12
Naufal Ishartono: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa SMA Kelas XI IPA 1 Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa SMA Kelas XI IPA Naufal Ishartono Prodi S2 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya [email protected] Abstrak Jenis penelitian ini termasuk penelitian pengembangan. Adapun yang dikembangkan dalam penelitian ini adlaah perangkat pembelajaran yang meliputi RPP, LKS, dan THB. Model pengembangan perangkat pembelajara yang digunakan adalah model pengembangan ADDIE. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pengembangan perangkat pembelajaran dan menghasilkan perangkat pembelajaran trigonometri berbasis penemuan terbimbing untuk siswa kelas XI IPA yang memenuhi aspek validitas, kepraktisan, dan efektifitas, serta mengetahui keefektifan pembelajaran trigonometri dengan metode Penemuan Terbimbing. Untuk menghasilkan perangkat pembelajaran trigonometri berbasis penemuan terbimbing untuk siswa kelas XI IPA yang baik, maka dilakukan validasi terhadap perangkat pembelajaran dan uji coba perangkat pembelajaran guna mengetahui kepraktisan dan keefektifan perangkat pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan: (1) perangkat pembelajaran trigonometri berbasis penemuan terbimbing yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria valid dan praktis, namun belum efektif, dan (2) pembelajaran trigonometri berbasis penemuan terbimbing kurang efektif. Kata Kunci: Penemuan Terbimbing, Trigonometri Abstract This research is categorized as Research and Development (R & D). As developed in this research is learning device that consists of lesson plan, student worksheet, and test. This research adopts ADDIE as a R & D model that stands for Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation. The aim of this study are to describe the development process and to produce trigonometry learning device based on guided discovery method for students of grade XI Natural Science, as well as determine the effectiveness of trigonometry learning process using Guided Discovery method. To produce the trigonometry learning device based on guided discovery method for students of grade XI Natural Science, so it requires a validation from the experts and a trial to determine its practicability and effectiveness. According to the result of data analysis, it can be concluded: (1) trigonometry learning device based on guided discovery method for students of grade XI Natural Science fulfills criterion of valid and practically, but not effective yet, and (2) trigonometry learning process based on guided discovery method is not yet effective. Keywords: Guided Discovery, Trigonometry PENDAHULUAN Trigonometri adalah salah satu cabang dari matematika yang memiliki objek kerja berupa unsur- unsur segitiga seperti ketiga sudut segitiga dan ketiga sisi segitiga, serta menggunakan fungsi-fungsi trigonometri seperti sinus, cosinus, tangen, secan, cosecan, dan cotangen, beserta aplikasinya (Rusgianto, 2008:1-29). Banyak sekali bidang-bidang yang menggunakan trigonometri sebagai salah satu ilmu hitungnya, seperti pada bidang astronomi, teori statistika, ekonomi, arsitektur, musik, geodesi, kimia, oseanografi, farmasi, kimia, biologi, statistika, teknik sipil, analisis pasar finansial, dan lain-lain. Oleh sebab itu, terlihat bahwa betapa pentingnya trigonometri dalam kehidupan keseharian kita. Jika ditarik dalam dunia pendidikan, materi tigonometri diajarkan kepada siswa pada tingkatan SMA, dimana berdasarkan kurikulum 2006 materi yang dipelajari masuk pada ranah perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri di kelas X, dan pada tingkatan berikutnya, yaitu siswa yang mengambil jurusan IPA pada penjurusan di kelas XI, materi trigonometri yang diajarkan adalah tentang menurunkan rumus trigonometri dan penggunaannya. Penelitian ini akan fokus pada materi trigonometri yang diajarkan pada kelas XI IPA dimana banyak konsep-konsep hasil penurunan rumus trigonometri yang harus dipahami dan dimengerti siswa. Oleh sebab itu, pembelajaran dalam materi ini haruslah bermakna bagi siswa dimana mereka tidak hanya tahu atau hafal rumus-rumus tersebut, melainkan juga harus mengerti proses bagaimana rumus tersebut dapat ditemukan, yang tentunya hal-hal tersebut haruslah terakomodir dalam buku pelajaran yang mereka gunakan sebagai sumber belajar. Tetapi apa yang disajikan dalam buku pelajaran yang mereka miliki sering kali tidak memberi ruang bagi siswa untuk dapat terlibat aktif dalam proses penemuan atau pengkonstruksian konsep tersebut.

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa SMA Kelas XI IPA

Embed Size (px)

Citation preview

Naufal Ishartono: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa

SMA Kelas XI IPA

1

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa

SMA Kelas XI IPA

Naufal Ishartono

Prodi S2 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

Abstrak

Jenis penelitian ini termasuk penelitian pengembangan. Adapun yang dikembangkan dalam

penelitian ini adlaah perangkat pembelajaran yang meliputi RPP, LKS, dan THB. Model pengembangan

perangkat pembelajara yang digunakan adalah model pengembangan ADDIE. Penelitian ini bertujuan

untuk mendeskripsikan proses pengembangan perangkat pembelajaran dan menghasilkan perangkat

pembelajaran trigonometri berbasis penemuan terbimbing untuk siswa kelas XI IPA yang memenuhi

aspek validitas, kepraktisan, dan efektifitas, serta mengetahui keefektifan pembelajaran trigonometri

dengan metode Penemuan Terbimbing. Untuk menghasilkan perangkat pembelajaran trigonometri

berbasis penemuan terbimbing untuk siswa kelas XI IPA yang baik, maka dilakukan validasi terhadap

perangkat pembelajaran dan uji coba perangkat pembelajaran guna mengetahui kepraktisan dan

keefektifan perangkat pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan: (1) perangkat

pembelajaran trigonometri berbasis penemuan terbimbing yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria

valid dan praktis, namun belum efektif, dan (2) pembelajaran trigonometri berbasis penemuan terbimbing

kurang efektif.

Kata Kunci: Penemuan Terbimbing, Trigonometri

Abstract

This research is categorized as Research and Development (R & D). As developed in this research is

learning device that consists of lesson plan, student worksheet, and test. This research adopts ADDIE as a

R & D model that stands for Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation. The aim

of this study are to describe the development process and to produce trigonometry learning device based

on guided discovery method for students of grade XI Natural Science, as well as determine the

effectiveness of trigonometry learning process using Guided Discovery method. To produce the

trigonometry learning device based on guided discovery method for students of grade XI Natural Science,

so it requires a validation from the experts and a trial to determine its practicability and effectiveness.

According to the result of data analysis, it can be concluded: (1) trigonometry learning device based on

guided discovery method for students of grade XI Natural Science fulfills criterion of valid and

practically, but not effective yet, and (2) trigonometry learning process based on guided discovery method

is not yet effective.

Keywords: Guided Discovery, Trigonometry

PENDAHULUAN

Trigonometri adalah salah satu cabang dari

matematika yang memiliki objek kerja berupa unsur-

unsur segitiga seperti ketiga sudut segitiga dan ketiga sisi

segitiga, serta menggunakan fungsi-fungsi trigonometri

seperti sinus, cosinus, tangen, secan, cosecan, dan

cotangen, beserta aplikasinya (Rusgianto, 2008:1-29).

Banyak sekali bidang-bidang yang menggunakan

trigonometri sebagai salah satu ilmu hitungnya, seperti

pada bidang astronomi, teori statistika, ekonomi,

arsitektur, musik, geodesi, kimia, oseanografi, farmasi,

kimia, biologi, statistika, teknik sipil, analisis pasar

finansial, dan lain-lain. Oleh sebab itu, terlihat bahwa

betapa pentingnya trigonometri dalam kehidupan

keseharian kita.

Jika ditarik dalam dunia pendidikan, materi

tigonometri diajarkan kepada siswa pada tingkatan SMA,

dimana berdasarkan kurikulum 2006 materi yang

dipelajari masuk pada ranah perbandingan, fungsi,

persamaan, dan identitas trigonometri di kelas X, dan

pada tingkatan berikutnya, yaitu siswa yang mengambil

jurusan IPA pada penjurusan di kelas XI, materi

trigonometri yang diajarkan adalah tentang menurunkan

rumus trigonometri dan penggunaannya. Penelitian ini

akan fokus pada materi trigonometri yang diajarkan pada

kelas XI IPA dimana banyak konsep-konsep hasil

penurunan rumus trigonometri yang harus dipahami dan

dimengerti siswa. Oleh sebab itu, pembelajaran dalam

materi ini haruslah bermakna bagi siswa dimana mereka

tidak hanya tahu atau hafal rumus-rumus tersebut,

melainkan juga harus mengerti proses bagaimana rumus

tersebut dapat ditemukan, yang tentunya hal-hal tersebut

haruslah terakomodir dalam buku pelajaran yang mereka

gunakan sebagai sumber belajar. Tetapi apa yang

disajikan dalam buku pelajaran yang mereka miliki sering

kali tidak memberi ruang bagi siswa untuk dapat terlibat

aktif dalam proses penemuan atau pengkonstruksian

konsep tersebut.

Dzikra Fu’adiah: Profil Penalaran Kuantitatif Siswa SMP Ditinjau dari Gender

Berdasarkan rangkuman hasil wawancara peneliti

dengan bebearapa guru matematika SMA di Yogyakarta

tentang pengelaman mereka mengajarkan materi rumus

turunan trigonometri, diketahui bahwa dalam materi

turunan trigonometri, guru cenderung lebih banyak

menjelaskan rumus di depan kelas dan siswa lebih

banyak mencatat apa yang dijelaskan oleh guru. Dalam

hal ini, guru jarang atau hampir tidak pernah memberikan

melibatkan siswa secara langsung untuk menemukan

rumus-rumus turunan trigonometri. Guru lebih banyak

mendominasi pembelajaran dikarenakan guru belum

menemukan sumber belajar yang dapat membantu guru

untuk menyiapkan siswa agar dapat secara mandiri atau

paling tidak terlibat aktif dalam menemukan rumus-

rumus turunan trigonometri. Sehingga, siswa hanya

mencatat hasil rumus yang dijelaskan guru dan

menghafalkannya. Selain itu, masalah ini pun juga sering

kali ditemukan pada buku-buku yang diproduksi oleh

production house dimana pihak pengarang buku hanya

menyediakan rangkuman rumus-rumus untuk dihapalkan

oleh siswa. Sehingga akan ada kecenderungan siswa

untuk lebih memilih cara belajar yang lebih mudah yaitu

dengan menghafalkan apa yang mereka pelajari atau

kebiasaan tersebut kita kenal sebagai rote-learning

behaviour.

Hal ini akan berdampak buruk terhadap proses

belajar mereka, karena ada kemungkinan apa yang

mereka pelajari tidak akan bermakna (meaningless).

Seperti apa yang dikatakan oleh Ausubel dalam Bell

(1978:132) bahwa jika seorang anak berkeinginan untuk

mengingat sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu

dengan hal yang lain maka baik proses maupun hasil

pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan

tidak akan bermakna sama sekali baginya. Oleh sebab itu,

untuk meminimalisir kecenderungan itu, maka guru

haruslah bisa merancang dan mengembangkan suatu

perangkat pembelajaran yang dapat melibatkan siswa

secara aktif dan mengubah gaya belajar mereka yang

tadinya lebih ke arah menghafalkan rumus atau konsep

ke arah gaya belajar yang lebih bermakna dimana siswa

benar-benar tahu apa yang mereka pelajari. Hal ini

sejalan dengan makna dari pembelajaran dimana menurut

Dimyati dan Mudjiono (1999:297) bahwa pembelajaran

adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain

instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang

menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Dalam pengembangan perangkat pembelajaran

tersebut, guru haruslah dapat memilih pendekatan yang

tepat untuk mengaktifkan siswa dalam proses

pembelajaran, dimana pendekatan tersebut memberikan

banyak pengalaman bagi siswa yang nantinya akan

bermanfaat bagi mereka ke depan. Contohnya adalah

ketika mereka lupa akan suatu konsep rumus turunan

trigonometri ketika sedang mengerjakan soal-soal,

mereka akan dengan mudah menggunakan pengalaman

mereka untuk mengonstruksi ulang konsep itu secara

mandiri. Tentunya kondisi ini akan sangat berbeda ketika

mereka mempelajari konsep tersebut dengan menghafal.

Selain itu, pengalaman tersebut akan berguna ketika

siswa menghadapi soal-soal yang tidak rutin, dimana

mereka perlu memanipulasi cara untuk menemukan

jawaban dari soal-soal tidak rutin tersebut. Fink (2003:6)

mengatakan bahwa pengalaman-pengalaman yang

diperoleh siswa dalam proses pembelajaran haruslah

mencakup dua dimensi yaitu proses dan hasil. Dimensi

yang dimaksud memiliki ciri-ciri tersendiri:

1. Proses:

a. Engaged: siswa diikutsertakan dalam proses

pembelajaran mereka.

b. High energy: kelas memiliki tingkat energi yang

tinggi.

2. Hasil:

a. Significant and lasting change: pembelajaran

menghasilkan perubahan yang signifikan pada

siswa, perubahan yang berkelanjutan setelah

proses pembelajaran berakhir dan bahkan

setelah siswa telah lulus.

b. Value in live: apa yang siswa pelajari memiliki

sebuah potensi yang tinggi sebagai nilai dalam

hidup mereka setelah proses pembelajaran usai,

dengan meningkatkan kualitas kehidupan

pribadi mereka, mempersiapkan mereka dalam

komunitas masyarakat, atau mempersiapkan

mereka menju dunia kerja.

Salah satu bentuk perangkat pembelajaran yang tepat

untuk mengatasi kecenderungan siswa belajar secara

menghafal dan mengubahnya menjadi belajar secara aktif

dan mandiri adalah perangkat pembelajaran yang

berbasis pada metode Penemuan Terbimbing. Secara

umum, metode Penemuan Terbimbing (Guided

Discovery) adalah suatu model pembelajaran yang dapat

melibatkan siswa secara aktif untuk menemukan

pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah

mereka miliki di bawah bimbingan guru. Dan adapun

perangkat pembelajaran yang dimaksud adalah berupa

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang di

dalamnya meliputi Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan

Tes Hasil Belajar (THB). Sedangkan metode Penemuan

Terbimbing akan dititik beratkan sebagai basis dalam

pengembangan RPP yang memuat LKS di dalamnya.

Alasan pemilihan LKS sebagai perangkat kedua yang

akan dikembangkan dikarenakan media ini terdiri dari

lembaran-lembaran yang berisi langkah-langkah

terstruktur dan terurut untuk menemukan suatu konsep.

Berikutnya adalah THB, ini akan dikembangkan

berdasarkan dari apa yang telah mereka pelajari selama

proses pembelajaran, tujuannya adalah untuk menjadi

salah satu ukuruan kelayakan perangkat pembelajaran

yang akan dikembangkan.

Jadi, perangkat pembelajaran berbasis metode

Penemuan Terbimbing adalah suatu perangkat

pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif

dalam proses pembelajaran melalui pengembangan

keterampilan mereka untuk mengkonstruksi suatu

pengetahuan baru, serta mampu mendistorsi kebiasaan

belajar yang cenderung lebih menghafal ke arah

pembelajaran yang lebih bermakna. Selain didasarkan

pada metode Penemuan Terbimbing.

Dengan demikian, penulis termotivasi untuk

mengembangkan sebuah Perangkat Pembelajaran

Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk

siswa SMA kelas XI IPA, serta mengetahui seberapa

Naufal Ishartono: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa

SMA Kelas XI IPA

3

efektif produk yang telah dikembangkan dalam proses

pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini

secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan proses

dan hasil pengembangan perangkat pembelajaran

trigonometri berbasis penemuan terbimbing untuk siswa

SMA kelas XI IPA, serta mengetahui keefektifan

pembelajaran dengan metode Penemuan Terbimbing

untuk materi trigonometri SMA kelas XI IPA.

KAJIAN PUSTAKA

Sebelum kita mengkaji lebih jauh tentang Metode

Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided

Discovery), ada baiknya kita membahas terlebih dahulu

tentang pengertian dari Penemuan (Discovery). Ditinjau

dari sejarahnya, Cooney dan Davis (1975:136)

menyatakan bahwa metode Penemuan pertama kali di

berikan contoh oleh Plato tetang dialog antara Socrates

dengan seorang budak muda, oleh sebab itu metode ini

dikenal sebagai Socratic Method. Menurut Bruner (dalam

Cooney dan Davis, 1975:138) menyatakan, “discovery is

a process, a way of aproaching problems rather than a

product or particular item of knowledge”. Penemuan

adalah sebuah proses, sebuah cara dari pendekatan

masalah daripada sebuah hasil atau bagian khusus dari

pengetahuan. Dengan pendek kata, Jerome Bruner

mengatakan,”learning by discovery is learning to

discover”, dimana seorang siswa dihadapkan dengan

suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil

sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan. Menurut

definisi Moore (2005: 295), “Discovery learning is

intentional learning through supervised problem solving

following the scientific method of investigation.” Belajar

Penemuan adalah pembelajaran melalui pemecahan

masalah yang tersupervisi mengikuti metode saintifik

investigasi. Sedangkan menurut Abruscato (1996:38),

“Discovery learning is hands-on, experiential learning

that requires a teacher’s full knowledge of content,

pedagogy, and child development to create an

environment in which new learnings are related to what

has come before and to that which will follow.”

Pembelajaran penemuan adalah berkaitan erat dengan

pembelajaran eksperimen yang memerlukan pengetahuan

guru akan isi, pedagogi, dan perkembangan anak untuk

menciptakan sebuah lingkungan yang mana pembelajaran

baru terhubung dengan apa yang sudah dan akan

dilakukan. Jika ditarik garis merah dari pernyataan

Bruner, Moore, dan Abruscato maka ketiga-tiganya

mendefinisikan Discovery Learning sebagai suatu proses

pembelajaran melalui proses pemecahan masalah yang di

dalamnya tersusun dari langkah-langkah investigasi

untuk menemukan suatu pengetahuan atau keterampilan

baru bagi siswa.

Adapun tahapan metode saintifik yang dimaksud oleh

Moore adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi masalah.

Dalam tahap ini siswa diminta untuk lebih teliti

dalam menganalisis masalah yang ada dan

menuliskan semua masalah tersebut dalam bentuk

pernyataan-pernyataan.

2. Mengembangkan solusi yang mungkin.

Siswa membuat hipotesis-hipotesis yang didasarkan

pada masalah-masalah yang sudah diubah dalam

bentuk pernyataan pada tahap pertama.

3. Mengumpulkan data.

Setelah hipotesis selesai dibuat, maka siswa

melakukan pengumpulan bukti-bukti, mengadakan

berbagai ujicoba, dan melakukan survei untuk

sampel-sampel yang dibutuhkan.

4. Analisis dan interpretasi data.

Setelah data sudah dikumpulkan, siswa

mengembangkan data tersebut ke dalam bentuk

pernyataan yang berarti. Selesai dengan itu, siswa

menguji hipotesis yang telah mereka buat pada tahap

kedua, dan mencari hubungan-hubungan atau pola

dari data yang telah mereka temukan lalu

digeneralisasikan.

5. Uji kesimpulan.

Pada tahap terakhir ini, siswa menguji hasil

kesimpulan yang telah mereka buat untuk melihat

apakah ada data baru yang bisa mereka dapat guna

merevisi hasil kesimpulan awal yang telah mereka

buat.

Selanjutnya, Moore menjelaskan Discovery

Learning dapat dilakukan dalam tiga tingkatan,

tergantung pada tingkat penyelesaian masalahnya. Pada

level pertama, penemuan yang dibimbing secara hati-hati

(Guided Discovery); pada level kedua, penemuan yang

dibimbing secara seperlunya (Modified Discovery); dan

pada level ketiga, penemuan yang hanya sebatas

disupervisi (Open Discovery). Oleh sebab itu,

dikarenakan sasaran dari penelitian ini adalah perangkat

pembelajaran bagi siswa SMA yang mana siswa SMA

masih secara rata-rata adalah pemula dalam melakukan

sebuah penelitian maka tingkatan Discovery Learning

yang dipilih adalah pada tingkatan pertama yaitu Guided

Discovery.

Menurut Hammerman, E. yang dikutip oleh Muhtar

(2010:27) menyatakan, “guided discovery was the name

to hand-on activities and laboratory investigation that led

the learner to a predetermined or a predictable data set

or response”. Penemuan terbimbing merupakan aktivitas

atau penyelidikan di laboratorium yang akan menuntun

siswa untuk menemukan tujuan, data atau tanggapan

yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan menurut

Bruner (http://www.learning-theories.com/discovery-

learning-bruner.html), Penemuan Terbimbing (Guided

Discovery) adalah metode pengajaran yang berbasis

inquiri, sebuah teori pembelajaran konstruktif yang

terdapat pada situasi problem-solving dimana siswa

menggunakan pengalaman dan pengetahuan mereka

untuk menemukan fakta, hubungan, dan kebenaran-

kebenaran baru untuk dipelajari. Sehingga dari kedua

pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Metode

Penemuan Terbimbing adalah suatu metode pembelajaran

yang dapat mengarahkan siswa untuk dapat membangun

pengetahuannya sendiri melalui penemuan suatu konsep

dan pengetahuan baru dibawah bimbingan guru.

Tentunya metode ini memiliki tujuan utama dalam

mengembangkan kemampuan siswa, dimana menurut

Carin (1993:A-3), “The prime objective of theses (guided

Dzikra Fu’adiah: Profil Penalaran Kuantitatif Siswa SMP Ditinjau dari Gender

discovery) activities is to have stduents discover, and/or

self-construct, the scientific/technological concept

embedded in the activities as students do the activities.”

Tujuan utama dari kegiatan-kegiatan (pembelajaran

melalui Penemuan Terbimbing) ini adalah untuk meminta

siswa menemukan, dan/atau mengkonstruksi sendiri,

konsep saintifik/teknologi yang tertanam dalam kegiatan

yang sedang dilakukan oleh siswa. Selanjutnya di dalam

halaman yang sama, Carin mengingatkan bahwa

walaupun aktifitas ini telah di desain semaksimal

mungkin, akan ada siswa yang tidak mengikuti rencana

pembelajaran yang sudah dirancang oleh guru. Oleh

karena itu, guru diminta untuk lebih fleksibel selama

proses pembelajaran.

Menurut Hirdjan (dalam Sasmito, 16:2012), langkah-

langkah penemuan terbimbing adalah sebagai berikut:

1. Guru menentukan task kriteria, yaitu memberikan

masalah, siswa mencari penyelesaian dari maslaah

itu. Maslaah yang diberikan harus mengandung

petunjuk akan arah dan tuuan yang akan dilakukan

siswa, yaitu siswa menemukan sendiri penyelesaian

dari masalah itu.

2. Siswa yang pandai dimungkinkan tanpa bimbingan

dapat menemukan sendiri jawaban dari amasalah

yang diberikan. Sedangkan siswa yang belum

mampu memperoleh jawaban dari masalah yang

diberikan, mempekroleh bimbingan ke-1, bimbingan

yang diberikan berupa tertanyaan-pertanyaan

pengembangan dimulai yang paling sederhana.

3. Sesudah diberikan bimbingan ke-1, siswa yang

mampu memperoleh jawaban dari masalah diminta

mengecek kebenaran jawaban dari masalah yang

diperoleh menggunakan data-data yang ada.

Sedangkan bagi siswa yang belum mampu

memperoleh jawaban setelah diberi bimbingan ke-1,

memperoleh bimbingan ke-2, bimbingan berupa

pertanyaan-pertanyaan untuk penyusunan data yang

sudah ada dalam daftar. Tujuan data disusun dalam

sebuah daftar yaitu agar siswa dapat memperoleh

contoh-contoh jawaban dari beberapa masalah yang

sudah ada.

4. Setelah bimbingan ke-2 diberikan, siswa yang

berhasil memperoleh ajwaban dari maslaah dengan

contoh-contoh jawaban dari maslaah yang sudah ada,

diminta mengecek kebeneran dari jawaban yang

diperoleh menggunakan data-data yang sudah ada.

Siswa yang belum mampu memperoleh jawaban

setelah bimbingan ke-2 diberikan, memperoleh

bimbingan ke-3 yaitu kepada siswa diberikan

penambahan data pada daftar yang sudah dibuat.

Tujuan yang diharapkan dari bimbingan ke-3 itu

adalah agar jawaban dapat ditemukan siswa. Jika

dengan penambahan data ini siswa belum

menemukan jawaban, guru perlu memberikan

tambahan bimbingan-bimbingan singkat secara llisan

sehingga siswa segera memperoleh jawaban yang

diharapkan.

5. Siswa diminta melakukan pengecekan kebenaran

dari jawaban yang diperolehnya setelah siswa

diberikan bimbingan ke-3 atau bimbingan tambahan

dengan menggunakan data-data yang sudah ada.

6. Jawaban yang sudah ditemukan untuk

menyelesaikan masalah yang ada di task kriteria.

7. Siswa memperoleh jawaban dari maslaah yang

diberikan pada task kriteria.

8. Jawaban dari task kriteria masih terkaan, maka perlu

dibuktikan (diverivikasi), sehingga guru harus tetap

memberi penegasan bahwa jawaban yang diperoleh

siswa sudah benar.

9. Siswa diberikan soal-soal penerapan dan diharapkan

dalam menyelesaikan soal-soal tersebut

menggunakan konsep yang baru saja diperolehnya.

10. Jika siswa dapat menyelesaikan soal-soal terapan

yang diberikan secara benar, maka dapat dikatakan

bahwa siswa telah berhasil membangun

pengetahuannya tentang suatu konsep yang sedang

dipelajarinya dan proses pebelajaran selesai.

Sedangkan menurut Soedjadi (dalam Sasmito,

2012:15) mengatakan bahwa terdapat 6 langkah-langkah

yang harus dilakukan dalam pembelajaran menggunakan

metode Penemuan Terbimbing:

1. Pemberian Masalah

Siswa diminta memahami masalah yang diberikan.

2. Pengembangan Data

Siswa diminta mencari atau menunjuk kemungkinan

data lain sebagai kelanjutan dari data yang sudah

diketahui.

3. Penyusunan Data

Siswa diminta menyusun data yang diperoleh dari

langkah 1 dan langkah 2 pada sebuah data.

4. Penambahan Data

Siswa diminta menambah beberapa data sebagai

kelanjutan dari data yang sudah ada jika pola yang

diharapkan belum diperolehnya.

5. Menjawab Masalah

Siswa diminta menjawab maslaah dari butir (1).

6. Pengecekan Hasil

Siswa diminta melihat kebenaran pola atau aturan

umum yang dieroleh dengan beberapa data yang ada.

Dari dua pendapat tentang langkah-langkah

penemuan terbimbing yang telah disampaikan, peneliti

berpendapat bahwa langkah-langkah penemuan

terbimbing dari Hirdjan lebih fleksibel, artinya bahwa

dalam langkah-langkah penemuan terbimbing

diperbolehkan adanya lompatan-lompatan pada langkah-

langkah tertentu.

Contoh kongkrit dalam lompatan-lompatan yang

dimaksud adalah pada beberapa langkah seperti langkah

2 dan 3, bagi siswa yang pintar atau siswa yang mampu

menyelesaikan langkah pertama dengan benar dapat

melewati 2 langkah setelahya. Oleh sebab itu, langkah-

langkah penemuan terbimbing yang akan digunakan

dalam penelitian ini akan mengadopsi dari langkah-

langkah penemuan terbimbing menurut pendapat Hirdjan

dengan beberapa modifikasi. Adapun hasil dari

modifikasi adalah sebagai berikut:

1. Pemberian Masalah

Guru memberikan masalah, dan siswa mencari

penyelesaian dari masalah tersebut. Masalah yang

diberikan harus mengandung petunjuk akan arah dan

tujuan yang akan dilakukan siswa, yaitu siswa

menemukan sendiri penyelesaian dari masalah itu.

Naufal Ishartono: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa

SMA Kelas XI IPA

5

2. Pengembangan Data

Dalam tahap ini, siswa diminta mencari/menunjuk

kemungkinan data yang lain sebagai kelanjutan dari

data yang sudah diketahui. Siswa yang pandai

dimungkinkan tenpa bimbingan dapat menemukan

sendiri jawaban dari masalah yang diberikan.

Sedangkan siswa yang belum mampu memperoleh

jawaban dari amasalah yang diberikan, memperoleh

bimbingan, bimbingan yang diberikan berupa

pertanyaan-pertanyaan pengembangan dimulai dari

yang paling sederhana.

3. Penyusunan Data

Siswa menyusun data yang diperoleh dari langkah 1

dan 2 pada sebuah data. Siswa yang mampu

memperoleh jawaban dari masalah diminta

mengecek kebenaran jawaban dari masalah yang

diperoleh menggunakan data-data yang ada.

Sedangkan yang belum mampu, mendapatkan

bimbingan berupa pertanyaan-pertanyaan untuk

penyusunan data yang sudah ada. Tujuan data

disusun dalam sebuah daftar yaitu agar siswa dapat

memperoleh contoh-contoh jawaban dari beberapa

masalah yang sudah ada.

4. Penambahan Data

Yaitu siswa diberikan bimbingan berupa

penambahan data baru yang mana akan mengarahkan

siswa kepada konsep atau rumus. Diharapkan dalam

bimbingan ini, siswa dapat menemukan rumus atau

konsep yang dimaksud. Bagi siswa yang telah

menyelesaikan kegiatan ini, dapat langsung

memverifikasinya pada tahapan berikutnya,

sedangkan bagi siswa yang belum dapat

menyelesaikan kegiatan ini dapat berkonsultasi

dengan guru atau teman yang sudah dapat

menyelesaikannya.

5. Verifikasi

Dalam tahapan ini siswa diminta untuk

memverifikasi sendiri rumus atau konsep yang telah

mereka temukan di kegiatan Penambahan Data. Jika

hasil verifikasi siswa benar, maka dapat melanjutkan

ke kegiatan penerapan. Sedangkan bagi yang belum

benar, diminta untuk memeriksa kembali hasil

pekerjaan mereka di tahapan Penambahan Data, serta

dapat berkonsultasi dengan guru atau teman yang

telah berhasil mengerjakan tahapan Verifikasi.

6. Latihan Penerapan

Siswa diberikan soal-soal penerapan dan diharapkan

dalam menyelesaikan soal-soal tersebut

menggunakan konsep yang baru saja diperolehnya.

Menurut Marzano yang dikutip oleh Markaban

(2006:16), Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)

memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari

Penemuan Terbimbing adalah:

1. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran

yang disajikan.

2. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry

(mencari-temukan)

3. Mendukung kemampuan problem solving siswa.

4. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun

siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga

terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang

baik dan benar.

5. Pokok bahasan yang dipelajari dapat mencapai

tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama

membekas karena siswa dilibatkan dalam proses

menemukannya.

Sedangkan kekurangannya adalah:

1. Untuk pokok bahasan tertentu, waktu yang tersisa

lebih lama.

2. Tidak semua siswa dapat megikuti pelajaran dengan

cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa

dan mudah mengerti dengan metode ceramah.

3. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model

ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan

prinsip dapat dikembangkan dengan model

Penemuan Terbimbing (Guided Discovery).

Munculnya metode Penemuan Terbimbing tentunya

didasarkan pada alasan-alasan kenapa pendidik dianggap

perlu menggunakan metode ini. Bruner (dalam Carin dan

Sund, 1989: 95-96) menggaris bawahi empat alasan

perlunya penggunaan metode ini:

1. Intellectual potency

Melalui potensi intelektual, seseorang dapat

belajar dan mengembangkan pikiran mereka dengan

menggunakannya. Oleh sebab itu, Bruner

menjelaskan lebih dalam bahwa ketika siswa

menemukan suatu konsep secara mandiri, hal ini

akan sangat mudah untuk diingat dan lebih tahan

lama, daripada ketika siswa mengingat dengan

mengucapkan dan melafalkannya. Hal ini

dikarenakan, terdapat kepuasan yang sangat besar

ketika siswa menemukan sendiri suatu konsep atau

berhasil dalam menyelesaikan suatu permasalahan

yang konseptual (satisfying intelectual thrill).

Satisfying intelectual thrill tersebut yang

membangkitkan motivasi siswa dari dalam diri

mereka (intrinsic motivation), dan hal itu akan

bertahan lebih lama daripada motivasi yang muncul

dari luar (extrinsic motivation).

2. Shifting student from extrinsic to intrinsic motivation

Dalam proses belajar terdapat dua jenis motivasi

yang muncul pada diri siswa, yaitu motivasi yang

dikarenakan oleh reward atau penghargaan (nilai,

ranking, dll) dan motivasi yang muncul karena ingin

menghindari kesalahan yang belum atau pernah

dilakukan yang mengakibatkan diberikannya

hukuman oleh guru. Dua jenis motovasi tersebut

yang menjadi masalah dalam proses belajar siswa.

Ketika hal itu dibiarkan, maka akan menjadi pola

pada diri mereka dalam membangun motivasi

belajar. Akibatnya adalah siswa tidak akan pernah

sadar akan kebutuhan mereka untuk belajar dan

menjadi ketergantungan (dependent) pada otoritas

penghargaan, motivasi, dan arahan yang konstan dari

guru. Oleh sebab itu, penggunaan metode Penemuan

Terbimbing membantu siswa untuk lebih mandiri

(independent), belajar untuk dapat menetukan pilihan

mereka (high self-directed), dan belajar

bertanggungjawab dalam kegiatan belajar mereka.

Hal ini dikarenakan, metode Penemuan Terbimbing

membentuk siswa menjadi termotivasi dengan

Dzikra Fu’adiah: Profil Penalaran Kuantitatif Siswa SMP Ditinjau dari Gender

sendirinya dari diri mereka sendiri (self-motivated)

ketika mereka menemukan suatu konsep dari usaha

mereka sendiri daripada ketika mereka hanya

membaca atau mendengarkannya. Dalam

menemukan konsep tersebutlah siswa akan mendapat

kepuasan (gratification), dan kepuasan itulah yang

akan menjadi reward dalam diri siswa (self-reward).

3. Learning the heuristic of discovery

Dewey (dalam Carin & Sund, 1989: 96)

mengatakan, “We learn by doing and reflection on

what we do”. Kita belajar dengan melakukannya dan

merefleksikannya pada apa yang kita lakukan. Jadi

dalam koteks belajar, siswa haruslah telibat secara

aktif dalam proses belajar yaitu dengan

mendengarkan, membaca, berbicara, melihat, dan

berfikir, sehingga mereka dapat belajar dari apa yang

mereka lakukan. Hal tersebut memberikan mereka

pengalaman yang berharga dalam proses belajar

yang nantinya akan bermanfaat pada tingkatan

proses belajar yang berikutnya.

4. Helping student with memory processing

Dalam metode Penemuan Terbimbing, siswa

akan dilibatkan dalam proses untuk menemukan

sesuatu konsep. Ketertliabatan siswa tersebut

memberikan efek yang positif kepada siswa untuk

dapat memaksimalkan potensi yang ada pada diri

mereka untuk menemukan suatu konsep. Hal

tersebut tentunya secara langsung mengaktifkan

kemampuan berfikir mereka dan menggali memori

mereka untuk digunakan dalam menemukan konsep

tersebut. Disitulah peran metode Penemuan

Terbimbing dalam membantu siswa dalam proses

berfikir mereka.

Jadi metode Penemuan Terbimbing (Guided

Discovery) adalah suatu model pembelajaran dimana

siswa menggunakan pengalaman dan pengetahuan

mereka untuk menemukan fakta, hubungan, dan

kebenaran-kebenaran baru untuk dipelajari melalui

bimbingan guru. Sehingga dalam penelitian ini metode

Penemuan Terbimbing yang digunakan adalah yang

menggunakan langkah-langkah Penemuan Terbimbing

sesuai dengan penjabaran Markaban.

METODE

Ditinjau dari pertanyaan penelitian, maka penelitian

ini digolongkan sebagai penelitian pengembangan,

dimana dalam proses penelitian ini akan dikembangkan

perangkat pembelajaran penemuan terbimbing

matematika yang baik melalui penerapan di kelas ujicoba

untuk mendapatkan perangkat yang baik, berikutnya

diimplementasikan di kelas lain untuk melihat keefektifan

pembelajaran. Adapun perangkat pembelajarannya adalah

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang di

dalamnya meliputi Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan

Tes Hasil Belajar (THB).

Subjek dalam peelitian ini adalah satu orang guru

berserta siswa-siswa SMA kelas XI IPA yang dipilih dari

salah satu SMA di Yogyakarta. Desain pengembangan

perangkat pembelajaran berbasis penemuan terbimbing

pada materi trigonometri untuk siswa SMA kelas XI IPA

ini dilakukan menggunakan model pengembangan

ADDIE. Model ini memiliki lima langkah pengembangan

yaitu Analysis (Analisis), Design (Desain), Development

(Pengembangan), Implementation (Penerapan), dan

Evaluation (Evaluasi).

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan

data pada penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi

empat macam instrumen. Masing-masing digunakan

untuk memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan dan

keefektifan. Instrumen tersebut adalah:

1. Lembar Validasi Perangkat Pembelajaran oleh Ahli

Lembar validasi perangkat pembelajaran oleh

ahli bertujuan untuk mengetahui tingkat kevalidan

dari perangkat pembelajaran yang dikembangkan

yang terdiri dari RPP, LKS, dan THB. Dalam

lembar ini, peneliti menggunakan skala 4 (Sangat

Setuju), 3 (Setuju), 2 (Kurang Setuju), dan 1 (Tidak

Setuju). Di dalam lembar validasi untuk ahli media

berisi aspek syarat teknis, syarat konstruksi, syarat

evaluasi, dan syarat keterlaksanaan. Untuk lembar

penilaian oleh ahli materi dan pembelajaran berisi

tentang aspek penemuan terbimbing, aspek kualitas

isi, dan aspek syarat didaktik.

2. Lembar Observasi

a. Lembar Pengamatan Kemampuan Guru

Mengelola Pembelajaran

Seorang pengamat akan melakukan pengamatan

terhadap kemampuan seorang guru yang akan

menerapkan perangkat pembelajaran yang

dikembangkan ke dalam kelas. Pengamat

memberikan tanda cek ( V ) pada baris dan

kolom yang sesuai pada lembar pengamatan

pengelolaan pembelajaran yang disediakan. Skor

yang diberikan terdiri dari 4 kategori, yaitu tidak

baik (nilai 1), kurang baik (nilai 2), baik (nilai

3), dan sangat baik (nilai 4). Adapun indicator

kemampuan guru mengelola pembelajaran

adalah sebagai berikut:

1) Tahap Pendahuluan, meliputi kemampuan

menginformasikan tujuan pembelajaran,

memotivasi siswa, dan melakukan

apersepsi.

2) Tahap presentasi, meliputi kemampuan

menyajikan materi yang akan dipelajari.

3) Tahap belajar kelompok, meliputi

kemampuan mengorganisir siswa ke dalam

kelompok belajar, membimbing dan

mengawasi siswa bekerja dalam

kelompok.

4) Tahap pengayaan, meliputi kemampuan

guru untuk meberikan soal-soal pengayaan

berupa quis untuk mengukur tingkat

pemahaman siswa.

5) Tahap penutup, meliputi kemampuan

memberi penghargaan, menegaskan hal-

hal yang penting atau intisari yang

berkaitan dengan pembelajaran, meberikan

PR, mengingatkan materi yang akan

dipelajri pada pembelajaran pada

pertemuan berikutnya.

Naufal Ishartono: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa

SMA Kelas XI IPA

7

6) Kemampuan mengelola waktu yang dilihat

dari ketepatan guru dalam melaksanakan

scenario pembelajaran.

b. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Instrument ini digunakan untuk memperoleh

data aktivitas siswa selama pembelajaran

berlangsung, yaitu pembelajaran menggunakan

perangkat pembelajaran yang telah

dikembangkan. Lembar pengamatan aktivitas

siswa berisi tentang aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran antara lain: (1)

mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru

atau teman, (2) membaca atau memahami

masalah dalam LKS, (3) Menyelesaikan

masalah/menemukan cara dan jawaban dari

masalah, (4) Bediskusi/bertanya pada

teman/guru, (5) Menarik kesimpulan suatu

prosedur atau konsep, (6) Perlaku yang tidak

relevan dengan kegiatan pembelajaran.

2. Angket Tanggapan Siswa

Menurut Riduwan (2009:25-26), “angket adalah

daftar pernyataan/pertanyaan yang diberikan kepada

orang lain yang bersedia memberikan respon

(responden) sesuai dengan permintaan pengguna”.

Angket yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah angket respon siswa. Angket respon siswa ini

bertujuan untuk mengetahui respon siswa setelah

pembelajaran menggunakan perangkat pembelajaran

matematika SMA berbasis penemuan terbimbing

pada materi Trigonometri untuk siswa kelas XI IPA.

Angket ini disusun dengan alternatif jawaban “SS”

untuk Sangat Setuju, “S” untuk Setuju, “KS” untuk

Kurang Setuju, dan “TS” untuk Tidak Setuju. Selain

itu, poin-poin pada angket tersebut terdiri dari dua

jenis poin, yaitu poin untuk pernyataan negatif dan

poin untuk pernyataan positif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini adalah penelitian pengembangan yang

di bertujuan untuk mendeskribsikan proses dan hasil

pengembangan perangkat pembelajaran trigonometri

berbasis penemuan terbimbing untuk siswa kelas XI IPA

yang baik, serta keefektifan proses pembelajaran

trigonometri menggunakan perangkat yang telah

dikembangkan. Adapun deskripsinya adalah sebagai

berikut:

Proses Pengembangan Perangkat

Perangkat pembelajaran trigonometri berbasis

penemuan terbimbing untuk siswa kelas XI IPA

dikembangkan dengan model pengembangan ADDIE

(Analysis, Design, Development, Implementation, dan

Evaluation). Adapun perangkat yang dikembangkan

adalah berupa RPP yang di dalamnya mencakup LKS dan

THB. Pengembangan perangkat ini diawali dengan

menganalisis karakteristik siswa, kurikulum, dan

perangkat pembelajaran. Hasil dari analisis tersebut

digunakan untuk mendesain draft perangkat yang nantinya

digunakan untuk menjadi panduan dalam

mengembangkan perangkat. Berikutnya, pengembangan

perangkat menghasilkan prototipe I yang kemudian

divalidasi oleh para ahli. Setelah mendapatkan hasil

validasi dan saran dari para ahli, peneliti merevisi

perangkat sesuai saran ahli. Berikutnya, perangkat

diujicobakan di kelas uji coba. Adapun tempat untuk

mengujicoba prototype perangkat adalah di SMAN 9

Yogyakarta dengan pemilihan kelas XI IPA 2 sebagai

kelas Uji Coba.

Setelah selesai diuji coba, perangkat pembelajaran

direvisi kembali sesuai dengan hasil evaluasi setelah

proses uji coba prototipe. Kemudian, perangkat

pembelajaran diimplementasikan di kelas implementasi

yang dalam hal ini adalah di kelas XI IPA 5.

Dalam pelaksanaan uji coba dan implementasi perangkat,

guru menyediakan perangkat RPP dan LKS yang

digunakan dalam tiga kali pertemuan. Kusus pada

perangkat LKS, terdapat 3 LKS yang akan digunakan per

masing-masing pertemuan. Pada LKS 1, materi yang

dibahas adalah tentang jumlah dan selisih dua sudut.

Dalam pembelajaran rumus turunan turunan trigonometri

ini, apa yang disajikan dalam LKS 1 yaitu tentang

menemukan rumus sin (a ± b), cos (a ± b), dan tan (a ± b)

merupakan dasar untuk menemukan rumus-rumus

turunan trigonometri berikutnya. Oleh sebab itu,

keterlibatan siswa dalam menemukan rumus dasar ini

yang terakomodasi dalam LKS 1 dengan menggunakan

langkah-langkah dalam metode Penemuan Terbimbing

(Pemberian Masalah, Pengembangan Data, Penyusunan

Data, Penambahan Data, Verifikasi, dan Penerapan) akan

membantu mereka dalam mengkontruksi rumus-rumus

berikutnya, sehingga siswa akan mengetahui proses

terbentuknya rumus-rumus tersebut dan akan lebih

melekat di benak siswa daripada ketika mereka

menghafalnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Bruner

(dalam Carin dan Sund, 1989: 95-96) yaitu ketika siswa

menemukan suatu konsep secara mandiri, hal ini akan

sangat mudah untuk diingat dan lebih tahan lama,

daripada ketika siswa mengingat dengan mengucapkan

dan melafalkannya. Dengan kata lain, keterlibatan siswa

dalam proses penemuan rumus tersebut akan membuat

pembelajaran jauh lebih bermakna.

Berikutnya pada LKS 2, siswa diminta untuk

menemukan rumus turunan trigonometri untuk sudut

ganda menggunakan apa yang telah mereka temukan di

LKS 1. Dalam LKS 2 ini ada beberapa langkah yang

dihilangkan yaitu langkah Pengembangan Data dan

Penyususnan Data. Pada LKS 3, siswa diminta untuk

menemukan rumus turunan trigonometri untuk setengah

sudut, dimana penyusunan langkah-langkah penemuan

rumus turunan trigonometri tersebut di dasarkan pada

hasil penemuan LKS 2 terutama pada penemuan rumus

Cos 2a.

Hasil Pengembangan Perangkat

1. Validasi Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran Penemuan Terbimbing

pada materi trigonometri untuk siswa kelas XI IPA

yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi

RPP yang didalamnya mencangkup LKS dan THB.

Berdasarkan hasil penilaian validator, perangkat

yang dikembangkan dinyatakan valid dengan rincian

Dzikra Fu’adiah: Profil Penalaran Kuantitatif Siswa SMP Ditinjau dari Gender

untuk RPP terkategorikan valid dengan nilai masing-

masing aspek di atas 3. Untuk LKS ditinjau dari segi

materi dan segi media, keduanya memiliki skor di

atas 3. Sedangkan untuk Tes Hasil Belajar,

berdasarkan dari penilaian para ahli, THB

terkategorikan valid dengan kriteria minimal yang

didapatkan adalah Ldp atau Layak dengan perbaikan.

Selain itu, mayoritas siswa tidak mengalami

kesulitan dalam memahami kata yang terdapat dalam

LKS dan THB yang dikembangkan. Hal ini sesuai

dengan hasil yang didapatkan dalam angket respon

siswa tentang aspek pemahaman bahasa yang

digunakan dalam LKS dan THB, dimana hanya 3%

dari total siswa kelas uji coba yang mengalami

kesulitan dalam memahami bahasa yang digunakan.

Sehingga THB dan LKS yang dikembangkan

memiliki tingkat keterbacaan yang baik.

2. Aktivitas Siswa

Hasil peneltian tentang aktivitas siswa

menunjukkan bahwa beberapa aspek aktivitas siswa

untuk semua RPP tidak berada pada interval kriteria

batas toleransi waktu ideal. Sehingga secara

keseluruhan aktivitas siswa selama pembelajaran

Penemuan Terbimbing pada materi trigonometri

terkategorikan kurang efektif dikarenakan beberapa

hal. Pada aspek Mendengar/memperhatikan

penjelasan guru, selain harus mengkondisikan siswa

di saat memulai pelajaran dengan menjelaskan

pendahuluan pembelajaran, guru juga beberapa kali

menjawab atau menjelaskan di depan kelas tentang

pertanyaan siswa yang bingung dalam perhitungan

menemukan turunan rumus trigonometri.

Sedangkan untuk aspek membaca buku

siswa/LKS, waktu yang dibutuhkan pada

kenyataanya adalah lebih dari 2 menit yaitu sekitar 6

sampai 7 menit total selama proses pembelajaran.

Hal ini dikarenakan banyak siswa yang cenderung

ramai ketika diminta untuk membaca terlebih dahulu

instruksi yang ada di dalam LKS.

Untuk aspek Mengerjakan LKS/menulis yang

relevan dengan KBM, siswa cenderung lebih cepat

dari yang dialokasikan di dalam RPP dalam

mengerjakan langkah-langkah menemukan rumus di

dalam LKS. Oleh sebab itu, persentase waktu siswa

dalam mengerjakan LKS di bawah interval toleransi.

Dalam aspek bertanya kepada guru, keempat

siswa yang diamati beberapa kali mengajukan

pertanyaan kepada guru tentang hal yang mereka

rasa masih membuat bingung sehingga terjadi proses

tanya jawab yang memakan waktu melebihi interval

waktu yang ditentukan.

Pada aspek perilaku yang tidak relevan, hal ini

sulit untuk dihindari karena adanya pengaruh dari

lingkungan sekitar empat orang siswa yang

diobservasi yang memecah konsentrasi mereka.

Berdasarkan kondisi di atas, maka aktivitas

siswa untuk beberapa aspek berada di bawah atau di

atas interval toleransi yang berakibat kurang

efektifnya aktivitas siswa.

Dengan alasan ketidak efektifan aktivitas siswa,

maka RPP pun diperbaiki dan divalidasi ulang

kepada para ahli. Adapun hasil validasi adalah RPP

yang sudah diperbaiki dapat dikategorikan valid

karena rata-rata minimum penilaian dari ketiga

validator berada di atas 3. Selain itu, ketiga validator

menilai bahwa RPP yang telah diperbaiki layak

untuk diproduksi, dan praktis yaitu dapat di terapkan

secara teori.

3. Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan hasil pengamatan kemampuan guru

dalam mengelola pembelajaran yang telah dianalisis

di Bab IV menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh

dalam setiap aspek yang diamati dalam mengelola

pembelajaran tidak ada yang bernilai di bawah 3. Hal

ini berarti kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran Penemuan Terbimbing adalah baik.

Dalam pelaksanaan pembelajaran ini,

kemampuan guru mengelola pembelajaran

diobservasi selama 3 kali yaitu pada tanggal 28 Juli

2015, 1 Agustus 2015, dan 4 Agustus 2015. Berikut

adalah hasil observasi kemampuan guru dalam

mengelola pembelajaran:

a. Pertemuan Pertama

Pada pertemuan pertama, guru membuka

kelas dengan memberikan penjelasan tentang

apa yang akan mereka pelajari yaitu tentang

rumus-rumus turunan trigonometri yang mana

kusus pada pertemuan tersebut submateri yang

akan dipelajari adalah tentang rumus turunan

trigonometri pada jumlah dan selisih dua sudut

Berikutnya, guru memberikan apersepsi berupa

pertanyaan-pertanyaan tentang nilai-nilai dari

sinus, cosinus, dan tangent pada sudut-sudut

istimewa yang telah mereka dapatkan pada kelas

X seperti berapakah nilai dari sin 60°, cos 120°,

dan tan 45°. Setelah siswa dapat menjawab

pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan benar,

lalu guru menanyakan berapakah nilai dari sin

15°, cos 75°, dan tan 105°. Ketika siswa merasa

kesulitan dalam menjawab pertanyaan tersebut,

lalu memberikan bantuan yaitu sin 15° dapat

dibentuk dari sin (45° - 30°). Lalu siswa diminta

untuk membuktikan apakah sin (45° - 30°)

sama dengan sin 45° - sin 30°. Dan siswa pun

mulai penasaran, sehingga guru bisa masuk

dengan mengatakan bahwa tujuan dari

pembelajaran pada pertemuan tersebut adalah

untuk menemukan rumus jumlah dan selisih dua

sudut.

Setelah itu, guru membagikan LKS 1

tentang rumus turunan trigonometri untuk

jumlah dan selisih dua sudut, dan meminta siswa

bekerja di dalam kelompok.

Berikutnya, guru meminta siswa membaca

sebentar tentang apa yang akan mereka pelajari

pada LKS 1. Lalu guru meminta siswa membuka

kegiatan pertama yaitu menemukan rumus sin (a

± b). Guru meminta siswa memulai dengan

langkah pertama yaitu Pemberian Masalah. Guru

memberikan waktu 2 menit untuk

mengerjakannya, sambil memperingatkan bahwa

bagi siswa yang tidak dapat menyelesaikannya

Naufal Ishartono: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa

SMA Kelas XI IPA

9

dapat melanjutkan ke langkah kedua, sedangkan

bagi siswa yang dapat menyelesaikannya dan

yakin dengan jawabannya, dapat melanjutkan ke

kegiatan Verifikasi dengan catatan bahwa jika

siswa mengalami kesulitan maka diminta

kembali ke langkah Pengembangan Data.

Berikutnya guru mengingatkan kembali

siswa bahwa bagi mereka yang telah selesai

mengerjakan langkah Pengembangan Data bisa

lanjut ke verifikasi, tetapi jika tidak, dapat ke

langkah Penyusunan Data, dan seterusnya hingga

langkah Penambahan Data yang mana dalam

langkah ini seharusnya siswa telah dapat

menemukan rumus sin (a ± b).

Selama siswa mengerjakan LKS, guru

berkeliling dan memberikan bantuan kepada

siswa yang merasa kesulitan dalam mengerjakan

LKS 1. Di sela-sela itu, guru meminta salah satu

siswa untuk maju ke depan kelas dan

menjelaskan proses penemuan rumus.

Setelah siswa menyelesaikan langkah

Pemberian Masalah sampai pada langkah

Verifikasi, guru meminta siswa untuk

melanjutkan ke langkah Penerapan selama 10

menit. Setelah selesai, siswa dan guru secara

bersama-sama membahas apa yang telah mereka

temukan yaitu rumus untuk sin (a ± b), dan hasil

pekerjaan mereka di tahap penerapan. Pada

kegiatan menemukan rumus cos (a ± b) dan tan

(a ± b) dilakukan dengan alur yang sama seperti

penemuan rumus sin (a ± b).

Di akhir pertemuan, guru dan siswa

menyimpulkan kembali apa yang telah mereka

temukan selama proses pembelajaran pada

pertemuan tersebut.

b. Pertemuan Kedua

Pada pertemuan kedua, guru memulai kelas

dengan bertanya kembali rumus sin (a ± b), cos

(a ± b), dan tan (a ± b). Setelah itu, guru

menjelaskan tentang tujuan dari pembelajaran

pada pertemuan kedua tersebut yaitu untuk

menemukan rumus turunan trigonometri sudut

ganda yaitu sin 2a, cos 2a, dan tan 2a dimana

ketiga rumus tersebut dapat ditemukan dengan

menggunakan rumus turunan trigonometri untuk

jumlah dan selisih dua sudut. Proses dan alur

pembelajaran pada pertemuan kedua ini sama

dengan pertemuan pertama, tetapi ada beberapa

langkah yang dihilangkan yaitu langkah

Pengembangan Data dan Penyusunan Data.

Sehingga setelah langkah Pemberian Masalah,

siswa langsung menuju ke langkah Verifikasi

bagi yang sudah merasa benar dan yakin, atau ke

langkah Pengembangan Data bagi yang belum

dapat menyelesaikan langkah Pemberian

Masalah. Setelah selesai pada tahap Verifikasi,

siswa dapat melanjutkan ke kegiatan penerapan.

Di akhir pertemuan, guru dan siswa

bersama-sama menyimpulkan hasil dari kegiatan

pada pertemuan kedua ini.

c. Pertemuan Ketiga

Pada pertemuan ketiga, guru menanyakan

kembali kepada siswa rumus turunan

trigonometri untuk jumlah dan selisih dua sudut,

dan dilanjutkan dengan rumus turunan

trigonometri untuk sudut ganda. Setelah siswa

berhasil menjawab pertanyaan tersebut, guru

menyampaikan tujuan dari pembelajaran pada

pertemuan ketiga tersebut yaitu untuk

menemukan rumus turunan trigonometri

setengah sudut. Proses dan alur pembelajaran

pada pertemuan ketiga ini sama dengan proses

dan alur pembelajaran pada pertemuan kedua

dimana terdapat 4 langkah yang harus dilakukan

siswa dalam menemukan masing-masing rumus

yaitu Pemberian Masalah, Pengembangan Data,

Verifikasi, dan Penerapan.

Di akhir pertemuan ini, guru dan siswa

secara bersama-sama menyimpulkan apa yang

telah mereka temukan selama proses

pembelajaran.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa

skenario pembelajaran yang telah direncanakan

dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru. Oleh

karena itu, RPP yang dikembangkan tergolong

praktis.

4. Respon Siswa

Pada tahap uji coba pengemabangan perangat

pembelajaran, respon siswa terhadap pembelajaran

menunjukkan respon positif. Hasil analisis respon

siswa menunjukkan bahwa mayoritas siswa berminat

terhadap pembelajaran Penemuan Terbimbing

dimana jumlah presentase siswa yang memilih

Senang pada aspek respon siswa terhadap komponen

pembelajaran sebanyak 93,5%, dan kategori

Berminat pada pertanyaan “Bagaimana pendapatmu

jika untuk pembelajaran berikutnya menggunakan

metode Penemuan Terbimbing?” sebanyak 86,7%.

5. Tes Hasil Belajar

Berdasarkan nilai yang didapat dari Tes Hasil

Belajar, sebanyak 76,7% siswa tuntas, hal ini berarti

ketuntasan klasikal tercapai. Selain itu, hasil analisis

validitas, reliabilitas, dan sensitivitas tes

menunjukkan bahwa THB yang dikembangkan (1)

terkategorikan valid dengan tingkat kevalidan

minimum yang dicapai adalah 0,53 atau

terkategorikan cukup, (2) terkategorikan reliable

dengan tingkat reliabilitas sedang yaitu 0,67, dan (3)

terkategorikan sensitif dengan index sensitifitas

minimum yang dicapai adalah 0,51. Maka dapat

disimpulkan bahwa THB yang dikembangkan dapat

digunakan.

Keefektifan Pembelajaran

1. Respon Siswa

Pada tahap implementasi, presentase siswa yang

memilih kategori Senang pada aspek respon siswa

terhadap komponen pembelajaran sebanyak 92,9%,

dan siswa yang memilih kategori Berminat pada

pertanyaan “Bagaimana pendapatmu jika untuk

Dzikra Fu’adiah: Profil Penalaran Kuantitatif Siswa SMP Ditinjau dari Gender

pembelajaran berikutnya menggunakan metode

Penemuan Terbimbing?” sebanyak 85,7%.

Hal ini berarti siswa cenderung berminat/senang

mengikuti pembelajaran Penemuan Terbimbing.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa respon siswa

terhadap pembelajaran Penemuan terbimbing adalah

positif. Hal ini menunjukkan bahwa pendpadat

beberapa ahli seperti Brunner tentang perlunya

metode Penemuan Terbimbing yaitu salah satunya

mengubah motivasi siswa yang tadinya berasal dari

luar menjadi dari dalam diri mereka sendiri, dimana

hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa siswa berminat untuk belajar

trigonometri menggunakan metode penemuan

terbimbing di pertemuan berikutnya.

2. Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan hasil analisis kemampuan guru

mengelola pembelajaran, nilai rata-rata yang di dapat

dari semua kriteria adalah 4,9. Hal ini berarti

pengelolaan pembelajaran tergolong baik. Adapun

proses dan alur pembelajaran yang dilakukan sama

dengan proses dan alur yang dilakukan pada tahap

uji coba.

3. Aktivitas Siswa

Dari hasil analisis aktivitas siswa pada setiap

pertemuan, diperoleh hasil bahwa selama mengikuti

pembelajaran trigonometri, sebagian siswa dapat

berkonsentrasi dalam menemukan rumus-rumus

turunan trigonometri melalui media LKS yang telah

dikembangkan. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil

analisis bahwa presentase paling besar adalah siswa

aktif dalam mengerjakan LKS. Selain itu juga,

beberapa dari mereka aktif mendiskusikan hasil

penemuan mereka dan mampu menjelaskan hasil

penemuan mereka di depan kelas.

Akan tetapi, dari beberapa aspek pengamatan aktivitas

siswa, pada tabel 4.24 didapatkan bahwa hanya satu aspek

yang berjalan efektif yaitu pada aspek Berdiskusi

(Mendengarkan / memperhatikan / menjawab / menanggapi

pertanyaan) dengan guru/teman.

Adapun ketidak efektifan pada aspek lain dikarenakan

kurang tepatnya perkiraan alokasi waktu untuk masing-

masing aktivitas yang tidak sesuai dengan interval toleransi

waktu ideal. Contohnya adalah pada aspek mengerjakan

LKS/Menulis yang relevan dengan KBM. Pada kenyataan di

kelas, siswa dapat mengerjakan LKS lebih cepat dari

perkiraan waktu yang dialokasikan di dalam RPP.

Contoh lainny adalah pada aspek Membaca buku

siswa/LKS. Dalam hal ini, waktu 2 menit untuk membaca

ternyata terlalu cepat untuk beberapa siswa, sehingga untuk

pengalokasian waktu berikutnya pada aspek Membaca buku

dapat siswa/LKS dapat ditambahkan menjadi 4 – 5 menit.

4. Tes Hasil Belajar

Berdasarkan hasil analisis ketuntasan hasil

belajar siswa dalam pemebalajaran Penemuan

Terbimbing pada materi trigonometri untuk siswa

kelas XI IPA, siswa kelas XI IPA 5 yang dalam

penelitian ini sebagai kelas Implementasi

mendapatkan ketuntasan klasikal sebesar 82,1% dari

28 siswa yang ada. Atau dengan kata lain hanya 5

orang yang tidak tuntas. Maka pembelajaran

trigonometri berbasis Penemuan Terbimbing dapat

mengoptimalkan hasil belajar akademik siswa. Hal

ini sesuai dengan pendapat Nieveen (1999:26) bahwa

pembelajaraan dikatakan efektif apabila perangkat

tersebut merefleksikan pengalaman siswa dan hasil

belajar siswa yang diharapkan. PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil

penelitian pembelajaran Penemuan Terbimbing pada

materi trigonometri untuk siswa kelas XI IPA diperoleh

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan desain pengembangan ADDIE,

dihasilkan perangkat pembelajaran Penemuan

Terbimbing pada materi trigonometri untuk siswa

kelas XI IPA yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang meliputi Lembar Kegiatan

Siswa (LKS) dan Tes Hasil Belajar (THB).

2. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan belum

memenuhi kriteria perangkat yang baik karena

ketidak efektifan aktivitas siswa dari empat siswa

yang diamati, namun untuk aspek lain seperti

validitas perangkat, kepraktisan, dan sebagian aspek

keefektifan seperti ketuntasan klasikal dan respon

siswa sudah terpenuhi. Adapun penjabarannya

adalah sebagai berikut:

a. Perangkat pembelajaran valid berdasarkan

analisis hasil validasi.

b. Kemampuan guru mengelola pembelajaran baik.

c. Respon siswa terhadap pembelajaran positif,

yang ditunjukkan dengan presentase

siswa yang memilih Senang pada aspek respon

siswa terhadap komponen pembelajaran

sebanyak 93,5%, dan kategori Berminat pada

pertanyaan “Bagaimana pendapatmu jika untuk

pembelajaran berikutnya menggunakan metode

Penemuan Terbimbing?” sebanyak 86,7%.

d. Tes hasil belajar menunjukkan ketuntasan

klasikal yang tercapai, serta memiliki validitas

minimal cukup, koefisian reliabilitas sedang,

dan semua butir tes sensitif.

3. Pembelajaran Penemuan Terbimbing pada materi

trigonometri untuk siswa kelaas XI IPA kurang

efektif, dikarenakan untuk aspek keefektifan

aktivitas siswa tidak terpenuhi. Akan tetapi untuk

aspek lain sudah terpenuhi dengan penjabaran

sebagai berikut:

a. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal

terpenuhi, yaitu sebanyak 82,1% siswa tuntas.

b. Respon siswa terhadap pembelajaran positif,

yang ditunjukkan dengan presentase siswa yang

memilih kategori Senang pada aspek respon

siswa terhadap komponen pembelajaran

sebanyak 92,9%, dan siswa yang memilih

kategori Berminat pada pertanyaan “Bagaimana

pendapatmu jika untuk pembelajaran berikutnya

menggunakan metode Penemuan Terbimbing?”

sebanyak 85,7%.

Naufal Ishartono: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa

SMA Kelas XI IPA

11

c. Keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan

oleh guru tergolong baik, yang ditunjukkan

dengan rata-rata skor kemampuan guru

mengelola pembelajaran lebih dari 3.

Saran

Berdasarkan uraian hasil penelitian, maka dapat

disarankan bahwa perangkat pembelajaran yang

dikembangkan masih perlu diperbaiki, terutama pada

perangkat RPP yang sudah diperbaiki. Walaupun sudah

tervalidasi secara teoritis, namun masih perlu divalidasi

secara empiris. Oleh sebab itu, dalam penelitian

berikutnya dapat menguji cobakan RPP yang sudah

diperbaiki untuk mengetahui validitas empiris dari RPP

tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abruscato, Joseph. (1996). Teaching Children Science: A

Discovery Approach. Washington D.C.: A

Simon & Schuster Company.

Anonim. The Flesch Reading Ease Readability Formula

(t.th). Diakses pada tanggal 25 November 2011,

http://www.readabilityformulas. com/flesch-

reading-ease-readability-formula.php.

Arends, Richard I. (2012). Learning to Teach. New York:

McGraw-Hill Companies.

Arikunto, Suharismi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arsyad, Azhar. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada.

Astuti, Tri. (2010). Perbandingan Metode Pembelajaran

Konvensional dengan Metode Pembelajaran

Hynoteaching. Diakses pada tanggal 13

Desember 2014, http://iyasphunkalfreth.

blogspot.com/2010/06/perbandingan-metode-

pembelajaran.html

Beddoe, Jennifer. (2014). Transformation in Math:

Definition, Graph & Quiz. Diakses pada tanggal

29 Oktober 2014, http://education-

portal.com/academy/lesson/transformations-in-

math-definition-graph-quiz.html.

Bell, F. H. (1978). Teaching and Learning Mathematics

(In Secondary Schools). Iowa: Wm. C. Brown

Company Publisher.

Branch, Robert M. (2009). Instructional Design: ADDIE

Approach. Georgia: University of Georgia.

Borg, W.R. & Gall, M.D. (1983). Educational Research:

An Introduction (4th ed.). New York: Longman.

Bruner, Jerome. (2011). Discovery Learning (Bruner).

Diakses pada tanggal 12 Maret 2011,

http://www.learning-theories.com/discovery-

learning-bruner.html.

Carin, A. A. (1993). Teaching Science Through

Discovery. New York: Mcmillan Publishing

Company.

Carin, A. A. & Sund, R. B. (1989). Teaching Science

Through Discovery. USA: Merrill Publishing

Company.

Cooney, T.J. Davis, & Henderson, K.B. (1975).

Dynamics of Teaching Secondary School

Mathematics. Boston: Houghton Mifflin

Company.

Dahar, R. W. (2011). Teori-Teori Belajar &

Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Depdiknas. (2009). Pengembangan Bahan Ajar. Diakses

pada tanggal 27 Maret

2011,www.nasuprawoto.files.wordpress.com/20

10/11/1-9-pengemb-bahan-ajar_rev.ppt.

Dimyati & Mudjiono. (1999). Penilaian Aktivitas

Belajar. Jakarta: Aksara Baru.

Edukasiana. (2011). Mengenal Tiga Gaya Belajar.

Diakses pada tanggal 22 Mei 2015,

http://edukasiana.com/?p=32.

Eggen, P.D. & Kauchak. (1996). Strategies for Teaching

Content and Thinking Skill, Third Eddition.

Boston: Allyn and Bacon.

Emiandriyani, Tri. (2011). Pengembangan Media

Pembelajaran Matematika Berbasis Multimedia

Interaktif untuk Siswa Kelas X Pada Pokok

Bahasan Trigonometri. (Tesis megister

pendidikan tidak dipublikasikan). Yogyakarta:

FMIPA UNY.

Fathani, A. H. (2009). Matematika: Hakekat dan Logika.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Ferguson, A. George. (1984). Statistical Analysis in

Psychology and Education. Mc Graw-Hill

International Book Company.

Fink, L.D. (2003). Creating Significant Learning

Experience: An Integrated Approach to

Designing College Courses. USA: HB Printing.

Greaney, Marleigh. & Ellis, Joanne. (2005). Using The

ADDIE Model For Effective Pedagogical

Interventions. Remouski: College de Remouski.

Gronlund, Norman. E. (1982). Constructing Achievement

Test (Third Edition). USA: Prentice-Hall, Inc.

Imanah, Ulil, N. (2014). Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Kooperatif Dengan Strategi

REACT Pada Materi Tabung Dan Kerucut

Untuk Siswa Kelas IX SMP. (Tesis megister

pendidikan tidak dipublikasikan). Surabaya:

Universitas Negeri Surabaya.

Kizlik, Bob. (2012). Measurement, Assesment, and

Evaluation in Education. Shah Alam: UiTM.

Kovalichik, A. & Dawson, K. (2003). Educational

Technology: An Encyclopedia. Santa Barbara:

ABC-Clio.

Kutner, Michael H., et al. (2005). Applied Linier

Statistical Models, 4th Ed. New York: McGraw-

Hill.

Liharmamik, Tatik. (2014). Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games

Tournament (TGT) Dengan Pendekatan

Saintifik Untuk Materi Teorema Pythagoras DI

Kelas VIII SMP. (Tesis megister pendidikan

tidak dipublikasikan). Surabaya: Universitas

Negeri Surabaya.

Markaban. (2006). Model Pembelajaran Matematika

Dengan Penemuan Terbimbing. Makalah.

Disampaikan dalam penulisan modul paket

pembinaan penataran. Yogyakarta: PPPG

Matematika.

Dzikra Fu’adiah: Profil Penalaran Kuantitatif Siswa SMP Ditinjau dari Gender

Mayasari, Fitria. (2009). Pendesainan LKS Matematika

Interaktif Model E-Learning Berbasis Web Di

Kelas X SMA Negeri 3 Palembang (Skripsi tidak

dipublikasikan). FKIP UNSRI, Palembang.

McGriff, Steven J. (2000). Instructional System Design

(ISD): Using The ADDIE Model. Pennsylvania:

Penn State University.

Moore, K. D. (2005). Effective Instructional Strategies:

From Theory to Practice. California: Sage

Publication.

Nieveen, Nienke. 1999. Prototyping to Reach Product

Quality. In Jan Van den Akker, R.M. Branch, K.

Gustafson, N. Nieveen & Tj. Plomp (Eds).

Design Approaches and Tools in Education and

Training (pp 125 – 135) Kluwer Academic

Publishers, Dordrecht, the Nederlands.

Peterson, Christine. (2013). Bringing ADDIE to Life:

Instructional Design at Its Best. Journal of

Educational Multimedia and Hypermedia, Vol.

12, No. 3, https://www.questia.com/library

/journal/1G1-114926309/ bringing-addie-to-life-

instructional-design-at-its, 28 November 2014.

Pribadi, B. A. (2009). Model Desain Sistem

Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian Rakyat.

Purnomo, Hadi. (2014). Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Penemuan Terbimbing Pada

Materi Peluang Di Kelas XI IPA SMA Khadijah

Surabaya. (Tesis tidak dipublikasikan).

Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Putra, Nusa. (2011). Research & Development. Jakarta:

PT. RajaGrafindo Persada.

Ratumanan, T.G. & Theresia Laurens. (2003). Evaluasi

Hasil Belajar yang Relevan dengan Kurikulum

Berbasis Kompetensi. Surabaya: Unesa

University Press.

Riduwan. (2009). Skala Pengukuran Variable-Variabel

Penelitian. Bandung: ALFABETA.

Riyanti. (2012). Pembelajaran Konvensional. Diakses

pada tanggal 13 Desember 2014, http://sin-

riyanti.blogspot.com/2012/10/ pembelajaran-

konvensional_5536.html.

Rochmad. (2011). Model Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Matematika. Semarang: Jurusan

Matematika FMIPA UNNES.

Rohimah, S.M. (2012). Metode Ceramah dalam

Pembelajaran (Metode Konvensional). Diakses

pada tanggal 13 Desember 2014,

http://www.rofayuliaazhar.com/2012/06/metode

-ceramah-dalam-pembelajaran.html.

Rozanie, Irwan. (2004). Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Penemuan Terbimbing pada

Materi Kesebangunan di Kelas III SLTP. (Tesis

magister pendidikan tidak dipublikasikan).

Surabaya: UNESA.

Sabarata. (2004). Keefektifan Pembelajaran Langsung

dengan Pendekatan Problem Posing Topik

Relasi, Pemetaan dan Grafiknya di SLTP Negeri

2 Moyudan Yogyakarta. (Tesis magister

pendidikan tidak dipublikasikan). Surabaya:

UNESA.

Sardiman, AM. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar

Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sasmito, Edi. (2012). Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Model Penemuan Terbimbing

untuk Materi Rumus-Rumus Trigonometri Di

Kelas X SMA Negri I Tuban. (Tesis magister

pendidikan tidak dipublikasikan). Surabaya:

UNESA.

Slavin, R. E. (1994). Educational Psychology Theory Into

Practices. 4th ed. Boston: Ally and Bacon

Publishers.

___________. (2009). Psikologi Pendidikan: Teori dan

Praktik, Terj. M. Samosir. Jakarta: PT. Indeks.

Soewandi, Slamet. (2005). Perspektif Pembelajaran

Berbagai Bidang Studi. Yogyakarta: Universitas

Sanata Darma.

Sudjana, Nana. (1990). Penilaian Hasil Proses Belajar

Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

____________. (2004). Penelitian dan Penilaian

Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

____________. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar

Mengajar. Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya.

Suhartini. (2010). Pengembangan Lembar Kegiatan

Siswa (LKS) Matematika untuk Siswa Kelas XI

Semester 3 Jurusan Administrasi Perkantoran di

SMK Piri 3 Yogyakarta Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. (Skripsi

tidak dipublikasikan). FMIPA UNY,

Yogyakarta.

Suparno, P. (2001). Teori Perkembangan Kognitif Jean

Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

TEAL Center Staffs. (2010). Effective Lesson Planning.

California: Department of Education USA.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta:

Bumi Aksara.

UNESCO. (2014). Systematic Monitoring of Education

For All. Diakses pada tanggal 8 November

2014, http://www4.unescobkk.org

/education/efatraining/module- a4/8-learning-

materials/.

Veuger, Jaques. (1983). Psikologi Perkembangan,

Epistemologi Genetik, dan Strukturalisme

Menurut Jean Piaget. Yogyakarta: Yayasan

Studi Ilmu dan Teknologi.

Warsita, Bambang. (2008). Teknologi Pembelajaran,

Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka

Cipta.

Widyantini, Theresia. (2013). Penyusunan Lembar

Kegiatan Siswa (LKS) Sebagai Bahan Ajar.

Yogyakarta: PPPPTK Matematika.