44
1 LAPORAN PENELITIAN PENGARUH PEMAPARAN OBAT NYAMUK ELEKTRIK YANG BERBAHAN AKTIF D-ALLETHRIN TERHADAP KUALITAS SPERMA TIKUS (Rattus norvegicus) disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fisiologi hewan dosen pengampu : Dra. Aditya Marianti, M.Si Dra. Wiwi Isnaeni, M.Si di susun oleh: M. Naimul Umam Sabana 4411412037 Ria Hastuti Damanik 4411412001 Dyah Rizki Fatati 4411412012 Litayani Dafrosa 4411412016 Amalia Nor Rohmah 4411412018 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014

PENGARUH PEMAPARAN OBAT NYAMUK ELEKTRIK YANG BERBAHAN AKTIF D-ALLETHRIN

  • Upload
    ach

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

LAPORAN PENELITIAN

PENGARUH PEMAPARAN OBAT NYAMUK ELEKTRIK YANG

BERBAHAN AKTIF D-ALLETHRIN

TERHADAP KUALITAS SPERMA TIKUS (Rattus norvegicus)

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fisiologi hewan

dosen pengampu :

Dra. Aditya Marianti, M.Si

Dra. Wiwi Isnaeni, M.Si

di susun oleh:

M. Naimul Umam Sabana 4411412037

Ria Hastuti Damanik 4411412001

Dyah Rizki Fatati 4411412012

Litayani Dafrosa 4411412016

Amalia Nor Rohmah 4411412018

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan

Laporan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemaparan Obat Nyamuk Elektrik

Yang Berbahan Aktif D-Allethrin Terhadap Kualitas Sperma Tikus (Rattus

norvegicus)” sesuai waktu yang telah di tentukan.

Laporan ini berisikan tentang informasi tentang pengaruh obat anti

nyamuk elektrik yang berbahan baku d-allethrin terhadap kualias sperma tikus.

Dengan ini Diharapkan Laporan ini dapat memberikan informasi kepada kita

semua tentang pengaruh obat nyamuk elektrik yang berbahan baku d-alethrin.

Kami menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna,

maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

perbaikan berikutnya. Semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan

penulis pada khususnya sebagaimana yang diharapkan.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga

Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Semarang, 23 November 2014

Tim Penyusun

3

Daftar isi

Kata pengantar .............................................................................................................. i

Daftar isi .................................................................................................................. ii-iii

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan masalah ...................................................................................... .2

1.3 Penegasan istilah ........................................................................................ 2

1.4 Tujuan ........................................................................................................ 2

1.5 Manfaat ................................................................................................................. 2

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Hewan percobaan .................................................................................................. 3

2.2 Organ reproduksi pria ............................................................................................ 4

2.3 Spermatogenesis ................................................................................................... 6

2.4 Spermatozoa ......................................................................................................... 7

2.5 Hewan percobaan ................................................................................................. 8

2.6 Insektisida ............................................................................................................10

2.7 Klasifikasi Insektisida ...........................................................................................10

2.8 Bentuk Fisik Insektisida .......................................................................................11

2.9 Obat Anti Nyamuk ...............................................................................................12

2.10 Hipotesis ............................................................................................................13

Bab III Metode Penelitian

3.1 Waktu dan tempat penelitian ..............................................................................14

3.2 Jenis penelitian .....................................................................................................14

3.3 Variabel penelitian ...............................................................................................14

3.4 Sampel .................................................................................................................14

3.5 Alat dan Bahan ....................................................................................................14

4

3.6 Data yang dikumpulkan ........................................................................................15

3.7 Cara pengumpulan data .......................................................................................15

3.8 Definisi operasional ....................................................................................... 15-16

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

4.1 Hasil dan analisis data .................................................................................... 17-21

4.2 Pembahasan ................................................................................................... 21-24

Bab V Penutup

5.1 Kesimpulan ...........................................................................................................25

5.2 Saran.....................................................................................................................25

Daftar Pustaka .......................................................................................................................26

Lampiran .................................................................................................................... 2

5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia adalah daerah beriklim tropis sehingga menjadi tempat yang

cocok untuk perkembangbiakan nyamuk yang dapat menimbulkan masalah

kesehatan bagi masyarakat. Untuk mengatasi serangan nyamuk maka digunakan

insektisida atau dikenal sebagai obat nyamuk dalam berbagai bentuk seperti obat

nyamuk bakar, oles, elektrik dan semprotan. Pemakaian insektisida harus

bijaksana, harus diperhatikan jenis dan dosis zat aktifnya serta lama

pemaparannya. Bila dipakai secara berlebihan dapat merugikan kesehatan

manusia. (Reni Kurniati,dkk, 2012)

Zat aktif yang terkandung di dalam obat nyamuk bermacam-macam

seperti dichlorvos, propoxur, pyrethroid dan diethyltoluamide (DEET) serta

bahan kombinasinya. Kebanyakan obat nyamuk di Indonesia mengandung d-

allethrin, transfultrin, bioallethrin, d-phenithrin, proallethrin,cypenothrin atau

esbiothrin, yang merupakan turunan pyrethroid. Pyrethroid dikelompokkan racun

insektisida kelas menengah yang dapat menyebabkan iritasi kulit, mata dan asma.

(Reni Kurniati,dkk, 2012)

Allethrin adalah salah satu bahan aktif pada beberapa jenis/merek obat anti

nyamuk yang memiliki rumus molekul C19H26O3 dan memiliki 8 stereoisomer.

Allethrin yang masuk ke tubuh secara inhalasi dalam waktu lama, selain

menyebabkan gangguan pada paru-paru juga akan menyebabkan hati tidak

mampu melakukan detoksifikasi secara sempurna. Hal ini menyebabkan

munculnya metabolit sekunder yang bertindak sebagai radikal bebas. Selanjutnya

radikal bebas akan ikut peredaran darah menuju ke seluruh tubuh termasuk testis.

(Wulan Christijanti,dkk, 2010)

Tikus laboratorium (Rattus norvegicus) merupakan salah satu hewan yang

banyak dimanfaatkan dalam berbagai penelitian ilmiah. Tikus ini umumnya

6

digunakan sebagi hewan model dalam penelitian-penelitian di bidang psikologis

kedokteran, biologi, dan genetika. (Indra Saputra,dkk 2013)

1.2 Rumusan masalah

Dari latar belakang yang dipaparkan, penelitian ini dapat dirumuskan

apakah pemaparan obat nyamuk elektrik yang berbahan aktif d-allethrin dapat

mempengaruhi kualitas spermatozoa pada tikus wistar jantan yaitu dalam jumlah,

morfologi dan mortilitas spermatozoa?

1.3 Penegasan Istilah

Untuk menghindari salah pengertian dalam memahami isi penelitian ini, perlu

ada batasan-batasan terhadap beberapa istilah sebagai berikut :

1. Tikus : Tikus putih yang digunakan dalam penelitian ini galur wistar jantan

dewasa berumur 2,5 bulan sebanyak 9 ekor.

2. Obat nyamuk : Obat nyamuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah obat

nyamuk elektrik Mat merk HIT yang mengandung komposisi senyawa d-

allethrin

3. Kualitas sperma : Kualitas sperma dalam penelitian ini dilihat dari jumlah dan

motilitas spermatozoa tikus putih galur wistar jantan

1.4 Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh

pemaparan obat nyamuk elektrik yang berbahan aktif d-allethrin terhadap kualitas

sperma tikus (Rattus novergicus) yaitu dalam jumlah, morfologi, dan motilitas

spermatozoa.

1.5 Manfaat

Dalam penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pengaruh

pemaparan obat nyamuk elektrik yang berbahan aktif d-allethrin terhadap kualitas

spermatozoa yaitu dalam jumlah, morfologi, dan mortilitas spermatozoa

khususnya pada pria.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hewan percobaan

Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang

khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan labboratorium

tersebut digunakan sebagai model untuk praktik penelitian seperti pengaruh bahan

kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil

dan sederhana ke ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk

keperluan penelitian ini, yaitu: mencit, tikus, kelinci, dan kera.

Tikus merupakan hewan pengerat yang melakukan aktivitasnya pada

malam hari (nocturnal).Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

8

Data Umum Biologik

2.2 Organ reproduksi pria

Organ reproduksi pria memiliki dua fungsi utama, yaitu pertama, untuk

memproduksi hormon androgen yang akan mengatur perkembangan genitalia

eksterna dan interna, perkembangan kelamin sekunder pria saat pubertas, dan

mengatur libido saat dewasa. Kedua, untuk memproduksi kira-kira 30 juta

spermatozoa setiap hari selama masa reproduktif. Organ reproduksi pria terdiri

dari testis, duktus genitalis, kelenjar aksesorius, dan penis. Testis normal

berbentuk oval dengan ukuran sekitar 4,5 x 3 x 2,5 cm. Testis memiliki dua

fungsi, yaitu untuk memproduksi hormon androgen, testosteron dan

dihidrotestosteron, dan untuk memproduksi spermatozoa. Spermatozoa dibentuk

dari sel germinal primitif di sepanjang dinding tubulus seminiferus dalam proses

yang disebut spermatogenesis. Di dalam tubulus seminiferus juga terdapat sel

Sertoli yang memiliki fungsi membantu sel germinal dalam memelihara suasana

agar sel tersebut dapat berkembang dan menjadi dewasa, mengirimkan sinyal

- Konsumsi pakan per hari

- Konsumsi air minum per hari

- Diet protein

- Ekskresi urine per hari

- Lama hidup

- Bobot badan dewasa

- Jantan

- Betina

- Bobot lahir

- Dewasa kelamin (jantan=betina)

- Siklus estrus (menstruasi)

- Umur sapih

- Mulai makan pakan kering

- Rasio kawin

- Jumlah kromosom

- Suhu rektal

- Laju respirasi

- Denyut jantung

- Pengambilan darah maksimum

- Jumlah sel darah merah (Erytrocyt)

- Kadar haemoglobin(Hb)

- Pack Cell Volume (PCV)

- Jumlah sel darah putih (Leucocyte)

5 g/100 g bb

8-11 ml/100 g bb

12%

5,5 ml/100 g bb

2,5- 3 tahun

300-400 g

250-300 g

5-6 g

50+10 hari

5 hari (polyestrus)

21 hari, 40-50 g

12 hari

1 jantan – 3 atau 4 betina

42

37,5oC

85 x/mn

300 – 500 x/mn

5,5 ml/Kg

7,2-9,6 X 106 / μl

15,6 g/dl

46%

14 103 /μl

9

untuk memulai spermatogenesis dan mempertahankan perkembangan spermatid,

mengatur fungsi kelenjar pituitari sekaligus mengontrol spermatogenesis.Di antara

tubulus seminiferus terdapat sel Leydig yang memproduksi testosteron dan

dihidrotestosteron yang kemudian akan disekresikan ke dalam aliran darah.

(Olivia, 2009)

Tubulus-tubulus seminiferus tersebut akan bergabung membentuk duktus

yang lebih besar yang disebut tubulus rektus. Tubulus yang lebih besar ini

membentuk rete testis yang akan berakhir pada duktus efferen. Dalam tubulus-

tubulus tersebut mengalir cairan seminalis yang mengandung sperma dari testis ke

epididimis. Dari sini spermatozoa memasuki vas deferens lalu duktus

ejakulatorius untuk menuju ke urethra. (Olivia, 2009)

Testis normal berada di dalam skrotum yang berfungsi melindungi testis

dan menjaga agar suhu testis sekitar 1,5 – 2 ºC di bawah suhu tubuh. Testis

berbentuk oval dan berjumlah sepasang, terdapat di bagian tubuh sebelah kiri dan

kanan. Testis kiri dan kanan dibatasi oleh suatu sekat yang terdiri dari serat

jaringan ikat dan otot polos. Fungsi testis secara umum merupakan alat untuk

memproduksi sperma dan hormon kelamin jantan yang disebut testoteron. Duktus

genitalis meliputi epididimis dan vas deferens. Epididimis merupakan saluran

berkelok-kelok di dalam skrotum yang keluar dari testis. Epididimis berjumlah

sepasang di sebelah kanan dan kiri. Epididimis berfungsi sebagai tempat

penyimpanan sementara sperma sampai sperma menjadi matang dan bergerak

menuju vas deferens. Vas deferens merupakan saluran lurus yang mengarah ke

atas dan merupakan lanjutan dari epididimis. Vas deferens tidak menempel pada

testis dan ujung salurannya terdapat di dalam kelenjar prostat. Vas deferens

berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma dari epididimis menuju vesikula

seminalis. Selama ejakulasi, sperma memasuki urethra melalui duktus

ejakulatorius yang terletak di badan prostat. Saluran ejakulasi merupakan saluran

pendek yang menghubungkan kantung semen dengan urethra. Saluran ini

berfungsi untuk mengeluarkan sperma agar masuk ke dalam urethra. (Olivia,

2009)

Kelenjar aksesorius meliputi vesikula seminalis, kelenjar bulbourethral,

dan prostat. Kelenjar-kelenjar ini mensekresi zat-zat makanan bagi spermatozoa

10

dan membantu pengeluaran spermatozoa saat ejakulasi. Vesikula seminalis

merupakan kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung kemih.

Dinding vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber

makanan bagi sperma. Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) merupakan

kelenjar yang salurannya langsung menuju urethra. Kelenjar Cowper

menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa). Prostat berbentuk triangular,

terletak di pelvis, tepatnya di posterior dan inferior vesika urinaria dekat dengan

rektum. Prostat memiliki lobus anterior, medial, posterior, dan 2 lobus lateral.

Fungsi dari kelenjar prostat adalah memproduksi cairan prostat yang mengandung

kolesterol, garam dan fosfolipid yang merupakan komponen utama dari semen

yang bersifat basa. (Olivia, 2009)

Penis terbagi menjadi 2 bagian fungsional, yaitu sepasang korpus

kavernosum dan korpus spongiosum. Korpus kavernosum membentuk sebagian

besar penis, terdiri dari ikatan jaringan otot polos yang terangkai dalam kolagen

ekstraseluler matriks. Penis disarafi oleh saraf somatik dan otonom. Saraf somatik

menyuplai penis dengan serat sensorik dan menyuplai otot skelet perineum

dengan serat motorik. (Olivia, 2009)

Skrotum merupakan kantung yang di dalamnya berisi testis. Skrotum

berjumlah sepasang, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri.Di antara skrotum

kanan dan skrotum kiri dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot

polos (otot dartos). Otot dartos berfungsi untuk menggerakkan skrotum sehingga

dapat mengerut dan mengendur. Di dalam skrotum juga terdapat serat-serat otot

yang berasal dari penerusan otot lurik dinding perut yang disebut otot kremaster.

Otot ini bertindak sebagai pengatur suhu lingkungan testis agar kondisinya stabil.

Proses spermatogenesis membutuhkan suhu yang stabil, yaitu beberapa derajat

lebih rendah daripada suhu tubuh. (Olivia, 2009)

2.3 Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah proses berkelanjutan dari pembelahan sel

germinal untuk menghasilkan spermatozoa yang dimulai dari masa pubertas.

Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama kehidupan

seksual aktif, sebagai akibat dari rangsangan hormon gonadotropin hipofisis

anterior. Dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan berlanjut seumur hidup.

11

Proses spermatogenesis dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu proliferasi

mitotik, meiosis, dan spermiogenesis. Pada tahap awal spermatogenesis,

spermatogonia primitif berkumpul di tepi membran basal epitel germinativum,

disebut sebagai spermatogonia tipe A. Spermatogonia tersebut membelah menjadi

sel yang sedikit lebih berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B. Pada tahap ini

spermatogonia bermigrasi ke arah sentral di antara sel-selsertoli. Dalam waktu

kira-kira 24 hari setiap spermatogonium yang melewati lapisan pertahanan masuk

ke dalam lapisan sel Sertoli dimodifikasi secara berangsur-angsur dan membesar

untuk membentuk spermatozit primer yang besar dengan 46 kromosom. Pada

akhir hari ke-24, setiap spermatosit primer terbagi dua menjadi spermatosit

sekunder. Proses ini disebut sebagai meiosis pertama. (Olivia, 2009)

Dalam 2 sampai 3 hari meiosis kedua terjadi menghasilkan spermatid yang

memiliki 23 kromosom tunggal. Setelah fase meiosis selesai, tidak lagi terjadi

pembelahan sel. Setiap spermatid mengalami modifikasi menjadi sebuah

spermatozoa yang disebut sebagai fase spermiogenesis. Selama beberapa minggu

berikutnya setelah meiosis, setiap spermatid secara perlahan-lahan berubah

menjadi spermatozoa dengan (1) menghilangkan beberapa sitoplasmanya, (2)

mengatur kembali bahan kromatin dari inti spermatid untuk membentuk satu

kepala yang padat, dan (3) mengumpulkan sisa sitoplasma dan membran sel pada

salah satu ujung dari sel untuk membentuk ekor. Seluruh masa spermatogenesis

ini membutuhkan waktu kira-kira 64 hari. (Olivia, 2009)

2.4 Spermatozoa

Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid tetap memiliki sifat-

sifat yang biasa dari sel-sel epiteloid. Tetapi segera setelah spermatid mulai

memanjang menjadi spermatozoa, spermatozoa terdiri atas kepala, akrosom,

bagian tengah, dan ekor. Kepala terutama dari nukleus yang mengandung

informasi genetik sperma, terdiri atas sel berinti padat dengan hanya sedikit

sitoplasma dan lapisan membran sel di sekitar permukaannya. Di bagian luar, dua

pertiga anterior kepala terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom

mengandung enzim hialuronidase yang dapat mencerna filamen proteoglikan dari

jaringan dan dapat mencerna protein sehingga dapat digunakan sebagai “bor

enzimatik” untuk menembus ovum. Akrosom dibentuk dari agregasi vesikel-

12

vesikel yang dihasilkan oleh kompleks Golgi / retikulum endoplasma sebelum

organel-organel ini dibuang. Mobilitas spermatozoa dihasilkan oleh ekor yang

panjang dan berbentuk seperti pecut yang keluar dari salah satu sentriol. Ekor

spermatozoa memiliki tiga komponen, yaitu aksonema yang serupa dengan silia,

membran sel tipis yang menutupi aksonema, dan mitokondria yang mengelilingi

aksonema di bagian proksimal ekor ( badan ekor ). Gerakan ekor mendekat dan

menjauh memberikan motilitas pada spermatozoa. Gerakan ini disebabkan oleh

gerakan meluncur longitudinal secara ritmis di antara tubulus posterior dan

anterior yang membentuk aksonema. Energi untuk proses ini disuplai dalam

bentuk adenosin trifosfat yang disintesis oleh mitokondria pada badan ekor.

Spermatozoa normal bergerak dalam garis lurus dengan kecepatan 1 sampai 4

mm/menit. Lebih jauh lagi, spermatozoa yang normal cenderung untuk bergerak

lurus, daripada dalam gerakan berputar-putar. (Olivia, 2009)

Dalam satu kali ejakulasi rata-rata jumlah spermatozoa adalah 400 juta

dengan jumlah semen 3,5 ml.Ketika jumlah spermatozoa dalam setiap mililiter

turun kira-kira di bawah 20 juta, maka orang tersebut hampir mengalami

infertilitas. Kadang-kadang orang memiliki jumlah spermatozoa yang normal

tetapi tetap infertil. Bila hal ini terjadi, sering ditemui hampir separuh dari jumlah

spermatozoanya memiliki kelainan morfologi seperti memiliki dua kepala, bentuk

kepala yang tidak normal, atau ekor yang tidak normal. Di saat yang lain

spermatozoa terlihat normal secara struktural tetapi dengan alasan yang tidak

dimengerti spermatozoa tersebut seluruhnya tidak motil atau relatif tidak motil.

Bila sebagian besar spermatozoa secara morfologis mengalami kelainan atau tidak

motil, maka orang tersebut hampir infertil, walaupun sisa spermatozoa lainnya

terlihat normal. (Olivia, 2009)

2.5 Kualitas Spermatozoa

Pengamatan kualitas spermatozoa antara lain meliputi motilitas dan

morfologi spermatozoa. Motilitas adalah perbandingan antara jumlah spermatozoa

yang bergerak aktif dengan jumlah total keseluruhan spermatozoa yang terdapat

pada hasil pengamatan dalam satuan persen (%). Morfologi spermatozoa

ditujukan untuk melihat bentuk-bentuk spermatozoa yang ada dan menentukan

13

persentase bentuk abnormal yang ditemukan. Morfologi spermatozoa dianggap

normal jika ditemukan kurang dari 30% bentuk abnormal.

Tingkatan pergerakan spermatozoa adalah sebagai berikut:

0 = spermatozoa tidak menunjukkan pergerakkan

1 = spermatozoa bergerak ke depan dengan lambat

2 = spermatozoa bergerak ke depan dengan cepat

3 = spermatozoa bergerak ke depan sangat cepat

Motilitas adalah unsur yang sangat penting dalam fertilisasi, karena

motilitas merupakan salah satu faktor yang menentukan gambaran spermatozoa

yang sehat. Motilitas membantu transport spermatozoa untuk mencapai terjadinya

fertilisasi. Sifat motilitas spermatozoa akan tampak setelah bercampur dengan

sekresi dari kelenjar kelamin aksesoris pada saat ejakulasi. Kecepatan motilitas

spermatozoa sangat dipengaruhi di antaranya oleh pergerakan ion-ion, transpor

membran spermatozoa, serta integritas membran spermatozoa. Seperti yang telah

disebutkan sebelumnya, pemberian PSK yang berlebihan serta dalam jangka

waktu yang lama akan manghasilkan senyawa radikal bebas atau ROS yang

berlabihan pula. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel diantaranya

melalui reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung asam

lemak tidak jenuh majemuk atau disebut poly unsaturated fatty acid

Peroksidasi lipid pada membran spermatozoa dapat menurunkan

permeabilitas membran untuk ion-ion spesifik dan menurunkan kelenturan

membran. Kerusakan spermatozoa yang disebabkan oleh ROS terjadi karena

dapat menghambat reaksi akrosom dan kerusakan ekor yang sangat berpengaruh

terhadap motilitas spermtozoa. Kadar ROS yang tinggi akan dapat merusak

membran mitokondria sehingga menyebabkan hilangnya fungsi potensial

mitokondria yang mana akan sangat mengganggu motilitas spermatozoa karena

energi motilitas spermatozoa disuplai dalam bentuk adenosin trifosfat yang

disintesis oleh mitokondria pada badan ekor.( Sri Dkk, 2012)

Spermatozoa disebut mempunyai kualitas bentuk yang cukup baik apabila

>50% spermatozoa mempunyai morfologi normal. Apabila > 50 % spermatozoa

mempunyai morfologi abnormal, maka keadaan ini disebut teratozoospermia.

Perhitungan persentase daya hidup (viabilitas) dan abnormalitas spermatozoa

14

menggunakan preparat ulas berdasarkan perbedaan afinitas zat warna antara sel-

sel sperma yang mati dan hidup. Jumlah sperma yang hidup dihitung secara

objektif. (Hajar Syifa Fiarani, 2013)

Abnormalitas spermatozoa dibedakan antara bentuk abnormalitas primer

dan sekunder. Bentuk abnormalitas primer berasal dari gangguan pada testis dan

abnormalitas sekunder berasal dari gangguan pada epididimis. Abnormalitas

spermatozoa primer meliputi kepala kecil, besar, miring, bulat, kepala dua, ekor

dua,akrosom salah bentuk, leher besar, sedangkan abnormalitas sekunder meliputi

leher patah, leher ekor kusut, ekor patah, ekor bergulung dan kepala terpisah dari

leher (Hajar Syifa Fiarani, 2013)

2.6 Insektisida

Pestisida adalah zat untuk mengendalikan, menolak, memikat atau

membasmi organisme pengganggu atau hama. Ada beberapa jenis hama seperti

serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan atau mikroba pengganggu.

Tergantung pada sasaran yang akan dibasmi, pestisida dapat berupa insektisida

untuk membasmi serangga, jamur, rodentisida, herbisida, akasida, dan bakterisida.

Beberapa diantara serangga berkalu sebagai vektor untuk penyakit. Penyakit-

penyakit penting yang ditularkan oleh vektor antara lain malaria, onkosersiasis,

filariasis, demam kuning, riketsia dll. Insektisida dapat membantu mengendalikan

penyakit-penyakit ini. Insektisida berasal dari bahasa latin insectum yang

mempunyai arti potongan, keratan, atau segmen tubuh, seperti segmen yang ada

pada tubuh serangga. Insektisida pada umumnya dapat menimbulkan efek

terhadap sistem syaraf. Secara umum pengertian insektisida dapat didefenisikan

sebagai bahan yang dapat digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang

dianggap sebagai vector yang secara langsung ataupun tidak langsung merugikan

kepentingan manusia. (Mariana Raini, 2009)

2.7 Klasifikasi Insektisida

Insektisida dapat diklasifikasikan berdasarkan rumus kimia (Mariana Raini,

2009):

1. Organoklorin, golongan ini terdiri atas ikatan karbon, klorin, dan hidrogen,

Insektisida ini sedikit digunakan di negara berkembang karena secara

kimia bahwa insektisida organoklor adalah senyawa yang tidak reaktif,

15

memiliki sifat yang tahan atau persisten, baik dalam tubuh maupun dalam

lingkungan memiliki kelarutan sangat tinggi dalam lemak dan memiliki

kemampuan terdegradasi yang lambat. Contoh dari kelompok ini adalah

DDT dan lindan.

2. Organofosfat, golongan ini terdiri dari ikatan karbon dan fosfatida

organofosfat sering disebut insektisida antikolinesterase karena

mempunyai efek yang sama dalam sistem syaraf (perifer dan pusat).

3. Karbamat, keterangan sama dengan organofosfat, tapi keduanya

mempunyai ikatan dan struktur kimia yang berbeda.

4. Piretroid

a. Piretroid Alam

Piretrum adalah insektisida alami, yang merupakan ekstrak

dari bunga Chrysantemum, Phyretrum cinerariaefollium

(Dalmantian insect flower). Insektisida ini sudah lama dikenal dan

sangat efektif.

b. Piretroid Sintetik

Sintetis ester dapat dibagi menjadi dua sub golongan yang

didasarkan pada struktur dan gejala keracunan. Yang pertama

adalah tipe Alletrin, Tetrometrin,dan Phenotrin dimana efek yang

dihasilkan meyerupai efek DDT. Tipe yang kedua adalah semua

ester mengandung sianida, seperti Fenvolerat, Deltametrin, dan

Cifenometrin.

2.8. Berdasarkan bentuk fisik insektisida

Bentuk fisik insektisida dapat di bagi sebagai berikut:

1. Bentuk padat

- Dust (debu),

- Bail,

- Seed dressing.

2. Bentuk cair

- Solution : larutan

- Suspention : suspensi

- Emultion : emulsi

16

- Vapors : uap

3. Bentuk gas

2.9 Obat Anti Nyamuk

Obat anti nyamuk elektrik yaitu obat antinyamuk yang menggunakan

listrik sebagi medianya, sedang antinyamuknya berbentuk cairan atau lempengan.

Dengan bantuan listrik maka cairan yang terdapat dalam suatu rangkaian alat

tersebut dapat diubah menjadi gas dan gas tersebut yang berperan menghalau atau

mengusir nyamuk. Antinyamuk elektrik, bakar,oles atau cair mengandung

senyawa kimia berbahaya bagi kesehatan manusia. Kandungan bahan kimia

berbahaya dalam obat antinyamuk diantaranya dichlorvos, propoxur, pyrethroid

dan diethyltoluamide serta bahan kombinasi dari keempat bahan kimia tersebut.

Pyrethroid dikelompokkan oleh WHO dalam racun kelas menengah karena

efeknya mampu mengiritasi mata dan kulit yang sensitif serta menyebabkan

penyakit pernafasan seperti penyakit asma. Pada obat antinyamuk, pyrethroid

yang digunakan berupa d-allethrin, transflutrin, bioallethrin, pralethrin, d-

phenothrin, cyphenothrin, atau esbiothrin. Obat nyamuk bakar merupakan obat

anti nyamuk yang berbentuk coil (kumparan) dan salah satu formulasi obat anti

nyamuk yang menimbulkan asap. Selain murah harganya, obat nyamuk bakar juga

mudah didapatkan serta cukup efektif dalam membunuh nyamuk. Setiap

kumparan obat nyamuk memiliki berat rata-rata 12 gram dan masa pembakaran

selama 7,5 sampai 8 jam. Zat aktif utama dalam sebagian besar obat nyamuk

bakar adalah pyrethrins, sekitar 0,3- 0,4% dari berat total obat nyamuk. Pyrethrin

oleh WHO juga dikelompokkan dalam racun kelas menengah. (Retno Ariyani,

dkk, 2011)

Bahan-bahan lain penyusun obat nyamuk bakar adalah bahan-bahan

organik, pengikat, pewarna, dan zat-zat tambahan lain yang mudah terbakar. Hasil

pembakaran dari bahan-bahan di atas menghasilkan sejumlah besar partikel

submikrometer dan polutan dalam bentuk gas. Partikel submikrometer ini dilapisi

dengan berbagai senyawa organik, beberapa di antaranya karsinogen atau yang

dicurigai sebagai karsinogen, seperti Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs)

yang dihasilkan melalui pembakaran tidak lengkap biomassa (bahan dasar obat

nyamuk bakar) dan dapat mencapai saluran pernapasan bagian bawah.

17

Pembakaran obat nyamuk bakar juga melepaskan berbagai komponen aromatik

seperti benzopyrenes, benzo-fluoroethane. (Yunda Alhusna Arifa, 2010)

Allethrin merupakan salah satu golongan pyrethroid yang memiliki rumus kimia

C19H26O3. Pada pemakaian obat antinyamuk elektrik, gangguan tidak terasa

langsung. Sebab penciuman tertipu oleh sedapnya wewangian yang dikeluarkan,

juga tak menimbulkan iritasi langsung pada mata. Jadi bisa dikatakan obat

antinyamuk jenis ini lebih berbahaya dari obat antinyamuk lainya. Allethrin

merupakan zat aktif yang merupakan senyawa turunan dari pyrethroid dalam obat

nyamuk elektrik. Zat ini banyak digunakan dalam racun pembasmi nyamuk yang

memiliki resiko merusak kesehatan. Zat tersebut dapat masuk ke dalam tubuh

melalui tiga cara, yaitu: termakan atau terminum bersama makanan atau

minuman, dihirup dalam bentuk gas dan uap, langsung menuju paru-paru lalu

masuk ke dalam aliran darah. Atau terserap melalui kulit dengan tanpa terlebih

dahulu menyebabkan luka pada kulit. Allethrin jika terakumulasi di dalam tubuh

dapat membentuk radikal bebas. Allethrin yang terhirup akan masuk ke dalam

aliran darah lalu menuju ke hati, mengalami detoksifikasi dan menghasilkan

metabolit yang berperan sebagai radikal bebas. Selanjutnya radikal bebas tersebut

akan masuk ke dalam peredaran darah kembali dan menuju ke seluruh tubuh

termasuk testis. Radikal bebas dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan

termasuk gangguan dalam proses spermatogenesis. Penelitian yang dilakukan oleh

Azab and Sakr, allethrin dapat mengganggu proses spermatogenesis secara tidak

langsung dengan mengurangi diameter tubulus seminiferus dan menurunkan berat

testis pada tikus yang mengakibatkan penurunan produksi sperma tikus yang

dapat dianalogikan pada manusia (Retno ariyani, dkk, 2011)

2.10 Hipotesis

Berdasarkan pernyataan yang mampu mendukung permasalahan yang

akan dibahas, maka dapat ditarik satu hipotesis awal yaitu lama pemaparan obat

nyamuk elektrik berbahan aktif d-allethrin dapat mempengaruhi jumlah dan

motilitas terhadap spermatozoa tikus (Ratus ratus).

18

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang dengan rentang waktu

bulan Oktober hingga november 2014.

3.2 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian true eksperimental dengan rancangan

sederhana (post test control group design) dengan rancangan acak lengkap (RAL).

Dalam penelitian ini terdapat 3 kelompok perlakuan dan masing-masing

perlakuan terdiri 3 ulangan

3.3 Variabel penelitian

Variabel bebas : waktu pemaparan obat nyamuk elektrik

Variabel terikat : morfologi, jumlah, motilitas

3.4 Sample

Sample penelitian ini adalah tikus wistar jantan (Rattus novergitus) yang

diperoleh dan ditempatkan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika Dan

Ilmu Pengatuhan Alam Universitas Negeri Semarang. Dari sample penelitian ini

yang memenuhi kriteria penelitian yaitu tikus wistar jantan, umur sekitar 2-3

bulan, berat badan 150-200 gram.

3.5 Alat dan bahan

Bahan

1. Tikus wistar jantan

2. Obat nyamuk elektrik mat merek Hit yang berbahan aktif d-allethrin

3. Bahan untuk memeriksa jumlah, morfologi dan motilitas spermatozoa

4. Bahan makanan dan minuman tikus

19

5. Air

Alat

Kandang hewan coba

Timbangan

Mikroskop cahaya

Tempat pakan dan minum

Stop watch

Alat bedah

Alat gelas

Alat tulis

Kamera digital

Peralatan obat nyamuk elektrik

Kardus

Timbangan

Papan bedah

Hemositometer

Bilik hitung neubauer

3.5 Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu

berapa jumlah, morfologi, dan motilitas spermatozoa tikus wistar jantan.

3.6 Cara pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan sample sebanyak 9 ekor tikus wistar jantan

yang dikelompokkan dan diberi makan pakan standart ad libitum dan minum

selama 1 bulan. Sesuai dengan kelompok perlakuan yang dilakukan sehari sekali

yaitu:

Perlakuan I (kontrol) : 0 jam/hari

Perlakuan II : 4 jam/hari

Perlakuan III : 8 jam/hari

3.7 Definisi operasional

Jumlah spermatozoa

Jumlah spermatozoa adalah banyaknya spermatozoa yang dihitung dari

rerata 5 lapangan pandang di bawah mikroskop dengan lensa obyektif perbesaran

40x. Untuk menghitung jumlah spermatozoa ditentukan dengan cara mengisap

suspensi spermatozoa dengan pipet leukosit sampai tanda 1,0. Pipet yang telah

20

berisi suspensi spermatozoa kemudian diencerkan dengan larutan garam fisiologis

sampai tanda 11, dikocok supaya homogen. Sebelum menghitung spermatozoa

dibuang agar yang terhitung nanti adalah bagian yang benar-benar mengandung

spermatozoa homogen. Suspensi spermatozoa diteteskan di kamar hitung

Neubauer, dihitung jumlah spermatozoa pada 16 kotak dibawah mikroskop

perbesaran 400 kali. Hasil perhitungan merupakan jumlah spermatozoa dalam 10-

5mL suspensi spermatozoa (Reni dkk, 2011).

Morfologi spermatozoa

Morfologi spermatozoa adalah bentuk spermatozoa yang diamati dalam

100 spermatozoa di bawah mikroskop dengan lensa obyektif perbesaran 40x

Motilitas spermatozoa

Motilitas spermatozoa adalah gerakan spermatozoa yang diamati dari

rerata 5 lapangan pandang di bawah mikroskop dengan lensa obyektif perbesaran

40x. Terdapat 4 kriteria dalam penilaian morfologi spermatozoa, yaitu: A (gerak

cepat), B (gerak lamban), C (gerak di tempat), D (tidak bergerak)

3.8 Pengolahan dan analisis data

Pada akhir perlakuan, tikus dibedah untuk diambil vas defferen-nya dan

diletakkan dalam cawan berisi NaCl fisiologis 0,9%. Larutan ini selanjutnya

disebut sebagi larutan stock yang selanjutnya dianalisis kualitas spermatozoa

meliputi jumlah, morfologi dan motilitas spermatozoa. Data tersebut dianalisis

secara statistik dengan ANAVA satu arah pada tingkat kepercayaan 95%. Bila

terdapat perbedaan akan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT).

21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 .Hasil

a. Motilitas/ viabilitas sperma mencit (Rattus rattus)

1. Control

Maju kedepan 68/109x100% = 62%

Maju lamban 12/109x100% = 11%

Maju ditempat 19/109x100% = 17%

Mati 10/109x100% = 9%

X hidup = 90%

X mati= 9%

2. 4 jam perlakuan

Maju kedepan 14/87 x 100% = 16 %

Maju lamban 22/ 87 x 100% = 26 %

Maju ditempat 19/87 x 100% = 21%

Mati 31/87 x 100% = 35 %

Xhidup = 63 %

X mati = 35 %

3. 8 jam perlakuan

Maju kedepan 12/81x100% = 14%

Maju lamban 28/81x100% = 4%

Maju ditempat 11/81x100% = 13%

Mati 30/81x100% = 37%

x hidup = 31%

x mati = 37%

22

Perlakuan motilitas

Jumlah

sperma(x) X

2 ∑ X (∑ X

2)2

Control Maju

kedepan 68 4624 T1=109 11881

Maju lambat 12 144

Maju di

tempat 19 361

Mati 10 100

4 jam

perlakuan

Maju

kedepan 14 196 T2=87 7569

Maju lambat 23 529

Maju di

tempat 19 361

Mati 31 961

8 jam

perlakuan

Maju

kedepan 12 144 T3=81 6561

Maju lambat 28 784

Maju

ditempat 11 121

Mati 30 900

∑k=3 ∑p=12 9225 ∑ X = 277

(∑ X2)2

=

26011

Jika rata-rata

Ry =

=

=23.0833

Ay =

=

=

= 2167,583 - 23.0833

= 2144,4997

EY2 = Ʃ(X

2)

23

= 9225

Dy = EY2-Ry-Ay

=9225 -23.0833- 2144,4997

= 7057.417

Dengan k= 3, Ʃn= 12, dan Ʃ(n-1)= 11. Maka, daftar Analisis Varians atau

ANAVA yaitu:

Sumber

Variansi Dk JK KT F F table

Rata-rata 1 Ry

(23.0833)

R= Ry/1

23.0833

F= A/D

=1,367

Antar

Kelompok

k-1

(3-1)

2

Ay

(2144,4997)

A= Ay/(k-1)

(2144,4997)/(2)

= 1072,24985

Dalam

Kelompok

Ʃ(ni-1)

(9)

Dy

(7057.417)

D= Dy/Ʃ(ni-1)

7057.417/9

=784,1574

Total 12 ƩY

2

9225

Dari daftar distribusi F dengan dk pembilang 2 dan dk penyebut 9 dengan peluang

0,95 (jadi α= 0,05) didapat F= 4,26.Ternyata bahwa F= 1,367 lebih kecil dari 4,26

; jadi hipotesis H0 diterima dan Ha ditolak dalam taraf nyata 0,05.

a. Jumlah konsentrasi sel dan morfologi sel sperma

Perlakuan N

(ulangan)

J (jumlah

sperma) J

2 Ʃ j (Ʃj)

2

Kontrol 1 147 x 107 21609 x 10

7 T1 = 478 228484

2 179 x 107 32041 x 10

7

3 152 x 107 23104 x 10

7

P1 1 101 x 107 10201 x10

7 T2 = 274 75076

2 83 x 107 6889 x10

7

3 90 x 107 8100 x10

7

P2 1 31 x 107 961 x 10

7 T3 = 110 12100

2 15 x 107 225 x 10

7

3 64 x 107 4096 x 10

7

Ʃk =3 Ʃn = 9 107226 Ʃj=871 Ʃj

2 =

315660

24

Jika rata-rata

Ry =

=

=84293,44

Ay =

=

=

=105219,99- 84293,44

= 20926,55

EY2 = Ʃ(j

2)

= 107226

Dy = EY2-Ry-Ay

= 107226-84293,44- 20926,55

= 2006,01

Dengan k= 3, Ʃn= 9, dan Ʃ(n-1)= 8. Maka, daftar Analisis Varians atau ANAVA

yaitu:

Sumber

Variansi Dk JK KT F F table

Rata-rata 1 Ry

(84293,44)

R= Ry/1

84293,44

F= A/D

31,29 19,33

Antar

Kelompok

k-1

(2)

Ay

(20926,55)

A= Ay/(k-1)

(10463,275)

Dalam

Kelompok

Ʃ(ni-1)

(6)

Dy

(2006,01)

D= Dy/Ʃ(ni-1)

334,335

Total 9 ƩY

2

107226

Dari daftar distribusi F dengan dk pembilang 2 dan dk penyebut 6 dengan peluang

0,95 (jadi α= 0,05) didapat F= 19,33. Ternyata bahwa F= 31,29 lebih besar dari

19,33; jadi hipotesis H0 ditolak dan Ha diterima dalam taraf nyata 0,05.

25

Analisis of variance atau ANOVA merupakan salah satu teknik analisis

multivariate yang berfungsi untuk membedakan rerata lebih dari dua kelompok

data dengan cara membandingkan variansinya. Analisis varian termasuk dalam

kategori statistik parametric. Sebagai alat statistika parametric, maka untuk dapat

menggunakan rumus ANOVA harus terlebih dahulu perlu dilakukan uji asumsi

meliputi normalitas, heterokedastisitas dan random sampling (Ghozali, 2009).

4.2 Pembahasan

Hasil pengamatan kualitas spermatozoa menunjukkan bahwa pemaparan

obat nyamuk elektrik berbahan baku d-alletrin mennurunkan persentase motilitas

spermatozoa pada tikus putih. Penururan kualitas spermatozoa akibat metabolit

MXC dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara

langsung dapat terjadi dengan cara metabolit MXC meningkatkan radikal bebas

pada testis. Pengaruh tidak langsung dapat terjadi secara hormonal melalui

penghambatan fungsi sel Leydig. Menurut umami (2009), radikal bebas

merupakan suatu senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron bebas

sehingga bersifat tidak stabil dan reaktif. Radikal bebas yang memiliki

kemampuan oksidatif cukup tinggi di sebut sebagai Reactive Oxygen species

(ROS). Hidrogen peroksida merupakan salah satu senyawa ROS yang berperan

dalam proses reproduksi. Apabila reproduksi ROS melebihi kapasitas antioksidan

yang ada, menyebabkan terjadinya stress oksidatif pada sel (Moller, 2000).

Latchoumycandane dan Mathur, 2002) menyatakan bahwa pemberian MXC pada

tikus jantan secara oral dengan dosis 100mg/kg hari selama 45 hari dapat

menginduksi terjadinya stress oksidatif yang di sebabkan meningkatkannya

hidrogen peroksida (H2O2) dan lipid peroksidase pada testis.

Allethrin yang terhirup akan masuk ke dalam aliran darah lalu menuju ke

hati, mengalami detoksifikasi dan menghasilkan metabolit yang berperan sebagai

radikal bebas. Selanjutnya radikal bebas tersebut akan masuk ke dalam peredaran

darah kembali dan menuju ke seluruh tubuh termasuk testis. Radikal bebas dapat

menimbulkan berbagai masalah kesehatan termasuk gangguan dalam proses

spermatogenesis. Allethrin dapat mengganggu proses spermatogenesis secara

tidak langsung dengan mengurangi diameter tubulus seminiferus dan menurunkan

26

berat testis pada tikus yang mengakibatkan penurunan produksi sperma tikus yang

dapat dianalogikan pada manusia. Obat antinyamuk yang dipaparkan mengandung

radikal bebas yang dapat menurunkan motilitas spermatozoa. Penurunan ini dapat

disebabkan oleh adanya gangguan pada spermatogenesis.

Hasil penelitian lain menunjukkan pula bahwa radikal bebas dapat

menurunkan frekuensi gerakan flagel sehingga motilitas spermatozoa akan

menurun. Hal ini diduga karena produksi ATP mitokondria rendah. Selain itu

dengan terbentuknya peroksida lipid pada membran spermatozoa dapat

menyebabkan kerusakan membran spermatozoa. Peroksida lipid tersebut berasal

dari reaksi berantai antara radikal bebas dengan asam lemak tak jenuh jamak yang

banyak terdapat pada membran spermatozoa. Kerusakan peroksidasi pada

spermatozoa dapat terjadi karena enzim pertahanan, seperti superoksida dismutase

dan glutation peroksidase dalam sitoplasma spermatozoa tidak banyak. Diketahui

bahwa spermatozoa hanya mengandung sedikit sitoplasma sehingga jumlah enzim

yang dibutuhkan untuk menghambat terbentuknya oksigen reaktif tidak cukup

efektif. Jika konsentrasi radikal bebas di sekitar spermatozoa cukup banyak, maka

lambat laun spermatozoa akan mati. Sebaliknya, kalau konsentrasi radikal bebas

sedikit, walaupun jumlah tersebut cukup untuk menghambat motilitas,

spermatozoa masih dapat bangkit kembali dari pengaruh radikal bebas setelah 6-

24 jam.

Lamarande et al. (1997) menyatakan bahwa membran spermatozoa adalah

target utama ROS dan lipid merupakan sasaran yang potensial. Lipid membran

plasma spermatozoa memiliki fosfolipid dengan kadar yang tinggi sehingga

menyebabkan spermatozoa sangat rentan terhadap ROS. Kadar ROS yang tinggi

juga dapat mengoksidasi lipid, protein, dan DNA. Oksidasi lipid pada membran

spermatozoa menghasilkan senyawa malondialdehyde (MDA), yang bersifat

toksik pada sel sehingga menyebabkan kerusakan membran spermatozoa.

Menurut Alan (2012), rusaknya membran plasma spermatozoa menyebabkan

gangguan metabolisme sel sehingga meningkatkan abnormalitas spermatozoa.

Astuti et al. (2009) menambahkan bahwa kerusakan membran spermatozoa dapat

menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa.

27

Pada penelitian ini motilitas spermatozoa semakin menurun dengan

meningkatnya dosis. Motilitas spermatozoa dikatakan normal apabila persentase

spermatozoa motil katagori (2+3) ≥ 50% (Ogli et al., 2009).

Rata-rata persentase motilitas spermatozoa kelompok kontrol, MXC dosis

0,14; dan 0,28 termasuk katagori normal karena nilainya diatas 50 %, sedangkan

MXC dosis 0,42 mg/g bb memiliki rata-rata persentase sebesar 43,16 %, yang

berarti di bawah persentase normal. Penurunan motilitas spermatozoa diduga

karena radikal bebas menghambat proses fosforilasi oksidatif. Stress oksidatif

yang diakibatkan oleh peningkatan produksi ROS (reactive oxigen species)

menyebabkan gangguan pada proses fosforilasi oksidatif pada spermatozoa

(Wardani et al., 2012). Fosforilasi oksidatif merupakan proses pembentukan

energi yang melibatkan kompleks enzim yang terdapat pada membran bagian

dalam mitokondria (Armeinachevana, 2012). Mitokondria spermatozoa terletak

pada bagian tengah spermatozoa, sedangkan bagian leher dan ekor berfungsi

dalam pergerakan spermatozoa. Setelah disintesa di dalam mitokondria, ATP

ditransportasikan ke aksonem pada bagian ekor spermatozoa, selanjutnya

dikonversikan oleh dinein pada aksonem yang akan menguraikan ATP menjadi

energi untuk pergerakan spermatozoa. Terhambatnya pelepasan ATP ke bagian

aksonem mengakibatkan tidak terpenuhinya atau berkurangnya kebutuhan energi

untuk menggerakkan ekor, selanjutnya mengakibatkan spermatozoa tidak dapat

bergerak cepat atau tidak bergerak sama sekali (Astuti et al., 2009).

Pengaruh pemberian MXC secara tidak langsung terhadap kualitas

spermatozoa dapat terjadi secara hormonal melalui penghambatan fungsi sel

Leydig. Gore (2002) menyatakan bahwa MXC sebagai endocrine disruptor

memiliki aktivitas estrogenik sehingga dapat memberikan umpan balik negatif

terhadap poros hipotalamus hipofisis. Metabolit MXC akan berikatan dengan

reseptor estrogen yang menyebabkan terhambatnya sintesis GnRH. Penurunan

Sintesis GnRh menyebabkan penurunan sekresi FSH dan LH (Rochira et al.,

2006). Penurunan kadar LH menyebabkan gangguan terhadap sel Leydig untuk

memproduksi testosteron.

Testosteron dan FSH secara sinergis diperlukan secara normal untuk

proses spermatogenesis. Jika sekresi testosteron dan FSH terhambat maka

28

spermatogenesis juga terganggu sehingga terjadi peningkatan abnormalitas primer

pada spermatozoa. Terhambatnya sekresi testosteron juga menyebabkan gangguan

maturasi spermatozoa di epididimis (Sopia, 2009). Maturasi spermatozoa

merupakan salah satu faktor endogen yang mempengaruhi motilitas spermatozoa

(Astuti et al., 2009) sehingga 20 gangguan pada proses tersebut dapat

menurunkan motilitas spermatozoa dan meningkatkan abnormalitas sekunder

pada spermatozoa.

Kehidupan spermatozoa sangat tergantung kepada persediaan energi yang

terkandung di dalam tubuhnya. Di luar alat kelamin jantan, spermatozoa mampu

memakai sumber energi dari luar untuk kelanjutan hidupnya (Hardjopranjoto,

1995) misalnya fruktosa yang akan diubah menjadi asam laktat dan energi dengan

bantuan enzim fruktolisin (Partodihardjo,1980).

Dalam penelitian ini digunakan larutan NaCl fisiologis yang berfungsi untuk

mempertahankan daya hidup (viabilitas) spermatozoa di luar tubuh tikus. Larutan

NaCl fisiologis digolongkan sebagai bahan pengencer (extender) yang sering

digunakan karena larutan ini dapat memberikan sifat bufer, mempertahankan pH

semen dalam suhu kamar, bersifat isotonis dengan cairan sel, melindungi

spermatozoa terhadap cold shock dan penyeimbang elektron yang sesuai (Nilna,

2010). Kemampuan spermatozoa hidup secara normal setelah ke luar dari testis

umumnya hanya berkisar antara 1-2 menit (Effendy, 1997). Penggunaan larutan

NaCl fisiologis mampu mempertahankan daya hidup spermatozoa antara 20- 25

menit (Rustidja, 2000). Menurut Isnaini dan Suyadi (2000), jika dilakukan

penyimpanan semen dengan penggunaan larutan NaCl fisiologis, spermatozoa

hanya bisa bertahan dan dapat digunakan hingga 60 menit karena meskipun NaCl

mengandung elektrolit yang isotonis dengan cairan sel namun kurang

mengandung sumber energi atau nutrisi untuk mempertahankan spermatozoa agar

bisa tetap hidup. Oleh karena itu, pada penelitian ini penting diperhatikan lama

pembuatan preparat semen untuk menjaga agar kualitas spermatozoa tetap bisa

hidup. Waktu yang dibutuhkan mulai dari koleksi spermatozoa epididimis tikus,

pembuatan preparat apus hingga evaluasi spermatozoa hidup lebih kurang 5 menit

per sampel. Dengan kisaran waktu tersebut diperkirakan tidak memengaruhi

jumlah spermatozoa hidup tikus yang diteliti.

29

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lama pemaparan obat

nyamuk elektrik yang berbahan aktif d-allethrin tidak signifikan pengaruhnya

terhadap jumlah dan morfoligi sperma tikus namun berpengaruh terhadap

motilitas spermtozoa tikus (Rattus ratus.)

5.2 Saran

untuk melihat morfologi dan perbedaan jumlah sel spermatozoa sebaiknya

dilakukan perlakuan lebih dari 30 hari/1 bulan karena spermatozoa terbentuk 56

hari sebelum perlakuan sehingga perbedaan morfologi dan jumlah sel tiap

perlakuan dapat dibedakan.

30

DAFTAR PUSTAKA

Arifa Yunda Alhusna. 2010. Perbedaan Persentase Nilai Arus Puncak Ekspirasi

(Ape) Pada Wanita Yang Terpapar Dan Tidak Terpapar Asap Obat

Nyamuk Bakar Di Bekonang Sukoharjo. Skripsi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Aryani Retno, Reni Kurniati, Siti Rahmawati. Pengaruh Pemakaian Obat

Antinyamuk Elektrik Berbahan Aktif D-Allethrintehadap Sel Darah

Mencit (Mus musculus L.). Bioprospek. Vol 8, Nomer II. 2011

Christijanti Wulan, Nur Rahayu Utami, Arya Iswara. Efek Pemberian

Antioksidan Vitamin C dan E terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Putih

Terpapar Allethrin. Biosaintifika. Vol. 2 No 1, 2010 : Hal 18-26

Faranita,Olivia Vina. 2009. Kualitas Spermatozoa Pada Tikus Wistar Jantan

Diabetes Melitus. Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang

Fiarani, Hajar Syifa. 2013. Pengaruh pemberian methoxychlor pada periode

laktasi terhadap kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus L.). Skripsi

Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Jember. Jember

Kurniati Reni, Retno Ariani, Liyawati. Pengaruh Pemaparan Pralahir Obat

Nyamuk Elektrik Yang Berbahanaktif D-Allethrin Terhadap Fetus

Mencit (Mus musculus L.). Mulawarman scientifie. Vol 11. Nomer 2,

2012

Munandar, Aris, Nuning Nurcahyani, Hendri Busman. Pengaruh Kebisingan

Terhadap Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.). Seminar

Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

Raini, Mariana. Artikel Toksikologi Insektisida Rumah Tangga dan Pencegahan

Keracunan. Media penelitian dan pengembangan kesehatan. Vol XIX.

2009

Simbolon Indra Saputra, Triva Murtina Lubis, Mulyadi Adam. Persentase

Spermatozoa Hidup Pada Tikus Wistar dan Sprague-Dawley. Jurnal

Medika Veterinaria. Vol 7 No.2, 2013

Wahyuningsih, Sri Puji Astuti, Jauharotus Shobahah, Alfiah Hayati. 2012.

Motilitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus) Setelah Pemberian

Polisakarida Krestin Dari Ekstrak Jamur Coriolus versicolor. Surabaya :

Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

31

LAMPIRAN

Lampiran A. Skema kerja penelitian

Pemberian pakan standar ad libitum dan minum

serta perlakuan

Randominasi

Hari ke- 1

s/d 29

PI (0 jam/ hari)

3 ekor

PIII (8 jam/ hari)

3 ekor

PII (4 jam/ hari)

3 ekor

Terminasi dan pemeriksaan jumlah, morfologi, motilitas spermatozoa

Hari ke-30

9 Tikus wistar jantan

32

Lampiran B. perhitungan persentase motilitas spermatozoa

Tikus di bedah

Epididmis bagian cauda dipotong

Dimasukkan dalam 1 ml NaCl 0,9 % (37˚C)

Diaduk sampai homogen

Dipotong kecil

Satu tetes suspensi diletakkan pada gelas benda

Diamati di bawah mikroskop

Diamati 100 sperma dengan 3 kali

pengulangan untuk setiap hewan uji

Dihitung % spermatozoa yang motil

33

Lampiran C. perhitungan jumlah spermatozoa

Menghisap suspensi spermatozoa dengan

pipet leukosit sampai tanda 1,0

Pipet yang berisi suspensi spermatozoa

diencerkan dengan larutan garam fisiologis

sampai tanda 11

Dikocok sampai homogen

Membuang larutan fisiologis beberapa tetes

Suspensi spermatozoa diteteskan di kamar

hitung neuber

Menghitung jumlah spermatozoa pada 16

kotak dibawah mikroskop perbesaran 400

kali

34

Lampiran D. Pengamatan morfologi spermatozoa

Satu tetes suspensi spermatozoa

Diteteskan pada obyek glass

Dikering anginkan

Pengamatan dilakukan dengan 3 kali pengulangan

Dihitung spermatozoa yang

abnormal dari 100 spermatozoa

Dibilas dengan aquades

Diwarnai dengan giemsa 3%

sampai kering

Dikeringkan

35

Lampiran E. Kegiatan harian

Hari

Ke- Tanggal Pukul Keterangan

1 23 Oktober

2014

16:00 Pengelompokan tikus kedalam 3 kelompok

dan memberi pakan

16:25 Pemaparan selama 8 jam pemaparan

selama 4 jam

20:25 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus

2 24 Oktober

2014

06:40 Pemberian Pakan

06:45 Pemaparan 8 jam pemaparan 4 jam

10:45 Mengambil kelompok 4 jam

3 25 Oktober

2014

14:45 Mengambil kelompok 8 jam pemberian

pakan pada masing-masing kelompok

06:50 Pemberian Pakan pada masing-masing

kelompok

06:55 Pemaparan 8 jam pemaparan kel 4 jam

10:55 Mengambil kelompok 4 jam

15:00 Mengambil kelompok 8 jam

4 26 Oktober

2014

08:25 Pemberian pakan dan pemaparan 8 jam

pemaparan 4 jam

12:25 Mengambil kelompokan 4 jam dari dalam

kardus

16:25 Mengambil kelompok 8 jam dan pemberian

pakan pada masing-masing kelompok

5 27 Oktober

2014

15:05 Pemaparan kelompok 4 jam dan 8 jam

19:05 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus

dan pemberian pakan pada tiap kelompok

6 28 Oktober

2014

06:45 Pemberian pakan

12:45 Pemaparan kelompok 8 jam pemaparan

kelompok 4 jam

16:45 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus

17:00 Pemberian pakan dan mengisi minum

7 29 Oktober

2014

06:30 Pemberiaan pakan, pemaparan kelompok 8

jam, pemaparan kelompok 4 jam

10:30 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus

14:30 Mengambil kelompok 8 jam dari kardus

18:45 Pemberian pakan pada masing-masing

kelompok

8 30 Oktober

2014

08:00 Pemberian pakan, pemaparan 8 jam,

pemaparan 4 jam

12:00 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus

16:00 Mengambil kelompok 8 jam dari kardus

9 31 Oktober

2014

09:00 Pemberian pakan, pemaparan kelompok 8

jam, pemaparan kelompok 4 jam

13:00 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus,

pemberian pakan pada masing-masing

36

kelompok

10 1 November

2014

08:00 Pengambilan kelompok 8 jam pemberian

pakan pada masing-masing kelompok

09:00 Pemaparan kelompok 8 jam, pemaparan

kelompok 4 jam

13:00 Mengambil kelompok 4 jam

17:00 Mengambil kelompok 8 jam, pemberian

pakan

11 2 November

2014

10:00 Pemberian pakan, pemaparan 8 jam,

pemaparan 4 jam

14:00 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus

19:00 Mengambil kelompok 8 jam dari kardus,

pemberian pakan

12 3 November

2014

07:00 Pemberian pakan, pemaparan 4 jam,

pemaparan 8 jam

11:00 Mengambil kelompok 4 jam

15:00 Mengambil kelompok 8 jam, pemberian

pakan pada masing-masing kelompok

13 4 November

2014

09:00 Peemberian pakan, mengasih minum,

pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam

13:00 Mengambil kelompok 4 jam

17:00 Mengambil kelompok 8 jam

14 5 November

2014

10:00 Pemaparan kelompok 4 jam, pemaparan

kelompok 8 jam, pemberian pakan

14:00 Mengambil kelompok 4 jam

18:00

Mengambil kelompok 8 jam, dan

pemberian pakan pada masing-masing

kelompok

15 6 November

2014

07:00 Pemaparan 8 jam, pemaparan 4 jam,

pemberian pakan, penggantian sekam

11:00 Mengambil kelompok 4 jam

15:00

Mengambil kelompok 8 jam, dan

pemberian pakan pada masing-masing

kelompok

16 7 November

2014

11:00 Pemaparaan kelompok 4 jam, pemaparan

kelompok 8 jam, pemberian pakan

15:00 Mengambil kelompok 4 jam

19:00 Mengambil kelompok 8 jam

17 8 November

2014

07:00 Pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam,

pemberian pakan

11:00 Mengambil kelompok 4 jam

15:00 Mengambil kelompok 8 jam

19:00 Pemberian pakan pada masing- masing

kelompok

18 9 November

2014

07:00 Pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam,

pemberian pakan

11:00 Mengambil kelompok 4 jam

37

15:00 Mengambil kelompok 8 jam

19:00 Pemberian pakan pada masing- masing

kelompok

19 10 November

2014

06:40 Pemberian Pakan

06:45 Pemaparan 8 jam pemaparan 4 jam

10:45 Mengambil kelompok 4 jam

14:45 Mengambil kelompok 8 jam pemberian

pakan pada masing-masing kelompok

20 11 November

2014

10:00 Pemberian pakan, pemaparan 8 jam,

pemaparan 4 jam

14:00 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus

19:00 Mengambil kelompok 8 jam dari kardus,

pemberian pakan

21 12 November

2014

10:00 Pemaparan kelompok 4 jam, pemaparan

kelompok 8 jam, pemberian pakan

14:00 Mengambil kelompok 4 jam

18:00

Mengambil kelompok 8 jam, dan

pemberian pakan pada masing-masing

kelompok

22 13 November

2014

08:00 Pemberian pakan, pemaparan 8 jam,

pemaparan 4 jam

12:00 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus

16:00 Mengambil kelompok 8 jam dari kardus

23 14 November

2014

09:00 Peemberian pakan, mengasih minum,

pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam

13:00 Mengambil kelompok 4 jam

17:00 Mengambil kelompok 8 jam

24 15 November

2014

08:00 Pengambilan kelompok 8 jam pemberian

pakan pada masing-masing kelompok

09:00 Pemaparan kelompok 8 jam, pemaparan

kelompok 4 jam

13:00 Mengambil kelompok 4 jam

25 16 November

2014

09:00 Peemberian pakan, mengasih minum,

pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam

13:00 Mengambil kelompok 4 jam

17:00 Mengambil kelompok 8 jam

26 17 November

2014

07:00 Pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam,

pemberian pakan

11:00 Mengambil kelompok 4 jam

15:00 Mengambil kelompok 8 jam

19:00 Pemberian pakan pada masing- masing

kelompok

27 18 November

2014

07:00 Pemaparan 4 jam, pemaparan 8 jam,

pemberian pakan

11:00 Mengambil kelompok 4 jam

15:00 Mengambil kelompok 8 jam

19:00 Pemberian pakan pada masing- masing

38

kelompok

28 19 November

2014

11:00 Pemaparaan kelompok 4 jam, pemaparan

kelompok 8 jam, pemberian pakan

15:00 Mengambil kelompok 4 jam

19:00 Mengambil kelompok 8 jam

29 20 November

2014

08:00 Pemberian pakan, pemaparan 8 jam,

pemaparan 4 jam

12:00 Mengambil kelompok 4 jam dari kardus

16:00 Mengambil kelompok 8 jam dari kardus

30 21 November

2014

07:00 Pemberian pakan, pemaparan 4 jam,

pemaparan 8 jam

11:00 Mengambil kelompok 4 jam

15:00 Mengambil kelompok 8 jam, pemberian

pakan pada masing-masing kelompok

31 22 November

2014 10:00 Pembedahan tikus

39

Lampiran F. Jurnal kegiatan proyek

Kegiatan Tanggal Nama anggota Tanda tangan

Konsultasi

proposal

7 oktober

2014

1. M. Naimul Umam

Sabana

2. Ria Hastuti

Damanik

3. Dyah Rizki Fatati

4. Litayani Dafrosa

5. Amalia Nor

Rohmah

1.

2.

3.

4.

5.

Konsultasi

proposal

14 oktober

2014

1. M. Naimul Umam

Sabana

2. Ria Hastuti

Damanik

3. Dyah Rizki Fatati

4. Litayani Dafrosa

5. Amalia Nor

Rohmah

1.

2.

3.

4.

5.

ACC Proposal 21 oktober

2014

1. M. Naimul Umam

Sabana

2. Ria Hastuti

Damanik

3. Dyah Rizki Fatati

4. Litayani Dafrosa

5. Amalia Nor

Rohmah

1.

2.

3.

4.

5.

Persiapan proyek 22 oktober

2014

1. M. Naimul Umam

Sabana

2. Ria Hastuti

Damanik

3. Dyah Rizki Fatati

4. Litayani Dafrosa

5. Amalia Nor

Rohmah

1.

2.

3.

4.

5.

Pelaksanaan

proyek

23 oktober

2014

1. M. Naimul Umam

Sabana

2. Ria Hastuti

Damanik

3. Dyah Rizki Fatati

4. Litayani Dafrosa

5. Amalia Nor

Rohmah

1.

2.

3.

4.

5.

40

Pembedahan 22 oktober

2014

1. M. Naimul Umam

Sabana

2. Ria Hastuti

Damanik

3. Dyah Rizki Fatati

4. Litayani Dafrosa

Amalia Nor

Rohmah

1.

2.

3.

4.

5.

Pembuatan

Laporan

24 oktober

2014

5. M. Naimul Umam

Sabana

6. Ria Hastuti

Damanik

7. Dyah Rizki Fatati

8. Litayani Dafrosa

9. Amalia Nor

Rohmah

1.

2.

3.

4.

5.

Pembuatan

Laporan

25 oktober

2014

1. M. Naimul Umam

Sabana

2. Ria Hastuti

Damanik

3. Dyah Rizki Fatati

4. Litayani Dafrosa

5. Amalia Nor

Rohmah

1.

2.

3.

4.

5.

Pembuatan

Laporan

26 oktober

2014

1. M. Naimul Umam

Sabana

2. Ria Hastuti

Damanik

3. Dyah Rizki Fatati

4. Litayani Dafrosa

5. Amalia Nor

Rohmah

1.

2.

3.

4.

5.

41

DOKUMENTASI KEGIATAN

No Kegiatan Foto

1 Pengelompokan

2 Pemaparan

3 Pembedahan

42

4 5.

Pembuatan

suspensi

spermatozoa

43

5 Pengamatan

44