemajuan jaman, yang menyebabkan
banyak kaum wanita memutuskan untuk bekerja di luar rumah. Sehubungan dengan
keputusan tersebut, masalah-masalahpun timbul, diantaranya ketidak-adilan dan diskriminasi
gender yang dilakukan oleh kaum pria terhadap wanita, terlebih kepada tenaga kerja wanita
yang bekerja di pabrik dan perusahaan. Sejak saat itulah muncul gerakan wanita yang
menuntut emansipasi.
Munculnya emansipasi wanita dalam dunia kerja akan memunculkan juga etos kerja
para wanita dalam dunia pekerjaan, yang dimana etos kerja wanita di jerman sebagai berikut:
1.Bertindak rasional
2.Berdisiplin tinggi
3.Bekerja keras
4.Berorientasi sukses material
5.Tidak mengumbar kesenangan
6.Hemat dan bersahaja
7.Menabung dan berinvestasi
Emansipasi wanita di negara tersebut sudah terlihat bahwa sumber daya manusia dari
kaum wanita begitu dikedepankan dengan meninggikan nilai-nilai tertentu. Sehingga begitu
bebas wanita disana dalam merintis karir.
Setelah melihat etos kerja wanita Jerman, pertanyaanya kemudian adalah seperti apa
etoskerja bangsa Indonesia ini? Apakah etoskerja kita menjadi penyebab dari rapuh dan
rendahnya kinerja sistemsosial,ekonomi dan kultural, yang lantas berimplikasi pada kualitas
kehidupan? Wanita Indonesia mempunyai etos kerja sebagai berikut :
Jansen Sinamo menyajikan 8 Etos Kerja Professional putra-putri Indonesia denganciri-ciri
sebagai berikut:
1. Kerja adalah Rahmat
2. Kerja adalah Amanah
3. Kerja adalah Panggilan
4. Kerja adalah Aktualisasi
5. Kerja adalah Ibadah
6. Kerja adalah Seni
7. Kerja adalah Kehormatan
8. Kerja adalah Pelayanan
Dapat dilihat bagaimana perbedaan etos kerja yang ada di barat dan di Indonesia, etos
kerja ini dapat mencerminkan bagaimana kualitas suatu negara tersebut dan dapat dilihat
bagaimana emansipasi wanita yang berkembang berbeda maknanya di barat dan di Indonesia.
Namun tidak selalu pergerakan emaansipasi wanita menjadi suatu pemikiran yang
positif, apabila dilihat melalui penilaiaan dari sudut pandang rasional, memang dapat
dikatakan emansipasi pergerakan wanita ini begitu baik, karena perempuan tidak lagi
dikebelakangkan oleh para kaum pria. Tetapi ada beberapa sudut pandang lainnya mengenai
kebijakan dari pergerakan tersebut, seperti dalam sudut pandang agama, yang tentunya akan
berbeda dengan sudut pandang rasional. Yang rasional adalah perempuan berhak untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka tanpa perlu mengandalkan pria, perempuan bisa
berpendidikan lebih tinggi dan lebih dapat menyibukan diri dari pada pekerjaan kaum pria.
Hal-hal tersebut dapat menuai berbagai tanggapan yang pro dan kontra.
Tidak sedikit orang-orang yang beranggapan bahwa agama membatasi wanita dalam
suatu hal kemajuan dari beragai macam unsur termasuk juga dalam unsur budaya, tidak
sedikit juga orang-orang beraggapan bahwa agama membedakan keseteraan antara pria dan
wanita. Namun sudut pandang Islam Berbeda dengan beberapa negara di Timur Tengah,
Islam di Indonesia merupakan Islam moderat yang ramah, toleran, bertujuan menerapkan
misi rahmatan lil alamin dan menggarisbawahi pentingnya keseimbangan. Organisasi Islam
terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama menilai Islam menetapkan perempuan dan laki-laki
sesuai dengan proporsi dan tanggung jawab yang harus dipikul. Emansipasi perempuan kalau
menurut Islam menempatkan martabat perempuan dengan tepat. Islam menetapkan
perempuan dan laki-laki sesuai dengan proporsi yang mesti diemban berdasarkan alamiah
dan inisiasi kemanusiaan. Islam tidak membedakan manusia dari segi gender dan menetapkan
tanggung jawab yang sejajar sesuai dengan fungsinya.
Banyak yang menyangkal bahwa seharusnya kaum wanita harus mengurus keluarga
dan mengesampingkan persoalan lain misalkan ekonomi, karena hal itu adalah tanggung
jawab pria. Wanita memang memiliki tanggung jawab memelihara keluarga dan menjaga
anak ini tugas yang penting karena mempersiapkan masa depan yang unggul. tanggung jawab
domestik bagi perempuan bukan berarti membatasi peran perempuan di ranah nondomestik.
Islam, tidak menghalangi perempuan menduduki posisi penting hingga menjadi pemimpin.
Yang harus ditekankan, perempuan tidak boleh mengorbankan generasi penerus menjadi
tidak berkualitas demi ambisi pribadi. para perempuan harus menjalankan tanggung
jawabnya hingga selesai merawat anak hingga setidaknya berusia tujuh tahun baru mulai
menapaki karir. Selain budaya masing-masing kawasan, ia menilai adanya kesalahpahaman
penafsiran Al-Quran dan sunah Rasul juga menjadi penyebab adanya pandangan Islam
mengekang perempuan. Sejumlah ayat dan sunah yang bertujuan melindungi dan
memuliakan perempuan ditafsirkan dengan keliru dan justru membelenggu perempuan.
Untuk Indonesia sendiri diberi kesempatan luas, dan kini bagaimana perempuan
memerankan tugas domestik dan nondomestik dengan seimbang.
Perempuan pun dijadikan sebagai penanggung jawab dalam rumah tangga suaminya, sebagai
pemimpin atas anak-anaknya. Nabi SAW kabarkan hal ini dalam sabdanya:
عنهم مسئولة وهي وولده زوجها بيت على راعية المرأة
“Perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak suaminya, dan ia akan
ditanya tentang mereka.” (HR Bukhari dan Muslim).
Diatas telah dijelaskan bahwa al-Qur’ân menempatkan perempuan pada posisi yang
setara dengan pria dalam derajat kemanusiaan. Namun, berdasar pada kesadaran akan adanya
perbedaan-perbedaan keduanya baik yang menyangkut masalah fisik maupun psikis, Islam
kemudian membedakan keduanya dalam berapa persoalan, terutama yang menyangkut fungsi
dan peran masing-masing. Pembedaan ini dapat dikategorikan ke dalam dua hal, yaitu dalam
kehidupan keluarga dan kehidupan publik. Ayat yang sering kali dijadikan dasar untuk
memandang kedudukan masing-masing laki-laki dan perempuan adalah Firman Allâh pada
surat al-Nisâ’ [4]: 34, “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena
Allâh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jabarkan di atas, maka perumusan masalah
makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Apakah Emansipasi wanita sangat berpengaruh dalam sudut pandang islam
b. Bagaimana Emansipasi wanita dalam dunia kerja
c. Mengapa Perlu adanya Emansipasi wanita dalam era globalisasi
1.3 Tujuan Penulisan
a. Memahami lebih jelas permasalahan diskriminasi pekerja wanita
b. Memahami faktor-faktor penyebab terjadinya diskriminasi terhadap wanita dalam
bidang pekerjaan
c. Memahami bagaimana etos kerja wanita di barat dan di Indonesa
1.4 Manfaat Penulisan
Agar para pembaca dapat mengetahui dan memahami arti pentingnya pergerakan
emansipasi wanita pada era globalisasi dan dari sudut pandang islam
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Pada Bab ini dijelaskan tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah,
tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : KERANGKA KONSEP
Pada bab ini, penulis akan memuat berbagai teori yang berkaitan pada latar belakang.
Dan dilandasi dari teori yang berhubungan dengan teori komunikasi Lintas Budaya
BAB III : PEMBAHASAN
Pada bab ini terdiri dari metodologi dan anlisis dari studi kasus temuan kemudian di
analisis dengan menggunakan pendekatan teori komunikasi lintas budaya yang
dikitkan dengan teori
BAB 4 : Penutup dan Kesimpulan
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang menjelaskan ringkasan dari hasil penelitian
yang akan diperoleh.
BAB II
KERANGKA KONSEP
Budaya berkenaan dengan cara hidup manusia. Manusia belajar berpikir, merasa
mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan,
kebiasaan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan ekonomi, politik, dan
teknologi. Itu semua berdasarkan pola-pola budaya. Budaya adalah suatu konsep yang
membangkitkan minat. Secara formal budaya di definisikan sebagai tatanan pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, dan di diwariskan dari generasi ke generasi
melalui usaha individu dan kelompok.
Budaya berkesinambungan dan hadir dimana-mana, budaya juga berkenaan dengan
bentuk fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi hidup kita. Budaya kita, secara pasti
memengaruhi kita sejak dalam kandungan hingga mati pun kita dikuburkan dengan cara-cara
yang sesuai dengan budaya yang dianut. Budaya merupakan suatu hal yang di pelajari,
budaya juga berubah ketika orang-orang berhubungan anatara yang satu dengan yang lainnya.
Budaya dan komunikasi tidk dapat dipisahkan. Budaya tidak hanya menentukan siapa
bicara siapa, tentang apa, dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut
menentukan orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan pada kondisi
tertentu untuk menafsirkan dan memperhatikan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan
perilaku kita sangat tergantung pada budaya kita dibesarkan.
Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi
sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara
mensejarah. Padadasarnya,budaya adalah suatu kode.Terdapat empat dimensi krusial yang
dapat untuk memperbandingkanbudaya-budaya, yaitu: a. Jarak kekuasaan (power distance) b.
Maskulinitas c.penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance). d. Individualisme.
Berkenaan dengan pembahasan komunikasi antar budaya, Griffin (2003) menyadur
teori AnXiety/Uncertainty Management, face-Negotiation dan Speech Codes.
Anxiety/Uncertainty Management Theory (Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian).
Teori yang dipublikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan
budaya padakelompok dan orangasing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan
pada segala situasi dimana terdapat perbedaandiantara keraguan dan ketakutan.Ia
menggunakan istilah komunikasi efektif kepada proses-prosesmeminimalisir
ketidakmengertian. Penulis lain menggunakan istilah accuracy, fidelity,
understandinguntuk hal yang sama. Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan
ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar
kelompok. Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat,
kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif
dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi. Konsep-konsep dasar
1. Anxiety/Uncertainty Management Theory:
a. Konsep diri dan diri. Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang
asing akanmenghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan.
b. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing. Meningkatnya kebutuhan diri
untuk masuk di dalamkelompok ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan
menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan.
c. Reaksi terhadap orang asing. Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk
memproses informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan sebuah
peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat perilaku mereka.
Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi dengan orang asing
menghasilkan sebuah peningkatan mengelola kecemasan kita dan menghasilkan
sebuah peningkatan kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing.
Sebuah peningkatan berempati dengan orang asingakan menghasilkan suatu
peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara akurat.
d. Kategori sosial dari orang asing. Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita
persepsi antara dirikita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan
mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara
akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya
ketika orang orang asingmengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok.Sebuah
peningkatan kesadaran terhadappelanggaran orang asing dari harapan positif kita dan
atau harapan negatif akan menghasilkanpeningkatan kecemasan kita dan akan
menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalammemperkirakan perilaku
mereka.
e. Proses situasional. Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita
sedang berkomunikasidengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan
kecemasan kita dan sebuah peningkatanrasa percaya diri kita terhadap perilaku
mereka. Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang
asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkanpeningkatan
rasa percaya diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain.
2. Face-Negotiation Theory. Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini
membantu menjelaskan perbedaan ± perbedaan budaya dalam merespon konflik.
Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orangdalam setiap budaya akan selalu
negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita
menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work merujuk
pada pesan verbal dannon verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu
(face loss), dan menegakkan mukaterhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan,
dan kecemasan dan ketidak pastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita
tidak berdaya/harus terima .Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari
budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work adalah
berbeda, gayapenangan konflik juga beragam. Terdapat tiga perbedaan penting
diantara budaya individulis dan budaya kolektivis. Perbedaan-perbedaan itu adalah
dalam cara mendefinisikan: diri; tujuan-tujuan; dan kewajiban. konsep Budaya
individualis Budaya kolektivis Diri Sebagai dirinya sendiri Sebagai bagian kelompok
Tujuan Tujuandiperuntukan kepada pencapaian kebutuhan diri. Tujuan diperuntukan
kepada pencapaian kebutuhan kelompok Kewajiban Melayani diri sendiri Melayani
kelompok/orang lain. Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai
berikut
:a. Avoiding (penghindaran) ± saya akan menghindari diskusi perbedaan-perbedaan
saya dengan anggota kelompok.
b. Obliging (keharusan) ± saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota
kelompok
.c. Compromising ± saya akan menggunakan memberi dan menerima sedemikian
sehingga suatu kompromi bisa dibuat.
d. Dominating ± saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendak-ku.e.
Integrating ± saya akan menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk
memecahkanmasalah bersama-sama.
Face-negotiation teory menyatakan bahwa avoiding, obliging, compromising,
dominating, dan integrating bertukar-tukar.
Dari hal tersebut adalah salah satu bagian dari komunikasi antar budaya. Komunikasi
antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki
kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan darisemua
perbedaan ini).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok
orang serta berlangsungdari generasi ke generasi (Tubbs, Moss:1996). Komunikasi antar
budaya memiliki akarnya dalam bahasa (khususnya sosiolinguistik), sosiologi,antropologi
budaya, dan psikologi. Dari keempat disiplin ilmu tersebut, psikologi menjadidisiplin acuan
utama komunikasi lintas budaya, khususnya psikologi lintasbudaya. Pertumbuhan
komunikasi antar budaya dalam dunia bisnis memiliki tempat yang utama, terutama
perusahaan ± perusahaan yang melakukan ekspansi pasar ke luar negaranya notabene negara
± negara yang ditujunya memiliki aneka ragam budaya. Selain itu, makin banyak orang yang
bepergian keluar negeri dengan beragam kepentingan mulai dari melakukan perjalanan
bisnis, liburan,mengikuti pendidikan lanjutan, baik yang sifatnya sementara maupun dengan
tujuan untuk menetap selamanya.
Satelit komunikasi telah membawa dunia menjadi semakin dekat, kita dapat
menyaksikanberagam peristiwa yang terjadi dalam belahan dunia,baik melalui layar
televisi,surat kabar, majalah, danmedia on line. Melalui teknologi komunikasi dan informasi,
jarak geografis bukan halangan lagi kita untuk melihat ragam peristiwa yang terjadi di
belahan dunia.McLuhan (dalam Infante et.al, 1990 : 371) menyatakan bahwa dunia saat ini
telah menjadi Global Village´ yang mana kita mengetahui orang danperistiwa yang terjadi di
negara lain hampir sama seperti layaknya seorang warga negara dalam sebuahdesa kecil yang
menjaditetangga negara ± negara lainnya.
Perubahan sosial adalah hal lain yangberpengaruh dalam komunikasi antar budaya adalah
dengan makin banyaknya perayaan - perayaaan budaya sebuah etnis dalam sebuah negara.
Perbedaan budaya dalam sebuah negara menciptakan keanekaragaman pengalaman, nilai, dan
cara memandang dunia. Keanekaragaman tersebut menciptakan pola ± polakomunikasi yang
sama di antara anggota ± anggota yang memiliki latar belakang sama dan mempengaruhi
komunikasi di antara anggota ± anggota daerah dan etnis yang berbeda . Gudykunst and Kim
(2003:17 )mengkonsepkan fenmena komunikasi antar budaya sebagai sebuah transaksional,
proses simbolik yang mencakup pertalian antar individu dari latar belakang budaya yang
berbeda.
Memahami perbedaan budaya yang mempengaruhi praktik komunikasi, Mengkomunikasi
antar orangyang berbeda budaya Mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan yang muncul dalam
komunikasi Membantu mengatasi masalah komunikasiyang disebabkan oleh perbedaan
budaya Meningkatan ketrampilan verbal dan non verbal dalam komunikasi Menjadikan kita
mampu berkomunikasi secara efektif Ada beberapa alasan mengapa perlunya komunikasi
antar budaya, antara lain: a) membuka diri memperluas pergaulan ;b) meningkatkan
kesadaran diri; c) etika/etis;d) mendorong perdamaiandan meredam konflik ;e) demografis; f)
ekonomi; g) menghadapi teknologi komunikasi; dan h)menghadapi era globalisasi.
3. Speech Codes Theory.Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab
tentangkeberadaan speechcode dalam suatu budaya, bagaimana substansi dan kekuatannya
dalam sebuahbudaya. Ia menyampaikan proposisi-proposisi sebagai berikut:
a. Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code yang khas.
b. Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi budaya.
c. Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang digunakan pembicara dan
pendengar untuk memkreasi dan menginterpretasi komunikasi mereka.
d. Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu sendiri.
e. Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan kondisi memadai untuk
memprediksi,menjelaskan, dan mengontrol formula wacana tentang intelijenitas,
prudens(bijaksana, hati-hati) danmoralitas dari perilaku komunikasi.
Dalam Kajian Teori Komunikasi Lintas Budaya terdapat teori mengenai Komunikasi
dan Gender. Menurut Robin Lakoff (dalam Griffin, 2003) mencoba mengklasifikasikan
keberaturan pembicaraan perempuan, dan membedakan antara woman talk dari man talk. Ia
mengklaim bahwa percakapan perempuan mempunyai karakter sebagai berikut:
Ditandai apologis.
Pernyataan tidak langsung.
Pertanyaan yang minta persetujuan
Mengkualifikasikan.
Perintah yang sopan.
Menggunakan istilah color.
Cenderung menghindari bahasa vulgar.
Sedikit berbicara, banyak mendengarkan.
Sementara itu, penelitian Griffin (2003), yang berdasarkan pada refleksi personal,
menemukan tiga pola perbedaan antara perempuan dan laki-laki sebagai berikut:
a) ada lebih banyak persamaan antara laki-laki dan perempuan dari pada perbedaannya.
b) ada variabilitas yang besar berkenaan gaya komunikasi antara laki dan perempuan.
Feminis vs maskulinitas.
c) sex adalah fakta, gender sebagai gagasan.
Dalam pembahasan mengenai gender dan komunikasi, Griffin menyadur tiga buah
pemikiran sebagai berikut: Genderlect Styles (dari Deborah Tannen); Standpoint Theory (dari
Sandra Harding dan Julia Wood); dan Muted Group Theory (dari Cheris Kramarae).
1. Genderlect Styles (dari Deborah Tannen).
Deborah Tannent mendiskripsikan ketidak mengertian (misunderstanding) antara laki-laki
dan perempuan berkenaan dengan fakta bahwa fokus pembicaraan perempuan adalah
koneksitas, sementara laki-laki pada pelayanan status dan kemandiriannya.
Genderlect Styles membicarakan gaya bercakap-cakap- bukan apa yang dikatakan tetapi
bagaimana menyatakannya. Tanent meyakini bahwa terdapat gap antara laki-laki dan
perempuan, dikarenakan masing-masing berada pada posisi lintas budaya (cross culture),
untuk itu perlu mengantisipasi berkenaan dengan gap itu. Kegagalan mengamati perbedaan
gaya bercakap dapat membawa masalah yang besar.
Perbedaan-perbedaan itu terletak pada:
Kecenderungan feminis versus maskulin, hal ini harus dipandang sebagai dua dialek
yang berbeda: antara superior dan inverior dalam pembicaraan. Komunitas feminis –
untuk membangun relationship; menunjukkan responsif. Komunitas maskulin –
menyelesaikan tugas; menyatakan diri; mendapatkan kekuasaan.
Perempuan berhasrat pada koneksi versus laki-laki berhasrat untuk status. Koneksi
berhubungan erat dengan kedekatan, status berhubungan erat dengan kekuasaan
(power).
Raport talk versus report talk. Perbedaan budaya linguistik berperan dalam
menstruktur kontak verbal antara laki-laki dan perempuan. Raport talk adalah istilah
yang digunakan untuk menilai obrolan perempuan yang cenderung terkesan simpatik.
Report talk adalah istilah yang digunakan menilai obrolan laki-laki yang cenderung
apa adanya, pokoknya sampai. Berkenaan dengan kedua nilai ini, Tanent menemukan
temuan-temuan yang terkategorikan sebagai berikut:
a. Publik speaking versus private speaking, dalam kategori ini diketemukan bahwa
perempuan lebih banyak bicara pada pembicaraan pribadi. Sedangkan laki-laki lebih banyak
terlibat pembicaraan publik, laki-laki menggunakan pembicaraan sebagai pernyataan fungsi
perintah; menyampaikan informasi; meminta persetujuan.
b. Telling story, cerita-cerita menggambarkan harapan-harapan, kebutuhan-kebutuhan, dan
nilai-nilai si pencerita. Pada kategori ini laki-laki lebih banyak bercerita dibanding
perempuan-khususnya tentang guyonan. Cerita guyonan merupakan suatu cara maskulin
menegoisasikan status.
c. Listening, perempuan cenderung menjaga pandangan, sering manggut, berguman sebagai
penanda ia mendengarkan dan menyatakan kebersamaannya. Laki-laki dalam hal
mendengarkan berusaha mengaburkan kesan itu- sebagai upaya menjaga statusnya.
d. Asking questions, ketika ingin bicara untuk menyela pembicara, perempuan terlebih
dahulu mengungkapkan persetujuan. Tanent menyebutnya sebagai kooperatif-sebuah tanda
raport simpatik daripada kompetitif. Pada laki-laki, interupsi dipandang oleh Tanent sebagai
power-kekuasaan untuk mengendalikan pembicaraan. Dengan kata lain, pertanyaan dipakai
oleh perempuan untuk memantapkan hubungan, juga untuk memperhalus ketidaksetujuan
dengan pembicara, sedangkan laki-laki memakai kesempatan bertanya sebagai upaya untuk
menjadikan pembicara jadi lemah.
e. Conflict, perempuan memandang konflik sebagai ancaman dan perlu dihindari. Laki-laki
biasanya memulai konflik namun kurang suka memeliharanya.
2. Standpoint Theory (dari Sandra Harding dan Julia Wood).
Sandra harding dan Julia Wood sepakat bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai
perspektif terpisah, dan mereka tidak memandangnya sebagai sesuatu yang setara. Lokasi-
lokasi yang berbeda dalam hirarkhi sosial mempengaruhi apa yang dilihat. Mereka
beranggapan bahwa perempuan dan minoritas yang lainnya mempersepsi dunia secara
berbeda daripada kelompok yang berkuasa.
Standpoint merupakan tempat dari mana melihat pemandangan dunia, apapun sudut
pandangnya. Sinonim dari istilah ini adalah perspektif; view point, out look; dsb.
Dasar filosopi teori ini adalah perjuangan klas- seperti filsafati kaum proletar karya Karl
Marx dan Friederich Engels. Sandra harding dan Julia Wood menganjurkan harus ada
perjuangan terhadap diskriminasi gender. Mereka tidak mencirikan perbedaan gender pada
insting atau biologis atau intuisi, tetapi perbedaan itu sebagai hasil harapan-harapan budaya
dan perlakuan kelompok dalam hal menerima kelompok yang lain. Budaya tidak dialami
secara identik, budaya adalah aturan hirarkhi sehingga kelompok yang punya posisi
cenderung menawarkan kekuasaan, kesempatan pada anggota-anggotanya. Dalam hal ini
teori ini menyatakan bahwa perempuan terposisikan pada hirarkhi yang rendah dibanding
posisi laki-laki.
Gender adalah sistem makna, sudut pandang melalui posisi dimana kebanyakan laki-laki
dan perempuan dipisahkan secara lingkungan, material, simbolis.
3. Muted Group Theory (dari Cheris Kramarae).
Berdasarkan analisis feminis, Cheris Kramarae memandang pembicaraan laki-laki dan
perempuan sebagai pertukaran yang tidak setara antara mereka yang mempunyai kekuasaan
di masyarakat dan yang tidak. Ia meyakini bahwa kurang bisanya mengartikulasikan
diri/memperjuangkan diri dibanding laki-laki di sector public- sebab kata dalam bahasa dan
norma-norma yang mereka gunakan itu telah dikendalikan laki-laki. Sepanjang pembicaraan
perempuan sebagai tentatif dan sepele, posisi dominan laki-laki aman. Kramarae yakin bahwa
kebisuan perempuan itu cenderung menipis, kontrol mereka dalam kehidupan kita akan
meningkat.
Cheris Kramarae (dalam Sendjaja:1994) mengemukakan asumsi-asumsi dasar dari
teori ini sebagai berikut:
Perempuan menanggapi dunia secara berbeda dari laki-laki karena pengalaman dan
aktivitasnya berbeda yang berakar pada pembagian kerja.
Karena dominasi politiknya, sistem persepsi laki-laki menjadi lebih dominan,
menghambat ekspresi bebas bagi pemikiran alternatif perempuan.
Untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, perempuan harus mengubah perspektif
mereka ke dalam sistem ekspresi yang dapat diterima laki-laki.
Kramarae mengemukakan sejumlah hipotesis mengenai komunikasi perempuan
berdasarkan beberapa temuan penelitian.
a) Perempuan lebih banyak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri dibanding laki-
laki.
b) Perempuan lebih mudah memahami makna laki-laki daripada laki-laki memahami makna
perempuan.
c) Perempuan telah menciptakan cara-cara ekspresinya sendiri di luar sistem laki-laki yang
dominan.
d) Perempuan cenderung untuk mengekspresikan lebih banyak ketidakpuasan tentang
komunikasi dibanding laki-laki.
e) Perempuan seringkali berusaha untuk mengubah aturan-aturan komunikasi yang dominan
dalam rangka menghindari atau menentang aturan-aturan konvensional.
f) Secara tradisional perempuan kurang menghasilkan kata-kata baru yang populer dalam
masyarakat luas; konsekuensinya, mereka merasa tidak dianggap memiliki kontribusi
terhadap bahasa.
g) Perempuan memiliki konsepsi humoris yang berbeda dari pada laki-laki.
BAB III
PEMBAHASAN ANALISIS KASUS DENGAN TEORI
Terkait pada teori-teori yang menjelaskan tentang komunikasi lintas budaya, dan
membahas wanita maka dari itu penulis akan menganalisa dari bebera teori tersebut melalui
kasus pada latar belakang permasalahan. Dari teori dan pokok permasalahan diatas mengenai
emansipasi wanita di dunia kerja dapat kita analisa dari beberapa sudut pandang petama yaitu
dari pandangan islam dan faktor budaya. Konteks kajian penelitian ini adalah dari unsur
kebudayaa, dan keagamaan.
Gender sebagai fenomena soial-budaya berarti sebab akibat atau implikasi sosial
(kemasyarakatan) yang muncul dalam masyarakat karena pembedaan yang didasarkan pada
perbedaan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Akibat – akibat sosial ini bisa berupa
pembagian kerja, sistem penggajian, proses sosialisasi dan sebagainya. Gender sebagai
fenomena budaya berarti akibat-akibat atau implikasi dalam budaya (yaitu pada pola dan isi
pemikiran) yang muncul dalam masyarakat karena adanya klasifikasi dua hal yang
didasarkan pada perbedaan antara laki dan perempuan.
Melalui teori dari Berdasarkan analisis feminis, Cheris Kramarae memandang bahwa
ada beberapa hal perbedaan antara pria dan wanita, dimana menurutnya bahwa pria dapat
dikatakan menjadi hal yang dominan dibandingkan wanita. Antara lain adalah kekuasaan,
dimana pria lebih bisa unggul di sector public. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
padangan yang lemah terhadap wanita itu yang memicu terjadinya pergerakan emansipasi
kaum wanita. Dimana wanita ingin mensetarakan wanita dengan pria tetapi tetap pada derajat
yang berbeda, hal tersebut merupakan suatu gerakan penolakan dari diskriminasi gender. Bila
pada kasus di Indonesia adalah R.A Kartini yang merupakan sosok dari pergerakan
emansipasi wanita. Kramarae yakin bahwa kebisuan perempuan itu cenderung menipis,
kontrol mereka dalam kehidupan kita akan meningkat.
Asumsi lain di kiatakan oleh Cheris Kramarae bahwa Perempuan menanggapi dunia
secara berbeda dari laki-laki karena pengalaman dan aktivitasnya berbeda yang berakar pada
pembagian kerja. Karena dominasi politiknya, sistem persepsi laki-laki menjadi lebih
dominan, menghambat ekspresi bebas bagi pemikiran alternatif perempuan. Serta Untuk
dapat berpartisipasi dalam masyarakat, perempuan harus mengubah perspektif mereka ke
dalam sistem ekspresi yang dapat diterima laki-laki. Maka dari itu Kramarae mengemukakan
sejumlah hipotesis mengenai komunikasi perempuan berdasarkan beberapa temuan
penelitian.
Perempuan lebih banyak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri dibanding laki-
laki, Perempuan lebih mudah memahami makna laki-laki daripada laki-laki memahami
makna perempuan, Perempuan telah menciptakan cara-cara ekspresinya sendiri di luar sistem
laki-laki yang dominan, Perempuan cenderung untuk mengekspresikan lebih banyak
ketidakpuasan tentang komunikasi dibanding laki-laki.
Akibat dari faktor budaya yang menekankan perbedaan, menimbulkan ketidakpastian
yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi. Akhirnya wanita
membatasi dirinya dalam pilihan karier, akhirnya wanita tidak memiliki perencanaan karier
dan meningkatkan karier. Hal ini mencerminkan bahwa wanita kurang memiliki rasa percaya
diri untuk berkembang. Bahkan beberapa merasa tidak perlu untuk meningkatkan karier
ketika sudah menikah.
Di dalam pandangan islam wanita menempati kedudukan yang mulia, yaitu sebagai
ibu dan pengatur rumah tangga. Tetapi bukan berarti wanita tidak boleh bekerja. Wanita
dalam Islam diperbolehkan untuk bekerja dan memiliki aktivitas di luar rumah, tetapi tentu
pekerjaan yang diemban wanita tidak boleh bertentangan dengan kodratnya sebagai wanita
yang memiliki susunan kejiwaan yang berbeda dengan laki-laki. Islam tidak mengenal
emansipasi wanita karena Islam tidak mengenal persamaan derajat antara pria dan wanita.
Kedua jender ini sama sekali berbeda dan sudah memiliki kodratnya masing-masing.
Persamaan yang dipahami dalam Islam antara laki-laki dan perempuan adalah persamaan
dalam menyangkut soal pahala.
Islam memberikan kesempatan pada wanita di berbagai bidang. Wanita sudah
diperbolehkan untuk mendapatkan pendidikan setara dengan kaum pria, wanita
diperbolehkan untuk bekerja secara profesional, dan wanita diperbolehkan untuk beraktivitas
di tengah masyarakat. Jadi, ketika pendukung kaum feminis menyebutkan bahwa agama
Islam melakukan diskriminasi terhadap kaum wanita dan berusaha untuk menggandeng
wanita Islam menuju pada kesetaraan jender yang mereka anggap tidak diskriminatif.
Definisi emansipasi wanita secara harfiah adalah kesetaraan hak dan gender.
Emansipasi wanita juga bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk menuntut persamaan hak-
hak kaum wanita terhadap hak-hak kaum pria di segala bidang kehidupan. Emansipasi wanita
bertujuan memberi wanita kesempatan bekerja, belajar, dan berkarya seperti halnya para pria,
seimbang dengan kemampuannya. Misalnya hak wanita untuk memperoleh pendidikan yang
layak, kedudukan pekerjaan yang tidak lindasi oleh diskriminasi
Di zaman era globalisasi ini dengan adanya emansipasi wanita tentu sangat
berpengaruh positif bagi kaum wanita, dimana kaum wanita disetarakan dengan kaum pria
dalam bidang sosialnya. Tanpa harus merubah kodratnya, sehingga seorang wanita tidak
hanya dibelenggu di dalam rumahnya dan menjadi penghuni dapur saja, namun seorang
wanita dapat mengecam pendidikan yang tinggi dan mendapatkan hak-hak nya sebagai
seorang wanita, meraih cita-cita yang tinggi yang mungkin bisa bersetara dengan jabatan
tertinggi seorang pria bahkan bisa melebihi jabatan tertinggi seorang pria sekalipun.
Hak wanita saat pada zaman sekarang sangat di junjung tinggi, di mana para penganut
aliran feminisme dengan sekuat tenaga mendobrak batas-batas wanita, membuka akses bagi
wanita untuk berkembang disegala bidang, termasuk di dunia kerja. Masuknya wanita dalam
dunia kerja tidak sepenuhnya didukung oleh emansipasi yang menempel pada “gelarnya”
sebagai wanita. Artinya, wanita tetap berada didalam tingkatan hierarki di bawah laki-laki.
Seringkali karier wanita terganggu, sulit untuk berkembang, bahkan terkesan berhenti karena
beberapa faktor. Keluarga menjadi variabel yang seringkali disebut sebagai penentu
perkembangan karir wanita. Sudah sejak zaman prasejarah hakekat wanita adalah bekerja di
rumah megerjakan tugas-tugas rumah tangga dan mengurus keluarga. Masuknya wanita ke
dalam dunia kerja tidak mengubah peranan mereka di rumah. Hal itu berarti wanita memiliki
peran ganda sebagai ibu,istri dan wanita karier.
BAB IV
PENUTUP DAN KESIMPULAN
Dari uraian mengenai latar belakang permasalahan akan suatu isu mengenai
perbedaan gender, diskriminasi, sampai adanya pergerakan emansipasi ini, penulis akan
menyimpulkan hal tersebut yang ditelah dikaitkan dengan teori Komunikasi Lintas Budaya.
Penulis telah mengulas perumusan masalah yang ingin membahas Apakah
Emansipasi wanita sangat berpengaruh dalam sudut pandang islam, Bagaimana Emansipasi
wanita dalam dunia kerja dan Mengapa Perlu adanya Emansipasi wanita dalam era
globalisasi. Hal tersebut telah penulis singgung pada bab terdahulu. Dimana Islam begitu
mempengaruhi Emansipasi Wanita melalui sudut pandangnya yang berpedoman pada kitab
Al-qur’an dan riwayat berbagai hadist, dalam kajian ini Islam tidak melarang adanya
pergerakan emansipasi, tetapi meluruskan ajarannya bahwa hakikat wanita boleh menerjuni
dunia kerja tanpa meninggalkan urusan untuk mengurus rumah tangganya, suami dan istri.
Apabila terjadi suatu larangan, hal tersebut bukan lagi melalui sudut pandang Islam
melainkan secara garis besar tersebut adalah dari unsur dan nilai kebudayaan yang dianut
oleh beberapa negara. Hal lain yang membebaskan pergerakan wanita dalam negara bagian
barat.
Emansipasi wanita dalam dunia kerja begitu membawa pengaruh yang besar yang
berdampak pada penilaiaan positif, karena dalam dunia kerja juga beberapa dibutuhkan sekali
peran wanita akan suatu bidang. Bahkan bisa mengalahkan kemampuan bekerja yang dimiliki
oleh pria. Dalam pembahasan mengenai perlu adanya emansipasi dalam era globalisasi ini
adalah merupakan suatu hal yang penting, karena dalam ajaran agamapun tidak dilarang,
diskriminasi akan gender telah memudar sehingga semakin lama kesetaraan antara pria dan
wanita mulai terlihat. Di era globalisasi ini peran wanita juga begitu banyak terlihat dan
dibutuhkan dalam berbagai bidang, karena sesungguhnya wanita dapat menjalankan peran
ganda sekaligus, hal ini lebih baik dibandingkan kaum pria bila dilihat dari karakteristik
keduanya.
PERGERAKAN EMANSIPASI WANITA DALAM ERA
GLOBALISASI DUNIA PEKERJAAN DAN SUDUT PANDANG
MELALUI AGAMA ISLAM
TUGAS TAKE HOME UJIAN AKHIR SEMESTER MANAJEMEN LINTAS
BUDAYA
Di Susun Oleh :
Mallahayati Maymunah (0802513057)
Cynthia Putri Amelia (0802513043)
Nabila Fitrianti Saanjaya (0802513037)
Khalisha (0802513051)
Program Studi Ilmu Komunikasi
Peminatan Public Relations
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
2013
DAFTAR PUSTAKA DAN REFRENSI
http://jimbastrafib.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jimbastrafib/article/view/887
http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mediator/article/view/1189
https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=LUW_BhWPFpYC&oi=fnd&pg=PA1&dq=propaganda+feminisme+dan+per
ubahan+sosial&ots=GHuNLWuKmk&sig=Orc3XEKiZanasrR9sOtoIC2TBrI&redir_esc=y#v
=onepage&q&f=false
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JISH/article/view/1408
Sihabudin, Ahmad. 2011. Komunikasi Antar Budaya satu Perspektif Multidimensi. Jakarta:
Bumi aksara
Ruben, Brent. Stewart, Lea. 2006. Communication and Human Behavior. America
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Morrisan. 2013. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana Pernada Media
Group
Griffin, Em. 2006. A First Look At Communication Theory six edition. Singapure