Upload
ach
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
LAPORAN PENELITIAN
PENGARUH PEMAPARAN OBAT NYAMUK ELEKTRIK YANG
BERBAHAN AKTIF D-ALLETHRIN
TERHADAP KUALITAS SPERMA TIKUS (Rattus norvegicus)
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fisiologi hewan
dosen pengampu :
Dra. Aditya Marianti, M.Si
Dra. Wiwi Isnaeni, M.Si
di susun oleh:
M. Naimul Umam Sabana 4411412037
Ria Hastuti Damanik 4411412001
Dyah Rizki Fatati 4411412012
Litayani Dafrosa 4411412016
Amalia Nor Rohmah 4411412018
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemaparan Obat Nyamuk Elektrik
Yang Berbahan Aktif D-Allethrin Terhadap Kualitas Sperma Tikus (Rattus
norvegicus)” sesuai waktu yang telah di tentukan.
Laporan ini berisikan tentang informasi tentang pengaruh obat anti
nyamuk elektrik yang berbahan baku d-allethrin terhadap kualias sperma tikus.
Dengan ini Diharapkan Laporan ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua tentang pengaruh obat nyamuk elektrik yang berbahan baku d-alethrin.
Kami menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna,
maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan berikutnya. Semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya sebagaimana yang diharapkan.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Semarang, 23 November 2014
Tim Penyusun
3
Daftar isi
Kata pengantar .............................................................................................................. i
Daftar isi .................................................................................................................. ii-iii
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ...................................................................................... .2
1.3 Penegasan istilah ........................................................................................ 2
1.4 Tujuan ........................................................................................................ 2
1.5 Manfaat ................................................................................................................. 2
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Hewan percobaan .................................................................................................. 3
2.2 Organ reproduksi pria ............................................................................................ 4
2.3 Spermatogenesis ................................................................................................... 6
2.4 Spermatozoa ......................................................................................................... 7
2.5 Hewan percobaan ................................................................................................. 8
2.6 Insektisida ............................................................................................................10
2.7 Klasifikasi Insektisida ...........................................................................................10
2.8 Bentuk Fisik Insektisida .......................................................................................11
2.9 Obat Anti Nyamuk ...............................................................................................12
2.10 Hipotesis ............................................................................................................13
Bab III Metode Penelitian
3.1 Waktu dan tempat penelitian ..............................................................................14
3.2 Jenis penelitian .....................................................................................................14
3.3 Variabel penelitian ...............................................................................................14
3.4 Sampel .................................................................................................................14
3.5 Alat dan Bahan ....................................................................................................14
4
3.6 Data yang dikumpulkan ........................................................................................15
3.7 Cara pengumpulan data .......................................................................................15
3.8 Definisi operasional ....................................................................................... 15-16
Bab IV Hasil Dan Pembahasan
4.1 Hasil dan analisis data .................................................................................... 17-21
4.2 Pembahasan ................................................................................................... 21-24
Bab V Penutup
5.1 Kesimpulan ...........................................................................................................25
5.2 Saran.....................................................................................................................25
Daftar Pustaka .......................................................................................................................26
Lampiran .................................................................................................................... 2
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia adalah daerah beriklim tropis sehingga menjadi tempat yang
cocok untuk perkembangbiakan nyamuk yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan bagi masyarakat. Untuk mengatasi serangan nyamuk maka digunakan
insektisida atau dikenal sebagai obat nyamuk dalam berbagai bentuk seperti obat
nyamuk bakar, oles, elektrik dan semprotan. Pemakaian insektisida harus
bijaksana, harus diperhatikan jenis dan dosis zat aktifnya serta lama
pemaparannya. Bila dipakai secara berlebihan dapat merugikan kesehatan
manusia. (Reni Kurniati,dkk, 2012)
Zat aktif yang terkandung di dalam obat nyamuk bermacam-macam
seperti dichlorvos, propoxur, pyrethroid dan diethyltoluamide (DEET) serta
bahan kombinasinya. Kebanyakan obat nyamuk di Indonesia mengandung d-
allethrin, transfultrin, bioallethrin, d-phenithrin, proallethrin,cypenothrin atau
esbiothrin, yang merupakan turunan pyrethroid. Pyrethroid dikelompokkan racun
insektisida kelas menengah yang dapat menyebabkan iritasi kulit, mata dan asma.
(Reni Kurniati,dkk, 2012)
Allethrin adalah salah satu bahan aktif pada beberapa jenis/merek obat anti
nyamuk yang memiliki rumus molekul C19H26O3 dan memiliki 8 stereoisomer.
Allethrin yang masuk ke tubuh secara inhalasi dalam waktu lama, selain
menyebabkan gangguan pada paru-paru juga akan menyebabkan hati tidak
mampu melakukan detoksifikasi secara sempurna. Hal ini menyebabkan
munculnya metabolit sekunder yang bertindak sebagai radikal bebas. Selanjutnya
radikal bebas akan ikut peredaran darah menuju ke seluruh tubuh termasuk testis.
(Wulan Christijanti,dkk, 2010)
Tikus laboratorium (Rattus norvegicus) merupakan salah satu hewan yang
banyak dimanfaatkan dalam berbagai penelitian ilmiah. Tikus ini umumnya
6
digunakan sebagi hewan model dalam penelitian-penelitian di bidang psikologis
kedokteran, biologi, dan genetika. (Indra Saputra,dkk 2013)
1.2 Rumusan masalah
Dari latar belakang yang dipaparkan, penelitian ini dapat dirumuskan
apakah pemaparan obat nyamuk elektrik yang berbahan aktif d-allethrin dapat
mempengaruhi kualitas spermatozoa pada tikus wistar jantan yaitu dalam jumlah,
morfologi dan mortilitas spermatozoa?
1.3 Penegasan Istilah
Untuk menghindari salah pengertian dalam memahami isi penelitian ini, perlu
ada batasan-batasan terhadap beberapa istilah sebagai berikut :
1. Tikus : Tikus putih yang digunakan dalam penelitian ini galur wistar jantan
dewasa berumur 2,5 bulan sebanyak 9 ekor.
2. Obat nyamuk : Obat nyamuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah obat
nyamuk elektrik Mat merk HIT yang mengandung komposisi senyawa d-
allethrin
3. Kualitas sperma : Kualitas sperma dalam penelitian ini dilihat dari jumlah dan
motilitas spermatozoa tikus putih galur wistar jantan
1.4 Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
pemaparan obat nyamuk elektrik yang berbahan aktif d-allethrin terhadap kualitas
sperma tikus (Rattus novergicus) yaitu dalam jumlah, morfologi, dan motilitas
spermatozoa.
1.5 Manfaat
Dalam penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pengaruh
pemaparan obat nyamuk elektrik yang berbahan aktif d-allethrin terhadap kualitas
spermatozoa yaitu dalam jumlah, morfologi, dan mortilitas spermatozoa
khususnya pada pria.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hewan percobaan
Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang
khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan labboratorium
tersebut digunakan sebagai model untuk praktik penelitian seperti pengaruh bahan
kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil
dan sederhana ke ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk
keperluan penelitian ini, yaitu: mencit, tikus, kelinci, dan kera.
Tikus merupakan hewan pengerat yang melakukan aktivitasnya pada
malam hari (nocturnal).Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
8
Data Umum Biologik
2.2 Organ reproduksi pria
Organ reproduksi pria memiliki dua fungsi utama, yaitu pertama, untuk
memproduksi hormon androgen yang akan mengatur perkembangan genitalia
eksterna dan interna, perkembangan kelamin sekunder pria saat pubertas, dan
mengatur libido saat dewasa. Kedua, untuk memproduksi kira-kira 30 juta
spermatozoa setiap hari selama masa reproduktif. Organ reproduksi pria terdiri
dari testis, duktus genitalis, kelenjar aksesorius, dan penis. Testis normal
berbentuk oval dengan ukuran sekitar 4,5 x 3 x 2,5 cm. Testis memiliki dua
fungsi, yaitu untuk memproduksi hormon androgen, testosteron dan
dihidrotestosteron, dan untuk memproduksi spermatozoa. Spermatozoa dibentuk
dari sel germinal primitif di sepanjang dinding tubulus seminiferus dalam proses
yang disebut spermatogenesis. Di dalam tubulus seminiferus juga terdapat sel
Sertoli yang memiliki fungsi membantu sel germinal dalam memelihara suasana
agar sel tersebut dapat berkembang dan menjadi dewasa, mengirimkan sinyal
- Konsumsi pakan per hari
- Konsumsi air minum per hari
- Diet protein
- Ekskresi urine per hari
- Lama hidup
- Bobot badan dewasa
- Jantan
- Betina
- Bobot lahir
- Dewasa kelamin (jantan=betina)
- Siklus estrus (menstruasi)
- Umur sapih
- Mulai makan pakan kering
- Rasio kawin
- Jumlah kromosom
- Suhu rektal
- Laju respirasi
- Denyut jantung
- Pengambilan darah maksimum
- Jumlah sel darah merah (Erytrocyt)
- Kadar haemoglobin(Hb)
- Pack Cell Volume (PCV)
- Jumlah sel darah putih (Leucocyte)
5 g/100 g bb
8-11 ml/100 g bb
12%
5,5 ml/100 g bb
2,5- 3 tahun
300-400 g
250-300 g
5-6 g
50+10 hari
5 hari (polyestrus)
21 hari, 40-50 g
12 hari
1 jantan – 3 atau 4 betina
42
37,5oC
85 x/mn
300 – 500 x/mn
5,5 ml/Kg
7,2-9,6 X 106 / μl
15,6 g/dl
46%
14 103 /μl
9
untuk memulai spermatogenesis dan mempertahankan perkembangan spermatid,
mengatur fungsi kelenjar pituitari sekaligus mengontrol spermatogenesis.Di antara
tubulus seminiferus terdapat sel Leydig yang memproduksi testosteron dan
dihidrotestosteron yang kemudian akan disekresikan ke dalam aliran darah.
(Olivia, 2009)
Tubulus-tubulus seminiferus tersebut akan bergabung membentuk duktus
yang lebih besar yang disebut tubulus rektus. Tubulus yang lebih besar ini
membentuk rete testis yang akan berakhir pada duktus efferen. Dalam tubulus-
tubulus tersebut mengalir cairan seminalis yang mengandung sperma dari testis ke
epididimis. Dari sini spermatozoa memasuki vas deferens lalu duktus
ejakulatorius untuk menuju ke urethra. (Olivia, 2009)
Testis normal berada di dalam skrotum yang berfungsi melindungi testis
dan menjaga agar suhu testis sekitar 1,5 – 2 ºC di bawah suhu tubuh. Testis
berbentuk oval dan berjumlah sepasang, terdapat di bagian tubuh sebelah kiri dan
kanan. Testis kiri dan kanan dibatasi oleh suatu sekat yang terdiri dari serat
jaringan ikat dan otot polos. Fungsi testis secara umum merupakan alat untuk
memproduksi sperma dan hormon kelamin jantan yang disebut testoteron. Duktus
genitalis meliputi epididimis dan vas deferens. Epididimis merupakan saluran
berkelok-kelok di dalam skrotum yang keluar dari testis. Epididimis berjumlah
sepasang di sebelah kanan dan kiri. Epididimis berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara sperma sampai sperma menjadi matang dan bergerak
menuju vas deferens. Vas deferens merupakan saluran lurus yang mengarah ke
atas dan merupakan lanjutan dari epididimis. Vas deferens tidak menempel pada
testis dan ujung salurannya terdapat di dalam kelenjar prostat. Vas deferens
berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma dari epididimis menuju vesikula
seminalis. Selama ejakulasi, sperma memasuki urethra melalui duktus
ejakulatorius yang terletak di badan prostat. Saluran ejakulasi merupakan saluran
pendek yang menghubungkan kantung semen dengan urethra. Saluran ini
berfungsi untuk mengeluarkan sperma agar masuk ke dalam urethra. (Olivia,
2009)
Kelenjar aksesorius meliputi vesikula seminalis, kelenjar bulbourethral,
dan prostat. Kelenjar-kelenjar ini mensekresi zat-zat makanan bagi spermatozoa
10
dan membantu pengeluaran spermatozoa saat ejakulasi. Vesikula seminalis
merupakan kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung kemih.
Dinding vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber
makanan bagi sperma. Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) merupakan
kelenjar yang salurannya langsung menuju urethra. Kelenjar Cowper
menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa). Prostat berbentuk triangular,
terletak di pelvis, tepatnya di posterior dan inferior vesika urinaria dekat dengan
rektum. Prostat memiliki lobus anterior, medial, posterior, dan 2 lobus lateral.
Fungsi dari kelenjar prostat adalah memproduksi cairan prostat yang mengandung
kolesterol, garam dan fosfolipid yang merupakan komponen utama dari semen
yang bersifat basa. (Olivia, 2009)
Penis terbagi menjadi 2 bagian fungsional, yaitu sepasang korpus
kavernosum dan korpus spongiosum. Korpus kavernosum membentuk sebagian
besar penis, terdiri dari ikatan jaringan otot polos yang terangkai dalam kolagen
ekstraseluler matriks. Penis disarafi oleh saraf somatik dan otonom. Saraf somatik
menyuplai penis dengan serat sensorik dan menyuplai otot skelet perineum
dengan serat motorik. (Olivia, 2009)
Skrotum merupakan kantung yang di dalamnya berisi testis. Skrotum
berjumlah sepasang, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri.Di antara skrotum
kanan dan skrotum kiri dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot
polos (otot dartos). Otot dartos berfungsi untuk menggerakkan skrotum sehingga
dapat mengerut dan mengendur. Di dalam skrotum juga terdapat serat-serat otot
yang berasal dari penerusan otot lurik dinding perut yang disebut otot kremaster.
Otot ini bertindak sebagai pengatur suhu lingkungan testis agar kondisinya stabil.
Proses spermatogenesis membutuhkan suhu yang stabil, yaitu beberapa derajat
lebih rendah daripada suhu tubuh. (Olivia, 2009)
2.3 Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah proses berkelanjutan dari pembelahan sel
germinal untuk menghasilkan spermatozoa yang dimulai dari masa pubertas.
Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama kehidupan
seksual aktif, sebagai akibat dari rangsangan hormon gonadotropin hipofisis
anterior. Dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan berlanjut seumur hidup.
11
Proses spermatogenesis dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu proliferasi
mitotik, meiosis, dan spermiogenesis. Pada tahap awal spermatogenesis,
spermatogonia primitif berkumpul di tepi membran basal epitel germinativum,
disebut sebagai spermatogonia tipe A. Spermatogonia tersebut membelah menjadi
sel yang sedikit lebih berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B. Pada tahap ini
spermatogonia bermigrasi ke arah sentral di antara sel-selsertoli. Dalam waktu
kira-kira 24 hari setiap spermatogonium yang melewati lapisan pertahanan masuk
ke dalam lapisan sel Sertoli dimodifikasi secara berangsur-angsur dan membesar
untuk membentuk spermatozit primer yang besar dengan 46 kromosom. Pada
akhir hari ke-24, setiap spermatosit primer terbagi dua menjadi spermatosit
sekunder. Proses ini disebut sebagai meiosis pertama. (Olivia, 2009)
Dalam 2 sampai 3 hari meiosis kedua terjadi menghasilkan spermatid yang
memiliki 23 kromosom tunggal. Setelah fase meiosis selesai, tidak lagi terjadi
pembelahan sel. Setiap spermatid mengalami modifikasi menjadi sebuah
spermatozoa yang disebut sebagai fase spermiogenesis. Selama beberapa minggu
berikutnya setelah meiosis, setiap spermatid secara perlahan-lahan berubah
menjadi spermatozoa dengan (1) menghilangkan beberapa sitoplasmanya, (2)
mengatur kembali bahan kromatin dari inti spermatid untuk membentuk satu
kepala yang padat, dan (3) mengumpulkan sisa sitoplasma dan membran sel pada
salah satu ujung dari sel untuk membentuk ekor. Seluruh masa spermatogenesis
ini membutuhkan waktu kira-kira 64 hari. (Olivia, 2009)
2.4 Spermatozoa
Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid tetap memiliki sifat-
sifat yang biasa dari sel-sel epiteloid. Tetapi segera setelah spermatid mulai
memanjang menjadi spermatozoa, spermatozoa terdiri atas kepala, akrosom,
bagian tengah, dan ekor. Kepala terutama dari nukleus yang mengandung
informasi genetik sperma, terdiri atas sel berinti padat dengan hanya sedikit
sitoplasma dan lapisan membran sel di sekitar permukaannya. Di bagian luar, dua
pertiga anterior kepala terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom
mengandung enzim hialuronidase yang dapat mencerna filamen proteoglikan dari
jaringan dan dapat mencerna protein sehingga dapat digunakan sebagai “bor
enzimatik” untuk menembus ovum. Akrosom dibentuk dari agregasi vesikel-
12
vesikel yang dihasilkan oleh kompleks Golgi / retikulum endoplasma sebelum
organel-organel ini dibuang. Mobilitas spermatozoa dihasilkan oleh ekor yang
panjang dan berbentuk seperti pecut yang keluar dari salah satu sentriol. Ekor
spermatozoa memiliki tiga komponen, yaitu aksonema yang serupa dengan silia,
membran sel tipis yang menutupi aksonema, dan mitokondria yang mengelilingi
aksonema di bagian proksimal ekor ( badan ekor ). Gerakan ekor mendekat dan
menjauh memberikan motilitas pada spermatozoa. Gerakan ini disebabkan oleh
gerakan meluncur longitudinal secara ritmis di antara tubulus posterior dan
anterior yang membentuk aksonema. Energi untuk proses ini disuplai dalam
bentuk adenosin trifosfat yang disintesis oleh mitokondria pada badan ekor.
Spermatozoa normal bergerak dalam garis lurus dengan kecepatan 1 sampai 4
mm/menit. Lebih jauh lagi, spermatozoa yang normal cenderung untuk bergerak
lurus, daripada dalam gerakan berputar-putar. (Olivia, 2009)
Dalam satu kali ejakulasi rata-rata jumlah spermatozoa adalah 400 juta
dengan jumlah semen 3,5 ml.Ketika jumlah spermatozoa dalam setiap mililiter
turun kira-kira di bawah 20 juta, maka orang tersebut hampir mengalami
infertilitas. Kadang-kadang orang memiliki jumlah spermatozoa yang normal
tetapi tetap infertil. Bila hal ini terjadi, sering ditemui hampir separuh dari jumlah
spermatozoanya memiliki kelainan morfologi seperti memiliki dua kepala, bentuk
kepala yang tidak normal, atau ekor yang tidak normal. Di saat yang lain
spermatozoa terlihat normal secara struktural tetapi dengan alasan yang tidak
dimengerti spermatozoa tersebut seluruhnya tidak motil atau relatif tidak motil.
Bila sebagian besar spermatozoa secara morfologis mengalami kelainan atau tidak
motil, maka orang tersebut hampir infertil, walaupun sisa spermatozoa lainnya
terlihat normal. (Olivia, 2009)
2.5 Kualitas Spermatozoa
Pengamatan kualitas spermatozoa antara lain meliputi motilitas dan
morfologi spermatozoa. Motilitas adalah perbandingan antara jumlah spermatozoa
yang bergerak aktif dengan jumlah total keseluruhan spermatozoa yang terdapat
pada hasil pengamatan dalam satuan persen (%). Morfologi spermatozoa
ditujukan untuk melihat bentuk-bentuk spermatozoa yang ada dan menentukan
13
persentase bentuk abnormal yang ditemukan. Morfologi spermatozoa dianggap
normal jika ditemukan kurang dari 30% bentuk abnormal.
Tingkatan pergerakan spermatozoa adalah sebagai berikut:
0 = spermatozoa tidak menunjukkan pergerakkan
1 = spermatozoa bergerak ke depan dengan lambat
2 = spermatozoa bergerak ke depan dengan cepat
3 = spermatozoa bergerak ke depan sangat cepat
Motilitas adalah unsur yang sangat penting dalam fertilisasi, karena
motilitas merupakan salah satu faktor yang menentukan gambaran spermatozoa
yang sehat. Motilitas membantu transport spermatozoa untuk mencapai terjadinya
fertilisasi. Sifat motilitas spermatozoa akan tampak setelah bercampur dengan
sekresi dari kelenjar kelamin aksesoris pada saat ejakulasi. Kecepatan motilitas
spermatozoa sangat dipengaruhi di antaranya oleh pergerakan ion-ion, transpor
membran spermatozoa, serta integritas membran spermatozoa. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, pemberian PSK yang berlebihan serta dalam jangka
waktu yang lama akan manghasilkan senyawa radikal bebas atau ROS yang
berlabihan pula. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel diantaranya
melalui reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung asam
lemak tidak jenuh majemuk atau disebut poly unsaturated fatty acid
Peroksidasi lipid pada membran spermatozoa dapat menurunkan
permeabilitas membran untuk ion-ion spesifik dan menurunkan kelenturan
membran. Kerusakan spermatozoa yang disebabkan oleh ROS terjadi karena
dapat menghambat reaksi akrosom dan kerusakan ekor yang sangat berpengaruh
terhadap motilitas spermtozoa. Kadar ROS yang tinggi akan dapat merusak
membran mitokondria sehingga menyebabkan hilangnya fungsi potensial
mitokondria yang mana akan sangat mengganggu motilitas spermatozoa karena
energi motilitas spermatozoa disuplai dalam bentuk adenosin trifosfat yang
disintesis oleh mitokondria pada badan ekor.( Sri Dkk, 2012)
Spermatozoa disebut mempunyai kualitas bentuk yang cukup baik apabila
>50% spermatozoa mempunyai morfologi normal. Apabila > 50 % spermatozoa
mempunyai morfologi abnormal, maka keadaan ini disebut teratozoospermia.
Perhitungan persentase daya hidup (viabilitas) dan abnormalitas spermatozoa
14
menggunakan preparat ulas berdasarkan perbedaan afinitas zat warna antara sel-
sel sperma yang mati dan hidup. Jumlah sperma yang hidup dihitung secara
objektif. (Hajar Syifa Fiarani, 2013)
Abnormalitas spermatozoa dibedakan antara bentuk abnormalitas primer
dan sekunder. Bentuk abnormalitas primer berasal dari gangguan pada testis dan
abnormalitas sekunder berasal dari gangguan pada epididimis. Abnormalitas
spermatozoa primer meliputi kepala kecil, besar, miring, bulat, kepala dua, ekor
dua,akrosom salah bentuk, leher besar, sedangkan abnormalitas sekunder meliputi
leher patah, leher ekor kusut, ekor patah, ekor bergulung dan kepala terpisah dari
leher (Hajar Syifa Fiarani, 2013)
2.6 Insektisida
Pestisida adalah zat untuk mengendalikan, menolak, memikat atau
membasmi organisme pengganggu atau hama. Ada beberapa jenis hama seperti
serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan atau mikroba pengganggu.
Tergantung pada sasaran yang akan dibasmi, pestisida dapat berupa insektisida
untuk membasmi serangga, jamur, rodentisida, herbisida, akasida, dan bakterisida.
Beberapa diantara serangga berkalu sebagai vektor untuk penyakit. Penyakit-
penyakit penting yang ditularkan oleh vektor antara lain malaria, onkosersiasis,
filariasis, demam kuning, riketsia dll. Insektisida dapat membantu mengendalikan
penyakit-penyakit ini. Insektisida berasal dari bahasa latin insectum yang
mempunyai arti potongan, keratan, atau segmen tubuh, seperti segmen yang ada
pada tubuh serangga. Insektisida pada umumnya dapat menimbulkan efek
terhadap sistem syaraf. Secara umum pengertian insektisida dapat didefenisikan
sebagai bahan yang dapat digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang
dianggap sebagai vector yang secara langsung ataupun tidak langsung merugikan
kepentingan manusia. (Mariana Raini, 2009)
2.7 Klasifikasi Insektisida
Insektisida dapat diklasifikasikan berdasarkan rumus kimia (Mariana Raini,
2009):
1. Organoklorin, golongan ini terdiri atas ikatan karbon, klorin, dan hidrogen,
Insektisida ini sedikit digunakan di negara berkembang karena secara
kimia bahwa insektisida organoklor adalah senyawa yang tidak reaktif,
15
memiliki sifat yang tahan atau persisten, baik dalam tubuh maupun dalam
lingkungan memiliki kelarutan sangat tinggi dalam lemak dan memiliki
kemampuan terdegradasi yang lambat. Contoh dari kelompok ini adalah
DDT dan lindan.
2. Organofosfat, golongan ini terdiri dari ikatan karbon dan fosfatida
organofosfat sering disebut insektisida antikolinesterase karena
mempunyai efek yang sama dalam sistem syaraf (perifer dan pusat).
3. Karbamat, keterangan sama dengan organofosfat, tapi keduanya
mempunyai ikatan dan struktur kimia yang berbeda.
4. Piretroid
a. Piretroid Alam
Piretrum adalah insektisida alami, yang merupakan ekstrak
dari bunga Chrysantemum, Phyretrum cinerariaefollium
(Dalmantian insect flower). Insektisida ini sudah lama dikenal dan
sangat efektif.
b. Piretroid Sintetik
Sintetis ester dapat dibagi menjadi dua sub golongan yang
didasarkan pada struktur dan gejala keracunan. Yang pertama
adalah tipe Alletrin, Tetrometrin,dan Phenotrin dimana efek yang
dihasilkan meyerupai efek DDT. Tipe yang kedua adalah semua
ester mengandung sianida, seperti Fenvolerat, Deltametrin, dan
Cifenometrin.
2.8. Berdasarkan bentuk fisik insektisida
Bentuk fisik insektisida dapat di bagi sebagai berikut:
1. Bentuk padat
- Dust (debu),
- Bail,
- Seed dressing.
2. Bentuk cair
- Solution : larutan
- Suspention : suspensi
- Emultion : emulsi
16
- Vapors : uap
3. Bentuk gas
2.9 Obat Anti Nyamuk
Obat anti nyamuk elektrik yaitu obat antinyamuk yang menggunakan
listrik sebagi medianya, sedang antinyamuknya berbentuk cairan atau lempengan.
Dengan bantuan listrik maka cairan yang terdapat dalam suatu rangkaian alat
tersebut dapat diubah menjadi gas dan gas tersebut yang berperan menghalau atau
mengusir nyamuk. Antinyamuk elektrik, bakar,oles atau cair mengandung
senyawa kimia berbahaya bagi kesehatan manusia. Kandungan bahan kimia
berbahaya dalam obat antinyamuk diantaranya dichlorvos, propoxur, pyrethroid
dan diethyltoluamide serta bahan kombinasi dari keempat bahan kimia tersebut.
Pyrethroid dikelompokkan oleh WHO dalam racun kelas menengah karena
efeknya mampu mengiritasi mata dan kulit yang sensitif serta menyebabkan
penyakit pernafasan seperti penyakit asma. Pada obat antinyamuk, pyrethroid
yang digunakan berupa d-allethrin, transflutrin, bioallethrin, pralethrin, d-
phenothrin, cyphenothrin, atau esbiothrin. Obat nyamuk bakar merupakan obat
anti nyamuk yang berbentuk coil (kumparan) dan salah satu formulasi obat anti
nyamuk yang menimbulkan asap. Selain murah harganya, obat nyamuk bakar juga
mudah didapatkan serta cukup efektif dalam membunuh nyamuk. Setiap
kumparan obat nyamuk memiliki berat rata-rata 12 gram dan masa pembakaran
selama 7,5 sampai 8 jam. Zat aktif utama dalam sebagian besar obat nyamuk
bakar adalah pyrethrins, sekitar 0,3- 0,4% dari berat total obat nyamuk. Pyrethrin
oleh WHO juga dikelompokkan dalam racun kelas menengah. (Retno Ariyani,
dkk, 2011)
Bahan-bahan lain penyusun obat nyamuk bakar adalah bahan-bahan
organik, pengikat, pewarna, dan zat-zat tambahan lain yang mudah terbakar. Hasil
pembakaran dari bahan-bahan di atas menghasilkan sejumlah besar partikel
submikrometer dan polutan dalam bentuk gas. Partikel submikrometer ini dilapisi
dengan berbagai senyawa organik, beberapa di antaranya karsinogen atau yang
dicurigai sebagai karsinogen, seperti Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs)
yang dihasilkan melalui pembakaran tidak lengkap biomassa (bahan dasar obat
nyamuk bakar) dan dapat mencapai saluran pernapasan bagian bawah.
17
Pembakaran obat nyamuk bakar juga melepaskan berbagai komponen aromatik
seperti benzopyrenes, benzo-fluoroethane. (Yunda Alhusna Arifa, 2010)
Allethrin merupakan salah satu golongan pyrethroid yang memiliki rumus kimia
C19H26O3. Pada pemakaian obat antinyamuk elektrik, gangguan tidak terasa
langsung. Sebab penciuman tertipu oleh sedapnya wewangian yang dikeluarkan,
juga tak menimbulkan iritasi langsung pada mata. Jadi bisa dikatakan obat
antinyamuk jenis ini lebih berbahaya dari obat antinyamuk lainya. Allethrin
merupakan zat aktif yang merupakan senyawa turunan dari pyrethroid dalam obat
nyamuk elektrik. Zat ini banyak digunakan dalam racun pembasmi nyamuk yang
memiliki resiko merusak kesehatan. Zat tersebut dapat masuk ke dalam tubuh
melalui tiga cara, yaitu: termakan atau terminum bersama makanan atau
minuman, dihirup dalam bentuk gas dan uap, langsung menuju paru-paru lalu
masuk ke dalam aliran darah. Atau terserap melalui kulit dengan tanpa terlebih
dahulu menyebabkan luka pada kulit. Allethrin jika terakumulasi di dalam tubuh
dapat membentuk radikal bebas. Allethrin yang terhirup akan masuk ke dalam
aliran darah lalu menuju ke hati, mengalami detoksifikasi dan menghasilkan
metabolit yang berperan sebagai radikal bebas. Selanjutnya radikal bebas tersebut
akan masuk ke dalam peredaran darah kembali dan menuju ke seluruh tubuh
termasuk testis. Radikal bebas dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan
termasuk gangguan dalam proses spermatogenesis. Penelitian yang dilakukan oleh
Azab and Sakr, allethrin dapat mengganggu proses spermatogenesis secara tidak
langsung dengan mengurangi diameter tubulus seminiferus dan menurunkan berat
testis pada tikus yang mengakibatkan penurunan produksi sperma tikus yang
dapat dianalogikan pada manusia (Retno ariyani, dkk, 2011)
2.10 Hipotesis
Berdasarkan pernyataan yang mampu mendukung permasalahan yang
akan dibahas, maka dapat ditarik satu hipotesis awal yaitu lama pemaparan obat
nyamuk elektrik berbahan aktif d-allethrin dapat mempengaruhi jumlah dan
motilitas terhadap spermatozoa tikus (Ratus ratus).
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang dengan rentang waktu
bulan Oktober hingga november 2014.
3.2 Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian true eksperimental dengan rancangan
sederhana (post test control group design) dengan rancangan acak lengkap (RAL).
Dalam penelitian ini terdapat 3 kelompok perlakuan dan masing-masing
perlakuan terdiri 3 ulangan
3.3 Variabel penelitian
Variabel bebas : waktu pemaparan obat nyamuk elektrik
Variabel terikat : morfologi, jumlah, motilitas
3.4 Sample
Sample penelitian ini adalah tikus wistar jantan (Rattus novergitus) yang
diperoleh dan ditempatkan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika Dan
Ilmu Pengatuhan Alam Universitas Negeri Semarang. Dari sample penelitian ini
yang memenuhi kriteria penelitian yaitu tikus wistar jantan, umur sekitar 2-3
bulan, berat badan 150-200 gram.
3.5 Alat dan bahan
Bahan
1. Tikus wistar jantan
2. Obat nyamuk elektrik mat merek Hit yang berbahan aktif d-allethrin
3. Bahan untuk memeriksa jumlah, morfologi dan motilitas spermatozoa
4. Bahan makanan dan minuman tikus
19
5. Air
Alat
Kandang hewan coba
Timbangan
Mikroskop cahaya
Tempat pakan dan minum
Stop watch
Alat bedah
Alat gelas
Alat tulis
Kamera digital
Peralatan obat nyamuk elektrik
Kardus
Timbangan
Papan bedah
Hemositometer
Bilik hitung neubauer
3.5 Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu
berapa jumlah, morfologi, dan motilitas spermatozoa tikus wistar jantan.
3.6 Cara pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan sample sebanyak 9 ekor tikus wistar jantan
yang dikelompokkan dan diberi makan pakan standart ad libitum dan minum
selama 1 bulan. Sesuai dengan kelompok perlakuan yang dilakukan sehari sekali
yaitu:
Perlakuan I (kontrol) : 0 jam/hari
Perlakuan II : 4 jam/hari
Perlakuan III : 8 jam/hari
3.7 Definisi operasional
Jumlah spermatozoa
Jumlah spermatozoa adalah banyaknya spermatozoa yang dihitung dari
rerata 5 lapangan pandang di bawah mikroskop dengan lensa obyektif perbesaran
40x. Untuk menghitung jumlah spermatozoa ditentukan dengan cara mengisap
suspensi spermatozoa dengan pipet leukosit sampai tanda 1,0. Pipet yang telah
20
berisi suspensi spermatozoa kemudian diencerkan dengan larutan garam fisiologis
sampai tanda 11, dikocok supaya homogen. Sebelum menghitung spermatozoa
dibuang agar yang terhitung nanti adalah bagian yang benar-benar mengandung
spermatozoa homogen. Suspensi spermatozoa diteteskan di kamar hitung
Neubauer, dihitung jumlah spermatozoa pada 16 kotak dibawah mikroskop
perbesaran 400 kali. Hasil perhitungan merupakan jumlah spermatozoa dalam 10-
5mL suspensi spermatozoa (Reni dkk, 2011).
Morfologi spermatozoa
Morfologi spermatozoa adalah bentuk spermatozoa yang diamati dalam
100 spermatozoa di bawah mikroskop dengan lensa obyektif perbesaran 40x
Motilitas spermatozoa
Motilitas spermatozoa adalah gerakan spermatozoa yang diamati dari
rerata 5 lapangan pandang di bawah mikroskop dengan lensa obyektif perbesaran
40x. Terdapat 4 kriteria dalam penilaian morfologi spermatozoa, yaitu: A (gerak
cepat), B (gerak lamban), C (gerak di tempat), D (tidak bergerak)
3.8 Pengolahan dan analisis data
Pada akhir perlakuan, tikus dibedah untuk diambil vas defferen-nya dan
diletakkan dalam cawan berisi NaCl fisiologis 0,9%. Larutan ini selanjutnya
disebut sebagi larutan stock yang selanjutnya dianalisis kualitas spermatozoa
meliputi jumlah, morfologi dan motilitas spermatozoa. Data tersebut dianalisis
secara statistik dengan ANAVA satu arah pada tingkat kepercayaan 95%. Bila
terdapat perbedaan akan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT).
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 .Hasil
a. Motilitas/ viabilitas sperma mencit (Rattus rattus)
1. Control
Maju kedepan 68/109x100% = 62%
Maju lamban 12/109x100% = 11%
Maju ditempat 19/109x100% = 17%
Mati 10/109x100% = 9%
X hidup = 90%
X mati= 9%
2. 4 jam perlakuan
Maju kedepan 14/87 x 100% = 16 %
Maju lamban 22/ 87 x 100% = 26 %
Maju ditempat 19/87 x 100% = 21%
Mati 31/87 x 100% = 35 %
Xhidup = 63 %
X mati = 35 %
3. 8 jam perlakuan
Maju kedepan 12/81x100% = 14%
Maju lamban 28/81x100% = 4%
Maju ditempat 11/81x100% = 13%
Mati 30/81x100% = 37%
x hidup = 31%
x mati = 37%
22
Perlakuan motilitas
Jumlah
sperma(x) X
2 ∑ X (∑ X
2)2
Control Maju
kedepan 68 4624 T1=109 11881
Maju lambat 12 144
Maju di
tempat 19 361
Mati 10 100
4 jam
perlakuan
Maju
kedepan 14 196 T2=87 7569
Maju lambat 23 529
Maju di
tempat 19 361
Mati 31 961
8 jam
perlakuan
Maju
kedepan 12 144 T3=81 6561
Maju lambat 28 784
Maju
ditempat 11 121
Mati 30 900
∑k=3 ∑p=12 9225 ∑ X = 277
(∑ X2)2
=
26011
Jika rata-rata
Ry =
=
=23.0833
Ay =
=
=
= 2167,583 - 23.0833
= 2144,4997
EY2 = Ʃ(X
2)
23
= 9225
Dy = EY2-Ry-Ay
=9225 -23.0833- 2144,4997
= 7057.417
Dengan k= 3, Ʃn= 12, dan Ʃ(n-1)= 11. Maka, daftar Analisis Varians atau
ANAVA yaitu:
Sumber
Variansi Dk JK KT F F table
Rata-rata 1 Ry
(23.0833)
R= Ry/1
23.0833
F= A/D
=1,367
Antar
Kelompok
k-1
(3-1)
2
Ay
(2144,4997)
A= Ay/(k-1)
(2144,4997)/(2)
= 1072,24985
Dalam
Kelompok
Ʃ(ni-1)
(9)
Dy
(7057.417)
D= Dy/Ʃ(ni-1)
7057.417/9
=784,1574
Total 12 ƩY
2
9225
Dari daftar distribusi F dengan dk pembilang 2 dan dk penyebut 9 dengan peluang
0,95 (jadi α= 0,05) didapat F= 4,26.Ternyata bahwa F= 1,367 lebih kecil dari 4,26
; jadi hipotesis H0 diterima dan Ha ditolak dalam taraf nyata 0,05.
a. Jumlah konsentrasi sel dan morfologi sel sperma
Perlakuan N
(ulangan)
J (jumlah
sperma) J
2 Ʃ j (Ʃj)
2
Kontrol 1 147 x 107 21609 x 10
7 T1 = 478 228484
2 179 x 107 32041 x 10
7
3 152 x 107 23104 x 10
7
P1 1 101 x 107 10201 x10
7 T2 = 274 75076
2 83 x 107 6889 x10
7
3 90 x 107 8100 x10
7
P2 1 31 x 107 961 x 10
7 T3 = 110 12100
2 15 x 107 225 x 10
7
3 64 x 107 4096 x 10
7
Ʃk =3 Ʃn = 9 107226 Ʃj=871 Ʃj
2 =
315660
24
Jika rata-rata
Ry =
=
=84293,44
Ay =
=
=
=105219,99- 84293,44
= 20926,55
EY2 = Ʃ(j
2)
= 107226
Dy = EY2-Ry-Ay
= 107226-84293,44- 20926,55
= 2006,01
Dengan k= 3, Ʃn= 9, dan Ʃ(n-1)= 8. Maka, daftar Analisis Varians atau ANAVA
yaitu:
Sumber
Variansi Dk JK KT F F table
Rata-rata 1 Ry
(84293,44)
R= Ry/1
84293,44
F= A/D
31,29 19,33
Antar
Kelompok
k-1
(2)
Ay
(20926,55)
A= Ay/(k-1)
(10463,275)
Dalam
Kelompok
Ʃ(ni-1)
(6)
Dy
(2006,01)
D= Dy/Ʃ(ni-1)
334,335
Total 9 ƩY
2
107226
Dari daftar distribusi F dengan dk pembilang 2 dan dk penyebut 6 dengan peluang
0,95 (jadi α= 0,05) didapat F= 19,33. Ternyata bahwa F= 31,29 lebih besar dari
19,33; jadi hipotesis H0 ditolak dan Ha diterima dalam taraf nyata 0,05.
25
Analisis of variance atau ANOVA merupakan salah satu teknik analisis
multivariate yang berfungsi untuk membedakan rerata lebih dari dua kelompok
data dengan cara membandingkan variansinya. Analisis varian termasuk dalam
kategori statistik parametric. Sebagai alat statistika parametric, maka untuk dapat
menggunakan rumus ANOVA harus terlebih dahulu perlu dilakukan uji asumsi
meliputi normalitas, heterokedastisitas dan random sampling (Ghozali, 2009).
4.2 Pembahasan
Hasil pengamatan kualitas spermatozoa menunjukkan bahwa pemaparan
obat nyamuk elektrik berbahan baku d-alletrin mennurunkan persentase motilitas
spermatozoa pada tikus putih. Penururan kualitas spermatozoa akibat metabolit
MXC dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara
langsung dapat terjadi dengan cara metabolit MXC meningkatkan radikal bebas
pada testis. Pengaruh tidak langsung dapat terjadi secara hormonal melalui
penghambatan fungsi sel Leydig. Menurut umami (2009), radikal bebas
merupakan suatu senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron bebas
sehingga bersifat tidak stabil dan reaktif. Radikal bebas yang memiliki
kemampuan oksidatif cukup tinggi di sebut sebagai Reactive Oxygen species
(ROS). Hidrogen peroksida merupakan salah satu senyawa ROS yang berperan
dalam proses reproduksi. Apabila reproduksi ROS melebihi kapasitas antioksidan
yang ada, menyebabkan terjadinya stress oksidatif pada sel (Moller, 2000).
Latchoumycandane dan Mathur, 2002) menyatakan bahwa pemberian MXC pada
tikus jantan secara oral dengan dosis 100mg/kg hari selama 45 hari dapat
menginduksi terjadinya stress oksidatif yang di sebabkan meningkatkannya
hidrogen peroksida (H2O2) dan lipid peroksidase pada testis.
Allethrin yang terhirup akan masuk ke dalam aliran darah lalu menuju ke
hati, mengalami detoksifikasi dan menghasilkan metabolit yang berperan sebagai
radikal bebas. Selanjutnya radikal bebas tersebut akan masuk ke dalam peredaran
darah kembali dan menuju ke seluruh tubuh termasuk testis. Radikal bebas dapat
menimbulkan berbagai masalah kesehatan termasuk gangguan dalam proses
spermatogenesis. Allethrin dapat mengganggu proses spermatogenesis secara
tidak langsung dengan mengurangi diameter tubulus seminiferus dan menurunkan
26
berat testis pada tikus yang mengakibatkan penurunan produksi sperma tikus yang
dapat dianalogikan pada manusia. Obat antinyamuk yang dipaparkan mengandung
radikal bebas yang dapat menurunkan motilitas spermatozoa. Penurunan ini dapat
disebabkan oleh adanya gangguan pada spermatogenesis.
Hasil penelitian lain menunjukkan pula bahwa radikal bebas dapat
menurunkan frekuensi gerakan flagel sehingga motilitas spermatozoa akan
menurun. Hal ini diduga karena produksi ATP mitokondria rendah. Selain itu
dengan terbentuknya peroksida lipid pada membran spermatozoa dapat
menyebabkan kerusakan membran spermatozoa. Peroksida lipid tersebut berasal
dari reaksi berantai antara radikal bebas dengan asam lemak tak jenuh jamak yang
banyak terdapat pada membran spermatozoa. Kerusakan peroksidasi pada
spermatozoa dapat terjadi karena enzim pertahanan, seperti superoksida dismutase
dan glutation peroksidase dalam sitoplasma spermatozoa tidak banyak. Diketahui
bahwa spermatozoa hanya mengandung sedikit sitoplasma sehingga jumlah enzim
yang dibutuhkan untuk menghambat terbentuknya oksigen reaktif tidak cukup
efektif. Jika konsentrasi radikal bebas di sekitar spermatozoa cukup banyak, maka
lambat laun spermatozoa akan mati. Sebaliknya, kalau konsentrasi radikal bebas
sedikit, walaupun jumlah tersebut cukup untuk menghambat motilitas,
spermatozoa masih dapat bangkit kembali dari pengaruh radikal bebas setelah 6-
24 jam.
Lamarande et al. (1997) menyatakan bahwa membran spermatozoa adalah
target utama ROS dan lipid merupakan sasaran yang potensial. Lipid membran
plasma spermatozoa memiliki fosfolipid dengan kadar yang tinggi sehingga
menyebabkan spermatozoa sangat rentan terhadap ROS. Kadar ROS yang tinggi
juga dapat mengoksidasi lipid, protein, dan DNA. Oksidasi lipid pada membran
spermatozoa menghasilkan senyawa malondialdehyde (MDA), yang bersifat
toksik pada sel sehingga menyebabkan kerusakan membran spermatozoa.
Menurut Alan (2012), rusaknya membran plasma spermatozoa menyebabkan
gangguan metabolisme sel sehingga meningkatkan abnormalitas spermatozoa.
Astuti et al. (2009) menambahkan bahwa kerusakan membran spermatozoa dapat
menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa.
27
Pada penelitian ini motilitas spermatozoa semakin menurun dengan
meningkatnya dosis. Motilitas spermatozoa dikatakan normal apabila persentase
spermatozoa motil katagori (2+3) ≥ 50% (Ogli et al., 2009).
Rata-rata persentase motilitas spermatozoa kelompok kontrol, MXC dosis
0,14; dan 0,28 termasuk katagori normal karena nilainya diatas 50 %, sedangkan
MXC dosis 0,42 mg/g bb memiliki rata-rata persentase sebesar 43,16 %, yang
berarti di bawah persentase normal. Penurunan motilitas spermatozoa diduga
karena radikal bebas menghambat proses fosforilasi oksidatif. Stress oksidatif
yang diakibatkan oleh peningkatan produksi ROS (reactive oxigen species)
menyebabkan gangguan pada proses fosforilasi oksidatif pada spermatozoa
(Wardani et al., 2012). Fosforilasi oksidatif merupakan proses pembentukan
energi yang melibatkan kompleks enzim yang terdapat pada membran bagian
dalam mitokondria (Armeinachevana, 2012). Mitokondria spermatozoa terletak
pada bagian tengah spermatozoa, sedangkan bagian leher dan ekor berfungsi
dalam pergerakan spermatozoa. Setelah disintesa di dalam mitokondria, ATP
ditransportasikan ke aksonem pada bagian ekor spermatozoa, selanjutnya
dikonversikan oleh dinein pada aksonem yang akan menguraikan ATP menjadi
energi untuk pergerakan spermatozoa. Terhambatnya pelepasan ATP ke bagian
aksonem mengakibatkan tidak terpenuhinya atau berkurangnya kebutuhan energi
untuk menggerakkan ekor, selanjutnya mengakibatkan spermatozoa tidak dapat
bergerak cepat atau tidak bergerak sama sekali (Astuti et al., 2009).
Pengaruh pemberian MXC secara tidak langsung terhadap kualitas
spermatozoa dapat terjadi secara hormonal melalui penghambatan fungsi sel
Leydig. Gore (2002) menyatakan bahwa MXC sebagai endocrine disruptor
memiliki aktivitas estrogenik sehingga dapat memberikan umpan balik negatif
terhadap poros hipotalamus hipofisis. Metabolit MXC akan berikatan dengan
reseptor estrogen yang menyebabkan terhambatnya sintesis GnRH. Penurunan
Sintesis GnRh menyebabkan penurunan sekresi FSH dan LH (Rochira et al.,
2006). Penurunan kadar LH menyebabkan gangguan terhadap sel Leydig untuk
memproduksi testosteron.
Testosteron dan FSH secara sinergis diperlukan secara normal untuk
proses spermatogenesis. Jika sekresi testosteron dan FSH terhambat maka
28
spermatogenesis juga terganggu sehingga terjadi peningkatan abnormalitas primer
pada spermatozoa. Terhambatnya sekresi testosteron juga menyebabkan gangguan
maturasi spermatozoa di epididimis (Sopia, 2009). Maturasi spermatozoa
merupakan salah satu faktor endogen yang mempengaruhi motilitas spermatozoa
(Astuti et al., 2009) sehingga 20 gangguan pada proses tersebut dapat
menurunkan motilitas spermatozoa dan meningkatkan abnormalitas sekunder
pada spermatozoa.
Kehidupan spermatozoa sangat tergantung kepada persediaan energi yang
terkandung di dalam tubuhnya. Di luar alat kelamin jantan, spermatozoa mampu
memakai sumber energi dari luar untuk kelanjutan hidupnya (Hardjopranjoto,
1995) misalnya fruktosa yang akan diubah menjadi asam laktat dan energi dengan
bantuan enzim fruktolisin (Partodihardjo,1980).
Dalam penelitian ini digunakan larutan NaCl fisiologis yang berfungsi untuk
mempertahankan daya hidup (viabilitas) spermatozoa di luar tubuh tikus. Larutan
NaCl fisiologis digolongkan sebagai bahan pengencer (extender) yang sering
digunakan karena larutan ini dapat memberikan sifat bufer, mempertahankan pH
semen dalam suhu kamar, bersifat isotonis dengan cairan sel, melindungi
spermatozoa terhadap cold shock dan penyeimbang elektron yang sesuai (Nilna,
2010). Kemampuan spermatozoa hidup secara normal setelah ke luar dari testis
umumnya hanya berkisar antara 1-2 menit (Effendy, 1997). Penggunaan larutan
NaCl fisiologis mampu mempertahankan daya hidup spermatozoa antara 20- 25
menit (Rustidja, 2000). Menurut Isnaini dan Suyadi (2000), jika dilakukan
penyimpanan semen dengan penggunaan larutan NaCl fisiologis, spermatozoa
hanya bisa bertahan dan dapat digunakan hingga 60 menit karena meskipun NaCl
mengandung elektrolit yang isotonis dengan cairan sel namun kurang
mengandung sumber energi atau nutrisi untuk mempertahankan spermatozoa agar
bisa tetap hidup. Oleh karena itu, pada penelitian ini penting diperhatikan lama
pembuatan preparat semen untuk menjaga agar kualitas spermatozoa tetap bisa
hidup. Waktu yang dibutuhkan mulai dari koleksi spermatozoa epididimis tikus,
pembuatan preparat apus hingga evaluasi spermatozoa hidup lebih kurang 5 menit
per sampel. Dengan kisaran waktu tersebut diperkirakan tidak memengaruhi
jumlah spermatozoa hidup tikus yang diteliti.
29
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lama pemaparan obat
nyamuk elektrik yang berbahan aktif d-allethrin tidak signifikan pengaruhnya
terhadap jumlah dan morfoligi sperma tikus namun berpengaruh terhadap
motilitas spermtozoa tikus (Rattus ratus.)
5.2 Saran
untuk melihat morfologi dan perbedaan jumlah sel spermatozoa sebaiknya
dilakukan perlakuan lebih dari 30 hari/1 bulan karena spermatozoa terbentuk 56
hari sebelum perlakuan sehingga perbedaan morfologi dan jumlah sel tiap
perlakuan dapat dibedakan.
30
DAFTAR PUSTAKA
Arifa Yunda Alhusna. 2010. Perbedaan Persentase Nilai Arus Puncak Ekspirasi
(Ape) Pada Wanita Yang Terpapar Dan Tidak Terpapar Asap Obat
Nyamuk Bakar Di Bekonang Sukoharjo. Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Aryani Retno, Reni Kurniati, Siti Rahmawati. Pengaruh Pemakaian Obat
Antinyamuk Elektrik Berbahan Aktif D-Allethrintehadap Sel Darah
Mencit (Mus musculus L.). Bioprospek. Vol 8, Nomer II. 2011
Christijanti Wulan, Nur Rahayu Utami, Arya Iswara. Efek Pemberian
Antioksidan Vitamin C dan E terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Putih
Terpapar Allethrin. Biosaintifika. Vol. 2 No 1, 2010 : Hal 18-26
Faranita,Olivia Vina. 2009. Kualitas Spermatozoa Pada Tikus Wistar Jantan
Diabetes Melitus. Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang
Fiarani, Hajar Syifa. 2013. Pengaruh pemberian methoxychlor pada periode
laktasi terhadap kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus L.). Skripsi
Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Jember. Jember
Kurniati Reni, Retno Ariani, Liyawati. Pengaruh Pemaparan Pralahir Obat
Nyamuk Elektrik Yang Berbahanaktif D-Allethrin Terhadap Fetus
Mencit (Mus musculus L.). Mulawarman scientifie. Vol 11. Nomer 2,
2012
Munandar, Aris, Nuning Nurcahyani, Hendri Busman. Pengaruh Kebisingan
Terhadap Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.). Seminar
Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung
19-20 November 2013
Raini, Mariana. Artikel Toksikologi Insektisida Rumah Tangga dan Pencegahan
Keracunan. Media penelitian dan pengembangan kesehatan. Vol XIX.
2009
Simbolon Indra Saputra, Triva Murtina Lubis, Mulyadi Adam. Persentase
Spermatozoa Hidup Pada Tikus Wistar dan Sprague-Dawley. Jurnal
Medika Veterinaria. Vol 7 No.2, 2013
Wahyuningsih, Sri Puji Astuti, Jauharotus Shobahah, Alfiah Hayati. 2012.
Motilitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus) Setelah Pemberian
Polisakarida Krestin Dari Ekstrak Jamur Coriolus versicolor. Surabaya :
Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
31
LAMPIRAN
Lampiran A. Skema kerja penelitian
Pemberian pakan standar ad libitum dan minum
serta perlakuan
Randominasi
Hari ke- 1
s/d 29
PI (0 jam/ hari)
3 ekor
PIII (8 jam/ hari)
3 ekor
PII (4 jam/ hari)
3 ekor
Terminasi dan pemeriksaan jumlah, morfologi, motilitas spermatozoa
Hari ke-30
9 Tikus wistar jantan
32
Lampiran B. perhitungan persentase motilitas spermatozoa
Tikus di bedah
Epididmis bagian cauda dipotong
Dimasukkan dalam 1 ml NaCl 0,9 % (37˚C)
Diaduk sampai homogen
Dipotong kecil
Satu tetes suspensi diletakkan pada gelas benda
Diamati di bawah mikroskop
Diamati 100 sperma dengan 3 kali
pengulangan untuk setiap hewan uji
Dihitung % spermatozoa yang motil
33
Lampiran C. perhitungan jumlah spermatozoa
Menghisap suspensi spermatozoa dengan
pipet leukosit sampai tanda 1,0
Pipet yang berisi suspensi spermatozoa
diencerkan dengan larutan garam fisiologis
sampai tanda 11
Dikocok sampai homogen
Membuang larutan fisiologis beberapa tetes
Suspensi spermatozoa diteteskan di kamar
hitung neuber
Menghitung jumlah spermatozoa pada 16
kotak dibawah mikroskop perbesaran 400
kali
34
Lampiran D. Pengamatan morfologi spermatozoa
Satu tetes suspensi spermatozoa
Diteteskan pada obyek glass
Dikering anginkan
Pengamatan dilakukan dengan 3 kali pengulangan
Dihitung spermatozoa yang
abnormal dari 100 spermatozoa
Dibilas dengan aquades
Diwarnai dengan giemsa 3%
sampai kering
Dikeringkan
35
Lampiran E. Kegiatan harian
Hari
Ke- Tanggal Pukul Keterangan
1 23 Oktober
2014
16:00 Pengelompokan tikus kedalam 3 kelompok
dan memberi pakan
16:25 Pemaparan selama 8 jam pemaparan
selama 4 jam
20:25 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus
2 24 Oktober
2014
06:40 Pemberian Pakan
06:45 Pemaparan 8 jam pemaparan 4 jam
10:45 Mengambil kelompok 4 jam
3 25 Oktober
2014
14:45 Mengambil kelompok 8 jam pemberian
pakan pada masing-masing kelompok
06:50 Pemberian Pakan pada masing-masing
kelompok
06:55 Pemaparan 8 jam pemaparan kel 4 jam
10:55 Mengambil kelompok 4 jam
15:00 Mengambil kelompok 8 jam
4 26 Oktober
2014
08:25 Pemberian pakan dan pemaparan 8 jam
pemaparan 4 jam
12:25 Mengambil kelompokan 4 jam dari dalam
kardus
16:25 Mengambil kelompok 8 jam dan pemberian
pakan pada masing-masing kelompok
5 27 Oktober
2014
15:05 Pemaparan kelompok 4 jam dan 8 jam
19:05 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus
dan pemberian pakan pada tiap kelompok
6 28 Oktober
2014
06:45 Pemberian pakan
12:45 Pemaparan kelompok 8 jam pemaparan
kelompok 4 jam
16:45 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus
17:00 Pemberian pakan dan mengisi minum
7 29 Oktober
2014
06:30 Pemberiaan pakan, pemaparan kelompok 8
jam, pemaparan kelompok 4 jam
10:30 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus
14:30 Mengambil kelompok 8 jam dari kardus
18:45 Pemberian pakan pada masing-masing
kelompok
8 30 Oktober
2014
08:00 Pemberian pakan, pemaparan 8 jam,
pemaparan 4 jam
12:00 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus
16:00 Mengambil kelompok 8 jam dari kardus
9 31 Oktober
2014
09:00 Pemberian pakan, pemaparan kelompok 8
jam, pemaparan kelompok 4 jam
13:00 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus,
pemberian pakan pada masing-masing
36
kelompok
10 1 November
2014
08:00 Pengambilan kelompok 8 jam pemberian
pakan pada masing-masing kelompok
09:00 Pemaparan kelompok 8 jam, pemaparan
kelompok 4 jam
13:00 Mengambil kelompok 4 jam
17:00 Mengambil kelompok 8 jam, pemberian
pakan
11 2 November
2014
10:00 Pemberian pakan, pemaparan 8 jam,
pemaparan 4 jam
14:00 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus
19:00 Mengambil kelompok 8 jam dari kardus,
pemberian pakan
12 3 November
2014
07:00 Pemberian pakan, pemaparan 4 jam,
pemaparan 8 jam
11:00 Mengambil kelompok 4 jam
15:00 Mengambil kelompok 8 jam, pemberian
pakan pada masing-masing kelompok
13 4 November
2014
09:00 Peemberian pakan, mengasih minum,
pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam
13:00 Mengambil kelompok 4 jam
17:00 Mengambil kelompok 8 jam
14 5 November
2014
10:00 Pemaparan kelompok 4 jam, pemaparan
kelompok 8 jam, pemberian pakan
14:00 Mengambil kelompok 4 jam
18:00
Mengambil kelompok 8 jam, dan
pemberian pakan pada masing-masing
kelompok
15 6 November
2014
07:00 Pemaparan 8 jam, pemaparan 4 jam,
pemberian pakan, penggantian sekam
11:00 Mengambil kelompok 4 jam
15:00
Mengambil kelompok 8 jam, dan
pemberian pakan pada masing-masing
kelompok
16 7 November
2014
11:00 Pemaparaan kelompok 4 jam, pemaparan
kelompok 8 jam, pemberian pakan
15:00 Mengambil kelompok 4 jam
19:00 Mengambil kelompok 8 jam
17 8 November
2014
07:00 Pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam,
pemberian pakan
11:00 Mengambil kelompok 4 jam
15:00 Mengambil kelompok 8 jam
19:00 Pemberian pakan pada masing- masing
kelompok
18 9 November
2014
07:00 Pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam,
pemberian pakan
11:00 Mengambil kelompok 4 jam
37
15:00 Mengambil kelompok 8 jam
19:00 Pemberian pakan pada masing- masing
kelompok
19 10 November
2014
06:40 Pemberian Pakan
06:45 Pemaparan 8 jam pemaparan 4 jam
10:45 Mengambil kelompok 4 jam
14:45 Mengambil kelompok 8 jam pemberian
pakan pada masing-masing kelompok
20 11 November
2014
10:00 Pemberian pakan, pemaparan 8 jam,
pemaparan 4 jam
14:00 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus
19:00 Mengambil kelompok 8 jam dari kardus,
pemberian pakan
21 12 November
2014
10:00 Pemaparan kelompok 4 jam, pemaparan
kelompok 8 jam, pemberian pakan
14:00 Mengambil kelompok 4 jam
18:00
Mengambil kelompok 8 jam, dan
pemberian pakan pada masing-masing
kelompok
22 13 November
2014
08:00 Pemberian pakan, pemaparan 8 jam,
pemaparan 4 jam
12:00 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus
16:00 Mengambil kelompok 8 jam dari kardus
23 14 November
2014
09:00 Peemberian pakan, mengasih minum,
pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam
13:00 Mengambil kelompok 4 jam
17:00 Mengambil kelompok 8 jam
24 15 November
2014
08:00 Pengambilan kelompok 8 jam pemberian
pakan pada masing-masing kelompok
09:00 Pemaparan kelompok 8 jam, pemaparan
kelompok 4 jam
13:00 Mengambil kelompok 4 jam
25 16 November
2014
09:00 Peemberian pakan, mengasih minum,
pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam
13:00 Mengambil kelompok 4 jam
17:00 Mengambil kelompok 8 jam
26 17 November
2014
07:00 Pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam,
pemberian pakan
11:00 Mengambil kelompok 4 jam
15:00 Mengambil kelompok 8 jam
19:00 Pemberian pakan pada masing- masing
kelompok
27 18 November
2014
07:00 Pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam,
pemberian pakan
11:00 Mengambil kelompok 4 jam
15:00 Mengambil kelompok 8 jam
19:00 Pemberian pakan pada masing- masing
38
kelompok
28 19 November
2014
11:00 Pemaparaan kelompok 4 jam, pemaparan
kelompok 8 jam, pemberian pakan
15:00 Mengambil kelompok 4 jam
19:00 Mengambil kelompok 8 jam
29 20 November
2014
08:00 Pemberian pakan, pemaparan 8 jam,
pemaparan 4 jam
12:00 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus
16:00 Mengambil kelompok 8 jam dari kardus
30 21 November
2014
07:00 Pemberian pakan, pemaparan 4 jam,
pemaparan 8 jam
11:00 Mengambil kelompok 4 jam
15:00 Mengambil kelompok 8 jam, pemberian
pakan pada masing-masing kelompok
31 22 November
2014 10:00 Pembedahan tikus
39
Lampiran F. Jurnal kegiatan proyek
Kegiatan Tanggal Nama anggota Tanda tangan
Konsultasi
proposal
7 oktober
2014
1. M. Naimul Umam
Sabana
2. Ria Hastuti
Damanik
3. Dyah Rizki Fatati
4. Litayani Dafrosa
5. Amalia Nor
Rohmah
1.
2.
3.
4.
5.
Konsultasi
proposal
14 oktober
2014
1. M. Naimul Umam
Sabana
2. Ria Hastuti
Damanik
3. Dyah Rizki Fatati
4. Litayani Dafrosa
5. Amalia Nor
Rohmah
1.
2.
3.
4.
5.
ACC Proposal 21 oktober
2014
1. M. Naimul Umam
Sabana
2. Ria Hastuti
Damanik
3. Dyah Rizki Fatati
4. Litayani Dafrosa
5. Amalia Nor
Rohmah
1.
2.
3.
4.
5.
Persiapan proyek 22 oktober
2014
1. M. Naimul Umam
Sabana
2. Ria Hastuti
Damanik
3. Dyah Rizki Fatati
4. Litayani Dafrosa
5. Amalia Nor
Rohmah
1.
2.
3.
4.
5.
Pelaksanaan
proyek
23 oktober
2014
1. M. Naimul Umam
Sabana
2. Ria Hastuti
Damanik
3. Dyah Rizki Fatati
4. Litayani Dafrosa
5. Amalia Nor
Rohmah
1.
2.
3.
4.
5.
40
Pembedahan 22 oktober
2014
1. M. Naimul Umam
Sabana
2. Ria Hastuti
Damanik
3. Dyah Rizki Fatati
4. Litayani Dafrosa
Amalia Nor
Rohmah
1.
2.
3.
4.
5.
Pembuatan
Laporan
24 oktober
2014
5. M. Naimul Umam
Sabana
6. Ria Hastuti
Damanik
7. Dyah Rizki Fatati
8. Litayani Dafrosa
9. Amalia Nor
Rohmah
1.
2.
3.
4.
5.
Pembuatan
Laporan
25 oktober
2014
1. M. Naimul Umam
Sabana
2. Ria Hastuti
Damanik
3. Dyah Rizki Fatati
4. Litayani Dafrosa
5. Amalia Nor
Rohmah
1.
2.
3.
4.
5.
Pembuatan
Laporan
26 oktober
2014
1. M. Naimul Umam
Sabana
2. Ria Hastuti
Damanik
3. Dyah Rizki Fatati
4. Litayani Dafrosa
5. Amalia Nor
Rohmah
1.
2.
3.
4.
5.