Upload
i-qsukses
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Naufal Ishartono: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa
SMA Kelas XI IPA
1
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa
SMA Kelas XI IPA
Naufal Ishartono
Prodi S2 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya
Abstrak
Jenis penelitian ini termasuk penelitian pengembangan. Adapun yang dikembangkan dalam
penelitian ini adlaah perangkat pembelajaran yang meliputi RPP, LKS, dan THB. Model pengembangan
perangkat pembelajara yang digunakan adalah model pengembangan ADDIE. Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan proses pengembangan perangkat pembelajaran dan menghasilkan perangkat
pembelajaran trigonometri berbasis penemuan terbimbing untuk siswa kelas XI IPA yang memenuhi
aspek validitas, kepraktisan, dan efektifitas, serta mengetahui keefektifan pembelajaran trigonometri
dengan metode Penemuan Terbimbing. Untuk menghasilkan perangkat pembelajaran trigonometri
berbasis penemuan terbimbing untuk siswa kelas XI IPA yang baik, maka dilakukan validasi terhadap
perangkat pembelajaran dan uji coba perangkat pembelajaran guna mengetahui kepraktisan dan
keefektifan perangkat pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan: (1) perangkat
pembelajaran trigonometri berbasis penemuan terbimbing yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria
valid dan praktis, namun belum efektif, dan (2) pembelajaran trigonometri berbasis penemuan terbimbing
kurang efektif.
Kata Kunci: Penemuan Terbimbing, Trigonometri
Abstract
This research is categorized as Research and Development (R & D). As developed in this research is
learning device that consists of lesson plan, student worksheet, and test. This research adopts ADDIE as a
R & D model that stands for Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation. The aim
of this study are to describe the development process and to produce trigonometry learning device based
on guided discovery method for students of grade XI Natural Science, as well as determine the
effectiveness of trigonometry learning process using Guided Discovery method. To produce the
trigonometry learning device based on guided discovery method for students of grade XI Natural Science,
so it requires a validation from the experts and a trial to determine its practicability and effectiveness.
According to the result of data analysis, it can be concluded: (1) trigonometry learning device based on
guided discovery method for students of grade XI Natural Science fulfills criterion of valid and
practically, but not effective yet, and (2) trigonometry learning process based on guided discovery method
is not yet effective.
Keywords: Guided Discovery, Trigonometry
PENDAHULUAN
Trigonometri adalah salah satu cabang dari
matematika yang memiliki objek kerja berupa unsur-
unsur segitiga seperti ketiga sudut segitiga dan ketiga sisi
segitiga, serta menggunakan fungsi-fungsi trigonometri
seperti sinus, cosinus, tangen, secan, cosecan, dan
cotangen, beserta aplikasinya (Rusgianto, 2008:1-29).
Banyak sekali bidang-bidang yang menggunakan
trigonometri sebagai salah satu ilmu hitungnya, seperti
pada bidang astronomi, teori statistika, ekonomi,
arsitektur, musik, geodesi, kimia, oseanografi, farmasi,
kimia, biologi, statistika, teknik sipil, analisis pasar
finansial, dan lain-lain. Oleh sebab itu, terlihat bahwa
betapa pentingnya trigonometri dalam kehidupan
keseharian kita.
Jika ditarik dalam dunia pendidikan, materi
tigonometri diajarkan kepada siswa pada tingkatan SMA,
dimana berdasarkan kurikulum 2006 materi yang
dipelajari masuk pada ranah perbandingan, fungsi,
persamaan, dan identitas trigonometri di kelas X, dan
pada tingkatan berikutnya, yaitu siswa yang mengambil
jurusan IPA pada penjurusan di kelas XI, materi
trigonometri yang diajarkan adalah tentang menurunkan
rumus trigonometri dan penggunaannya. Penelitian ini
akan fokus pada materi trigonometri yang diajarkan pada
kelas XI IPA dimana banyak konsep-konsep hasil
penurunan rumus trigonometri yang harus dipahami dan
dimengerti siswa. Oleh sebab itu, pembelajaran dalam
materi ini haruslah bermakna bagi siswa dimana mereka
tidak hanya tahu atau hafal rumus-rumus tersebut,
melainkan juga harus mengerti proses bagaimana rumus
tersebut dapat ditemukan, yang tentunya hal-hal tersebut
haruslah terakomodir dalam buku pelajaran yang mereka
gunakan sebagai sumber belajar. Tetapi apa yang
disajikan dalam buku pelajaran yang mereka miliki sering
kali tidak memberi ruang bagi siswa untuk dapat terlibat
aktif dalam proses penemuan atau pengkonstruksian
konsep tersebut.
Dzikra Fu’adiah: Profil Penalaran Kuantitatif Siswa SMP Ditinjau dari Gender
Berdasarkan rangkuman hasil wawancara peneliti
dengan bebearapa guru matematika SMA di Yogyakarta
tentang pengelaman mereka mengajarkan materi rumus
turunan trigonometri, diketahui bahwa dalam materi
turunan trigonometri, guru cenderung lebih banyak
menjelaskan rumus di depan kelas dan siswa lebih
banyak mencatat apa yang dijelaskan oleh guru. Dalam
hal ini, guru jarang atau hampir tidak pernah memberikan
melibatkan siswa secara langsung untuk menemukan
rumus-rumus turunan trigonometri. Guru lebih banyak
mendominasi pembelajaran dikarenakan guru belum
menemukan sumber belajar yang dapat membantu guru
untuk menyiapkan siswa agar dapat secara mandiri atau
paling tidak terlibat aktif dalam menemukan rumus-
rumus turunan trigonometri. Sehingga, siswa hanya
mencatat hasil rumus yang dijelaskan guru dan
menghafalkannya. Selain itu, masalah ini pun juga sering
kali ditemukan pada buku-buku yang diproduksi oleh
production house dimana pihak pengarang buku hanya
menyediakan rangkuman rumus-rumus untuk dihapalkan
oleh siswa. Sehingga akan ada kecenderungan siswa
untuk lebih memilih cara belajar yang lebih mudah yaitu
dengan menghafalkan apa yang mereka pelajari atau
kebiasaan tersebut kita kenal sebagai rote-learning
behaviour.
Hal ini akan berdampak buruk terhadap proses
belajar mereka, karena ada kemungkinan apa yang
mereka pelajari tidak akan bermakna (meaningless).
Seperti apa yang dikatakan oleh Ausubel dalam Bell
(1978:132) bahwa jika seorang anak berkeinginan untuk
mengingat sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu
dengan hal yang lain maka baik proses maupun hasil
pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan
tidak akan bermakna sama sekali baginya. Oleh sebab itu,
untuk meminimalisir kecenderungan itu, maka guru
haruslah bisa merancang dan mengembangkan suatu
perangkat pembelajaran yang dapat melibatkan siswa
secara aktif dan mengubah gaya belajar mereka yang
tadinya lebih ke arah menghafalkan rumus atau konsep
ke arah gaya belajar yang lebih bermakna dimana siswa
benar-benar tahu apa yang mereka pelajari. Hal ini
sejalan dengan makna dari pembelajaran dimana menurut
Dimyati dan Mudjiono (1999:297) bahwa pembelajaran
adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Dalam pengembangan perangkat pembelajaran
tersebut, guru haruslah dapat memilih pendekatan yang
tepat untuk mengaktifkan siswa dalam proses
pembelajaran, dimana pendekatan tersebut memberikan
banyak pengalaman bagi siswa yang nantinya akan
bermanfaat bagi mereka ke depan. Contohnya adalah
ketika mereka lupa akan suatu konsep rumus turunan
trigonometri ketika sedang mengerjakan soal-soal,
mereka akan dengan mudah menggunakan pengalaman
mereka untuk mengonstruksi ulang konsep itu secara
mandiri. Tentunya kondisi ini akan sangat berbeda ketika
mereka mempelajari konsep tersebut dengan menghafal.
Selain itu, pengalaman tersebut akan berguna ketika
siswa menghadapi soal-soal yang tidak rutin, dimana
mereka perlu memanipulasi cara untuk menemukan
jawaban dari soal-soal tidak rutin tersebut. Fink (2003:6)
mengatakan bahwa pengalaman-pengalaman yang
diperoleh siswa dalam proses pembelajaran haruslah
mencakup dua dimensi yaitu proses dan hasil. Dimensi
yang dimaksud memiliki ciri-ciri tersendiri:
1. Proses:
a. Engaged: siswa diikutsertakan dalam proses
pembelajaran mereka.
b. High energy: kelas memiliki tingkat energi yang
tinggi.
2. Hasil:
a. Significant and lasting change: pembelajaran
menghasilkan perubahan yang signifikan pada
siswa, perubahan yang berkelanjutan setelah
proses pembelajaran berakhir dan bahkan
setelah siswa telah lulus.
b. Value in live: apa yang siswa pelajari memiliki
sebuah potensi yang tinggi sebagai nilai dalam
hidup mereka setelah proses pembelajaran usai,
dengan meningkatkan kualitas kehidupan
pribadi mereka, mempersiapkan mereka dalam
komunitas masyarakat, atau mempersiapkan
mereka menju dunia kerja.
Salah satu bentuk perangkat pembelajaran yang tepat
untuk mengatasi kecenderungan siswa belajar secara
menghafal dan mengubahnya menjadi belajar secara aktif
dan mandiri adalah perangkat pembelajaran yang
berbasis pada metode Penemuan Terbimbing. Secara
umum, metode Penemuan Terbimbing (Guided
Discovery) adalah suatu model pembelajaran yang dapat
melibatkan siswa secara aktif untuk menemukan
pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah
mereka miliki di bawah bimbingan guru. Dan adapun
perangkat pembelajaran yang dimaksud adalah berupa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang di
dalamnya meliputi Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan
Tes Hasil Belajar (THB). Sedangkan metode Penemuan
Terbimbing akan dititik beratkan sebagai basis dalam
pengembangan RPP yang memuat LKS di dalamnya.
Alasan pemilihan LKS sebagai perangkat kedua yang
akan dikembangkan dikarenakan media ini terdiri dari
lembaran-lembaran yang berisi langkah-langkah
terstruktur dan terurut untuk menemukan suatu konsep.
Berikutnya adalah THB, ini akan dikembangkan
berdasarkan dari apa yang telah mereka pelajari selama
proses pembelajaran, tujuannya adalah untuk menjadi
salah satu ukuruan kelayakan perangkat pembelajaran
yang akan dikembangkan.
Jadi, perangkat pembelajaran berbasis metode
Penemuan Terbimbing adalah suatu perangkat
pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif
dalam proses pembelajaran melalui pengembangan
keterampilan mereka untuk mengkonstruksi suatu
pengetahuan baru, serta mampu mendistorsi kebiasaan
belajar yang cenderung lebih menghafal ke arah
pembelajaran yang lebih bermakna. Selain didasarkan
pada metode Penemuan Terbimbing.
Dengan demikian, penulis termotivasi untuk
mengembangkan sebuah Perangkat Pembelajaran
Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk
siswa SMA kelas XI IPA, serta mengetahui seberapa
Naufal Ishartono: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa
SMA Kelas XI IPA
3
efektif produk yang telah dikembangkan dalam proses
pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini
secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan proses
dan hasil pengembangan perangkat pembelajaran
trigonometri berbasis penemuan terbimbing untuk siswa
SMA kelas XI IPA, serta mengetahui keefektifan
pembelajaran dengan metode Penemuan Terbimbing
untuk materi trigonometri SMA kelas XI IPA.
KAJIAN PUSTAKA
Sebelum kita mengkaji lebih jauh tentang Metode
Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided
Discovery), ada baiknya kita membahas terlebih dahulu
tentang pengertian dari Penemuan (Discovery). Ditinjau
dari sejarahnya, Cooney dan Davis (1975:136)
menyatakan bahwa metode Penemuan pertama kali di
berikan contoh oleh Plato tetang dialog antara Socrates
dengan seorang budak muda, oleh sebab itu metode ini
dikenal sebagai Socratic Method. Menurut Bruner (dalam
Cooney dan Davis, 1975:138) menyatakan, “discovery is
a process, a way of aproaching problems rather than a
product or particular item of knowledge”. Penemuan
adalah sebuah proses, sebuah cara dari pendekatan
masalah daripada sebuah hasil atau bagian khusus dari
pengetahuan. Dengan pendek kata, Jerome Bruner
mengatakan,”learning by discovery is learning to
discover”, dimana seorang siswa dihadapkan dengan
suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil
sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan. Menurut
definisi Moore (2005: 295), “Discovery learning is
intentional learning through supervised problem solving
following the scientific method of investigation.” Belajar
Penemuan adalah pembelajaran melalui pemecahan
masalah yang tersupervisi mengikuti metode saintifik
investigasi. Sedangkan menurut Abruscato (1996:38),
“Discovery learning is hands-on, experiential learning
that requires a teacher’s full knowledge of content,
pedagogy, and child development to create an
environment in which new learnings are related to what
has come before and to that which will follow.”
Pembelajaran penemuan adalah berkaitan erat dengan
pembelajaran eksperimen yang memerlukan pengetahuan
guru akan isi, pedagogi, dan perkembangan anak untuk
menciptakan sebuah lingkungan yang mana pembelajaran
baru terhubung dengan apa yang sudah dan akan
dilakukan. Jika ditarik garis merah dari pernyataan
Bruner, Moore, dan Abruscato maka ketiga-tiganya
mendefinisikan Discovery Learning sebagai suatu proses
pembelajaran melalui proses pemecahan masalah yang di
dalamnya tersusun dari langkah-langkah investigasi
untuk menemukan suatu pengetahuan atau keterampilan
baru bagi siswa.
Adapun tahapan metode saintifik yang dimaksud oleh
Moore adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah.
Dalam tahap ini siswa diminta untuk lebih teliti
dalam menganalisis masalah yang ada dan
menuliskan semua masalah tersebut dalam bentuk
pernyataan-pernyataan.
2. Mengembangkan solusi yang mungkin.
Siswa membuat hipotesis-hipotesis yang didasarkan
pada masalah-masalah yang sudah diubah dalam
bentuk pernyataan pada tahap pertama.
3. Mengumpulkan data.
Setelah hipotesis selesai dibuat, maka siswa
melakukan pengumpulan bukti-bukti, mengadakan
berbagai ujicoba, dan melakukan survei untuk
sampel-sampel yang dibutuhkan.
4. Analisis dan interpretasi data.
Setelah data sudah dikumpulkan, siswa
mengembangkan data tersebut ke dalam bentuk
pernyataan yang berarti. Selesai dengan itu, siswa
menguji hipotesis yang telah mereka buat pada tahap
kedua, dan mencari hubungan-hubungan atau pola
dari data yang telah mereka temukan lalu
digeneralisasikan.
5. Uji kesimpulan.
Pada tahap terakhir ini, siswa menguji hasil
kesimpulan yang telah mereka buat untuk melihat
apakah ada data baru yang bisa mereka dapat guna
merevisi hasil kesimpulan awal yang telah mereka
buat.
Selanjutnya, Moore menjelaskan Discovery
Learning dapat dilakukan dalam tiga tingkatan,
tergantung pada tingkat penyelesaian masalahnya. Pada
level pertama, penemuan yang dibimbing secara hati-hati
(Guided Discovery); pada level kedua, penemuan yang
dibimbing secara seperlunya (Modified Discovery); dan
pada level ketiga, penemuan yang hanya sebatas
disupervisi (Open Discovery). Oleh sebab itu,
dikarenakan sasaran dari penelitian ini adalah perangkat
pembelajaran bagi siswa SMA yang mana siswa SMA
masih secara rata-rata adalah pemula dalam melakukan
sebuah penelitian maka tingkatan Discovery Learning
yang dipilih adalah pada tingkatan pertama yaitu Guided
Discovery.
Menurut Hammerman, E. yang dikutip oleh Muhtar
(2010:27) menyatakan, “guided discovery was the name
to hand-on activities and laboratory investigation that led
the learner to a predetermined or a predictable data set
or response”. Penemuan terbimbing merupakan aktivitas
atau penyelidikan di laboratorium yang akan menuntun
siswa untuk menemukan tujuan, data atau tanggapan
yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan menurut
Bruner (http://www.learning-theories.com/discovery-
learning-bruner.html), Penemuan Terbimbing (Guided
Discovery) adalah metode pengajaran yang berbasis
inquiri, sebuah teori pembelajaran konstruktif yang
terdapat pada situasi problem-solving dimana siswa
menggunakan pengalaman dan pengetahuan mereka
untuk menemukan fakta, hubungan, dan kebenaran-
kebenaran baru untuk dipelajari. Sehingga dari kedua
pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Metode
Penemuan Terbimbing adalah suatu metode pembelajaran
yang dapat mengarahkan siswa untuk dapat membangun
pengetahuannya sendiri melalui penemuan suatu konsep
dan pengetahuan baru dibawah bimbingan guru.
Tentunya metode ini memiliki tujuan utama dalam
mengembangkan kemampuan siswa, dimana menurut
Carin (1993:A-3), “The prime objective of theses (guided
Dzikra Fu’adiah: Profil Penalaran Kuantitatif Siswa SMP Ditinjau dari Gender
discovery) activities is to have stduents discover, and/or
self-construct, the scientific/technological concept
embedded in the activities as students do the activities.”
Tujuan utama dari kegiatan-kegiatan (pembelajaran
melalui Penemuan Terbimbing) ini adalah untuk meminta
siswa menemukan, dan/atau mengkonstruksi sendiri,
konsep saintifik/teknologi yang tertanam dalam kegiatan
yang sedang dilakukan oleh siswa. Selanjutnya di dalam
halaman yang sama, Carin mengingatkan bahwa
walaupun aktifitas ini telah di desain semaksimal
mungkin, akan ada siswa yang tidak mengikuti rencana
pembelajaran yang sudah dirancang oleh guru. Oleh
karena itu, guru diminta untuk lebih fleksibel selama
proses pembelajaran.
Menurut Hirdjan (dalam Sasmito, 16:2012), langkah-
langkah penemuan terbimbing adalah sebagai berikut:
1. Guru menentukan task kriteria, yaitu memberikan
masalah, siswa mencari penyelesaian dari maslaah
itu. Maslaah yang diberikan harus mengandung
petunjuk akan arah dan tuuan yang akan dilakukan
siswa, yaitu siswa menemukan sendiri penyelesaian
dari masalah itu.
2. Siswa yang pandai dimungkinkan tanpa bimbingan
dapat menemukan sendiri jawaban dari amasalah
yang diberikan. Sedangkan siswa yang belum
mampu memperoleh jawaban dari masalah yang
diberikan, mempekroleh bimbingan ke-1, bimbingan
yang diberikan berupa tertanyaan-pertanyaan
pengembangan dimulai yang paling sederhana.
3. Sesudah diberikan bimbingan ke-1, siswa yang
mampu memperoleh jawaban dari masalah diminta
mengecek kebenaran jawaban dari masalah yang
diperoleh menggunakan data-data yang ada.
Sedangkan bagi siswa yang belum mampu
memperoleh jawaban setelah diberi bimbingan ke-1,
memperoleh bimbingan ke-2, bimbingan berupa
pertanyaan-pertanyaan untuk penyusunan data yang
sudah ada dalam daftar. Tujuan data disusun dalam
sebuah daftar yaitu agar siswa dapat memperoleh
contoh-contoh jawaban dari beberapa masalah yang
sudah ada.
4. Setelah bimbingan ke-2 diberikan, siswa yang
berhasil memperoleh ajwaban dari maslaah dengan
contoh-contoh jawaban dari maslaah yang sudah ada,
diminta mengecek kebeneran dari jawaban yang
diperoleh menggunakan data-data yang sudah ada.
Siswa yang belum mampu memperoleh jawaban
setelah bimbingan ke-2 diberikan, memperoleh
bimbingan ke-3 yaitu kepada siswa diberikan
penambahan data pada daftar yang sudah dibuat.
Tujuan yang diharapkan dari bimbingan ke-3 itu
adalah agar jawaban dapat ditemukan siswa. Jika
dengan penambahan data ini siswa belum
menemukan jawaban, guru perlu memberikan
tambahan bimbingan-bimbingan singkat secara llisan
sehingga siswa segera memperoleh jawaban yang
diharapkan.
5. Siswa diminta melakukan pengecekan kebenaran
dari jawaban yang diperolehnya setelah siswa
diberikan bimbingan ke-3 atau bimbingan tambahan
dengan menggunakan data-data yang sudah ada.
6. Jawaban yang sudah ditemukan untuk
menyelesaikan masalah yang ada di task kriteria.
7. Siswa memperoleh jawaban dari maslaah yang
diberikan pada task kriteria.
8. Jawaban dari task kriteria masih terkaan, maka perlu
dibuktikan (diverivikasi), sehingga guru harus tetap
memberi penegasan bahwa jawaban yang diperoleh
siswa sudah benar.
9. Siswa diberikan soal-soal penerapan dan diharapkan
dalam menyelesaikan soal-soal tersebut
menggunakan konsep yang baru saja diperolehnya.
10. Jika siswa dapat menyelesaikan soal-soal terapan
yang diberikan secara benar, maka dapat dikatakan
bahwa siswa telah berhasil membangun
pengetahuannya tentang suatu konsep yang sedang
dipelajarinya dan proses pebelajaran selesai.
Sedangkan menurut Soedjadi (dalam Sasmito,
2012:15) mengatakan bahwa terdapat 6 langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam pembelajaran menggunakan
metode Penemuan Terbimbing:
1. Pemberian Masalah
Siswa diminta memahami masalah yang diberikan.
2. Pengembangan Data
Siswa diminta mencari atau menunjuk kemungkinan
data lain sebagai kelanjutan dari data yang sudah
diketahui.
3. Penyusunan Data
Siswa diminta menyusun data yang diperoleh dari
langkah 1 dan langkah 2 pada sebuah data.
4. Penambahan Data
Siswa diminta menambah beberapa data sebagai
kelanjutan dari data yang sudah ada jika pola yang
diharapkan belum diperolehnya.
5. Menjawab Masalah
Siswa diminta menjawab maslaah dari butir (1).
6. Pengecekan Hasil
Siswa diminta melihat kebenaran pola atau aturan
umum yang dieroleh dengan beberapa data yang ada.
Dari dua pendapat tentang langkah-langkah
penemuan terbimbing yang telah disampaikan, peneliti
berpendapat bahwa langkah-langkah penemuan
terbimbing dari Hirdjan lebih fleksibel, artinya bahwa
dalam langkah-langkah penemuan terbimbing
diperbolehkan adanya lompatan-lompatan pada langkah-
langkah tertentu.
Contoh kongkrit dalam lompatan-lompatan yang
dimaksud adalah pada beberapa langkah seperti langkah
2 dan 3, bagi siswa yang pintar atau siswa yang mampu
menyelesaikan langkah pertama dengan benar dapat
melewati 2 langkah setelahya. Oleh sebab itu, langkah-
langkah penemuan terbimbing yang akan digunakan
dalam penelitian ini akan mengadopsi dari langkah-
langkah penemuan terbimbing menurut pendapat Hirdjan
dengan beberapa modifikasi. Adapun hasil dari
modifikasi adalah sebagai berikut:
1. Pemberian Masalah
Guru memberikan masalah, dan siswa mencari
penyelesaian dari masalah tersebut. Masalah yang
diberikan harus mengandung petunjuk akan arah dan
tujuan yang akan dilakukan siswa, yaitu siswa
menemukan sendiri penyelesaian dari masalah itu.
Naufal Ishartono: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa
SMA Kelas XI IPA
5
2. Pengembangan Data
Dalam tahap ini, siswa diminta mencari/menunjuk
kemungkinan data yang lain sebagai kelanjutan dari
data yang sudah diketahui. Siswa yang pandai
dimungkinkan tenpa bimbingan dapat menemukan
sendiri jawaban dari masalah yang diberikan.
Sedangkan siswa yang belum mampu memperoleh
jawaban dari amasalah yang diberikan, memperoleh
bimbingan, bimbingan yang diberikan berupa
pertanyaan-pertanyaan pengembangan dimulai dari
yang paling sederhana.
3. Penyusunan Data
Siswa menyusun data yang diperoleh dari langkah 1
dan 2 pada sebuah data. Siswa yang mampu
memperoleh jawaban dari masalah diminta
mengecek kebenaran jawaban dari masalah yang
diperoleh menggunakan data-data yang ada.
Sedangkan yang belum mampu, mendapatkan
bimbingan berupa pertanyaan-pertanyaan untuk
penyusunan data yang sudah ada. Tujuan data
disusun dalam sebuah daftar yaitu agar siswa dapat
memperoleh contoh-contoh jawaban dari beberapa
masalah yang sudah ada.
4. Penambahan Data
Yaitu siswa diberikan bimbingan berupa
penambahan data baru yang mana akan mengarahkan
siswa kepada konsep atau rumus. Diharapkan dalam
bimbingan ini, siswa dapat menemukan rumus atau
konsep yang dimaksud. Bagi siswa yang telah
menyelesaikan kegiatan ini, dapat langsung
memverifikasinya pada tahapan berikutnya,
sedangkan bagi siswa yang belum dapat
menyelesaikan kegiatan ini dapat berkonsultasi
dengan guru atau teman yang sudah dapat
menyelesaikannya.
5. Verifikasi
Dalam tahapan ini siswa diminta untuk
memverifikasi sendiri rumus atau konsep yang telah
mereka temukan di kegiatan Penambahan Data. Jika
hasil verifikasi siswa benar, maka dapat melanjutkan
ke kegiatan penerapan. Sedangkan bagi yang belum
benar, diminta untuk memeriksa kembali hasil
pekerjaan mereka di tahapan Penambahan Data, serta
dapat berkonsultasi dengan guru atau teman yang
telah berhasil mengerjakan tahapan Verifikasi.
6. Latihan Penerapan
Siswa diberikan soal-soal penerapan dan diharapkan
dalam menyelesaikan soal-soal tersebut
menggunakan konsep yang baru saja diperolehnya.
Menurut Marzano yang dikutip oleh Markaban
(2006:16), Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari
Penemuan Terbimbing adalah:
1. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
yang disajikan.
2. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry
(mencari-temukan)
3. Mendukung kemampuan problem solving siswa.
4. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun
siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga
terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
5. Pokok bahasan yang dipelajari dapat mencapai
tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama
membekas karena siswa dilibatkan dalam proses
menemukannya.
Sedangkan kekurangannya adalah:
1. Untuk pokok bahasan tertentu, waktu yang tersisa
lebih lama.
2. Tidak semua siswa dapat megikuti pelajaran dengan
cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa
dan mudah mengerti dengan metode ceramah.
3. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model
ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan
prinsip dapat dikembangkan dengan model
Penemuan Terbimbing (Guided Discovery).
Munculnya metode Penemuan Terbimbing tentunya
didasarkan pada alasan-alasan kenapa pendidik dianggap
perlu menggunakan metode ini. Bruner (dalam Carin dan
Sund, 1989: 95-96) menggaris bawahi empat alasan
perlunya penggunaan metode ini:
1. Intellectual potency
Melalui potensi intelektual, seseorang dapat
belajar dan mengembangkan pikiran mereka dengan
menggunakannya. Oleh sebab itu, Bruner
menjelaskan lebih dalam bahwa ketika siswa
menemukan suatu konsep secara mandiri, hal ini
akan sangat mudah untuk diingat dan lebih tahan
lama, daripada ketika siswa mengingat dengan
mengucapkan dan melafalkannya. Hal ini
dikarenakan, terdapat kepuasan yang sangat besar
ketika siswa menemukan sendiri suatu konsep atau
berhasil dalam menyelesaikan suatu permasalahan
yang konseptual (satisfying intelectual thrill).
Satisfying intelectual thrill tersebut yang
membangkitkan motivasi siswa dari dalam diri
mereka (intrinsic motivation), dan hal itu akan
bertahan lebih lama daripada motivasi yang muncul
dari luar (extrinsic motivation).
2. Shifting student from extrinsic to intrinsic motivation
Dalam proses belajar terdapat dua jenis motivasi
yang muncul pada diri siswa, yaitu motivasi yang
dikarenakan oleh reward atau penghargaan (nilai,
ranking, dll) dan motivasi yang muncul karena ingin
menghindari kesalahan yang belum atau pernah
dilakukan yang mengakibatkan diberikannya
hukuman oleh guru. Dua jenis motovasi tersebut
yang menjadi masalah dalam proses belajar siswa.
Ketika hal itu dibiarkan, maka akan menjadi pola
pada diri mereka dalam membangun motivasi
belajar. Akibatnya adalah siswa tidak akan pernah
sadar akan kebutuhan mereka untuk belajar dan
menjadi ketergantungan (dependent) pada otoritas
penghargaan, motivasi, dan arahan yang konstan dari
guru. Oleh sebab itu, penggunaan metode Penemuan
Terbimbing membantu siswa untuk lebih mandiri
(independent), belajar untuk dapat menetukan pilihan
mereka (high self-directed), dan belajar
bertanggungjawab dalam kegiatan belajar mereka.
Hal ini dikarenakan, metode Penemuan Terbimbing
membentuk siswa menjadi termotivasi dengan
Dzikra Fu’adiah: Profil Penalaran Kuantitatif Siswa SMP Ditinjau dari Gender
sendirinya dari diri mereka sendiri (self-motivated)
ketika mereka menemukan suatu konsep dari usaha
mereka sendiri daripada ketika mereka hanya
membaca atau mendengarkannya. Dalam
menemukan konsep tersebutlah siswa akan mendapat
kepuasan (gratification), dan kepuasan itulah yang
akan menjadi reward dalam diri siswa (self-reward).
3. Learning the heuristic of discovery
Dewey (dalam Carin & Sund, 1989: 96)
mengatakan, “We learn by doing and reflection on
what we do”. Kita belajar dengan melakukannya dan
merefleksikannya pada apa yang kita lakukan. Jadi
dalam koteks belajar, siswa haruslah telibat secara
aktif dalam proses belajar yaitu dengan
mendengarkan, membaca, berbicara, melihat, dan
berfikir, sehingga mereka dapat belajar dari apa yang
mereka lakukan. Hal tersebut memberikan mereka
pengalaman yang berharga dalam proses belajar
yang nantinya akan bermanfaat pada tingkatan
proses belajar yang berikutnya.
4. Helping student with memory processing
Dalam metode Penemuan Terbimbing, siswa
akan dilibatkan dalam proses untuk menemukan
sesuatu konsep. Ketertliabatan siswa tersebut
memberikan efek yang positif kepada siswa untuk
dapat memaksimalkan potensi yang ada pada diri
mereka untuk menemukan suatu konsep. Hal
tersebut tentunya secara langsung mengaktifkan
kemampuan berfikir mereka dan menggali memori
mereka untuk digunakan dalam menemukan konsep
tersebut. Disitulah peran metode Penemuan
Terbimbing dalam membantu siswa dalam proses
berfikir mereka.
Jadi metode Penemuan Terbimbing (Guided
Discovery) adalah suatu model pembelajaran dimana
siswa menggunakan pengalaman dan pengetahuan
mereka untuk menemukan fakta, hubungan, dan
kebenaran-kebenaran baru untuk dipelajari melalui
bimbingan guru. Sehingga dalam penelitian ini metode
Penemuan Terbimbing yang digunakan adalah yang
menggunakan langkah-langkah Penemuan Terbimbing
sesuai dengan penjabaran Markaban.
METODE
Ditinjau dari pertanyaan penelitian, maka penelitian
ini digolongkan sebagai penelitian pengembangan,
dimana dalam proses penelitian ini akan dikembangkan
perangkat pembelajaran penemuan terbimbing
matematika yang baik melalui penerapan di kelas ujicoba
untuk mendapatkan perangkat yang baik, berikutnya
diimplementasikan di kelas lain untuk melihat keefektifan
pembelajaran. Adapun perangkat pembelajarannya adalah
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang di
dalamnya meliputi Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan
Tes Hasil Belajar (THB).
Subjek dalam peelitian ini adalah satu orang guru
berserta siswa-siswa SMA kelas XI IPA yang dipilih dari
salah satu SMA di Yogyakarta. Desain pengembangan
perangkat pembelajaran berbasis penemuan terbimbing
pada materi trigonometri untuk siswa SMA kelas XI IPA
ini dilakukan menggunakan model pengembangan
ADDIE. Model ini memiliki lima langkah pengembangan
yaitu Analysis (Analisis), Design (Desain), Development
(Pengembangan), Implementation (Penerapan), dan
Evaluation (Evaluasi).
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan
data pada penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi
empat macam instrumen. Masing-masing digunakan
untuk memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan dan
keefektifan. Instrumen tersebut adalah:
1. Lembar Validasi Perangkat Pembelajaran oleh Ahli
Lembar validasi perangkat pembelajaran oleh
ahli bertujuan untuk mengetahui tingkat kevalidan
dari perangkat pembelajaran yang dikembangkan
yang terdiri dari RPP, LKS, dan THB. Dalam
lembar ini, peneliti menggunakan skala 4 (Sangat
Setuju), 3 (Setuju), 2 (Kurang Setuju), dan 1 (Tidak
Setuju). Di dalam lembar validasi untuk ahli media
berisi aspek syarat teknis, syarat konstruksi, syarat
evaluasi, dan syarat keterlaksanaan. Untuk lembar
penilaian oleh ahli materi dan pembelajaran berisi
tentang aspek penemuan terbimbing, aspek kualitas
isi, dan aspek syarat didaktik.
2. Lembar Observasi
a. Lembar Pengamatan Kemampuan Guru
Mengelola Pembelajaran
Seorang pengamat akan melakukan pengamatan
terhadap kemampuan seorang guru yang akan
menerapkan perangkat pembelajaran yang
dikembangkan ke dalam kelas. Pengamat
memberikan tanda cek ( V ) pada baris dan
kolom yang sesuai pada lembar pengamatan
pengelolaan pembelajaran yang disediakan. Skor
yang diberikan terdiri dari 4 kategori, yaitu tidak
baik (nilai 1), kurang baik (nilai 2), baik (nilai
3), dan sangat baik (nilai 4). Adapun indicator
kemampuan guru mengelola pembelajaran
adalah sebagai berikut:
1) Tahap Pendahuluan, meliputi kemampuan
menginformasikan tujuan pembelajaran,
memotivasi siswa, dan melakukan
apersepsi.
2) Tahap presentasi, meliputi kemampuan
menyajikan materi yang akan dipelajari.
3) Tahap belajar kelompok, meliputi
kemampuan mengorganisir siswa ke dalam
kelompok belajar, membimbing dan
mengawasi siswa bekerja dalam
kelompok.
4) Tahap pengayaan, meliputi kemampuan
guru untuk meberikan soal-soal pengayaan
berupa quis untuk mengukur tingkat
pemahaman siswa.
5) Tahap penutup, meliputi kemampuan
memberi penghargaan, menegaskan hal-
hal yang penting atau intisari yang
berkaitan dengan pembelajaran, meberikan
PR, mengingatkan materi yang akan
dipelajri pada pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
Naufal Ishartono: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa
SMA Kelas XI IPA
7
6) Kemampuan mengelola waktu yang dilihat
dari ketepatan guru dalam melaksanakan
scenario pembelajaran.
b. Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Instrument ini digunakan untuk memperoleh
data aktivitas siswa selama pembelajaran
berlangsung, yaitu pembelajaran menggunakan
perangkat pembelajaran yang telah
dikembangkan. Lembar pengamatan aktivitas
siswa berisi tentang aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran antara lain: (1)
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
atau teman, (2) membaca atau memahami
masalah dalam LKS, (3) Menyelesaikan
masalah/menemukan cara dan jawaban dari
masalah, (4) Bediskusi/bertanya pada
teman/guru, (5) Menarik kesimpulan suatu
prosedur atau konsep, (6) Perlaku yang tidak
relevan dengan kegiatan pembelajaran.
2. Angket Tanggapan Siswa
Menurut Riduwan (2009:25-26), “angket adalah
daftar pernyataan/pertanyaan yang diberikan kepada
orang lain yang bersedia memberikan respon
(responden) sesuai dengan permintaan pengguna”.
Angket yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah angket respon siswa. Angket respon siswa ini
bertujuan untuk mengetahui respon siswa setelah
pembelajaran menggunakan perangkat pembelajaran
matematika SMA berbasis penemuan terbimbing
pada materi Trigonometri untuk siswa kelas XI IPA.
Angket ini disusun dengan alternatif jawaban “SS”
untuk Sangat Setuju, “S” untuk Setuju, “KS” untuk
Kurang Setuju, dan “TS” untuk Tidak Setuju. Selain
itu, poin-poin pada angket tersebut terdiri dari dua
jenis poin, yaitu poin untuk pernyataan negatif dan
poin untuk pernyataan positif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini adalah penelitian pengembangan yang
di bertujuan untuk mendeskribsikan proses dan hasil
pengembangan perangkat pembelajaran trigonometri
berbasis penemuan terbimbing untuk siswa kelas XI IPA
yang baik, serta keefektifan proses pembelajaran
trigonometri menggunakan perangkat yang telah
dikembangkan. Adapun deskripsinya adalah sebagai
berikut:
Proses Pengembangan Perangkat
Perangkat pembelajaran trigonometri berbasis
penemuan terbimbing untuk siswa kelas XI IPA
dikembangkan dengan model pengembangan ADDIE
(Analysis, Design, Development, Implementation, dan
Evaluation). Adapun perangkat yang dikembangkan
adalah berupa RPP yang di dalamnya mencakup LKS dan
THB. Pengembangan perangkat ini diawali dengan
menganalisis karakteristik siswa, kurikulum, dan
perangkat pembelajaran. Hasil dari analisis tersebut
digunakan untuk mendesain draft perangkat yang nantinya
digunakan untuk menjadi panduan dalam
mengembangkan perangkat. Berikutnya, pengembangan
perangkat menghasilkan prototipe I yang kemudian
divalidasi oleh para ahli. Setelah mendapatkan hasil
validasi dan saran dari para ahli, peneliti merevisi
perangkat sesuai saran ahli. Berikutnya, perangkat
diujicobakan di kelas uji coba. Adapun tempat untuk
mengujicoba prototype perangkat adalah di SMAN 9
Yogyakarta dengan pemilihan kelas XI IPA 2 sebagai
kelas Uji Coba.
Setelah selesai diuji coba, perangkat pembelajaran
direvisi kembali sesuai dengan hasil evaluasi setelah
proses uji coba prototipe. Kemudian, perangkat
pembelajaran diimplementasikan di kelas implementasi
yang dalam hal ini adalah di kelas XI IPA 5.
Dalam pelaksanaan uji coba dan implementasi perangkat,
guru menyediakan perangkat RPP dan LKS yang
digunakan dalam tiga kali pertemuan. Kusus pada
perangkat LKS, terdapat 3 LKS yang akan digunakan per
masing-masing pertemuan. Pada LKS 1, materi yang
dibahas adalah tentang jumlah dan selisih dua sudut.
Dalam pembelajaran rumus turunan turunan trigonometri
ini, apa yang disajikan dalam LKS 1 yaitu tentang
menemukan rumus sin (a ± b), cos (a ± b), dan tan (a ± b)
merupakan dasar untuk menemukan rumus-rumus
turunan trigonometri berikutnya. Oleh sebab itu,
keterlibatan siswa dalam menemukan rumus dasar ini
yang terakomodasi dalam LKS 1 dengan menggunakan
langkah-langkah dalam metode Penemuan Terbimbing
(Pemberian Masalah, Pengembangan Data, Penyusunan
Data, Penambahan Data, Verifikasi, dan Penerapan) akan
membantu mereka dalam mengkontruksi rumus-rumus
berikutnya, sehingga siswa akan mengetahui proses
terbentuknya rumus-rumus tersebut dan akan lebih
melekat di benak siswa daripada ketika mereka
menghafalnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Bruner
(dalam Carin dan Sund, 1989: 95-96) yaitu ketika siswa
menemukan suatu konsep secara mandiri, hal ini akan
sangat mudah untuk diingat dan lebih tahan lama,
daripada ketika siswa mengingat dengan mengucapkan
dan melafalkannya. Dengan kata lain, keterlibatan siswa
dalam proses penemuan rumus tersebut akan membuat
pembelajaran jauh lebih bermakna.
Berikutnya pada LKS 2, siswa diminta untuk
menemukan rumus turunan trigonometri untuk sudut
ganda menggunakan apa yang telah mereka temukan di
LKS 1. Dalam LKS 2 ini ada beberapa langkah yang
dihilangkan yaitu langkah Pengembangan Data dan
Penyususnan Data. Pada LKS 3, siswa diminta untuk
menemukan rumus turunan trigonometri untuk setengah
sudut, dimana penyusunan langkah-langkah penemuan
rumus turunan trigonometri tersebut di dasarkan pada
hasil penemuan LKS 2 terutama pada penemuan rumus
Cos 2a.
Hasil Pengembangan Perangkat
1. Validasi Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran Penemuan Terbimbing
pada materi trigonometri untuk siswa kelas XI IPA
yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi
RPP yang didalamnya mencangkup LKS dan THB.
Berdasarkan hasil penilaian validator, perangkat
yang dikembangkan dinyatakan valid dengan rincian
Dzikra Fu’adiah: Profil Penalaran Kuantitatif Siswa SMP Ditinjau dari Gender
untuk RPP terkategorikan valid dengan nilai masing-
masing aspek di atas 3. Untuk LKS ditinjau dari segi
materi dan segi media, keduanya memiliki skor di
atas 3. Sedangkan untuk Tes Hasil Belajar,
berdasarkan dari penilaian para ahli, THB
terkategorikan valid dengan kriteria minimal yang
didapatkan adalah Ldp atau Layak dengan perbaikan.
Selain itu, mayoritas siswa tidak mengalami
kesulitan dalam memahami kata yang terdapat dalam
LKS dan THB yang dikembangkan. Hal ini sesuai
dengan hasil yang didapatkan dalam angket respon
siswa tentang aspek pemahaman bahasa yang
digunakan dalam LKS dan THB, dimana hanya 3%
dari total siswa kelas uji coba yang mengalami
kesulitan dalam memahami bahasa yang digunakan.
Sehingga THB dan LKS yang dikembangkan
memiliki tingkat keterbacaan yang baik.
2. Aktivitas Siswa
Hasil peneltian tentang aktivitas siswa
menunjukkan bahwa beberapa aspek aktivitas siswa
untuk semua RPP tidak berada pada interval kriteria
batas toleransi waktu ideal. Sehingga secara
keseluruhan aktivitas siswa selama pembelajaran
Penemuan Terbimbing pada materi trigonometri
terkategorikan kurang efektif dikarenakan beberapa
hal. Pada aspek Mendengar/memperhatikan
penjelasan guru, selain harus mengkondisikan siswa
di saat memulai pelajaran dengan menjelaskan
pendahuluan pembelajaran, guru juga beberapa kali
menjawab atau menjelaskan di depan kelas tentang
pertanyaan siswa yang bingung dalam perhitungan
menemukan turunan rumus trigonometri.
Sedangkan untuk aspek membaca buku
siswa/LKS, waktu yang dibutuhkan pada
kenyataanya adalah lebih dari 2 menit yaitu sekitar 6
sampai 7 menit total selama proses pembelajaran.
Hal ini dikarenakan banyak siswa yang cenderung
ramai ketika diminta untuk membaca terlebih dahulu
instruksi yang ada di dalam LKS.
Untuk aspek Mengerjakan LKS/menulis yang
relevan dengan KBM, siswa cenderung lebih cepat
dari yang dialokasikan di dalam RPP dalam
mengerjakan langkah-langkah menemukan rumus di
dalam LKS. Oleh sebab itu, persentase waktu siswa
dalam mengerjakan LKS di bawah interval toleransi.
Dalam aspek bertanya kepada guru, keempat
siswa yang diamati beberapa kali mengajukan
pertanyaan kepada guru tentang hal yang mereka
rasa masih membuat bingung sehingga terjadi proses
tanya jawab yang memakan waktu melebihi interval
waktu yang ditentukan.
Pada aspek perilaku yang tidak relevan, hal ini
sulit untuk dihindari karena adanya pengaruh dari
lingkungan sekitar empat orang siswa yang
diobservasi yang memecah konsentrasi mereka.
Berdasarkan kondisi di atas, maka aktivitas
siswa untuk beberapa aspek berada di bawah atau di
atas interval toleransi yang berakibat kurang
efektifnya aktivitas siswa.
Dengan alasan ketidak efektifan aktivitas siswa,
maka RPP pun diperbaiki dan divalidasi ulang
kepada para ahli. Adapun hasil validasi adalah RPP
yang sudah diperbaiki dapat dikategorikan valid
karena rata-rata minimum penilaian dari ketiga
validator berada di atas 3. Selain itu, ketiga validator
menilai bahwa RPP yang telah diperbaiki layak
untuk diproduksi, dan praktis yaitu dapat di terapkan
secara teori.
3. Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan hasil pengamatan kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran yang telah dianalisis
di Bab IV menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh
dalam setiap aspek yang diamati dalam mengelola
pembelajaran tidak ada yang bernilai di bawah 3. Hal
ini berarti kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran Penemuan Terbimbing adalah baik.
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini,
kemampuan guru mengelola pembelajaran
diobservasi selama 3 kali yaitu pada tanggal 28 Juli
2015, 1 Agustus 2015, dan 4 Agustus 2015. Berikut
adalah hasil observasi kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran:
a. Pertemuan Pertama
Pada pertemuan pertama, guru membuka
kelas dengan memberikan penjelasan tentang
apa yang akan mereka pelajari yaitu tentang
rumus-rumus turunan trigonometri yang mana
kusus pada pertemuan tersebut submateri yang
akan dipelajari adalah tentang rumus turunan
trigonometri pada jumlah dan selisih dua sudut
Berikutnya, guru memberikan apersepsi berupa
pertanyaan-pertanyaan tentang nilai-nilai dari
sinus, cosinus, dan tangent pada sudut-sudut
istimewa yang telah mereka dapatkan pada kelas
X seperti berapakah nilai dari sin 60°, cos 120°,
dan tan 45°. Setelah siswa dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan benar,
lalu guru menanyakan berapakah nilai dari sin
15°, cos 75°, dan tan 105°. Ketika siswa merasa
kesulitan dalam menjawab pertanyaan tersebut,
lalu memberikan bantuan yaitu sin 15° dapat
dibentuk dari sin (45° - 30°). Lalu siswa diminta
untuk membuktikan apakah sin (45° - 30°)
sama dengan sin 45° - sin 30°. Dan siswa pun
mulai penasaran, sehingga guru bisa masuk
dengan mengatakan bahwa tujuan dari
pembelajaran pada pertemuan tersebut adalah
untuk menemukan rumus jumlah dan selisih dua
sudut.
Setelah itu, guru membagikan LKS 1
tentang rumus turunan trigonometri untuk
jumlah dan selisih dua sudut, dan meminta siswa
bekerja di dalam kelompok.
Berikutnya, guru meminta siswa membaca
sebentar tentang apa yang akan mereka pelajari
pada LKS 1. Lalu guru meminta siswa membuka
kegiatan pertama yaitu menemukan rumus sin (a
± b). Guru meminta siswa memulai dengan
langkah pertama yaitu Pemberian Masalah. Guru
memberikan waktu 2 menit untuk
mengerjakannya, sambil memperingatkan bahwa
bagi siswa yang tidak dapat menyelesaikannya
Naufal Ishartono: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa
SMA Kelas XI IPA
9
dapat melanjutkan ke langkah kedua, sedangkan
bagi siswa yang dapat menyelesaikannya dan
yakin dengan jawabannya, dapat melanjutkan ke
kegiatan Verifikasi dengan catatan bahwa jika
siswa mengalami kesulitan maka diminta
kembali ke langkah Pengembangan Data.
Berikutnya guru mengingatkan kembali
siswa bahwa bagi mereka yang telah selesai
mengerjakan langkah Pengembangan Data bisa
lanjut ke verifikasi, tetapi jika tidak, dapat ke
langkah Penyusunan Data, dan seterusnya hingga
langkah Penambahan Data yang mana dalam
langkah ini seharusnya siswa telah dapat
menemukan rumus sin (a ± b).
Selama siswa mengerjakan LKS, guru
berkeliling dan memberikan bantuan kepada
siswa yang merasa kesulitan dalam mengerjakan
LKS 1. Di sela-sela itu, guru meminta salah satu
siswa untuk maju ke depan kelas dan
menjelaskan proses penemuan rumus.
Setelah siswa menyelesaikan langkah
Pemberian Masalah sampai pada langkah
Verifikasi, guru meminta siswa untuk
melanjutkan ke langkah Penerapan selama 10
menit. Setelah selesai, siswa dan guru secara
bersama-sama membahas apa yang telah mereka
temukan yaitu rumus untuk sin (a ± b), dan hasil
pekerjaan mereka di tahap penerapan. Pada
kegiatan menemukan rumus cos (a ± b) dan tan
(a ± b) dilakukan dengan alur yang sama seperti
penemuan rumus sin (a ± b).
Di akhir pertemuan, guru dan siswa
menyimpulkan kembali apa yang telah mereka
temukan selama proses pembelajaran pada
pertemuan tersebut.
b. Pertemuan Kedua
Pada pertemuan kedua, guru memulai kelas
dengan bertanya kembali rumus sin (a ± b), cos
(a ± b), dan tan (a ± b). Setelah itu, guru
menjelaskan tentang tujuan dari pembelajaran
pada pertemuan kedua tersebut yaitu untuk
menemukan rumus turunan trigonometri sudut
ganda yaitu sin 2a, cos 2a, dan tan 2a dimana
ketiga rumus tersebut dapat ditemukan dengan
menggunakan rumus turunan trigonometri untuk
jumlah dan selisih dua sudut. Proses dan alur
pembelajaran pada pertemuan kedua ini sama
dengan pertemuan pertama, tetapi ada beberapa
langkah yang dihilangkan yaitu langkah
Pengembangan Data dan Penyusunan Data.
Sehingga setelah langkah Pemberian Masalah,
siswa langsung menuju ke langkah Verifikasi
bagi yang sudah merasa benar dan yakin, atau ke
langkah Pengembangan Data bagi yang belum
dapat menyelesaikan langkah Pemberian
Masalah. Setelah selesai pada tahap Verifikasi,
siswa dapat melanjutkan ke kegiatan penerapan.
Di akhir pertemuan, guru dan siswa
bersama-sama menyimpulkan hasil dari kegiatan
pada pertemuan kedua ini.
c. Pertemuan Ketiga
Pada pertemuan ketiga, guru menanyakan
kembali kepada siswa rumus turunan
trigonometri untuk jumlah dan selisih dua sudut,
dan dilanjutkan dengan rumus turunan
trigonometri untuk sudut ganda. Setelah siswa
berhasil menjawab pertanyaan tersebut, guru
menyampaikan tujuan dari pembelajaran pada
pertemuan ketiga tersebut yaitu untuk
menemukan rumus turunan trigonometri
setengah sudut. Proses dan alur pembelajaran
pada pertemuan ketiga ini sama dengan proses
dan alur pembelajaran pada pertemuan kedua
dimana terdapat 4 langkah yang harus dilakukan
siswa dalam menemukan masing-masing rumus
yaitu Pemberian Masalah, Pengembangan Data,
Verifikasi, dan Penerapan.
Di akhir pertemuan ini, guru dan siswa
secara bersama-sama menyimpulkan apa yang
telah mereka temukan selama proses
pembelajaran.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa
skenario pembelajaran yang telah direncanakan
dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru. Oleh
karena itu, RPP yang dikembangkan tergolong
praktis.
4. Respon Siswa
Pada tahap uji coba pengemabangan perangat
pembelajaran, respon siswa terhadap pembelajaran
menunjukkan respon positif. Hasil analisis respon
siswa menunjukkan bahwa mayoritas siswa berminat
terhadap pembelajaran Penemuan Terbimbing
dimana jumlah presentase siswa yang memilih
Senang pada aspek respon siswa terhadap komponen
pembelajaran sebanyak 93,5%, dan kategori
Berminat pada pertanyaan “Bagaimana pendapatmu
jika untuk pembelajaran berikutnya menggunakan
metode Penemuan Terbimbing?” sebanyak 86,7%.
5. Tes Hasil Belajar
Berdasarkan nilai yang didapat dari Tes Hasil
Belajar, sebanyak 76,7% siswa tuntas, hal ini berarti
ketuntasan klasikal tercapai. Selain itu, hasil analisis
validitas, reliabilitas, dan sensitivitas tes
menunjukkan bahwa THB yang dikembangkan (1)
terkategorikan valid dengan tingkat kevalidan
minimum yang dicapai adalah 0,53 atau
terkategorikan cukup, (2) terkategorikan reliable
dengan tingkat reliabilitas sedang yaitu 0,67, dan (3)
terkategorikan sensitif dengan index sensitifitas
minimum yang dicapai adalah 0,51. Maka dapat
disimpulkan bahwa THB yang dikembangkan dapat
digunakan.
Keefektifan Pembelajaran
1. Respon Siswa
Pada tahap implementasi, presentase siswa yang
memilih kategori Senang pada aspek respon siswa
terhadap komponen pembelajaran sebanyak 92,9%,
dan siswa yang memilih kategori Berminat pada
pertanyaan “Bagaimana pendapatmu jika untuk
Dzikra Fu’adiah: Profil Penalaran Kuantitatif Siswa SMP Ditinjau dari Gender
pembelajaran berikutnya menggunakan metode
Penemuan Terbimbing?” sebanyak 85,7%.
Hal ini berarti siswa cenderung berminat/senang
mengikuti pembelajaran Penemuan Terbimbing.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa respon siswa
terhadap pembelajaran Penemuan terbimbing adalah
positif. Hal ini menunjukkan bahwa pendpadat
beberapa ahli seperti Brunner tentang perlunya
metode Penemuan Terbimbing yaitu salah satunya
mengubah motivasi siswa yang tadinya berasal dari
luar menjadi dari dalam diri mereka sendiri, dimana
hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa siswa berminat untuk belajar
trigonometri menggunakan metode penemuan
terbimbing di pertemuan berikutnya.
2. Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan hasil analisis kemampuan guru
mengelola pembelajaran, nilai rata-rata yang di dapat
dari semua kriteria adalah 4,9. Hal ini berarti
pengelolaan pembelajaran tergolong baik. Adapun
proses dan alur pembelajaran yang dilakukan sama
dengan proses dan alur yang dilakukan pada tahap
uji coba.
3. Aktivitas Siswa
Dari hasil analisis aktivitas siswa pada setiap
pertemuan, diperoleh hasil bahwa selama mengikuti
pembelajaran trigonometri, sebagian siswa dapat
berkonsentrasi dalam menemukan rumus-rumus
turunan trigonometri melalui media LKS yang telah
dikembangkan. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil
analisis bahwa presentase paling besar adalah siswa
aktif dalam mengerjakan LKS. Selain itu juga,
beberapa dari mereka aktif mendiskusikan hasil
penemuan mereka dan mampu menjelaskan hasil
penemuan mereka di depan kelas.
Akan tetapi, dari beberapa aspek pengamatan aktivitas
siswa, pada tabel 4.24 didapatkan bahwa hanya satu aspek
yang berjalan efektif yaitu pada aspek Berdiskusi
(Mendengarkan / memperhatikan / menjawab / menanggapi
pertanyaan) dengan guru/teman.
Adapun ketidak efektifan pada aspek lain dikarenakan
kurang tepatnya perkiraan alokasi waktu untuk masing-
masing aktivitas yang tidak sesuai dengan interval toleransi
waktu ideal. Contohnya adalah pada aspek mengerjakan
LKS/Menulis yang relevan dengan KBM. Pada kenyataan di
kelas, siswa dapat mengerjakan LKS lebih cepat dari
perkiraan waktu yang dialokasikan di dalam RPP.
Contoh lainny adalah pada aspek Membaca buku
siswa/LKS. Dalam hal ini, waktu 2 menit untuk membaca
ternyata terlalu cepat untuk beberapa siswa, sehingga untuk
pengalokasian waktu berikutnya pada aspek Membaca buku
dapat siswa/LKS dapat ditambahkan menjadi 4 – 5 menit.
4. Tes Hasil Belajar
Berdasarkan hasil analisis ketuntasan hasil
belajar siswa dalam pemebalajaran Penemuan
Terbimbing pada materi trigonometri untuk siswa
kelas XI IPA, siswa kelas XI IPA 5 yang dalam
penelitian ini sebagai kelas Implementasi
mendapatkan ketuntasan klasikal sebesar 82,1% dari
28 siswa yang ada. Atau dengan kata lain hanya 5
orang yang tidak tuntas. Maka pembelajaran
trigonometri berbasis Penemuan Terbimbing dapat
mengoptimalkan hasil belajar akademik siswa. Hal
ini sesuai dengan pendapat Nieveen (1999:26) bahwa
pembelajaraan dikatakan efektif apabila perangkat
tersebut merefleksikan pengalaman siswa dan hasil
belajar siswa yang diharapkan. PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil
penelitian pembelajaran Penemuan Terbimbing pada
materi trigonometri untuk siswa kelas XI IPA diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan desain pengembangan ADDIE,
dihasilkan perangkat pembelajaran Penemuan
Terbimbing pada materi trigonometri untuk siswa
kelas XI IPA yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang meliputi Lembar Kegiatan
Siswa (LKS) dan Tes Hasil Belajar (THB).
2. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan belum
memenuhi kriteria perangkat yang baik karena
ketidak efektifan aktivitas siswa dari empat siswa
yang diamati, namun untuk aspek lain seperti
validitas perangkat, kepraktisan, dan sebagian aspek
keefektifan seperti ketuntasan klasikal dan respon
siswa sudah terpenuhi. Adapun penjabarannya
adalah sebagai berikut:
a. Perangkat pembelajaran valid berdasarkan
analisis hasil validasi.
b. Kemampuan guru mengelola pembelajaran baik.
c. Respon siswa terhadap pembelajaran positif,
yang ditunjukkan dengan presentase
siswa yang memilih Senang pada aspek respon
siswa terhadap komponen pembelajaran
sebanyak 93,5%, dan kategori Berminat pada
pertanyaan “Bagaimana pendapatmu jika untuk
pembelajaran berikutnya menggunakan metode
Penemuan Terbimbing?” sebanyak 86,7%.
d. Tes hasil belajar menunjukkan ketuntasan
klasikal yang tercapai, serta memiliki validitas
minimal cukup, koefisian reliabilitas sedang,
dan semua butir tes sensitif.
3. Pembelajaran Penemuan Terbimbing pada materi
trigonometri untuk siswa kelaas XI IPA kurang
efektif, dikarenakan untuk aspek keefektifan
aktivitas siswa tidak terpenuhi. Akan tetapi untuk
aspek lain sudah terpenuhi dengan penjabaran
sebagai berikut:
a. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal
terpenuhi, yaitu sebanyak 82,1% siswa tuntas.
b. Respon siswa terhadap pembelajaran positif,
yang ditunjukkan dengan presentase siswa yang
memilih kategori Senang pada aspek respon
siswa terhadap komponen pembelajaran
sebanyak 92,9%, dan siswa yang memilih
kategori Berminat pada pertanyaan “Bagaimana
pendapatmu jika untuk pembelajaran berikutnya
menggunakan metode Penemuan Terbimbing?”
sebanyak 85,7%.
Naufal Ishartono: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Siswa
SMA Kelas XI IPA
11
c. Keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan
oleh guru tergolong baik, yang ditunjukkan
dengan rata-rata skor kemampuan guru
mengelola pembelajaran lebih dari 3.
Saran
Berdasarkan uraian hasil penelitian, maka dapat
disarankan bahwa perangkat pembelajaran yang
dikembangkan masih perlu diperbaiki, terutama pada
perangkat RPP yang sudah diperbaiki. Walaupun sudah
tervalidasi secara teoritis, namun masih perlu divalidasi
secara empiris. Oleh sebab itu, dalam penelitian
berikutnya dapat menguji cobakan RPP yang sudah
diperbaiki untuk mengetahui validitas empiris dari RPP
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abruscato, Joseph. (1996). Teaching Children Science: A
Discovery Approach. Washington D.C.: A
Simon & Schuster Company.
Anonim. The Flesch Reading Ease Readability Formula
(t.th). Diakses pada tanggal 25 November 2011,
http://www.readabilityformulas. com/flesch-
reading-ease-readability-formula.php.
Arends, Richard I. (2012). Learning to Teach. New York:
McGraw-Hill Companies.
Arikunto, Suharismi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, Azhar. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Astuti, Tri. (2010). Perbandingan Metode Pembelajaran
Konvensional dengan Metode Pembelajaran
Hynoteaching. Diakses pada tanggal 13
Desember 2014, http://iyasphunkalfreth.
blogspot.com/2010/06/perbandingan-metode-
pembelajaran.html
Beddoe, Jennifer. (2014). Transformation in Math:
Definition, Graph & Quiz. Diakses pada tanggal
29 Oktober 2014, http://education-
portal.com/academy/lesson/transformations-in-
math-definition-graph-quiz.html.
Bell, F. H. (1978). Teaching and Learning Mathematics
(In Secondary Schools). Iowa: Wm. C. Brown
Company Publisher.
Branch, Robert M. (2009). Instructional Design: ADDIE
Approach. Georgia: University of Georgia.
Borg, W.R. & Gall, M.D. (1983). Educational Research:
An Introduction (4th ed.). New York: Longman.
Bruner, Jerome. (2011). Discovery Learning (Bruner).
Diakses pada tanggal 12 Maret 2011,
http://www.learning-theories.com/discovery-
learning-bruner.html.
Carin, A. A. (1993). Teaching Science Through
Discovery. New York: Mcmillan Publishing
Company.
Carin, A. A. & Sund, R. B. (1989). Teaching Science
Through Discovery. USA: Merrill Publishing
Company.
Cooney, T.J. Davis, & Henderson, K.B. (1975).
Dynamics of Teaching Secondary School
Mathematics. Boston: Houghton Mifflin
Company.
Dahar, R. W. (2011). Teori-Teori Belajar &
Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Depdiknas. (2009). Pengembangan Bahan Ajar. Diakses
pada tanggal 27 Maret
2011,www.nasuprawoto.files.wordpress.com/20
10/11/1-9-pengemb-bahan-ajar_rev.ppt.
Dimyati & Mudjiono. (1999). Penilaian Aktivitas
Belajar. Jakarta: Aksara Baru.
Edukasiana. (2011). Mengenal Tiga Gaya Belajar.
Diakses pada tanggal 22 Mei 2015,
http://edukasiana.com/?p=32.
Eggen, P.D. & Kauchak. (1996). Strategies for Teaching
Content and Thinking Skill, Third Eddition.
Boston: Allyn and Bacon.
Emiandriyani, Tri. (2011). Pengembangan Media
Pembelajaran Matematika Berbasis Multimedia
Interaktif untuk Siswa Kelas X Pada Pokok
Bahasan Trigonometri. (Tesis megister
pendidikan tidak dipublikasikan). Yogyakarta:
FMIPA UNY.
Fathani, A. H. (2009). Matematika: Hakekat dan Logika.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Ferguson, A. George. (1984). Statistical Analysis in
Psychology and Education. Mc Graw-Hill
International Book Company.
Fink, L.D. (2003). Creating Significant Learning
Experience: An Integrated Approach to
Designing College Courses. USA: HB Printing.
Greaney, Marleigh. & Ellis, Joanne. (2005). Using The
ADDIE Model For Effective Pedagogical
Interventions. Remouski: College de Remouski.
Gronlund, Norman. E. (1982). Constructing Achievement
Test (Third Edition). USA: Prentice-Hall, Inc.
Imanah, Ulil, N. (2014). Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Kooperatif Dengan Strategi
REACT Pada Materi Tabung Dan Kerucut
Untuk Siswa Kelas IX SMP. (Tesis megister
pendidikan tidak dipublikasikan). Surabaya:
Universitas Negeri Surabaya.
Kizlik, Bob. (2012). Measurement, Assesment, and
Evaluation in Education. Shah Alam: UiTM.
Kovalichik, A. & Dawson, K. (2003). Educational
Technology: An Encyclopedia. Santa Barbara:
ABC-Clio.
Kutner, Michael H., et al. (2005). Applied Linier
Statistical Models, 4th Ed. New York: McGraw-
Hill.
Liharmamik, Tatik. (2014). Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
Tournament (TGT) Dengan Pendekatan
Saintifik Untuk Materi Teorema Pythagoras DI
Kelas VIII SMP. (Tesis megister pendidikan
tidak dipublikasikan). Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Markaban. (2006). Model Pembelajaran Matematika
Dengan Penemuan Terbimbing. Makalah.
Disampaikan dalam penulisan modul paket
pembinaan penataran. Yogyakarta: PPPG
Matematika.
Dzikra Fu’adiah: Profil Penalaran Kuantitatif Siswa SMP Ditinjau dari Gender
Mayasari, Fitria. (2009). Pendesainan LKS Matematika
Interaktif Model E-Learning Berbasis Web Di
Kelas X SMA Negeri 3 Palembang (Skripsi tidak
dipublikasikan). FKIP UNSRI, Palembang.
McGriff, Steven J. (2000). Instructional System Design
(ISD): Using The ADDIE Model. Pennsylvania:
Penn State University.
Moore, K. D. (2005). Effective Instructional Strategies:
From Theory to Practice. California: Sage
Publication.
Nieveen, Nienke. 1999. Prototyping to Reach Product
Quality. In Jan Van den Akker, R.M. Branch, K.
Gustafson, N. Nieveen & Tj. Plomp (Eds).
Design Approaches and Tools in Education and
Training (pp 125 – 135) Kluwer Academic
Publishers, Dordrecht, the Nederlands.
Peterson, Christine. (2013). Bringing ADDIE to Life:
Instructional Design at Its Best. Journal of
Educational Multimedia and Hypermedia, Vol.
12, No. 3, https://www.questia.com/library
/journal/1G1-114926309/ bringing-addie-to-life-
instructional-design-at-its, 28 November 2014.
Pribadi, B. A. (2009). Model Desain Sistem
Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Purnomo, Hadi. (2014). Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Penemuan Terbimbing Pada
Materi Peluang Di Kelas XI IPA SMA Khadijah
Surabaya. (Tesis tidak dipublikasikan).
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Putra, Nusa. (2011). Research & Development. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.
Ratumanan, T.G. & Theresia Laurens. (2003). Evaluasi
Hasil Belajar yang Relevan dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Surabaya: Unesa
University Press.
Riduwan. (2009). Skala Pengukuran Variable-Variabel
Penelitian. Bandung: ALFABETA.
Riyanti. (2012). Pembelajaran Konvensional. Diakses
pada tanggal 13 Desember 2014, http://sin-
riyanti.blogspot.com/2012/10/ pembelajaran-
konvensional_5536.html.
Rochmad. (2011). Model Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Matematika. Semarang: Jurusan
Matematika FMIPA UNNES.
Rohimah, S.M. (2012). Metode Ceramah dalam
Pembelajaran (Metode Konvensional). Diakses
pada tanggal 13 Desember 2014,
http://www.rofayuliaazhar.com/2012/06/metode
-ceramah-dalam-pembelajaran.html.
Rozanie, Irwan. (2004). Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Penemuan Terbimbing pada
Materi Kesebangunan di Kelas III SLTP. (Tesis
magister pendidikan tidak dipublikasikan).
Surabaya: UNESA.
Sabarata. (2004). Keefektifan Pembelajaran Langsung
dengan Pendekatan Problem Posing Topik
Relasi, Pemetaan dan Grafiknya di SLTP Negeri
2 Moyudan Yogyakarta. (Tesis magister
pendidikan tidak dipublikasikan). Surabaya:
UNESA.
Sardiman, AM. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sasmito, Edi. (2012). Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Model Penemuan Terbimbing
untuk Materi Rumus-Rumus Trigonometri Di
Kelas X SMA Negri I Tuban. (Tesis magister
pendidikan tidak dipublikasikan). Surabaya:
UNESA.
Slavin, R. E. (1994). Educational Psychology Theory Into
Practices. 4th ed. Boston: Ally and Bacon
Publishers.
___________. (2009). Psikologi Pendidikan: Teori dan
Praktik, Terj. M. Samosir. Jakarta: PT. Indeks.
Soewandi, Slamet. (2005). Perspektif Pembelajaran
Berbagai Bidang Studi. Yogyakarta: Universitas
Sanata Darma.
Sudjana, Nana. (1990). Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
____________. (2004). Penelitian dan Penilaian
Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
____________. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya.
Suhartini. (2010). Pengembangan Lembar Kegiatan
Siswa (LKS) Matematika untuk Siswa Kelas XI
Semester 3 Jurusan Administrasi Perkantoran di
SMK Piri 3 Yogyakarta Berdasarkan
Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. (Skripsi
tidak dipublikasikan). FMIPA UNY,
Yogyakarta.
Suparno, P. (2001). Teori Perkembangan Kognitif Jean
Piaget. Yogyakarta: Kanisius.
TEAL Center Staffs. (2010). Effective Lesson Planning.
California: Department of Education USA.
Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta:
Bumi Aksara.
UNESCO. (2014). Systematic Monitoring of Education
For All. Diakses pada tanggal 8 November
2014, http://www4.unescobkk.org
/education/efatraining/module- a4/8-learning-
materials/.
Veuger, Jaques. (1983). Psikologi Perkembangan,
Epistemologi Genetik, dan Strukturalisme
Menurut Jean Piaget. Yogyakarta: Yayasan
Studi Ilmu dan Teknologi.
Warsita, Bambang. (2008). Teknologi Pembelajaran,
Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Widyantini, Theresia. (2013). Penyusunan Lembar
Kegiatan Siswa (LKS) Sebagai Bahan Ajar.
Yogyakarta: PPPPTK Matematika.