24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi kini persaingan di dunia kerja semakin ketat. Persaingan yang semakin ketat ini tidak hanya berdasarkan pendidikan maupun usia. Namun kini persaingan ketat antar gender pun sudah tak dapat dihindari. Baik pria maupun wanita terus bersaing secara ketat untuk mendapatkan pekerjaan. Bagi sebagian masyarakat wanita ikut bersaing di dunia kerja adalah hal yang lazim dan tidak aneh sama sekali. Namun sebagian masyarakat lainnya berpendapat hal ini merupakan sesuatu yang tidak lazim. Beberapa pihak berpikir wanita tidak sepantasnya ikut bersaing di dunia kerja yang cukup keras ini. Wanita dianggap tidak setangguh pria untuk turut bersaing di dunia kerja. Hal inilah yang menimbulkan diskriminasi wanita di dalam dunia pekerjaan. Seperti para pekerja pria, pekerja wanita pun sepantasnya punya kesempatan yang sama di dunia kerja. Namun perlu dicatat bahwa wanita memiliki kebutuhan yang berbeda dengan pria sehingga wanita memperoleh hak-hak khusus yang tidak di dapat oleh kaum adam tersebut. Meskipun sebenarnya banyak perundang-undangan yang mengatur hak-hak pekerja wanita, tampaknya banyak perusahaan yang “sengaja” tidak mensosialisasikannya bahkan mengabaikan perundang- undangan tersebut  begitu saja. Dewasa ini, diskriminasi terhadap perempuan itu masih sangat tampak dalam dunia kerja. Banyak sekali wanita yang tidak mendapatkan hak dalam bekerja. Contohnya bisa kita lihat dalam struktur perusahaan, jarang sekali kita melihat wanita yang mendapatkan tempat sebagai pemimpin, selain itu dalam penerimaan pekerja wanita perusahaan- perusahaan banyak meletakkan syarat-syarat tertentu, seperti berpenampilan menarik,  belum menikah, harus tinggal di asrama dan lain sebagainya. Gaji mereka pun kadang-kadang berbeda dengan pekerja laki- laki. Diskriminasi terhadap para pekerja wanita itu terjadi disebabkan oleh beberapa factor seperti kesehatan, fisik, biologis, sosio kultural dan lain-lain. Dengan adanya diskriminasi terhadap wanita ini maka dibutuhkan sekali emansipasi wanita. Emansipasi ialah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sejumlah usaha untuk mendapatkan hak politik maupun persamaan derajat, sering bagi kelompok yang tak diberi hak secara spesifik, atau secara lebih umum dalam pembahasan masalah seperti itu. Menurut

PERGERAKAN EMANSIPASI WANITA DALAM ERA GLOBALISASI DUNIA PEKERJAAN DAN SUDUT PANDANG MELALUI AGAMA ISLAM

  • Upload
    uai-id

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi kini persaingan di dunia kerja semakin ketat. Persaingan yang

semakin ketat ini tidak hanya berdasarkan pendidikan maupun usia. Namun kini persaingan

ketat antar gender pun sudah tak dapat dihindari. Baik pria maupun wanita terus bersaing

secara ketat untuk mendapatkan pekerjaan. Bagi sebagian masyarakat wanita ikut bersaing di

dunia kerja adalah hal yang lazim dan tidak aneh sama sekali. Namun sebagian masyarakat

lainnya berpendapat hal ini merupakan sesuatu yang tidak lazim. Beberapa pihak berpikir

wanita tidak sepantasnya ikut bersaing di dunia kerja yang cukup keras ini. Wanita dianggap

tidak setangguh pria untuk turut bersaing di dunia kerja. Hal inilah yang menimbulkan

diskriminasi wanita di dalam dunia pekerjaan.

Seperti para pekerja pria, pekerja wanita pun sepantasnya punya kesempatan yang

sama di dunia kerja. Namun perlu dicatat bahwa wanita memiliki kebutuhan yang berbeda dengan pria

sehingga wanita memperoleh hak-hak khusus yang tidak di dapat oleh kaum adam tersebut. Meskipun

sebenarnya banyak perundang-undangan yang mengatur hak-hak pekerja wanita, tampaknya

banyak perusahaan yang “sengaja” tidak mensosialisasikannya bahkan mengabaikan perundang-

undangan tersebut  begitu saja.

Dewasa ini, diskriminasi terhadap perempuan itu masih sangat tampak dalam dunia

kerja. Banyak sekali wanita yang tidak mendapatkan hak dalam bekerja. Contohnya bisa kita lihat dalam

struktur perusahaan, jarang sekali kita melihat wanita yang mendapatkan tempat sebagai

pemimpin, selain itu dalam penerimaan pekerja wanita perusahaan- perusahaan banyak meletakkan

syarat-syarat tertentu, seperti berpenampilan menarik,  belum menikah, harus tinggal di

asrama dan lain sebagainya. Gaji mereka pun kadang-kadang berbeda dengan pekerja laki-

laki. Diskriminasi terhadap para pekerja wanita itu terjadi disebabkan oleh beberapa factor

seperti kesehatan, fisik, biologis, sosio kultural dan lain-lain.

Dengan adanya diskriminasi terhadap wanita ini maka dibutuhkan sekali emansipasi

wanita. Emansipasi ialah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sejumlah usaha untuk

mendapatkan hak politik maupun persamaan derajat, sering bagi kelompok yang tak diberi

hak secara spesifik, atau secara lebih umum dalam pembahasan masalah seperti itu. Menurut

kamus besar bahasa Indonesia emansipasi ialah pembebasan dari perbudakan, persamaan hak

di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Emansipasi wanita ialah proses pelepasan diri para

wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang

membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju.

Dibutuhkan waktu berabad-abad bagi para wanita di seluruh dunia mendapatkan hak-

nya untuk dapat hidup sejajar dan bersanding dengan kaum pria. Beberapa usaha telah

dilakukan oleh para pejuang wanita. Di Indonesia, emansipasi wanita sudah lama sekali

diperjuangkan. Pelopor emansipasi wanita di Indonesia adalah R.A Kartini. Ia adalah seorang

wanita priyayi Jawa yang berpikiran maju di masanya yang kemudian diangkat menjadi

penggerak emansipasi wanita di Indonesia. Sejarah pergerakan perempuan Indonesia

merupakan suatu gerakan yang mempunyai proses panjang dan tidak muncul secara tiba-tiba,

melainkan terbentuk karena adanya peristiwa-peristiwa masa lalu dalam masyarakat seperti

ada perasaan cemas dan keinginan individu yang menginginkan perubahan yang kemudian

menyatakan dalam suatu tindakan bersama. Di Indonesia proses itu sudah terlihat sejak abad

ke-19 dalam bentuk perlawanan. Perlawanan ini terjadi di berbagai wilayah yang dipimpin

oleh para raja atau tokoh-tokoh adat, misalnya di Banten, Yogyakarta, Rembang, Maluku,

Palembang, Aceh dan wilayah-wilayah lain di Indonesia.

Gerakan yang terjadi merupakan suatu tindakan protes kepada keadaan, khususnya

protes kepada semakin berkuasanya bangsa asing (Belanda), yang bermakna bahwa

kebudayaan Barat semakin berkembang terutama dalam bidang ekonomi dan politik.

Perlawanan yang dilakukan oleh elit tradisional (raja dan tokoh masyarakat) terhadap

kekuasaan Belanda selalu berakhir dengan tersingkirnya mereka, hal ini disebabkan tidak

seimbangnya dalam kemajuan teknologi persenjataan dan teknologi komunikasi. Sementara

elit tradisional yang masih dapat bertahan ialah mereka yang bersedia tunduk kepada pihak

berkuasa masa itu dan menjalankan peraturan-peraturan yang telah ada. Arti emansipasi dan

apa yang dimaksudkan oleh Kartini adalah agar wanita mendapatkan hak  untuk mendapatkan

pendidikan, seluas-luasnya, setinggi-tingginya. Agar wanita juga di akui kecerdasannya dan

diberi kesempatan yang sama untuk mengaplikasikan keilmuan yang dimilikinya dan agar

wanita tidak merendahkan dan di rendahkan derajatnya di mata pria.

Perempuan kini tengah menjadi sorotan. Di era emansipasi ini masyarakat mulai

mengakui keberadaan perempuan yang makin maju dan mulai menunjukkan diri mereka.

Keadaannya tentu berbeda ketika masyarakat belum mengenal emansipasi. Perempuan tidak

bisa bebas untuk berekspresi dan bersosialisasi dengan leluasa. Perempuan masa kini sudah

berani mengekspresikan diri dan mandiri tanpa terkekang oleh adat dan mitos dalam

masyarakat. Mereka mulai meniti karir untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan diri

demi masa depan.

Seiring dengan perkembangan zaman, melalui gerakan emansipasi ini, perempuan

Indonesia akhirnya dapat mensejajarkan diri dengan kaum pria dalam berbagai bidang

kehidupan, baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial. Perempuan sudah dapat men-

duduki posisi-posisi penting di bidang birokrasi. Perempuan juga sudah dapat berkiprah di

bidang politik. Selain itu, perempuan juga sudah banyak yang sukses di bidang sosial dan

ekonomi. Di era globalisasi ini, perempuan tidak hanya bekerja di lingkungan rumah ataupun

melayani suami walaupun hal tersebut adalah salah satu kewajiban perempuan mengikuti

kodratnya. Akan tetapi, perempuan juga dapat berperan untuk bangsa di ranah politik,

ekonomi dan sosial.

Pergerakan emansipasi wanita tidak hanya terjadi di negara Indonesia, Pergerakan

emansipasi wanita sudah terjadi di berbagai belahan bumi, hampir setiap negara para kaum

perempuan sudah disejajarkan hak dan kewenangannya dalam mengkiprahkan karir mereka

di berbagai bidang. Bahkan didunia barat kedudukan kaum pria lama-kelamaan telah sama

rata dengan kaum perempuan. Bahkan di negara bagian barat, etos kerja wanita menjadi lebih

tinggi dibandingkan dengan kaum wanita di bagian negara timur. Salah satu negara yang

dimana terdapat pergerakan emansipasi wanita adalah negara jerman dan negara indonesia.

Bila mana di Indonesia seperti yang dikatakan sebelumnya, sedangkan di negara Jerman

gerakan emansipasi wanita sudah mulai terdengar jauh sebelum Perang Dunia I, dan puncak

gerakan emansipasi tersebut adalah revolusi yang terjadi pada tahun 1960an. Gerakan

emansipasi wanita ini sebahagian besar terjadi di daerah perkotaan, karena di daerah inilah

banyak timbul masalah-masalah yang disebabkan oleh kemajuan jaman, yang menyebabkan

banyak kaum wanita memutuskan untuk bekerja di luar rumah. Sehubungan dengan

keputusan tersebut, masalah-masalahpun timbul, diantaranya ketidak-adilan dan diskriminasi

gender yang dilakukan oleh kaum pria terhadap wanita, terlebih kepada tenaga kerja wanita

yang bekerja di pabrik dan perusahaan. Sejak saat itulah muncul gerakan wanita yang

menuntut emansipasi.

Munculnya emansipasi wanita dalam dunia kerja akan memunculkan juga etos kerja

para wanita dalam dunia pekerjaan, yang dimana etos kerja wanita di jerman sebagai berikut:

1.Bertindak rasional

2.Berdisiplin tinggi

3.Bekerja keras

4.Berorientasi sukses material

5.Tidak mengumbar kesenangan

6.Hemat dan bersahaja

7.Menabung dan berinvestasi

Emansipasi wanita di negara tersebut sudah terlihat bahwa sumber daya manusia dari

kaum wanita begitu dikedepankan dengan meninggikan nilai-nilai tertentu. Sehingga begitu

bebas wanita disana dalam merintis karir.

Setelah melihat etos kerja wanita Jerman, pertanyaanya kemudian adalah seperti apa

etoskerja bangsa Indonesia ini? Apakah etoskerja kita menjadi penyebab dari rapuh dan

rendahnya kinerja sistemsosial,ekonomi dan kultural, yang lantas berimplikasi pada kualitas

kehidupan? Wanita Indonesia mempunyai etos kerja sebagai berikut :

Jansen Sinamo menyajikan 8 Etos Kerja Professional putra-putri Indonesia denganciri-ciri

sebagai berikut:

1. Kerja adalah Rahmat

2. Kerja adalah Amanah

3. Kerja adalah Panggilan

4. Kerja adalah Aktualisasi

5. Kerja adalah Ibadah

6. Kerja adalah Seni

7. Kerja adalah Kehormatan

8. Kerja adalah Pelayanan

Dapat dilihat bagaimana perbedaan etos kerja yang ada di barat dan di Indonesia, etos

kerja ini dapat mencerminkan bagaimana kualitas suatu negara tersebut dan dapat dilihat

bagaimana emansipasi wanita yang berkembang berbeda maknanya di barat dan di Indonesia.

Namun tidak selalu pergerakan emaansipasi wanita menjadi suatu pemikiran yang

positif, apabila dilihat melalui penilaiaan dari sudut pandang rasional, memang dapat

dikatakan emansipasi pergerakan wanita ini begitu baik, karena perempuan tidak lagi

dikebelakangkan oleh para kaum pria. Tetapi ada beberapa sudut pandang lainnya mengenai

kebijakan dari pergerakan tersebut, seperti dalam sudut pandang agama, yang tentunya akan

berbeda dengan sudut pandang rasional. Yang rasional adalah perempuan berhak untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka tanpa perlu mengandalkan pria, perempuan bisa

berpendidikan lebih tinggi dan lebih dapat menyibukan diri dari pada pekerjaan kaum pria.

Hal-hal tersebut dapat menuai berbagai tanggapan yang pro dan kontra.

Tidak sedikit orang-orang yang beranggapan bahwa agama membatasi wanita dalam

suatu hal kemajuan dari beragai macam unsur termasuk juga dalam unsur budaya, tidak

sedikit juga orang-orang beraggapan bahwa agama membedakan keseteraan antara pria dan

wanita. Namun sudut pandang Islam Berbeda dengan beberapa negara di Timur Tengah,

Islam di Indonesia merupakan Islam moderat yang ramah, toleran, bertujuan menerapkan

misi rahmatan lil alamin dan menggarisbawahi pentingnya keseimbangan. Organisasi Islam

terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama menilai Islam menetapkan perempuan dan laki-laki

sesuai dengan proporsi dan tanggung jawab yang harus dipikul. Emansipasi perempuan kalau

menurut Islam menempatkan martabat perempuan dengan tepat. Islam menetapkan

perempuan dan laki-laki sesuai dengan proporsi yang mesti diemban berdasarkan alamiah

dan inisiasi kemanusiaan. Islam tidak membedakan manusia dari segi gender dan menetapkan

tanggung jawab yang sejajar sesuai dengan fungsinya.

Banyak yang menyangkal bahwa seharusnya kaum wanita harus mengurus keluarga

dan mengesampingkan persoalan lain misalkan ekonomi, karena hal itu adalah tanggung

jawab pria. Wanita memang memiliki tanggung jawab memelihara keluarga dan menjaga

anak ini tugas yang penting karena mempersiapkan masa depan yang unggul. tanggung jawab

domestik bagi perempuan bukan berarti membatasi peran perempuan di ranah nondomestik.

Islam, tidak menghalangi perempuan menduduki posisi penting hingga menjadi pemimpin.

Yang harus ditekankan, perempuan tidak boleh mengorbankan generasi penerus menjadi

tidak berkualitas demi ambisi pribadi. para perempuan harus menjalankan tanggung

jawabnya hingga selesai merawat anak hingga setidaknya berusia tujuh tahun baru mulai

menapaki karir. Selain budaya masing-masing kawasan, ia menilai adanya kesalahpahaman

penafsiran Al-Quran dan sunah Rasul juga menjadi penyebab adanya pandangan Islam

mengekang perempuan. Sejumlah ayat dan sunah yang bertujuan melindungi dan

memuliakan perempuan ditafsirkan dengan keliru dan justru membelenggu perempuan.

Untuk Indonesia sendiri diberi kesempatan luas, dan kini bagaimana perempuan

memerankan tugas domestik dan nondomestik dengan seimbang.

Perempuan pun dijadikan sebagai penanggung jawab dalam rumah tangga suaminya, sebagai

pemimpin atas anak-anaknya. Nabi SAW kabarkan hal ini dalam sabdanya:

عنهم مسئولة وهي وولده زوجها بيت على راعية المرأة

“Perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak suaminya, dan ia akan

ditanya tentang mereka.” (HR Bukhari dan Muslim).

Diatas telah dijelaskan bahwa al-Qur’ân menempatkan perempuan pada posisi yang

setara dengan pria dalam derajat kemanusiaan. Namun, berdasar pada kesadaran akan adanya

perbedaan-perbedaan keduanya baik yang menyangkut masalah fisik maupun psikis, Islam

kemudian membedakan keduanya dalam berapa persoalan, terutama yang menyangkut fungsi

dan peran masing-masing. Pembedaan ini dapat dikategorikan ke dalam dua hal, yaitu dalam

kehidupan keluarga dan kehidupan publik. Ayat yang sering kali dijadikan dasar untuk

memandang kedudukan masing-masing laki-laki dan perempuan adalah Firman Allâh pada

surat al-Nisâ’ [4]: 34, “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena

Allâh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan

karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jabarkan di atas, maka perumusan masalah

makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Apakah Emansipasi wanita sangat berpengaruh dalam sudut pandang islam

b. Bagaimana Emansipasi wanita dalam dunia kerja

c. Mengapa Perlu adanya Emansipasi wanita dalam era globalisasi

1.3 Tujuan Penulisan

a. Memahami lebih jelas permasalahan diskriminasi pekerja wanita

b. Memahami faktor-faktor penyebab terjadinya diskriminasi terhadap wanita dalam

bidang pekerjaan

c. Memahami bagaimana etos kerja wanita di barat dan di Indonesa

1.4 Manfaat Penulisan

Agar para pembaca dapat mengetahui dan memahami arti pentingnya pergerakan

emansipasi wanita pada era globalisasi dan dari sudut pandang islam

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Pada Bab ini dijelaskan tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah,

tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : KERANGKA KONSEP

Pada bab ini, penulis akan memuat berbagai teori yang berkaitan pada latar belakang.

Dan dilandasi dari teori yang berhubungan dengan teori komunikasi Lintas Budaya

BAB III : PEMBAHASAN

Pada bab ini terdiri dari metodologi dan anlisis dari studi kasus temuan kemudian di

analisis dengan menggunakan pendekatan teori komunikasi lintas budaya yang

dikitkan dengan teori

BAB 4 : Penutup dan Kesimpulan

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang menjelaskan ringkasan dari hasil penelitian

yang akan diperoleh.

BAB II

KERANGKA KONSEP

Budaya berkenaan dengan cara hidup manusia. Manusia belajar berpikir, merasa

mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan,

kebiasaan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan ekonomi, politik, dan

teknologi. Itu semua berdasarkan pola-pola budaya. Budaya adalah suatu konsep yang

membangkitkan minat. Secara formal budaya di definisikan sebagai tatanan pengetahuan,

pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, dan di diwariskan dari generasi ke generasi

melalui usaha individu dan kelompok.

Budaya berkesinambungan dan hadir dimana-mana, budaya juga berkenaan dengan

bentuk fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi hidup kita. Budaya kita, secara pasti

memengaruhi kita sejak dalam kandungan hingga mati pun kita dikuburkan dengan cara-cara

yang sesuai dengan budaya yang dianut. Budaya merupakan suatu hal yang di pelajari,

budaya juga berubah ketika orang-orang berhubungan anatara yang satu dengan yang lainnya.

Budaya dan komunikasi tidk dapat dipisahkan. Budaya tidak hanya menentukan siapa

bicara siapa, tentang apa, dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut

menentukan orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan pada kondisi

tertentu untuk menafsirkan dan memperhatikan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan

perilaku kita sangat tergantung pada budaya kita dibesarkan.

Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi

sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara

mensejarah. Padadasarnya,budaya adalah suatu kode.Terdapat empat dimensi krusial yang

dapat untuk memperbandingkanbudaya-budaya, yaitu: a. Jarak kekuasaan (power distance) b.

Maskulinitas c.penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance). d. Individualisme.

Berkenaan dengan pembahasan komunikasi antar budaya, Griffin (2003) menyadur

teori AnXiety/Uncertainty Management, face-Negotiation dan Speech Codes.

Anxiety/Uncertainty Management Theory (Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian).

Teori yang dipublikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan

budaya padakelompok dan orangasing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan

pada segala situasi dimana terdapat perbedaandiantara keraguan dan ketakutan.Ia

menggunakan istilah komunikasi efektif kepada proses-prosesmeminimalisir

ketidakmengertian. Penulis lain menggunakan istilah accuracy, fidelity,

understandinguntuk hal yang sama. Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan

ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar

kelompok. Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat,

kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif

dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi. Konsep-konsep dasar

1. Anxiety/Uncertainty Management Theory:

a. Konsep diri dan diri. Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang

asing akanmenghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan.

b. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing. Meningkatnya kebutuhan diri

untuk masuk di dalamkelompok ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan

menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan.

c. Reaksi terhadap orang asing. Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk

memproses informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan sebuah

peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat perilaku mereka.

Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi dengan orang asing

menghasilkan sebuah peningkatan mengelola kecemasan kita dan menghasilkan

sebuah peningkatan kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing.

Sebuah peningkatan berempati dengan orang asingakan menghasilkan suatu

peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara akurat.

d. Kategori sosial dari orang asing. Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita

persepsi antara dirikita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan

mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara

akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya

ketika orang orang asingmengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok.Sebuah

peningkatan kesadaran terhadappelanggaran orang asing dari harapan positif kita dan

atau harapan negatif akan menghasilkanpeningkatan kecemasan kita dan akan

menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalammemperkirakan perilaku

mereka.

e. Proses situasional. Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita

sedang berkomunikasidengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan

kecemasan kita dan sebuah peningkatanrasa percaya diri kita terhadap perilaku

mereka. Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang

asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkanpeningkatan

rasa percaya diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain.

2. Face-Negotiation Theory. Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini

membantu menjelaskan perbedaan ± perbedaan budaya dalam merespon konflik.

Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orangdalam setiap budaya akan selalu

negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita

menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work merujuk

pada pesan verbal dannon verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu

(face loss), dan menegakkan mukaterhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan,

dan kecemasan dan ketidak pastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita

tidak berdaya/harus terima .Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari

budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work adalah

berbeda, gayapenangan konflik juga beragam. Terdapat tiga perbedaan penting

diantara budaya individulis dan budaya kolektivis. Perbedaan-perbedaan itu adalah

dalam cara mendefinisikan: diri; tujuan-tujuan; dan kewajiban. konsep Budaya

individualis Budaya kolektivis Diri Sebagai dirinya sendiri Sebagai bagian kelompok

Tujuan Tujuandiperuntukan kepada pencapaian kebutuhan diri. Tujuan diperuntukan

kepada pencapaian kebutuhan kelompok Kewajiban Melayani diri sendiri Melayani

kelompok/orang lain. Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai

berikut

:a. Avoiding (penghindaran) ± saya akan menghindari diskusi perbedaan-perbedaan

saya dengan anggota kelompok.

b. Obliging (keharusan) ± saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota

kelompok

.c. Compromising ± saya akan menggunakan memberi dan menerima sedemikian

sehingga suatu kompromi bisa dibuat.

d. Dominating ± saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendak-ku.e.

Integrating ± saya akan menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk

memecahkanmasalah bersama-sama.

Face-negotiation teory menyatakan bahwa avoiding, obliging, compromising,

dominating, dan integrating bertukar-tukar.

Dari hal tersebut adalah salah satu bagian dari komunikasi antar budaya. Komunikasi

antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki

kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan darisemua

perbedaan ini).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok

orang serta berlangsungdari generasi ke generasi (Tubbs, Moss:1996). Komunikasi antar

budaya memiliki akarnya dalam bahasa (khususnya sosiolinguistik), sosiologi,antropologi

budaya, dan psikologi. Dari keempat disiplin ilmu tersebut, psikologi menjadidisiplin acuan

utama komunikasi lintas budaya, khususnya psikologi lintasbudaya. Pertumbuhan

komunikasi antar budaya dalam dunia bisnis memiliki tempat yang utama, terutama

perusahaan ± perusahaan yang melakukan ekspansi pasar ke luar negaranya notabene negara

± negara yang ditujunya memiliki aneka ragam budaya. Selain itu, makin banyak orang yang

bepergian keluar negeri dengan beragam kepentingan mulai dari melakukan perjalanan

bisnis, liburan,mengikuti pendidikan lanjutan, baik yang sifatnya sementara maupun dengan

tujuan untuk menetap selamanya.

Satelit komunikasi telah membawa dunia menjadi semakin dekat, kita dapat

menyaksikanberagam peristiwa yang terjadi dalam belahan dunia,baik melalui layar

televisi,surat kabar, majalah, danmedia on line. Melalui teknologi komunikasi dan informasi,

jarak geografis bukan halangan lagi kita untuk melihat ragam peristiwa yang terjadi di

belahan dunia.McLuhan (dalam Infante et.al, 1990 : 371) menyatakan bahwa dunia saat ini

telah menjadi Global Village´ yang mana kita mengetahui orang danperistiwa yang terjadi di

negara lain hampir sama seperti layaknya seorang warga negara dalam sebuahdesa kecil yang

menjaditetangga negara ± negara lainnya.

Perubahan sosial adalah hal lain yangberpengaruh dalam komunikasi antar budaya adalah

dengan makin banyaknya perayaan - perayaaan budaya sebuah etnis dalam sebuah negara.

Perbedaan budaya dalam sebuah negara menciptakan keanekaragaman pengalaman, nilai, dan

cara memandang dunia. Keanekaragaman tersebut menciptakan pola ± polakomunikasi yang

sama di antara anggota ± anggota yang memiliki latar belakang sama dan mempengaruhi

komunikasi di antara anggota ± anggota daerah dan etnis yang berbeda . Gudykunst and Kim

(2003:17 )mengkonsepkan fenmena komunikasi antar budaya sebagai sebuah transaksional,

proses simbolik yang mencakup pertalian antar individu dari latar belakang budaya yang

berbeda.

Memahami perbedaan budaya yang mempengaruhi praktik komunikasi, Mengkomunikasi

antar orangyang berbeda budaya Mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan yang muncul dalam

komunikasi Membantu mengatasi masalah komunikasiyang disebabkan oleh perbedaan

budaya Meningkatan ketrampilan verbal dan non verbal dalam komunikasi Menjadikan kita

mampu berkomunikasi secara efektif Ada beberapa alasan mengapa perlunya komunikasi

antar budaya, antara lain: a) membuka diri memperluas pergaulan ;b) meningkatkan

kesadaran diri; c) etika/etis;d) mendorong perdamaiandan meredam konflik ;e) demografis; f)

ekonomi; g) menghadapi teknologi komunikasi; dan h)menghadapi era globalisasi.

3. Speech Codes Theory.Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab

tentangkeberadaan speechcode dalam suatu budaya, bagaimana substansi dan kekuatannya

dalam sebuahbudaya. Ia menyampaikan proposisi-proposisi sebagai berikut:

a. Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code yang khas.

b. Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi budaya.

c. Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang digunakan pembicara dan

pendengar untuk memkreasi dan menginterpretasi komunikasi mereka.

d. Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu sendiri.

e. Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan kondisi memadai untuk

memprediksi,menjelaskan, dan mengontrol formula wacana tentang intelijenitas,

prudens(bijaksana, hati-hati) danmoralitas dari perilaku komunikasi.

Dalam Kajian Teori Komunikasi Lintas Budaya terdapat teori mengenai Komunikasi

dan Gender. Menurut Robin Lakoff (dalam Griffin, 2003) mencoba mengklasifikasikan

keberaturan pembicaraan perempuan, dan membedakan antara woman talk dari man talk. Ia

mengklaim bahwa percakapan perempuan mempunyai karakter sebagai berikut:

Ditandai apologis.

Pernyataan tidak langsung.

Pertanyaan yang minta persetujuan

Mengkualifikasikan.

Perintah yang sopan.

Menggunakan istilah color.

Cenderung menghindari bahasa vulgar.

Sedikit berbicara, banyak mendengarkan.

Sementara itu, penelitian Griffin (2003), yang berdasarkan pada refleksi personal,

menemukan tiga pola perbedaan antara perempuan dan laki-laki sebagai berikut:

a) ada lebih banyak persamaan antara laki-laki dan perempuan dari pada perbedaannya.

b) ada variabilitas yang besar berkenaan gaya komunikasi antara laki dan perempuan.

Feminis vs maskulinitas.

c) sex adalah fakta, gender sebagai gagasan.

Dalam pembahasan mengenai gender dan komunikasi, Griffin menyadur tiga buah

pemikiran sebagai berikut: Genderlect Styles (dari Deborah Tannen); Standpoint Theory (dari

Sandra Harding dan Julia Wood); dan Muted Group Theory (dari Cheris Kramarae).

1. Genderlect Styles (dari Deborah Tannen).

Deborah Tannent mendiskripsikan ketidak mengertian (misunderstanding) antara laki-laki

dan perempuan berkenaan dengan fakta bahwa fokus pembicaraan perempuan adalah

koneksitas, sementara laki-laki pada pelayanan status dan kemandiriannya.

Genderlect Styles membicarakan gaya bercakap-cakap- bukan apa yang dikatakan tetapi

bagaimana menyatakannya. Tanent meyakini bahwa terdapat gap antara laki-laki dan

perempuan, dikarenakan masing-masing berada pada posisi lintas budaya (cross culture),

untuk itu perlu mengantisipasi berkenaan dengan gap itu. Kegagalan mengamati perbedaan

gaya bercakap dapat membawa masalah yang besar.

Perbedaan-perbedaan itu terletak pada:

Kecenderungan feminis versus maskulin, hal ini harus dipandang sebagai dua dialek

yang berbeda: antara superior dan inverior dalam pembicaraan. Komunitas feminis –

untuk membangun relationship; menunjukkan responsif. Komunitas maskulin –

menyelesaikan tugas; menyatakan diri; mendapatkan kekuasaan.

Perempuan berhasrat pada koneksi versus laki-laki berhasrat untuk status. Koneksi

berhubungan erat dengan kedekatan, status berhubungan erat dengan kekuasaan

(power).

Raport talk versus report talk. Perbedaan budaya linguistik berperan dalam

menstruktur kontak verbal antara laki-laki dan perempuan. Raport talk adalah istilah

yang digunakan untuk menilai obrolan perempuan yang cenderung terkesan simpatik.

Report talk adalah istilah yang digunakan menilai obrolan laki-laki yang cenderung

apa adanya, pokoknya sampai. Berkenaan dengan kedua nilai ini, Tanent menemukan

temuan-temuan yang terkategorikan sebagai berikut:

a. Publik speaking versus private speaking, dalam kategori ini diketemukan bahwa

perempuan lebih banyak bicara pada pembicaraan pribadi. Sedangkan laki-laki lebih banyak

terlibat pembicaraan publik, laki-laki menggunakan pembicaraan sebagai pernyataan fungsi

perintah; menyampaikan informasi; meminta persetujuan.

b. Telling story, cerita-cerita menggambarkan harapan-harapan, kebutuhan-kebutuhan, dan

nilai-nilai si pencerita. Pada kategori ini laki-laki lebih banyak bercerita dibanding

perempuan-khususnya tentang guyonan. Cerita guyonan merupakan suatu cara maskulin

menegoisasikan status.

c. Listening, perempuan cenderung menjaga pandangan, sering manggut, berguman sebagai

penanda ia mendengarkan dan menyatakan kebersamaannya. Laki-laki dalam hal

mendengarkan berusaha mengaburkan kesan itu- sebagai upaya menjaga statusnya.

d. Asking questions, ketika ingin bicara untuk menyela pembicara, perempuan terlebih

dahulu mengungkapkan persetujuan. Tanent menyebutnya sebagai kooperatif-sebuah tanda

raport simpatik daripada kompetitif. Pada laki-laki, interupsi dipandang oleh Tanent sebagai

power-kekuasaan untuk mengendalikan pembicaraan. Dengan kata lain, pertanyaan dipakai

oleh perempuan untuk memantapkan hubungan, juga untuk memperhalus ketidaksetujuan

dengan pembicara, sedangkan laki-laki memakai kesempatan bertanya sebagai upaya untuk

menjadikan pembicara jadi lemah.

e. Conflict, perempuan memandang konflik sebagai ancaman dan perlu dihindari. Laki-laki

biasanya memulai konflik namun kurang suka memeliharanya.

2. Standpoint Theory (dari Sandra Harding dan Julia Wood).

Sandra harding dan Julia Wood sepakat bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai

perspektif terpisah, dan mereka tidak memandangnya sebagai sesuatu yang setara. Lokasi-

lokasi yang berbeda dalam hirarkhi sosial mempengaruhi apa yang dilihat. Mereka

beranggapan bahwa perempuan dan minoritas yang lainnya mempersepsi dunia secara

berbeda daripada kelompok yang berkuasa.

Standpoint merupakan tempat dari mana melihat pemandangan dunia, apapun sudut

pandangnya. Sinonim dari istilah ini adalah perspektif; view point, out look; dsb.

Dasar filosopi teori ini adalah perjuangan klas- seperti filsafati kaum proletar karya Karl

Marx dan Friederich Engels. Sandra harding dan Julia Wood menganjurkan harus ada

perjuangan terhadap diskriminasi gender. Mereka tidak mencirikan perbedaan gender pada

insting atau biologis atau intuisi, tetapi perbedaan itu sebagai hasil harapan-harapan budaya

dan perlakuan kelompok dalam hal menerima kelompok yang lain. Budaya tidak dialami

secara identik, budaya adalah aturan hirarkhi sehingga kelompok yang punya posisi

cenderung menawarkan kekuasaan, kesempatan pada anggota-anggotanya. Dalam hal ini

teori ini menyatakan bahwa perempuan terposisikan pada hirarkhi yang rendah dibanding

posisi laki-laki.

Gender adalah sistem makna, sudut pandang melalui posisi dimana kebanyakan laki-laki

dan perempuan dipisahkan secara lingkungan, material, simbolis.

3. Muted Group Theory (dari Cheris Kramarae).

Berdasarkan analisis feminis, Cheris Kramarae memandang pembicaraan laki-laki dan

perempuan sebagai pertukaran yang tidak setara antara mereka yang mempunyai kekuasaan

di masyarakat dan yang tidak. Ia meyakini bahwa kurang bisanya mengartikulasikan

diri/memperjuangkan diri dibanding laki-laki di sector public- sebab kata dalam bahasa dan

norma-norma yang mereka gunakan itu telah dikendalikan laki-laki. Sepanjang pembicaraan

perempuan sebagai tentatif dan sepele, posisi dominan laki-laki aman. Kramarae yakin bahwa

kebisuan perempuan itu cenderung menipis, kontrol mereka dalam kehidupan kita akan

meningkat.

Cheris Kramarae (dalam Sendjaja:1994) mengemukakan asumsi-asumsi dasar dari

teori ini sebagai berikut:

Perempuan menanggapi dunia secara berbeda dari laki-laki karena pengalaman dan

aktivitasnya berbeda yang berakar pada pembagian kerja.

Karena dominasi politiknya, sistem persepsi laki-laki menjadi lebih dominan,

menghambat ekspresi bebas bagi pemikiran alternatif perempuan.

Untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, perempuan harus mengubah perspektif

mereka ke dalam sistem ekspresi yang dapat diterima laki-laki.

Kramarae mengemukakan sejumlah hipotesis mengenai komunikasi perempuan

berdasarkan beberapa temuan penelitian.

a) Perempuan lebih banyak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri dibanding laki-

laki.

b) Perempuan lebih mudah memahami makna laki-laki daripada laki-laki memahami makna

perempuan.

c) Perempuan telah menciptakan cara-cara ekspresinya sendiri di luar sistem laki-laki yang

dominan.

d) Perempuan cenderung untuk mengekspresikan lebih banyak ketidakpuasan tentang

komunikasi dibanding laki-laki.

e) Perempuan seringkali berusaha untuk mengubah aturan-aturan komunikasi yang dominan

dalam rangka menghindari atau menentang aturan-aturan konvensional.

f) Secara tradisional perempuan kurang menghasilkan kata-kata baru yang populer dalam

masyarakat luas; konsekuensinya, mereka merasa tidak dianggap memiliki kontribusi

terhadap bahasa.

g) Perempuan memiliki konsepsi humoris yang berbeda dari pada laki-laki.

BAB III

PEMBAHASAN ANALISIS KASUS DENGAN TEORI

Terkait pada teori-teori yang menjelaskan tentang komunikasi lintas budaya, dan

membahas wanita maka dari itu penulis akan menganalisa dari bebera teori tersebut melalui

kasus pada latar belakang permasalahan. Dari teori dan pokok permasalahan diatas mengenai

emansipasi wanita di dunia kerja dapat kita analisa dari beberapa sudut pandang petama yaitu

dari pandangan islam dan faktor budaya. Konteks kajian penelitian ini adalah dari unsur

kebudayaa, dan keagamaan.

Gender sebagai fenomena soial-budaya berarti sebab akibat atau implikasi sosial

(kemasyarakatan) yang muncul dalam masyarakat karena pembedaan yang didasarkan pada

perbedaan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Akibat – akibat sosial ini bisa berupa

pembagian kerja, sistem penggajian, proses sosialisasi dan sebagainya. Gender sebagai

fenomena budaya berarti akibat-akibat atau implikasi dalam budaya (yaitu pada pola dan isi

pemikiran) yang muncul dalam masyarakat karena adanya klasifikasi dua hal yang

didasarkan pada perbedaan antara laki dan perempuan.

Melalui teori dari Berdasarkan analisis feminis, Cheris Kramarae memandang bahwa

ada beberapa hal perbedaan antara pria dan wanita, dimana menurutnya bahwa pria dapat

dikatakan menjadi hal yang dominan dibandingkan wanita. Antara lain adalah kekuasaan,

dimana pria lebih bisa unggul di sector public. Hal tersebut mengindikasikan bahwa

padangan yang lemah terhadap wanita itu yang memicu terjadinya pergerakan emansipasi

kaum wanita. Dimana wanita ingin mensetarakan wanita dengan pria tetapi tetap pada derajat

yang berbeda, hal tersebut merupakan suatu gerakan penolakan dari diskriminasi gender. Bila

pada kasus di Indonesia adalah R.A Kartini yang merupakan sosok dari pergerakan

emansipasi wanita. Kramarae yakin bahwa kebisuan perempuan itu cenderung menipis,

kontrol mereka dalam kehidupan kita akan meningkat.

Asumsi lain di kiatakan oleh Cheris Kramarae bahwa Perempuan menanggapi dunia

secara berbeda dari laki-laki karena pengalaman dan aktivitasnya berbeda yang berakar pada

pembagian kerja. Karena dominasi politiknya, sistem persepsi laki-laki menjadi lebih

dominan, menghambat ekspresi bebas bagi pemikiran alternatif perempuan. Serta Untuk

dapat berpartisipasi dalam masyarakat, perempuan harus mengubah perspektif mereka ke

dalam sistem ekspresi yang dapat diterima laki-laki. Maka dari itu Kramarae mengemukakan

sejumlah hipotesis mengenai komunikasi perempuan berdasarkan beberapa temuan

penelitian.

Perempuan lebih banyak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri dibanding laki-

laki, Perempuan lebih mudah memahami makna laki-laki daripada laki-laki memahami

makna perempuan, Perempuan telah menciptakan cara-cara ekspresinya sendiri di luar sistem

laki-laki yang dominan, Perempuan cenderung untuk mengekspresikan lebih banyak

ketidakpuasan tentang komunikasi dibanding laki-laki.

Akibat dari faktor budaya yang menekankan perbedaan, menimbulkan ketidakpastian

yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi. Akhirnya wanita

membatasi dirinya dalam pilihan karier, akhirnya wanita tidak memiliki perencanaan karier

dan meningkatkan karier. Hal ini mencerminkan bahwa wanita kurang memiliki rasa percaya

diri untuk berkembang. Bahkan beberapa merasa tidak perlu untuk meningkatkan karier

ketika sudah menikah.

Di dalam pandangan islam wanita menempati kedudukan yang mulia, yaitu sebagai

ibu dan pengatur rumah tangga. Tetapi bukan berarti wanita tidak boleh bekerja. Wanita

dalam Islam diperbolehkan untuk bekerja dan memiliki aktivitas di luar rumah, tetapi tentu

pekerjaan yang diemban wanita tidak boleh bertentangan dengan kodratnya sebagai wanita

yang memiliki susunan kejiwaan yang berbeda dengan laki-laki. Islam tidak mengenal

emansipasi wanita karena Islam tidak mengenal persamaan derajat antara pria dan wanita.

Kedua jender ini sama sekali berbeda dan sudah memiliki kodratnya masing-masing.

Persamaan yang dipahami dalam Islam antara laki-laki dan perempuan adalah persamaan

dalam menyangkut soal pahala.

Islam memberikan kesempatan pada wanita di berbagai bidang. Wanita sudah

diperbolehkan untuk mendapatkan pendidikan setara dengan kaum pria, wanita

diperbolehkan untuk bekerja secara profesional, dan wanita diperbolehkan untuk beraktivitas

di tengah masyarakat. Jadi, ketika pendukung kaum feminis menyebutkan bahwa agama

Islam melakukan diskriminasi terhadap kaum wanita dan berusaha untuk menggandeng

wanita Islam menuju pada kesetaraan jender yang mereka anggap tidak diskriminatif.

Definisi emansipasi wanita secara harfiah adalah kesetaraan hak dan gender.

Emansipasi wanita juga bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk menuntut persamaan hak-

hak kaum wanita terhadap hak-hak kaum pria di segala bidang kehidupan. Emansipasi wanita

bertujuan memberi wanita kesempatan bekerja, belajar, dan berkarya seperti halnya para pria,

seimbang dengan kemampuannya. Misalnya hak wanita untuk memperoleh pendidikan yang

layak, kedudukan pekerjaan yang tidak lindasi oleh diskriminasi

Di zaman era globalisasi ini dengan adanya emansipasi wanita tentu sangat

berpengaruh positif bagi kaum wanita, dimana kaum wanita disetarakan dengan kaum pria

dalam bidang sosialnya. Tanpa harus merubah kodratnya, sehingga seorang wanita tidak

hanya dibelenggu di dalam rumahnya dan menjadi penghuni dapur saja, namun seorang

wanita dapat mengecam pendidikan yang tinggi dan mendapatkan hak-hak nya sebagai

seorang wanita, meraih cita-cita yang tinggi yang mungkin bisa bersetara dengan jabatan

tertinggi seorang pria bahkan bisa melebihi jabatan tertinggi seorang pria sekalipun.

Hak wanita saat pada zaman sekarang sangat di junjung tinggi, di mana para penganut

aliran feminisme dengan sekuat tenaga mendobrak batas-batas wanita, membuka akses bagi

wanita untuk berkembang disegala bidang, termasuk di dunia kerja. Masuknya wanita dalam

dunia kerja tidak sepenuhnya didukung oleh emansipasi yang menempel pada “gelarnya”

sebagai wanita. Artinya, wanita tetap berada didalam tingkatan hierarki di bawah laki-laki.

Seringkali karier wanita terganggu, sulit untuk berkembang, bahkan terkesan berhenti karena

beberapa faktor. Keluarga menjadi variabel yang seringkali disebut sebagai penentu

perkembangan karir wanita. Sudah sejak zaman prasejarah hakekat wanita adalah bekerja di

rumah megerjakan tugas-tugas rumah tangga dan mengurus keluarga. Masuknya wanita ke

dalam dunia kerja tidak mengubah peranan mereka di rumah. Hal itu berarti wanita memiliki

peran ganda sebagai ibu,istri dan wanita karier.

BAB IV

PENUTUP DAN KESIMPULAN

Dari uraian mengenai latar belakang permasalahan akan suatu isu mengenai

perbedaan gender, diskriminasi, sampai adanya pergerakan emansipasi ini, penulis akan

menyimpulkan hal tersebut yang ditelah dikaitkan dengan teori Komunikasi Lintas Budaya.

Penulis telah mengulas perumusan masalah yang ingin membahas Apakah

Emansipasi wanita sangat berpengaruh dalam sudut pandang islam, Bagaimana Emansipasi

wanita dalam dunia kerja dan Mengapa Perlu adanya Emansipasi wanita dalam era

globalisasi. Hal tersebut telah penulis singgung pada bab terdahulu. Dimana Islam begitu

mempengaruhi Emansipasi Wanita melalui sudut pandangnya yang berpedoman pada kitab

Al-qur’an dan riwayat berbagai hadist, dalam kajian ini Islam tidak melarang adanya

pergerakan emansipasi, tetapi meluruskan ajarannya bahwa hakikat wanita boleh menerjuni

dunia kerja tanpa meninggalkan urusan untuk mengurus rumah tangganya, suami dan istri.

Apabila terjadi suatu larangan, hal tersebut bukan lagi melalui sudut pandang Islam

melainkan secara garis besar tersebut adalah dari unsur dan nilai kebudayaan yang dianut

oleh beberapa negara. Hal lain yang membebaskan pergerakan wanita dalam negara bagian

barat.

Emansipasi wanita dalam dunia kerja begitu membawa pengaruh yang besar yang

berdampak pada penilaiaan positif, karena dalam dunia kerja juga beberapa dibutuhkan sekali

peran wanita akan suatu bidang. Bahkan bisa mengalahkan kemampuan bekerja yang dimiliki

oleh pria. Dalam pembahasan mengenai perlu adanya emansipasi dalam era globalisasi ini

adalah merupakan suatu hal yang penting, karena dalam ajaran agamapun tidak dilarang,

diskriminasi akan gender telah memudar sehingga semakin lama kesetaraan antara pria dan

wanita mulai terlihat. Di era globalisasi ini peran wanita juga begitu banyak terlihat dan

dibutuhkan dalam berbagai bidang, karena sesungguhnya wanita dapat menjalankan peran

ganda sekaligus, hal ini lebih baik dibandingkan kaum pria bila dilihat dari karakteristik

keduanya.

PERGERAKAN EMANSIPASI WANITA DALAM ERA

GLOBALISASI DUNIA PEKERJAAN DAN SUDUT PANDANG

MELALUI AGAMA ISLAM

TUGAS TAKE HOME UJIAN AKHIR SEMESTER MANAJEMEN LINTAS

BUDAYA

Di Susun Oleh :

Mallahayati Maymunah (0802513057)

Cynthia Putri Amelia (0802513043)

Nabila Fitrianti Saanjaya (0802513037)

Khalisha (0802513051)

Program Studi Ilmu Komunikasi

Peminatan Public Relations

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

2013

DAFTAR PUSTAKA DAN REFRENSI

http://jimbastrafib.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jimbastrafib/article/view/887

http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mediator/article/view/1189

https://books.google.co.id/books?

hl=en&lr=&id=LUW_BhWPFpYC&oi=fnd&pg=PA1&dq=propaganda+feminisme+dan+per

ubahan+sosial&ots=GHuNLWuKmk&sig=Orc3XEKiZanasrR9sOtoIC2TBrI&redir_esc=y#v

=onepage&q&f=false

http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JISH/article/view/1408

Sihabudin, Ahmad. 2011. Komunikasi Antar Budaya satu Perspektif Multidimensi. Jakarta:

Bumi aksara

Ruben, Brent. Stewart, Lea. 2006. Communication and Human Behavior. America

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Morrisan. 2013. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana Pernada Media

Group

Griffin, Em. 2006. A First Look At Communication Theory six edition. Singapure