139

manajemen stres menggunakan hypnoterapi - Repository USM

Embed Size (px)

Citation preview

MANAJEMEN STRES MENGGUNAKAN HYPNOTERAPI

Prof. Dr. Hardani Widhiastuti, MM., Psikolog.

Fx .Prapto Harsoyo, MT.,NNLP.

2020

ii

JUDUL BUKU

Manajemen Stres Menggunakan Hypnoterapi

Penulis:

Prof. Dr. Hardani Widhiastuti, MM., Psikolog.

Fx .Prapto Harsoyo, MT.,NNLP.

ISBN:

978-602-9019-92-6

Desain Sampul:

Desi Eka Sari

Tata Letak:

Diyah Kartika Sari

Saeful Amri

Penerbit:

Redaksi:

Jl. Soekarno-Hatta Pedurungan Semarang. 50196 Indonesia

Telp: 024-6702757, Fax: 024-6702272

e-mail: [email protected]

http://www.usmpress.usm.ac.id

Cetakan Pertama, 2020

viii, 130 hlm, 15.5 cm x 23 cm

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

All Rights Reserved

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan

cara apapun tanpa seizin tertulis dari penerbit

iii

KATA PENGANTAR

Manusia, tidak luput dari dera permasalahan. Tidak semua

permasalahan yang dialami manusia sama dan tingkat intensitas dan

bebannya juga tidak akan sama. Namun dapat dipastikan bahwa

semua manusia akan mengalami apa yang disebut dengan “STRES”.

Stres merupakan salah satu yang dialami dan dirasakan oleh

manusia sebagai mahluk Tuhan . Walaupun manusia yang senantiasa

lebih unggul dari mahluk-mahluk ciptaan Tuhan yang lain, karena

manusai diberi akal, sehingga dari dirinyalah segala permasalahan

dapat dipecahkan dan bahkan diciptakan, akan tetapi manusia harus

berhadapan dan berbaur dengan lingkungan disekelilingnya,

sehingga mau tidak mau manusia harus menyesuaikan atau menolak

atas dampak lingkungan. Dengan demikian, lingkungan dapat

bersahabat atau tidak kemungkinan dapat menjadi penyebab stres

baik langsung maupun tidak langsung, dengan memunculkan

berbagai bentuk stres.

Hipnoterapi merupakan salah satu bentuk terapi yang

mengutamakan sisi psikologis, mengingat dalam hipnoterapi hampir

sebagian besar menggunakan sugesti sebagai alat untuk menterapi

seseorang. Metode Hypnotherapy bukanlah suatu metode ajaib, yang

dapat serta merta secara mudah “merubah pikiran” seseorang,

walaupun Sugesti diberikan dalam kondisi Trance yang dalam

(Somnambulism). Sugesti yang “tidak kompatibel” dengan sistem

nilai yang terdapat dalam diri Client, tidak akan dapat bertahan lama.

Hal ini disebabkan otak manusia menerima lebih dari segala data

yang dia perhatikan. Hal ini mendasarkan pada indera manusia

yang akhirnya diterima di otak dengan lebih dari empat miliar

saraf setiap detiknya Setiap orang akan merasa sadar atau tidak

sadar dengan apa yang dialaminya, sehingga dengan

iv

menumpuknya beban yang dihadapi dan dipikirkan oleh

manusia menyebabkan stress mendera.

Era kesenjangan menjadi salah satu pencetus munculnya

stres. Tuntutan demi tuntutan terus muncul bersamaan dengan

berkembangnya waktu. Krisis global merambah hampir keseluruh

bidang, baik bidang pekerjaan maupun bidang lain yang terkait. Selai

itu masalah pemutusan hubungan kerja terjadi dimana-mana karena

para pengusaha menyesuaikan antara pendapatan dengan biaya–

biaya yang harus dikeluarkan. Itu semua akhirnya berdampak pada

individu karena individu adalah merupakan anggota suatu

organisasi.

Penulis

v

DAFTAR ISI

MANAJEMEN STRES MENGGUNAKAN HYPNOTERAPI ........... 1 KATA PENGANTAR .......................................................................... iii DAFTAR ISI ........................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ........................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................... viii PENCERAHAN ..................................................................................... 1 PENGERTIAN STRES ......................................................................... 7

A. Pengertian Stres Kerja ...................................................................... 11

B. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja .......................................... 13

1. Peran Individu dalam Organisasi ........................................ 18

2. Pengembangan Karir .................................................................. 19

3. Hubungan dalam Pekerjaan .................................................... 19

4. Struktur dan Iklim Organisasi ................................................ 19

5. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan ....................... 20

6. Ciri-ciri individu ............................................................................ 20

C. Dampak Stres Kerja Pada Karyawan ......................................... 21

D. Strategi Manajemen Stres Kerja .................................................. 22

1. Pendekatan Individual ............................................................... 23

2. Pendekatan Organisasional ..................................................... 23

MACAM-MACAM STRES ................................................................. 28 CARA MENGENALI STRES ............................................................. 36

A. Gejala-gejala Stres .............................................................................. 36

B. Gejala fisik .............................................................................................. 37

C. Gelaja Psikologis, Gajala Fisiologis, dan Gejala Perilaku .. 38

vi

CARA PENANGANAN STRES ......................................................... 63 A. Bahaya Jika Stres Berubah Menjadi Tekanan ........................ 63

B. Mengatasi Stres Secara Individual .............................................. 64

C. Peran Kecerdasan Emosional dan Spiritual ........................... 65

RENUNGAN DAN SOLUSI TERHADAP STRES........................... 70 KASUS: MUSIK SEBAGAI SALAH SATU PELURUH STRES ....... 71

A. Masalah yang Sering Muncul ......................................................... 75

MENGENAL HIPNOTERAPI ........................................................... 82 A. Ada beberapa metode penanganan masalah psikologis,

antara lain :.................................................................................................... 83

B. Beberapa metode penanganan masalah .................................. 87

Critical Area ...................................................................................... 90 A. Peran Sugesti dan Cara Kerja ........................................................ 91

Hypnotisability ................................................................................ 95 Suggestibility .................................................................................... 97 Rigid Catalepsi............................................................................... 102 Latihan Fokus ................................................................................ 103

A. Latihan Fokus 1 ................................................................................. 103

B. Latihan Fokus 2 ................................................................................. 104

Struktur Hypnosis Lengkap ...................................................... 109 Induction Dasar ............................................................................ 112 Hypnotherapy Sederhana .......................................................... 115 Penutup ........................................................................................... 123 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 124 Biografi Penulis ............................................................................ 129

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Stres Sebagai Suatu Respon ............................................ 70

Gambar 2. Tahapan Hipnosis ...............................................................94

Gambar 3. Rigid Catalepsi ..................................................................... 103

Gambar 4. Locking The Hands ............................................................ 105

Gambar 5. Catalepsy of The Eyesi ...................................................... 106

Gambar 6. Relaxation Training .......................................................... 107

Gambar 7. Waking Hypnosis ................................................................ 108

Gambar 8. Struktur Lengkap Hipnosis........................................... 109

Gambar 9. Shock Induction................................................................... 113

Gambar 10. Davis-Husband Scale ....................................................... 119

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penyebab Stres Berdasarkan Stressor di Pekerjaan .. 32

1

PENCERAHAN

Hampir setiap manusia mengalami apa yang disebut

dengan stres. Tua, muda, bahkan anak-anak balita pun

mengalaminya. Mengapa dapat terjadi. Itu merupakan hal yang

wajar, hal yang manusiawi karena tidak ada keistimewaan

apabila stres dialami manusia.

Stres merupakan hal abstrak, mengapa disebut abstrak

karena tidak ada seorang pun yang dapat melihat wujud stres

tersebut. Apakah dalam bentuk wujud bulat, persegi, bergerigi,

atau bahkan berbentuk menyerupai sesuatu sesuai

penggambaran masing-masing individu yang mengalami stres

tersebut. Stres sebenarnya lebih pada adanya tekanan yang

dirasakan seseorang, karena tuntutan yang ada atau yang

dialami tidak sesuai dengan kemampuan individu, tidak sesuai

dengan kondisi kepribadian individu, atau tidak sesuai dengan

kapasitas individu, sehingga seseorang menjadi merasa

terbebani dengan adanya tekanan tersebut.

Banyak teori dari berbagai sudut pandang mengenai

stres. Pendapat dokter mengenai stres, adalah adanya

ketegangan sel-sel syaraf yang bisa menyebabkan timbulnya

berbagai penyakit. Psikolog mengatakan stres adalah awal dari

berbagai gangguan mental. Namun gangguan ini bukan sesuatu

2

yang mengarah pada sakit jiwa, akan tetapi hanya pada ambang

adanya gangguan. Akan tetapi apabila stres dirasakan sudah

merupakan suatu yang akut atau lebih mengganggu aktivitas

keseharian, maka perlu adanya perhatian khusus. Stres lebih

pada naiknya gelombang otak. Kalau kita sudah tahu bahwa

stres hanyalah kondisi naiknya gelombang otak, maka dengan

teknologi gelombang otak kita bisa dengan mudah mengatasi

stres.

Beberapa alasan stres bisa jadi karena pekerjaan,

keluarga, kehilangan orang tercinta dengan tiba-tiba,

berakhirnya pernikahan atau hubungan atau masalah

kesehatan dan diet. Stres dapat disebabkan oleh apapun dan

dapat mengakhiri kehidupan seseorang dengan cepat. Penting

bagi kita semua untuk belajar mengatasi stres atau stres akan

makin berlarut-larut. Stres, yang menimpa begitu banyak

orang, adalah suatu keadaan batin yang diliputi kekhawatiran

akibat perasaan seperti takut, tidak aman, ledakan perasaan

yang berlebihan, cemas dan berbagai tekanan lainnya, yang

merusak keseimbangan tubuh. Ketika seseorang menderita

stres, tubuhnya bereaksi dan membangkitkan tanda bahaya,

sehingga memicu terjadinya beragam reaksi biokimia di dalam

tubuh; Kadar adrenalin dalam aliran darah meningkat;

penggunaan energi dan reaksi tubuh mencapai titik tertinggi;

gula, kolesterol dan asam-asam lemak tersalurkan ke dalam

aliran darah; tekanan darah meningkat dan denyutnya

mengalami percepatan. Ketika glukosa tersalurkan ke otak,

kadar kolesterol naik, dan semua ini memunculkan masalah

bagi tubuh.

Oleh karena itu stres yang parah khususnya, akan dapat

mengubah fungsi-fungsi normal tubuh, hal ini dapat berakibat

sangat buruk. Akibat stres, kadar adrenalin dan kortisol di

dalam tubuh meningkat di atas batas normal. Peningkatan

3

kadar kortisol dalam rentang waktu lama berujung pada

kemunculan dini gangguan-gangguan seperti diabetes, penyakit

jantung, tekanan darah tinggi, kanker, luka pada permukaan

dalam dinding saluran pencernaan, penyakit pernapasan,

eksim dan psoriasis (sejenis penyakit kulit yang ditandai oleh

pembentukan bintik-bintik atau daerah berwarna kemerahan

pada kulit, yang tertutupi oleh lapisan tanduk berwarna perak).

Kadar kortisol yang tinggi dapat berdampak pada terbunuhnya

sel-sel otak. Tanda-tanda seperti itu sering disebut dengan

PSIKOSOMATIS, yaitu adanya gangguan fisik yang diakibatkan

adanya gangguan psikologis.

Sisi lain, ada kaitan penting antara stres dan tegang

seperti disebutkan di atas, serta rasa sakit yang

ditimbulkannya. Penegangan yang diakibatkan stres

berdampak pada penyempitan pembuluh darah nadi, gangguan

pada aliran darah ke daerah-daerah tertentu di kepala dan

penurunan jumlah darah yang mengalir ke daerah tersebut.

Jika suatu jaringan mengalami kekurangan darah hal ini akan

langsung berakibat pada rasa sakit, sebab suatu jaringan yang

di satu sisi mengalami penegangan mungkin sedang

membutuhkan darah dalam jumlah banyak dan di sisi lain telah

mendapatkan pasokan darah dalam jumlah yang kurang akan

merangsang ujung-ujung saraf penerima rasa sakit. Di saat

yang sama zat-zat seperti adrenalin dan norepinefrin, yang

mem-pengaruhi sistem saraf selama stres berlangsung, juga

dikeluarkan. Hal ini secara langsung atau tidak langsung

meningkatkan dan mempercepat penegangan otot.

Demikianlah, rasa sakit berakibat pada penegangan,

penegangan pada kecemasan, dan kecemasan memperparah

rasa sakit. Akan tetapi, salah satu dampak paling merusak dari

stres adalah serangan jantung. Penelitian menunjuk-kan bahwa

orang yang agresif, khawatir, cemas, tidak sabar, dengki, suka

4

memusuhi dan mudah tersinggung memiliki peluang terkena

serangan jantung jauh lebih besar daripada orang yang tidak

memiliki kecenderungan sifat-sifat tersebut. Alasannya adalah

bahwa rangsangan berlebihan pada sistem saraf simpatetik

yakni sistem saraf yang mengatur percepatan denyut jantung,

perluasan bronkia, penghambatan otot-otot halus sistem

pencernaan makanan, dan lain-lain, yang dimulai oleh

hipotalamus, juga mengakibatkan pengeluaran insulin yang

berlebihan, sehingga menyebabkan penimbunan kadar insulin

dalam darah. Ini adalah permasalahan yang teramat penting.

Sebab, tak satu pun keadaan yang berujung pada penyakit

jantung koroner memainkan peran yang sedemikian paling

penting dan sedemikian berbahaya sebagaimana kelebihan

insulin dalam darah.

Para ilmuwan telah mengetahui bahwa semakin parah

tingkat stres, maka akan semakin lemahlah peran positif sel-sel

darah merah di dalam darah. Menurut sebuah penelitian yang

dikembangkan oleh Linda Naylor, pimpinan perusahaan alih

teknologi Universitas Oxford, pengaruh negatif berbagai

tingkatan stres pada sistem kekebalan tubuh kini dapat diukur.

Terdapat kaitan erat antara stres dan sistem kekebalan tubuh.

Stres kejiwaan memiliki dampak penting pada sistem

kekebalan dan berujung pada kerusakannya. Saat dilanda stres,

otak meningkatkan produksi hormon kortisol dalam tubuh,

yang melemahkan sistem kekebalan. Atau dengan kata lain,

terdapat hubungan langsung antara otak, sistem kekebalan

tubuh dan hormon.

Pernahkah anda mendapati wajah anda terlihat tidak

menarik seperti hari-hari sebelumnya? Pernahkah anda merasa

krisis percaya diri dengan sebab yang tidak jelas? Mengalami

kelelahan kronis? Merasa sulit untuk tersenyum? Merasa

begitu sensitif dan mudah marah? Tidak memedulikan

5

penampilan seperti biasanya? Mengalami kemunduran dalam

pergaulan? Sulit ber-konsentrasi pada pelajaran atau

pekerjaan? Itu artinya anda sedang stres.

Para pakar di bidang ini menyatakan bahwa pengkajian

terhadap stres kejiwaan atau stres raga telah mengungkap

bahwa selama stres berat berlangsung terjadi penurunan pada

daya kekebalan yang berkaitan dengan keseimbangan

hormonal. Diketahui bahwa kemunculan dan kemampuan

bertahan dari banyak penyakit termasuk kanker terkait dengan

stres. Singkatnya, stres merusak keseimbangan alamiah dalam

diri manusia. Mengalami keadaan yang tidak normal ini secara

terus-menerus akan merusak kesehatan tubuh, dan berdampak

pada beragam gangguan fungsi tubuh. Para ahli

menggolongkan dampak buruk dari stres terhadap tubuh

manusia kaitan antara akibat kondisi stres yang sering dialami

oleh manusia, antara lain cemas dan panik yaitu suatu perasaan

yang menyebabkan peristiwa tidak terkendali, antara lain

mengeluarkan keringat yang semakin lama semakin banyak,

muncul perubahan suara seperti berbicara secara gagap dan

gugup, atau menyebabkan aktivitas yang justru berlebihan

sehingga menyebabkan pengeluaran energi yang tiba-tiba,

pengendalian diabetik yang lemah, atau mungkin menyebabkan

kesulitan tidur, mimpi buruk, penyakit kulit seperti timbulnya

bercak, bintik-bintik, jerawat, ketombe di kepala, demam,

eksim dan psoriasis, muncul-nya gangguan saluran pencernaan,

seperti salah cerna, mual, luka pada permukaan dalam dinding

saluran pencernaan, penegangan otot seperti pada gigi yang

bergesekan atau terkunci, rasa sakit sedikit tapi terus-menerus

pada rahang, punggung, leher dan pundak, terjadi penyakit

infeksi berintensitas rendah dalam bentuk pilek, gangguan

kepala seperti migrain, kondisi denyut jantung dengan

kecepatan yang tidak wajar, rasa sakit pada dada, tekanan

6

darah tinggi, ketidakseimbangan ginjal, menahan air, adanya

gangguan pernapasan, pendek napas, timbul dampak alergi

pada tubuh, sakit pada persendian, mulut dan tenggorokan

kering, serangan jantung, hingga terjadi kondisi melemahnya

sistem kekebalan tubuh.

Intinya adalah, bahwa dengan penyaluran diri dan ke-

mampuan untuk mengelola diri secara optimal, maka

seseorang akan seminimal mungkin terhindar dari kondisi

stres, karena dengan pengelolaan diri yang baik, maka

seseorang dapat mengubah stres yang dialami menjadi sebuah

kekuatan yang justru akan memberikan nilai positif bagi diri

dan akhirnya menjadi motivator. Hal yang paling penting dalam

mencegah stres adalah memiliki dukungan sistem yang bagus.

Walaupun terkadang individu mendapat bantuan yang

dibutuhkan dari teman dan keluarga, akan tetapi untuk

bersandar pada mereka pun harus hati-hati dan perlu melihat

situasi karena kita tidak tahu apakah mereka juga dalam situasi

penuh tekanan atau tidak. Dengan demikian pengelolaan diri

merupakan hal yang penting kita lakukan melalui

pembelajaran dan kemauan dari diri kita sendiri.

7

PENGERTIAN STRES

Sebelum membahas stres lebih jauh, kita harus

mengetahui dan mengenal lebih dekat masalah stres. Stres

adalah perasaan tertekan, perasaan tertekan ini membuat

orang mudah tersinggung, mudah marah, dan konsentrasi

terhadap pekerjaan menjadi terganggu. Lingkungan bisa

menjadi sumber stres bagi orang, karena tuntutan menghadapi

keinginan atau target tertentu dan konflik-konflik yang lainnya

bisa menimbulkan stres. Stres adalah lebih kepada

suatukeadaan yang bersifat internal, yang disebabkan oleh

tututan fisik (badan), atau lingkungan, situasi sosial, yang ber-

potensi merusak dan tidak terkontrol. Stres juga dapat

didefinisikan adanya tanggapan atau atau proses internal

maupun esternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan

psikologis sampai melebihi batas (Cooper, 1994).

Berbeda dengan pendapat Selye, “Work stress is an

individual’s response to work related environmental stressors.

Stress as the reaction of organism, which can be physiological,

psychological, or behavioural reaction” (Selye, dalam Beehr, et

al., 1992). Berdasarkan definisi tersebut, dalam hal ini pada

stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja

yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis,

8

psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di

atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja.

Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang

dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat

menyebabkan stres.

Selye (1979) sendiri mengemukakan stres lebih pada

sesuatu yang sifatnya abstrak, mengingat stres sendiri memang

tidak dapat dilihat hanya dirasakan. Seseorang saat mengalami

stres pun, lebih banyak yang memahami dari sisi gejala

ataupun akibat yang muncul dengan adanya stres tersebut.

Selye berpendapat mengenai stres lebih merupakan suatu

tahapan, yaitu:

1. Tahapan Alarm

Tahapan ini seseorang merasakan adanya sesuatu tanda-

tanda yang mengindikasikan mengalami stres. Apabila

seseorang merasakan secara tajam, maka akan terjadi sikap

maupun perilaku seseorang untuk berhadapan dengan stres

baik melawan untuk menghindari maupun langkah

selanjutnya. Hal ini tergantung pada kemampuan seseorang

dalam kaitannya dengan stres yang dialami.

2. Tahap Melawan Stres

Saat dimana seseorang berusaha melawan stres.

Pemahaman terhadap stres memang sangat dibutuhkan dan

hal itu di-tentukan salah satunya adalah kemampuan baik

kemampuan fisik maupun psikis serta stabilitas emosi

sesorang. Cara-cara perlawanan terhadap stres juga

mencerminkan adanya ke tiga hal tersebut, tentu saja

tergantung usia, pengalaman atau sering disebut faktor

belajar, serta stabilitas emosi.

3. Tahap Kehabisan Energi

Tahapan ini, seseorang mulai merasakan adanya energi

yang telah digunakan untuk melawan stres begitu banyak,

9

sehingga seseorang merasa sudah maksimal dalam

melawan stres. Seseorang berhasil atau tidak berhasil

melawan stres bukan suatu yang diperhatikan, akan tetapi

lebih pada beban yang ditimbulkan dalam menyelesaikan

suatu.

Spielberger (2001) menyebutkan bahwa stres adalah

tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang,

misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus

yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa

diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang

tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Cary

Cooper dan Alison Straw (1995) mengemukakan gejala stres

dapat berupa tanda-tanda berikut ini:

1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan

kering, tangan lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang,

pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan,

sakit kepala, salah urat dan gelisah.

2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel,

salah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa,

gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit

konsentrasi, sulit berfikir jernih, sulit membuat keputusan,

hilangnya kreativitas, hilangnya gairah dalam penampilan

dan hilangnya minat terhadap orang lain.

3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi

cermat yang berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang

percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak-

ledak. Sedangkan gejala stres di tempat kerja, meliputi:

kepuasan kerja rendah, kinerja yang menurun, semangat

dan energi menjadi hilang, komunikasi tidak lancar,

pengambilan ke-putusan jelek, kreativitas dan inovasi

kurang, bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.

10

Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam

hubungannya dengan kualitas kerja dan interaksi normal

individu sebelumnya. Braham (Spielberger, 2001)

mengemukakan adanya gejala stres dapat berupa tanda-tanda

berikut ini:

1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur lidak teratur, sakit kepala,

sulit buang air besar, adanya gangguan pencemaan, radang

usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada

bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah

selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung,

kehilangan

energi.

2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan

terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah

berubah-ubah, sedih, dan mudah menangis dan depresi,

gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan

serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.

3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat

menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun

berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.

4. Interpersonal, yailu acuh dan mendiamkan orang lain, ke-

percayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari

janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain

atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara

berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.

Beberapa uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa

stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang

mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang

dimana ia terpaksa mem-berikan tanggapan melebihi

kernampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan

eksternal (lingkungan). Stres yang terlalu besar dapat

mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi

11

lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri seseorang

berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat

mengganggu pelaksanaan kerja mereka.

Secara umum stres dapat dialami oleh siapa saja dan

dimana saja. Stres pun tidak hanya dialami oleh manusia, akan

tetapi semua mahluk hidup akan mengalami apa yang disebut

stres. Bahkan, binatang lebih terlihat gejala stresnya, antara

lain kalau burung tidak akan ”ngoceh”, kalau anjing atau kucing

dia tidak suka makan, lemes, dan lain-lain.

A. Pengertian Stres Kerja

Gibson mengemukakan bahwa stres kerja

dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres

sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai

stimulus-respon. Stres sebagai stimulus merupakan

pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan. Definisi

stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang

menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap

stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi

dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon

individu. Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres

sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan

dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah

stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil

interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan

kecenderungan individu untuk memberi tanggapan.

Luthans (2000) mendefinisikan stres sebagai suatu

tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh

perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi

dari tindakan dukungan, situasi atau peristiwa yang terlalu

banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang,

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul

12

karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu

dalam meng-hadapinya dapat berbeda. Masalah stres kerja di

dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting

diamati sejak mulai imbulnya tuntutan untuk efisien di dalam

pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang

menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis,

peningkatan ketegangan pada emosi, proses berpikir dan

kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres

kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat

mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka,

seperti mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang

tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak

mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur (insomnia).

Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat

kata sepakat dan kesamaan persepsi tentang batasan stres.

Baron dan Greenberg (2000), mendefinisikan stres sebagai

reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada

situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak

bisa mengatasinya. Aamodt (1999) memandangnya sebagai

respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan

konsekuensi dan tindakan eksternal, situasi atau peristiwa

yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis. Berbeda

dengan pakar di atas, memahaminya sebagai

ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya

sehingga menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya.

Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi

dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan,

hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah

penling tetapi tidak dapat dipastikan. Uraian diatas dapat

disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan

adanya ketidak seimbangan antara karakteristik kepribadian

karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya

13

dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya

beberapa atribut tertentu dapat rnempengaruhi daya tahan

stres seorang karyawan.

B. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja

Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya

stres atau stres kerja,yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor

personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik,

manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan

pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe

kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi

sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan

mengembangkan diri. Betapapun faktor kedua

tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan,

namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup

besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau

penyebab munculnya stres (Dwiyanti, 2001). Secara umum

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan

cendcrung muncul pada para karyawan yang tidak

mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka.

Dukungan sosial bisa berupa dukungan dari lingkungan

pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak kasus

menunjukkan bahwa, para karyawan yang mengalami stres

kerja adalah mereka yang tidak mendapat dukungan

(khususnya moril) dari keluarga, seperti orang tua, mertua,

anak, teman dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang

tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik

pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah

terkena stres. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya

dukungan sosial yang menyebabkan ketidaknyamanan

menjalankan pekerjaan dan tugasnya.

14

2. Tidak adanya kesempatan bcrpartisipasi dalam pembuatan

keputusan di kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan ke-

wenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan

pekerjaan-nya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika

mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi

tanggung jawab dan kewenangannya. Stres kerja juga bisa

terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam

pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.

3. Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang

berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks

yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai

dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang

sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang

paling halus berupa rayuan, pujian, bahkan senyuman yang

tidak pada konteksnya. Dari banyak kasus pelecehan

seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah

perlakuan kasar atau penganiayaan fisik dari lawan jenis

dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud

hanya karena wanita. Stres akibat pelecehan seksual

banyak terjadi pada negara yang tingkat kesadaran warga

(khususnya wanita) terhadap persamaan jenis

kelamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang

melindunginya (Baron and Greenberg ,2000).

3. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini

bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu

sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang

terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang

dalam men-jalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan

yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian

temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di

samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil

15

munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat

sensitif pada kebisingan dibanding yang lain.

(Muchinsky ,1999).

4. Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres

dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para

manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin

yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya

bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati

atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan

keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu

mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian

yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan

tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada

akhirnya akan menimbulkan stres (Minner, 1999).

5. Tipe kepribadian. Seseorang dengan kcpribadian tipe A

cenderung mengalami stres dibanding kepribadian tipe B.

Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering merasa

diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabar,

konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang

sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang

diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain

meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif.

Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu

mengalami dilema ketika mengambil pegawai dengan

kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh

hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain

perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat

resiko serangan/sakit jantung (Minner, 1999).

6. Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja sering

disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan,

kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau

gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa

16

traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum.

Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stres paling

tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati

pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan

oleh perpindahan tempat tinggal.

Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan

sehari-hari, kesepian, dan perasaan tidak aman, termasuk

kategori ini (Baron dan Greenberg, 2000). Pendapat lain yang

dikemukakan oleh dua tokoh yaitu Davis dan Newstrom (2002)

mengemukakan bahwa stres kerja disebabkan:

1. Adanya tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak

selalu menjadi penyebab stres, akan menjadi sumber stres

bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan

baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi

karyawan.

2. Supervisor yang kurang pandai. Seorang karyawan dalam

menjalankan tugas sehari-hari biasanya dibawah bimbingan

sekaligus mempertanggungjawabkan kepada supervisor.

Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas

bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan

atau instruksi secara baik dan benar.

3. Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan.

Karyawan biasanya mempunyai kemampuan normal

menyelesaikan tugas kantor/perusahaan yang dibebankan

kepadanya. Kemampuan bcrkaitan dengan keahlian,

pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi

tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan

waktu yang terbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu

untuk menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang

ditetapkan atasan.

4. Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai. Faktor ini

berkaitan dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan

17

sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti

kewenang-an (hak) yang memadai, sehingga, jika harus

mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang

menyerahkan sepenuh-nya pada atasan.

5. Ambiguitas peran. Agar menghasilkan performa yang baik,

karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang

diharapkan untuk dikerjakan serta scope dan

tanggungjawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada

kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan

dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.

6. Perbedaan nilai dengan perusahaan. Situasi ini biasanya

terjadi pada para karyawan atau manajer yang mempunyai

prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti

maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi

(altruisme).

7. Frustrasi. Dalam lingkungan kerja, perasaan frustrasi

memang bisa disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga

berkaitan dengan frustrasi kerja adalah terhambatnya

promosi, ketidak-jelasan tugas dan wewenang serta

penilaian/evaluasi staf, dan ketidakpuasan gaji yang

diterima.

8. Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak

umum. Situasi ini bisa timbul akibat mutasi yang tidak

sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang dilalui atau

mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup

namun lokasinya dan status jabatan serta status

perusahaannya berada di bawah perusahaan pertama.

9. Konflik peran. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu

(a) konflik peran intersender, dimana pegawai berhadapan

dengan harapan organisasi terhadapnya yang tidak

konsisten dan tidak sesuai; (b) konflik peran intrasender,

konflik peran ini kebanyakan terjadi pada karyawan atau

18

manajer yang menduduki jabatan di dua struktur.

Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan

pekerjaan yang tidak sama, akan berdampak pada

karyawan atau manajer yang berada pada posisi

dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah

satu alternatif.

Pendapat beberapa tokoh, bahwa sumber stres yang

menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang

menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu

macam pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres,

sebagian besar dari waktu manusia bekerja. Karena itu

lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar

terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres

di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar

perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya

seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di

pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan

stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar, yaitu

faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam

organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan,

serta struktur dan iklim organisasi.

Faktor-faktor Intrinsik dalam pekerjaan termasuk dalam

kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas.Tuntutan

fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas

mencakup kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari

resiko dan bahaya. Kahn dkk, dalam Munandar, 2001).

1. Peran Individu dalam Organisasi

Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam

organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok

tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan

yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya.

19

Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk

memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah. Kurang

baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres

yaitu konflik peran dan ketidaksahan peran (role ambiguity).

2. Pengembangan Karir

Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi:

Peluang untuk menggunakan keterampilan jabatan

sepenuhnya

Peluang mengembangkan keterampilan yang baru

Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-

keputusan yang menyangkut karir. Pengembangan karir

merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup

ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan

promosi yang kurang.

3. Hubungan dalam Pekerjaan

Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-

gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang

rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi.

Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan

ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi

antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan

ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan

yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa

diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya (Kahn dkk,

dalam Munandar, 2001).

4. Struktur dan Iklim Organisasi

Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah

terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlihat atau

berperan serta pada support sosial. Kurangnya peran serta

20

atau partisipasi dalam pengambilan keputusan

berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif.

Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan

peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari

kesehatan mental dan fisik.

5. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan

Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala

unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan

peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu

organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-

isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan,

keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang

pertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan

tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan

pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana halnya

stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif

pada kehidupan keluarga dan pribadi.

6. Ciri-ciri individu

Menurut pandangan interaktif dari stres, stres ditentukan

pula oleh individunya sendiri, sejauh mana ia melihat

situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi sejauh mana

ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi

psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap

stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya,

mencakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola

perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai,

pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan

(antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan,

pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri

individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang

21

dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres

potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang

menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu

bereaksi terhadap pembangkit stres potensial.

C. Dampak Stres Kerja Pada Karyawan

Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun

merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu

pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan

memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan

dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat

merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya

pekerja atau karyawan yang stres akan menunjukkan

perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri

manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres

dapat berupa perilaku melawan stres (flight) atau freeze

(berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini

biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan

bentuk stres.

Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan

gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain

(Margiati, 1999) : (a) bekerja melewati batas kemampuan, (b)

keterlambatan masuk kerja yang sering, (c) ketidakhadiran

pekerjaan, (d) kesulitan membuat keputusan, (e) kesalahan

yang sembrono, (f) kelalaian menyelesaikan pekerjaan, (g)

lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri,

(h) kesulitan berhubungan dengan orang lain, (i) kerisauan

tentang kesalahan yang dibuat, (j) Menunjukkan gejala fisik

seperti pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang

kulit, dan radang pernafasan.

22

D. Strategi Manajemen Stres Kerja

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat

dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif.

Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni

belajar menang-gulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir

sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh

dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap

stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan

dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah

cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk

memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah

lebih jauh.

Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk

mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa

pedoman umum untuk memacu perubahan dan

penanggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian

penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap

masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab

stres dalam hubungannya di tempat kerja.

Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat

timbul pada beberapa tingkat, berlajar dari ketidakmampuan

bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalah-

pahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak

adanya keterampilan (khususnya keterampilan manajemen)

hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus

bekerja secara dekat.

Bila dilihat dari sudut pandang organisasi, manajemen

mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres

yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan

memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak

mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat

stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan

23

membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin

akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari

sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal

yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir

untuk membcrikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi

karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun

sebaliknya hal itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh pekerja.

Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola

stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan

pendekatan organisasi, antara lain :

1. Pendekatan Individual

Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk

mengurangi level stresnya Seorang karyawan dapat

berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya. Strategi

yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu;

pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan

dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik

maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan

baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa.

Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh

agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan

tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang

dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai.

Sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah

dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan

dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.

2. Pendekatan Organisasional

Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan

peran serta struktur organisasi yang semuanya

dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu

24

dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang

mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi

stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan,

penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan

keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan

program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan

menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang

sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk

tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan

interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi

fisik dan mental.

Apabila dilihat dari sisi teori kepribadian, orang yang

ber Tipe A lebih mudah mengalami stres daripada orang Tipe B.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, orang Tipe A

ini lebih mudah mendapatkan serangan jantung, darah tinggi,

dan stroke. Lebih parah lagi, ternyata masih banyak dampak

yang diakibatkan oleh stres ini.

Menurut Cox (2002), stres dapat dikelompokkan

menjadi 5 macam, antara lain :

1. Akibat fisik. Akibat fisik yang berhasil ditemukan pada

orang yang mengalami stres antara lain detak jantung

semakin cepat, tekanan darah dan gula darah meningkat,

banyak mengeluarkan keringat, mulut terasa kering, sesak

napas, demam, dan mati rasa.

2. Akibat psikologis. Akibat psikologis dari stres antara lain

cemas, agresif, apatis, bosan, depresi, kelelahan, frustrasi,

merasa berdosa dan malu, cepat marah, murung, merasa

harga diri rendah, kesepian, dan mudah gugup.

3. Akibat pada perilaku. antara lain menjadi pencandu obat,

makan banyak atau kurang nafsu makan, pemabuk dan

perokok, semaunya sendiri, dan gemar mengucapkan kata-

kata kotor/jorok.

25

4. Akibat kognitif. Dampak kognitif dari stres adalah tidak

mampu membuat keputusan, sering lupa, dan sangat

sensitif terhadap kritik.

5. Akibat dalam pekerjaan

Dampaknya antara lain sering tidak masuk kerja, hubungan

dengan teman kerja buruk, dan produktivitas menurun.

Perlu diketahui dalam hal ini, Stres ini tidak dapat

dihindari, selalu dan selalu akan muncul dalam kehidupan kita.

Mau tidak mau, ingin tak ingin, kita harus dan wajib

menghadapinya dan harus tahu yang menyebabkannya. Dalam

menghadapi stres kita harus tahu seninya.

Berkaitan dengan cara menghadapi stres, maka ada tiga

cara mengelola stres, yaitu:

1. Menghindari (avoidance)

Dalam hal ini kita harus mencoba menghindarkan diri dari

hal-hal yang membuat kita stres, mengenali kegiatan-

kegiatan apa saja yang dapat menimbulkan stres pada diri

kita. Dengan mengenali, kita dapat menjauhinya sehingga

terhindar dari stres tersebut. Namun, bila terpaksa harus

menghadapinya, kita lebih siap karena sudah tahu

akibatnya dan dapat mengatasinya dengan lebih santai dan

bijak. Contohnya, kita menghindari jalanan yang biasanya

macet dengan mencari jalan lain yang lancar walaupun

mungkin lebih jauh, akan tetapi kita lebih memahami jalan

pintas tersebut.

2. Mengalihkan stressor menjadi hal positif.

Bila kita mengetahui stressor menghadang kita, dan ini akan

berakibat hingga membuat kita benar-benar menjadi stres,

maka hal yang harus kita lakukan adalah mengalihkan batu

sandungan itu. Contohnya, saat rasa jemu menguasai kita

26

ketika harus menunggu seseorang kita bisa

mengalihkannya dengan mendengarkan musik atau baca

buku.

3. Mitigasi (mitigation).

Ketika menghadapi stres, kita diharapkan dapat mengelola

stres dengan efektif dengan memelihara tubuh secara baik.

Cara ini dapat membantu jiwa sekaligus raga kita dalam

mengendalikan atau mengontrol stres yang menimpa. Ada

beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain :

a. Olahraga

Berolahraga teratur tidak hanya membuat tubuh

semakin sehat. Kita juga lebih enak tidur sehingga

seluruh otot dan saraf kita dapat beristirahat dengan

baik. Berolahraga sekaligus berfungsi sebagai

psychological relaxer yang mengalihkan perhatian kita

dari hal-hal yang membuat stres.

b. Rekreasi

Dengan rekreasi kita menjauhkan pikiran dan emosi

terhadap hal-hal yang membuat stres. Rekreasi

sekaligus istirahat singkat sambil bergembira ria akan

menyebabkan pikiran dan semangat kita segar kembali.

c. Rileks

Rileks terbukti dapat mencegah akibat stres pada diri

kita dengan menurunkan denyut jantung dan tekanan

darah, serta memberikan rasa tenang. Rileks dapat

dilakukan dengan meditasi, latihan pernapasan dalam,

tai chi, pemijatan, berdoa (zikir). Cara paling gampang

adalah bernapas dengan tenang dan teratur sambil

memikirkan hal-hal yang menyenangkan.

27

Semuanya itu akan gagal bila kita mencoba

mengabaikan-nya, menyangkal, atau malahan lari dari stres

yang dialami. karena itulah, Seni dalam menghadapi stres ini

dapat kita praktekkan. Kalaupun di tengah jalan belum

menunjukkan hasil efektif, kita bisa berusaha lagi. kemudian

Langkah terakhir yang perlu dilakukan saat menghadapi stres

adalah Doa. Hanya doalah yang bisa kita lakukan bila segala

cara tidak bisa. Kita kembalikan masalah kita hanya pada

Tuhan, karena hanya kepada Tuhan kita kembali. Kita meminta

dan Tuhan yang mengabulkan.

28

MACAM-MACAM STRES

Bila dipandang dari sudut dampak, maka sebenarnya

stres ada yang memberikan dampak positif maupun dampak

negatif. Dampak negatif apabila seseorang yang mengalami

stres berakibat hal-hal yang justru merugikan ataupun

mendukung terjadinya psikosomatis bagi yang mengalaminya.

Beberapa jenis stres dapat berdampak positif, misalnya

kadang-kadang stres bisa menjadi hal yang positif bagi

seseorang karena dapat menjadi dorongan baginya untuk

bekerja lebih baik. Tekanan yang berdampak positif ini banyak

terlihat terutama dikalangan atlet-atlet yang sudah

berpengalaman, contohnya atlet-atlet tertentu bisa tampil luar

biasa bila mengikuti pertandingan yang berskala besar seperti

pertandingan internasional. Namun kita sadari bahwa masing-

masing orang mempunyai reaksi yang berbeda terhadap jenis

stres seperti ini, kenyataannya stres menyebabkan sebagian

orang menjadi putus asa dan bagi yang lainnya justru

membantu memecahkan rekor.

Akibat stres lebih pada respon fisiologis, psikologis, dan

perilaku dari seseorang untuk mencari penyesuaian terhadap

tekanan yang sifatnya internal maupun eksternal. Stres adalah

bagian dari kehidupan. Apapun yang terjadi pada fisik maupun

di sekeliling yang merupakan gelombang-gelombang

29

kehidupan, menuntut kita untuk menyesuaikan diri. Stres

merupakan reaksi awal dari penyesuaian diri. Stres pula yang

membuat manusia menjadi lebih waspada dan dibutuhkan agar

kita mampu memotivasi diri, menyesuaikan diri, dan segera

mencari cara untuk mengatasi stres tersebut. Stres yang

digunakan untuk memotivasi disebut eustress, yaitu stres yang

membuat seseorang jadi ber-tambah kuat dan mampu

menyesuaikan diri.

Beberapa penyebab stres (stressor) bisa bersumber dari

masalah kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketidakharmonisan

rumah tangga, kehidupan kota yang sumpek (crauded, berisik,

polusi, kepadatan), beban studi dan pekerjaan, atau kenyataan

yang tidak sesuai dengan harapan. Bisa juga berasal dari

kejadian-kejadian spesifik, yang menguntungkan maupun yang

tidak. Apakah itu perubahan hidup (pernikahan, pindah

sekolah, pindah tempat, pindah kerja, atau kematian anggota

keluarga) atau kecelakaan (yang menimbulkan perubahan

fungsi tubuh/cacat). Namun demikian bila seseorang gagal

menyesuikan diri terhadap stres, artinya ia tidak mampu

menyelesaikan persoalannya, tidak dapat mencapai harapan-

harapannya, menderita, serta merasa tertekan, maka stres yang

dialami seseorang sudah membahayakan, atau sudah masuk

dalam kategori distress. Karena itu penting untuk mengetahui

gejala-gejala stres sehingga stres yang positif (eustress) tidak

sampai berlanjut dan berkembang menjadi stres yang negatif

(distress).

Tokoh lain yaitu Quick dan Quick, mengkategorikan

jenis stres menjadi dua, antara lain Eustress, yaitu hasil dari

respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan

konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk

kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan

dengan pertumbuhan, fleksi-bilitas, kemampuan adaptasi, dan

30

tingkat performance yang tinggi, dan Distress, yaitu hasil dari

respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan

destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk

konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit

kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang

tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan,

dan kematian.

Hager, membahasan tentang stres lebih diarahkan

kepada macam stres, karena stres sangat bersifat individual

dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada

keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan

beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu

stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan

secara psikologis maupun fisiologis. Hal ini disebabkan adanya

kemampuan masing-masing individu dalam mengelola stres.

Sehingga, terganggu atau tidaknya individu, lebih tergantung

pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor

kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian

terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau

mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi Dengan kata

lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana

pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa.

Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu

dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau

menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian

kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan

apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif.

Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap

respon yang akan muncul. Disisi lain, penilaian kognitif bersifat

individual differences, maksudnya adalah berbeda pada masing-

masing individu. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor.

Penilaian kognitif itu, bisa mengubah cara pandang akan stres.

31

Dimana stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang

positif terhadap diri dalam menghadapi situasi yang stressful.

Sehingga respon terhadap stressor bisa menghasilkan outcome

yang lebih baik bagi individu.

Penyebab stres yang berkaitan dengan pekerjaan ada

beberapa tokoh yang sudah meneliti, sehingga menjadi suatu

teori, antara lain Soewondo (1992) mengadakan penelitian

dengan sampel 300 karyawan swasta di Jakarta, menemukan

bahwa penyebab stres kerja terdiri atas 4 (empat) hal utama,

yakni kondisi dan situasi pekerjaan, pekerjaannya, job

requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas,

dan hubungan interpersonal.

Luthans (1992) menyoroti mengenai stres yang

berkaitan dengan organisasi, menyebutkan bahwa penyebab

stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni adanya

Extra Organizational Stressors, yang terdiri dari perubahan

sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan

keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat

tinggal, Organizational Stressors, yang terdiri dari kebijakan

organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi,

dan proses yang terjadi dalam organisasi, Group Stressors, yang

terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya

dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu,

interpersonal, dan intergrup, serta yang terakhir adanya

Individual Stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan

ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola

kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-

efficacy, dan daya tahan psikologis.

Cooper dan Davidson (2001) membagi penyebab stres

dalam kaitannya dengan pekerjaan seseorang menjadi dua,

yakni Group Stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari

situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya

32

kurangnya kerja-sama antara karyawan, konflik antara

individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan

sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan, dan

Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari

dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang,

kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi

terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi

konflik peran serta ketidakjelasan peran.

Apabila dibuat suatu rangkuman mengenai penyebab

stres kaitannya dengan pekerjaan, maka pendapat dari teori

Luthans hampir sama dengan pendapat Cooper yang

memberikan daftar lengkap stressor berdasarkan sumber

pekerjaan, tanpa melihat persepsi terhadap stressor yang

muncul seperti tabel 1.

Tabel 1. Penyebab Stress Berdasarkan Stressor di

Pekerjaan

Stressor

dari

Stres Kerja

Faktor yang

Mempengaruhi

(Hal-hal yang

Mungkin Terjadi Di

Lapangan)

Konsekuensi

Kondisi yang

Mungkin Muncul

Kondisi

pekerjaan

Beban kerja

berlebihan secara

kuantitatif

Beban kerja

berlebihan secara

kualitatif

Assembly-line hysteria

Keputusan yang

Kelelahan

mental dan/atau

fisik

Kelelahan yang

amat sangat

dalam bekerja

(burnout)

Meningkatnya

33

dibuat oleh seseorang

Bahaya fisik

Jadwal bekerja

Technostress

kesensitivan

dan ketegangan

Stress karena

peran

Ketidakjelasan peran

Adanya bias dalam

membedakan gender

dan stereotype peran

gender

Pelecehan seksual

Meningkatnya

kecemasan dan

ketegangan

Menurunnya

prestasi

pekerjaan

Faktor

interpersonal

Hasil kerja dan sistem

dukungan sosial yang

buruk

Persaingan politik,

kecemburuan dan

kemarahan

Kurangnya perhatian

manajemen terhadap

karyawan

Meningkatnya

ketegangan

Meningkatnya

tekanan darah

Ketidakpuasan

kerja

Perkembangan

karir

Promosi ke jabatan

yang lebih rendah

dari kemampuannya

Promosi ke jabatan

yang lebih tinggi dari

kemampuannya

Keamanan pekerjaan-

nya

Menurunnya

produktivitas

Kehilangan rasa

percaya diri

Meningkatkan

kesensitifan dan

ketegangan

Ketidakpuasan

34

Ambisi yang berlebih-

an sehingga meng-

akibatkan frustrasi

kerja

Struktur

organisasi

Struktur yang kaku

dan tidak bersahabat

Pertempuran politik

Pengawasan dan

pelatihan yang tidak

seimbang

Ketidakterlibatan

dalam membuat

keputusan

Menurunnya

moti-vasi dan

produk-tivitas

Ketidakpuasan

kerja

Tampilan

rumah-

pekerjaan

Mencampurkan

masalah pekerjaan

dengan masalah

pribadi

Kurangnya dukungan

dari pasangan hidup

Konflik pernikahan

Stres karena memiliki

dua pekerjaan

Meningkatnya

konflik dan

kelelahan

mental

Menurunnya

motivasi dan

produktivitas

Meningkatnya

konflik

pernikahan

Pendapat beberapa tokoh, bahwa sumber stres yang

menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang

menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu

macam pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres,

sebagian besar dari waktu manusia bekerja. Karena itu

lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar

35

terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres

di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar

perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya

seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di

pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan

stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar, yaitu

faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam

organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan,

serta struktur dan iklim organisasi (Widhiastuti, 2010).

36

CARA MENGENALI STRES

Mengingat stres merupakan sesuatu yang abstrak, maka

sering kali seseorang tidak dapat membedakan apakah yang

dirasakan bener-benar adalah stres, bentuk stres, atau bahkan

akibat dari stres yang telah atau stres yang sedang dialami. Hal

ini disebabkan gejala-gejala yang muncul secara awam

disamakan dengan akibat yang muncul saat seseorang

mengalami stres.

A. Gejala-gejala Stres

Gejala-gejala munculnya stres yang dialami seseorang

dapat dilihat dari sisi mental dan fisik. Gejala yang sifatnya

lebih pada mental seseorang meliputi hal-hal seperti adanya

kelelahan, rasa kehilangan atau meningkatnya napsu makan,

sakit kepala, sering menangis, sulit tidur dan tidur berlebihan.

Melepaskan diri dari stres kemudian mengarahkan pada

ketertarikan mengkonsumsi alkohol, narkoba, atau bahkan

perilaku kompulsif lainnya sering merupakan indikasi-indikasi

dari gelaja stres. Perasaan was-was, frustrasi, atau kelesuan

dapat muncul bersamaan dengan stres. Gejala-gejala ini sering

berantai dan berkembang selama waktu tertentu hingga

mencapai tingkatan yang sulit dibedakan dari keadaan (tingkah

laku) normal.

37

B. Gejala fisik

Gejala stres yang mengarah pada fisik seseorang antara

lain berupa nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering,

tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang, mencret,

sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, dan salah

urat. Sedangkan gejala-gejala yang berwujud perilaku misalnya

perasaan bingung, cemas, sedih, jengkel, salah paham, tak

berdaya, tak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, merasa

tidak menarik, dan kehilangan semangat. Bisa juga berupa

kesulitan dalam konsentrasi, berpikir jernih dalam membuat

keputusan. Bahkan, sampai pada hilangnya kreativitas, gairah

dalam penampilan, dan minat terhadap orang lain. Secara

sepintas, gejala yang muncul hampir sama dengan akibat yang

muncul setelah seseorang mengalami stres. Akan tetapi secara

simtom yang ada dapat diartikan bahwa seseorang yang

mengalami stres hampir dapat dipastikan juga mengalami hal-

hal tersebut.

Gejala stres dapat dilihat dari berbagai sudut pandang,

salah satunya adalah gejala stres yang mendasarkan pada tipe

kepribadian yang rawan stres. Ada empat tipe kepribadian

yang rawan stres;

Pertama, adalah orang yang sangat hati-hati. Orang

jenis ini perfeksionis, kaku, dan kurang memiliki toleransi

terhadap perbedaan. Sehingga, sedikit perbedaan atau sedikit

kurang saja dari standarnya bisa menimbulkan kecemasan

baginya. Kecermatannya berlebihan dan bisa berkembang

menjadi obsesif kompulsif, yaitu kekakuan dan keterpakuan

pada suatu aktivitas tertentu saja.

Kedua, orang yang pencemas. Orang jenis ini sering

merasa tidak aman, cenderung kurang tenang, dan sering

38

meresahkan segala sesuatu. Inilah yang membuatnya jadi cepat

panik dalam menghadapi suatu masalah.

Ketiga, orang yang kurang percaya diri. Orang jenis ini

merasa diri tidak mampu sehingga kurang usaha untuk

mengoptimalkan diri dalam mengatasi masalah-masalah vang

dihadapinya. Ia selalu berusaha lari dari masalah atau berusaha

mencari pelarian. Akibatnya, masalah tidak pernah selesai.

Selama masalah tidak selesai, seseorang akan selalu dihinggapi

stres.

Keempat, orang yang temperamental. Orang jenis ini

emosinva cepat terpancing. Masalah kecil bisa berakibat besar

karena kecenderungannya yang mudah meledak-ledak.

Akibatnya, banyak orang yang tertekan dan akhirnya bereaksi.

Kondisi ini tentu saja membuat emosinya semakin tegang dan

meningkat.

C. Gelaja Psikologis, Gajala Fisiologis, dan Gejala Perilaku

Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999)

mengkaji ulang beberapa kasus stres dalam kaitannya dengan

pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada

individu, yaitu:

1. Gelaja Psikologis

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering

ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :

Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah ter-

singgung

Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)

Sensitif dan hyperreactivity

Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi

Komunikasi yang tidak efektif

Perasaan terkucil dan terasing

Kebosanan dan ketidakpuasan kerja

39

Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan

kehilangan konsentrasi

Kehilangan spontanitas dan kreativitas

Menurunnya rasa percaya diri

2. Gelaja Fisiologis

Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:

Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan

kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular

Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh:

adrenalin dan noradrenalin)

Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan

lambung)

Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan

Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami

sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue

syndrome)

Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi

yang ada

Gangguan pada kulit

Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah,

ketegangan otot

Gangguan tidur

Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi

kemungkinan terkena kanker.

3. Gelaja Perilaku

Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:

Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari

pekerjaan

Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas

40

Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-

obatan

Perilaku sabotase dalam pekerjaan

Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan)

sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas

Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan)

sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat

badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi

dengan tanda-tanda depresi

Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko

tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan

berjudi

Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas

Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan

keluarga dan teman

Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri

Selain itu ada beberapa pola reaksi yang perlu

diwaspadai, yang merupakan pintu masuknya stres yang

negatif (distress). Siapapun pasti pernah atau akan bertemu

dengan pola-pola reaksi ini, antara lain kejengkelan, marah dan

agresi, kegelisahan, depresi, suasana hati yang cepat berubah,

dan menarik diri. Beberapa istilah yang sering muncul dalam

keseharian adalah mengenai cara menangani atau mengelola

stres yang disebut dengan manajemen stres.

Manajemen stres adalah kemampuan untuk

mengendalikan diri ketika situasi, orang-orang, dan kejadian-

kejadian yang ada memberi tuntutan yang berlebihan. Dengan

demikian manajemen stres ini sangat berkaitan dengan apa

yang dapat anda lakukan untuk mengatur stres, serta strategi-

strategi apa saja yang akan diambil.

41

Morgan dan King, berpendapat bahwa “…as an internal

state which can be caused by physical demands on the body

(disease conditions, exercise, extremes of temperature, and the

like) or by environmental and social situations which are

evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding

our resources for coping” (Morgan dan King, 1986).

Gejala-gejala stres yang muncul pada diri seseorang

kadang-kadang susah dibedakan dengan dampak dari stres

yang dialami. Hal ini disebabkan karena gejala merupakan

indikasi dari seseorang yang terkena stres, sedangkan dampak

adalah juga menerangkan akibat seseorang terkena stres. Salah

satu teori tentang dampak stres adalah bahwa pada umumnya

stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun

perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat

berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi,

frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada

karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja

saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan.

Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan

berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan masih banyak

lagi dampak stres kerja. Sedangkan Arnold (1986)

menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi

akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu

terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis,

performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan

keputusan. Walaupun masih ada beberapa yang berpengaruh,

tetapi tokoh lain menambahkan konsekuensi tersebut. Halim

(1986) melakukan penelitian terhadap 76 sampel manager

dan mandor di perusahaan swasta Jakarta menunjukkan

bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua, yaitu efek

pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang,

denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual, dan

42

efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang,

cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi,

ingin meninggalkan situasi stres. Bagi perusahaan, konsekuensi

yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya

tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara

psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu

perasaan teralienasi, hingga turnover karyawan yang semakin

bertambah.

A. Dampak Stres Kerja Pada Karyawan

Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan

stres (flight) atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan

sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara

bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres. Namun pada

taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan

diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat

menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Pengaruh

stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi

perusahaan.Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana tubuh

memberikan respons terhadap sumber stress, Selye pun

memperkenalkan sebuah model stress. Adapun model stress

yang diperkenalkan Selye adalah General Adaptation Syndrome

atau disingkat dengan istilah GAS (Rice, 2011). Sesuai pada GAS

(Gambar 1.), ada tiga tahapan stres respons, yaitu (1) alarm

(tanda bahaya), (2) resistance (perlawanan), dan (3)

exhaustion (kelelahan). Tahapan pertama stres respons dalam

General Adaptation Syndrome adalah alarm. Alarm

merupakan suatu kondisi yang tidak diinginkan dan terjadi

ketika ada perbedaan antara kenyataan yang sedang terjadi

dan situasi yang diharapkan (Ursin & Eriksen, 2004). Sebagai

akibatnya, tubuh menerima rangsangan dan secara alami

mengaktifkan reaksi flight-or-fight karena adanya kondisi yang

43

berpotensi mengancam kestabilan kondisi tubuh (Lyon, 2012).

Pada tahap pertama ini akan timbul seperti sakit di dada,

jantung berdebar-debar, sakit kepala, disfagia (kesulitan

menelan), kram, dan lain sebagainya (Rice, 2011). Tahapan

kedua dari General Adaptation Syndrome adalah resistance

(perlawanan). Perlawanan terjadi saat alarm tidak berakhir

atau terus menerus berlangsung. Dampaknya, kekuatan fisik

pun dikerahkan untuk melanjutkan kerusakan-kerusakan

karena rangsangan-rangsangan yang membahayakan sedang

menyerang (Lyon, 2012). Peristiwa ini terjadi karena pada

tahap kedua terjadi konflik dengan tahap pertama (Rice, 2011).

Oleh karena itu, selama proses perlawanan di tahap resistance

ada kemungkinan akan timbulnya penyakit, seperti radang

sendi, kanker, dan hipertensi (Lyon, 2012). Ketika stres masih

berlangsung terusmenerus, maka selanjutnya stres berada

pada pada tahap terakhir. Berdasarkan General Adaptation

Syndrome, di tahap ketiga ini tubuh sudah merasakan

exhaustion (kelelahan) (Lyon, 2012). Kondisi ini dikarenakan

tubuh benar-benar tidak sanggup lagi mengadakan perlawanan

terhadap sumber stres. Atau dengan kata lain, tubuh sudah

menyerah karena kehabisan kemampuan untuk menghadapi

serangan yang mengancam.

B. Kaitan Stres Kerja Dengan Mind Programming

Stres kita ketahui Bersama bahwa muncul pada diri

seseorang karena ada sesuatu perubahan dalam diri seseorang

sebagai akibat karena adanya tuntutan psikologis maupun

beban psikologis. Stres tersebut seperti kita ketahui Bersama

bahwa munculnya kadang individu merasa tidak

menyadari..padahal kalua kita runut, perubahan pada diri

seseorang terhadap lingkungann biasanya disadari..hanya

44

bentuk atau gejala yang ada kadang tidak diketahui oleh

individu.

Sedangkan disisi lain, pikiran seseorang munculnya juga

karena adanya rangsangan yang dibawa oleh gelombang otak

kemudian bisa dibawa kealam bawah sadar. Hal ini tidak akan

pernah dapat muncul ke dalam sikap, persepsi, maupun

perilaku apabila tidak deprogram ulang oleh individu. Jika otak

seseorang, banyak yang mengibaratkan sebagai computer dan

disisi lain pikiran sebagai softwarenya (Sentanu, 2007).

Sesuai dengan teori Sigmund Freud, bahwa Sebagian

besar perilaku manusia dipengaruhi oleh pikiran bawah

sadarnya. Ada hal-hal yang merupakan kekuatan pikiran alam

bawah sadar seseorang akan mempengaruhi sebesar 88%

pada Tindakan kita, sedangkan kekuatan pikiran sadar hanya

berpengaruh sebesar 12%. Banyak yang dapat dijadikan

contoh, misalnya para pekerja atau karyawan berjuang dengan

semangat tinggi untuk sukses, namun kenyataannya ada saja

hambatan yang didapat olehnya. Hal ini terjadi karena

karyawan tersebut tidak menemukan dan tidak mengetahui

bagaimana menggunakan kekuatan pikiran bawah sadarnya.

Pikiran manusia pada dasarnya terdiri dari 4 level

kesadaran, yang setiap levelnya memiliki fungsi tersendiri yang

tidak terpisahkan. Dalam Quantum Mind Programming

disebutkan bahwa pikiran manusia merupakan pusat

kesadaran yang memproses pemikiran, ide, persepsi, perasaan,

dan menyimpan pengetahuan serta memori.

Otak manusia terdiri dari beberapa bagian, pikiran

manusia juga terdiri dari empat level atau tingkatan, antara

lain:

1. Pikiran tidak sadar (unconscious Mind)

Pikiran ini sudah ada sejak seseorang dalam

kandungan. Semua mahluk hidup memiliki pikiran

45

tidak sadar, yang fungsinya untuk mengatur proses

hidupnya…

Pikiran tidak sadar memiliki dua fungsi , al.

a. Untuk mempertahankan kehidupan

b. Untuk melestarikan keturunan.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa apabila kita

menjumpai seseorang yang takut mati, takut sakit,

takut miskin atau tidak dapat mengendalikan nafsu

seks nya, maka orang tersebut belum bisa menguasai

pikiran tidak sadarnya.

2. Pikiran bawah sadar (Subconscious Mind)

Beda dengan pikiran tidak sadar, pikiran bawah

sadar merupakan pikiran yang terbentuk karena

pengalaman hidup, karena pikiran bawah sadar

tersebut berisi hal-hal yang ditemukenali dalam

hidupnya kemudian dipergunakan sebagai referensi.

Bentuknya dapat berupa rekaman dari hasil yang

dirasakan, didengar dan dilihat sejak dalam

kandungan , ditambah sejak lahir sampai saat ini..

Pikiran bawah sadar tersebut akan menghasilkan

kepribadian, identitas diri, keyakinan , kebiasaan,

sifat, dan tingkah laku. Sehingga karena terdiri dari

semua hal yang dirasakan sejak kecil, maka

bentuknya berupa memori yang dikumpulkan dari

kecil yang kadang sekarang terlupakan secara sadar.

Pikiran tersebut bisa diingat lagi apabila seseorang

membuka pikiran bawah sadarnya.

Hal ini dapat ditemukenali pada orang-orang dengan

mental blok tertentu (RT), dan diyakini bahwa dia

tidak mampu berfikir atau melakukan sesuatu atau

merubah kebiasaan buruknya atau fanatic terhadap

46

apa yang diyakininya, artinya seseorang telah

terbelenggu oleh pikiran bawah sadarnya sendiri.

3. Pikiran sadar (Conscious Mind)

Pikiran sadar yang dimaksud dalam hal ini adalah

pikiran yang merupakan pusat logika, kehendak,

kemampuan Analisa, perencanaan dan kemampuan

menciptakan alasan. Bisa dikatakan bahwa hal inilah

yang membedakan antara hewan dengan manusia.

Saat pikiran sadar seseorang selaras dengan pikiran

bawah sadar, maka akan baik-baik saja dan tidak

terjadi masalah. Namun sebaliknya apabila terjadi

konflik antara pikiran sadar dengan pikiran bawah

sadar maka akan muncul berbagai persoalan baik

terkait fisik maupun psikis.

4. Pikiran Supersadar (Superconscious Mind)

Pikiran yang dimaksud dengan super sadar ini

merupakan pusat dr kebijakan seseorang dan

spiritualitas seseorang. Dalam pikiran ini hanya ada

kedamaian, cinta, kebahagiaan, dan kebijaksanaan

dalam memandang sesuatu. Ini merupakan pikiran

seorang agamawan atau spiritualis. Sehingga orang

tersebut lebih banyak berserah diri, ikhlas,

bersemedi, beribadah, bertapa Yoga, zikir dll.

Pada kenyataannya, sengaja atau tidak pikiran manusia

telah deprogram oleh dirinya sendiri dan orang-orang

disekitarnya. Pengaruh yang paling dekat adalah lingkungan

keluarga, teman dekat, televisi, internet buku, maupun media

masa yang lainnya. Informasi yang masuk dalam pikiran dan

47

semua pengalaman hidup yang pernah anda lalui, terprogram

dalam pikiran seseorang, sehingga menjadi seperti sekarang.

Tidak menjadi masalah apabila sesuatu yang diterima

merupakan hal baik. Bagaimana apabila yang diterima

merupakan hal yang kurang baik. Atau bahkan terjadi selftalk

seseorang dalam hati? Karena selftalk pun dapat berupa hal

positif maupun negatif. Contoh selftalk positif adalah Ketika

seseorang bicara pada dirinya sendiri bahwa “saya adalah

orang yang rendah hati dan dermawan”, ataupun ” saya adalah

orang yang suka memberi solusi pada orang lain”.

Sedangkan selftalk yang negative contohnya”saya adalah orang

yang tidak mampu”, atau “saya adalah orang yang gagal”. Hal

inilah yang justru membuat mental block pada dirinya, karena

jelas-jelas mengakibatkan kegagalan hidup. Akan semakin

menjadi-jadi apabila hal tersebut diyakini sejak kecil, maka

semakin bertambah usia seseorang apabila tidak ada

penyadaran akan semakin kuat dengan bertambahnya usia.

C. Kaitan Stres dengan teori Freud

Sigmund Freud sebagai bapak Psikoanalisa, mengatakan

bahwa peran penting dari ketidaksadaran termasuk insting-

insting seks dan agresi yang ada di dalam pengaturan tingkah

laku. Freud mendeskripsikan kepribadian menjadi 3, antara

lain:

I. Struktur Kepribadian

Sadar, pra sadar, dan tidak sadar, selain itu ada struktur

lain yang dikenalkan kemudian adalah Id, Ego, dan Super-ego,

dimana struktur penemuan baru ini lebih melengkapi temuan

sebelumnya, khususnya dalam hal mental dalam fungsi dan

tujuan.

48

Tingkatan mental menurut teori Freud adalah :

a. Sadar (Conscious)

Tingkat kesadaran individu berisi segala sesuatu pada

saat tertentu. Menurut Freud kesadaran tersebut hanya

sebagian kecil dari kehidupan mental (fikiran, persepsi,

perasaan, dan ingatan) yang masuk ke kesadaran

(consciousness).

b. Prasadar (Preconscious)

Tingkatan disebut dengan ingatan siap (available

memory), yaitu tingkat kesadaran yang menjadi

jembatan antara sadar dan tak sadar. Pengalaman yang

ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi

kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke

daerah prasadar.

c. Taksadar (Unconscious)

Taksadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur

kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian

terpenting dari jiwa manusia. Secara khusus Freud

membuktikan bahwa ketidaksadaran bukanlah

abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan empirik.

Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls, dan drives

yang dibawa dari lahir, dan pengalam-pengalaman

traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan

oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.

Berbeda dengan teorinya tentang wilayah pikiran, Freud

menjelaskan ada 3 wilayah pikiran manusia, antara lain :

(1) Id (Das Es)

Merupakan sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak

lahir. Id kemudian muncul Ego dan Superego. Saat

49

dilahirkan, Id berisi semua aspek psikologi yang

diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada

dan beroperasi dalam daerah tak sadar, mewakili

subjektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id

berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan

energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan

sistem dari struktur kepribadian lainnya. Id beroperasi

berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu

berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa

sakit. Plesure principle diproses dengan dua cara:

a. Tindak Refleks (Refleks Actions)

Merupakan reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir

contohnya mengejapkan mata dipakai untuk

menangani pemuasan rangsang sederhana dan

biasanya segera dapat dilakukan.

b. Proses Primer (Primery Process)

Merupakan reaksi membayangkan/mengkhayal

sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan

tegangan – dipakai untuk menangani stimulus

kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan

makanan atau puting ibunya. Id hanya mampu

membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan

khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar

memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau

membedakan benar-benar salah, tidak tahu moral.

Alasan inilah yang kemudian membuat Id

memunculkan Ego.

(2) Ego (Das Ich)

Ego berkembang dari Id. Ego tersebut berfungsi agar orang

mampu menangani realita sehingga Ego beroperasi

mengikuti prinsip realita (reality principle). Ego berusaha

50

memperoleh kepuasan yang dituntut Id dengan mencegah

terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan

sampai ditemukan objek yang dapat memuaskan

kebutuhan.

Ego merupakan eksekutif atau pelaksana dari

kepribadian, yang memiliki dua tugas utama ;

o Ego akan memilih stimuli mana yang hendak

direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan

sesuai dengan prioritas kebutuhan.

o Ego menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan

itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang

yang resikonya minimal. Ego sesungguhnya bekerja

untuk memuaskan Id, karena itu Ego yang tidak

memiliki energi sendiri akan memperoleh energi

dari Id.

(3) Superego (Das Ueber Ich)

Superego adalah kekuatan moral dan etik dari

kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik

(edialistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan

id, dan prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari

ego, dan seperti ego, ia tak punya sumber energinya

sendiri. Akan tetapi, superego berbeda dari ego dalam satu

hal penting – superego tak punya kontak dengan dunia luar

sehingga tuntutan superego akan kesempurnaan pun

menjadi tidak realistis.

Prinsip idealistik dari Superego adalah bahwa ia

mempunyai dua sub prinsip yakni suara hati (conscience)

dan ego ideal. Freud tidak membedakan prinsip ini secara

jelas tetapi secara umum, suara hati lahir dari pengalaman-

pengalaman, mendapatkan hukuman atas perilaku yang

tidak pantas dan mengajari individu tentang hal-hal yang

51

sebaiknya tidak dilakukan.Di sisi lain ego ideal berkembang

dari pengalaman mendapatkan imbalan atas perilaku yang

tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal yang sebaiknya

dilakukan.

Superego bersifat nonrasional dalam menuntut

kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego,

baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran.

Dengan demikian, Ada tiga fungsi dari Superego ;

(1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik

dengan tujuan moralistik,

(2) merintangi impuls id terutama impuls seksual dan

agresif yang bertentangan dengan standar nilai

masyarakat,

(3) mengejar kesempurnaan.

II. Dinamika Kepribadian

Freud menjelaskan tentang adanya tenaga

pendorong (cathexis) dan tenaga penekanan (anti–cathexis).

Kateksis adalah pemakaian energi psikis yang dilakukan

oleh Id untuk suatu objek tertentu dalam rangka

memuaskan suatu naluri. Sedangkan anti- cathexis

penggunaan energi psikis (yang berasal dari Id) untuk

menekan atau mencegah agar id tidak memunculkan naluri–

naluri yang tidak bijaksana dan destruktif. Id hanya memiliki

cathexis, sedangkan ego dan superego memiliki anti- cathexis,

namun ego dan superego juga bisa membentuk cathexis -

objek yang baru sebagai pengalihan pemuasan kebutuhan

secara tidak langsung, masih berkaitan dengan asosiasi–

asosiasi objek pemuasan kebutuhan yang diinginkan oleh id.

Kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu

pada struktur atau komposisi kepribadian. Sehingga, Freud

mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip motivasional

52

untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang mendorong

tindakan manusia. Bagi Freud, manusia termotivasi untuk

mencari kesenangan serta menurunkan ketegangan dan

kecemasan. Motivasi ini diperoleh dari energi psikis dan fisik

dari dorongan-dorongan dasar yang mereka miliki.

Insting Sebagai Energi Psikis.

Insting adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan

tubuh yang menuntut pemuasan misalnya insting lapar

berasal dari kebutuhan tubuh secara fisiologis sebagai

kekurangan nutrisi, dan secara psikologis dalam bentuk

keinginan makan. Hasrat, atau motivasi, atau dorongan dari

insting secara kuantitatif adalah energi psikis dan kumpulan

enerji dari seluruh insting yang dimiliki seseorang

merupakan enerji yang tersedia untuk menggerakkan proses

kepribadian.

Energi insting dapat dijelaskan dari sumber

(source), tujuan (aim), obyek (object) dan daya dorong

(impetus) yang dimilikinya :

a) Sumber insting : adalah kondisi jasmaniah atau

kebutuhan. Tubuh menuntut keadaan yang seimbang terus

menerus, dan kekurangan nutrisi misalnya akan

mengganggu keseimbangan sehingga memunculkan insting

lapar.

b). Tujuan insting : adalah menghilangakan rangsangan

kejasmanian, sehingga ketidakenakan yang timbul karena

adanya tegangan yang disebabkan oleh meningkatnya energi

dapat ditiadakan. Misalnya, tujuan insting lapar (makan)

ialah menghilangkan keadaan kekurangan makan, dengan

cara makan.

c). Obyek insting : adalah segala aktivitas yang menjadi

perantara keinginan dan terpenuhinya keinginan itu. Jadi

53

tidak hanya terbatas pada bendanya saja, tetapi termasuk

pula cara-cara memenuhi kebutuhan yang timbul karena

isnting itu. Misalnya, obyek insting lapar bukan hanya

makanan, tetapi meliputi kegiatan mencari uang, membeli

makanan dan menyajikan makanan itu.

d) Pendorong atau penggerak insting : adalah

kekuatan insting itu, yang tergantung kepada intensitas

(besar-kecilnya) kebutuhan. Misalnya, makin lapar orang

(sampai batas tertentu) penggerak insting makannya makin

besar.

Secara teori, insting juga terkait Jenis-Jenis Insting, antara

lain :

(1). Insting Hidup (Life Instinct)

Insting hidup disebut juga Eros adalah dorongan yang

menjamin survival dan reproduksi, seperti lapar,haus dan

seks. Bentuk enerji yang dipakai oleh insting hidup itu

disebut “libido”. Walaupun Freud mengakui adanya berbagai

macam bentuk insting hidup, namun dalam kenyataannya

yang paling diutamakan adalah insting seksual (terutama

pada masa-masa awal mula teori ini digulirkan, sampai kira-

kira tahun 1920). Secara khusus, insting seksual bukanlah

hanya untuk satu insting saja, melainkan sekumpulan

insting-insting. Hal ini disebabkan ada bermacam-macam

kebutuhan jasmaniah yang menimbulkan keinginan-

keinginan erotis.

(2) Insting Mati (Death Instinct)

Insting mati disebut juga insting-insting merusak

(destruktif). Insting ini fungsinya kurang jelas jika

dibandingkan dengan insting hidup, karenanya tidak begitu

dikenal. Akan tetapi pada kenyatannya tidak dipungkiri,

54

bahwa tiap orang pada akhirnya akan mati juga. Inilah yang

menyebabkan Freud merumuskan bahwa “Tujuan semua

hidup adalah mati” (1920). Suatu derivatif insting mati yang

terpenting adalah dorongan agresif. Sifat agresif adalah

pengrusakan diri yang diubah dengan obyek subtitusi.

Insting hidup dan insting mati dapat saling bercampur,

saling menetralkan.

“Makan misalnya merupakan campuran dorongan

makan dan dorongan destruktif, yang dapat dipuaskan

dengan menggigit, menguyah dan menelan makanan.”

(3). Kecemasan

Kecemasan (anxiety) adalah variabel penting dari

hampir semua teori kepribadian. Kecemasan sebagai

dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang

tak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika

kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego

untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan

datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi

adaptif yang sesuai. Biasanya reaksi individu terhadap

ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum

dihadapinya ialah menjadi cemas atau takut. Kecemasan

berfungsi sebagai mekanisme yang mengamankan ego

karena memberi sinyal ada bahaya di depan mata.

Kecemasan akan timbul saat individu tidak siap

menghadapi ancaman. Hanya Ego yang bisa memproduksi

atau merasakan kecemasan. Akan tetapi, baik Id, Superego

tidak akan terkait dengan kecemasan , termasuk hal yang

menyangkut dunia luar yang terkait salah satu dari tiga

jenis kecemasan (realistis, neurotis dan moral). Dalam hal

ini ketergantungan Ego pada Id menyebabkan munculnya

kecemasan neurosis, sedangkan ketergantungan ego pada

55

superego memunculkan kecemasan moral, dan

ketergantungannya pada dunia luar mengakibatkan

kecemasan realistis, dijelaskan sebagai berikut :

a. Kecemasan Realistis (Realistic Anxiety)

Adalah takut kepada bahaya yang nyata ada di dunia

luar. Kecemasan ini menjadi asal muasal timbulnya

kecemasan neurotis dan kecemasan moral.

b. Kecemasan Neurotis (Neurotic Anxiety)

Adalah ketakutan terhadap hukuman yang bakal

diterima dari orang tua atau figur penguasa lainnya

kalau seseorang memuaskan insting dengan caranya

sendiri, yang diyakininya bakal menuai hukuman.

Hukuman belum tentu diterimanya, karena orang

tua belum tentu mengetahui pelanggaran yang

dilakukannya, dan misalnya orang tua mengetahui

juga belum tentu menjatuhkan hukuman. Jadi,

hukuman dan figur pemberi hukuman dalam

kecemasan neurotis bersifat khayalan.

c. Kecemasan Moral (Moral Anxiety).

Adalah kecemasan kata hati, kecemasan ini timbul

ketika orang melanggar standar nilai orang tua.

Kecemasan moral dan kecemasan neurotis tampak

mirip, tetapi memiliki perbedaan prinsip yakni :

tingkat kontrol Ego pada kecemasan moral orang

tetap rasional dalam memikirkan masalahnya

sedang pada kecemasan neurotis orang dalam

keadaan distres – terkadang panik sehingga mereka

tidak dapat berfikir jelas.

56

Mekanisme Pertahanan Ego

Freud mengartikan mekanisme pertahanan Ego (Ego

Defense Mechanism) sebagai strategi yang digunakan

individu dalam rangka mencegah munculnya dorongan-

dorongan Id maupun untuk menghadapi tekanan Superego

atas Ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau

diredakan.

Menurut Freud mekanisme pertahanan Ego itu adalah

mekanisme yang rumit dan banyak macamnya. Mekanisme

yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari ada tujuh

macam, yaitu :

a. Identifikasi (Identification)

Merupakan suatu cara untuk mereduksi tegangan dengan

meniru (mengimitasi) atau mengidentifikasikan diri

dengan orang yang dianggap lebih berhasil memuaskan

hasratnya dibanding dirinya. Diri orang lain diidentifikasi

tetapi cukup hal-hal yang dianggap dapat membantu

mencapai tujuan diri. Terkadang sukar menentukan sifat

mana yang membuat tokoh itu sukses sehingga orang

harus mencoba mengidentifikasi beberapa sifat sebelum

menemukan sesuatu yang membantu meredakan

tegangan. Apabila yang ditiru sesuatu yang positif, itulah

yang disebut Introyeksi.

Mekanisme pertahanan identifikasi umumnya dipakai

untuk tiga macam tujuan, yaitu :

1) Dipakai sebagai cara individu untuk dapat

memperoleh kembali sesuatu (obyek) yang telah

hilang.

2) Untuk mengatasi rasa takut.

57

3) Dalam rangkakepentingan individu memperoleh

informasi baru dengan mencocokkan khayalan

mental dengan kenyataan.

b. Pemindahan/Reaksi Kompromi

(Displacement/Reactions Compromise)

Ketika obyek kateksis asli yang dipilih oleh insting

seseorang tidak dapat dicapai karena ada rintangan

dari luar (lingkungan sosial, dan yang sifatnya alami)

atau dari dalam (antikateksis), maka insting tersebut

akan direpres kembali ke ketidaksadaran atau Ego dan

menawarkan menawarkan kateksis baru, yang berarti

pemindahan enerji dari obyek satu ke obyek yang lain,

sampai ditemukannya obyek yang dapat mereduksi

tegangan. Proses mengganti obyek kateksis untuk

meredakan ketegangan, adalah kompromi antara

tuntutan insting Id dengan realitas Ego, sehingga

disebut juga reaksi kompromi.

Ada tiga macam reaksi kompromi, yaitu :

1). Sublimasi

adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya

yang lebih tinggi, diterima masyarakat sebagai kultural

kreatif.

2). Substitusi

adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan

yang diperoleh masih mirip dengan kepuasan aslinya.

3). Kompensasi

adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus

dipuaskan. Gagal memuaskan insting yang satu diganti

dengan memberi kepuasan insting yang lain.

58

4). Represi (Repression)

Represi adalah proses Ego memakai kekuatan

anticathexes untuk menekan segala sesuatu (ide, insting,

ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan

keluar dari kesadaran.

5). Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression)

Fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada

tahap perkembangan tertentu karena perkembangan

lanjutannya sangat sukar sehingga menimbulkan

frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Orang

memilih untuk berhenti (fiksasi) pada tahap

perkembangan tertentu dan menolak untuk bergerak

maju, karena merasa puas dan aman ditahap itu.

Frustasi, kecemasan dan pengalaman traumatik yang

sangat kuat pada tahap perkembangan tertentu, dapat

berakibat orang regresi : mundur ke tahap

perkembangan yang terdahulu, dimana dia merasa puas

disana.

Perkembangan kepribadian yang normal berarti terus

bergerak maju atau progresif. Munculnya dorongan yang

menimbulkan kecemasan akan direspon dengan regresi.

Orang yang puas berada ditahap perkembangan

tertentu, tidak mau progres disebut fiksasi. Progresi

yang gagal membuat orang menarik diri atau regresi.

6). Proyeksi (Projection)

Proyeksi adalah mekanisme mengubah kecemasan

neurotis atau moral yang menjadi kecemasan realistis,

dengan cara melemparkan impuls-impuls internal yang

mengancam dipindahkan ke obyek di luar, sehingga

seolah-olah ancaman itu terproyeksi dari obyek

eksternal kepada diri orang itu sendiri.

59

7). Introyeksi (Introjection)

Introyeksi adalah mekanisme pertahanan dimana

seseorang meleburkan sifat-sifat positif orang lain ke

dalam egonya sendiri. Misalnya, seorang anak yang

meniru gaya tingkah laku bintang film menjadi

introyeksi, kalau peniruan itu dapat meningkatkan

harga diri dan menekan perasaan rendah diri, sehingga

anak itu merasa lebih bangga dengan dirinya sendiri.

Pada usia berapapun, manusia bisa mengurangi

kecemasan yang terkait dengan perasaan kekurangan

dengan cara mengadopsi atau melakukan introyeksi atas

nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang lain.

8). Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)

Merupakan tindakan defensif dengan cara mengganti

impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan

dengan impuls atau perasaan lawan/kebalikannya

dalam kesadaran, misalnya benci diganti cinta, rasa

bermusuhan diganti dengan ekspresi persahabatan.

Timbul masalah bagaimana membedakan ungkapan asli

suatu impuls dengan ungkapan pengganti reaksi formasi

: bagaimana cinta sejati dibedakan dengan cinta-reaksi

formasi. Biasanya reaksi formasi ditandai oleh sifat

serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif

III. Perkembangan Kepribadian

Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi

tiga tahapan, yakni tahap infantil (0-5 tahun), tahap laten (5-12

tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap infantil yang

paling menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi

menjadi tiga fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis.

Perkembangan kepribadian ditentukan terutama oleh

perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga tahap

60

seksual infantil. Perkembangan insting seks berarti perubahan

kateksis seks, dan perkembangan biologis menyiapkan bagian

tubuh untuk dipilih menjadi pusat kepuasan seksual (erogenus

zone):

a. Fase Oral (Usia 0 – 1 tahun)

Fase oral adalah fase perkembangan yang berlangsung pada

tahun pertama dari kehidupan individu. Pada fase ini,

daerah erogen yang paling penting dan peka adalah mulut,

yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan

makanan atau air. Stimulasi atau perangsangan atas mulut

seperti mengisap, bagi bayi merupakan tingkah laku yang

menimbulkan kesenangan atau kepuasan.

b. Fase Anal (Usia 1 – 2/3 tahun)

Fase ini dimulai dari tahun kedua sampai tahun ketiga dari

kehidupan. Pada fase ini, fokus dari energi libidal dialihkan

dari mulut ke daerah dubur serta kesenangan atau

kepuasan diperoleh dari kaitannya dengan tindakan

mempermainkan atau menahan faeces (kotoran) pada fase

ini pulalah anak mulai diperkenalkan kepada aturan-aturan

kebersihan oleh orang tuanya melalui toilet training, yakni

latihan mengenai bagaimana dan dimana seharusnya

seorang anak membuang kotorannya.

c. Fase Falis (Usia 2/3 – 5/6 tahun)

Fase falis (phallic) ini berlangsung pada tahun keempat atau

kelima, yakni suatu fase ketika energi libido sasarannya

dialihkan dari daerah dubur ke daerah alat kelamin. Pada

fase ini anak mulai tertarik kepada alat kelaminnya sendiri,

dan mempermainkannya dengan maksud memperoleh

kepuasan. Pada fase ini masturbasi menimbulkan

kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi

peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang

mengawali berbagai pergantian kateksis obyek yang

61

penting. Perkembangan terpenting pada masa ini adalah

timbulnya Oedipus complex, yang diikuti fenomena

castration anxiety (pada laki-laki) dan penis envy (pada

perempuan). Oedipus complex adalah kateksis obyek

seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta

permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin

memiliki ibunya (ingin memiliki perhatian lebih dari

ibunya) dan menyingkirkan ayahnya, sebaliknya anak

perempuan ingin memiliki ayahnya dan menyingkirkan

ibunya.

d. Fase Laten (Usia 5/6 – 12/13 tahun)

Fase ini pada usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak

mengalami periode peredaan impuls seksual. Menurut

Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari tidak

adanya daerah erogen baru yang dimunculkan oleh

perkembangan biologis. Jadi, fase laten lebih sebagai

fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan

psikoseksual. Pada fase ini anak mengembangkan

kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido

dengan kepuasan non seksual, khususnya bidang

intelektual, atletik, keterampilan, dan hubungan teman

sebaya. Dan pada fase ini anak menjadi lebih mudah

mempelajari sesuatu dan lebih mudah dididik dibandingkan

dengan masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas).

e. Fase Genital

Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi

dalam diri remaja. Sistem endokrin memproduksi hormon-

hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual

sekunder (suara, rambut, buah dada, dll), dan pertumbuhan

tanda seksual primer. Pada fase ini kateksis genital

mempunyai sifat narkistik : individu mempunyai kepuasan

dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan

62

orang lain diingkan hanya karena memberikan bentuk-

bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah. Pada fase ini,

impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek diluar, seperti :

berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir,

cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga.

63

CARA PENANGANAN STRES

A. Bahaya Jika Stres Berubah Menjadi Tekanan

Seperti yang telah dikemukakan, kadang-kadang stres

bisa menjadi pendorong dan motivator yang positif, tapi stres

juga bisa merusak. Stres menjadi tekanan jika berkelanjutan,

tubuh manusia bereaksi terhadap stres dalam tiga tingkatan

yaitu siaga, pertahanan, dan kelelahan.

Pada tahap siaga tubuh akan merasakan kehadiran stres

dan biasanya tubuh akan mempersiapkan diri melawan atau

menghindar, persiapan ini akan merangsang hormon dari

kelenjar endokrin yang akan menyebabkan detak jantung dan

pernafasan meninggi, kadar gula dalam darah, berkeringat,

mata membelalak, dan melambatnya pencernaan.

Pada tahap perlawanan tubuh akan memperbaiki

kerusakan yang disebabkan oleh stres. Jika penyebab stres

tidak hilang, maka tubuh tidak bisa memperbaiki kerusakan

dan harus terus siaga. Maka pada tahap yang ketiga yaitu

kelelahan, jika berlanjut cukup lama maka akan terserang

"penyakit stres", seperti migren kepala, denyut jantung yang

tidak teratur, atau bahkan sakit mental seperti depresi. Kalau

stres ini berlanjut selama proses kelelahan maka tubuh akan

kehabisan tenaga dan bahkan fungsinya jadi terhenti. Dengan

64

demikian, cara yang paling baik untuk menghadapi stres adalah

dengan jalan menghindar atau menyembuhkan secepat

mungkin.

B. Mengatasi Stres Secara Individual

Seseorang atau individu memiliki kemampuan sendiri-

sendiri dalam menangani stres. Hal ini tidak dapat dipungkiri

bahwa faktor lingkungan juga memiliki pengaruh sekaligus

kekuatan untukseseorang berperilaku dalam kaitannya dengan

stres. Individu yang kuat akan membuat seseorang memandang

stres bukan menjadi hambatan, akan tetapi lebih pada suatu

tantangan, yang selanjutnya menjadi suatu motivasi untuk

dapat melewati dengan baik. Secara umum, seseorang dalam

mengatasi stres adalah sebagai berikut :

1. Belajar melihat masalah secara proporsional

Bila dihadapkan pada suatu pilihan misal antara sekolah

atau pekerjaan dengan pelatihan yang harus dijalani, maka

harus berani mengambil keputusan yang tentunya harus

didiskusikan atau berkonsultasi terlebih dahulu dengan

pelatih, guru atau atasan bila sudah bekerja secara terbuka,

untuk mendapatkan pemecahan yang lebih baik, tentunya

keputusan ada pada diri seseorang dengan cara melihat

sudut pandang yang lebih luas.

2. Berani menghadapi resiko

Takut pada resiko merupakan hal yang paling menimbulkan

stres dan merupakan penghalang keberhasilan. Pada seni

beladiri prestasi kita mengetahui resiko bila kita akan

bertanding yaitu resiko kalah dalam pertandingan dan

resiko akan cedera. Sebagai gambaran di dunia ini tidak ada

jaminan mutlak, tidak ada perencanaan yang anti gagal,

kehidupan memang demikian. Kalau kita sudah mengetahui

resiko merupakan bagian kehidupan, maka kita perlu

65

belajar menghadapi resiko dengan rasa optimis, kalau

pikiran kita selalu dipenuhi kemungkinan-kemungkinan

buruk, maka justru itulah yang benar-benar terjadi pada

anda. Sebaliknya kalau pikiran-pikiran kita dipenuhi

kemungkinan-kemungkinan yang baik, maka yang terjadi

pada kita juga adalah hal-hal yang baik.

3. Berlatih sesuai dengan bidang kemampuan anda

Jika seseorang tidak yakin dimana bidang kemampuan

anda, inilah resep yang dapat membantu anda untuk segera

mengetahuinya, jika anda membuat suatu kesalahan dan hal

itu malah menjadi tantangan bagi anda bukannya membuat

anda stres, bisa jadi anda telah bekerja sesuai dengan

bidang kemampuan anda.

Dengan demikian perlu kita cermati bersama mengenai

kebenarannya adalah bahwa, apabila ingin meraih sesuatu bisa

dengan bekerja keras, tetapi sebaiknya untuk itu anda tidak

merugikan keluarga, kesehatan, dan teman-teman kita.

C. Peran Kecerdasan Emosional dan Spiritual

Tentu saja stres yang negatif tidak akan mengidap

orang-orang yang punya kecerdasan emosional dan spiritual

yang baik. Sebab, orang yang cerdas secara emosional punya

kemampuan untuk mengendalikan diri, semangat dan

ketekunan. Ia juga mampu memotivasi diri sendiri dan bisa

bertahan menghadapi frustasi. Sanggup mengendalikan

dorongan hati dan emosi. Ia tidak melebih-lebihkan

kesenangan, mampu mengatur suasana hati (mood), dan

menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan

berpikir serta membaca perasaan terdalam orag lain (empati),

bahkan mampu memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya.

Dengan begitu, ia punya kemampuan untuk menyelesaikan

66

konflik. Dan yang paling penting lagi, mampu untuk berharap

dan berdoa.

Sedangkan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan

untuk menghadapi persoalan makna atau value. Kecerdasan

untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks

makna yang lebih tinggi, luas, dan kaya (nilai-nilai spiritual

yang bersumberkan pada Ilahiah). Kecerdasan untuk menilai

bahwa suatu tindakan atau suatu jalan hidup lebih bermakna

dibandingkan dengan yang lain.

Berikut ini beberapa tips mengelola stres berdasarkan

kedua kecerdasan tersebut, sebagai berikut :

1. Menikmati hidup dan tidak membesar-besarkan masalah

secara berlebihan (proporsional).

2. Memiliki pengendalian diri (tidak membiasakan diri

melepas emosi secara liar dengan berusaha

mengontrolnya). Terapkan konsep sabar. Sesungguhnya

sabar akan menyelamatkan dari perilaku dan akibat yang

tidak diinginkan.

3. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri (tidak menyia-

nyiakan waktu dan energi yang dimiliki, dengan berusaha

memanfaat-kan waktu sebaik-baiknya dan bertujuan,

terutama untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan

aspirasi).

4. Tidak menjadi orang yang terlalu dominan maupun

penurut, tetapi jadilah orang yang asertif (yaitu memiliki

kepercayaan diri dan harga diri, bertindak secara rasional

dan dewasa, menyatakan secara langsung apa yang

diinginkan, memiliki pendekatan yang khas terhadap hidup,

jujur, positif, terbuka, serta menghargai dan memahami

orang lain seperti yang dilakukan terhadap diri sendiri).

5. Berusaha melakukan sesuatu secara tulus dan ikhlas.

Ketulusan akan menghindari seseorang dari kekecewaan.

67

6. Terlibat dalam aktifitas yang dapat menenangkan pikiran,

seperti rutinitas spiritual (tilawah Qur’an, shalat, tahajud,

atau Kitab Suci sesuai agama yang dianut), dan terlibat

dalam kegiatan sosial, mengembangkan hobi, dan rekreasi.

7. Mencintai dan menerima diri apa adanya (dengan segala

kelebihan dan kekurangannya). Menerapkan konsep syukur

nikmat.

8. Jangan pernah berhenti untuk terus belajar dan

mengembangkan diri. Ini akan menimbulkan semangat,

karena ada yang ingin dicapai.

9. Berpikir positif dan menghindari berpikir negatif. Jauhi

prasangka buruk, tentu saja tanpa menghilangkan

kewaspadaan dan usaha klarifikasi.

10. Sadar bahwa sudah menjadi perilaku dalam hidup bahwa

ada nyaman dan ketidaknyamanan. Karena itu hindari

kecenderungan lupa diri (lalai) baik saat senang maupun

saat sedih.

11. Berolah raga secara rutin.

12. Istirahat dan tidur yang cukup (6-7 jam sehari).

13. Makan makanan yang seimbang dan teratur, yang tentu saja

halal.

14. Jika mendapat masalah yang membebani pikiran, sebaiknya

segera berdiskusi dengan teman/rekan yang dapat

dipercaya.

15. Perkaya pergaulan, dekati orang-orang yang bermental kuat

dan stabil (orang-orang shalih), orang-orang ini akan

menularkan kebaikan di saat kita stres.

16. Berusaha membuat hidup menjadi produktif, tanpa

membunuh diri sendiri (jangan terlalu banyak kegiatan

sehingga over loaded).

17. Luangkan waktu untuk rileks.

68

18. Mencoba menerapkan teknik relaksasi. Teknik ini berguna

untuk merelaksasikan fikiran dan tubuh. (penggunaan

beberapa metode relaksasi dapat dipergunakan sambil

misalnya duduk relaks atau berbaring sambil menghirup

nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan-lahan

selama kira-kira 10 menit)

19. Selalu berharap dan berdoa kepada Allah. Doa adalah

ekspresi ketawakalan manusia kepada Sang Maha Pencipta,

juga berfungsi sebagai penangkal frustasi. Keyakinan akan

diberikan jalan keluar oleh Allah, akan mempertahankan

keoptimisan, karena kita memiliki harapan.

20. Banyak berdzikir, sebelum, saat, dan sesudah bekerja.

Karena dengan dzikir maka hati manusia menjadi tenang.

Seperti dikemukakan di pendahuluan, bahwa stres

sebenarnya lebih pada adanya perasaan tertekan yang

dirasakan oleh seseorang. Dengan adanya perasaan tertekan

inilah yang membuat seseorang menjadi mudah tersinggung,

mudah marah, konsentrasi terhadap pekerjaan menjadi

terganggu. Lingkungan bisa menjadi sumber stres bagi orang,

karena tuntutan menghadapi keinginan atau target tertentu

dan konflik-konflik yang lainnya bisa menimbulkan stres.

Meningkatnya tuntutan dan kebutuhan hidup akan sesuatu

yang lebih baik, menyebabkan individu berlomba untuk

memenuhi kebutuhan yang diinginkannya. Tapi pada

kenyataannya sesuatu yang diinginkan tersebut kadangkala

tidak dapat tercapai sehingga dapat menyebabkan individu

tersebut bingung, melamun hingga stres.

Stres yang dialami oleh setiap individu berbeda-beda

tergantung pada masalah yang dihadapi dan kemampuan

menyelesaikan masalah tersebut atau biasa disebut dengan

koping yang digunakan. Jika masalah tersebut dapat

69

diselesaikan dengan baik maka individu tersebut akan senang,

sedangkan jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan

dengan baik dapat menyebabkan individu tersebut marah-

marah, frustasi hingga depresi.

Salah satu cara untuk mengatasi stres adalah

melakukan diet. Hal ini disebabkan karena secara biologis

kimiawi, makanan-makanan yang merangsang timbulnya stres,

seperti ikan asin, makanan berlemak ataupun makanan-

makanan yang mengandung kolesterol akan meningkatkan

tensi yang berdampak kepada rentannya seseorang mengalami

stres. Keyakinan akan kebutuhan makanan sehat perlu

dipelihara, sehingga apabila anda merasakan tubuh sehat

terbentuk melalui makanan, dan itu akan memberikan

dukungan pada kesehatan jiwa dan fisik. Semakin banyak junk

food yang dimakan, akan semakin membuat tubuh selain lebih

bertambah berat badannya, atau membawa pengaruh buruk

pada kesehatan manusia. Terlalu banyak makan junk food

hanya akan membuat seseorang merasa buruk dan bisa

menyebabkan depresi bagi beberapa orang.

Selain melalui diet, untuk beberapa orang yang

mengalami stres juga perlu diadakan pengobatan. Ada

perbedaan resep obat yang diberikan dokter pada tiap orang.

Ada juga jenis vitamin yang dapat digunakan untuk membantu

seseorang mengatasi stres dengan baik. Jenis vitamin tertentu

akan membantu mendorong pikiran dan membantu orang

untuk memperbaiki pandangannya agar lebih baik.

70

RENUNGAN DAN SOLUSI TERHADAP STRES

Secara histori, seseorang sebaiknya dapat mengelola

stres yang timbul dengan mengubah keseimbangan yang tipis

yang ada di antara batasan coping dengan keseluruhan

perlawanan perilaku coping.

Bentuk lain adalah dari hasil penelitian yaitu

memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap stressor dan

menggambarkan stres sebagai suatu respon, yang dapat dilihat

pada gambar berikut :

Sumber : Sutherland dan Cooper (1990)

Gambar 1. Stres Sebagai Suatu Respon

Stressor

agents

Stress

respons

psychological

physiological

behavioral

environment person

stimulus respon

71

Beberapa aspek kehidupan manusia dapat mengurangi

potensi untuk berkembangnya stressor dan membantu

individu dalam mengatasi stres. Prevensi merupakan

penjagaan yang pertama terhadap stres (Safarino, 1990).

Usaha-usaha untuk mempengaruhi aspek kehidupan manusia

dapat menghindari pemunculan stres dan mengurangi dampak

stres.

Meningkatkan dukungan sosial merupakan salah satu

cara yang lebih jelas diantara usaha-usaha yang lain.

Kemungkinan intervensi lainnya adalah meningkatkan kontrol

pribadi atau kontrol yang dirasakan, mengatur kehidupan

seseorang lebih baik misalnya pengaturan waktu,

mempersiapkan diri terhadap kejadian yang penuh stres,

fitnes, dan modifikasi perilaku.

Manajemen stres memfokuskan pada pengurangan

reaksi stres. Teknik-teknik dalam pendekatan seperti relaksasi,

meditasi, hipnoterapi, merupakan gaya coping stres. Teknik-

teknik pengelolaan stres selain berguna untuk mengurangi

resiko penyakit jantung, hipertensi, juga bentuk psikosomatis

lain.

KASUS: MUSIK SEBAGAI SALAH SATU PELURUH STRES

Salah satu penelitian yang dilakukan kaitannya dengan

musik dan stres kerja, pada hakekatnya berpijak pada suatu

kenyataan bahwa sebenarnya manusia tidak akan luput dari

segala cecaran stres yang tiap kali menyelimuti hampir semua

orang tak terkecuali. Situasi dan kondisi yang lebih banyak

perannya dalam membawa seseorang untuk bersentuhan

dengan stres tersebut.

Perkembangan perekonomian Indonesia belum dapat

dikatakan sebagai salah satu negara yang aman dari setiap

goncangan ekonomi global. Hal ini dapat kita perhatikan

72

bersama adanya ketidakseimbangan terhadap perkembangan

ekonomi di setiap unsur dan sektor serta jenis usaha. Sebagai

contoh dapat kita lihat di masyarakat adanya kecenderungan

penganggurang yang terus bertambah, seperti yang

dikemukakan oleh Meneg BUMN di sela-sela acara Media

Gethering bersama Kementrian BUMN, di Gunung Mas PTPN

VIII, Bogor hari Minggu tanggal 14 Januari 2007.

Disatu sisi perkembangan di dunia perbankan maju

pesat. Dengan adanya kemajuan di sektor perbankan, maka

pemasukan keuangan menjadi bertambah. Ada rencana

pemerintah untuk menawarkan dana ke sektor riil, sehingga

diharapkan dapat mengembangkan industri maupun Usaha.

Perkembangan industri tidak ada gunanya kalau tidak disertai

dengan upaya meningkatkan hasil kerja para karyawan di

berbagai usaha, sehingga satu dan lain sektor saling

mendukung dan saling dapat mengembangkan usahanya sesuai

target yang telah ditentukan, atau bahkan karyawan dapat

melebihi target capaian yang telah ditentukan perusahaan.

Sektor industri outomotif misalnya, target yang

ditatapkan untuk penjualan mobil pada tahun 2007 adalah

500.000 unit (Suara Merdeka, 2007). Belum lagi pada sektor

industri dengan target capaian yang berbeda-beda tergantung

pada jenis industrinya seperti Industri tekstil, Industri rokok,

dll. Perusahaan jasa pun juga mempunyai target tersendiri.

Bank merupakan jenis usaha jasa di bidang keuangan, sehingga

target yang ditetapkan biasanya cenderung ke arah

perkembangan dalam prosentase. Contoh untuk Bank Jateng,

memberikan ancangan pertumbuhan kredit di tahun 2007

sebesar 22% dibandingkan dengan capaian kredit di tahun

2006. Kredit akan disalurkan ke Usaha Mikro Kecil Menengah

(UMKM) dengan prosentase 85%.

73

Dengan demikian apabila perkembangan kredit

meningkat, maka perusahaan-perusahaan yang menerima

kucuran dana dari bank juga akan meningkat. Agar target hasil

di perusahaan dan industri dapat tercapai sesuai jadwal yang

telah ditentukan, maka dibutuhkan upaya dalam rangka

memacu capaian hasil tersebut selain dengan sistem insentif

yang sering dilakukan pada umumnya. Tuntutan capaian hasil

tersebut mau tidak mau akan berakibat munculnya stres yang

dialami oleh para karyawan seiring dengan capaian hasil kerja

karyawan. Tidak hanya segelintir karyawan yang akan stres

karena terkait langsung dengan pekerjaan atau tugasnya, akan

tetapi tidak menutup kemungkinan hingga jajaran yang lebih

tinggi.

Capaian hasil kerja tersebut tidak dapat dilepaskan dari

suatu sistem penilaian hasil kerja yang mau tidak mau, disadari

maupun tidak disadari, akan memberikan mekanisme penting

bagi manajemen untuk menyelaraskan tujuan perusahaan

khususnya dalam hal standar dan motivasi kerja. Suatu hasil

kerja mau tidak mau selalu mengaitkan dengan suatu evaluasi

pekerjaan.

Apabila membahas masalah evaluasi pekerjaan, mau

tidak mau juga akan membahas masalah penilaian pekerjaan.

Hasil kerja yang didapat adalah terkait dengan faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap tercapainya hasil kerja tersebut.

Perusahaan di sektor jasa keuangan maupun asuransi, tidak

tinggal diam. Mereka juga ikut berkompetisi untuk

mengembangkan dengan jalan meningkatkan kepesertaan pada

jasa asuransi tenaga kerja yang dikoordinasi oleh para agen-

agen atau tenaga acount officer nya, dengan harapan

kepesertaan dari para karyawan perusahaan-perusahaan dan

industri dapat diraih.

74

Upaya meningkatkan hasil kerja tersebut salah satu yang

akan dilakukan adalah dengan cara mengembangkan suatu

inovasi kaitannya dengan upaya menurunkan tingkat stres yang

dialami oleh karyawan saat menjalankan tugas, yaitu berupa

musik yang mengiringi proses pekerjaan. Harapan yang muncul

adalah dengan adanya musik yang mengiringi suatu pekerjaan

akan dapat memacu terselesaikannya pekerjaan dengan lebih

cepat dan dengan kualitas yang baik.

Musik adalah segala sesuatu bunyi-bunyian yang meng-

hasilkan suara atau bunyi yang dihasilkan dari alat musik, baik

alat musik tradisional maupun non tradisional sama-sama

mempunyai dampak terhadap manusia, baik musik secara

individual ataupun musik yang dihasilkan dari alat musik

secara bersama-sama dengan beberapa alat. Misalnya musik

yang dihasilkan oleh dentuman drum, petikan gitar, tekanan

tuts piano, atau band, orkestra, maupun rebana, kolintang,

gamelan.

Dengan demikian, musik yang dalam hal ini adalah

musik yang dipergunakan sebagai pengiring seseorang dalam

melakukan pekerjaan, merupakan musik pengiring proses

diselesaikannya suatu pekerjaan yang bagian dari upaya

mengeksploitasi ling-kungan, merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi hasil kerja selain deskripsi pekerjaan,

spesifikasi pekerjaan, standar pekerjaan, tujuan penilaian kerja,

sikap kerja karyawan dan manajer terhadap suatu evaluasi

pekerjaan (Baron, 2000). Musik selain berfungsi sebagai

penyemangat, motivator, pencetus inspirasi dan ide-ide saat

bekerja juga dapat berfungsi sebagai penghilang stres,

mengingat dengan musik seseorang dapat muncul perasaan

senang (Djohan, 2003).

75

A. Masalah yang Sering Muncul

Khusus di dunia kerja, perkembangan industri global

dan pertumbuhan di dunia perekonomian, memacu setiap

usaha untuk dapat selalu eksis dan ikut dalam persaingan

tersebut. Persaingan Usaha memacu setiap lini untuk

tercapainya target usaha secara maksimal dan dengan kualitas

yang baik pula. Upaya meningkat-kan hasil kerja tersebut

merupakan salah satu upaya yang dikembangkan dengan suatu

inovasi berupa musik yang mengiringi proses pekerjaan.

Harapan yang muncul adalah dengan adanya musik yang

mengiringi suatu pekerjaan akan dapat memacu dan

memotivasi terselesaikannya pekerjaan dengan lebih cepat dan

dengan kualitas yang baik, karena dengan musik tersebut dapat

merangsang sistem syaraf ke otak yang akhirnya dapat

menimbulkan suasana hati yang senang sehingga diharapkan

akan menurunkan stres kerja.

Tuntutan pekerjaan yang terus menerus dengan target

waktu yang telah ditentukan, biasanya menyebabkan

seseorang menjadi tertekan dan di dalam dirinya merasa

adanya rasa untuk segera menyelesaikan pekerjaan. Hal ini

berdampak pada stres yang ditimbulkan sehingga hasil kerja

menjadi kurang maksimal.

Dengan dasar tersebut maka peneliti berusaha untuk

melakukan inovasi dengan memberikan musik pengiring pada

suatu pekerjaan dengan suatu penelitian mengenai “Perbedaan

Dampak Musik Dengan Irama Slow dan Rancak terhadap Hasil

Kerja.”

1. Musik

Musik merupakan salah satu cabang seni dengan

menampilkan bentuk bebunyian yang dihasilkan

berdasarkan nada tertentu. (Djohan, 2003).

76

Musik, secara kognisi mempunyai kekuatan dalam

rangka menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri (Solso,

1995). Kekuatan terjadi pada saat pemprosesan informasi

suara yang diberi tanda pada memori sebagai salah satu

bukti secara neurokognitif. Bukti dapat dilihat pada

pengukuran aliran darah seseorang yang mengalami stres,

bahwa dapat digambarkan dengan kecapatan aliran darah,

sebagai pengukuran Regional Cerebral Blood Flow) sesuai

dengan penelitian Roland dan Friberg (1985).

Jenis musik menghasilkan nada yang sesuai dengan

kecepatan atau irama musik. Jenis musik tersebut antara

lain keroncong, ndangdut, rock, slow, instrumentalia,

campur sari, bahkan ada yang disebut alternative hingga

jenis musik mentalika. Dengan banyaknya jenis musik

dengan berdasarkan iramanya, maka sebenarnya masih

banyak lagi jenis musik. Akan tetapi penelitian ini akan

memperhatikan hanya dua jenis musik yaitu instrumentalia

dengan irama slow dan campur sari dengan irama yang

agak rancak, sehingga diharapkan dapat ditemukan jenis

musik yang dapat menghilangkan stres sehingga hasil kerja

pun dapat tercapai dengan baik.

1.1. Pengaruh Musik Pada Aktivitas

Suatu pengalaman pada subyek penelitian mengenai

pengaruh musik terhadap stres, CEO kami pernah sedikit

berbincang-bincang bersama kami tentang bagaimana

musik mengawali seluruh aktivitas dan mengakhiri

aktivitas rutinnya dalam 1 hari .

Misalnya, saat bangun sekitar pukul 5 pagi, dan

setelah selesai menjalankan ibadah kepada Penciptanya,

teman saya itu langsung ditemani oleh dua lagu dari jenis

Chant of gregorian dan (lagu kebangsaannya ) Life in Mono

77

dari kelompok Mono dan pada saat itu suara Siobhan de

Mare (vocalist Mono) betul betul dirasakannya sebagai

penyempurna mimpi indahnya tadi malam ; sekitar 30

menit lagu yang durasinya cukup pendek itu diulang ulang,

maka ia sudah mulai merasakan adanya semangat dan

gairah baru dihari itu, setelah mandi, sarapan, dan bersiap

siap untuk aktivitasnya, maka dari piranti elektronik yang

ada di mobilnya, terdengar teriakan Joey Tempest melalui

Final Countdown-nya Europe dan Life in Mono-nya Mono ;

menurutnya ; hidup terasa lain bila tidak dimulai dengan ke

dua lagu tersebut, mungkin apa yang anda pikirkan sama

dengan yang saya pikirkan, itu hanyalah sugesti ; tapi siapa

perduli itu sugesti atau bukan, karena walaupun itu sugesti,

itu memberi-kan good influence.

Setengah jam kedua lagu tersebut, membakar

semangat dia, setelah itu baru ia mendengarkan radio;

dalam hal ini mungkin ia agak sedikit tidak tahu malu,

karena ternyata radio yang didengar setiap pagi adalah

radio untuk konsumsi umur 14 - 18 tahun, sangat ..sangat

.sangat tidak matching menurut pendapat kami, akan tetapi

pada kenyataannya, ia butuh lagu lagu yang up beat and

shock to maintance his spirit. Sebagai contoh kasus di

kantor, mulailah ia beraktivitas, dimana ia dan para

karyawan (sungguh…secara bercanda ia selalu menyebut

rekan-rekannya seperti itu) dimanjakan oleh alunan lagu-

lagu yang telah melewati musyawarah dan beberapa

ketentuan ketentuan pokok mengenai syair dan ketukan

yang sudah pakem ... alias tidak boleh dilanggar ( untuk

mengetahui lebih jauh mengenai irama/lagu yang pas untuk

menemani saat kerja silahkan anda buka kembali ME edisi

Maret 2004).

Siangnya, beberapa lagu upbeat seperti love game

78

(level 42), conga (Miami sound machine), volare (gipsy

king), boys next door (Peter Allen) , menemaninya saat

selesai makan siang, dan saat sore hari, kembali life in mono

menemani dan memanjakan telinganya; begitu pula pada

saat sebelum tidur malam; teman saya itu (selalu tidur

diatas pukul 01.00 dini hari) malah menenangkan dirinya

dengan Air dari J.S. Bach; beberapa chant of Gregorian yang

modern , serta beberapa love song favoritenya.

Makna dari semua itu ada beberapa diantara sudah

pernah membaca buku yang membahas masalah ini lebih

dalam, tapi nanti dipembahasan kita kali ini ada beberapa

hal yang baru (atau relative baru) yang ada baiknya kita

ketahui untuk menambah referensi kita mengenai

bagaimana kita menggunakan musik-musik untuk

keperluan/pengisian jiwa atau semangat kita

Musik adalah suatu alat yang tidak memiliki batasan

batasan bagi umat manusia untuk menikmatinya; ambil

contoh; ada orang yang bisa bahasa jerman namun zu viele

Heute konnen nicht Deutch Sprechen; tidak demikian dengan

musik; dengan multi modal stimulus yang dia miliki, maka

musik begitu diterima oleh indera pendengaran kita; maka

ia me-rambah masuk melalui saraf pendengaran, diterima,

diartikan di otak, dan apabila musik itu bagus maka ia turut

mempengaruhi suatu organ di otak yang bernama system

limbic, dimana setelah perangsangan itu maka akan

terlibatlah unsur emosi yang kita miliki sehingga akan

mempengaruhi semua meta-bolisme otak kita; kemudian

ditemukan pula bahwa ternyata nada-nada yang sangat baik

bagi “makanan” otak kita adalah nada-nada dengan

frekuensi tinggi; banyak orang yang berpendapat bahwa

semua musik klasik adalah sama saja, entah itu Mozart,

Beethoven, Bach, Chopin, atau “si raja Waltz” Strauss

79

sekalipun; dan ternyata mengapa Mozart seringkali

dijadikan acuan, karena selain rentang nada yang

sedemikian luas dari lagu lagu karyanya, ditambah lagi

dengan tempo yang sedemikian dinamis; ternyata hampir

semua karya karya Mozart memiliki nada-nada dengan

frekuensi tinggi; sehingga pada penelitian penelitian,

seringkali didapatkan hasil bahwa musik dari Wolfgang

Amadeus Mozart-lah yang paling optimal dalam

meningkatkan fungsi otak kita; selain itu baru hal “relative”

terbaru yang didapat adalah bahwa selain musik Mozart;

ternyata musik dari lagu-lagu Gregorian (chant of

Gregorian) khususnya dari jaman rahib Dom Moquereau

dan Dom Gajard sangat baik dalam mengisi “baterei otak”

dan juga memiliki kualitas penyembuhan tertentu . Lagu-

lagu Gregorian, seperti kita ketahui tidak memiliki tempo,

atau ketukan irama; irama yang dibentuk ternyata terlahir

dari irama-irama fisio-logis, seperti pernafasan dan detak

jantung; kidung Gregorian memberi energi dan kedamaian

batin pada orang yang menyanyikan dan

mendengarkannya; ia juga menjaga tubuh dan pikiran

manusia agar berada dalam kesadaran yang tenang; dan

dari hasil penelitian yang paling baru; ternyata juga

ditemukan bahwa bunyi ”Om…” suara bhiksu dan suara

orang mengaji juga memiliki kualitas yang kurang lebih

sama dengan chant of Gregorian .

1.2. Musik Baik Untuk Jantung

Mendengarkan musik yang bertempo lambat atau

meditatif membawa dampak yang menenangkan pada

orang, dengan memperlambat nafas dan kecepatan detak

jantung mereka. Sementara mendengarkan musik yang

lebih cepat dengan tempo yang lebih menghentak memiliki

80

dampak berlawanan -- mempercepat pernafasan dan detak

jantung, demikian sebuah studi baru yang dimuat dalam

jurnal Heart, seperti dikutip Reuters Health. Studi itu

mendukung badan riset tentang potensi keuntungan musik

yang mengurangi stres bagi kesehatan.

Riset lain menunjukkan musik dapat menghilangkan

stres, memperbaiki kinerja atletik, meningkatkan gerakan

pada pasien yang mengalami gangguan syaraf akibat stroke

atau penyakit Parkinson, dan bahkan meningkatkan

produksi susu pada hewan perah, kata Dr. Peter Sleight dari

Universitas Oxford di Inggris dan koleganya dalam laporan

mereka.

Dalam studi baru itu, para peneliti memantau

kecepatan pernafasan, tekanan darah dan indeks

pernafasan dan jantung yang lain, pada 24 pria dan wanita

sehat, sebelum dan selama mendengarkan beberapa

petikan jenis musik yang berbeda, termasuk musik klasik

yang cepat dan lambat dengan kompleksitas yang berbeda

serta musik `rap`.Mereka juga memantau subyek selama

istirahat tidak mendengarkan musik selama dua menit.

Setengah dari subyek merupakan musisi terlatih,

sedangkan setengahnya lagi tidak mendapatkan latihan

musik.Para peneliti melaporkan bahwa mendengarkan

musik memproduksi tingkat getaran yang bervariasi --

mempercepat pernafasan, meningkatkan tekanan darah dan

detak jantung -- yang sebanding dengan tempo musik dan

mungkin komplek-sitas ritme. Gaya musik atau kesukaan

musik seseorang tampaknya kurang penting dibanding

tempo musik. Mereka juga menemukan bahwa ketenangan

disebabkan oleh ritme yang lebih lambat dan, secara

menarik, oleh jeda atau istirahat dalam musik.

81

Mengistirahatkan musik selama dua menit

menyebab-kan kondisi relaksasi yang lebih besar dibanding

yang terlihat sebelum mulai mendengarkan musik. Dampak

itu terjadi pada orang yang mendapatkan pelatihan musik,

mungkin karena mereka telah belajar untuk menyamakan

nafas mereka dengan segmen musik. "Musisi bernafas lebih

cepat dengan tempo yang lebih cepat, dan memiliki dasar

kecepatan bernafas yang lebih lambat dibanding non-

musisi," kata para peneliti.

Sleight dan mitranya berspekulasi bahwa musik

mungkin memberikan kesenangan (dan mungkin

keuntungan bagi kesehatan) sebagai akibat alterasi yang

terkendali antara getaran dan relaksasi. Mereka

menyimpulkan bahwa pemilihan jenis musik yang tepat --

berganti-ganti antara ritme lambat dan cepat dengan

diselingi dengan jeda -- dapat dimanfaatkan untuk

menimbulkan relaksasi dan mungkin, karena itu, memberi

dampak menguntungkan bagi penderita jantung dan stroke.

82

MENGENAL HIPNOTERAPI

Hipnoterapi merupakan salah satu bentuk terapi yang

mengutamakan sisi psikologis, mengingat dalam hipnoterapi

hamper sebagian besar menggunakan sugesti sebagai alat

untuk menterapi seseorang. Tentu saja tidak semua kasus

psikologis murni maupun kasus yang terkait phisiologis bias

ditangani dengan metode hipnoterapi ini, namun sebagian

besar penanganan terkait kasus psikologis menggunakan

teknik hipnoterapi.

Konseling psikologi memang masih sangat dibutuhkan,

akan tetapi itu terkait pengungkapan akar masalahnya. Selain

itu memang ada teknik teknik penanganan kasus psikologis

diluar dengan konseling psikologi, hipnoterapi, yaitu dengan

teknik penanganan Neuro Linguistik Program. Masing-masing

teknik penagnanan ini memang mempunyai kelebihan dan

kekurangannya masing-masing. Biasanya kausus-kasus yang

dapat tertangani menggunakan teknik hipnoterapi antara lain

(1) :

a. Motivasional dan Empowerment

b. Mental dan Emotional Problem (Stress, Depression,

Anxiety, Bad Habit, Bad Behavior, Insomnia, dll)

c. Psychosomatic illness( penyakit fisik yang berakar

dari gangguan psikologis)

83

Bagaimana konsep tentang segala sesuatunya tersebut

diolah?

Otak manusia menerima lebih dari segala data yang dia

perhatikan. Hal ini mendasarkan pada indera manusia yang

akhirnya diterima di otak dengan lebih dari empat miliar saraf

setiap detiknya Setiap orang akan merasa sadar atau tidak

sadar dengan apa yang dialaminya.. contoh saja pada saat kita

menggunakan sepatu.. setelah beberapa saat baru menyadari

bahwa ada bagian yang terbuka dari komponen sepatu

tersebut, aatau saat menggunakan hem nampaknya sudah

seperti seharusnya..namun setela beberapa saat baru

menyedari bahwa kerah hem tersebut terlipat ke dalam.

Dengan demikian dari empat miliar tersebut, ternyata

kurang dari setengahnya yang secara sadar seseorang

menyadari hal tersebut.

A. Ada beberapa metode penanganan masalah psikologis,

antara lain :

1. Conscious Mind Intervention

Metode Hypnotherapy bukanlah suatu metode ajaib, yang

dapat serta merta secara mudah “merubah pikiran” seseorang,

walaupun Sugesti diberikan dalam kondisi Trance yang dalam

(Somnambulism). Sugesti yang “tidak kompatibel” dengan

sistem nilai yang terdapat dalam diri Client, tidak akan dapat

bertahan lama.

Salah satu hal yang membuat seseorang mengalami

permasalahan psikologis, adalah karena pola pikir yang kurang

memberdayakan. Oleh karena itu Hypnotherapy yang efektif,

umumnya selalu melibatkan pembelajaran di wilayah

kesadaran normal (Conscious Mind), selain langkah-langkah

Terapeutik yang diterapkan dalam kondisi Trance (Formal

Hypnosis) sebagai ciri khas dari metode Hypnotherapy.

84

Penjelasan di atas, maka terdapat 2 rangkaian proses yang

saling terintegrasi dalam proses Hypnotherapy, yaitu :

Conscious Mind Intervention dan Subconscious Mind

Intervention (Formal Hypnotherapy).

Pada prinsipnya Conscious Mind Intervention adalah mengajak

Client untuk melakukan proses Reframe (pemaknaan ulang

permasalahan). Proses ini dapat dilakukan kapanpun juga,

sejak tahapan Pre-Induction Talk, maupun diantara sesi formal

hipnoterapi.

2. Subconscious Mind Intervention

Dilakukan dalam kondisi Hipnosa (Formal Hypnosis).

Menerapkan 3 Phase Therapeutic Protocol, yaitu :

Phase 1 : Conditioning

Phase 2 : Optional Therapeutic

Phase 3 : Empowerment.

Penjelasan lebih terperinci dari 3 Phase Therapeutic Protocol

ini akan diberikan secara terperinci di bagian berikutnya

Merupakan protokol Hypnotherapy yang diperkenalkan oleh

The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH) untuk

mempermudah para pemula dalam melakukan praktek

Hypnotherapy. Melalui protokol sederhana ini, kecil

kemungkinan terjadi kesalahan dalam proses terapi, karena

penekanannya lebih ke arah “pemberdayaan” (empowerment).

Perkembangan keterampilan terapi dari Hypnotherapist

akan sejalan dengan bertambahnya jam terbang, terutama

perkembangan cara penyusunan Script yang tepat pada setiap

Phase, ketepatan pemilihan teknik Therapeutic, serta

keterampilan komunikasi di tahapan Pre-Induction Talk.

85

Berikut ini penjelasan detail dari 3 Phase Therapeutic Protocol:

Phase 1 : Conditioning

Memberikan landasan program umum yang diperlukan

bagi Client sebelum memasuki berbagai Therapeutic spesifik

yang mungkin diperlukan.

Program umum yang dimaksud adalah berkaitan

dengan : pelepasan masalah, instalasi paradigma baru,

mindset baru, dan berbagai hal lain yang diperlukan,

mensyukuri segenap situasi kondisi yang ada, dan kemauan

untuk melakukan perubahan.

Teknik Therapeutic yang dipergunakan antara lain :

Direct Sugestion, Object Imagery, Forgiveness (Self),

Future Pacing. Disebut sebagai Phase 1, karena sangat

disarankan sebagai Sub-Therapeutic di awal rangkaian

proses Hypnotherapy lengkap.

Phase 2 : Optional Therapeutic

Penerapan berbagai teknik Therapeutic yang sesuai

dengan permasalahan Client. Misal : penghilangan

Symptom dengan teknik Submodalites Intervention,

mediasi bagian-bagian yang bertentangan dengan teknik

Parts Therapy, pengurangan sensitivitas dengan teknik

Desensitization, dll.

Sejalan dengan bertambahnya jam terbang, maka

Hypnotherapist akan mampu untuk memilih berbagai

teknik Therapeutic yang tepat. Phase ini bersifat optional,

atau boleh ada ataupun tidak, tergantung dari

permasalahan Client.

86

Phase 3 : Empowerment

Phase ini merupakan inti dari proses Brief

Hypnotherapy terhadap Client, yaitu dengan menerapkan

Script yang disusun berdasarkan proses tanya-jawab yang

dilakukan terhadap Client di tahapan Pre-Induction Talk.

Teknik Therapeutic yang dipergunakan antara lain : Direct

Sugestion, Object Imagery, Future Pacing.

Pre-Induction Talk, merupakan salah satu tahapan yang

sangat penting dalam rangkaian proses Hypnotherapy, yaitu

saat pertama kali Hypnotherapist bertatap muka dengan Client

dan sebelum dilakukan proses treatment dengan metode

Hypnosis. Seorang Hypnotherapist harus meluangkan waktu

dan perhatian untuk proses Pre-Induction Talk ini. Proses Pre-

Induction Talk yang baik akan mempermudah proses

berikutnya.

Berikut 5 hal yang harus dilakukan pada tahapan Pre-

Induction Talk :

a. Building Rapport

b. Intake Interview

c. Exploring Client Modalities

d. Training

e. Suggetiblity Test

Selanjutnya dari ke-5 hal di atas, akan diperoleh akan dapat

diperoleh kesimpulan dan langkah berikutnya, yaitu :

a. Strategy

b. Contract

Building Rapport

Hypnotherapy adalah “verbal therapy” (terapi

berbasiskan kata-kata) dan terapi psikologi, oleh karena itu

87

wajib tercipta hubungan yang baik antara Client dengan

Hypnotherapist. Secara lebih spesifik yang dimaksudkan

dengan “hubungan yang baik” adalah terjadinya

“connectedness” atau koneksi di tingkatan Subconscious Mind,

antara Client dengan Hypnotherapist, inilah yang disebut

dengan “Rapport”. Oleh karena itu pada tahap yang paling awal

sekali, seorang Hypnotherapist harus dapat membangun

“connectedness” atau disebut juga dengan istilah “Building

Rapport”.

B. Beberapa metode penanganan masalah

Manusia, tepatnya sisi Subconscious Mind manusia,

umumnya menyukai adanya kemiripan. Kemiripan atau

kesamaan yang dimaksud tidak saja berupa kemiripan secara

fisik, tetapi kemiripan berbagai hal, mulai dari : kemiripan

bahasa tubuh, kemiripan gaya berbicara, kesamaan konten

pembicaraan, bahkan kesamaan pola nafas (cara menarik dan

menghembuskan nafas). Ketika Subconscious Mind

“mendeteksi” adanya beberapa “kemiripan”, maka akan muncul

apa yang disebut sebagai “Rapport” atau “keterhubungan”

(connectedness) antar Subconscious Mind.

Dengan prinsip sederhana ini, maka seorang Hypnotherapist

wajib untuk dapat segera membangun Rapport terhadap Client

pada menit-menit awal pertama tatap muka dengan Client.

Caranya, adalah dengan “menyamakan” beberapa hal “yang

dilakukan” Client. Menyamakan dengan dunia orang lain,

disebut dengan istilah Pacing.

Terdapat 2 jenis Pacing, yaitu : Verbal Pacing dan Non

Verbal Pacing (Mirroring, Matching, dll).

Ketika Pacing telah menghasilkan Rapport, maka

Hypnotherapist dapat mulai melakukan proses Leading, atau

88

memimpin ke arah yang dimaksud (dalam hal ini intervensi

untuk menghasilkan perubahan atau penyembuhan).

Intake Interview

Tahapan ini adalah mengumpulkan data lengkap

tentang diri Client, permasalahan Client, dan juga pola pikir

Client. Berikut ini beberapa hal penting yang perlu diperoleh

dari Client :

a. Symptom (gejala), sebagai referensi semata

b. Outcome (Well-Formed Outcome)

Suatu hal yang umum jika Client mengungkapkan

permasalahannya secara panjang lebar, tetapi sama sekali tidak

menyebutkan Outcome yang diharapkan. Oleh karena itu

Hypnotherapist harus dapat memandu Client agar memiliki

Outcome yang jelas, realistis, dan bertahap.

Kemudian Hypnotherapist juga harus mendeteksi

kemungkinan terdapat Negative Mindset dalam diri Client,

misal :

1. Client cenderung untuk menghakimi masa depan

2. Client cenderung untuk selalu Negative Thinking

terhadap hal yang terjadi

3. Client cenderung untuk selalu menyalakan pihak luar

(eksternal) & lingkungan

4. Client menginginkan perubahan instan

5. Client cenderung untuk menyalahkan masa silam &

menyalahkan diri sendiri. Dan lain-lain.

Ketika Hypnotherapist dapat mendeteksi Negative

Mindset dari Client, maka dapat segera dilakukan perbaikan

melalui diskusi langsung terhadap Client (Conscious Mind

Intervention), sehingga akan menjadi fondasi yang berharga

pada saat proses Subconscious Mind Intervention (Formal

Hypnosis).

89

Exploring Client Modalities

Secara teknis, Hypnotherapy terkait dengan penyusunan

Script yang akan diterapkan terhadap Client, mulai dari Script

untuk keperluan Induction, Deepening, sampai dengan Script

untuk berbagai teknik Therapeutic.

Agar Script efektif, maka harus disesuaikan dengan

kondisi Client. Terkait dengan hal tersebut, maka

Hypnotherapist harus melakukan eksplorasi atas hal-hal

berikut ini :

a. Primary System : Apakah Client lebih cenderung

berkomunikasi verbal melalui gaya bahasa : Visual, Audio,

atau Kinestetik ?

b. Pengetahuan & hal-hal yang berpotensi membangkitkan

traumatik Client. Sebagai contoh : Tidak tepat untuk

menerapkan Deepening Script dengan tema Elevator (Lift)

jika Client ternyata tidak memahami benda dimaksud, atau

Client Phobia terhadap tempat sempit.

c. Hal-hal lain yang dapat mendukung ketepatan penyusunan

Script.

90

Critical Area

Subconscious Mind dilindungi oleh suatu Filter atau

penyaring yang dikenal dengan istilah Critical Area. Sesuai

dengan sifat Filter, maka jika terbuka lebar, akan

mengakibatkan informasi akan masuk secara mudah ke

Subconscious Mind, jika Filter tertutup rapat, maka informasi

tidak akan masuk, demikian juga jika Filter terbuka sebagian,

maka akan ada sedikit informasi yang mungkin akan berhasil

memasuki Subconscious Mind.

Informasi yang dimaksudkan adalah seluruh hal yang

masuk melalui modalitas utama manusia, atau panca indera,

yang dikenal sebagai data : Visual (V), Audiotory (A),

Kinaesthetic (K), Gustatory (G), dan Olfactory (O).

Critical Area ini cara kerjanya dipengaruhi oleh berbagai hal,

antara lain :

1. Conscious Mind (analisa, logika)

2. Etika, sistem nilai, keyakinan

3. Situasi, kondisi

4. Fokus, minat, respek, dan emosi

Ilustrasi :

Jika seseorang berkomunikasi dengan tokoh yang

dihormatinya dan pembicaraan menyangkut hal yang

91

diminatinya, maka yang bersangkutan secara otomatis akan

cenderung membuka lebar Critical Area-nya.

Sebaliknya, jika seseorang berkomunikasi dengan

seseorang yang tidak disukainya, maka yang besangkutan akan

cenderung menutup rapat Critical Area-nya, walaupun

informasi yang disampaikan relatif logis dan benar. Demikian

juga suatu informasi akan disikapi dengan cara yang berbeda

(pembukaan Critical Area yang berbeda) ketika disampaikan

dalam situasi kondisi yang berbeda.

Bagaimana Cara Membuka Critical Area ?

Dalam konteks membuka Critical Area diri sendiri, atau

dikenal dengan istilah Self Hypnosis, maka cara yang mudah

adalah dengan mengalihkan fokus ke internal.

Dalam konteks membuka Critical Area orang lain, maka

Hypnosis moderen menerapkan teknik komunikasi yang sangat

persuasif atau komunikasi Hypnotic.

A. Peran Sugesti dan Cara Kerja

Esensi Formal Hypnosis

SubConcscious Mind dilindungi oleh Critical Area, dimana

salah satu penjaga dari Critical Area ini adalah Conscious Mind.

Ketika sisi Consicious Mind dapat dinon-aktifkan atau

setidaknya dikurangi keaktifannya, maka Critical Area

cenderung tidak lagi terjaga dengan baik, sehingga dapat

dilakukan intervensi ke sisi Subconscious Mind.

Bagaimana cara me-non-aktifkan sisi Conscious Mind ?

Salah satu cara yang mudah adalah membuat sisi ini

menjadi sangat rileks, atau lebih baik lagi jika sisi Conscious

Mind ini dapat “tertidur”. Oleh karena itu Formal Hypnosis

seringkali di-identikkan dengan “menidurkan” seseorang.

Pernyataan ini tidak sepenuhnya benar, karena sisi yang

“dibuat rileks, sehingga bahkan tertidur” hanyalah sisi

92

Conscious Mind, sedangkan sisi Subconscious Mind justru tetap

aktif dan terjaga.

“Tidur Hypnosis” sangat berbeda dengan tidur biasa

(alami), karena pada tidur biasa seluruh kesadaran tidak lagi

aktif, sedangkan pada “Tidur Hypnosis” hanya sisi Conscious

Mind saja yang “tertidur”.

Dalam fenomena sehari-hari seseorang yang mengigau,

tidur sambil berjalan, adalah bentuk alami dari “Tidur

Hypnosis”, sisi Conscious Mind tertidur atau tidak menyadari

hal yang terjadi, sedangkan sisi Subconscious Mind dapat

melakukan aktivitas fisik. Apakah selalu harus selalu “Tidur

Hypnosis” untuk menghasilkan Critical Area yang tidak aktif ?

Tentu saja tidak, tepatnya rileks yang sangat dalam sudah

dapat membuat Critical Area berkurang keaktifannya. Teknik

yang lebih Advanced, membuat Critical Area tidak aktif dapat

pula dilakukan dengan “membingungkan” sisi Conscious Mind

atau dikenal dengan istilah Confusing Method yang biasanya

diterapkan dalam proses Waking Hypnosis (Hypnosis dalam

keadaan membuka mata).

Sebagai dasar pembelajaran, maka untuk tahap pertama

kita akan fokus kepada bagaimana cara membuat sisi

Conscious Mind menjadi sangat rileks, atau bahkan tertidur.

Inilah esensi dari Formal Hypnosis.

Flow Dasar Formal Hypnosis

Formal Hypnosis bertujuan untuk membawa seseorang

yang awalnya berada dalam keadaan normal (Normal State)

lalu kita “arahkan” agar ia berpindah ke keadaan Hypnotic

State (atau Hipnosa, Trance). Istilah teknis untuk membawa

seseorang dari Normal State ke kondisi Hypnotic State disebut

dengan istilah “Induction”.

93

Ketika seseorang telah berpindah ke keadaan Hypnotic

State, maka pemberian sugesti (misal sugesti penyembuhan)

mulai dapat diberikan ke sisi Subconscious Mind. Sugesti dapat

bervariasi, mulai sugesti yang relatif sederhana dan “masuk

akal” sampai dengan sugesti yang kompleks dan “agak

cenderung tidak masuk akal”. Untuk itu setiap jenis sugesti

membutuhkan kualitas keadaan Hypnotic State yang berbeda-

beda.

Untuk menggambarkan kualitas dari Hypnotic State,

diperkenalkan istilah “Depth Trance Level” atau tingkat

kedalaman Trance. Secara sederhana terdapat 3 tingkat

kedalaman Trance, yaitu : Light Trance, Medium Trance, dan

Deep Trance (Somnambulism). Jika dikaitkan dengan aktivitas

Critical Area, maka semakin dalam Trance maka semakin

terbuka Critical Area, atau dengan kata lain SubConcious Mind.

semakin tidak kritis dalam menerima sugesti-sugesti yang

mungkin dalam keadaan normal dianggap “tidak masuk akal”.

Istilah teknis untuk memperdalam kondisi Trance

disebut dengan “Deepening”. Setelah dilakukan Deepening,

maka Hypnotist harus mampu memperoleh konfirmasi,

seberapa dalam Trance yang telah dicapai. Teknik konfirmasi

ini dikenal dengan istilah “Depth Level Test”, dan dapat

dilakukan melalui berbagai macam cara, mulai dari cara

konfirmasi langsung, dengan mengamati Trance Signal (tanda-

tanda Trance secara fisik), atau membandingkan dengan

standar skala kedalaman (Depth Scale).

Ketika kedalaman Trance yang diharapkan telah dicapai,

maka Hypnotist mulai dapat memberikan sugesti ke

Subconscious Mind. Sugesti ini dapat sangat bervariasi, mulai

dari sugesti terapeutik sederhana (Direct Suggestion),

rangkaian sugesti terapeutik yang kompleks, atau sugesti untuk

keperluan hiburan (Stage Hypnotism).

94

Setelah proses sugesti dilakukan secara lengkap, maka

dilakukan proses pengakhiran yang dikenal dengan istilah

“Termination” atau “Emerging” yaitu mengembalikan

seseorang secara bertahap untuk kembali ke Normal State.

Gambar 2. Tahapan Hipnotis

95

Hypnotisability

Pada dasarnya semua peristiwa hipnotis adalah

peristiwa Self Hypnosis, setidaknya dalam konteks Formal

Hypnosis (Stage Hypnosis dan Hypnotherapy). Artinya, tidak

ada seorangpun dapat menghipnotis orang lain, atau dengan

kata lain seorang Hypnotist sebenarnya hanyalah bertindak

sebagai fasilitator agar seseorang dapat menghipnotis dirinya

sendiri atau Self Hypnosis. Oleh karena itu “obyek” dalam

peristiwa Hypnosis justru disebut sebagai “Subyek”. Kenapa ?

Karena pada prinsipnya pengendali yang sesungguhnya

bukanlah sang Hypnotist melainkan justru mereka yang

dihipnotis. Hal ini dapat terlihat dengan jelas, manakala terjadi

sesuatu yang dianggap berbahaya oleh Subyek, maka Subyek

dapat mengakhiri keadaan Hipnosa (Hypnotic State, Trance)

secara otomatis, tanpa perlu menunggu sugesti terminasi

(emerging) dari Hypnotist. Dalam konteks Hypnotherapy,

Subyek juga seringkali disebut sebagai Client.

Apakah Setiap Orang Dapat Dihipnotis ?

Jawabannya tidak selalu. Setidaknya dalam konteks

Formal Hypnosis. Persyaratan utama agar seseorang dapat

dihipnotis, adalah :

a. Bersedia secara sukarela (tidak menolak)

96

b. Memahami komunikasi

c. Memiliki kemampuan untuk fokus

Apakah setiap orang yang telah memenuhi 3 persyaratan

di atas secara otomatis akan mudah dihipnotis ? Tentu saja

tidak ! Tidak ada kaitan antara terpenuhinya syarat di atas

dengan mudah atau sulitnya seseorang untuk dipandu

memasuki keadaan Hipnosa.

Dalam konteks Hypnotherapy, jika Hypnotherapist

menemui Client yang telah memenuhi persyaratan di atas, akan

tetapi sangat sulit dipandu untuk memasuki keadaan Hipnosa,

maka sulit bukan berarti tidak bisa, hanya saja kemungkinan :

1. Membutuhkan waktu yang lebih lama

2. Perlu didukung situasi yang kondusif

3. Menggunakan teknik yang lebih komplek

97

Suggestibility

Adalah tingkat respon Subyek terhadap suatu sugesti

sederhana, atau tingkat sugestivitas. Subyek yang sangat

mudah dan cepat dalam merespon suatu sugesti sederhana

disebut juga “memiliki sugestivitas yang baik atau tinggi”,

sebaliknya Subyek yang sangat sulit merespon disebut juga

“memiliki sugestivitas yang buruk atau rendah”.

Standford University (USA) pernah mengadakan suatu

riset akademik tentang test sugestivitas, yang menghasilkan

apa yang dikenal sebagai Stanford Hypnotic Susceptibility

Scale (SHSS). Test sugestivitas ala Standford University ini

terdiri dari 3 kelompok test yang dikenal sebagai Form A, B,

dan C. Setiap Form mengandung 12 jenis test yang memiliki

tingkat kesulitan progresif. Walaupun SHSS merupakan suatu

riset akademik yang kompleks, akan tetapi secara praktis dapat

disederhanakan, bahwa dari test dimaksud dapat diketahui

bahwa pada suatu komunitas, terutama komunitas dalam

jumlah besar (lebih dari 100 orang), maka akan terjadi

kecenderungan statistik yang menarik berkaitan dengan

pembagian tipe sugestivitas dari anggota komunitas dimaksud,

yaitu :

98

a. Tipe Sugestivitas Baik : 10%

b. Tipe Sugestivitas Buruk : 10%

c. Tipe Sugestivitas Moderat : 80%

Tipe Sugestivitas yang dimaksudkan dalam statistik di

atas, adalah merupakan “Sugestivitas Alamiah”, artinya

sugestivitas yang benar-benar masih “original” dari seseorang,

sebagai hasil pembentukan dari latar belakangnya (keyakinan,

nilai-nilai dasar, pendidikan, lingkungan, budaya, dsb.).

Apakah Sugestivitas Dapat Ditingkatkan ?

Tentu saja dapat ! Terutama dalam konteks

Hypnotherapy, seorang Hypnotherapist yang handal dapat

membuat seorang Client yang mungkin memiliki sugestivitas

alamiah yang buruk, secara bertahap akan bergeser menjadi

moderat, dan dapat berubah menjadi baik. Teknik yang

diterapkan oleh Hypnotherapist dalam meningkatkan

sugestivitas Client adalah dengan melakukan proses yang

dikenal dengan istilah “Hypnotic Training”. Hypnotic Training

membutuhkan waktu, dapat berlangsung beberapa jam, sampai

dengan beberapa hari.

Dalam konteks Stage Hypnosis, karena dibatasi oleh waktu,

maka seorang Stage Hypnotist tidak perlu melakukan proses

peningkatan sugestivitas, melainkan cukup melakukan seleksi

agar dapat memperoleh Subyek dengan sugestivitas yang baik

dari audience.

Bagaimana Cara Menilai Sugestivitas Alamiah Seseorang ? Satu-satunya cara untuk menilai sugestivitas alamiah

seseorang adalah dengan menerapkan serangkaian test yang

dikenal dengan istilah “Suggestibility Test”.

99

Prinsip dasar dari Suggestiblity test adalah memandu Subyek

untuk dapat melakukan suatu aktivitas tertentu melalui

sugesti-sugesti yang sangat sederhana.

Dalam daftar pustaka teknik Hypnosis, sangat banyak sekali

teknik Suggestiblity Test, dan terkadang membingungkan. Pada

prinsipnya seluruh Suggestibility Test dapat dipastikan

merupakan suatu sugesti sederhana yang bertujuan untuk

imajinasi Subyek dan juga membangkitkan daya aksi-reaksi di

tingkat Subconsious Mind.

Beberapa teknik Suggestibility Test yang biasa diterapkan

dalam standar Workshop di The Indonesian Board of

Hypnotherapy (IBH) adalah :

1. Rigid Catalepsy

Mengajak Subyek untuk memerintahkan salah satu lengannya

agar menjadi lurus dan kaku seperti besi baja, sehingga saat

perintah tersebut diterima oleh sisi Subconscious Mind, maka

lengan subyek benar-benar tidak dapat dibengkokkan, sampai

dengan Subyek memerintahkannya kembali normal.

2. Focus Training

Mengajak Subyek untuk melekatkan telunjuk dan ibu jarinya,

sehingga saat perintah tersebut diterima oleh sisi Subconscious

Mind, maka telunjuk dan ibu jari tersebut subyek benar-benar

tidak dapat dipisahkan, sampai dengan Subyek memerintah-

kannya kembali normal. Variasi dari teknik ini adalah dengan

meminta Subyek untuk membuat jari telunjuknya menjadi

lurus dan kaku (mirip Rigid Catalepsy).

3. Locking The Hands

Mengajak Subyek untuk memerintahkan kedua belah telapak

tangannya untuk saling mengunci dengan erat, sehingga saat

perintah tersebut diterima oleh sisi Subconscious Mind, maka

kedua telapak tangan subyek benar-benar tidak dapat dibuka,

sampai dengan Subyek memerin-tahkannya kembali normal.

100

4. Eye Catalepsy

Mengajak Subyek untuk memerintahkan matanya agar terkunci

rapat, sehingga saat perintah tersebut diterima oleh sisi Sub-

Conscious Mind, maka mata Subyek benar-benar tidak dapat

dibuka, sampai dengan Subyek memerintahkannya kembali

normal.

5. Relaxation Training

Mengajak Subyek untuk dapat memerintahkan dirinya agar

memasuki relaksasi total, sehingga saat perintah tersebut

diterima oleh Subconscious Mind, maka tubuh Subyek benar-

benar sangat rileks, dan bahkan mungkin tidak mampu

digerakkan, sampai dengan Subyek memerintahkannya

kembali normal.

Tujuan Suggestibility Test Dalam Konteks Stage Hypnotism

Stage Hypnosis biasanya dibatasi durasi waktu yang

sangat pendek, sekitar 30-45 menit seorang Stage Hypnotist

sudah harus menyelesalikan show-nya dengan lengkap, mulai

dari memilih partisipan, melakukan Induction, memainkan

Stage Hypnosis Routine (inti pertunjukkan), dan pengakhiran.

Dikarenakan Stage Hypnosis Show benar-benar menekankan

aspek entertainment, maka seorang Stage Hypnosis harus

piawai dalam memilih partisipan yang tepat, atau dengan kata

lain memiliki tingkat sugestivitas alamiah yang baik. Oleh

karena itu dalam Stage Hypnosis Show, Suggestibility Test

merupakan langkah penting untuk memilih partisipan yang

tepat. Biasanya dimulai dari test awal terhadap beberapa belas

atau beberapa puluh orang, mereka yang tidak memiliki

sugestivitas akan dikembalikan ke tempatnya semula,

dilanjutkan dengan test berikutnya, dan seterusnya, sampai

akhirnya mungkin hanya tersisa beberapa orang yang dianggap

101

memenuhi persyaratan sugestivitas untuk suatu Stage Hypnosis

Show.

Tujuan Suggestibility Test Dalam Konteks Hypnotherapy

Khusus dalam bidang Hypnotherapy, Suggestibility Test

tidak hanya sekedar dipergunakan untuk menilai sugestivitas

alamiah dari seorang Client, melainkan lebih jauh lagi adalah

sebagai sarana untuk :

a. Membentuk “connectedness” (hubungan antar

Subconscious Mind) antara Hypnotherapist dan Client.

b. Sebagai sarana bagi Client untuk “latihan merasakan

efek Hypnosis”, atau dikenal dengan istilah Hypnotic

Training.

c. Sebagai assesment untuk penetapan teknik Induction

yang paling tepat bagi Client

Tujuan Suggestibility Test Dalam Konteks Stage Hypnotism

Stage Hypnosis biasanya dibatasi durasi waktu yang

sangat pendek, sekitar 30-45 menit seorang Stage Hypnotist

sudah harus menyelesalikan show-nya dengan lengkap, mulai

dari memilih partisipan, melakukan Induction, memainkan

Stage Hypnosis Routine (inti pertunjukkan), dan pengakhiran.

Dikarenakan Stage Hypnosis Show benar-benar menekankan

aspek entertainment, maka seorang Stage Hypnosis harus

piawai dalam memilih partisipan yang tepat, atau dengan kata

lain memiliki tingkat sugestivitas alamiah yang baik.

Oleh karena itu dalam Stage Hypnosis Show, Suggestibility Test

merupakan langkah penting untuk memilih partisipan yang

tepat. Biasanya dimulai dari test awal terhadap beberapa belas

atau beberapa puluh orang, mereka yang tidak memiliki

sugestivitas akan dikembalikan ke tempatnya semula,

dilanjutkan dengan test berikutnya, dan seterusnya, sampai

102

akhirnya mungkin hanya tersisa beberapa orang yang dianggap

memenuhi persyaratan sugestivitas untuk suatu Stage

Hypnosis Show.

Suggestiblity Test

Prosedur umum dalam melakukan Suggestibility Test

a. Pandu Subyek untuk memperagakan hal yang dimaksud.

b. Berikan sugesti (dapat dipilih gaya bahasa Authoritarian

ataupun Permissive – Cooperative) tentang hal apa yang

harus di-imajinasikan dalam peragaan dimaksud.

c. Lakukan test sugesti lawan (aksi yang sebaliknya), tetapi

pada saat yang sama perkuat sugesti utama (reaksi yang

terjadi).

d. Normalkan kembali.

Berikut ini contoh Scripting dari beberapa Suggestibility Test

yang merupakan standar di The Indonesian Board of

Hypnotherapy :

1. Rigid Catalepsi

Mintalah Client untuk meluruskan, mengepalkan, dan

mengeraskan tangannya. Hypnotherapist dapat membantu

meyakinkan dengan cara memegang tangan Client (Gambar B)

kemudian bimbinglah Client untuk berimajinasi bahwa ia dapat

memerintahkan tangannya menjadi sekeras besi, sehingga

tidak dapat dibengkokkan sama sekali (Gambar B). Agar lebih

fokus, mintalah Client menutup mata.

Hypnotherapist dapat memandu dengan Script berikut ini:

Perintahkan kepada tangan anda :

“Wahai tangan, kamu saya perintahkan saat ini juga menjadi

sangat keras dan sangat lurus bagaikan besi yang sangat kuat,

sehingga tidak seorangpun juga yang dapat membengkokkan

103

engkau, semakin engkau dibengkokkan, maka semakin engkau

menjadi semakin kuat dan lurus !”. Ya, katakan terus : “Tangan

saya besi, tangan saya keras !”.

Dan sekarang anda dapat mulai mencoba untuk

berusaha membengkokkan tangan anda, tetapi rasakan bahwa

tangan anda justru bertambah lurus dan bertambah keras.

Normalkan kembali.

Latihan Fokus

A. Latihan Fokus 1

Telunjuk Client lurus seperti pada gambar (A). , dan

ditempatkan sekitar 20 cm dari mata. Mata Client fokus secara

terus menerus ke telunjuk tersebut, dan Client anda minta

untuk memerintahkan agar telunjuknya menjadi lurus dan

kaku. Hypnotherapist dapat memandu Client untuk

mengucapkan Script berikut ini dalam hati :

“Saya perintahkan, telunjuk saya menjadi sangat lurus, dan

sangat kaku, seperti besi baja, dan tidak dapat dibengkokkan

sama sekali !”

Kemudian mintalah Client untuk mencoba

membengkokkan telunjukknya.

Normalkan kembali.

Gambar 3. Rigid Catalepsi

104

B. Latihan Fokus 2

Telunjuk dan jempol Client terhubung rapat membentuk

huruf “O” seperti pada gambar (B), dan ditempatkan sekitar 20

cm dari mata. Mata Client fokus secara terus menerus ke jari-

jari tersebut, dan Client anda minta untuk memerintahkan agar

telunjuk dan jempolnya menyatu dan sangat solid, sehingga

tidak dapat dilepaskan sama sekali.

Hypnotherapist dapat memandu Client untuk

mengucapkan Script berikut ini dalam hati :

“Saya perintahkan, telunjuk jempol saya menyatu, terekat erat,

solid, seperti mata rantai yang sangat kuat, demikian kuatnya,

sehingga tidak dapat dipisahkan lagi”.

Kemudian mintalah Client untuk mencoba memisahkan

jempol dan telunjuknya.

Normalkan kembali.

2. Locking The Hands

Tangan Client seperti pada posisi Gb. A, Client menutup

mata. Berikan Sugesti bahwa kedua tangan Client sangat keras

dan kaku dan tidak dapat dibengkokkan (yakinkan dengan

sentuhan fisik seperti di Gb. A), serta kedua telapak tangan

Client saling mengunci.

Kemudian ucapkan Script berikut :

“Rasakan bahwa tangan anda sekarang kaku dan keras

bagaikan besi yang sangat lurus, tidak seorangpun dapat

membengkokkan tangan anda, termasuk anda ! Dan rasakan

bahwa kedua jari jemari telapak tangan anda saling mengunci

satu dengan lainnya, sangat rapat, dan sangat kuat, sehingga

tidak ada seorangpun yang dapat membuka telapak tangan

anda”.

Normalkan kembali

105

Gambar 4. Locking The Hands

3. Catalepsy of The Eyes

Mintalah Client untuk menutup mata, kemudian ucapkan

Script berikut ini :

“Tutup mata anda, dan kerahkan pikiran anda, perintahkan

kepada mata anda, agar kelopak mata anda terkunci dengan

sangat rapat, sangat kuat ! Katakan pada mata anda, mata

kamu aku perintahkan terkunci dengan sangat kuat, dan tidak

ada kekuatan apapun bisa membukamu ! Semakin kau berusaha

membuka, makin kau berusaha, makin kau terkunci lebih kuat

lagi !

Baik sekarang saya akan menghitung mundur mulai 3 sampai 1,

dan rasakan bahwa setiap saya menghitung, terasa bahwa mata

anda semakin terkunci dengan rapat, ya, Tiga, semakin rapat,

Dua, semakin kuat, Satu, kini mata anda benar-benar terkunci !

106

Dan, kini walaupun anda mencoba untuk membukanya, maka

mata anda akan semakin bertambah terkunci ! Ya coba lebih

kuat, dan rasakan bahwa mata anda semakin kuat pula terkunci

!”

Normalkan Kembali.

Gambar 5. Catalepsy of The Eyes

4. Ralaxation Training

Hypnotherapist membimbing Client untuk memerintahkan

dirinya sendiri melakukan relaksasi seluruh otot tubuh,

sehingga tubuh, terutama tubuh bagian bawah (pinggang. lutut,

kaki) menjadi sangat malas dan lemas, tidak mampu atau sulit

digerakkan.

Hypnotherapist dapat membantu dengan memandu Script

berikut ini :

Silakan anda perintahkan (dalam hati) agar saat ini juga tubuh

anda memasuki relaksasi total, sehingga saat ini juga tubuh

anda menjadi sangat rileks, lemas, dan sangat malas untuk

bergerak.

107

Katakan dalam hati :

“Tubuh saya sangat rileks, tubuh saya sangat malas, dan tubuh

saya benar-benar sangat lemas, sehingga saya tidak dapat

menggerakkannya sama sekali !”

Ya, luar biasa, anda benar-benar dapat membuat tubuh anda

rileks, malas, dan lemas, sehingga walaupun anda mencoba

menggerakkannya, tetapi tubuh anda benar-benar

mempertahankan agar tetap malas dan lemas.

Lakukan test, dan bandingkan dengan saat dinormalkan

kembali.

Gambar 6. Relaxation Training

5. Waking Hypnosis

Setelah seorang Hypnotist melakukan rangkaian

Suggestibility Test terhadap Subyek, dan manakala Subyek

dapat melakukan dengan beberapa test dengan baik, maka

antara Hypnotist dan Subyek akan terbentuk suatu hubungan

yang dikenal dengan istilah “connectedness”.

Connectedness merupakan suatu fenomena yang menarik,

karena seakan-akan Hypnotist dapat langsung berhubungan

dengan Subconscious Mind dari Subyek, dan hal ini akan sangat

108

mempermudah proses berikutnya, antara lain : Induction,

Deepening, dsb.

Salah satu yang dapat dilakukan ketika telah terjadi

“connectedness” antara Hypnotist dan Subyek, adalah suatu

jenis Hypnosis yang dikenal dengan istilah “Waking Hypnosis”,

dimana Hypnotist dapat memberikan sugesti sederhana yang

akan langsung diterima oleh Subconscious Mind Subyek,

walaupun Subyek dalam keadaan matanya terbuka (Waking).

Gambar 7. Waking Hypnosis

109

Struktur Hypnosis Lengkap

Hipnoterapi yang kita ketahui secara sepintas, tidak

membutuhkan proses. Akan tetapi apabila akan menjalani

dengan sempurna, kita harus memahami struktur lengkap

hipnosis.

Gambar 8. Struktur Lengkap Hipnosis

110

(1). Pre-Induction Talk

Proses yang dilakukan sebelum langkah Induction. Pada

prinsipnya pada proses ini Hypnotist melakukan pengenalan

terhadap Subyek, melakukan Suggestibility Test, dan

menerapkan Hypnotic Training. Dalam konteks Hypnotherapy,

maka Hypnotherapist melakukan eksplorasi permasalahan

Client secara detail pada proses ini.

(2) Induction

Teknik untuk membawa Subyek ke kondisi Hypnotic State.

Sangat banyak teknik Induction diciptakan orang, akan tetapi

pada pembelajaran “Basic Hypnotherapy” dapat

disederhanakan menjadi 2 metode Induction saja, yaitu :

Instant Induction (Rapid, Shock) bagi Subyek yang memiliki

tingkat sugestivitas tinggi, dan Extended Progressive

Relaxation bagi Subyek yang memiliki tingkat sugestivitas

yang moderat dan rendah.

(3). Deepening

Teknik untuk memperdalam kondisi Trance dari Subyek.

Terdapat sangat banyak Script untuk keperluan Deepening,

akan tetapi secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi 3

jenis, yaitu :

a. Hitungan (Simple Depeening), yaitu Deepening dengan

mengistirahatkan sisi Conscious Mind dari Subyek.

b. Tempat kenyamanan, yaitu Deepening dengan memandu

Subyek pergi ke suatu tempat yang nyaman untuknya.

c. Aktivitas, yaitu Deepening dengan memandu Subyek untuk

melakukan aktivitas tertentu (menuruni tangga, menuruni

gedung menggunakan Lift, dsb.).

111

(4). Depth Level Test

Suatu teknik untuk memeriksa kedalaman dari Subyek.

Dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :

1. Dengan melakukan konfirmasi secara langsung kepada

Subyek (misal dengan teknik Ideo Motor Response)

2. Dengan cara mengamati tanda-tanda di fisik Subyek

(Trance Signal)

3. Dengan membandingkan tanda-tanda kedalaman

dengan Depth Trance Scale (skala kedalaman Trance).

(5). Suggestion

Merupakan inti dari proses Hypnosis, yaitu pemberian

kata-kata Sugesti, sesuai dengan kebutuhan. Terdapat 2 jenis

Suggestion, yaitu Suggestion yang menghasilkan efek

Therapeutic (Hypnotherapy), dan Suggestion yang tidak

menghasilkan efek Therapeutic (Stage Hypnotism).

Dalam konteks Hypnotherapy, Suggestion yang bertentangan

dengan nilai dasar dan sistem keyakinan dari Client tidak akan

dapat bertahan lama.

(6). Termination (Emerging) Teknik untuk mengembalikan Subyek kembali ke kondisi

Normal. Harus dilakukan secara bertahap dan tegas.

112

Induction Dasar

Hipnosis berjalan atau sesuai dengan apa yang kitra

kehendaki, atau berdasarkan tujuan tertentu, namun disatu sisi

kita perlu memahami dengan benar. Tujuan hipnosis menjadi

landasan dalam bergerak. Terdapat beberapa teknik Induction

dikembangkan para ahli, akan tetapi pada prinsipnya dengan

menguasai 2 teknik Induction dasar berikut ini sudah sangat

cukup bagi seorang praktisi untuk menerapkannya di aplikasi

Stage Hypnotism maupun Hypnotherapy.

Shock Induction

1. Disebut sebagai “shock”, karena memang mengandung

unsur kejutan untuk proses pembukaan Criticial Area dari

Subyek.

2. Teknik ini hanya dapat diterapkan kepada Subyek yang

memiliki tingkat sugestivitas tinggi, dan memiliki

“connectedness” dengan Hypnotist yang akan melakukan

proses Hypnosis.

3. Teknik ini biasa dipergunakan di Stage Hypnotism, dan

perlu dimodifikasi agar lebih ekologis jika akan

diaplikasikan di Hypnotherapy.

113

4. Teknik Shock Induction tidak direkomendasikan bagi

Subyek yang memiliki penyakit / kelainan jantung, atau

penyakit lain yang sensitif terhadap unsur kejutan.

Berikut ini prosedur lengkap dari Shock Induction:

a. Pandu Subyek untuk melakukan aktivitas yang

menyebabkan ia menjadi sangat fokus (misalkan:

dengan mengamati obyek tertentu).

b. Ketika Subyek telah berada di puncak fokus, maka

berikan sedikit kejutan (missal: dengan cara

menepuk tubuhnya, menarik tangannya, dll.), dan

diikuti dengan Sugesti yang tegas : “Tidur”.

c. Lanjutkan segera dengan Deepening.

d. Jika posisi Subyek tidak stabil (misal akan terjatuh),

maka mintalah Subyek untuk memperbaiki

posisinya.

Gambar 9. Shock Induction

Extended Progressive Relaxation

Teknik Induction ini biasa diterapkan terhadap Subyek

dengan tingkat sugestivitas yang moderat dan rendah. Pada

umumnya Subyek dari kelompok ini agak cenderung sulit rileks

secara alami, sehingga perlu dipandu untuk melakukan

relaksasi total.

114

Teknik Induction ini mirip dengan meditasi yang

dipandu (Guided Meditation), akan tetapi dalam konsep

“Extended” ini, dilakukan pengujian (test) di beberapa titik.

Secara sederhana Teknik Induction ini akan memandu Subyek

untuk melakukan relaksasi secara bertahap, dari kepala sampai

dengan kaki, dan dilakukan pengujian (test) di beberapa bagian

tubuh (mata, leher, tangan,kaki, dst.).

Script untuk Extended Progressive Relaxation Induction dapat

dilihat di Script Book.

115

Hypnotherapy Sederhana

Walaupun materi pengajaran “Basic Hypnotherapy” IBH

lebih ditekankan kepada pemahaman dasar tentang segala

sesuatu yang terkait dengan Hypnosis, akan tetapi tetap dapat

diaplikasikan ke bidang Hypnotherapy atau Hypnosis untuk

menghasilkan efek terapeutik (penyembuhan), setidaknya

untuk membantu kasus-kasus sederhana.

Paradigma Hypnotherapy dari The Indonesian Board of

Hypnotherapy (IBH) adalah “Brief Hypnotherapy” yang

berbasiskan prinsip “Positive Psychology”, atau dengan kata lain

Hypnotherapy yang diterapkan lebih berorientasi ke masa

depan (empowerment) dan tidak berurusan dengan masa lalu

(luka traumatik, dsb.), oleh karena itu mereka yang telah

mengikuti pelatihan “Basic Hypnotherapy” dapat melakukan

Hypnotherapy, dengan aman, terutama untuk kasus-kasus

sederhana, dengan berbekalkan 4 teknik Terapeutik dasar,

yaitu : Direct Suggestion, Object Imagery, dan Future Pacing, dan

satu Tool, yaitu : Ideo Motor Response.

(1). Direct Suggestion

Subconscious Mind dapat menerima Sugesti yang akan

menjadi nilai baru, sepanjang hal tersebut tidak

bertentangan dengan nilai dasar yang ada. Direct Sugestion

116

merupakan bentuk Sugesti yang paling sederhana, dan

merupakan bentuk Sugesti dikenal di awal perkembangan

pengetahuan Hypnotherapy.

Direct Suggestion biasa diterapkan untuk:

a. Kasus-kasus sederhana

b. Untuk pengkodisian di awal sesi Hypnotherapy

c. Untuk kesimpulan (resume) dan empowerment di akhir

sesi Hypnotherapy

d. Untuk kasus motivasi.

Kaidah penyusunan Direct Suggestion:

a. Menggunakan kalimat positif

b. Bentuk waktu sekarang (present tense) atau progresif

c. Jelas dan detail

d. Ungkapan yang bersifat umum atau metafora

e. Sederhana dan emosional

f. Pribadi

g. Pengulangan

h. Tambahkan dengan imajinasi dan emosional positif.

(2). Object Imagery

Suatu kondisi atau permasalahan jika dapat

ditransformasikan ke dalam bentuk benda, maka akan

lebih mudah untuk di-tindak-lanjuti. Teknik ini dapat

diterapkan untuk membantu Client untuk membuang

tekanan, beban, stress, dengan cara merubah hal-hal

tersebut menjadi benda yang mudah ditindak-lanjuti.

(3). Future Pacing

Subconscious Mind dapat dilatih untuk merasakan “keadaan

yang diharapkan terjadi” di masa datang. Teknik ini biasa

117

diterapkan untuk kasus-kasus motivasi, yaitu dengan

mendekatkan Client ke tujuan yang akan dicapainya. Selain

itu juga dapat dipergunakan untuk simulasi suatu situasi

yang mungkin terjadi di masa datang, terkait dengan

permasalahan yang sedang diatasi.

(4). Ideo Motor Response

Proses tanya-jawab dengan Subconscious Mind dari Client

dapat dilakukan dengan gerakan motorik (Ideo Motor).

Biasanya dilakukan dengan perjanjian gerakan, misalkan :

gerakan telunjuk tangan kanan untuk “Ya”, dan gerakan

telunjuk tangan kiri untuk “Tidak”. Dapat dikembangkan

juga untuk variasi gerakan lainnya, misalkan untuk arti

“Tidak Tahu”.

Teknik Ideo Motor Response terutama dipergunakan saat tidak

diperlukan jawaban verbal dari Client. Teknik Ideo Motor

Response dapat dipergunakan secara luas, mulai dari

konfirmasi saat Induction dan Deepening, konfirmasi suatu

proses terapeutik yang sedang berlangsung, sampai dengan

konfirmasi tentang suatu pemahaman yang disampaikan

Hypnotherapist.

Stage Hypnotism

Stage Hypnotism adalah Hypnosis yang diaplikasikan di bidang

entertainment. Berikut ini beberapa hal pokok terkait dengan

Stage Hypnotism:

1. Pada umumnya partisipan diambil dari audience, setelah

diseleksi secara seksama melalui beberapa Suggestibility

Test.

2. Sebaiknya dipilih partisipan yang memiliki “kepribadian

terbuka”, dan memiliki pengetahuan yang luas.

118

3. Stage Hypnosis dapat dilakukan dengan Trance Hypnosis

(Hypnosis lengkap) ataupun Waking Hypnosis,

tergantung situasi dan Stage Hypnosis Routine yang akan

dibawakan.

4. Stage Hyposis harus menjunjung tinggi moral dan etika,

tidak diperkenankan untuk melakukan pelecehan secara

fisik.

Beberapa negara (salah satunya UK), tidak diperkenankan

melakukan demonstrasi Body Catalepsy dengan beban. Untuk

beberapa format Stage Hypnosis (misalkan di layar kaca),

diperlukan ijin tertulis dari partisipan, untuk menghindari

tuntutan hukum.

Stage Hypnosis Routine

Adalah kumpulan berbagai Script Stage Hypnotism yang

siap dimainkan sesuai dengan situasi dan kondisi. Seorang

Stage Hypnotist harus memiki koleksi Stage Hypnosis Routine

yang bervariasi, sehingga memiliki berbagai alternatif ketika

menghadapi situasi panggung yang bervariasi.

Depth Scale

Adalah upaya untuk membuat pengukuran kedalaman

Trance berdasarkan skala tertentu. Dalam perkembangan

pengetahuan Hypnosis, para ahli mengembangkan berbagai

sistem skala kedalaman Trance, antara lain: Davis-Husband

scale (1931), Friedlander-Sarbin Scale (1938), LeCron-

Bordeaux Scale (1947), Arons Depth Scale (1961). Berikut ini,

contoh penskalaan dari Davis-Husband.

119

Gambar 10. Davis-Husband Scale

Hypnotic Power

Merupakan keterampilan Hypnosis, menurut Ormond

McGill (The Dean of American Hypnotists) adalah upaya

penggabungan 2 hal secara selaras, yang menghasilkan apa

yang disebagai Hypnotic Power (daya hipnotis), kedua hal

tersebut adalah :

1. Physiological Power

Suatu daya yang bersumber dari diri seorang Hypnotist.

Di masa silam daya ini dianggap sebagai daya magnet yang

terkadang harus ditingkatkan dengan berbagai ritual magis dan

mistis. Pada hari ini, daya ini lebih merupakan pencerminan

dari Citra Diri (Self Image) seseorang, yang sangat terkait

dengan rasa percaya diri seorang Hypnotist.

2. Psychological Power

Suatu daya yang bersumber dari kekuatan kata-kata.

Kata-kata yang disusun sedemikian rupa, diucapkan dengan

cara tertentu, akan menghasilkan daya Sugesti yang sangat

120

kuat. Untuk menjadi seorang Hypnotist yang baik, maka kedua

daya di atas harus digabungkan secara selaras dan sama

kuatnya.

Hypnosis Script

Dalam pengetahuan Hypnosis, banyak diciptakan

berbagai Script oleh para ahli, mulai dari Induction Script,

Deepening Script, sampai dengan berbagai Script untuk

mengatasi berbagai permasalahan mental dan emosional

(Hypnotherapy), missal: Script untuk pelangsingan, Script untuk

mengatasi stress, dll. Berbagai Script ini dapat dengan mudah

diperoleh melalui “Googling” di Internet.

Hypnosis adalah seni komunikasi persuasif, yang harus

dipahami oleh Subyek dengan baik. Oleh karena itu penting

untuk dilketahui bahwa tidak setiap Script dapat diterapkan

secara langsung terhadap Subyek, karena mungkin saja

tersusun dari kalimat-kalimat yang belum tentu tepat bagi

Subyek.

Oleh karena itu suatu Script sebaiknya diambil ide dasarnya,

kemudian dilakukan modifikasi agar lebih sesuai dengan “gaya

bahasa” dari Hypnotist dan juga lebih sesuai dengan tingkat

pemahaman Subyek.

Hypnosis dan Brainwave

Aktivitas otak manusia dapat diukur dengan suatu alat

yang dikenal dengan sebutan EEG (Electroencephalograph).

Terdapat empat wilayah gelombang otak manusia, yaitu :

1. Beta (14 – 24 Cps)

Aktivitas otak normal. Dalam keadaan ini manusia dapat

berpikir secara multitasking (5 sd 9 hal sekaligus).

2. Alpha (7 – 14 Cps)

121

Saat pikiran mulai memasuki keheningan. Dalam

keadaan ini fokus pikiran mulai sedikit.

3. Theta (3.5 – 7 Cps)

Saat pikiran memasuki kondisi yang sangat hening, atau

kondisi bermimpi. Dalam keadaan ini fokus biasanya

tunggal.

4. Delta (0.5 – 3.5 Cps)

Saat kondisi tidur lelap, tanpa mimpi. Hypnosis dalam

pola relaksasi progesif (Extended Progressive Relaxation)

dapat dianalogikan dengan membawa Subyek dari

gelombang Beta ke gelombang Alpha melalui teknik

Induction, kemudian membawa Subyek ke gelombang

Theta dengan teknik Deepening.

Self Hypnosis

Adalah suatu teknik untuk menghipnotis diri sendiri,

atau dengan kata lain Hypnotist dan Subyek adalah pihak yang

sama. Teknik Induction yang dipergunakan umumnya adalah

Extended Progressive Relaxation, dan teknik Deepening yang

dipergunakan adalah teknik Deepening sederhana (hitungan

mundur). Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam Self Hypnosis :

1. Lakukan Self Hypnosis dalam posisi duduk santai (misal

di sofa).

2. Setiap Self Hypnosis (pada satu waktu), hanya satu tema

pemrograman. Pemrograman tema lainnya dapat

dilakukan pada kesempatan Self Hypnosis di waktu yang

berbeda.

3. Susun bahasa Sugesti sesuai dengan tata-cara yang

berlaku pada Direct Suggestion (bahasa positif, repetisi,

progressive, dll.).

122

4. Dapat diakhiri dengan Termination atau dilanjutkan

dengan tidur secara alami (Gelombang Delta).

123

Penutup

Untuk menguasai keterampilan Hypnosis dengan baik,

maka berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan:

1. Hypnosis harus benar-benar diterima sebagai fenomena

psikologis biasa, dan merupakan sesuatu yang alami dan

banyak diketemukan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Keterampilan Hypnosis adalah bentuk penajaman dari

seni komunikasi persuasif, dan sama sekali tidak ada

unsur magis atau mistis.

3. Latihan yang perlu dilakukan untuk pertama kalinya

adalah Suggestibility Test, lalu dilanjutkan dengan

Waking Hypnosis, kemudian Stage Hypnotism, dan

akhirnya Hypnotherapy sederhana.

4. Dalam setiap proses harus dilakukan analisa secara

mendalam dan seksama, karena setiap Subyek memiliki

keunikan, termasuk perbedaan dalam situasi dan

kondisi berbeda.

5. Hypnosis adalah keterampilan, oleh karena tidak ada

cara lain untuk menjadi terampil, selain berlatih dan

belajar terus dari kesalahan yang mungkin timbul

selama proses berlatih !

124

DAFTAR PUSTAKA

Aamodt, Mc., 1999, Applied Industrial/Organizational Psychology, Publisher: Thomson Learning

Agness, Lindsey, 2010, The True Magic of NLP, Jakarta Arif, Antoniue, 2012, menghancurkan Mental Block, Titik Media

Publisher, Jakarta. Baron, A. Robert & Jerald Greenberg, 2000, Behavior in

Organization : Understanding & Managing The Human Side of Work, Prentice Hall International Inc., Canada.

Beehr, T. A. 1978 Psychologycal Stress In The Workplace. London: Rotledge.

Benson, Etienne. 2002. Friends Indeed; Social support from pets can lower stresss research shows. Monitor On Psychology (A Publication of The American Psychological Association): December 2002: Volume 33 No.11; page 26)

Blair, Forbes Robbin, 2010, Instant Self Hypnosis, 15 menit Menuju Kebahagiaan dan Sukses dalam Hidup, BIP, Jakarta

Carlson, Richard. 2003. Don’t Sweat Guide For Graduates. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Cooper, C. L., & Payne, R. 1994. Causes, Coping & Consequences of Stress at Work. USA: John Wiley & Sons, Ltd.

Cooper, C. L., Dewe, P. J., & O’Driscoll, M. P. 1991. Organizational Stress: A Review and Critique of Theory, Research, and Applications. California: Sage Publications, Inc.

Cooper, Cary & Alison Straw.1995. Stress Management yang Sukses. Jakarta: Kesaint Blanc Indah Corp.

Davis, K. & Newstrom, J.W. (2002). Perilaku dalam Organisasi (terjemahan Agus Darma). Jakarta: Erlangga.

Davis, Keith dan J.W. Newstrom. 1985. Perilaku dalam Organisasi, Jilid II. Erlangga. Jakarta.

125

Dessler, Gary, 1992, Manajemen Personalia, diterjemahkan oleh: Agus Dharma, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta.

Dunnette & Marvin, 1998 Dunnette, D. Marvin & Leaetta, M. Hough, 1998, Handbook of Industrial and Organizational Psychology; Consulting Psychologists Press, Inc, Palo Alto, California.

Elfiki, Ibrahim., 2013, Terapi Berfikir Positif, Zaman, Jakarta Gibson, Ivancevich dan Donelly. 1984. Organisasi dan

Manajemen: Perilaku, Struktur dan Proses. Erlangga. Jakarta.

Greenberg, J., & Baron, R. A. 1993. Behavior In Organizations: Understanding And Managing The Human Side Of Work. USA: Allyn & Bacon.

Greer, Charles, R., 1995, Strategy and Human Resources, A General Managerial Perspective, Prentice-Hall, Inc, New York.

Gunawan, Adi, 2012, The Miracle of Mind Body Medicine, Gramedia, Jakarta

Hans Selye . (2008 ed.).Encyclopædia Britannica, Inc. Diakses pada 2020-02-18. Baron, A. Robert & Jerald Greenberg, 2000, Behavior in Organization : Understanding & Managing The Human Side of Work, Prentice Hall International Inc., Canada.

Hornby dkk., 1972, Advanced Learner’s Dictionary, London, Oxford

Hunter, R, CHT., 2011, Seni Hipnoterapi, Indeks, Jakarta. Ivancevic, J.M., 2001, Human Resource Management, McGraw-

Hill Companies, New York. Ivancevic, J.M., 2001, Human Resource Management, McGraw-

Hill Companies, New York. Komaki, J. L., Coobs, T., Redding, T. P., & Schepman, S., 2000, A

Rich and Rigorous Examination of Applied Behavior Analysis Research in The World of Work, International Review of Industrial and Organizational Psychology, vol 15, pp.265-367.

126

Komaki, J. L., Coobs, T., Redding, T. P., & Schepman, S., 2000, A Rich and Rigorous Examination of Applied Behavior Analysis Research in The World of Work, International Review of Industrial and Organizational Psychology, vol 15, pp.265-367.

Kreitner, Robert & Angelo Kinicki, 2001, Organizational Behavior, McGraw-Hill Companies, North America.

Kupriyanov, R., & Zhdanov, R. (2014). The eustress concept: Problems and outlooks. World Journal of Medical Sciences, 11(2), 179-185. doi: 10.5829/idosi.wjms. 2014.11.2.8433. Lazarus, R. S. (1993). From

Lin, S. H., & Huang, Y. C. (2014). Life stress and academic burnout. Active Learning in Higher Education, 15(1), 77-90. doi: 10.1177/1469787413514651

Luthans, F. 1992. Organizational Behavior 6th ed. Singapore: McGraw-Hill, Inc.

Lyon. 2012. France: International Agency for Research on Cancer. Available from http://globocan.iarc.fr. Maulina Mahelda, IP, dan Nurul Hartini. 2012.

Mangkuprawira, Sjafri, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Cetakan kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Mitchell, T. R., & Larson, J. R. 1987. People in Organizations: An Introduction to Organizational Behavior (3rd ed.). USA: McGraw-Hill, Inc.

Munandar, A. ., 200, Psikologi Industri, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Rice, V. H. (Ed.). (2011). Theories of stress and its relationship to health. In Rice, H. V. (Eds.), Handbook of stress, coping, and health: Implications for nursing research, theory, and practice. USA: Sage Publication, Inc.

Richard. (2010). Coping with Stress In a Changing World. New York: McGrawHill

Ruky, Achmad S., 2002, Sistem Manajemen Kinerja, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sailer , Schlacter, Edward, 1982, Skill Learning, Managing Stress, New York, McGraw-Hill Company.

127

Sentanu, Erbe., 2007, Quantum Ikhlas, Teknologi aktivitas Kekuatan Hati, PT. Elex Media.

Sailer , Schlacter, Edward, 1982, Skill Learning, Managing Stress, New York, McGraw-Hill Company.

Santrock, John W. (2003). Adolesence, Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Sarafino, EP., 1990, Health PsYchology: Biopsychososial Interactions, New York:John Willey&Sons

Selye, H. (1979) The Stress of My Life Van Nostrand Reinhold New York

Sharpley, David, 1998, Personality Profiles, and The Dynamics of High Performance, http://www.david.co.uk/Pagefiles/ pp%2022%20.pdf

Simamora, H., 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta.

Soeswondo, Soesmalijah. 1993. Stress Kerja Dalam Era Pembangunan: Pidato pengukuhan diucapkan pada upacara penerimaan jabatan sebagai guru besar tetap psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Indonesia di Depok.

Solso, R.L., 1995, Cognitive Psychology, Allyn & Bacon, Needhams Height, MA.

Sonnentag, S., 2000, Expertise At Work : Experience and Excellent Peerformance, International Review of Industrial and Organizational Psychology, vol. 15, pp. 223-264.

Spielberger, & Zuckerman, 2001, Emotions and Anxiety: New Concepts, Methods, and Applications, Hillsdale, NJ.

Sugiharto, 2007, Perbankan Maju, tapi Pengangguran Tinggi, Suara Merdeka. Semarang.

Sugiharto. 2002, Definisi Stres Kerja, teorionline.wordpress.com/ 2010/02/03/stres-kerja

Sutherland, V.J.& Cooper, C.L. 2002, Definisi Stres Kerja, teorionline.wordpress.com/ 2010/02/03/stres-kerja

Sutherland, V.J.& Cooper, C.L., 1990, Understanding Stress: A Psychologycal Perspective for Health Profesionals,

128

(Series Marcer, D.,(ed), Psychology and Health Series 5, London: Chapman and Hall.

The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH) 26 Ursin, H., & Eriksen, H. R. (2004). The cognitive activation

theory of stress. Psychoneuroendocrinology, 29(5), 567-592. doi: 10.1016/S0306-4530(03)00091-X

Wade, C., & Tavris, C. (2007). Psikologi,Edisike-9. Jakarta: Erlangga.

Widhiastuti, Hardani., 2010, Mengelola Stres Menjadi Suatu Kekuatan, ISBN: 978-979-3948-91-1, Semarang University Press, Semarang.

Wong, W & Adri Hakim, 2009, Dasyatnya Hipnosis, Visimedia, Jakarta.

Wong, Willy, 2010, membongkar Rahasia, Hipnosis, Visimedia, Jakarta.

_________. 2002, Definisi Stres Kerja, teorionline.wordpress.com/ 2010/02/03/stres-kerja

129

Biografi Penulis

Hardani Widhiastuti, dosen lulusan Fakultas

Psikologi Universitas Gajahmada (UGM) dengan

konsentrasi Pskologi Industri dan Organisasi

(PIO), sekaligus merupakan doktor di bidang Psikologi Industri dan

Organisasi. Guru besar bidang Psikologi didapat tahun 2014, hingga

kini tetap konsisten meneliti bidang sumber daya manusia. Saat ini

menekuni bidang-bidang terapan Psikologi seperti Hipnoterapi, NLP

dan Resource Theraphy, yang tentu saja berdampak pada

kompetensinya dalam bidang sumber daya manusia.

Bidang Perilaku Organisasi sudah menjadi santapan sehari-

hari. Tulisan mengenai Perilaku Organisasi dalam terapan

perusahaan maupun pengelolaan kepemerintahan merupakan minat

yang ditekuni, sehingga keahliannya kini dibutuhkan untuk

mengampu Psikologi Industri dan Organisasi serta Perilaku

Organisasi di berbagai program Pascasarjana baik Perguruan Tinggi

Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS).

Dengan adanya tulisan Dhani tentang Stres dan Hipnotherapi

ini, harapannya dapat memberi pencerahan baru bagi yang tertarik

dan mendalami bidang sumber daya manusia. Alamat email :

[email protected].

130

FX. Praptoharsoyo, Nama Panggilan : Frans, lahir di

Sleman ,6 Maret 1968. Kompetensi yang

bersangkutan lebih pada PSikologi Pendidikan dan

Bimbingan(BK) . Alumni Institute Property

Indonesia. Kepakaran terakhir adalah, memiliki

Certified Master Trainer NeoNLP Society, Certified

International Association Counselors& Therapists

(IACT),Certified Behavior Based Neuroscience, Certified

Instructor Indonesia Board of Hypnotherapy, Certified

Behavior Based Neuroscience, dan sebagai Master Trainer ITC,

Certified Behavior Based Neuroscience.Jabatan terakhir adalah

Director & Founder CV. Indonesia Training Center. Selain

kepakaran di atas, juga sebagai Praktisi Mesmerism RHI,

Praktisi Reiki Atomic Kundalini level 3.

Website : www.kampusnlp.com.