Upload
independent
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RETENSIO PLASENTA
A. PENGERTIAN
Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam
setelah janin lahir. (Winkjosastro, 2010)
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi
waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak,
artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan
tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak
diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi
plasenta adhesiva, plsenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta.
(Manuaba, 2006:176)
B. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI
Menurut Winkjosastro (2007) sebab etensio plasenta dibagi menjadi 2
golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologik anatomik.
1. Sebab fungsional
- His yang kurang kuat (sebab utama)
- Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan
- Ukuran plasenta terlalu kecil
- Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut
2. Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
plasenta belum terlepas dari dindng rahim karena melekat dan
tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
- Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam.
- Plasenta inkreta : villi khorialis tumbuh lebih dalam dan
menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
- Plasenta akreta : villi khorialis tumbuh menembus miometrium
sampai ke serosa.
- Plasenta perkreta : villi khorialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim.
C. KOMPLIKASI
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :
1. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit
pelepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang
melekat membuat luka tidak menutup.
2. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal didalam rahim
meingkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan pot d’entre dari
tempat perlekatan plasenta.
3. Terjadi polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami
infeksi sekunder dan nekrosis.
4. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat
berubah menjadi patologik (displastik-dikariotik) dan akhirnya
menjadi karsinoma invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel
ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa
beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah
awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa
tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa
perubahan abnormal merupakan keadaan pre kanker, yang bisa
berubah menjadi kanker.
5. Syok haemoragik
Syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak yang disebabkan
oleh perdarahan antepartum.
D. PATOFISIOLOGI
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan.
Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi
lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung
kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri
mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini
disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak
dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar
memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh
darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium
yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh
darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta
perdarahan berhenti.
E. PENANGANAN
Apabila plasenta belum lahir dalam setengah sampai 1 jam setelah bayi
lahir, apalagi bila terjadi perdarahan, maka harus segera dikeluarkan.
Tindakan yang dapat dikerjakan adalah :
1. Coba 1-2 kali dengan peasat Crede.
2. Keluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta)
Pasang infus cairan dektrosa 5%, ibu dalam posisi litotomi, dengan
narkosa dan segala sesuatnya dalam keadaan suci hama.
Teknik : tangan kiri diletakan difundus uteri, tangan kanan
dimasukan dalam rongga rahim dengan menyusuri tal pusat
sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas –disisihkan dengan tepi-
tepi jari tangan- bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi
apakah ada luka-luka ssa-sisa plasenta dan bersihkanlah.
Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir
(uterus) dan membawa infeksi.
3. Bila perdarahan banyak berikan transfusi darah.
4. Berikan juga obat-obatan seperti uterotonika dan antibiotika.
PLASENTA REST / SISA PLASENTA
A. PENGERTIAN
Plasenta rest merupakan bentuk perdarahan pasca-partus
berkepanjangan sehingga patrun pengeluaran lokia diserta darah lebih dai
7-10 hari. Dapat terjadi perdarahan baru setelah patrun pengeluaran lokia
normal, dan dapat berbau akibat infeksi plasenta rest. (Manuaba, 2008)
Rest plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membrannya
dalam cavum uteri. (Saifuddin, A.B. 2002)
Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus
yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan
post partum sekunder. (Alhamnsyah, 2008)
Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan ang terjadi akibat
tertinggalnya kotiledon dan selaput kulit ketuban yang mengganggu
kontraksi uterus dalam menjepit pembuluh darah dalam uterus shingga
mengakitbatkan perdarahan. (Winkjosastro, 2008)
B. ETIOLOGI
1. Perdarahan yang sudah terjadi pada kala III
Hal ini disebabkan oleh pemijatan rahim yang tidak merata. Pijatan
rahim sebelum plasenta lepas, pemberian uterotonika dan lain-lain.
2. Tindakan pengeluaran plasenta dengan cara Brandt Andew
Karena cara menekan dan mendorong uterus yang terlalu dalam
sedangkan plasenta belum terlepas dari uterus. (Winkjosastro, 2008)
C. PREDISPOSISI
1. Usia ibu ( < 20 tahun atau > 35 tahun )
Hal ini dikarenakan pada usia di bawah 20 tahun fungsi reproduksi
seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada
usia di bawah 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah
mengalami penurunan dibandingkan funsi reproduksi normal sehingga
kemungkinan terjadi rest plasenta.
2. Jarak antar kelahiran.
Dibutuhkan 2-4 tahun untuk mengembalikan kondisi tubh ibu seperti
sebelumnya. Melahirkan dalam jarak waktu yang singkat
mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik dan organ
reprosuksi ibu belum pulih secara sempurna.
3. Anemia
Bahaya persalinan pada ibu yang mengalami anemia adalah gangguan
his (kekuatan mengejan). Kala I dapat berlangsung lama, kala II
berlangsung lama sehingga menyebabkan ibu kelelahan dan sering
memerlukan tindakan operasi kebidanan. Kala ur dapat diikuti dengan
retensio plasenta, perdarahan post partum karena atoni uteri dan
plasenta rest, kala IV dapat terjadi perdarahan post-partum sekunder
dan atonia uteri juga plasenta rest.
D. KOMPLIKASI
1. Sumber infeksi dan perdarahan potensial
2. Terjadi plasenta polip
3. Degenerasi korio karsinoma
4. Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah
E. PATOFISIOLOGI
Tertinggalnya plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi
uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka.
Sewaktu suatu bagian dari plasenta – satu atau lebih lobus – tertinggal,
maka uterus tidak dpat berkontraksi secara efektif. (Saifuddin, 2002)
F. PENANGANAN
Tindakan penanganan meliputi pemasangan infus profilaksis,
pemberian antibiotik adekuat, pemberian uterotonik (oksitosin dan/atau
metergin), dan tindakan definitif dengan kuretase dan dilakukan
pemeriksaan patologi-anatomik (PA). (Manuaba, 2008)
Menurut Saifuddin (2002), penanganan pada plasenta rest yaitu :
1. Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi
manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang
digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.
2. Kelurkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar.
Catatan : jaringan yang melekat dengan kuat, mungkin plasenta
akreta. Usaha untuk melepaskan plasenta yang melekat kuat dapat
mengakibatkan perdarahan berat atau perforasi uterus, yang biasanya
membutuhkan tindakan histerektomi.
3. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan
menggunakan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan
terbentuknya pembekua darah setelah 7 menit atau terbentuknya
pembekuan darah yang lunak yang mudah hancur menunjukan adnya
kemnungkinan koagulopati.
Sumber :
Manuaba, I.A.C. 2008. Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri-
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta:EGC
Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Jakarta:EGC
Saifuddin, A.B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sastrawinata, S. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi.
Jakarta:EGC
ATONIA UTERI
A. PENGERTIAN
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tdak dapat
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas
melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Buku acuan APN, 2008).
Menurut Azwar (2004), atonia uterus adalah tidak berkontaksinya
uterus dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemjatan)
fundus uteri.
B. ETIOLOGI
1. Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan disfungsi intrinsik
uterus.
2. Kerja uterus yang tidak efektif : kerja uterus yang tidak efektif selama
dua kala persalinan yang pertama kemungkinan besar akan diikuti
oleh kontraksi serta retraksi myometriumyang jelek dalam kala III.
3. Kelelahan akibat partus lama : bukan hanya rahim yang lelah
cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi ibu juga yang
keletihan kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah.
4. Myoma uteri : myoma uteri dapat menimbulkan perdarahan denan
gangguan kontraksi serta retraksi myometrium.
C. PREDISPOSISI
1. Umur
Usia < 20 tahun atau > 35 tahun mempengaruhi keadaan dan
kemampuanuterus untuk berkontraksi.
2. Paritas
Sering dijumpai pada multipara dan grandemultipara.
3. Uterus terlalu regang dan besar, misalnya pada gameli, hidramnion,
atau janin besar.
Pada keadaan yang demikian pembuluh-pembuluh darah pada dinding
rahim di tapak plasenta atau ditempat plasenta terlepas tidak segera
tertutup karena kontraksi dan retraktilitas otot rahim menjadi lemah.
4. Faktor sosial ekonomi, yaitu malnutrisi.
D. KOMPLIKASI
Komplikasi pada atonia uteri yaitu perdarahan post partum primer
yang dapat mengakibatkan syok. Bila terjadi syok yang berat dan pasien
selamat, dapat terjadi komplikasi yaitu anemia dan infeksi dalam masa
nifas.
Infeksi daam keadaan anemia bisa berlangsung berat sampai sepsis. Pada
perdarahan yang disertai oleh pembekuan intravaskuler merata dapat
terjadi kegagalan fungsi organ-organ seperti gagal ginjal mendadak.
(Khairi, 2011)
E. PATOFISIOLOGI
Perdarahan post partum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan
retraksi serat-serat myometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan
terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ditempat
plasenta berhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi
myometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab
utama perdarahan post partum.
Sekalipun pada perdarahan post partum kadang-kadang sama sekali tidak
disangka tona uteri sebagai penyebabnya, namun adanya faktor penyebab
dalam banyak hal harus menimbulkan kewaspadaan terhadap
kemungkinan gangguan tersebut.
F. PENANGANAN
1. Menimbulkan kontraksi otot rahim
a. Pemberian uterotonika
- Oksitosin langsung I.V / I.M, menimbulkan kontraksi cepat
- Methergin I.V / I.M, mempertahankan kontraksi
- Prostaglandin
b. Kompresi Bimanual
- Tangan kanan dimasukan kedalam vagina, membuat tinju
kearah dinding depan uterus. Tangan kiri melipat fundus
sehingga rahim terlipat, dengan tujuan menghentikan
perdarahan.
- Tangan kanan dimasukan ke vagina, selanjutnya menjepit
serviks hingga tertutup. Tangan kiri diluar melakukan
massase sehingga menimbulkan kontraksi otot rahim.
c. Ligasi arteri hipogastrik
Operasi untuk mengentikan perdarahan dengn melakukan
ligasi arteri hipogastrika, cukup sulit karena ada kemungkinan
ikut terikatnya ureter dan menimbulkan komplikasi pada
ginjal.
d. Penjepitan parametrium menurut Herkel
- Bibir serviks atas dan bawah dijepit dengan tenokulum.
- Tarik curam kebawah sehingga parametrium sekitar
serviks tampak.
- Untuk menjepit uterin kanan, arahkan tenakulum kearah
kiri, dan jepitlah forniks-parametrium dengan kelly
panjang.
- Selanjutnya dilakukan pada forniks-parametrium
kontralateral.
- Klem kelly dipertahankan sekitar 2-24 jam sampai
perdarahan dan keadaan umum penderita dapat diatasi.
e. Histerektomi supravaginal
Sumber :
Chalik, TMA. 1997. Hemoragi Utama Obstetri & Ginekologi. Jakarta:Widya
Medika
Manuaba, I.A.C. 2008. Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri-
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta:EGC
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
Jakarta:EGC
Oxorn, H. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta:Yayasan Essentia Medika (YEM)
PERLUKAAN JALAN LAHIR
A. PENGERTIAN
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah
yang bervarasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu
dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi.
Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan
robekan uterus. (Manuaba, 2010)
Jenis trauma jalan lahir :
1. Trauma perineum
Lecet ringan, robekan perineum tingkat I, II dan III.
Gejala :
- Perdarahan ringan
- Perdarahan sedang
- Perdarahan dalam
- Mengenai spingtr ani dan mukosa rektum
2. Trauma vagina
Luka terbuka dan hematoma
Gejala :
- Perdarahan
- Gangguan tanda vital dan syok
3. Trauma serviks
Luka melinta dan membujur serta dapat terus sampai segmen
bawah rahim.
Gejala :
- Perdarahan terus dan baru (merah)
- Kontraksi rahim baik
4. Kolporeksi
Robekan pada forniks sehingga bahaya infeksi mengancam jiwa.
Gejala :
- Perdarahan terus
- Kontraksi rahim baik
- Serviks utuh
5. Ruptur uteri
Terdapat dua bentuk inkompletus dan kompletus. Kematian janin
akibat ruptur uteri inkompletus mendekati 100% sedangkan ibu
sekitar 40-5-%. Kematian karena ruptur uteri adalah karena
perdarahan dan sepsis atau kombinasinya.
B. ETIOLOGI
1. Persalinan dengan tindakan operasi vagina karena operasi
merupakan tindakan paks pertolongan persalinan sehingga
menimbulkan trauma jalan lahr.
2. Persalinan dukun karena dukun melakukan pertolongan tanpa
dijahit.
3. Kepala janin besar, karena regangan jalan lahir yang berlebihan
akan menyebabkan robekan dan akan timbul perdarahan segera.
4. Pimpinan prsalinan yang salah, karena serviks mengalami tekanan
kuat oleh kepala janin, namun pembukaan belum maju.
C. PREDISPOSISI
1. Paritas
Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki risiko
lebih besar untuk mengalamirobekan prineum karena jalan lahir
yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehngga otot-otot
perineum belum meregang. (Winkjosastro, 2002)
2. Jarak kelahiran
Jarak kelahiran < 2 tahun tergolong risiko tinggi karena keadaan
jalan lahir yang mungkin pada persalinan trdahulu mengalami
robekan perineum derajat tiga atau empat, sehingga proses
pemulihan belum sempurna dan robean perineum terjadi. (DepKes,
2004)
3. Berat badan bayi
Berat badan janin > 3.500 gram dapat mengakibatkan ruptur
perineum karena resiko trauma partus melalui vagina seperti
distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. (Chalik,
2001)
D. KOMPLIKASI
Trauma jalan lahir perlu mendapat perhatian karena dapat menyebabkan :
1. Disfungsional organ bagian paling luar sampai alat reproduksi
vital.
2. Sebagai sumber perdarahan yang dapat berakibat fatal.
3. Sumber atau jalan masuknya infeksi.
E. PATOFISIOLOGI
Robekan perineum dapat terjadi primipara atau pada multipara.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tenah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin terlalu cepat lahir, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukurn
yang lebih besar atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.
F. PENANGANAN
Bidan harus menilai lebih dahulu tingkat trauma persalinan.
Trauma persalinan yang digolongkan trauma ringan adalah perlukaan
perineum (episiotomi) tingkat pertama dan kedua. Dalam menghadapi
perlukaan ini bidan sudah bisa melakukan penjahitan ulang.
- Persiapan tindakan trauma jalan lahir ringan & sedang :
1. Perbaikan keadaan umum (infus transfusi)
2. Pemberian antibiotik/antipiretik
3. Anastesi lokal/umum
4. Tindakan :
- Rekontruksi organ
- Ligasi untuk hentikan perdarahan
- Pasang kateter
5. Evaluasi hasil tindakan
- Persiapan tindakan trauma jalan lahir berat :
1. Perbaikan keadaan umm (infus transfusi darah pasif &
oksigen)
2. Tindakan definitif (menjahit koporesi atau histerektomi)
3. Evaluasi hasil tindakan
SUMBER :
Manuaba, I.A.C. 2008. Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri-
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta:EGC
Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Jakarta:EGC
INVERSIO UTERI
A. PENGERTIAN
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian
atau seluruhnya masuk kedalam kavum uteri. (Mochtar, R. 1998)
Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana sebagian atas uterus
(fundus uteri) memasuki kavum uteri sehingga fundus uteri sebelah dalam
menonjol kedalam kavum uteri. (Prawirohardjo, S. 2010)
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk
kedalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Keadaan ini
biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara
Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik. Inversio uteri
memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok. (Manuaba,
I.B.G, 2008)
Yang dimaksud dengan inversio uteri adalah sebagian atau seluruh
uterus mengalami herniasi demikian rupa sehingga ada bagian fundus
yang menjadi cekung. Dengan kata lain uterus ini terbalik sehingga bagian
luarnya yang menghadap ke rongga peritoneum mencekung kearah rongga
rahim. (Chalik, TMA. 1997)
B. ETIOLOGI
1. Partus presipitatus
Inversio terjadi saat rahim berada dalam keadaa berhenti
berkontraksi (atonik) sementara gaya berat tubuh janin menarik
fundus keluar. Pada keadaan yang demikian kedua saluran telur,
ovarium, ligamentum latum, ligamentum rotundum, kadang-
kadang intestin dan omentum semuanya ikut tertarik masuk
kedalam cekungan korpus uteri yang tela terbalik itu dan
menimblkan rasa nyeri yang amat kuat karena tarikan tersebut
melibatkan peritoneum viserale yang kaya serabut saraf sensoris
kedalamnya.
2. Tindakan Crede
Persalinan plasenta secara Crede, namun kontraksi otot rahim
belum kuat dan tali pusat ditarik tau fundus uteri ditekan terlalu
kuat.
C. PREDISPOSISI
1. Abnormalitas uterus dan kandungannya
- Plasenta adhesiva : implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme
separasi fisiologis.
- Tali pusat pendek
Kadang tali pusat sedemikian pendeknya sehngga perut
janin akan berhubungan dengan plasenta yang
mempengaruhi kemungkinan kelahiran anak.
- Kelemahan dinding uterus pada tempat melekatnya
plasenta.
Karena tonus otot rahim yang lemah an terjadi tarikan pada
tali pusat saat tidak adanya kontraksi.
2. Kondisi fungsional uterus
- Relaksasi myometrium
- Gangguan mekanisme kontraksi
D. KOMPLIKASI
Syok yang berat dan perdarahan yang bervariasi jumahnya adalah
dua komplikasi segera dari inversio uteri. Perdarahan yang banyak
terdapat pada inversio yang plasentanya terlah terlepas. Komplikasi yang
datang belakangan adalah sepsis puerperalis yang diperberat infeksinya
oleh berbagai tindakan penanggulangan yang harus dilakukan terhadap
pasien.
Ileus paralitik atau ileus obstruksi, emboli, anuria dan sindroma
Sheehan dapat juga terjadi sebagai komplikasi lain pada inversio uteri.
Pasien bisa meninggal kemudian bila tidak memperoleh perawatan yang
baik karena uterusnya trinfeksi dan nekrosis.
E. PATOFISIOLOGI
1. Perdarahan yang berasal dari bekas implantasi plasenta.
2. Tarikan dari peritoneum parietalis menyebabkan rasa nyeri
sehingga dapat dikatakan sebagai syok heurogenik.
3. Tarikan peritoneum parietalis menyebabkan dinding abdomen
tegang sehingga sulit melakukan palpasi dengan baik untk
menegakkan diagnosis inversio uteri.
4. Inversio uteri post partum yang diserta syok dapat meningkatkan
mortalitas sekita 30%. (Manuaba, 2007)
F. PENANGANAN
1. Pasang infus rangkap, mempersiapkan darah secukupnya.
2. Berikan tokolitik (Ritodrine/magnesium sulfat)
3. Hilangkan rasa nyeri dengan pethidine atau morfin
4. Lakukan reposisi :
- Anastesia segera dengan general anastesia
- Reposisi pervaginam plasenta manuil, masase, uterotonik,
oksitosin dan metergin.
5. Bila gagal reposisi, lakukan tindakan operasi :
- Transabdominal menurut Haultein
- Transvaginal menurut Spinelli.
Menurut Saifuddin (2002) :
1. Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidine 1 mg/kg BB (tetapi
jangan lebih dari 100 mg) IM atau IV secara perlhan atau berikan
morfin 0,1 mg/kg BB IM.
Catatan : jangan berikan oksitosin sampai inversi telah direposisi.
2. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan
menggunakan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan
terbentuknya bekuan darah setelah 7 menit atau terbentunya
bekuan darah yang lunak yang mudh hancur menunjukan adanya
kemungkinan koagulopati.
3. Berikan antibiotika profiklaksis dosis tunggal setelah mereposisi
uterus
- Ampisilin 2 gr IV ditambah metronidazole 500 mg IV atau
- Sefazolin 1 gr IV ditambah metronidazol 500 mg IV.
4. Jika terdapat tanda0tanda infeksi (demam, sekret vagina yang
berbau), berikan antibiotika untuk metritis.
5. Jika dicurigai terjadi nekrosis, lakukan histerektomi vaginal. Hal
ini mungkin membutuhkan rujukan kepusat pelayanan kesehatan
tersier.
SUMBER :
Chalik, TMA. 1997. Hemoragi Utama Obstetri & Ginekologi. Jakarta:Widya
Medika
Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Jakarta:EGC
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
Jakarta:EGC
Oxorn, H. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta:Yayasan Essentia Medika (YEM)
Saifuddin, A.B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH /
DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULOTION (DIC)
A. PENGERTIAN
Koagulasi intravaskular diseminata (KID / DIC) adalah suatu
sindrom yang ditandai dengan adanya perdarahan akibat trombin
bersirkulasi dalam darah pada daerah tertentu. Dasarnya adalah
pembentukan pembekuan darah darah dalam pembuluh-pembuluh darah
kapiler, diduga karena masuknya tromboplastin jaringan kedalam darah.
Akibat pembekuan ini terjadi trombositopenia, pemakaian faktor-faktor
pembekuan darah dan fibrinolisis.
DIC adalah kelainan koagulasi yang disebabkan oleh defisiensi
faktor koagulasi dn trombosit akibat konsumsi yang meningkat. DIC
dipicu oleh masuknya zat yang dapat mengaktifkan system koagulasi.
Disseminated Intravascular Coagulation bukan merupakan penyakit, tetapi
merupakan sindroma yang ada penyakit dasarnya atau underlying disease.
Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) adalah sindroma patologi
yang terjadi sebagai komplikas dari semua tipe syok sirkulasi. (Sabiston,
D. 1995)
B. ETIOLOGI
1.Hiperfibrinogen
2.Trombositopenia
DIC dapat terjadi karena berkurangnya produksi trombosit oleh
sumsum tulang atau akibat meningkatnya penghancuran trombosit.
3.Beredarnya antikoaguan dalam sirkulasi darah.
4.Fibrinolisis berlebihan
C. PREDISPOSISI
1.Infeksi (demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneunomia
berat, malaria tropika). Karena bakteri melepaskan endotoksin
(suatu zat yang dapat menyebabkan terjadinya aktivitas
pembekuan).
2.Komplikasi kehamilan (solusio plasenta, kematian janin intrauterin,
emboli cairan amnion)
Pada keadaan kematian janin intrauterin terjadi pelepasan
tromboplastin yang berasal dari jaringan janin dan terjadilah
pemakaian fibrinogen yang berlebihan karena terlalu lama janin
tidak keluar.
Pada emboli cairan amnion, cairan amnion banyak mengandung
prokoagulan dang kadang-kadagng mengandung lendir yang dapat
mengaktifkan faktor x. Apabila terjadi emboli cairan amnion maka
dapat terjadi oagulopati konsumsi karena kemasukan faktor-faktor
pembekuan tersebut kedalam sirkulasi yang memulai timbulnya
koagulasi intravaskular.
3.Penyakit hati akut
- Atrofi kuning mendadak hati : pada penderita dijumpai
kadar fibrinogen plasma yang rendah dan kadar hancuran
fibrinogen-fibrin yang tinggi. Hampir pasti bahwa
koagulopati disini disebabkan oleh pemakaian prokoagulan
yang meningkat tetapi produksinya oleh hati menurun.
- Kehamilan pada penderita sirosis hepatis
Angka kematian maternal pada ibu hamil pendrita sirosis
hepatis tinggi karena perdarahan pada varises esofagus dan
krisis gawat hati (liver function failure) terutama pada
wanita yan fngsi hatinya terganggu karena sirosis.
D. KOMPLIKASI
Terdapat tiga kemungkinan komplikasi sebagai akibat dari koagulopati
konsumsi sebagai berikut :
1.Pemakaian yang berlebihan dari trombosit bersama-sama faktor
pembekuan yang diperkuat pula oleh efk antikoagulasi dari
hancuran fibrin sendiri akan terjadi perdarahan yang cenderung
sukar dihentikan.
2.Obstruksi oleh bekuan-bekuan darah intravaskular yang terdapat
didalam sirkulasi akan menyebabkan hipoperfusi organ dan
kerusakan jaringan karena iskema hal mana akan menimbulkan
komplikasi lanjutan berupa gagal ginjal medadak, atau sindroma
kerusakan pernapasan orang dewasa (adult respiratory distress
syndrome), dan sebagainya.
3.Deposit fibrin dalam pembuluh darah halus dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding sel-sel daah merah sehingga dapat terjadi
berbagai tingkat hemolisis dengan anemia, hemoglobinemia,
hemoglobinuria, dan berbagai kelanan morfologi eritrosit.
E. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal, kehamilan menyebabkan peningkatan kadar
bermacam-macam faktor pembekuan yaitu faktor pembekuan I
(fibrinogen), VII, VIII, IX, dan faktor pembekuan X, sedangkan trombosit
dan faktor-faktor plasma lain tidak seberapa bertambah. Dalam keadaan
biasa tidak terjadi pembekuan darah intravaskular karena darah yang
beredar tidak tercemar perangsang-peangsang yang mampu memulai
pembekuan disamping terdapat cukup banyak mekanisme yang efektif
terutama oleh sel-sel hati yang bekerja menghancurkan faktor-faktor
pembekuan yang telah diaktifir dan prokoagulan jikapun ada sedikit dalam
peredaran darah.
Dalam keadaan patologik terjadi pengaktifan proses koagulasi
melalui dua cara : (1) cara ekstrinsik oleh tromboplastin yang terlepas jika
ada kerusakan jaringan, dan (2) cara intrinsik oleh kolagen dan komponen
jaringan lain yang mencemari plasma jika trjadi kerusakan pada
endotelium.
Mekanisme lain yang ikut mendorong pembekuan adalah pengaktifan
faktor X oleh protease, umpamanya karena diproduksi oleh sel-sel neo
plasma tertentu, atau oleh karena induksi kegiatan prokoagulan dalm
limfosit atau neotrofil, atau disebabkan rangsangan toksin kuman.
Proses-proses patologik tersebut mengaktifkan prokoagulan dan
yang terakhir ini berlak sebagai pelatuk pembekuan intravaskular yang
meluas (disseminated intravascular coagulation). Oleh karenanya
terjadilah pembekuan fibrin di hampir semua pembuluh darah kecil dari
berbagai organ. Pembekuan fibrin mendorong proses perombakan
plasminogen menjadi plasmin dan yang terakhir ini untuk
mempertahankan sirkulasi mikro agar tidak tersumbat oleh bekuan-bekuan
darah akan menghancurkan fibrinogen, monomer dan polimer fibrin dan
terbentuklah hancuran fibrinogen-fibrin di dalam sirkulasi. Sebagai dari
pengancuran tersebut, bergantung pada ukurannya, merupakan kontributor
yang memperburuk sistem hemostatis dengan memperlambat polimerasi
fibrin yang ditandai oleh perpanjangan waktu protrombin, dan merusak
stabilitas pembekuan darah. Jika faktor-faktor pembekuan yang penting
telah terkuras sehingga yang tersisa turun mencapai kadar kritis,
mekanisme pembekuan tidak mungkin lagi sanggup membekukan /
menghentikan perdarahan.
F. PENANGANAN
Transfusi darah segar yang banak menggantikan berbagai faktor
bekuan yang kurang. Berikan segera obat yang dapat menimbulkan
kontraksi rahim yang kuat untuk memperkecil luas permukaan yang
berdarah karena pada fungsi hati yang masih baik faktor-faktor bekuan
cepat dihasilkan kembali dan perdarahan berhenti.
Pada beberapa keadaan dipertimbangkan pemberian fibrinogen atau
kriopresipitat atau plasma segar (fresh frozen plasma) yang juga
mengandung faktor V dan faktor VIII. Pemberia heparin harus dilakukan
dengan hati-hati karena masih kontroversial.
Pada hibrinolisis dipertimbangkan pemberian epsilon-ominocaproid acid
dengan dosis tepat untuk mencegah pembentukan fibrin yang erlebihan