Upload
khangminh22
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MANAJEMEN STRES MENGGUNAKAN HYPNOTERAPI
Prof. Dr. Hardani Widhiastuti, MM., Psikolog.
Fx .Prapto Harsoyo, MT.,NNLP.
2020
ii
JUDUL BUKU
Manajemen Stres Menggunakan Hypnoterapi
Penulis:
Prof. Dr. Hardani Widhiastuti, MM., Psikolog.
Fx .Prapto Harsoyo, MT.,NNLP.
ISBN:
978-602-9019-92-6
Desain Sampul:
Desi Eka Sari
Tata Letak:
Diyah Kartika Sari
Saeful Amri
Penerbit:
Redaksi:
Jl. Soekarno-Hatta Pedurungan Semarang. 50196 Indonesia
Telp: 024-6702757, Fax: 024-6702272
e-mail: [email protected]
http://www.usmpress.usm.ac.id
Cetakan Pertama, 2020
viii, 130 hlm, 15.5 cm x 23 cm
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
All Rights Reserved
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan
cara apapun tanpa seizin tertulis dari penerbit
iii
KATA PENGANTAR
Manusia, tidak luput dari dera permasalahan. Tidak semua
permasalahan yang dialami manusia sama dan tingkat intensitas dan
bebannya juga tidak akan sama. Namun dapat dipastikan bahwa
semua manusia akan mengalami apa yang disebut dengan “STRES”.
Stres merupakan salah satu yang dialami dan dirasakan oleh
manusia sebagai mahluk Tuhan . Walaupun manusia yang senantiasa
lebih unggul dari mahluk-mahluk ciptaan Tuhan yang lain, karena
manusai diberi akal, sehingga dari dirinyalah segala permasalahan
dapat dipecahkan dan bahkan diciptakan, akan tetapi manusia harus
berhadapan dan berbaur dengan lingkungan disekelilingnya,
sehingga mau tidak mau manusia harus menyesuaikan atau menolak
atas dampak lingkungan. Dengan demikian, lingkungan dapat
bersahabat atau tidak kemungkinan dapat menjadi penyebab stres
baik langsung maupun tidak langsung, dengan memunculkan
berbagai bentuk stres.
Hipnoterapi merupakan salah satu bentuk terapi yang
mengutamakan sisi psikologis, mengingat dalam hipnoterapi hampir
sebagian besar menggunakan sugesti sebagai alat untuk menterapi
seseorang. Metode Hypnotherapy bukanlah suatu metode ajaib, yang
dapat serta merta secara mudah “merubah pikiran” seseorang,
walaupun Sugesti diberikan dalam kondisi Trance yang dalam
(Somnambulism). Sugesti yang “tidak kompatibel” dengan sistem
nilai yang terdapat dalam diri Client, tidak akan dapat bertahan lama.
Hal ini disebabkan otak manusia menerima lebih dari segala data
yang dia perhatikan. Hal ini mendasarkan pada indera manusia
yang akhirnya diterima di otak dengan lebih dari empat miliar
saraf setiap detiknya Setiap orang akan merasa sadar atau tidak
sadar dengan apa yang dialaminya, sehingga dengan
iv
menumpuknya beban yang dihadapi dan dipikirkan oleh
manusia menyebabkan stress mendera.
Era kesenjangan menjadi salah satu pencetus munculnya
stres. Tuntutan demi tuntutan terus muncul bersamaan dengan
berkembangnya waktu. Krisis global merambah hampir keseluruh
bidang, baik bidang pekerjaan maupun bidang lain yang terkait. Selai
itu masalah pemutusan hubungan kerja terjadi dimana-mana karena
para pengusaha menyesuaikan antara pendapatan dengan biaya–
biaya yang harus dikeluarkan. Itu semua akhirnya berdampak pada
individu karena individu adalah merupakan anggota suatu
organisasi.
Penulis
v
DAFTAR ISI
MANAJEMEN STRES MENGGUNAKAN HYPNOTERAPI ........... 1 KATA PENGANTAR .......................................................................... iii DAFTAR ISI ........................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ........................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................... viii PENCERAHAN ..................................................................................... 1 PENGERTIAN STRES ......................................................................... 7
A. Pengertian Stres Kerja ...................................................................... 11
B. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja .......................................... 13
1. Peran Individu dalam Organisasi ........................................ 18
2. Pengembangan Karir .................................................................. 19
3. Hubungan dalam Pekerjaan .................................................... 19
4. Struktur dan Iklim Organisasi ................................................ 19
5. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan ....................... 20
6. Ciri-ciri individu ............................................................................ 20
C. Dampak Stres Kerja Pada Karyawan ......................................... 21
D. Strategi Manajemen Stres Kerja .................................................. 22
1. Pendekatan Individual ............................................................... 23
2. Pendekatan Organisasional ..................................................... 23
MACAM-MACAM STRES ................................................................. 28 CARA MENGENALI STRES ............................................................. 36
A. Gejala-gejala Stres .............................................................................. 36
B. Gejala fisik .............................................................................................. 37
C. Gelaja Psikologis, Gajala Fisiologis, dan Gejala Perilaku .. 38
vi
CARA PENANGANAN STRES ......................................................... 63 A. Bahaya Jika Stres Berubah Menjadi Tekanan ........................ 63
B. Mengatasi Stres Secara Individual .............................................. 64
C. Peran Kecerdasan Emosional dan Spiritual ........................... 65
RENUNGAN DAN SOLUSI TERHADAP STRES........................... 70 KASUS: MUSIK SEBAGAI SALAH SATU PELURUH STRES ....... 71
A. Masalah yang Sering Muncul ......................................................... 75
MENGENAL HIPNOTERAPI ........................................................... 82 A. Ada beberapa metode penanganan masalah psikologis,
antara lain :.................................................................................................... 83
B. Beberapa metode penanganan masalah .................................. 87
Critical Area ...................................................................................... 90 A. Peran Sugesti dan Cara Kerja ........................................................ 91
Hypnotisability ................................................................................ 95 Suggestibility .................................................................................... 97 Rigid Catalepsi............................................................................... 102 Latihan Fokus ................................................................................ 103
A. Latihan Fokus 1 ................................................................................. 103
B. Latihan Fokus 2 ................................................................................. 104
Struktur Hypnosis Lengkap ...................................................... 109 Induction Dasar ............................................................................ 112 Hypnotherapy Sederhana .......................................................... 115 Penutup ........................................................................................... 123 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 124 Biografi Penulis ............................................................................ 129
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Stres Sebagai Suatu Respon ............................................ 70
Gambar 2. Tahapan Hipnosis ...............................................................94
Gambar 3. Rigid Catalepsi ..................................................................... 103
Gambar 4. Locking The Hands ............................................................ 105
Gambar 5. Catalepsy of The Eyesi ...................................................... 106
Gambar 6. Relaxation Training .......................................................... 107
Gambar 7. Waking Hypnosis ................................................................ 108
Gambar 8. Struktur Lengkap Hipnosis........................................... 109
Gambar 9. Shock Induction................................................................... 113
Gambar 10. Davis-Husband Scale ....................................................... 119
1
PENCERAHAN
Hampir setiap manusia mengalami apa yang disebut
dengan stres. Tua, muda, bahkan anak-anak balita pun
mengalaminya. Mengapa dapat terjadi. Itu merupakan hal yang
wajar, hal yang manusiawi karena tidak ada keistimewaan
apabila stres dialami manusia.
Stres merupakan hal abstrak, mengapa disebut abstrak
karena tidak ada seorang pun yang dapat melihat wujud stres
tersebut. Apakah dalam bentuk wujud bulat, persegi, bergerigi,
atau bahkan berbentuk menyerupai sesuatu sesuai
penggambaran masing-masing individu yang mengalami stres
tersebut. Stres sebenarnya lebih pada adanya tekanan yang
dirasakan seseorang, karena tuntutan yang ada atau yang
dialami tidak sesuai dengan kemampuan individu, tidak sesuai
dengan kondisi kepribadian individu, atau tidak sesuai dengan
kapasitas individu, sehingga seseorang menjadi merasa
terbebani dengan adanya tekanan tersebut.
Banyak teori dari berbagai sudut pandang mengenai
stres. Pendapat dokter mengenai stres, adalah adanya
ketegangan sel-sel syaraf yang bisa menyebabkan timbulnya
berbagai penyakit. Psikolog mengatakan stres adalah awal dari
berbagai gangguan mental. Namun gangguan ini bukan sesuatu
2
yang mengarah pada sakit jiwa, akan tetapi hanya pada ambang
adanya gangguan. Akan tetapi apabila stres dirasakan sudah
merupakan suatu yang akut atau lebih mengganggu aktivitas
keseharian, maka perlu adanya perhatian khusus. Stres lebih
pada naiknya gelombang otak. Kalau kita sudah tahu bahwa
stres hanyalah kondisi naiknya gelombang otak, maka dengan
teknologi gelombang otak kita bisa dengan mudah mengatasi
stres.
Beberapa alasan stres bisa jadi karena pekerjaan,
keluarga, kehilangan orang tercinta dengan tiba-tiba,
berakhirnya pernikahan atau hubungan atau masalah
kesehatan dan diet. Stres dapat disebabkan oleh apapun dan
dapat mengakhiri kehidupan seseorang dengan cepat. Penting
bagi kita semua untuk belajar mengatasi stres atau stres akan
makin berlarut-larut. Stres, yang menimpa begitu banyak
orang, adalah suatu keadaan batin yang diliputi kekhawatiran
akibat perasaan seperti takut, tidak aman, ledakan perasaan
yang berlebihan, cemas dan berbagai tekanan lainnya, yang
merusak keseimbangan tubuh. Ketika seseorang menderita
stres, tubuhnya bereaksi dan membangkitkan tanda bahaya,
sehingga memicu terjadinya beragam reaksi biokimia di dalam
tubuh; Kadar adrenalin dalam aliran darah meningkat;
penggunaan energi dan reaksi tubuh mencapai titik tertinggi;
gula, kolesterol dan asam-asam lemak tersalurkan ke dalam
aliran darah; tekanan darah meningkat dan denyutnya
mengalami percepatan. Ketika glukosa tersalurkan ke otak,
kadar kolesterol naik, dan semua ini memunculkan masalah
bagi tubuh.
Oleh karena itu stres yang parah khususnya, akan dapat
mengubah fungsi-fungsi normal tubuh, hal ini dapat berakibat
sangat buruk. Akibat stres, kadar adrenalin dan kortisol di
dalam tubuh meningkat di atas batas normal. Peningkatan
3
kadar kortisol dalam rentang waktu lama berujung pada
kemunculan dini gangguan-gangguan seperti diabetes, penyakit
jantung, tekanan darah tinggi, kanker, luka pada permukaan
dalam dinding saluran pencernaan, penyakit pernapasan,
eksim dan psoriasis (sejenis penyakit kulit yang ditandai oleh
pembentukan bintik-bintik atau daerah berwarna kemerahan
pada kulit, yang tertutupi oleh lapisan tanduk berwarna perak).
Kadar kortisol yang tinggi dapat berdampak pada terbunuhnya
sel-sel otak. Tanda-tanda seperti itu sering disebut dengan
PSIKOSOMATIS, yaitu adanya gangguan fisik yang diakibatkan
adanya gangguan psikologis.
Sisi lain, ada kaitan penting antara stres dan tegang
seperti disebutkan di atas, serta rasa sakit yang
ditimbulkannya. Penegangan yang diakibatkan stres
berdampak pada penyempitan pembuluh darah nadi, gangguan
pada aliran darah ke daerah-daerah tertentu di kepala dan
penurunan jumlah darah yang mengalir ke daerah tersebut.
Jika suatu jaringan mengalami kekurangan darah hal ini akan
langsung berakibat pada rasa sakit, sebab suatu jaringan yang
di satu sisi mengalami penegangan mungkin sedang
membutuhkan darah dalam jumlah banyak dan di sisi lain telah
mendapatkan pasokan darah dalam jumlah yang kurang akan
merangsang ujung-ujung saraf penerima rasa sakit. Di saat
yang sama zat-zat seperti adrenalin dan norepinefrin, yang
mem-pengaruhi sistem saraf selama stres berlangsung, juga
dikeluarkan. Hal ini secara langsung atau tidak langsung
meningkatkan dan mempercepat penegangan otot.
Demikianlah, rasa sakit berakibat pada penegangan,
penegangan pada kecemasan, dan kecemasan memperparah
rasa sakit. Akan tetapi, salah satu dampak paling merusak dari
stres adalah serangan jantung. Penelitian menunjuk-kan bahwa
orang yang agresif, khawatir, cemas, tidak sabar, dengki, suka
4
memusuhi dan mudah tersinggung memiliki peluang terkena
serangan jantung jauh lebih besar daripada orang yang tidak
memiliki kecenderungan sifat-sifat tersebut. Alasannya adalah
bahwa rangsangan berlebihan pada sistem saraf simpatetik
yakni sistem saraf yang mengatur percepatan denyut jantung,
perluasan bronkia, penghambatan otot-otot halus sistem
pencernaan makanan, dan lain-lain, yang dimulai oleh
hipotalamus, juga mengakibatkan pengeluaran insulin yang
berlebihan, sehingga menyebabkan penimbunan kadar insulin
dalam darah. Ini adalah permasalahan yang teramat penting.
Sebab, tak satu pun keadaan yang berujung pada penyakit
jantung koroner memainkan peran yang sedemikian paling
penting dan sedemikian berbahaya sebagaimana kelebihan
insulin dalam darah.
Para ilmuwan telah mengetahui bahwa semakin parah
tingkat stres, maka akan semakin lemahlah peran positif sel-sel
darah merah di dalam darah. Menurut sebuah penelitian yang
dikembangkan oleh Linda Naylor, pimpinan perusahaan alih
teknologi Universitas Oxford, pengaruh negatif berbagai
tingkatan stres pada sistem kekebalan tubuh kini dapat diukur.
Terdapat kaitan erat antara stres dan sistem kekebalan tubuh.
Stres kejiwaan memiliki dampak penting pada sistem
kekebalan dan berujung pada kerusakannya. Saat dilanda stres,
otak meningkatkan produksi hormon kortisol dalam tubuh,
yang melemahkan sistem kekebalan. Atau dengan kata lain,
terdapat hubungan langsung antara otak, sistem kekebalan
tubuh dan hormon.
Pernahkah anda mendapati wajah anda terlihat tidak
menarik seperti hari-hari sebelumnya? Pernahkah anda merasa
krisis percaya diri dengan sebab yang tidak jelas? Mengalami
kelelahan kronis? Merasa sulit untuk tersenyum? Merasa
begitu sensitif dan mudah marah? Tidak memedulikan
5
penampilan seperti biasanya? Mengalami kemunduran dalam
pergaulan? Sulit ber-konsentrasi pada pelajaran atau
pekerjaan? Itu artinya anda sedang stres.
Para pakar di bidang ini menyatakan bahwa pengkajian
terhadap stres kejiwaan atau stres raga telah mengungkap
bahwa selama stres berat berlangsung terjadi penurunan pada
daya kekebalan yang berkaitan dengan keseimbangan
hormonal. Diketahui bahwa kemunculan dan kemampuan
bertahan dari banyak penyakit termasuk kanker terkait dengan
stres. Singkatnya, stres merusak keseimbangan alamiah dalam
diri manusia. Mengalami keadaan yang tidak normal ini secara
terus-menerus akan merusak kesehatan tubuh, dan berdampak
pada beragam gangguan fungsi tubuh. Para ahli
menggolongkan dampak buruk dari stres terhadap tubuh
manusia kaitan antara akibat kondisi stres yang sering dialami
oleh manusia, antara lain cemas dan panik yaitu suatu perasaan
yang menyebabkan peristiwa tidak terkendali, antara lain
mengeluarkan keringat yang semakin lama semakin banyak,
muncul perubahan suara seperti berbicara secara gagap dan
gugup, atau menyebabkan aktivitas yang justru berlebihan
sehingga menyebabkan pengeluaran energi yang tiba-tiba,
pengendalian diabetik yang lemah, atau mungkin menyebabkan
kesulitan tidur, mimpi buruk, penyakit kulit seperti timbulnya
bercak, bintik-bintik, jerawat, ketombe di kepala, demam,
eksim dan psoriasis, muncul-nya gangguan saluran pencernaan,
seperti salah cerna, mual, luka pada permukaan dalam dinding
saluran pencernaan, penegangan otot seperti pada gigi yang
bergesekan atau terkunci, rasa sakit sedikit tapi terus-menerus
pada rahang, punggung, leher dan pundak, terjadi penyakit
infeksi berintensitas rendah dalam bentuk pilek, gangguan
kepala seperti migrain, kondisi denyut jantung dengan
kecepatan yang tidak wajar, rasa sakit pada dada, tekanan
6
darah tinggi, ketidakseimbangan ginjal, menahan air, adanya
gangguan pernapasan, pendek napas, timbul dampak alergi
pada tubuh, sakit pada persendian, mulut dan tenggorokan
kering, serangan jantung, hingga terjadi kondisi melemahnya
sistem kekebalan tubuh.
Intinya adalah, bahwa dengan penyaluran diri dan ke-
mampuan untuk mengelola diri secara optimal, maka
seseorang akan seminimal mungkin terhindar dari kondisi
stres, karena dengan pengelolaan diri yang baik, maka
seseorang dapat mengubah stres yang dialami menjadi sebuah
kekuatan yang justru akan memberikan nilai positif bagi diri
dan akhirnya menjadi motivator. Hal yang paling penting dalam
mencegah stres adalah memiliki dukungan sistem yang bagus.
Walaupun terkadang individu mendapat bantuan yang
dibutuhkan dari teman dan keluarga, akan tetapi untuk
bersandar pada mereka pun harus hati-hati dan perlu melihat
situasi karena kita tidak tahu apakah mereka juga dalam situasi
penuh tekanan atau tidak. Dengan demikian pengelolaan diri
merupakan hal yang penting kita lakukan melalui
pembelajaran dan kemauan dari diri kita sendiri.
7
PENGERTIAN STRES
Sebelum membahas stres lebih jauh, kita harus
mengetahui dan mengenal lebih dekat masalah stres. Stres
adalah perasaan tertekan, perasaan tertekan ini membuat
orang mudah tersinggung, mudah marah, dan konsentrasi
terhadap pekerjaan menjadi terganggu. Lingkungan bisa
menjadi sumber stres bagi orang, karena tuntutan menghadapi
keinginan atau target tertentu dan konflik-konflik yang lainnya
bisa menimbulkan stres. Stres adalah lebih kepada
suatukeadaan yang bersifat internal, yang disebabkan oleh
tututan fisik (badan), atau lingkungan, situasi sosial, yang ber-
potensi merusak dan tidak terkontrol. Stres juga dapat
didefinisikan adanya tanggapan atau atau proses internal
maupun esternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan
psikologis sampai melebihi batas (Cooper, 1994).
Berbeda dengan pendapat Selye, “Work stress is an
individual’s response to work related environmental stressors.
Stress as the reaction of organism, which can be physiological,
psychological, or behavioural reaction” (Selye, dalam Beehr, et
al., 1992). Berdasarkan definisi tersebut, dalam hal ini pada
stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja
yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis,
8
psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di
atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja.
Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang
dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat
menyebabkan stres.
Selye (1979) sendiri mengemukakan stres lebih pada
sesuatu yang sifatnya abstrak, mengingat stres sendiri memang
tidak dapat dilihat hanya dirasakan. Seseorang saat mengalami
stres pun, lebih banyak yang memahami dari sisi gejala
ataupun akibat yang muncul dengan adanya stres tersebut.
Selye berpendapat mengenai stres lebih merupakan suatu
tahapan, yaitu:
1. Tahapan Alarm
Tahapan ini seseorang merasakan adanya sesuatu tanda-
tanda yang mengindikasikan mengalami stres. Apabila
seseorang merasakan secara tajam, maka akan terjadi sikap
maupun perilaku seseorang untuk berhadapan dengan stres
baik melawan untuk menghindari maupun langkah
selanjutnya. Hal ini tergantung pada kemampuan seseorang
dalam kaitannya dengan stres yang dialami.
2. Tahap Melawan Stres
Saat dimana seseorang berusaha melawan stres.
Pemahaman terhadap stres memang sangat dibutuhkan dan
hal itu di-tentukan salah satunya adalah kemampuan baik
kemampuan fisik maupun psikis serta stabilitas emosi
sesorang. Cara-cara perlawanan terhadap stres juga
mencerminkan adanya ke tiga hal tersebut, tentu saja
tergantung usia, pengalaman atau sering disebut faktor
belajar, serta stabilitas emosi.
3. Tahap Kehabisan Energi
Tahapan ini, seseorang mulai merasakan adanya energi
yang telah digunakan untuk melawan stres begitu banyak,
9
sehingga seseorang merasa sudah maksimal dalam
melawan stres. Seseorang berhasil atau tidak berhasil
melawan stres bukan suatu yang diperhatikan, akan tetapi
lebih pada beban yang ditimbulkan dalam menyelesaikan
suatu.
Spielberger (2001) menyebutkan bahwa stres adalah
tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang,
misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus
yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa
diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang
tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Cary
Cooper dan Alison Straw (1995) mengemukakan gejala stres
dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan
kering, tangan lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang,
pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan,
sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel,
salah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa,
gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit
konsentrasi, sulit berfikir jernih, sulit membuat keputusan,
hilangnya kreativitas, hilangnya gairah dalam penampilan
dan hilangnya minat terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi
cermat yang berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang
percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak-
ledak. Sedangkan gejala stres di tempat kerja, meliputi:
kepuasan kerja rendah, kinerja yang menurun, semangat
dan energi menjadi hilang, komunikasi tidak lancar,
pengambilan ke-putusan jelek, kreativitas dan inovasi
kurang, bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.
10
Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam
hubungannya dengan kualitas kerja dan interaksi normal
individu sebelumnya. Braham (Spielberger, 2001)
mengemukakan adanya gejala stres dapat berupa tanda-tanda
berikut ini:
1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur lidak teratur, sakit kepala,
sulit buang air besar, adanya gangguan pencemaan, radang
usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada
bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah
selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung,
kehilangan
energi.
2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan
terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah
berubah-ubah, sedih, dan mudah menangis dan depresi,
gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan
serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.
3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat
menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun
berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.
4. Interpersonal, yailu acuh dan mendiamkan orang lain, ke-
percayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari
janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain
atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara
berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.
Beberapa uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa
stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang
dimana ia terpaksa mem-berikan tanggapan melebihi
kernampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan
eksternal (lingkungan). Stres yang terlalu besar dapat
mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
11
lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri seseorang
berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat
mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Secara umum stres dapat dialami oleh siapa saja dan
dimana saja. Stres pun tidak hanya dialami oleh manusia, akan
tetapi semua mahluk hidup akan mengalami apa yang disebut
stres. Bahkan, binatang lebih terlihat gejala stresnya, antara
lain kalau burung tidak akan ”ngoceh”, kalau anjing atau kucing
dia tidak suka makan, lemes, dan lain-lain.
A. Pengertian Stres Kerja
Gibson mengemukakan bahwa stres kerja
dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres
sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai
stimulus-respon. Stres sebagai stimulus merupakan
pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan. Definisi
stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang
menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap
stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi
dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon
individu. Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres
sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan
dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah
stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil
interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan
kecenderungan individu untuk memberi tanggapan.
Luthans (2000) mendefinisikan stres sebagai suatu
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh
perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi
dari tindakan dukungan, situasi atau peristiwa yang terlalu
banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang,
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul
12
karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu
dalam meng-hadapinya dapat berbeda. Masalah stres kerja di
dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting
diamati sejak mulai imbulnya tuntutan untuk efisien di dalam
pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang
menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis,
peningkatan ketegangan pada emosi, proses berpikir dan
kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres
kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat
mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka,
seperti mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang
tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak
mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur (insomnia).
Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat
kata sepakat dan kesamaan persepsi tentang batasan stres.
Baron dan Greenberg (2000), mendefinisikan stres sebagai
reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada
situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak
bisa mengatasinya. Aamodt (1999) memandangnya sebagai
respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan
konsekuensi dan tindakan eksternal, situasi atau peristiwa
yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis. Berbeda
dengan pakar di atas, memahaminya sebagai
ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya
sehingga menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya.
Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi
dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan,
hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah
penling tetapi tidak dapat dipastikan. Uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan
adanya ketidak seimbangan antara karakteristik kepribadian
karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya
13
dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya
beberapa atribut tertentu dapat rnempengaruhi daya tahan
stres seorang karyawan.
B. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya
stres atau stres kerja,yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor
personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik,
manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan
pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe
kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi
sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan
mengembangkan diri. Betapapun faktor kedua
tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan,
namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup
besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau
penyebab munculnya stres (Dwiyanti, 2001). Secara umum
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan
cendcrung muncul pada para karyawan yang tidak
mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka.
Dukungan sosial bisa berupa dukungan dari lingkungan
pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak kasus
menunjukkan bahwa, para karyawan yang mengalami stres
kerja adalah mereka yang tidak mendapat dukungan
(khususnya moril) dari keluarga, seperti orang tua, mertua,
anak, teman dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang
tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik
pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah
terkena stres. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya
dukungan sosial yang menyebabkan ketidaknyamanan
menjalankan pekerjaan dan tugasnya.
14
2. Tidak adanya kesempatan bcrpartisipasi dalam pembuatan
keputusan di kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan ke-
wenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan
pekerjaan-nya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika
mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi
tanggung jawab dan kewenangannya. Stres kerja juga bisa
terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam
pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.
3. Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang
berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks
yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai
dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang
sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang
paling halus berupa rayuan, pujian, bahkan senyuman yang
tidak pada konteksnya. Dari banyak kasus pelecehan
seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah
perlakuan kasar atau penganiayaan fisik dari lawan jenis
dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud
hanya karena wanita. Stres akibat pelecehan seksual
banyak terjadi pada negara yang tingkat kesadaran warga
(khususnya wanita) terhadap persamaan jenis
kelamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang
melindunginya (Baron and Greenberg ,2000).
3. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini
bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu
sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang
terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang
dalam men-jalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan
yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian
temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di
samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil
15
munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat
sensitif pada kebisingan dibanding yang lain.
(Muchinsky ,1999).
4. Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres
dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para
manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin
yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya
bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati
atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan
keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu
mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian
yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan
tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada
akhirnya akan menimbulkan stres (Minner, 1999).
5. Tipe kepribadian. Seseorang dengan kcpribadian tipe A
cenderung mengalami stres dibanding kepribadian tipe B.
Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering merasa
diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabar,
konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang
sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang
diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain
meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif.
Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu
mengalami dilema ketika mengambil pegawai dengan
kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh
hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain
perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat
resiko serangan/sakit jantung (Minner, 1999).
6. Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja sering
disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan,
kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau
gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa
16
traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum.
Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stres paling
tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati
pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan
oleh perpindahan tempat tinggal.
Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
sehari-hari, kesepian, dan perasaan tidak aman, termasuk
kategori ini (Baron dan Greenberg, 2000). Pendapat lain yang
dikemukakan oleh dua tokoh yaitu Davis dan Newstrom (2002)
mengemukakan bahwa stres kerja disebabkan:
1. Adanya tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak
selalu menjadi penyebab stres, akan menjadi sumber stres
bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan
baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi
karyawan.
2. Supervisor yang kurang pandai. Seorang karyawan dalam
menjalankan tugas sehari-hari biasanya dibawah bimbingan
sekaligus mempertanggungjawabkan kepada supervisor.
Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas
bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan
atau instruksi secara baik dan benar.
3. Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan.
Karyawan biasanya mempunyai kemampuan normal
menyelesaikan tugas kantor/perusahaan yang dibebankan
kepadanya. Kemampuan bcrkaitan dengan keahlian,
pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi
tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan
waktu yang terbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu
untuk menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang
ditetapkan atasan.
4. Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai. Faktor ini
berkaitan dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan
17
sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti
kewenang-an (hak) yang memadai, sehingga, jika harus
mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang
menyerahkan sepenuh-nya pada atasan.
5. Ambiguitas peran. Agar menghasilkan performa yang baik,
karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang
diharapkan untuk dikerjakan serta scope dan
tanggungjawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada
kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan
dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.
6. Perbedaan nilai dengan perusahaan. Situasi ini biasanya
terjadi pada para karyawan atau manajer yang mempunyai
prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti
maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi
(altruisme).
7. Frustrasi. Dalam lingkungan kerja, perasaan frustrasi
memang bisa disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga
berkaitan dengan frustrasi kerja adalah terhambatnya
promosi, ketidak-jelasan tugas dan wewenang serta
penilaian/evaluasi staf, dan ketidakpuasan gaji yang
diterima.
8. Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak
umum. Situasi ini bisa timbul akibat mutasi yang tidak
sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang dilalui atau
mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup
namun lokasinya dan status jabatan serta status
perusahaannya berada di bawah perusahaan pertama.
9. Konflik peran. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu
(a) konflik peran intersender, dimana pegawai berhadapan
dengan harapan organisasi terhadapnya yang tidak
konsisten dan tidak sesuai; (b) konflik peran intrasender,
konflik peran ini kebanyakan terjadi pada karyawan atau
18
manajer yang menduduki jabatan di dua struktur.
Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan
pekerjaan yang tidak sama, akan berdampak pada
karyawan atau manajer yang berada pada posisi
dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah
satu alternatif.
Pendapat beberapa tokoh, bahwa sumber stres yang
menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang
menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu
macam pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres,
sebagian besar dari waktu manusia bekerja. Karena itu
lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres
di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar
perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya
seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di
pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan
stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar, yaitu
faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam
organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan,
serta struktur dan iklim organisasi.
Faktor-faktor Intrinsik dalam pekerjaan termasuk dalam
kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas.Tuntutan
fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas
mencakup kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari
resiko dan bahaya. Kahn dkk, dalam Munandar, 2001).
1. Peran Individu dalam Organisasi
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam
organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok
tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan
yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya.
19
Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk
memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah. Kurang
baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres
yaitu konflik peran dan ketidaksahan peran (role ambiguity).
2. Pengembangan Karir
Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi:
Peluang untuk menggunakan keterampilan jabatan
sepenuhnya
Peluang mengembangkan keterampilan yang baru
Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-
keputusan yang menyangkut karir. Pengembangan karir
merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup
ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan
promosi yang kurang.
3. Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-
gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang
rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi.
Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan
ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi
antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan
ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan
yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa
diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya (Kahn dkk,
dalam Munandar, 2001).
4. Struktur dan Iklim Organisasi
Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah
terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlihat atau
berperan serta pada support sosial. Kurangnya peran serta
20
atau partisipasi dalam pengambilan keputusan
berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif.
Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan
peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari
kesehatan mental dan fisik.
5. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan
Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala
unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan
peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu
organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-
isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan,
keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang
pertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan
tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan
pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana halnya
stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif
pada kehidupan keluarga dan pribadi.
6. Ciri-ciri individu
Menurut pandangan interaktif dari stres, stres ditentukan
pula oleh individunya sendiri, sejauh mana ia melihat
situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi sejauh mana
ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi
psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap
stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya,
mencakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola
perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai,
pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan
(antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan,
pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri
individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang
21
dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres
potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang
menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu
bereaksi terhadap pembangkit stres potensial.
C. Dampak Stres Kerja Pada Karyawan
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun
merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu
pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan
memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan
dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat
merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya
pekerja atau karyawan yang stres akan menunjukkan
perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri
manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres
dapat berupa perilaku melawan stres (flight) atau freeze
(berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini
biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan
bentuk stres.
Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan
gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain
(Margiati, 1999) : (a) bekerja melewati batas kemampuan, (b)
keterlambatan masuk kerja yang sering, (c) ketidakhadiran
pekerjaan, (d) kesulitan membuat keputusan, (e) kesalahan
yang sembrono, (f) kelalaian menyelesaikan pekerjaan, (g)
lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri,
(h) kesulitan berhubungan dengan orang lain, (i) kerisauan
tentang kesalahan yang dibuat, (j) Menunjukkan gejala fisik
seperti pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang
kulit, dan radang pernafasan.
22
D. Strategi Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat
dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif.
Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni
belajar menang-gulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir
sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh
dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap
stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan
dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah
cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk
memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah
lebih jauh.
Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk
mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa
pedoman umum untuk memacu perubahan dan
penanggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian
penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap
masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab
stres dalam hubungannya di tempat kerja.
Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat
timbul pada beberapa tingkat, berlajar dari ketidakmampuan
bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalah-
pahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak
adanya keterampilan (khususnya keterampilan manajemen)
hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus
bekerja secara dekat.
Bila dilihat dari sudut pandang organisasi, manajemen
mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres
yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan
memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak
mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat
stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan
23
membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin
akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari
sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal
yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir
untuk membcrikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi
karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun
sebaliknya hal itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh pekerja.
Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola
stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan
pendekatan organisasi, antara lain :
1. Pendekatan Individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk
mengurangi level stresnya Seorang karyawan dapat
berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya. Strategi
yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu;
pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan
dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik
maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan
baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa.
Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh
agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan
tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang
dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai.
Sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah
dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan
dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
2. Pendekatan Organisasional
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan
peran serta struktur organisasi yang semuanya
dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu
24
dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang
mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi
stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan,
penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan
keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan
program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan
menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk
tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan
interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi
fisik dan mental.
Apabila dilihat dari sisi teori kepribadian, orang yang
ber Tipe A lebih mudah mengalami stres daripada orang Tipe B.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, orang Tipe A
ini lebih mudah mendapatkan serangan jantung, darah tinggi,
dan stroke. Lebih parah lagi, ternyata masih banyak dampak
yang diakibatkan oleh stres ini.
Menurut Cox (2002), stres dapat dikelompokkan
menjadi 5 macam, antara lain :
1. Akibat fisik. Akibat fisik yang berhasil ditemukan pada
orang yang mengalami stres antara lain detak jantung
semakin cepat, tekanan darah dan gula darah meningkat,
banyak mengeluarkan keringat, mulut terasa kering, sesak
napas, demam, dan mati rasa.
2. Akibat psikologis. Akibat psikologis dari stres antara lain
cemas, agresif, apatis, bosan, depresi, kelelahan, frustrasi,
merasa berdosa dan malu, cepat marah, murung, merasa
harga diri rendah, kesepian, dan mudah gugup.
3. Akibat pada perilaku. antara lain menjadi pencandu obat,
makan banyak atau kurang nafsu makan, pemabuk dan
perokok, semaunya sendiri, dan gemar mengucapkan kata-
kata kotor/jorok.
25
4. Akibat kognitif. Dampak kognitif dari stres adalah tidak
mampu membuat keputusan, sering lupa, dan sangat
sensitif terhadap kritik.
5. Akibat dalam pekerjaan
Dampaknya antara lain sering tidak masuk kerja, hubungan
dengan teman kerja buruk, dan produktivitas menurun.
Perlu diketahui dalam hal ini, Stres ini tidak dapat
dihindari, selalu dan selalu akan muncul dalam kehidupan kita.
Mau tidak mau, ingin tak ingin, kita harus dan wajib
menghadapinya dan harus tahu yang menyebabkannya. Dalam
menghadapi stres kita harus tahu seninya.
Berkaitan dengan cara menghadapi stres, maka ada tiga
cara mengelola stres, yaitu:
1. Menghindari (avoidance)
Dalam hal ini kita harus mencoba menghindarkan diri dari
hal-hal yang membuat kita stres, mengenali kegiatan-
kegiatan apa saja yang dapat menimbulkan stres pada diri
kita. Dengan mengenali, kita dapat menjauhinya sehingga
terhindar dari stres tersebut. Namun, bila terpaksa harus
menghadapinya, kita lebih siap karena sudah tahu
akibatnya dan dapat mengatasinya dengan lebih santai dan
bijak. Contohnya, kita menghindari jalanan yang biasanya
macet dengan mencari jalan lain yang lancar walaupun
mungkin lebih jauh, akan tetapi kita lebih memahami jalan
pintas tersebut.
2. Mengalihkan stressor menjadi hal positif.
Bila kita mengetahui stressor menghadang kita, dan ini akan
berakibat hingga membuat kita benar-benar menjadi stres,
maka hal yang harus kita lakukan adalah mengalihkan batu
sandungan itu. Contohnya, saat rasa jemu menguasai kita
26
ketika harus menunggu seseorang kita bisa
mengalihkannya dengan mendengarkan musik atau baca
buku.
3. Mitigasi (mitigation).
Ketika menghadapi stres, kita diharapkan dapat mengelola
stres dengan efektif dengan memelihara tubuh secara baik.
Cara ini dapat membantu jiwa sekaligus raga kita dalam
mengendalikan atau mengontrol stres yang menimpa. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain :
a. Olahraga
Berolahraga teratur tidak hanya membuat tubuh
semakin sehat. Kita juga lebih enak tidur sehingga
seluruh otot dan saraf kita dapat beristirahat dengan
baik. Berolahraga sekaligus berfungsi sebagai
psychological relaxer yang mengalihkan perhatian kita
dari hal-hal yang membuat stres.
b. Rekreasi
Dengan rekreasi kita menjauhkan pikiran dan emosi
terhadap hal-hal yang membuat stres. Rekreasi
sekaligus istirahat singkat sambil bergembira ria akan
menyebabkan pikiran dan semangat kita segar kembali.
c. Rileks
Rileks terbukti dapat mencegah akibat stres pada diri
kita dengan menurunkan denyut jantung dan tekanan
darah, serta memberikan rasa tenang. Rileks dapat
dilakukan dengan meditasi, latihan pernapasan dalam,
tai chi, pemijatan, berdoa (zikir). Cara paling gampang
adalah bernapas dengan tenang dan teratur sambil
memikirkan hal-hal yang menyenangkan.
27
Semuanya itu akan gagal bila kita mencoba
mengabaikan-nya, menyangkal, atau malahan lari dari stres
yang dialami. karena itulah, Seni dalam menghadapi stres ini
dapat kita praktekkan. Kalaupun di tengah jalan belum
menunjukkan hasil efektif, kita bisa berusaha lagi. kemudian
Langkah terakhir yang perlu dilakukan saat menghadapi stres
adalah Doa. Hanya doalah yang bisa kita lakukan bila segala
cara tidak bisa. Kita kembalikan masalah kita hanya pada
Tuhan, karena hanya kepada Tuhan kita kembali. Kita meminta
dan Tuhan yang mengabulkan.
28
MACAM-MACAM STRES
Bila dipandang dari sudut dampak, maka sebenarnya
stres ada yang memberikan dampak positif maupun dampak
negatif. Dampak negatif apabila seseorang yang mengalami
stres berakibat hal-hal yang justru merugikan ataupun
mendukung terjadinya psikosomatis bagi yang mengalaminya.
Beberapa jenis stres dapat berdampak positif, misalnya
kadang-kadang stres bisa menjadi hal yang positif bagi
seseorang karena dapat menjadi dorongan baginya untuk
bekerja lebih baik. Tekanan yang berdampak positif ini banyak
terlihat terutama dikalangan atlet-atlet yang sudah
berpengalaman, contohnya atlet-atlet tertentu bisa tampil luar
biasa bila mengikuti pertandingan yang berskala besar seperti
pertandingan internasional. Namun kita sadari bahwa masing-
masing orang mempunyai reaksi yang berbeda terhadap jenis
stres seperti ini, kenyataannya stres menyebabkan sebagian
orang menjadi putus asa dan bagi yang lainnya justru
membantu memecahkan rekor.
Akibat stres lebih pada respon fisiologis, psikologis, dan
perilaku dari seseorang untuk mencari penyesuaian terhadap
tekanan yang sifatnya internal maupun eksternal. Stres adalah
bagian dari kehidupan. Apapun yang terjadi pada fisik maupun
di sekeliling yang merupakan gelombang-gelombang
29
kehidupan, menuntut kita untuk menyesuaikan diri. Stres
merupakan reaksi awal dari penyesuaian diri. Stres pula yang
membuat manusia menjadi lebih waspada dan dibutuhkan agar
kita mampu memotivasi diri, menyesuaikan diri, dan segera
mencari cara untuk mengatasi stres tersebut. Stres yang
digunakan untuk memotivasi disebut eustress, yaitu stres yang
membuat seseorang jadi ber-tambah kuat dan mampu
menyesuaikan diri.
Beberapa penyebab stres (stressor) bisa bersumber dari
masalah kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketidakharmonisan
rumah tangga, kehidupan kota yang sumpek (crauded, berisik,
polusi, kepadatan), beban studi dan pekerjaan, atau kenyataan
yang tidak sesuai dengan harapan. Bisa juga berasal dari
kejadian-kejadian spesifik, yang menguntungkan maupun yang
tidak. Apakah itu perubahan hidup (pernikahan, pindah
sekolah, pindah tempat, pindah kerja, atau kematian anggota
keluarga) atau kecelakaan (yang menimbulkan perubahan
fungsi tubuh/cacat). Namun demikian bila seseorang gagal
menyesuikan diri terhadap stres, artinya ia tidak mampu
menyelesaikan persoalannya, tidak dapat mencapai harapan-
harapannya, menderita, serta merasa tertekan, maka stres yang
dialami seseorang sudah membahayakan, atau sudah masuk
dalam kategori distress. Karena itu penting untuk mengetahui
gejala-gejala stres sehingga stres yang positif (eustress) tidak
sampai berlanjut dan berkembang menjadi stres yang negatif
(distress).
Tokoh lain yaitu Quick dan Quick, mengkategorikan
jenis stres menjadi dua, antara lain Eustress, yaitu hasil dari
respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan
konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk
kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan
dengan pertumbuhan, fleksi-bilitas, kemampuan adaptasi, dan
30
tingkat performance yang tinggi, dan Distress, yaitu hasil dari
respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan
destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk
konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit
kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang
tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan,
dan kematian.
Hager, membahasan tentang stres lebih diarahkan
kepada macam stres, karena stres sangat bersifat individual
dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada
keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan
beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu
stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan
secara psikologis maupun fisiologis. Hal ini disebabkan adanya
kemampuan masing-masing individu dalam mengelola stres.
Sehingga, terganggu atau tidaknya individu, lebih tergantung
pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor
kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian
terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau
mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi Dengan kata
lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana
pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa.
Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu
dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau
menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian
kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan
apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif.
Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap
respon yang akan muncul. Disisi lain, penilaian kognitif bersifat
individual differences, maksudnya adalah berbeda pada masing-
masing individu. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor.
Penilaian kognitif itu, bisa mengubah cara pandang akan stres.
31
Dimana stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang
positif terhadap diri dalam menghadapi situasi yang stressful.
Sehingga respon terhadap stressor bisa menghasilkan outcome
yang lebih baik bagi individu.
Penyebab stres yang berkaitan dengan pekerjaan ada
beberapa tokoh yang sudah meneliti, sehingga menjadi suatu
teori, antara lain Soewondo (1992) mengadakan penelitian
dengan sampel 300 karyawan swasta di Jakarta, menemukan
bahwa penyebab stres kerja terdiri atas 4 (empat) hal utama,
yakni kondisi dan situasi pekerjaan, pekerjaannya, job
requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas,
dan hubungan interpersonal.
Luthans (1992) menyoroti mengenai stres yang
berkaitan dengan organisasi, menyebutkan bahwa penyebab
stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni adanya
Extra Organizational Stressors, yang terdiri dari perubahan
sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan
keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat
tinggal, Organizational Stressors, yang terdiri dari kebijakan
organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi,
dan proses yang terjadi dalam organisasi, Group Stressors, yang
terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya
dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu,
interpersonal, dan intergrup, serta yang terakhir adanya
Individual Stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan
ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola
kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-
efficacy, dan daya tahan psikologis.
Cooper dan Davidson (2001) membagi penyebab stres
dalam kaitannya dengan pekerjaan seseorang menjadi dua,
yakni Group Stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari
situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya
32
kurangnya kerja-sama antara karyawan, konflik antara
individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan
sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan, dan
Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari
dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang,
kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi
terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi
konflik peran serta ketidakjelasan peran.
Apabila dibuat suatu rangkuman mengenai penyebab
stres kaitannya dengan pekerjaan, maka pendapat dari teori
Luthans hampir sama dengan pendapat Cooper yang
memberikan daftar lengkap stressor berdasarkan sumber
pekerjaan, tanpa melihat persepsi terhadap stressor yang
muncul seperti tabel 1.
Tabel 1. Penyebab Stress Berdasarkan Stressor di
Pekerjaan
Stressor
dari
Stres Kerja
Faktor yang
Mempengaruhi
(Hal-hal yang
Mungkin Terjadi Di
Lapangan)
Konsekuensi
Kondisi yang
Mungkin Muncul
Kondisi
pekerjaan
Beban kerja
berlebihan secara
kuantitatif
Beban kerja
berlebihan secara
kualitatif
Assembly-line hysteria
Keputusan yang
Kelelahan
mental dan/atau
fisik
Kelelahan yang
amat sangat
dalam bekerja
(burnout)
Meningkatnya
33
dibuat oleh seseorang
Bahaya fisik
Jadwal bekerja
Technostress
kesensitivan
dan ketegangan
Stress karena
peran
Ketidakjelasan peran
Adanya bias dalam
membedakan gender
dan stereotype peran
gender
Pelecehan seksual
Meningkatnya
kecemasan dan
ketegangan
Menurunnya
prestasi
pekerjaan
Faktor
interpersonal
Hasil kerja dan sistem
dukungan sosial yang
buruk
Persaingan politik,
kecemburuan dan
kemarahan
Kurangnya perhatian
manajemen terhadap
karyawan
Meningkatnya
ketegangan
Meningkatnya
tekanan darah
Ketidakpuasan
kerja
Perkembangan
karir
Promosi ke jabatan
yang lebih rendah
dari kemampuannya
Promosi ke jabatan
yang lebih tinggi dari
kemampuannya
Keamanan pekerjaan-
nya
Menurunnya
produktivitas
Kehilangan rasa
percaya diri
Meningkatkan
kesensitifan dan
ketegangan
Ketidakpuasan
34
Ambisi yang berlebih-
an sehingga meng-
akibatkan frustrasi
kerja
Struktur
organisasi
Struktur yang kaku
dan tidak bersahabat
Pertempuran politik
Pengawasan dan
pelatihan yang tidak
seimbang
Ketidakterlibatan
dalam membuat
keputusan
Menurunnya
moti-vasi dan
produk-tivitas
Ketidakpuasan
kerja
Tampilan
rumah-
pekerjaan
Mencampurkan
masalah pekerjaan
dengan masalah
pribadi
Kurangnya dukungan
dari pasangan hidup
Konflik pernikahan
Stres karena memiliki
dua pekerjaan
Meningkatnya
konflik dan
kelelahan
mental
Menurunnya
motivasi dan
produktivitas
Meningkatnya
konflik
pernikahan
Pendapat beberapa tokoh, bahwa sumber stres yang
menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang
menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu
macam pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres,
sebagian besar dari waktu manusia bekerja. Karena itu
lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar
35
terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres
di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar
perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya
seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di
pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan
stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar, yaitu
faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam
organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan,
serta struktur dan iklim organisasi (Widhiastuti, 2010).
36
CARA MENGENALI STRES
Mengingat stres merupakan sesuatu yang abstrak, maka
sering kali seseorang tidak dapat membedakan apakah yang
dirasakan bener-benar adalah stres, bentuk stres, atau bahkan
akibat dari stres yang telah atau stres yang sedang dialami. Hal
ini disebabkan gejala-gejala yang muncul secara awam
disamakan dengan akibat yang muncul saat seseorang
mengalami stres.
A. Gejala-gejala Stres
Gejala-gejala munculnya stres yang dialami seseorang
dapat dilihat dari sisi mental dan fisik. Gejala yang sifatnya
lebih pada mental seseorang meliputi hal-hal seperti adanya
kelelahan, rasa kehilangan atau meningkatnya napsu makan,
sakit kepala, sering menangis, sulit tidur dan tidur berlebihan.
Melepaskan diri dari stres kemudian mengarahkan pada
ketertarikan mengkonsumsi alkohol, narkoba, atau bahkan
perilaku kompulsif lainnya sering merupakan indikasi-indikasi
dari gelaja stres. Perasaan was-was, frustrasi, atau kelesuan
dapat muncul bersamaan dengan stres. Gejala-gejala ini sering
berantai dan berkembang selama waktu tertentu hingga
mencapai tingkatan yang sulit dibedakan dari keadaan (tingkah
laku) normal.
37
B. Gejala fisik
Gejala stres yang mengarah pada fisik seseorang antara
lain berupa nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering,
tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang, mencret,
sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, dan salah
urat. Sedangkan gejala-gejala yang berwujud perilaku misalnya
perasaan bingung, cemas, sedih, jengkel, salah paham, tak
berdaya, tak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, merasa
tidak menarik, dan kehilangan semangat. Bisa juga berupa
kesulitan dalam konsentrasi, berpikir jernih dalam membuat
keputusan. Bahkan, sampai pada hilangnya kreativitas, gairah
dalam penampilan, dan minat terhadap orang lain. Secara
sepintas, gejala yang muncul hampir sama dengan akibat yang
muncul setelah seseorang mengalami stres. Akan tetapi secara
simtom yang ada dapat diartikan bahwa seseorang yang
mengalami stres hampir dapat dipastikan juga mengalami hal-
hal tersebut.
Gejala stres dapat dilihat dari berbagai sudut pandang,
salah satunya adalah gejala stres yang mendasarkan pada tipe
kepribadian yang rawan stres. Ada empat tipe kepribadian
yang rawan stres;
Pertama, adalah orang yang sangat hati-hati. Orang
jenis ini perfeksionis, kaku, dan kurang memiliki toleransi
terhadap perbedaan. Sehingga, sedikit perbedaan atau sedikit
kurang saja dari standarnya bisa menimbulkan kecemasan
baginya. Kecermatannya berlebihan dan bisa berkembang
menjadi obsesif kompulsif, yaitu kekakuan dan keterpakuan
pada suatu aktivitas tertentu saja.
Kedua, orang yang pencemas. Orang jenis ini sering
merasa tidak aman, cenderung kurang tenang, dan sering
38
meresahkan segala sesuatu. Inilah yang membuatnya jadi cepat
panik dalam menghadapi suatu masalah.
Ketiga, orang yang kurang percaya diri. Orang jenis ini
merasa diri tidak mampu sehingga kurang usaha untuk
mengoptimalkan diri dalam mengatasi masalah-masalah vang
dihadapinya. Ia selalu berusaha lari dari masalah atau berusaha
mencari pelarian. Akibatnya, masalah tidak pernah selesai.
Selama masalah tidak selesai, seseorang akan selalu dihinggapi
stres.
Keempat, orang yang temperamental. Orang jenis ini
emosinva cepat terpancing. Masalah kecil bisa berakibat besar
karena kecenderungannya yang mudah meledak-ledak.
Akibatnya, banyak orang yang tertekan dan akhirnya bereaksi.
Kondisi ini tentu saja membuat emosinya semakin tegang dan
meningkat.
C. Gelaja Psikologis, Gajala Fisiologis, dan Gejala Perilaku
Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999)
mengkaji ulang beberapa kasus stres dalam kaitannya dengan
pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada
individu, yaitu:
1. Gelaja Psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering
ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :
Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah ter-
singgung
Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
Sensitif dan hyperreactivity
Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
Komunikasi yang tidak efektif
Perasaan terkucil dan terasing
Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
39
Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan
kehilangan konsentrasi
Kehilangan spontanitas dan kreativitas
Menurunnya rasa percaya diri
2. Gelaja Fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:
Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan
kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular
Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh:
adrenalin dan noradrenalin)
Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan
lambung)
Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami
sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue
syndrome)
Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi
yang ada
Gangguan pada kulit
Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah,
ketegangan otot
Gangguan tidur
Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi
kemungkinan terkena kanker.
3. Gelaja Perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:
Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari
pekerjaan
Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
40
Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-
obatan
Perilaku sabotase dalam pekerjaan
Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan)
sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas
Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan)
sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat
badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi
dengan tanda-tanda depresi
Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko
tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan
berjudi
Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan
keluarga dan teman
Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri
Selain itu ada beberapa pola reaksi yang perlu
diwaspadai, yang merupakan pintu masuknya stres yang
negatif (distress). Siapapun pasti pernah atau akan bertemu
dengan pola-pola reaksi ini, antara lain kejengkelan, marah dan
agresi, kegelisahan, depresi, suasana hati yang cepat berubah,
dan menarik diri. Beberapa istilah yang sering muncul dalam
keseharian adalah mengenai cara menangani atau mengelola
stres yang disebut dengan manajemen stres.
Manajemen stres adalah kemampuan untuk
mengendalikan diri ketika situasi, orang-orang, dan kejadian-
kejadian yang ada memberi tuntutan yang berlebihan. Dengan
demikian manajemen stres ini sangat berkaitan dengan apa
yang dapat anda lakukan untuk mengatur stres, serta strategi-
strategi apa saja yang akan diambil.
41
Morgan dan King, berpendapat bahwa “…as an internal
state which can be caused by physical demands on the body
(disease conditions, exercise, extremes of temperature, and the
like) or by environmental and social situations which are
evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding
our resources for coping” (Morgan dan King, 1986).
Gejala-gejala stres yang muncul pada diri seseorang
kadang-kadang susah dibedakan dengan dampak dari stres
yang dialami. Hal ini disebabkan karena gejala merupakan
indikasi dari seseorang yang terkena stres, sedangkan dampak
adalah juga menerangkan akibat seseorang terkena stres. Salah
satu teori tentang dampak stres adalah bahwa pada umumnya
stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun
perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat
berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi,
frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada
karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja
saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan.
Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan
berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan masih banyak
lagi dampak stres kerja. Sedangkan Arnold (1986)
menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi
akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu
terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis,
performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan
keputusan. Walaupun masih ada beberapa yang berpengaruh,
tetapi tokoh lain menambahkan konsekuensi tersebut. Halim
(1986) melakukan penelitian terhadap 76 sampel manager
dan mandor di perusahaan swasta Jakarta menunjukkan
bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua, yaitu efek
pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang,
denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual, dan
42
efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang,
cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi,
ingin meninggalkan situasi stres. Bagi perusahaan, konsekuensi
yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya
tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara
psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu
perasaan teralienasi, hingga turnover karyawan yang semakin
bertambah.
A. Dampak Stres Kerja Pada Karyawan
Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan
stres (flight) atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan
sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara
bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres. Namun pada
taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Pengaruh
stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi
perusahaan.Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana tubuh
memberikan respons terhadap sumber stress, Selye pun
memperkenalkan sebuah model stress. Adapun model stress
yang diperkenalkan Selye adalah General Adaptation Syndrome
atau disingkat dengan istilah GAS (Rice, 2011). Sesuai pada GAS
(Gambar 1.), ada tiga tahapan stres respons, yaitu (1) alarm
(tanda bahaya), (2) resistance (perlawanan), dan (3)
exhaustion (kelelahan). Tahapan pertama stres respons dalam
General Adaptation Syndrome adalah alarm. Alarm
merupakan suatu kondisi yang tidak diinginkan dan terjadi
ketika ada perbedaan antara kenyataan yang sedang terjadi
dan situasi yang diharapkan (Ursin & Eriksen, 2004). Sebagai
akibatnya, tubuh menerima rangsangan dan secara alami
mengaktifkan reaksi flight-or-fight karena adanya kondisi yang
43
berpotensi mengancam kestabilan kondisi tubuh (Lyon, 2012).
Pada tahap pertama ini akan timbul seperti sakit di dada,
jantung berdebar-debar, sakit kepala, disfagia (kesulitan
menelan), kram, dan lain sebagainya (Rice, 2011). Tahapan
kedua dari General Adaptation Syndrome adalah resistance
(perlawanan). Perlawanan terjadi saat alarm tidak berakhir
atau terus menerus berlangsung. Dampaknya, kekuatan fisik
pun dikerahkan untuk melanjutkan kerusakan-kerusakan
karena rangsangan-rangsangan yang membahayakan sedang
menyerang (Lyon, 2012). Peristiwa ini terjadi karena pada
tahap kedua terjadi konflik dengan tahap pertama (Rice, 2011).
Oleh karena itu, selama proses perlawanan di tahap resistance
ada kemungkinan akan timbulnya penyakit, seperti radang
sendi, kanker, dan hipertensi (Lyon, 2012). Ketika stres masih
berlangsung terusmenerus, maka selanjutnya stres berada
pada pada tahap terakhir. Berdasarkan General Adaptation
Syndrome, di tahap ketiga ini tubuh sudah merasakan
exhaustion (kelelahan) (Lyon, 2012). Kondisi ini dikarenakan
tubuh benar-benar tidak sanggup lagi mengadakan perlawanan
terhadap sumber stres. Atau dengan kata lain, tubuh sudah
menyerah karena kehabisan kemampuan untuk menghadapi
serangan yang mengancam.
B. Kaitan Stres Kerja Dengan Mind Programming
Stres kita ketahui Bersama bahwa muncul pada diri
seseorang karena ada sesuatu perubahan dalam diri seseorang
sebagai akibat karena adanya tuntutan psikologis maupun
beban psikologis. Stres tersebut seperti kita ketahui Bersama
bahwa munculnya kadang individu merasa tidak
menyadari..padahal kalua kita runut, perubahan pada diri
seseorang terhadap lingkungann biasanya disadari..hanya
44
bentuk atau gejala yang ada kadang tidak diketahui oleh
individu.
Sedangkan disisi lain, pikiran seseorang munculnya juga
karena adanya rangsangan yang dibawa oleh gelombang otak
kemudian bisa dibawa kealam bawah sadar. Hal ini tidak akan
pernah dapat muncul ke dalam sikap, persepsi, maupun
perilaku apabila tidak deprogram ulang oleh individu. Jika otak
seseorang, banyak yang mengibaratkan sebagai computer dan
disisi lain pikiran sebagai softwarenya (Sentanu, 2007).
Sesuai dengan teori Sigmund Freud, bahwa Sebagian
besar perilaku manusia dipengaruhi oleh pikiran bawah
sadarnya. Ada hal-hal yang merupakan kekuatan pikiran alam
bawah sadar seseorang akan mempengaruhi sebesar 88%
pada Tindakan kita, sedangkan kekuatan pikiran sadar hanya
berpengaruh sebesar 12%. Banyak yang dapat dijadikan
contoh, misalnya para pekerja atau karyawan berjuang dengan
semangat tinggi untuk sukses, namun kenyataannya ada saja
hambatan yang didapat olehnya. Hal ini terjadi karena
karyawan tersebut tidak menemukan dan tidak mengetahui
bagaimana menggunakan kekuatan pikiran bawah sadarnya.
Pikiran manusia pada dasarnya terdiri dari 4 level
kesadaran, yang setiap levelnya memiliki fungsi tersendiri yang
tidak terpisahkan. Dalam Quantum Mind Programming
disebutkan bahwa pikiran manusia merupakan pusat
kesadaran yang memproses pemikiran, ide, persepsi, perasaan,
dan menyimpan pengetahuan serta memori.
Otak manusia terdiri dari beberapa bagian, pikiran
manusia juga terdiri dari empat level atau tingkatan, antara
lain:
1. Pikiran tidak sadar (unconscious Mind)
Pikiran ini sudah ada sejak seseorang dalam
kandungan. Semua mahluk hidup memiliki pikiran
45
tidak sadar, yang fungsinya untuk mengatur proses
hidupnya…
Pikiran tidak sadar memiliki dua fungsi , al.
a. Untuk mempertahankan kehidupan
b. Untuk melestarikan keturunan.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa apabila kita
menjumpai seseorang yang takut mati, takut sakit,
takut miskin atau tidak dapat mengendalikan nafsu
seks nya, maka orang tersebut belum bisa menguasai
pikiran tidak sadarnya.
2. Pikiran bawah sadar (Subconscious Mind)
Beda dengan pikiran tidak sadar, pikiran bawah
sadar merupakan pikiran yang terbentuk karena
pengalaman hidup, karena pikiran bawah sadar
tersebut berisi hal-hal yang ditemukenali dalam
hidupnya kemudian dipergunakan sebagai referensi.
Bentuknya dapat berupa rekaman dari hasil yang
dirasakan, didengar dan dilihat sejak dalam
kandungan , ditambah sejak lahir sampai saat ini..
Pikiran bawah sadar tersebut akan menghasilkan
kepribadian, identitas diri, keyakinan , kebiasaan,
sifat, dan tingkah laku. Sehingga karena terdiri dari
semua hal yang dirasakan sejak kecil, maka
bentuknya berupa memori yang dikumpulkan dari
kecil yang kadang sekarang terlupakan secara sadar.
Pikiran tersebut bisa diingat lagi apabila seseorang
membuka pikiran bawah sadarnya.
Hal ini dapat ditemukenali pada orang-orang dengan
mental blok tertentu (RT), dan diyakini bahwa dia
tidak mampu berfikir atau melakukan sesuatu atau
merubah kebiasaan buruknya atau fanatic terhadap
46
apa yang diyakininya, artinya seseorang telah
terbelenggu oleh pikiran bawah sadarnya sendiri.
3. Pikiran sadar (Conscious Mind)
Pikiran sadar yang dimaksud dalam hal ini adalah
pikiran yang merupakan pusat logika, kehendak,
kemampuan Analisa, perencanaan dan kemampuan
menciptakan alasan. Bisa dikatakan bahwa hal inilah
yang membedakan antara hewan dengan manusia.
Saat pikiran sadar seseorang selaras dengan pikiran
bawah sadar, maka akan baik-baik saja dan tidak
terjadi masalah. Namun sebaliknya apabila terjadi
konflik antara pikiran sadar dengan pikiran bawah
sadar maka akan muncul berbagai persoalan baik
terkait fisik maupun psikis.
4. Pikiran Supersadar (Superconscious Mind)
Pikiran yang dimaksud dengan super sadar ini
merupakan pusat dr kebijakan seseorang dan
spiritualitas seseorang. Dalam pikiran ini hanya ada
kedamaian, cinta, kebahagiaan, dan kebijaksanaan
dalam memandang sesuatu. Ini merupakan pikiran
seorang agamawan atau spiritualis. Sehingga orang
tersebut lebih banyak berserah diri, ikhlas,
bersemedi, beribadah, bertapa Yoga, zikir dll.
Pada kenyataannya, sengaja atau tidak pikiran manusia
telah deprogram oleh dirinya sendiri dan orang-orang
disekitarnya. Pengaruh yang paling dekat adalah lingkungan
keluarga, teman dekat, televisi, internet buku, maupun media
masa yang lainnya. Informasi yang masuk dalam pikiran dan
47
semua pengalaman hidup yang pernah anda lalui, terprogram
dalam pikiran seseorang, sehingga menjadi seperti sekarang.
Tidak menjadi masalah apabila sesuatu yang diterima
merupakan hal baik. Bagaimana apabila yang diterima
merupakan hal yang kurang baik. Atau bahkan terjadi selftalk
seseorang dalam hati? Karena selftalk pun dapat berupa hal
positif maupun negatif. Contoh selftalk positif adalah Ketika
seseorang bicara pada dirinya sendiri bahwa “saya adalah
orang yang rendah hati dan dermawan”, ataupun ” saya adalah
orang yang suka memberi solusi pada orang lain”.
Sedangkan selftalk yang negative contohnya”saya adalah orang
yang tidak mampu”, atau “saya adalah orang yang gagal”. Hal
inilah yang justru membuat mental block pada dirinya, karena
jelas-jelas mengakibatkan kegagalan hidup. Akan semakin
menjadi-jadi apabila hal tersebut diyakini sejak kecil, maka
semakin bertambah usia seseorang apabila tidak ada
penyadaran akan semakin kuat dengan bertambahnya usia.
C. Kaitan Stres dengan teori Freud
Sigmund Freud sebagai bapak Psikoanalisa, mengatakan
bahwa peran penting dari ketidaksadaran termasuk insting-
insting seks dan agresi yang ada di dalam pengaturan tingkah
laku. Freud mendeskripsikan kepribadian menjadi 3, antara
lain:
I. Struktur Kepribadian
Sadar, pra sadar, dan tidak sadar, selain itu ada struktur
lain yang dikenalkan kemudian adalah Id, Ego, dan Super-ego,
dimana struktur penemuan baru ini lebih melengkapi temuan
sebelumnya, khususnya dalam hal mental dalam fungsi dan
tujuan.
48
Tingkatan mental menurut teori Freud adalah :
a. Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran individu berisi segala sesuatu pada
saat tertentu. Menurut Freud kesadaran tersebut hanya
sebagian kecil dari kehidupan mental (fikiran, persepsi,
perasaan, dan ingatan) yang masuk ke kesadaran
(consciousness).
b. Prasadar (Preconscious)
Tingkatan disebut dengan ingatan siap (available
memory), yaitu tingkat kesadaran yang menjadi
jembatan antara sadar dan tak sadar. Pengalaman yang
ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi
kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke
daerah prasadar.
c. Taksadar (Unconscious)
Taksadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur
kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian
terpenting dari jiwa manusia. Secara khusus Freud
membuktikan bahwa ketidaksadaran bukanlah
abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan empirik.
Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls, dan drives
yang dibawa dari lahir, dan pengalam-pengalaman
traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan
oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.
Berbeda dengan teorinya tentang wilayah pikiran, Freud
menjelaskan ada 3 wilayah pikiran manusia, antara lain :
(1) Id (Das Es)
Merupakan sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak
lahir. Id kemudian muncul Ego dan Superego. Saat
49
dilahirkan, Id berisi semua aspek psikologi yang
diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada
dan beroperasi dalam daerah tak sadar, mewakili
subjektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id
berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan
energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan
sistem dari struktur kepribadian lainnya. Id beroperasi
berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu
berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa
sakit. Plesure principle diproses dengan dua cara:
a. Tindak Refleks (Refleks Actions)
Merupakan reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir
contohnya mengejapkan mata dipakai untuk
menangani pemuasan rangsang sederhana dan
biasanya segera dapat dilakukan.
b. Proses Primer (Primery Process)
Merupakan reaksi membayangkan/mengkhayal
sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan
tegangan – dipakai untuk menangani stimulus
kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan
makanan atau puting ibunya. Id hanya mampu
membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan
khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar
memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau
membedakan benar-benar salah, tidak tahu moral.
Alasan inilah yang kemudian membuat Id
memunculkan Ego.
(2) Ego (Das Ich)
Ego berkembang dari Id. Ego tersebut berfungsi agar orang
mampu menangani realita sehingga Ego beroperasi
mengikuti prinsip realita (reality principle). Ego berusaha
50
memperoleh kepuasan yang dituntut Id dengan mencegah
terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan
sampai ditemukan objek yang dapat memuaskan
kebutuhan.
Ego merupakan eksekutif atau pelaksana dari
kepribadian, yang memiliki dua tugas utama ;
o Ego akan memilih stimuli mana yang hendak
direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan
sesuai dengan prioritas kebutuhan.
o Ego menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan
itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang
yang resikonya minimal. Ego sesungguhnya bekerja
untuk memuaskan Id, karena itu Ego yang tidak
memiliki energi sendiri akan memperoleh energi
dari Id.
(3) Superego (Das Ueber Ich)
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari
kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik
(edialistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan
id, dan prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari
ego, dan seperti ego, ia tak punya sumber energinya
sendiri. Akan tetapi, superego berbeda dari ego dalam satu
hal penting – superego tak punya kontak dengan dunia luar
sehingga tuntutan superego akan kesempurnaan pun
menjadi tidak realistis.
Prinsip idealistik dari Superego adalah bahwa ia
mempunyai dua sub prinsip yakni suara hati (conscience)
dan ego ideal. Freud tidak membedakan prinsip ini secara
jelas tetapi secara umum, suara hati lahir dari pengalaman-
pengalaman, mendapatkan hukuman atas perilaku yang
tidak pantas dan mengajari individu tentang hal-hal yang
51
sebaiknya tidak dilakukan.Di sisi lain ego ideal berkembang
dari pengalaman mendapatkan imbalan atas perilaku yang
tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal yang sebaiknya
dilakukan.
Superego bersifat nonrasional dalam menuntut
kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego,
baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran.
Dengan demikian, Ada tiga fungsi dari Superego ;
(1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik
dengan tujuan moralistik,
(2) merintangi impuls id terutama impuls seksual dan
agresif yang bertentangan dengan standar nilai
masyarakat,
(3) mengejar kesempurnaan.
II. Dinamika Kepribadian
Freud menjelaskan tentang adanya tenaga
pendorong (cathexis) dan tenaga penekanan (anti–cathexis).
Kateksis adalah pemakaian energi psikis yang dilakukan
oleh Id untuk suatu objek tertentu dalam rangka
memuaskan suatu naluri. Sedangkan anti- cathexis
penggunaan energi psikis (yang berasal dari Id) untuk
menekan atau mencegah agar id tidak memunculkan naluri–
naluri yang tidak bijaksana dan destruktif. Id hanya memiliki
cathexis, sedangkan ego dan superego memiliki anti- cathexis,
namun ego dan superego juga bisa membentuk cathexis -
objek yang baru sebagai pengalihan pemuasan kebutuhan
secara tidak langsung, masih berkaitan dengan asosiasi–
asosiasi objek pemuasan kebutuhan yang diinginkan oleh id.
Kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu
pada struktur atau komposisi kepribadian. Sehingga, Freud
mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip motivasional
52
untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang mendorong
tindakan manusia. Bagi Freud, manusia termotivasi untuk
mencari kesenangan serta menurunkan ketegangan dan
kecemasan. Motivasi ini diperoleh dari energi psikis dan fisik
dari dorongan-dorongan dasar yang mereka miliki.
Insting Sebagai Energi Psikis.
Insting adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan
tubuh yang menuntut pemuasan misalnya insting lapar
berasal dari kebutuhan tubuh secara fisiologis sebagai
kekurangan nutrisi, dan secara psikologis dalam bentuk
keinginan makan. Hasrat, atau motivasi, atau dorongan dari
insting secara kuantitatif adalah energi psikis dan kumpulan
enerji dari seluruh insting yang dimiliki seseorang
merupakan enerji yang tersedia untuk menggerakkan proses
kepribadian.
Energi insting dapat dijelaskan dari sumber
(source), tujuan (aim), obyek (object) dan daya dorong
(impetus) yang dimilikinya :
a) Sumber insting : adalah kondisi jasmaniah atau
kebutuhan. Tubuh menuntut keadaan yang seimbang terus
menerus, dan kekurangan nutrisi misalnya akan
mengganggu keseimbangan sehingga memunculkan insting
lapar.
b). Tujuan insting : adalah menghilangakan rangsangan
kejasmanian, sehingga ketidakenakan yang timbul karena
adanya tegangan yang disebabkan oleh meningkatnya energi
dapat ditiadakan. Misalnya, tujuan insting lapar (makan)
ialah menghilangkan keadaan kekurangan makan, dengan
cara makan.
c). Obyek insting : adalah segala aktivitas yang menjadi
perantara keinginan dan terpenuhinya keinginan itu. Jadi
53
tidak hanya terbatas pada bendanya saja, tetapi termasuk
pula cara-cara memenuhi kebutuhan yang timbul karena
isnting itu. Misalnya, obyek insting lapar bukan hanya
makanan, tetapi meliputi kegiatan mencari uang, membeli
makanan dan menyajikan makanan itu.
d) Pendorong atau penggerak insting : adalah
kekuatan insting itu, yang tergantung kepada intensitas
(besar-kecilnya) kebutuhan. Misalnya, makin lapar orang
(sampai batas tertentu) penggerak insting makannya makin
besar.
Secara teori, insting juga terkait Jenis-Jenis Insting, antara
lain :
(1). Insting Hidup (Life Instinct)
Insting hidup disebut juga Eros adalah dorongan yang
menjamin survival dan reproduksi, seperti lapar,haus dan
seks. Bentuk enerji yang dipakai oleh insting hidup itu
disebut “libido”. Walaupun Freud mengakui adanya berbagai
macam bentuk insting hidup, namun dalam kenyataannya
yang paling diutamakan adalah insting seksual (terutama
pada masa-masa awal mula teori ini digulirkan, sampai kira-
kira tahun 1920). Secara khusus, insting seksual bukanlah
hanya untuk satu insting saja, melainkan sekumpulan
insting-insting. Hal ini disebabkan ada bermacam-macam
kebutuhan jasmaniah yang menimbulkan keinginan-
keinginan erotis.
(2) Insting Mati (Death Instinct)
Insting mati disebut juga insting-insting merusak
(destruktif). Insting ini fungsinya kurang jelas jika
dibandingkan dengan insting hidup, karenanya tidak begitu
dikenal. Akan tetapi pada kenyatannya tidak dipungkiri,
54
bahwa tiap orang pada akhirnya akan mati juga. Inilah yang
menyebabkan Freud merumuskan bahwa “Tujuan semua
hidup adalah mati” (1920). Suatu derivatif insting mati yang
terpenting adalah dorongan agresif. Sifat agresif adalah
pengrusakan diri yang diubah dengan obyek subtitusi.
Insting hidup dan insting mati dapat saling bercampur,
saling menetralkan.
“Makan misalnya merupakan campuran dorongan
makan dan dorongan destruktif, yang dapat dipuaskan
dengan menggigit, menguyah dan menelan makanan.”
(3). Kecemasan
Kecemasan (anxiety) adalah variabel penting dari
hampir semua teori kepribadian. Kecemasan sebagai
dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang
tak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika
kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego
untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan
datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi
adaptif yang sesuai. Biasanya reaksi individu terhadap
ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum
dihadapinya ialah menjadi cemas atau takut. Kecemasan
berfungsi sebagai mekanisme yang mengamankan ego
karena memberi sinyal ada bahaya di depan mata.
Kecemasan akan timbul saat individu tidak siap
menghadapi ancaman. Hanya Ego yang bisa memproduksi
atau merasakan kecemasan. Akan tetapi, baik Id, Superego
tidak akan terkait dengan kecemasan , termasuk hal yang
menyangkut dunia luar yang terkait salah satu dari tiga
jenis kecemasan (realistis, neurotis dan moral). Dalam hal
ini ketergantungan Ego pada Id menyebabkan munculnya
kecemasan neurosis, sedangkan ketergantungan ego pada
55
superego memunculkan kecemasan moral, dan
ketergantungannya pada dunia luar mengakibatkan
kecemasan realistis, dijelaskan sebagai berikut :
a. Kecemasan Realistis (Realistic Anxiety)
Adalah takut kepada bahaya yang nyata ada di dunia
luar. Kecemasan ini menjadi asal muasal timbulnya
kecemasan neurotis dan kecemasan moral.
b. Kecemasan Neurotis (Neurotic Anxiety)
Adalah ketakutan terhadap hukuman yang bakal
diterima dari orang tua atau figur penguasa lainnya
kalau seseorang memuaskan insting dengan caranya
sendiri, yang diyakininya bakal menuai hukuman.
Hukuman belum tentu diterimanya, karena orang
tua belum tentu mengetahui pelanggaran yang
dilakukannya, dan misalnya orang tua mengetahui
juga belum tentu menjatuhkan hukuman. Jadi,
hukuman dan figur pemberi hukuman dalam
kecemasan neurotis bersifat khayalan.
c. Kecemasan Moral (Moral Anxiety).
Adalah kecemasan kata hati, kecemasan ini timbul
ketika orang melanggar standar nilai orang tua.
Kecemasan moral dan kecemasan neurotis tampak
mirip, tetapi memiliki perbedaan prinsip yakni :
tingkat kontrol Ego pada kecemasan moral orang
tetap rasional dalam memikirkan masalahnya
sedang pada kecemasan neurotis orang dalam
keadaan distres – terkadang panik sehingga mereka
tidak dapat berfikir jelas.
56
Mekanisme Pertahanan Ego
Freud mengartikan mekanisme pertahanan Ego (Ego
Defense Mechanism) sebagai strategi yang digunakan
individu dalam rangka mencegah munculnya dorongan-
dorongan Id maupun untuk menghadapi tekanan Superego
atas Ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau
diredakan.
Menurut Freud mekanisme pertahanan Ego itu adalah
mekanisme yang rumit dan banyak macamnya. Mekanisme
yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari ada tujuh
macam, yaitu :
a. Identifikasi (Identification)
Merupakan suatu cara untuk mereduksi tegangan dengan
meniru (mengimitasi) atau mengidentifikasikan diri
dengan orang yang dianggap lebih berhasil memuaskan
hasratnya dibanding dirinya. Diri orang lain diidentifikasi
tetapi cukup hal-hal yang dianggap dapat membantu
mencapai tujuan diri. Terkadang sukar menentukan sifat
mana yang membuat tokoh itu sukses sehingga orang
harus mencoba mengidentifikasi beberapa sifat sebelum
menemukan sesuatu yang membantu meredakan
tegangan. Apabila yang ditiru sesuatu yang positif, itulah
yang disebut Introyeksi.
Mekanisme pertahanan identifikasi umumnya dipakai
untuk tiga macam tujuan, yaitu :
1) Dipakai sebagai cara individu untuk dapat
memperoleh kembali sesuatu (obyek) yang telah
hilang.
2) Untuk mengatasi rasa takut.
57
3) Dalam rangkakepentingan individu memperoleh
informasi baru dengan mencocokkan khayalan
mental dengan kenyataan.
b. Pemindahan/Reaksi Kompromi
(Displacement/Reactions Compromise)
Ketika obyek kateksis asli yang dipilih oleh insting
seseorang tidak dapat dicapai karena ada rintangan
dari luar (lingkungan sosial, dan yang sifatnya alami)
atau dari dalam (antikateksis), maka insting tersebut
akan direpres kembali ke ketidaksadaran atau Ego dan
menawarkan menawarkan kateksis baru, yang berarti
pemindahan enerji dari obyek satu ke obyek yang lain,
sampai ditemukannya obyek yang dapat mereduksi
tegangan. Proses mengganti obyek kateksis untuk
meredakan ketegangan, adalah kompromi antara
tuntutan insting Id dengan realitas Ego, sehingga
disebut juga reaksi kompromi.
Ada tiga macam reaksi kompromi, yaitu :
1). Sublimasi
adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya
yang lebih tinggi, diterima masyarakat sebagai kultural
kreatif.
2). Substitusi
adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan
yang diperoleh masih mirip dengan kepuasan aslinya.
3). Kompensasi
adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus
dipuaskan. Gagal memuaskan insting yang satu diganti
dengan memberi kepuasan insting yang lain.
58
4). Represi (Repression)
Represi adalah proses Ego memakai kekuatan
anticathexes untuk menekan segala sesuatu (ide, insting,
ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan
keluar dari kesadaran.
5). Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression)
Fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada
tahap perkembangan tertentu karena perkembangan
lanjutannya sangat sukar sehingga menimbulkan
frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Orang
memilih untuk berhenti (fiksasi) pada tahap
perkembangan tertentu dan menolak untuk bergerak
maju, karena merasa puas dan aman ditahap itu.
Frustasi, kecemasan dan pengalaman traumatik yang
sangat kuat pada tahap perkembangan tertentu, dapat
berakibat orang regresi : mundur ke tahap
perkembangan yang terdahulu, dimana dia merasa puas
disana.
Perkembangan kepribadian yang normal berarti terus
bergerak maju atau progresif. Munculnya dorongan yang
menimbulkan kecemasan akan direspon dengan regresi.
Orang yang puas berada ditahap perkembangan
tertentu, tidak mau progres disebut fiksasi. Progresi
yang gagal membuat orang menarik diri atau regresi.
6). Proyeksi (Projection)
Proyeksi adalah mekanisme mengubah kecemasan
neurotis atau moral yang menjadi kecemasan realistis,
dengan cara melemparkan impuls-impuls internal yang
mengancam dipindahkan ke obyek di luar, sehingga
seolah-olah ancaman itu terproyeksi dari obyek
eksternal kepada diri orang itu sendiri.
59
7). Introyeksi (Introjection)
Introyeksi adalah mekanisme pertahanan dimana
seseorang meleburkan sifat-sifat positif orang lain ke
dalam egonya sendiri. Misalnya, seorang anak yang
meniru gaya tingkah laku bintang film menjadi
introyeksi, kalau peniruan itu dapat meningkatkan
harga diri dan menekan perasaan rendah diri, sehingga
anak itu merasa lebih bangga dengan dirinya sendiri.
Pada usia berapapun, manusia bisa mengurangi
kecemasan yang terkait dengan perasaan kekurangan
dengan cara mengadopsi atau melakukan introyeksi atas
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang lain.
8). Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)
Merupakan tindakan defensif dengan cara mengganti
impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan
dengan impuls atau perasaan lawan/kebalikannya
dalam kesadaran, misalnya benci diganti cinta, rasa
bermusuhan diganti dengan ekspresi persahabatan.
Timbul masalah bagaimana membedakan ungkapan asli
suatu impuls dengan ungkapan pengganti reaksi formasi
: bagaimana cinta sejati dibedakan dengan cinta-reaksi
formasi. Biasanya reaksi formasi ditandai oleh sifat
serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif
III. Perkembangan Kepribadian
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi
tiga tahapan, yakni tahap infantil (0-5 tahun), tahap laten (5-12
tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap infantil yang
paling menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi
menjadi tiga fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis.
Perkembangan kepribadian ditentukan terutama oleh
perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga tahap
60
seksual infantil. Perkembangan insting seks berarti perubahan
kateksis seks, dan perkembangan biologis menyiapkan bagian
tubuh untuk dipilih menjadi pusat kepuasan seksual (erogenus
zone):
a. Fase Oral (Usia 0 – 1 tahun)
Fase oral adalah fase perkembangan yang berlangsung pada
tahun pertama dari kehidupan individu. Pada fase ini,
daerah erogen yang paling penting dan peka adalah mulut,
yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan
makanan atau air. Stimulasi atau perangsangan atas mulut
seperti mengisap, bagi bayi merupakan tingkah laku yang
menimbulkan kesenangan atau kepuasan.
b. Fase Anal (Usia 1 – 2/3 tahun)
Fase ini dimulai dari tahun kedua sampai tahun ketiga dari
kehidupan. Pada fase ini, fokus dari energi libidal dialihkan
dari mulut ke daerah dubur serta kesenangan atau
kepuasan diperoleh dari kaitannya dengan tindakan
mempermainkan atau menahan faeces (kotoran) pada fase
ini pulalah anak mulai diperkenalkan kepada aturan-aturan
kebersihan oleh orang tuanya melalui toilet training, yakni
latihan mengenai bagaimana dan dimana seharusnya
seorang anak membuang kotorannya.
c. Fase Falis (Usia 2/3 – 5/6 tahun)
Fase falis (phallic) ini berlangsung pada tahun keempat atau
kelima, yakni suatu fase ketika energi libido sasarannya
dialihkan dari daerah dubur ke daerah alat kelamin. Pada
fase ini anak mulai tertarik kepada alat kelaminnya sendiri,
dan mempermainkannya dengan maksud memperoleh
kepuasan. Pada fase ini masturbasi menimbulkan
kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi
peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang
mengawali berbagai pergantian kateksis obyek yang
61
penting. Perkembangan terpenting pada masa ini adalah
timbulnya Oedipus complex, yang diikuti fenomena
castration anxiety (pada laki-laki) dan penis envy (pada
perempuan). Oedipus complex adalah kateksis obyek
seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta
permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin
memiliki ibunya (ingin memiliki perhatian lebih dari
ibunya) dan menyingkirkan ayahnya, sebaliknya anak
perempuan ingin memiliki ayahnya dan menyingkirkan
ibunya.
d. Fase Laten (Usia 5/6 – 12/13 tahun)
Fase ini pada usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak
mengalami periode peredaan impuls seksual. Menurut
Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari tidak
adanya daerah erogen baru yang dimunculkan oleh
perkembangan biologis. Jadi, fase laten lebih sebagai
fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan
psikoseksual. Pada fase ini anak mengembangkan
kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido
dengan kepuasan non seksual, khususnya bidang
intelektual, atletik, keterampilan, dan hubungan teman
sebaya. Dan pada fase ini anak menjadi lebih mudah
mempelajari sesuatu dan lebih mudah dididik dibandingkan
dengan masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas).
e. Fase Genital
Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi
dalam diri remaja. Sistem endokrin memproduksi hormon-
hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual
sekunder (suara, rambut, buah dada, dll), dan pertumbuhan
tanda seksual primer. Pada fase ini kateksis genital
mempunyai sifat narkistik : individu mempunyai kepuasan
dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan
62
orang lain diingkan hanya karena memberikan bentuk-
bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah. Pada fase ini,
impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek diluar, seperti :
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir,
cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga.
63
CARA PENANGANAN STRES
A. Bahaya Jika Stres Berubah Menjadi Tekanan
Seperti yang telah dikemukakan, kadang-kadang stres
bisa menjadi pendorong dan motivator yang positif, tapi stres
juga bisa merusak. Stres menjadi tekanan jika berkelanjutan,
tubuh manusia bereaksi terhadap stres dalam tiga tingkatan
yaitu siaga, pertahanan, dan kelelahan.
Pada tahap siaga tubuh akan merasakan kehadiran stres
dan biasanya tubuh akan mempersiapkan diri melawan atau
menghindar, persiapan ini akan merangsang hormon dari
kelenjar endokrin yang akan menyebabkan detak jantung dan
pernafasan meninggi, kadar gula dalam darah, berkeringat,
mata membelalak, dan melambatnya pencernaan.
Pada tahap perlawanan tubuh akan memperbaiki
kerusakan yang disebabkan oleh stres. Jika penyebab stres
tidak hilang, maka tubuh tidak bisa memperbaiki kerusakan
dan harus terus siaga. Maka pada tahap yang ketiga yaitu
kelelahan, jika berlanjut cukup lama maka akan terserang
"penyakit stres", seperti migren kepala, denyut jantung yang
tidak teratur, atau bahkan sakit mental seperti depresi. Kalau
stres ini berlanjut selama proses kelelahan maka tubuh akan
kehabisan tenaga dan bahkan fungsinya jadi terhenti. Dengan
64
demikian, cara yang paling baik untuk menghadapi stres adalah
dengan jalan menghindar atau menyembuhkan secepat
mungkin.
B. Mengatasi Stres Secara Individual
Seseorang atau individu memiliki kemampuan sendiri-
sendiri dalam menangani stres. Hal ini tidak dapat dipungkiri
bahwa faktor lingkungan juga memiliki pengaruh sekaligus
kekuatan untukseseorang berperilaku dalam kaitannya dengan
stres. Individu yang kuat akan membuat seseorang memandang
stres bukan menjadi hambatan, akan tetapi lebih pada suatu
tantangan, yang selanjutnya menjadi suatu motivasi untuk
dapat melewati dengan baik. Secara umum, seseorang dalam
mengatasi stres adalah sebagai berikut :
1. Belajar melihat masalah secara proporsional
Bila dihadapkan pada suatu pilihan misal antara sekolah
atau pekerjaan dengan pelatihan yang harus dijalani, maka
harus berani mengambil keputusan yang tentunya harus
didiskusikan atau berkonsultasi terlebih dahulu dengan
pelatih, guru atau atasan bila sudah bekerja secara terbuka,
untuk mendapatkan pemecahan yang lebih baik, tentunya
keputusan ada pada diri seseorang dengan cara melihat
sudut pandang yang lebih luas.
2. Berani menghadapi resiko
Takut pada resiko merupakan hal yang paling menimbulkan
stres dan merupakan penghalang keberhasilan. Pada seni
beladiri prestasi kita mengetahui resiko bila kita akan
bertanding yaitu resiko kalah dalam pertandingan dan
resiko akan cedera. Sebagai gambaran di dunia ini tidak ada
jaminan mutlak, tidak ada perencanaan yang anti gagal,
kehidupan memang demikian. Kalau kita sudah mengetahui
resiko merupakan bagian kehidupan, maka kita perlu
65
belajar menghadapi resiko dengan rasa optimis, kalau
pikiran kita selalu dipenuhi kemungkinan-kemungkinan
buruk, maka justru itulah yang benar-benar terjadi pada
anda. Sebaliknya kalau pikiran-pikiran kita dipenuhi
kemungkinan-kemungkinan yang baik, maka yang terjadi
pada kita juga adalah hal-hal yang baik.
3. Berlatih sesuai dengan bidang kemampuan anda
Jika seseorang tidak yakin dimana bidang kemampuan
anda, inilah resep yang dapat membantu anda untuk segera
mengetahuinya, jika anda membuat suatu kesalahan dan hal
itu malah menjadi tantangan bagi anda bukannya membuat
anda stres, bisa jadi anda telah bekerja sesuai dengan
bidang kemampuan anda.
Dengan demikian perlu kita cermati bersama mengenai
kebenarannya adalah bahwa, apabila ingin meraih sesuatu bisa
dengan bekerja keras, tetapi sebaiknya untuk itu anda tidak
merugikan keluarga, kesehatan, dan teman-teman kita.
C. Peran Kecerdasan Emosional dan Spiritual
Tentu saja stres yang negatif tidak akan mengidap
orang-orang yang punya kecerdasan emosional dan spiritual
yang baik. Sebab, orang yang cerdas secara emosional punya
kemampuan untuk mengendalikan diri, semangat dan
ketekunan. Ia juga mampu memotivasi diri sendiri dan bisa
bertahan menghadapi frustasi. Sanggup mengendalikan
dorongan hati dan emosi. Ia tidak melebih-lebihkan
kesenangan, mampu mengatur suasana hati (mood), dan
menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan
berpikir serta membaca perasaan terdalam orag lain (empati),
bahkan mampu memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya.
Dengan begitu, ia punya kemampuan untuk menyelesaikan
66
konflik. Dan yang paling penting lagi, mampu untuk berharap
dan berdoa.
Sedangkan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
untuk menghadapi persoalan makna atau value. Kecerdasan
untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks
makna yang lebih tinggi, luas, dan kaya (nilai-nilai spiritual
yang bersumberkan pada Ilahiah). Kecerdasan untuk menilai
bahwa suatu tindakan atau suatu jalan hidup lebih bermakna
dibandingkan dengan yang lain.
Berikut ini beberapa tips mengelola stres berdasarkan
kedua kecerdasan tersebut, sebagai berikut :
1. Menikmati hidup dan tidak membesar-besarkan masalah
secara berlebihan (proporsional).
2. Memiliki pengendalian diri (tidak membiasakan diri
melepas emosi secara liar dengan berusaha
mengontrolnya). Terapkan konsep sabar. Sesungguhnya
sabar akan menyelamatkan dari perilaku dan akibat yang
tidak diinginkan.
3. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri (tidak menyia-
nyiakan waktu dan energi yang dimiliki, dengan berusaha
memanfaat-kan waktu sebaik-baiknya dan bertujuan,
terutama untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan
aspirasi).
4. Tidak menjadi orang yang terlalu dominan maupun
penurut, tetapi jadilah orang yang asertif (yaitu memiliki
kepercayaan diri dan harga diri, bertindak secara rasional
dan dewasa, menyatakan secara langsung apa yang
diinginkan, memiliki pendekatan yang khas terhadap hidup,
jujur, positif, terbuka, serta menghargai dan memahami
orang lain seperti yang dilakukan terhadap diri sendiri).
5. Berusaha melakukan sesuatu secara tulus dan ikhlas.
Ketulusan akan menghindari seseorang dari kekecewaan.
67
6. Terlibat dalam aktifitas yang dapat menenangkan pikiran,
seperti rutinitas spiritual (tilawah Qur’an, shalat, tahajud,
atau Kitab Suci sesuai agama yang dianut), dan terlibat
dalam kegiatan sosial, mengembangkan hobi, dan rekreasi.
7. Mencintai dan menerima diri apa adanya (dengan segala
kelebihan dan kekurangannya). Menerapkan konsep syukur
nikmat.
8. Jangan pernah berhenti untuk terus belajar dan
mengembangkan diri. Ini akan menimbulkan semangat,
karena ada yang ingin dicapai.
9. Berpikir positif dan menghindari berpikir negatif. Jauhi
prasangka buruk, tentu saja tanpa menghilangkan
kewaspadaan dan usaha klarifikasi.
10. Sadar bahwa sudah menjadi perilaku dalam hidup bahwa
ada nyaman dan ketidaknyamanan. Karena itu hindari
kecenderungan lupa diri (lalai) baik saat senang maupun
saat sedih.
11. Berolah raga secara rutin.
12. Istirahat dan tidur yang cukup (6-7 jam sehari).
13. Makan makanan yang seimbang dan teratur, yang tentu saja
halal.
14. Jika mendapat masalah yang membebani pikiran, sebaiknya
segera berdiskusi dengan teman/rekan yang dapat
dipercaya.
15. Perkaya pergaulan, dekati orang-orang yang bermental kuat
dan stabil (orang-orang shalih), orang-orang ini akan
menularkan kebaikan di saat kita stres.
16. Berusaha membuat hidup menjadi produktif, tanpa
membunuh diri sendiri (jangan terlalu banyak kegiatan
sehingga over loaded).
17. Luangkan waktu untuk rileks.
68
18. Mencoba menerapkan teknik relaksasi. Teknik ini berguna
untuk merelaksasikan fikiran dan tubuh. (penggunaan
beberapa metode relaksasi dapat dipergunakan sambil
misalnya duduk relaks atau berbaring sambil menghirup
nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan-lahan
selama kira-kira 10 menit)
19. Selalu berharap dan berdoa kepada Allah. Doa adalah
ekspresi ketawakalan manusia kepada Sang Maha Pencipta,
juga berfungsi sebagai penangkal frustasi. Keyakinan akan
diberikan jalan keluar oleh Allah, akan mempertahankan
keoptimisan, karena kita memiliki harapan.
20. Banyak berdzikir, sebelum, saat, dan sesudah bekerja.
Karena dengan dzikir maka hati manusia menjadi tenang.
Seperti dikemukakan di pendahuluan, bahwa stres
sebenarnya lebih pada adanya perasaan tertekan yang
dirasakan oleh seseorang. Dengan adanya perasaan tertekan
inilah yang membuat seseorang menjadi mudah tersinggung,
mudah marah, konsentrasi terhadap pekerjaan menjadi
terganggu. Lingkungan bisa menjadi sumber stres bagi orang,
karena tuntutan menghadapi keinginan atau target tertentu
dan konflik-konflik yang lainnya bisa menimbulkan stres.
Meningkatnya tuntutan dan kebutuhan hidup akan sesuatu
yang lebih baik, menyebabkan individu berlomba untuk
memenuhi kebutuhan yang diinginkannya. Tapi pada
kenyataannya sesuatu yang diinginkan tersebut kadangkala
tidak dapat tercapai sehingga dapat menyebabkan individu
tersebut bingung, melamun hingga stres.
Stres yang dialami oleh setiap individu berbeda-beda
tergantung pada masalah yang dihadapi dan kemampuan
menyelesaikan masalah tersebut atau biasa disebut dengan
koping yang digunakan. Jika masalah tersebut dapat
69
diselesaikan dengan baik maka individu tersebut akan senang,
sedangkan jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan
dengan baik dapat menyebabkan individu tersebut marah-
marah, frustasi hingga depresi.
Salah satu cara untuk mengatasi stres adalah
melakukan diet. Hal ini disebabkan karena secara biologis
kimiawi, makanan-makanan yang merangsang timbulnya stres,
seperti ikan asin, makanan berlemak ataupun makanan-
makanan yang mengandung kolesterol akan meningkatkan
tensi yang berdampak kepada rentannya seseorang mengalami
stres. Keyakinan akan kebutuhan makanan sehat perlu
dipelihara, sehingga apabila anda merasakan tubuh sehat
terbentuk melalui makanan, dan itu akan memberikan
dukungan pada kesehatan jiwa dan fisik. Semakin banyak junk
food yang dimakan, akan semakin membuat tubuh selain lebih
bertambah berat badannya, atau membawa pengaruh buruk
pada kesehatan manusia. Terlalu banyak makan junk food
hanya akan membuat seseorang merasa buruk dan bisa
menyebabkan depresi bagi beberapa orang.
Selain melalui diet, untuk beberapa orang yang
mengalami stres juga perlu diadakan pengobatan. Ada
perbedaan resep obat yang diberikan dokter pada tiap orang.
Ada juga jenis vitamin yang dapat digunakan untuk membantu
seseorang mengatasi stres dengan baik. Jenis vitamin tertentu
akan membantu mendorong pikiran dan membantu orang
untuk memperbaiki pandangannya agar lebih baik.
70
RENUNGAN DAN SOLUSI TERHADAP STRES
Secara histori, seseorang sebaiknya dapat mengelola
stres yang timbul dengan mengubah keseimbangan yang tipis
yang ada di antara batasan coping dengan keseluruhan
perlawanan perilaku coping.
Bentuk lain adalah dari hasil penelitian yaitu
memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap stressor dan
menggambarkan stres sebagai suatu respon, yang dapat dilihat
pada gambar berikut :
Sumber : Sutherland dan Cooper (1990)
Gambar 1. Stres Sebagai Suatu Respon
Stressor
agents
Stress
respons
psychological
physiological
behavioral
environment person
stimulus respon
71
Beberapa aspek kehidupan manusia dapat mengurangi
potensi untuk berkembangnya stressor dan membantu
individu dalam mengatasi stres. Prevensi merupakan
penjagaan yang pertama terhadap stres (Safarino, 1990).
Usaha-usaha untuk mempengaruhi aspek kehidupan manusia
dapat menghindari pemunculan stres dan mengurangi dampak
stres.
Meningkatkan dukungan sosial merupakan salah satu
cara yang lebih jelas diantara usaha-usaha yang lain.
Kemungkinan intervensi lainnya adalah meningkatkan kontrol
pribadi atau kontrol yang dirasakan, mengatur kehidupan
seseorang lebih baik misalnya pengaturan waktu,
mempersiapkan diri terhadap kejadian yang penuh stres,
fitnes, dan modifikasi perilaku.
Manajemen stres memfokuskan pada pengurangan
reaksi stres. Teknik-teknik dalam pendekatan seperti relaksasi,
meditasi, hipnoterapi, merupakan gaya coping stres. Teknik-
teknik pengelolaan stres selain berguna untuk mengurangi
resiko penyakit jantung, hipertensi, juga bentuk psikosomatis
lain.
KASUS: MUSIK SEBAGAI SALAH SATU PELURUH STRES
Salah satu penelitian yang dilakukan kaitannya dengan
musik dan stres kerja, pada hakekatnya berpijak pada suatu
kenyataan bahwa sebenarnya manusia tidak akan luput dari
segala cecaran stres yang tiap kali menyelimuti hampir semua
orang tak terkecuali. Situasi dan kondisi yang lebih banyak
perannya dalam membawa seseorang untuk bersentuhan
dengan stres tersebut.
Perkembangan perekonomian Indonesia belum dapat
dikatakan sebagai salah satu negara yang aman dari setiap
goncangan ekonomi global. Hal ini dapat kita perhatikan
72
bersama adanya ketidakseimbangan terhadap perkembangan
ekonomi di setiap unsur dan sektor serta jenis usaha. Sebagai
contoh dapat kita lihat di masyarakat adanya kecenderungan
penganggurang yang terus bertambah, seperti yang
dikemukakan oleh Meneg BUMN di sela-sela acara Media
Gethering bersama Kementrian BUMN, di Gunung Mas PTPN
VIII, Bogor hari Minggu tanggal 14 Januari 2007.
Disatu sisi perkembangan di dunia perbankan maju
pesat. Dengan adanya kemajuan di sektor perbankan, maka
pemasukan keuangan menjadi bertambah. Ada rencana
pemerintah untuk menawarkan dana ke sektor riil, sehingga
diharapkan dapat mengembangkan industri maupun Usaha.
Perkembangan industri tidak ada gunanya kalau tidak disertai
dengan upaya meningkatkan hasil kerja para karyawan di
berbagai usaha, sehingga satu dan lain sektor saling
mendukung dan saling dapat mengembangkan usahanya sesuai
target yang telah ditentukan, atau bahkan karyawan dapat
melebihi target capaian yang telah ditentukan perusahaan.
Sektor industri outomotif misalnya, target yang
ditatapkan untuk penjualan mobil pada tahun 2007 adalah
500.000 unit (Suara Merdeka, 2007). Belum lagi pada sektor
industri dengan target capaian yang berbeda-beda tergantung
pada jenis industrinya seperti Industri tekstil, Industri rokok,
dll. Perusahaan jasa pun juga mempunyai target tersendiri.
Bank merupakan jenis usaha jasa di bidang keuangan, sehingga
target yang ditetapkan biasanya cenderung ke arah
perkembangan dalam prosentase. Contoh untuk Bank Jateng,
memberikan ancangan pertumbuhan kredit di tahun 2007
sebesar 22% dibandingkan dengan capaian kredit di tahun
2006. Kredit akan disalurkan ke Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM) dengan prosentase 85%.
73
Dengan demikian apabila perkembangan kredit
meningkat, maka perusahaan-perusahaan yang menerima
kucuran dana dari bank juga akan meningkat. Agar target hasil
di perusahaan dan industri dapat tercapai sesuai jadwal yang
telah ditentukan, maka dibutuhkan upaya dalam rangka
memacu capaian hasil tersebut selain dengan sistem insentif
yang sering dilakukan pada umumnya. Tuntutan capaian hasil
tersebut mau tidak mau akan berakibat munculnya stres yang
dialami oleh para karyawan seiring dengan capaian hasil kerja
karyawan. Tidak hanya segelintir karyawan yang akan stres
karena terkait langsung dengan pekerjaan atau tugasnya, akan
tetapi tidak menutup kemungkinan hingga jajaran yang lebih
tinggi.
Capaian hasil kerja tersebut tidak dapat dilepaskan dari
suatu sistem penilaian hasil kerja yang mau tidak mau, disadari
maupun tidak disadari, akan memberikan mekanisme penting
bagi manajemen untuk menyelaraskan tujuan perusahaan
khususnya dalam hal standar dan motivasi kerja. Suatu hasil
kerja mau tidak mau selalu mengaitkan dengan suatu evaluasi
pekerjaan.
Apabila membahas masalah evaluasi pekerjaan, mau
tidak mau juga akan membahas masalah penilaian pekerjaan.
Hasil kerja yang didapat adalah terkait dengan faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap tercapainya hasil kerja tersebut.
Perusahaan di sektor jasa keuangan maupun asuransi, tidak
tinggal diam. Mereka juga ikut berkompetisi untuk
mengembangkan dengan jalan meningkatkan kepesertaan pada
jasa asuransi tenaga kerja yang dikoordinasi oleh para agen-
agen atau tenaga acount officer nya, dengan harapan
kepesertaan dari para karyawan perusahaan-perusahaan dan
industri dapat diraih.
74
Upaya meningkatkan hasil kerja tersebut salah satu yang
akan dilakukan adalah dengan cara mengembangkan suatu
inovasi kaitannya dengan upaya menurunkan tingkat stres yang
dialami oleh karyawan saat menjalankan tugas, yaitu berupa
musik yang mengiringi proses pekerjaan. Harapan yang muncul
adalah dengan adanya musik yang mengiringi suatu pekerjaan
akan dapat memacu terselesaikannya pekerjaan dengan lebih
cepat dan dengan kualitas yang baik.
Musik adalah segala sesuatu bunyi-bunyian yang meng-
hasilkan suara atau bunyi yang dihasilkan dari alat musik, baik
alat musik tradisional maupun non tradisional sama-sama
mempunyai dampak terhadap manusia, baik musik secara
individual ataupun musik yang dihasilkan dari alat musik
secara bersama-sama dengan beberapa alat. Misalnya musik
yang dihasilkan oleh dentuman drum, petikan gitar, tekanan
tuts piano, atau band, orkestra, maupun rebana, kolintang,
gamelan.
Dengan demikian, musik yang dalam hal ini adalah
musik yang dipergunakan sebagai pengiring seseorang dalam
melakukan pekerjaan, merupakan musik pengiring proses
diselesaikannya suatu pekerjaan yang bagian dari upaya
mengeksploitasi ling-kungan, merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi hasil kerja selain deskripsi pekerjaan,
spesifikasi pekerjaan, standar pekerjaan, tujuan penilaian kerja,
sikap kerja karyawan dan manajer terhadap suatu evaluasi
pekerjaan (Baron, 2000). Musik selain berfungsi sebagai
penyemangat, motivator, pencetus inspirasi dan ide-ide saat
bekerja juga dapat berfungsi sebagai penghilang stres,
mengingat dengan musik seseorang dapat muncul perasaan
senang (Djohan, 2003).
75
A. Masalah yang Sering Muncul
Khusus di dunia kerja, perkembangan industri global
dan pertumbuhan di dunia perekonomian, memacu setiap
usaha untuk dapat selalu eksis dan ikut dalam persaingan
tersebut. Persaingan Usaha memacu setiap lini untuk
tercapainya target usaha secara maksimal dan dengan kualitas
yang baik pula. Upaya meningkat-kan hasil kerja tersebut
merupakan salah satu upaya yang dikembangkan dengan suatu
inovasi berupa musik yang mengiringi proses pekerjaan.
Harapan yang muncul adalah dengan adanya musik yang
mengiringi suatu pekerjaan akan dapat memacu dan
memotivasi terselesaikannya pekerjaan dengan lebih cepat dan
dengan kualitas yang baik, karena dengan musik tersebut dapat
merangsang sistem syaraf ke otak yang akhirnya dapat
menimbulkan suasana hati yang senang sehingga diharapkan
akan menurunkan stres kerja.
Tuntutan pekerjaan yang terus menerus dengan target
waktu yang telah ditentukan, biasanya menyebabkan
seseorang menjadi tertekan dan di dalam dirinya merasa
adanya rasa untuk segera menyelesaikan pekerjaan. Hal ini
berdampak pada stres yang ditimbulkan sehingga hasil kerja
menjadi kurang maksimal.
Dengan dasar tersebut maka peneliti berusaha untuk
melakukan inovasi dengan memberikan musik pengiring pada
suatu pekerjaan dengan suatu penelitian mengenai “Perbedaan
Dampak Musik Dengan Irama Slow dan Rancak terhadap Hasil
Kerja.”
1. Musik
Musik merupakan salah satu cabang seni dengan
menampilkan bentuk bebunyian yang dihasilkan
berdasarkan nada tertentu. (Djohan, 2003).
76
Musik, secara kognisi mempunyai kekuatan dalam
rangka menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri (Solso,
1995). Kekuatan terjadi pada saat pemprosesan informasi
suara yang diberi tanda pada memori sebagai salah satu
bukti secara neurokognitif. Bukti dapat dilihat pada
pengukuran aliran darah seseorang yang mengalami stres,
bahwa dapat digambarkan dengan kecapatan aliran darah,
sebagai pengukuran Regional Cerebral Blood Flow) sesuai
dengan penelitian Roland dan Friberg (1985).
Jenis musik menghasilkan nada yang sesuai dengan
kecepatan atau irama musik. Jenis musik tersebut antara
lain keroncong, ndangdut, rock, slow, instrumentalia,
campur sari, bahkan ada yang disebut alternative hingga
jenis musik mentalika. Dengan banyaknya jenis musik
dengan berdasarkan iramanya, maka sebenarnya masih
banyak lagi jenis musik. Akan tetapi penelitian ini akan
memperhatikan hanya dua jenis musik yaitu instrumentalia
dengan irama slow dan campur sari dengan irama yang
agak rancak, sehingga diharapkan dapat ditemukan jenis
musik yang dapat menghilangkan stres sehingga hasil kerja
pun dapat tercapai dengan baik.
1.1. Pengaruh Musik Pada Aktivitas
Suatu pengalaman pada subyek penelitian mengenai
pengaruh musik terhadap stres, CEO kami pernah sedikit
berbincang-bincang bersama kami tentang bagaimana
musik mengawali seluruh aktivitas dan mengakhiri
aktivitas rutinnya dalam 1 hari .
Misalnya, saat bangun sekitar pukul 5 pagi, dan
setelah selesai menjalankan ibadah kepada Penciptanya,
teman saya itu langsung ditemani oleh dua lagu dari jenis
Chant of gregorian dan (lagu kebangsaannya ) Life in Mono
77
dari kelompok Mono dan pada saat itu suara Siobhan de
Mare (vocalist Mono) betul betul dirasakannya sebagai
penyempurna mimpi indahnya tadi malam ; sekitar 30
menit lagu yang durasinya cukup pendek itu diulang ulang,
maka ia sudah mulai merasakan adanya semangat dan
gairah baru dihari itu, setelah mandi, sarapan, dan bersiap
siap untuk aktivitasnya, maka dari piranti elektronik yang
ada di mobilnya, terdengar teriakan Joey Tempest melalui
Final Countdown-nya Europe dan Life in Mono-nya Mono ;
menurutnya ; hidup terasa lain bila tidak dimulai dengan ke
dua lagu tersebut, mungkin apa yang anda pikirkan sama
dengan yang saya pikirkan, itu hanyalah sugesti ; tapi siapa
perduli itu sugesti atau bukan, karena walaupun itu sugesti,
itu memberi-kan good influence.
Setengah jam kedua lagu tersebut, membakar
semangat dia, setelah itu baru ia mendengarkan radio;
dalam hal ini mungkin ia agak sedikit tidak tahu malu,
karena ternyata radio yang didengar setiap pagi adalah
radio untuk konsumsi umur 14 - 18 tahun, sangat ..sangat
.sangat tidak matching menurut pendapat kami, akan tetapi
pada kenyataannya, ia butuh lagu lagu yang up beat and
shock to maintance his spirit. Sebagai contoh kasus di
kantor, mulailah ia beraktivitas, dimana ia dan para
karyawan (sungguh…secara bercanda ia selalu menyebut
rekan-rekannya seperti itu) dimanjakan oleh alunan lagu-
lagu yang telah melewati musyawarah dan beberapa
ketentuan ketentuan pokok mengenai syair dan ketukan
yang sudah pakem ... alias tidak boleh dilanggar ( untuk
mengetahui lebih jauh mengenai irama/lagu yang pas untuk
menemani saat kerja silahkan anda buka kembali ME edisi
Maret 2004).
Siangnya, beberapa lagu upbeat seperti love game
78
(level 42), conga (Miami sound machine), volare (gipsy
king), boys next door (Peter Allen) , menemaninya saat
selesai makan siang, dan saat sore hari, kembali life in mono
menemani dan memanjakan telinganya; begitu pula pada
saat sebelum tidur malam; teman saya itu (selalu tidur
diatas pukul 01.00 dini hari) malah menenangkan dirinya
dengan Air dari J.S. Bach; beberapa chant of Gregorian yang
modern , serta beberapa love song favoritenya.
Makna dari semua itu ada beberapa diantara sudah
pernah membaca buku yang membahas masalah ini lebih
dalam, tapi nanti dipembahasan kita kali ini ada beberapa
hal yang baru (atau relative baru) yang ada baiknya kita
ketahui untuk menambah referensi kita mengenai
bagaimana kita menggunakan musik-musik untuk
keperluan/pengisian jiwa atau semangat kita
Musik adalah suatu alat yang tidak memiliki batasan
batasan bagi umat manusia untuk menikmatinya; ambil
contoh; ada orang yang bisa bahasa jerman namun zu viele
Heute konnen nicht Deutch Sprechen; tidak demikian dengan
musik; dengan multi modal stimulus yang dia miliki, maka
musik begitu diterima oleh indera pendengaran kita; maka
ia me-rambah masuk melalui saraf pendengaran, diterima,
diartikan di otak, dan apabila musik itu bagus maka ia turut
mempengaruhi suatu organ di otak yang bernama system
limbic, dimana setelah perangsangan itu maka akan
terlibatlah unsur emosi yang kita miliki sehingga akan
mempengaruhi semua meta-bolisme otak kita; kemudian
ditemukan pula bahwa ternyata nada-nada yang sangat baik
bagi “makanan” otak kita adalah nada-nada dengan
frekuensi tinggi; banyak orang yang berpendapat bahwa
semua musik klasik adalah sama saja, entah itu Mozart,
Beethoven, Bach, Chopin, atau “si raja Waltz” Strauss
79
sekalipun; dan ternyata mengapa Mozart seringkali
dijadikan acuan, karena selain rentang nada yang
sedemikian luas dari lagu lagu karyanya, ditambah lagi
dengan tempo yang sedemikian dinamis; ternyata hampir
semua karya karya Mozart memiliki nada-nada dengan
frekuensi tinggi; sehingga pada penelitian penelitian,
seringkali didapatkan hasil bahwa musik dari Wolfgang
Amadeus Mozart-lah yang paling optimal dalam
meningkatkan fungsi otak kita; selain itu baru hal “relative”
terbaru yang didapat adalah bahwa selain musik Mozart;
ternyata musik dari lagu-lagu Gregorian (chant of
Gregorian) khususnya dari jaman rahib Dom Moquereau
dan Dom Gajard sangat baik dalam mengisi “baterei otak”
dan juga memiliki kualitas penyembuhan tertentu . Lagu-
lagu Gregorian, seperti kita ketahui tidak memiliki tempo,
atau ketukan irama; irama yang dibentuk ternyata terlahir
dari irama-irama fisio-logis, seperti pernafasan dan detak
jantung; kidung Gregorian memberi energi dan kedamaian
batin pada orang yang menyanyikan dan
mendengarkannya; ia juga menjaga tubuh dan pikiran
manusia agar berada dalam kesadaran yang tenang; dan
dari hasil penelitian yang paling baru; ternyata juga
ditemukan bahwa bunyi ”Om…” suara bhiksu dan suara
orang mengaji juga memiliki kualitas yang kurang lebih
sama dengan chant of Gregorian .
1.2. Musik Baik Untuk Jantung
Mendengarkan musik yang bertempo lambat atau
meditatif membawa dampak yang menenangkan pada
orang, dengan memperlambat nafas dan kecepatan detak
jantung mereka. Sementara mendengarkan musik yang
lebih cepat dengan tempo yang lebih menghentak memiliki
80
dampak berlawanan -- mempercepat pernafasan dan detak
jantung, demikian sebuah studi baru yang dimuat dalam
jurnal Heart, seperti dikutip Reuters Health. Studi itu
mendukung badan riset tentang potensi keuntungan musik
yang mengurangi stres bagi kesehatan.
Riset lain menunjukkan musik dapat menghilangkan
stres, memperbaiki kinerja atletik, meningkatkan gerakan
pada pasien yang mengalami gangguan syaraf akibat stroke
atau penyakit Parkinson, dan bahkan meningkatkan
produksi susu pada hewan perah, kata Dr. Peter Sleight dari
Universitas Oxford di Inggris dan koleganya dalam laporan
mereka.
Dalam studi baru itu, para peneliti memantau
kecepatan pernafasan, tekanan darah dan indeks
pernafasan dan jantung yang lain, pada 24 pria dan wanita
sehat, sebelum dan selama mendengarkan beberapa
petikan jenis musik yang berbeda, termasuk musik klasik
yang cepat dan lambat dengan kompleksitas yang berbeda
serta musik `rap`.Mereka juga memantau subyek selama
istirahat tidak mendengarkan musik selama dua menit.
Setengah dari subyek merupakan musisi terlatih,
sedangkan setengahnya lagi tidak mendapatkan latihan
musik.Para peneliti melaporkan bahwa mendengarkan
musik memproduksi tingkat getaran yang bervariasi --
mempercepat pernafasan, meningkatkan tekanan darah dan
detak jantung -- yang sebanding dengan tempo musik dan
mungkin komplek-sitas ritme. Gaya musik atau kesukaan
musik seseorang tampaknya kurang penting dibanding
tempo musik. Mereka juga menemukan bahwa ketenangan
disebabkan oleh ritme yang lebih lambat dan, secara
menarik, oleh jeda atau istirahat dalam musik.
81
Mengistirahatkan musik selama dua menit
menyebab-kan kondisi relaksasi yang lebih besar dibanding
yang terlihat sebelum mulai mendengarkan musik. Dampak
itu terjadi pada orang yang mendapatkan pelatihan musik,
mungkin karena mereka telah belajar untuk menyamakan
nafas mereka dengan segmen musik. "Musisi bernafas lebih
cepat dengan tempo yang lebih cepat, dan memiliki dasar
kecepatan bernafas yang lebih lambat dibanding non-
musisi," kata para peneliti.
Sleight dan mitranya berspekulasi bahwa musik
mungkin memberikan kesenangan (dan mungkin
keuntungan bagi kesehatan) sebagai akibat alterasi yang
terkendali antara getaran dan relaksasi. Mereka
menyimpulkan bahwa pemilihan jenis musik yang tepat --
berganti-ganti antara ritme lambat dan cepat dengan
diselingi dengan jeda -- dapat dimanfaatkan untuk
menimbulkan relaksasi dan mungkin, karena itu, memberi
dampak menguntungkan bagi penderita jantung dan stroke.
82
MENGENAL HIPNOTERAPI
Hipnoterapi merupakan salah satu bentuk terapi yang
mengutamakan sisi psikologis, mengingat dalam hipnoterapi
hamper sebagian besar menggunakan sugesti sebagai alat
untuk menterapi seseorang. Tentu saja tidak semua kasus
psikologis murni maupun kasus yang terkait phisiologis bias
ditangani dengan metode hipnoterapi ini, namun sebagian
besar penanganan terkait kasus psikologis menggunakan
teknik hipnoterapi.
Konseling psikologi memang masih sangat dibutuhkan,
akan tetapi itu terkait pengungkapan akar masalahnya. Selain
itu memang ada teknik teknik penanganan kasus psikologis
diluar dengan konseling psikologi, hipnoterapi, yaitu dengan
teknik penanganan Neuro Linguistik Program. Masing-masing
teknik penagnanan ini memang mempunyai kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Biasanya kausus-kasus yang
dapat tertangani menggunakan teknik hipnoterapi antara lain
(1) :
a. Motivasional dan Empowerment
b. Mental dan Emotional Problem (Stress, Depression,
Anxiety, Bad Habit, Bad Behavior, Insomnia, dll)
c. Psychosomatic illness( penyakit fisik yang berakar
dari gangguan psikologis)
83
Bagaimana konsep tentang segala sesuatunya tersebut
diolah?
Otak manusia menerima lebih dari segala data yang dia
perhatikan. Hal ini mendasarkan pada indera manusia yang
akhirnya diterima di otak dengan lebih dari empat miliar saraf
setiap detiknya Setiap orang akan merasa sadar atau tidak
sadar dengan apa yang dialaminya.. contoh saja pada saat kita
menggunakan sepatu.. setelah beberapa saat baru menyadari
bahwa ada bagian yang terbuka dari komponen sepatu
tersebut, aatau saat menggunakan hem nampaknya sudah
seperti seharusnya..namun setela beberapa saat baru
menyedari bahwa kerah hem tersebut terlipat ke dalam.
Dengan demikian dari empat miliar tersebut, ternyata
kurang dari setengahnya yang secara sadar seseorang
menyadari hal tersebut.
A. Ada beberapa metode penanganan masalah psikologis,
antara lain :
1. Conscious Mind Intervention
Metode Hypnotherapy bukanlah suatu metode ajaib, yang
dapat serta merta secara mudah “merubah pikiran” seseorang,
walaupun Sugesti diberikan dalam kondisi Trance yang dalam
(Somnambulism). Sugesti yang “tidak kompatibel” dengan
sistem nilai yang terdapat dalam diri Client, tidak akan dapat
bertahan lama.
Salah satu hal yang membuat seseorang mengalami
permasalahan psikologis, adalah karena pola pikir yang kurang
memberdayakan. Oleh karena itu Hypnotherapy yang efektif,
umumnya selalu melibatkan pembelajaran di wilayah
kesadaran normal (Conscious Mind), selain langkah-langkah
Terapeutik yang diterapkan dalam kondisi Trance (Formal
Hypnosis) sebagai ciri khas dari metode Hypnotherapy.
84
Penjelasan di atas, maka terdapat 2 rangkaian proses yang
saling terintegrasi dalam proses Hypnotherapy, yaitu :
Conscious Mind Intervention dan Subconscious Mind
Intervention (Formal Hypnotherapy).
Pada prinsipnya Conscious Mind Intervention adalah mengajak
Client untuk melakukan proses Reframe (pemaknaan ulang
permasalahan). Proses ini dapat dilakukan kapanpun juga,
sejak tahapan Pre-Induction Talk, maupun diantara sesi formal
hipnoterapi.
2. Subconscious Mind Intervention
Dilakukan dalam kondisi Hipnosa (Formal Hypnosis).
Menerapkan 3 Phase Therapeutic Protocol, yaitu :
Phase 1 : Conditioning
Phase 2 : Optional Therapeutic
Phase 3 : Empowerment.
Penjelasan lebih terperinci dari 3 Phase Therapeutic Protocol
ini akan diberikan secara terperinci di bagian berikutnya
Merupakan protokol Hypnotherapy yang diperkenalkan oleh
The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH) untuk
mempermudah para pemula dalam melakukan praktek
Hypnotherapy. Melalui protokol sederhana ini, kecil
kemungkinan terjadi kesalahan dalam proses terapi, karena
penekanannya lebih ke arah “pemberdayaan” (empowerment).
Perkembangan keterampilan terapi dari Hypnotherapist
akan sejalan dengan bertambahnya jam terbang, terutama
perkembangan cara penyusunan Script yang tepat pada setiap
Phase, ketepatan pemilihan teknik Therapeutic, serta
keterampilan komunikasi di tahapan Pre-Induction Talk.
85
Berikut ini penjelasan detail dari 3 Phase Therapeutic Protocol:
Phase 1 : Conditioning
Memberikan landasan program umum yang diperlukan
bagi Client sebelum memasuki berbagai Therapeutic spesifik
yang mungkin diperlukan.
Program umum yang dimaksud adalah berkaitan
dengan : pelepasan masalah, instalasi paradigma baru,
mindset baru, dan berbagai hal lain yang diperlukan,
mensyukuri segenap situasi kondisi yang ada, dan kemauan
untuk melakukan perubahan.
Teknik Therapeutic yang dipergunakan antara lain :
Direct Sugestion, Object Imagery, Forgiveness (Self),
Future Pacing. Disebut sebagai Phase 1, karena sangat
disarankan sebagai Sub-Therapeutic di awal rangkaian
proses Hypnotherapy lengkap.
Phase 2 : Optional Therapeutic
Penerapan berbagai teknik Therapeutic yang sesuai
dengan permasalahan Client. Misal : penghilangan
Symptom dengan teknik Submodalites Intervention,
mediasi bagian-bagian yang bertentangan dengan teknik
Parts Therapy, pengurangan sensitivitas dengan teknik
Desensitization, dll.
Sejalan dengan bertambahnya jam terbang, maka
Hypnotherapist akan mampu untuk memilih berbagai
teknik Therapeutic yang tepat. Phase ini bersifat optional,
atau boleh ada ataupun tidak, tergantung dari
permasalahan Client.
86
Phase 3 : Empowerment
Phase ini merupakan inti dari proses Brief
Hypnotherapy terhadap Client, yaitu dengan menerapkan
Script yang disusun berdasarkan proses tanya-jawab yang
dilakukan terhadap Client di tahapan Pre-Induction Talk.
Teknik Therapeutic yang dipergunakan antara lain : Direct
Sugestion, Object Imagery, Future Pacing.
Pre-Induction Talk, merupakan salah satu tahapan yang
sangat penting dalam rangkaian proses Hypnotherapy, yaitu
saat pertama kali Hypnotherapist bertatap muka dengan Client
dan sebelum dilakukan proses treatment dengan metode
Hypnosis. Seorang Hypnotherapist harus meluangkan waktu
dan perhatian untuk proses Pre-Induction Talk ini. Proses Pre-
Induction Talk yang baik akan mempermudah proses
berikutnya.
Berikut 5 hal yang harus dilakukan pada tahapan Pre-
Induction Talk :
a. Building Rapport
b. Intake Interview
c. Exploring Client Modalities
d. Training
e. Suggetiblity Test
Selanjutnya dari ke-5 hal di atas, akan diperoleh akan dapat
diperoleh kesimpulan dan langkah berikutnya, yaitu :
a. Strategy
b. Contract
Building Rapport
Hypnotherapy adalah “verbal therapy” (terapi
berbasiskan kata-kata) dan terapi psikologi, oleh karena itu
87
wajib tercipta hubungan yang baik antara Client dengan
Hypnotherapist. Secara lebih spesifik yang dimaksudkan
dengan “hubungan yang baik” adalah terjadinya
“connectedness” atau koneksi di tingkatan Subconscious Mind,
antara Client dengan Hypnotherapist, inilah yang disebut
dengan “Rapport”. Oleh karena itu pada tahap yang paling awal
sekali, seorang Hypnotherapist harus dapat membangun
“connectedness” atau disebut juga dengan istilah “Building
Rapport”.
B. Beberapa metode penanganan masalah
Manusia, tepatnya sisi Subconscious Mind manusia,
umumnya menyukai adanya kemiripan. Kemiripan atau
kesamaan yang dimaksud tidak saja berupa kemiripan secara
fisik, tetapi kemiripan berbagai hal, mulai dari : kemiripan
bahasa tubuh, kemiripan gaya berbicara, kesamaan konten
pembicaraan, bahkan kesamaan pola nafas (cara menarik dan
menghembuskan nafas). Ketika Subconscious Mind
“mendeteksi” adanya beberapa “kemiripan”, maka akan muncul
apa yang disebut sebagai “Rapport” atau “keterhubungan”
(connectedness) antar Subconscious Mind.
Dengan prinsip sederhana ini, maka seorang Hypnotherapist
wajib untuk dapat segera membangun Rapport terhadap Client
pada menit-menit awal pertama tatap muka dengan Client.
Caranya, adalah dengan “menyamakan” beberapa hal “yang
dilakukan” Client. Menyamakan dengan dunia orang lain,
disebut dengan istilah Pacing.
Terdapat 2 jenis Pacing, yaitu : Verbal Pacing dan Non
Verbal Pacing (Mirroring, Matching, dll).
Ketika Pacing telah menghasilkan Rapport, maka
Hypnotherapist dapat mulai melakukan proses Leading, atau
88
memimpin ke arah yang dimaksud (dalam hal ini intervensi
untuk menghasilkan perubahan atau penyembuhan).
Intake Interview
Tahapan ini adalah mengumpulkan data lengkap
tentang diri Client, permasalahan Client, dan juga pola pikir
Client. Berikut ini beberapa hal penting yang perlu diperoleh
dari Client :
a. Symptom (gejala), sebagai referensi semata
b. Outcome (Well-Formed Outcome)
Suatu hal yang umum jika Client mengungkapkan
permasalahannya secara panjang lebar, tetapi sama sekali tidak
menyebutkan Outcome yang diharapkan. Oleh karena itu
Hypnotherapist harus dapat memandu Client agar memiliki
Outcome yang jelas, realistis, dan bertahap.
Kemudian Hypnotherapist juga harus mendeteksi
kemungkinan terdapat Negative Mindset dalam diri Client,
misal :
1. Client cenderung untuk menghakimi masa depan
2. Client cenderung untuk selalu Negative Thinking
terhadap hal yang terjadi
3. Client cenderung untuk selalu menyalakan pihak luar
(eksternal) & lingkungan
4. Client menginginkan perubahan instan
5. Client cenderung untuk menyalahkan masa silam &
menyalahkan diri sendiri. Dan lain-lain.
Ketika Hypnotherapist dapat mendeteksi Negative
Mindset dari Client, maka dapat segera dilakukan perbaikan
melalui diskusi langsung terhadap Client (Conscious Mind
Intervention), sehingga akan menjadi fondasi yang berharga
pada saat proses Subconscious Mind Intervention (Formal
Hypnosis).
89
Exploring Client Modalities
Secara teknis, Hypnotherapy terkait dengan penyusunan
Script yang akan diterapkan terhadap Client, mulai dari Script
untuk keperluan Induction, Deepening, sampai dengan Script
untuk berbagai teknik Therapeutic.
Agar Script efektif, maka harus disesuaikan dengan
kondisi Client. Terkait dengan hal tersebut, maka
Hypnotherapist harus melakukan eksplorasi atas hal-hal
berikut ini :
a. Primary System : Apakah Client lebih cenderung
berkomunikasi verbal melalui gaya bahasa : Visual, Audio,
atau Kinestetik ?
b. Pengetahuan & hal-hal yang berpotensi membangkitkan
traumatik Client. Sebagai contoh : Tidak tepat untuk
menerapkan Deepening Script dengan tema Elevator (Lift)
jika Client ternyata tidak memahami benda dimaksud, atau
Client Phobia terhadap tempat sempit.
c. Hal-hal lain yang dapat mendukung ketepatan penyusunan
Script.
90
Critical Area
Subconscious Mind dilindungi oleh suatu Filter atau
penyaring yang dikenal dengan istilah Critical Area. Sesuai
dengan sifat Filter, maka jika terbuka lebar, akan
mengakibatkan informasi akan masuk secara mudah ke
Subconscious Mind, jika Filter tertutup rapat, maka informasi
tidak akan masuk, demikian juga jika Filter terbuka sebagian,
maka akan ada sedikit informasi yang mungkin akan berhasil
memasuki Subconscious Mind.
Informasi yang dimaksudkan adalah seluruh hal yang
masuk melalui modalitas utama manusia, atau panca indera,
yang dikenal sebagai data : Visual (V), Audiotory (A),
Kinaesthetic (K), Gustatory (G), dan Olfactory (O).
Critical Area ini cara kerjanya dipengaruhi oleh berbagai hal,
antara lain :
1. Conscious Mind (analisa, logika)
2. Etika, sistem nilai, keyakinan
3. Situasi, kondisi
4. Fokus, minat, respek, dan emosi
Ilustrasi :
Jika seseorang berkomunikasi dengan tokoh yang
dihormatinya dan pembicaraan menyangkut hal yang
91
diminatinya, maka yang bersangkutan secara otomatis akan
cenderung membuka lebar Critical Area-nya.
Sebaliknya, jika seseorang berkomunikasi dengan
seseorang yang tidak disukainya, maka yang besangkutan akan
cenderung menutup rapat Critical Area-nya, walaupun
informasi yang disampaikan relatif logis dan benar. Demikian
juga suatu informasi akan disikapi dengan cara yang berbeda
(pembukaan Critical Area yang berbeda) ketika disampaikan
dalam situasi kondisi yang berbeda.
Bagaimana Cara Membuka Critical Area ?
Dalam konteks membuka Critical Area diri sendiri, atau
dikenal dengan istilah Self Hypnosis, maka cara yang mudah
adalah dengan mengalihkan fokus ke internal.
Dalam konteks membuka Critical Area orang lain, maka
Hypnosis moderen menerapkan teknik komunikasi yang sangat
persuasif atau komunikasi Hypnotic.
A. Peran Sugesti dan Cara Kerja
Esensi Formal Hypnosis
SubConcscious Mind dilindungi oleh Critical Area, dimana
salah satu penjaga dari Critical Area ini adalah Conscious Mind.
Ketika sisi Consicious Mind dapat dinon-aktifkan atau
setidaknya dikurangi keaktifannya, maka Critical Area
cenderung tidak lagi terjaga dengan baik, sehingga dapat
dilakukan intervensi ke sisi Subconscious Mind.
Bagaimana cara me-non-aktifkan sisi Conscious Mind ?
Salah satu cara yang mudah adalah membuat sisi ini
menjadi sangat rileks, atau lebih baik lagi jika sisi Conscious
Mind ini dapat “tertidur”. Oleh karena itu Formal Hypnosis
seringkali di-identikkan dengan “menidurkan” seseorang.
Pernyataan ini tidak sepenuhnya benar, karena sisi yang
“dibuat rileks, sehingga bahkan tertidur” hanyalah sisi
92
Conscious Mind, sedangkan sisi Subconscious Mind justru tetap
aktif dan terjaga.
“Tidur Hypnosis” sangat berbeda dengan tidur biasa
(alami), karena pada tidur biasa seluruh kesadaran tidak lagi
aktif, sedangkan pada “Tidur Hypnosis” hanya sisi Conscious
Mind saja yang “tertidur”.
Dalam fenomena sehari-hari seseorang yang mengigau,
tidur sambil berjalan, adalah bentuk alami dari “Tidur
Hypnosis”, sisi Conscious Mind tertidur atau tidak menyadari
hal yang terjadi, sedangkan sisi Subconscious Mind dapat
melakukan aktivitas fisik. Apakah selalu harus selalu “Tidur
Hypnosis” untuk menghasilkan Critical Area yang tidak aktif ?
Tentu saja tidak, tepatnya rileks yang sangat dalam sudah
dapat membuat Critical Area berkurang keaktifannya. Teknik
yang lebih Advanced, membuat Critical Area tidak aktif dapat
pula dilakukan dengan “membingungkan” sisi Conscious Mind
atau dikenal dengan istilah Confusing Method yang biasanya
diterapkan dalam proses Waking Hypnosis (Hypnosis dalam
keadaan membuka mata).
Sebagai dasar pembelajaran, maka untuk tahap pertama
kita akan fokus kepada bagaimana cara membuat sisi
Conscious Mind menjadi sangat rileks, atau bahkan tertidur.
Inilah esensi dari Formal Hypnosis.
Flow Dasar Formal Hypnosis
Formal Hypnosis bertujuan untuk membawa seseorang
yang awalnya berada dalam keadaan normal (Normal State)
lalu kita “arahkan” agar ia berpindah ke keadaan Hypnotic
State (atau Hipnosa, Trance). Istilah teknis untuk membawa
seseorang dari Normal State ke kondisi Hypnotic State disebut
dengan istilah “Induction”.
93
Ketika seseorang telah berpindah ke keadaan Hypnotic
State, maka pemberian sugesti (misal sugesti penyembuhan)
mulai dapat diberikan ke sisi Subconscious Mind. Sugesti dapat
bervariasi, mulai sugesti yang relatif sederhana dan “masuk
akal” sampai dengan sugesti yang kompleks dan “agak
cenderung tidak masuk akal”. Untuk itu setiap jenis sugesti
membutuhkan kualitas keadaan Hypnotic State yang berbeda-
beda.
Untuk menggambarkan kualitas dari Hypnotic State,
diperkenalkan istilah “Depth Trance Level” atau tingkat
kedalaman Trance. Secara sederhana terdapat 3 tingkat
kedalaman Trance, yaitu : Light Trance, Medium Trance, dan
Deep Trance (Somnambulism). Jika dikaitkan dengan aktivitas
Critical Area, maka semakin dalam Trance maka semakin
terbuka Critical Area, atau dengan kata lain SubConcious Mind.
semakin tidak kritis dalam menerima sugesti-sugesti yang
mungkin dalam keadaan normal dianggap “tidak masuk akal”.
Istilah teknis untuk memperdalam kondisi Trance
disebut dengan “Deepening”. Setelah dilakukan Deepening,
maka Hypnotist harus mampu memperoleh konfirmasi,
seberapa dalam Trance yang telah dicapai. Teknik konfirmasi
ini dikenal dengan istilah “Depth Level Test”, dan dapat
dilakukan melalui berbagai macam cara, mulai dari cara
konfirmasi langsung, dengan mengamati Trance Signal (tanda-
tanda Trance secara fisik), atau membandingkan dengan
standar skala kedalaman (Depth Scale).
Ketika kedalaman Trance yang diharapkan telah dicapai,
maka Hypnotist mulai dapat memberikan sugesti ke
Subconscious Mind. Sugesti ini dapat sangat bervariasi, mulai
dari sugesti terapeutik sederhana (Direct Suggestion),
rangkaian sugesti terapeutik yang kompleks, atau sugesti untuk
keperluan hiburan (Stage Hypnotism).
94
Setelah proses sugesti dilakukan secara lengkap, maka
dilakukan proses pengakhiran yang dikenal dengan istilah
“Termination” atau “Emerging” yaitu mengembalikan
seseorang secara bertahap untuk kembali ke Normal State.
Gambar 2. Tahapan Hipnotis
95
Hypnotisability
Pada dasarnya semua peristiwa hipnotis adalah
peristiwa Self Hypnosis, setidaknya dalam konteks Formal
Hypnosis (Stage Hypnosis dan Hypnotherapy). Artinya, tidak
ada seorangpun dapat menghipnotis orang lain, atau dengan
kata lain seorang Hypnotist sebenarnya hanyalah bertindak
sebagai fasilitator agar seseorang dapat menghipnotis dirinya
sendiri atau Self Hypnosis. Oleh karena itu “obyek” dalam
peristiwa Hypnosis justru disebut sebagai “Subyek”. Kenapa ?
Karena pada prinsipnya pengendali yang sesungguhnya
bukanlah sang Hypnotist melainkan justru mereka yang
dihipnotis. Hal ini dapat terlihat dengan jelas, manakala terjadi
sesuatu yang dianggap berbahaya oleh Subyek, maka Subyek
dapat mengakhiri keadaan Hipnosa (Hypnotic State, Trance)
secara otomatis, tanpa perlu menunggu sugesti terminasi
(emerging) dari Hypnotist. Dalam konteks Hypnotherapy,
Subyek juga seringkali disebut sebagai Client.
Apakah Setiap Orang Dapat Dihipnotis ?
Jawabannya tidak selalu. Setidaknya dalam konteks
Formal Hypnosis. Persyaratan utama agar seseorang dapat
dihipnotis, adalah :
a. Bersedia secara sukarela (tidak menolak)
96
b. Memahami komunikasi
c. Memiliki kemampuan untuk fokus
Apakah setiap orang yang telah memenuhi 3 persyaratan
di atas secara otomatis akan mudah dihipnotis ? Tentu saja
tidak ! Tidak ada kaitan antara terpenuhinya syarat di atas
dengan mudah atau sulitnya seseorang untuk dipandu
memasuki keadaan Hipnosa.
Dalam konteks Hypnotherapy, jika Hypnotherapist
menemui Client yang telah memenuhi persyaratan di atas, akan
tetapi sangat sulit dipandu untuk memasuki keadaan Hipnosa,
maka sulit bukan berarti tidak bisa, hanya saja kemungkinan :
1. Membutuhkan waktu yang lebih lama
2. Perlu didukung situasi yang kondusif
3. Menggunakan teknik yang lebih komplek
97
Suggestibility
Adalah tingkat respon Subyek terhadap suatu sugesti
sederhana, atau tingkat sugestivitas. Subyek yang sangat
mudah dan cepat dalam merespon suatu sugesti sederhana
disebut juga “memiliki sugestivitas yang baik atau tinggi”,
sebaliknya Subyek yang sangat sulit merespon disebut juga
“memiliki sugestivitas yang buruk atau rendah”.
Standford University (USA) pernah mengadakan suatu
riset akademik tentang test sugestivitas, yang menghasilkan
apa yang dikenal sebagai Stanford Hypnotic Susceptibility
Scale (SHSS). Test sugestivitas ala Standford University ini
terdiri dari 3 kelompok test yang dikenal sebagai Form A, B,
dan C. Setiap Form mengandung 12 jenis test yang memiliki
tingkat kesulitan progresif. Walaupun SHSS merupakan suatu
riset akademik yang kompleks, akan tetapi secara praktis dapat
disederhanakan, bahwa dari test dimaksud dapat diketahui
bahwa pada suatu komunitas, terutama komunitas dalam
jumlah besar (lebih dari 100 orang), maka akan terjadi
kecenderungan statistik yang menarik berkaitan dengan
pembagian tipe sugestivitas dari anggota komunitas dimaksud,
yaitu :
98
a. Tipe Sugestivitas Baik : 10%
b. Tipe Sugestivitas Buruk : 10%
c. Tipe Sugestivitas Moderat : 80%
Tipe Sugestivitas yang dimaksudkan dalam statistik di
atas, adalah merupakan “Sugestivitas Alamiah”, artinya
sugestivitas yang benar-benar masih “original” dari seseorang,
sebagai hasil pembentukan dari latar belakangnya (keyakinan,
nilai-nilai dasar, pendidikan, lingkungan, budaya, dsb.).
Apakah Sugestivitas Dapat Ditingkatkan ?
Tentu saja dapat ! Terutama dalam konteks
Hypnotherapy, seorang Hypnotherapist yang handal dapat
membuat seorang Client yang mungkin memiliki sugestivitas
alamiah yang buruk, secara bertahap akan bergeser menjadi
moderat, dan dapat berubah menjadi baik. Teknik yang
diterapkan oleh Hypnotherapist dalam meningkatkan
sugestivitas Client adalah dengan melakukan proses yang
dikenal dengan istilah “Hypnotic Training”. Hypnotic Training
membutuhkan waktu, dapat berlangsung beberapa jam, sampai
dengan beberapa hari.
Dalam konteks Stage Hypnosis, karena dibatasi oleh waktu,
maka seorang Stage Hypnotist tidak perlu melakukan proses
peningkatan sugestivitas, melainkan cukup melakukan seleksi
agar dapat memperoleh Subyek dengan sugestivitas yang baik
dari audience.
Bagaimana Cara Menilai Sugestivitas Alamiah Seseorang ? Satu-satunya cara untuk menilai sugestivitas alamiah
seseorang adalah dengan menerapkan serangkaian test yang
dikenal dengan istilah “Suggestibility Test”.
99
Prinsip dasar dari Suggestiblity test adalah memandu Subyek
untuk dapat melakukan suatu aktivitas tertentu melalui
sugesti-sugesti yang sangat sederhana.
Dalam daftar pustaka teknik Hypnosis, sangat banyak sekali
teknik Suggestiblity Test, dan terkadang membingungkan. Pada
prinsipnya seluruh Suggestibility Test dapat dipastikan
merupakan suatu sugesti sederhana yang bertujuan untuk
imajinasi Subyek dan juga membangkitkan daya aksi-reaksi di
tingkat Subconsious Mind.
Beberapa teknik Suggestibility Test yang biasa diterapkan
dalam standar Workshop di The Indonesian Board of
Hypnotherapy (IBH) adalah :
1. Rigid Catalepsy
Mengajak Subyek untuk memerintahkan salah satu lengannya
agar menjadi lurus dan kaku seperti besi baja, sehingga saat
perintah tersebut diterima oleh sisi Subconscious Mind, maka
lengan subyek benar-benar tidak dapat dibengkokkan, sampai
dengan Subyek memerintahkannya kembali normal.
2. Focus Training
Mengajak Subyek untuk melekatkan telunjuk dan ibu jarinya,
sehingga saat perintah tersebut diterima oleh sisi Subconscious
Mind, maka telunjuk dan ibu jari tersebut subyek benar-benar
tidak dapat dipisahkan, sampai dengan Subyek memerintah-
kannya kembali normal. Variasi dari teknik ini adalah dengan
meminta Subyek untuk membuat jari telunjuknya menjadi
lurus dan kaku (mirip Rigid Catalepsy).
3. Locking The Hands
Mengajak Subyek untuk memerintahkan kedua belah telapak
tangannya untuk saling mengunci dengan erat, sehingga saat
perintah tersebut diterima oleh sisi Subconscious Mind, maka
kedua telapak tangan subyek benar-benar tidak dapat dibuka,
sampai dengan Subyek memerin-tahkannya kembali normal.
100
4. Eye Catalepsy
Mengajak Subyek untuk memerintahkan matanya agar terkunci
rapat, sehingga saat perintah tersebut diterima oleh sisi Sub-
Conscious Mind, maka mata Subyek benar-benar tidak dapat
dibuka, sampai dengan Subyek memerintahkannya kembali
normal.
5. Relaxation Training
Mengajak Subyek untuk dapat memerintahkan dirinya agar
memasuki relaksasi total, sehingga saat perintah tersebut
diterima oleh Subconscious Mind, maka tubuh Subyek benar-
benar sangat rileks, dan bahkan mungkin tidak mampu
digerakkan, sampai dengan Subyek memerintahkannya
kembali normal.
Tujuan Suggestibility Test Dalam Konteks Stage Hypnotism
Stage Hypnosis biasanya dibatasi durasi waktu yang
sangat pendek, sekitar 30-45 menit seorang Stage Hypnotist
sudah harus menyelesalikan show-nya dengan lengkap, mulai
dari memilih partisipan, melakukan Induction, memainkan
Stage Hypnosis Routine (inti pertunjukkan), dan pengakhiran.
Dikarenakan Stage Hypnosis Show benar-benar menekankan
aspek entertainment, maka seorang Stage Hypnosis harus
piawai dalam memilih partisipan yang tepat, atau dengan kata
lain memiliki tingkat sugestivitas alamiah yang baik. Oleh
karena itu dalam Stage Hypnosis Show, Suggestibility Test
merupakan langkah penting untuk memilih partisipan yang
tepat. Biasanya dimulai dari test awal terhadap beberapa belas
atau beberapa puluh orang, mereka yang tidak memiliki
sugestivitas akan dikembalikan ke tempatnya semula,
dilanjutkan dengan test berikutnya, dan seterusnya, sampai
akhirnya mungkin hanya tersisa beberapa orang yang dianggap
101
memenuhi persyaratan sugestivitas untuk suatu Stage Hypnosis
Show.
Tujuan Suggestibility Test Dalam Konteks Hypnotherapy
Khusus dalam bidang Hypnotherapy, Suggestibility Test
tidak hanya sekedar dipergunakan untuk menilai sugestivitas
alamiah dari seorang Client, melainkan lebih jauh lagi adalah
sebagai sarana untuk :
a. Membentuk “connectedness” (hubungan antar
Subconscious Mind) antara Hypnotherapist dan Client.
b. Sebagai sarana bagi Client untuk “latihan merasakan
efek Hypnosis”, atau dikenal dengan istilah Hypnotic
Training.
c. Sebagai assesment untuk penetapan teknik Induction
yang paling tepat bagi Client
Tujuan Suggestibility Test Dalam Konteks Stage Hypnotism
Stage Hypnosis biasanya dibatasi durasi waktu yang
sangat pendek, sekitar 30-45 menit seorang Stage Hypnotist
sudah harus menyelesalikan show-nya dengan lengkap, mulai
dari memilih partisipan, melakukan Induction, memainkan
Stage Hypnosis Routine (inti pertunjukkan), dan pengakhiran.
Dikarenakan Stage Hypnosis Show benar-benar menekankan
aspek entertainment, maka seorang Stage Hypnosis harus
piawai dalam memilih partisipan yang tepat, atau dengan kata
lain memiliki tingkat sugestivitas alamiah yang baik.
Oleh karena itu dalam Stage Hypnosis Show, Suggestibility Test
merupakan langkah penting untuk memilih partisipan yang
tepat. Biasanya dimulai dari test awal terhadap beberapa belas
atau beberapa puluh orang, mereka yang tidak memiliki
sugestivitas akan dikembalikan ke tempatnya semula,
dilanjutkan dengan test berikutnya, dan seterusnya, sampai
102
akhirnya mungkin hanya tersisa beberapa orang yang dianggap
memenuhi persyaratan sugestivitas untuk suatu Stage
Hypnosis Show.
Suggestiblity Test
Prosedur umum dalam melakukan Suggestibility Test
a. Pandu Subyek untuk memperagakan hal yang dimaksud.
b. Berikan sugesti (dapat dipilih gaya bahasa Authoritarian
ataupun Permissive – Cooperative) tentang hal apa yang
harus di-imajinasikan dalam peragaan dimaksud.
c. Lakukan test sugesti lawan (aksi yang sebaliknya), tetapi
pada saat yang sama perkuat sugesti utama (reaksi yang
terjadi).
d. Normalkan kembali.
Berikut ini contoh Scripting dari beberapa Suggestibility Test
yang merupakan standar di The Indonesian Board of
Hypnotherapy :
1. Rigid Catalepsi
Mintalah Client untuk meluruskan, mengepalkan, dan
mengeraskan tangannya. Hypnotherapist dapat membantu
meyakinkan dengan cara memegang tangan Client (Gambar B)
kemudian bimbinglah Client untuk berimajinasi bahwa ia dapat
memerintahkan tangannya menjadi sekeras besi, sehingga
tidak dapat dibengkokkan sama sekali (Gambar B). Agar lebih
fokus, mintalah Client menutup mata.
Hypnotherapist dapat memandu dengan Script berikut ini:
Perintahkan kepada tangan anda :
“Wahai tangan, kamu saya perintahkan saat ini juga menjadi
sangat keras dan sangat lurus bagaikan besi yang sangat kuat,
sehingga tidak seorangpun juga yang dapat membengkokkan
103
engkau, semakin engkau dibengkokkan, maka semakin engkau
menjadi semakin kuat dan lurus !”. Ya, katakan terus : “Tangan
saya besi, tangan saya keras !”.
Dan sekarang anda dapat mulai mencoba untuk
berusaha membengkokkan tangan anda, tetapi rasakan bahwa
tangan anda justru bertambah lurus dan bertambah keras.
Normalkan kembali.
Latihan Fokus
A. Latihan Fokus 1
Telunjuk Client lurus seperti pada gambar (A). , dan
ditempatkan sekitar 20 cm dari mata. Mata Client fokus secara
terus menerus ke telunjuk tersebut, dan Client anda minta
untuk memerintahkan agar telunjuknya menjadi lurus dan
kaku. Hypnotherapist dapat memandu Client untuk
mengucapkan Script berikut ini dalam hati :
“Saya perintahkan, telunjuk saya menjadi sangat lurus, dan
sangat kaku, seperti besi baja, dan tidak dapat dibengkokkan
sama sekali !”
Kemudian mintalah Client untuk mencoba
membengkokkan telunjukknya.
Normalkan kembali.
Gambar 3. Rigid Catalepsi
104
B. Latihan Fokus 2
Telunjuk dan jempol Client terhubung rapat membentuk
huruf “O” seperti pada gambar (B), dan ditempatkan sekitar 20
cm dari mata. Mata Client fokus secara terus menerus ke jari-
jari tersebut, dan Client anda minta untuk memerintahkan agar
telunjuk dan jempolnya menyatu dan sangat solid, sehingga
tidak dapat dilepaskan sama sekali.
Hypnotherapist dapat memandu Client untuk
mengucapkan Script berikut ini dalam hati :
“Saya perintahkan, telunjuk jempol saya menyatu, terekat erat,
solid, seperti mata rantai yang sangat kuat, demikian kuatnya,
sehingga tidak dapat dipisahkan lagi”.
Kemudian mintalah Client untuk mencoba memisahkan
jempol dan telunjuknya.
Normalkan kembali.
2. Locking The Hands
Tangan Client seperti pada posisi Gb. A, Client menutup
mata. Berikan Sugesti bahwa kedua tangan Client sangat keras
dan kaku dan tidak dapat dibengkokkan (yakinkan dengan
sentuhan fisik seperti di Gb. A), serta kedua telapak tangan
Client saling mengunci.
Kemudian ucapkan Script berikut :
“Rasakan bahwa tangan anda sekarang kaku dan keras
bagaikan besi yang sangat lurus, tidak seorangpun dapat
membengkokkan tangan anda, termasuk anda ! Dan rasakan
bahwa kedua jari jemari telapak tangan anda saling mengunci
satu dengan lainnya, sangat rapat, dan sangat kuat, sehingga
tidak ada seorangpun yang dapat membuka telapak tangan
anda”.
Normalkan kembali
105
Gambar 4. Locking The Hands
3. Catalepsy of The Eyes
Mintalah Client untuk menutup mata, kemudian ucapkan
Script berikut ini :
“Tutup mata anda, dan kerahkan pikiran anda, perintahkan
kepada mata anda, agar kelopak mata anda terkunci dengan
sangat rapat, sangat kuat ! Katakan pada mata anda, mata
kamu aku perintahkan terkunci dengan sangat kuat, dan tidak
ada kekuatan apapun bisa membukamu ! Semakin kau berusaha
membuka, makin kau berusaha, makin kau terkunci lebih kuat
lagi !
Baik sekarang saya akan menghitung mundur mulai 3 sampai 1,
dan rasakan bahwa setiap saya menghitung, terasa bahwa mata
anda semakin terkunci dengan rapat, ya, Tiga, semakin rapat,
Dua, semakin kuat, Satu, kini mata anda benar-benar terkunci !
106
Dan, kini walaupun anda mencoba untuk membukanya, maka
mata anda akan semakin bertambah terkunci ! Ya coba lebih
kuat, dan rasakan bahwa mata anda semakin kuat pula terkunci
!”
Normalkan Kembali.
Gambar 5. Catalepsy of The Eyes
4. Ralaxation Training
Hypnotherapist membimbing Client untuk memerintahkan
dirinya sendiri melakukan relaksasi seluruh otot tubuh,
sehingga tubuh, terutama tubuh bagian bawah (pinggang. lutut,
kaki) menjadi sangat malas dan lemas, tidak mampu atau sulit
digerakkan.
Hypnotherapist dapat membantu dengan memandu Script
berikut ini :
Silakan anda perintahkan (dalam hati) agar saat ini juga tubuh
anda memasuki relaksasi total, sehingga saat ini juga tubuh
anda menjadi sangat rileks, lemas, dan sangat malas untuk
bergerak.
107
Katakan dalam hati :
“Tubuh saya sangat rileks, tubuh saya sangat malas, dan tubuh
saya benar-benar sangat lemas, sehingga saya tidak dapat
menggerakkannya sama sekali !”
Ya, luar biasa, anda benar-benar dapat membuat tubuh anda
rileks, malas, dan lemas, sehingga walaupun anda mencoba
menggerakkannya, tetapi tubuh anda benar-benar
mempertahankan agar tetap malas dan lemas.
Lakukan test, dan bandingkan dengan saat dinormalkan
kembali.
Gambar 6. Relaxation Training
5. Waking Hypnosis
Setelah seorang Hypnotist melakukan rangkaian
Suggestibility Test terhadap Subyek, dan manakala Subyek
dapat melakukan dengan beberapa test dengan baik, maka
antara Hypnotist dan Subyek akan terbentuk suatu hubungan
yang dikenal dengan istilah “connectedness”.
Connectedness merupakan suatu fenomena yang menarik,
karena seakan-akan Hypnotist dapat langsung berhubungan
dengan Subconscious Mind dari Subyek, dan hal ini akan sangat
108
mempermudah proses berikutnya, antara lain : Induction,
Deepening, dsb.
Salah satu yang dapat dilakukan ketika telah terjadi
“connectedness” antara Hypnotist dan Subyek, adalah suatu
jenis Hypnosis yang dikenal dengan istilah “Waking Hypnosis”,
dimana Hypnotist dapat memberikan sugesti sederhana yang
akan langsung diterima oleh Subconscious Mind Subyek,
walaupun Subyek dalam keadaan matanya terbuka (Waking).
Gambar 7. Waking Hypnosis
109
Struktur Hypnosis Lengkap
Hipnoterapi yang kita ketahui secara sepintas, tidak
membutuhkan proses. Akan tetapi apabila akan menjalani
dengan sempurna, kita harus memahami struktur lengkap
hipnosis.
Gambar 8. Struktur Lengkap Hipnosis
110
(1). Pre-Induction Talk
Proses yang dilakukan sebelum langkah Induction. Pada
prinsipnya pada proses ini Hypnotist melakukan pengenalan
terhadap Subyek, melakukan Suggestibility Test, dan
menerapkan Hypnotic Training. Dalam konteks Hypnotherapy,
maka Hypnotherapist melakukan eksplorasi permasalahan
Client secara detail pada proses ini.
(2) Induction
Teknik untuk membawa Subyek ke kondisi Hypnotic State.
Sangat banyak teknik Induction diciptakan orang, akan tetapi
pada pembelajaran “Basic Hypnotherapy” dapat
disederhanakan menjadi 2 metode Induction saja, yaitu :
Instant Induction (Rapid, Shock) bagi Subyek yang memiliki
tingkat sugestivitas tinggi, dan Extended Progressive
Relaxation bagi Subyek yang memiliki tingkat sugestivitas
yang moderat dan rendah.
(3). Deepening
Teknik untuk memperdalam kondisi Trance dari Subyek.
Terdapat sangat banyak Script untuk keperluan Deepening,
akan tetapi secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi 3
jenis, yaitu :
a. Hitungan (Simple Depeening), yaitu Deepening dengan
mengistirahatkan sisi Conscious Mind dari Subyek.
b. Tempat kenyamanan, yaitu Deepening dengan memandu
Subyek pergi ke suatu tempat yang nyaman untuknya.
c. Aktivitas, yaitu Deepening dengan memandu Subyek untuk
melakukan aktivitas tertentu (menuruni tangga, menuruni
gedung menggunakan Lift, dsb.).
111
(4). Depth Level Test
Suatu teknik untuk memeriksa kedalaman dari Subyek.
Dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
1. Dengan melakukan konfirmasi secara langsung kepada
Subyek (misal dengan teknik Ideo Motor Response)
2. Dengan cara mengamati tanda-tanda di fisik Subyek
(Trance Signal)
3. Dengan membandingkan tanda-tanda kedalaman
dengan Depth Trance Scale (skala kedalaman Trance).
(5). Suggestion
Merupakan inti dari proses Hypnosis, yaitu pemberian
kata-kata Sugesti, sesuai dengan kebutuhan. Terdapat 2 jenis
Suggestion, yaitu Suggestion yang menghasilkan efek
Therapeutic (Hypnotherapy), dan Suggestion yang tidak
menghasilkan efek Therapeutic (Stage Hypnotism).
Dalam konteks Hypnotherapy, Suggestion yang bertentangan
dengan nilai dasar dan sistem keyakinan dari Client tidak akan
dapat bertahan lama.
(6). Termination (Emerging) Teknik untuk mengembalikan Subyek kembali ke kondisi
Normal. Harus dilakukan secara bertahap dan tegas.
112
Induction Dasar
Hipnosis berjalan atau sesuai dengan apa yang kitra
kehendaki, atau berdasarkan tujuan tertentu, namun disatu sisi
kita perlu memahami dengan benar. Tujuan hipnosis menjadi
landasan dalam bergerak. Terdapat beberapa teknik Induction
dikembangkan para ahli, akan tetapi pada prinsipnya dengan
menguasai 2 teknik Induction dasar berikut ini sudah sangat
cukup bagi seorang praktisi untuk menerapkannya di aplikasi
Stage Hypnotism maupun Hypnotherapy.
Shock Induction
1. Disebut sebagai “shock”, karena memang mengandung
unsur kejutan untuk proses pembukaan Criticial Area dari
Subyek.
2. Teknik ini hanya dapat diterapkan kepada Subyek yang
memiliki tingkat sugestivitas tinggi, dan memiliki
“connectedness” dengan Hypnotist yang akan melakukan
proses Hypnosis.
3. Teknik ini biasa dipergunakan di Stage Hypnotism, dan
perlu dimodifikasi agar lebih ekologis jika akan
diaplikasikan di Hypnotherapy.
113
4. Teknik Shock Induction tidak direkomendasikan bagi
Subyek yang memiliki penyakit / kelainan jantung, atau
penyakit lain yang sensitif terhadap unsur kejutan.
Berikut ini prosedur lengkap dari Shock Induction:
a. Pandu Subyek untuk melakukan aktivitas yang
menyebabkan ia menjadi sangat fokus (misalkan:
dengan mengamati obyek tertentu).
b. Ketika Subyek telah berada di puncak fokus, maka
berikan sedikit kejutan (missal: dengan cara
menepuk tubuhnya, menarik tangannya, dll.), dan
diikuti dengan Sugesti yang tegas : “Tidur”.
c. Lanjutkan segera dengan Deepening.
d. Jika posisi Subyek tidak stabil (misal akan terjatuh),
maka mintalah Subyek untuk memperbaiki
posisinya.
Gambar 9. Shock Induction
Extended Progressive Relaxation
Teknik Induction ini biasa diterapkan terhadap Subyek
dengan tingkat sugestivitas yang moderat dan rendah. Pada
umumnya Subyek dari kelompok ini agak cenderung sulit rileks
secara alami, sehingga perlu dipandu untuk melakukan
relaksasi total.
114
Teknik Induction ini mirip dengan meditasi yang
dipandu (Guided Meditation), akan tetapi dalam konsep
“Extended” ini, dilakukan pengujian (test) di beberapa titik.
Secara sederhana Teknik Induction ini akan memandu Subyek
untuk melakukan relaksasi secara bertahap, dari kepala sampai
dengan kaki, dan dilakukan pengujian (test) di beberapa bagian
tubuh (mata, leher, tangan,kaki, dst.).
Script untuk Extended Progressive Relaxation Induction dapat
dilihat di Script Book.
115
Hypnotherapy Sederhana
Walaupun materi pengajaran “Basic Hypnotherapy” IBH
lebih ditekankan kepada pemahaman dasar tentang segala
sesuatu yang terkait dengan Hypnosis, akan tetapi tetap dapat
diaplikasikan ke bidang Hypnotherapy atau Hypnosis untuk
menghasilkan efek terapeutik (penyembuhan), setidaknya
untuk membantu kasus-kasus sederhana.
Paradigma Hypnotherapy dari The Indonesian Board of
Hypnotherapy (IBH) adalah “Brief Hypnotherapy” yang
berbasiskan prinsip “Positive Psychology”, atau dengan kata lain
Hypnotherapy yang diterapkan lebih berorientasi ke masa
depan (empowerment) dan tidak berurusan dengan masa lalu
(luka traumatik, dsb.), oleh karena itu mereka yang telah
mengikuti pelatihan “Basic Hypnotherapy” dapat melakukan
Hypnotherapy, dengan aman, terutama untuk kasus-kasus
sederhana, dengan berbekalkan 4 teknik Terapeutik dasar,
yaitu : Direct Suggestion, Object Imagery, dan Future Pacing, dan
satu Tool, yaitu : Ideo Motor Response.
(1). Direct Suggestion
Subconscious Mind dapat menerima Sugesti yang akan
menjadi nilai baru, sepanjang hal tersebut tidak
bertentangan dengan nilai dasar yang ada. Direct Sugestion
116
merupakan bentuk Sugesti yang paling sederhana, dan
merupakan bentuk Sugesti dikenal di awal perkembangan
pengetahuan Hypnotherapy.
Direct Suggestion biasa diterapkan untuk:
a. Kasus-kasus sederhana
b. Untuk pengkodisian di awal sesi Hypnotherapy
c. Untuk kesimpulan (resume) dan empowerment di akhir
sesi Hypnotherapy
d. Untuk kasus motivasi.
Kaidah penyusunan Direct Suggestion:
a. Menggunakan kalimat positif
b. Bentuk waktu sekarang (present tense) atau progresif
c. Jelas dan detail
d. Ungkapan yang bersifat umum atau metafora
e. Sederhana dan emosional
f. Pribadi
g. Pengulangan
h. Tambahkan dengan imajinasi dan emosional positif.
(2). Object Imagery
Suatu kondisi atau permasalahan jika dapat
ditransformasikan ke dalam bentuk benda, maka akan
lebih mudah untuk di-tindak-lanjuti. Teknik ini dapat
diterapkan untuk membantu Client untuk membuang
tekanan, beban, stress, dengan cara merubah hal-hal
tersebut menjadi benda yang mudah ditindak-lanjuti.
(3). Future Pacing
Subconscious Mind dapat dilatih untuk merasakan “keadaan
yang diharapkan terjadi” di masa datang. Teknik ini biasa
117
diterapkan untuk kasus-kasus motivasi, yaitu dengan
mendekatkan Client ke tujuan yang akan dicapainya. Selain
itu juga dapat dipergunakan untuk simulasi suatu situasi
yang mungkin terjadi di masa datang, terkait dengan
permasalahan yang sedang diatasi.
(4). Ideo Motor Response
Proses tanya-jawab dengan Subconscious Mind dari Client
dapat dilakukan dengan gerakan motorik (Ideo Motor).
Biasanya dilakukan dengan perjanjian gerakan, misalkan :
gerakan telunjuk tangan kanan untuk “Ya”, dan gerakan
telunjuk tangan kiri untuk “Tidak”. Dapat dikembangkan
juga untuk variasi gerakan lainnya, misalkan untuk arti
“Tidak Tahu”.
Teknik Ideo Motor Response terutama dipergunakan saat tidak
diperlukan jawaban verbal dari Client. Teknik Ideo Motor
Response dapat dipergunakan secara luas, mulai dari
konfirmasi saat Induction dan Deepening, konfirmasi suatu
proses terapeutik yang sedang berlangsung, sampai dengan
konfirmasi tentang suatu pemahaman yang disampaikan
Hypnotherapist.
Stage Hypnotism
Stage Hypnotism adalah Hypnosis yang diaplikasikan di bidang
entertainment. Berikut ini beberapa hal pokok terkait dengan
Stage Hypnotism:
1. Pada umumnya partisipan diambil dari audience, setelah
diseleksi secara seksama melalui beberapa Suggestibility
Test.
2. Sebaiknya dipilih partisipan yang memiliki “kepribadian
terbuka”, dan memiliki pengetahuan yang luas.
118
3. Stage Hypnosis dapat dilakukan dengan Trance Hypnosis
(Hypnosis lengkap) ataupun Waking Hypnosis,
tergantung situasi dan Stage Hypnosis Routine yang akan
dibawakan.
4. Stage Hyposis harus menjunjung tinggi moral dan etika,
tidak diperkenankan untuk melakukan pelecehan secara
fisik.
Beberapa negara (salah satunya UK), tidak diperkenankan
melakukan demonstrasi Body Catalepsy dengan beban. Untuk
beberapa format Stage Hypnosis (misalkan di layar kaca),
diperlukan ijin tertulis dari partisipan, untuk menghindari
tuntutan hukum.
Stage Hypnosis Routine
Adalah kumpulan berbagai Script Stage Hypnotism yang
siap dimainkan sesuai dengan situasi dan kondisi. Seorang
Stage Hypnotist harus memiki koleksi Stage Hypnosis Routine
yang bervariasi, sehingga memiliki berbagai alternatif ketika
menghadapi situasi panggung yang bervariasi.
Depth Scale
Adalah upaya untuk membuat pengukuran kedalaman
Trance berdasarkan skala tertentu. Dalam perkembangan
pengetahuan Hypnosis, para ahli mengembangkan berbagai
sistem skala kedalaman Trance, antara lain: Davis-Husband
scale (1931), Friedlander-Sarbin Scale (1938), LeCron-
Bordeaux Scale (1947), Arons Depth Scale (1961). Berikut ini,
contoh penskalaan dari Davis-Husband.
119
Gambar 10. Davis-Husband Scale
Hypnotic Power
Merupakan keterampilan Hypnosis, menurut Ormond
McGill (The Dean of American Hypnotists) adalah upaya
penggabungan 2 hal secara selaras, yang menghasilkan apa
yang disebagai Hypnotic Power (daya hipnotis), kedua hal
tersebut adalah :
1. Physiological Power
Suatu daya yang bersumber dari diri seorang Hypnotist.
Di masa silam daya ini dianggap sebagai daya magnet yang
terkadang harus ditingkatkan dengan berbagai ritual magis dan
mistis. Pada hari ini, daya ini lebih merupakan pencerminan
dari Citra Diri (Self Image) seseorang, yang sangat terkait
dengan rasa percaya diri seorang Hypnotist.
2. Psychological Power
Suatu daya yang bersumber dari kekuatan kata-kata.
Kata-kata yang disusun sedemikian rupa, diucapkan dengan
cara tertentu, akan menghasilkan daya Sugesti yang sangat
120
kuat. Untuk menjadi seorang Hypnotist yang baik, maka kedua
daya di atas harus digabungkan secara selaras dan sama
kuatnya.
Hypnosis Script
Dalam pengetahuan Hypnosis, banyak diciptakan
berbagai Script oleh para ahli, mulai dari Induction Script,
Deepening Script, sampai dengan berbagai Script untuk
mengatasi berbagai permasalahan mental dan emosional
(Hypnotherapy), missal: Script untuk pelangsingan, Script untuk
mengatasi stress, dll. Berbagai Script ini dapat dengan mudah
diperoleh melalui “Googling” di Internet.
Hypnosis adalah seni komunikasi persuasif, yang harus
dipahami oleh Subyek dengan baik. Oleh karena itu penting
untuk dilketahui bahwa tidak setiap Script dapat diterapkan
secara langsung terhadap Subyek, karena mungkin saja
tersusun dari kalimat-kalimat yang belum tentu tepat bagi
Subyek.
Oleh karena itu suatu Script sebaiknya diambil ide dasarnya,
kemudian dilakukan modifikasi agar lebih sesuai dengan “gaya
bahasa” dari Hypnotist dan juga lebih sesuai dengan tingkat
pemahaman Subyek.
Hypnosis dan Brainwave
Aktivitas otak manusia dapat diukur dengan suatu alat
yang dikenal dengan sebutan EEG (Electroencephalograph).
Terdapat empat wilayah gelombang otak manusia, yaitu :
1. Beta (14 – 24 Cps)
Aktivitas otak normal. Dalam keadaan ini manusia dapat
berpikir secara multitasking (5 sd 9 hal sekaligus).
2. Alpha (7 – 14 Cps)
121
Saat pikiran mulai memasuki keheningan. Dalam
keadaan ini fokus pikiran mulai sedikit.
3. Theta (3.5 – 7 Cps)
Saat pikiran memasuki kondisi yang sangat hening, atau
kondisi bermimpi. Dalam keadaan ini fokus biasanya
tunggal.
4. Delta (0.5 – 3.5 Cps)
Saat kondisi tidur lelap, tanpa mimpi. Hypnosis dalam
pola relaksasi progesif (Extended Progressive Relaxation)
dapat dianalogikan dengan membawa Subyek dari
gelombang Beta ke gelombang Alpha melalui teknik
Induction, kemudian membawa Subyek ke gelombang
Theta dengan teknik Deepening.
Self Hypnosis
Adalah suatu teknik untuk menghipnotis diri sendiri,
atau dengan kata lain Hypnotist dan Subyek adalah pihak yang
sama. Teknik Induction yang dipergunakan umumnya adalah
Extended Progressive Relaxation, dan teknik Deepening yang
dipergunakan adalah teknik Deepening sederhana (hitungan
mundur). Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam Self Hypnosis :
1. Lakukan Self Hypnosis dalam posisi duduk santai (misal
di sofa).
2. Setiap Self Hypnosis (pada satu waktu), hanya satu tema
pemrograman. Pemrograman tema lainnya dapat
dilakukan pada kesempatan Self Hypnosis di waktu yang
berbeda.
3. Susun bahasa Sugesti sesuai dengan tata-cara yang
berlaku pada Direct Suggestion (bahasa positif, repetisi,
progressive, dll.).
122
4. Dapat diakhiri dengan Termination atau dilanjutkan
dengan tidur secara alami (Gelombang Delta).
123
Penutup
Untuk menguasai keterampilan Hypnosis dengan baik,
maka berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Hypnosis harus benar-benar diterima sebagai fenomena
psikologis biasa, dan merupakan sesuatu yang alami dan
banyak diketemukan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Keterampilan Hypnosis adalah bentuk penajaman dari
seni komunikasi persuasif, dan sama sekali tidak ada
unsur magis atau mistis.
3. Latihan yang perlu dilakukan untuk pertama kalinya
adalah Suggestibility Test, lalu dilanjutkan dengan
Waking Hypnosis, kemudian Stage Hypnotism, dan
akhirnya Hypnotherapy sederhana.
4. Dalam setiap proses harus dilakukan analisa secara
mendalam dan seksama, karena setiap Subyek memiliki
keunikan, termasuk perbedaan dalam situasi dan
kondisi berbeda.
5. Hypnosis adalah keterampilan, oleh karena tidak ada
cara lain untuk menjadi terampil, selain berlatih dan
belajar terus dari kesalahan yang mungkin timbul
selama proses berlatih !
124
DAFTAR PUSTAKA
Aamodt, Mc., 1999, Applied Industrial/Organizational Psychology, Publisher: Thomson Learning
Agness, Lindsey, 2010, The True Magic of NLP, Jakarta Arif, Antoniue, 2012, menghancurkan Mental Block, Titik Media
Publisher, Jakarta. Baron, A. Robert & Jerald Greenberg, 2000, Behavior in
Organization : Understanding & Managing The Human Side of Work, Prentice Hall International Inc., Canada.
Beehr, T. A. 1978 Psychologycal Stress In The Workplace. London: Rotledge.
Benson, Etienne. 2002. Friends Indeed; Social support from pets can lower stresss research shows. Monitor On Psychology (A Publication of The American Psychological Association): December 2002: Volume 33 No.11; page 26)
Blair, Forbes Robbin, 2010, Instant Self Hypnosis, 15 menit Menuju Kebahagiaan dan Sukses dalam Hidup, BIP, Jakarta
Carlson, Richard. 2003. Don’t Sweat Guide For Graduates. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Cooper, C. L., & Payne, R. 1994. Causes, Coping & Consequences of Stress at Work. USA: John Wiley & Sons, Ltd.
Cooper, C. L., Dewe, P. J., & O’Driscoll, M. P. 1991. Organizational Stress: A Review and Critique of Theory, Research, and Applications. California: Sage Publications, Inc.
Cooper, Cary & Alison Straw.1995. Stress Management yang Sukses. Jakarta: Kesaint Blanc Indah Corp.
Davis, K. & Newstrom, J.W. (2002). Perilaku dalam Organisasi (terjemahan Agus Darma). Jakarta: Erlangga.
Davis, Keith dan J.W. Newstrom. 1985. Perilaku dalam Organisasi, Jilid II. Erlangga. Jakarta.
125
Dessler, Gary, 1992, Manajemen Personalia, diterjemahkan oleh: Agus Dharma, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta.
Dunnette & Marvin, 1998 Dunnette, D. Marvin & Leaetta, M. Hough, 1998, Handbook of Industrial and Organizational Psychology; Consulting Psychologists Press, Inc, Palo Alto, California.
Elfiki, Ibrahim., 2013, Terapi Berfikir Positif, Zaman, Jakarta Gibson, Ivancevich dan Donelly. 1984. Organisasi dan
Manajemen: Perilaku, Struktur dan Proses. Erlangga. Jakarta.
Greenberg, J., & Baron, R. A. 1993. Behavior In Organizations: Understanding And Managing The Human Side Of Work. USA: Allyn & Bacon.
Greer, Charles, R., 1995, Strategy and Human Resources, A General Managerial Perspective, Prentice-Hall, Inc, New York.
Gunawan, Adi, 2012, The Miracle of Mind Body Medicine, Gramedia, Jakarta
Hans Selye . (2008 ed.).Encyclopædia Britannica, Inc. Diakses pada 2020-02-18. Baron, A. Robert & Jerald Greenberg, 2000, Behavior in Organization : Understanding & Managing The Human Side of Work, Prentice Hall International Inc., Canada.
Hornby dkk., 1972, Advanced Learner’s Dictionary, London, Oxford
Hunter, R, CHT., 2011, Seni Hipnoterapi, Indeks, Jakarta. Ivancevic, J.M., 2001, Human Resource Management, McGraw-
Hill Companies, New York. Ivancevic, J.M., 2001, Human Resource Management, McGraw-
Hill Companies, New York. Komaki, J. L., Coobs, T., Redding, T. P., & Schepman, S., 2000, A
Rich and Rigorous Examination of Applied Behavior Analysis Research in The World of Work, International Review of Industrial and Organizational Psychology, vol 15, pp.265-367.
126
Komaki, J. L., Coobs, T., Redding, T. P., & Schepman, S., 2000, A Rich and Rigorous Examination of Applied Behavior Analysis Research in The World of Work, International Review of Industrial and Organizational Psychology, vol 15, pp.265-367.
Kreitner, Robert & Angelo Kinicki, 2001, Organizational Behavior, McGraw-Hill Companies, North America.
Kupriyanov, R., & Zhdanov, R. (2014). The eustress concept: Problems and outlooks. World Journal of Medical Sciences, 11(2), 179-185. doi: 10.5829/idosi.wjms. 2014.11.2.8433. Lazarus, R. S. (1993). From
Lin, S. H., & Huang, Y. C. (2014). Life stress and academic burnout. Active Learning in Higher Education, 15(1), 77-90. doi: 10.1177/1469787413514651
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior 6th ed. Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Lyon. 2012. France: International Agency for Research on Cancer. Available from http://globocan.iarc.fr. Maulina Mahelda, IP, dan Nurul Hartini. 2012.
Mangkuprawira, Sjafri, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Cetakan kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Mitchell, T. R., & Larson, J. R. 1987. People in Organizations: An Introduction to Organizational Behavior (3rd ed.). USA: McGraw-Hill, Inc.
Munandar, A. ., 200, Psikologi Industri, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Rice, V. H. (Ed.). (2011). Theories of stress and its relationship to health. In Rice, H. V. (Eds.), Handbook of stress, coping, and health: Implications for nursing research, theory, and practice. USA: Sage Publication, Inc.
Richard. (2010). Coping with Stress In a Changing World. New York: McGrawHill
Ruky, Achmad S., 2002, Sistem Manajemen Kinerja, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sailer , Schlacter, Edward, 1982, Skill Learning, Managing Stress, New York, McGraw-Hill Company.
127
Sentanu, Erbe., 2007, Quantum Ikhlas, Teknologi aktivitas Kekuatan Hati, PT. Elex Media.
Sailer , Schlacter, Edward, 1982, Skill Learning, Managing Stress, New York, McGraw-Hill Company.
Santrock, John W. (2003). Adolesence, Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Sarafino, EP., 1990, Health PsYchology: Biopsychososial Interactions, New York:John Willey&Sons
Selye, H. (1979) The Stress of My Life Van Nostrand Reinhold New York
Sharpley, David, 1998, Personality Profiles, and The Dynamics of High Performance, http://www.david.co.uk/Pagefiles/ pp%2022%20.pdf
Simamora, H., 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta.
Soeswondo, Soesmalijah. 1993. Stress Kerja Dalam Era Pembangunan: Pidato pengukuhan diucapkan pada upacara penerimaan jabatan sebagai guru besar tetap psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Indonesia di Depok.
Solso, R.L., 1995, Cognitive Psychology, Allyn & Bacon, Needhams Height, MA.
Sonnentag, S., 2000, Expertise At Work : Experience and Excellent Peerformance, International Review of Industrial and Organizational Psychology, vol. 15, pp. 223-264.
Spielberger, & Zuckerman, 2001, Emotions and Anxiety: New Concepts, Methods, and Applications, Hillsdale, NJ.
Sugiharto, 2007, Perbankan Maju, tapi Pengangguran Tinggi, Suara Merdeka. Semarang.
Sugiharto. 2002, Definisi Stres Kerja, teorionline.wordpress.com/ 2010/02/03/stres-kerja
Sutherland, V.J.& Cooper, C.L. 2002, Definisi Stres Kerja, teorionline.wordpress.com/ 2010/02/03/stres-kerja
Sutherland, V.J.& Cooper, C.L., 1990, Understanding Stress: A Psychologycal Perspective for Health Profesionals,
128
(Series Marcer, D.,(ed), Psychology and Health Series 5, London: Chapman and Hall.
The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH) 26 Ursin, H., & Eriksen, H. R. (2004). The cognitive activation
theory of stress. Psychoneuroendocrinology, 29(5), 567-592. doi: 10.1016/S0306-4530(03)00091-X
Wade, C., & Tavris, C. (2007). Psikologi,Edisike-9. Jakarta: Erlangga.
Widhiastuti, Hardani., 2010, Mengelola Stres Menjadi Suatu Kekuatan, ISBN: 978-979-3948-91-1, Semarang University Press, Semarang.
Wong, W & Adri Hakim, 2009, Dasyatnya Hipnosis, Visimedia, Jakarta.
Wong, Willy, 2010, membongkar Rahasia, Hipnosis, Visimedia, Jakarta.
_________. 2002, Definisi Stres Kerja, teorionline.wordpress.com/ 2010/02/03/stres-kerja
129
Biografi Penulis
Hardani Widhiastuti, dosen lulusan Fakultas
Psikologi Universitas Gajahmada (UGM) dengan
konsentrasi Pskologi Industri dan Organisasi
(PIO), sekaligus merupakan doktor di bidang Psikologi Industri dan
Organisasi. Guru besar bidang Psikologi didapat tahun 2014, hingga
kini tetap konsisten meneliti bidang sumber daya manusia. Saat ini
menekuni bidang-bidang terapan Psikologi seperti Hipnoterapi, NLP
dan Resource Theraphy, yang tentu saja berdampak pada
kompetensinya dalam bidang sumber daya manusia.
Bidang Perilaku Organisasi sudah menjadi santapan sehari-
hari. Tulisan mengenai Perilaku Organisasi dalam terapan
perusahaan maupun pengelolaan kepemerintahan merupakan minat
yang ditekuni, sehingga keahliannya kini dibutuhkan untuk
mengampu Psikologi Industri dan Organisasi serta Perilaku
Organisasi di berbagai program Pascasarjana baik Perguruan Tinggi
Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Dengan adanya tulisan Dhani tentang Stres dan Hipnotherapi
ini, harapannya dapat memberi pencerahan baru bagi yang tertarik
dan mendalami bidang sumber daya manusia. Alamat email :
130
FX. Praptoharsoyo, Nama Panggilan : Frans, lahir di
Sleman ,6 Maret 1968. Kompetensi yang
bersangkutan lebih pada PSikologi Pendidikan dan
Bimbingan(BK) . Alumni Institute Property
Indonesia. Kepakaran terakhir adalah, memiliki
Certified Master Trainer NeoNLP Society, Certified
International Association Counselors& Therapists
(IACT),Certified Behavior Based Neuroscience, Certified
Instructor Indonesia Board of Hypnotherapy, Certified
Behavior Based Neuroscience, dan sebagai Master Trainer ITC,
Certified Behavior Based Neuroscience.Jabatan terakhir adalah
Director & Founder CV. Indonesia Training Center. Selain
kepakaran di atas, juga sebagai Praktisi Mesmerism RHI,
Praktisi Reiki Atomic Kundalini level 3.
Website : www.kampusnlp.com.