21
1 MAKALAH Mythos Disusun Oleh : Andreas Franzona Pangaribuan 270110130130 GEOLOGI B PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2014/2015

MAKALAH Mythos Disusun Oleh

Embed Size (px)

Citation preview

1

MAKALAH

Mythos

Disusun Oleh :

Andreas Franzona Pangaribuan

270110130130

GEOLOGI B

PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2014/2015

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga

penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.

Makalah ini saya susun sebagai tugas dari mata kuliah Filsafat Ilmu

dengan judul “Mythos”.

Terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Nana Sulaksana

selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu dan asisten dosen yang telah

membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya terselesaikan

tugas makalah ini.

Demikianlah tugas ini saya susun semoga bermanfaat, dan dapat

memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu.

3

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………………………………….. 2

DAFTAR ISI ………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN …………………………… 4

1.1 Latar belakang …………………………… 4

1.2 Tujuan ………………………………….. 4

BAB II PEMBAHASAN …………………………… 6

2.1 Mitos sebagai Tradisi Lisan ……….. 7

2.2 Mitos dalam konteks budaya Jawa …………. 8

2.3 Mitos pada Manusia Modern ………… 8

2.4 Dinamika Mythos dalam Sejarah ………… 12

BAB III PENUTUP ………………………………….. 20

3.1 Kesimpulan …………………………… 20

3.2 Saran ………………………………….. 20

DAFTAR PUSTAKA ………………………………….. 21

4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum kebudayaan banyak diartikan sebagai hasil karya manusia yang lahir

dari cipta, rasa dan karsa. Seluruh penggambaran, apersepsi, persepsi, pengamatan, konsep,

dan fantasi merupakan unsur pengetahuan yang secarasengaja dimiliki seorang individu.

Namun semua itu bisa hilang dari akalnya yangsadar yang disebabkan oleh berbagai hal yang

sampai saat ini masih dipelajari oleh ahli psikologi. Sejak dahulu para ahli biologi yang

mempelajari perilaku dan membuat pelukisan tentang sistem organisme dari suatu spesies

mulai dari prilakumencari makan, menghindari ancaman bahaya, menyerang musuh,

beristirahat,mencari pasangan, kawin dan lain-lain. Berbeda dengan organism

hewan,organisme manusiajuga dipelajari oleh para ahli sampai pada hal yang

terkecil. Namun hal itu tidak dapat menentukan pola tingkah lakunya.

Mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang di tokohi oleh para dewa atau

makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain (kahyangan) pada masa lampau dan

dianggap benar-benar terjadi oleh yang punya cerita atau penganutnya. Mitos juga disebut

Mitologi, yang kadang diartikan Mitologi adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar

terjadi dan bertalian dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat, dan

konsep dongeng suci. Mitos juga merujuk kepada satu cerita dalam sebuah kebudayaan yang

dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi pada masa

dahulu. Jadi, Mitos adalah cerita tentang asal-usul alam semesta, manusia, atau bangsa yang

diungkapkan dengan cara-cara gaib dan mengandung arti yang dalam. Mitos juga

mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, kisah perang mereka dan

sebagainya. Mengapa Mitos di Percaya? Sebab masyarakat beranggapan mitos sangat

berpengaruh pada kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat tradisional yang masih

sangat kental budaya kedaerahannya.

5

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Pengertian Mytos dan juga Pengertian Menurut Para Ahli

2. Mengerti Maksud Mytos Sebagai Tradisi Lisan

3. Mengerti Mengenai Mythos dalam Konteks Budaya Jawa

4. Mengetahui Dinamika Mythos dalam Sejarah

1.3 Rumusan Masalah

1. Apakah Pengertian Mytos dan juga Pengertian Menurut Para Ahli?

2. Apakah Maksud Mytos Sebagai Tradisi Lisan?

3. Apakah Mengenai Mythos dalam Konteks Budaya Jawa?

4. Apakah Dinamika Mythos dalam Sejarah?

6

BAB II

PEMBAHASAN

Para ahli juga banyak berpendapat tentang pengertian mitos, berikut ini beberapa

diantaranya:

Menurut William A. Haviland: mitos adalah cerita mengenai peristiwa-peristiwa

semihistoris yang menerangkan masalah-masalah akhir kehidupan manusia.

Menurut Cremers: mitos adalah cerita suci berbentuk simbolik yang mengisahkan

serangkaian peristiwa nyata dan imajiner menyangkut asal-usul dan perubahan-

perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewi, kekuatan-kekuatan atas kodrati manusia,

pahlawan, dan masyarakat.

Menurut Levi-Strauss: mitos adalah suatu warisan bentuk cerita tertentu dari tradisi

lisan yang mengisahkan dewa-dewi, manusia pertama, binatang, dan sebagainya

berdasarkan suatu skema logis yang terkandung di dalam mitos itu dan yang

memungkinkan kita mengintegrasikan semua masalah yang perlu diselesaikan dalam

suatu konstruksi sistematis.

Menurut Ahimsa-Putra: mitos adalah cerita yang ―aneh‖ yang seringkali sulit

dipahami maknanya atau diterima kebenarannya karena kisah di dalamnya ―tidak

masuk akal‖ atau tidak sesuai dengan apa yang kita temui sehari-hari.

7

2.1 Mitos sebagai tradisi lisan

Sementara itu tradisi lisan berasal dari pembahasan mengenai foklor yang dibedakan menjadi

tiga yakni lisan, sebagian lisan dan material (Dnandjaja, 2002:22:189). Pada foklor lisan,

seluruh materialnya bersifat lisan dan mempunya tradisi lisan, yakni diceritakan turun

temurun. Tradisi penuturan lisan ini memiliki dua macam jenis, ada yang aktif dan ada yang

pasif. Pasif artinya tinggal dokumennya saja. Hal inijuga berlaku untuk foklor yang sebagian

lisan, namun materinya tidak semuanya lisan, sebagai contoh adalah perangkat seremoni

upacara adat.

Semua foklor akan menghasilkan tradisi lisan dan dokumen yang dapat dituturkan kembali

menjadi tradisi lisan sehingga terjadi siklus tradisi lisan. Dengan demikian, tradisi penuturan

dalam hal sastra, bahasa, permainan dan pertunjukan tetap berjalan. Namun ada juga sastra

lisan yang tradisi penuturannya mengalami stagnansi, tradisi penuturannya berhenti, namun

hal ini tetap disebut sebagai tradisi lisan, hanya saja lisan pasif.

8

2.2 Mitos dalam konteks budaya Jawa

Dalam konteks budaya Jawa menurut Endraswara (2003), mitos adalah cerita sakral yang

terkait dengan tokoh yang diidolakan atau dipuja. Tokoh ini hanya dapat dijumpai pada dunia

khayal, merujuk pada hal penting. Benar atau tidak terjadinya dan buktinya tidak

dipentingkan. Mitos ini menjadi kebenaran kolektif yang tidak boleh diganggu atau

dipertanyakan karena menyangkut hal yang suci. Oleh karena itu menurut budaya Jawa,

mitos bukan sekedar dongeng. Mitos pada kebudayaan Jawa menjadi referensi semua

tindakan dan sikap dalam kehidupan manusia Jawa. Tindakan yang dimaksud adalah dalam

hal spiritual religius, bukan tindakan sehari-hari. Mitos mengandung suatu kebenaran absolut

yang tidak boleh diganggu gugat, harus diikuti, baik suka ataupun tidak suka.

Salah satu kebenaran yang ada pada mitos membentuk kekuatan religius yang dipercaya

sebagai ilmu pengasihan. Ilmu pengasihan merupakan bagian dari mitos yang terbentuk pada

masayrakat. Tidak sedikit orang yang masih percaya pada ilmu pengasihan. Bahkan banyak

pula yang menjadikan ilmu pengasihan sebagai sarana mencari nafkah, seperti para dukun

dan paranormal. Meskipun ilmu pengasihan ini sebenarnya memiliki motos, namun karena

itulah ilmu itu dipercaya masyarakat. Ilmu pengasihan ini adalah salah satu bukti bahwa

mitos merupakan tradisi lisan.

2.3 Mitos pada manusia modern

Meskipun manusia modern sudah mulai meninggalkan mitos, namun tidak sepenuhnya bisa

terlepas dari mitos. Ketergantungan ini ditunjukkan dengan masih beredarnya perilaku mistis,

terutama saat manusia menghadapi dengan kesulitan yang diluar jangkauan kekuatannya.

Mitos manusia modern merosot pada bentuk legenda, epik dan balada. Dalam kondisi seperti

ini, maka mitos mengalami desakralisasi. Hal ini dikarenakan manusia modern mulai

memiliki pola pikir yang rasionalistis, meskipun tidak semua fenomena kehidupan tidak

dipahami oleh rasio manusia.

Mitos sebagai produk suatu kebudayaan, memegang peranan penting kelangsungan

hidup masyarakat, pemegang tradisi mitos, sehingga mitos harus dikenal, diturunkan atau

diwariskan kepada generasi penerusnya. Fungsi mitos disini adalah untuk menjaga

keharmonisan hidup dari luar. Berdasarkan pandangan diatas, kita mengenal Histiografi

9

tradisional yang menceritakan tentang legenda asal-usul nenek moyang, Asal usul nama

suatu tempat, dsb. Yang menurunkan tradisi mereka dianggap benar dan rasional.

Mitos dapat dikategorikan sebagai karya sastra sejarah. Unsur-unsur sastranya terdiri

dari: cerita, mitos, legenda, ramalan, simbolisme, pantangan, dan lain-lain. Unsur-unsur

sastra ini kemudian dicampur-adukan dengan unsur-unsur sejarah. Misalnya, dalam mitologi

orang Sangir dan Orang Talaud, tokoh-tokoh yang berperan (penulis batasi tokoh perempuan,

seperti Kondawulaeng) adalah unsur sejarah, diceritakan sebagai keturunan yang pertama

(sejarah genealogi), melalui keturunan bidadari-bidadari dan burung, (unsur mitos), kemudian

menikah dengan bidadari (legenda), dan seterusnya.

Mitos sering dianggap sebagai suatu cerita yang aneh, sulit dipahami serta sulit

diterima kebenarannya karena tidak masuk akal, penuh kegaiban atau tidak sesuai dengan

yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Namun begitu, dengan dianggap gaib, tidak

masuk akal itulah yang menjadikan mitos selalu menarik perhatian dari sarjana berbagai

disiplin dan masyarakat umumnya. Kebenaran peristiwa maupun tokoh dalam mitos sulit

dibuktikan, tetapi harus diakui bahwa mitos merupakan sociofact yang ada dalam

masyarakat, sukubangsa, dan bangsa di dunia manapun.

Di Sulawesi Utara misalnya masyarakat Minahasa mengenal mitos Toar dan

Lumimuut, masyarakat Gorontalo dengan mitos Hulontalangi atau pengembara yang turun

dari langit, masyarakat Bolaang-Mongondow mengenal mitos Gumalangit dan Tendeduata,

dan masyarakat Sangir-Talaud mengenal mitos Gumansalangi dan Bidadari (Pulau Sangir

Besar), Sense Madunde (Pulau Siau), Alamona Ntaumata Ntalodda (Talaud).

Mitos berawal dari sebuah tradisi lisan yang berhubungan ritus-religius. Bagi kaum

teolog, mitos merupakan cerita suci yang berwujud simbol-simbol yang mengisahkan

serangkaian peristiwa nyata dan imajiner mengenai asal-usul dan perubahan alam, dunia

langit, dewa-dewi, kekuatan adikodrati-supernatural, manusia, kepahlawanan, dan

masyarakat.

Persoalan sekarang, adalah bagaimana kita mengembangkan metodologi yang tepat

untuk memanfaatkan tradisi lisan (mitos) sebagai sumber sejarah. Menurut Vansina (1991)

tradisi lisan atau mitos merupakan sumber sejarah yang potensial yang dapat dianggap

sebagai historiology—jangan dulu dianggap sebagai historiografi. Dengan kata lain, tradisi

lisan lebih merupakan suatu hipotesa, seperti halnya sejarawan juga punya hipotese tentang

masa lampau yang mau dikaji. Posisi sejarawan, pertama-tama harus menempatkan mitos

sebagai hipotese sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber sejarah. Metodologi lain

10

adalah dengan membandingkan unsur-unsur sejarah dalam mitologi yang akan digunakan,

perlu ada cek and ricek dengan sumber lain, atau ada sumber pembanding guna memperoleh

kebenaran. Metodologi seperti ini dikenal dengan prinsip ―coherence theory of truth‖

(Ankersmit, 1987).

Mitos Mengandung Maksud

Mitos merupakan pencampuradukan dewa-dewa manusia, sejarah dan perristiwa

keseharian. Hal-hal itu bercampur dalam sebuah penulisan sejarah. Sehingga untuk

menjadikan karya penulisan sejarah itu mejadi sebuah sumber sejarah perlu dilakukan sebauh

kritik sejarah yang relevan. Mitos diperlukan karena keinginan pujangga sebagai tokoh yang

mengadakan penulisan sejarah dengan dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa. Mitos akan

melukiskan sejarah dari perlaku-perilaku supranatural. Perilaku supranatural menurut akal

sehat sangat sulit untuk diterima, melainkan dalam melihat konteks supranatural tersebut

perlu menggunakan kaca mata yang berbeda. Perilaku supranatural tersebut ada karena pada

zaman penulisan hal itu merupakan sebuah sifat linuwih, sehingga orang itu memiliki sebuah

kedudukan dan kehormatan. Selain itu didukung oleh keadaan masyarakat yang masih

percaya akan hal itu, menjadikan hal-hal yang bersifat supranatural dapat berkembang secara

pesat.

Mitos mengangap sejarah sebagai hal yang mutlak kebenarannya dan keramat.

Sejarah merupakan sebuah peristiwa masa lalu, namun peristiwa itu tidak dapat

menyampaikan kebenaran peristiwa tersebut secara mutlak. Sejarah dalam arti objektif adalah

peristiwa masa lampau yang telah terjadi. Namun, sejarah pada kategori historiografi

tradisional mendapatkan sebuah tekanan untuk menyakini, bahwa peristiwa terjadi seperti

apa yang telah dituliskan oleh pujangga atau sejarawan yang menulis sebuah peristiwa dalam

konteks kebudayaan Jawa. Masyarakat yang hidup pada masa historiografi tradisional tidak

diberikan untuk menginterprestasikan sebuah peristiwa yang telah terjadi.

Mitos akan selalu menghubungkan antara seseorang dengan ‖pencipataan‖ tentang

keberaan, institusi, dan perilaku. Menghubungkan seorang tokoh dengan proses penciptaan

merupakan sebuah supremai kekuasaan, dan dapat diartikan sebagai sebuah pandangan

sempit tentangtokoh tersebut. Tokoh tersebut diagambarkan seakan-akan sebagai perfect man

atau orang yang sempurna. Padahal dalam dunia ini tidak ada manusia yang sempurna.

Masyarakat akan selalu berpikir untuk melawan atau berperilaku, dan berhubungan dengan

orang tersebut. Dari situ memunculkan konsep tentang sabdo pandhita ratu yang berrati

11

bahwa ucapan seorang raja sama dengan sabda Tuhan. Mnejadikan perintah raja tidak boleh

ditolak atau tidak boleh tidak dijalankan.

Mitos dapat sebagai alat untuk mencari asal-usul. Asal-usul hal dalam ini dapat

diartikan sebagi asal-usul sebuah tempat atau asal-usul seseorang. Sebagai contohnya bila

diketahui tentang asal-usul seseorang, orang akan dapat melakukan sebuah kontrol dan

memanipulasi sesuatu sesuai kehendaknya. Kontrol tersebut akan memberikan sebuah

kekuasaan atau legitimasi. Dalam hal tersebut dapat dilihat mengenai asal-usul Sultan Agung

yang dapat diartikan sebagai sebuah mitos. Sultan Agung dalam historiografi tanah Jawa

merupakan keturunan dari Nabi Adam dan tokoh-tokoh pewayangan. Hal itu memnag sulit

untuk diterima apalagi Sultan Agung merupakan keturunan dari seorang tokoh pewayangan.

Dalam sebuah penghayatan mengenai mitos seseorang atau dalam hal yang lebih luas

lagi masyarakat akan hidup dalam alam yang serba keramat. Seseorang yang hidup dalam

alam yang serba keramat akan selalu berhati-hati dalam menjalani hidup. Bila dapat

mengkontrol hal terbut ketertiban masyarakat akan terjamin dan berlangsung sesuai

keinginan seorang penguasa.

Mitos dapat diartikan sebagi alat penertiban tertib sosial. Seorang pujangga akan

berusaha menyampaikan maksud politiknya untyk memperkuat kedudukan sng patrion atau

seorang penguasa. Sebagai contohnya dalam serat cebolek, Pembangunan yang dilakukan

oleh para priyayi adalah pembangunan mentalitas. Pembangunan mentalitas dilaksanakan

karena kerajaan (Kartasura) telah kehilangan ‖kekuasaan politiknya‖. Kekuasaan yang

dimiliki seorang raja untuk memerintah, terlalu banyak dicampuri oleh kepentingan kompeni.

Raja tidak memiliki kekuasaan untuk memimpin kerajaannya. Untuk tetap memiliki pengaruh

pada rakyat, untuk tetap memiliki kekuasaan pada diri setiap masyarakat Jawa. Sehingga raja

berupaya untuk menanamkan kekuasaannya pada bidang spiritualis dan mentalitas

masyarakat Jawa.

Pembangunan mental spiritual dan mentalitas akan terlaksana bila kerajaan memiliki

alat. Alat inilah sebagai motor penggerak mencapai tujuan pembangunan itu. Motor

penggerak itu berupa kepemimpinan komunitas Islam. Kepemimpinan komunitas Islam

berasal dari golongan elit agama. Golongan itu berasal dari kalangan guru, haji, dan kiai.

Golongan ini memiliki peranan penting dalam pelaksanaan ritual-ritual keagamaan, dan

memberikan pelayanan keagamaan.

12

2.4 Dinamika Mitos Dalam Sejarah

Mitos berasal dari bahasa Yunani mythos, yang berarti dongeng (Kuntowijoyo,

1999:7). Lama sebelum manusia menulis sejarah secara ilmiah, mitos telah lebih dulu hadir

dan mampu menjawab pertanyaan ―wie es eigentlich gewesen,‖ yaitu bagaimana sesuatu

sesungguhnya bisa terjadi (Kartodirdjo, 1982:16). Dengan kata lain, secara historis,

sebenarnya mitos adalah nenek moyang sejarah. Keduanya sama-sama berupaya

menceritakan masa lalu dengan caranya masing-masing.

Kuntowijoyo (1999:8) membedakan mitos dan sejarah hanya pada dua titik singgung.

Pertama, mitos memiliki unsur waktu yang tidak jelas. Berbeda dengan sejarah yang

menekankan pada keberadaan unsur waktu yang kronologis, justru mitos mengabaikan

peranan waktu sama sekali. Mitos tidak memiliki perhatian pada awal, akhir, kapan suatu

peristiwa terjadi, atau suatu urutan masa tertentu yang kronologis. Ia sengaja tidak

menjelaskannya secara tegas karena bagi mitos bukan waktu yang terpenting dalam

menjelaskan kapan suatu peristiwa terjadi, melainkan lebih mengutamakan apa dan

bagaimana sesuatu terjadi. Kartodirdjo (1982:16) menilai, mitos lebih berfungsi untuk

membuat masa lalu bermakna dengan memusatkan kepada bagian-bagian masa lampau yang

mempunyai sifat tetap dan berlaku secara umum, karenanya dalam mitos tidak ada unsur

waktu yang jelas.

Titik singgung yang kedua, terletak pada anggapan bahwa mitos memuat kejadian

yang tidak masuk akal—menurut sudut pandang orang masa kini. Pada titik inilah, sejarawan

modern dengan arogan menganggap mitos tidak layak menjadi bagian dari sejarah. Sejarah

modern mengklaim bahwa ia mampu menjelaskan masa lalu menurut standar rasio yang

berlaku di masa sekarang. Mitos yang seringkali menjelaskan masa lalu yang kabur dari

pandangan manusia, akhirnya dibalut dengan berbagai takhayul untuk menjelaskan suatu

fenomena. Inilah usaha manusia rasional untuk menjelaskan masa lalu. Sebagai contoh kasus,

ada mitos dogmatis—yang diimani oleh agama-agama besar saat ini—bahwa manusia

pertama yang ada di dunia adalah Adam dan Hawa yang diciptakan dari tanah. Namun kapan

Adam dan Hawa diciptakan dan kapan mereka diturunkan ke dunia? tidak terdapat petunjuk

waktu yang jelas untuk menjawab pertanyaan ini. Pun pertanyaan, bagaimana tanah bisa

menjadi manusia juga tidak akan pernah bisa dijawab oleh rasio manusia dewasa ini. Meski

demikian, manusia yang beriman bisa menjelaskan tentang bagaimana mereka diciptakan dan

13

mengapa mereka diturunkan ke dunia secara lengkap dan mendetil walau tanpa disertai

penunjuk waktu kapan peristiwa itu terjadi.

Menurut Horkheimer (dalam Sindhunata, 1982:123-124), mitos adalah keirasionalan,

takhayul atau khayalan, pendeknya sesuatu yang tak berada dalam kontrol kesadaran dan

rasio manusia. Yang perlu dipahami, bahwa mitos sebenarnya merupakan percobaan-

percobaan manusia untuk mencari jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya tentang

alam semesta, tentang dirinya sendiri. Dalam mitologi Yunani, seperti yang dituturkan dalam

syair-syair Heseidos, Pherekydes, dan Homeros, memang mereka sudah menjawab

pertanyaan-pertanyaan manusia tentang alam semesta itu, tapi jawaban yang diberikan justru

dalam bentuk mitos yang meloloskan diri dari tiap-tiap kontrol pihak rasio. Baru pada abad

enam sebelum Masehi, mitos digebrak oleh rasio, dan sejak saat itu orang mulai mencari-cari

jawaban rasional tentang problem-problem yang diajukan alam semesta. Logos (akal budi,

rasio) sudah mengemansipasikan diri dari mitos. Horkheimer lebih menunjuk titik ini sebagai

awal aufklarung bukan abad kedelapan belas Masehi. Maka otoritas dewa-dewa dalam mitos

secara perlahan digusur oleh pengertian rasional manusia. Bagi Anaxagoras, pelangi bukan

lagi merupakan titian dewi jelita yang sedang bertugas sebagai duta bagi dewa-dewa lain, tapi

pelangi adalah pantulan cahaya matahari dalam awan-awan (Sindhunata, 1982:69-70).

Ketika rasional diutamakan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan manusia akan

diri dan alamnya, maka terjadilah revisi total melalui proses demitologisasi. Demitologisasi

merupakan upaya-upaya sadar untuk menghilangkan mitos dengan cara memberi jawaban

alternatif yang lebih rasional dan diterima oleh logika manusia. Tentu setiap peradaban

memiliki periode yang berbeda-beda sebagai titik peralihan tahap mitos ke rasional.

Hubungan mitos dengan sejarah dengan demikian mengalami pasang surut sesuai

dengan jiwa zaman yang berlaku. Pada awalnya, mitos dengan sejarah tidak bisa dibedakan

dengan tegas karena keduanya berupaya untuk menjelaskan masa lalu sesuai dengan

kemampuan dalam eksplanasi yang bisa dijangkau manusia kala itu. Ketika mitos

dinegasikan akibat menguatnya posisi rasio dalam menjelaskan masa lalu, mitos akhirnya

dicampakkan oleh sejarah. Bahkan sejarah tidak mengakui hubungan kekerabatannya dengan

mitos. Sejarah akhirnya memadu kasih secara monogami dengan rasio, untuk menjelaskan

masa lalu manusia. Ironisnya, rasio yang dipakai manusia dalam menjelaskan masa lalunya,

terkadang—untuk tidak mengatakan selalu—terjebak dalam upaya untuk menciptakan masa

lalu sesuai dengan harapannya. Secara tidak sadar, manusia menciptakan mitos-mitos baru

dalam penulisan sejarahnya. Mengenai bukti bahwa manusia secara tidak sadar—maupun

14

sadar—menciptakan mitos dalam sejarah yang rasional, akan dibahas pada bagian berikutnya

dengan contoh kasus pada sejarah Indonesia.

Kondisi yang semacam ini, adalah sejalan dengan pemikiran Horkheimer.

Menurutnya, usaha manusia rasional adalah mitos, sebab usaha manusia rasional tidak dapat

berdiri sendiri, tidak otonom, tidak dapat mengenal dirinya sendiri: usaha manusia rasional

itu terjadi, ada, dan mengenal dirinya hanya berkat dan di dalam mitos. Dengan kata lain,

usaha manusia rasional itu niscaya atau tidak dapat tidak adalah mitos sendiri. Sebaliknya,

pada hakekatnya mitos itu adalah usaha manusia rasional, sebab tanpa usaha manusia rasional

mitos tidak akan mengenal dirinya sebagai mitos. Baru dengan usaha manusia rasional mitos

terjadi, ada dan mengenal dirinya sebagai mitos. Jadi mitos juga tidak otonom, tidak dapat

berdiri sendiri, tidak dapat mengenal dirinya sendiri: mitos terjadi, ada, dan mengenal dirinya

sendiri hanya berkat dan di dalam usaha manusia rasional. Dengan kata lain, mitos niscaya

atau tidak dapat tidak adalah usaha manusia rasional sendiri (Sindhunata, 1982:124).

Bukti yang lain, adalah keberadaan aliran posmodernisme yang mengkritik habis

sejarah yang mengklaim dirinya rasional dan terbebas dari mitos, ternyata mengandung

berbagai mitos sebagai upaya pengagungan terhadap masa lalu dan dirinya sendiri.

Dekonstruksi yang ditawarkan oleh posmodernisme, membawa harapan rasional yang baru

untuk menghapuskan mitos dalam sejarah modern. Celakanya, posmodernisme kelak akan

terbukti hanya membawa mitos baru belaka.

15

Contoh Mitos danau Toba (sumatera utara)

Saya mengambil kisah ataupun mitos Danau Toba karena inilah mythos

yang paling terkenal dari daerah saya, Danau Toba di Sumatera Utara

Seperti yang kita ketahui, Danau toba adalah danau vulkanik dimana di tengah-tengah

danau ini terdapat sebuah pulau yang disebut Pulau Samosir. Danau Toba merupakan

salah satu danau terbesar di Asia Tenggara yang terletak di Indonesia, tepatnya di

Provinsi Sumatera Utara. Dari dulu hingga sekarang, danau ini menjadi tempat wisata

yang menarik baik dalam negeri maupun luar negeri. Sedangkan untuk mayoritas

penduduk di sekitar daerah danau toba adalah orang batak dengan sumber mata

pencaharian sebagai petani, pedagang dan nelayan. Untuk mengetahui lebih jauh dan jelas

tentang awal mula / seluk beluk / sejarah danau toba, berikut awalmula.com kutik dari

berbagai sumber mengenai sejarah danau toba dan cerita rakyat awalmula danau toba.

16

Sejarah Danau Toba

Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu dan

merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose dan

Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-

bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km³, dengan 800 km³

batuan ignimbrit dan 2.000 km³ abu vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat

selama 2 minggu. Debu vulkanik yang ditiup angin telah menyebar ke separuh bumi, dari

Cina sampai ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi selama 1 minggu dan lontaran debunya

mencapai 10 km di atas permukaan laut.

Kejadian ini menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies juga diikuti

kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia

sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu, yaitu sekitar 60 juta

manusia. Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli

masih memperdebatkannya.

Setelah letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi

yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum

keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.

Tim peneliti multidisiplin internasional, yang dipimpin oleh Dr. Michael Petraglia,

mengungkapkan dalam suatu konferensi pers di Oxford, Amerika Serikat bahwa telah

ditemukan situs arkeologi baru yang cukup spektakuler oleh para ahli geologi di selatan

dan utara India. Di situs itu terungkap bagaimana orang bertahan hidup, sebelum dan

sesudah letusan gunung berapi (supervolcano) Toba pada 74.000 tahun yang lalu, dan

bukti tentang adanya kehidupan di bawah timbunan abu Gunung Toba. Padahal sumber

letusan berjarak 3.000 mil, dari sebaran abunya.

Selama tujuh tahun, para ahli dari oxford University tersebut meneliti projek ekosistem di

India, untuk mencari bukti adanya kehidupan dan peralatan hidup yang mereka tinggalkan

di padang yang gundul. Daerah dengan luas ribuan hektare ini ternyata hanya sabana

(padang rumput). Sementara tulang belulang hewan berserakan. Tim menyimpulkan,

daerah yang cukup luas ini ternyata ditutupi debu dari letusan gunung berapi purba.

Penyebaran debu gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh dunia.

Berasal dari sebuah erupsi supervolcano purba, yaitu Gunung Toba. Dugaan mengarah ke

17

Gunung Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100

titik. Sejak kaldera kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3000 mil, dari

sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran debu itu sampai

terekam hingga Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para ahli, betapa dahsyatnya letusan

super gunung berapi Toba kala itu. Bukti-bukti yang ditemukan, memperkuat dugaan,

bahwa kekuatan letusan dan gelombang lautnya sempat memusnahkan kehidupan di

Atlantis. (Wikipedia Indonesia)

Cerita Rakyat Awal Mula Danau Toba

Di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja. Ia hidup sendiri

sebatang kara. Setiap hari ia bekerja menggarap lading dan mencari ikan dengan tidak

mengenal lelah. Hal ini dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Pada suatu hari petani tersebut pergi ke sungai di dekat tempat tinggalnya, ia bermaksud

mencari ikan untuk lauknya hari ini. Dengan hanya berbekal sebuah kail, umpan dan

tempat ikan, ia pun langsung menuju ke sungai. Setelah sesampainya di sungai, petani

tersebut langsung melemparkan kailnya. Sambil menunggu kailnya dimakan ikan, petani

tersebut berdoa,―Ya Alloh, semoga aku dapat ikan banyak hari ini‖. Beberapa saat setelah

berdoa, kail yang dilemparkannya tadi nampak bergoyang-goyang. Ia segera menarik

kailnya. Petani tersebut sangat senang sekali, karena ikan yang didapatkannya sangat

besar dan cantik sekali.

Setelah beberapa saat memandangi ikan hasil tangkapannya, petani itu sangat terkejut.

Ternyata ikan yang ditangkapnya itu bisa berbicara. ―Tolong aku jangan dimakan Pak!!

Biarkan aku hidup‖, teriak ikan itu. Tanpa banyak Tanya, ikan tangkapannya itu langsung

dikembalikan ke dalam air lagi. Setelah mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu

bertambah terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita yang

sangat cantik.

―Jangan takut Pak, aku tidak akan menyakiti kamu‖, kata si ikan. ―Siapakah kamu ini?

Bukankah kamu seekor ikan?, Tanya petani itu. ―Aku adalah seorang putri yang dikutuk,

karena melanggar aturan kerajaan‖, jawab wanita itu. ―Terimakasih engkau sudah

membebaskan aku dari kutukan itu, dan sebagai imbalannya aku bersedia kau jadikan

istri‖, kata wanita itu. Petani itupun setuju. Maka jadilah mereka sebagai suami istri.

Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan

18

bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka

dahsyat.

Setelah beberapa lama mereka menikah, akhirnya kebahagiaan Petani dan istrinya

bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Anak mereka tumbuh

menjadi anak yang sangat tampan dan kuat, tetapi ada kebiasaan yang membuat heran

semua orang. Anak tersebut selalu merasa lapar, dan tidak pernah merasa kenyang.

Semua jatah makanan dilahapnya tanpa sisa.

Hingga suatu hari anak petani tersebut mendapat tugas dari ibunya untuk mengantarkan

makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi tugasnya tidak

dipenuhinya. Semua makanan yang seharusnya untuk ayahnya dilahap habis, dan setelah

itu dia tertidur di sebuah gubug. Pak tani menunggu kedatangan anaknya, sambil

menahan haus dan lapar. Karena tidak tahan menahan lapar, maka ia langsung pulang ke

rumah. Di tengah perjalanan pulang, pak tani melihat anaknya sedang tidur di gubug.

Petani tersebut langsung membangunkannya. ―Hey, bangun!, teriak petani itu.

Setelah anaknya terbangun, petani itu langsung menanyakan makanannya. ―Mana

makanan buat ayah?‖, Tanya petani. ―Sudah habis kumakan‖, jawab si anak. Dengan

nada tinggi petani itu langsung memarahi anaknya. ―Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu

diri! Dasar anak ikan!,‖ umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan

dari istrinya.

Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya hilang

lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air

yang sangat deras. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga.

Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau

Toba.

19

Ini juga adalah salah satu Mitos di daerah saya. Tentang Batu Gantung berada di Tepi

Danau Toba dan diberi nama “Parapat”. Dan orang – orang di daerah kami maupun

yang bukan dari daerah kami menjadikan ini menjadi sebuah kota kecil salah satu

tujuan wisata yang sangat menarik di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

20

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mitos berasal dari bahasa Yunani mythos, yang berarti dongeng (Kuntowijoyo,

1999:7). Lama sebelum manusia menulis sejarah secara ilmiah, mitos telah lebih dulu hadir

dan mampu menjawab pertanyaan ―wie es eigentlich gewesen,‖ yaitu bagaimana sesuatu

sesungguhnya bisa terjadi (Kartodirdjo, 1982:16). Dengan kata lain, secara historis,

sebenarnya mitos adalah nenek moyang sejarah. Keduanya sama-sama berupaya

menceritakan masa lalu dengan caranya masing-masing.

Dari berbagai pendapat dan keterangan diatas yang dapat saya ambil sebagai

kesimpulannya yakni, bahwa Mitos berawal dari sebuah tradisi lisan yang

berhubungan ritus-religius. Bagi kaum teolog, mitos merupakan cerita suci yang

berwujud simbol-simbol yang mengisahkan serangkaian peristiwa nyata dan imajiner

mengenai asal-usul dan perubahan alam, dunia langit, dewa-dewi, kekuatan adikodrati-

supernatural, manusia, kepahlawanan, dan masyarakat.

Selain itu juga, ternyata Mitos sering dianggap tidak masuk akal akan

tetapi kenyataannya ada kelompok masyarakat tertentu menempatkan mitos sebagai bagian

dari kehidupannya (kebudayaan setempat). Dalam kajian sejarah mitos dapat digunakan

sebagai sumber analisis dalam proses narasi historis. Sekecil apapun terdapat nilai kebenaran

sejarah yang mengikuti jalannya cerita mitos tersebut.

3.2 Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan

dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena

terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan

judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan

saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan

makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis

pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

21

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Arief. 1999. Posmo: Apa Sih?. Dalam Suyoto (eds), Posmodernisme dan Masa Depan

Peradaban (hlm.21-24). Yogyakarta: Aditya Media

Hakim, M. Arief. 1999. Sinyal ‗Kematian‘ Posmodernisme. Dalam Suyoto (eds),

Posmodernisme dan Masa Depan Peradaban (hlm.303-309). Yogyakarta: Aditya Media

Hardiman, Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik, dan

Posmodernisme menurut Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius

Kartodirdjo, Sartono. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia: suatu

alternatif. Jakarta: Gramedia

Kuntowijoyo. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya

http://www.slideshare.net/nabiladidaya/ppt-40328253

http://akucintanusantaraku.blogspot.com/2014/03/peran-folklore-mitologi-legenda-dan.html