23
RETENSIO PLASENTA A. PENGERTIAN Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. (Winkjosastro, 2010) Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesiva, plsenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba, 2006:176) B. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI Menurut Winkjosastro (2007) sebab etensio plasenta dibagi menjadi 2 golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologik anatomik. 1. Sebab fungsional - His yang kurang kuat (sebab utama) - Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan - Ukuran plasenta terlalu kecil - Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut 2. Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal) plasenta belum terlepas dari dindng rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya : - Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. - Plasenta inkreta : villi khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium. - Plasenta akreta : villi khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa. - Plasenta perkreta : villi khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.

PERDARAHAN POST PARTUM

Embed Size (px)

Citation preview

RETENSIO PLASENTA

A. PENGERTIAN

Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam

setelah janin lahir. (Winkjosastro, 2010)

Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi

waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak,

artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan

tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak

diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi

plasenta adhesiva, plsenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta.

(Manuaba, 2006:176)

B. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI

Menurut Winkjosastro (2007) sebab etensio plasenta dibagi menjadi 2

golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologik anatomik.

1. Sebab fungsional

- His yang kurang kuat (sebab utama)

- Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan

- Ukuran plasenta terlalu kecil

- Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut

2. Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)

plasenta belum terlepas dari dindng rahim karena melekat dan

tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :

- Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua

endometrium lebih dalam.

- Plasenta inkreta : villi khorialis tumbuh lebih dalam dan

menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.

- Plasenta akreta : villi khorialis tumbuh menembus miometrium

sampai ke serosa.

- Plasenta perkreta : villi khorialis tumbuh menembus serosa atau

peritoneum dinding rahim.

C. KOMPLIKASI

Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :

1. Perdarahan

Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit

pelepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang

melekat membuat luka tidak menutup.

2. Infeksi

Karena sebagai benda mati yang tertinggal didalam rahim

meingkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan pot d’entre dari

tempat perlekatan plasenta.

3. Terjadi polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami

infeksi sekunder dan nekrosis.

4. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma

Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat

berubah menjadi patologik (displastik-dikariotik) dan akhirnya

menjadi karsinoma invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel

ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa

beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah

awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa

tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa

perubahan abnormal merupakan keadaan pre kanker, yang bisa

berubah menjadi kanker.

5. Syok haemoragik

Syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak yang disebabkan

oleh perdarahan antepartum.

D. PATOFISIOLOGI

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan

retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan.

Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi

lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung

kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri

mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini

disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.

Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak

dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang

ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar

memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh

darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium

yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh

darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta

perdarahan berhenti.

E. PENANGANAN

Apabila plasenta belum lahir dalam setengah sampai 1 jam setelah bayi

lahir, apalagi bila terjadi perdarahan, maka harus segera dikeluarkan.

Tindakan yang dapat dikerjakan adalah :

1. Coba 1-2 kali dengan peasat Crede.

2. Keluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta)

Pasang infus cairan dektrosa 5%, ibu dalam posisi litotomi, dengan

narkosa dan segala sesuatnya dalam keadaan suci hama.

Teknik : tangan kiri diletakan difundus uteri, tangan kanan

dimasukan dalam rongga rahim dengan menyusuri tal pusat

sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas –disisihkan dengan tepi-

tepi jari tangan- bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi

apakah ada luka-luka ssa-sisa plasenta dan bersihkanlah.

Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir

(uterus) dan membawa infeksi.

3. Bila perdarahan banyak berikan transfusi darah.

4. Berikan juga obat-obatan seperti uterotonika dan antibiotika.

PLASENTA REST / SISA PLASENTA

A. PENGERTIAN

Plasenta rest merupakan bentuk perdarahan pasca-partus

berkepanjangan sehingga patrun pengeluaran lokia diserta darah lebih dai

7-10 hari. Dapat terjadi perdarahan baru setelah patrun pengeluaran lokia

normal, dan dapat berbau akibat infeksi plasenta rest. (Manuaba, 2008)

Rest plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membrannya

dalam cavum uteri. (Saifuddin, A.B. 2002)

Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus

yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan

post partum sekunder. (Alhamnsyah, 2008)

Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan ang terjadi akibat

tertinggalnya kotiledon dan selaput kulit ketuban yang mengganggu

kontraksi uterus dalam menjepit pembuluh darah dalam uterus shingga

mengakitbatkan perdarahan. (Winkjosastro, 2008)

B. ETIOLOGI

1. Perdarahan yang sudah terjadi pada kala III

Hal ini disebabkan oleh pemijatan rahim yang tidak merata. Pijatan

rahim sebelum plasenta lepas, pemberian uterotonika dan lain-lain.

2. Tindakan pengeluaran plasenta dengan cara Brandt Andew

Karena cara menekan dan mendorong uterus yang terlalu dalam

sedangkan plasenta belum terlepas dari uterus. (Winkjosastro, 2008)

C. PREDISPOSISI

1. Usia ibu ( < 20 tahun atau > 35 tahun )

Hal ini dikarenakan pada usia di bawah 20 tahun fungsi reproduksi

seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada

usia di bawah 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah

mengalami penurunan dibandingkan funsi reproduksi normal sehingga

kemungkinan terjadi rest plasenta.

2. Jarak antar kelahiran.

Dibutuhkan 2-4 tahun untuk mengembalikan kondisi tubh ibu seperti

sebelumnya. Melahirkan dalam jarak waktu yang singkat

mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik dan organ

reprosuksi ibu belum pulih secara sempurna.

3. Anemia

Bahaya persalinan pada ibu yang mengalami anemia adalah gangguan

his (kekuatan mengejan). Kala I dapat berlangsung lama, kala II

berlangsung lama sehingga menyebabkan ibu kelelahan dan sering

memerlukan tindakan operasi kebidanan. Kala ur dapat diikuti dengan

retensio plasenta, perdarahan post partum karena atoni uteri dan

plasenta rest, kala IV dapat terjadi perdarahan post-partum sekunder

dan atonia uteri juga plasenta rest.

D. KOMPLIKASI

1. Sumber infeksi dan perdarahan potensial

2. Terjadi plasenta polip

3. Degenerasi korio karsinoma

4. Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah

E. PATOFISIOLOGI

Tertinggalnya plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi

uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka.

Sewaktu suatu bagian dari plasenta – satu atau lebih lobus – tertinggal,

maka uterus tidak dpat berkontraksi secara efektif. (Saifuddin, 2002)

F. PENANGANAN

Tindakan penanganan meliputi pemasangan infus profilaksis,

pemberian antibiotik adekuat, pemberian uterotonik (oksitosin dan/atau

metergin), dan tindakan definitif dengan kuretase dan dilakukan

pemeriksaan patologi-anatomik (PA). (Manuaba, 2008)

Menurut Saifuddin (2002), penanganan pada plasenta rest yaitu :

1. Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi

manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang

digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.

2. Kelurkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar.

Catatan : jaringan yang melekat dengan kuat, mungkin plasenta

akreta. Usaha untuk melepaskan plasenta yang melekat kuat dapat

mengakibatkan perdarahan berat atau perforasi uterus, yang biasanya

membutuhkan tindakan histerektomi.

3. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan

menggunakan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan

terbentuknya pembekua darah setelah 7 menit atau terbentuknya

pembekuan darah yang lunak yang mudah hancur menunjukan adnya

kemnungkinan koagulopati.

Sumber :

Manuaba, I.A.C. 2008. Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri-

Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta:EGC

Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri

Ginekologi dan KB. Jakarta:EGC

Saifuddin, A.B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Sastrawinata, S. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi.

Jakarta:EGC

ATONIA UTERI

A. PENGERTIAN

Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tdak dapat

berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas

melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Buku acuan APN, 2008).

Menurut Azwar (2004), atonia uterus adalah tidak berkontaksinya

uterus dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemjatan)

fundus uteri.

B. ETIOLOGI

1. Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan disfungsi intrinsik

uterus.

2. Kerja uterus yang tidak efektif : kerja uterus yang tidak efektif selama

dua kala persalinan yang pertama kemungkinan besar akan diikuti

oleh kontraksi serta retraksi myometriumyang jelek dalam kala III.

3. Kelelahan akibat partus lama : bukan hanya rahim yang lelah

cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi ibu juga yang

keletihan kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah.

4. Myoma uteri : myoma uteri dapat menimbulkan perdarahan denan

gangguan kontraksi serta retraksi myometrium.

C. PREDISPOSISI

1. Umur

Usia < 20 tahun atau > 35 tahun mempengaruhi keadaan dan

kemampuanuterus untuk berkontraksi.

2. Paritas

Sering dijumpai pada multipara dan grandemultipara.

3. Uterus terlalu regang dan besar, misalnya pada gameli, hidramnion,

atau janin besar.

Pada keadaan yang demikian pembuluh-pembuluh darah pada dinding

rahim di tapak plasenta atau ditempat plasenta terlepas tidak segera

tertutup karena kontraksi dan retraktilitas otot rahim menjadi lemah.

4. Faktor sosial ekonomi, yaitu malnutrisi.

D. KOMPLIKASI

Komplikasi pada atonia uteri yaitu perdarahan post partum primer

yang dapat mengakibatkan syok. Bila terjadi syok yang berat dan pasien

selamat, dapat terjadi komplikasi yaitu anemia dan infeksi dalam masa

nifas.

Infeksi daam keadaan anemia bisa berlangsung berat sampai sepsis. Pada

perdarahan yang disertai oleh pembekuan intravaskuler merata dapat

terjadi kegagalan fungsi organ-organ seperti gagal ginjal mendadak.

(Khairi, 2011)

E. PATOFISIOLOGI

Perdarahan post partum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan

retraksi serat-serat myometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan

terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ditempat

plasenta berhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi

myometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab

utama perdarahan post partum.

Sekalipun pada perdarahan post partum kadang-kadang sama sekali tidak

disangka tona uteri sebagai penyebabnya, namun adanya faktor penyebab

dalam banyak hal harus menimbulkan kewaspadaan terhadap

kemungkinan gangguan tersebut.

F. PENANGANAN

1. Menimbulkan kontraksi otot rahim

a. Pemberian uterotonika

- Oksitosin langsung I.V / I.M, menimbulkan kontraksi cepat

- Methergin I.V / I.M, mempertahankan kontraksi

- Prostaglandin

b. Kompresi Bimanual

- Tangan kanan dimasukan kedalam vagina, membuat tinju

kearah dinding depan uterus. Tangan kiri melipat fundus

sehingga rahim terlipat, dengan tujuan menghentikan

perdarahan.

- Tangan kanan dimasukan ke vagina, selanjutnya menjepit

serviks hingga tertutup. Tangan kiri diluar melakukan

massase sehingga menimbulkan kontraksi otot rahim.

c. Ligasi arteri hipogastrik

Operasi untuk mengentikan perdarahan dengn melakukan

ligasi arteri hipogastrika, cukup sulit karena ada kemungkinan

ikut terikatnya ureter dan menimbulkan komplikasi pada

ginjal.

d. Penjepitan parametrium menurut Herkel

- Bibir serviks atas dan bawah dijepit dengan tenokulum.

- Tarik curam kebawah sehingga parametrium sekitar

serviks tampak.

- Untuk menjepit uterin kanan, arahkan tenakulum kearah

kiri, dan jepitlah forniks-parametrium dengan kelly

panjang.

- Selanjutnya dilakukan pada forniks-parametrium

kontralateral.

- Klem kelly dipertahankan sekitar 2-24 jam sampai

perdarahan dan keadaan umum penderita dapat diatasi.

e. Histerektomi supravaginal

Sumber :

Chalik, TMA. 1997. Hemoragi Utama Obstetri & Ginekologi. Jakarta:Widya

Medika

Manuaba, I.A.C. 2008. Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri-

Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta:EGC

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.

Jakarta:EGC

Oxorn, H. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan.

Yogyakarta:Yayasan Essentia Medika (YEM)

PERLUKAAN JALAN LAHIR

A. PENGERTIAN

Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah

yang bervarasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu

dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi.

Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan

robekan uterus. (Manuaba, 2010)

Jenis trauma jalan lahir :

1. Trauma perineum

Lecet ringan, robekan perineum tingkat I, II dan III.

Gejala :

- Perdarahan ringan

- Perdarahan sedang

- Perdarahan dalam

- Mengenai spingtr ani dan mukosa rektum

2. Trauma vagina

Luka terbuka dan hematoma

Gejala :

- Perdarahan

- Gangguan tanda vital dan syok

3. Trauma serviks

Luka melinta dan membujur serta dapat terus sampai segmen

bawah rahim.

Gejala :

- Perdarahan terus dan baru (merah)

- Kontraksi rahim baik

4. Kolporeksi

Robekan pada forniks sehingga bahaya infeksi mengancam jiwa.

Gejala :

- Perdarahan terus

- Kontraksi rahim baik

- Serviks utuh

5. Ruptur uteri

Terdapat dua bentuk inkompletus dan kompletus. Kematian janin

akibat ruptur uteri inkompletus mendekati 100% sedangkan ibu

sekitar 40-5-%. Kematian karena ruptur uteri adalah karena

perdarahan dan sepsis atau kombinasinya.

B. ETIOLOGI

1. Persalinan dengan tindakan operasi vagina karena operasi

merupakan tindakan paks pertolongan persalinan sehingga

menimbulkan trauma jalan lahr.

2. Persalinan dukun karena dukun melakukan pertolongan tanpa

dijahit.

3. Kepala janin besar, karena regangan jalan lahir yang berlebihan

akan menyebabkan robekan dan akan timbul perdarahan segera.

4. Pimpinan prsalinan yang salah, karena serviks mengalami tekanan

kuat oleh kepala janin, namun pembukaan belum maju.

C. PREDISPOSISI

1. Paritas

Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki risiko

lebih besar untuk mengalamirobekan prineum karena jalan lahir

yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehngga otot-otot

perineum belum meregang. (Winkjosastro, 2002)

2. Jarak kelahiran

Jarak kelahiran < 2 tahun tergolong risiko tinggi karena keadaan

jalan lahir yang mungkin pada persalinan trdahulu mengalami

robekan perineum derajat tiga atau empat, sehingga proses

pemulihan belum sempurna dan robean perineum terjadi. (DepKes,

2004)

3. Berat badan bayi

Berat badan janin > 3.500 gram dapat mengakibatkan ruptur

perineum karena resiko trauma partus melalui vagina seperti

distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. (Chalik,

2001)

D. KOMPLIKASI

Trauma jalan lahir perlu mendapat perhatian karena dapat menyebabkan :

1. Disfungsional organ bagian paling luar sampai alat reproduksi

vital.

2. Sebagai sumber perdarahan yang dapat berakibat fatal.

3. Sumber atau jalan masuknya infeksi.

E. PATOFISIOLOGI

Robekan perineum dapat terjadi primipara atau pada multipara.

Robekan perineum umumnya terjadi digaris tenah dan bisa menjadi luas

apabila kepala janin terlalu cepat lahir, sudut arkus pubis lebih kecil

daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukurn

yang lebih besar atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.

F. PENANGANAN

Bidan harus menilai lebih dahulu tingkat trauma persalinan.

Trauma persalinan yang digolongkan trauma ringan adalah perlukaan

perineum (episiotomi) tingkat pertama dan kedua. Dalam menghadapi

perlukaan ini bidan sudah bisa melakukan penjahitan ulang.

- Persiapan tindakan trauma jalan lahir ringan & sedang :

1. Perbaikan keadaan umum (infus transfusi)

2. Pemberian antibiotik/antipiretik

3. Anastesi lokal/umum

4. Tindakan :

- Rekontruksi organ

- Ligasi untuk hentikan perdarahan

- Pasang kateter

5. Evaluasi hasil tindakan

- Persiapan tindakan trauma jalan lahir berat :

1. Perbaikan keadaan umm (infus transfusi darah pasif &

oksigen)

2. Tindakan definitif (menjahit koporesi atau histerektomi)

3. Evaluasi hasil tindakan

SUMBER :

Manuaba, I.A.C. 2008. Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri-

Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta:EGC

Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri

Ginekologi dan KB. Jakarta:EGC

INVERSIO UTERI

A. PENGERTIAN

Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian

atau seluruhnya masuk kedalam kavum uteri. (Mochtar, R. 1998)

Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana sebagian atas uterus

(fundus uteri) memasuki kavum uteri sehingga fundus uteri sebelah dalam

menonjol kedalam kavum uteri. (Prawirohardjo, S. 2010)

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk

kedalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Keadaan ini

biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara

Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik. Inversio uteri

memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok. (Manuaba,

I.B.G, 2008)

Yang dimaksud dengan inversio uteri adalah sebagian atau seluruh

uterus mengalami herniasi demikian rupa sehingga ada bagian fundus

yang menjadi cekung. Dengan kata lain uterus ini terbalik sehingga bagian

luarnya yang menghadap ke rongga peritoneum mencekung kearah rongga

rahim. (Chalik, TMA. 1997)

B. ETIOLOGI

1. Partus presipitatus

Inversio terjadi saat rahim berada dalam keadaa berhenti

berkontraksi (atonik) sementara gaya berat tubuh janin menarik

fundus keluar. Pada keadaan yang demikian kedua saluran telur,

ovarium, ligamentum latum, ligamentum rotundum, kadang-

kadang intestin dan omentum semuanya ikut tertarik masuk

kedalam cekungan korpus uteri yang tela terbalik itu dan

menimblkan rasa nyeri yang amat kuat karena tarikan tersebut

melibatkan peritoneum viserale yang kaya serabut saraf sensoris

kedalamnya.

2. Tindakan Crede

Persalinan plasenta secara Crede, namun kontraksi otot rahim

belum kuat dan tali pusat ditarik tau fundus uteri ditekan terlalu

kuat.

C. PREDISPOSISI

1. Abnormalitas uterus dan kandungannya

- Plasenta adhesiva : implantasi yang kuat dari jonjot korion

plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme

separasi fisiologis.

- Tali pusat pendek

Kadang tali pusat sedemikian pendeknya sehngga perut

janin akan berhubungan dengan plasenta yang

mempengaruhi kemungkinan kelahiran anak.

- Kelemahan dinding uterus pada tempat melekatnya

plasenta.

Karena tonus otot rahim yang lemah an terjadi tarikan pada

tali pusat saat tidak adanya kontraksi.

2. Kondisi fungsional uterus

- Relaksasi myometrium

- Gangguan mekanisme kontraksi

D. KOMPLIKASI

Syok yang berat dan perdarahan yang bervariasi jumahnya adalah

dua komplikasi segera dari inversio uteri. Perdarahan yang banyak

terdapat pada inversio yang plasentanya terlah terlepas. Komplikasi yang

datang belakangan adalah sepsis puerperalis yang diperberat infeksinya

oleh berbagai tindakan penanggulangan yang harus dilakukan terhadap

pasien.

Ileus paralitik atau ileus obstruksi, emboli, anuria dan sindroma

Sheehan dapat juga terjadi sebagai komplikasi lain pada inversio uteri.

Pasien bisa meninggal kemudian bila tidak memperoleh perawatan yang

baik karena uterusnya trinfeksi dan nekrosis.

E. PATOFISIOLOGI

1. Perdarahan yang berasal dari bekas implantasi plasenta.

2. Tarikan dari peritoneum parietalis menyebabkan rasa nyeri

sehingga dapat dikatakan sebagai syok heurogenik.

3. Tarikan peritoneum parietalis menyebabkan dinding abdomen

tegang sehingga sulit melakukan palpasi dengan baik untk

menegakkan diagnosis inversio uteri.

4. Inversio uteri post partum yang diserta syok dapat meningkatkan

mortalitas sekita 30%. (Manuaba, 2007)

F. PENANGANAN

1. Pasang infus rangkap, mempersiapkan darah secukupnya.

2. Berikan tokolitik (Ritodrine/magnesium sulfat)

3. Hilangkan rasa nyeri dengan pethidine atau morfin

4. Lakukan reposisi :

- Anastesia segera dengan general anastesia

- Reposisi pervaginam plasenta manuil, masase, uterotonik,

oksitosin dan metergin.

5. Bila gagal reposisi, lakukan tindakan operasi :

- Transabdominal menurut Haultein

- Transvaginal menurut Spinelli.

Menurut Saifuddin (2002) :

1. Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidine 1 mg/kg BB (tetapi

jangan lebih dari 100 mg) IM atau IV secara perlhan atau berikan

morfin 0,1 mg/kg BB IM.

Catatan : jangan berikan oksitosin sampai inversi telah direposisi.

2. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan

menggunakan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan

terbentuknya bekuan darah setelah 7 menit atau terbentunya

bekuan darah yang lunak yang mudh hancur menunjukan adanya

kemungkinan koagulopati.

3. Berikan antibiotika profiklaksis dosis tunggal setelah mereposisi

uterus

- Ampisilin 2 gr IV ditambah metronidazole 500 mg IV atau

- Sefazolin 1 gr IV ditambah metronidazol 500 mg IV.

4. Jika terdapat tanda0tanda infeksi (demam, sekret vagina yang

berbau), berikan antibiotika untuk metritis.

5. Jika dicurigai terjadi nekrosis, lakukan histerektomi vaginal. Hal

ini mungkin membutuhkan rujukan kepusat pelayanan kesehatan

tersier.

SUMBER :

Chalik, TMA. 1997. Hemoragi Utama Obstetri & Ginekologi. Jakarta:Widya

Medika

Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri

Ginekologi dan KB. Jakarta:EGC

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.

Jakarta:EGC

Oxorn, H. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan.

Yogyakarta:Yayasan Essentia Medika (YEM)

Saifuddin, A.B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH /

DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULOTION (DIC)

A. PENGERTIAN

Koagulasi intravaskular diseminata (KID / DIC) adalah suatu

sindrom yang ditandai dengan adanya perdarahan akibat trombin

bersirkulasi dalam darah pada daerah tertentu. Dasarnya adalah

pembentukan pembekuan darah darah dalam pembuluh-pembuluh darah

kapiler, diduga karena masuknya tromboplastin jaringan kedalam darah.

Akibat pembekuan ini terjadi trombositopenia, pemakaian faktor-faktor

pembekuan darah dan fibrinolisis.

DIC adalah kelainan koagulasi yang disebabkan oleh defisiensi

faktor koagulasi dn trombosit akibat konsumsi yang meningkat. DIC

dipicu oleh masuknya zat yang dapat mengaktifkan system koagulasi.

Disseminated Intravascular Coagulation bukan merupakan penyakit, tetapi

merupakan sindroma yang ada penyakit dasarnya atau underlying disease.

Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) adalah sindroma patologi

yang terjadi sebagai komplikas dari semua tipe syok sirkulasi. (Sabiston,

D. 1995)

B. ETIOLOGI

1.Hiperfibrinogen

2.Trombositopenia

DIC dapat terjadi karena berkurangnya produksi trombosit oleh

sumsum tulang atau akibat meningkatnya penghancuran trombosit.

3.Beredarnya antikoaguan dalam sirkulasi darah.

4.Fibrinolisis berlebihan

C. PREDISPOSISI

1.Infeksi (demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneunomia

berat, malaria tropika). Karena bakteri melepaskan endotoksin

(suatu zat yang dapat menyebabkan terjadinya aktivitas

pembekuan).

2.Komplikasi kehamilan (solusio plasenta, kematian janin intrauterin,

emboli cairan amnion)

Pada keadaan kematian janin intrauterin terjadi pelepasan

tromboplastin yang berasal dari jaringan janin dan terjadilah

pemakaian fibrinogen yang berlebihan karena terlalu lama janin

tidak keluar.

Pada emboli cairan amnion, cairan amnion banyak mengandung

prokoagulan dang kadang-kadagng mengandung lendir yang dapat

mengaktifkan faktor x. Apabila terjadi emboli cairan amnion maka

dapat terjadi oagulopati konsumsi karena kemasukan faktor-faktor

pembekuan tersebut kedalam sirkulasi yang memulai timbulnya

koagulasi intravaskular.

3.Penyakit hati akut

- Atrofi kuning mendadak hati : pada penderita dijumpai

kadar fibrinogen plasma yang rendah dan kadar hancuran

fibrinogen-fibrin yang tinggi. Hampir pasti bahwa

koagulopati disini disebabkan oleh pemakaian prokoagulan

yang meningkat tetapi produksinya oleh hati menurun.

- Kehamilan pada penderita sirosis hepatis

Angka kematian maternal pada ibu hamil pendrita sirosis

hepatis tinggi karena perdarahan pada varises esofagus dan

krisis gawat hati (liver function failure) terutama pada

wanita yan fngsi hatinya terganggu karena sirosis.

D. KOMPLIKASI

Terdapat tiga kemungkinan komplikasi sebagai akibat dari koagulopati

konsumsi sebagai berikut :

1.Pemakaian yang berlebihan dari trombosit bersama-sama faktor

pembekuan yang diperkuat pula oleh efk antikoagulasi dari

hancuran fibrin sendiri akan terjadi perdarahan yang cenderung

sukar dihentikan.

2.Obstruksi oleh bekuan-bekuan darah intravaskular yang terdapat

didalam sirkulasi akan menyebabkan hipoperfusi organ dan

kerusakan jaringan karena iskema hal mana akan menimbulkan

komplikasi lanjutan berupa gagal ginjal medadak, atau sindroma

kerusakan pernapasan orang dewasa (adult respiratory distress

syndrome), dan sebagainya.

3.Deposit fibrin dalam pembuluh darah halus dapat menyebabkan

kerusakan pada dinding sel-sel daah merah sehingga dapat terjadi

berbagai tingkat hemolisis dengan anemia, hemoglobinemia,

hemoglobinuria, dan berbagai kelanan morfologi eritrosit.

E. PATOFISIOLOGI

Pada keadaan normal, kehamilan menyebabkan peningkatan kadar

bermacam-macam faktor pembekuan yaitu faktor pembekuan I

(fibrinogen), VII, VIII, IX, dan faktor pembekuan X, sedangkan trombosit

dan faktor-faktor plasma lain tidak seberapa bertambah. Dalam keadaan

biasa tidak terjadi pembekuan darah intravaskular karena darah yang

beredar tidak tercemar perangsang-peangsang yang mampu memulai

pembekuan disamping terdapat cukup banyak mekanisme yang efektif

terutama oleh sel-sel hati yang bekerja menghancurkan faktor-faktor

pembekuan yang telah diaktifir dan prokoagulan jikapun ada sedikit dalam

peredaran darah.

Dalam keadaan patologik terjadi pengaktifan proses koagulasi

melalui dua cara : (1) cara ekstrinsik oleh tromboplastin yang terlepas jika

ada kerusakan jaringan, dan (2) cara intrinsik oleh kolagen dan komponen

jaringan lain yang mencemari plasma jika trjadi kerusakan pada

endotelium.

Mekanisme lain yang ikut mendorong pembekuan adalah pengaktifan

faktor X oleh protease, umpamanya karena diproduksi oleh sel-sel neo

plasma tertentu, atau oleh karena induksi kegiatan prokoagulan dalm

limfosit atau neotrofil, atau disebabkan rangsangan toksin kuman.

Proses-proses patologik tersebut mengaktifkan prokoagulan dan

yang terakhir ini berlak sebagai pelatuk pembekuan intravaskular yang

meluas (disseminated intravascular coagulation). Oleh karenanya

terjadilah pembekuan fibrin di hampir semua pembuluh darah kecil dari

berbagai organ. Pembekuan fibrin mendorong proses perombakan

plasminogen menjadi plasmin dan yang terakhir ini untuk

mempertahankan sirkulasi mikro agar tidak tersumbat oleh bekuan-bekuan

darah akan menghancurkan fibrinogen, monomer dan polimer fibrin dan

terbentuklah hancuran fibrinogen-fibrin di dalam sirkulasi. Sebagai dari

pengancuran tersebut, bergantung pada ukurannya, merupakan kontributor

yang memperburuk sistem hemostatis dengan memperlambat polimerasi

fibrin yang ditandai oleh perpanjangan waktu protrombin, dan merusak

stabilitas pembekuan darah. Jika faktor-faktor pembekuan yang penting

telah terkuras sehingga yang tersisa turun mencapai kadar kritis,

mekanisme pembekuan tidak mungkin lagi sanggup membekukan /

menghentikan perdarahan.

F. PENANGANAN

Transfusi darah segar yang banak menggantikan berbagai faktor

bekuan yang kurang. Berikan segera obat yang dapat menimbulkan

kontraksi rahim yang kuat untuk memperkecil luas permukaan yang

berdarah karena pada fungsi hati yang masih baik faktor-faktor bekuan

cepat dihasilkan kembali dan perdarahan berhenti.

Pada beberapa keadaan dipertimbangkan pemberian fibrinogen atau

kriopresipitat atau plasma segar (fresh frozen plasma) yang juga

mengandung faktor V dan faktor VIII. Pemberia heparin harus dilakukan

dengan hati-hati karena masih kontroversial.

Pada hibrinolisis dipertimbangkan pemberian epsilon-ominocaproid acid

dengan dosis tepat untuk mencegah pembentukan fibrin yang erlebihan

sehingga menyumbat pembuluh darah halus danmenyebabkan infarkpada

organ tubuh.

SUMBER :

Chalik, TMA. 1997. Hemoragi Utama Obstetri & Ginekologi. Jakarta:Widya

Medika

Sabastian, D. C. 1995. Buku Ajar Bedah = (Sabiston’s essentials surgery).

EGC:Jakarta.